JURNAL TEKNIK MESIN INSTITUT TEKNOLOGI PADANG http://ejournal.itp.ac.id/index.php/tmesin/ Vol. 7, No. 1, April 2017
e-ISSN : 2089-4880 p-ISSN : 2089-4880
Degradasi Sifat Optik Material Perovskite Organolead Halida dengan Timbal Ekstraksi dari Kawat Solder Optical Properties Degradation of Organolead Halide Perovskite with Lead Devired from Solder Wire Putri Pratiwi Department of Mechanical Engineering, Institut Teknologi Padang Jl. Gajah Mada Kandis Nanggalo, Padang, Indonesia
Received 17 April 2017; Revised 20 April 2017; Accepted 22 April 2017, Published 29 April 2017 http://dx.doi.10.21063/JTM.2017.V7.50-55 Academic Editor: Asmara Yanto (
[email protected]) *Correspondence should be addressed to
[email protected] Copyright © 2017 P. Pratiwi. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License.
Abstract Organolead halide perovskite material was used as the most common light-harvesting active layer in perovskite solar cell. This material is the most promising material in photovoltaic technology due to its fastest-advancing power conversion efficiency (PCE) to date. The PCE has increased up to 22.1 % only six years after it was discovered in 2009. In our last research, we synthesized and fabricated perovskite solar cell using CH 3NH3PbI (3x)Clx material as light-harvesting active layer. We extract lead from solder wire to produce PbCl2 powder. This powder was used as basic substance for organolead halide perovskite material. CH 3NH3 PbI (3-x)Clx solution produced by reacting CH3NH3 with PbCl2 powder in DMF (Anhydrous N,N-Dhymethilformamide) by using solution based method. Based on device performance characterization, we conclude that solder wire is suitable enough for fabricating perovskite solar cell. They have identical characteristic compared to commercial lead. However, both perovskite solar cell using lead from solder wire and commercial lead’s performance are smaller than published solar cell’s efficiency. Therefore, in this study we investigate that degradation affected perovskite material performance, especially physical appearance and absorbance characteristic. Keywords: Organolead halide, perovskite solar cell, lead, solder wire, degradation
1. Pendahuluan Pencarian sumber energi terbarukan adalah salah satu tantangan paling mendesak terbesar abad ke-21. Salah satu sumber energi alternatif yang sangat berpotensi untuk mengatasi permasalah ini adalah energi matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang sangat melimpah dan ramah lingkungan. Pemanfaatan energi matahari ini sudah dimulai sejak dilakukannya sebuah observasi tentang efek fotovoltaik pada tahun 1977 dan dikenal dengan istilah sel fotovoltaik atau sel surya. Pada tahun 2009, Kojima dkk menemukan sebuah material dengan struktur perovskite yang dapat berfungsi sebagai bahan penyerap foton yang efektif serta dapat berfungsi menghantarkan pembawa muatan © 2017 ITP Press. All rights reserved.
untuk diaplikasikan pada sel surya [1] dan dikenal sebagai perovskite based solar cell (PBSC). Dikembangkan dari DSSC [2], PBSC ini dianggap sebagai “the Next Big Thing” dalam fotovoltaik [3]. Sejak awal ditemukan PBSC berkembang sangat pesat. Pada Agustus 2014, dilaporkan bahwa PCE sebesar 19,3% telah dicapai [4] dan telah meningkat menjadi 22,1% pada awal tahun 2016 [5]. PBSC dengan efisiensi tinggi ini menggunakan gabungan material organik dan inorganik (organometal halide perovskite material) dengan biaya fabrikasi yang relatif rendah. Rumus kimia umum dari senyawa berstruktur perovskite adalah AMX3, dimana A dan M adalah kation dengan ukuran yang sangat berbeda, dan X adalah anion yang berikatan pada
