LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Hubungan Kadar Vitamin D dengan Jumlah dan Fungsi Migrasi Sel T Regulator pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Penyusun Laporan:
1. dr. Dian Hasanah 2. dr. Dona Marisa 3. Laksmi Karunia T, S.Gz.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawij aya
2012
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Hubungan Kadar Vitamin D dengan Jumlah dan Fungsi Migrasi Sel T Regulator pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Peng(!mbl!n�an Kcseha Bsdan Pcnelitian dan
PERPUSTAKAAN
Penyusun Laporan:
1. dr. Dian Hasanah 2. dr. Dona Marisa 3. Laksmi Karunia T, S. Gz.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
2012
tal
HALAMAN PENGESAHAN
1.
Judul Penelitian "Hubungan Kadar Vitamin D dengan Jumlah dan Fungsi Migrasi Sel T Regulator pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik"
2.
Ketua Peneliti a.
Nama Lengkap
: dr. Dian Hasanah
b.
Jenis Kelamin
: Perempuan
c.
NIP
: 19790411 200912 2 002
d.
Jabatan Fungsional
: Dosen
e.
lnstansi
: Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
f.
Alamat Kantor
: Jl. Veteran- Kota Malang 65145
g.
Telepon/Faksimile
: 0341-569117 dan 567192/ 0341-564775
h.
E-mail
: 081334933663/
[email protected]
i.
Sumber Pembiayaan
: Risbin lptekdok 2011
Malang, Februari 2012 Mengetahui,
Ketua Peneliti,
Oekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
dr. Dian Hasanah NIP. 19790411 200912 2 002
ii
TIM PENELITI
1.
Judul Penelitian: "Hubungan Kadar Vitamin D dengan Jumlah dan Fungsi Migrasi Sel T Regulator pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik"
2.
3.
Ketua Peneliti: a.
Nama Lengkap
b.
Bidang Keahlian : Biomedik
:
dr. Dian Hasanah
Anggota Peneliti:
1
2
dr. Dona Marisa Laksmi Karunia T, S.Gz
Biomedik Biomedik dan Gizi
Kopertis Wilayah X Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
iii
KATA PENGANTA R
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian dengan judul "Hubungan Kadar Vitamin D dengan Jumlah dan Fue'�gsi Migrasi Sel T Regulator pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik". Penelitian ini merupakan salah satu penelitian yang diterim a dalam Riset Binaan llmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran 201 1 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Kami juga menyadari bahwa penelitian dan laporan akhir ini masih jauh dari kesempumaan, baik dalam isi maupun cara penyusunannya. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan akhir penelitian ini bisa membantu memberikan tambahan pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang gizi dan imunologi, dan dapat membantu perbaikan kualitas pasien lupus eritematosus sistemik.
Malang, Februari 2012
Peneliti
iv
ABSTRAK
Latar Belakang. Toleransi yang diperantarai oleh sel Treg merupakan mekanisme untuk mencegah munculnya autoimu.nitas seperti pada LES (Askenasy et af, 2008; Jianxin, 2009; Kuhn et af, 2009). Treg dapat menggunakan reseptor kemokin spesifik untuk bermigrasi dan melokalisasi sel T efektor dan/atau APC. Bila fungsi migrasi ini terganggu, maka fungsi supresi Treg terhadap sel-sel efektor akan terhambat (lellem et af, 2001; Tiscner et af, 2006). TGF� 1 dikatakan dapat memacu peningkatan jumlah Treg FOXP3•. Pendapat terdahulu menyebutkan bahwa tidak ada sitokin lain yang mampu menggantikan TGF-131 dalam induksi FOXP3 pada sel T naif (Chen et af, 2009). TGF-131 juga dapat secara langsung mensupresi sel-sel efektor (Fahlen etaf, 2005). Akhir-akhir ini telah dilaporkan adanya hubungan antara deflsiensi vitamin D dengan timbulnya penyakit autoimun (lrast01za et a/, 2008; Ginanjar eta/, 2007; Mouyis eta/, 2008; Toubi et af, 2010). Vitamin D memiliki peran dalam modulasi sistem imun. Pasien LES di Indonesia mempunyai manifestasi klinis yang lebih berat (Kalim, 2000). Meskipun Indonesia terletak di katulistiwa dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun, temyata kadar vitamin D populasi sehat di Indonesia temyata rendah (Setiati, 2008). Sehingga timbul pertanyaan apakah beratnya manifestasi klinis pasien-pasien LES di Indonesia juga dipengaruhi oleh kadar vitamin D. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar vitamin D berhubungan dengan jumlah dan fungsi migrasi rreg pasien LES. Metode. Subyek sakit adalah pasien yang diagnosis menderita LES aktif oleh Dokter Ahli Penyakit Dalam Konsultan Reumatologi, berdasarkan kriteria ARA, dengan nilai SLEDAI >3. Subyek ko11trol adalah orang-orang yang sehat. Kadar 25(0H)D3 (ng/ml) dan TGF.-(31 (pg/ml) diukur dari serum dengan metoda ELISA. Pe�entase Treg FoxP3+ adalah persentase sel T CD4.CD25.FOXP3+ dari seluruh sel ·t CD4+ yang dideteksi melalui metode flow cytometry. Persentase Treg CCR4+ adalah persentase sel T CD4.CD25•ccR4-.. dari seluruh Treg CD4..CD25+ yang dideteksi melalui metode flow cytometry. Kemampuan migrasi Treg dinilai secara in vitro pada transwe/1 setelah pemaparan kemokin TARC dan MDC. Hasll dan Pembahasan. Kadar vitamin D pada kontrol lebih tinggi daripada pasien LES. Kurangnya kadar vitamin D diduga menyebabkan kekacauan sistem imun pada pasien LES. Peningkatan persentase Treg FoxP3+ pada darah perifer pasien LES mungkin bertujuan untuk meningkatkan cadangan Treg guna mengatasi ekspansi dan agresifitas dari sel-sel T dan B. Peningkatan ini bisa merupakan hasil konversi sel T naif menjadi Treg di perifer, yang dapat dipicu oleh sitokin-sitokin. Penyebab lainnya mungkin karena meningkatnya resistensi sel T dan B terhadap supresi Treg sehingga Treg yang dibutuhkan oleh pasien LES harus lebih besar dari orang yang sehat. Hal ini ditunjang oleh bukti kadar TGF-(31 yang lebih rendah pada pasien, sehingga sel-sel efektor kurang rersupresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TGF-(31 bukanlah sitokin terkuat untuk memicu peningkatan jumlah Treg seperti yang diduga oleh peneliti-peneliti teldahulu. Ekspresi CCR4 pada Treg tidak menunjukkan perbedaan antara pasien dan .wntrol, demikian pula kemampuan migrasinya. Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa Treg mungkin bukanlah sumber dari masalah kekacauan sistem imun pasien LES seperti rang sering dinyatakan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Perubahan yang terjadi pada sel -reg mungkin hanyalah sebagai mekanisme kompensasi dari autoreaktifltas dan Egresifitas sel-sel efektor dalam sistem imun pasien LES.
P
� kunci: vitamin D, jumlah Treg, migrasi Treg
v
RINGKASAN EKSEKUTI F
Buku ini merupakan hasil penelitian di Malang, yang dilakukan oleh Dian Hasanah, Dona Marisa, dan Laksmi Karunia T. Fokus dari penelitian ini adalah membahas tentang hubungan kadar vitamin D dengan jumlah dan fungsi sel T regulator pada pasien lupus eritematosus sistemik (LES).
Penelitian ini
merupakan salah satu penelitian yang didanai oleh Riset Binaan llmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran 2011 yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia,
dengan
nomor
hibah:
HR.06.01/1/1063/201 1 . Rancangan penelitian adalah studi observasional dalam bentuk potong lintang (cross sectional study) dengan pengambilan sampel darah untuk mengetahui kadar vitamin D serum, persentase Treg, persentase Treg CCR4+, kemampuan migrasi Treg, dan kadar TGF-p1 serum pada pasien-pasien LES dibandingkan dengan kontrol sehat. Penelitian ini yang menggunakan subyek manusia telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya melalui Surat Keterangan Kelaikan Etik No. 0214/KEPK FKUB/ECNIII/2010. Seluruh subyek penelitian yang diikutkan dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan Laboratorium Sentral RS. Dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Desember 201 1.
�·
Dari penelitian ini, terdapat peningkatan jumlah Treg pada penderita LES, dan peningkatan ini tidak berhubungan dengan kadar vitamin D· pasien LES. Kadar vitamin D tidak mempengaruhi ekspresi CCR4 pada Treg, tetapi
vi
mempengaruhi kemampuan migrasi Treg baik terhadap ligan TARC ataupun MDC, hal ini menunjukkan bahwa vitamin D mempengaruhi kemampuan migrasi Treg bukan melalui CCR4, kemungkinan melalui re septor kemokin lainnya seperti CCR2, CXCR3, CCRS, CCR6 dan CCR8 atau melalui molekul adhesi. Selain itu untuk penelitian uji migrasi Treg selanjutnya, perlu dilakukan purifikasi sel Treg dan mengikutsertakan sel inflamasi yang lain seperti APC. Tampaknya Treg bukanlah awal dari permasalah pada LES melainkan hanya sebagian dari mekanisme kompensasi saja, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat mekanisme sebelum Treg bekerja, yaitu pada sel-sel efektor sistem imun. Penelitian tahun kedua direncanakan akan melihat hubungan ini pada sel-sel efektor, yaitu sel Th17 dan sel dendritik. Pasien
LES
merupakan
kelompok
yang
berisiko
mengalami
hipovitaminosis D karena mengalami fotosensitifitas dan harus menghi ndari sinar matahari sehingga dapat mengurangi sintesis vitamin D endogen, atau memiliki antibodi antivitamin D, atau akibat pengobatan dengan steroid. Karena itu pemberian suplemen vitamin D perlu dipertimbangkan pada pasien LES. Tetapi suplementasi vitamin D pada pasien LES harus dipertimbangkan dengan matang mengenai dosis, lama pemberian, keuntungan, dan kerugiannya. Dan juga perlu dikaji apakah vitamin D memang dengan bermakna membantu regu1asi sistem imun pasien LES. Juga perlu dilakukan kajian yang membandingkan respon sistem imun antara preparat in vitro yang diberikan suplementasi vitamin D dan yang tidak. Seluruh tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada: (1) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan atas bantuan pendanaan untuk penelitian kami melalui Risbin lptekdok 201 1 dengan nomor hibah: HK.06.0 1 / 1 / 1 063/2011, (2) Seluruh anggota Tim Panel Pakar Bidang Gizi
vii
atas bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan laporan akhir kami, (3) Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.
Selamat membaca.
Malang, Februari 2012
Peneliti
viii
DAFTA R lSI
JUDUL
.......... ............ ................................................... ................. ............................ .
.
ii
TIM PENELITI ......................................................................................................... . .
iii
KATA PENGANTAR
.
iv
..
v
LEMBAR PENGESAHAN
................. ................................................... ....................
...............................................................................................
ABSTRAK ................................................................................................................
RINGKASAN EKSEKUTIF.... .................................... ................................... ............... DAFTAR lSI ................................................................................... .......................... DAFT AR GAM BAR
.
vi ix
.
......... ................................................ ...................................... .
X
.
.
xi
DAFTAR LAMPl RAN ....................... .......................................................................
..
xii
BAB 1
PENDAHULUAN ......................... ............................................ .................
..
BAS 2
METODE PENELITIAN
BAB 3
HASIL ..........................................................................................................
BAB 4
PEMBAHASAN ...................................... ...................................................
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFT AR TABEL ................................... ................................ ........................ ...........
UCAPAN TERIMA KASIH
.............. ......................." . . . .
.
............
.
..........
.
.....
8
.
.. .
.
..
21 34
.
50
..
52
...................................................................
.....................................................................................
1
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... ...........
.
53
LAMPIRAN ................................... ........................ ........................................ .............
.
56
ix
DA FTA R GAMBA R
Gambar 1.
Distribusi Status Vitamin D pad a Pasien LES ...... .. ................... . ......... ...
22
Gambar 2.
Distribusi Status Vitamin D pad a Kontrol Sehat ...................... .. .... .........
23
Gambar 3.
Perbandingan Rata-rata Kadar Vitamin D Pasien LES dan Kontrol Sehat .....................................................................................................
24
Gambar 4.
Contoh Hasil Analisis Flow Cytometry Treg pasien FoxP3+ LES . ..........
25
Gambar 5.
P�rbanding;:!n R�ta-rata Persent;:i$\=l Treg FqxP3+ Pasien LES dan Kontrol Sehat............................................................... .......... .. .. .. . ...... . ...
Gambar 6.
25
Perbandingan Rata-rata Kadar TGF-131 Pasien LES dan Kontrol Sehat .....................................................................................................
26
Gambar 7.
Contoh hasil analis.is flow cytometry Treg CCR4+ Pasien LES..... .........
27
Gambar 8.
Perbandingan Rata-Rata Persentase CCR4 pada Treg antara Pasien
.
LES dan Kontro l Sehat.................... ......... .... .. ......... .. ..... .. .... .. .. .. .. .. .. .. . ... Gam bar 9.
28
Perbandingan Rata-Rata Persentase Treg CCR4+ yang Bermigrasi Spesifik terhadap Ligan TARC dan MDC pad a Pasien LES dan Kontrol Sehat
......................................................................................................
29
Gambar 10. Kurva Korelasi antara Kadar Vitamin D dan Persentase Treg ..... ..........
30
Gambar 11. Kurva Korelasi antara Kadar Vitamin D dan Kadar TGF-131 ...................
30
Gambar 12. Kurva Korelasi antara Kadar TGF�131 dan Persentase Treg ..................
31
Gambar 13. Kurva Korelasi antara Kadar Vitamin 0 dan Kemampuan Migrasi Spesifik Treg terhadap Ligan TARC.......................................................
32
Gambar 14. Kurva Korelasi antara Kadar Vitamin D dan Kemampuan Migrasi Sp esifik Treg terhadap Ligan MDC ........... .......... ........ .... ......... ... . .. .... ....
32
Gambar 15. Kurva Korelasi antara Ekspresi CCR4 pada Treg dan Kemampuan Migrasi Spesifik Treg terhadap Ligan MDC ...........................................
33
X
DAFTARTABEL
Tabel1. Karakteristik Pasien LES dan Kontrol Sehat
................ ...............................
21
xi
DAFTARLAMPIRAN
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PASIEN LES DAN KONTROL ...............
