DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI UPDRAFT DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKAR
STEVANUS ANDIKA PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016 Stevanus Andika Putra
NIM F14110014
ABSTRAK STEVANUS ANDIKA PUTRA. Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN. Penerapan konsep gasifikasi merupakan salah satu alternatif pemanfaatan energi biomassa. Pada penelitian ini digunakan tungku gasifikasi updraft dengan sumber udara gasifikasi diperoleh dari kipas. Biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah kulit singkong yang telah dikeringkan sebelumnya. Tungku ini dinyalakan dari bagian atas atau lebih dikenal dengan metode toplit karena dinilai paling cocok. Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui performa gasifikasi yang dilakukan menggunakan metode water boiling test. Kulit singkong diberi dua perlakuan berbeda yaitu variasi kepadatan dan variasi kadar air. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan berpengaruh langsung terhadap konsumsi spesifik, laju pembakaran dan laju pergerakan charcoal bed. Sedangkan kadar air berpengaruh langsung terhadap kualitas gasifikasi. Nilai efisiensi tungku ini masih relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 5.88 hingga 8.79%. Kata kunci : Gasifikasi, Kulit singkong, Updraft
ABSTRACT STEVANUS ANDIKA PUTRA. Design and Performance Test of Updraft Gasification Stove with Cassava Peel as Fuel. Supervised by LEOPOLD OSCAR NELWAN. Application of gasification concept is an alternative way of biomass energy utilization. In this experiment an updraft gasification stove is used, with blower to supply gasification air. Biomass that used as fuel in this experiment is dried cassava peel. This stove was ignited from the top which is known as toplit method because it was the most suitable method. Water boiling test was conducted to test gasification performance. Cassava peel was given two different variations which are density and water content variation. The test result showed that density variation was related directly to specific fuel consumtion, burning rate, and charcoal bed moving rate. Meanwhile water content variation was related directly to gasification quality. Efficiency of this gasifier is still pretty low only between 5.88 to 8.79%. Keywords : Cassava peel, Gasification, Updraft
DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI UPDRAFT DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKAR
STEVANUS ANDIKA PUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang tak terkira sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Topik yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Maret 2015. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orangtua dan adik penulis atas doa, kasih sayang, dukungan dana, dan motivasi tiada henti. 2. Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan inspirasi selama penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini. 3. Ardelia Natakusuma selaku kekasih penulis beserta keluarganya yang telah memberikan cinta, doa dan dukungan moral selama penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini. 4. Teman-teman penulis yang telah menemani dan banyak membantu penulis dalam segala hal (Irpan, Fathur, Farrah, Alif, Yuko, Holil, Amel, Antoni, Tanti, Andria, Fidela, Evans, Ibrahim, Priyohadi, Devi, dll). 5. Regenboog 48 yang telah menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh studi di IPB. 6. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB yang telah menjadi keluarga kedua penulis selama menempuh studi di IPB. 7. Teknisi Laboratorium Energi (Pak Harto) yang senantiasa membantu penulis selama penelitian 8. Segala pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu energi khususnya di bidang konversi energi.
Bogor, Januari 2016
Stevanus Andika Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Singkong (Manihot utilisima)
2
Gasifikasi
4
Reaktor gasifikasi updraft
7
Tungku masak gasifikasi
8
METODOLOGI
9
Waktu dan Tempat
9
Peralatan
9
Prosedur Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi
17
Uji Kinerja Tungku Gasifikasi
19
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1
Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC
5
2
Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya
5
3
Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa
6
4
Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi
17
5
Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian
19
6
Pengaruh kadar air terhadap beberapa parameter pengujian
22
7
Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar
22
8
Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi
23
DAFTAR GAMBAR 1
Produksi singkong di Indonesia
3
2
Konfigurasi reaktor updraft
8
3
Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan
10
4
Skema cara kerja alat
12
5
Lokasi pengukuran suhu
16
6
Tampilan 3D tungku
16
7
Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan
18
8
Perbedaan warna api tanpa uap air dan sedikit uap air
18
9
Contoh grafik kenaikan suhu di setiap titik pengukuran terhadap waktu
20
10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed
21
11 Penampakan api yang sangat besar
23
DAFTAR LAMPIRAN 1
Gambar teknik tungku gasifikasi
26
2
Tabel hubungan antara perlakuan dan parameter-parameter pengujian
27
3
Grafik sebaran suhu terhadap waktu pada tiap pengujian
28
4
Data perhitungan nilai kalor
31
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Singkong (Manihot utilisima), disebut juga ubi kayu atau ketela, sebenarnya adalah tanaman liar yang berasal dari Amerika Selatan. Kemudian oleh Bangsa Portugis tanaman ini dibawa ke seluruh dunia dan akhirnya masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16. Saat itu singkong sempat menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Namun karena dipandang lebih rendah daripada nasi, singkong mulai ditinggalkan. Meski singkong tidak lagi di konsumsi sebagai makanan pokok, namun jumlah produksi singkong di Indonesia tetap tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke 3 negara penghasil singkong terbesar di dunia setelah Nigeria dan Thailand. Menurut data FAO produksi singkong Indonesia pada tahun 2013 mencapai 23.9 juta ton. Saat ini singkong lebih sering diolah menjadi bentuk lain. Beberapa olahan singkong yang sering dikonsumsi adalah tepung tapioka, keripik singkong dan makanan tradisional lainnnya. Pengolahan singkong menjadi bentuk lain memang menaikkan nilai ekonomis singkong dan tidak lagi dipandang sebagai makanan orang miskin. Namun pengolahan singkong menimbulkan permasalahan baru yaitu adanya limbah berupa kulit singkong. Limbah kulit singkong cukup banyak jumlahnya. Berdasarkan Lebot (2009) setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia pada tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton. Selama ini limbah kulit singkong hanya dibiarkan begitu saja dan belum banyak yang melakukan pengolahan lebih lanjut. Limbah kulit singkong yang dibiarkan menumpuk begitu saja akan membusuk dan menimbulkan polusi udara berupa bau yang tidak sedap. Padahal jika dilakukan pengolahan lebih lanjut, kulit singkong tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Pemanfaatan kulit singkong sebagai sumber energi yang selama ini sudah dilakukan adalah pembakaran secara langsung untuk boiler, pembuatan biogas dari kulit singkong, dan pembuatan bioethanol. Selain cara-cara tersebut, ada salah satu cara lain pemanfaatan kulit singkong yaitu dengan cara gasifikasi, namun kulit singkong harus dalam kondisi kering. Gasifikasi adalah sebuah reaksi kimia yang mengubah bahan yang mengandung karbon seperti biomasa menjadi bahan bakar berupa gas atau senyawa kimia. Gasifikasi berbeda dengan pembakaran langsung. Pada proses pembakaran langsung juga terjadi proses pengubahan bahan yang mengandung karbon menjadi produk gas, hanya saja gas yang dihasilkan tidak memiliki nilai kalor. Proses gasifikasi mengemas energi menjadi ikatan kimia dalam produk, sementara proses pembakaran melepaskan ikatan kimia tersebut. Gasifikasi membutuhkan medium gasifikasi yang bereaksi dengan karbon padat dan hidrokarbon yang berat untuk mengubahnya menjadi gas bermolekul ringan seperti CO2 dan H2. Medium gasifikasi yang paling umum digunakan adalah oksigen, uap, dan udara. Gasifikasi dengan oksigen memang menghasilkan gas dengan nilai kalor yang tinggi, namun harganya cukup mahal. Sebenarnya oksigen juga bisa didapat dari udara bebas hanya saja kandungan oksigennya sedikit dan lebih banyak kandungan nitrogennya sehingga nilai kalor dari gas yang dihasilkan
2 lebih rendah. Sementara bila menggunakan uap sebagai medium gasifikasi nilai kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi daripada jika menggunakan udara, namun lebih rendah daripada jika menggunakan oksigen (Basu 2013). Dengan konsep tersebut akan dikembangkan tungku masak berbasis gasifikasi dengan bahan bakar limbah kulit singkong kering. Tungku masak ini sangat cocok digunakan oleh para produsen bahan olahan singkong. Limbah kulit singkong yang dihasilkan dari proses produksi dapat digunakan lagi untuk proses pengolahan singkong. Sehingga produsen dapat menghemat pengeluaran untuk bahan bakar. Perumusan Masalah Dengan banyaknya produsen panganan berbahan dasar singkong, jumlah limbah kulit singkong meningkat. Limbah kulit singkong ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sumber energi. Pada penelitian ini limbah kulit singkong dimanfaatkan dengan cara digasifikasi menggunakan tungku gasifikasi updraft dan gas yang dihasilkan digunakan untuk proses pemasakan di industri atau rumah tangga. Pemanfaatan limbah kulit singkong ini dapat mengurangi permasalahan limbah serta menghemat pengeluaran produsen untuk bahan bakar. Tujuan Penelitian Merancang dan menguji kinerja tungku gasifikasi berbahan bakar kulit singkong untuk proses pemasakan di industri kecil atau rumah tangga.
