A.29
DEPRIVASI SEBAGAI ALTERNATIF METODE PENGASUHAN UNTUK MENGURANGI AGRESIVITAS PADA ANAK USIA DINI Juliani Prasetyaningrum Reny Nurliana Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi. Agresivitas yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini sungguh sangat memprihatinkan. Tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa berulang kali menjadi berita utama di berbagai media massa. Komite Perlindungan Anak Indonesia mencatat bahwa sepanjang tahun 2012, tawuran yang terjadi di Jabodetabek saja telah menewaskan paling tidak 17 pelajar. Perilaku agresif yang mewarnai tawuran dapat dipahami sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain. Perilaku agresif yang melekat pada orang dewasa, ternyata bibit-bibitnya telah dijumpai pada masa anak. Dari hasil penelitian terungkap bahwa gangguan perilaku agresif pada anak usia dini sebesar 6 % dari populasi, dengan kecenderungan lebih besar pada anak laki-laki (3-5%) daripada anak perempuan (1-3 %). Penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh oleh orangtua, guru dan lingkungan sekitarnya. Beberapa alternatif penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif dapat dilakukan dengan memberikan pengasuhan yang tepat dengan metode reward and punishment. Saat memberi punishment (hukuman) pada anak perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua dan pendidik agar hukuman yang diberikan efektif dan tetap relevan dengan tujuan pengasuhan. Teknisnya dengan menggunakan kaidah pemberian hukuman non fisik yang disebut deprivasi. Deprivasi merupakan salah satu terapan hukuman non-fisik yang dilakukan dengan cara mencabut atau tidak mengikutsertakan anak dalam pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Deprivasi merupakan suatu penguat negatif yang berfungsi untuk menghambat munculnya tingkah laku antisosial. Stimulus penguat negatif ini tidak disenangi anak, sehingga anak akan berusaha menghindar atau membuat stimulus itu tidak muncul. Anak yang mendapatkan deprivasi karena perilaku agresifnya, ternyata mengalami penurunan agresivitas yang cukup signifikan. Kata kunci : deprivasi, pengasuhan, agresivitas, anak usia dini.
Kasus kekerasan di masyarakat saat
kasus sejenis berulang terjadi, sehingga
ini sangat memprihatinkan. Tawuran antar
jumlah korban yang tewas karena tawuran
pelajar
dan/atau
benar-benar membuat “miris” masyarakat
mahasiswa, selalu menjadi berita utama di
(MetroTV, 11-05-2013). Bahkan berkaitan
media massa beberapa bulan terakhir. Kasus
dengan maraknya kasus tawuran antar
tawuran antar siswa SMP di Jakarta Jum’at,
pelajar ini, KPAI (Komite Perlindungan
10 Mei 2013 lalu (Metro-TV, 11-5-13),
Anak Indonesia) mencatat dari 103 kasus
mengakibatkan seorang siswa tewas karena
tawuran yang terjadi di Jabodetabek dalam
SMP,
SMA/SMK
dibacok dan ditusuk pelaku tawuran. Kasus-
310
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 311 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] kurun waktu Januari hingga September
menemukan bahwa prevalensi anak yang
2012, telah menewaskan 17 pelajar.
memiliki tingkah laku bermasalah di Taman
Perilaku beringas merupakan salah
Kanak-Kanak diestimasikan berkisar antara
satu bentuk agresivitas fisik. Perilaku agresif
3% - 6% dari populasi. Adapun penelitian
dapat dipahami sebagai suatu perilaku yang
Ruth
bertujuan untuk melukai orang lain, baik
gangguan perilaku agresif pada anak usia
secara verbal maupun nonverbal, secara
sekolah awal sebesar 6 % dari populasi,
fisik maupun psikis, langsung maupun tidak
dengan kecenderungan lebih besar pada
langsung. Perilaku agresif yang melekat
anak laki-laki yaitu sebesar 5 %, sedangkan
pada orang dewasa, ternyata bibit-bibitnya
pada anak perempuan 1 % sampai 3 % dari
telah dijumpai pada masa anak (Anantasari,
populasi.
