DEGRADASI GLISEROL MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO Abstrak Sumber energi alternatif sangat diperlukan seiring terus meningkatnya penggunaan minyak bumi. Salah satu sumber energi yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah berasal dari minyak nabati seperti biodiesel. Namun ke depan pembuatan biodiesel secara besar-besaran akan menimbulkan hasil samping berupa gliserol yang jumlahnya menjadi besar pula. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk meningkatkan nilai tambah pada gliserol yang sekaligus dapat menghasilkan produk – produk lain yang lebih banyak dibutuhkan saat ini. Salah satunya adalah dengan cara degradasi gliserol yang dapat menghasilkan bahan bakar alternatif, seperti syn gas, propana, metana, etana, dll. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh gelombang mikro (daya, waktu) terhadap proses degradasi gliserol dengan parameter konsentrasi produk asetaldehid yang terbentuk dan gliserol yang terkonversi. Serta membandingkan dua jenis katalis terhadap proses degradasi gliserol dengan parameter konsentrasi produk asetaldehid yang terbentuk dan gliserol yang terkonversi. 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mendegradasi gliserol, dari metode yang telah banyak dilakukan, diperlukan keadaan operasi pada suhu tinggi tekanan atmosferik atau pada suhu tinggi tekanan
31
tinggi. Hal ini menandakan bahwa degradasi gliserol ini membutuhkan energi yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut, maka pada penelitian ini digunakan microwave dan katalis padat untuk menghasilkan suhu tinggi yang diperlukan dalam reaksi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh daya dan waktu pada microwave terhadap konsentrasi produk asetaldehid yang terbentuk. Mempelajari pengaruh daya pada microwave terhadap gliserol yang terkonversi. Serta membandingkan pengaruh keasaman katalis terhadap konsentrasi produk asetaldehid yang terbentuk dan gliserol yang terkonversi. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menjadikan gliserol menjadi produk samping yang mempunyai nilai tambah. Sebagai bahan referensi dan informasi pada penulis selanjutnya yang tertarik untuk meneliti degradasi gliserol, terutama yang memanfaatkan gelombang mikro dalam prosesnya. 2. PENELITI TERDAHULU Buhler, et.al. (2002) Buhler melakukan pirolisis gliserol pada suhu 622-748 K, tekanan 25, 35, 45 MPa, dengan waktu reaksi dari 32 sampai dengan 165 detik. Produk dari degradasi gliserol adalah metanol, asetaldehid, propionaldehid, acrolein, allyl alcohol, etanol, formaldehid, karbon monoksida, karbondioksida, dan gas hidrogen. Konversi reaksi antara 0,4 dan 31% . Lili, et.al. (2008) Degradasi gliserol dilakukan pada suhu 330oC pada tekanan atmosferik menggunakan katalis karbon yang diimpregnasi dengan asam silicotungstic.
32
Produk utama yang dihasilkan adalah acrolein. Produk lain diantaranya asetaldehid, hidroksiaseton, propionaldehid, aseton, dan produk yang lain. Tsukuda, et.al (2007) Penelitian dilakukan pada suhu 275oC pada tekanan atmosferik menggunakan katalis padat yang diimpregnasi dengan berbagai macam asam. Katalis padat yang digunakan adalah silika dengan ukuran 3 nm, 6 nm, dan 10 nm. Asam yang digunakan adalah H3PO4, H3BO3, asam pospotungstik (H4SiW12O40.24H2O), asam pospomolibdik (H3PMo12O40.nH2O). Produk yang dihasilkan adalah acrolein, hydroxyacetone, asetaldehid, asam asetat, dan produk lain yang mengandung aseton, propanal, asam propanoic, 2-propen-1-ol, etanol, metanol, dan beberapa produk yang tidak bisa diidentifikasi. Katalis yang terbaik adalah silika 6 nm yang diimpregnasi dengan asam silicotungstic. Watanabe, et.al. (2007) Konversi gliserol dilakukan pada kondisi hot compressed water (573-673K, 25-34.5 MPa) menggunakan sistem batch dan kontinyu menggunakan katalis H2SO4. Selektivitas acrolein 80% diperoleh pada konversi gliserol 90% dengan katalis H2SO4 pada kondisi air superkritis (673 K & 34,5 MPa).