TINJAUAN PUSTAKA Singkong (Manihot utilisima) Berdasarkan Lebot (2009), singkong adalah tanaman terpenting keenam setelah gandum, padi, jagung, kentang, dan jelai. Singkong masih menjadi makanan pokok bagi lebih dari 800 juta orang di dunia, sebagian besar di negaranegara tropis yang miskin. Tempat asal dimana singkong tumbuh sangat misterius dan telah banyak diperdebatkan. Hingga akhirnya pada akhir abad ke-19, dicapai kesepakatan bahwa semua jenis singkong berasal dari daerah Amerika Selatan tepatnya Brazil. Kemudian oleh para penjelajah dibawa masuk ke Indonesia pada abad ke-16. Pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil singkong terbesar di dunia menurut data FAO. Produksi singkong di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2013 dapat dilihat pada Gambar 1. Onwueme (1978) dalam bukunya menyatakan bahwa ada banyak jenis tanaman singkong bergantung pada daerah tumbuhnya. Jenis-jenis singkong ini dapat dibedakan berdasarkan morfologi dasar (seperti bentuk dan ukuran daun, tinggi tanaman, warna petiole, dll.), bentuk umbi, lama panen, banyak panen, dan kandungan cyanogenic glucoside pada akar. Berdasarkan kandungan cyanogenic glucoside pada akar, singkong dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar : varietas dengan rasa dominan pahit, dimana cyanogenic glucoside tersebar merata di seluruh umbi dengan tingkat yang tinggi, dan varietas dengan rasa dominan
3 manis, dimana cyanogenic glucoside sebagian besar terkonsentrasi dan pada tingkat yang rendah. 24.5 23.92
Produksi (juta ton)
24.0
24.04
24.18
23.94
23.5 23.0 22.5
22.04
22.0 21.5 21.0 20.5 2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1 Produksi singkong di Indonesia Bagian dalam singkong varietas manis dapat dikatakan tidak mengandung cyanogenic glucoside, walaupun sebenarnya masih tetapi dalam jumlah yang sedikit. Secara umum, bagian dalam dari umbi terdiri dari tiga bagian (Lebot 2009) : 1. Kulit luar (periderm), adalah lapisan terluar dari umbi yang tersusun atas sel-sel gabus yang melindungi permukaan akar. Periderm mewakili 0.52.0% dari berat total akar dan dapat dihilangkan dengan mudah dengan sedikit gesekan. Seiiring dengan perkembangan akar, kambium baru membentuk dan memproduksi sel gabus dan memulihkan lapisan pelindung. 2. Kulit dalam (sering disebut phelloderm, cortex, atau kulit kedua) yang terletak tepat dibawah kulit luar, hanya setebal 1-2 mm dan biasanya berwarna putih, kemerahan, atau kecoklatan. Kulit dalam mewakili 8-15% dari berat total akar dan dapat dilepaskan dengan mudah dari silinder pusat dengan cara menariknya. 3. Silinder pusat, yang biasanya disebut sebagai daging singkong. Terdiri dari sebagian besar sel-sel parenkim yang menyimpan sejumlah besar pati yang dapat dimakan. Ikatan pembuluh yang sangat tipis menjalar tidak teratur di sepanjang daging singkong dan untaian besar pembuluh menjalar di tengahtengah daging singkong. Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong dari berat total singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia pada tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton. Selama ini limbah kulit singkong belum banyak dimanfaatkan. Biasanya limbah kulit singkong hanya dijadikan bahan pakan ternak. Di beberapa daerah limbah kulit singkong juga dijadikan camilan keripik kulit singkong. Namun membutuhkan proses yang cukup panjang.
4 Gasifikasi Gasifikasi adalah proses pengubahan bahan padat atau cair menjadi bahan bakar gas yang berguna atau senyawa kimia yang dapat dibakar untuk melepaskan energi. Gasifikasi dan pembakaran adalah dua proses termokimia yang sangat berkaitan erat, tetapi ada perbedaan penting diantara keduanya. Gasifikasi mengemas energi menjadi ikatan kimia dalam produk gas, sedangkan pembakaran melepas ikatan kimia tersebut untuk melepaskan energi. Proses gasifikasi menambahkan hidrogen dan melepaskan karbon dari senyawa hidrokarbon untuk menghasilkan gas dengan rasio hidrogen terhadap karbon (H/C) yang lebih tinggi, sementara pembakaran mengoksidasi hidrogen dan karbon menjadi air dan karbon dioksida (Basu 2013). Menurut Basu (2013), masih ada beberapa perbedaan antara gasifikasi dan pembakaran diantaranya : 1. Untuk sejumlah energi yang sama, jumlah gas buang yang dihasilkan dari gasifikasi lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran langsung. 2. Bahan bakar hasil gasifikasi dapat diaplikasikan pada bermacam kegiatan. 3. Gas hasil gasifikasi lebih mudah dibawa dan dipindahkan dibanding bahan bakar padat. 4. Gasifikasi menghasilkan NOx per unit energi output yang lebih sedikit dibanding pembakaran langsung. Proses gasifikasi pada umumnya terdiri dari beberapa fase yaitu pengeringan; dekomposisi termal atau pirolisis; pembakaran parsial sebagian gas, uap, dan arang; dan gasifikasi produk yang telah terdekomposisi. Agar proses gasifikasi dapat berlangsung sangat diperlukan adanya medium gasifikasi seperti uap, udara, atau oksigen. Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi pada proses gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 1. Medium gasifikasi atau agen gasifikasi bereaksi dengan karbon padat dan hidrokarbon yang berat untuk mengubahnya menjadi gas yang lebih ringan seperti CO dan H2. Oksigen adalah medium gasifikasi yang paling umum digunakan, dapat berupa oksigen murni atau udara bebas. Jika menggunakan oksigen, produk gas yang dihasilkan cenderung lebih kaya karbon dan miskin hidrogen seperti CO (bila jumlah oksigen sedikit) dan CO2 (bila jumlah oksigen banyak). Tetapi jika jumlah oksigen berlebihan proses akan bergeser dari gasifikasi menjadi pembakaran dan menghasilkan “flue gas” bukan “fuel gas”. Flue gas adalah gas yang dihasilkan dari proses pembakaran dan tidak mengandung nilai kalor tambahan. Pemilihan medium gasifikasi sangat berpengaruh terhadap nilai kalor dari gas yang dihasilkan. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penggunaan oksigen sebagai medium menghasilkan gas dengan nilai kalor tertinggi diikuti dengan uap kemudian udara. Medium udara menghasilkan gas dengan nilai kalor rendah karena banyaknya kandungan nitrogen di udara yang akan bercampur dengan gas hasil.