56
BIOOATA PENELITI UTAMA
59
BIODATA PENELITI ANGGOTA 1
60
BIODATA ANGGOTA PENELITI 2
61
xii
BAB 1 PENDAH UL UAN
1 .1 Latar Belakang Peneliti an
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan suatu penyakit autoimun sistemik yang akhir-akhir ini semakin sering dijumpai. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduktif dengan perbandh �gan wanita:laki berkisar 8:1. Prevalensi LES dilaporkan berkisar 12,2 per 100.000 penduduk dengan angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi terutama di negara-negara berkembang (Shakra, 2008). Penyakit ini berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Etiologi dan patogenesis penyakit ini sampai saat ini masih belum jelas (Wallace eta/, 2007). Mekipun patogenesis penyakit ini masih belum jelas namun terdapat bukti-bukti adanya penyimpangan sistem imun yang melibatkan se! T, sel 8, sel monosit, dan sel T regulator yang pada akhirnya menyebabkan te�adinya eradangan sistemik dan kerusakan jaringan (Jianxin, 2009). Meskipun secara .m1um angka harapan hid up 10 tahun penderita LES meningkat hingga mencapai an%
pada tahun 2000 di negara maju, penelitian Handono Kalim dan kawan
>:awan
pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penderita LES di Indonesia
,empunyai harapan hidup yang masih rendah, yakni untuk 5 tahun 70% dan ruk 10 tahun 55% (Kalim et at, 2000). Penderita Lupus Eritematosus Sistemik :·.'81nya mengeluh lemah, demam, malaise, anoreksia dan berat badan -anurun. Pada tahap berikutnya penderita menunjukkan manifestasi klinis yang �
spesifik dan lengkap serta cenderung melibatkan multiorgan seperi kelainan
:arah, saraf, jantung dan pembuluh darah, paru, ginjal, dan mata. Manifestasinya =sa
berat dan mengancam jiwa (Wallace et al, 2007). 1
Dalam sistem imun tubuh, toleransi merupakan mekanisme untuk mencegah munculnya autoimunitas seperti pada Lupus Eritematosus Sistemik. Toleransi ini dimediasi oleh sel T regulator (Treg) yang- merupakan subset dari sel limfosit T yang berperan mensupresi sistem imun agar tidak beke�a secara berlebihan dan tidak bereaksi terhadap antigen-antigen tubuh sendiri. Literaturliteratur terkini mendukung konsep bahwa Treg menekan autoreaktifitas sel T efektor pada lokasi inflamasi dan di aliran nodus limfatikus. Selain itu, Treg memodulasi profil sitokin pada lokasi inflamasi dan mensekresi sitokin seperti TGF-� dan IL-10, yang merupakan sitokin anti-inflamasi
(Askenasy et at, 2008;
Jianxin, 2009; Kuhn eta/, 2009).
Ekspresi intraseluler forkhead box P3 (FOXP3) pada Treg akhir-akhir ini dianggap sebagai petanda yang paling spesifik untuk Treg manusia. Sebuah mutasi pada faktor transkripsi ini sangat berkaitan dengan
disregulasi imun.
Terlebih lagi, sebuah polimorfisme spesifik pada regie promoter FOXP3 berasosiasi dengan diabetes autoimun, menimbulkan dugaan bahwa FOXP3 dapat terkait dengan kerentanan terhadap penyakit-penyakit autoimun 1'
(Dejaco et
a/, 2005; Sakaguchi et at, 2008).
Tampak jelas bahwa Treg masih gaga I untuk mensupresi inflamasi secara total pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik, karenanya mendukung konsep ketidakseimbangan yang mendalam antara sel T pro-inflamasi dan sel T regulator pada patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik. Strategi melalui Treg pada penyakit-penyakit autoimun merupakan pendekatan baru untuk mensupresi proses inflamasi, dengan memanipulasi baik jumlah maupun fungsi Treg. Treg mampu memproduksi TGF-�. Beberapa peneliti telah menunjukan bahwa
TGF-�
mampu
menginduksi
sel
T
naive
Co4•
menjadi Treg
CD4.CD25+CTLA-4+ pada tikus. Mereka juga menemukan bahwa TGF-�
2
bersama dengan stimuli TCR menginduksi ekspresi FOXP3 sel T naive CD4.CD25"FOXP3" perifer dan mengkonversikannya menjadi Treg FOXP3+ .
(Chen et a!, 2009; Fahlen L eta/, 2005). Penting bahwa Treg hasil konversi 'adaptif
TGF-13 berbeda secara fenotipe maupun fungsinya dari Treg FOXP3• yang dihasilkan timus. Treg adaptif berpotensi menginhibisi proliferasi sel T in vitro dan juga jika ditransfer in vivo (Chen eta!, 2009). Sel T co4• yang kekurangan sinyal TGF-13 tidak dapat dikonversi menjadi Treg FOXP3+ in vitro maupun in vivo. Peningkatan TGF-13 sistemik memacu peningkatan jumlah Treg FOXP3•. Sampai saat ini, tidak ada sitokin lain yang mampu menggantikan TGF-13 dalam induksi FOXP3 pada sel T Co4•. TGF-13 dapat mensupresi sel T efektor yaitu Th1, Th2, dan makrofag yang teraktifasi. Pemberian TGF-13 eksogen dapat mencegah atau menginhibisi penyakit-penyakit autoimun eksperimental (Fahlen eta/, 2005). Treg secara khusus mengekspresikan reseptor kemokin dan berespon terhadap makrofag yang menghasilkan kemokin. Treg dapat menggunakan reseptor kemokin spesifik untuk melokalisasi sel T efektor dan/atau APC yang berdekatan. Fungsi ini disebut fungsi migrasi Treg yang sangat penting dalam regulasi respon imun. Bila fungsi migrasi ini terganggu, maka fungsi supresi Treg terhadap autoimunitas juga akan terganggu (lellem et a!, 2001; Tiscner et at, 2006). Kemampuan Treg untuk mensupresi aktivasi sel imun lain tidak hanya terbatas pada inhibisi proliferasi awal tetapi juga pada supresi sel efektor pada sel atau jaringan target, sehingga untuk melaksanakan fungsi tersebut, Treg harus bermigrasi ke lokasi inflamasi (Tischner et a!, 2006). Kemampuan migrasi Treg diatur oleh sinyal tertentu yang berasal dari kemokin/reseptor kemokin dan integrinlligan integrin (Wei et a!, 2006). Treg seca1'd khusus mengekspresikan reseptor kemokin tipe 4 (CCR4) dan CCR8, qan berespon terhadap kemokin
3
macrophage derived chemokine (MDC/CCL22), thymus and activation-regulated chemokine (TARC/CCL 17), 1-309/CCL 1, dan virokine vM/P-1, yang merupakan
ligan agonis dari reseptor-reseptor tersebut. Ekspresi Rhusus CCR4 dan CCR8 pada Treg menyebabkan Treg bermigrasi menuju APC dan set T teraktivasi, dan setanjutnya menginhibisi fungsi APC atau mensupresi set T responding. CCL 17 dan CCL22 dihasilkan oteh berbagai set yang berbeda pada jaringan inflamasi, dan dapat merekrut Treg untuk mendownregutasi respon inftamasi yang sedang bertangsung. Maniputasi rekrutmen Treg mungkin dapat digunakan pada berbagai keadaan patotogi untuk mencapai toteransi pada autoimunitas ( lell em et a/, 2001 }.
Penelitian terdahutu menunjukan adanya penurunan jumlah Treg yang bersirkutasi pada pasien LES aktif, dan setanjutnya dinyatakan bahwa Treg pasien LES aktif mengatami penurunan jumlah selama adanya flare tetapi fungsi supresi in vitro normal. Pada umumnya, penetiti menemukan penurunan aktivitas supresi set T, akan tetapi beberapa peneliti lain mendapatkan hasil yang berlawanan, sehingga peranan Treg pada patogenesis LES masih perlu ditetiti .agi (Horwitz , 2008; Valencia eta /, 2007). Akhir-akhir ini tetah ditaporkan adanya hubungan antara defisiensi vitamin ::>
dengan timbulnya penyakit autoimun (l rastorza et a/, 2008: Ginanjar et at, 2007;
',ouyis et a/, 2008; T houbi et al , 2010). Kurangnya paparan sinar matahari
'"!lerupakan penyebab utama defisiensi vitamin D pada Ras Kaukasia, karena sekitar 80% vitamin D dalam tubuh berasat dari previtamin D yang diproduksi di it
yang diinduksi oteh sinar ultra violet 8 (Szodaray et a/, 2008). 1,25(0HhD
::.erperan sebagai agen
imunosupresif pada set limfosit.
Berbagai studi
-enunjukkan bukti-bukti bahwa 1,25(0HhD dapat menghambat induksi pada :enyakit-penyakit autoimun seperti ensefatomielitis, tiroiditis, diabetes mellitus :-Je 1, multipel sclerosis, inflammatory bowel disease, collagen-induced arthritis,
4
dan Lyme arthritis (lrastorza et a/, 2008; Gihanjar et a/, 2007. ; Mouyis
et
al, 2008;
Ad orin i eta /, 2009; Sm old ers eta /, 2008).
Vitamin 0 mempunyai efek protektif pada sklefosis multipel autoimun. Wanita yang mengkonsumsi vitamin 0 sedikitnya
et at,
2007). Berdasarkan
penelitian berupa percobaan selama 8 minggu menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin 0 140.000 IU dapat meningkatkan persentase Treg pada subyek sehat (Priet et a!, 201 0). Reseptor Vitamin 0 (VDR) juga telah dibuktikan melalui berbagai penelitian diekspresikan pada sel-sel dalam sistem imun (Kuhn et af 2009 ; Priet et a/, 201 0; Bickle, 2009; Ada ms et at, 2008). Pada penelitian tikus
model multiple sclerosis, experimental autoimmune encephalomyelitis, ditemukan 1,25(0H)2D3 menginhibisi ekspresi CCR6 pada sel T yang telah diaktivasi oleh TGF-J3 dan interleukin-6. Selain itu, vitamin 03 juga menginduksi ekspresi CCR10 pada sel T CD4• dengan adanya IL-12 (C hang
et a/,
201 0). Penemuan ini
mendukung hipotesis bahwa vitamin D dapat menjadi dasar untuk mencegah penyakit autoimun. Vitamin D memiliki efek penekan (supresif) pada monosit dari donor sehat dan menghambat IFNy yang dimediasi diferensiasi monosit menjadi sel dendrit. Efek vitamin D pada monosit dari pasien autoimun seperti lupus tidak cfiketahui (C hen eta/, 2007). Berbagai laporan terkini yang dipublikasikan mengindikasikan terdapatnya :lersentase tinggi individu yang menderita Lupus Eritematosus Sistemik yang '1'\engalami insufisiensi atau defisiensi 25(0H)D (C onstendaber et al, 2008; l rast orza e· a. 2008; Kamen et at. 2006: Ma rco et a/, 2010; Thudi eta/, 2008).
Manifestasi klinis
�sien Lupus Eritematosus Sistemik di Indonesia berbeda dengan yang :"laporkan pada Ras Kaukasia. Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Indonesia
5
mempunyai manifestasi klinis yang lebih berat, lebih sering ditemukan antibodi anti-dsDNA dan lebih sering menunjukkan gambaran fotosensitif (Kalim
et a/,
2000). Sedangkan negara Indonesia terletak di katulistiwa dengan paparan sinar
matahari sepanjang tahun. Sehingga timbul pertanyaan apakah beratnya manifestasi klinis pasien-pasien Lupus Eritematosus Sistemik di Indonesia juga dipengaruhi kadar vitamin D. Studi-studi klinis juga belum lengkap dalam mengevaluasi efek 25(0H)D terhadap parameter autoimunitas dan aktifitas Lupus Eritematosus Sistemik. Bagaimana keterkaitan antara Lupus Eritematosus Sistemik sebagai sebuah penyakit autoimun, Treg sebagai komponen yang mencegah autoimunitas, dan vitamin D sebagai modulator sistem imun belum ·eras, dan ingin diungkap pada penelitian ini.
1.2 Tu juan Peneli tian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1.
Perbandingan kadar vitamin D pasien LES dibandingkan kontrol sehat.
2.
Perbandingan kadar TGF-�1 pasien LES dibandingkan kontrol sehat.
3.
Perbandingan persentase Treg pasien LES dibandingkan kontrol sehat.
-�
Perbandingan persentase Treg CCR4+ pasien LES dibandingkan kontrol sehat.
:::
Perbandingan kemampuan migrasi Treg CCR4+ pasien LES dibandingkan kontrol sehat. Korelasi antara vitamin D dengan kadar TGF-�1.
persentase Treg,
persentase Treg CCR4•, dan kemampuan migrasi Treg CCR4+ pada pasien LES. Korelasi antara kadar TGF-�1 dengan persentase Treg. Korelasi antara ekspresi CCR4 dan kemampuan migrasi Treg.
6
1.3Man faat Penelltlan 1.3.1 Manfaat Akademik
Manfaat akademik penelitian ini adalah: 1.
Untuk memperoleh pengetahuan tentang patogenesis LES yang hingga saat ini masih belum jelas.
2.
Untuk memperoleh pengetahuan tentang peran vitamin 0 (yang diketahui memiliki fungsi sebagai imunomodulator) pada pasien LES.
1.3.2 Manfaat Prakti s Penelitian selanjutnya
ini
untuk
ditujukan
untuk
pengembangan
meningkatkan kualitas
hidup
pasien
menjadi dan
dasar
penggunaan
LES yang
penelitian-penelitian suplemen
untuk
hingga saat ini
belum
memuaskan.
7
BAB 2 METODE PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah studi observasional dalam bentuk potong ntang (cross sectional study) dengan pengambilan sampel darah untuk 'Tiengetahui kadar vitamin D serum, persentase Treg, persentase Treg CCR4+, emampuan migrasi Treg, dan kadar TGF-p1 serum pada pasien-pasien LES dibandingkan dengan kontrol sehat.
2.2 Subyek Penelitian
Penelitian ini yang menggunakan subyek manusia telah mendapatkan :Jersetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya melalui Surat Keterangan Kelaikan Etik No. 021 4/KEPK-FKUB/ECNIII/2010. :SUbyek
penelitian
yang
diikutkan
dalam
penelitian
ini
Seluruh
diminta
untuk
enandatangani lembar persetujuan (informed consent). Populasi penelitian .:.rlalah pasien-pasien yang menderita LES di Indonesia. Sampel pasien LES yang menjadi subyek sakit dalam penelitian adalah ::asien-pasien yang memenuhi kriteria inklusi subyek sakit sebagai berikut. =
Didiagnosis menderita LES oleh Dokter Ahli Penyakit Dalam Konsultan Reumatologi berdasar1
3. Tidak mengkonsumsi vitamin D.
Subyek kontrol dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memenuhi �ria inklusi subyek kontrol sebagai berikut. 8
a.