2006). Izzaty (2006) juga mengungkapkan
(1996)
mengungkapkan
bahwa
Bila perilaku agresif ini dibiarkan
bahwa ada permasalahan perilaku yang
berlanjut
dikhawatirkan
akan
menetap
muncul pada masa anak seperti perilaku
dalam kepribadian anak sebagai suatu pola
tidak adaptif, merusak, serta mengganggu
habituasi. Agresi bukanlah suatu bentuk
diri sendiri dan lingkungan.
perilaku yang tidak dapat dihindari atau
Pendapat yang sama diungkapkan
tidak dapat diubah. Sebaliknya karena agresi
oleh Hurlock (2006) bahwa usia Taman
berasal dari interaksi kompleks berbagai
Kanak-Kanak (4-5 tahun) merupakan usia
peristiwa
yang sering mengundang masalah terutama
karakteristik pribadi, hal itu dapat dicegah
pada
anak
atau dikurangi (Krahe, 2005). Penanganan
menunjukkan perilaku a sosial, maka anak
terhadap anak yang berperilaku agresif
sedang berada pada area permasalahan yang
harus dilakukan secara menyeluruh oleh
sering muncul pada masa itu yaitu area
orangtua, guru dan lingkungan. Beberapa
conduct dan restless. Salah satu bentuk
alternatif
permasalahan pada area conduct dan restless
berperilaku agresif dapat dilakukan dengan
yang sering muncul pada anak-anak adalah
memberikan hukuman yang efektif kepada
agresivitas (Izzaty, 2006).
anak dan perlu adanya pengertian dan
perilaku
sosialnya.
Saat
eksternal,
penanganan
kognisi,
terhadap
dan
anak
Berapa banyak anak yang memiliki
kesabaran orangtua dan pendidik (Saefi,
permasalahan perilaku agresif belum dapat
2008). Koeswara (1988) mengungkapkan
dikuantifikasi secara pasti karena kondisi
bahwa metode utama yang digunakan dalam
setiap
yang
rangka pengendalian agresi adalah dengan
berpotensi menciptakan perilaku bermasalah
pemberian hukuman. Lebih lanjut Koeswara
pada diri anak berbeda-beda. Achenbach &
(1988) mengungkapkan bahwa tujuan dari
Edelbrock
pemberian
anak
serta
(dalam
lingkungan
Arismantoro,
2008)
hukuman
adalah
untuk
312 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
memberikan pelajaran agar mereka jera atau
atau milik anak, atau bisa juga dengan
tidak mengulang tingkah laku yang sama
menempatkan anak ke suatu tempat yang
pada
jauh
masa
yang
akan
datang,
jadi
punishment (hukuman) berfungsi ganda
dari
peer-group-nya
dan
telah
ditetapkan sebelumnya.
sebagai pengendali sekaligus pencegahan.
Wangmuba (2009) mengungkapkan
Hukuman bukan berarti kekerasan
bahwa deprivasi merupakan sebuah penguat
apabila diberikan secara tepat dan edukatif.
negatif yang berfungsi untuk menghambat
Para pendidik hendaknya menghentikan
munculnya tingkah laku negatif. Stimulus
hukuman yang bersifat fisik terhadap anak.
penguat negatif ini memang tidak disenangi
Ada alternatif lain yang dapat digunakan
anak, sehingga ia akan berusaha menghindar
untuk menghentikan tingkah laku agresif
atau membuat stimulus itu tidak muncul.
anak. Seperti yang dikemukakan oleh Ruth
Berdasar uraian di atas rumusan
(1996) dalam penelitiannya bahwa guru
masalahnya adalah apakah deprivasi dapat
memiliki otoritas untuk mengendalikan
menjadi
perilaku murid-muridnya, untuk menangani
agresivitas pada anak usia dini?
metode
untuk
mengurangi
anak agesif dapat menggunakan kombinasi metode reward dan punishment. Dalam
Agresivitas
metode ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemberian
Sebuah definisi klasik tentang agresi
seorang
pengajar
dalam
dikemukakan oleh Buss (dalam Krahe,
hukuman
kepada
murid-
2001) bahwa agresi adalah suatu respons yang
kesalahannya
penjelasan
kepada makhluk hidup lain. Definisi ini
mengenai hukuman yang akan diterimanya,
banyak dikritik oleh para ahli, sehingga
tetapkan berapa lama waktu hukumannya,
memunculkan definisi lain yang lebih
serta tindak lanjut selama si murid menjalani
akomodatif. Baron dan Richardson (dalam
hukumannya (Santi, 2009).
