9
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.101/Menhut-II/2014 enhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa urusan urusan kepada
dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemerintahan di bidang kehutanan, terdapat beberapa pemerintahan di bidang kehutanan yang dilimpahkan Gubernur selaku wakil Pemerintah;
b. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 16 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008, pelimpahan urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa dalam rangka tertib administrasi, menjamin keluaran kegiatan dalam komponen dan sub komponen, serta meningkatkan efektivitas penggunaan dan pelaksanaan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pedoman Pelaksanaan Pembagian Sebagian Urusan Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2015 Yang Dilimpahkan Kepada Gubernur Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Undang-Undang ...
-23. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 13. Peraturan ...
-313. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 273); 14. Peraturan Presiden Nomor 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 334); 15. Keputusan Presiden Nomor 121/P/2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pembentukan Kabinet Kerja 2014-2019; 16. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339); 17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH. Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2015 yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini. Pasal 2 Pedoman Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, merupakan acuan wajib bagi Pemerintah Provinsi dalam melaksanakan penggunaan Dana Dekonsentrasi Bidang Kehutanan Tahun 2015. Pasal 3 (1) Pembinaan teknis atas pelaksanaan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan (Dekonsentrasi) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, Kementerian Kehutanan sedangkan pembinaan administrasi dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, fasilitasi, pelatihan, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi. Pasal 4 ...
-4Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2014 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2025 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.101/Menhut-II/2014 TANGGAL : 24 Desember 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH. BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Tujuan utama penyelenggaraan dekonsentrasi adalah untuk menyatupadukan program/kegiatan pusat dan daerah agar segera terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Untuk mewujudkan tujuan utama tersebut, penyelenggaraan dekonsentrasi harus terus diupayakan pelaksanaan agar selalu konsisten mengacu pada aturan yang telah ditentukan, baik aturan dalam Sistem Pemerintahan maupun aturan dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara, serta aturan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan aturan mengenai Sistem Pembagian Tugas, Fungsi, Wewenang dan Tanggung Jawab Kementerian Negara. Kementerian/Lembaga selaku institusi pemerintah yang menyelenggarakan dekonsentrasi harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi agar pelaksanaannya bisa efektif, efisien, ekonomis dan tepat sasaran. Faktorfaktor yang harus dipertimbangkan adalah 1). perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi harus sesuai dengan Renja-KL dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), 2) rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah. Selain fokus pada pencapaian target kinerja kementerian/ lembaga, kegiatan dekonsentrasi juga harus memperhatikan aspek kesesuaian dengan prioritas pembangunan nasional, serta sejalan dengan arah kebijakan fiskal nasional yang mendukung pengelolaan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui strategi Pro-Growth, Pro-Job, Pro-Poor dan Pro-environment, sebagaimana tertuang dalam RKP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tahun 2015 merupakan tahun awal pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019, dan sekaligus sebagai jembatan periode akhir dari pelaksanaan RPJMN dan Renstra Kementerian Kehutanan Tahun 20102014. Hasil pembangunan kehutanan memastikan bahwa kekayaan hayati tetap terjaga yang tidak hanya sekedar menjadi potensi, akan tetapi secara nyata dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja dan utamanya pengentasan kemiskinan. Langkah ...
-2Langkah utama pengurusan hutan pada Tahun 2015 adalah mengelola hutan pada tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang didasari basis data di tiap tapak yang jelas, sehingga membuka ruang pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mendukung pembangunan nasional. Bidang-bidang yang didukung oleh pembangunan kehutanan dalam prioritas nasional Tahun 2015 adalah : 1). Ekonomi, terkait dengan penyelesaian isu strategis transformasi sektor industri dalam arti luas yang kebijakannya diarahkan dalam pertumbuhan populasi dan pemerataan persebaran industri, yang dilakukan melalui peningkatan tata kelola hutan pada 109 KPH serta peningkatan produktivitas 120 KPH dengan luas 16,35 juta ha yang tersebar di luar Pulau Jawa untuk mendukung forest based industry di luar Pulau Jawa; 2). Sarana dan Prasarana, terkait dengan penyelesaian isu strategis peningkatan ketahanan air. Kebijakan dan strateginya ditempuh melalui peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi DAS, peningkatan rehabilitasi dan reklamasi DAS, peningkatan pengelolaan DAS dalam KPH dan peningkatan fungsi konservasi sumberdaya air DAS yang bersangkutan; 3). Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan, terkait dengan isu strategis peningkatan keekonomian keanekaragaman hayati dan kualitas lingkungan hidup. Kebijakan yang dilaksanakan diarahkan untuk mengembangkan upaya konservasi dan rehabilitasi keanekaragaman hayati, mengembangkan pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati yang bernilai tambah (bioprospecting), meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui fasilitasi pemulihan tutupan hutan dan memperkuat penanganan perubahan iklim; dan 4). Lintas Bidang, utamanya terkait isu strategis gender dan perubahan iklim. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Menteri Kehutanan menetapkan Pedoman Pelaksanaan Urusan Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2015 Yang Dilimpahkan Kepada Gubernur Selaku Wakil Pemerintah sebagai pedoman teknis dan acuan bagi para pihak terkait di dalam penggunaan dana dekonsentrasi Bidang Kehutanan Tahun 2015, agar pelaksanaannya dapat berjalan secara efektif dan efisien. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan pedoman pelaksanaan dekonsentrasi urusan pemerintahan di bidang kehutanan adalah agar pengelolaan dan penggunaan dana dekonsentrasi bidang kehutanan sesuai dengan peraturan/pedoman yang telah ditetapkan dari aspek teknis maupun administrasi, dengan tujuan agar sasaran kinerja pembangunan kehutanan Tahun 2015 di setiap provinsi dapat tercapai. C. Pengertian Di dalam Pedoman Pelaksanaan Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan Tahun 2015 ini, yang dimaksud dengan : 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. 3. Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. 4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 5. Pemerintah ...
-35. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 7. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 8. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 9. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang bersifat personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. 10. Kegiatan perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hakhak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 11. Kegiatan pengendalian kebakaran hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pencegahan untuk mencegah/mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, pemadaman untuk menghilangkan/mematikan kebakaran hutan, sampai penanganan pasca kebakaran untuk menginventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi suatu areal setelah terbakar. 12. Kegiatan ekosistem esensial adalah upaya untuk meningkatkan pengelolaan kawasan ekosistem esensial dan peningkatan jumlah ekosistem esensial melalui koordinasi, sosialisasi, bimbingan teknis, penyuluhan dan fasilitasi. 13. Kawasan ekosistem esensial adalah ekosistem karst, danau, sungai, rawa, payau, mangrove dan gambut yang berada diluar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 14. Kawasan Hutan Lindung, selanjutnya disebut HL, adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. 15. Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan (HKM) adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat secara lestari. 16. Areal Kerja Hutan Hutan Desa adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh lembaga desa secara lestari. 17. Pengelolaan DAS Terpadu adalah rangkaian upaya perumusan tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan sumberdaya DAS lintas para pemangku kepentingan secara partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan guna mewujudkan tujuan pengelolaan DAS. 18.
Rehabilitasi ...
-418. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 19. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 20. Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah biaya perjalanan tetap dan perlengkapan penunjang yang disediakan kepada penyuluh kehutanan untuk melaksanakan kegiatan kunjungan, pendampingan, dan bimbingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha. 21. Kampanye Indonesia Menanam (KIM) adalah suatu metode penyuluhan yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat agar tercipta budaya dan perilaku gemar mananam pohon, memelihara dan melestarikan hutan serta lingkungan. 22. Kebun Bibit Sekolah (KBS) adalah persemaian dalam rangka penyediaan bibit yang dibuat oleh murid sekolah. 23. Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) adalah program penyuluhan kehutanan yang merupakan gerakan moral bagi murid-murid sekolah dalam rangka menumbuh-kembangkan minat dan rasa cinta terhadap pohon dan lingkungan sekitarnya melalui kegiatan pembelajaran penyemaian, penanaman, pemeliharaan sampai dengan pemanenan. 24. Kelompok Usaha Produktif (KUP) adalah suatu wadah/lembaga bentukan masyarakat untuk menampung aspirasi/keinginan masyarakat itu sendiri dan bergerak dibidang usaha-usaha yang bersifat produktif dalam bidang kehutanan, misalnya agroforestry. 25. Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Wana Lestari adalah pemberian penghargaan atas prestasi yang dicapai dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi sumber daya alam. 26. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya untuk memulihkan atau meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak–hak dan tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara. 27. Pengelola Penyuluhan Kehutanan adalah tugas yang dilakukan seseorang yang karena tugas pokok dan fungsinya diberikan tugas untuk mengelola administrasi dan teknis kegiatan penyuluhan Kehutanan. 28. Penyuluh kehutanan adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan. 29. Penyuluhan kehutanan adalah proses pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sehingga menjadi tau, mau, dan mampu melakukan kegiatan pembangunan hutan dan kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya serta mempunyai kepedulian dan berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungan. 30. Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) adalah organisasi masyarakat di tingkat desa yang dibentuk berdasarkan hasil musyawarah berbagai pihak di wilayah desa dalam upaya melestarikan fungsi dan manfaat hutan dan lahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 31. Demplot Penyuluhan Kehutanan Terpadu adalah suatu unit percontohan (demonstrasi) untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok petani hutan dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui penerapan inovasi baru dalam usahatani di bidang kehutanan secara terpadu. 32. Hutan ...
-532. Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disebut HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 33. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat IUPHHKHTR adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 34. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri. 35. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu. 36. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Eksositem dalam hutan alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang aslli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. 37. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 38. Permasalahan Tenurial Kawasan Hutan adalah Permasalahan kawasan hutan yang berkaitan dengan status kawasan hutan, batas kawasan hutan dan klaim hak-hak pihak ketiga terhadap kawasan hutan. 39. Hasil Hutan Bukan Kayu atau disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari ekosistem hutan. 40. Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan atau disingkat HHBK Unggulan adalah komoditas yang diunggulkan untuk dikembangkan di suatu daerah dan pengusahaannya berdasarkan kriteria ekonomi, biofisik, lingkungan, kelembagaan, sosial dan teknologi. 41. Hutan Rakyat Kemitraan adalah kerjasama antara kelompok tani hutan rakyat dengan mitra yang memiliki keterkaitan usaha, yaitu perorangan atau koperasi atau BUMN/BUMD/BUMS atau badan usaha lainnya, dengan prinsip sukarela, kesetaraan dan saling membutuhkan, serta saling menguntungkan. 42. Perbenihan tanaman hutan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya genetik, pemuliaan tanaman hutan, pengadaan dan peredaran benih dan bibit, dan sertifikasi. 43. Sumber ...
-643. Sumber Daya Genetik adalah materi genetik yang terdapat dalam kelompok tanaman hutan dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau direkayasa untuk menciptakan jenis unggulan dan varietas baru 44. Areal Konservasi Sumber Daya Genetik adalah areal yang dikelola untuk mempertahankan keberadaan dan kemanfaatan sumberdaya genetik dari suatu jenis tanaman hutan, dalam bentuk tegakan konservasi genetik, arboretum, bank gen, atau bank klon. 45. Sumber Benih adalah suatu tegakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas.
BAB II ...
-7BAB II KEBIJAKAN DEKONSENTRASI BIDANG KEHUTANAN A.
Ketentuan Umum Dekonsentrasi Bidang Kehutanan adalah pelimpahan wewenang dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi bidang kehutanan dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap, antara lain : sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survey, pembinaan dan pengawasan serta pengendalian terkait program-program pembangunan kehutanan. Dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, sebagian kecil dana dekonsentrasi dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap, yang besar alokasi dananya dengan memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis dan efisiensi serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masingmasing kementerian/lembaga. (Permenkeu Nomor 156/PMK.07/2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Pedoman Pengelolaan dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan).
B.
Tujuan
C.
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015, tujuan dari kebijakan pembangunan kehutanan diarahkan pada : 1. Peningkatan tata kelola sumber daya hutan melalui pembangunan dan peningkatan pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung. 2. Peningkatan hasil hutan dan bioprospecting melalui penggunaan benih dan bibit berkualitas dan perkuatan integrasi industri hulu-hilir dalam bentuk pengembangan “integrated forest based cluster industry”. 3. Peningkatan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan. 4. Pemulihan kawasan hutan untuk meningkatkan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). 5. Peningkatan penelitian dan pengembangan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Pengembangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kehutanan untuk memenuhi operasionalisasi KPH. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada Tahun 2015 terkait dengan kegiatan Dekonsentrasi urusan pemerintahan di bidang kehutanan Tahun 2015 di seluruh Indonesia adalah : 1. Pembentukan 109 KPH baru serta penetapan kawasan hutan 35% melalui penyelesaian tata batas 6.000 Km. 2. Pengelolaan 120 KPHP dan KPHL serta 50 Taman Nasional, data dan informasi kawasan hutan di bagian hulu 108 DAS dan rehabilitasi hutan Mangrove 2.000 ha. 3. Produksi kayu dari hutan alam sebesar 7 juta m3, dari Hutan Tanaman 26 juta m3, dan Hutan Rakyat 15 juta m3 yang didukung penggunaan benih dan bibit tanaman hutan yang berkualitas. 4. Ekspor kayu senilai USD 6,5 Milyar, tumbuhan dan satwa liar Rp 5 Trilyun, dan hasil hutan bukan kayu sebesar Rp 1,6 Trilyun, serta kontribusi PNBP dari pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan Rp 200 Milyar. 5. Populasi ...
-85. Populasi 25 spesies terancam punah sesuai RED List IUCN meningkat 2%, hotspot di kawasan hutan untuk Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi turun sampai 17.464 hotspot. 6. Peningkatan akses dan pemberdayaan masyarakat melalui Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 50.000 ha, dan Hutan Kemasyarakatan (HKm)/Hutan Desa (HD) sebanyak 100 unit. 7. Pemanfaatan iptek dasar dan terapan untuk mendukung produksi, konservasi dan rehabilitasi sebesar 20% dari produk iptek guna mendukung pengembangan KPH. 8. Peningkatan sumberdaya manusia yang profesional sebanyak 5.000 orang. D.
Instansi Pelaksana Kegiatan Dekonsentrasi Bidang Kehutanan diselenggarakan oleh Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan wewenang serta bertanggungjawab di bidang kehutanan. Khusus untuk provinsi yang telah memiliki kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang kehutanan, dapat ditunjuk Kepala UPTD atau Kepala KPH sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
E.
Mekanisme Pengelola Dana Dekonsentrasi 1. Pusat Pembinaan teknis atas pelaksanaan urusan pemerintahan (Dekonsentrasi) bidang kehutanan dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan : a. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan untuk Bidang Planologi Kehutanan; b. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; c. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial untuk Bidang Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial; d. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan untuk Bidang Bina Usaha Kehutanan; dan e. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan untuk Bidang Penyuluhan Kehutanan. Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud meliputi pemberian pedoman, fasilitasi, pelatihan, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi. Untuk pembinaan administrasi terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan dokumen anggaran dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal cq. Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan. 2. Provinsi a. Dinas Provinsi yang mengurusi lebih dari satu bidang kegiatan, maka Kepala Dinas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala Sub Dinas yang mengurusi bidang kehutanan/Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang kehutanan atau Kepala KPH sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kepala Seksi dibawahnya sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), (Gambar1). b. Dinas Provinsi yang mengurusi hanya bidang kehutanan, maka Kepala Dinas Kehutanan sebagai KPA, Kepala Sub Dinas-Kepala Sub Dinas dibawahnya/Kepala UPTD atau Kepala KPH sebagai PPK, Kepala Seksi dibawahnya sebagai PPTK (Gambar 2). F. Revisi ...
-9F.
Revisi 1. Revisi dokumen anggaran dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran kegiatan 2. Jenis dan bagian yang dapat direvisi serta tata cara revisi dokumen anggaran berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Revisi 3. Revisi terhadap dokumen RKA-K/L yang menyebabkan perubahan kegiatan dan/atau anggaran antar komponen, harus mendapatkan rekomendasi dari Eselon I teknis terkait sebagai penanggung jawab kegiatan, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal cq. Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Kehutanan.
BAB III ...