P. Pratiwi/ Jurnal Teknik Mesin – ITP (ISSN: 2089–4880): 7(1) (2017) 50-55
kedua kation tersebut. Biasanya dikenal dua jenis senyawa perovskite yaitu perovskite oksida dan perovskite halida. Sementara, perovskite halida dapat digolongkan menjadi perovskite alkali-halida dan perovskite organometal halida. Perovskite organometal halida terdiri kation A dari material organik dan menggunakan metal M dari golongan 4A (Ge2+, Sn2+, Pb2+, dan Cu2+). Material ini sangat menarik perhatian para peneliti karena memiliki sifat elektronik yang sangat baik dan berpotensi untuk difabrikasi menggunakan temperatur yang rendah. Selain itu, bandgap material perovskite ini dapat diatur dengan penggantian kation dan anion penyusun material ini seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Perovskite organometal halida ini termasuk material yang relatif baru tetapi material sudah dipelajari secara intensif [6-7]. Perovskite organolead halida CH3NH3PbI3-xClx adalah lapisan penyerap cahaya yang digunakan pada penelitian ini. Bahan metal yang digunakan adalah timbal (Pb). Pada umumnya timbal berasal dari bijih timbal (galena). Proses ekstraksinya membutuhkan suhu yang sangat tinggi dan berpotensi menghasilkan uap yang berbahaya sebagai produk sampingannya [8], sehingga bahan baku timbal yang biasa digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan material perovskite ini relatif sulit
51
untuk didapatkan, terutama di Indonesia. Salah satu sumber timbal alternatif dapat ditemukan pada kawat solder. Solder dengan paduan timah dan timbal ini sangat mudah dijumpai dipasaran, termasuk pasaran di Indonesia. Sekitar 95% solder yang terdapat dipasaran merupakan paduan timah dan timbal. Selain itu, material ini memiliki harga yang relatif murah [9].Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan sistesis dan fabrikasi sel surya perovskite menggunakan material CH3NH3PbI(3-x)Clx sebagai material fotoaktif. Pada penelitian tersebut, juga telah dilakukan pengujian performa sel surya dan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan sel surya perovskite komersil (menggunakan PbCl 2 komersil), sehingga dapat disimpulkan bahwa prekursor PbCl2 yang diekstraksi dari kawat solder dapat diaplikasikan pada sel surya perovskite. Namun, dari hasil uji performa tersebut diketahui bahwa nilai efisiensi sel surya perovskite berbasis timbal dari kawat solder dan sel surya perovskite komersil masih sangat kecil. Untuk itu, pada penelitian ini akan dikaji aspek yang mungkin dapat mempengaruhi kecilnya performa sel surya perovskite tersebut. Pada penelitian ini juga akan dilihat perubahan absorbansi dari material organolead halida setelah mengalami degradasi dan menganalisa secara fisis apa yang terjadi saat material tersebut.
Gambar 1. Berbagai variasi kation dan anion pada material perovskite organometal halida [7].
2. Metode Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan Material dasar yang digunakan dalam sintesis material perovskite berbasis timbal dari kawat solder ini adalah Hydroiodic acid (HI) 57%wt
dalam air, methylamine (MA) 33%wt dalam ethanol, lead (II) chloride (PbCl2), anhydrous N,N-Dhymethilformamide (DMF) dibeli dari Sigma Aldrich Singapura, subtrat kaca, copper (II) sulfate pentahydrate (CuSO4.5H2O), nitric acid (HNO3) dari Merck Indonesia, natrium klorida (NaCl) dari Bratachem Indonesia, dan
52
P. Pratiwi/ Jurnal Teknik Mesin – ITP (ISSN: 2089–4880): 7(1) (2017) 50-55