Krahe,
2005)
mendeskripsikan
sebagai
segala
bentuk
Teknik
dan
mendapat
hukuman
seperti
ini
mengantarkan
untuk
stimuli
“beracun”,
muridnya: Murid harus mengetahui apa
agresi
perilaku
yang
menyakiti,
atau
menggunakan kaidah yang sama dengan
dimaksudkan
salah satu teknik hukuman non fisik yang
melukai makhluk hidup lain, sehingga
biasa disebut dengan deprivasi. Deprivasi
makhluk
merupakan terapan hukuman non-fisik yang
menghindari perlakuan itu. Pendapat ini
dilakukan dengan cara mencabut atau tidak
senada dengan Aronson (dalam Wahab, dkk,
mengikutsertakan anak dalam pengalaman-
2006)
pengalaman yang menyenangkan. Ini dapat
sebagai kecenderungan tingkah laku yang
dilakukan dengan mengambil hak-hak anak
dijalankan oleh individu dengan maksud
tersebut
yang
terdorong
mendefinisikan
untuk
agresivitas
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 313 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] melukai atau mencelakakan individu lain
kemunculan perilaku agresif ini secara
dengan atau tanpa tujuan tertentu. Berkowitz
terus-menerus, antara lain:
(1993) mendefinisikan agresivitas dalam hubungannya dengan pelanggaran
a) Ketergantungan pada perilaku: anak
norma
akan cenderung melestarikan perilaku
atau perilaku yang tidak dapat diterima
agresifnya apabila anak memperoleh
secara
kesenangan dari perilaku agresifnya
sosial.
Berdasar
dari
berbagai
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tersebut.
agresivitas adalah kecenderungan perilaku
b) Menjadi perilaku dasar: perilaku agresif
individu yang bertujuan untuk menyakiti
yang dilakukan pada masa kanak-kanak
atau
melukai orang lain, sehingga tidak
dapat menjadi fondasi bagi berbagai
dapat diterima secara sosial. Perilaku agresif
perilaku agresif ketika anak menjadi
pada anak usia dini bervariasi. Hasil
remaja atau dewasa.
penelitian Elizabeth (2007) di Surabaya
c) Menjadi model yang buruk: timbul
menunjukkan bahwa bentuk agresivitas
dampak sosial ketika perilaku ini
yang ditampilkan anak usia dini antara lain:
menjadi model perilaku ideal yang
menghina, memberikan sebutan pengganti
kemudian ditiru oleh anak-anak yang
nama-nama (seperti babi, monyet, gendut),
lain.
menolak tugas dari guru, melempar barang-
Sedangkan
Izzaty
(2006)
barang, mencubit/menendang/ mendorong
mengungkapkan bahwa dampak negatif
untuk
yang dapat ditimbulkan oleh perilaku agresif
mendapatkan
keinginannya,
mengganggu teman, menjegal, marah jika
anak usia dini adalah:
keinginan tidak terpenuhi, menertawakan
a) Dampak internal, yaitu akibat yang
teman yang menangis, ekspresi wajah judes,
tertuju pada diri sendiri, antara lain:
memusuhi, pilih-pilih dalam berteman, tidak
munculnya
mau/sulit
temperamen yang sulit, tidak mampu
untuk
minta
maaf,
mereka
emosi
dan
mengumpat, menjambak, berani melawan
beradaptasi,
orangtua atau guru, atau mengerjakan tugas
kognitif yang terhambat berkenaan
secara asal-asalan.
dengan program kegiatan belajar.
Perilaku agresif pada anak jelas meresahkan
banyak
orang
termasuk
serta
negatif
perkembangan
b) Dampak eksternal, yaitu akibat yang tertuju pada lingkungan anak, seperti
orangtua dan guru-guru di sekolah. Menurut
mengganggu
suasana
Anantasari (2006) hal ini dapat dipahami
penolakan teman sebaya.
kelas
serta
mengingat perilaku ini memiliki berbagai
Brooks (2011) menyatakan bahwa
macam dampak yang merugikan. Beberapa
anak agresif yang berusia antara 2 hingga 5
dampak yang dapat dilihat berkaitan dengan
tahun, akan melanjutkan sifat agresifnya
314 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
saat berusia 9 tahun dan memiliki banyak
teori agresi yang dikenal sebagai Elicited
masalah, antara lain masalah akademik,
Drive
sosial dan emosional. 58 % memiliki nilai di
(Tuhumena,
bawah rata-rata, dan mayoritas dari mereka
menyebutkan bahwa agresi adalah
bermasalah dalam memusatkan perhatian.
“....a non-distinctive motivational force that is induced by depriving the organism live support or conditions, and that grows in strength with severity of such deprivation.” Atau dengan kata lain dapat diartikan
Deprivasi Deprivasi berasal dari Bahasa Inggris deprivation yang dapat diartikan sebagai pencabutan atau kehilangan (Shadily & Echols, 1992). Sedangkan menurut Schaefer (1989) deprivasi adalah mencabut atau tidak mengikutsertakan anak dalam pengalamanpengalaman yang menyenangkan, yaitu dengan
mengambil
hak-haknya
atau
miliknya, atau mengasingkan ke suatu tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Jadi, deprivasi merupakan salah satu terapan hukuman non-fisik yang dilakukan dengan cara mencabut atau tidak mengikutsertakan anak dalam pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Ini dapat dilakukan dengan mengambil hak-hak anak atau milik anak, atau bisa juga dengan menempatkan anak ke suatu tempat yang jauh dari peer-group-nya dan telah ditetapkan sebelumnya.