Orang-orang dengan usia, jenis kelamin, dan suku bangsa yang sesuai dengan subyek sakit.
b.
Dinyatakan sehat berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang oleh Dolder Ahli Penyakit Dalam.
c.
Tidak mengkonsumsi vitamin D.
Baik subyek sakit maupun kontrol juga harus terbebas dari kriteria eksklusi subyek sakit dan kontrol sebagai berikut. a.
Menderita sakit.
b.
Menderita trauma.
c.
Terdapat penyakit lain yang berkaitan dengan abnormalitas kadar vitamin D.
Subyek sakit maupun kontrol direkrut secara acak proporsional. Jumlah subyek penelitian: Untuk pengukuran kadar vitamin D, kadar TGF-�1. dan penghitungan persentase Treg: a.
41 subyek sakit.
b.
20 subyek kontrol.
Untuk penghitungan persentase Treg CCR4+ dan uji kemampuan migrasi Treg: a.
1 5 subyek sakit.
�-
1 5 subyek kontrol.
2.3 Variabel Penel it ian
Variabel dalam penelitian ini adalah: Kadar vitamin D. Kadar TGF-�1.
9
c.
Persentase Treg.
d.
Persentase Treg CCR4•.
e.
Kemampuan migrasi Treg.
Variabel perancu: Pengobatan yang diterima pasien.
24 . Loka sl dan Waktu Pe nelltlan
Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Bi omedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan Laboratorium Sentral RS. Dr. Saiful Anwar Malang. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Desember 201 1 .
2.5 De fi ni si Opera sional •
Kadar Vitamin D serum adalah kadar 25(0H)D3 yang diukur dari serum segar ataupun serum yang telah disimpan pada temperatur <70°C dengan metoda Enzyme-Linked lmmuno-Sorbent Assay (ELISA) dari Cusabio, dengan menggunakan nilai patokan sebagai berikut. - Defisiensi: <20 ng/ml. - lnsufisiensi: 20-29,99 ng/ml. - Normal: �30 ng/ml. ELISA dilaksanakan di Laboratorium Sentral RS. Dr. Saiful Anwar Malang.
•
Persentase Treg adalah persentase sel T CD4.CD25.FOXP3+ dari seluruh sel T CD4+ yang diperoleh dari darah segar dan dideteksi melalui metode
flow cytometry melalui pewamaan petanda permukaan sel dan intrasel berdasarkan
cara
ke�a
dari
Biolegend.
Flow cytometry
ini
akan
10
dilaksanakan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universtas Brawijaya. •
Kadar TGF-f31 diukur dari serum segar ataupun serum yang telah disimpan pada temperatur <70°C dengan metoda Enzyme-Linked Jmmuno-Sorbent Assay (ELISA) dari eBioscience, dengan satuan pengukuran pg/ml. ELISA dilaksanakan di Laboratorium Sentral RS. Dr. Saiful Anwar Malang.
•
CCR4
adalah
reseptor
kemokin
khusus
untuk
TARC/CCL 17
dan
MDC/CCL22 yang diekspresikan Treg. Persentase Treg CCR4... adalah perbandingan Treg yang mengekspresikan CCR4 dibandingkan dengan keseluruhan Treg. •
Migrasi Treg adalah perpindahan Treg dari satu tempat ke tempat lain karena adanya respon terhadap sinyal kimia. Kemampuan migrasi spesifik Treg
adalah
perbandingan
jumlah
Treg
CCR4...
yang
bermigrasi
dibandingkan dengan jumlah total Treg yang bermigrasi. •
Pengobatan yang didapatkan oleh subyek penderita LES berupa obatobatan imunosupresan menjadi perancu dalam penelitian yang tidak dapat dihindari. Pengobatan ini tidak mungkin dihentikan pada penderita LES ·.:
karena akan membuat penyakitnya menjadi tidak terkendali dan secara etika penghentian tersebut tidak dapat dibenarkan.
2.6 Alat dan Baha n
Alat-alat yang Oibutuhkan: •
Flow cytometer
•
ELISA reader
•
lnkubator
•
Sentrifus dengan pengatur suhu
11
•
•
•
•
•
•
Plat penggetar Vortex Pipet mikro Tip biru, kuning, dan putih Tabung sentrifus 1 5 ml dengan tutup Tabung ependorf
•
Tabung propilen
•
Vacutainer dengan heparin
•
Tabung pemisah serum
•
Transwel/
•
Spuit 10 ml
•
Kapas
•
Kertas penyerap
Bahan·bahan yang dibutuhkan: •
PBS
•
FicoII®
•
Air deionisasi
•
RPMI 1640
•
FBS
I
Human Vitamin D ELISA Kit Human TGF-/]1 ELISA Kit
•
PerCP Anti·Human CD4 Antibody
•
PE Anti-Human CD25 Antibody
..
FJTC Anti-Human CD4 Antibody
�
PE Anti-Human CD3 Antibody
12
•
F/TC Anti-Human FOXP3 Antibody
•
FITC Anti-Human CD4 Antibody
•
PE Anti-Human CD25 Antibody
•
PerCP!Cy5.5 Anti-Human CD194 (CCR4)
•
Fixation and Permeabilization Buffer Set
•
Staining Buffer
•
Alkohol
2.7Cara Pemeriksaan 2.7.1 Pemeriksaan Kadar 25(0H)D3 Serum dengan Metode Enzyme-Linked lmmuno-So rbe nt Assay (ELISA) (Cusabio, 201 0) A. Pengumpulan dan Penanganan Spesimen Darah
Darah segar dimasukkan ke dalam tabung pemisah serum dan dibiarkan membeku selama minimal 30 menit, kemudian disentrifus selama 10 menit pada "'.000 X g. Lapisan serum dibuang dan sampel serum diuji segera atau disimpan _;)ada
temperatur
<-70°C, Harus
dihindari
mengulangi
siklus
:lE:mbekuan/pencairan.
B. Prosedur U ji
Tabung polipropilen disiapkan, masing-masing satu untuk kalibrator, ontrol, dan sampel. Ditambahkan 1 ml 25-0 Biotin Solution pada semua tabung,
�ex selama 10 detik. Ditambahkan masing-masing 200 1-11 kalibrator, kontrol, :an
sampel pada sumur-sumur microplate yang sesuai. Plate ditutup dengan
:-�e sealer. Diinkubasi pada temperatur 18-25 oc selama 2 jam. Dicuci semua s.unur sebanyak 3 kali dengan Wash Solution. Ditambahkan 200 IJI Enzyme Conjugate pada sumur dengan menggunakan pipet multichannel. Plate ditutup
13
dengan plate sealer, diinkubasi pada temperatur 18-25oc selama 30 menit. Diulangi langkah tersebut. Ditambahkan 200 1-11 TMB Substrate pada semua sumur, plate ditutup dengan plate sealer, diinkubasi pada temperatur 18-25 oc selama 30 menit. Ditambahkan 100 1-11 Stop Solution pada semua sumur. Diukur absorbansi masing-masing sumur pada 450 nm menggunakan microplate reader dalam 30 menit setelah penambahan Stop Solution.
C . Perhitungan Hasil
Data ini paling baik dihitung dengan perangkat lunak penyesuaian kurva berbasis komputer menggunakan 5 atau 4 parameter algoritma Jogistik penyesuaian kurva. Jika
perangkat lunak yang dimaksud tidak tersedia,
digunakan kertas grafik log-log untuk menentukan konsentrasi sampel. Secara singkat, ditentukan rata-rata absorbansi untuk tiap rangkaian standar rangkap dua atau rangkap tiga, kontrol dan sampel. Di-plot kurva standar pada kertas gafik log-log, dengan konsentrasi sitokin pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. Ditarik garis lurus yang paling cocok melalui titik standar. Untuk menentukan konsentrasi sitokin yang tidak diketahui, dicari nilai rata-rata �orbansi pada sumbu Y dan ditarik garis horizontal ke kurva standar. Pada titik :Jenyilangan, digambar garis vertikal terhadap sumbu X dan baca konsentrasi -okin. Jika sampel diencerkan, konsentrasi dikalikan dengan faktor pengenceran �"'8ng tepat. Jika nilai absorbansi contoh uji berada di luar bagian linier dari kurva �dar, sampel uji harus dianalisa ulang pada pengenceran yang lebih rendah atau lebih tinggi yang sesuai.
14
27 . 2 . P engukuran Ka dar TGF-�1 S erum dengan M etode Enzyme-Linked lmmuno -So rbent Assay(ELISA) (eBioscience, 201 O) A. P engumpulan dan P enanganan Sp eslm en Darah
Seperti pada vitamin D.
B. P er siapan R eag en dan Samp el Semua
reagen
disesuaikan
dengan
temperatur
ruang
sebelum
digunakan. Wash Buffer. Jika kristal telah terbentuk di dalam konsentrat, dihangatkan ke temperatur ruangan dan dicampurkan secara lembut sampai kristal sepenuhnya Iarut. 20 ml Wash Buffer Concentrate diencerkan ke dalam air deionisasi atau air suling untuk membuat 500 ml Wash Buffer. Standar. Standar dibuat dengan 1,0 ml Sampe/ Diluent sehingga menghasilkan Stock Solution 50000 pg/ml. Standar didiamkan selama minimal 15 menit dengan agitasi lembut sebelum melakukan pengenceran serial. Standar mumi berfungsi sebagai standar atas (50000 pg/ml). Sampe/ Diluent sebagai standar nol (0 pg/ml). Biotin-Antibody. Diencerkan dengan konsentrasi kerja yang ditentukan pada label botol menggunakan pengencer Biotin-Antibody (1 :100). HRP-Avidin. Diencerkan dengan konsentrasi kerja yang ditentukan pada label botol menggunakan pengencer HRP-Avidin (1:100).
C . Pro sedur Uji
Semua
reagen disesuaikan dengan temperatur ruangan sebelum
digunakan. Sangat direkomendasikan bahwa semua standar dan sampel dike�akan dalam rangkap dua atau rangkap tiga. Kurva standar diperlukan untuk
15
masing-masing pengujian. Ditambahkan 100 JJI Standar, Blank, atau Sam pel per sumur. Ditutup dengan plate sealer. Diinkubasi selama 2 jam pada temperatur 37 °C.
Dibuang masing-masing cairan dengan baik, jangan dicuci. Ditambahkan 100
1-11 Biotin-Antibody larutan ke�a untuk setiap sumur. Diinkubasi selama 1 jam pada
temperatur 37
°C.
Biotin-Antibody larutan
ke�a mungkin
tampak
keruh. Dihangatkan pada temperatur ruangan dan diaduk perlahan sampai larutan homogen kembali. Setiap sumur diaspirasi dan dicuci, diulangi proses tiga kali sehingga total tiga kali pencucian. Dicuci dengan cara mengisi seti�p sumur dengan Wash Buffer (200 IJI) dengan menggunakan botol semprot, pipet multi-channel, dispenser manifold atau autowasher. Setelah pencucian terakhir, sisa Wash Buffer dibuang dengan cara diaspirasi atau dituang. Plate dibalik dan di-blot ke kertas hisap yang bersih. Ditambahkan 100 JJI HRP-Avidin larutan kerja untuk setiap sumur. Plate ditutup dengan plate sealer baru. Diinkubasi selama 1 jam pada temperatur 37 oc. Diulangi aspirasi dan cuci tiga kali. Ditambahkan masing-masing 90 !JI TMB Substrate. Diinkubasi selama 30 menit pada 37 °C. Plate dijaga jauh dari angin, fluktuasi temperatur, dan dalam gelap. Ditambahkan masing-masing 50 1-11 Stop Solution. Jika perubahan wama tidak muncul seragam,
plate
diketuk
lembut
untuk
memastikan
pencampuran
menyeluruh. Ditentukan kepadatan optik masing-masing sumur dalam waktu 30 menit, menggunakan pembaca lempeng diatur pada 450 nm.
D. Perhit ungan Ha sil
Seperti pada vitamin D.
16
27 . .3
Pemeriksaan Per senta se Treg dengan Metode Flow Cytometry (Biolegend, 201 0)
A. Pro sedur l sola sl
Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC)
Sampel darah dilarutkan 1 : 1 dengan Phosphate Buffer Solution (PBS) pada sebuah tabung sentrifus. Sampel yang dilarutkan ditopang dengan sejumlah volume Ficoll® yang sama dengan volume sampel asal. Disentrifus selama 20 men it (1 000 X g) dengan posisi brake OFF. PBMC yang berlokasi di pertemuan antara lapisan PBS dan Ficoll® diambil ke dalam tabung baru. Tabung diisi dengan PBS untuk mencuci sel. Suspensi sel disentrifus 4-5 menit (300-400 X g) pada 4 °C, supematan dibuang.
B.
Pro sed ur Pe warnaan lmonofluore sen Perm ukaan Treg
Pellet sel dari isolasi PBMC disuspensikan ulang pada 1 ml Cell Staining Buffer. Sel disentrifus, lalu disuspensikan ulang dengan 0,5 ml Cell Staining Buffer yang sesuai sehingga konsentrasinya sesuai dengan yang dibutuhkan. Dilanjutkan dengan prosedur pewarnaan permukaan sel. Antibodi ditambahkan pada tabung berisi PBMC dari prosedur sebelumnya sebagai berikut): 5 �I PerCP Anti-Human CD4 Antibody dan 20 �� PE Anti-Human CD25 Antibody. Diinkubasi pada temperatur ruangan selama 1 5-20 menit dalam gelap. Dicuci dengan 1 ,5 ml Cell Staining Buffer dengan sentrifus pada 350 X g selama 5 menit. Diulangi langkah tersebut. Sel disuspensikan ulang dalam 0,5 ml Cell Staining Buffer. Dilanjutkan segera ke proses pewamaan intraseluler.
C . Pro sed ur Pe warnaan lm unofl uore sen lntra seluler untuk Treg
Ditambahkan 1 ml 1X FOXP3 Fix/Perm Solution pada tabung, di-vortex dan diinkubasi pada temperatur ruangan dalam gelap selama 20 menit, lalu
17
pada 350 X g selama 5 menit sampai mengendap dan supernatan
-----"'�·1·
-; Jicuci dengan 1 ,5 ml Cell Staining Buffer d�ngan sentrifus pada 350 X 5 menit dan supernatan dibuang. Dicuci denga ri 1 ml 1X FOXP3 Perm
=-
dengan sentrifus pada 350 X g selama 5 menit sampai mengendap dan �a!an
dibuang. Disuspensikan ulang dalam 1 ml 1X FOXP3 Perm Solution,
... 111...,....::asikan
us .:t _
==ng.
pada temperatur ruangan dalam gelap selama 1 5 menit, . lalu
pada 350 X g selama 5 menit sampai mengendap dan supernatan
lalu pellet disuspensikan ulang dalam 100 �I 1X FOXP3 Perm Solution.
