HUBUNGAN BIAYA TRANSAKSI TERHADAP KINERJA KONTRAKTUAL ANTARA USAHA KECIL MENENGAH INDUSTRI PEMANENAN HUTAN (UKM-IPH) DENGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HPHTI) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk. PORSEA, SUMATERA UTARA
DEMITA NATALITA PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN DEMITA NATALITA PERANGIN-ANGIN. Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Kontraktual antara Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari. Tbk. Porsea, Sumatera Utara. Dibimbing oleh Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS. Kebutuhan kayu di Indonesia yang semakin meningkat menjadi suatu masalah karena tidak diimbangi dengan produksi kayu yang terus menerus mengalami penurunan. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk membangun Hutan Tanamaan Industri (HTI) dengan tujuan menambah pasokan kayu yang berasal dari hutan-hutan alam dan untuk merehabilitasi lahan-lahan yang terdegradasi (FWI & GFW, 2001). HTI mulai dikembangkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1980-an. Salah satu tujuan pembangun pembangunan HTI adalah menjamin keberlangsungan produksi kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia dan membuka lapangan tenaga kerja dan kesempatan usaha. Menurut Stenzel et al, (1985) dalam Nugroho (2003) berdasarkan sistem operasinya , pemanenan hutan dibagi ke dalam dalam dua kelompok yaitu (a) Operasi oleh perusahaan (company operation) dan (b) Operasi oleh kontraktor (contract operations). PT.Toba Pulp Lestari, Tbk. (PT.TPL,Tbk) Porsea, Sumatera Utara, adalah suatu industri pulp yang memproduksi kayu sebesar 1.080.000 m3 setiap tahunnya. PT. TPL, Tbk. menerapkan sistem operasi pemanenan hutan oleh kontraktor yang melibatkan masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat yang diharapkan dalam pengelolaan hutan tersebut akan memunculkan hubungan antara pemegang hak kelola hutan produksi dengan masyarakat dalam hal ini Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH). Pengintegrasian sebaiknya dituangkan dalam bentuk kemitraan atau kerjasama yang diikat oleh kontrak kerja antara pihak perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Suatu kemitraan dapat dikatakan berhasil apabila biaya transaksi yang dikeluarkan antara principal-agent rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang merupakan komponen biaya transaksi dalam kemitraan di PT. TPL,Tbk., mengetahui besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh PT. TPL, Tbk. dan mitra, mengetahui hubungan biaya transaksi terhadap kinerja kemitraan yang dilakukan antara PT. TPL,Tbk. dengan UKM-IPH. Penelitian dilaksanakan di PT. TPL, Tbk. di sektor hutan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir dan sektor hutan Tele, Kabupaten Tapanuli Utara/ Kabupaten Dairi. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data skunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode teknik wawancara terhadap 30 orang mitra dan beberapa karyawan PT. TPL, Tbk yang berhubungan dengan kontrak dan kemitraan. Data skunder yang diambil merupakan data-data data-data yang dapat melengkapi data primer. Bentuk kontraktual yang dilaksanakan di PT. TPL, Tbk. adalah pemindahan hak untuk melaksanakan pekerjaan pemanenan dengan cara memborongkan pekerjaan (hiring) pemanenan kepada mitra. Adapun masa
berlaku kontrak selama empat bulan, sehingga dapat dikategorikan pemindahan hak pengerjaan (pemborongan) aktivitas pemanenan yang berlaku di PT. TPL, Tbk. sebagai proses pemindahan hak (transfer property of right) secara sementara Berdasarkan kategori Omstrom et.al (1993) biaya transaksi (BT) terdiri dari biaya informasi, biaya koordinasi, dan biaya strategis. Komponen biaya informasi terdiri dari biaya mendirikan badan usaha, biaya mengurus surat pendirian badan usaha, biaya survey areal kerja, biaya mengecek ada tidaknya pekerjaan dikantor dimana rata-ratanya adalah Rp.1.194.044 per mitra per kontrak. Sedangkan komponan biaya koordinasi terdiri dari biaya mengantar surat lamaran pekerjaan, biaya fotocopy persyaratan dan materai, biaya pengecekan hasil produksi/ invoice, biaya akibat terlambatnya pembayaran invoice, biaya mengambil upah kerja ke bank terdekat, biaya pengawasan, dimana rata-rata untuk kategori ini adalah Rp.2.225.143 per mitra per kontrak. Hanya 4 (empat) dari 30 mitra yang mengeluarkan biaya strategis yang besarnya Rp.40.000 per mitra per kontrak. Penilaian kinerja mitra terdiri dari enam kategori penilaian yaitu (1) ketepatan waktu, (2) ketersediaan peralatan, (3) skill man power, (4) kebersihan lapangan, (5) kooperatif, dan (6) kualitas kayu. Berdasarkan kriteria tersebut nilai kinerja mitra tertinggi (0-100) adalah 82 dan yang terendah adalah 68. Berdasarkan hasil analisis statistika diketahui hubungan biaya transaksi (x) dan kinerja mitra (y) adalah y = -4,3559x + 84,331 (R2 = 66,36%). Dari hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi biaya transaksi maka kinerja mitra semakin menurun. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan mitra berkisar antara Rp.1.649.833 hingga Rp.7.065.100. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa biaya yang paling besar dikeluarkan adalah biaya koordinasi yaitu dengan rata-rata Rp.2.225.143 setiap mitra, sedangkan biaya informasi yang tinggi disebabkan oleh biaya pendirian badan usaha. yaitu berkisar antara Rp.800.000 hingga Rp.1.700.000 Biaya transaksi yang dikeluarkan mitra, baik itu mitra dengan omzet kecil (< Rp.50.000.000) dan mitra dengan omzet besar (> Rp.50.000.000) relatif sama yaitu rata-rata Rp.3.424.520. Selain biaya transaksi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kinerja mitra, antara lain kekuasaan, sikap, rasa takut dan lain sebagainya. Dari hasil wawancara kepada foreman, mitra di lapangan sering melakukan kesalahan dan pelanggaran yang tertulis di SOP. Apabila mitra melakukan pelanggaran atau kesalahan, pihak perusahaan akan memberi sanksi berupa teguran sampai tiga kali setelah itu apabila mitra tidak mengindahkan teguran tersebut, menurut paraturannya maka perusahaan akan mencabut izin bekerja dan tidak akan memakai tenaga mitra tersebut untuk selanjutnya. Namun pada kenyataannya, pihak perusahaan tidak pernah menerapkan sanksi tersebut meskipun banyak mitra yang tetap melakukan pelanggaran. Perusahaan tidak dapat bertindak tegas dikarenakan mitra di PT. TPL,Tbk. yang juga adalah putra daerah, merasa memiliki kekuasaan lebih atas daerah tersebut. Dari hasil wawancara dengan manajemen GAL, pada dasarnya pihak PT. TPL,Tbk. mengalami kesulitan bekerjasama dengan pihak mitra usaha, tetapi karena pihak PT. TPL,Tbk. tidak ingin perselisihan terdahulu terjadi kembali dan berusaha menerapkan paradigma baru yaitu memberdayakan masyarakat sekitar maka perusahaan tetap mempertahankan mitra usaha tersebut.
HUBUNGAN BIAYA TRANSAKSI TERHADAP KINERJA KONTRAKTUAL ANTARA USAHA KECIL MENENGAH INDUSTRI PEMANENAN HUTAN (UKM-IPH) DENGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HPHTI) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk. PORSEA, SUMATERA UTARA
DEMITA NATALITA PERANGIN-ANGIN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
:
Hubungan Biaya Transaksaksi terhadap Kinerja Hubungan Kontraktual antara Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea, Sumatera Utara.
Nama NRP Departemen
: Demita Natalita Perangin-angin : E24101023 : Hasil Hutan
Menyetujui : Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS) Tanggal :
Mengetahui :
(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal Lulus : 3 Februari 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 24 Desember 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua yang bernama Johannys Darma Perangin-angin (Ayah) dan Riani Tarigan (Ibu). Penulis memulai pendidikan pada tahun 1987 di Taman Kanak-kanak Tunas Harapan Binjai dan lulus pada tahun 1989. Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Dasar Taman Siswa Binjai dan lulus pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Binjai dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Umum Negeri 1 Binjai dan diselesaikan pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Selama kuliah, Penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli-Agustus 2004 di Kampus Praktek Umum Universitas Gajah Mada KPH Getas, BKPH Baturraden, dan BKPH Cilacap. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan oleh Penulis di HPH PT. Sumpol Timber (Bina Banua Group) Kalimantan selatan pada bulan Februari-Maret 2005. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Kontraktual Antara Usaha Kecil Menengah
Industri
Pemanenan
Hutan
(UKM-IPH)
dengan
Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea, Sumatera Utara”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Kontraktual antara Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKMIPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea, Sumatera Utara” ini sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat yang berlimpah. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak dalam rangka meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan laporan ilmiah di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul ”Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Kontraktual antara Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKMIPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea, Sumatera Utara”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada : 1. Keluarga terkasih (Bapak dan Mamak, Petra dan Advent) yang telah memberikan perhatian, pengertian, kasih sayang, dukungan dan doa restu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan wawasan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Hardjanto, MS dari Departemen Manajemen Hutan dan Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah bersedia menjadi dosen penguji. 4. Seluruh karyawan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. atas segala bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 5.
Seluruh Staff KPAP Departemen Hasil Hutan serta yang telah memberi bantuan administrasi selama penyelesaian studi.
6. Teman-teman angkatan 38 dari Departemen THH terutama THP 38, MNH, KSH dan BDH atas doa, semangat dan bantuannya. Penulis
berharap
semoga
ada
pihak
yang
berkenan
untuk
menyempurnakannya dalam sebuah studi lebih lanjut. Selebihnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi yang membaca Bogor, Februari 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................. i DAFTAR TABEL........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanenan Kayu ................................................................................ 3 B. Pola Kemitraan ................................................................................... 3 B.1. Defenisi Kemitraan ..................................................................... 3 B.2. Maksud dan Tujuan Kemitraan .................................................. 4 B.3. Latar Belakang Timbulnya Kemitraan ....................................... 5 C. Biaya Transaksi .................................................................................. 5 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu ............................................................................. 8 B. Pengumpulan Data ............................................................................. 8 C. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 10 C.1. Biaya Transaksi ........................................................................ 10 C.1.1 Biaya Transaksi PT. TPL, Tbk. ...................................... 10 C.1.2 Biaya Transaksi Mitra .................................................... 11 C.2. Kinerja Mitra ............................................................................ 12 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Latar Belakang Perusahaan .............................................................. 14 B. Letak dan Luas Areal Hutan Penelitian............................................ 14 C. Aksesbilitas ...................................................................................... 16 D. Keadaan Fisik Hutan ........................................................................ 16 E. Keadaan Hutan ................................................................................. 17 F. Kondisi Sosial Ekonomi ................................................................... 17 1. Mata Pencaharian ......................................................................... 18 2. Jumlah Penduduk ......................................................................... 18 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) .................................. 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hubungan Kemitraan antara HPHTI PT. TPL, Tbk. UKM-IPH.......................................................................................... 20 B. Skala Usaha ...................................................................................... 25 B.1 Skala Usaha Berdasarkan Besaran Modal/Investasi................. 26 B.2. Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja ...................... 26 B.3. Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Produksi (Omzet) ............... 28
C. Identifikasi Kontrak Kerja ................................................................. 29 C.1. Proses Perolehan Kontrak......................................................... 29 C.2. Analisis Pola Hubungan Kontrak dan Lawas Pekerjaan. ......... 32 C.3. Pelaku Kemitraan Antara Pihak PT. TPL,Tbk. dan UKM-IPH .......................................................................... 32 C.4. Pelaksanaan Kontrak kerja Pemanenan di PT. TPL, Tbk........ .33 C.4.1 Persiapan Sebelum Pemanenan ………………………...34 C.4.2. Pelaksanaan Kontrak Kerja Penebangan, Pembagian Batang, dan Penumpukan................................................ 34 C.4.3. Pelaksanaan Kontrak Kerja Penyaradan.......................... 38 C.4.4. Pelaksanaan Kontrak Kerja Pemuatan............................. 39 C.4.5 Pelaksanaan Kontrak Kerja Pengangkutan...................... 40 C.4.6. Penilaian Kualitas dan Penumpukan dan Serah Terima Areal.................................................................................40 D. Biaya Transaksi dan Kinerja Mitra.....................................................41 D.1. Biaya Transaksi Perusahaan.......................................................41 D.2. Biaya Transaksi Mitra ..............................................................43 D.3. Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Kinerja Mitra....................50 D.4. Hubungan Biaya Transaksi dengan Kinerja Mitra....................52 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. . Kesimpulan………………………………………………………. 54 B. Saran………………………………………………………………55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Areal PT. TPL, Tbk. menurut administrasi pemerintahan……….. .15 2. Rencana tata ruang (Land Scaping) areal konsesi PT. TPL, Tbk………………………………………..16 3... Luas areal berdasarkan kemiringan...................................................17 4... Kondisi penutupan areal HPHTI per Maret 1999…………………..17 5. Luas wilayah, jumlah serta kepadatan penduduk ............................ 18 6. Kategori Usaha Mitra Pemanenan PT.TPl,Tbk................................ 26 7. Jumlah Tenaga Kerja Pemanenan di sektor Habinsaran .................. 27 8. Jumlah Tenaga Kerja Pemanenan di sektor Tele ............................. 27 9. Omzet per Kontraktor Pemanenan (Felling&Stacking) dalam Satu Kontrak di sektor Habinsaran ........................................ 28 10. Omzet per Kontraktor Pemanenan (Skidding) dalam Satu Kontrak di sektor Habinsaran ........................................ 29 11. Omzet per Kontraktor Pemanena dalam Satu Kontrak di sektor Tele .................................................................................... 29 12. Hubungan Kontrak lawas Pekerjaan Kerjasama antara PT. TPL Tbk.......................................................................... 32 13. Rekapitulasi biaya transaksi PT. TPL.Tbk, sektor Habinsaran…….41 14. Rekapitulasi biaya transaksi PT. TPL.Tbk, sektor Habinsaran…….42 15. Rekapitulasi Biaya Informasi untuk Satu Kontrak Beberapa Kontraktor di Sektor Habinsaran dan Sektor Tele ........................... 43 16. Rekapitulasi Biaya koordinasi untuk Satu Kontrak Beberapa Kontraktor di Sektor Habinsaran dan Sektor Tele ........................... 45 17. Rekapitulasi Biaya strategis untuk Satu Kontrak Beberapa Kontraktor di Sektor Habinsaran dan Sektor Tele ........................... 47 18. Rekapitulasi Biaya Transaksi Mitra dalam Satu Kontrak .............. 48 19. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra felling&stacking . 49 20. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra skidding............... 50 21. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra felling&Stacking, skidding, transportating .................................................................. 50 22. Hasil Evaluasi Kerja Mitra ............................................................. 50
DAFTAR GAMBAR Halaman 1... Jumlah tenaga kerja yang bermitra dengan PT. TPL, Tbk di Kabupaten Toba Samosir ............................................................. 22 2. Sebaran kegiatan kerja mitra di PT. TPL, Tbk................................. 23 3. Prosedur perolehan kontrak kerja pemanenan ................................. 31 4. Proses pembuatan payment kontraktor pemanenan ......................... 37 5. Tumpukan kayu pada stack .............................................................. 38 6. Tempat Penumpukan Sementara (TPn)............................................ 38 7. Aktivitas penyaradan kayu Eucalyptus sp. dengan skidder ............. 39 8. Aktivitas pemuatan kayu Eucalyptus sp. dengan Ekscavator PC-2007………………………………………..............40 9... Grafik sebaran biaya transaksi mitra.................................................49 10. Grafik Kinerja Mitra Pemanenan di Sektor Hutan Habinsaran dan Sektor Hutan Tele........................................ 52 11. Grafik Persamaan regresi linier hubungan. biaya transaksi dan kinerja mitra ...................................................52 .
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1... Peta Areal Hutan HTI PT. TPL, Tbk .................................................... .58 2. Peta Areal Hutan Sektor Tele PT. TPL, Tbk.......................................... 59 3. Peta Areal Hutan Sektor Habinsaran PT. TPL, Tbk. ............................. 60 4. Form Evaluasi Mitra .............................................................................. 61 5. Daftar Nama Mitra Pemanenan Sektor Habinsaran Periode Juni 2005 .................................................................................. 62 6. Omzet per Kontraktor Pemanenan (Felling& Stacking) dalam Satu Kontrak di sektor HabinsaranSurat Permohonan Kontrak ............. 64 7. Surat permohonan kontrak ..................................................................... 66 8. Surat Negoisasi Kerja ............................................................................. 67 9. Contoh Surat Perjanjaian Kerja (SPK) Penebangan .............................. 68 10. Contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) Penyaradan................................. 78 11. Contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) Pemuatan.................................... 85 12. Daftar Isian Pemahaman Mitra Akan Kegiatan Penebangan ................. 92 13. Surat Perintah Tugas .............................................................................. 93 14. Tally Sheet Quality Felling& Stacking .................................................. 95 15. Tally Sheet Serah Terima Areal dan Pindah Lokasi .............................. 96 16. Tally Sheet Data Perhitungan RWA ...................................................... 97 17. Struktur Organisasi Divisi Forestry PT. TPL, Tbk ................................ 98
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu di Indonesia yang semakin meningkat menjadi suatu masalah karena tidak diimbangi dengan produksi kayu yang terus menerus mengalami penurunan. Oleh karena itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membangun Hutan Tanamaan Industri (HTI) dengan tujuan menambah pasokan kayu yang berasal dari hutan-hutan alam dan untuk merehabilitasi lahan-lahan yang terdegradasi (FWI & GFW, 2001). HTI mulai dikembangkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1980-an. Salah
satu
tujuan
pembangun
pembangunan
HTI
adalah
menjamin
keberlangsungan produksi kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia dan membuka lapangan tenaga kerja dan kesempatan usaha. Menurut Stenzel et al. (1985) dalam Nugroho (2003) berdasarkan sistem operasinya, pemanenan hutan dibagi ke dalam dalam dua kelompok yaitu (a) Operasi oleh perusahaan (company operation) dan (b) Operasi oleh kontraktor (contract operations). Di Indonesia, FAO dan Dephut RI (1990) melaporkan bahwa biaya pemanenan hingga produksi pabrik (tidak termasuk pungutan pemerintah) pada sistem kontrak lebih murah hingga 22%. Hal ini menjadi alasan beberapa perusahaan HTI untuk menggunakan sistem tersebut di samping alasan lain yaitu memperluas kesempatan berusaha dan penyerapan tenaga kerja. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. (PT. TPL, Tbk.) Porsea, Sumatera Utara menerapkan sistem operasi pemanenan hutan oleh kontraktor yang melibatkan masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat yang diharapkan dalam pengelolaan hutan tersebut akan memunculkan hubungan antara pemegang hak kelola hutan produksi dengan masyarakat dalam hal ini Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH).
Pengintegrasian sebaiknya dituangkan dalam
bentuk kemitraan atau kerjasama yang diikat oleh kontrak kerja antara pihak perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Dari segi kelembagaan, perubahan kelembagaan kearah pengelolaan hutan lestari akan berhasil hanya jika perubahan tersebut dapat mengontrol sumber
interdependensi antar individu atau kelompok masyarakat dalam hubungannya dengan komoditas sumberdaya hutan yang dimanfaatkan/dihasilkan. Salah satu karakteristik inherent sumberdaya hutan yang menjadi sumber interdependensi tersebut adalah biaya transaksi tinggi. Situasi biaya transaksi tinggi yang terjadi akan membuka peluang timbulnya moral hazard atau perilaku opurtunistik dari para pihak yang memanfaatkan sumberdaya hutan, yaitu perilaku penunggangan gratis (free rider) dan pencarian rente (rent seeking), seperti yang dinyatakan oleh Ostrom et al. (1993). Hal inilah yang antara lain menyebabkan makin tingginya biaya transaksi. Jika situasi ini berlangsung terus, maka segala upaya dalam rangka pengelolaan hutan lestari tidak berjalan efektif, dan pada akhirnya yang paling dirugikan adalah sumberdaya hutan itu sendiri yang mengalami kerusakan (Priyono, 2004). Oleh karena itu sangat penting untuk mempertimbangkan biaya transaksi dalam pelaksanaan kemitraan karena biaya transaksi menentukan tingkat efisiensi suatu hubungan antar pelaku ekonomi di pasar (North, 1991 dalam Priyono, 2004), termasuk pula hubungan antar pelaku Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH) dengan pihak pengusaha pemegang HPH/HPHTI terhadap hubungan kinerja kontraktualnya.
B. Tujuan Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor yang merupakan komponen biaya transaksi dalam kemitraan di PT. TPL,Tbk. 2. Mengetahui besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh PT. TPL, Tbk. dan UKM-IPH. 3. Mengetahui hubungan biaya transaksi terhadap kinerja dilakukan antara PT. TPL, Tbk. dengan UKM-IPH.
kemitraan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanenan Kayu Menurut Suprapto (1979), pada dasarnya pemanenan kayu merupakan serangkaian
kegiatan
yang
dilaksanakan
untuk
mengubah
pohon
atau
memindahkan kayu dari suatu tempat atau hutan ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Sedangkan Conway (1976) berpendapat bahwa
pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan dengan melalui proses penebangan, penyaradan, pengangkutan penimbunan dan pengujian.
B. Pola Kemitraan B.1. Defenisi Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan (Departemen Pertanian dalam Yanuarsyah, 2003). Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Nugroho (2003), kemitraan adalah hubungan dimana satu orang atau lebih sebagai pemberi kepercayaan [principal(s)]
mempengaruhi
orang
lain
sebagai
mitra
yang
menerima
kepercayaan [agent(s)] untuk melaksanakan beberapa tugas principal(s) melalui pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada mitra yang dimaksud agent(s). Dalam kasus pengembangan UKM-IPH, kemitraan menyangkut hubungan antara pemberi pekerjaan dan penerimaan pekerjaan. Dengan hubungan demikian, maka pemberi kepercayaan atau “induk semang” disebut juga principal sedangkan penerima pekerjaan yang membuat keputusan dapat dikategorikan sebagai anak buah atau agent. Hubungan principal-agent akan efisien apabila tingkat harapan keuntungan (reward) kedua belah pihak seimbang dengan korbanan masing-
masing serta biaya transaksi (transaction cost) sehubungan dengan pembuatan kontrak-kontrak atau kesepakatan-kesepakatan (contractual arrangement) dapat diminimalkan (Rodgers, 1994 dalam Nugroho, 2001). B.2. Maksud dan Tujuan Kemitraan Menurut Hasfah (1999) dalam Yanuarsyah (2003) pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan adalah “Win-win Solution Partneship”. Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang terpenting adalah posisis tawar menawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan meliputi (1) meningkatkan pendekatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemeratan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, dan (5) memperluas lapangan pekerjaan. Di Indonesia di kenal tiga model hubungan kontrak pemanenan hutan (Nugroho, 2003b), yaitu : 1. Kontrak kerja. Dalam kontak model ini pemegang HPH memperoleh kompensasi (fee) per m3 kayu (log) yang dihasilkan, yaitu sebesar USD 6-10 per m3. Atau secara teoritis disebut lumpsum basis, seluruh peralatan, tenaga kerja, basecamp, dan manajemen dimiliki oleh kontraktor. Dengan demikian, seluruh risiko kegagalan produksi ditanggung oleh kontraktor. Model ini paling disukai kontraktor. 2. Kerja jasa. Di sini kontraktor dibayar berdasarkan produksi yang dihasilkan. Peralatan umumnya milik kontraktor, tetapi hasil produksi dikuasai oleh pemegang HPH/HPHTI. Besar tarif upah umumnya Rp. 300.000,00 per m3. Risiko kegagalan produksi kayu bulat ditanggung oleh kontraktor. 3. Bagi hasil. Disini terdapat dua sistem pembayaran balas jasa (upah) kepada kontraktor. Pertama, kontraktor akan memperoleh imbalan atas produksi kayu yang besarnya sekitar Rp. 300.000,00 per m3. Kedua, kontraktor diberi kewenangan pula untuk menjual kayu hasil produksinya, selanjutnya keuntungan (harga jual dikurangi harga pokok) dibagi antara pemegang
HPH/HPHTI dan kontraktor sesuai kesepakatan. Model ini lebih disenangi daripada model kedua (kerja jasa) karena kontraktor memperoleh kepastian pembayaran atas jasa pengeluaran kayu (Nugroho, 2003) B.3. Latar Belakang Timbulnya Kemitraan Latar belakang timbulnya kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil antara lain: 1. Latar belakang pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil yaitu : a) Adanya himbauan pemerintah tentang kemitraan pengusaha besar dengan pengusaha kecil atau petani yang direalisasikan melalui Undang-Undang Perindustrian No.5 Tahun 1981 b) Adanya imbauan bisnis (ekonomi) di mana pengusaha besar yang bermitra lebih diuntungkan daripada mengerjakan sendiri. c) Tanggung jawab sosial, yaitu kepedulian dari pengusaha besar untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar. 2. Latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar, yaitu : a) Adanya jaminan pasar yang pasti. b) Mengharapkan adanya bantuan dalam hal pembinaan, pemodalan, dan pemasaran. c) Kewajiban untuk bermitra (Perusahaan Inti Rakyat/PIR) dengan pengusaha besar. d) Kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan, baik dari segi harga, jumlah, dan kepastian, maupun dari segi promosi.