- 10 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN A. BIDANG PLANOLOGI KEHUTANAN 1. Komponen : Fasilitasi Pengukuhan dan Tenurial Kawasan Hutan a. Sub Komponen : Sosialisasi Batas Kawasan Hutan Kegiatan sosialisasi batas kawasan hutan dimaksudkan untuk memberikan informasi publik mengenai perkembangan proses pengukuhan kawasan hutan (penunjukan, hasil tata batas dan hasil penyelesaian penetapan suatu kelompok hutan/areal kawasan hutan). Sosialisasi batas ini juga menjadi media untuk mendapatkan aspirasi, tanggapan dan masukan dari stakeholder mengenai hasil tata batas kawasan hutan yang dilakukan melalui forum diskusi dan tanya jawab, sehingga diperoleh kesepakatan dan kesepahaman bersama mengenai kawasan hutan. Tahapan pelaksanaan dari kegiatan ini antara lain : 1) Persiapan : a) Penyiapan bahan dan administrasi; b) Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan dan penetapan lokasi kegiatan; c) Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini antara lain : (1) Peta Kawasan Hutan (dan Perairan) Provinsi skala 1 : 250.000; (2) Peta hasil tata batas wilayah yang bersangkutan; (3) Peta Penetapan dan SK; (4) Bahan/tulisan/paper tentang Kawasan Hutan. Bahan-bahan yang digunakan disesuaikan dengan peraturan teknis bidang pengukuhan kawasan hutan. 2) Pelaksanaan : a) Koordinasi dan identifikasi peserta sosialisasi; b) Penyampaian materi sosialisasi batas kawasan hutan; c) Diskusi dan Tanya jawab. 3) Pelaporan : a) Penyusunan laporan sosialisasi; b) Penyampaian laporan sosialisasi kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Gubernur dan pihak-pihak terkait. b. Sub Komponen : Pengendalian Permasalahan Tenurial Kawasan Hutan Kegiatan identifikasi dan inventarisasi permasalahan kawasan hutan bermaksud untuk mengumpulkan informasi secara langsung di lapangan terhadap permasalahan tenurial kawasan hutan dan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan kawasan hutan yang terjadi di lapangan. c. Sub Komponen: Tindak Lanjut Permasalahan Tenurial Kawasan Hutan Kegiatan tindak lanjut permasalahan tenurial kawasan hutan dimaksudkan untuk menindaklanjuti permasalahan tenurial kawasan hutan dimaksudkan untuk menindaklanjuti permasalahan tenurial kawasan hutan yang muncul dengan melibatkan Pemerintah Daerah setempat. Tindak lanjut diperlukan: 1. Sebagai bahan untuk penyelesaikan hak-hak pihak ketiga di daerah. 2. Sebagai bahan untuk Panitia Tata Batas dalam rangka penyelesaian hak-hak pihak ketiga dalam proses penyelesaian tata batas. Tahapan ...
- 11 Tahapan pelaksanaan dari kegiatan ini adalah : 1) Persiapan a) Penyiapan bahan dan administrasi kegiatan b) Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan dan penetapan lokasi kegiatan, yang ditentukan secara disengaja (purposive sampling), dengan mempertimbangkan aspek terjadinya indikasi permasalahan hukum kawasan hutan. Informasi adanya indikasi permasalahan hukum kawasan hutan tersebut diperoleh melalui laporan dari masyarakat, kelompok, atau instansi serta informasi dari yang telah dikumpulkan oleh Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten. 2) Pelaksanaan a) Konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait pada tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Pada tingkat Kabupaten/Kota konsultasi diarahkan pada instansi Daerah dan UPT yang berada pada lokasi yang telah ditetapkan. b) Inventarisasi/survey lapangan Kegiatan inventarisasi dan identifikasi permasalahan kawasan hutan dalam satu lokasi dilakukan dalam dua tahap yaitu penggalian informasi di Kabupaten atau Lokasi yang telah ditetapkan selama 4 (empat) hari serta survey lapangan selama 7 (tujuh) hari. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi permasalahan kawasan hutan dilakukan oleh 4 (empat) orang yang terdiri dari 2 (dua) orang berasal dari Dinas Kehutanan Provinsi dan 2 (dua) orang dari Dinas Kehutanan kabupaten. Tenaga buruh sangat diperlukan dalam kegiatan survey langsung di lapangan terutama bila terkait dengan permasalahan tata batas kawasan hutan. Tenaga buruh yang diperlukan sedikitnya 7 (tujuh) orang. 3) Pelaporan a) Penyusunan laporan hasil dan inventarisasi permasalahan kawasan hutan b) Penyampaian laporan hasil dan inventarisasi permasalahan kawasan hutan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait. 2. Komponen : Fasilitasi Pengendalian Penggunaan Kawasan Hutan a. Sub Komponen : Monitoring Penggunaan Kawasan Hutan Kegiatan Monitoring penggunaan kawasan hutan dilakukan dalam rangka pembinaan agar pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan, dispensasi pinjam pakai kawasan hutan dan izin pinjam pakai kawasan hutan memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan. Tahapan pelaksanaan dari kegiatan ini meliputi : 1) Persiapan Tahapan dari kegiatan ini adalah dalam bentuk penyiapan bahan, pengumpulan data laporan penggunaan kawasan hutan dan data pendukung lainnya, koordinasi antar instansi terkait, pembentukan Tim Monitoring, dan penyiapan dokumentasi peninjauan lapangan. 2) Pelaksanaan Pemeriksaan lapangan untuk melakukan verifikasi data pemenuhan kewajiban yang sudah ada dibandingkan dengan kondisi lapangan. Dari perbandingan tersebut dilakukan penilaian sejauh mana pemenuhan kewajiban dilaksanakan. Dalam kegiatan ini juga dilakukan pembinaan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban. Pelaksanaan monitoring dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi urusan kehutanan dan dikoordinasikan oleh Dinas Provinsi yang membidangi urusan kehutanan. Tim ...
- 12 Tim Monitoring terdiri dari unsur : a) Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan, b) Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan, c) Badan/Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi lingkungan hidup, d) Perum Perhutani dalam hal berada dalam wilayah Kerja Perum Perhutani, serta e) Unsur terkait lainnya Waktu pelaksanaan monitoring adalah paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Detil lebih lanjut berpedoman pada peraturan perundangundangan yang berlaku lainnya yang terkait dengan IPPKH. 3) Pelaporan a) Hasil monitoring penggunaan kawasan hutan dituangkan dalam bentuk Berita Acara yang ditandatangani oleh tim monitoring yang diketahui oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan. b) Laporan hasil monitoring penggunaan kawasan hutan yang dilampiri Berita Acara dan dokumen pendukung lainnya disampaikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan kepada kepala Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan selanjutnya kepala Dinas Provinsi melaporkan kepada Menteri dan Gubernur, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. c) Petugas yang ditunjuk melakukan input data hasil monitoring penggunaan kawasan hutan ke dalam Aplikasi Sistem Monitoring Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan alamat http://www.dephut.go.id/monev/index.php/panel/login. b. Sub Komponen: Evaluasi Penggunaan Kawasan Hutan Kegiatan evaluasi penggunaan kawasan hutan dilakukan untuk menilai: 1) Pemenuhan kewajiban yang tercantum dalam persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan; dan 2) Pelaksanaan penggunaan kawasan hutan; Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perpanjangan, pengakhiran,pengembalian areal izin pinjam pakai kawasan hutan atau tindakan-tindakan koreksi termasuk sanksi. Tahapan pelaksanaan dari kegiatan ini meliputi: 1) Persiapan: Tahapan dari kegiatan ini adalah bentuk penyiapan bahan, pengumpulan data laporan penggunaan kawasan hutan dan data pendukung lainnya, koordinasi antar instansi terkait, pembentukan Tim Evaluasi, dan penyiapan dokumentasi peninjauan lapangan. 2) Pelaksanaan: Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh Tim yang dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan dengan anggota terdiri dari: a) Balai Pemantapan Kawasan Hutan; b) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai; c) Balai Pemanfaatan Hutan Produksi; d) Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan, e) Badan/Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi lingkungan hidup; f) Perum ...
- 13 f) Perum Perhutani dalam hal berada dalam wilayah kerja Perum Perhutani; g) Unsur terkait lainnya. Waktu pelaksanaan evaluasi penggunaan kawasan hutan adalah sebagai berikut: a) Dilaksanakan paling banyak 2(dua) kali dalam 5 (lima) tahun; atau b) Dalam rangka perpanjangan atau pengakhiran persetujuan prinsip atau dispensasi pinjam pakai kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan terdapat indikasi pelanggaran dan hal-hal tertentu lainnya. Detail lebih lanjut berpedoman pada peraturan perundangundangan yang berlaku lainnya yang terkait dengan IPPKH. 3) Pelaporan : a) Hasil evaluasi penggunaan kawasan hutan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara yang ditandatangani oleh Tim Evaluasi yang diketahui oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan; b) Laporan Hasil Evaluasi penggunaan kawasan hutan yang dilampiri Berita Acara dan dokumen pendukung lainnya disampaikan oleh Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Gubernur; c) Petugas yang ditunjuk melakukan input data hasil evaluasi penggunaan kawasan hutan ke dalam Aplikasi Sistem Monitoring Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan alamat http://www.dephut.go.id/monev/index.php/panel/login. 3. Komponen : Fasilitasi Inventarisasi Sumberdaya Hutan a. Sub Komponen : Penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) Provinsi. Penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan (NSDH) provinsi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi Sumber Daya Hutan di setiap provinsi pada kurun waktu 1 (satu) tahun. Hasil dari kegiatan ini adalah tersajinya data dan informasi dalam bentuk buku dan peta NSDH Provinsi terkini dan akurat yang menjadi salah satu bahan penyusunan NSDH Nasional. Tahapan pelaksanaan dari kegiatan ini meliputi : 1) Persiapan Penyusunan NSDH dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, pengolahan/analisis, penyusunan neraca, dan penyusunan peta tematik. Pengumpulan data dilakukan dengan sistem pendekatan data numerik dan atau spasial yang diperoleh dari daftar isian. Pengumpulan data SDH meliputi data primer dan data sekunder.Data primer dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan teknik penginderaan jauh atau terestris, sedangkan data sekunder dapat menggunakan data yang berada di BPKH/Dinas kehutanan Provinsi maupun berbagai instansi terkait di provinsi/kabupaten/kota. Pengolahan data/analisa dapat menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penyusunan buku NSDH berisikan data dan informasi kondisi awal dan perubahan dalam kurun waktu satu tahun dari waktu pelaksanaan penyusunan, sebagai contoh NSDH Tahun 2010 dilaksanakan pada kegiatan tahun 2011. 2) Pelaksanaan ...
- 14 2) Pelaksanaan Pelaksanaan dalam kegiatan penyusunan NSDH Provinsi adalah: a) Pembentukan Tim Pelaksana yang ditetapkan oleh Kepala instansi pelaksana kegiatan; b) Tim pelaksana menyiapkan data Neraca Sumber Daya Hutan tahun terakhir sebagai data saldo awal; c) Mengumpulkan data perubahan dari instansi terkait sesuai tugas dan fungsi (tupoksi) seperti Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, Pengelola Hutan (KPH, IUPHHK, HTR dan lain-lain) dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan di Provinsi tersebut sesuai format dalam lampiran petunjuk pelaksanaan ini termasuk peta lokasi perubahannya; d) Memberikan penjelasan terhadap instansi tersebut untuk keperluan data sesuai format dimaksud untuk tahun yang akan datang; e) Merekap data telah diperoleh dari berbagai instansi dan menganalisa data yang sama dari instansi berbeda untuk tidak terjadi pengulangan data pada format data untuk program NSDH(bila telah ada; f) Melaksanakan pengecekan terhadap data dan lokasi tersebut pada peta konsep yang telah disiapkan; g) Memasukan data pada program NSDH atau dilaksanakan secara manual dengan aplikasi program lain; h) Memasukan data lokasi perubahan pada peta dengan menggunakan sistim SIG atau secara manual (penggambaran manual); i) Mencetak hasil dari pengolahan data (program atau manual) untuk bahan penyusunan narasi; j) Penyusunan narasi buku NSDH berdasarkan data yang telah disiapkan; k) Menyelesaikan draf buku NSDH termasuk lampiran dan petanya untuk bahan pembahasan; l) Melaksanakan pembahasan dengan mengundang instansi pemberi data dan mengumpulkan koreksi untuk perbaikan penyusunan tersebut termasuk masa mendatang; m) Menyelesaikan buku NSDH termasuk lampiran dan peta setelah adanya koreksi dari hasil pembahasan; n) Menggandakan buku NSDH, lampiran dan peta sesuai kebutuhan. Tata waktu dalam kegiatan Penyusunan NSDH provinsi adalah : a) Pelaksanaan penyusunan NSDH dilakukan tahun berikutnya, seperti contoh NSDH tahun 2013 disusun pada tahun 2014; b) Waktu pelaksanaan penyusunan NSDH Provinsi adalah pada bulan Januari s/d September, dan pada Bulan Oktober telah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan up. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan sebagai salah satu bahan penyusunan NSDH Nasional. 3) Pelaporan : a) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan penyusunan NSDH provinsi disampaikan kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan; b) Buku NSDH Provinsi disampaikan kepada Eselon I Kementerian Kehutanan, Eselon II Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, Pemerintahan Provinsi, BAPPEDA, UPT Kementerian Kehutanan dan lain-lain. 4. Komponen ...
- 15 4. Komponen : Fasilitasi Pembangunan Wilayah Pengelolaan Hutan a) Sub Komponen : Sosialisasi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) I.Pendahuluan 1)
Latar Belakang Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diamanatkan dalam Pasal 17 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Unit pengelolaan ini selanjutnya disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pengaturan lebih lanjut mengenai pembangunan KPH juga tercantum dalam: a) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; b) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008; c) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; Pembangunan KPH terdiri dari tiga hal pokok, yaitu pembentukan wilayah KPH, pembentukan kelembagaan KPH dan penyusunan rencana pengelolaan. Pembentukan wilayah KPH telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan, sedangkan pembentukan kelembagaan KPH, khususnya organisasi KPHL dan KPHP, telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. Pembangunan KPH memerlukan keterlibatan berbagai pihak, terutama instansi kehutanan provinsi dan kabupaten/kota serta para pihak lainnya. Sementara itu pemahaman mengenai Kesatuan Pengelolaan Hutan oleh para pihak masih sangat terbatas, baik dalam arti cakupan para pihak yang memahami KPH masih terbatas maupun tingkat pemahaman yang belum memadai. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk dilaksanakan kegiatan Sosialisasi Pembangunan KPH di daerah dan di tingkat tapak.
2) Maksud dan Tujuan Maksud diadakannya kegiatan Sosialisasi Pembangunan KPH adalah untuk menginformasikan, mendiskusikan dan membangun kesepahaman mengenai pembangunan KPH dengan para pihak di daerah. Tujuan kegiatan adalah terwujudnya pemahaman tentang KPH diantara para pihak yang relevan dengan pengelolaan hutan dan terwujudnya dukungan dari para pihak terhadap pembangunan KPH. 3) Sasaran ...
- 16 3) Sasaran. Sosialisasi Pembangunan KPH dapat dilaksanakan di tingkat provinsi atau tingkat kabupaten/kota dan dilakukan di tingkat tapak. Bagi provinsi yang sudah pernah dilakukan sosialisasi KPH tingkat provinsi, sasaran sosialisasi adalah stakeholders di kabupaten/kota. Sasaran sosialisasi tingkat kabupaten/kota adalah kabupaten/kota yang sudah memiliki inisiatif dalam pembangunan KPH atau kabupaten yang perlu dorongan dalam pembentukan KPH. Sasaran Sosialisasi tingkat tapak adalah KPH sendiri terhadap instansi Kecamatan/Desa. II. Pelaksanaan Kegiatan. 1) Ruang Lingkup : Ruang lingkup kegiatan Sosialisasi Pembangunan KPH adalah : a) Kegiatan Administratif Kegiatan administratif yaitu meliputi penyiapan administrasi kegiatan dan administrasi keuangan. b) Rapat Persiapan : Rapat persiapan pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan di lingkup internal dinas yang membidangi urusan kehutanan provinsi/ UPTD. Dalam rapat ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan sosialisasi seperti penentuan waktu dan tempat penyelenggaraan, materi sosialisasi, peserta, penyaji materi, moderator, narasumber, kesiapan administrasi kegiatan, dsb. c) Perjalanan Dinas : a. Perjalanan Dinas Petugas Provinsi ke Kabupaten/Kota Perjalanan dinas ini dilaksanakan apabila sosialisasi dilaksanakan di kabupaten/kota. Petugas yang melaksanakan perjalanan dinas adalah pejabat provinsi dan atau personil lain yang akan bertindak sebagai penyaji materi/narasumber/ moderator dan petugas pelaksana kegiatan sosialisasi. b. Perjalanan Narasumber Perjalanan dinas dilaksanakan oleh penyaji materi atau narasumber yang berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau instansi lain (Perguruan Tinggi, Kemendagri, UPT Kementerian Kehutanan, dsb.). d) Pelaksanaaan Pertemuan dalam rangka Sosialisasi Kegiatan ini merupakan pertemuan untuk menyampaikan materi sosialisasi berkaitan dengan pembangunan KPH, dilanjutkan dengan diskusi untuk memperluas dan memperdalam pemahaman materi sosialisasi. III. Materi Sosialisasi Materi sosialisasi disesuaikan dengan fase kemajuan pembangunan KPH di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Secara garis besar terdapat fase pembangunan KPH di daerah, walaupun seringkali ketiga fase ini tidak dapat dibedakan secara tegas - yakni fase pengenalan kebijakan pembangunan KPH, fase pelaksanaan pembangunan KPH dan fase operasionalisasi KPH. Tiap fase memiliki titik berat materi yang berbeda. Dalam fase pengenalan, titik berat materi menyangkut aspek filosofi KPH, pengertian KPH, landasan hukum dan kebijakan pembangunan KPH.
Titik ...