.,...,. _ ..nahkan
20 �I FITC Anti-Human FOXP3 Antibody dan diinkubasikan pada
::r-:eratur ruangan dalam gelap selama 30 menit. Dicuci dengan 1,5 ml Cell -...;:ng Buffer dengan pada 350 X g selama 5 menit sampai mengendap dan _:;ematan dibuang. Diulangi langkah tersebut. Disuspensikan ulang dalam 0,5 -
;;ell Staining Buffer lalu analisis dengan flow cytometer.
-i_4 Peng uk uran Ek spre si CCR4 dan Kemamp uan Migra si Sel Treg (Lee et a/,
2008)
Uji Migra si Dibuat medium migrasi yaitu RPMJ 1640 4000J,JL ditambah BSNFBS 201JL. Dihitung jumlah PBMC (resuspensi sel sebanyak 2.5 x 106 sel/ml dalam medium migrasi). Ditambahkan medium migrasi pada pellet PBMC hingga volume 400J,JL. Diinkubasi sel selama 1 jam pada suhu 37°C dalam 6%C02. Disiapkan 24-we/1 plate: 1.
Pad a sumur 1 (A1}, tambahkan 500 !JL medium migrasi, selanjutnya tambahkan 1 OO�L suspensi PBMC (populasi input) dilanjutkan dengan pewarnaan CD4CD25CCR4.
2.
Pada sumur 2 (A2), tambahkan 600J,JL medium migrasi (migrasi spontan).
18
3.
Pada sumur 3 (A3) tambahkan 6001JL medium migrasi dan 100ng (4JJL) TARC (CCL 17).
4.
Pada sumur 4 (A4) tambahkan 6001JI medium migrasi"dan SOng (21JL) MDC (CCL22).
Selanjutnya pada sumur 2, 3, dan 4 diletakkan transwe/1 insert dan dispensikan 1 001JL suspensi PBMC. Diinkubasi selama 2 jam pada 37°C, S%C02. Setelah inkubasi suspensi sel dipindahkan pada tabung ependorf : A1
: populasi input
A2a : suspensi sel pada transwe/1 insert A2
.,,;.
: suspensi sel bermigrasi spontan
A3a : suspensi sel pada transwe/1 insert A3
: suspensi sel dengan kemokin TARC
A4a : suspensi sel pada transwell insert A4
: suspensi sel dengan kemokin MDC
B. Pro se dur Pe warnaan lm unofl uore sen Perm ukaan unt uk Treg CCR4+ Sentrifus ke 7 tabung ependorf. Disuspensikan ulang pellet sel pada 1 ml cell staining buffer. Disentrifus sel, lalu suspensikan ulang dengan 0,5 ml cell staining buffer yang sesuai sehingga konsentrasinya sesuai dengan yang dibutuhkan. Selanjutnya ditambahkan antibodi pada masing-masing tabung ependorf sebagai berikut: 5 J.ll FITC Anti-Human CD4 Antibody, 5 J.ll PE Anti Human CD25 Antibody, dan 1 IJI PerCP!Cy5. 5 Anti-Human CD194 (CCR4). Diinkubasi pada suhu ruangan selama 1 5-20 menit dalam gelap. Dicuci dengan 1,5 ml cell staining buffer dengan sentrifus pada 350 X g (=500 rpm} selama 5
19
menit. Disuspensikan ulang set dalam 0,5 ml cell staining buffer lalu analisis dengan flow cytometer.
2.8 Teknik Peng ump ulan Da ta
Teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut. Pasien-pasien dari bidang reumatologi yang datang ke poli rawat jalan maupun yang ada di ruang rawat inap RS Dr. Saiful Anwar Malang dipilih yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Demikian pula dengan orang-orang sehat yang akan menjadi kontrol. Setelah mendapatkan subyek sakit dan subyek kontrol yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, subyek akan dianamnesis, diperiksa fisiknya, dinilai aktifitas penyakitnya dengan skor SLEDAI (bagi subyek sakit), dan dicatat riwayat pengobatannya (bagi subyek sakit). Selanjutnya dilakukan pengambilan darah. Darah subyek diambil sebanyak 8 ml dari vena brakhialis, kemudian darah dibagi menjadi 2 yaitu 4 ml dimasukkan dalam tabung yang mengandung heparin, dan 4 ml dimasukkan dalam tabung pemisah serum. Darah yang mengandung heparin segera dilakukan pemisahan peripheral blood mononuclear cells (PBMC) dan segera dilanjutkan prosedur penghitungan persentase Treg dan uji migrasi. Hasilnya dicatat dalam buku penelitian. Dari tabung pemisah serum akan didapatkan serum. Serum ini dapat langsung ,,.
diperiksa atau dapat disimpan dalam temperatur <70°C selama beberapa bulan. Dari serum ini akan diperiksa kadar vitamin D (ng/ml) dan TGF-131 (pg/ml. Hasilnya akan dicatat dalam buku penelitian. Data kemudian akan dianalisis.
2.9 Anali sl s Data
Data dianalisis secara statistik dengan analisis deskriptif, uji komparasi, dan uji korelasi dengan bantu an perangkat lunak SPSS 17.
20
, .
BAB 3 HASIL PENELITIAN
3.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Berikut adalah karakteristik pasien LES dan kontrol sehat dalam penelitian ini. Oari tabel
1
dapat dilihat bahwa jumlah pasien LES ada 41 orang,
yang terdiri dari 29 orang dengan hipovitaminosis 0 dan 1 2 orang dengan kadar vitamin 0 yang normal. Rata-rata usia mereka adalah 30 tahun (termuda 13 tahun dan tertua 45 tahun). Jumlah kontrol sehat ada 20 orang, yang terdiri dari 3 orang dengan hipovitaminosis D dan 1 7 orang dengan kadar vitamin D yang normal. Rata-rata usia mereka adalah 32 tahun (termuda 29 tahun dan tertua 45 tahun).
Tabel 1. Karakteristik Pasien dan Kontrol Sehat Jumlah Pasien
Usia
Hipovitamin 0: 29 orang
Rata-rata: 30 tahun
Normovitamin 0: 12 orang
Termuda: 1 3 tahun Tertua: 45 tahun
Kontrol
Hipovitamin
D: 3 orang
Normovitamin 0: 1 7 orang
Rata-rata: 32 tahun Termuda: 29 tahun Tertua: 45 tahun
3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Subyek Penelitian
Hasil pemeriksaan laboratorium pada subyek penelitian dapat dilihat pada lampiran.
21
3.3 Dlstrlbusl Status Vitamin D pada Subyek Penelltlan
Untuk mengetahui perbandingan persentase kasus hipovitaminosis D di antara pasien LES dan kontrol, maka disajikan diagram lingkaran. Dari diagram lingkaran pada gambar 1 dapat dilihat bahwa 71% pasien LES dalam penelitian ini mengalami hipovitaminosis D dan hanya 29% yang memiliki kadar vitamin D normal.
Dlstrlbusl Status Vitamin 0 pada Pas len LES llll l·H L<� L-N
Gambar 1 .
Distribusi Status Vitamin D pada Pasien LES. Status vitamin D digolongkan me njadi hipovitamin D da n normovitamin D. Jumlah total pasien LES adalah 41 orang. L-H: pasien LES dengan hipovitaminosis D, L-N: pasien LES dengan kadar vitamin D normal. Tampak bahwa mayoritas pasien LES (71%) men9alami hipov ita minosis D.
Sedangkan dari diagram lingkaran pada gambar 2 dapat dilihat bahwa pada kontrol sehat, 85% dari mereka memiliki kadar vitamin D yang normal dan ianya 15% yang mengalami hipovitaminosis D. Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat perbedaan yang mencolok antara pasien LES dan kontrol sehat.
22
Oistribusi Status Vitamin
0
pada Kontrol Sehat
& K-H u K-N
Gambar 2.
Distribusi Status Vitamin D pada Kontrol Sehat. Status vitamin D digolongkanmenjadi hipovitamin D dan normovitamin D. Jumlah total kontrol sehat adalah 20 orang. K-H: kontrol sehat dengan hipovitaminosis 0, K-N: kontrol sehat dengan kadar vitamin D normal. Tampak bahwa hanya 15% dari kontrol sehat mengalami hipovitaminosis D.
34 . Perbandlngan Antar Varlabel Penelltlan pada Paslen LES dan Kontrol
Se hat Beberapa gambar di bawah ini berturut-turut membandingkan berbagai �·
variabel
penelitian
antara
pasien
LES
dan
kontrol
sehat
tanpa
mempertimbangkan status vitamin 0 mereka. Secara statistik, data-data pasien LES dan kontrol sehat untuk semua variabel telah memenuhi sarat Uji T lndependen setelah dilakukan transformasi data.
A.
Kadar Vitamin D
Gambar 3 menyajikan perbandingan rata-rata kadar vitamin D antara pasien LES dan kontrol sahat dengan menggunakan Uji T lndependen.
23
Kadar Vitamin D (ng/ml) p=O,OOO
PASIEN LES Gambar 3.
KONTROL
Perbandingan rata-rata kadar vitamin D antara pasien LES dan kontrol sehat dengan Uji T lndependen. Jumlah pasien LES adalah 4 1 orang, jumlah kontrol sehat adalah 20 orang. Nilai p=O,OOO (p<0,001 ) .
Hasil uji tersebut menunjukkan nilai p=O,OOO (p<0,001), sehingga dapat
qisimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna kadar vitamin D antara pasien LES dan kontrol sehat. Nilai rata-rata kadar vitamin D pada pasien LES adalah 23,0 nglml (terendah 2,1 nglml dan tertinggi 50,4 ng/ml). Nilai rata rata kadar vitamin D pada kontrol sehat adalah 36,0 ng/ml (terendah 26,2 ng/ml dan tertinggi 47,3 ng/ml).
B.
Persentase Treg FOXP3
Gambar 4 menyajikan contoh hasil analisis Treg dengan petanda CD4, CD25, dan FOXP3 menggunakan flow cytometry.
24
v
o --------.,
(") 0
A Gambar 4.
8
Contoh hasil analisis flow cytometry Treg pasien LES dengan petanda C04, CD25, FOXP3.
Gambar 5 menyajikan perbandingan rata-rata persentase Treg antara pasien LES dan kontrol sehat dengan menggunakan Uji
T
lndependen.
Persentase Treg FOXP3
(%) p=0,007
PASIEN LES Gambar 5.
KONTROL
Perbandingan rata-rata persentase Treg antara pasien LES dan kontrol sehat dengan Uji T lndependen. Jumlah pasien LES adalah 41 orang, jumlah kontrol sehat adalah 20 orang. Nilai p=0,007.
25
III -
-
� -
Hasil uji tersebut menunjukkan nilai p=0,007, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna persentase Treg antara pasien LES dan kontrol sehat. Nilai rata-rata persentase Treg pada pasien LES adalah �·
2,01% (terendah 0% dan tertinggi 9,71%). Nilai rata-rata persentase Treg pada kontrol sehat adalah 0,73% (terendah 0,02% dan tertinggi 3,44%).
C. Kadar TGF-(31 Gambar 6 menyajikan perbandingan rata-rata kadar TGF-f31 antara pasien LES dan kontrol sehat dengan menggunakan Uji T lndependen.
Kadar TGF-(31 (pg/ml) p=0,004
PASIEN LES Gambar 6.
KONTROL
Perbandingan rata-rata kadar TGF-131 antara pasien LES dan kontrol sehat dengan Uji T lndependen. Jumlah pasien LES adalah 41 orang, jumlah kontrol sehat adalah 20 orang. Nilai p=0,004.
Hasil uji tersebut menunjukkan nilai p=0,004, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna kadar TGF-f31 antara pasien LES dan kontrol sehat. Nilai rata-rata kadar TGF-f31 pada pasien LES adalah 3252, 1 7
26
pg/ml (terendah 75,86 pg/ml dan tertinggi 7395,25 pg/ml). Nilai rata-rata kadar TGF-�1 pada kontrol sehat adalah 4956,24 pg/ml (terendah 130,83 pg/ml dan tertinggi 9064,56 pg/ml).
D.
Ek spre sl CCR4 pada Treg
Untuk mengetahui apakah pasien LES mengalami gangguan fungsi pada sel Treg, maka dilakukan analisis ekspresi reseptor kemokin CCR4 pada Treg. Persentase ekspresi CCR4 pada Treg pasien LES (49,33±1 7,00%) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol sehat (57,87±20,89%), akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi CCR4 pada Treg antara pasien LES dengan kontrol sehat (nilai p=0,230). � ·
v 0
Data.001
M 0
Gambar 7.
Contoh hasil ana/isis now cytometry Treg pasien mengekspresikan CCR4 dengan petanda CD4, CD25, CCR4.
LES
yang
27
kontrol sehat Gambar 8.
E.
pasien LES
Perbandingan rata.rata persentase CCR4 pada Treg antara pasien LES dan kontrol sehat dengan Uji T lndependen. Jumlah pasien LES adalah 1 5 orang, jumlah kontrol sehat adalah 15 orang. Nilai p=0,230.
Kemampuan Mlgra sl Treg CCR4+
Untuk menilai fungsi aktivitas kemotaksis yang abnormal pada sel Treg, dilakukan uji migrasi Treg dengan menggunakan ligan CCR4, TARC, dan MDC. Jumlah Treg CCR41- yang bermigrasi spesifik dengan ligan (TARC dan MDC) dinilai dengan menggunakan flow cytometry dan dinyatakan sebagai jumlah relatif (peresentase). Persentase Treg CCR4+ yang bermigrasi terhadap ligan TARC pada pasien LES lebih rendah kontrol sehat
(89,76±1 1 ,39%),
(81 ,99±14,79%)
dibandingkan dengan
tetapi perbedaan tida� bermakna (nilai p
=0, 1 1 0).
Hal yang sama juga didapatkan pada persentase Treg CCR4+ yang bermigrasi terhadap ligan MDC, di mana tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pasien
LES
(77,15±1 8,60%)
dengan kontrol sehat
(80,74±17,40%)
(nilai
p=0,590).
28
100 0 � +
"ot "' 0 0 Cl
90 80 70 60
E 50 1Qj 1/l ('1:1 .... c: Qj
f.!
Qj Q..
40
1
Iii kontrol
1 J
30 20
10 0
I
� TARC
Gambar 9.
-.. pasien LES
MDC
Perbandingan rata-rata persentase Trag CCR4+
yang bermigrasi spesifik
terhadap ligan TARC dan MDC pada pasien LES dan kontrol sehat dengan Uji T lndependen. Jumlah pasien LES adalah 15 orang, jumlah kontrol sehat adalah 1 5 orang.Nilai p untuk uji dengan TARC=O, 1 1 0 dan nilai p untuk uji dengan MDC=0,590.