5 Tabel 1 Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC Jenis Reaksi Reaksi Carbon Reactions R1 (Boudouard) C + CO2 2CO ΔH = + 172 kJ/mol R2 (water-gas or steam) C + H2O CO + H2 ΔH = + 131 kJ/mol R3 (hydrogasification) C + 2H2 CH4 ΔH = - 74.8 kJ/mol R4 C + 0.5O2 CO ΔH = - 111 kJ/mol Oxidation Reactions R5 C + O2 CO2 ΔH = - 394 kJ/mol R6 CO + 0.5O2 CO2 ΔH = - 284 kJ/mol R7 CH4 + 2O2 CO2 + 2H20 ΔH = - 803 kJ/mol R8 H2 + 0.5O2 H2O ΔH = - 242 kJ/mol Shift Reaction R9 CO + H2O CO2 + H2 ΔH = - 41.2 kJ/mol Methanation Reactions R10 2CO + 2H2 CH4 + CO2 ΔH = - 247 kJ/mol R11 CO + 3H2 CH4 + H2O ΔH = - 206 kJ/mol R14 CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O ΔH = - 165 kJ/mol Steam-Reforming Reactions R12 CH4 + H2O CO + 3H2 ΔH = + 206 kJ/mol R13 CH4 + 0.5O2 CO + 2H2 ΔH = - 36 kJ/mol Sumber : Basu (2013)
Walaupun menghasilkan gas dengan nilai kalor yang tinggi namun penggunaan oksigen murni sebagai medium gasifikasi dinilai cukup mahal. Dengan kondisi tersebut maka uap air lah yang dapat dikatakan paling cocok sebagai medium gasifikasi karena dari segi biaya tidak mahal dan mampu menghasilkan gas dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Meskipun demikian gasifikasi dengan medium gasifikasi uap air masih memiliki kekurangan karena sifatnya yang sangat endotermik. Gasifikasi uap air baru dapat berlangsung jika temperatur telah mencapai 800 ºC tanpa adanya tambahan katalis. (Bridgwater 2001) Tabel 2 Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya Medium Oksigen Uap Udara
Nilai Kalor (MJ/Nm3) 12-28 10-18 4-7
Sumber : Basu (2013)
Menurut Klass (1998) menyatakan bahwa gasifikasi terdiri dari dua tahap. Pada kisaran suhu 300 - 500ºC, senyawa volatil mulai berubah bentuk dan mulai terbentuk residual char. Pada suhu 600 ºC senyawa volatil akan membentuk synthesis gas atau syngas. Syngas adalah gas hasil gasifikasi yang akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi jumlah syngas yang terbentuk misalnya suhu dan lamanya bahan dalam reaktor
6 (residence time). Seiring dengan peningkatan suhu dan residence time, arang dan tar yang terbentuk semakin sedikit dan gas yang terbentuk semakin banyak. Tabel 3 menunjukkan hubungan antara suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi uap selulosa. Penggunaan uap dalam gasifikasi biomassa kemungkinan dapat meningkatkan jumlah H2 dalam gas hasil karena uap bereaksi dengan residual char dari fase pirolisis. Gasifikasi uap juga memungkinkan penggunaan biomassa segar tanpa dikeringkan terlebih dahulu. Dalam proses gasifikasi uap dikenal istilah steam to biomass ratio atau sering disebut S/B. Menurut Udomsirichakorn dan Salam (2013), S/B mengacu pada laju uap dibandingkan dengan laju biomassa. S/B sangat berpengaruh terhadap konsentrasi H2 dalam gas hasil juga terhadap jumlah gas yang dihasilkan. Secara umum semakin tinggi S/B semakin tinggi pula konsentrasi H2 dalam gas hasil dan juga mengurangi jumlah tar. Namun jika S/B terlalu besar malah akan mengurangi jumlah gas yang dihasilkan dan menambah jumlah tar yang terbentuk. Nilai S/B berbeda-beda untuk setiap bahan yang digasifikasi. Nilai S/B optimum untuk suatu bahan bakar dapat diketahui dengan cara melakukan gasfikasi pada nilai S/B yang bervariasi. Tabel 3 Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa Kondisi Suhu Reaktor (ºC) Residence Time (detik) Komposisi Hasil (% bobot) Gas Arang Tar Hasil Analisis Gas (% mol) H2 CO CO2 CH4 C2H4 C3H6 C2H6 Lain-lain Nilai kalor gas (MJ/Nm3)
500 9
600 2
600 6
600 10
700 6
53 12 35
70 11 19
75 13 12
80 13 7
80 13 7
11 40 42 2 1 1 1 2 11.78
10 55 20 6 3 1 2 3 19.28
10 52 20 8 4 2 1 3 20.34
10 55 16 8 4 1 2 4 20.65
13 53 13 12 5 1 1 2 19.24
Sumber : Klass (1998)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi gasifikasi menurut Okuga (2012) antara lain : 1. Kandungan energi bahan bakar Bahan bakar dengan kandungan energi lebih besar akan lebih mudah dibakar dan mampu menyediakan energi untuk fase endotermik gasifikasi karena mampu terbakar dengan suhu yang lebih tinggi.
7 2. Kadar air bahan bakar Kadar air bahan harus diusahakan agar tetap rendah. Semua air dalam bahan harus diuapkan terlebih dahulu pada fase pengeringan agar dapat terbakar dengan mudah karena air adalah komponen yang tidak dapat terbakar. Jika kadar air tinggi maka panas pembakaran akan lebih banyak digunakan untuk menguapkan air terlebih dahulu sehingga menjadi tidak efisien. Dapat dikatakan bahwa bahan dengan kadar air rendah adalah bahan yang lebih siap digasifikasi 3. Distribusi ukuran bahan bakar Ukuran bahan bakar harus disesuaikan agar aliran bahan bakar kebawah tidak terhambat. Ukuran bahan bakar juga menetukan porositas tumpukan bahan. 4. Suhu reaktor Reaktor gasifikasi perlu diinsulasi dengan baik agar kehilangan panas dapat dikurangi. Jika kehilangan panas lebih besar daripada kebutuhan panas dari fase endotermik maka gasifikasi tidak akan terjadi. Reaktor gasifikasi updraft Reaktor gasifikasi updraft termasuk dalam kategori fixed bed reactor. Yang dimaksud dengan fixed bed adalah bahan bakar diproses secara curah dan melewati beberapa fase yaitu pengeringan, pirolisis, dan pembakaran. Fixed bed adalah jenis gasifier tertua dan telah banyak dikembangkan hingga kini. Fixed bed terbagi menjadi dua yaitu updraft dan downdraft. Perbedaan antara keduanya terletak pada arah aliran bahan bakar. Pada updraft bahan bakar mengalir berlawanan dengan arah aliran gas hasil, sedangkan pada downdraft bahan bakar mengalir searah dengan aliran gas hasil. Reaktor updraft adalah jenis reaktor tertua dan paling sederhana. (Brown 2011) Menurut Klass (1998), reaktor updraft merupakan salah satu reaktor yang mudah dibuat dan dapat terdiri dari rangka berupa baja karbon dilengkapi dengan lubang-lubang di bagian bawah yang dipasangi pipa manifold untuk memasukkan udara, hooper pada bagian atas untuk mengumpankan bahan bakar, dan sebuah pipa manifold di bagian atas untuk mengeluarkan gas hasil gasifikasi. Secara umum reaktor ini mudah dibuat dan biayanya tidak terlalu mahal. Konfigurasi reaktor updraft dapat dilihat pada Gambar 2 yang diambil dari Crocker (2010) Gas hasil yang keluar pada reaktor updraft cenderung bersuhu tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 80-150°C karena harus mengalir melalui fase pegeringan (Brown 2011 dan Crocker 2010). Rancangan reaktor dimana aliran bahan dan gas berlawanan menyebabkan banyaknya kandungan tar dalam gas hasil yang dikhawatirkan dapat menyumbat saluran pengeluaran gas. Oleh karena itu, gas hasil dari reaktor ini biasanya dialirkan langsung menuju tungku perapian atau boiler untuk menghasilkan uap atau air panas, karena keduanya lebih toleran terhadap tar. Reaktor updraft tidak terlalu sensitif terhadap kadar air bahan. Bahkan menurut Okuga (2012) reaktor updraft masih mampu beroperasi dengan bahan bakar berkadar air 50%.