- 17 Titik berat materi dalam fase pelaksanaan pembangunan KPH adalah proses pembentukan KPH, kriteria wilayah KPH dan kelembagaan KPH (organisasi, SDM, pendanaan, aturan main, dsb.); sedangkan dalam fase operasionalisasi KPH titik berat materi adalah arah pengelolaan suatu KPH, bentuk-bentuk pemanfaatan hutan dalam KPH, partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan hutan, pembagian peran dan manfaat diantara stakeholders, dsb. Namun demikian tetap dimungkinkan adanya intersection materi diantara ketiga fase tersebut. IV. Peserta Dalam sosialisasi tingkat provinsi, peserta yang diharapkan hadir adalah wakil dari instansi terkait di tingkat provinsi dan instansi yang mengurus kehutanan di tingkat kabupaten/kota dan stakeholders lainnya yang relevan. Sedangkan sosialiasi di tingkat kabupaten/kota, peserta terdiri dari instansi terkait di tingkat kabupaten, camat yang wilayahnya terdapat kawasan hutan, dan stakeholders lainnya yang relevan. Serta sosialisasi tingkat tapak peserta terdiri dari instansi Desa dan stakeholders lainnya yang relevan. V. Waktu Pelaksanaan Pertemuan dalam rangka sosialisasi dilaksanakan selama 1 (satu) hari. VI. Pelaporan Penyampaian laporan sosialisasi kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Gubernur dan pihak-pihak terkait. Laporan sosialisasi pembangunan KPH disusun dengan outline sebagai berikut : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan II. PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1. Dasar Pelaksanaan 2.2 Waktu, Tempat dan Peserta 2.3. Materi Sosialisasi III. HASIL PELAKSANAAN Hasil pelaksanaan memuat hasil diskusi dalam proses sosialisasi IV. KESIMPULAN DAN SARAN b. Sub Komponen : Penyiapan Kelembagaan KPH I. Pendahuluan 1) Latar Belakang Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diamanatkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Unit pengelolaan ini selanjutnya disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pengaturan lebih lanjut mengenai pembangunan KPH juga tercantum dalam : a) Peraturan ...
- 18 a) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; b) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; c) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pembangunan KPH terdiri dari tiga hal pokok, yaitu pembentukan wilayah KPH, pembentukan kelembagaan KPH dan penyusunan rencana pengelolaan. Pembentukan wilayah KPH telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan, sedangkan pembentukan kelembagaan KPH, khususnya organisasi KPHL dan KPHP, telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. KPH terdiri dari KPHK (Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi), KPHL (Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung) dan KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi). Tanggung jawab pengelolaan KPHK adalah Pusat, sedangkan tanggung jawab pengelolaan KPHL dan KPHP adalah pemerintah provinsi apabila wilayah KPHL dan KPHP lintas kabupaten/kota, dan pemerintah daerah kabupaten/kota apabila wilayah KPHL dan KPHP berada dalam kabupaten/kota. Sejalan dengan hal ini maka tanggung jawab pembentukan organisasi KPHL dan KPHP adalah pemerintah provinsi apabila wilayah KPHL/KPHP lintas kabupaten/kota dan pemerintah kabupaten/kota apabila wilayah KPHL/KPHP berada dalam satu kabupaten/kota. Untuk mendorong terwujudnya KPH riil di tingkat tapak, dalam arti terdapat kepastian areal pengelolaan KPH, kelembagaan KPH dan aktifitas pengelolaan di lapangan, Pemerintah melaksanakan fasilitasi pembangunan KPH yang kegiatannya dilaksanakan oleh Pusat maupun Daerah dalam bentuk kegiatan dekonsentrasi. Salah satu kegiatan Fasilitasi Pembangunan KPH yang berada di daerah/provinsi adalah Penyiapan Kelembagaan KPH. 2) Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan penyiapan kelembagaan KPH adalah menyediakan hasil draft Peraturan Gubernur/Bupati/ Walikota atau draft Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam rangka pembentukan kelembagaan KPHL atau KPHP di daerah. Tujuannya adalah agar pembentukan kelembagaan yang dilaksanakan daerah dapat menghasilkan kelembagaan KPHL dan KPHP yang efektif dalam melaksanakan tugas pengelolaan hutan. 3) Sasaran. Sasaran/obyek penyiapan kelembagaan adalah unit KPHL atau KPHP di dalam Provinsi. Unit yang dipilih dapat berupa unit yang wilayahnya lintas kabupaten/kota ataupun yang berada di dalam suatu kabupaten/kota. 4) Output. Output yang diharapkan adalah draft Peraturan Gubernur/ Bupati/Walikota atau draf Peraturan Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota tentang pembentukan organisasi KPH. II.
Ruang ...
- 19 II. Ruang Lingkup. Ruang lingkup kegiatan Penyiapan Kelembagaan KPH meliputi dua kegiatan pokok, yaitu : 1) Pengumpulan data informasi dan koordinasi; Pengumpulan data informasi dan koordinasi merupakan persiapan pembentukan kelembagaan KPH. 2) Rapat Pembahasan Penyiapan Kelembagaan KPH. Pada rapat pembahasan penyiapan kelembagaan KPH materi utama diberikan oleh akademisi atau narasumber setempat yang kompeten dalam bidang organisasi pemerintah daerah. Selain materi utama, materi lainnya yang perlu disampaikan adalah Kebijakan Pembangunan KPH. III. Pelaksanaan Kegiatan. 1) Persiapan Administrasi Persiapan administrasi yang perlu disiapkan berupa : a) adminstrasi berkaitan dengan rapat-rapat dan Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan (TOR) untuk melaksanakan kajian kelembagaan KPH dengan mengacu kepada Petunjuk Pelaksanaan ini; b) Kelengkapan administrasi berkaitan dengan narasumber (Undangan); c) Kelengkapan administrasi berkaitan dengan kegiatan rapat pembahasan penyiapan kelembagaan KPH; d) Kelengkapan perjalanan dinas. 2) Pelaksanaan a) Pengumpulan data informasi Pengumpulan data informasi merupakan persiapan untuk membahas rencana pelaksanaan kegiatan penyiapan kelembagaan KPH. b) Koordinasi dan Konsultasi. Koordinasi kegiatan dengan instansi/pihak terkait (dinas kehutanan kabupaten/kota dimana wilayah KPH berada, BPKH (bila di provinsi tersebut terdapat BPKH), sekretariat daerah, perguruan tinggi dan tenaga ahli). Dalam hal KPH yang dipersiapkan kelembagaannya merupakan wilayah KPH suatu kabupaten/kota maka koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota harus dilakukan secara lebih intensif. c) Undangan Narasumber. Pemateri penyiapan kelembagaan KPH adalah akademisi atau narasumber setempat yang kompeten dalam bidang organisasi pemerintah daerah. d) Rapat Pembahasan Penyiapan Kelembagaan KPH. Apabila KPH yang dipersiapkan kelembagaannya merupakan KPH provinsi (wilayahnya lintas kabupaten/ kota), rapat pembahasan dilaksanakan di provinsi; sedangkan apabila KPH tersebut merupakan KPH kabupaten/kota (wilayahnya berada di dalam suatu kabupaten/kota), rapat pembahasan dilaksanakan di kabupaten/kota. Peserta rapat pembahasan penyiapan kelembagaan KPH terdiri dari stakeholder setempat yang kompeten dalam bidang organisasi pemerintah daerah (Biro Organisasi Setda, Bappeda, Komisi yang membidangi kehutanan di DPRD, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kehutanan, UPT Kementerian Kehutanan terkait, pelaku usaha pemanfaatan hutan di dalam wilayah KPH, LSM setempat dan tokoh masyarakat). 3) Pembiayan ...
- 20 3) Pembiayaan. Biaya kegiatan penyiapan Kelembagaan KPH menggunakan dana dekonsentrasi yang berada pada DIPA Dinas yang membidangi urusan kehutanan di provinsi atau UPT Dinas tersebut apabila kegiatan berada pada DIPA UPT Dinas. 4) Pelaporan. Tiap komponen kegiatan berupa perjalanan dinas, pengumpulan data informasi dan rapat pembahasan penyiapan kelembagaan KPH dibuat laporannya. Laporan akhir rapat pembahasan penyiapan kelembagaan KPH disusun oleh Kepala Dinas yang membidangi urusan kehutanan di provinsi yang mendapat dana dekonsentrasi.
B. BIDANG ...
- 21 B. BIDANG BINA USAHA KEHUTANAN 1. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Tertib Peredaran Hasil Hutan dan Iuran Kehutanan a. Sub Komponen : Rekonsiliasi PNBP 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk mengoptimalkan penerimaan iuran kehutanan (PNBP sektor kehutanan), dan tujuannya adalah memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan penatausahaan iuran kehutanan berjalan tertib sehingga mampu mendukung target peningkatan PNBP sebesar 4%. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan Output kegiatan berupa laporan optimalisasi PNBP dari Investasi Pemanfaatan Hutan guna mendukung target peningkatan PNBP darin investasi pemanfaatan hutan produksi sebesar 4%. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pemeriksaan/pengawasan, pengendalian, fasilitasi, pelatihan, penyusunan rencana, sosialisasi, bimbingan teknis, dan penyuluhan. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Bimbingan Teknis Tata Usaha PSDH dan DR; b) Sosialisasi/Temu Wicara; c) Optimalisasi PNBP/Pengawasan dan Pengendalian Iuran Kehutanan; d) Rekonsiliasi PNBP; e) Tindak lanjut LHP PSDH dan DR. b. Sub Komponen : Pembinaan dan Pengendalian Peredaran Hasil Hutan 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk tertibnya penatausahaan hasil hutan dengan menggunakan teknologi sistem informasi secara online, dan tujuannya adalah memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kegiatan peredaran hasil hutan berjalan secara tertib sesuai dengan aturan yang berlaku. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan Output kegiatan berupa Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bidang Peredaran Hasil Hutan dalam implementasi SIM PUHH online dan tertib peredaran hasil hutan. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pemeriksaan/pengawasan, pengendalian, fasilitasi, pelatihan, penyusunan rencana, sosialisasi, bimbingan teknis, dan penyuluhan. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Pengendalian Peredaran Hasil Hutan dan Penertiban Hasil Hutan Ilegal; b) Pembinaan dan Penertiban Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH); c) Bimbingan Teknis Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan; d) Implementasi Sistem Informasi Manajemen Penatausahaan Hasil Hutan (SIM-PUHH) online; e) Pembekalan operator SIM-PUHH Online. c.Sub Komponen ...
- 22 c.
Sub Komponen : Bimbingan Teknis Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan dan Iuran Kehutanan. 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk melaksanakan pembinaan terhadap WASGANISPHPL yang ditugaskan sebagai Petugas/Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan, dan tujuannya adalah meningkatkan kompetensi teknis WASGANISPHPL berkenaan dengan kegiatan penatausahaan hasil hutan, dan meningkatkan profesionalitas dan independensi WASGANISPHPL dalam melaksanakan tugas penatausahaan hasil hutan. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan Output berupa laporan pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis Pejabat penatausahaan hasil hutan dan iuran kehutanan. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa seminar, sosialisasi, pembekalan, pembinaan, pengendalian, fasilitasi, pengembangan, pemberdayaan dan pemberian tunjangan. 4) Metode pelaksanaan dapat dilakukan secara swakelola. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan memerlukan penyediaan barang/jasa oleh pihak ketiga, pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga. 5) Ruang Lingkup Kegiatan : Pelaksanaan kegiatan WASGANISPHPL yang ditugaskan sebagai Petugas Pengesah Laporan Hasil Produksi (P2LHP/P2LPKHP), Penerbit SKSKB, P3KB dan Pejabat Penagih PSDH/DR/PNT, kegiatan bimbingan teknis Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan dilaksanakan melalui kegiatan : a) Seminar/sosialisasi/diskusi/pembekalan dengan melibatkan WASGANISPHPL yang ditugaskan dalam kegiatan penatausahaan hasil hutan; b) Pemeriksaan/uji petik pelaksanaan tugas Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan; c) Penempatan WASGANISPHPL sebagai PUHH; d) Pemberian tunjangan Pejabat PUHH.
d.
Sub Komponen: Sosialisasi Peraturan Bidang Peredaran Hasil Hutan dan Iuran Kehutanan. 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholder di daerah mengenai perubahan terbaru tentang peraturan perundangan dan kebijakan bidang peredaran hasil hutan dan iuran kehutanan, dan tujuannya adalah sebagai pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan penatausahaan hasil hutan dan iuran kehutanan oleh pejabat pada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten dan KPH. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan Output berupa peningkatan tertib peredaran hasil hutan dan peningkatan penerimaan iuran kehutanan. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa ceramah dan diskusi dengan narasumber. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan Sistem Kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 2. Komponen ...
- 23 2. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Usaha Hutan Alam. a. Sub Komponen : Pembinaan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan Alam 1) Maksud kegiatan ini adalah melakukan pembinaan terhadap pengelolaan hutan produksi alam yang dikelola oleh Unit Manajemen IUPHHK-HA dalam rangka mewujudkan peningkatan kinerja pengelolaan hutan alam lestari sesuai aturan yang berlaku, dan tujuannya adalah : a) Membina dan mengawasi pelaksanaan produksi hasil hutan kayu oleh Unit Manajemen IUPHHK; b) Membina dan mengendalikan pelaksanaan pengelolaan hutan produksi lestari untuk mencapai sertifikasi PHPL dan Legalitas Kayu. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output kegiatan berupa Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bidang Usaha Hutan Alam Produksi guna mendukung target peningkatan produksi kayu sebesar 7 Juta M3 dan peningkatan sertifikasi PHPL pada unit management IUPHHK-HA sebesar 8 Unit. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, fasilitasi, penyusunan rencana, verifikasi, bimbingan teknis. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Pembinaan dan Pengendalian Produksi Hutan Alam; b) Pembinaan dan Pengendalian Kinerja Usaha Pemanfaatan Hutan Alam (Action Plan PHAPL); c) Pembinaan Pelaksanaan Rencana Kerja IUPHHK HA/IPK; d) Identifikasi Kawasan Hutan Produksi yang tidak dibebani hak; e) Pengembangan Database dan Pengawasan; b. Sub Komponen : Pengembangan Implementasi Sistem Produk Kayu Pada Hutan Alam On Line Pada IUPHHKHA/RE dan Pada KPHP/KPHL (SIPHAO) 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk membangun database sistem dan pengendalian produksi kayu bulat dari Unit Manajemen IUPHHK HA/RE dan KPHP/KPHL secara online dengan menggunakan teknologi sistem informasi, dan tujuannya adalah pengendalian produksi kayu bulat dari pemanfaatan hutan alam oleh Unit Manajemen IUPHHK HA/RE. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan Output berupa Implementasi Sistem Produksi Kayu Bulat dari Pemanfaatan Hutan Alam secara Online oleh Unit Manajemen IUPHHK HA/RE dan KPHP/KPHL. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengendalian, fasilitasi, pelatihan, verifikasi data, sosialisasi, dan bimbingan teknis. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Implementasi Sistem Produksi Kayu Bulat Hutan Alam Online (SIPHAO); b) Pembekalan Operator SIPHAO; c) Bimbingan Teknis Implementasi SIPHAO. a. Sub Komponen ...
- 24 a. Sub Komponen : Fasilitasi Penyelesaian Konflik dan Kemitraan Pada IUPHHK-HA/RE dan KPH 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi unit manajemen IUPHHK HA/RE dalam penyelesaian konflik terkait dengan kegiatan pemanfaatan hutan alam, dan tujuannya adalah mengurangi terjadinya konflik pada areal kerja IUPHHK HA/RE guna meningkatkan produksi kayu bulat dari pemanfaatan hutan alam oleh Unit Manajemen IUPHHK-HA/RE. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output berupa: Meningkatnya produksi kayu bulat dari pemanfaatan hutan alam dari IUPHHK-HA/RE dan KPHP/KPHL sebesar 7 Juta M3. 3) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan Sistem Kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 4) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi : a) Identifikasi Konflik pada Unit Manajemen IUPHHK-HA/RE; b) Rapat Koordinasi dengan Stakeholder terkait; c) Fasilitasi Kemitraan masyarakat dengan IUPHHK-HA/RE; d) Sosialisasi penyelesaian konflik 1. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Usaha Hutan Tanaman. a. Sub Komponen : Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat 1) Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan pembinaan pengelolaan hutan produksi oleh IUPHHK-HT dalam rangka mewujudkan peningkatan kinerja pengelolaan hutan lestari serta mendorong peningkatan pembangunan hutan tanaman (HTI dan HTR), dan tujuannya adalah : a) Membina dan mengawasi pemegang IUPHHK-HT dalam pelaksanaan kegiatan menuju sertifikasi PHPL; b) Membina dan mengawasi pelaksanaan penanaman pada areal IUPHHK HT baik HTI maupun HTR. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output kegiatan berupa penambahan luas areal ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman rakyat seluas 50.000 ha. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, fasilitasi, pengembangan, bimbingan teknis, dan pemberdayaan. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi : a) Pengembangan/Pembangunan HTR; b) Identifikasi/Penyiapan Calon Areal HTI dan HTR; c) Sosialisasi/Peningkatan Kapasitas/Pendampingan HTR; d) Pengembangan Kemitraan HT. b. Sub Komponen : Pembinaan dan Pengendalian Kinerja Pembangunan Hutan Tanaman 1) Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan pembinaan pengelolaan hutan produksi oleh IUPHHK-HT dalam rangka mewujudkan peningkatan kinerja pengelolaan hutan lestari serta mendorong peningkatan pembangunan hutan tanaman, dan tujuannya adalah : a) Membina dan mengawasi pemegang IUPHHK-HT dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan tanaman; b) Membina ...
- 25 -
2) 3) 4) 5)
b) Membina dan mengawasi pelaksanaan penanaman dan produksi kayu pada areal IUPHHK HTI. Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output berupa peningkatan produksi kayu dari hutan tanaman sebesar 26 Juta M3. Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, fasilitasi, bimbingan teknis, dan pemberdayaan. Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun oleh Dinas Provinsi. Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Pembinaan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja IUPHHK HT; b) Fasilitasi IUPHHK HT; c) Pengembangan Kemitraan HT.
2. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Perencanaan Pengelolaan Hutan Produksi. a. Sub Komponen : Pembinaan Produksi HHBK dari Izin Pemungutan HHBK 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk mempercepat terwujudnya penataan hutan produksi dalam bentuk unit-unit pemanfaatan HHBK, dan tujuannya adalah : a) Mengawasi pemanfaatan hutan produksi untuk HHBK; b) Fasilitasi kelembagaan HHBK;. c) Penyiapan areal dan unit kelola usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output kegiatan berupa Laporan Fasilitasi Pembinaan Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu guna peningkatan produksi HHBK/Jasa lingkungan. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, fasilitasi, identifikasi, sosialisasi, dan monitoring. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan Sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Pemantauan Pemanfaatan HHBK; b) Penyiapan areal dan unit kelola HHBK; c) Identifikasi sebaran potensi HHBK; d) Monitoring data produksi HHBK. 3. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Industri Primer Kehutanan a. Sub Komponen : Pembuatan Peta Sebaran Industri Primer Hasil Hutan Kayu Kapasitas izin > 2.000 m3/th 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk mendorong restrukturisasi dan rasionalisasi industri kehutanan yang berorientasi pada ketersediaan bahan baku, melalui pemetaan sebaran dan kondisi aktifitas industri primer hasil hutan sebagai database pengembangan industri kehutanan, dan tujuannya adalah : a) Pembinaan dan pengendalian industri primer kehutanan; b) Pembinaan dan pengendalian peningkatan kinerja industri kehutanan. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output berupa peta sebaran Industri Primer Hasil Hutan kaitannya dengan Sebaran Bahan Baku Kayu Bulat di 34 Provinsi. 3) Teknis ...
- 26 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengedalian, monitoring dan evaluasi, pemantauan. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Monev dan Pembinaan Kinerja Industri Primer Hasil Hutan; b) Fasilitasi Perizinan IUIPHHK; c) Restrukturisasi/Revitalisasi IUIPHHK (Pemolaan Industri Primer Hasil Hutan); d) Pemetaan Sebaran Industri Primer Hasil Hutan. b. Sub Komponen : Penyusunan Profil IPHHK dan Sumber Bahan Baku Kapasitas Izin > 2.000 m3/th 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk mendorong restrukturisasi dan rasionalisasi industri kehutanan yang berorientasi pada ketersediaan bahan baku, melalui penyusunan profil IPHHK dan sumber bahan baku, dan tujuannya adalah pembinaan dan pengendalian izin industri primer kehutanan. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output berupa tersusunnya profil Izin Industri Primer Hasil Hutan Kayu dan sumber bahan baku pada 34 provinsi. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, monitoring, dan evaluasi, pemantauan, fasilitasi, dan sosialisasi. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. c. Sub Komponen : Pembinaan dan Pengendalian Pemenuhan Bahan Baku Industri Hasil Hutan 1) Maksud kegiatan ini adalah untuk mendorong restrukturisasi dan rasionalisasi industri kehutanan yang berorientasi pada ketersediaan bahan baku, peningkatan efisiensi penggunaan bahan baku, produk yang bernilai tinggi dan pemasaran yang kompetitif dan mampu bersaing di pasar global, dan tujuannya adalah : a) Pembinaan dan pengendalian pemenuhan bahan baku oleh industri kehutanan; b) Pembinaan dan pengendalian efisiensi penggunaan bahan baku industri. 2) Kegiatan ini diarahkan untuk menghasilkan output kegiatan berupa meningkatnya Implementasi RPBBI online pada Industri Primer Hasil Hutan Kayu di 34 Provinsi. 3) Teknis pelaksanaan kegiatan dapat berupa koordinasi, konsultasi, supervisi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, monitoring dan evaluasi, pemantauan, fasilitasi, dan sosialisasi. 4) Metode pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan sistem kontraktual oleh pihak ketiga maupun swakelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi. 5) Ruang Lingkup Kegiatan meliputi: a) Monev, Pembinaan dan Pengendalian Bahan Baku dan Produk Industri Hasil Hutan; b) Monev dan Pembinaan Kinerja Industri Primer Hasil Hutan; c) Monitoring Potensi Bahan Baku Kayu Hutan Rakyat/Lahan Masyarakat/Perkebunan. d. Sub Komponen ...
- 27 d. Sub Komponen : Pemantauan Pemasaran Hasil Hutan 1) Saat ini ekspor beberapa jenis produk industri kehutanan telah diwajibkan menggunakan Dokumen V-Legal sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 64/M-DAG/PER/ 10/2012 jo. Nomor: 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Di dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut ditetapkan kewajiban menggunakan Dokumen V-Legal untuk produk industri kehutanan mulai 1 Januari 2013 sebanyak 26 kode HS, sedangkan mulai tanggal 1 Januari 2015 sebanyak 14 kode HS (total 40 kode HS). Industri yang dapat melaksanakan ekspor adalah industri yang sudah mempunyai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) atau ETPIK Non-Produsen (pedagang ekspor). Setelah krisis tahun 1997 kontribusi ekspor produk industri kehutanan mengalami penurunan dan pada tahun 2010 menjadi sekitar 6% dimana sebelumnya mencapai 16% dari total ekspor Indonesia. Penurunan kontribusi ekspor dari produk industri kayu, karena adanya hambatan pasokan bahan baku. Sementara keberlanjutan industri kehutanan sangat tergantung pada keberlangsungan pasokan bahan baku terutama kayu yang berasal dari hutan alam. Sejak era reformasi, illegal logging dan ilegal trade marak terjadi, sehingga mengakibatkan pasikan bahan baku ke industri terganggu. Selain itu produk industri kehutanan dari Indonesia dianggap sebagi produk yang ilegal dan merusak lingkungan. Kondisi ini menuntut perlu segara dilakukan perbaikan tata kelola di bidang kehutanan (forestry good governance) untuk menjamin kelestarian hutan dan produk hasil hutan di Indonesia. Disaat yang sama kecendrungan peningkatan penggunaan produk kayu yang berasal dari sumber yang legal dan dikelola secara ramah lingkungan mulai terjadi di Pasar Internasional, diantaranya dengan terbitnya EU Timber Regulation Nomor 995/2010 yang sudah mulai diberlakukan pada tanggal 3 Maret 2013, Australis Illegal Logging Prohibition Act (AILPA) yang akan berlaku pada tanggal 30 November 2014, serta Lacey Act oleh Amerika Serikat. Ekspor produk industri kehutanan saat ini dapat dipantau melalui sistem SILK online yang terintegrasi dengan sistem INATRADE di Kementerian Perdagangan dan Indonesia National Single Window (INSW) di Ditjen Bea dan Cukai. Dalam waktu dekat pasar dalam negeri juga menuntut produk kayu dengan bahan baku legal dengan diberlakukannya Green Pocurement Policy (GPP). Regulasi GPP saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah dibahas lintas kementerian/ lembaga. Saat ini informasi pemasaran produk industri kehutanan dalam negeri belum dapat dipantau secara online, sehingga informasi dan laporan dari BP2HP dan Dinas Kehutanan Provinsi yang membidangi kehutanan sangat diperlukan untuk melengkapi kebijakan di pusat. Beberapa data dan informasi pemasaran dalam negeri yang diperlukan, antara lain: jenis produk, volume, tujuan pemasaran, dan harga produk. 2) Tujuan kegiatan pemantauan pemasaran hasil hutan adalah untuk memantau pemasaran hasil hutan dalam negeri, khususnya terkait dengan data-data pemasaran hasil hutan dalam negeri, antara lain: jenis produk industri kehutanan yang dipasarkan, volume produk, tujuan pemasaran, harga produk, serta data dan informasi terkait lainnya. 3) Persiapan ...
- 28 3) Persiapan a) Penyiapan bahan pendukung kegiatan (ATK); b) Pembahasan rencana pelaksanaan kegiatan. 4) Pelaksanaan a) Pelaksanaan pemantauan pemasaran hasil hutan di masingmasing unit manajemen dan kabupaten/kota; b) Pembahasan hasil pelaksanaan pemantauan pemasaran hasil hutan. 5) Pelaporan a) Menyusun laporan pemantauan pemasaran hasil hutan secara rutin setiap triwulan; b) Laporan disampaikan maksimal tanggal 10 setelah selesai triwulan yang akan dilaporkan; c) Laporan disampaikan kepada Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Ditjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan dengan tembusan Kepala BP2HP terkait.
C. BIDANG ...
- 29 C. BIDANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM 1. Komponen : Fasilitasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan a. Sub Komponen : Penanganan Konflik Satwa dan Tekanan Pada Kawasan Konservasi Secara Litigasi 1) Persyaratan Teknis. Kegiatan meningkatkan pengamanan kawasan hutan, hasil hutan dan jaminan terhadap hak negara atas hutan yang dilaksanakan melalui upaya-upaya menekan illegal logging, perambahan kawasan konservasi, perburuan, perdagangan dan peredaran hasil hutan illegal serta tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. 2) Bentuk dan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan. a) Penyelesaian kasus tindak pidana kehutanan (illegal logging, perambahan, penambangan illegal dan kebakaran) dilakukan melalui tahapan kegiatan berupa pengumpulan barang bukti, operasi pengamanan hutan, penyelesaian perkara tindak pidana kehutanan, koordinasi dengan instansi penegak hukum, penyuluhan peraturan perundangan-undangan tindak pidana kehutanan; b) Penguatan kapasitas sumber daya manusia pengamanan hutan dilakukan melalui tahapan kegiatan berupa penyegaran polisi hutan dengan keahlian penanganan kasus tindak pidana kehutanan, penyuluhan dan sosialisasi perundang-undangan tindak pidana kehutanan. 3) Sasaran Lokasi. Lokasi penyelenggaraan kegiatan Penyidikan dan Pengamanan Hutan dilakukan di kawasan konservasi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, seperti Hutan Lindung, Taman Hutan Raya dan Hutan Kota serta kawasan disekitar hutan. b. Sub Komponen : Patroli Pengamanan Hutan. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk menjaga keamanan kawasan hutan dari berbagai bentuk ancaman dan gangguan. Tujuan : a) Menjaga kawasan hutan dari berbagai macam bentuk gangguan dan ancaman; b) Mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran dan tindak pidana kehutanan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di sekitar dan di dalam kawasan hutan. 3) Output. Laporan hasil pelaksanaan patroli pengamanan hutan. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan personil pelaksana kegiatan patroli; b) Persiapan peralatan dan sarana patroli pengamanan hutan; c) Penetapan lokasi patroli pengamanan; d) Pelaksanaan patroli pengamanan kawasan hutan; e) Pelaporan hasil kegiatan. 5) Teknis Pelaksana. a) Penyusunan rencana patroli pengamanan hutan mencakup lokasi, jumlah personil dan biaya; b) Persiapan peralatan patroli, bahan makanan, sarana dan prasarana pendukung kegiatan patroli (terestrial maupun perairan); c) Pelaksanaan ...
- 30 d) Pelaksanaan kegiatan patroli pengamanan oleh Polisi Kehutanan (jumlah personel dan durasi patroli menyesuaikan lokasi); e) Penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan patroli dan rekomendasi tindak lanjut. c. Sub Komponen : Operasi Fungsional. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk menghentikan tindak kejahatan kehutanan yang sedang terjadi oleh Polisi Kehutanan Tujuan : a) Melakukan kegiatan represif terhadap suatu tindak kejahatan kehutanan; b) Menangkap dan mengamankan pelaku dan bahan bukti tindak kejahatan kehutanan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di lokasi terjadinya tindak kejahatan kehutanan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. 3) Output. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan operasi represif pengamanan hutan 4) Ruang Lingkup. a) Penetapan target operasi fungsional; b) Penyusunan rencana operasi fungsional; c) Persiapan peralatan dan sarana operasi fungsional; d) Pelaksanaan operasi fungsional; e) Pelaporan hasil kegiatan. 5) Teknis Pelaksana. a) Penetapan target operasi; b) Penyusunan rencana operasi fungsional pengamanan hutan yang mencakup lokasi, jumlah personil dan biaya; c) Persiapan peralatan operasi, bahan makanan, sarana dan prasarana pendukung kegiatan patroli (terestrial maupun perairan); d) Pelaksanaan kegiatan operasi fungsional pengamanan oleh Polisi Kehutanan (Jumlah personel dan durasi patroli menyesuaikan lokasi); e) Penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan operasi fungsional. d. Sub Komponen : Operasi Gabungan. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud: untuk menghentikan tidak kejahatan kehutanan yang sdang terjadi. Operasi Gabungan ini dilakukan oleh instansi terkait (Kepolisian, TNI, Kejaksaan, dll). Tujuan : a) Melakukan kegiatan represif gabungan terhadap suatu tindak kejahatan kehutanan; b) Menangkap dan mengamankan pelaku dan bahan bukti tindak kejahatan kehutanan; c) Meningkatkan kerjasama dengan instansi penegak hukum terkait lainnya. 2) Sasaran. Dilaksanakan di lokasi terjadinya tindak kejahatan kehutanan baik di dalam maupun diluar kawasan hutan. 3) Output. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan operasi represif gabungan pengamanan hutan. 4) Ruang ...
- 31 4) Ruang Lingkup. a) Penetapan target operasi gabungan; b) Penyusunan rencana operasi gabungan; c) Persiapan personil pelaksana kegiatan operasi gabungan; d) Persiapan peralatan dan sarana operasi gabungan; e) Pelaksanaan operasi gabungan; f) Pelaporan hasil kegiatan. 5) Teknis Pelaksana. a) Penetapan target operasi gabungan; b) Penyusunan rencana oprasi gabungan pengamanan hutan bersama instansi terkait (kepolisian, TNI, Kejaksaan, dll) yang mencakup lokasi, jumlah personil, dan biaya; c) Persiapan peralatan operasi, bahan makanan, sarana dan prasarana pendukung kegiatan patroli (terestrial maupun perairan); d) Pelaksanaan kegiatan operasi gabungan pengamanan oleh Polisi Kehutanaan, Kepolisian RI, TNI, Kejaksaan, dll (Jumlah personel dan durasi patroli menyesuaikan lokasi); e) Penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan operasi gabungan. e. Sub Komponen : Pengumpulan Bahan dan Keterangan. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : Tersedianya data dan informasi untuk menyelesaikan tindak kejahatan kehutanan yang terjadi. Tujuan : a) Melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terkait suatu tindak pidana kejahatan kehutanan yang terjadi; b) Pengumpulan data dan informasi pendukung penyelesaian kasus tindak kejahatan kehutanan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di lokasi terjadinya tindak kejahatan kehutanan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan 3) Output. a) Berkas bahan dan keterangan suatu tindak pidana kehutanan; b) Laporan pelaksanaan kegiatan pulbaket. 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana pulbaket; b) Persiapan personil pelaksana kegiatan pulbaket; c) Persiapan peralatan dan sarana pulbaket; d) Pelaksanaan pulbaket; e) Penyusunan laporan. 5) Teknis Pelaksana. a) Rapat persiapan kegiatan pulbaket; b) Penyiapan personel pelaksana kegiatan pulbaket; c) Penyiapan sarana prasarana pelaksanaan kegiatan pulbaket termasuk sewa kendaraan, biaya pembelian informasi, dan dokumentasi; d) Pelaksanaan pulbaket ke lokasi tindak kejahatan kehutanan dan sekitarnya; e) Pembelian informasi dan diskusi dengan informan; f) Penyusunan laporan dan pemberkasan hasil pelaksanaan kegiatan pulbaket. f. Sub Komponen: Operasi Yustisi. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : Untuk menyelesaikan tindak kejahatan kehutanan yang terjadi sampai dengan P.21. Tujuan : ...
- 32 Tujuan : a) Melakukan penegakan hukum yustisi terhadap suatu tindak pidana kejahatan kehutanan; b) Melakukan proses hukum terhadap pelaku dan bahan bukti tindak kejahatan kehutanan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di lokasi terjadinya tindak kejahatan kehutanan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. 3) Output. Laporan dan berkas perkara suatu tindak pidana kehutanan 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana operasi yustisi; b) Persiapan personil pelaksana kegiatan operasi yustisi; c) Persiapan peralatan dan sarana operasi yustisi; d) Pelaksanaan operasi yustisi; e) Pelaporan dan pemberkasan perkara. 5) Teknis Pelaksana. a) Rapat persiapan penanganan kasus tindak pidana kehutanan; b) Penyidikan oleh PPNS Kehutanan dan/atau PPNS Kepolisian; c) Penangkapan dan pengawalan tersangka pelaku tindak pidana kehutanan oleh petugas kehutanan dan/ atau petugas kepolisian; d) Pengamanan dan penanganan barang bukti tindak pidana kehutanan oleh petugas kehutanan dan/ atau petugas kepolisian; e) Pemanggilan dan pengawalan saksi tindak pidana kehutanan; f) Pelaksanaan gelar perkara tindak pidana kehutanan; g) Penyusunan laporan dan pemberkasan hasil pelaksanaan kegiatan operasi yustisi. g. Sub Komponen : Pengurusan Administrasi Pemegang Senjata Api 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : Tersedianya Kartu Ijin Pemegang Senjata Api bagi pemegang senjata api. Tujuan : Melakukan pengurusan Katu Ijin Pemegang Senjata Api (perpanjangan dan baru); 2) Sasaran. Dilaksanakan di instansi kehutanan yang memiliki senjata api. 3) Output. Kartu Ijin Pemegang Senjata Api (perpanjangan dan baru). 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana; b) Penyiapan dokumen pendukung; c) Pelaksanaan test kesehatan dan psikotest; d) Penerbitan Kartu Ijin Pemegang Senjata Api. 5) Teknis Pelaksana. a) Rapat persiapan pengurusan Kartu Ijin Pemegang Senjata Api; b) Penyiapan petugas kehutanan pemegang senjata api; c) Penyiapan dokumen-dokumen pendukung pengurusan Kartu Ijin Pemegang Senjata Api (SKCK, dll.); d) Penyiapan bahan dan sarana pelaksanaan tes kesehatan dan psikotest; e) Pelaksanaan ...