3.5 Korelasl Antar Variabel Penelltlan pada Pas len LES Beberapa gambar di bawah ini berturut-turut menggambarkan korelasi berbagai variabel penelitian antara pasien LES dan kontrol sehat.
A.
Korelasf Rasio Kadar V1tamln D dan Persentase Treg
Gambar 10 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kadar vitamin D dan persentase Treg pada pasien LES, karena hasil uji korelasi menghasilkan nilai p>O,OS.
29
Korelasi Kadar Vitamin D dan Persentase Treg -
12
�
10 C) � 8 ...
•
...
�
Cll IV
6
� !!! �
4
c a..
•
•
2 0
•
•
•
•
• •
Lt _ *
•
•
• • •
p= '190 r = ,141
•
•
•
••
•
•. •
•
•
•
•
._. ...._ _ __. __ . ...* _ ___ -- ._..!... ·--------·
_ _ _ _
10
0
20
30
Kadar Vitamin
40 0
50
'""
60
(ng/ml)
Gambar 10. Kurva korelasi antara kadar vitamin D dan persentase Treg. Kekuatan korelasinya adalah 0,141, dan nilai p=O, 190.
B.
Korelasi Kadar Vitamin D dan Kadar TGF-131 Gambar 1 1 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kadar vitamin D
dan kadar TGF-�1 pada pasien LES, karena hasil uji korelasi menghasilkan nllal p>0,05.
Korelasi Kadar Vitamin D dan Kadar TGF-131 8000
•
:::- 7000 E � 6000
•
;: 5000
� 4000 �...
3000
�
2000
�
1 000
• • •
Q L-. 0
•
•
•
•
•
•
•
•
•
10
•
•
•
• •
•
•
20
• ..
•
•
•
•
•
•
•
p= r=
•-- �
30
Kadar Vitamin
40
0 (ng/ml)
,390 ·,045
•
50
60
Gambar 1 1 . Kurva korelasi antara kadar vitamin D dan kadar TGF-131. Kekuatan korelasinya adalah -0,045, dan nilai p=0,390.
30
c.
Korelasl Kadar TGF-�1 dan Persentase Treg
Gambar 1 2 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kadar TGF-131 dan persentase Treg pada pasien LES, karena hasll uji korelasi menghasilkan nilai p>0,05.
Korelasi Kadar TGF-�1 dan Persentase Treg 12 � 10
•
-
�
�
8
�
6
t
4
(';!
�
2
Q
I
1-1:_,_!.
0
+
•
:
• ...
•
2000
•• •
. •
•
.... "
• p= '420 . r = ,033
•
•
•
•
• •t ·------ - -· ... 6000 4000
• _
8000
Kadar TGF-�1 (pg/ml)
Gambar 12. Kurva korelasi antara kadar TGF-131 dan persentase Treg. Kekuatan korelasinya adalah 0,033, dan nilai p=0,420.
D.
Hubungan Kadar Vitamin D dengan Ekspresl CCR4 pada Treg
Untuk mengetahui apakah kadar vitamin D mempengaruhi jumlah relatif ekspresi CCR4 pada Treg, didapatkan nilal p=O, 1 9 dan r=0,242. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin D bukanlah faktor yang mempengaruhi ekspresi CCR4 pada Treg.
E.
Hubungan Kadar VItamin 0 dengan Kemampuan Mlgrasi Speslflk Sel Treg
Untuk menilai apakah vitamin D mempengaruhi kemampuan migrasi spesifik Treg, dilakukan uji korelasi Pearson dan uji regresi linier. Dari uji statistik yang dilakukan, vitamin D berhubungan dengan kemampuan migrasi spesifik
31
Treg terhadap ligan TARC (nilai p=0,015; J-0,489) dan vitamin 0 mempengaruhi kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan TARC sebesar 23,9% (R2=0,239). Selanjutnya, vita min D juga berhubunga ri dengan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC (nilai p=O,OOO; r-0,686), dan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC dipengaruhi oleh vitamin D sebesar47,1% (R2=0,471).
120,00
� 1 00 00
[�
tn
:
80 0 0
c ('$ � 0) ell c
60,00
!
40,00
e
lG .g ell
·;;;;
�
� -�
20,00
c8
0,00
1
J • •
J I
Il
---,- · · -
+!
10
0
20
Kadar Vitamin
30
0 {n/ml)
40
50
Gam bar 1 3 . Kurva korelasi antara kadar vitamin 0 dan ke-nampuan mlgrasi spesifik Treg 2 terhadap ligan T�RC, nilai p=0,015, r-0 ,489, R = 0,239.
120,00 100.00
80,00 60,00 40,00 20,00 0.00
Gambar 14.
l I
i
�
�
•
•
l
1 ;-
----.----.- ·--
-
0
20
Kadar Vitamin
40
0
{ng/mL)
--,
60
Kurva korelasi antara kadar vitamin D dan kemampuan migrasi spesifik Treg 2 terhadap ligan MDC, nilai p=O,OOO, r-0,686, R =0,471.
32
F.
Hubungan Ekspresi CCR4 pada Ti'eg dengan Kemampuan Mlgrasi Sel Treg
Ekspresi reseptor kemokin menentukan kemampuan migrasi sel. Untuk menilai hubungan ekspresi CCR4 pada Treg terhadap kemampuan migrasi spesifik sel Treg dengan ligan TARC dan MDC, dilakukan uji korelasi Pearson. Kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap MDC berhubungan dengan ekspresi CCR4 pada Treg (nilal p=O,OOO; r=0,550) dan dengan uji regresi linier didapatkan 2 nilai R sebesar 0,303 atau 30,3%, yang berarti bahwa kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC dipengaruhi oleh ekspresi CCR4 pada Treg sebesar 30,3%. Sedangkan ekspresi CCR4 pada Treg tidak berhubungan dengan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan TARC (nilai p=0,070; r-0,328).
c
120
0
:i Q. ('0
100
i-
80
.= c
60
i
C) Cl -
�
=
u; Q) Q. C/) 'iii ('0 ... C)
i
40
1
I
1I
• •
20 ...,-----,--,-·--,-----, 0 +---.-80 1 00 0 20 60 40 Ekspresi CCR4 pada Treg (%)
Gambar 15.
Kurva korelasl antara ekspresi CCR4 pada Treg dan kemampuan mlgrasl spesifik Treg terhadap ligan MDC, nilai p=O,OOO, r-0,550, R2=0, 303.
33
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Hipovitam l nosi s D pada Paslen LES Dapat Sebagai Sebab Maupun Akibat
Kadar vitamin 0 yang diperiksa dari serum subyek dalam penelitian ini adalah kadar 25(0H)03. Vitamin 03 merupakan jenis vitamin 0 terbesar di dalam tubuh yaitu sekitar 80% dari total vitamin 0 (Holick, 2006). Pengukuran kadar vitamin 03 serum merefleksikan sintesis vitamin 0 endogen dengan bantuan ultraviolet dari sinar matahari dan hanya sebagian kecil saja dari di.et produk hewani. Vitamin
03 sebenarnya telah salah dikatakan
sebagai
vitamin,
sebenarnya dia lebih tepat dikatakan sebagai hormon karena mampu disintesis secara endogen dan bekerja pada tingkat dan mekanisme yang sama dengan kerja hormon pada umumnya. Jenis vitamin 0 lainnya adalah vitamin 02 yang dapat ditemukan dalam spesies jamur dan tanaman, jadi sudah tepat dikatakan sebagai vitamin. Vitamin 03 terbukti 87% lebih poten dalam meningkatkan dan menjaga kadar vitamin 0 tubuh. dan juga menghasilkan 2-3 kall lipat simpanan vitamin 0 lebih besar daripada vitamin 02 (Heaney et a/, 2011 ) . Pemeriksaan 25(0H)03 merupakan satu-satunya cara untuk mendiagnosis defisiensi vitamin 03. Konsentrasi serum 1 ,25(0H)203 tidak berperan dalam proses diagnosis defisiensi vitamin 03 karena ginjal mengontrol konsentrasi 1,25(0H)203 secara ketat, sehingga konsentrasinya dapat normal atau bahkan meningkat saat terjadi defisiensi vitamin 03 (Holick, 2006).
34
Dari diagram llngkaran distribusi status vitamin D, kita bisa melihat bahwa sebagian besar pasien LES (71 %) mengalami hipovitaminosis D. Sedangkan pada kontrol sehat, hanya 15% yang mengatami hipovitaltlinosis D. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi rendahnya kadar vitamin D secara umum baik pada pasien LES maupun pada kontrol sehat dalam �enelitian ini adalah sebagal berikut. Faktor pertama adalah paparan sinar matahari. Sumber utama vitamin D untuk
manusia
adalah
paparan
sinar matahari.
Segala
sesuatu
yang
mempengaruhi penetrasi radiasi ultraviolet dari sinar matahari ke bumi akan mempengaruhi sintesis vitamin D. Indonesia merupakan negara dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun karena berada di daerah katulistiwa. Tetapi menurut kajian dari beberapa pakar, daerah katulistiwa dapat saja mengalami "vitamin 0 winter", artinya meskipun selalu ada slnar matahari yang cukup, tetapi sinar ultraviolet yang dibutuhkan untuk sintesis vitamin D dapat saja kurang ketika sampai di permukaan bumi karena adanya lapisan ozon yang lebih tebal, awan yang tebal, dan adanya asap di daerah sekitar katulistiwa. Ultraviolet yang sampai di bumi pada daerah katulistiwa tidaklah setinggi dan terus menerus seperti yang diduga sebelumnya (Engelsen et al. 1986). Faktor
kedua
adalah
melanin.
Melanin
sangat
efisien
dalam
mengabsorbsi radiasi ultraviolet, dan karenanya peningkatkan pigmentasi kulit sangat mengurangi sintesis vitamin D. Hal ini dapat menjelaskan fakta mengapa pada kontrol sehat pun cukup banyak mengalami hipovitaminosis D (hingga 15%). Populasi di Indonesia rata-rata berkulit gelap, sehingga masuk akal bila kadar vitamin D populasi di Indonesia lebih rendah dari populasi ras berkulit terang. Dan hal ini memang sudah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa kadar vitamin D pada populasi ras berkulit gelap lebih rendah daripada populasi ras berkulit terang (Holick et a!, 2008). 35
Faktor ketiga adalah tabir surya. Tablr surya dengan SPF 1 5 atau lebih akan mengabsorbsi radiasi ultraviolet, dan karenanya dapat mengurangi sintesis vitamin 0 hingga. Tabir surya ini banyak dipakai oleh wanila di Indonesia dengan tujuan untuk menghindari pengaruh buruk ultraviolet terutama dalam kaitannya dengan kosmetika. Faktor keempat adalah model pakaian. Pakaian yang menutupi hampir seturuh tubuh diduga dapat mengurangi paparan sinar matahari ke kulit. Semua kontrol sehat yang mengalami hipovitaminosis 0 {3 orang) merupakan wanita yang menggunakan pakalan muslimah, di mana hanya wajah dan kedua tangan yang dapat terpapar oleh sinar matahari. Tetapi 9 dari 17 kontrol dengan kadar vitamin 0 normal juga menggunakan pakaian sejenis. Oari hasil ini menunjukkan bahwa jenis pakaian tampaknya tidak berpengaruh terhadap kadar vitamin 0 pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan berbagai penelitian di luar yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien LES memiliki kadar vitamin 0 yang rendah. Bahkan terdapat laporan dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa pasien
LES
tetap
mengalami
hipovitaminosis
suplementasi vitamin 0 400-800 IU/hari
D
setelah
(Toloza et a!, 2010).
mendapatkan
Apakah kadar vitamin
0 yang rendah ini merupakan sebab ataukah akibat dari LES, belum dapat disimpulkan. Ada berbagai alasan hipovitaminosis 0 merupakan sebab maupun akibat dari LES. Beberapa alasan mengapa hipovitaminosis 0 dapat menjadi sebab dari LES adalah terdapatnya bukti-bukti bahwa vitamin D memiliki peran dalam regulasi sistem imun yang dapat mencegah autoimunitas. (1) 1 ,25 (0H)203 dalam modulasi respon imun didukung oleh adanya reseptor vitamin 0 (VOR) yang diekspresikan di berbagai sel dalam sistem imun, di antaranya yaitu limfosit T, APC seperti makrofag , dan sel dendritik
(Adams et a/, 2008; Szodaray et a/, 2008;
36
Adorini et a/, 2009; Prietl et at, 2010; Toubi et at, 2010);
(2) 1 ,25(0H)203 dapat
meregulasi aktivitas sel T baik secara langsung maupun tidak langsung melalui modulasi fungsi APC (Adams et a/, 2008; Szodaray et a/, 2008; Adorini et at, Prietl et at. 2010;
Toubi
et at, 2010);
2009;
(3) 1 ,25(0H)2D3 secara langsung menekan
proses transkripsi gen pengkode sitokin yang berkaitan dengan sel Th1 sepertl IL-2 dan interferon-y (IFN-y) 2009;
(Adams et at, 2008; Szodaray et al. 2008; Adorini et a/,
Prietl et al, 2010; Toubi et at, 2010); (4) secara in vitro, 1 ,25(0H)2D3
menghambat proliferasi sel T, menurunkan produksi set Th 1 untuk menjaga keseimbangan antara produksi set Th1 dan sel Th2, dan menghambat set Th1 yang meregulasi respon hipersensitifitas dendritlk
imatur,
adanya
vitamin
(Bickle, 2009);
1 ,25(0H)D3
aktif
(5) saat stimulasi sel akan
meningkatkan
pembentukan sel dendritik semi-matur yang tolerogenik daripada sel dendritik yang matur; (6) 1 ,25(01-\)203 mensupresi sitokin Th17, menginduksi Treg, menginduksi produksi IL-4 (sel Th2) dan meningkatkan fungsi sel NKT (Cutolo, 2009);
(7) diferensiasi dan maturasi sel 8 juga dihambat oleh 1 ,25(0HhD3.
(Cutolo,
2009).
8ila kadar vitamin D rendah, maka terjadi kekacauan dalam sistem imun berupa hiperaktifitas sel dendritik, hiperaktifitas sel-sel efektor baik sel T maupun sel 8, berkurangnya supresi Treg, serta meningkatnya sitokin-sitokin inflamasi. Ada beberapa alasan mengapa hipovitaminosis D dapat sebagai akibat dari LES. Alasan pertama
adalah
adanya
fotosensifitas
pada pasien
LES.