kawat solder Merek Paragon dengan perbandingan timah dan timbal sebanyak 60/40. Sementara itu, peralatan yang digunakan dalam sintesis material perovskite ini adalah magnetic stirrer, gelas beaker, gelas ukur, ultrasonic bath, spatula, pipet, oven pemanas, kertas saring, cawan petri, dan spin coater. Sintesis Material Methylamine iodide atau MAI (CH3NH3 I) digunakan sebagai prekursor untuk mensintesis perovskite CH3NH3PbI(3-x)Clx. MAI diperoleh dengan mereaksikan sebanyak 5 mL larutan hydroiodic acid (HI) dengan 12 mL larutan methylamine dan diaduk selama 1 jam pada suhu ruang. Setelah itu, larutan tersebut dikeringkan dengan oven bertemperatur 100oC selama 12 jam dan akan terbentuk serbuk awal MAI. Sebelum digunakan, serbuk awal MAI ini direkristalisasi dengan menggunakan ethanol sebanyak 20 mL dan kemudian dikeringkan kembali pada oven 60oC selama 24 jam [10]. Sintesis PbCl2 dengan timbal ekstraksi dari kawat solder Kawat solder dibesihkan dengan aceton untuk menghilangkan polimer yang tidak diinginkan, kemudian dilarutkan dalam HNO3 (2 M) pada suhu ruang. Dari reaksi tersebut dihasilkan endapan SnO2 dan larutan Pb(NO3)2
yang selanjutnya dipisahkan menggunakan alat sentrifugal dan penyaringan (filtrasi). Pb(NO3)2 yang berbentuk larutan selanjutnya direaksikan dengan NaCl (2 M) untuk mendapatkan PbCl 2. NaNO3 sebagai produk sampingannya dipisahkan dengan cara mencuci hasil reaksi tersebut menggunakan ethanol 95% sebanyak tiga kali,kemudian dikeringkan pada suhu 85°C selama 12 jam untuk mengasilkan bubuk PbCl2. Sintesis Material Perovskite Larutan perovskite CH3NH3PbI(3x)Clxdidapatkan dengan mencampurkan MAI dan PbCl2, sementara larutan perovskite CH3NH3PbI3 didapatkan dengan mencampurkan MAI dan PbI2 dengan DMF sebagai pelarut dan dilakukan pada suhu ruang. Komposisi MAI, PbCl2, dan DMF yang digunakansesuai dengan yang dilaporkan oleh Snaith dkk [10], untuk mendapatkan larutan perovskite CH3NH3PbI(3x)Clx dengan perbandingan molar ratio antara MAI dan PbCl2 sebesar 3 : 1 dengan konsentrasi MAI dan PbCl2 pada DMF masing-masing 2,64 M dan 0,88 M. Untuk menghasilkan lapisan tipis perovskite, larutan perovskite dideposisi diatas substrat dengan menggunakan teknik spin coating dengan kecepatan 1500 rpm selama 60 detik dan dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur 100°C selama 45 menit.
Gambar 2. Bagan alat karakterisasi UV-Vis
Karakterisasi Material dan Divais Karakterisasi UV-VIS (Ocean Optik HR2000CG-UV-NIR) digunakan untuk mengetahui karakteristik optik yaitu absorbansi dari lapisan material perovskite yang dideposisi.
Karakterisasi sifat optik dilakukan dengan melewatkan sumber cahaya polikromatis (deuterium halogen DH-2000-BAL) pada lapisan yang akan dikarakterisasi, cahaya dengan panjang gelombang terentu akan diserap
P. Pratiwi/ Jurnal Teknik Mesin – ITP (ISSN: 2089–4880): 7(1) (2017) 50-55
dan sisanya akan ditransmisikan dan diolah oleh spektrometerHR2000CG-UV-NIR. Spektrometer ini kemudian akan terhubung dengan komputer yang dilengkapi dengan software spectrasuite yang berfungsi untuk mengekstrak data agar dapat diolah lebih lanjut. Bagan alat karakterisasi UV-VIS dapat dilihat pada Gambar 2. Pada penelitian ini dilakukan dua kali karakterisasi UV-VIS yaitu karakterisasis sesaat setelah material disintesis dan karakterisasi setelah material perovskite mengalami degradasi. Hal ini bertujuan untuk melihat perubahan sifat optik pada material perovskite tersebut setelah mengalami degradasi dan dapat dianalisis akibat yang ditimbulkan dari perubahan sifat optik material ini.