33
1
Gambar 3.6. Skema peralatan penelitian degradasi gliserol Keterangan : 1. Microwave 2. Penampung reaktan 3. Pemanas 4. Termokopel 5. Display termokopel 6. Display termokopel
7. Reaktor kaca 8. Kondenser 9. Water trap glass 10. Ice bath 11. Termokopel
2
Penelitian dimulai dengan menyiapkan larutan gliserol dan air dengan perbandingan massa 2 : 3 dan meletakkan pada tangki penampung. Kemudian, memanaskan pemanas sampai dengan suhu 250 oC. Selanjutnya mengalirkan larutan tadi kedalam pemanas dengan rate tetap. Larutan tersebut, keluar dari pemanas dalam bentuk fasa uap yang kemudian mengalir menuju reaktor. Selanjutnya, menyalakan microwave dengan daya dan waktu sesuai dengan variabel. Produk hasil degradasi, keluar dari reaktor dan dikondensasi dengan kondensor yang kemudian ditampung dalam water trap glass. Proses berjalan secara kontinu. Variabel waktu yang diaplikasikan pada penelitian ini mengindikasikan lama feed diumpankan, sekaligus akumulasi produk yang terbentuk.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pengaruh Daya dan Waktu Terhadap Konsentrasi Produk Asetaldehid yang Terbentuk
Pada penelitian ini metode yang dipakai adalah degradasi katalitik menggunakan microwave berfrekuensi 2,45 GHz. Mingos, et.al. (1966) menyatakan bahwa pada dasarnya penggunaan microwave pada penelitian adalah memanfaatkan efek termal yang dihasilkan oleh gelombang mikro. Efek termal yang diharapkan berupa superheating pada kesatuan molekul-molekul reaktan, dan pencapaian terhadap suhu reaksi yang lebih cepat. Selain itu adanya efek termal dari gelombang mikro yang dapat berupa hot spot sekitar 100-200 oC di atas bulk, dimana hot spot ini diharapkan dapat memicu konversi yang lebih tinggi. Proses yang digunakan pada penelitian ini adalah proses kontinyu dimana waktu mengindikasikan saat produk yang terakumulasi diambil untuk dianalisa. Hasil penelitian pengaruh daya dan waktu terhadap produk yang terbentuk berupa asetaldehid disajikan pada tabel 4.1 dan gambar 4.1.
Tabel 4.1. Konsentrasi produk asetaldehid untuk katalis karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfat P
Waktu ( Menit ) 4
6
8
10
12
300
0,23
0,69
0,91
0,37
1,31
400
0,48
0,32
0,21
0,67
1,91
500
0,54
0,58
0,69
0,14
0,47
600
0,36
1,73
2,31
0,33
0,51
3
% Beart Asetal dehid
2,5 2 4 Menit 1,5
6 Menit
1
8 Menit 10 Menit
0,5
12 Menit
0 0
1 300
4002
5003
6004
Waktu (menit)
Daya ( Watt )
Gambar 4.1. Grafik konsentrasi produk asetaldehid fungsi daya untuk berbagai waktu
Dari gambar 4.1 terlihat bahwa pada waktu 4, 6, dan 8 menit konsentrasi produk asetaldehid yang didapat cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya daya. Namun pada waktu 10 dan 12 menit, konsentrasi asetaldehid yang didapat cenderung menurun seiring dengan bertambahnya daya. Pada waktu 10 dan 12 menit, konsentrasi produk asetaldehid yang terakumulasi mulai menurun pada penggunaan daya 500 dan 600 watt. Hal ini disebabkan semakin tinggi daya yang digunakan, maka suhu dalam reaktor akan semakin meningkat. Akibat dari suhu yang terlampau tinggi, yaitu 500 oC, konsentrasi asetaldehid yang diperoleh semakin menurun. Menurunya asetaldehid ini disebabkan karena asetaldehid terdekomposisi menjadi produk lain. Waktu pada penelitian ini mengindikasikan banyak feed yang diumpankan dan jumlah produk yang terakumulasi. Dalam grafik terlihat bahwa penggunaan daya yang besar untuk waktu yang lama tidak efektif karena menghasilkan konsentrasi asetaldehid yang semakin menurun. Semakin lama waktu dan semakin besar daya, suhu dalam reaktor akan semakin besar, hal ini mengakibatkan kenaikan konsentrasi asetaldehid pada produk yang terakumulasi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Buhler. Menurut Buhler, at.al. (2001) asetaldehid merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari proses degradasi gliserol. Asetaldehid yang terbentuk semakin lama akan semakin besar seiring dengan bertambahnya suhu. Menurut Carberry (2001) pada suhu 500 oC asetaldehid terdekomposisi menjadi CO dan CH4 dengan reaksi sebagai berikut : CH3CHO
CH4 + CO
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa daya dan waktu pada microwave berpengaruh pada konsentrasi produk asetaldehid. Konsentrasi produk asetaldehid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya daya. Konsentrasi produk asetaldehid terbesar diperoleh pada waktu 8 menit dengan daya 600 watt.