- 33 e) Pelaksanaan tes kesehatan dan psikotest bagi petugas kehutanan pemegang senjata api oleh pihak Kepolisian; f) Penerbitan Kartu Ijin Pemegang Senjata Api (baru maupun perpanjangan). h. Sub Komponen : Pelatihan Menembak. 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : Meningkatnya kemampuan menembak bagi petugas kehutanan. Tujuan : Penyegaran dan peningkatan kemampuan menembak bagi petugas pengamanan hutan (Polisi Kehutanan). 2) Sasaran. Dilaksanakan di instansi kehutanan yang memiliki senjata api. 3) Output. Laporan dan Sertifikat pelatihan menembak. 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana; b) Penyiapan dokumen pendukung; c) Pelaksanaan latihan menembak; d) Penerbitan sertifikat pelatihan menembak dan pelaporan. 5) Teknis Pelaksana. a) Rapat persiapan latihan menembak; b) Penyiapan petugas kehutanan peserta pelatihan menembak; c) Penyiapan dokumen-dokumen pendukung pelatihan menembak; d) Penyiapan bahan dan sarana pelaksanaan pelatihan menembak (amunisi, alin dan alongin, sewa lapangan tembak); e) Pelaksanaan pelatihan menembak oleh pihak Kepolisian; f) Penerbitan sertifikat pelatihan menembak dan pelaporan. i. Sub Komponen : Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan Tingkat Provinsi 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : Meningkatkan koordinasi dan kesepahaman para pihak terkait kegiatan pengamanan hutan lingkup provinsi. Tujuan : a) Meningkatkan koordinasi dan keselarasan kegiatan antar instansi bidang pengamanan hutan; b) Membangun kesepahaman para pihak bidang pengamanan hutan pada tingkat provinsi; c) Menyusun rumusan kegiatan pengamanan hutan tingkat provinsi. 2) Sasaran. Dilaksanakan di tingkat provinsi. 3) Output. Laporan rapat koordinasi pengamanan hutan. 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana; b) Penyiapan bahan dan sarana prasarana; c) Presentasi/paparan narasumber dan diskusi bidang pengamanan hutan (Pusat dan Daerah); d) Perumusan ...
- 34 d) Perumusan rapat koordinasi pengamanan hutan; e) Pelaporan hasil rapat koordinasi pengamanan hutan. 5) Teknis Pelaksana a) Rapat persiapan penyusunan materi rapat koordinasi; b) Penyiapan bahan dan sarana prasarana rapat koordinasi (sewa tempat, undangan, penggandaan materi, dll.); c) Presentasi/paparan kebijakan dan rencana kegiatan pengamanan hutan oleh narasumber dari Pusat dan Daerah; d) Diskusi umum terkait kebijakan pengamanan hutan tingkat provinsi (identifkasi masalah, penyelarasan rencana kegiatan, dll.); e) Perumusan hasil rapat koordinasi pengamanan hutan tingkat provinsi oleh Tim Pengurus; f) Pelaporan hasil rapat koordinasi pengamanan hutan. i. Sub Komponen : Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Bidang Penyidikan dan Pengamanan Hutan. 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Meningkatnya kemampuan petugas kehutanan bidang penyidikan dan pengamanan hutan (Polisi Kehutanan dan PPNS Kehutanan) Tujuan : Penyegaran dan peningkatan petugas kehutanan bidang penyidikan dan pengamanan hutan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan; 2) Sasaran Dilaksanakan di instansi kehutanan terkait 3) Output Laporan pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang peyidikan dan pengamanan hutan 4) Ruang Lingkup a) Penyusunan rencana; b) Penyiapan materi pelatihan; c) Penyiapan bahan, peralatan dan sarana pendidikan dan pelatihan; d) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan; e) Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan. 5) Teknis Pelaksana a) Rapat persiapan penyegaran petugas kehutanan bidang penyidikan dan pengamanan hutan; b) Identifikasi kebutuhan dan penyusunan materi pendidikan dan pelatihan bidang penyidikan dan pengamanan hutan; c) Penyiapan sertifikat, bahan dan sarana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan; d) Penyampaian materi oleh narasumber sesuai dengan materi pendidikan dan pelatihan (Kehutanan, Kepolisian, Kejaksaan, dll.); e) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bidang penyidikan dan pengamanan hutan; f) Penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan operasi gabungan dan pemberian sertifikat. j. Sub Komponen : Minitoring dan Evaluasi Bidang Penyidikan dan Pengamanan Hutan 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Terlaksananya kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan sesuai degan rencana kegiatan. Tujuan : ...
- 35 Tujuan : a) penilaian capaian kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan; b) identifikasi masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan; c) rekomendasi dan asistensi pelaksanaan kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di instansi kehutanan terkait. 3) Output. Laporan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi. 4) Ruang Lingkup. a) Penyusunan rencana; b) Penyiapan materi monitoring dan evaluasi; c) Penyiapan bahan, peralatan dan sarana monitoring dan evaluasi; d) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi; e) Diskusi dengan petugas pelaksana kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan di lapangan; f) Asistensi dan bantuan pelaksanaan kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan; g) Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan. 5) Teknis Pelaksana. a) Rapat persiapan monitoring dan evaluasi bidang penyidikan dan pengamanan hutan; b) Penyiapan bahan dan sarana prasarana monitoring dan evaluasi; c) Perjalanan dalam rangka monitoring dan evaluasi ke lokasi; d) Diskusi dengan petugas pengamanan hutan terkait pelaksanaan pengamanan hutan tingkat provinsi (identifkasi masalah, asistensi penyelesaian masalah, dll.); e) Penilaian progres pelaksanaan kegiatan penyidikan dan pengamanan hutan; f) Pelaporan hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi bidang penyidikan dan pengamanan hutan. 2. Komponen : Fasilitasi Pengendalian Kebakaran Hutan a. Sub Komponen : Pengolahan Data Informasi Monitoring Hotspot 1) Maksud dan Tujuan Maksud: untuk mengetahui data dan informasi pantauan hotspot, khususnya pada wilayah kerja. Tujuan: a) Memperoleh data-informasi terkait koordinat lokasi pantauan hotspot, khususnya pada wilayah kerja; dan b) Memperoleh informasi terkait wilayah kerja prioritas pengendalian kebakaran. 2) Sasaran Dilaksanakan di ruang pengelolaan data-informasi monitoring hotspot oleh petugas/operator terkait. 3) Output Laporan pengelolaan data-informasi monitoring hotspot, baik bersifat harian, bulanan, semester, dan tahunan.
4) Ruang ...
- 36 4) Ruang Lingkup a) Penerimaan data-informasi monitoring hotspot; b) Pengelolaan data-informasi monitoring hotspot; c) Desiminasi data-informasi monitoring hotspot; d) Pelaporan hasil pengelolaan data-informasi monitoring hotspot. 5) Teknis Pelaksana a) Lakukan penerimaan/pemantauan dan penyimpanan data-informasi monitoring hotspot yang diperoleh dari mailinglist si pongi maupun website terkait; b) Lakukan overlay data-informasi monitoring hotspot tersebut pada peta wilayah kerja; c) Lakukan desiminasi data-informasi monitoring hotspot kepada petugas patroli pencegahan untuk selanjutnya dilakukan pemerikasaan/groundcheck lapangan; dan d) Lakukan penyimpanan dan penataan database monitoring hotspot, sebagai bahan pembuatan laporan harian, bulanan, semester, dan tahunan, serta dapat digunakan sebagai salah satu indikator pembuatan peta rawan kebakaran dan penentuan periode patroli pencegahan. b. Sub Komponen : Pembuatan Peta Rawan Kebakaran Hutan 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk mengadakan peta yang mengindikasikan kerawanan wilayah/lokasi kerja. Tujuan : a) Mengadakan dokumen peta yang menginformasikan tingkat kerawanan wilayah/lokasi kerja; dan b) Memiliki dokumen peta yang menginformasikan lokasi sumber daya pengendalian kebakaran hutan yang ada pada wilayah kerja. 2) Sasaran. Dilaksanakan di ruang pembuatan peta oleh petugas pembuat peta rawan kebakaran hutan. 3) Output. Dokumen peta rawan kebakaran hutan pada wilayah kerja. 4) Ruang Lingkup. a) Penyiapan peta dasar; b) Input data-data yang diperlukan; c) Pengolahan data-data pada peta dasar; dan d) Penggandaan dokumen peta. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Siapkan peta dasar dengan skala minimal 1: 250.000; b) Pada peta dasar, plotkan wilayah kerja, titik lokasi pemantauan hotspot lima tahun terakhir, titik lokasi kejadian kebakaran hutan lima tahun terakhir, peta sebaran kedalaman gambut, peta fungsi kawasan hutan dan lahan, peta hujan di Indonesia berdasarkan stasiun pengamatan hujan (BMKG), peta tutupan lahan, peta dasar tematik kehutanan skala 1 : 250.000, peta RBI skala 1: 250.000, aksesbilitas penduduk, data izin pemanfaatan hutan, dan peta batas administrasi pemerintahan desa. c) Bedakan warna antara lokasi yang hasil pemantauan hotspotnya tinggi dan lokasi yang sering terjadi kebakaran hutan pada peta dasar; d) Warna merah digunakan untuk daerah yang rawan kebakaran hutan; e) Warna ...
- 37 e) Warna kuning untuk lokasi yang kurang kerawanan kebakaran hutan; f) Warna hijau untuk lokasi yang tidak rawan kebakaran hutan; g) Tandai lokasi sumber daya pengendalian kebakaran hutan (sumber air, prasarana, dan sumber daya lain yang dapat menunjang operasi pengendalian kebakaran hutan) pada peta dasar; h) Buatkan legenda atau keterangan untuk setiap titik atau tanda yang ada dalam peta dasar yang terkait dengan pengendalian kebakaran hutan; i) Tuliskan judul dan legenda pada peta dasar, untuk selanjutnya digandakan sesuai dengan kebutuhan. c. Sub Komponen : Pembuatan Sekat Bakar 1) Maksud dan Tujuan. Maksud: untuk mengadakan sekat bakar yang berperan penting dalam mencegah perluasan kebakaran. Tujuan: a) Mencegah terjadinya kebakaran hutan dan perluasannya; b) Memperkecil luasan kawasan hutan yang terbakar; dan c) Menjadi garis pertahanan bagi regu pengendalian kebakaran hutan dalam upaya pemadaman. 2) Sasaran. Wilayah/lokasi kerja yang rawan terjadi kebakaran dan perambatan/perluasan kebakaran. 3) Output. Laporan pembuatan sekat bakar di wilayah/lokasi kerja. 4) Ruang Lingkup. a) Identifikasi wilayah/lokasi kerja yang rawan kebakaran; b) Persiapan peralatan dan bahan untuk pembuatan sekat bakar; c) Pelaksanaan pembuatan sekat bakar; d) Monitoring sekat bakar yang telah dibuat secara berkala. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Tentukan lokasi yang rawan atau sering terjadi kebakaran hutan; b) Prioritaskan pembuatan sekat bakar pada lokasi yang berdekatan atau berbatasan dengan pemukiman atau lahan masyarakat (kerawanan tinggi); c) Tentukan panjang sekat bakar berdasarkan sisi atau jalur yang rawan kebakaran hutan; d) Tentukan lebar sekat bakar berdasarkan jenis vegetasi yang ada dan topograsi dari lokasi yang akan dibuat sekat bakar; e) Plotkan panjang dan lebar sekat bakar yang telah ditentukan pada peta skala minimal 1: 50.000; f) Siapkan peralatan yang akan digunakan untuk membuat sekat bakar; g) Lakukan pembersihan lahan di jalur yang telah ditentukan dengan penggunaan alat potong di depan (parang, gergaji, mesin, dsb) yang diikuti dengan penggunaan alat pembersih serasah dan bahan bakaran lainnya (garu, cangkul, sekop, dsb);
h) Hubungkan ...
- 38 h) Hubungkan jalur sekat bakar yang satu dengan lainnya atau hubungkan dengan sekat bakar alami (sungai, jalan, dsb); i) Lakukan monitoring jalur sekat bakar yang telah ada secara berkala, khususnya saat menjelang dan pada musim kemarau; j) Bersihkan serasah atau bahan bakaran di jalur sekat bakar yang telah ada secara berkala. d. Sub Komponen : Sosialisasi Pengendalian Kebakaran Hutan Melalui Apel Siaga Tingkat Provinsi 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan bidang pengendalian kebakaran hutan, tentang kesiapsiagaan seluruh SDM dan Sarpras yang ada dalam pengendalian kebakaran hutan. Tujuan : a) Meningkatkan kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi musim rawan kebakaran hutan; dan b) Meningkatkan kesadaran dan partisipasi seluruh kepentingan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan. 2) Sasaran. Dilaksanakan pada tingkat provinsi/kabupaten dengan mengikutsertakan para pemangku kepentingan di bidang pengendalian kebakaran hutan. 3) Output. Laporan kegiatan sosialisasi pengendalian kebakaran hutan melalui apel siaga. 4) Ruang Lingkup. a) Koordinasi persiapan dan identifikasi peserta yang akan mengikuti apel siaga; b) Penyiapan segala kebutuhan pelaksanaan apel siaga; c) Pelaksanaan apel siaga; dan d) Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan apel siaga. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Koordinasikan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait rencana pelaksanaan apel siaga; b) Lakukan identifikasi peserta yang akan mengikuti kegiatan apel siaga; c) Siapkan lokasi pelaksanaan apel siaga yang sesuai dengan perencanaan; d) Siapkan undangan, bahan dan alat pelaksanaan, serta bahan dan alat demonstrasi/simulasi; e) Laksanakan apel siaga dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan;dan f) Lakukan pengdokumentasian sebagai salah satu bahan penyusunan laporan. e. Sub Komponen : Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan 1) Maksud dan Tujuan Maksud : untuk mengetahui secara dini ancaman terjadinya kebakaran hutan. Tujuan : a) Memeriksa/groundcheck hasil pantauan hotspot pada wilayah/ lokasi kerja; b) Mengetahui ...
- 39 b) Mengetahui terjadinya kebakaran hutan pada wilayah/lokasi kerja secara dini baik dari hasil pelaksanaan patroli maupun dari informasi masyarakat; c) Melakukan pemadaman dini kebakaran hutan yang ditemukan saat pelaksanaan patroli pencegahan; d) Menginformasikan kepada regu pengendali kebakaran hutan lainnya apabila ditemukan kebakaran hutan dalam skala yang besar (pemadaman lanjutan); dan e) Melaksanakan penyuluhan perorangan/kelompok terhadap masyarakat yang ditemui saat pelaksanaan patroli pencegahan, apabila tidak ditemukan terjadinya kebakaran hutan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di wilayah/lokasi kerja yang terpantau hotspot dan atau yang rawan terjadi kebakaran hutan oleh regu pengendali kebakaran hutan (dapat bekerja sama dengan MPA atau kelompok masyarakat peduli konservasi lainnya). 3) Output. Laporan kegiatan patroli pencegahan kebakaran hutan. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan personil yang akan melakukan kegiatan patroli pencegahan; b) Persiapan peralatan dan bahan yang mendukung kegiatan patroli pencegahan; c) Identifikasi lokasi rawan kebakaran pada area kerja dengan mempertimbangkan hasil pantauan hotspot dan peta rawan kebakaran; d) Pelaksanaan kegiatan patroli pencegahan; dan e) Pelaporan hasil kegiatan patroli pencegahan. 5) Teknis Pelaksanaan a) Lakukan persiapan personil (minimal dua orang), peralatan dan bahan pelaksanaan patroli pencegahan; b) Ikutsertakan instansi/pihak terkait secara proporsional dalam pelaksanaan patroli pencegahan; c) Tentukan sasaran patroli pencegahan pada wilayah/lokasi kerja dengan mempertimbangkan hasil pantauan hotspot dan peta rawan kebakaran; d) Dalam pelaksanaan patroli pencegahan darat dengan berjalan kaki maupun menggunakan sepeda motor, selain alat dan bahan umum, bawalah peralatan pemadaman jet shooter/impuls gun; e) Dalam pelaksanaan patroli pencegahan melalui darat dengan menggunakan mobil, selain alat dan bahan umum, bawalah peralatan pemadaman yang lebih lengkap; f) Dalam pelaksanaan patroli pencegahan darat maupun air, lakukan pemadaman secara dini apabila ditemukan adanya api atau meminta bantuan kepada regu pengendalian kebakaran hutan lainnya apabila api sudah sulit untuk dikedalikan; g) Dalam pelaksanaan patroli pencegahan udara, lakukan peringatan dengan pengeras suara kepada pelaku pembakaran yang terpantau, selanjutnya meminta bantuan untuk penangkapan pelaku dan pemadaman api; h) Laporkan tiap kejadian kebakatan dan kondisinya secara berjenjang; dan i) Laporkan seluruh hasil kegiatan patroli dan dafrar kehadiran regu patroli pencegahan secara berjenjang. f. Sub Komponen ...
- 40 f.