8
Gambar 2 Konfigurasi reaktor updraft (sumber : Crocker 2010) Tungku masak gasifikasi Penggunaan prinsip gasifikasi dalam proses pemasakan sudah mulai diterapkan. Bahkan para peneliti telah mencoba mengembangkan bermacam jenis tungku masak yang menggunakan prinsip gasifikasi. Kebanyakan tungku masak gasifikasi memanfaatkan limbah sebagai bahan bakarnya dan biasanya digunakan untuk pemakaian di area terpencil yang cenderung sulit untuk mendapatkan bahan bakar gas atau minyak. Bahan bakar yang umum digunakan untuk tungku gasifikasi adalah sekam padi. Salah satu peneliti yang mengembangkan tungku masak gasifikasi adalah Alexis T. Belonio. Tungku yang dikembangkan merupakan tungku gasifikasi berbahan bakar sekam padi dengan metode updraft. Pengisian bahan bakar dilakukan dari atas dengan metode batch. Penyalaan bahan bakar menggunakan metode toplit. Tungku Belonio terbuat dari plat stainless steel dan plat baja galvanis berbentuk silinder, memiliki diameter ruang bakar sebesar 10-30cm dan tinggi 40-100cm. Tungku Belonio menggunakan lapisan insulasi berupa abu sekam padi yang dicampur dengan semen diantara tabung ruang bakar dan tabung luar. Di bagian bawah terdapat tempat penampungan abu serta kipas yang dapat diatur kecepatannya sebagai sumber udara gasifikasi. Di bagian atas dipasang dudukan panci dan ruang bakar gas. Ruang bakar gas memiliki banyak lubang-lubang kecil agar gas bakar dapat keluar dan beberapa lubang cukup besar agar udara dapat masuk dan membantu proses pembakaran gas bakar. Tungku ini dapat menampung maksimal 1.3 kg sekam dan dapat beroperasi selama 46-51 menit. Laju pergerakan charcoal bed sebesar 1-2 cm per menit. Tungku ini memiliki efisiensi sebesar 12.3-13.3%. (Belonio 2005)
9
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2015. Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peralatan 1. 2.
3. 4.
5.
6. 7.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Timbangan digital Timbangan digunakan untuk mengukur berat awal dan akhir kulit singkong. Oven Oven digunakan untuk mengetahui kadar air kulit singkong yang akan digasifikasi. Bomb Calorimeter Bomb Calorimeter digunakan untuk mengetahui nilai kalor kulit singkong. Termokopel tipe K Termokopel tipe K digunakan untuk mengukur suhu pembakaran gas hasil gasifikasi dan suhu di dalam tungku gasifikasi. Hybrid recorder Hybrid recorder digunakan untuk membaca data suhu yang diukur dengan termokopel. Kipas Kipas digunakan untuk mengalirkan udara sebagai medium gasifikasi. Panci Panci digunakan untuk memasak air guna menguji kinerja tungku gasifikasi.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Tungku gasifikasi. Bahan yang diperlukan untuk merancang tungku gasifikasi antara lain : Plat baja karbon yang digunakan sebagai badan tungku Plat baja karbon berlubang yang digunakan sebagai bagian dasar tungku Ceramic wool yang digunakan sebagai insulator tungku Plat stainless steel digunakan sebagai pelapis tungku bagian luar 2. Kulit singkong Kulit singkong merupakan bahan bakar yang digasifikasi
Prosedur Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu perancangan struktural dan fungsional tungku, pembuatan gambar teknik, pembuatan alat atau pabrikasi. pengujian pendahuluan, pengujian kinerja tungku, dan analisis data . Diagram alir prosedur penelitian dapat terlihat pada Gambar 3.
10
Mulai
Perancangan struktural dan fungsional
Pembuatan gambar teknik
Pembuatan tungku (Pabrikasi)
Pengujian Pendahuluan Pengujian kinerja tungku
Analisis hasil pengujian dan rekomendasi
Dokumentasi dan laporan
Selesai
Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan
11 Tahap Perancangan Tungku gasifikasi yang dirancang adalah tungku gasifikasi updraft dengan medium gasifikasi berupa udara. Tungku ini dirancang agar mampu menampung bahan bakar paling banyak dua kilogram. Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi yang terjadi di tungku ini akan langsung dimanfaatkan untuk proses pemasakan. Namun, untuk keperluan pengujian yang akan dimasak hanyalah air (water boiling test). Medium gasifikasi berupa udara dialirkan menggunakan kipas melalui bagian bawah tungku. Kipas diberi dimmer untuk mengatur kecepatan kipas. Tungku ini juga dirancang untuk menggunakan medium gasifikasi berupa uap. Air mengalir perlahan dari botol menuju pipa di tengahtengah ruang bakar tungku. Panas pada pipa menguapkan air dan uap dapat masuk kedalam tungku. Rancangan fungsional dari alat ini adalah : 1. Kipas Kipas digunakan untuk mengalirkan udara kedalam ruang gasifikasi melalui dasar tungku yang berlubang. 2. Botol air Botol air digunakan untuk menampung air yang akan diuapkan dan digunakan sebagai medium gasifikasi. 3. Ruang gasifikasi Ruang gasifikasi merupakan tempat berlangsungnya proses gasifikasi. 4. Dudukan panci Dudukan panci terletak dibagian atas tungku yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan panci. 5. Lapisan insulasi Lapisan insulasi berfungsi untuk mengurangi jumlah panas yang terbuang percuma ke udara. Adapun rancangan struktural dari alat ini adalah : 1. Kipas Kipas yang digunakan adalah kipas listrik berdiameter 10 cm yang diletakkan di depan lubang pemasukan udara pada tungku. 2. Botol air Botol air terbuat dari kaca pada bagian tutup diberi lubang untuk mengalirkan air 3. Ruang gasifikasi Ruang gasifikasi bebentuk silinder terbuat dari plat baja karbon. Ruang gasifikasi ini terletak di tengah-tengah tungku. 4. Dudukan panci Dudukan panci terbuat dari baja karbon yang dibengkokkan. Terdapat tiga dudukan panci diatas tungku untuk menjaga stabilitas panci. 5. Lapisan insulasi Lapisan insulasi yang terbuat dari ceramic wool terletak di antara ruang gasifikasi dan kerangka luar tungku setebal 5 cm. Skema cara kerja tungku gasifikasi ini dapat dilihat pada Gambar 4. Bahan bakar dimasukkan dari lubang pemasukan yang terletak di bagian atas tungku. Pengisian bahan bakar menggunakan sistem batch atau sekali pengisian untuk sekali masak. Lalu bagian atas mulai dibakar, setelah beberapa saat akan mulai
12 terbentuk gas hasil gasifikasi. Gas tersebut kemudian dibakar. Bahan bakar di bagian atas akan membentuk charcoal bed akibat proses pirolisis yang terjadi. Charcoal bed ini akan bergerak ke bagian bawah tungku secara perlahan-lahan sampai bahan bakar habis. Panas pembakaran bahan bakar dari dalam tungku dimanfaatkan untuk menguapkan air. Air dari botol akan mengalir ke pipa yang panas sehingga berubah menjadi uap air dan mengalir ke bagian bawah tungku sebagai medium gasifikasi.