Elisa (2009) yang mengemukakan definisi deprivasi sebagai selang waktu training di
mana
individu
tidak
menerima reinforcer. Makin lama periode deprivasi, maka reinforcer akan makin efektif. Keefektifan teknik deprivasi dalam menurunkan agresivitas anak terdapat dalam
oleh
2006),
Zillman
pandangan
ini
sebagai pengukuh negatif yang dilakukan dengan situasi
mencabut tertentu
atau
atau
menghilangkan
dukungan
hidup
seseorang dan hal itu dilakukan dengan kekuatan deprivasi. Wangmuba mengungkapkan
(2009)
juga
bahwa
deprivasi
merupakan sebuah penguat negatif yang berfungsi untuk menghambat munculnya tingkah laku negatif. Stimulus penguat negatif ini memang tidak disenangi anak, sehingga ia akan berusaha menghindar atau membuat stimulus itu tidak muncul lagi. Ada dua bentuk deprivasi yang dapat diberikan
kepada
anak
sesudah
satu
perbuatan salah dilakukan, yakni (Schaefer 1989): a) Kehilangan
Hal yang sama juga diungkapkan oleh
sebelumnya,
dipopulerkan
hak
istimewa
atau
kesempatan. Misalkan: kehilangan hak untuk nonton TV, main games, main PS, tidak memperoleh uang saku, mencabut waktu bermain anak, tidak boleh naik mobil keluarga adalah bentuk-bentuk hukuman yang dapat dilakukan terhadap anak setelah ia
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 315 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] berbuat
kasalahan
atau
melanggar
peraturan.
agresif. Strategi verbal dalam menangani masalah dipilih karena hal ini membuat anak
b) Dikeluarkan untuk sementara, yaitu
mampu
mempelajari
balik
konsekuensi
yang tenang dan sepi setelah anak
(Brooks, 2011; Noe’man, 2012). Lebih
berbuat suatu kesalahan, merupakan
lanjut Brooks (2011) menjelaskan bahwa
strategi yang baik untuk menolong
konsekuensi logis ialah kejadian yang
anak
mengikuti
kembali
pengendalian
diri,
atau
untuk
mendinginkan
rasa
marah
dan
jengkelnya.
akan
di
menyuruh anak keluar ke suatu tempat
memperoleh
yang
alasan
diterimanya
tindakan sosial, misalnya jika
anak menyakiti orang lain, maka orangorang akan
menjauhi anak tersebut.
Konsekuensi-konsekuensi ini disampaikan kepada anak secara verbal, sehingga anak tahu dan paham tentang konsekuensi itu.
Pengasuhan Pengasuhan adalah sebuah proses tindakan dan interaksi antara orangtua dan anak.
Dalam
pengasuhan
Anak Usia Dini
orangtua
Menurut
Biechler
&
Snowman
melakukan investasi dan komitmen abadi
(Patmonodewo, 2003) yang dimaksud anak
pada seluruh periode perkembangan yang
usia dini adalah mereka yang berusia antara
panjang dalam kehidupan
3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti
2011).
Dalam
anak (Brooks,
pengasuhan
orangtua
program pra sekolah dan kindergarten atau
memberikan tanggung jawab dan perhatian
Taman
yang antara lain mencakup kasih sayang dan
menjelaskan bahwa anak usia dini adalah
hubungan dengan anak yang berlangsung
anak yang berusia 3-6 tahun. Seseorang
terus menerus. Disiplin yang bertanggung
dengan usia seperti itu biasanya senang
jawab, antara lain menghindarkan dari
bermain,
kecelakaan
merupakan kegiatan untuk mengenal diri,
dan
kritikan
pedas
serta
hukuman fisik yang berbahaya.
maupun
keagresifan
anak
anak
perempuan.
karena
bagi
Bafadal
anak,
(2005)
bermain
orang lain, dan lingkungannya.
Strategi pengasuhan yang tepat dapat mengurangi
Kanak-Kanak.
laki-laki
Selain
Ashiabi
(dalam
Izzaty,
2006)
mengemukakan bahwa anak usia dini (3-6
itu
tahun) memiliki pola perilaku yang khas.
pengasuhan ini juga cukup efektif meski
Apabila pada masa ini anak memiliki
situasi keluarga kurang kondusif, sehingga
ketidakmampuan menyesuaikan diri yang
dapat disimpulkan bahwa pengasuhan yang
ditunjukkan dengan kurang mampu dalam
tepat menjadi salah satu metode mengatasi
mengelola emosi dan sosial secara baik,
masalah perilaku anak, seperti perilaku
maka
dapat
menstimulasi
timbulnya
316 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
perilaku negatif pada masa itu dan masa
maka akan menjadi masalah yang serius dan
selanjutnya.
harus segera diatasi.