C. Biaya Transaksi Biaya transaksi adalah biaya untuk mengukur nilai atribut barang dan jasa (information cost) yang akan dipertukarkan, biaya untuk melindungi hak atas barang (exclusion cost), serta biaya untuk menetapkan kontrak/perjanjian (contractual cost) dan biaya untuk menjalankan perjanjian (policing cost) (North, 1990 dalam Priyono, 2004).
Menurut Ostorm, Schroeder dan Wynee (1993) dalam Nugroho (2003) biaya transaksi meliputi : 1. Biaya Informasi (Information Cost) Biaya informasi (information cost) adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk mencari dan mengorganisasi data, termasuk biaya atas kesalahan informasi sebagai akibat kesenjangan pengetahuan tentang variable waktu dan tempat serta ilmu pengetahuan. 2. Biaya Koordinasi (Coordination Cost) Biaya koordinasi (coordination cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk waktu, modal, dan personil yang diinvestasikan dalam negoisasi, pengawasan, dan kesepakatan antara pelaku. 3. Biaya Strategis (Strategic Cost) Biaya strategis (strategic cost) adalah biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat informasi, kekuasaan, dan sumberdaya lainnya tidak sepadan diantara pelaku, umumnya berupa pengeluaran untuk membiayai free riding, rent seeking dan corruption Hubungan principal-agent yang efisien menjadi sesuatu yang kompleks untuk dipecahkan. Besarnya biaya transaksi sangat dipengaruhi oleh derajat ketidaksepadanan informasi (asssymetric information), kekuasaan, kepemilikan asset (endowment) yang dimiliki oleh pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Asssymetric information muncul karena pada umumnya pihak agent menguasai informasi tentang keragaan (work effort) yang ada pada dirinya, sedangkan informasi tentang keragaan agent yang dimiliki oleh principal umumnya sangat terbatas. Pada kondisi demikian, maka principal menghadapi dua risiko yaitu risiko salah memilih agent yang sesuai dengan keinginan (adverse selection of risk) pada ex ante (sebelum kontrak dibuat) dan resiko agent ingkar janji (moral hazard) pada ex post (setelah kontrak disepakati). Semakin tidak sepadan informasi, kekuasaan dan endowment yang dimiliki oleh para pihak yang mengadakan pertukaran, biaya transaksi ini akan semakin besar (Nugroho, 2003). Teori dan konsep biaya transaksi menyatakan bahwa pada prinsipnya situasi biaya transaksi tinggi yang terjadi akan menyebabkan perilaku moral hazard dari para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan yaitu bentuk
perilaku opurtunistis atau free riding, antara lain terdiri dari perilaku sub optimal, malas (shirking) dan pencarian rente (rent seeking) dan korupsi (corruption), seperti yang dinyatakan oleh Ostrom et al (1993).
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian yang berjudul “Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Kontraktual antara Usaha Kecil-Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKMIPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Porsea, Sumatera Utara”
dilaksanakan pada bulan Juni sampai
dengan Juli 2005 (± 2 bulan) di sektor hutan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir dan sektor hutan Tele, Kabupaten Tapanuli Utara/ Kabupaten Dairi
B. Pengumpulan Data Ruang lingkup kajian biaya transaksi ini terbatas pada biaya transaksi yang terjadi akibat hubungan kontraktual antara PT. TPL, Tbk. dengan Usaha Kecil Menengah-Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH) atau lebih dikenal dengan mitra. Pengkajian dilakukan terhadap hak dan kewajiban yang dinyatakan sebelum kontrak ditandatangani hingga selesainya satu kontrak (empat bulan). Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data skunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode teknik wawancara.terhadap aktor yang terlibat langsung dengan PT. TPL, Tbk. dalam hal ini diwakili oleh GAL (General Affair License) Section Head setiap sektor. Demikian pula dari pihak UKM-IPH dilakukan wawancara terhadap pemilik UKM-IPH itu sendiri maupun pengawas
lapangan menyangkut biaya transaksi yang dikeluarkan
selama bermitra dengan PT. TPL, Tbk. serta observasi lapangan sehubungan dengan sistem kontrak kerja yang dibuat. Pertanyaan
yang berhubungan dengan biaya transaksi yang diajukan
kepada pihak perusahaan khususnya di sektor hutan Tele dan sektor hutan Habinsaran antara lain: 1. Besarnya biaya informasi yang terdiri dari biaya transportasi yang dikeluarkan untuk menginformasikan adanya pekerjaan ke beberapa desa, kepada tokoh adat, agama, masyarakat dan kepala desa, biaya fotokopi selebaran atau surat
undangan rapat dengan mitra dan biaya transportasi yang dikeluarkan untuk mengundang rapat mitra. 2. Biaya koordinasi yang terdiri dari biaya pelatihan mitra yang dilakukan secara bergelombang (dua kali) di Porsea (kantor pusat), biaya rapat dengan mitra per triwulan meliputi biaya fotocopy bahan rapat, gaji pengawas/foreman. 3. Biaya strategis yang terdiri dari biaya jamuan/entertainment pada saat mensosialisasikan adanya pekerjaan ke beberapa
tokoh adat, agama,
masyarakat dan kepala desa, dan biaya jamuan setiap kali rapat dengan mitra. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mitra
sehubungan dengan
biaya transaksi yaitu : 1. Biaya informasi yang terdiri dari, biaya mengurus surat perizinan/ pembentukan badan usaha, biaya mengecek ada tidaknya pekerjaan ke kantor sektor, biaya pendirian badan usaha 2. Biaya koordinasi yang terdiri dari pengawasan, dan biaya transportasi dalam rangka survei areal kerja, biaya mengantar surat lamaran ke kantor sektor, biaya mengecek hasil jawaban lamaran pekerjaan ke kantor sektor, biaya fotocopy persyaratan dan materai, biaya pengecekan hasil produksi dan invoice ke kantor sektor, biaya keterlambatan pembayaran upah, biaya mengambil upah kerja ke bank. 3. Biaya strategis yang
yang terdiri dari biaya sogokan atau jamuan yang
dilakukan kepada pihak perusahaan. Sedangkan data sekunder meliputi Surat Perjanjian Kerja (SPK), data kondisi umum lokasi penelitian, data evaluasi kerja mitra di sektor Tele dan sektor Habinsaran, data produksi kayu, data RWA (Residual Wood Assessment) mitra di sektor Habinsaran dan sektor Tele dan data-data tambahan lainnya yang berhubungan dengan data-data pokok yang sudah ada seperti sistem kontrak kerja yang dibangun, sistem kemitraan, dan lainnya Adapun jumlah responden yang diteliti dari pihak mitra sebanyak tiga puluh orang, yang terdiri tujuh belas mitra penebangan, tiga mitra penyaradan di sektor hutan Habinsaran dan sepuluh mitra dari sektor hutan Tele. Sedangkan dari pihak perusahaan PT. TPL, Tbk sebanyak tujuh orang yakni manager planning, superintendent harvesting sektor hutan Habinsaran dan Tele, Supervisor Planning
sektor hutan Habinsaran, Manajer GAL sektor hutan Habinsaran dan Tele, pengawas/foreman sektor hutan Habinsaran.
C. Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan selama penelitian diolah dan dianalisis secara deskritif dan statistik dengan menggunakan program computer Microsoft Excel. C.I Biaya Transaksi C.I.1 Biaya Transaksi PT. TPL, Tbk. a) Biaya Informasi Biaya transportasi {jarak dalam km x bensin dalam}(Rp/liter) x jumlah orang (biaya makan ) x jumlah hari1 b) Biaya Koordinasi 1. Untuk sektor Tele, biaya transportasi training ke Porsea untuk 3 kendaraan
masing-masing
sebesar
Rp.
300.000
dilakukan
dua
gelombang, sedangkan pada sektor hutan Habinsaran, biaya transportasi training ke Porsea lebih murah yaitu sebesar Rp. 200.000 dilakukan dua gelombang. Hal ini dikarenakan jarak antara sektor Habinsaran ke Porsea lebih dekat. 2. Biaya rapat dengan mitra per triwulan x @ Rp.100.000 untuk fotocopy bahan rapat. 3. Gaji pengawas/foreman per tahun dengan asumsi gaji 1 orangnya adalah Rp.1.000.000 dan untuk setiap sektor hutan terdapat 50 orang pengawas. c) Biaya strategis 1. Biaya jamuan/entertainment pada saat mensosialisasikan adanya pekerjaan ke beberapa tokoh adat, agama, masyarakat dan kepala desa yaitu 4 desa x @ Rp. 500.000 di sektor Habinsaran dan sektor Tele. 2. Biaya jamuan setiap kali rapat dengan mitra yaitu 3 x Rp. 1.000.000
1
Berdasarkan hasil wawancara beberapa mitra dapat diasumsi bahwa satu liter bensin mampu menempuh jarak 40 km dengan harga Rp.2.500/liternya dan biaya satu kali makan untuk satu orang adalah Rp. 7.000
C.I.2 Biaya Transaksi Mitra a) Biaya Informasi 1. Biaya mengurus surat perizinan/pembentukan badan usaha diperoleh dengan cara menghitung biaya transportasi
yang dikeluarkan mitra
(jarak tempat tinggal mitra ke kantor notaris (km) x bensin (Rp))x jumlah orang (biaya makan) x jumlah hari (berapa kali ke kantor notaris) dalam satu kontrak kerja (4 bulan). 2. Biaya mengecek ada tidaknya pekerjaan diperoleh dengan cara menghitung biaya transportasi yang dikeluarkan mitra (jarak tempat tinggal mitra ke kantor sektor (km) x bensin (Rp)) x jumlah orang (biaya makan ) x jumlah hari (berapa kali mengecek ke kantor dalam waktu 4 bulan). Demikian juga halnya dengan biaya mengantar surat lamaran, mengecek hasil jawaban lamaran pekerjaan dan biaya mengecek hasil produksi dan invoice ke kantor sektor. 3. Biaya mendirikan badan usaha. 4. Survei
areal
kerja
hanya
dilakukan
satu
kali
yaitu
sebelum
penandatangan SPK. Biaya survei areal kerja diperoleh dengan cara menghitung biaya transportasi (jarak tempat tinggal mitra ke areal kerja (km) x bensin (Rp)) x jumlah orang (biaya makan) x jumlah hari. b) Biaya Koordinsi 1. Biaya pengawasan dibagi menjadi dua yaitu pengawasan yang dilakukan langsung oleh pemilik badan usaha dan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas yang diupah oleh pemilik badan usaha. Biaya pengawasan yang dilakukan langsung oleh pemilik badan usaha diperoleh dengan cara menghitung biaya transportasi (jarak tempat tinggal mitra keareal kerja (km) x bensin (Rp)) x jumlah orang (biaya makan) x jumlah hari (berapa kali melakukan pengawasan untuk satu kontrak). Sedangkan upah pengawas pada umumnya dibayar sesuai dengan banyaknya produksi yaitu Rp. 1500,00/ton. 2. Biaya mengantar surat lamaran pekerjaan ke kantor sektor. 3. Biaya mengecek hasil jawaban lamaran pekerjaan ke kantor sektor. 4. Biaya persyaratan dan materai.
5. Biaya pengecekan hasil produksi dan invoice ke kantor sektor. 6. Biaya mengambil upah kerja ke bank terdekat. 7. Biaya keterlambatan pembayaran invoice yang diperoleh dengan menghitung nilai kini. P=
F (1 + i)
n
x100
Dimana P = Nilai kini F = manfaat dan/ atau biaya yang terjadi pada saat akan datang i = tingkat pengembalian minimum yang atraktif n = jumlah periode pembungaan (asumsi 1 tahun = 24%) c) Biaya Strategis Biaya strategis diperoleh dengan cara menghitung besarnya biaya jamuan yang dikeluarkan mitra dalam satu kontrak. Sehingga biaya transaksi (BT) diperoleh dengan menjumlahkan total biaya informasi, biaya koordinasi, dan biaya strategis . . BT = BI + BK + BS
C.II Kinerja Mitra Penilaian kinerja mitra dilakukan dengan mengidentifikasikan kriteria dan indikator kerja mitra yang bernilai sangat baik (SB), baik (B), cukup baik (C), sedang (S), kurang baik (KB) yang dinilai oleh pihak perusahaan dalam hal ini bagian GAL setiap selesainya satu kontrak. Penilaian kinerja mitra terdiri dari enam kategori penilaian yaitu (1) ketepatan waktu, (2) ketersediaan peralatan, (3) skill man power, (4) kebersihan lapangan, (5) kooperatif, dan (6) kualitas. Form evaluasi mitra disajikan pada Lampiran 4. Untuk menganalisis hubungan biaya transaksi dengan kinerja kontraktual yang terjadi digunakan uji regresi linier sederhana dengan menggunakan program computer Microsoft excel.
Y= a + b . X Keterangan : Y = Kinerja X = Persentase Biaya Transaksi terhadap Omzet (%) Dimana x ditransformasi terlebih dahulu ke dalam
arcs(x) (Steel,
R.G.D, 1989). Pada prinsipnya analisis ini dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara situasi biaya transaksi tinggi, kinerja mitra dan masalah pokok yang menyebabkannya.
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Latar Belakang Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. yang semula bernama PT. Inti Indorayon Utama (PT. IIU). adalah sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang memiliki izin dan legalitas operasional bergerak di bidang produksi pulp, yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup SK/M/BPPT/XI/1986 dan KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986. Di tengah beroperasinya pabrik, perusahaan ini mengalami konflik dengan masyarakat sekitar sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat yang belum optimal. Akibatnya pada pertengahan tahun 1998 perusahaan ini ditutup. Berdasarkan keputusan pemerintah lewat sidang Kabinet 10 Mei 2002 dan 16 Mei 2002, perusaahan tersebut diizinkan untuk mengoperasikan
kembali
pabriknya tanpa memproduksi serat rayon. Didukung dengan paradigma baru maka PT. IIU berubah nama menjadi PT. TPL, Tbk.
B. Letak dan Luas Areal Hutan Perusahaan Secara geografis, kawasan hutan yang dikelola oleh PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. terletak diantara 10-30 Lintang Utara dan 98,150-100 0 Bujur Timur. Secara administratif lokasi konsesi HPHTI. PT. TPL, Tbk. terletak di beberapa kabupaten: Kabupaten
Simalungun,
Asahan,
Tapanuli
Utara,
Humbang
Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan. Dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2 dan Lampiran 3. Menurut kelompok luas wilayah pengelolaan dan administrasi pemerintaha n, areal HPHTI dan IPK Pinus PT.TPL, Tbk. adalah seperti yang tertera pada Tabel 1.
Dari total luas izin HPHTI dan Pemanfaatan Pinus yang berjumlah 269.060 Ha, berdasarkan rencana tata ruang dengan mempertimbangkan aspek fungsi hutan (fungsi produksi dan fungsi perlindungan), aspek status pemilikan lahan, dan fungsi sosial ekonomi dari hutan yang terus berkembang, maka tata ruang (land scaping) areal konsesi PT. TPL,Tbk. disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rencana tata ruang (land scaping) areal konsesi PT.TPL,Tbk. Rencana Tata Ruang Areal rencana tanaman pokok (HTI) Areal konservasi Kampung/ ladang/ tanah masyarakat Sarana/ prasarana Areal tanaman kehidupan/ unggulan Total Sumber : RKT PT.TPL, Tbk. Tahun 2005
Luas (Ha) 63.343 85.509 110.959 1.389 7.860 269.060
Persen (%) 23.5 31.8 41.2 0.5 3.0 100
Data tersebut memperlihatkan rencana tata ruang areal kerja PT.TPL, Tbk. (land scaping), dimana hanya 63.343 Ha atau 23.5% saja areal dari 269.060 Ha yang dapat dikelola sebagai tanaman pokok HTI. Data-data tersebut diperoleh dari hasil pekerjaan survei terestrial dan pengukuran memakai alat GPS (global positioning system) pada seluruh areal konsesi termasuk melakukan deliniasi dengan memanfaatkan photo udara dan penggunaan citra satelit yang diproduksi setiap dua tahun sekali.
C. Aksesbilitas PT. TPL, Tbk. terletak di Sosor Ladang, Desa Pangombusan, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, sekitar 292 km dari kota Medan, Sumatera Utara. Di luar areal IUPHHK pada hutan tanaman terdapat jalan yang menghubungkan areal IUPHHK yaitu jalan lintas dari Medan, Parapat, Siborongborong sampai menuju Padang Sidempuan dan Sidikalang. Jalan yang cukup ramai dilalui kendaraan ini melewati Porsea dimana lokasi mill site berada.
D. Keadaan Fisik Hutan Areal hutan PT. TPL, Tbk. secara keseluruhan adalah hutan tanah kering. Jenis tanah di areal hutan ini adalah litosol, regosol, podsolik coklat, podsolik coklat kuning dan podsolik coklat kelabu. Menurut penggolongan iklim Schmidt
dan Fergusson areal HPHTI ini termasuk dalam tipe iklim A (sangat basah) dengan curah hujan rata-rata terendah terjadi di areal hutan sektor Habinsaran yakni 1.162,9 mm, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi di sektor hutan Aek Nauli yakni sebesar 1.927,7 mm. Berdasarkan topografi, areal tersebut di kategorikan ke dalam beberapa kelas kemiringan seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas areal PT.TPL, Tbk. berdasarkan kemiringan Sektor 0-8% (Ha) Aek Nauli 5.963.6 Habinsaran 8.115.8 Tarutung 6.231.8 Tele 78.592.3 Sarulla 1.044.0 P.Sidempuan 6.591.2 Total 106.538,7 Sumber : RKT PT. TPL, Tbk 2005
8-15%(Ha) 5.458.1 2.177.9 5.497.5 12.641.9 5.345.4 3.832.0 34.952,8
15-25%(Ha) 7.136.3 11.898.8 14.806.0 7.472.9 20.659.0 13.885.4 75.858,4
25-40%(Ha) 3.047.7 1.727.8 16.386.2 4.034.9 14.801.7 4.053.9 44.052,2
>40%(Ha) 927.3 159.7 3.257 295.0 2.812.9 205.5 7.657,4
Total 22.553 24.080 46.178 103.037 44.664 28.568 269.060
Dapat dilihat bahwa 39,59 % areal hutan PT.TPL,Tbk. termasuk dalam areal bertopografi datar, 12,99% bertopografi landai, 28,19%
bergelombang,
16,37 % bertopografi agak curam, dan hanya 2,84% bertopografi curam. E. Keadaan Hutan Areal hutan HPHTI dan IPK Pinus PT. Toba Pulp Lestari, Tbk terdiri dari: hutan rimba campuran, hutan pinus, hutan tanaman, tanah kosong, tanah garapan, enclave, dan infrastruktur. Adapun klasifikasi hutan ini terletak di enam sektor hutan PT.TPL,Tbk. dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Kondisi penutupan areal HPHTI per Maret 1999 No
1. 2. 3. 4.
Penutupan Vegetasi
Aek Nauli (ha) 10.283 46 7.085 294
Ht. rimba campuran Ht. Pinus Ht. tanaman Tanah kosong/lading/belukar 5. Hutan garapan 3.360 6. Envlave 1.072 7. Infrastruktur 393 Total 22.533 Sumber : RKT PT. TPL, Tbk 2005
Tele (ha)
Tarutung (ha)
Habinsaran (ha)
Sarulla (ha)
2.310
Padang Sidempuan (ha) 307 941 651 25.014
43.330 1.843 12.871 8.638
14.052 471 3.590 19.993
8.307 47 12.023 463
32.563
35.130 763 463 103.037
7.893 191 46.179
2.396 5.9 335 24.080
Total (ha) 108.841 3.348 36.211 56.711
9790 44.663
1.648 7 28.568
60.217 2.344 1.389 269.060
F. Kondisi Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan dibeberapa kecamatan yang berada di sekitar areal HPHTI PT. TPL, Tbk. sektor hutan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir secara umum digambarkan sebagai berikut:
1. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di sekitar lokasi HTI PT. TPL, Tbk. pada sektor pertanian yakni sebanyak 8.201 orang (42,34%), PNS dan ABRI sebanyak 309 orang (1,59%), dan Industri sebanyak 84 (0,43%), serta sektor lain sebanyak 11.044 orang (57,02%). Penduduk yang berstatus petani/peladang yang berada di sekitar HTI PT. TPL, Tbk. sektor hutan Habinsaran merupakan sumber tenaga kerja yang dipakai dalam kegiatan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan hutan. 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2002, terdapat delapan belas kecamatan yang berada di Kabupaten Toba Samosir yakni Kecamatan Harian, Sianjur mula-mula, Balige, Laguboti, Habinsaran, Borbor, Silaen, Porsea, Pintu Pohan Meranti, Lumban Julu, Uluan, Ajibata, Nainggolan, Onan Rungu, Palipi, Pangururan, Ronggur Nihuta, dan Kecamatan Simanindo. Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk serta sektor hutan Habinsaran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.
Luas wilayah, jumlah serta kepadatan penduduk di delapan belas kecamatan sekitar HTI PT.TPL, Tbk. sektor hutan Habinsaran.
No Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) 1 Kecamatan Harian 606,01 11.556 2 Sianjur Mula-mula 140,24 10.367 3 Balige 115,50 43.236 4 Laguboti 73,90 19.730 5 Habinsaran 732,06 21.582 6 Borbor 188,79 8.156 7 Silaen 88,10 19.552 8 Porsea 109,30 27.151 9 Pintu Pohan Meranti 386,95 7.645 10 Lumban Julu 115,50 12.741 11 Uluan 118,80 9.285 12 Ajibata 97,00 9.057 13 Nainggolan 87,86 18.153 14 Onan Rungu 59,14 14.164 15 Palipi 155,80 23.046 16 Pangururan 84,65 24.817 17 Ronggur Nihuta 87,15 7.350 18 Simanindo 198,20 20.625 Jumlah 3.440,85 308.213 Sumber : Registrasi Penduduk Akhir tahun 2002 (Toba Samosir dalam Angka ((2002))
Kepadatan (Jiwa/Km2) 19,07 73,92 374,24 266,98 29,48 43,20 221,93 248,41 19,76 114,27 78,22 93,37 206,61 239,50 147,92 293,17 84,34 104,06 89,57
Luas wilayah Kabupaten Toba Samosir menurut Toba Samosir dalam angka (2002) seluas 3.440,85 Ha, jumlah rumah tangga sebanyak 62.260, jumlah penduduk sebanyak 308.213 jiwa, dan kepadatan 89,57 jiwa/Km2.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto
merupakan ukuran kinerja makro
kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor ekonomi dan pergeserannya yang didasarkan pada PDRB atas dasar harga yang berlaku. PDRB Kabupaten Toba Samosir atas dasar harga berlaku tahun 2002 sebesar Rp. 1.755.421,36 meningkat 21,03% dibanding tahun serbelumnya. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberi peranan atau kontribusi yang terbesar terhadap PDRB tahun 2002. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar penduduk Kabupaten Toba Samosir menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Pada tahun 2002 sektor ini memberi andil sebesar 55,17%. Sektor kedua yang memberi kontribusi yang terbesar adalah sektor jasa-jasa yakni sebesar 11,36% dan sektor industri sebesar 7,54%, sedangkan 11% dari sektor kehutanan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hubungan Kemitraan antara HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan (UKM-IPH) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. (PT. TPL, Tbk.) merupakan perubahan nama dari PT. Inti Indorayon Utama (IUU), berdasarkan surat dari Departemen Kehakiman No. C.06519 HT.04.TH.2001 tanggal 23 Agustus 2001. Pada mulanya PT. IIU memproduksi pulp dengan rayon, tetapi sebahagian masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik merasa tidak mendapat dampak positif dari pembangunan PT. IIU, mereka mengeluhkan polusi udara yang dikeluarkan pabrik. Keluhan sebagian masyarakat tersebut ditanggapi pemerintah dengan menghentikan kegiatan pabrik. Pada pertengahan tahun 1998, PT. IIU ditutup dengan tetap melakukan pemeriksaan terhadap limbah yang diisukan menjadi penyebab ditutupnya industri tersebut. Dari hasil pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah diduga bahwa pengolahan rayon menjadi penyebab terjadinya perselisihan tersebut dan pengelolaan hutan yang belum menerapkan prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management). Sesuai dengan hasil keputusan pemerintah lewat sidang kabinet pada tanggal 10 Mei 2002 dan 16 Mei Mei 2002, perusahaan tesebut beroperasi kembali dengan tanpa memproduksi serat rayon (hanya memproduksi pulp). Selanjutnya PT. TPL, Tbk. dengan melakukan upaya-upaya perbaikan kinerja dengan menerapkan paradigma baru yaitu (1) menerapkan teknologi pulp yang ramah lingkungan, (2) menerapkan manajemen pemanfaatan sumberdaya hutan yang lestari, (3) memberdayakan sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar yaitu dengan mengalokasikan Rp. 1000 dari setiap m3 kayu yang diproduksi dalam satu tahun untuk mengembangkan dan membangun masyarakat di sekitar hutan dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan merekrut putra daerah untuk bekerja bersama dengan PT. TPL, Tbk. Sejalan dengan butir-butir paradigma baru PT. TPL, Tbk. seluruh kegiatan pemanenan dan penanaman kembali serta perawatan hutan tanaman dilakukan dengan sistem mitra kerja yang diberikan kepada putra dareah setempat. Adapun
daftar mitra usaha yang ikut serta dalam pola kemitraan yang dilaksanakan oleh pihak PT. TPL, Tbk. dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun kegiatan pemanenan hutan tanaman terdiri dari: 1. Menebang, memotong, dan menumpuk kayu 2. Menarik tumpukan kayu dengan alat mekanis skidder 3. Memuat kayu ke dalam truk angkutan 4. Pengangkutan kayu ke pabrik Sebagai gambaran kasar jika seluruh kegiatan berjalan penuh dengan target produksi kayu 1.080.000 m3 per tahun, maka penggunaan tenaga kerja dan nilai uang yang akan dikeluarkan perusahaan dalam bidang pemanenan kayu adalah sebagai berikut: a) Menebang, memotong dan menumpuk kayu Untuk memanen 1.080.000 m3 kayu hutan tanaman setiap tahun, maka rata-rata produksi tebangan per bulan adalah 90.000 m3. Jika jumlah hari kerja efektif per bulan rata-rata 22 hari dan kemampuan setiap regu tebang (6 hari) dengan menggunakan 1 chainsaw per regu mencapai 15 m3/hari dan tarif Rp 20.300 per m3 maka akan diperlukan per bulan kira-kira 273 chainsaw atau 273 regu tebang, dengan demikian diperlukan 1.638 orang pekerja. Nilai yang akan dikeluarkan perusahaan terhadap masyarakat pekerja untuk aktifitas ini adalah Rp 1.827.000.000 per bulan. b) Menarik tumpukan kayu dengan alat mekanis skidder Setiap tumpukan kayu mempunyai panjang sortimen 2,2 m dengan ukuran tinggi tumpukan 1 meter dan panjang 2 meter (kira-kira satu tumpukan 2,64 m3). Tumpukan ini akan ditarik dengan menggunakan alat skidder berkemampuan 200 m3 per hari dengan tarif Rp 16.000 per m3 dan dioperasikan oleh 2 operator dan 4 helper dengan hari kerja rata-rata per bulan 25 hari. Dengan demikian setiap bulan aktifitas ini akan menggunakan tenaga kerja sebanyak 108 orang dan nilai yang akan dikeluarkan perusahaan Rp 1.440.000.000 per bulan. c) Memuat kayu ke dalam truk angkutan Jika pekerjaan memuat kayu ke dalam truk dilakukan secara manual, maka setiap regu memuat diperlukan 6 orang dengan kemampuan 50 m3 per hari per regu. Tarif aktifitas memuat kayu ke dalam truk Rp 7.500 per m3. Jika rata-rata
hari kerja efektif per bulan 22 hari, maka setiap bulan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 492 orang dengan nilai Rp 675.000.000 per bulan. d) Pengangkutan kayu ke pabrik Jika menggunakan truk double exel dalam pengangkutan kayu, maka beban muatan yang diperkenankan sesuai kelas jalan maksimum 20 ton. Dengan kapasitas truk seperti ini dan hari kerja rata-rata 25 hari, maka diperlukan truk yang sampai ke pabrik rata-rata 180 truk per hari. Mengingat jarak tempuh angkutan bervariasi dan tidak mungkin 1 trip setiap satu hari, maka kebutuhan truk bisa mencapai 1,5 kali lebih banyak yaitu 270 truk yang selalu siap beroperasi. Jumlah ini juga tergantung jenis truk yang tersedia karena jika menggunakan truk dengan muatan yang rendah, maka diperlukan jumlah truk yang lebih banyak. Rata-rata tarif angkutan kayu dari seluruh lokasi tebangan yang ada ke pabrik Porsea adalah 38.000 per m3, dengan demikian nilai yang akan dikeluarkan perusahaan untuk biaya angkutan kayu mencapai Rp 3.420.000.000 per bulan dengan penggunaan tenaga kerja sebagai driver kurang lebih 270 orang. Jika dijumlahkan seluruh kegiatan pemanenan Hutan Tanaman saja yang dikerjakan oleh Mitra Usaha Lokal PT. TPL, Tbk. akan menyerap tenaga kerja langsung rata-rata sebanyak 2.508 orang, dengan nilai uang yang dibayar perusahaan Rp 7.362.000.000 setiap bulan. Berikut adalah gambar sebaran tenaga kerja yang bermitra dengan PT. TPL, Tbk. di Kabupaten Toba Samosir dan sebaran kegiatan kerja mitra di PT. TPL, Tbk.
11% Tenaga kerja PT. TPL, Tbk Jumlah penduduk Kab. Toba Samosir 89%
Gambar 1 . Jumlah tenaga kerja yang bermitra dengan PT. TPL, Tbk di Kabupaten Toba Samosir
11% Felling&Stacing
20%
Skidding Loading 4%
65%
Transportation
Gambar 2. Sebaran kegiatan kerja mitra di PT. TPL, Tbk. Selain bermitra dalam kegiatan pemanenan hutan, PT. TPL, Tbk. juga bekerjasama dalam bidang pemasok bahan baku/ penanaman. Adapun kegiatan dari reforestation (penanaman hutan ) adalah: 1. Persiapan sebelum penanaman yaitu slashing, spraying dan persiapan lahan 2. Penanaman, pemupukan dan penyulaman 3. Perawatan yang terdiri dari pemupukan lanjutan, weeding dan spraying 4. Perlindungan dan pengamanan hutan tanaman 5. Assesment dan meansuration Selain dari kegiatan tersebut di atas, PT. TPL, Tbk. juga mengikutsertakan masyarakat plasma hutan tanaman pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat). PT. PIR adalah perusahaan yang terpisah dengan PT. TPL, Tbk. Pada tanggal 19 Juli 1989 melalui SK Menhut No. 360/Kpts-II/89, PT. TPL, Tbk. ditunjuk sebagai perusahaan inti dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan pola PIR di Sumatera Utara, maka dibentuklah PT. PIR Inti Indorayon Utama sesuai dengan nama perusahaan inti saat itu. Selama pembangunan HTI Pola PIR, peserta PIR disamping selalu mengawasi pekerjaannya pada tanamannya juga dapat sekaligus sebagai pekerja pada lahannya dengan mendapat upah sesuai jenis pekerjaannya. Hal ini berarti memberi keuntungan ganda bagi peserta plasma PIR selama menunggu masa panen. Sehingga saat ini hampir 90% kegiatan yang ada di PT.TPL, Tbk. dilaksanakan dengan bermitra dengan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT. TPL, Tbk. oleh Firman Purba selaku planning manager PT. TPL, Tbk. menyatakan bahwa pembangunan
kemitraan merupakan realisasi program PHBM dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu: 1. Mengantisipasi kembali terjadi konflik sosial akibat kurangnya pemberdayaan masyarakat lokal 2. Adanya pembagian keuntungan, dimana masyarakat turut memperoleh keuntungan dalam pengelolaan hutan 3. Terbukanya kesempatan kerja bagi pihak perusahaan dalam pengembangan ekonomi masyarakat sekitar hutan 4. Perampingan
srtuktur
organisasi
bidang
pemanenan
khususnya
dan
perusahaan pada umumnya 5. Membangun jiwa bisnis masyarakat lokal sehingga diharapkan dapat mengembangkan ekonomi daerah. Pola kemitraaan mulai dibangun di PT. TPL, Tbk. pada tahun 2002 sejak pabrik resmi dioperasikan kembali. Adapun proses untuk mensosialisasikan kemitraaan ini dimulai dengan mengundang beberapa instansi setempat yaitu Kepala Daerah, Kepala Dinas Instansi Pemerintahan dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Kepala Dinas Perindustrian untuk membicarakan program paradigma baru PT. TPL, Tbk. khususnya dalam hal pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Tahap berikutnya adalah dengan mengundang para tokoh masyarakat beserta masyarakat sekitar. Adapun tujuan undangan tersebut adalah untuk mengajak bekerjasama atau bermitra dengan PT. TPL, Tbk di bidang pemanenan hutan maupun reforestation. Pada awalnya, masyarakat kurang percaya penuh pada pihak perusahaan, hal ini terlihat dari jumlah mitra pemanenan mula-mula di Sektor Hutan Habinsaran hanya 15 kontraktor, sedangkan saat ini (Juni 2005) mitra penebangan meningkat menjadi 27 kontraktor (naik 80%). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang PT. TPL, Tbk. sudah baik. Namun apabila dibandingkan, jumlah kontraktor pemanenan pada Juni 2004 yang mencapai 34 kontraktor, maka jumlah kontraktor pada Juni 2005 di sektor Habinsaran mengalami penurunan sebesar 20,58%. Hal ini terjadi sejak diberlakukannya sistem pembayaran yang baru yaitu pembayaran setelah ditimbang di pabrik (pembayaran 100%).
Sesuai dengan hasil wawancara, sebagian mitra atau kontraktor mengeluh dengan diberlakukannya sistem pembayaran baru tersebut, hal ini dikarenakan, mitra harus menunggu pembayaran 100% setelah kayu diangkut ke pabrik terlebih dahulu, sedangkan pada kenyataannya kayu dibiarkan menumpuk lama di TPn sebelum akhirnya diangkut (maksimal 6 bulan). Hal ini juga merugikan pihak mitra apabila kayu lama diangkut ke pabrik maka kayu semakin menyusut dan beratnya berkurang sehingga hasil yang mereka terima akan berkurang pula. Lamanya kayu diangkut dari TPn dikarenakan infrastruktur jalan yang kurang baik, sehingga kayu terhambat dibawa keluar. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh Maju Butar-Butar selaku Kepala Bidang Kemitraan (GAL) di sektor hutan Habinsaran dan Lesdinar Hasibuan selaku Kepala Bidang Kemitraan (GAL) di sektor hutan Tele, kendala-kendala yang dihadapi perusahaan tidak berbeda antara kedua sektor hutan tersebut, yaitu antara lain: 1. Kurangnya syarat-syarat administrasi pihak mitra dalam pengajuan kontrak kerja 2. Ketidaktepatan
waktu
mitra
perusahaan
(kontraktor)
dalam
proses
pengamprahan (pengecekan hasil produksi) Sedangkan kendala-kendala yang dialami mitra berdasarkan hasil wawancara adalah sebagai berikut: 1. Kayu lama diangkut ke pabrik menyebabkan berat kayu semakin menyusut. 2. Infrastruktur jalan yang tidak mendukung 3. Terlambatnya pembayaran yang dilakuakan oleh pihak perusahaan, sehingga banyak kontraktor yang mengalami kesulitan untuk membayar karyawan dan membiayai biaya operasional pada lokasi kerja berikutnya. B. Skala Usaha Menurut Nugroho (2003b), hingga kini kriteria UKM –IPH di Indonesia belum ada, hal ini sangat dimungkinkan karena industri industri pemenenan hutan belum berkembang bahkan belum diakui. Skala usaha akan dicirikan dari jumlah pelibatan faktor produksi utama yang digunakan dalam UKM-IPH dan skala produksinya. Mengingat karakteristik
kemitraan antara UKM-IPH dengan pemegang HPHTI adalah pengontrakan pelaksanaan pekerjaan pemanenan hutan, maka faktor produksi yang perlu dijelaskan adalah besaran modal yang dimiliki dan banyaknya tenaga kerja yang dilibatkan, sementara untuk skala produksinya ditentukan oleh volume pekerjaan yang dikerjasamakan. Menurut Klinik Konsultasi Bisnis Surabaya (2001) dalam Nugroho (2003b) menyatakan bahwa skala usaha kecil adalah usaha dengan batas maksimal permodalan Rp. 200.000.000 sedangkan usaha menengah adalah suatu usaha yang memiliki kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan usaha kecil hingga besar Rp. 25.000.000.000 B.1 Skala Usaha Berdasarkan Besaran Modal/ Investasi Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak (2005) yang diperoleh dari hasil wawancara kepada empat responden yang diwakili tiap segmen kegiatan di sektor hutan Habinsaran, dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah investasi seperti pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Kategori usaha mitra pemanenan PT.TPL,Tbk. No 1 2 3 4
Bidang Usaha Penebangan Penyaradan Pemuatan Pengangkutan
Jumlah Investasi (Rp) 17.100.000 1.300.000.000 600.000.000 400.000.000
Kategori Usaha Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Menengah Usaha Menengah
B.2 Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Maclin (1982) dalam Nugroho (2003b) membagi usaha industri pemanenan hutan di Amerika Serikat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat yaitu: 1.
Usaha kecil pembalakan adalah usaha yang memiliki tenaga kerja antara 1-25 orang.
2.
Usaha menengah pembalakan adalah usaha yang memiliki tenaga kerja antara 26-100 orang
3.
Usaha besar pembalakan adalah usaha yang memiliki tenaga kerja lebih banyak dari 100 orang.
Tabel 7. Jumlah tenaga kerja pemanenan di sektor Habinsaran. No 1 2 3
Nama Badan Usaha CV. Andong Jaya CV.Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua
Lawas Pekerjaan Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking
Jumlah Tenaga Kerja 12 12 12
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy
Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Felling&Stacking Skidding Skidding Skidding
24 24 12 12 18 18 12 12 12 12 12 18 18 18 12 12 12
Berdasarkan klasifikasi jumlah tenaga kerja tersebut, maka mitra di PT. TPL, Tbk. di sektor hutan Habinsaran merupakan usaha dengan skala kecil karena jumlah tenaga kerjanya kurang dari 25 orang. Rata-rata setiap kontraktor memiliki 2 sampai dengan 4 regu tebang dimana setiap regu tebang terdiri dari 6 orang. Sedangkan untuk kegiatan penyaradan, pada umumnya setiap kontraktor memiliki dua regu sarad yang terdiri dari 2 orang operator dan 4 orang helper. Berikut adalah jumlah tenaga kerja di sektor hutan Tele. Tabel 8. Jumlah tenaga kerja pemanenan di sektor Tele No
Nama Badan Usaha
1
CV. Ares
2
CV. Piteng Jaya
3
CV. Karya Sekawan Abadi
4
CV. Soli Junior
5
UD. TNN
6
CV. Imelda
7
CV. Baharaja Putra
Lawas pekerjaan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan
Jumlah Tenaga Kerja 38 32 38 32 32 32 38
Lanjutan Tabel 8 No
Nama Badan Usaha
8
CV. Subur Roma Mido
9
CV. Jilmi
Lawas pekerjaan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan Penebangan/Penyaradan/
Jumlah Tenaga Kerja 38 38
10
CV. Iwan Masindo Boy
Pemuatan/Penagankutan Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan
38
Mitra di sektor hutan Tele dapat digolongkan ke dalam usaha menengah karena jumlah tenaga kerjanya anatra 26-100 orang. Hal ini dikarenakan hampir seluruh kegiatan pemanenan di sektor hutan Tele dikerjakan dalam satu paket yang terdiri dari penebangan, penyaradan, pemuatan dan pengangkutan sekaligus. B.3. Skala Usaha Berdasarkan Jumlah Produksi (Omzet) Sementara untuk skala produksinya ditentukan oleh volume pekerjaan yang diperoleh oleh mitra. Daftar pendapatan (omzet) mitra dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 6. Tabel 9. Omzet per kontraktor pemanenan (felling&stacking) dalam satu kontrak di sektor Habinsaran No
Nama Badan Usaha
Lawas Pekerjaan
Total Omzet (Rp/ton)
1 CV. Andong Jaya Felling&Stacking 16.035.213 2 CV.Dolok Jaya Felling&Stacking 13.274.251 3 CV. Hendra Bona Tua Felling&Stacking 17.692.359 4 CV. Irma Felling&Stacking 30.201.852 5 CV. Junior Felling&Stacking 15.773.587 6 CV. Liris Felling&Stacking 17.328.729 7 CV. Miduk Felling&Stacking 9.306.372 8 CV. Pargaulan Felling&Stacking 12.496.680 9 CV. Parulian Felling&Stacking 18.888.520 10 CV. Freddy Felling&Stacking 10.330.588 11 CV. Risma Felling&Stacking 16.967.511 12 CV. Sonia Mania Felling&Stacking 12.663.302 13 CV. Soburan Natio Felling&Stacking 11.163.700 14 CV. Tomok Felling&Stacking 26.992.828 15 CV. Dewi Candra Felling&Stacking 13.885.200 16 KSU. Maroan Uli Felling&Stacking 16.808.032 17 KSU. Pargaulan Felling&Stacking 12.552.220 Sumber : Laporan produksi eucalyptus own dan kontraktor periode April 2005 di sekto Habinsaran
Tabel 10. Omzet per kontraktor pemanenan (skidding) dalam satu kontrak di sektor Habinsaran No 1
Nama Badan Usaha
Lawas Pekerjaan
CV. Pahala Kencana
Total Omzet (Rp/ton) 73.889.632
Skidding 2 CV. Kasih Ibu Skidding 68.820.736 3 CV. Freddy Skidding 64.058.880 Sumber : Laporan produksi eucalyptus own dan kontraktor periode April 2005 di sektor Habinsaran.
Tabel 11. Omzet per kontraktor pemanenan penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan dalam satu kontrak mitra di sektor Tele No 1
Nama Badan Usaha CV. Ares
Lawas Pekerjaan
Total Omzet (Rp/ton) 114.296.780
Penebangan/Penyaradan/ Pemuatan/Pengangkutan 2 CV. Piteng Jaya Penebangan/Penyaradan/ 98.459.920 Pemuatan/Pengangkutan 3 CV. Karya Sekawan Penebangan/Penyaradan/ 157.237.080 Abadi Pemuatan/Pengangkutan 4 CV. Soli Junior Penebangan/Penyaradan/ 117.680.290 Pemuatan/Pengangkutan 5 UD. TNN Penebangan/Penyaradan/ 96.086.380 Pemuatan/Pengangkutan 6 CV. Imelda Penebangan/Penyaradan/ 92.665.300 Pemuatan/Pengangkutan 7 CV. Baharaja Putra Penebangan/Penyaradan/ 105.158.430 Pemuatan/Pengangkutan 8 CV. Subur Roma Mido Penebangan/Penyaradan/ 75.679.240 Pemuatan/Pengangkutan 9 CV. Jilmi Penebangan/Penyaradan/ 114.612.810 Pemuatan/Pengangkutan 10 CV. Iwan Masindo Boy Penebangan/Penyaradan/ 97.104.085 Pemuatan/Pengangkutan Sumber : Laporan produksi eucalyptus own dan kontraktor periode April 2005 di sektor Tele
Berdasarkan ketiga kriteria skala usaha tersebut dapat disimpulkan bahwa mitra pemanenan hutan di PT. TPL, Tbk. merupakan usaha kecil menengah. Hal ini terlihat dari jumlah investasi terbesar pada bidang usaha penyaradan sebesar Rp. 1.300.000.000. Jumlah tenaga kerja tidak lebih dari 100 orang dan jumlah omzet terbesar Rp. 157.237.080.
C. Identifikasi Kontrak Kerja C.1 Proses Perolehan Kontrak Proses perekrutan mitra dilakukan secara terbuka (transparan) oleh pihak perusahaan PT. TPL, Tbk. kepada masyarakat sekitar hutan yang memiliki modal
untuk berperan serta dalam pengelolaan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan membuka peluang usaha yang sama untuk setiap masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pengelolaan hutan dan untuk menyetarakan informasi, sehingga ketidak sepadanan informasi dapat dideteksi sedini mungkin. Pendaftaran pengajuan kontrak dilakukan langsung ke pada pihak perusahaan bagian GAL atau SSL (Social Security License) yang ada di masingmasing sektor, yang bertugas khusus dalam perekrutan mitra. Khusus bagi mitra kegiatan pengangkutan, pengajuan kontrak dilakukan langsung di kantor pusat GAL di Porsea. Pengajuan kontrak dilakukan langsung oleh pemilik badan usaha atau yang mewakili disertai dengan surat kuasa. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor atau mitra adalah dengan mengisi permohonan kontrak dan menandatangani surat negoisasi kerja (contoh permohonan kontrak dan surat negoisasi kerja dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8) dengan melampirkan : 1. Fotocopy akte pendirian CV/PT/ koperasi (harus berbadan hukum) 2. Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 3. Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) 4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan 5. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk. Setelah segala persyaratan diisi oleh calon mitra, maka permohonan kontrak dikirim ke Mill Site di kantor pusat yang terletak di porsea. Kemudian permohonan kontrak dinilai oleh Tim Penilai PT. TPL, Tbk. (General Manager, Manager GAL, Manager Keuangan dan Manajer Produksi). Setelah dinilai layak maka kontrak kerja baru di buat untuk masa berlaku empat bulan (Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11). Apabila masa kontrak sudah habis maka dapat diperpanjang kembali apabila pihak mitra perusahaan (kontraktor) ingin melanjutkan kontrak kerja dengan pihak perusahaan dan apabila perusahaan membutuhkan mitra usaha untuk memproduksi kayu maka mitra usaha akan segera mendapatkan surat perjanjian kerja (SPK). Pihak perusahaan juga mengevaluasi terlebih dahulu kinerja mitra selama bekerjasama dengan perusahaan untuk akhirnya diterima kembali.