1
2
5
8
3
6
7 4
Gambar 4 Skema cara kerja alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Keterangan : Panci masak Charcoal bed Bahan bakar yang belum terbakar Aliran udara Lubang termokopel Botol air Kipas Insulasi ceramic wool
Penentuan dimensi tungku menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan. Untuk menentukan dimensi tungku ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan calon pengguna, agar tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Penentuan dimensi ruang bakar tungku juga penting. Ruang bakar harus dirancang agar dapat menampung bahan bakar yang cukup untuk memasak air sebanyak lima liter hingga mendidih. Untuk penelitian ini ditentukan diameter tungku sebesar 40 cm dan tinggi tungku sebesar 60 cm. Dimensi disesuaikan dengan kebutuhan di industri kecil dan rumah tangga agar tidak terlalu besar dan terlalu kecil. Sedangkan untuk ruang bakar dirancang agar mampu menampung paling banyak 2 kilogram bahan bakar dan berdiamater 25 cm. Penentuan bahan
13 bakar sebanyak 2 kilogram didasarkan pada kemudahan pengisian. Jika lebih dari 2 kilogram pengisian bahan bakar lebih sulit dan kurang praktis. Pada bagian bawah ruang bakar dipasang besi plat berlubang sebagai jalan masuknya udara. Sistem katup dipasang di dekat mulut kipas sebagai pengatur jumlah udara yang masuk. Pada kipas juga dipasang dimmer untuk mengatur kecepatan kipas. Kebutuhan udara gasifikasi ideal menurut Okuga (2012) adalah 40% dari kebutuhan udara untuk pembakaran. Tahap Pembuatan Gambar Teknik Perkiraan desain yang telah diperoleh dari tahap perancangan kemudian dituangkan menjadi gambar teknik untuk memudahkan dalam proses pembuatan tungku (pabrikasi). Dalam pembuatan gambar teknik tungku gasifikasi ini digunakan piranti lunak Autodesk Inventor Pro 2015. Gambar teknik dari tungku gasifikasi ini bisa dilihat pada Lampiran 1. Tahap Pembuatan Tungku (Pabrikasi) Pembuatan tungku gasfikasi ini dimulai dengan membuat ruang bakar dengan cara membuat silinder dan dua buah kerucut terpancung dari plat baja karbon. Pada bagian bawahnya diberikan plat baja karbon berlubang sebagai tempat keluarnya abu dan tempat masuknya udara. Diantara ruang bakar dan selubung luar tungku diberi insulasi ceramic wool. Selubung luar tungku berbentuk silinder dan terbuat dari stainless steel. Di bagian samping tungku dipasang penampung air yang juga terbuat dari stainless steel. Penampung air ini disambungkan ke ruang bakar melalui pipa stainless steel. Panas dari ruang bakar akan memanaskan pipa dan dapat menguapkan air. Pada bagian atas penampung air diletakkan secara terbalik botol berisi air sebagai persediaan air. Tahap Pengujian Pendahuluan Tahap pengujian pendahuluan adalah tahap pengujian fungsional tungku. Tungku akan diisi bahan bakar lalu dicoba dibakar biasa dalam kondisi normal (tanpa uap air). Jika tungku dapat berfungsi dengan baik pengujian kemudian dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uap air. Tungku akan diisi bahan bakar kemudian dinyalakan, setelah beberapa menit uap air dimasukan melalui pipa ke bagian bawah tungku. Namun pada pengujian pendahuluan ini uap air diperoleh dengan cara menguapkan air menggunakan sumber panas eksternal (kompor gas) belum menggunakan sumber panas dari tungku. Tahap Pengujian Kinerja Pengujian kinerja akan dilakukan dengan cara memasak air hingga mendidih atau lebih dikenal dengan nama water boiling test. Air yang akan dimasak sebanyak 5 liter. Pada tahap ini akan digunakan bahan bakar dengan tingkat kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Tingkat kepadatan yang berbeda dapat diperoleh dengan mengisi penuh ruang bakar dengan mengaplikasikan penekanan yang berbeda terhadap tumpukan bahan bakar. Kadar air yang berbeda dapat diperoleh dengan mengaplikasikan lama pernjemuran yang beragam. Untuk mengetahui tingkat kepadatan bahan bakar cukup membagi massa bahan bakar di dalam ruang bakar dengan volume ruang bakar. Sedangkan untuk
14 mengetahui kadar air bahan bakar harus menggunakan oven pengering. Berikut adalah metode mengetahui kadar air bahan bakar dengan metode oven : 1. Bahan dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan ditandai sebelumnya. 2. Cawan beserta bahan ditimbang sebagai berat awal. 3. Oven pengering dinyalakan dan diatur suhunya yaitu 105ºC. 4. Setelah suhu oven stabil cawan dimasukkan ke dalam oven dan didiamkan selama 24 jam. 5. Cawan dikeluarkan dari dalam oven setelah didiamkan 24 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama beberapa menit. 6. Cawan yang telah didiamkan di desikator ditimbang kembali dan dicatat masssanya sebagai berat akhir. 7. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut : (
)
Dimana :
..................................................... (1.1)
= kadar air bahan bakar = massa bahan bakar dan cawan sebelum dioven (g) = massa bahan bakar dan cawan sesudah dioven (g) = massa cawan (g)
Parameter-parameter yang akan diuji antara lain konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, effisiensi tungku, laju pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api yang terbentuk. Konsumsi spesifik bahan bakar dapat dihitung dengan membagi jumlah bahan bakar yang habis (diperoleh dengan cara mengurangi massa awal dengan massa akhir bahan bakar) dengan total energi yang digunakan untuk pemasakan yang dapat dilihat pada persamaan berikut: ……………………………………………………….. (1.2) Dimana :
= konsumsi spesifik bahan bakar (kg/kJ) = jumlah bahan bakar yang terbakar (kg) = kebutuhan energi pemasakan (kJ)
Laju pembakaran bahan bakar dapat diketahui dengan membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar dengan waktu pembakaran yang dapat dilihat pada persamaan berikut: ̇
……………………………………………………….. (1.3)
Dimana : ̇
= laju pembakaran bahan bakar (kg/menit) = waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air (menit)
15 Efisiensi tungku dapat dihitung dengan membandingkan energi yang terpakai untuk memasak dengan energi yang tersedia dari bahan bakar. Persamaan berikut menerangkan cara memperoleh efisiensi tungku. ………………………………………… Dimana :
(1.4)
= efisiensi tungku (%) = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg) = kebutuhan energi pemasakan (kJ)
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor bahan bakar perlu dilakukan pengujian menggunakan bomb calorimeter. Pada penelitian ini digunakan bomb calorimeter tipe adiabatis. Prinsip kerja alat ini adalah mengukur perubahan suhu fluida pada volume yang tetap. Berikut adalah tahapan mengukur nilai kalor menggunakan bomb calorimeter : 1. Bahan bakar yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 gram lalu dibungkus dengan kertas pembungkus dan diikat dengan kawat nikel. 2. Bahan yang telah dibungkus dan diikat kemudian diletakkan pada wadah bakar lalu kawat dihubungkan dengan elektroda positif dan negatif. 3. Wadah bakar dimasukkan ke dalam bom lalu ditutup dengan rapat. 4. Oksigen diisikan ke dalam bom hingga mencapai 20-30 kg/cm2. 5. Air dimasukkan ke dalam tangki pemanas sampai batas ketinggian maksimum (2 liter), kemudian tombol heater ditekan untuk menyalakan pemanas air. 6. Setelah suhu air di tangka pemanas mencapai 85ºC, air dimasukkan ke bejana tengah hingga batas yang ditentukan. 7. Air sebanyak 2100 gram dimasukkan ke dalam bejana dalam, kemudian bejana dalam diletakkan pada bejana tengah. 8. Bom dimasukkan ke bejana dalam, lalu kabel pada tutup bejana dihubungkan ke bom kemudian bejana dalam ditutup rapat. 9. Kabel elektroda utama dihubungkan ke bejana dalam setelah calorimeter tertutup rapat. 10. Motor dinyalakan untuk menggerakan agitator. Suhu awal air dibaca dan dicatat. 11. Tombol katup air panas (Hot Water Valve) ditekan selama 1-2 detik untuk mengalirkan air panas ke dalam bejana tengah. 12. Tombol pembakaran (Ignition) kemudian ditekan. 13. Tombol katup air panas ditekan saat suhu air di bejana dalam mulai naik, untuk menaikkan suhu air di bejana tengah. Perbedaan suhu air diantara kedua bejana harus diusahakan agar selalu sama. 14. Ketika kenaikan suhu tidak terjadi lagi, suhu air pada bejana dalam dicatat. 15. Nilai kalor bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : ……………………………………… (1.5) Dimana :
= Nilai ekuivalen air = Nilai kalor bahan bakar (J/g)
16 = Massa air di bejana dalam (g) = Massa bahan bakar (g) = Kenaikan suhu pada bejana dalam (ºC) Pergerakan charcoal bed dapat ditentukan dengan melihat grafik sebaran suhu pembakaran. Kemudahan penyalaan, banyaknya asap,dan warna api merupakan parameter-parameter yang hanya dapat diketahui melalui pengamatan. Kemudahan penyalaan dapat diketahui dengan banyaknya waktu yang diperlukan sampai api terbentuk. Pengujian kinerja akan dilakukan sebanyak 8 kali, 4 diantaranya menggunakan bahan bakar dengan kadar air yang hampir seragam namun dengan pengaplikasian tekanan yang berbeda-beda, sedangkan 4 diantaranya akan menggunakan bahan bakar dengan kadar air berbeda namun tidak diaplikasikan penekanan sama sekali. Pengukuran suhu akan dilakukan menggunakan termokopel tipe K yang diletakkan di 5 bagian yaitu di dalam panci, di ruang bakar bagian atas, di ruang bakar bagian tengah, di ruang bakar bagian bawah, dan diatas ruang bakar tempat keluarnya api. Lokasi pengukuran suhu ini dapat dilihat pada Gambar 5 sedangkan tampilan 3D tungku dapat dilihat pada Gambar 6.