Menurut teori Erikson (Papalia, 2008;
Proses terbentuknya agresivitas anak
Santrock, 1995, Crain, W, 2007) anak-anak
dipengaruhi oleh bagaimana interpretasi
usia
anak
dini
(3-6
tahun)
perkembangan
terhadap
rangsangan
yang
psikososialnya berada pada tahap initiative
diperolehnya (fisiologis/persepsi) melalui
versus guilt, yaitu anak sudah memiliki
pengetahuan
kemampuan untuk melakukan partisipasi
sekeliling anak (dengar ataupun lihat),
dalam berbagai kegiatan fisik dan mampu
pengalaman pribadinya, dan juga modelling
mengambil inisiatif untuk suatu tindakan
dari orang-orang di sekelilingnya (pola asuh,
yang akan dilakukan.
perilaku significant person, peer group)
Sedangkan Piaget (Papalia, 2008; Santrock,
1995,
mengungkapkan
Crain, bahwa
W,
2007)
perkembangan
yang
ditanamkan
dari
maupun tayangan-tayangan di televisi yang mengandung kekerasan
unsur yang
agresivitas dengan
dan
sendirinya
kognitif anak usia 3-6 tahun berada pada
berpengaruh terhadap pikiran agresif yang
tahap
terbangun. Dengan kata lain, ada proses
praoperasional
dimana
proses
berpikir anak berpusat pada penguasaan
kognitif
simbol-simbol (misalnya’ kata-kata), yang
tidaknya perilaku agresif anak (Elisabeth,
mampu mengungkapkan pengalaman masa
2007).
lalu.
Setelah
masuk
pada
tahapan
yang
mendasari
Nicolich
&
muncul
Woolfolk
atau
(2004)
praoperasional anak mulai dapat belajar
mengungkapkan bahwa anak-anak usia dini
dengan menggunakan pemikirannya, anak
membutuhkan konfirmasi (persetujuan) dari
mampu mengingat kembali simbol-simbol
orang dewasa bahwa inisiatif dan perilaku
dan membayangkan benda yang tidak
mereka
tampak secara fisik.
diungkapkan oleh Erikson (Nicolich &
diterima.
Seperti
halnya
yang
Woolfolk, 2004, Papalia, 2008; Santrock, Deprivasi sebagai Metode Pengasuhan
1995, Crain, W, 2007) bahwa anak pada
untuk Mengurangi Agresivitas Anak Usia
tahap ini berada pada masa initiative vs
Dini
guilty, initiatif adalah keinginan untuk Hawadi
(2001)
mengungkapkan
menghargai,
merencanakan,
dan
bahwa tingkah laku agresif adalah reaksi
menyelesaikan tugas-tugas untuk sekedar
yang normal pada anak usia dini, hal ini
aktif dengan kemampuan dan initiatif
tampil sebagai kesiapsiagaan anak untuk
mereka, sementara di sisi lain juga muncul
melindungi dirinya agar aman. Namun bila
dorongan rasa
pola-pola ini menetap secara berlebihan
dengan hal tersebut, jika orangtua tidak
bersalah.
Sehubungan
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 317 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] mengenali initiatif anak dalam berperilaku
untuk
agresif
beberapa
dan
tidak
berusaha
untuk
mengendalikan bentuk
agresi,
bahkan
hukuman
bisa
mengurangi atau menghentikannya, anak-
meningkatkan kecenderungan agresi pada
anak akan memahaminya sebagai suatu cara
individu yang dikenai hukuman itu.
yang dibenarkan, selanjutnya bukan tidak
Alternatif bentuk punishment atau
mungkin perilaku anak semakin mengarah
hukuman non-fisik yang dapat digunakan
pada
untuk menangani agresivitas anak usia dini
agresivitas
yang
lebih
serius
(Elisabeth, 2007). Koeswara
ialah dengan menggunakan teknik deprivasi. mengungkapkan
Deprivasi (pencabutan atau pembatalan)
bahwa untuk menangani agresivitas dapat
merupakan teknik hukuman non fisik yang
menggunakan metode hukuman. Metode ini
diterapkan dengan cara mencabut atau tidak
telah dikenal dan telah digunakan sejak
mengikutsertakan anak dalam pengalaman-
ribuan tahun yang lalu, serta dianggap
pengalaman yang menyenangkan, atau dapat
sebagai metode yang paling mudah, tepat
pula dilakukan dengan mengambil hak-
dan
atau
haknya atau miliknya atau menempatkan
dan
anak ke suatu tempat yang membuat anak
atau
hanya diminta untuk diam selama beberapa
punishment itu bisa berupa hukuman fisik
menit sampai anak dapat mengendalikan
dan bisa pula berupa hukuman sosial
amarahnya (Schaefer, 1989).
efektif
(1988)
untuk
mengendalikan pengungkapan
(kemarahan,
menghambat
pengembangan agresi.