Gambar 3. Proses perolehan kontrak kerja pemanenan di PT. TPL, Tbk. Pihak PT.TPL,Tbk./User
Instansi Pemerintah
Mitra Usaha
Informasi Pekerjaan Informasi Pekerjaan
Informasi Pekerjaan Pengajuan permohonan kerjasama oleh calon mitra dengan syarat-syarat : 1.Fotocopy akte pendirian CV/PT/Koperasi 2.Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 3.Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) 4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan 5.Fotocopy Kartu Tanda Penduduk
Pengajuan permohonan kerjasama oleh calon mitra dengan syarat-syarat : 1. fotocopy akte pendirian CV/PT/Koperasi 2. Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 3. Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) 4. Fotocopy Tanda Daftar Perusahaan 5. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk
Tim Penilai Pihak PT. TPL, Tbk. yang terdiri dari: 1. General Manager 2. Manager GAL 3. Manager Produksi 4. Manager Keuangan
Disetujui
Surat Perjanjian Kerja
Surat Perjanjian Kerja
C.2 Analisis Pola Hubungan Kontrak dan Lawas Pekerjaan Bentuk kontraktual yang dilaksanakan di PT. TPL, Tbk. adalah pemindahan hak untuk melaksanakan pekerjaan pemanenan dengan cara memborongkan pekerjaan (hiring) pemanenan kepada mitra. Adapun masa berlaku kontrak selama empat bulan, sehingga dapat dikategorikan pemindahan hak pengerjaan (pemborongan) aktivitas pemanenan yang berlaku di PT. TPL, Tbk. sebagai proses pemindahan hak (transfer property of right) secara sementara. Bentuk pengupahan yang terdapat dalam kontrak kerja antara PT. TPL, Tbk. dengan mitra usaha berdasarkan upah kubikasi (tonasi). Mitra penebangan akan menerima upah penebangan sebesar Rp. 20.300 per ton, mitra penyaradan mendapat upah sebesar Rp. 16.000 per ton, mitra pemuatan mendapat upah Rp. 7.500 per ton dan untuk mitra pengangkutan akan memperoleh upah sesuia dengan tarif yang berlaku sesuai jarak tempuh. Untuk mitra usaha pengangkutan di sektor Habinsaran mendapat upah pengangkutan sebesar Rp. 42.500 per ton sedangkan untuk mitra usaha pengangkutan di sektor Tele mendapat
upah
pengangkutan sebesar Rp. 66.700 per ton. Lawas pekerjaan yang tertuang pada surat Perjanjian Kontrak Kerja dapat diklasifikasikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hubungan kontrak lawas pekerjaan kerjasama antara pemegang HPHTI PT. TPL, Tbk. dengan mitra usaha di sektor Habinsaran dan sektor Tele No 1
Lawas Kerjasama Penebangan kayu
2
Penyaradan Kayu
3
Pemuatan Kayu
4
Pengangkutan kayu
Sistem Pembayaran Pembayaran principal kepada agent berdasarkan hasil produksi Pembayaran principal kepada agent berdasarkan hasil produksi Pembayaran principal kepada agent berdasarkan hasil produksi Pembayaran principal kepada agent berdasarkan hasil produksi
Tarif Pekerjaan (Rp/ton) 20.300 16.000 7.500 Disesuaikan dengan jarak, untuk sektor Habinsaran Rp. 42.500 dan untuk sektor Tele Rp. 66.700
C.3 Pelaku Kemitraan antara Pihak PT. TPL, Tbk. dan Usaha Kecil Menengah Industri Pemanenan Hutan Dengan terlibatnya UKM-IPH dalam pengelolaan hutan di HPHTI PT. TPL, Tbk. maka terdapat tiga pelaku dalam pengelolaan hutan tanaman industri
ini, yaitu pemerintah sebagai pemilik sumberdaya hutan, pemegang HPHTI dalam hal ini PT. TPL, Tbk. dan UKM-IPH sebagai mitra pemegang HPHTI dalam melaksanakan kegiatan pemanenan hutan. Dari sudut pandang principal-agent, masuknya UKM-IPH menyebabkan adanya hubungan dua tingkat. Pertama antara Pemerintah dengan PT. TPL, Tbk. (pemegang HPHTI) dan kedua antara PT. TPL, Tbk. (Pemegang HPHTI) dengan UKM-IPH Pada hubungan tingkat pertama, PT. TPL, Tbk. bertindak sebagai pihak yang menjalankan sebagian kewenangan pemerintah dan pemerintah bertindak sebagai pemilik sumberdaya hutan. Sementara pada hubungan tingkat dua, UKMIPH bertindak sebagai pihak yang melaksanakan sebagian hak yang dimiliki PT. TPL, Tbk. sebagai pemilik. Sehingga dapat dilihat bahwa dalam institusi pengelolaan hutan, pemerintah berfungsi sebagai principal murni, UKM-IPH sebagai agent murni, dan PT. TPL,Tbk. dapat berfungsi sebagai principal maupun sebagai agent tergantung pada hubungan tingkat mana melihatnya. (Gunawan, 2005). C.4 Pelaksanaan Kontrak Kerja Pemanenan di PT. TPL, Tbk. Setiap pemborong wajib mendaftarkan pekerjanya ke departemen tenaga kerja untuk memperoleh jaminan asuransi tenaga kerja. Selain itu seluruh pemborong atau kontraktor harus melengkapi karyawannya dengan savety dan wajib mengikuti pelatihan maupun pendidikan yang diadakan perusahaan di masing-masing sektor hutan. Adapun beberapa materi yang diberikan selama proses pelatihan meliputi: (1) peningkatan motivasi dan jiwa kewirausahaan, (2) manajemen administrasi dan sumberdaya manusia, (3) keuangan, (4) produksi dan pemasaran, (5) pelatihan teknis dan studi lapangan sesuai dengan jenis usaha masing-masing. Bila kelompok kerja dinyatakan telah lulus oleh pihak perusahaan telah memenuhi persyaratan kerja dan diterima oleh perusahan sebagai mitra pemanenan maka mitra tersebut diberikan lokasi kerja oleh bagian planning atau superintendent harvesting. Mitra dilengkapi dengan peta, luas areal stand dan volume per Ha. Disamping pembuatan surat perjanjian kerja (SPK), pihak perusahaan juga memberikan SOP (Standar Operating Procedure), gambar teknik
penebangan, pembersihan cabang, pembagian batang, penumpukan, penyaradan, pemuatan serta pengangkutan. C.4.1 Persiapan Sebelum Pemanenan Sebelum pelaksanaan kegiatan pemanenan, Harvesting Section Head sudah memastikan bahwa mitra telah paham akan pelaksanaan kegiatan pemanenan sesuai dengan yang dipersyaratkan, yaitu dengan menerangkan kepada mitra penebang yang bersangkutan yang dibuktikan dari hasil pengisian daftar isian pemahaman mitra (Lampiran 12) akan kegiatan pemanenan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam SOP Eucalyptus harvesting, dan pemeriksaan kelayakan tebang yang nantinya akan digunakan mitra untuk lokasi tebangan. Setelah paham dengan kewajiban yang dipersyaratkan, maka Harvesting Section Head bersama-sama dengan mitra penebang meninjau ke lapangan untuk memastikan gambaran lokasi tebangan yang siap untuk ditebang. Sebelum penebangan dilakukan, surat perintah tugas (Lampiran 13) diberikan ke mitra yang berisi lokasi kerja, luas areal, volume, jangka waktu pekerjaan, peralatan yang dibutuhkan. C.4.2 Pelaksanaan Kontrak Kerja Penebangan, Pembagian Batang, dan Penumpukan. Kegiatan penebangan dilaksanakan oleh enam orang setiap regunya, dan penebang wajib menggunakan helm dan sepatu pengaman Setiap akan melakukan pemanenan kayu, penebang memastikan bahwa aeal yang bisa ditebang telah berada di luar kawasan lindung dan melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Arah rebah tebangan mengarah ke jalur skid track untuk mempermudah pengumpulan pucuk dan ranting-ranting ke jalur skid track b. Arah rebah tebangan mengarah ke jalur skid track untuk mempermudah pengumpulan pucuk dan ranting-ranting ke jalur skid track c. Arah rebah tebangan mengarah ke jalur skid track untuk mempermudah pengumpulan pucuk dan ranting-ranting ke jalur skid track d. Arah rebah tebangan mengarah ke jalur skid track untuk mempermudah pengumpulan pucuk dan ranting-ranting ke jalur skid track e. Stacking mengarah ke jalur skid track dengan sudut kira-kira 450
f. Harus menggunakan sistem takik rebah dan takik balas untuk diameter 20 cm ke atas g. Tinggi tunggul maksimal 10 cm dari permukaan tanah h. Posisi penebang dengan alat penarik dan penumpuk serta alat muat kayu berjarak lebih dari 2 x panjang kayu yang ditebang. i. Untuk kayu yang terbakar kulit sebelum ditebang harus dikuliti bagian yang terbakar j. Tidak menebang pohon yang tidak memungkinkan untuk ditarik, misalnya di pinggir jurang atau alur. Namun dalam pelaksanaannya kegiatan penebangan tidak sesuai dengan SOP yang telah dibuat oleh PT.TPL, Tbk. Hal ini diperoleh selama pengamatan pelaksanaan penebangan di lapangan. Perilaku sub optimal ini dapat dilihat selama pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan penebangan. Residual Wood Assessment (RWA) adalah kegiatan pengukuran yang dilakukan secara sistematik terhadap areal bekas penebangan terhadap sisa potongan kayu yang masih bisa digunakan atau yang bernilai ekonomis (merchantable) yang tertinggal dibekas areal penebangan Kegiatan penebangan kayu oleh mitra dinyatakan telah selesai apabila RWA yang tertinggal di areal yang dikerjakan tidak boleh melebihi 1 m3/ha dan log hasil tebangan yang ditumpuk dalam stack telah disarad ke TPn. Adapun prosedur pengukuran RWA adalah sebagai berikut: a) Dengan berakhirnya kegiatan penebangan maka sebelum areal diserahkan (handling over) ke bagian reforestation maka untuk memastikan bahwa kondisi lapangan telah bersih atau layak untuk ditanami dilakukan pengukuran kayu yang tertinggal yang masih bisa digunakan (residual wood) yang terdapat di areal bekas tebangan. b) Luas sample perhitungan RWA ditentukan 5% (500 m2/ha) dari areal yang akan di handling over c) Sebelum RWA dilakukan di lapangan, planning sector membuat tanda areal yang akan di handling over, dengan memberi plot pada peta compartment d) Catat luas areal yang akan diukur RWA-nya atau yang akan di handling over
e) Setelah ditentukan jarak terpanjang dari areal tersebut tarik lurus dengan menggunakan tali plastik dan dijadikan garis utama. f) Pasang patok pada setiap jarak 20 me ter, untuk mempermudah perhitungan dan pada setiap patok ditandai sebagai plot 1 dan seterusnya g) Tentukan area perhitungan sebesar 5% dari luas seluruh area dengan patokan garis utama h) Semua merchantable wood yang kena garis plot dihitung i) RWA tidak boleh melebihi 1m3/ha untuk tanaman eucalyptus sp. dan 5 m3/ha untuk hutan alam (mix hard wood) j)
Jika hasil pengukuran diperoleh RWA melebihi batas yang diperolehkan, pembersihan area harus dilakukan dan pengukuran ulang RWA dilakukan kembali. Peletakan area perhitungan dapat dilakukan pada lokasi yang berbeda dan tidak harus sama dengan lokasi pengukuran pertama.
Perhitungan : Total RWA =
Total Sisa Kayu plot (I + II + III + IV + V + ...) Luas Areal Sampling (5% dari1ha )
Total RWA =
Total Sisa Kayu plot ( I + II + III + IV _ V + ...) (m3) 0.05 ha
Pakai dokumen
Pemberian lokasi kerja oleh Planning dan Superintendent Harvesting
Lokasi kerja telah selesai semua dikerjakan
Pengecekan oleh foreman dan supt’harvesting
Pakai dokumen
Pembuatan laporan quality felling&stacking Dibuat oleh foreman dan sup’t harvesting dan diberikan kepada kontraktor
Pakai dokumen
Pengecekan bersama oleh environmental, planning, dan sup’t harvesting
Pakai dokumen
Pengukuran oleh tallyman
Pakai dokumen
Pembuatan laporan produksi dan amprahan invoice oleh kontraktor
Dibuat oleh :
Kontraktor yang mengerjakan dilengkapi dengan peta, luas areal, stand dan volume per Ha Kontraktor wajib: 1. Lokasi kerja telah selesai semua ditebang 2. Semua kayu dipotong dengan ukuran panjang 2,2 m. 3. Semua kayu produksi φ minimal 8 cm dengan kulit telah ditumpuk, dan dibuat galang 4 buah, φ galang maksimal 15 cm, minimal 10 cm dengan panjang 2,2 m 4. Ukuran tumpukan p= 2,2 m, l= 2m, t=1m, m= 2,6 m3 5. Semua sampah dikumpul dalam jalur skid track 6. Semua pekerja harus menggunakan perlengkapan savety. Kontraktor melaporkan kepada foreman dan sup’t harvesting bahwa areal yang diberikan telah selesai ditumbang dan standar telah dipenuhi. Apabila telah disetujui, maka berhak diukur dan apabila ada yang perlu diperbaiki harus dikerjakan dan diukur kembali.
Hasil pengukuran di tandatangani oleh kontraktor, planning, supv’ dan sup’t harvesting
Disetujui oleh: Nama :
Sup’t Harvesting
CV
Gambar 4. Proses pembuatan payment kontraktor pemanenan (felling&stacking)
Gambar 5. Tumpukan kayu pada stack
Gambar 6. Tempat penumpukan sementara (TPn) C.4.3 Pelaksanaan Kontrak Kerja Penyaradan Kegiatan penyaradan di PT. TPL, Tbk. berdasarkan tenaga yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu penyaradan secara manual (tenaga manusia) dan penyaradan secara mekanis. Setiap kegiatan penyaradan harus mengikuti ketentuan-ketentuan berikut, yakni: (1) Semua skidding crew harus menggunakan sepatu savety, sarung tangan dan helm, (2) penarikan kayu oleh skidder harus melalui skid track yang sudah dibuat.(3) sewaktu penarikan dilakukan, jangan menggunakan pisau (blade), (4) tidak diperbolehkan menyeret kayu dipermukaan tanah di jalur skid track,(5) penarikan dimulai dari ujung jalur ke arah jalan dengan
sistem estafet (6) kayu hasil penarikan diletakkan di TPn sepanjang
pinggir jalan, tersusun rapi dan tidak mengganggu lalu lintas jalan dan saluran drainase.
Gambar 7. Aktivitas penyaradan kayu Eucalyptus sp. dengan skidder C.4.4 Pelaksanaan Kontrak Kerja Pemuatan Kegiatan pemuatan yang dilakukan di PT. TPL, Tbk terbagi atas dua yaitu (1) pemuatan manual (manual loading), dan (2) pemuatan secara mekanis (mechanical loading). Setiap kegiatan pemuatan harus memenuhi ketentuan (tata cara ) yang telah diatur pada SOP, yakni : a. Pemuatan dilakukan oleh Kneckle Boom (excavator) b. Alat berat tidak diizinkan memuat di badan jalan dan tidak dibenarkan berada 20 meter dari radius lokasi muat. c. Pemuatan harus dimulai dari ujung jalan dan tidak ada yang boleh tertinggal. d. Susunan kayu di dalam logging truck melintang terhadap seksi truk angkut e. Penahan susunan kayu di belakang truk harus harus kayu yang kuat untuk menghindari jatuhnya kayu atau terjadi kecelakaan. f. Setelah pemuatan selesai, segera diikat dengan rantai yang standar g. Sewaktu memuat, truk tidak diizinkan untuk berpindah-pindah dari kontraktor satu ke kontraktor yang lainnya.
Gambar 8. Aktivitas pemuatan kayu Eucalyptus sp. dengan Ekscavator PC-200-7 C.4.5 Pelaksanaan Kontrak Kerja Pengangkutan Kegiatan pengangkutan di PT. TPL, Tbk. dilakukan dengan alat angkut logging truck. Adapun jenis logging truck yang digunakan oleh mitra adalah Hino Double Axel. Dalam kegiatan pengangkutan, besar muatan tidak boleh melebihi kapasitas maksimum alat angkut (25 ton). Jika terjadi kelebihan muatan dapat mengakibatkan rusaknya jalan hutan yang akibatnya dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja mitra pengangkutan. C.4.6 Penilaian Kualitas Penebangan dan Penumpukan dan Serah Terima Area a.
Penilaian Kualitas Penebangan dan Penumpukan Untuk memastikan mitra bekerja sesuai dengan SOP dan serta menilai
kinerja dari mitra harvesting team leader melakukan penilaian terhadap beberapa hal penting seperti yang tertuang di dalam format Penilaian Kualitas Penebangan dan Penumpukan (Lampiran 14). Penilaian dilakukan bersama-sama dengan mitra dan kemudian diperiksa kembali oleh harvesting section head yang berikutnya proses persetujuan dari sector departement head Apabila hasilnya diterima maka mitra dapat diizinkan pindah ke lokasi lain setelah mendapat persetujuan dari harvesting section head. Jika dari hasil penilaian menyatakan tidak diterima maka harvesting team leader menjelaskan tindakan perbaikan yang harus dilakukan.
b. Serah Terima Area Serah terima area dilakukan oleh harvesting kepada reforestion. Sebelum serah terima area dilakukan, terlebih dahulu penilaian terhadap area yang akan diserahterimakan diperiksa oleh supervisor harvesting, planning sector dan environmental fire and safety untuk melihat aktivitas pemanenan yang dilakukan memenuhi standard yang diinginkan, seperti yang tertuang dalam format serah terima area (Lampiran 15)
D. Biaya Transaksi dan Kinerja Mitra D.1 Biaya Transaksi Perusahaan Akibat hubungan kontraktual antara PT. TPL, Tbk. dengan mitra usaha, timbul biaya transaksi, yaitu biaya-biaya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan dalam rangka menegakkan hak-hak dan kewajiban yang telah ditentukan dalam kontrak yang berlaku. Untuk mengestimasi biaya transaksi dalam hubungan kemitraan digunakan pengertian biaya transaksi menurut Ostrom et al (1993). Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pihak PT. TPL, Tbk. per tahun berikut komponennya dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Rekapitulasi biaya transaksi PT. TPL.Tbk, sektor Habinsaran No
Komponen Biaya Transaksi
I a. b. c. d. e. f. g.
Biaya Informasi Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Kec. Sipahutar Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Kec. Laguboti Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Kec. Borbor Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Kec. Parsoburan Selebaran pengumuman dibukanya lowongan pekerjaan Transportasi mengundang mitra untuk rapat di kantor sektor sebanyak tiga Fotocopy undangan rapat
Besarnya Biaya Transaksi (Rp)
kali
Total I II
Biaya Koordinasi a. Fotocopy bahan rapat tahap I mengenai pengenalan PT.TPL,Tbk (brosur-brosur pemandu tentang paradigma baru PT.TPL.Tbk) dan cara membuka SPK b. Fotocopy bahan rapat tahap II mengenai pembagian lokasi/activity c. Fotocopy bahan rapat tahap III mengenai penandatanganan invoice dan SPK d. Pelatihan administrasi kepada mitra dilakukan sebanyak dua gelombang di kantor pusat Porsea@ Rp. 600.000 e. Gaji pengawas/foreman per tahun Total II
50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 70.000 20.000 340.000 100.000 100.000 100.000 1.200.000 722.100.000 723.600.000
Lanjutan Tabel 13 No III.
Komponen Biaya Transaksi
Besarnya Biaya Transaksi (Rp)
Biaya Strategis a. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat, kepala desa di kecamatan Sipahutar b. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat, kepala desa di kecamaatn Borbor c. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyaraka, kepala desa di kecamatan Laguboti d. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat, kepala desa di kecamatan Parsoburan e. Jamuan rapat dengan mitra sebanyak tiga kali @ Rp. 1.000.000 Total III Total biaya transaksi (Total I+Total II+ Total III)
200.000 200.000 200.000 200.000 3.000.000 3.800.000 726.740.000
Tabel 14. Rekapitulasi biaya transaksi PT. TPL.Tbk, sektor Tele No
Komponen Biaya Transaksi
I
Biaya informasi a. Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke dusun Hutagalung, Desa Partungkonaginjang Kecamatan Harian Boho b. Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Dusun Bariara, Tele, Haria Pintu, Desa Partungko Niginjang c. Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Desa Hutajulu, Hutagindang, Sipituhuta d. Sosialisasi dibukanya lowongan pekerjaan ke Dolok Sanggul e. Selebaran pengumuman dibukanya lowongan pekerjaan f. Transportasi mengundang mitra untuk rapat di kantor sektor sebanyak tiga kali g. Fotocopy undangan rapat
Besarnya Biaya Transaksi 55.000 75.000 75.000 75.000 50.000 102.000 20.000 452.000
Total I II
III
Biaya koordinasi a. Fotocopy bahan rapat tahap I mengenai pengenalan PT.TPL,Tbk (brosur-brosur pemandu tentang paradigma baru PT.TPL.Tbk) dan cara membuka SPK b. Fotocopy bahan rapat tahap II mengenai pembagian lokasi/activity c. Fotocopy bahan rapat tahap III mengenai penandatanganan invoice dan SPK d. Pelatihan administrasi kepada mitra dilakukan sebanyak dua gelombang di kantor pusat Porsea@ Rp. 900.000 e. Gaji pengawas/foreman per tahun Total II Biaya strategis a. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat, kepala desa di dusun Hutagalung, Desa Partungko Naginjang Kecamatan Harian Boho b. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat di Dusun Bariara, Tele, Hariara Pintu, Desa Partungko Niginjang c. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat di Desa Hutajulu, Hutapaung, Sipituhuta d. Jamuan dalam rangka sosialisasi pekerjaan dengan tokoh-tokoh adat, agama, masyarakat di Dolok Sanggul, Nagasaribu e. Jamuan rapat dengan mitra sebanyak tiga kali @ Rp. 1.000.000 Total III Total biaya transaksi (Total I+Total II+ Total III)
100.000 100.000 100.000 1.200.000 722.100.000 723.600.000 200.000
400.000 500.000 500.000 3.000.000 4.600.000 729.252.000
Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan perusahaan pada kedua sektor tersebut tidak berbeda jauh. Hal yang membedakan adalah lokasi atau jarak antara kantor sektor Tele dengan masyarakat sekitar lebih jauh bila dibandingkan dengan di sektor Habinsaran.