53
sangat higroskopik. Pada saat lapisan perovskite kontak dengan udara dengan kelembaban yang tinggi, H2O yang terdapat di udara tersebut membentuk ikatan yang kuat dengan –NH3 [12]. Terbentuknya ikatan ini dapat menghalangi terjadinya ikatan antara bagian organik (CH3NH3) dan inorganik (PbI6) pada material perovskite. Sehingga struktur perovskite 3D (cubic octahedral) yang diharapkan tidak terbentuk. Pada penelitian ini dilaporkan bahwa lapisan perovskite yang disintesis mengalami degradasi setelah disimpan pada kondisi ambien pada kelembaman relatif (RH) diatas 60% selama 4 hari seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
3. Hasil dan Pembahasan Keberhasilan penggunaaan timbal ekstraksi dari kawat solder sebagai sumber metal pada organometal halida CH3NH3PbI3-xClx yang digunakan sebagai material aktif sel surya perovskite telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya [11]. Pada penelitian tersebut diketahui tampilan serbuk PbCl2 yang terbentuk serupa dengan PbCl2 komersil dan puncakpuncak yang terbentuk pada pola XRD juga telah sesuai dengan referensi JCPDS#26-1150. Pada penelitian tersebut juga dilaporkan keterbentukan dari larutan perovskite yang selanjutnya digunakan dalam fabrikasi sel surya perovskite. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa timbal ekstraksi dari kawat solder dapat digunakan untuk mensintesis material perovskite yang selanjutnya akan digunakan sebagai material penyerap cahaya pada sel surya perovskite. Namun, dari informasi terdapat pada penelitian tersebut diketahui bahwa performasi sel surya perovskite yang dihasilkan masih sangat kecil. Permasalahan stabilitas material perovskite diperkirakan sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi performansi dari sel surya ini. Material perovskite organik-inorganik sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Menurut Zhou dkk, proses sintesis dan fabrikasi perovskite harus berada pada kondisi kelembaban yang rendah (relative humidity (RH)≤ 30%) untuk menghasilkan perovskite dengan struktur dan kemampuan menghantarkan muatan yang baik. Dengan menjaga kelembaban pada RH ≤ 30%, Zhou berhasil menghasilkan divais sel surya dengan efisiensi mencapai 19,3%[4]. Pada kelembaban yang tinggi, material perovskite CH3NH3PbI(3-x)Clx sangat mudah terdegradasi karena bagian organik yang terdapat pada material ini (CH3NH3) bersifat
Gambar 3. (a) Foto lapisan tipis perovskite dengan sumber timbal komersial sebelum (hitam) dan setelah degradasi (kuning), (b) foto lapisan tipis perovskite dengan sumber timbal kawat solder sebelum (hitam) dan setelah degradasi (kuning).
Pada Gambar 3 diketahui bahwa sesaat setelah lapisan perovskite terbentuk lapisan berwarna gelap dan berubah warna menjadi kuning setelah mengalami degradasi. Selain mengalami perubahan warna, lapisan perovskite juga mengalami penurunan kemampuan absorbsi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Sebelum terjadi degradasi lapisan tipis perovskite berwarna hitam dan memiliki kemampuan absorbsi yang sangat baik sampai rentang panjang gelombang sekitar 800 nm. Namun, saat lapisan tipis perovskite ini mengalami degradasi warnanya berubah menjadi kuning dan lapisan ini diketahui mengalami penurunan kemampuan absorbsi, dimana yang awalnya mampu menyerap hingga sekitar 800 nm, saat lapisan mengalami degradasi terjadi penurunan kemampuan absorsi di sekitar panjang gelombang 500 nm.
54
P. Pratiwi/ Jurnal Teknik Mesin – ITP (ISSN: 2089–4880): 7(1) (2017) 50-55
Penurunan kemampuan absorbsi ini tentunya kan memperkecil performa dari sel surya yang difabrikasi, karena material ini akan digunakan sebagai material penyerap cahaya, semakin lebar rentang spektrum yang diserap oleh material tersebut maka semakin baik performa sel surya yang akan dihasilkan. Saat lapisan mengalami degradasi terjadi penurunan kemampuan absorsi di sekitar panjang gelombang 500 nm dan dari literatur diketahui bahwa rentang ini merupakan kemampuan penyerapan lapisan PbI2 [12, 13]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat terjadi degradasi pada lapisan perovskite, terjadi kerusakan ikatan antara bagian organik dan inorganiknya. Perubahan kemampuan absorbsi lapisan perovskite sebelum dan setelah degradasi dapat dilihat pada referensi [13]. 2
500 nm, dan dari literatur diketahui bahwa rentang ini merupakan kemampuan penyerapan lapisan PbI2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat terjadi degradasi pada lapisan perovskite, terjadi kerusakan ikatan antara bagian organik dan inorganiknya, dan setelah mengalami degradasi material tidak layak lagi digunakan sebagai material penyerap cahaya pada sel surya.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih untuk dukungan biaya yang digunakan dalam penelitian ini yang didanai oleh insentif riset SINAS dari Kementrian Riset dan Dikti Tahun Anggaran 2015. Serta kepada bapak Ferry Iskandar yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama melakukan penelitian ini.