Hukuman
pengucilan,
pencabutan
previlese untuk sementara waktu). Prinsip
yang
merupakan
salah
satu
bentuk pengendalian perilaku yang efektif metode
untuk memberi penguat kepada anak agar
pengendalian agresi pemberian hukuman itu
peluang kemunculan target perilaku yang
secara
oleh
telah ditetapkan untuk berulang menjadi
Thorndike (Koeswara, 1988, Papalia, 2008;
lebih kecil atau menurun (Schaefer, 1986).
Santrock, 1995, Crain, W, 2007) melalui
Teknik ini dapat diterapkan di rumah
law of effect-nya bahwa individu cenderung
maupun dalam setting sekolah karena tidak
tidak akan mengulangi suatu tingkah laku
terlalu banyak mengambil waktu anak
apabila tingkah laku tersebut menghasilkan
namun cukup efektif untuk mengarahkan
efek atau mendatangkan akibat yang tidak
anak memahami kesalahannya.
sederhana
melandasi
Deprivasi
diungkapkan
menyenangkan bagi dirinya. Akan tetapi
Sebagai salah satu bentuk disiplin,
disisi lain oleh para teoritis dan peneliti
deprivasi dapat diterapkan di rumah sebagai
agresi, pemberian hukuman itu dipandang
salah satu metode pengasuhan dan di
secara kritis karena mereka yakin bahwa
sekolah dengan guru yang menjadi terapis
tidak semua hukuman bisa berfungsi efektif
utama anak. Sebelum melaksanakan metode
318 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
ini
sebaiknya
orangtua
atau
guru
mendiskusikan perilaku-perilaku spesifik yang
akan
mendapatkan
sementara dan belajar mengakui kesalahan yang dibuatnya.
deprivasi.
Hal yang sama juga diterangkan
Pelanggaran harus benar-benar nyata dan
Ratnaningtyas (1996) bahwa orangtua dan
berupa perilaku yang tidak sesuai dengan
pendidik
peraturan-peraturan
di
hukuman non fisik yang dapat diberikan
sekolah maupun aspek interaksi sosial yang
kepada anak yaitu, dengan memindahkan
ada di rumah atau di sekolah. Disarankan
anak dari tempat rutinitasnya ke tempat
untuk memilih tempat yang sunyi sebagai
istirahat
area
dapat
menenangkan diri, setelah itu berikan pujian
meminimalisir anak untuk mendapatkan
kepada anak karena dia mampu diam selama
akses keluar ruangan yang dapat membantu
beberapa saat, hal ini dilakukan agar anak
anak menikmati suasana di luar ruangan.
dapat merenung dan belajar mengenali
Tiadanya akses keluar ruang akan membuat
kesalahan yang dibuatnya. Penerapan teknik
anak merasa bosan dan tidak menginginkan
deprivasi ini harus selalu dipasangkan
suasana yang sama di waktu yang lain,
dengan
dengan kepatuhan untuk tidak mengulang
peningkatan perilaku yang baik.
deprivasi,
di
rumah
area
atau
yang
perilaku buruk yang tidak dapat diterima lingkungan sosial anak. Hasil
penelitian
memberikan alternative
selama
teknik
2-5
yang
menit
berfokus
untuk
pada
Orangtua/guru menjelaskan kepada anak
bahwa
anak
akan
mendapat
(2009)
konsekuensi bila menunjukkan perilaku
menunjukkan bahwa tidak mengikutsertakan
agresif dengan mengambil hak anak atau
anak
yang
dikeluarkan untuk sementara dan sebagai
menyenangkan dan meminta anak hanya
gantinya anak harus berdiam di area
diam untuk sementara waktu di tempat yang
deprivasi yang disediakan. Sebelum hal itu
ditetapkan untuk sementara waktu ketika
dilakukan,
anak berbuat suatu kesalahan secara intens
mendapatkan peringatan dari orangtua/guru
selama satu minggu terbukti efektif untuk
ketika target perilaku (agresif) muncul 3 kali
mengurangi
dalam satu waktu. Selanjutnya, anak harus
dalam
Hidayati
dapat
pengalaman
perilaku
anak yang tidak
anak
terlebih
diinginkan. Hal senada juga diungkapkan
duduk berdiam di
oleh Sumiati (2006) dari hasil penelitiannya
disediakan
yang menemukan bahwa salah satu metode
beberapa menit sesuai kesepakatan awal
yang dapat digunakan untuk menangani
dengan orangtua/guru. Setelah hal ini selesai
anak
dilaksanakan
yang
memiliki
gangguan
menentang termasuk agresivitas
sikap adalah
dengan metode mengeluarkan anak untuk
di
ruang
maka
kursi
dahulu
yang sudah
deprivasi
anak
melakukan aktivitasnya kembali.