Sub Komponen : Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan Tingkat Provinsi 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk mensinergikan upaya pengendalian kebakaran hutan dengan para pihak di tingkat provinsi. Tujuan : a) Meningkatkan Sinergisitas upaya pengendalian kebakaran hutan dengan para pemangku kepentingan terkait; dan b) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi upaya pengendalian kebakaran hutan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di tempat/rapat yang representatif oleh pemangku kepentingan bidang pengendalian kebakaran hutan (dapat dilaksanakan secara bergantian). 3) Output. Laporan dan rencana aksi hasil rapat koordinasi pemangku kepentingan pengendalian kebakaran hutan di tingkat provinsi. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan panitia, peralatan dan bahan yang diperlukan dalam rapat koordinasi; b) Identifikasi pemangku kepentingan yang diikutsertakan dalam rapat koordinasi; c) Identifikasi masalah yang akan dibahas; d) Pelaksanaan rapat koordinasi; dan e) Penyusunan rumusan dan rencana aksi sebagai hasil kegiatan rapat koordinasi. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Lakukan persiapan panitia, peralatan dan bahan yang diperlukan dalam rapat koordinasi; b) Lakukan identifikasi pemangku kepentingan secara tepat yang akan mengikuti rapat koordinasi; c) Lakukan identifikasi masalah yang akan dibahas pada saat rapat koordinasi pengendalian kebakaran hutan; d) Laksanakan rapat koordinasi; dan e) Siapkan rumusan hasil rapat koordinasi dan rencana aksi pengendalian kebakaran hutan sebagai hasil pelaksanaan rapat koordinasi.
g. Sub Komponen : Pemadaman Kebakaran Hutan 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk memadamkan/mematikan api yang telah menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Tujuan : a) Mengurangi dampak kebakaran hutan; dan b) Memperkecil luasan kawasan hutan yang terbakar. 2) Sasaran. Dilaksanakan di daerah yang terjadi kebakaran hutan oleh regu pengendali kebakaran hutan. 3) Output. Laporan kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang terjadi di wialayah/lokasi kerja. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan SDM dan sarpras pemadaman kebakaran hutan; b) Pelaksanaan kegiatan pemadaman kebakaran hutan; dan c) Pelaporan hasil kegiatan pemadaman kebakaran hutan. 5) Teknis ...
- 41 5) Teknis Pelaksanaan. a) Tentukan regu pengendali kebakaran hutan yang akan melakukan pemadaman; b) Siapkan dan monilisasikan regu pengendali kebakaran hutan yang disertai dengan alat, bahan, dan logistik yang memadai; c) Lakukan pengamatan secara cepat dan menyeluruh terkait kondisi dan situasi di lokasi kebakaran; d) Berikan penjelasan dan pembagian tugas kepada masingmasing personil dalam regu pengendali kebakaran hutan; e) Lakukan pemadaman dengan menyebarkan tanah ke sumber api dengan menggunakan peralatan sekop dan cangkul; f) Semprotkan/siramkan air ke arah api dengan menggunakan pompa punggung dan atau pompa jinjing dan atau pompa apung; g) Gunakan suntikan gambut (sumbut) untuk pemadaman kebakaran bawah di areal gambut, dengan memasukkannya ke dalam gambut sedalam batas tinggi muka air; h) Pada kebakaran bawah di areal gambut, semprotkan air hingga gambut jenuh (menjadi bubur) dan padatkan gambut tersebut; i) Pukul dan tarik sambil menggetarkan bahan bakar yang sedang terbakar menggunakan kepyok, sekop, atau ranting pohon; j) Apabila api tidak terlalu besar dan keadaan angin tenang (tidak berhembus kencang), lakukan pemadaman langsung dari bagian kepala apinya terlebih dahulu; k) Lakukan Mopping up untuk memastikan api benar-benar padam; l) Apabila api telah padam, lakukan penanganan pasca kebakaran hutan, dokumentasi, dan evaluasi aktivitas pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan; dan m) Laporkan kronologis dan hasil kegiatan secara berjenjang. h.
Sub Komponen : Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Untuk mengkoordinasikan upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tujuan : a) Mengkoordinasikan upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan melalui perjalanan ke pusat; dan b) Mengkoordinasikan upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan melalui perjalanan ke kabupaten/kota; 2) Sasaran. Dilaksanakan di instansi terkait pada level pusat dan kabupaten/kota oleh pimpinan/pembina satuan kerja maupun personil yang ditunjul oleh pimpinan satuan kerja. 3) Output. Laporan perjalanan dinas dalam rangka koordinasi pada tingkat pusat maupun kabupaten/kota. 4) Ruang ...
- 42 4) Ruang Lingkup a) Persiapan SDM pelaksana perjalanan dinas; b) Persiapan bahan koordinasi; c) Pelaksanaan koordinasi; dan d) Pelaporan hasil koordinasi. 5) Teknis Pelaksanaan a) Lakukan persiapan SDM dan bahan-bahan koordinasi yang diperlukan terkait pelaksanaan perjalanan dinas; b) Laksanakan perjalanan dinas ke tingkat pusat maupun kabupaten/kota; c) Laporan hasil pelaksanaan koordinasi. i. Sub Komponen : Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Kebakaran Hutan 1) Maksud dan Tujuan. Maksud: Untuk menilai efektifitas dan efisiensi upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan. Tujuan: a) Menilai efektifitas dan efisiensi upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan; b) Menilai efektifitas dan efisiensi upaya pencegahan kebakaran hutan; c) Menilai efektifitas hutan dan efisiensi upaya pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan; dan d) Menilai efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dukungan manajemen pengendalian kebakaran hutan. 2) Sasaran. Dilaksanakan di kantor operasional pengendalian kebakaran hutan oleh pimpinan/pembina satuan kerja. 3) Output. Laporan kegiatan monitoring dan evaluasi pengendalian kebakaran hutan. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan SDM dan bahan terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi; b) Persiapan formulir penilaian efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan; c) Pelaksanaan penilaian; dan d) Pelaporan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Lakukan persiapan SDM dan bahan-bahan yang diperlukan terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi; b) Lakukan persiapan formulir penilaian efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan; c) Laksanakan penilaian melalui wawancara dengan pelaksana pengendalian kebakaran hutan maupun verifikasi laporan-laporan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan; d) Lakukan penilaian terhadap upaya pengendalian kebakaran hutan yang telah dilaksanakan; e) Laporan hasil kegiatan secara menyeluruh dan berjenjang. 3. Komponen ...
- 43 3. Komponen : Fasilitasi Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Pengembangan Kawasan Ekosistem Esensial a. Sub Komponen : Pemulihan Ekosistem Taman Hutan Raya 1) Persyaratan Teknis. Kerusakan kawasan konservasi antara lain disebabkan oleh bencana alam (gunung meletus, longsor, kebakaran) maupun karena aktivitas manusia yang bertentangan dengan fungsi kawasan konservasi (perambahan, penebangan liar, dan konflik kepemilikan lahan) Dampaknya, tidak sedikit kawasan konservasi yang mengalami gangguan dan bahkan mengalami perubahan secara ekologis, fisik, dan sosial. Untuk itu perlu upaya pemulihan ekosistem di kawasan konservasi. Kegiatan menjaga dan melestarikan keberadaan kawasan Tahura beserta berbagai potensi di dalamnya dilaksanakan melalui upaya-upaya pemulihan ekosistem, yang didasari dengan rencana pemulihan ekosistem, penataan blok pengelolaan Tahura dan sesuai dengan rencana pengelolaan Tahura. 2) Bentuk dan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan. a) Rencana Pemulihan Ekosistem. Kegiatan perencanaan didahului oleh kajian terhadap kawasan konservasi yang rusak, yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh kepala UPT Kementerian Kehutanan. Hasil kajian akan merekomendasikan mekanisme pemulihan apa yang akan dilakukan dan bagaimana pelaksanaannya. Selain itu juga ditentukan jenis-jenis tanaman yang akan dipilih untuk proses penanamannya. b) Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem, meliputi : i. Pengadaan sarana dan prasarana untuk kegiatan pemulihan ekosistem meliputi pembangunan pondok kerja dan persemaian; ii. Penyiapan pembibitan: kegiatan ini memproduksi bibit jenis asli dan endemik yang memiliki keragaman genetik yang tinggi baik berasal dari benih, cabutan, dan stek. iii. Penanaman : kegiatan penanaman harus mengikuti kaidah-kaidah penanaman yang benar yaitu kesesuaian jenis dengan tempat tumbuh, kesesuaian musim dan kesesuaian teknis penanaman serta pemeliharaan tanaman. 3) Monitoring dan Evaluasi Kegiatan. Monitoring dilakukan secara berkala oleh masing-masing penanggung jawab kegiatan dan hasilnya akan dicatat dan dilaporkan serta digunakan sebagai bahan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Evaluasi dilakukan dalam rangka kegiatan pemulihan ekosistem beserta dampaknya terhadap lingkungan. Hasil evaluasi akan memprioritaskan pada keberhasilan tanaman, kepulihan biodiversitas, kepulihan biodiversitas, kepulihan lingkugan biotik, keamanan dari gangguan, dampak terhadap sosok masyarakat, dampak terhadap aspek kelembagaan, dan keberlanjutan kegiatan. 4) Kelembagaan ...
- 44 4) Kelembagaan. Kelembagaan pelaksanaan pemulihan ekosistem merupakan faktor penentu keberhasilan pemulihan ekosistem di lapangan dimana setiap lokasi memiliki karakteristik tersendiri yang khas. 5) Sasaran Lokasi. Sasaran lokasi kegiatan pemulihan ekosistem adalah kawasan Tahura yang mengalami kerusakan akibat bencana alam dan atau aktivitas manusia yang tidak mendukung fungsi kawasan (perambahan, penebangan liar, dan konflik kepemilikan lahan). b. Sub Komponen : Pengembangan Pengelolaan Taman Hutan Raya 1) Persyaratan Teknis. Dalam rangka pendayagunaan potensi kawasan Tahura untuk kegiatan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyediaan plasma nutfah untuk budidaya dan wisata alam, perlu dilakukan upaya-upaya pengembangan pengelolaan Tahura. Untuk itu diperlukan sarana prasarana pendukung pengelolaan dalam rangka upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pengelolaan Tahura. 2) Bentuk dan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan. a) Penyelesaian dan peningkatan pelaksanaan kegiatan perencanaan kawasan, meliputi kegiatan inventarisasi potensi, penataan kawasan, dan membuat rencana pengelolaan; b) Peningkatan pelaksanaan kegiatan perlindungan kawasan yang terdiri dari kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan perbaikan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama dan penyakit, serta melakukan pengamanan kawasan secara efektif; c) Peningkatan pelaksanaan kegiatan pengawetan kawasan meliputi kegiatan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya, penetapan koridor kehidupan liar, pemulihan ekosistem, dan penutupan kawasan; d) Peningkatan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan kawasan, melalui kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan (wisata alam, air, karbo, dsb) serta pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar; e) Penguatan kapasitas sumber daya manusia pengelola Tahura maupun masyarakat sekitar, melalui kegiatan sosialisasi, pembinaan, dan pelatihan. 3) Sasaran Lokasi. Lokasi penyelenggaraan kegiatan dilakukan di kawasan Taman Hutan Raya. c. Sub Komponen : Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Tahura 1) Maksud dan Tujuan. Maksud : untuk menilai efektifitas dan efisiensi pengelolaan Taman Hutan Raya.
Tujuan : ...
- 45 Tujuan : a) Menilai efektifitas dan efisiensi kinerja pengelolaan Tahura b) Memberikan informasi kemajuan pengelolaan Tahura secara berkala c) Memberikan acuan/kontrol terhadap progres pengelolaan Tahura. 2) Sasaran. Dilaksanakan di kantor dan kawasan dari UPTD Pengelola Tahura terkait oleh Tim Monitoring dan Evaluasi. 3) Output. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Taman Hutan Raya. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan SDM dan bahan terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi; b) Persiapan form penilaian hingga metode penilaiannya (analisis); c) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi. 5) Teknis Pelaksanaan a) Lakukan persiapan SDM dan bahan yang diperlukan terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi; b) Lakukan persiapan form penilaian; c) Laksanakan kajian melalui wawancara dengan pengelola Tahura, verifikasi dokumen pendukung, serta verifikasi kondisi lapangan; d) Laksanakan analisis terhadap hasil kajian lapangan, kemudian berikan rekomendasi atas hasil evaluasi yang didapat; e) Laporkan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi secara menyeluruh dan berjenjang. d. Sub Komponen : Pengembangan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Untuk meningkatkan dan mengembangkan pengelolaan di kawasan Ekosistem Esensial yang sudah ditunjuk/ ditetapkan. Tujuan : a) Ditetapkannya kawasan yang ditunjuk sebagai kawasan Ekosistem Esensial dalam bentuk SK penunjukkan yang ditetapkan oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota; b) Terbentuk forum kolaborasi pengelolaan kawasan ekosistem esensial dengan melibatkan stakeholder terkait. c) Tersusunnya rencana aksi sebagai dasar pengelolaan kawasan ekosistem esensial; d) Sebagai upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan ekosistem esensial; e) Meningkatkan pengelolaan kawasan ekosistem esensial sebagai zona penyangga untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati. 2) Sasaran. Pengelolaan dilaksanakan di kawasan ekosistem karst, lahan basah (danau, sungai, rawa, payau dan wilayah pasang surut yang tidak lebih dari 6 (enam) meter, mangrove dan gambut yang berada di luar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 3) Output ...
- 46 3) Output. a) SK Penetapan kawasan Ekosistem Esensial yang disahkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota; b) SK Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial yang disahkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota; c) Rencana aksi yang disepakati oleh stakeholder terkait; d) Laporan kegiatan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial di setiap lokasi Ekosistem Esensial yang sudah ditunjuk/ ditetapkan. 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan SDM dan Sarana Prasarana Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial; b) Pelaksanaan kegiatan pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial; c) Pelaporan hasil kegiatan pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Menentukan lokasi kawasan ekosistem esensial dengan memenuhi kriteria jenis tata ruang yang ditunjuk, memiliki nilai ekologi tinggi, memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistem yang baik, memiliki unsur sosial ekonomi dan budaya, dan berfungsi sebagai lokasi pelestarian; b) Penyediaan sarana prasarana pengelolaan seperti laptop, komputer, scanner dan printer; c) Penyediaan sarana prasarana operasional seperti GPS, shelter, papan interpretasi, pos jaga dan Kendaraan bermotor; d) Melaksanakan kegiatan Inventarisasi, Identifikasi dan Validasi terhadap Kawasan Ekosistem Esensial yang dilaksanakan oleh Kepala UPT kementerian Kehutanan bekerjasama dengan SKPD terkait dan atau pemangku kepentingan sesuai kewenangan yang dimilikinya, dengan cara membagi wilayah ke dalam fungsi strategis ekosistem dan atau didasarkan atas batas-batas wilayah administrasi; e) Melakukan deliniasi, yaitu menarik batas sementara terhadap lokasi yang ditunjuk/ditetapkan sebagai dasar pengelolaan kawasan ekosistem esensial yang mengacu pada hasil Inventarisasi, Identifikasi dan validasi yang sudah dilaksanakan; f) Melakukan usulan kepada Kementerian Kehutanan cq. Ditjen PHKA agar disetujui sebagai Kawasan Ekosistem Esensial; g) Melaksanakan konsultasi publik yang merupakan upaya kesepakatan mengenai usulan lokasi yang akan ditetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial dan arahan umum pengelolaannya yang diintergrasikan dengan rencana strategi, rencana pengelolaan dan tata ruang wilayah, dengan melibatkan stakeholder terkait baik dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, praktisi konservasi dan tokoh masyarakat; h) Menetapkan kawasan yang ditunjuk sebagai kawasan Ekosistem Esensial oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan klasifikasi kawasan ekosistem esensialnya; i) Membentuk ...
- 47 i) Membentuk forum kolaborasi, yang dapat berupa forum konservasi ekosistem esensial dan Satuan Kerja Unit Daerah atau Unit Pengelola Teknis Daerah; j) Menyusun rencana aksi dengan para stakeholder terkait, yang meliputi pengumpulan data, identifikasi permasalahan, perumusan tujuan dan sasaran, penyusunan rencana program dan sosialisasi; k) Melaporkan hasil kegiatan secara berjenjang. e. Sub Komponen : Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Bidang Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Pengembangan Kawasan Ekosistem Esensial 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial dengan para stakeholder, terkait pengelolaan kawasan ekosistem esensial Tujuan : Untuk mengkoordinasikan, mensinkronisasikan dan mensinergikan kegiatan pengelolaan di kawasan ekosistem esensial. 2) Sasaran Dilaksanakan di UPTD atau SKPD terkait yang mengelola Kawasan Ekosistem Esensial. 3) Output Laporan kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan 4) Ruang Lingkup Persiapan SDM pelaksana kegiatan a) Persiapan materi pembahasan b) Pelaksanaan koordinasi c) Pelaporan kegiatan 5) Teknis Pelaksanaan a) Persiapkan Sumberdaya Manusia yang memiliki kemampuan berkoordinasi terkait kegiatan yang dilakukan di kawasan ekosistem esensial b) Melaksanakan koordinasi baik melalui perjalanan dinas ataupun pertemuan-pertemuan dengan pusat dan stakeholder terkait. c) Pelaporan hasil kegiatan yang sudah dilaksanakan. f.