Keterangan : 1. Di dalam panci 2. Api 3. Lubang 1 4. Lubang 2 5. Lubang 3
Gambar 5 Lokasi pengukuran suhu
Gambar 6 Tampilan 3D tungku
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi Sesuai dengan rancangan awal dimana uap air digunakan sebagai medium gasifikasi, maka dilakukan pengujian pendahuluan guna mengetahui apakah penggunaan uap air sebagai medium gasifikasi benar berpengaruh terhadap peningkatkan performa gasifikasi. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan uap air ke dalam tungku gasifikasi saat tungku sedang beroperasi. Namun untuk kepentingan pengujian, uap air dihasilkan menggunakan bejana khusus dan dipanaskan menggunakan kompor gas dan tidak menggunakan penampung air pada tungku. Tungku diisi bahan bakar dan dinyalakan secara normal. Sementara air di dalam bejana dipanaskan menggunakan kompor gas hingga suhunya mencapai 105ºC. Suhu uap air harus mencapai 105 ºC agar memiliki tekanan yang cukup. Setelah tungku menghasilkan api yang stabil dan air di dalam bejana telah mencapai suhu 105ºC, katup pada bejana mulai dibuka perlahan untuk mengalirkan uap air kedalam tungku. Setelah dilakukan 3 kali pengujian penambahan uap air, ternyata penambahan uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi. Penambahan uap air dalam jumlah kecil mengubah warna api dari ungu kemerahan menjadi jingga kemerahan dan menambah jumlah asap. Penambahan uap air dalam jumlah besar akan memadamkan api yang telah terbentuk. Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan tersebut maka dapat dikatakan bahwa uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi tetapi justru memperburuk. Sehingga untuk tahap pengujian kinerja tungku uap air tidak akan lagi ditambahkan. Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi Parameter Jumlah asap
Tanpa uap air +
Warna api Ungu kemerahan Keterangan : + = sedikit ++ = sedang +++ = banyak
Sedikit uap air +++
Banyak uap air +++
Jingga kemerahan
(api mati)
Alasan mengapa penambahan uap air malah memperburuk performa gasifikasi mungkin dikarenakan penambahan uap air yang masih terlalu terpusat sehingga uap air tidak bercampur dengan baik. Faktor lain yaitu suhu tungku yang belum mencapai 800ºC tidak memungkinkan terjadinya gasifikasi uap. Selain itu suhu uap yang hanya 105 ºC bisa jadi terlalu rendah untuk gasifikasi uap karena dalam Wei et al. (2007) percobaan dilakukan menggunakan uap air bersuhu 400 ºC. Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 7. Perbedaan warna api tanpa penambahan uap air dan penambahan sedikit uap air dapat dilihat pada Gambar 8.
18
Gambar 7 Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan
Gambar 8 Perbedaan warna api tanpa uap air (kanan) dan sedikit uap air (kiri)
19 Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Pengujian kinerja dilakukan menggunakan bahan bakar dengan tingkat kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Bahan bakar dinyalakan dengan metode top lit atau dinyalakan dari bagian atas. Dengan metode top lit tar yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan metode bottom lit. Saravanakumar et al. (2007) juga mengatakan bahwa bottom lit updraft gasifier adalah gasifier yang membakar arang dan menghasilkan tar, sedangkan top lit updraft gasifier adalah gasifier yang membakar tar dan menghasilkan arang. Metode top lit menghasilkan tar 1-5% sedangkan bottom lit 10-30%. Dengan metode top lit nilai efisiensi dan nilai kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan metode bottom lit. Belonio (2005) juga mengatakan bahwa tipe reaktor TLUD (Top Lit Updraft Gasifier) merupakan tipe reaktor yang cocok untuk bahan bakar limbah, namun memiliki kekurangan yaitu sulit untuk dioperasikan secara continuous. Dengan variasi kepadatan dan kadar air dilihat hubungan antara kedua perlakuan tersebut dengan parameter-parameter pengujian yaitu konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, laju pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, warna api yang terbentuk, dan effisiensi tungku. Hubungan lengkap antara kedua perlakuan dengan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada subbab ini hubungan antara variasi kepadatan dan kadar air dengan parameter-parameter pengujian disajikan terpisah. Perbedaan Tingkat Kepadatan Untuk memperoleh tingkat kepadatan bahan bakar yang berbeda dilakukan dengan memberikan penekanan yang berbeda terhadap bahan bakar. Pengujian kinerja dilakukan dengan 4 variasi kepadatan bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan memiliki kadar air sekitar 10% bb. Bahan bakar diisikan ke dalam ruang bakar bervolume 0.0146 m3 hingga penuh dan diberikan penekanan yang berbeda. Pembedaan kepadatan ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara kepadatan dengan parameter-parameter pengujian khusunya konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar dan laju pergerakan charcoal bed. Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5 Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian Massa Konsumsi Laju Percobaan Bahan Kepadatan Spesifik Pembakaran ke Bakar (kg/m3) (kg/kJ) (kg/menit) (kg) 1 2 3 4
1.588 1.770 1.913 1.986
108.77 121.23 131.03 136.03
0.00056 0.00084 0.00078 0.00074
0.0658 0.0797 0.0749 0.0712
Laju Pergerakan charcoal bed (cm/menit) 2.25 2.12 1.42 1.23
Parameter utama yang dipengaruhi oleh kepadatan bahan bakar adalah pergerakan charcoal bed. Yang dimaksud dengan charcoal bed adalah lapisan
20 arang yang terbentuk akibat proses pirolisis yang terjadi. Karena penyalaan bahan bakar dilakukan secara top lit maka lapisan arang ini lama kelamaan akan bergerak ke bawah, ke arah bahan bakar yang belum terbakar. Laju pergerakan ini dapat diukur dengan cara mengukur suhu di 3 titik pengukuran dari waktu ke waktu dan kemudian memetakannya dalam sebuah grafik. Dari grafik kenaikan suhu terhadap waktu tersebut kemudian ditarik garis lurus sejajar dengan sumbu x (waktu) yang memotong grafik. Kemudian dari setiap titik perpotongan ditarik garis tegak lurus terhadap garis tersebut. Dari garis-garis tersebut terlihat berapa waktu yang diperlukan oleh setiap titik pengukuran untuk mencapai suhu yang sama. Lokasi titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5 ( titik 3, 4, 5). Jarak antara satu titik ke yang lainnya adalah 6 cm. Sehingga laju pergerakan dapat dihitung dengan membagi jarak antar titik dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu yang sama. Jika waktu yang diperlukan dari titik 3 ke 4 berbeda dengan titik 4 ke 5 maka hasil keduanya dirata-ratakan. Contoh cara menghitung laju pergerakan charcoal bed dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kepadatan bahan bakar maka laju pergerakan charcoal bed semakin lambat. Pergerakan charcoal bed yang semakim lambat berarti semakin lama durasi api menyala. Untuk konsumsi spesifik dan laju pembakaran bahan bakar menunjukkan pola yang serupa dengan laju pergerakan charcoal bed. Konsumsi spesifik bahan bakar diartikan sebagai berapa jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi sebesar 1 kJ. Dapat dihitung dengan cara membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan kebutuhan energi untuk mendidihkan air (dalam kJ). Laju pembakaran bahan bakar diartikan sebagai banyaknya bahan bakar yang habis terbakar persatuan waktu. Dapat dihitung dengan cara membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air (dalam menit). Konsumsi spesifik dan laju pembakaran cenderung menurun dengan meningkatnya kepadatan bahan bakar. Secara umum dengan peningkatan kepadatan akan mengurangi porositas bahan bakar yang juga mengurangi jumlah udara dari kipas yang dapat melalui tumpukan bahan bakar. Dengan berkurangnya udara yang melalui tumpukan bahan bakar maka memberi kesempatan lebih besar bagi bahan bakar untuk tergasifikasi dan bukan terbakar karena gasifikasi membutuhkan udara yang lebih sedikit daripada kebutuhan udara pembakaran biasa. 1000
suhu (ºC)
800 600
lubang 1
400
lubang 2
200
lubang 3
0 0
10 20 waktu (menit)
30
Gambar 9 Contoh grafik kenaikan suhu di setiap titik pengukuran terhadap waktu
21
Perhitungan :
suhu (˚C)
300 6cm/2mnt =3cm/mnt
2)
6cm/4mnt =1.5cm/mnt
200
1)
Laju = (3+1.5)/2 = 2.25cm/mnt
100
0 0
2 menit
5
4 menit
10
15