D.2 Biaya Transaksi Mitra 1. Biaya Informasi Besarnya biaya informasi yang dikeluarkan mitra dalam satu kontrak dapat dilihat pada Tabel 13, dimana BI-1 adalah biaya mengurus surat perizinan atau pembentukan badan usaha, BI-2 adalah biaya mengecek ada tidaknya pekerjaan di kantor sektor, BI-3 adalah biaya pendirian badan usaha, dan BI-4 adalah biaya survei areal kerja. Tabel 15. Rekapitulasi biaya informasi untuk satu kontrak beberapa kontraktor di sektor Habinsaran dan sektor Tele No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Badan Usaha CV. Andong jaya CV.Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy CV. Ares CV. Piteng Jaya CV. Karya Sekawan Abadi CV. Soli Junior UD. TNN CV.Imelda CV.Baharaja Putra CV. Subur Roma Mido CV.Jilmi CV. Iwan Masindo Boy
Sektor
Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele
BI-1 (Rp) 51.000 68.000
Komponen Biaya Informasi BI-2 BI-3 BI-4 Jumlah (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 19.000 833.333 19.000 922.333 28.500 1.000.000 19.000 1.115.500
68.000 48.000 51.000 102.000 144.000 102.000 72.000 51.000 96.000 102.000 68.000 48.000 96.000 96.000 72.000
9.500 9.500 9.500 19.000 19.000 9.500 9.500 28.500 9.500 19.000 28.500 9.500 9.500 19.000 9.500
666.667 833.333 1.333.333 1.333.333 833.333 833.333 1.000.000 1.166.667 833.333 1.333.333 1.166.667 1.333.333 833.333 1.500.000 1.500.000
19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000
763.167 909.833 1.412.833 1.473.333 1.015.333 963.833 1.100.500 1.265.167 957.833 1.473.333 1.282.167 1.409.833 957.833 1.634.000 1.600.500
48.000 51.000 51.000 64.000 165.000
9.500 19.000 9.500 9.500 9.500
1.000.000 666.667 1.500.000 1.166.667 833.333
19.000 19.000 19.000 19.000 19.000
1.076.500 755.667 1.579.500 1.259.167 1.026.833
64.000 165.000 114.000 64.000 64.000
9.500 833.333 19.000 1.000.000 19.000 833.333 19.000 1.000.000 19.000 1.333.333
19.000 925.833 19.000 1.203.000 19.000 985.333 19.000 1.102.000 19.000 1.435.333
64.000 165.000
9.500 9.500
1.166.667 1.000.000
19.000 19.000
1.259.167 1.193.500
64.000
12.500
1.666.667
19.000
1.762.167
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa biaya informasi mitra pemanenan di sektor hutan Habinsaran dan sektor Tele berkisar antara Rp. 755.667 yaitu pada CV. Kasih Ibu, sedangkan biaya transaksi tertinggi oleh CV. Iwan Masindo Boy dengan jumlah Rp. 1.762.167. Besarnya biaya informasi yang berbeda tersebut dapat dipengaruhi oleh derajat ketidaksepadanan informasi (asssymetric information), kekuasaan, kepemilikan asset (endowment) yang dimilki oleh pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Asssymetric information muncul karena pada umumnya pihak principal menguasai informasi tentang keragaan (work effort) yang ada pada dirinya, sedangkan informasi tentang keragaan principal yang dimiliki oleh agent umumnya sangat terbatas. Misalnya saja dalam hal pendirian badan usaha. Agent atau mitra tidak memiliki informasi tentang keberadaan kantor notaris yang dapat mengurus pendirian badan usaha dengan harga murah. Apabila biaya untuk mendirikan badan usaha besar maka biaya transaksi yang dikeluarkan akan semakin besar pula. Komponen biaya informasi terbesar adalah biaya untuk mengurus surat perizinan atau mendirikan badan usaha yaitu berkisar antara Rp 800.000 hingga Rp. 1.700.000. Apabila biaya peraturan untuk menjadi mitra tanpa harus berbadan hukum, maka biaya informasi dapat diminimalkan. Peraturan seperti ini dapat diterapkan bagi mitra dengan usaha skala kecil, seperti mitra felling&stacking atau dengan kata lain dalam hal ini mitra felling&stacking mendapat dispensasi. Karena apabila tetap diterapkan maka mitra felling&stacking mengalami kerugian karena tidak diimbangi dengan omzetnya yang rendah. 2. Biaya Koordinasi Pengertian biaya koordinasi menurut Ostrom et al. (1993), pada prinsipnya semua kegiatan membutuhkan biaya koordinasi, yaitu untuk negoisasi, pengawasan, dan penegakan kesepakatan agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat terlaksana
dengan
baik.
Secara
ringkas
kegiatan-kegiatan
yang
dapat
menimbulkan biaya koordinasi pada hubungan kontraktual antara PT. TPL, Tbk. dengan mitra usaha pemanenan adalah sebagai berikut : Biaya koordinasi yang dikeluarkan mitra usaha pemanenan dalam satu kontrak meliputi komponen BK-1 merupakan biaya mengantar surat lamaran ke kantor sektor, BK-2 adalah biaya mengecek hasil jawaban lamaran pekerjaan ke kantor sektor, BK-3 adalah biaya
fotocopy persyaratan dan materai, BK-4 adalah biaya pengecekan hasil produksi/ invoice ke kantor sektor, BK-5 adalah biaya mengambil upah kerja ke bank terdekat, BK-6 adalah biaya akibat keterlambatan pembayaran upah kerja yang dilakukan perusahaan dan BK-7 adalah biaya pengawasan. Besarnya biaya koordinasi yang dikeluarkan mitra dalam satu kontrak dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rekapitulasi biaya koordinasi untuk suatu kontrak pada beberapa kontraktor di sektor Habinsaran dan Tele No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Badan Usaha CV. Andong jaya CV.Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy CV. Ares CV. Piteng Jaya CV. Karya Sekawan Abadi CV. Soli Junior UD. TNN CV.Imelda CV.Baharaja Putra CV. Subur Roma Mido CV.Jilmi CV. Iwan Masindo Boy
Sktr
BK-1 (Rp)
BK-2 (Rp)
BK-3 (Rp)
BK-4 (Rp)
BK-5 (Rp)
Hbs Hbs
9.500 9.500 9.500
Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs Hbs
BK-6 (Rp)
BK-7 (Rp)
Jumlah (Rp)
9.500 9.500 9.500
45.000 45.000 45.000
342.000 342.000 228.000
10.000 10.000 10.000
370.400
576.000 980.856 476.064
992.000 1.396.856 1.148.464
9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500
9.500 9.500 19.000 19000 9.500 9.500 19.000 9.500 9.500 9.500
45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000 45.000
684.000 228.000 342.000 228.000 228.000 342.000 228.000 342.000 228.000 228.000
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
1.152.000 1.165.536 1.152.000 768.000 384.000 566.352 768.000 576.000 576.000 960.000
2.502.100 1.776.836 1.917.300 1.079.500 686.000 982.352 1.079.500 1.324.800 878.000 1.262.000
9.500
19000
45.000
684.000
10.000
768.000
3.087.396
Hbs
9.500 9.500
19.000 9.500
45.000 45.000
342.000 228.000
10.000 10.000
1.026.000 796.176
1.451.500 1.098.176
Hbs Hbs
9.500 9.500
9.500 19.000
45.000 45.000
342.000 342.000
10.000 10.000
960.000 768.000
1.376.000 5.474.800
Hbs Hbs Tele Tele Tele
9.500 9.500 9.500 9.500 9.500
19.000 9.500 19.000 19.000 19.000
45.000 45.000 45.000 45.000 45.000
228.000 342.000 228.000 228.000 342.000
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
4.017.700
960.000 576.000 960.000 768.000 960.000
5.289.200 992.000 3.512.500 1.079.500 4.468.500
Tele Tele Tele Tele
9.500 9.500 9.500
9.500 38.000 38.000
45.000 45.000 45.000
228.000 228.000 114.000
10.000 10.000 10.000
2.307.400
576.000 960.000 1.152.000
3.185.400 1.290.500 1.368.500
9.500
19.000
45.000
228.000
10.000
4.044.500
960.000
5.316.000
9.500 9.500
19.000 19.000
45.000 45.000
684.000 228.000
10.000 10.000
4.408.100
768.000 1.152.000
1.535.500 5.871.600
9.500
19.000
45.000
576000
10.000
1.904.000
768.000
3.331500
Hbs
592.100 309.300 339.800
332.800 .
1.551.896
4.281.300
2.241.000 3.083.000
Tele Tele Tele
Berdasarkan tabel di atas, estimasi biaya koordinasi rata-rata pada mitra pemanenan di sektor hutan Habinsaran dan sektor hutan Tele cukup tinggi, yaitu antara Rp. 686.000 pada CV. Pargaulan hingga Rp. 5.871.600 yaitu pada CV. Jilmi. Biaya koordinasi yang tinggi ini terutama disebabkan oleh komponen opportunity cost akibat keterlambatan pembayaran upah yang dilakukan oleh perusahaan yaitu berkisar antara Rp. 300.000 hingga Rp. 4.500.000. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa keterlambatan pembayaran upah kerja bisa mencapai 2 smpai 3 bulan. Hal ini tentunya merugikan mitra karena opportunity cost tersebut dapat dimanfaatkan oleh mitra untuk membiayai kerja pada areal selanjutnya. Apabila keterlambatan pembayaran upah terus menerus terjadi, maka lambat laun mitra yang memiliki omzet kecil (di bawah Rp. 50.000.000/kontrak) seperti mitra feeling&stacking tidak dapat melanjutkan pekerjannya karena tidak mampu menanggung biaya opersional kerja berikutnya atau dengan kata lain mundur. Sedangkan bagi mitra yang memiliki omzet besar (di atas Rp.50.000.000) seperti mitra skidding di Habinsaran dan mitra feeling&stacking, skidding, transportating di Tele, biaya keterlambatan pembayaran upah (maksimum Rp.4.500.000) mungkin tidak menjadi masalah bila dibanding omzet yang mereka terima. Pada akhirnya yang terjadi adalah kegiatan pemanenan hutan dikuasai oleh mitra-mitra yang memiliki omzet besar karena mampu bertahan meskipun pembayaran upah terlambat beberapa bulan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, keterlambatan pembayaran disebabkan oleh dua faktor yaitu mitra itu sendiri yang terlambat menyerahkan invoice. Sejak berdirinya kembali PT. TPL, Tbk. perusahaan menangani langsung proses pengamprahan sampai invoice selesai. Sejalan dengan itu perusahaan harus tetap mengadakan pelatihan agar mitra dapat mandiri dalam membuat invoice sehingga keterlambatan pembayaran dapat diminimalisasikan. Faktor keterlambatan yang lain berasal dari sistem pembayaran di kantor pusat (Porsea) yang berbelit-belit dan tidak efisien.
3. Biaya Strategis Dengan mengacu pada pengertian biaya transaksi menurut menurut Ostrom et al. (1993), kegiatan–kegiatan yang berpotensi menimbulkan biaya strategis pada mitra usaha pemanenan yakni biaya sogokan atau jamuan yang dilakukan kepada pihak perusahaan. Besarnya biaya strategis yang dikeluarkan mitra dalam satu kontrak dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rekapitulasi biaya strategis mitra untuk suatu kontrak di Habinsaran dan Tele No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Mitra Nama Badan Usaha CV. Andong jaya CV. Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy CV. Ares CV. Piteng Jaya CV. Karya Sekawan Abadi CV. Soli Junior UD. TNN CV. Imelda CV. Baharaja Putra CV. Subur Roma Mido CV. Jilmi CV. Iwan Masindo Boy
Sektor Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Habinsaran Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele Tele
Komponen biaya transaksi Biaya jamuan Negoisasi (Rp) (Rp) 40.000 40.000 40.000 40.000 -
sektor Jumlah (Rp) 40.000 40.000 40.000 40.000 -
Berdasarkan Tabel 17 tersebut diperoleh estimasi biaya strategis cukup rendah, yaitu hanya Rp. 40.000. Nilai tersebut diperoleh dengan menghitung biaya jamuan (rokok, minum dan makanan ringan) dalam satu kontrak (empat bulan), yang diasumsikan bahwa biaya jamuan tersebut dalam satu bulan Rp. 10.000
Tabel 18. Rekapitulasi biaya transaksi mitra dalam satu kontrak Komponen Biaya Transaksi No 1 2 3 4 5 .6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Badan Usaha CV. Andong Jaya CV. Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy CV. Ares CV. Piteng Jaya CV. Karya Sekawan Abadi CV. Soli Junior UD. TNN CV. Imelda CV. Baharaja Putra CV. Subur Roma Mido CV. Jilmi CV. Iwan Masindo Boy Rata-rata
Biaya Informasi Biaya (Rp) Koordinasi (Rp) 922.333 992.000 1.115.500 1.396.856 763.167 1.148.464
Biaya Strategis (Rp) 0 0 0
Jumlah (Rp) 1.914.333 2.512.356 1.911.631
909.833 1.412.833 1.473.333 1.015.333 963.833 1.100.500 1.265.167 957.833 1.473.333 1.282.167 1.409.833 957.833 1.634.000 1.600.500 1.076.500
2.502.100 1.776.836 1.917.300 1.079.500 686.000 982.352 1.079.500 1.324.800 878.000 1.262.000 3.087.396 1.451.500 1.098.176 1.376.000 5.474.800
0 40.000 0 0 0 0 0 0 40.000 0 0 0 0 0 0
3.411.933 3.229.669 3.390.633 2.094.833 1.649.833 2.082.852 2.344.667 2.282.633 2.391.333 2.544.167 4.497.229 2.409.333 2.732.176 2.976.500 6.551.300
755.667 1.579.500 1.259.167 1.026.833
5.289.200 992.000 3.512.500 1.079.500
0 0 0 0
6.044.867 2.571.500 4.771.667 2.106.333
925.833 1.203.000 985.333 1.102.000 1.435.333 1.259.167
4.468.500 3.185.400 1.290.500 1.368.500 5.316.000 1.535.500
0 0 40.000 0 40.000 0
5.394.333 4.388.400 2.315.833 2.470.500 6.791.333 2.794.667
1.193.500 1.762.167
5.871.600 3.331.500
0 0
7.065.100 5.093.667
1.194.044
2.225.143
5.333
3.424.520
Berdasarkan Tabel 18 tersebut diperoleh estimasi biaya transaksi dengan rata-rata Rp. 3.424.520 untuk satu kontrak. Dan biaya transaksi terbesar terdapat pada komponen biaya koordinasi yaitu dengan rata-rata Rp. 2.225.143 ( 65%)
Biaya strategis 0%
Biaya Informasi 35%
Biaya Koordinasi 65%
Gambar 9. Grafik sebaran biaya transaksi mitra. Berikut adalah tabel persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra pemanenan di sektor hutan Habinsaran dan sektor hutan Tele. Tabel 19. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra felling&stacking
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama Badan Usaha CV. Andong jaya CV. Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk CV. Pargaulan CV. Parulian CV. Freddy CV. Risma CV. Sonia Mania CV. Soburan Natio CV. Tomok CV. Dewi Candra KSU. Maroan Uli KSU. Pargaulan
Biaya Transaksi (Rp) 1.914.333 2.512.356 1.911.631 3.411.933 3.229.669 3.390.633 2.094.833 1.649.833 2.082.852 2.344.667 2.282.633 2.391.333 2.544.167 4.497.229 2.409.333 2.732.176 2.976.500
Omzet (Rp) 16.035.213 13.274.251 17.692.359 30.201.852 15.773.587 17.328.729 9.306.372 12.496.680 18.888.520 10.330.588 16.967.511 12.663.302 11.163.700 26.992.828 13.885.200 16.808.032 12.552.220
Persen (%) 11.94 18.93 10.80 11.30 20.48 19.57 22.51 13.20 11.03 22.70 13.45 18.88 22.79 16.66 17.35 16.26 23.71
arcs(x) 2,619 3,303 2,489 2,547 3,437 3,359 3,607 2,745 2,516 3,622 2,780 3,299 3,629 3,097 3,161 3,059 3,703
Dengan jumlah biaya transaksi dan omzet seperti di atas, maka dapat dipastikan bahwa mitra felling&stacking mengalami kesulitan dalam menanggung biaya transaksi tersebut. Hal ini tidak sebanding dengan omzet yang mereka terima untuk satu kontrak.
Tabel 20. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra skidding No 1 2 3
Nama Badan Usaha CV. Pahala Kencana CV. Kasih Ibu CV. Freddy
Biaya Transaksi
Omzet 73.889.632
6.551.300 6.044.867 2.571.500
68.820.736 64.058.880
arcs(x)
Persen (%)
2,256 2,244 1,515
8.87 8.78 4.01
Tabel 21. Persentase biaya transaksi terhadap omzet mitra felling&Stacking, skidding, transportating
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Badan Usaha CV. Ares CV. Piteng Jaya CV. Karya Sekawan Abadi CV. Soli Junior UD. TNN CV. Imelda CV. Baharaja Putra CV. Subur Roma Mido CV. Jilmi CV. Iwan Masindo Boy
Sedangkan
Biaya Transaksi (Rp) 4.771.667 2.106.333
Omzet (Rp) 114.296.780 98.459.920
Persen (%) 4.17 2.14
5.394.333 4.388.400 2.315.833 2.470.500 6.791.333 2.794.667 7.065.100 5.093.667
157.237.080 117.680.290 96.086.380 92.665.300 105.158.430 75.679.240 114.612.810 97.104.085
3.43 3.73 2.41 2.67 6.46 3.69 6.16 5.25
mitra
skidding
di
untuk
arcs(x) 1,546 1,107 1,402 1,462 1,175 1,237 1,925 1,454 1,879 1,735
Habinsaran
dan
felling&stacking,skidding dan transportating di Tele, biaya transaksi yang dikeluarkan relatif kecil bila dibanding dengan omzetnya sehingga mitra tidak terlalu mempermasalahkan biaya yang mereka keluarkan tersebut. D. 3 Kinerja Mitra PT.TPL,Tbk memiliki kriteria penilaian atas kinerja mitranya. Hasil penilaian tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan apabila pihak perusahaan masih membutuhkan tenaga untuk mengelola hutannya. Apabila hasil kinerja mitra kurang memuaskan maka perusahaan berhak tidak memakai tenaga mitra tersebut. Berikut adalah tabel evaluasi kerja mitra. Tabel 22. Hasil Evaluasi Kerja Mitra No
Mitra
1
CV. Andong Jaya CV. Dolok Jaya CV. Hendra Bona Tua CV. Irma CV. Junior CV. Liris CV. Miduk
2 3 4 5 6 7
Sektor
KW
KP
SMP
KL
Koo
Klts
Hbs
7
7
28
7
7
14
Total Kinerja 70
Hbs Hbs
7 7
7 7
28 28
8 7
8 7
17 14
72 70
Hbs Hbs Hbs Hbs
7 7 7 7
7 7 7 7
28 28 28 28
7 7 7 7
7 7 7 7
16 16 12 12
72 72 68 68
Lanjutan Tabel 22 No Mitra
Sektor
8 9 10 11 12 13
KW
CV. Pargaulan Hbs 7 CV. Parulian Hbs 7 CV. Freddy Hbs 7 CV. Risma Hbs 7 CV. Sonia Mania Hbs 8 CV. Soburan Hbs 7 Natio 14 CV. Tomok Hbs 7 15 CV. Dewi Hbs 7 Candra 16 KSU. Maroan Hbs 7 Uli 17 KSU. Pargaulan Hbs 7 18 CV. Pahala Hbs 8 Kencana 19 CV. Kasih Ibu Hbs 8 20 CV. Freddy Hbs 8 21 CV. Ares Tele 9 22 CV. Piteng Jaya Tele 8 23 CV. Karya Tele 9 Sekawan Abadi 24 CV. Soli Junior Tele 8 25 UD. TNN Tele 9 26 CV.Imelda Tele 9 27 CV.Baharaja Tele 8 Putra 28 CV. Subur Roma Tele 9 Mido 29 CV.Jilmi Tele 7 30 CV. Iwan Tele 9 Masindo Boy Sumber : Laporan evaluasi mitra pemanenan periode April 2005.