Fotosensitifitas pada pasien LES merupakan suatu K:eadaan kepekaan terhadap sinar matahari yang akan memperparah penyakitnya. Keadaan ini menyebabkan mereka akan menghindari sinar matahari dengan cara menggunakan tabir surya dengan SPF 1 5 atau lebih, payung, dan pakaian yang tertutup saat beraktifitas di luar rumah. Atau bahkan mereka menghindari beraktifitas di luar rumah pada siang hari. Tabir surya, payung, dan pakaian tertutup ini akan mengurangi 37
absorbsi ultraviolet ke dalam kulit, dan karenanya dapat mengurangi sintesis vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah dapat menyebabkan konsekuensi perburuknya regulasi sistem imun pada autoimunitas yang s udah ada. Alasan kedua adalah pengobatan LES dengan steroid. Sebuah penelitian cohort menunjukkan bahwa penggunaan steroid berhubungan dengan defisiensi vitamin D. Di antara pengguna steroid pada penelitian itu, terdapat 1 1% yang mengalami defisiensi vitamin D dibandingkan hanya 5% pada yang tidak menggunakan steroid. Nilai odds untuk mengalami defisiensi vitamin D adalah 2 kali lipat lebih tinggi pada pengguna steroid dibandingkan yang tidak (Skaversky et a/, 201 1 ). Bagaimana mekanisme steroid dapat menyebabkan rendahnya kadar
vitamin D belum terlalu jelas. Tapi ada berbagai bukti bahwa efek steroid mengantagonis efek baik vitamin D. Contohnya untuk tulang, vitamin D meningkatkan pembentukan tulang dengan menstimuli osteoblast, meni ngkatkan absorbs kalsium dari usus halus, dan mencegah hiperparatiroidisme sekunder. Sementara pemberian steroid berlawanan dengan semua itu. Contoh lainnya: vitamin D meningkatkan sistem imun sementara steroid mensupresinya, vitamin D mengurasi resistensi insulin sementara steroid meningkatkannya, vitamin D dapat membangun otot sementara steroid menyebabkan miopati. Mekanisme bagaimana steroid mengantagonis efek baik vitamin D diduga karena: steroid meningkatkan katabolisme vitamin D (Zhou et a/, 2006}; steroid mengubah konformasi reseptor vitamin D (Zhou et a/, 2006); steroid menyebabkan peningkatan masa jaringan lemak. Karena vitamin D larut dalam lemak, maka vitamin D akan diambil oleh sel-sel lemak. Obesitas berhubungan dengan defisiensi vitamin D, dan dipercaya dikarenakan sekuestrasi vitamin D oleh cadangan lemak tubuh yang sangat besar, sehingga yang berada dalam sirkulasi menjadi sedikit.
38
Alasan ketiga adalah adanya antibodl tc;rhadap vitamin D.
LES
merupakan keadaan patologis di mana salah satu abnormalitas yang ditemukan adalah banyaknya antibodi terhadap antigen diri sendiri. Ieiah dilaporkan dalam suatu penelitian bahwa 4% pasien LES (4 dari 1 7 1 pasien LES) memiliki antibodi antivitamin D (Carvalho et a/, 2007). Hal ini tentunya dapat menyababkan kadar vitamin D mereka menjadi rendah. Alasan keempat adalah adanya down regulation sintesis vitamin D akibat disregulasi VDR. Berdasarkan pendapat beberapa ahli akhir-akhir ini, mereka percaya bahwa autoimunitas merupakan akibat dari infeksi bakterl atau mikroorganisme lain yang kronis. Kadar rendah 25(0H)D3 pada pasien autoimun te�adi karena secara alamiah mengalami down regulation sintesisnya sebagai respon terhadap disregulasi VDR oleh patogen kronis. Ketika aktif, VDR akan mempengaruhi transkripsi setidaknya 913 gen dan mempengaruhi berbagai proses mulai metabolism kalsium sampai ekspresi peptida kunci antimikroba. Selain itu, penelitian terkini pada Human Mlcrobiome menunjukkan bahwa bakterl jauh lebih kuat daripada yang diduga sebelumnya, dan hal ini menguatkan bahwa autoimun itu disebabkan oleh bakteri. Peneliti menyatakan bahwa 25(0H)D3
lebih
menginaktifkan
daripada
mengaktifkan
VDR,
sehingga
menginaktifkan respon lmun. Pada LES, yang dipercaya disebabkan infeksi kronis, sintesis vitamin D akan dihambat agar VDR tidak mengalami inaktifasi dan sistem imun tetap te�aga untuk mengatasi patogen kronis ini. Perbaikan gejala pada pasien yang mendapatkan vitamin D merupakan hasil kemampuan vitamin D mengatasi inflamasi yang diinduksi bakteri dengan melambatkan aktifitas VDR. Hal ini te�adi pada pemberian jangka pendek. Bila diberikan jangka panjang maka patogen dapat menjadi persisten dan dapat mempengaruhi peningkatan progresifitas penyakit. Dalam keadaan tertentu, suplementasi dengan vitamin D ekstra dapat menjadi kontraproduktif dan juga membahayakan 39
karena menurunkan kemampuan sistem imun untuk mengatasi bakteri (Albert et
a/, 2009).
4.2 Persentase Sel T Regulator FOXP3• Justru Leblh Tlnggl pada Paslen LES
Oari hasil penelitian ini Treg FOXP3• meningkat pada pasien LES. Meskipun
sebagian
besar penelitian . dan juga
pendapat
beberapa
ahli
menyatakan bahwa LES disebabkan oleh rendahnya jumlah Treg, tetapi beberapa penelitian menemukan bahwa Treg justru �eningkat pada pasien LES dan berkorelasi positlf dengan aktifitas penyakitnya (Yan et al, 2009). Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah sebagai berikut. Kemungkinan pertama adalah peningkatan Treg FOXP3• perifer pada pasien
LES
mungkin
bertujuan
meningkatkan
cadangan
Treg
untuk
mengembalikan homeostasis karena adanya ekspansi berlebihan sel-sel efektor (sel T dan sel 8 yang autoreaktif} pada LES. Kemungkinan kedua adalah peningkatan Treg FOXP3• perifer pada
pasien LES mungkin disebabkan defek fungsi supresi Treg. Bukti bahwa terdapat kemungkinan penurunan fungsi supresi Treg pada pasien LES dalam k.aitannya dengan rendahnya kadar vitamin 0 adalah sebagai berikut. Tgf-131, yang salah satu sumbernya adalah dari Treg, memiliki mekanisme langsung untuk mensupresi sel-sel efektor yaitu sel Th 1 , sel Th2, dan makrofag yang teraktifasi. TGF-131 juga menginduksi produksi IL-10 pada Treg, di mana IL-10 ini bersinergi dengan TGF-131 untuk mensupresi sel-sel efektor. Kadar TGF-131 pada pasien LES dalam penelitian ini rendah, terutama yang mengalaml hipovitaminosis D. Padahal vitamin 0 berperan dalam sisntesis TGF-131 . Keadaan ini
akan
menyebabkan sel-sel efektor tidak tersupresi. Maka kemudian keadaan ini dikompensasi oleh peningkatan jumlah Treg (Wahl et a/, 2004; Fahlen et a/, 2005; 40
Andersson eta!, 2008;
Takaki, 2008; Wong, 2008; Chen et a!, 2010). Selain itu vitamin
D dapat meningkatkan ekspresi gen FOXP3 pada sel T co4• melalui ikatan langsung dengan vitamin D responsive element (VDRE). Bila vitamin D berkurang, maka FOXP3 akan berkurang fungsinya (Kang et a!, 2010). Vitamin D yang rendah juga dapat menyebabkan berkurangnya sekresi IL-10 oleh Treg (Urry et a/, 2009). IL-10 merupakan sitokin selain TGF-�1 yang disekresi Treg dan
memperantarai efek supreslnya, yaitu dengan menghambat aktifasi reseptor sel T sehingga sel T tidak teraktifasi. Bila kadar vitamin D rendah, maka kadar ll-10 juga rendah dan T menjadi hipereaktlf. IL-10 dan TGF-J31 yang dlhasllkan Treg juga menggeser kecondongan produksi antibodi
dari
lgE yang
bersifat
inflamatorlk ke tlpe yang tldak inflamatorik yaitu masing-masing lgG4 dan lgA. Bila kadar kedua sitokin ini rendah, maka antibodi yang terbentuk akan lebih banyak yang bersifat inflamatorik (Taylor et a!, 2006). Fungsi Treg yang rendah akibat mekanisme-mekanisme di atas akan menyebabkan kompensasi dengan meningkatkan jumlah selnya. Kemungkinan ketiga adalah abnormalitas ini mungkin disebabkan karena sel-sel efektor resisten terhadap supresl Treg, atau adanya blokade efek supresl Treg dari APC. Persentase Treg yang meningkat �ada pasien LES bisa saja merupakan umpan balik positif dari adanya resistensi atau blokade supresinya (Horwitz et a/, 2008; Yan
et a/, 2008; Venigalla et a/, 2008).
Kemungkinan keempat adalah jumlah Treg yang meningkat juga telah dihubungkan dengan antibodi anti-DNA. Dari hasil uji in vitro, jumlah Treg menlngkat setelah dipapar dengan lg anti-DNA pada pasien LES, tetapi tidak pada kontrol. Terdapat pendapat juga bahwa anti-fosfolipid juga dapat memiliki efek seperti anti-DNA dalam hal inl. Kedua antibodi ini merupakan imunogen bagi Treg yang akan memacu proliferasi Treg (Hahn et al, 2008). Berdasarkan penelitian terdahulu, pasien LES dl Indonesia memiliki antibodi anti-DNA yang 41
lebih tinggl daripada pasien LES di luar (Kalim
et a!,
2000). Dan penelitian di Juar
juga menunjukkan bahwa pasien LES dengan hipovitaminosis D memiliki antibodl anti-DNA yang lebih tinggi (Szodoray et al, 2011 ) . Fakta-fakta ini mendukung temuan dalam penelitian ini. Lalu dari manakah asalnya Treg yang meningkat ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa Treg terdiri dari 2 jenis, yaitu nTreg dan iTreg. Peningkatan .persentase Treg ini tampaknya bukan dari proliferasi nTreg yang jumlahnya sangat terbatas. Apalagi pada LES, nTreg banyak yang mengalami apoptosis karena lebih sensitif terhadap apoptosis yang diperantarai Fas (Miyara
et at, 2005).
LES dikarakteristikkan dengan peningkatan I L-6. Sitokin ini mempengaruhi fungsi nTreg dan dapat mengkonversi nTreg menjadi Th17 yang mensekresi IL-17 (Chun
et a/,
2007). Mungkin sebagian besar Treg yang ada adalah iTreg. Kondisi
autoimun, memungkinkan terjadinya konversi sel T nan menjadi iTreg. ll-2 dan TGF-131 telah diduga memudahkan konversi iTreg dari prekursor sel T CD4• (Juang et at, 2005). Tetapi pada penelitian ini TGF-(31 pada pasien lebih rendah
daripada
yang sehat.
Mungkin
saja terdapat sitokin lain
yang
mampu
menglnduksi konversl lni, yang lebih kuat dibandingkan TGF- (3 1 . Mungkin sitokin tersebut adalah IL-2 yang tidak diukur dalam penelitian ini. Pengobatan tampaknya juga mempengaruhl jumlah Treg.
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat non steroid tidak menyebabkan peningkatan Treg, tetapi pengobatan dengan glukokortikoid menyebabkan peningkatan Treg (Prado pengobatan standar untuk
pasien
et
LES
a/, 201 1 ) . Steroid yang merupakan
merupakan obat darl
golongan
glukokortikoid ini. Mungkin saja efek steroid terhadap proliferasi Treg ini berasal dari: ( 1 ) peningkatan ekspresi FOXP3 pada Treg tapl tanpa disertai penlngkatan aktifitas supresinya (Prado et al. 2011 ) ; (2) aktifasi GITR (glucocorticoid induced tumor necrosis factor receptofj pada permukaan ·�· reg; (3) efek steroid yang 42
menurunkan kadar vitamin D, sehingga kadar vitamin D rendah. Hal ini kemudlan menurunkan efek supresi Treg seperti yang dijelaskan di atas, dan kemudian dikompensasi oleh peningkatan jumlah Treg.
4.3 Kaltan antara Status VItamin D dengan TGF-�1 Proliferasi dan diferensiasi sel diatur oleh :·aktor pertumbuhan seperti faktor TGF-J31 dan vitamin D. Horman lipofilik dan TGF-J31 mengaktifasi protein Smad yang bertindak sebagai koaktifator atau faktor-faktor transkripsi dalam nukleus. Vitamin D mengontrol transkripsi gen target melalui reseptor vitamin D (VDR). Smad3, salah satu protein hilir dari Smad di jalur signaling TGF-J3 1 , ditemukan pada sel mam�lia bertindak sebagai koaktifator khusus untuk ligan transaktifasi yang diinduksi dari VDR dengan membentuk kompleks dengan anggota keluarga koaktifator protein reseptor steroid-1 dalam nukleus. Dengan demikian, Smad3 dapat memediasi
cross-talk
antara vitamin D dan jalur sinyal
TGF-J31 . Pemberian 1 ,25(0H)D meningkatkan ekspresi TGF-J31 . Pemberian in vitro ini juga menyebabkan peningkatan ekspresi TGF-J31 dari Treg dan menurunkan respon Th2 (Kieinder et a/, 201 0). Pendapat para ahli tersebut sejalan dengan temuan dalam penelitian ini, yaitu pasien LES memiliki kadar TGB-J31 yang lebih rendah dari kontrol sehat.
4.4 Ekspresl CCR4 pada Treg Salah satu karakteristik LES adalah hilangnya toleransi terhadap antigen
self dan gangguan toleransi terjadl di perlfer. Berbagai studi terkini menunjukkan bahwa sel Treg memiliki akitivas regulasi/supresi dengan mencegah aktivasi dan fungsi efektor sel T autoreaktif yang lolos dari toleransi, sehingga dianggap Treg berperan panting menjaga toleransi self (Lee et al. 2008: Pita et a/, 2006).
43
Diperkirakan, timbulnya autolmunitas pada LES berhubungan dengan gangguan fungsi Treg, meskipun terdapat berbagai
data yang
bertolak
belakang
sehubungan dengan jumlah dan fungsi Treg pada LES (Lee eta/, 2008}. Valencia et al (2007) menemukan secara bermakna
penurunan fungsi supresi
CD4+CD25high Treg pacta pasien dengan LES aktif dibandingkan dengan kontrol normal dan LES inaktif, serta te�adi penurunan kadar protein dan mRNA i FoxP3+CD4+CD25hgh Treg pada LES aktif; berbeda dengan Miyara ef a/ (2005) yang mendapatkan peningkatan sal CD4+CD25high pada pasien saat LES inaktif, sedangkan Venigala eta/ (2008) dan Yates et a/ (2008) menemukan bahwa sel CD4+CD25high pasien LES tidak berbeda dengan kontrol sehat; sehingga bagaimana defek Treg sesungguhnya dan peran patogenik Treg pada LES masih perlu diteliti lebih lanjut. Pada dasarnya, mekanisme imunosupresi membutuhkan kontak antara sel target dan Treg, dan Treg menggunakan reseptor kemokin khusus (CCR2, .•.