waktu (menit) Gambar 10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed Perbedaan Kadar Air Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan. Kulit singkong dalam keadaan basah kadar airnya bisa mencapai 50-70%. Kulit singkong tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur. Tujuan penjemuran adalah menguapkan air dalam bahan sehingga kadar air menurun. Untuk memperoleh kadar air bahan bakar yang berbeda dilakukan dengan membedakan lama penjemuran. Pengujian kinerja dilakukan dengan 4 variasi kadar air bahan bakar. Bahan bakar diisikan ke dalam ruang bakar hingga penuh dan tidak diberikan penekanan sama sekali. Tujuan utama pembedaan kadar air ini untuk mencari tahu kadar air bahan yang sesuai untuk gasifikasi. Dapat dicari tahu dengan menyelidiki hubungan antara kadar air bahan dengan parameter-parameter pengujian yaitu kemudahan penyalaan api, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api yang terbentuk. Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar air yang diuji beragam mulai dari bahan bakar kering hingga basah. Berbeda dengan parameter-parameter sebelumnya yang kuantitatif (dapat dihitung), parameter-parameter kali ini lebih bersifat kualitatif (tidak dapat dihitung). Kemudahan penyalaan api ditentukan dengan mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga api yang terbentuk stabil. Banyaknya asap dan warna api yang terbentuk ditentukan melalui pengamatan langsung. Terlihat dari data yang diperoleh bahwa semakin tinggi kadar air bahan maka semakin sulit untuk dinyalakan, asap yang terbentuk semakin banyak, serta kualitas api yang terbentuk semakin menurun terlihat dari warna api yang semakin kemerahan. Bahan bakar dengan kadar air 15.06% bahkan tidak dapat dinyalakan. Hal ini berarti bahan bakar dengan kadar air diatas 15% tidak dapat digunakan karena terlalu basah dan tidak memungkinkan untuk dinyalakan. Kadar air juga
22 mempengaruhi massa bahan bakar, karena semakin tinggi kadar airnya semakin besar massa bahan bakar dan sebaliknya. Tabel 6 Pengaruh kadar air terhadap beberapa parameter pengujian
Percobaan ke-
Kadar Air Bahan Bakar (%)
Kemudahan Penyalaan Api (menit)
Banyak Asap Terbentuk
Warna Api
8.24 10.44 11.94 15.06
1 2 3 (tidak menyala)
+ + ++ (tidak menyala)
Ungu kemerahan Ungu kemerahan Jingga kemerahan (tidak menyala)
5 6 7 8
Keterangan : + ++ +++
= sedikit = sedang = banyak
Bahan bakar yang basah lebih sulit dinyalakan karena panas yang diberikan lebih banyak habis untuk menguapkan air pada bahan. Efisiensi Tungku Efisiensi tungku merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengujian kinerja tungku biomassa. Efisiensi tungku merupakan perbandingan antara besarnya energi yang digunakan untuk mendidihkan air dan energi yang tersedia dari bahan bakar. Energi untuk mendidihkan air diperoleh dengan menjumlahkan energi untuk menaikkan suhu air dan energi untuk menguapkan air. Sedangkan energi bahan bakar diperoleh dari massa bahan bakar yang terbakar dikalikan dengan nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor bahan bakar diukur menggunakan bomb calorimeter. Bahan bakar yang diukur berkadar air 10.18% dan digunakan 3 kali ulangan. Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7 Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar Ulangan ke1 2 3
Bahan Bakar
Kulit Singkong
Kadar Air (%)
Nilai Kalor (MJ/kg)
10.18
20.29 21.41 19.16
Rata-rata
20.29
Efisiensi dihitung untuk semua percobaan baik variasi kadar air maupun variasi kepadatan. Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 8.
23 Tabel 8 Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Bahan Bakar Terpakai (g) 1474 1594 1722 1638 1685 1143 1395
8
(tidak menyala)
Percobaan ke -
Kadar Air (%)
10.11 8.24 10.44 11.94 15.06
Energi Input (MJ)
Energi Output (MJ)
Efisiensi (%)
30.71 32.34 34.93 33.23 34.18 23.19 28.30
2.70 1.90 2.21 2.23 2.66 1.73 2.28
8.79 5.88 6.34 6.70 7.78 7.46 8.07
(tidak menyala)
(tidak menyala)
(tidak menyala)
Rata-rata
7.29
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa efisiensi yang diperoleh masih relatif kecil yaitu berkisar antara 5.88 hingga 8.79%. Hasil ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian Mulyana (2013) yang juga menghitung efisiensi kompor biomassa. Ia menggunakan kompor biomassa dengan 2 bahan bakar berbeda. Kompor berbahan bakar sekam padi efisiensinya berkisar antara 6.52-7.91% sedangkan kompor berbahan bakar cangkang kelapa sawit efisiensinya berkisar antara 4.24-5.46%. Efisiensi yang rendah ini disebabkan oleh diameter ruang bakar tungku yang cukup besar. Menurut Belonio (2005) diameter reaktor merupakan faktor penting dalam merancang tungku gasifikasi. Diameter berbanding lurus dengan energi output, semakin besar diameter semakin besar energi outputnya. Hal ini menjelaskan mengapa api yang terbentuk sangatlah besar sehingga banyak panas yang terbuang percuma dan tidak terpakai untuk proses pemasakan. Penampakan api yang sangat besar dapat dilihat pada Gambar 11. Selain itu dengan diameter yang besar berarti luas kontak bahan bakar dengan api semakin besar sehingga jumlah bahan bakar yang habis terbakar pada waktu yang sama lebih banyak dibanding dengan tungku berdiameter kecil. Insulasi yang baik juga sangat penting untuk mencegah hilangnya panas dan meningkatkan efisiensi tungku. Insulasi ceramic wool yang sudah ada memang mencegah hilangnya panas dari ruang bakar, namun panas yang keluar masih cukup banyak karena pada dinding luar tungku masih terlalu panas jika disentuh.
Gambar 11 Penampakan api yang sangat besar
24
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan uap air bersuhu 105ºC sebagai medium gasifikasi tidak memberikan efek yang signifikan dan justru memperburuk performa gasifikasi. Karena gasifikasi dengan medium uap baru bisa terjadi pada suhu 800˚C tanpa katalis. Tungku gasifikasi dalam penelitian ini belum mampu mencapai suhu 800˚C sehingga gasifikasi uap belum dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena penyalaan dengan metode toplit sehingga suhu diruang bakar kurang terpanaskan. Selain itu tinggi ruang bakar perlu ditambah agar dapat mencapai suhu yang sesuai. Perbedaan tingkat kepadatan bahan bakar berpengaruh langsung terhadap konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran, dan laju pergerakan charcoal bed. Semakin tinggi tingkat kepadatan bahan bakar maka konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran, dan laju pergerakan charcoal bed semakin menurun. Perbedaan kadar air bahan bakar berpengaruh langsung terhadap kualitas gasifikasi yang dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian seperti kemudahan penyalaan api, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api. Semakin tinggi kadar air semakin menurun kualitas gasifikasi. Bahan dengan kadar air 8-10% dapat dikatakan ideal untuk gasifikasi karena asap yang dihasilkan sedikit dan api yang terbentuk ungu kemerahan. Bahan bakar dengan kadar air diatas 15% tidak dapat dinyalakan. Efisiensi tungku gasifikasi ini masih tergolong rendah dengan nilai efisiensi rata-rata hanya sebesar 7.29%. Efisiensi terendah sebesar 5.88% sedangkan efisiensi tertinggi sebesar 8.79%. Diameter ruang bakar tungku yang terlalu besar menyebabkan api yang keluar juga besar. Api yang masih terlalu besar menyebabkan rendahnya efisiensi tungku karena banyak panas terbuang percuma. Tungku ini masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk dapat digunakan di rumah tangga karena bobot tungku yang masih terlalu berat, pengisian bahan bakar yang kurang praktis, dan tar yang dihasilkan masih tergolong tinggi. Saran Perlu dilakukan beberapa modifikasi pada tungku untuk memperbaiki performa dan meningkatkan efisiensi tungku. Diameter ruang bakar sebaiknya dibuat lebih kecil agar bahan bakar tidak terlalu cepat habis dan efisiensi tungku meningkat. Selain itu tinggi ruang bakar juga perlu ditambah agar suhu pembakaran bisa lebih tinggi. Penambahan satu lapisan silinder diantara ruang bakar dan insulasi juga dapat dilakukan. Tujuannya untuk menambah lapisan insulasi udara sehingga panas yang hilang semakin kecil. Penambahan ruang bakar gas juga dirasa perlu agar pembakaran gas dapat lebih baik dan terkendali (tidak terpengaruh angin). Perlu juga ditambahkan lapisan pelindung disekitar tungku untuk menghindari cedera ketika tidak sengaja menyentuh bagian luar tungku saat memasak, karena walaupun sudah diberi insulasi bagian luar tungku masih cukup panas dan dapat menyebabkan cedera ringan ketika tersentuh.