KP
SMP
KL
Koo
Klts
7 7 7 7 8 7
28 28 28 28 28 28
7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7
16 14 14 14 12 14
Total Kinerja 72 70 70 70 70 68
7 7
28 28
7 7
7 7
14 16
70 72
7
28
7
7
14
70
7 8
28 28
7 7
7 7
16 12
72 70
8 8 8 7 8
32 32 32 32 28
6 6 7 8 7
7 7 7 7 7
14 14 16 16 16
75 75 79 78 75
9 8 8 9
32 32 32 32
7 8 8 8
7 7 7 7
18 18 16 18
81 82 78 82
8
32
8
7
18
82
8 8
32 28
7 7
8 7
18 18
80 75
sektor hutan Habinsaran dan sektor hutan Tele
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan 6 variabel, yakni ketepatan waktu (KW), ketersediaan peralatan (KP) , skill man power (SMP), kebersihan lapangan (KL), kooperatif (Koo), dan kualitas (Klts). Mitra yang dinilai baik oleh perusahaan berdasarkan ketepatan waktunya adalah mitra yang mampu menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari yang tertera di surat perjanjian kerja dengan tetap memperhatikan kebersihan lapangan dan kualitas kayu. Sedangkan mitra yang dinilai baik berdasarkan ketersediaan peralatan adalah, mitra yang memiliki peralatan yang lengkap untuk bekerja terutama peralatan savety yang akan dipakai oleh pekerja. Penilaian skillman power dilihat berdasarkan keahliannya mitra dalam bekerja, sesuai dengan yang tercantum di SOP. Contohnya teknik menebang yang
benar sesuai denagn ketentuan-ketentuan yang tertulis di SOP, dan cara membuat stack. Mitra yang dinilai baik oleh perusahaan berdasarkan kebersihan lapangan dapat dilihat dari besarnya RWA yang tertinggal di areal kerja. Penilaian kooperatif dinilai dari kerjasama yang dibangun oleh pihak perusahaan dan mitra dalam menegakkan ketentuan di SOP. Berdasarkan tabel tersebut di atas diketahui bahwa 10% kinerja mitra dinilai sedang oleh perusahaan (selang nilai 60 sampai 69),73,4 % dinilai cukup (selang nilai 70 sampai 79), dan 16,6 % bernilai baik (selang nilai 80 sampai 89). Berikut adalah grafik kinerja mitra pemanenan di sektor hutan Habinsaran dan Tele. 3% Kinerja 68 3%
10%
Kinerja 70
10%
3%
Kinerja 72
7%
Kinerja 75 Kinerja 78 31%
Kinerja 79
13%
Kinerja 80 20%
Kinerja 81 Kinerja 82
Gambar 10. Grafik Kinerja Mitra Pemanenan di Sektor Hutan Habinsaran dan Sektor
Hutan Tele. D.4 Hubungan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Mitra Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mitra maka dilakukan uji regresi linier dengan variable independentnya ( x ) persentase biaya transaksi terhadap omzet dan variable dependentnya adalah total kinerja (y). Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara biaya transaksi terhadap kinerja mitra. Berikut adalah grafik hubungan biaya transaksi terhadap kinerja mitra. 100
y = -4.3559x + 84.331 2 R = 0.6636
80 60 40 20 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Gambar 11 . Grafik Persamaan regresi linier hubungan biaya transaksi dan kinerja mitra
Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin besar biaya transaksi, maka kinerja mitra semakin menurun. Selain biaya transaksi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kinerja mitra, antara lain kekuasaan, perilaku, rasa takut dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer GAL sektor hutan Habinsaran dan Tele, foreman sektor hutan Habinsaran, mitra pemanenan di PT. TPL, Tbk. sering melakukan kesalahan dan pelanggaran yang tidak sesuai dengan yang tertulis di SOP. Apabila mitra melakukan pelanggaran atau kesalahan, pihak perusahaan hanya memberi sanksi berupa teguran sampai tiga kali setelah itu apabila mitra tidak mengindahkan teguran tersebut, menurut paraturannya maka perusahaan akan mencabut izin bekerja dan tidak akan memakai tenaga mitra tersebut untuk selanjutnya. Namun pada kenyataannya, pihak perusahaan tidak pernah menerapkan sanksi tersebut meskipun banyak mitra yang tetap melakukan pelanggaran. Perusahaan tidak dapat bertindak tegas dikarenakan mitra di PT. TPL,Tbk yang juga adalah putra daerah, merasa mereka memiliki kekuasaan atas daerah tersebut. Pada studi kasus di PT. TPL, Tbk. mitra memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada perusahaan. Kekuasaan yang dimiliki mitra tersebut mengakibatkan pihak perusahaan takut untuk menindak mitra yang melakukan pelanggaran. Kekuasaan mitra tersebut juga dapat meminimalkan biaya transaksi. Karena principal tidak dapat menyalahgunakan informasi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen GAL, pada dasarnya pihak PT. TPL,Tbk mengalami kesulitan bekerjasama dengan pihak mitra usaha, tetapi karena pihak PT. TPL,Tbk. tidak ingin perselisihan terdahulu terjadi kembali dan berusaha menerapkan paradigma baru yaitu memberdayakan masyarakat sekitar ma ka perusahaan tetap mempertahankan mitra usaha tersebut.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1. Komponen-komponen yang termasuk ke dalam biaya transaksi adalah biaya informasi, biaya koordinasi dan biaya strategis yang dikeluarkan mitra maupun PT. TPL,Tbk. sebelum sampai selesainya satu kontrak (empat bulan). Biaya informasi yang dikeluarkan mitra usaha pemanenan meliputi biaya mengurus surat perizinan/ pembentukan badan usaha, biaya mengecek ada tidaknya pekerjaan ke kantor sektor, biaya pendirian badan usaha, dan biaya survey areal kerja. Sedangnkan biaya koordinasi meliputi biaya mengantar surat lamaran ke kantor sektor, biaya mengecek hasil jawaban lamaran pekerjaan ke kantor sektor, biaya fotocopy persyaratan dan materai, biaya pengecekan hasil produksi dan invoice ke kantor sektor, biaya (opportunity cost) karena keterlambatan pembayaran upah kerja oleh perusahaan, biaya pengawasan dan biaya mengambil upah kerja ke bank. Dan biaya strategis yang dikeluarkan mitra meliputi biaya sogokan atau jamuan yang dilakukan kepada pihak perusahaan. 2. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan mitra berkisar antara Rp.1.649.833 hingga Rp.7.065.100, sedangkan biaya transaksi yang dikeluarkan pihak PT. TPL, Tbk. untuk kepentingan mitra adalah Rp.726.740.000 untuk sektor Habinsaran dan Rp.729.252.000Hasil uji regresi linier sederhana berupa persamaan y = dengan R2 = 66.36%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antar biaya transaksi dengan kinerja mitra, dimana semakin besar biaya transaksi maka kinerja mitra semakin rendah. 3. Komponen biaya transaksi tertinggi adalah biaya koordinasi yaitu dengan ratarata Rp.2.225.143 setiap mitra. Biaya koordinasi ini dapat diminimalkan apabila tidak terjadi keterlambatan dalam pembayaran upah kerja mitra, karena biaya terbesar dari komponen biaya koordinasi ini berasal dari biaya (opportunity cost) yang terbuang karena keterlambatan pembayaran. Keterlambatan pembayaran dikarenakan faktor mitra itu sendiri dan
mekanisme kantor pusat (Porsea) yang tidak sistematis dalam mengatur pembayaran upah. 4. Biaya informasi yang tinggi disebabkan oleh biaya pendirian badan usaha. yaitu berkisar antara Rp.800.000 hingga Rp.1.700.000. 5. Biaya transaksi yang dikeluarkan mitra, baik itu mitra dengan omzet kecil (< Rp.50.000.000) dan mitra dengan omzet besar (> Rp.50.000.000) relatif sama yaitu rata-rata Rp. 3.424.520.
B. Saran 1.
Perusahaan
perlu
memperhatikan
meninjau
kembali
persyaratan-
persyaratan yang diajukan untuk menjadi mitra, khususnya bagi mitra felling&stacking yang memiliki omzet kecil (< Rp. 50.000.000,00) tidak harus berbadan hukum. 2.
Perlu dilakukan pelatihan kepada mitra dalam hal pembuatan invoice, dan menerapkan peraturan malakukan invoice sendiri.
3.
Perusahaan
perlu menata ulang mekanisme pembayaran agar lebih
sistematis dan tidak berbelit-belit, sehingga pembayaran tidak terlambat. 4.
Pihak perusahaan perlu mengambil tindakan tegas bagi mitra yang melakukan pelanggaran yang telah dilakukan
5.
Perlu dilakukan perbaikan infrastruktur jalan agar kayu tidak terlalu lama diangkut keluar sehingga tidak merugikan mitra.
6.
Perlu dilakukan rapat rutin antara PT. TPL, Tbk. dengan mitra usaha untuk membahas kinerja mitra agar semakin baik.
7.
Perlu dibentuk serikat kerja mitra usaha PT. TPL, Tbk. agar mitra dan perusahaan dapat berunding bersama apabila ada perubahan-perubahan yang akan dilakukan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Conway, S. 1976. Logging Practices. Miller Freeman Publication, Inc. new York, USA FWI/GFW.2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C: Global Forest Watch Kartodiharjo, H. 1998. Peningkatan kinerja pengusahaan hutan alam produksi melalui kebijaksanaan penataan institusi [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Nugroho, B. 2001. Proyek Kehutanan : Analisis Biaya. Bogor : IPB Press. . 2003a. Kajian institusi pelibatan usaha kecil menengah iIndustri pemanenan hutan untuk mendukung pengelolaan hutan produksi lestari [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana Fakultas Kehutanan. . 2003b. Industri pemanenan hutan : Peluang bagi pelaku usaha kecil menengah yang perlu mendapat perhatian. Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi I : 17-18 Priyono, B.M, 2004. Biaya transaksi dan pengaruhnya dalam pengeloaan hutan alam produksi lestari [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana Fakultas Kehutanan. Saraswati, D. 2003. Dampak pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana Fakultas Kehutanan. Steel, R.G.D.1989. Prinsip dan prosedur statistika: suatu pendekatan biometric. Jakarta:Gramedia Simanjuntak, G.T.P 2005. Analisis Kemitraan antara Usaha Kecil- Menengah (UKM) Industri Pemanenan Kayu Hutan (IPH) dengan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Porsea Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana Fakultas Kehutanan. Suprapto, R.S. 1979. Pemanenan hasil hutan. Bogor : Fakultas kehutanan IPB. Yanuarsyah, I. 2003. Analisis pola kemitraan antar pembalak tradisional dengan hak pengusahaan hutan tanaman industri PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana Fakultas Kehutanan.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Areal Hutan HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
Lampiran 2. Peta Areal Hutan Sektor Tele PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
Lampiran 3. Peta Areal Hutan Sektor Habinsaran PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
Lampiran 4. Form Evaluasi Mitra
FORM EVALUASI MITRA Sektor :
Nama Badan Usaha
:
Nama Pemilik
:
Dept. User
:
Nama User
:
Jenis Kegiatan Mitra :
Evaluasi Pekerjaan 1. Ketepatan waktu 2. Ketersediaaan Peralatan 3. Skill Man Power 4. Kebersihan Lapangan 5. kooperatif 6. Kualitas
SB 10 10 40 10 10 20
B 9 9 36 9 9 18
CB 8 8 32 8 8 16
S 7 7 28 7 7 14
KB 6 6 24 6 6 12
Nilai
Total Score :
Disetujui Oleh Oleh
Diketahui Oleh
Sect Dept Head
Den. Affair Sect Head
Penilaian: SB = Sangat Baik B = Baik C = Cukup S = Sedang KB = Kurang Baik
= = = = =
90 – 100 80 – 89 70 – 79 60 – 69 < 60
Dilaporkan
Humas
Lampiran 7. Contoh Permohonan Kontrak Kerja (disalin ulang) PT.TOBA PULP LESTARI FORESTRY UNIT
PERMOHONAN KONTRAK Kepada Yth
: Tony Wood Tanggal: GM Forestry : Habinsaran : Forestry : : ________________________________________ : ________________________________________ ________________________________________
Sektor Departement Jenis Kontrak & Rate Jangka Masa Kontrak Syarat-syarat lain jika ada
Kontraktor yang direkomendasikan : ________________________________________ ________________________________________
Pemakai
Diterima Oleh,
( ______________________ ) Nama : Jabatan : Tanggal :
( _____________________ ) Sekretariat : Nama : Tanggal :
Diketahui Oleh,
Posisi Kontraktor
( Kemitraan Kontrak Nama Jabatan Tanggal
A/B
Jalur Logistik
A/B
Sekitar sektor
)
: : : :
Perpanjangan
Lampiran 8. Surat Negoisasi Kerja (Disalin ulang) SURAT NEGOISASI KERJA LINGKUNGAN SEKTOR Kepada Yth Badan Usaha Di Dari Tanggal No Perihal
: : : : GAL Section : : : Negoisasi pekerjaan
Dengan Hormat Sesuai dengan hasil Steering Committee, kami menyampaikan kepada Bapak/ibu untuk dapat melakukan negoisasi pekerjaan sesuai dengan no PR : terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut: Pelaksanaan negoisasi pekerjaan : /terlampir Semua material ditanggung oleh Semua peralatan kerja ditanggung oleh : Pelaksanaan kerja koordinasi dengan Dept : Harvesting (Bapak Jhony Tambunan) Kontraktor wajib membuat harga penawaran Pekerjaan tidak dapat dikerjakan tanpa adanya kontrak kerja atau PO Pekerjaan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan tidak dibayar.
Hormat kami Disetujui
Dibuat oleh
Sector Dept Head Head
GAL Section
Catatan
: Sebelum melaksanakan pekerjaan terlebih dahulu melaporkan pekerjaannya di seksi GAL untuk diarahkan orientasi safety.
TPF-GAL-8010-FM
15 Maret 2004
Revisi # 0
Lampiran 9. Contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) Penebangan (disalin ulang)
PERJANJIAN BORONGAN No. 6/HB/ PB-HARV /IV / 05 Pada hari ini, Jumat tanggal 15 (lima belas) bulan April tahun 2005 (dua ribu lima) oleh dan antara : I. Nama : FIRMAN PURBA Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk., berkedudukan di Medan, untuk selanjutnya disebut “PIHAK PERTAMA”; II. Nama
: NELSON HUTAPEA
Pekerjaan Alamat No. KTP
: Wiraswasta : Simare Kec. Borbor Kab. Tobasa. : 0461/2005/018/TS/2003
Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama Perseroan Komanditer CV. JUNIOR, berkedudukan di Simare Kec. Borbor Kab Tobasa, untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”; Para Pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu : –Bahwa Pihak Pertama berkehendak untuk melakukan penebangan, pemotongan cabang, ranting, dan pucuk, serta penumpukan di TPn pada sektor Habinsaran di areal HPHTI milik Pihak Pertama sesuai RKT 2005. –Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, Pihak Pertama telah menunjuk Pihak Kedua untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sehubungan dengan itu para pihak dengan ini setuju dan semufakat untuk mengadakan Perjanjian Borongan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1 DEFINISI, OBJEK DAN RUANG LINGKUP PEKERJAAN
DEFENISI Dalam Perjanjian ini, kecuali konteksnya mengartikan atau mensyaratkan lain, maka pengertian-pengertian sebagaimana diuraikan di bawah ini memiliki arti sebagai berikut : 1. Logging adalah kegiatan penebangan hutan dan atau pohon dan atau kayu yang bertujuan memproduksi kayu; 2. Felling adalah penebangan pohon sesuai dengan arah rebah yang telah ditentukan; 3. Trimming adalah pemotongan cabang dan pucuk pohon setelah ditumbang; 4. Prebunching adalah penumpukan pohon di tunggak sesuai dengan kapasitas alat tarik yang bertujuan untuk memudahkan pengikatan kayu-kayu; 5. Skidding adalah penarikan kayu dari tunggak ke TPn; 6. Bucking adalah pemotongan kayu (log) sesuai dengan ukuran sortimen yang telah ditentukan; 7. Stacking adalah penumpukan kayu di TPn/TPk sesuai dengan kelas ukuran masing-masing; 8. Loading adalah memuat kayu ke atas alat angkut; 9. TPn adalah singkatan dari Tempat Pengumpulan Kayu; 10. TPk adalah singkatan dari Tempat Penumpukan Kayu; 11. HPHTI adalah singkatan dari Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri; 12. RKT adalah singkatan dari Rencana Kerja Tahunan; 13. 1 (satu) Stappel meter adalah 2,88 m³ (dua koma delapan puluh delapan meter kubik). B. OBJEK DAN RUANG LINGKUP PEKERJAAN 1. Pihak Pertama dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan pelaksanaan pekerjaan penebangan, pemotongan cabang, ranting, dan pucuk, serta penumpukan kayu dengan ketentuan sebagai berikut : • Penumpukan kayu membentuk sudut 45° (empat puluh lima derajat) mengarah jalur skidding; • Cabang dan ranting disusun memotong jalur skidding; • Susunan tumpukan (stack) rapi dan teratur dengan ukuran standar (stappel meter): panjang kayu 2,4 m (dua koma empat meter), lebar tumpukan 2 m (dua meter) dan tinggi tumpukan 1 m (satu meter) dikalikan dengan faktor koreksi tumpukan 0,6 (nol koma enam) atau sama dengan 2,88 m³ (dua koma delapan puluh delapan meter kubik); • Diameter kayu yang diproduksi minimum 8 cm (delapan sentimeter) dengan kulit dan 5 cm (lima sentimeter) setelah dikupas; -yang terletak pada sektor Habinsaran di areal HPHTI milik Pihak Pertama dengan rincian sebagai berikut: Tahapan Kegiatan Felling Stacking Felling Stacking
Luas No.Stand (Ha) 1.7 M1401000Z FC 26 1.0 M1400600ZFC 26
Estate Janji Maria Janji Maria
Periode Kerja 16 April s/d 15 Juni 2005 16 April s/d 15 Juni 2005
Felling 2.5 M1401000ZFC Janji Maria 16 April s/d 15 Juni Stacking 27 2005 sesuai RKT Tahun 2005 (selanjutnya cukup disebut “Pekerjaan”) kepada Pihak Kedua yang dengan ini menerima penyerahan Pekerjaan tersebut dari Pihak Pertama untuk diselesaikan dan dikerjakan dengan baik; 2. Apabila diperlukan oleh Pihak Pertama, maka Pihak Kedua bersedia untuk melakukan pengupasan/pengulitan terhadap kayu (debarking) dan memuat kayu ke atas truk (manual loading); 3. Lingkup Pekerjaan yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh Pihak Kedua harus memenuhi syarat-syarat dan spesifikasi teknis sebagaimana termuat dalam lampiran-lampiran dalam Perjanjian ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini yaitu berupa lampiran-lampiran sebagai berikut: • Gambar-Gambar Pihak Pertama sebagai berikut: a. Pembuatan Jalur Skidding No. Sheet: 1; b.Teknik Penebangan (Felling) Nomor Sheet: I-A; c. Teknik Penebangan (Felling) Nomor Sheet: II; d.Teknik Pemotongan (Bucking) Nomor Sheet: III; e. Penyusunan/Penumpukan Kayu (Stacking) Nomor Sheet: IV; f. Penarikan Kayu (Skidding) Nomor Sheet: V; g.Posisi Kayu di Atas Loading Truck Nomor Sheet: VI; h.Posisi Kayu di Atas Loading Truck Nomor Sheet: VI-A; • Surat Izin Pindah Lokasi dan Serah Terima Areal; • Tally Sheet Quality Felling and Stacking; PASAL 2 JANGKA WAKTU Pihak Kedua harus menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu terhitung sejak tanggal 16 (enam belas) bulan April tahun 2005 (dua ribulima) dan akan berakhir tanggal 15 (lima belas) bulan Juni 2005 (dua ribu lima). PASAL 3 HARGA PEKERJAAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Harga Pekerjaan yang dibayar oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 di atas adalah sebesar Rp. 20.300,- (dua puluh ribu tiga ratus rupiah) per ton. 2. Pajak-pajak yang timbul sebagai akibat dari perjanjian ini akan ditanggung/dibayar dan/atau disetor oleh pihak yang berkewajiban menurut peraturan perpajakan yang berlaku; 3. Pembayaran atas hasil Pekerjaan Pihak Kedua oleh Pihak Pertama dilakukan setelah kayu sampai di pabrik Pihak Pertama dan telah ditimbang di Jembatan Timbang Pihak Pertama dan hasil pekerjaan telah diterima dengan baik oleh Pihak Pertama; 4. Hasil pekerjaan Pihak Kedua adalah keseluruhan jumlah tonase yang diterima dari laporan Jembatan Timbang Pihak Pertama dan dikalikan dengan harga pekerjaan per ton;
5. Pihak Pertama akan melakukan pembayaran seperti tersebut di atas jika hasil Pekerjaan Pihak Kedua telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 5 yang akan disebut di bawah ini; 6. Tahapan-tahapan pembayaran sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah tagihan Pihak Kedua diterima dan dinyatakan benar oleh Pihak Pertama, pembayaran mana dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank yang disampaikan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama secara tertulis. PASAL 4 CARA PEMBAYARAN 1. Pembayaran harga pekerjaan akan dilakukan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua dengan cara mentransfer pembayaran atas tagihan Pihak Kedua ke rekening bank yang ditunjuk Pihak Kedua sebagaimana tertuang dalam lampiran Perjanjian ini, lampiran mana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. 2. Tanggal pentransferan uang pembayaran tagihan Pihak Kedua dianggap sebagai tanggal pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua. 3. Segala akibat yang timbul dari pentransferan sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, Pihak Pertama untuk sekarang dan di kemudian hari dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan. PASAL 5 SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN PEKERJAAN Pekerjaan yang dilaksanakan oleh Pihak Kedua harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Pekerjaan harus dilaksanakan oleh Pihak Kedua dengan baik dan rapi sesuai dengan peta-peta, SOP, gambar-gambar, dan formulir-formulir sesuai dengan Pasal 1 Sub B ayat 3 serta petunjuk-petunjuk dan data-data lainnya yang diberikan oleh Pihak Pertama yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini; 2. Sewaktu melaksanakan Pekerjaan tersebut di atas, Pihak Kedua tidak boleh melakukan pembakaran dan bertanggung jawab penuh atas terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh Pihak Kedua atau pihak-pihak yang berhubungan dengan Pihak Kedua dan mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah kebakaran. Dimana Pihak Pertama pada Pekerjaan ini telah menerapkan kebijaksanaan 100 % Zero Burning (tanpa dibakar) 3. Berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Pekerjaan oleh Pihak Kedua, Pihak Pertama akan melakukan pemeriksaan ulang atas hasil Pekerjaan Pihak Kedua tersebut termasuk mutu Pekerjaan dan ketepatan ukuran yang disyaratkan, dengan disaksikan oleh wakil dari Pihak Kedua, jika Pihak Kedua lalai untuk mengikuti pemeriksaan ulang tersebut, Pihak Kedua dianggap menerima hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pihak Pertama, hasil pemeriksaan ini akan
dibuktikan dengan ditandatanganinya Berita Acara Pelaksanaan Pekerjaan oleh kedua belah pihak 4. Jika dalam pemeriksaan ulang atas hasil Pekerjaan yang dilaksanakan oleh Pihak Kedua ada yang tidak memenuhi persyaratan atau ketentuan perjanjian ini, maka Pihak Kedua harus segera memperbaiki dan menyelesaikan sesuai dengan jadwal penyelesaian yang telah ditentukan oleh Pihak Pertama 5. Jika Pihak Kedua setelah jadwal waktu tersebut tidak memperbaiki dan menyelesaikannya, maka Pihak Pertama berhak untuk menyelesaikannya sendiri atau menyerahkannya kepada pihak lain tanpa perlu memberitahukannya kepada Pihak Kedua dan semua biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan perbaikan tersebut dapat langsung dipotong dari nilai tagihan Pihak Kedua, jika nilai tagihan Pihak Kedua tersebut tidak mencukupi, maka Pihak Kedua harus membayar penuh kekurangan tersebut dan segala kerugian Pihak Pertama yang timbul akibat keterlambatan perbaikan Pekerjaan tersebut juga harus diganti oleh Pihak Kedua. 6. Setelah Pekerjaan selesai dan/atau apabila Pihak Kedua berkeinginan untuk pindah lokasi penebangan, maka serah terima areal penebangan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Taksiran sisa kayu (Residual Wood Assessment) yang tertinggal di areal yang dikerjakan tidak boleh melebihi 1 m3/ha (satu meter kubik per hektar); b. Tumpukan (Stacking) sudah ditarik dari lapangan ke TPn; c. Pohon tumbang yang ditinggalkan harus dicincang; d. Tidak ada galang/bantalan dan tiang patok/pancang tertinggal di areal yang dikerjakan; Hal tersebut akan dibuktikan dengan dibuatnya Surat Izin Pindah Lokasi dan Serah Terima Areal yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan/atau wakil yang sah dari kedua belah pihak. PASAL 6 TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN 1. Tanggung Jawab dan kewajiban Pihak Pertama adalah sebagai berikut: a. Menentukan areal untuk melaksanakan Pekerjaan yang disebutkan pada Pasal 1 di atas; b. Melaksanakan pembayaran atas hasil Pekerjaan Pihak Kedua yang sesuai dengan ketentuan perjanjian ini; c. Menyediakan surat-surat izin, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lainnya yang menyangkut pelaksanaan Pekerjaan Pihak Kedua di lokasi Pekerjaan yang sekiranya diperlukan untuk itu; 2. Pihak Kedua dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk: a. Mengikuti prosedur tata tertib dan pedoman kerja dari Pihak Pertama; b. Menyediakan tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman untuk melaksanakan Pekerjaan yang disebutkan pada Pasal 1 di atas, termasuk staf pengawas/pelaksana lapangan, penjaga malam dan tenaga kerja lainnya yang sesuai dengan kebutuhan Pihak Kedua; c. Menyediakan wakil yang ditempatkan di lokasi proyek/lapangan yang dapat mengambil keputusan jika diminta oleh Pihak Pertama dan/atau wakilnya;