Sub
Komponen
:Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Tahura, Kawasan Ekosistem Esensial dan Konflik. 1) Maksud dan Tujuan Maksud : Untuk mengukur keberhasilan terhadap pengelolaan dan pengembangan kawasan ekosistem esensial. Tujuan : a) Mengukur keberhasilan pengelolaan kawasan ekosistem esensial b) Menilai efektifitas pemerintah daerah dalam mengelola kawasan ekosistem esensial c) Menilai keberhasilan Pemerintah daerah dalam melaksanakan program rencana aksi yang sudah disepakati 2) Sasaran. Dilaksanakan di UPTD/SKPD terkait yang mengelola Kawasan Ekosistem Esensial. 3) Output. Laporan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan ekosistem esensial. 4) Ruang ...
- 48 4) Ruang Lingkup. a) Persiapan SDM pelaksana kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan ekosistem esensial; b) Monitoring terhadap lokasi Kawasan Ekosistem Esensial; c) Evaluasi administrasi; d) Evaluasi Teknis; e) Laporan kegiatan monitoring dan evaluasi. 5) Teknis Pelaksanaan. a) Persiapkan SDM dan bahan monitoring dan evaluasi; b) Penyediaan sarana prasarana operasional; c) Penyediaan sarana prasarana perkantoran; d) Monitoring kawasan ekosistem esensial dengan cara melakukan wawancara dengan masyarakat di kawasan ekosistem esensial mengenai faktor pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, faktor sosial ekonomi dan budaya serta kendala dan permasalahan yang ada di kawasan ekosistem esensial e) Evaluasi administrasi melalui pemeriksanaan intensif terhadap proses administrasi pengelolaan kawasan ekosistem esensial f) Evaluasi teknis dengan cara mendiskusikan mekanisme pelakasanaan kegiatan pengelolaan Ekosistem Esensial baik dengan pusat dan stakeholder terkait sesuai dengan rencana aksi yang sudah disepakati g) Laporan monitoring dan evaluasi dilaporkan secara berjenjang kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan Direktur Jenderal PHKA, Kementerian Kehutanan.
D. BIDANG ...
- 49 D. BIDANG BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL 1. Komponen
:
Fasilitasi Pengelolaan Rehabilitasi Hutan.
Hutan
Lindung
dan
a. Sub Komponen : Pengendalian Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) oleh Tim Provinsi. Hasil dari kegiatan ini adalah terbangunnya Tim Pembina Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Provinsi yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur, serta fasilitasi terhadap pelaksanaan tugasnya. Tugas Tim Pembina Provinsi tersebut antara lain: 1) Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) untuk KPHL disusun oleh Kepala KPHL dinilai oleh Gubernur dan disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk; 2) Melaksanakan pembinaan, pemantauan, dan evaluasi teknis atas pengelolaan hutan di wilayah KPHL-nya; 3) Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kegiatan tata hutan pada KPHL lintas Kabupaten/Kota; dan 4) Melaporkan pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi oleh Kepala KPHL sebagai penanggung jawab kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. b.
Sub Komponen : Pengendalian Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan oleh Tim Provinsi Hasil dari kegiatan ini adalah terselenggaranya kegiatan RHL dan reklamasi hutan yang meliputi tahapan perencanaan dan pelaksanaan. Ruang lingkup dari kegiatan ini adalah : 1) Pembinaan RHL dapat dilakukan melalui rapat bulanan; 2) Pengendalian RHL, yang dilakukan terhadap proses perencanaan, pelaksanaan administrasi, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan pemantauan ketertiban penyusunan laporan; dan 3) Pengendalian RHL, yang dilakukan dengan monitoring, evaluasi dan pelaporan tindak lanjut dari Tim Pengendali RHL tingkat provinsi. Sedangkan kegiatan pembinaan dan pengendalian reklamasi hutan adalah : 1) Pembinaan reklamasi hutan, dengan mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan melalui rapat bulanan, serta supervisi penyelenggaraan kegiatan Reklamasi Hutan di kabupaten/kota; 2) Pengendalian reklamasi hutan, dengan membetuk Tim pengendali Reklamasi hutan tingkat Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur; 3) Pengawasan, yang dilakukan melalui monitoring, evaluasi serta pelaporan dan tindak lanjut.
c.
Sub Komponen : Pembinaan Pelaksanaan Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS oleh Tim Provinsi Hasil dari kegiatan ini adalah terbangunnya Tim pembina Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Provinsi yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur, serta fasilitasi terhadap pelaksanaan tugasnya. Tugas Tim Pembina Provinsi tersebut antara lain: 1) Melaksanakan pembinaan penyelenggaraan dan teknis kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan; 2) Melaksanakan ...
- 50 2) Melaksanakan koordinasi dengan instansi atau pihak terkait dalam rangka penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan 3) Melaporkan pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Direktur Jenderal BPDASPS, Kementerian Kehutanan. d. Sub Komponen : Penyelenggaraan Hari Menanam Pohon Tingkat Provinsi Hasil dari kegiatan ini adalah terselenggaranya peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) tingkat provinsi. 1) Melakukan koordinasi persiapan pelaksanaan peringatan Hari Menanam Pohon (HMPI) tingkat provinsi; 2) Menyelenggarakan acara puncak peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) tingkat provinsi. e. Sub Komponen : Penilaian Lomba Penanaman Tingkat Provinsi Hasil dari kegiatan ini adalah ditetapkannya para juara lomba penanaman pohon tingkat provinsi. Kegiatan yang harus dilaksanakan antara lain: 1) Melakukan sosialisasi pelaksanaan lomba; 2) Melakukan penilaian lomba penanaman pohon tingkat provinsi; dan 3) Mengusulkan calon juara penanaman pohon tingkat nasional. 2. Komponen : Fasilitasi Penyelenggaraan Pengelolaan DAS a. Sub Komponen : Fasilitasi Pengesahan Dokumen Rencana Pengelolaan DAS Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Rencana Pengelolaan DAS (RP-DAS) merupakan rencana umum jangka panjang secara utuh dari dulu sampai dengan hilir yang merupakan satu kesatuan ekosistem, satu pengelolaan, yang mengakomodir berbagai pemangku kepentingan agar menjadi dokumen rencana yang lebih sempurna dilakukan konsultasi publik terlebih dahulu untuk memperoleh masukan sebagai bahan penyempurnaan, selanjutnya dokumen tersebut diajukan kepada yang berwenang untuk ditetapkan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.60/MenhutII/2013 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan DAS yaitu: 1) Menteri untuk Rencana Pengelolaan DAS yang mencakup lintas negara dan lintas provinsi; 2) Gubernur untuk Rencana Pengelolaan DAS yang mencakup lintas kabupaten/kota dan dapat dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi; 3) Bupati/Walikota untuk Rencana Pengelolaan DAS yang mencakup lintas kabupaten/kota dan dapat dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi. b. Sub Komponen ...
- 51 b. Sub Komponen : Sosialisasi Rencana Pengelolaan DAS ke Para Pihak Tahapan selanjutnya, dokumen RP-DAS yang telah ditetapkan sebagaimana diatur dalam Permenhut Nomor : P.60/MenhutII/2013 tersebut diatas, merupakan dokumen yang sah ditindaklanjuti kegiatan sosialisasi RP-DAS tersebut. Adapun tujuan dari sosialisasi adalah menyebarluaskan informasi tentang rencana pengelolaan DAS yang telah disusun, disepakati, dipahami dan untuk ditindaklanjuti dengan rencana tindak/rencana detail dari masing-masing pemangku kepentingan, yang selanjutnya untuk diimplementasikan. Peserta sosialisasi adalah para pemangku kepentingan/instansi pemerintah dan lembaga non pemerintah yang terkait dengan pengelolaan DAS yang wilayah kerjanya sebagian/seluruhnya berada di DAS yang bersangkutan. Peserta tersebut antara lain: Instansi vertikal seperti UPT Kementerian Kehutanan, UPT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, UPT Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, UPT Kementerian ESDM, UPT Kementerian Perikanan dan Kelautan, Bappeda, Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota terkait Forum DAS, dan lain-lain. c. Sub Komponen : Fasilitasi Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan DAS Sebagaimana Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.511/ Menhut-V/2011 wilayah daratan di Indonesia terbagi habis kedalam 17.088 DAS dimana tidak ada satu instansipun yang memiliki kewenangan untuk mengelola DAS dari hulu sampai hilir. Pengelolaan DAS merupakan upaya yang sangat penting akibat penurunan daya dukung DAS yang disebabkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan, meningkatnya potensi ego sektoral dan ego kewilayahan serta pemanfaatan dan penggunaan sumber daya alam yang melibatkan kepentingan berbagai sektor, wilayah administrasi dan disiplin ilmu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS, diharapkan Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk segera menebitkan Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan DAS di daerah. Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS ini merupakan implementasi di tingkat lokal dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Materi muatan dalam rangka penyelenggaraan DAS. Materi muatan Perda ini merupakan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta harus menampung kondisi khusus daerah (spesifik lokal). Diharapkan dengan adanya perda ini nantinya kegiatan sektoral dapat dikendalikan, adanya kesinambungan kegiatan pengelolaan DAS di daerah dan pengelolaan DAS dapat dianggarkan ke dalam APBD masing-masing daerah sehingga tujuan pengelolaan DAS dapat tercapai. Adapun bentuk-bentuk fasilitasi Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan DAS antara lain: 1) Penyusunan Naskah Akademik; 2) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah; 3) Konsultasi ke Kementerian Terkait; 4) Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Daerah; 5) Sosialisasi Peraturan Daerah. 3. Komponen ...
- 52 3. Komponen : Fasilitasi Pengembangan Perhutanan Sosial a. Sub Komponen : Fasilitasi Usulan Permohonan HKm/HD Kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD) adalah salah satu bentuk reformasi tata kelola kehutanan, dari model pengelolaan sentralistis menuju pengelolaan hutan yang lebih partisipatif, demokratis, dan terdesentralisasi, melalui program pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar kelompok hutan. Melalui skema pemberdayaan, diharapkan akan tumbuh sikap kemandirian kelompok masyarakat pelaku HKm/lembaga pengelola HD. Kemandirian merupakan hierarki tertinggi dari proses pemberdayaan itu sendiri yang untuk mencapainya harus melalui sebuah proses penguatan kelembagaan. Usulan HKm dan HD difasilitasi oleh pemerintah daerah berdasarkan permohonan kelompok masyarakat setempat pelaku HKm/lembaga pengelola HD. Dalam proses pengusulan areal kerja HKm/HD, pemerintah daerah memfasilitasi pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok HKm setempat/lembaga pengelola HD. Indikator fasilitasi usulan permohonan HKm/HD adalah adanya usulan Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan: 1) Peta digital lokasi calon areal kerja HMn/HD dengan skala paling kecil 1:50.000; 2) Deskripsi wilayah antara lain keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi kawasan; 3) Daftar nama-nama masyarakat setempat calon anggota kelompok HKm/nama-nama calon anggota lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudah terbentuk, yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa/Lurah. b.
Sub Komponen : Fasilitasi Penataan Areal Kerja dan Perijinan HKm/HD oleh Tim Provinsi 1) Fasilitasi Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Perijinan dalam HKm dilakukan melalui tahapan: a) Fasilitasi b) Pemberian Ijin Fasilitasi bertujuan untuk: a) Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengelola organisasi kelompok; b) Membimbing masyarakat mengajukan pemrmohonan izin sesuai ketentuan yang berlaku; c) Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam menyusun rencana kerja pemanfaatan hutan kemasyarakatan; d) Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam melaksanakan budidaya hutan melalui pengembangan teknologi yang tepat guna dan peningkatan nilai tambah hasil hutan; e) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyrakat setempat melalui pengembangan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; f) Meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengembangkan usaha pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Jenis ...
- 53 Jenis fasilitasi meliputi: a) Pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat b) Pengajuan permohonan izin c) Penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan d) Teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan e) Pendidikan dan latihan f) Akses terhadap pasar dan modal g) Pengembangan usaha Ijin usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm) dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri. 2) Fasilitasi Pengelolaan Hutan Desa Hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan sehingga tidak diperkenankan untuk dipindahtangankan atau diagunkan serta mengubah status dan fungsi kawasan hutan. Pengelolaan hutan desa dilaksanakan oleh Lembaga Desa dibentuk melalui Peraturan Desa. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota wajib melakukan fasilitasi terhadap pengelolaan hutan desa sesuai dengan kewenangannya. Fasilitasi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas lembaga desa dalam pengelolaan hutan. Jenis fasilitasi meliputi: a) Pendidikan dan latihan b) Pengembangan kelembagaan c) Bimbingan penyusunan rencana kerja hutan desa d) Penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan e) Bimbingan teknologi f) Pemberian informasi pasar dan modal g) Pengembangan usaha Permohonan hak pengelolaan hutan desa diajukan Lembaga Desa melalui Bupati/Walikota kepada Gubernur disertai rekomendasi yang menerangkan bahwa Lembaga Desa telah: a) Mendapatkan fasilitasi b) Siap mengelola hutan desa c) Ditetapkan areal kerja hutan desa oleh Menteri c. Sub Komponen: Inventarisasi dan pemetaan potensi produksi HHBK Kegiatan ini merupakan pijakan awal dalam menyusun strategi pengelolaan pemanfaatan HHBK. Dari berbagai komoditas hasil inventarisasi kemudian dipilih yang prioritas untuk dikembangkan yang ditinjau dari aspek prospek pasar, infrastruktur, dukungan pihak terkait dan pemda. Inventarisasi juga dilakukan terhadap nilai produksi komoditas HHBK untuk mengisi peluang Indonesia dalam pasar bebas yang terbuka, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara. d. Sub Komponen ...
- 54 d. Sub Komponen : Fasilitasi Penetapan dan Pengembangan HHBK Unggulan Kegiatan ini dilakukan dalam rangka membantu proses koordinasi di tingkat kabupaten/kota dalam rangka pengembangan HHBK unggulan. Hasil dari kegiatan ini adalah terlaksananya Penetapan HHBK unggulan ditingkat Kabupaten/kota. Penetapan jenis HHBK Unggulan merupakan tahap evaluasi terhadap semua jenis HHBK yang akan ditetapkan menjadi jenis unggulan di suatu daerah. Jenis unggulan merupakan jenis HHBK yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di suatu daerah, sehingga secara selektif pengembangannya akan lebih fokus dan terarah. Penentuan unggulan dilakukan melalui pengukuran nilai indikator dari tiap kriteria untuk tiap jenis yang akan ditetapkan tingkat keunggulannya. Aspek penilaian mencakup kriteria ekonomi, biofisik, dan lingkungan, kelembagaan, sosial, dan teknologi. Tahapan penetapan jenis komoditas unggulan: 1. Penetapan kriteria indikator dan nilai; 2. Pengumpulan data; 3. Pengolahan data dan penetapan nilai unggulan; dan 4. Penetapan jenis HHBK Unggulan. Perubahan paradigma dari pemanfaatan hasil hutan kayu menjadi mengoptimalkan pemanfaatan HHBK dan Jasa Lingkungan dengan tetap mengedepankan kelestarian, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas SDH dengan memberikan keuntungan dan kesejahteraan kepada masyarakat di sekitarnya secara lestari sekaligus memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan. Salah satu upaya untuk mewujudkan harapan tersebut adalah dengan mengembangkan HHBK yang memiliki keunggulan ekonomi dan mengintegrasikannya dengan kegiatan pemanfaatan dan pemasaran kedalam bentuk usaha produktif terpadu. e. Sub Komponen : Fasilitasi Temu Usaha Kemitraan Hutan Rakyat Sebagai salah satu bentuk perhutanan sosial, hutan rakyat menempatkan masyarakat petani hutan rakyat sebagai pelaku utama dalam rangka mewujudkan kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Petani hutan rakyat sebagai pemilik lahan dan hutan, memiliki keleluasaan dalam mengelola hutannya. Salah satu bentuk fasilitasi yang dapat diberikan terhadap petani hutan rakyat adalah pengembangan kemitraan antara petani hutan rakyat dengan pelaku industri yang berbahan baku kayu atau industri lain yang menggunakan bahan baku dari produk hutan rakyat melalui kegiatan temu usaha kemitraan hutan rakyat. Kegiatan ini dilakukan untuk membantu kelompok tani Hutan Rakyat dalam melakukan pendekatan kemitraan usaha dengan calon mitra usaha. f.
Sub Komponen :
Pengendalian Pelaksanaan HKm/HD/ HHBK Unggulan/Kemitraan Hutan Rakyat Kegiatan ini bertujuan memperkuat kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan pengembangan HKm/HD/ HHBK Unggulan/Kemitraan Hutan Rakyat di wilayahnya. Hasil dari kegiatan ini adalah : a. Terlaksananya
- 55 b. Terlaksananya pembinaan dan pengendalian kebijakan HKm/HD/HHBK Unggulan/Kemitraan Hutan Rakyat di Kabupaten/Kota; c. Terfasilitasinya optimalisasi pemanfaatan HKm/HD/HHBK Unggulan/Kemitraan Hutan Rakyat oleh pemegang izin melalui pemberian bimbingan, arahan dan supervisi, monitoring dan evaluasi 4.
Komponen : Fasilitasi Pengembangan Perbenihan Tanaman Hutan a. Sub Komponen : Fasilitasi Pelaksanaan Urusan Perbenihan Tanaman Hutan Kegiatan fasilitasi dimaksudkan untuk membangun kesepakatan tentang kebijakan teknis yang diperlukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan NSPK urusan perbenihan tanaman hutan yang meliputi: pembangunan areal konservasi sumber daya genetik, pembangunan sumber benih, pengadaan dan produksi benih, pengedaran benih/bibit, sertifikasi benih (sumber benih, mutu benih, dan mutu bibit). Kegiatan ini dilakukan melalui Rapat koordinasi dengan melibatkan Dinas Kabupaten/Kota, UPT Kementerian Kehutanan terkait dan Badan Pelaksana Penyuluhan di wilayah provinsi yang bersangkutan. b. Sub Komponen : Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Urusan Perbenihan Tanaman Hutan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan NSPK dan untuk mengetahui keterlaksanaan NSPK melalui pengumpulan data dan informasi tentang kemampuan kelembagaan dalam melaksanakan NSPK; ketertiban aparat dan lembaga dalam melaksanakan NSPK; dan efektifitas NSPK dalam mencapai tujuan urusan perbenihan tanaman hutan.