selama
diijinkan
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 319 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] Apabila anak menolak di tempatkan
ini dapat dicegah atau dikurangi dengan
di ruang deprivasi maka orangtua/guru
memberikan metode pengasuhan deprivasi
diperkenankan menuntun anak ke ruang
secara intensif. Berdasar uraian di atas untuk
deprivasi dengan tenang, tegas, namun tidak
mengatasi agresivitas pada anak usia dini
kasar. Jika selama waktu yang ditentukan
diterapkan teknik deprivasi sebagai kontrol
anak belum dapat menyadari kesalahannya,
perilaku agresif anak. Ternyata pengasuhan
maka waktu penyisihan sementara dalam
yang menggunakan metode deprivasi untuk
deprivasi ini dapat ditambah jika keadaan
mengatasi agresivitas pada anak usia dini
memungkinkan.
menunjukkan hasil yang cukup efektif.
Setelah deprivasi selesai, dan anak dianggap
“bersih”
maka
sebaiknya
Anak agresif yang dikenai pengasuhan dengan
metode
deprivasi
mengalami
perbuatan buruk anak tidak dibahas lagi.
penurunan frekuensi munculnya perilaku
Penting untuk diingat bahwa orangtua/
agresif
pendidik harus selalu mengkomunikasikan
frekuensi kemunculan target perilaku setelah
kepada anak mengenai kesalahan apa yang
teknik
ia perbuat dan mengarahkan anak pada
beberapa hari.
dalam
bentuk
deprivasi
berkurangnya
dilaksanakan
selama
perilaku yang sebaiknya dilakukan. Carilah kesempatan untuk memuji anak ketika anak melakukan perbuatan baik.
Saran 1. Penerapan metode deprivasi dalam
Uraian di atas menunjukkan bahwa
pengasuhan
untuk
prosedur pelaksanaan teknik deprivasi pada
agresivitas
penanganan anak agresif membutuhkan
membutuhkan
kesabaran, konsistensi dan keseriusan yang
sayang, kekonsistenan/ketegasan dan
tinggi
yang
semangat yang tinggi (tidak mudah
optimal. Selain itu sebaiknya teknik deprivsi
menyerah) dari orangtua. Bila perlu
ini disertai dengan pemberian insentif saat
dapat melibatkan pihak lain, yang
anak melakukan perilaku yang baik. Hal ini
“dekat” dengan anak seperti pengasuh
dilakukan agar anak lebih terfokus pada
(eyang, tante, baby sitter).
untuk
mendapatkan
hasil
perilaku yang positif untuk mengurangi intensitas perilaku negatifnya.
anak
mengatasi usia
dini
kesabaran/kasih
2. Penerapan metode ini akan optimal dan membutuhkan waktu relatif lebih singkat, apabila metode ini tidak hanya diterapkan di rumah, melainkan
Kesimpulan Agresivitas kompleks
berasal dari interaksi
berbagai
peristiwa
eksternal,
kognisi, dan karakteristik pribadi. Perilaku
juga diterapkan di sekolah. Oleh karenanya
keterlibatan
sekolah sangat penting.
guru
di
320 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
3. Penerapan teknik ini diharapkan akan
4. Dalam penerapan teknik deprivasi
mempererat ikatan orangtua dengan
pengadaan
reward
anak, dan mendukung penerapan yang
pendamping dalam penerapan teknik
berkesinambungan antara rumah dan
deprivasi
sekolah agar terjadi konsistensi lebih
dilaksanakan secara konsisten dan
mendalam dalam praktik deprivasi
tepat sesuai perilaku positif anak.