d. Atas permintaan secara tertulis dari Pihak Pertama, mengganti tenaga kerja Pihak Kedua dalam hal tenaga kerja tersebut tidak mematuhi tata tertib Pihak Pertama, indisipliner, berbuat tindak pidana, keributan, tidak terampil bekerja, ataupun alasan lain dari Pihak Pertama; e. Menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk melaksanakan Pekerjaan ini; f. Menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja yang berada dalam kondisi baik dan siap pakai untuk melaksanakan Pekerjaan; g. Menanggung semua biaya lain-lain yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan Pekerjaan ini; h. Memberikan upah, uang makan dan pemondokan bagi tenaga kerja Pihak Kedua; i. Memberikan segala hak dari tenaga kerja Pihak Kedua, terutama mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan/atau asuransi tenaga kerja lain yang diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; j. Menyelesaikan masalah perburuhan yang timbul dari dan dengan tenaga kerja Pihak Kedua berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian ini dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari tenaga kerja Pihak Kedua; k. Menjamin Pihak Pertama bahwa segala bahan-bahan, material, peralatan dan perlengkapan kerja Pihak Kedua adalah milik syah dan/atau diperoleh secara syah oleh Pihak Kedua, dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk dan nama apapun dari pihak lain sehubungan dengan masalah pengadaan/pembelian bahan material, peralatan dan perlengkapan kerja yang dilakukan oleh Pihak Kedua dalam melaksanakan Pekerjaan; l. Mengasuransikan dan menjaga keamanan segala peralatan dan perlengkapan kerja miliknya dari segala akibat yang mungkin dapat menimbulkan kerugian dan Pihak Kedua membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Ketiga ataupun dari pihak lainnya atas segala bentuk kerugian yang diderita oleh Pihak Kedua akibat kelalaian Pihak Kedua mengasuransikan dan menjaga keamanan tersebut di atas; m. Merahasiakan segala sesuatu yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan Pihak Pertama, dan tidak memberitahukan mengungkapkan atau membeberkan kepada pihak lain, segala hal yang berkaitan dengan hubungan bisnis antara kedua belah pihak, serta tidak memperbanyak, menggandakan, meniru, baik untuk tujuan pemakaian sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari PihakPertama, segala sistem, data, informasi, gambargambar dan mengetahui bagaimana yang telah atau sedang diterapkan/dipergunakan oleh Pihak Pertama dalam melaksanakan rangkaian kegiatan-kegiatan usaha yang diketahui atau akan diketahui oleh Pihak Kedua; n. Menyimpan dengan baik seluruh peta-peta, SOP, gambar-gambar, formulir-formulir, dan data-data lainnya yang diberikan oleh Pihak
Pertama dan harus mengembalikan setelah Pekerjaan ini selesai dilaksanakan; o. Menunjukkan bukti pembayaran PPN apabila diperlukan oleh Pihak Pertama; PASAL 7 DENDA 1. Apabila terjadi keterlambatan penyelesaian Pekerjaan atau belum diselesaikan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, maka Pihak Kedua akan dikenakan denda sebesar 1 ‰ (satu permil) per hari keterlambatan dan maksimum 5 % (lima persen) dari keseluruhan harga pelaksanaan Pekerjaan, terhitung sejak adanya pemberitahuan tertulis dari Pihak Pertama. Dalam hal ini tidak termasuk keterlambatan yang disebabkan oleh sebab kahar (Force Majeure); 2. Denda sebagaimana tersebut di atas harus dibayar oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama pada saat perjanjian ini diakhiri dan dengan memperhatikan kewajiban Pihak Pertama kepada Pihak Kedua yang masih ada; 3. Apabila keterlambatan sebagaimana tersebut pada ayat 1 di atas melebihi masa 1 (satu) bulan setelah adanya peneguran secara tertulis dari Pihak Pertama, maka Pihak Pertama berhak secara sepihak untuk membatalkan Perjanjian ini dan menyerahkan pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada pihak lain; 4. Apabila Pihak Pertama membatalkan Perjanjian sebelum jangka waktu Perjanjian ini berakhir maka Pihak Pertama akan dikenakan denda sebesar 5 % (lima persen) dari total dan atau sisa harga Pekerjaan. Dalam hal ini tidak termasuk Pembatalan yang disebabkan oleh sebab kahar dan yang disebabkan oleh ketentuan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 di bawah ini. 5. Apabila Pihak Kedua membatalkan Perjanjian ini sebelum jangka waktu Perjanjian ini berakhir, maka Pihak Kedua akan dikenakan denda sebesar 5 % (lima persen) dari total dan/atau sisa harga Pekerjaan. Dalam hal ini tidak termasuk pembatalan yang disebabkan oleh sebab kahar (Force Majeure);
PASAL 8 PEMBATALAN PERJANJIAN 1. Pihak Pertama dapat membatalkan perjanjian ini secara sepihak tanpa persetujuan dari Pihak Kedua dan tanpa adanya gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua ataupun Pihak lainnya dalam hal: a. Pihak Kedua tidak memenuhi syarat-syarat pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditentukan dalam perjanjian ini; b. Pihak Kedua dengan sengaja memperlambat penyelesaian Pekerjaan atau belum memulai pelaksanaan Pekerjaan dalam tenggang waktu maksimum 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penandatanganan perjanjian ini tanpa adanya persetujuan tertulis dari Pihak Pertama;
c. Pihak Kedua mengalihkan sebagian atau seluruh Pekerjaan yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak lain, tanpa persetujuan tertulis dari Pihak Pertama; Pihak Kedua dan atau tenaga kerja Pihak Kedua melakukan suatu perbuatan melawan hukum atau tindak pidana yang merugikan atau dapat menimbulkan kerugian bagi Pihak Pertama d. Pihak Kedua melanggar satu atau lebih ketentuan perundang-undangan, keputusan atau peraturan pemerintah yang berlaku, baik yang menyangkut atau tidak menyangkut ketentuan di bidang pekerjaan yang dapat menghalangi Pihak Kedua untuk melaksanakan Pekerjaan atau menyebabkan dan/atau dapat mengakibatkan diberlakukannya sanksi oleh pemerintah atau dari pihak berwenang lain terhadap Pihak Pertama, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang berbentuk denda, sanksi administratif ataupun jenis hukuman lainnya; 2. Setelah dilakukannya pembatalan perjanjian ini maka Pihak Kedua harus menghentikan Pekerjaan dan menaati batas waktu yang ditetapkan oleh Pihak Pertama untuk membubarkan dan memulangkan tenaga kerjanya serta mengembalikan bahan-bahan, alat-alat serta peralatan yang dipinjam dari Pihak Pertama dan biaya Pekerjaan yang belum diterima oleh Pihak Kedua harus menunggu sampai dengan selesainya Pekerjaan ini dan dipotong dengan kerugian Pihak Pertama. Jika nilai Pekerjaan tersebut masih lebih kecil dari kerugian Pihak Pertama maka Pihak Kedua harus membayar kekurangannya; 3. Dalam pembatalan perjanjian secara sepihak pada ayat 1 dan 2 di atas, Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah menyetujui untuk mengenyampingkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
PASAL 9 FORCE MAJEURE 1. Apabila Para Pihak tidak dapat/gagal untuk memenuhi apa yang menjadi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam Perjanjian ini yang disebabkan oleh suatu tindakan atau kejadian diluar kemampuan yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan kewajiban, antara lain tetapi tidak terbatas pada keadaan banjir, gempa bumi, epidemi, pemberontakan, huru-hara, peperangan maka pihak yang tekena kejadian tersebut ("Force Majeure"), dibebaskan dari tuntutan/gugatan. 2. Pihak yang mengalami kejadian Force Majeure wajib selambat-lambatnya dalam waktu 24 (duapuluh empat) jam terhitung sejak kejadian Force Majeure melaporkan kepada kepada Pihak lain, kelalaian melaporkan menyebabkan kejadian Force Majeure dianggap tidak terjadi sehingga tidak mengurangi kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian, terkecuali dapat dibuktikan bahwa pemberitahuan kepada Pihak lain dalam tenggang waktu 24 (duapuluh empat) jam termaksud juga berada di luar kekuasaan Pihak yang mengalami Force Majeure. 3. Pihak yang mengalami Force Majeure dengan itikad baik wajib menginformasikan perkiraan berakhirnya Force Majeure dan memberitahukan
secara terus menerus perkembangan kejadian sampai dengan berakhirnya kejadian Force Majeure. 4. Dalam hal kejadian Force Majeure berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak timbulnya Force Majeure, pihak yang tidak mengalami Force Majeure dapat mengakhiri Perjanjian ini dengan terlebih dahulu mengadakan pembebasan dan perhitungan selesai. PASAL 10 PEKERJAAN TAMBAHAN/PENGURANGAN 1. Apabila Pihak Pertama hendak menambah, mengurangi, atau merubah Pekerjaan yang telah diserahkan kepada Pihak Kedua, maka Pihak Pertama harus memberitahukan secara tertulis kepada Pihak Kedua; 2. Biaya dari penambahan, pengurangan, atau perubahan Pekerjaan tersebut akan diperhitungkan berdasarkan harga satuan yang disetujui para pihak dalam hal ini juga termasuk perubahan bahan yang digunakan untuk melaksanakan Pekerjaan tersebut; PASAL 11 PENGAWASAN PEKERJAAN DI LAPANGAN 1. Pihak Kedua harus menyerahkan secara tertulis daftar nama-nama pengurus dan pelaksanaan lapangan serta struktur organisasi lapangan kepada Pihak Pertama dan setiap kali ada perubahannya; 2. Pengurus lapangan Pihak Kedua dianggap sebagai wakil/kuasa penuh dari Pihak Kedua yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk mewakili Pihak Kedua dalam melaksanakan Pekerjaan. Semua hubungan, pemberitahuan atau instruksi yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada pengurus lapangan tersebut dianggap sama seperti telah disampaikan kepada Pihak Kedua;
PASAL 12 PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Perjanjian ini diatur dan diinterpretasikan menurut ketentuan hukum yang berlaku di Republik Indonesia; 2. Segala perselisihan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian ini, Pihak Pertama dan Pihak Kedua setuju dan mufakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah; 3. Dalam hal perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam jangka waktu 14 hari kalender terhitung sejak perselisihan timbul, Pihak Pertama dan Pihak Kedua setuju untuk memilih domisili hukum yang umum dan tidak berubah di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan di Medan.
PASAL 13 ADENDUM/ AMANDEMEN Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Perjanjian ini akan diatur dan ditetapkan kemudian atas persetujuan Para Pihak dan berlaku sebagai adendum atau amandemen yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini. Demikian perjanjian ini diperbuat dan dilangsungkan di Porsea pada hari dan tanggal tersebut di atas yang dibuat rangkap dua dan bermeterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama. PIHAK PERTAMA, PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk.
FIRMAN PURBA Direktur
PIHAK KEDUA, CV. JUNIOR
NELSON HUTAPEA Direktur
Lampiran 10. Contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) Penyaradan (disalin ulang)
PERJANJIAN BORONGAN No. 01 /HB / PB-SKID / XII / 04 Pada hari ini Jumat tanggal 31 (tiga puluh satu) bulan Desember tahun 2004 (dua ribu empat) oleh dan antara: I. Nama : MULIA NAULI Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. -Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari- dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk., berkedudukan di Medan, untuk selanjutnya disebut “PIHAK PERTAMA”; II. Nama
: MANGATAS SILAEN
Pekerjaan : Wiraswasta Alamat :Silaen , Kec. Silaen Kab.Toba Samosir -Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Pemegang kuasa Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan komanditer CV.KASIH IBU,berkedudukan di Silaen Kec.Silaen Kab.Toba Samosir; untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”; Para Pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu: –Bahwa Pihak Pertama berkehendak untuk melakukan kegiatan Skidding (Penarikan) pada sektor Habinsaran di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanama n Industri (HPHTI) milik Pihak Pertama; –Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, Pihak Pertama telah menunjuk Pihak Kedua untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut; Sehubungan dengan itu para pihak dengan ini setuju dan semufakat untuk mengadakan Perjanjian Borongan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 LINGKUP PEKERJAAN
Pihak Kedua dengan ini menerima pekerjaan Skidding dari Pihak Pertama dengan Skidding Mechanical mempergunakan alat berat Skidder, yang akan dipergunakan Pihak Kedua di lokasi kerja Pihak Pertama di sektor yang sesuai dengan fungsi dan kegunaan sepanjang tidak dipergunakan untuk kepentingan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kesusilaan baik, selanjutnya disebut alat: Pihak Kedua pada saat melakukan Skidding (Penarikan) harus memperhatikan: a. b. c. d.
Skidder menarik seluruh kayu yang bisa diproduksi (diameter 5 cm) ke atas. Sewaktu penarikan usahakan jangan menggunakan pisau (blade). Hindarkan menginjak tunggul kayu. Usahakan menarik kayu sampai ke TPn sesuai dengan instruksi pengawas Pihak Pertama. e. Usahakan jalan standart digunakan seefektif mungkin untuk menghindarkan kerusakan tanah seminimal mungkin. f. Tidak menumpuk sampah di pinggir alur sewaktu skidding.
Pasal 2 JANGKA WAKTU 1. Perjanjian ini dilangsungkan Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk jangka waktu terhitung mulai dari tanggal 01 (satu) Januari 2005 (dua ribu lima) sampai dengan tanggal 30 (tiga puluh )Juni 2005 (dua ribu lima). 2. Apabila kedua belah pihak setuju dan mufakat, perjanjian ini dapat diperpanjang kembali. Pasal 3 HARGA PEKERJAAN 1. Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju dan semufakat menentukan harga pekerjaan yang disebut pada pasal 1 di atas sebesar Rp. 16.000.- (enam belas ribu rupiah) per ton. 2. Selama berlangsungnya perjanjian ini, harga pekerjaan sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini tidak dapat dirubah sekalipun terjadi perubahan kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter atau sebab apapun. Perubahan harga sewa alat hanya dapat dilakukan atas pertimbangan Pihak Pertama dan terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Pihak Pertama. 3. Pajak yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini wajib ditanggung dan dibayar/ disetor oleh pihak terhadap siapa menurut peraturan perpajakan yang berlaku diletakkan beban kewajiban kepadanya. Pasal 4 CARA PEMBAYARAN 4. Pembayaran harga pekerjaan akan dilakukan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua dengan cara mentransfer pembayaran atas tagihan Pihak Kedua ke
rekening bank yang ditunjuk Pihak Kedua sebagaimana tertuang dalam lampiran Perjanjian ini, lampiran mana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. 5. Tanggal pentransferan uang pembayaran tagihan Pihak Kedua dianggap sebagai tanggal pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua. 6. Segala akibat yang timbul dari pentransferan sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, Pihak Pertama untuk sekarang dan di kemudian hari dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 5 SYARAT PELAKSANAAN PEKERJAAN 1. Sebelum alat Pihak Kedua beroperasi di lokasi Pihak Pertama, alat Pihak Kedua wajib diperiksa/ diinspeksi oleh petugas Pihak Pertama yang berwenang. 2. Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, tenaga kerja Pihak Kedua harus mematuhi perintah/ petunjuk Pihak Pertama. Tenaga kerja Pihak Kedua mampu untuk menilai dengan akal sehat atas perintah/ petunjuk yang diberikan oleh Pihak Pertama. Apabila menurut penilaian tenaga kerja Pihak Kedua bahwa perintah/petunjuk Pihak Pertama dapat menimbulkan bahaya baik bagi tenaga kerja dan/ atau alat Pihak Kedua maka tenaga kerja Pihak Kedua berhak menolak perintah/ petunjuk Pihak Pertama tersebut. Kelalaian tenaga kerja Pihak Kedua untuk menggunakan hak tersebut maka segala resiko yang timbul terhadap tenaga kerja dan atau alat Pihak Kedua menjadi beban tanggung jawab Pihak Kedua sepenuhnya. 3. Pihak Pertama akan melaksanakan pemeriksaan atas penggunaan alat setiap harinya. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan dibuat Berita Acara (Time Work Sheet) kemudian ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan laporan VRA yang menunjukkan jam kerja alat yang definitif. Kelalaian Pihak Kedua untuk mengikuti pemeriksaan tersebut dianggap Pihak Kedua menerima pemeriksaan yang dilakukan Pihak Pertama. 4. Setiap tenaga kerja Pihak Kedua harus memakai pakaian seragam yang sopan dan pantas, Pakaian seragam harus menunjukkan dengan jelas nama dan/ atau logo/ merk perusahaan serta nama tenaga kerjanya. Pasal 6 TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK 1. Pihak Pertama bertanggung jawab untuk: a. Melaksanakan pembayaran atas pekerjaan Pihak Kedua sesuai ketentuan perjanjian ini. b.Menggunakan alat sesuai dengan lingkup perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 1 perjanjian ini.
c. Menunjukkan wakil Pihak Pertama yang berwenang mewakili Pihak Pertama di lapangan. 2. Pihak Kedua bertanggung jawab untuk: a. Menyediakan alat yang dalam kondisi baik serta siap pakai untuk disewakan kepada Pihak Pertama. b.Menyediakan minimal 2 (dua) orang operator per unit, mekanik dan helper serta tenaga kerja lain yang berpengalaman termasuk penjaga malam untuk pelaksanaan sewa selama 24 (dua puluh empat) jam sehari. c. Menyediakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi alat Pihak Kedua. Untuk penggunaan BBM dari Pihak Pertama, maka Pihak Pertama akan mengklaim Pihak Kedua untuk penggunaan BBM tersebut. Klaim mana harus dibayar kepada Pihak Pertama secara seketika dan sekaligus lunas ataupun akan dikompensasikan dengan pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua apabila masih mencukupi. d.Melengkapi setiap unit alat sewa dengan persediaan satu unit alat yang disimpan di lokasi kerja. e. Melengkapi setiap unit alat sewa dengan panel komputer yang berfungsi baik menunjukkan hour meter dari mesin yang berjalan. f. Pemeliharaan (maintanance) atas alat harus dilakukan di lokasi kerja Pihak Pertama. Apabila ada alat yang rusak dapat segera diperbaiki Pihak Kedua. g.Menjamin dan menanggung Pihak Pertama bahwa alat adalah milik sah Pihak Kedua atau diperoleh Pihak Kedua secara sah sehingga nantinya Pihak Pertama tidak akan mendapat gugatan dalam bentuk apa pun dari Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang menyatakan berhak atau turut memiliki hak atas alat Pihak Kedua. h.Bertanggung jawab atas segala resiko yang timbul akibat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. i. Mengasuransikan alat Pihak Kedua dari segala akibat (all risk insurance). Segala kerugian yang timbul akibat tidak diasuransikannya alat Pihak Kedua, Pihak Pertama untuk sekarang dan kemudian hari dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan. j. Menggantikan alat dengan jenis yang sama atas permintaan Pihak Pertama dalam hal alat Pihak Kedua sering mengalami kerusakan dan/ atau tidak layak lagi untuk beroperasi. k.Menunjukkan wakil Pihak Kedua yang berwenang mewakili Pihak Kedua di lapangan. l. Bersama dengan tenaga kerja Pihak Kedua mematuhi tata tertib yang berlaku di lokasi kerja Pihak Pertama. m. Segala hak dari tenaga kerja Pihak Kedua terutama mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan asuransi tenaga kerja lain yang diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. n.Segala masalah dari tenaga kerja Pihak Kedua dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua, tenaga kerja Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada penyelesaian hingga tuntas masalah tenaga kerja Pihak Kedua yang mengalami kecelakaan kerja sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian ini.
o.Membayar ganti kerugian atas segala tindakan yang dilakukan Pihak Kedua dan atau tenaga kerja Pihak Kedua yang baik karena disengaja ataupun karena kelalaian merugikan Pihak Pertama dan atau Pihak Ketiga. p.Memberikan uang makan, upah dan pemondokan bagi tenaga kerja Pihak Kedua. q.Menjaga keamanan dari alat Pihak Kedua dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan yang timbul akibat kelalaian Pihak Pihak Kedua menjaga keamanan tersebut. r. Segala perijinan dan biaya alat yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini menjadi tanggungan Pihak Kedua sepenuhnya, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada biaya oli, biaya service, biaya perbaikan dan penggantian suku cadang alat Pihak Kedua. s. Menggantikan tenaga kerja atas permintaan Pihak Pertama dalam hal tenaga kerja Pihak Kedua tidak mematuhi tata tertib Pihak Pertama (indisipliner), sering sakit/ mangkir, berbuat tindak pidana ataupun alasan lain dari Pihak Pertama. Pasal 7 SANKSI BAGI PIHAK KEDUA 1. Pihak Pertama berhak untuk membatalkan dan mengakhiri perjanjian secara sepihak dalam hal ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan terjadinya tindak pidana dalam pelaksanaan perjanjian ini, dan hal ini Pihak Kedua harus membayar kepada Pihak Pertama segala kerugian Pihak Pertama yang timbul akibat terjadi tindak pidana tersebut dengan cara dikompensasikan dengan pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua apabila masih mencukupi. Pihak Pertama dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun juga dari Pihak Kedau dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan atas pengenaan sanksi tersebut. 2. Pengertian tindak pidana pada ketentuan ayat 1 pasal ini adalah penggelapan, penipuan, bersekongkol dengan karyawan/ karyawati Pihak Pertama, penyuapan uang atau dalam bentuk lain kepada karyawan/ karyawati Pihak Pertama, atau tindakan lain yang dapat disamakan dengan korupsi dalam arti hukum. Pihak Pertama akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini apabila setelah melalui investigasi yang dilakukan Pihak Pertama ditemukan bukti-bukti yang kuat atas pelaksanaan tindak pidana oleh Pihak Kedua. Pasal 8 PEMBATALAN PERJANJIAN 1. Pihak Pertama berhak untuk membatalkan dan mengakhiri perjanjian ini secara sepihak tanpa perlu dibuktikan lagi dan tanpa gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, dalam hal:
a. Pihak Kedua tidak mematuhi ketentuan perjanjian ini. b.Alat Pihak Kedua belum diterima Pihak Pertama dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak ditanda tanganinya perjanjian ini. c. Alat Pihak Kedua sering mengalami kerusakan sehingga Pihak Pertama tidak dapat menggunakan alat secara optimal. d.Pihak Kedua dan atau tenaga kerja Pihak Kedua berbuat tindak pidana. e. Alasan lain dari Pihak Pertama. 2. Dengan berakhirnya perjanjian ini sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, sebelumnya Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan saling mengadakan pembebasan dan perhitungan selesai (Acquit et decharge). 3. Dengan berakhirnya perjanjian ini sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju dan semufakat untuk mengenyampingkan ketentuan pasal 1266 dan 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Pasal 9 PENARIKAN ALAT Dengan berakhirnya perjanjian ini, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 1 ayat 1 perjanjian ini dan tidak diperpanjang lagi maupun karena terjadi pembatalan perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 8 perjanjian ini, maka Pihak Kedua harus mentaati batas waktu yang ditetapkan Pihak Pertama untuk menarik alat dan membubarkan/ memulangkan tenaga kerja Pihak Kedua dari lokasi kerja Pihak Pertama.
Pasal 10 FORCE MAJEURE 1. Penyimpangan dari ketentuan perjanjian ini hanya berlaku dalam keadaan force majeure yang tidak terbatas pada keadaan gempa bumi, banjir, angin topan (badai), epidemi, pemogokan, pemberontakan, huru-hara, peperangan dan suatu keadaan lain yang di luar kekuasaan para pihak untukl mengatasinya. 2. Keadaan force majeure harus dilaporkan pihak yang mengalami kepada pihak lain dalam tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam. Kelalaian mana dianggap force majeure tidak mempengaruhi pelaksanaan perjanjian ini terkecuali dapat dibuktikan bahwa pemberitahuan kepada pihak lain dalam tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam juga berada di luar kekuasaan pihak yang mengalami. 3. Karena keadaan force majeure ini, pihak yang mengalami tidak dapat dipersalahkan dan karenanya harus dilindungi dan tidak dapat digugat dalam bentuk apa pun baik di dalam maupun di luar pengadilan oleh pihak lain yang menderita kerugian. 4. Apabila force majeure berlangsung secara terus menerus selama lebih dari 45 (empat puluh lima) hari, Pihak Pertama dan Pihak Kedua atas persetujuan bersama dapat mengakhiri perjanjian ini dengan terlebih dahulu mengadakan pembebasan dan perhitungan selesai. Acquit et decharge).
Pasal 11 ADDENDUM Hal-hal yang belum cukup diatur dalam perjanjian ini akan ditetapkan kemudian atas persetujuan bersama kedua belah pihak yang berlaku sebagai addendum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 12 DOMISILI HUKUM 1. Segala perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini, Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan menyelesaikan secara musyawarah. 2. Apabila perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak terselesaikan secara musyawarah, Pihak Pertama dan Pihak Kedua memilih domisili hukum yang umum dan tidak berubah di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Medan. Demikian perjanjian ini diperbuat dan dilangsungkan di Porsea pada hari dan tanggal tersebut di atas yang dibuat rangkap dua dan bermeterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
PIHAK PERTAMA, PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk.