25
DAFTAR PUSTAKA Basu P. 2013. Biomass Gasification, Pyrolysis, and Torefaction Practical Design and Theory 2nd ed. London (UK): Elsevier. Belonio AT. 2005. Rice Husk Gas Stove Handbook. Iloilo (PH): Central Philippine University. Bridgwater AV. 2001. Progress in Thermochemical Biomass Conversion. London (UK): Blackwell Science Ltd. Brown RC. 2011. Thermochemical Processing of Biomass: Conversion into Fuels, Chemicals, dan Power. Chichester (UK): Jhon Wiley & Sons Ltd. Cocker M. 2010. Thermochemical Conversion of Biomass to Liquid Fuels and Chemicals. Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry. [FAO] Food And Agriculture Organization. 2013. All Country Crops Production 1961-2013 [internet]. [diunduh 21 Maret 2015]. Tersedia pada: http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E Kimber GM, Gray MD. 1967. Rapid devolatilization of small coal particles. J Combust Flame. 11(4):360-362. doi:10.1016/0010-2180(67)90028-4 Klass DL. 1998. Biomass for Renewable Energy, Fuels, and Chemicals. London (UK): Academic Press. Lebot V. 2009. Tropical Root and Tuber Crops : Cassava, Sweet Potato, Yams, and Aroids. Oxfordshire (UK): CAB International. Mulyana. 2013. Optimasi diameter tungku berbahan sekam padi dan cangkang kelapa sawit serta analisis efisiensi dan sebaran kalornya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Okuga A. 2012. Analysis and operability optimization of an updraft gasifier unit [skripsi]. Eindhoven (NL): Eindhoven University of Technology. Onwueme IC. 1978.The Tropical Tuber Crops. New York (US): Jhon Wiley & Sons Ltd. Raveendran K., Ganesh A, Khilar KC. 1996. Pyrolysis characteristics of biomass and biomass components. J Fuel. 75(8):987-998. doi:10.1016/00162361(96) 00030-0 Saravanakumar A, Haridasan TM, Reed TB, Bai RK. 2007. Experimental investigation and modelling study of long stick wood gasification in a top lit updraft fixed bed gasifier. J Fuel. 86(17-18):2846-2856. doi:10.1016/j.fuel. 2007.03.028 Udomsirichakorn J, Salam PA. 2013. Review of hydrogen-enriched gas production from steam gasification of biomass: The prospect of CaO–based chemical looping gasification. JRSER. 30(2013):565-579. doi:10.1016/j.rser.2013.10.013. Wei L, Xu S, Zhang L, Liu C, Zhu H, Liu S. 2006. Steam gasification of biomass for hydrogen-rich gas in a free-fall reactor. Int J Hydrogen Energy. 32(1):24-31. doi:10.1016/j.ijhydene.2006.06.002
26
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar teknik tungku gasifikasi
27
Lampiran 2 Tabel hubungan antara perlakuan dan parameter-parameter pengujian
Kepadatan (kg/m3)
Jumlah Bahan Bakar Habis (g)
Konsumsi Spesifik (kg/kJ)
Waktu (menit)
Laju Pembakaran (kg/menit)
Laju pergerakan (cm/menit)
Energi Input (J)
Energi Output (J)
Efisiensi (%)
Kemudahan Penyalaan (menit)
Banyak Asap
10.11
108.767
1514
0.000561
23
0.0658
2.25
30715197.8
2700124.4
8.79
2
+
1770
10.11
121.233
1594
0.000838
20
0.0797
2.12
32338193.7
1902637.6
5.88
1
+
3
1913
10.11
131.027
1722
0.000777
23
0.0749
1.42
34934987.2
2215031.2
6.34
2
+
4
1986
10.11
136.027
1638
0.000735
23
0.0712
1.23
33230841.5
2228409.2
6.71
3
+
5
1850
8.24
126.712
1685
0.000633
23
0.0733
1.51
34184351.6
2661204.8
7.78
1
+
6
2027
10.44
138.836
1143
0.000661
26
0.0440
0.83
23188554.2
1729691.2
7.46
2
+
7
1529
11.94
104.726
1395
0.000610
22
0.0634
1.47
28300991.4
2285406.4
8.08
3
++
8
1880
15.06
128.767
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah Bahan Bakar (g)
Kadar Air (%)
1588
2
Pengujian ke-
1
Keterangan : + ++ +++
= sedikit = sedang = banyak = tidak menyala Pengujian (1-4) : variasi kepadatan, Pengujian (5-8) : variasi kadar air
Warna Api
Ungu kemerahan Ungu kemerahan Ungu kemerahan Ungu kemerahan Ungu kemerahan Ungu kemerahan Jingga kemerahan -
28 Lampiran 3 Grafik sebaran suhu terhadap waktu pada tiap pengujian Variasi kepadatan
suhu (˚C)
Pengujian 1 400 350 300 250 200 150 100 50 0
lubang 1 lubang 2 lubang 3
0
5
10
15
20
waktu (menit)
Pengujian 2 400 350 300 suhu (˚C)
250 200
lubang 1
150
lubang 2
100
lubang 3
50 0 0
5
10 waktu (menit)
15
20
29
Pengujian 3 400 350 suhu (˚C)
300 250 200
lubang 1
150
lubang 2
100
lubang 3
50 0 0
5
10
15
20
waktu (menit)
Pengujian 4 400 350 suhu (˚C)
300 250
lubang 1
200 150
lubang 2
100
lubang 3
50 0 0
10 15 waktu (menit)
20
Variasi kadar air
Pengujian 5 400 350 300
suhu (˚C)
5
250
lubang 1
200 150
lubang 2
100
lubang 3
50 0 0
10 waktu (menit)
20
30
Pengujian 6 400 350 suhu (˚C)
300 250
lubang 1
200 150
lubang 2
100
lubang 3
50 0 0
10 waktu (menit)
20
Pengujian 7 400 350 suhu (˚C)
300 250
lubang 1
200
lubang 2
150
lubang 3
100 50 0 0
10 waktu (menit)
20
31 Lampiran 4 Data perhitungan nilai kalor Berat air (g) Nilai ekuivalen air Berat sampel (g) Suhu awal air (˚C) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Suhu akhir air (˚C) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Suhu awal air aktual (˚C) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Suhu akhir air aktual (˚C) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Δt (˚C) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Sisa bahan bakar (g) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Nilai kalor (J/g) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata Kadar air (%)
2100 592.5 1 27.6 27.9 28 29.4 29.8 29.7
28 28.3 28.4
29.8 30.2 30.1 1.8 1.9 1.7 0.02 0.02 0.03 20287.449 21414.5295 19160.3685 20287.449 10.18
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1993 di Jakarta sebagai anak pertama dari pasangan Danny Budiono dan Mari Ekawati. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Tunas Harapan Nusantara Bekasi pada tahun 1999-2005. Lulus dari SMP Marsudirini Bekasi pada tahun 2008 dan SMA Marsudirini Bekasi pada tahun 2011. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem melalui jalur SNMPTN undangan. Selama menjadi mahasiswa penulis juga pernah terlibat dalam beberapa kepengurusan organisasi ataupun kepanitiaan. Penulis pernah tergabung dalam panitia Santa Claus Day, Natal Civa, Paskahan Mahasiswa Bogor, dan Earth Hour Bogor. Penulis pernah tergabung dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian, Keluarga Mahasiswa Katolik, dan Engineering Design Club. Penulis juga pernah mendapat beasiswa dari PT Djarum yaitu Djarum Beasiswa Plus pada tahun 2013. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang pada tahun 2014 di PT Intan Prima Kalorindo dengan judul Proses Produksi Heat Exchanger di PT Intan Prima Kalorindo.