Referensi
d)
[1]
1
Intensitas (a.u)
2
c)
1
[2] b)
2 1
a)
[3]
2 1 400
500
600
700
800
900
1000
[4]
Panjang Gelombang (nm) Gambar 4. Spektrum UV-Vis dari lapisan tipis perovskite CH3NH3PbI3-xClx dengan sumber timbal kawat solder a) sebelum degradasi, b) setelah degradasi, dengan sumber timbal komersil c) sebelum degradasi, d) setelah degradasi.
[5]
4. Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi perubahan bentuk fisik (warna) dan kemampuan absorbsi dari material perovskite setelah mengalami degradasi. Sebelum terjadi degradasi lapisan tipis perovskite berwarna hitam dan memiliki kemampuan absorbsi yang sangat baik sampai rentang panjang gelombang sekitar 800 nm. Namun, saat lapisan tipis perovskite ini mengalami degradasi warnanya berubah menjadi kuning dan lapisan ini diketahui mengalami penurunan kemampuan absorbsi, yaitu hanya mampu menyerap sampai rentang
[6]
[7]
A. Kojima, K. Teshima, Y. Shirai, and T. Miyasaka, “Organometal halide perovskites as visible-light sensitizers for photovoltaic cells,” Journal of the American Chemical Society, vol. 131, no. 17, pp. 6050-6051, 2009. P. Docampo, S. Guldin, T. Leijtens, N. K. Noel, U. Steiner, and H. J. Snaith, “Lessons learned: from dye‐sensitized solar cells to all‐solid‐state hybrid devices,” Advanced Materials, vol. 26, no. 24, pp. 4013-4030, 2014. P. V. Kamat, “Quantum dot solar cells. The next big thing in photovoltaics,” The Journal of Physical Chemistry Letters, vol. 4, no. 6, pp. 908-918, 2013. H. Zhou, Q. Chen, G. Li, S. Luo, T.-b. Song, H.-S. Duan, Z. Hong, J. You, Y. Liu, and Y. Yang, “Interface engineering of highly efficient perovskite solar cells,” Science, vol. 345, no. 6196, pp. 542-546, 2014. http://www.nrel.gov/pv/assets/images /efficiency_chart.jpg. diakses 25 Oktober 2016. P. Gao, M. Grätzel, and M. K. Nazeeruddin, “Organohalide lead perovskites for photovoltaic applications,” Energy & Environmental Science, vol. 7, no. 8, pp. 2448-2463, 2014. F. Hao, C. C. Stoumpos, R. P. Chang, and M. G. Kanatzidis, “Anomalous band gap behavior in mixed Sn and Pb perovskites enables broadening of absorption spectrum in solar cells,” Journal of the American Chemical Society, vol. 136, no. 22, pp. 8094-8099, 2014.
P. Pratiwi/ Jurnal Teknik Mesin – ITP (ISSN: 2089–4880): 7(1) (2017) 50-55
[8]
[9] [10]
[11]
[12]
[13]
P.-Y. Chen, J. Qi, M. T. Klug, X. Dang, P. T. Hammond, and A. M. Belcher, “Environmentally responsible fabrication of efficient perovskite solar cells from recycled car batteries,” Energy & Environmental Science, vol. 7, no. 11, pp. 3659-3665, 2014. G. Humpston, and D. M. Jacobson, Principles of soldering: ASM international, 2004. S. D. Stranks, G. E. Eperon, G. Grancini, C. Menelaou, M. J. Alcocer, T. Leijtens, L. M. Herz, A. Petrozza, and H. J. Snaith, “Electron-hole diffusion lengths exceeding 1 micrometer in an organometal trihalide perovskite absorber,” Science, vol. 342, no. 6156, pp. 341-344, 2013. D. Addini M. M, P. Pratiwi, E. Medina D. S, F. A. Permatasari, A. H. Aimon, F.Iskandar, "Studi Awal Fabrikasi Sel Surya Perovskite Berbasis Pb dari Ekstraksi Kawat Solder." J. A. Christians, P. A. Miranda Herrera, and P. V. Kamat, “Transformation of the Excited State and Photovoltaic Efficiency of CH3NH3PbI3 Perovskite upon Controlled Exposure to Humidified Air,” Journal of the American Chemical Society, 2015. H.-S. Ko, J.-W. Lee, and N.-G. Park, “15.76% efficiency perovskite solar cells prepared under high relative humidity: importance of PbI2 morphology in twostep deposition of CH3 NH3PbI3,” Journal of Materials Chemistry A, vol. 3, no. 16, pp. 8808-8815, 2015.
55