hendaknya
sebagai
selalu
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anantasari. (2006). Menyikapi Perilaku agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius. Arismantoro. (2008). Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana. Ayuningtyas, P.D. (2008). Agresivitas Anak Jalanan Korban Kekerasan Fisik. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadyah Surakarta. Bafadal, I. (2005). Dasar-Dasar Manajemen dan Supervisi Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT Bumi Aksara. Berkowitz. (1993). Agression: Its Causes, Consequences and Control. Philadelphia: Temple University Press Brooks, J. (2011). The Process of Parenting. Eight edition. New York: McGraw-Hill Companies. Crain, W. (2007). Theories of Development, Concepts and Applications. Third Ed. New Jersey: Prentice Hall-Englewood Cliffs Echols, J., & Shadily, H. (1992). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Elisabeth, M.P. (2007). Pendidkan Karakter dan Perilaku Agresif Siswa TK. Anima, Indonesian Psycologic-al Journal. Volume 22 Nomor 3. Universitas Surabaya. Havighurst, R.J. (1984). Perkembangan Manusia dan Pendidikan. Chicago: CV Jemmars. Alih bahasa oleh Firmansyah. Hawadi, R.A. (2001). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana. Hidayati, D.M.R. (2009). Time-Out: Al-ternatif Modivikasi Perilaku Dalam Penanganan Anak ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Iryanto & Suharto. (2001). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Surabaya: Indah Press. Izzaty,R.E., & Nuryoto, S. (2006). Prediktor Permasalahan Perilaku Anak TK. Jurnal Penelitian Sosiosains, volume 19, nomor 3. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Krahe, B. (2005). The Social Psychology of Aggresion. East Sussex: Psychology Press. Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco.
Deprivasi Sebagai Alternatif Metode Pengasuhan untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak Usia Dini | 321 Prasetyaningrum, J. & Nurliana, R. [hal.310-321] Mc Cartney, K., & Phillips, D. (2008). Blackwell Handbook of Early Childhood Development. Victoria: Blackwell Publishing Nicholich, L.M., & Woolfolk, A.E. (2004). Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan (Psikologi Pembelajaran I). Penerjemah Anam, Khairul. Jakarta : Inisiasi Press. Noe’man, R.R. (2012). Amazing Parenting. Menjadi orangtua asyik, membentuk anak hebat. Jakarta: Noura Books (PT. Mizan Publika). Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman R.D. (2008). Human Development, 10th ed. New York: Mc Graw Hill Companies. Patmonodewo, S. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Piaget, J., & Erikson, E. (2009). Mengenali Perkembangan Anak. Dalam http://www.pemudakristen.com/artikel/sekolah_minggu.php. Diakses Tangal 5 Juni 2009. Ratnaningtyas, J. (1996). Perilaku Merusak. Anima Volume XII Meratus, Universitas Surabaya.
Nomor 45. PT Pelayaran
Rosmansyah, E. (2008). Masalah Anak, Orangtua http://www.perkembangananak.com/2008/06/cara-bijak-memberi-hukuman-danhadih.html. Diakses Tanggal 5 Juni 2009.
Bijak.
Ruth, K.L. (1996). Attachment Relationship Among Children With Aggressive Bevahior Problems: The Role of Disorganized Early Attachment Patterns. Journal of Consulting and Clinical Psycology. Volume 64 No.1 Tahun 1996. Harvard Medical School America. Saefi, M. (2008). Penanganan Anak Agresif. http//www.spen5-ssn.sch.id. Diakses tanggal 2 Juni 2009 Santi.
(2009). Plus Minus Hukuman di Sekolah. http://www.parentsguide.co.id/dsp_content.php?pg=cns&id=125&emonth=01&eyear=200 9&kat=3&page=2&gp&page=3&gpage=1. Diakses Tanggal 2 juni 2009.
Santrock J.W. (1995). Life-Span Development. 5th Ed. Brown Communications, Inc. Schaefer, C. (1989). Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta: Kesaint Blanc. Diterjemahkan oleh Conny Semiawan & Turman Sirait. Setiawati, L. (2003). Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadyah Surakarta. patmonodewoSumiati, N.T. (2006). Gangguan Sikap Menentang (Membangkang) pada Anak. Tazkiya Journal of Psychology Volume.6 Nomor 1 tahun 2006. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tuhumena, H.A.B. (2006). Upaya Membentuk Konsep Diri Positif Dalam Rangka Menurunkan Kecenderungan Berperilaku Agresif Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Volume 17 Nomor 1 Tahun 2006. Fakultas Psikologi Universitas Putra Bangsa. Wahab, A., Prasetyaningrum, J., & Shohabiyah, M. (2006). Pengaruh Pengalaman Kekerasan Fisik terhadap Agresivitas dan Akhlak Anak di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak. Proceedings. Seminar Nasional: Kekerasan pada Anak (Child Abuse). Sebab, akibat dan solusi. Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Wangmuba. (2009). Pencegahan & Pengendalian Agresi. http://wangmuba.com/2009/02/16/pencegahan-dan-pengendalian-agresi/. Diakses tanggal 2 Juni 2009.