CXCR3, CCR4, CCR5, CCR6, dan CCR8) (Ventury et al, 2007) untuk menuju Jokasi set T efektor dan/atau APC (lellem et a/, 2001 ). Dua puluh persen sel T
Ekspresi spesifik CCR4 pada Treg memungkinkan Treg untuk bermigrasi ke daerah inflamasi untuk menginhibisi fungsi APC atau mensupresi sel T responding (lee et at, 2008). Penelitian yang dilakukan Lee et a/ (2008) mendapatkan persentase Treg CCR4+ secara bermakna menurun pada pasien LES (27,9±2,8%, p<0,018) dibandingkan dengan kontrol normal (35,5±1,4%) dan persentase Treg CCR4+bright pada pasien LES (34,6±3,1%, p=0,004) secara bermakna menurun dibandingkan kontrol sehat (49,2±2,1%). Regulasi ekspresi reseptor kemokin bergantung pada tahap aktivasi dan diferensiasi sel T serta koordinasi lokalisasi jaringan dan adanya APC. Selain itu, beberapa studi menunjukkan adanya vitamin-vitamin yang mengatur ekspresi reseptor kemokin, 44
seperti vitamin A dan D, serta beberapa sitokln seperti IL-12 (Mebius. 2007). Penurunan ekspresi reseptor kemokin akan menimbulkan gangguan aktivitas
kemotaksis Treg ke daerah inflamasi dan mungkin terlibat dalam patogenesis autoimunitas pada LES. Berbeda dengan penelitian terdahulu, pada penelitian ini menunjukkan meskipun jumlah relatif ekspresi CCR4 pada Treg pasien LES lebih rendah (49,33±1 7,00%)
dibandingkan
kontrol
sehat
(57,87±20,89%),
tetapi
perbedaannya tidak bermakna (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien LES tidak te�adi gangguan pada ekspresi CCR4 padaTreg yang diduga berperan pada patogenesis LES. Studi lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui peran reseptor kemokin setain CCR4 seperti CCR2, CCR5, dan CCR8, atau keberadaan molekul adhesi (CD44, CD54, dan CD1 1a/CD18, integrin a4j37, aEj37 dan j3 1 , dan ligan E/P-selectin) (Ventury et a/, 2007), dalam patogenesis ,
LES.
4.5 Vitamin D dan Ekspresl CCR4 padaTreg Sel B, sel T, dan sel dendrit, masing-masing mengekspresikan VDR dan menghasilkan enzim 1a-hldroksilase dan 24-hidroksilase, yang memungkinkan sel-sel tersebut menghasilkan bentuk aktif vitamin 0, 1,25(0H)20, secara lokal parakrin.
Efek 1,25 (OHhD terutama te�adi
melalui interaksi dengan VDR
intraseluler (Correale, 2009). Efek imunologis 1 ,25(0H)20 antara lain adalah menurunkan jumlah sel Th1 dan sitokinnya, meningkatkan sel T regulator, mendownregu/asi produksi lgG yang diperantarai,.. oleh sel T, menghambat diferensiasl sel dendrit dan mencegah proliferasi sel B teraktivasi (Kamen, 201 0) . Vitamin D mempengaruhi fungsi regulasi diferensiasi dan aktivasi limfosit T CD4, termasuk peningkatan jumlah dan fungsi sel T regulator (Kamen, 201 O; Marques. 2010), yang ditunjukkan dengan peningkatan ekspresi FOXP3 dan
45
produksi IL-10,
dimana produksl IL-10 dimaksudkan untuk menghambat
perkembangan sel Th1 (Correale 2009, Bikle 2009). Pemberian 1 ,25(0H)203 pada sel T CD4• meningkatkan ekspresi reseptor CD25 pasangah heterodimerik Treg (reseptor J3 IL-2). Sitokin TGF-J3 1 yang berkaitan dengan Treg juga meningkat dengan pemberlan 1 ,25(0H)203• 1 ,25(0H)203 menstimulasi ekspresi petanda supresi Treg, CTLA-4 (Jeffery et a/, 2009). Sebagian target 1 ,25(0H)203 pada sel T CD4• yang teridentifikasi, menunjukan adanya gen-gen yang meningkatkan jumlah ataupun fungsi pada kompartemen Treg (Cantorna et a/, 2004). Pada penelitian tikus model multiple sclerosis, experimental autoimmune encephalomyelitis, ditemukan 1 ,25(0H)2D3 menginhibisi ekspresi CCR6 pada sel T
yang telah diaktivasl oleh TGF-J3 dan interleukin-6 (IL-6) (Chang et al, 2010).
Studi yang dilakukan Sigmundsdottir et a/ (2007) menunjukkan bahwa vitamin D3 menginduksi ekspresi CCR10 pada sel T CD4+ teraktivasi dengan adanya IL-12. Pada penelitian ini, kadar vitamin D tidak berhubungan dengan ekspresi CCR4+rreg (p>0.05). Hasil ini didukung oleh penelitian Mebius (2007), yang menyatakan bahwa ekspresi CCR4 tidak dikontrol oleh 1 ,25(0H)2DJ. Ada beberapa faktor mempengaruhi ekspresi reseptor kemokin pada sel T seperti membran yang berbeda dan stimulus larut, seperti sitokin dan tingkatan diferensiasi fungsi efektor (D'Eiios et al, 2008).
4.6 Kemampuan Mlgrasl Treg
Bekerjanya sistem imun tergantung pada interaksi seluler dan pergerakan ke lokasi tertentu, yang dimediasi oleh ekspresi molekul adhesi permukaan dan reseptor chemoattractant pada leukosit. Sel Treg mengekspresikan reseptor kemokin (CCR2, CXCR3, CCR4, CCR5, CCR6, dan CCR8) dan molekul adhesi (C044, CD54, dan CD1 1 a/CD18, integrin a4J37, aEJ37, dan J31 , dan ligan EIP selectin) yang penting untuk migrasi (Ventury
et
at, 2007). Perubahan ekspresi
46
reseptor kemokin akan menimbulkan defek aktivitas kemotaksis Treg (migrasi) pada lokasi inflamasi dan berpengaruh terhadap patogenesis autoimun (Lee et at, 2008).
CCR4
yang
diekpresikan
oleh Treg
berespon
terhadap
kemokin
macrophage derived chemoklne (MDC/CCL22), thymus and activation-regulated chemokine (TARC/CCL17), 1-309/CCL 1 , dan virokin vMIP-1, yang merupakan ligan agonis terhadap reseptor tersebut. MDC dan TARC dihasilkan terutama oleh APC seperti sel dendrit matur dan sel T teraktivasi (TARC hanya dihasilkan oleh Th1, sedangkan MDC dihasilkan oleh Th1 dan Th2). TARC dan MDC dapat menarik Treg, yang menunjukkan keterlibatan kemokin ini pada fungsi Treg (Hase et at, 2001 ) .
Untuk menilai adanya gangguan fungsi aktivitas kemotaksis Treg pada pasien LES, telah dilakukan uji mlgrasi Treg dengan menggunakan ligan MDC dan TARC dan meskipun jumlah relatif Treg CCR4... yang bermigrasi terhadap ligan TARC pada pasien LES lebih rendah (81 ,99±14,79%) dibandingkan dengan kontrol sehat (89,76± 1 1 ,39%), tetapi perbedaan tidak bermakna (p=0 , 1 1). Hal yang sama juga didapatkan pada jumlah relatif Treg CCR4... yang bermigrasi terhadap ligan MDC, di mana tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pasien LES (77,15±1 8,60%) dengan kontrol sehat (80,74±17,40%) (p=0.59). Lee et a/ (2008), juga menemukan tidak ada penurunan bermakna Treg yang bermigrasi dengan TARC pada pasien LES dibandingkan kontrol. Hasif ini menunjukkan bahwa tidak te�adi gangguan kemampuan migrasi sel Treg pada pasien LES, yang diduga berperan pada patogenesis LES.
47
4.1 Hullungan Ekspresi
CCR4 pada Treg terhadap Kemampuan Migrasi
Treg
Gabungan
ekspresi
molekul
adhesl dan
reseptor
kemokin
pada
permukaan sel merupakan 'penunjuk arah' migrasi Jeukosit ke berbagai tempat. Pada umumnya, Treg mengekspresikan reseptor kemokin, CCR4 dan CCR8
(Milojevic et a/, 2008), yang menyebabkan Treg bermigrasi ke arah APC dan sel T teraktivasi untuk menglnhibisl fungsl APC atau mensupresi sel T responding. Meskipun Treg secara khusus mengekspresikan CCR4 dan CCR8, akan tetapi kemokin agonis CCR4 secara
konsisten
lebih kuat dan
leblh
mampu
meningkatkan migrasi Treg dibandingkan kemokin agonis CCR8 (!ellem et al. 2001 ). CCR4 yang diekspresikan oleh Treg berespon terhadap kemokln MDC
,. (CCL22), dan TARC (CCL17), yang merupakan ligan agonis terhadap reseptor tersebut. Pada penelitian ini, kemampuan migrasl speslfik Treg terhadap ligan TARC tidak dipengaruhi oleh ekspresi CCR4 pada Treg (p=0, 1 1 0). Subset leukosit (misalnya limfoslt), harus melalui tahapan aktivasi tambahan sebelum resetor kemokinnya menjadi fungsional. Studi yang dilakukan Sigmundsdottir et a/ (2007) menunjukkan bahwa vitamin D3 menginduksi ekspresi CCR 1 0 pada sel T CD4• teraktivasi dengan adanya IL-12. Berbeda dengan ligan TARC, ekspresi CCR4 pada Treg berpengaruh terhadap kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC sebesar 30,3%. Hasil ini didukung oleh penelitian D'Ambrosio et a/. (2002) yang menemukan bahwa MDC lebih dominan dibandingkan TARC dalam ikatan kinetik dengan CCR4. Mekanisme
sesungguhnya
bagaimana
ekspresl
CCR4
dapat
menimbulkan gangguan migrasi masih dipertanyakan dan untuk mengetahuinya, penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menguji kemampuan migrasi dengan menggunakan stimulasi khusus terhadap Treg.
48
4.8 Hubungan Kadar Vitamin D dengan Kemampuan M l gra sl Treg Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vitamin 0 tidak berhubungan dengan ekspresi CCR4 pada Treg dalam melakukan migrcrsi, sehingga diduga vitamin 0 mempengaruhi migrasi Treg melalui faktor lain. Oari analisis yang dilakukan, didapatkan vitamin D berhubungan dengan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan TARC (p=0,015) dan vitamin 0 mempengaruhi kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan TARC sebesar 23,9% (R2=0,239). Selanjutnya, vitamin D juga berhubungan dengan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC (p=O,OOO), dan kemampuan migrasi spesifik Treg terhadap ligan MDC dipengaruhi oleh vitamin D sebesar 47, 1 % (R R2=0,471). Hasil ini menunjukkan bahwa vitamin D mempengaruhi migrasi sel Treg tidak melalui CCR4 melainkan melalui reseptor kemokin lain. Selain reseptor kemokin, molekul adhesi juga berperan pada migrasi sel Treg, sehingga perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan vitamin D dengan molekul adhesi Treg dalam hal kemampuan migrasi.
49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini ditemukan perbedaan dalam kadar vitamin D dan dalam beberapa komponen sistem imun antara pasien LES dan kontrol sehat. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut. a.
Kadar vitamin D paslen LES lebih rendah daripada kontrol sehat.
b.
Kadar TGF-�1 pasien LES lebih rendah daripada kontrol sehat.
c.
Persentase Treg pasien LES lebih tlnggi daripada kontrol sehat.
e.
Ekspresi CCR4 pada Treg pasien LES tidak berbeda dengan kontrol sehat.
f.
Kemampuan mlgrasi Treg pasien LES tidak berbeda dengan kontrol sehat.
Hubungan antara kadar vitamin D dan berbagai komponen sistem imun yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a.
Tidak terdapat korelasl antara vitamin D dengan kadar TGF-131
b.
Tidak terdapat korelasi antara vitamin D dengan persentase Treg.
c.
Tidak terdapat korelasl antara kadar TGF-131 dengan persentase Treg.
d.
Ekspresi CCR4 pada Treg berkorelasi dengan kemampuan migrasi spesifik sel Treg terhadap MDC, tetapi tidak terhadap TARC.
e.
Kadar vitamin D tidak berkorelasi dengan ekspresi CCR4 pada Treg, tetapi mempengaruhi kemampuan migrasi Treg baik terhadap ligan TARC ataupun MDC.
50
5.2 Saran
Dari penelitian ini, tampaknya Treg bukanlah awal dari permasalah pada LES melainkan hanya sebagaian dari mekanisme kompensasi saja, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk melihat mekanisme sebelum Treg bekerja, yaitu pada sel-sel efektor sistem lmun. Penelitian tahun kedua direncanakan akan melihat hubungan ini pada sel-sel efektor, yaitu sel Th17 dan sel dendritik. Kadar vitamin D tidak mempengaruhi ekspresi CCR4 pada Treg, tetapi mempengaruhi kemampuan migrasi Treg baik terhadap ligan TARC ataupun MDC, hal ini menunjukkan bahwa vitamin D mempengaruhi kemampuan migrasi Treg bukan melalui CCR4, kemungkinan melalui reseptor kemokin lainnya seperti CCR2, CXCR3, CCRS, CCR6 dan CCR8 atau melalui molekul adhesi. Selain itu untuk penelitian uji migrasi Treg selanjutnya, perlu dilakukan purifikasi sel Treg dan mengikutsertakan sel lnflamasi yang lain seperti APC. Pasien
LES
merupakan
kelompok
yang
berisiko
mengalami
hipovitaminosis D karena mengalami fotosensitifitas dan harus menghindarl sinar matahari sehingga dapat mengurangi sintesis vitamin D endogen, atau memiliki antibodi antivitamin D, atau akibat pengobatan dengan steroid. Karena ltu pemberian suplemen vitamin D perlu dipertimbangkan pada pasien LES. Tetapi suplementasi vitamin D pada pasien LES harus dipertlmbangkan dengan matang mengenai dosis, lama pemberian, keuntungan, dan kerugiannya. Dan juga perfu dikaji apakah vitamin D memang dengan bermakna membantu regulasi sistem imun pasien LES. Juga perlu dilakukan kajian yang membandingkan respon sistem imun antara preparat in vitro yang diberikan suplementasi vitamin D dan yang tidak.