MULIA NAULI Direktur
PIHAK KEDUA, CV. KASH IBU
MANGATAS SILAEN Direktur
Lampiran 11. Contoh Surat Perjanjian kerja (SPK) Pemuatan (disalin ulang)
PERJANJIAN BORONGAN No. 04 /HB/ PB-LOAD /II / 05 Pada hari ini, Senin tanggal 14 ( empat belas) bulan Februari 2005 (dua ribu lima ) oleh dan antara: I. Nama : MULIA NAULI Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. -Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari- dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk., berkedudukan di Medan, untuk selanjutnya disebut “PIHAK PERTAMA”; II. Nama : EDWARD NAPITUPULU
Pekerjaan : Wiraswasta Alamat :Desa Napitupulu Parsambilan Kec. Silaen, Kab.Toba Samosir KTP : 00197/2021/06/TS/2004 -Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku Direktur dari dan dengan demikian untuk dan atas nama perseroan komanditer CV. KANDIDAT UNIVERSAL berkedudukan di Balige Kab. Toba Samosir untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”; Para Pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu: –Bahwa Pihak Pertama berkehendak untuk melakukan kegiatan Loading (memuat kayu ke atas alat angkut) pada sektor Habinsaran di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) milik Pihak Pertama;
–Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, Pihak Pertama telah menunjuk Pihak Kedua untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut; Sehubungan dengan itu para pihak dengan ini setuju dan semufakat untuk mengadakan Perjanjian Borongan dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 LINGKUP PEKERJAAN Pihak Kedua dengan ini menerima pekerjaan Loading dari Pihak Pertama dengan cara loading mechanical mempergunakan alat berat Excavator Kobelco yang akan dipergunakan Pihak Kedua di lokasi kerja Pihak Pertama di sektor yang sesuai dengan fungsi dan kegunaan sepanjang tidak dipergunakan untuk kepentingan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kesusilaan baik, selanjutnya disebut alat:
Pasal 2 JANGKA WAKTU 1. Perjanjian ini dilangsungkan Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk jangka waktu terhitung mulai dari tanggal 15 (lima belas ) Februari 2005 (dua ribu lima ) sampai dengan tanggal 30 (tiga puluh) Juni 2005 (dua ribu lima) apabila kedua belah pihak setuju dan mufakat, perjanjian ini dapat diperpanjang kembali. Pasal 3 HARGA PEKERJAAN 1. Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju dan semufakat menentukan harga pekerjaan yang disebut pada pasal 1 di atas sebesar Rp. 7.500.- (tujuh ribu lima ratus rupiah) per ton. 2. Selama berlangsungnya perjanjian ini, harga pekerjaan sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini tidak dapat dirubah sekalipun terjadi perubahan kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter atau sebab apapun. Perubahan harga sewa alat hanya dapat dilakukan atas pertimbangan Pihak Pertama dan terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Pihak Pertama. 3. Pajak yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini wajib ditanggung dan dibayar/ disetor oleh pihak terhadap siapa menurut peraturan perpajakan yang berlaku diletakkan beban kewajiban kepadanya. 4. Pembayaran harga pekerjaan dilakukan Pihak Kedua kepada Pihak Pertama selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah kwitansi penagihan diterima dan dinyatakan benar oleh Pihak Kedua.
Pasal 4 CARA PEMBAYARAN 1. Pembayaran harga pekerjaan akan dilakukan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua dengan cara mentransfer pembayaran atas tagihan Pihak Kedua ke rekening bank yang ditunjuk Pihak Kedua sebagaimana tertuang dalam lampiran Perjanjian ini, lampiran mana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. 2. Tanggal pentransferan uang pembayaran tagihan Pihak Kedua dianggap sebagai tanggal pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua. 3. Segala akibat yang timbul dari pentransferan sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, Pihak Pertama untuk sekarang dan di kemudian hari dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 5 SYARAT PELAKSANAAN PEKERJAAN 1. Sebelum alat Pihak Kedua beroperasi di lokasi Pihak Pertama, alat Pihak Kedua wajib diperiksa/ diinspeksi oleh petugas Pihak Pertama yang berwenang. 2. Dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, tenaga kerja Pihak Kedua harus mematuhi perintah/ petunjuk Pihak Pertama. Tenaga kerja Pihak Kedua mampu untuk menilai dengan akal sehat atas perintah/ petunjuk yang diberikan oleh Pihak Pertama. Apabila menurut penilaian tenaga kerja Pihak Kedua bahwa perintah/petunjuk Pihak Pertama dapat menimbulkan bahaya baik bagi tenaga kerja dan/ atau alat Pihak Kedua maka tenaga kerja Pihak Kedua berhak menolak perintah/ petunjuk Pihak Pertama tersebut. Kelalaian tenaga kerja Pihak Kedua untuk menggunakan hak tersebut maka segala resiko yang timbul terhadap tenaga kerja dan atau alat Pihak Kedua menjadi beban tanggung jawab Pihak Kedua sepenuhnya. 3. Pihak Pertama akan melaksanakan pemeriksaan atas penggunaan alat setiap harinya. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan dibuat Berita Acara (Time Work Sheet) kemudian ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan laporan VRA yang menunjukkan jam kerja alat yang definitif. Kelalaian Pihak Kedua untuk mengikuti pemeriksaan tersebut dianggap Pihak Kedua menerima pemeriksaan yang dilakukan Pihak Pertama. 4. Setiap tenaga kerja Pihak Kedua harus memakai pakaian seragam yang sopan dan pantas, Pakaian seragam harus menunjukkan dengan jelas nama dan/ atau logo/ merk perusahaan serta nama tenaga kerjanya.
Pasal 6 TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK 1. Pihak Pertama bertanggung jawab untuk: a. Melaksanakan pembayaran atas pekerjaan Pihak Kedua sesuai ketentuan perjanjian ini. b. Menggunakan alat sesuai dengan lingkup perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 1 perjanjian ini. c. Menunjukkan wakil Pihak Pertama yang berwenang mewakili Pihak Pertama di lapangan. d. Pihak Kedua bertanggung jawab untuk: 2.Menyediakan alat yang dalam kondisi baik serta siap pakai untuk disewakan kepada Pihak Pertama. 3.Menyediakan minimal 2 (dua) orang operator per unit, mekanik dan helper serta tenaga kerja lain yang berpengalaman termasuk penjaga malam untuk pelaksanaan sewa selama 24 (dua puluh empat) jam sehari. 4. Menyediakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi alat Pihak Kedua. Untuk penggunaan BBM dari Pihak Pertama, maka Pihak Pertama akan mengklaim Pihak Kedua untuk penggunaan BBM tersebut. Klaim mana harus dibayar kepada Pihak Pertama secara seketika dan sekaligus lunas ataupun akan dikompensasikan dengan pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua apabila masih mencukupi. 5. Melengkapi setiap unit alat sewa dengan persediaan satu unit alat yang disimpan di lokasi kerja. 6. Melengkapi setiap unit alat sewa dengan panel komputer yang berfungsi baik menunjukkan hour meter dari mesin yang berjalan. 7. Pemeliharaan (maintanance) atas alat harus dilakukan di lokasi kerja Pihak Pertama. Apabila ada alat yang rusak dapat segera diperbaiki Pihak Kedua. 8. Menjamin dan menanggung Pihak Pertama bahwa alat adalah milik sah Pihak Kedua atau diperoleh Pihak Kedua secara sah sehingga nantinya Pihak Pertama tidak akan mendapat gugatan dalam bentuk apa pun dari Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang menyatakan berhak atau turut memiliki hak atas alat Pihak Kedua. 9. Bertanggung jawab atas segala resiko yang timbul akibat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. 10. Mengasuransikan alat Pihak Kedua dari segala akibat (all risk insurance). Segala kerugian yang timbul akibat tidak diasuransikannya alat Pihak Kedua, Pihak Pertama untuk sekarang dan kemudian hari dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan. 11. Menggantikan alat dengan jenis yang sama atas permintaan Pihak Pertama dalam hal alat Pihak Kedua sering mengalami kerusakan dan/ atau tidak layak lagi untuk beroperasi. 12. Menunjukkan wakil Pihak Kedua yang berwenang mewakili Pihak Kedua di lapangan. 13. Bersama dengan tenaga kerja Pihak Kedua mematuhi tata tertib yang berlaku di lokasi kerja Pihak Pertama
14. Segala hak dari tenaga kerja Pihak Kedua terutama mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan asuransi tenaga kerja lain yang diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 15. Segala masalah dari tenaga kerja Pihak Kedua dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua, tenaga kerja Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada penyelesaian hingga tuntas masalah tenaga kerja Pihak Kedua yang mengalami kecelakaan kerja sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian ini. 16. Membayar ganti kerugian atas segala tindakan yang dilakukan Pihak Kedua dan atau tenaga kerja Pihak Kedua yang baik karena disengaja ataupun karena kelalaian merugikan Pihak Pertama dan atau Pihak Ketiga. 17. Memberikan uang makan, upah dan pemondokan bagi tenaga kerja Pihak Kedua. 18. Menjaga keamanan dari alat Pihak Kedua dan membebaskan Pihak Pertama dari gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan yang timbul akibat kelalaian Pihak Pihak Kedua menjaga keamanan tersebut. 19. Segala perijinan dan biaya alat yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini menjadi tanggungan Pihak Kedua sepenuhnya, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada biaya oli, biaya service, biaya perbaikan dan penggantian suku cadang alat Pihak Kedua. 20. Menggantikan tenaga kerja atas permintaan Pihak Pertama dalam hal tenaga kerja Pihak Kedua tidak mematuhi tata tertib Pihak Pertama (indisipliner), sering sakit/ mangkir, berbuat tindak pidana ataupun alasan lain dari Pihak Pertama. Pasal 7 SANKSI BAGI PIHAK KEDUA 1. Pihak Pertama berhak untuk membatalkan dan mengakhiri perjanjian secara sepihak dalam hal ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan terjadinya tindak pidana dalam pelaksanaan perjanjian ini, dan hal ini Pihak Kedua harus membayar kepada Pihak Pertama segala kerugian Pihak Pertama yang timbul akibat terjadi tindak pidana tersebut dengan cara dikompensasikan dengan pembayaran Pihak Pertama kepada Pihak Kedua apabila masih mencukupi. Pihak Pertama dibebaskan dari gugatan dalam bentuk apapun juga dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan atas pengenaan sanksi tersebut. 2. Pengertian tindak pidana pada ketentuan ayat 1 pasal ini adalah penggelapan, penipuan, bersekongkol dengan karyawan/ karyawati Pihak Pertama, penyuapan uang atau dalam bentuk lain kepada karyawan/ karyawati Pihak Pertama, atau tindakan lain yang dapat disamakan dengan korupsi dalam arti hukum. Pihak Pertama akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini apabila setelah melalui investigasi yang dilakukan Pihak Pertama ditemukan bukti-bukti yang kuat atas pelaksanaan tindak pidana oleh Pihak Kedua.
Pasal 8 PEMBATALAN PERJANJIAN 1.Pihak Pertama berhak untuk membatalkan dan mengakhiri perjanjian ini secara sepihak tanpa perlu dibuktikan lagi dan tanpa gugatan dalam bentuk apapun dari Pihak Kedua dan atau Pihak Ketiga baik di dalam maupun di luar pengadilan, dalam hal: f. Pihak Kedua tidak mematuhi ketentuan perjanjian ini. g. Alat Pihak Kedua belum diterima Pihak Pertama dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak ditanda tanganinya perjanjian ini. h. Alat Pihak Kedua sering mengalami kerusakan sehingga Pihak Pertama tidak dapat menggunakan alat secara optimal. i. Pihak Kedua dan atau tenaga kerja Pihak Kedua berbuat tindak pidana. j. Alasan lain dari Pihak Pertama. 4. Dengan berakhirnya perjanjian ini sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, sebelumnya Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan saling mengadakan pembebasan dan perhitungan selesai (Acquit et decharge). 5. Dengan berakhirnya perjanjian ini sebagaimana diatur pada ketentuan ayat 1 pasal ini, Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling setuju dan semufakat untuk mengenyampingkan ketentuan pasal 1266 dan 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Pasal 9 PENARIKAN ALAT
Dengan berakhirnya perjanjian ini, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 2 ayat 1 perjanjian ini dan tidak diperpanjang lagi maupun karena terjadi pembatalan perjanjian sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 8 perjanjian ini, maka Pihak Kedua harus mentaati batas waktu yang ditetapkan Pihak Pertama untuk menarik alat dan membubarkan/ memulangkan tenaga kerja Pihak Kedua dari lokasi kerja Pihak Pertama. Pasal 10 FORCE MAJEURE 1 Penyimpangan dari ketentuan perjanjian ini hanya berlaku dalam keadaan force majeure yang tidak terbatas pada keadaan gempa bumi, banjir, angin topan (badai), epidemi, pemogokan, pemberontakan, huru-hara, peperangan dan suatu keadaan lain yang di luar kekuasaan para pihak untuk mengatasinya. 3. Keadaan force majeure harus dilaporkan pihak yang mengalami kepada pihak lain dalam tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam. Kelalaian mana dianggap force majeure tidak mempengaruhi pelaksanaan perjanjian ini terkecuali dapat dibuktikan bahwa pemberitahuan kepada pihak lain dalam tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam juga berada di luar kekuasaan pihak yang mengalami.
4. Karena keadaan force majeure ini, pihak yang mengalami tidak dapat dipersalahkan dan karenanya harus dilindungi dan tidak dapat digugat dalam bentuk apa pun baik di dalam maupun di luar pengadilan oleh pihak lain yang menderita kerugian. 5. Apabila force majeure berlangsung secara terus menerus selama lebih dari 45 (empat puluh lima) hari, Pihak Pertama dan Pihak Kedua atas persetujuan bersama dapat mengakhiri perjanjian ini dengan terlebih dahulu mengadakan pembebasan dan perhitungan selesai. Acquit et decharge). Pasal 11 ADDENDUM Hal-hal yang belum cukup diatur dalam perjanjian ini akan ditetapkan kemudian atas persetujuan bersama kedua belah pihak yang berlaku sebagai addendum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini Pasal 12 DOMISILI HUKUM 1. Segala perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini, Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan menyelesaikan secara musyawarah. 2. Apabila perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua tidak terselesaikan secara musyawarah, Pihak Pertama dan Pihak Kedua memilih domisili hukum yang umum dan tidak berubah di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Medan. Demikian perjanjian ini diperbuat dan dilangsungkan di Porsea pada hari dan tanggal tersebut di atas yang dibuat rangkap dua dan bermeterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
PIHAK PERTAMA PT. TOBA LESTARI
PIHAK KEDUA CV. KANDIDAT UUNIVERSAL
MULIA NAULI
EDWARD NAPITUPULU
Direktur
Direktur
Lampiran 12. Daftar Isian Pemahaman Mitra Akan Kegiatan Penebangan (disalin ulang) 1. Tanggal Pelaksanaan (tgl/bln/thn) :
5. Sektor
2. Estate
:
6. Compartemen No :
3. Nama/Mitra/Kontraktor
:
7. Stand No
:
8. Coupe No
:
4. Luas Penebangan (peta lokasi penebangan terlampir ) : No
Uraian Kegiatan
1
Mengerti sampai dimana batas lokasi penebangan yang akan dikerjakan yang digambarkan dalam peta kerja yang telah ditetapkan ileh perusahaan. Baik di dalam peta maupun di lapangan Mengerti di dalam tampilan peta kerja maupun di lapnagan tempat-tempat kawasan hutan lindung (sempadan sungai, kawasan konservasi plasma nutfah, areal sumberdaya genetic, permanent sam,ple plot), water reservoir. Mengerti akan tanda-tanda jalur skidding track di peta dan di lapanagn dan membuat jalur skidding track tersebut seperti yang telah ditetapkan, dan seluruh kegiatan penebangan yang telah diuraikan dalam microplanning dan peta Mengerti dan tidak menebang pohon-pohon
2
3
4
Pemahaman (√) Mengerti Tidak mengerti
:
Paraf
Keterangan
5
6
yang diberi tanda sebagai batas penebangan dengan kawasan lindung. Mengerti dan paham akan isi papan himbauan dan larangan disekitar areal penebangan serta memeliharanya Mengerti dan paham serta akan melakuakn penebangan kayu eucalyptus sesuai dengan SOP Eucalyptus Harvesting
Note : catatan nama dan pejabat karyawan kontraktor yang ditugaskan dibelakang halaman format ini. Saran/tindakan perbaikan:
Mitra diberikan kewenangan (otorisasi) untuk melakukan penebangan dengan pertimbangan: ο Yes
ο No
Disetujui oleh:
Dibuat oleh:
Sector Departemen Head
Section Head harvesting
Lampiran 13. Surat Perintah Tugas (disalin ulang)
SURAT PERINTAH TUGAS SECTOR:________________ Kepada Yth.
Dari
Hal
: Contractor Harvesting Bapak / Ibu ________ di – Tempat : _____________________ ( Harvesting Section Head) : Perintah Tugas Kerja
Dengan hormat, Sebagai persyaratan dan kesepakatan Kontrak Kerja maka dengan ini kami memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Kegiatan :_____________ 5. Tenaga Peralatan 2. Lokasi : 5.1 Tenaga dan Operator : 2.1 Estate :_____________ 5.2 Jumlah Chainsaw : 2.2 Rd : 5.3 Skidding : 2.3 :_____________ 5.4 Excavator : Compartment :_____________ 6. Pelaksanaan 2.4 Stand 6.1 Lama :
3. Luas (Ha) 4. Volume (M3)
:_____________ :_____________
6.2 Tanggal Mulai 6.3 Tanggal Selesai
: :
Maka dengan pemberitahuan tersebut di atas, diinstruksikan dengan jelas batas waktu penyelesaian pekerjaan. Keterangan tambahan: 1. Tidak ada pemberian lokasi baru apabila stand tersebut di atas belum selesai. 2. Semua pekerjaan / kegiatan harus mengikuti Standard Operational Procedure (SOP) yang tercantum dan yang telah disepakati di dalam kontrak kerja dengan perusahaan. 3. Setiap kontraktor yang harus menyelesaikan pekerjaan tidak boleh lebih dari batas waktu yang ditentukan. 4. Peta lokasi yang akan dikerjakan terlampir.
Dibuat Oleh:
Diperiksa Oleh:
( __________ / __________ ) Planning TL / Harvesting TL
Disetujui Oleh:
( ___________________ ) Sector Dept. Head Tanggal :
/
/
( __________________ ) Harvesting Section Head
Diterima Oleh:
( ________________ ) Kontraktor Tanggal:
/
/
Lampiran 14. Tally Sheet Quality Felling& Stacking (disalin ulang) PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk. HARVESTING DEPARTEMEN TALLY SHEET QUALITY FELLING & STACKING Sektor : Kontraktor : Estate : Sub Kontraktor : Compartemen No : Tanggal Skidding : Stand No : Tanggal Diloading : Coupe Number : Tanggal Pemeriksaan : Kami tim yang bertanda tangan di bawah ini bertugas melihat, memeriksa dan menjelaskan, menyatakan dan menetapkan bahwa: No Kriteria Wajib Score Selang Nilai 1 Semua cabang ahrus disusun memotong jalur skidding 2 Semua tumpukan harus pakai galang bawah dan tiang penyangga 4 patok 3 Lebar stack 2 meter dan tinggi 1 meter 4 Panjang kayu 2,2 meter Kriteria wajib harus mempunyai nilai full (maksimum) Kriteria penentu dan kualitas/kelas: 1 Penebangan pertama harus membuka jalur skid track 10 7-10 2 Semua pohon eucalyptus dan tegakan lain harus ditebang 10 7-10 3 Penebangan tidak merusak batas alur 9 6-9 4 Pencabanagn harus rata dengan batang kayu 9 6-9 5 RWA(Rsidual Wood Assesment) keberhasilan areal maksimum 1m3/Ha 8 5-8
Nilai Periksa
6 7 8 9 10 11 12 13
Kayu yang diproduksi berdiameter minimal 5 cm(5 cm setelah dikupas) Bentuj tumpukan membentuk 45% dari jalur skidding/sirip ikan Tinggi tunggak/tunggul maksimum 5 cm dari permukaan tanah Penebangan dimulai dari ujung setiap felling block (2 Ha) Potongan batang harus rata, bagus dan lurus Susunan stack kedua belah sisinya harus rata Jarak antar stack tidak boleh berekatan panjang 2,5 meter Jarak antar tumpukan ke jalur skidding 1 meter Toatal Nilai
8 7 7 7 7 6 6 6 100
5-8 4-7 4-7 4-7 4-7 3-6 3-6 3-6
Tindakan perbaikan atas kekurangan yang ditemukan saat pemeriksaan
Excellent= 91-100
Good = 81-90
Disetuhui Oleh: Oleh:
Average = 71-80
Bad = 61-70
Diperiksa Oleh :
(Sektor Manager)
Notavoilabel < 60 Dibuat/dilapor
(Spt. Harvesting/Palnt Sect./Env. Sect.)
(Supv.Harvesting)
Lampiran 15. Tally Sheet Serah Terima Areal dan Pindah Lokasi (disalin ulang) Sektor Estate Compartement No. Stand No. Coupe No.
: : : : :
Kontraktor Sub Kontraktor Periode Skidding Periode Loading Tanggal Pemeriksaan
: : : : :
YA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Stacking atau tumpukan sudah ditarik dari lapangan ke TPn Tidak ada kayu yang tertinggal di areal (RWA maks 1 m3/ha atau 5 m3/ha Tidak ada galang/bantalan tyertinggal di areal Tiang patok/pancang dan penyangga sudah dicabut Bekas skidding track sudah direhabilitasi Semua pohon eucalyptus dan pohon lain dalam blok tebangh sudah ditebang Cabang dan ranting tidak tertumpuk Kayu yang digunakan sebagai gambanagn harus sudah dibongkar Sampah domestic tidak berserakan di areal camp lapangan Ceceran oil dan minyak ditangani seesuai SOP Kayu yang tumbang ke arealn konservasi sudah ditarik Saluran drainase sudah dilaksanakan (khusus Tele)
Comment / Komentar: • Areal Diterima • Areal Tidak Diterima
= =
TIDAK
Note: Areal yang diterima harus memenuhi criteria ya Tindakan Perbaikan atas kekurangan yang ditemukan saat Pemeriksaan
Serah Terima Areal Tanggal: Note : Tulis N / A (Not Applicable) jika tidak sesuai, khususnya untuk tebangan MTH
Diperiksa Oleh:
Diserahkan Oleh:
____________________ Supv. Harvest/Plan/Env
_____________________ Harvesting Section Head
Diterima Oleh:
Disetujui Oleh
_____________________ Reforestation Sec. Head
_____________________ Sector dept. Head
Lampiran 16. Tally Sheet Data Perhitungan RWA (disalin ulang) Sektor Estate Compartement Stand No Coupe No. Measurement No.
: : : : : :
No
Plot II D P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Plot I D P
V
Nama Kontraktor Sun Kontraktor Tanggal Pengukuran Tim Pengukur
1 2
V
Plot III D P
V
Plot IV D P
V
Plot V D P
V
14 15 16 17 18 19 20 Total Vol Kayu
Note : D: Diameter kayu (cm)
P: Panjang (m)
V: Volume kayu (m3)
Total hasil pengukuran RWA….(m3/Ha) Saran dan tindakan:
Diketahui,
Sector Dept Head
Disetujui,
Harvesting Section Head
Dibuat Oleh,
Sector Planner