E. BIDANG PENYULUHAN KEHUTANAN 1. Komponen : Fasilitasi Peningkatan Penyuluhan a. Sub Komponen: Pembinaan Penyuluhan Kehutanan 1) Penyelenggaraan Kampanye Indonesia Menanam (KIM). Tujuan penyelengaraan KIM adalah terwujudnya kebiasaan masyarakat untuk menanam dan melestarikan hutan serta lingkungan sebagai bagian dari budaya bangsa, sehingga akan tercipta nilai estetika, sarana rekreasi serta olahraga, tempat berteduh, tabungan keluarga, penahan longsor dan ancaman banjir. Sasaran KIM adalah seluruh warga masyarakat Indonesia baik yang berdomisili di pedesaan maupun perkotaan. KIM dilaksanakan untuk mendukung kegiatan penanaman dalam rangka Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), Bulan Menanam Indonesia, Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara (GPTP) serta kegiatan-kegiatan lainnya di daerah. 2) Pelatihan keterampilan masyarakat Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menggali potensi yang dimiliki daerah setempat secara mandiri, mengembangkan potensi daerah untuk peningkatan kesejahteraan, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sasaran ...
- 56 Sasaran peserta pelatihan adalah masyarakat yang meliputi petani, masyarakat adat, tokoh masyarakat, kader konservasi alam, kelompok pencinta alam, Pramuka, Kelompok Pemuda, anggota organisasi masyarakat, kelompok perempuan dan lain-lain. Jenis Pelatihan keterampilan masyarakat meliputi pelatihan teknis kehutanan, pelatihan manajemen dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok dan pelatihan usaha produktif. 3) Pelatihan peningkatan kapasitas SDM penyuluhan kehutanan. Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kemampuan SDM penyuluhan untuk menyelenggarakan penyuluhan kehutanan dalam rangka memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha. Sasaran peserta pelatihan adalah penyuluh kehutanan yang bertugas di UPT Kementerian Kehutanan, BAKORLUH, BAPELUH dan SDM yang mempunyai fungsi penyuluhan kehutanan. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 30 orang selama 30 jam pelajaran, dan pelaksanaannya berkoordinasi dengan BDK Kehutanan terdekat. Fasilitator/Narasumber pelatihan berasal dari : BP2SDM Kehutanan Kementerian Kehutanan, Eselon I/UPT Kementerian Kehutanan, Penyuluh Kehutanan Ahli dari Pusat/Daerah, BAKORLUH, BAPELUH, Dinas teknis terkait dan Perguruan Tinggi. 4) Biaya Operasional Penyuluh (BOP) Tujuan Biaya Operasional Penyuluh adalah untuk memperlancar pelaksanaan tugas penyuluh kehutanan sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun sehingga dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Sasaran Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah pejabat fungsional penyuluh kehutanan atau calon pegawai negeri sipil calon penyuluh kehutanan di Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur atau Bupati/Walikota sebagai penyuluh kehutanan. Mekanisme penyaluran BOP adalah sebagai berikut : a) Satker pengelola dana dekonsentrasi mengusulkan nama-nama penyuluh kehutanan calon penerima BOP kepada Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Kementerian Kehutanan cq. Pusat Penyuluhan Kehutanan; b) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Kementerian Kehutanan cq. Pusat Penyuluhan Kehutanan mengklarifikasi nama-nama penyuluh kehutanan calon penerima BOP untuk ditetapkan melalui keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Provinsi sebagai penerima BOP; c) BOP bagi penyuluh kehutanan yang bertugas di provinsi dan Kabupaten/Kota dialokasikan melalui satker Provinsi; d) Pencairan BOP dilakukan oleh bendahara pengeluaran satker provinsi yang selanjutnya dibayarkan kepada penyuluh kehutanan; e) Apabila ...
- 57 -
e) Apabila terjadi perubahan penerima BOP, maka Satker menyampaikan usulan perubahannya kepada BP2SDM Kehutanan Kementerian Kehutanan cq. Pusat Penyuluhan Kehutanan. 5) Koordinasi dan konsultasi penyuluhan kehutanan. Tujuan untuk mensinergikan program dan kegiatan penyuluhan kehutanan yang dilaksanakan terkait program pembangunan kehutanan, sehingga pelaksanaan kegiatan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan tertib sesuai ketentuan. Sasaran koordinasi dan konsultasi adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan Kementerian Kehutanan dan Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan. 6) Administrasi kegiatan dekonsentrasi penyuluhan kehutanan. Tujuan adalah meningkatkan tertib administrasi pengelolaan dana dekonsentrasi bidang penyuluhan kehutanan. Sasaran penyelenggaraan administrasi kegiatan dekonsentrasi penyuluhan kehutanan adalah fasilitasi kebutuhan administrasi yang meliputi alat tulis kantor, pengiriman surat, fotocopy, pelaporan, rapat-rapat dan koordinasi dengan instansi terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan dana dekonsentrasi tahun 2014, maka harus ditetapkan organisasi pengelola dana dekonsentrasi yang terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Bendahara Pengeluaran, Petugas Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Staf Sekretariat. 7) Lokakarya pengembangan penyuluhan. Tujuan kegiatan ini adalah menyamakan persepsi dan mensinergikan sistem penyuluhan kehutanan sehingga diperoleh rumusan yang dapat ditindak lanjuti dalam rangka penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. Sasaran kegiatan ini adalah semua pemangku kepentingan yaitu DPRD, BAPPEDA, BKD, Dinas Kehutanan Provinsi, BAKORLUH, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, BAPELUH, UPT Kementerian Kehutanan dan Dinas teknis terkait. Kegiatan ini hanya dialokasikan pada Provinsi yang telah ditunjuk sebagai provinsi model sesuai dengan surat Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Kementerian Kehutanan Nomor : S.275/IXSet/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Provinsi Model Sistem Penyuluhan Kehutanan, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Lampung, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.
b. Sub Komponen ...
- 58 b. Sub Komponen : Fasilitasi Penyuluhan Kehutanan 1) Percontohan pemberdayaan masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka penguatan kelembagaan masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar kawasan hutan, agar mereka dapat berperan aktif dalam pengelolaan hutan tanpa merusak fungsi pokok hutan. Keluaran dari kegiatan percontohan pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP), peraturan desa, Forum Kehutanan Antar Desa, Kelompok Usaha Produktif (KUP), dan jejaring kerja dengan pihak Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat, di dalam dan di sekitar kawasan hutan. 2) Pembentukan/pendampingan Kelompok Usaha Produktif (KUP). Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan dan memperkuat kelembagaan kelompok menjadi kelembagaan usaha produktif yang kuat dan mandiri. Sasaran kegiatan ini adalah kelembagaan kelompok masyarakat yang dipersiapkan menjadi kelembagaan kelompok usaha produktif di bidang usaha kehutanan, antara lain usaha hasil hutan bukan kayu, usaha hasil hutan kayu, usaha Kebun Bibit Kelompok (KBK), usaha penangkaran satwa dan tumbuhan, usaha jasa lingkungan kehutanan serta usaha kehutanan lainnya. Anggaran KUP terdiri dari bantuan yang diberikan kepada kelembagaan kelompok masyarakat (Kelompok Usaha Produktif) berupa modal usaha untuk kegiatan produktif bidang usaha kehutanan, dan biaya pendampingan oleh penyuluh kehutanan. 3) Pembentukan Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP). Tujuan kegiatan ini adalah sebagai wadah dalam menyalurkan aspirasi baik pemerintah daerah, dunia usaha dan tokoh tokoh masyarakat setempat untuk menyelenggarakan peyuluhan kehutanan secara swadaya. SPKP merupakan embrio dari Pos Penyuluhan di tingkat desa. Sasaran pembentukan SPKP diprioritaskan pada desa/kelurahan yang merupakan pemenang lomba desa/kelurahan peduli kehutanan, memiliki kelompok yang berpotensi mengembangkan kegiatan pembangunan kehutanan dan terdapat penyuluh pendamping. 4) Sosialisasi pelaksanaan Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) Tujuan kegiatan ini adalah menumbuh kembangkan minat dan rasa cinta murid sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah terhadap pohon dan lingkungan alam sekitarnya. Sasaran kegiatan ini adalah murid sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Pelaksanaan kegiatan KMDM mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.41/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM). 5) Fasilitasi ...
- 59 5) Fasilitasi pembuatan dan pemeliharaan Kebun Bibit Sekolah (KBS). Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan minat para peserta didik dalam kegiatan kehutanan terutama dalam pembuatan persemaian dan penanaman di sekitar sekolah bersangkutan. Sasaran kegiatan ini adalah Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). KBS ini merupakan sarana penyuluhan dengan sasaran berupa para peserta didik dan guru melalui kegiatan pembuatan persemaian di sekolah sasaran dan sekaligus melakukan penanaman di sekitar lokasi sekolah. 6) Pengembangan materi media cetak. Tujuan kegiatan ini adalah menyediakan dan menyebarluaskan materi penyuluhan kehutanan yang berasal dari sumber yang ada (majalah/koran/ internet/dll) maupun pengalaman penyuluh yang bersifat spesifik lokal agar penyuluhan kehutanan lebih optimal. Sasaran kegiatan ini adalah penyuluh kehutanan, PKSM, pelaku utama dan pelaku usaha. 7) Pembuatan demplot penyuluhan kehutanan terpadu. Tujuan kegiatan ini yang selanjutnya disebut Unit Percontohan Penyuluhan Kehutanan (UUPK) adalah untuk memfasilitasi penyuluh kehutanan dalam memperagakan berbagai aktivitas kehutanan yang berfungsi sebagai tempat pembelajaran, penguatan kelembagaan kelompok masyarakat dan peningkatan kapasitas penyuluh kehutanan. Sasaran pembuatan UPPK adalah kelompok masyarakat, penyuluh kehutanan, dan pelaku usaha. Tahapan pembangunan UPPK meliputi : a) sosialisasi dan diskusi multi pihak, b) identifikasi lokasi dan potensi, c) identifikasi kegiatan, d) penyusunan rancangan teknis, e) pelaksanaan pembangunan demplot, f) monitoring, g) evaluasi dan pelaporan kegiatan pembangunan UPPK. Rancangan UUPK ini disusun oleh kelompok tani dengan difasilitasi oleh penyuluh kehutanan, dinilai oleh tim yang dibentuk Kepala BAPELUH dan disahkan oleh Kepala Dinas/BAKORLUH. Rancangan teknis yang telah disahkan disampaikan kepada Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan, Kementerian kehutanan sebagai bahan monitoring dan supervisi. Rancangan teknis ini memuat tentang risalah umum, lokasi UUPK, jenis kegiatan, tata waktu pelaksanaan, penyelenggara UUPK, pembiayaan dan dilampiri dengan peta lokasi dan peta kegiatan dengan skala 1 : 5.000. 8) Pengadaan perangkat komputer. Tujuan kegiatan ini adalah menunjang kelancaran pelaksanaan administrasi penyelenggaraan dekonsentrasi bidang penyuluhan kehutanan pada masing-masing Satker. Mekanisme pengadaan perangkat komputer mengacu pada peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010). c.
Sub Komponen ...
- 60 c. Sub Komponen :
Monitoring dan Evaluasi Penyuluhan Kehutanan 1) Penyusunan statistik penyuluhan kehutanan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan informasi kegiatan penyuluhan kehutanan Tahun 2011 dan tahuntahun sebelumnya. Statistik penyuluhan kehutanan berisi tentang data: a) Penyuluh kehutanan; b) Pemeliharaan Kebun Bibit Sekolah; c) Pembangunan Kebun Bibit Sekolah; d) Pelatihan Kecil Menanam Dewasa Memanen, data Penyebaran Informasi Materi Penyuluhan melalui media cetak; e) Pemenang Lomba PKA; f) Penyuluh yang mendapatkan BOP; g) Penyelenggaraan Pelatihan Masyarakat; h) Penyelenggaraan Pelatihan SDM Kehutanan; i) Penyebaran Sentra Penyuluh Kehutanan Pedesaan; j) Lokasi Kampanye Indonesia Menanam; k) Penyebaran Kelompok Usaha Produktif; l) Nama Unit Organisasi Yang membidangi Penyuluhan Kehutanan di Provinsi/Kabupaten/Kota; m) Percontohan Pemberdayaan Masyarakat. 2) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan penyuluhan kehutanan di provinsi/kabupaten/kota dan menilai keberhasilan pelaksanaannya di lapangan. Monitoring dilakukan untuk kegiatan tahun berjalan dan evaluasi dilakukan untuk menilai kegiatan penyuluhan kehutanan tahun sebelumnya. Hasil dari monitoring dan evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) bagi penyempurnaan pelaksanaan kegiatan sejenis dimasa mendatang. 3) Penilaian lomba Penghijauan dan Konservasi Alam (PKA) Wana Lestari. Tujuan penilaian lomba PKA Wana Lestari adalah dalam rangka meningkatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam. Sasaran penilaian lomba PKA Wana Lestari adalah pemerintah desa/kelurahan, masyarakat, penyuluh kehutanan, PKSM, media dan pelaku usaha yang peduli pada pembangunan kehutanan.
BAB IV ...
- 61 BAB IV PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN A. Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan urusan pemerintahan (dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2015 yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilakukan oleh Dinas Provinsi yang mengurusi bidang kehutanan sebagai instansi yang ditunjuk oleh Gubernur untuk menangani urusan dekonsentrasi bidang kehutanan. Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, dan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, Kementerian Kehutanan melakukan pembinaan teknis sesuai dengan bidangnya untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi di provinsi. B. Pelaporan Pelaporan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan keuangan yang harus dilaksanakan adalah Laporan Bulanan dan Laporan Triwulan yang meliputi laporan manajerial yaitu perkembangan realisasi penyerapan anggaran, pencapaian target sub komponen, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut (Format lampiran 1). Pada akhir tahun anggaran, wajib menyampaikan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dari pelaksanaan anggaran dekonsentrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dalam bentuk hardcopy dan softcopy (berdasarkan aplikasi SAI). Laporan disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya untuk pelaksanaan bulan sebelumnya kepada : 1. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan cq. Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan; 3. Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan; 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan; 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan; 6. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan; dan 7. Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
BAB V ...
- 62 BAB V PENUTUP Dengan penyusunan Pedoman Pelaksanaan Urusan Pemerintahan (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2015 Yang Dilimpahkan Kepada Gubernur Selaku Wakil Pemerintah ini, diharapkan Dinas Provinsi yang mengurusi bidang kehutanan sebagai pengelola dekonsentrasi dapat melaksanakan kegiatan dekonsentrasi Bidang Kehutanan Tahun 2015 secara efektif dan efisien dalam rangka terjaganya kekayaan hayati untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja dan utamanya pengentasan kemiskinan, dengan mengelola hutan pada tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, operasionalisasi KPH, perlindungan dan pengamanan hutan, pengelolaan hutan alam/hutan tanaman, pemantapan kawasan hutan, dan kegiatan penyuluhan kehutanan diupayakan adanya koordinasi dan sinkronisasi yang sinergis antara pusat dan daerah dalam rangka pencapaian targettarget program pembangunan kehutanan secara nasional guna mendorong perbaikan lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana alam untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dinas Provinsi yang mengurusi bidang kehutanan provinsi, secara aktif melakukan koordinasi, bimbingan, pembinaan dan pengendalian manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan PEP dekonsentrasi Bidang Kehutanan sebagai bahan evaluasi/penilaian dalam pengalokasian anggaran dekonsentrasi tahun selanjutnya. Semoga pembangunan kehutanan di pusat dan daerah berjalan secara selaras dan serasi dalam mewujudkan Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA
- 63 -
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.101/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH FORMAT LAPORAN KEGIATAN DEKONSENTRASI BULANAN (FORM A) I. II. III. IV. V.
UNIT KERJA ALOKASI ANGGARAN PROGRAM KEGIATAN REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN No.
Bidang/Komponen/Sub Komponen
: : : : : Pagu
Realisasi
JUMLAH VI. VII.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN
: :
..........., ............. 2015 KEPALA UNIT KERJA NAMA NIP.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. Salinan sesuai dengan aslinya
SITI NURBAYA
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA
%
- 64 -
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.101/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SELAKU WAKIL PEMERINTAH FORMAT LAPORAN AKHIR KEGIATAN DEKONSENTRASI (FORM B) I. II. III. IV. V.
UNIT KERJA ALOKASI ANGGARAN PROGRAM KEGIATAN REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN
No.
Bidang/Komponen/Sub Komponen
: : : : :
Pagu
Realisasi
%
JUMLAH VI.
PENGUKURAN HASIL Bidang/Sub Komponen yang dilimpahkan
No. I
Bidang....
1
...........
2
...........
II
Bidang ...
Target
Rencana
Realisasi
%
1 2
.... dst Rata-rata
VII. VIII. IX.
...
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN SARAN TINDAK LANJUT
: : :
......................., 2015 KEPALA UNIT KERJA NAMA NIP.
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
Salinan sesuai dengan aslinya
SITI NURBAYA
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, ttd. KRISNA RYA