51
UCAPAN TERIMA KASIH
Seluruh tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan atas bantuan pendanaan untuk penelitian kami melalul Risbin lptekdok 2011 dengan nomor: HK.06.01/1/1 063/2011
2.
Seluruh anggota Tim Panel Pakar Bidang Giz! atas bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan laporan akhir kami.
52
DAFTAR PUSTAKA
Adams JS dan Hewison M . Unexpected actions of vitamin D: new perspectives on the regulation of innate and adaptive immunity. Nat Clin Pract Endocrinol Metab, 2008; 4(2): 80-90. Adorini L, et al. Dendritic celt tolerogenicity : a key mechanism in immunomodulation by vitamin D receptor agonist. Human Immunology, 2009; 70: 345-352. Askenasy N, et al. Mechanism of T regulatory cell function. Autoimmune Rev, 2008; 7: 370-375. Bikle D. Nonclassic actions of vitamin D. J Clin Endocrinol Metab, 2009; 94(1 ): 26-34. Chang JH, Cha HR, Lee OS, Seo KY, Kweon MN. 1,25-dihydroxyvitamin D3 inhibits the differentiation and
migration of TH17 cells to protect against experimental
autoimmune encephalomyelitis. Plos one, 2010; 5(9): e1 2925. Chen S, et al. Modulatory effects of 1 ,25-dihydroxyvltamin 03 on human B celt differentiation. The journal of immunology, 2007; 179: 1634-1647 Chen W dan Konkel JE. TGF-P and 'adaptive' FOXP3+ regulatory T cells. Journal of Molecular Cell Biology, 2009; 1-7.
Costendaber KH, et al. Vitamin D intake and risk of systemic lupus erythematosus and rheumatoid arthritis in women. Ann Rheum Dis, 2008; 67(4): 530-535. Cutolo M, Otsa K. Vitamin D, immunity and lupus. Lupus, �008; 17: 6-10. Dejaco C. et al. Imbalance of regulatory T cells in human autoimmune disease. Immunology, 2005; 117: 289-300.
Fahlen L, et al. T celts that car:'not respond to TGF-P escape control by CD4.CD25+ regulatory T cells. The Journal ofExperimental Medicine, 2005; 201{5): 737-746. Ginanjar E, Sumariyono, Setiati S, Setiyohadi B. Vitamin D and autoimmune disease. Acta Med lndones-lndones J Intern Med, 2007; 39(3): 133-141.
Harrington LE, et al. lnterleukin 17-producing CD4+ effector T cells develop via a lineage distinct from the T helper type 1 and 2 lineages. Nat lmmunot. 2005; 6 ( 1 1 ): 1 1 2332. lellem A, et al.
Unique chemotactic response
profile and specific expression of
chemokine receptors CCR4 and CCR8 by Co4•CD25+ regulatory T cells. J Exp Med, 2001; 1 94(6): 847-853.
lrastorza GR, et al. Vitamin D deficiency in systemic lupus erythematosus: prevalence, predictors and clinical consequences. Rheumatology, 2008; 47: 920-923.
53
Jianxin J, 2009. Up date on the role T cell sub set in the pathogenesis of systemic lupus erythematous. Journal of Clinical Chinese Medicine, 2009; 4(7): 400-409. Kalim
H, et al. HLA klas II dan kerentanan genetik terhadap
IURUS eritematosus sistemik
di Indonesia. Acta Med Ind. 2000; 32: 1 1 -15. Kamen DL, et al. Vitamin D deficiency in systemic lupus erythematosus. Autoimmune Rev, 2006; 5; 1 1 4-117. • . Kuhn A, et al. CD4 .CD25 regulatory T cells in human lupus erythematosus. Arch Dermatol Res, 2009; 301: 17-81. Lane NE. Vitamin D and systemic lupus erythematosus: bones, muscles, and joints. Curr Rheumatol Rep, 201 0; 12: 259-263. Lee HY, Hong YK, Yun HJ, Kim YM, Kim JR, Yoo WH. Altered frequency and migration capacity of CD4+CD25+regulatory T cells in systemic lupus erythematosus. Rheumatology, 2008;47:789-794. Marco EC, et at. Serum 25-hydroxyvitamin D levels in patients with cutaneous lupus erythematosus in a mediterranean region. Lupus, 2010; 19: 810-814. Milojevic D, Nguyen KD, Wara D, Mellins ED. Regulatory T cells and their role in rheumatic diseases: a potential target for novel therapeutic development. Pedi atric Rheumatology, 2008; 6: 20. Mouyis M, et al. Hypovitaminosis D among rheumatology outpatients in clinical practice. Rheumatology, 2008; 47: 1348-1351. Pita SM, Citores MJ, Castejon R, Ureta PT. Bango MY, Andreu JL. Vargas JA. Decrease of regulatory T cells in patients with systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis, 2006; 65: 553-554. Sakaguchi S, et al. Regulatory T cells and immune tolerance.
Cells, 2008: 775-787.
Shakra MA. Do improved survival rates of patiens with systemic lupus erythematosus reflect a global trend? The Journal ofRheumatology, 2008; 35: 1906-1908. Smolders J, et aJ. Association of vitamin D metabolite levels with relapse rate and disability in multiple sclerosis. Mult Seier, 2008; 14: 1220-1224. Szodaray P. et al. The complex role of vitamin D in autoimmune diseases. Scandinavian Journal of Immunology, 2008; 68: 261-269. Thudi A, et al. Vitamin D levels and disease status in Texas patients with lupus erythematosus. Am J Med Sci, 2008; 335: 99-104. Tischner D. et al. Polyclonal expansion of regulatory T cells interferes with effector cell migration in a model of multiple sclerosis. Brain , 2QIJ6; 129: 2635-2647. Toubi E and Shoenfeld Y. The role of vitamin 0 in regulating immune responses. !MAJ. 2010: 12: 1 74-175.
54
Venturi GM, Conway RM, Steeber DA, Tedder TF. CD25+CD4+ regulatory T cell migration requires L-selectin expression: L-selectin transcriptional regulation balances constitutive receptor turnover. Journal of Immunology, 2007; 178: 291-300. Wallace Oj, Hahn BH. Dubois' Lupus Erythematosus. ;th Edition. Caiifornia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
55
LAMPl RAN
Hasil Pemeriksaan Laboratotium Pasien LES dan Kontrol Sehat Kode Paslen (P) _ �ontro.I __(K)
Vitamin D (ng/mi)
%Treg
, .
TGF-JH (pg/ml)
p 1
21,0
2,24
3802,91
p 2
27,3
3,81
1057,23
p 3
28,3
2,09
3138,21
p 4
42,0
2,18
173,57
p 5
23,1
2,49
5775,34
p 6
2,1
0,56
2739,82
p 7
6,3
1,18
75,86
p 8
18,9
0,17
7343,59
p 9
21,0
3,79
5549,16
p 10
8,4
0,32
6089,33
p 11
23,1
0,87
4550,15
p 12
23,1
9,71
878,09
p 13
50,4
0,39
581,94
p 14
33,6
2,36
6745,06
p 15
4,2
3,45
7395,25
p 16
21,0
0,12
966,37
P 17
46,2
3,25
4176,77
p 18
8,4
0,04
811 ,98
p 19
33,6
1,81
3739,91
p 20
25,2
2,33
1603,36
p 21
33,6
4,47
3088,73
22
14,7
4,07
4101,13
p 23
16,8
4,90
5560,99
24
23,8
0,13
6470,36
p 25
39,6
1 ,08
4329,31
p 26
25,9
0,10
3358,75
p
p
p 27
12,6
4, 84
2349,53
p 28
21,0
4,76
2951,51
p 29
31,2
0,25
2468,34
p 30
35,7
2,31
116,24
p 31
18,9
3,00
1367,33
p
32
30,4
2,18
2459,14
p
33
16,8
1 ,04
3781,87
P 34
30,0
2,14
3919,24
p 35
23,1
0,10
3855,65
p 36
2,1
0,26
372,13
p 37
8,4
0,00
3573,53
56
p 38
21,0
0,24
3919,24
p 39
27,3
1,22
4527,91
p 40
37,5
1,30
1986,96
p 41
4,2
0,91
1587,26
K 1
30,7
0.47
3887,40
K
2
34,7
1 ,06
8330,56
K
3
36,8
1,57
5013,31
K 4
47,3
0,77
4594,72
K 5
29,6
0,34
6833,20
K 6
38,1
0,60
5314,11
K 7
40,1
1 ,44
6732,49
8
35,2
0,86
31 87,92
K 9
33,2
0,55
4684,27
K
K 10
36,3
0,34
21 70,32
K 11
40,6
0,16
4101,13
K 12
38,9
0,05
6795,38
K
13
46,8
0,02
4967,51
K
14
31.4
0,07
6947,04
K 15
41,2
0,05
5431 ,24
K 16
33.4
3,44
130,83
K
17
30,8
0,27
4036,64
K
18
40,3
1,08 .
9064,56
K
19
28,7
0,78
5209,38
K 20
26,2
0,62
1692,76
57
DATA HASIL PEN ELITIAN UJI M I G RASI
PERLAKUAN
Kontrol
.
I DENTITAS
Umur
Vitamin D
% CCR4+Treg
K1
37
35.2
K2
37
29.6
% mgrs CCR4Treg TARC
MDC
83.61
100.00
86
87.55
100.00
97
K3
38
40.1
75.88
0.00
100
K4
38
33.2
91.28
100.00
100
Ks
28
30·7
21.12
82.16
76.72
K6
30
34·7
41.44
91.96
93.86
K7
28
36.8
33.80
86.99
63.93
K8
32
47·3
24.95
84.77
67.86
K9
38
36·3
65.81
98.04
93.76
K10
29
40.6
38.75
93.10
91.78
K11
33
38·9
15.93
80.53
54.67
K12
31
46 . 8
18.55
88.24
57.8
K13
47
31-4
30.16
79.25
45.56
K14
38
41.2
26.84
77.78
56.04
K15
33
33-4
27.68
57.60
73.92
K16
35
30.8
25.43
92.98
86.88
K17
32
40·3
32.41
91.18
89.09
K18
36
28.7
43.31
87.65
61.08
K1 9
35
26.2
58.25
89.96
72.28
K20
35
38.1
72.45
100.00
100
K21
23
48.3
58.28
K22
22
18.9
49.16
K23
22
21
55.07
58
Defisiensi
Pasien LES
lnsufiensi
Normo
P1
60
12.6
66.53
P2
22
18.9
87.56
P3
16
14.7
90.95 .
P4
31
2.1
PS
34
6.3
57.43
95.76
80.6
P6
31
18.9
90.59
97.23
64.52
P7
33
8.4
30.32
85.00
88.00
P8
24
16.8
68.67
92.00
81.00
P9
34
18,9
80.23
97.59
91.42
P10
48
16,8
51.30
91.19
73.78
Pll
46
10,5
20.62
95.49
54.54
P12
25
14.7
63.88
88.00
67.00
P13
21
4.2
65.02 '
82.00
100.00
P14
17
23.1
65.16
P15
19
23,1
59.85
91.43
99.42
P16
20
21
74.34
P17
15
27.3
77.74
51.00
92
P18
37
28.3
45.08
P19
29
23.1
40.43
P20
38
21
69.75
P21
25
23.1
49.41
P22
33
27.3
85.43
100.00
92.00
P23
30
21
30.24
50.00
37.00
P24
31
23.1
45.50
65.00
86.00
P25
12
50.4
33.79
82.00
59.00
P26
22
42
20.97
P27
29
33.6
67.10
91.00
79.00
P28
21
39.6
43.90
84.00
100.00
P29
35
33.6
50.48
86.00
60.00
P30
20
33.6
76.52
83.00
60.00
P3J.
33
46.2
77.47
100.00
100.00
22.38
59
LAMPl RAN
BIODATA PENELITI UTAMA
Gelar: dr.
Nama: Dian Hasanah Tempat Lahir: Malang
Tanggal Lahir: 1 1 April
Jenis Kelamin:
1979 .;
Jabatan: Dosen
Perempuan Golongan: 111/b
Bagian/Divisi: Pendidikan Dokter lnstitusi Asal: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jl. Veteran - Kampus Universitas Brawijaya - Kota Malang, Jawa Tim � r 65145 Telepo�: (034 1 ) 5691 17, 567192
Faksimile: (0341) 564755
Alamat Korespondensi Pas: Ngaglik Gang 2 No. 369 Kelurahan Sukun - Kecamatan Sukun - Kota Malang, Jawa Timur 65147 Alamat E-mail: [email protected] dan [email protected] Telepon Genggam (HP):
081334933663 dan
Telepon Rumah: -
(034 1 ) 2202220
Kualifikasi Akademik
Tahun 2002
lnstitusi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Tahun 2005
lnstitusi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Gelar Sarjana Kedokteran
Gelar Dokter
59
BIODATA PENELITI ANGGOTA 1
.
Gelar: dr.
Nama: Dona Marisa Tempat Lahir: Padang
Tanggal Lahir: 9 Maret
Jenis Kelamin:
1974
Perempuan Golongan: Ill/a
Jabatan: Dosen Bagian/Divisi: Kebidanan lnstitusi Asal: Akademi Kebidanan Martapura - Kopertis Wilayah X Jl. Khatib Sulaiman - Kota Padang, Sumatera Barat Telepon: (075 1 ) 7056737
Faksimile: -
Alamat Korespondensi Pos: JJ. Kaca Piring No. 15 - Kelurahan Mulyoagung - Kecamatan Dau Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151 Alamat E-mail: d marisa74@:iahoo.co.id Telepon Rumah: (0341) 463150
Telepon Genggam (HP): 08137461 0852
Kuallfikasi Akademlk Tahun
lnstitusi
Gelar
1 998
Fakultas Kedokteran Universitas And�las
Sarjana Kedokteran
Tahun
lnstitusi
Gelar
2000
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Dokter
60
BIODATA PENELITI ANGGOTA 2
Gelar: SGz
Nama: Laksmi Karunia T Tempat Lahir: Malang
lianggal Lahir: 1 4-8-1982
Jenis Kelamin: Perempuan Golongan: lila
Jabatan: Oosen Bagian/Divisi:Jurusan Gizi lnstitusi Asal: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Jl. Veteran - Kampus Universitas Brawijaya Malang - 65145 Telepon: Telp. (0341) 569117, 567192
Faksimile: (034 1 ) 564755
Alamat Korespondensi Pas: Jl. Hamid Rusdi 1/58 Malang
Alamat E-mail: laksmi [email protected] Telepon Genggam (HP):
Telepon Rumah: -
081 330542395
Kualifikasl Akademlk Tahun
lnstitusi
Gefar
2006
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
SGz
61