4
4.2 Pengaruh Daya Terhadap Konversi Gliserol Pada dasarnya daya berbanding lurus dengan suhu operasi pada reaktor. Semakin tinggi daya maka gelombang mikro yang terserap oleh katalis dalam reaktor semakin besar sehingga menimbulkan panas yang tinggi. Sehingga semakin tinggi daya, maka suhu reaktor akan semakin meningkat. Hasil penelitian pengaruh daya terhadap konversi gliserol disajikan pada tabel 4.2 dan gambar 4.2 berikut : Tabel 4.2. Konversi gliserol menggunakan katalis karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfat pada t = 12 menit
P ( Watt ) 300 400 500 600
Konversi % 73.9 77.99 81.25 85.33
90
% Konversi
85 80 75 70 65 60 0
1 300
2 400 Daya ( Watt )
3 500
4 600
Gambar 4.2. Grafik konversi gliserol fungsi daya
Dari gambar 4.2 terlihat bahwa gliserol yang terkonversi semakin besar seiring dengan bertambahnya daya. Absorpsi gelombang mikro yang semakin besar menyebabkan peningkatan suhu yang tinggi pada reaktan sehingga menyebabkan proses degradasi gliserol menjadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan literatur, yaitu Kapil (2005), menyatakan bahwa konversi gliserol sangat bergantung pada suhu operasi. Semakin tinggi suhu maka gliserol yang terdegradasi pun semakin besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa daya pada microwave berpengaruh pada konversi gliserol. Konversi gliserol meningkat seiring dengan bertambahnya daya. Konversi terbaik didapat pada daya 600 watt yaitu 85 %.
5
4.3 Pengaruh Keasaman Katalis Terhadap Konsentrasi Produk Asetaldehid yang Terbentuk Pada penelitian ini, kami menggunakan 4 daya yakni 300, 400, 500, dan 600 watt serta 2 variabel waktu yang ditetapkan yakni 4 menit dan 6 menit. Katalis yang digunakan adalah karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfat dan karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik. Hasil penelitian pengaruh katalis terhadap produk asetaldehid yang terbentuk disajikan pada tabel 4.3 serta gambar 4.3-1 dan 4.3-2 berikut :
Konsentrasi asetaldehid (%) Waktu (Menit)
Power (Watt)
Katalis C + Asam fosfotungstik
300
0,23
0,58
400
0,48
0,65
500
0,54
0,95
600
0,36
0,89
300
0,69
0,63
400
0,32
0,53
500
0,58
0,22
600
1,73
0,36
4
C + Asam fosfat
6
Konsentrasi asetaldehid (%)
1 0,8
Katalis :
0,6
C + H3PO4
0,4
C+ +As. +H H33PO PW412O40 CC Phospotungstic
0,2 0 0
1 300
2 400
3 500
4 600
Daya ( Watt)
Gambar 4.3-1. Grafik konsentrasi asetaldehid fungsi daya dengan berbagai katalis pada waktu 4 menit
6
Dari gambar 4.3-1 terlihat bahwa pada waktu 4 menit, penggunaan katalis karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik menghasilkan produk asetaldehid yang lebih banyak dari pada katalis karbon yang diasamkan dengan asam fosfat. Penggunaan katalis karbon yang diasamkan dengan asam fosfotungstik pada percobaan menyebabkan suhu meningkat sangat cepat. Peningkatan suhu ini mempengaruhi jumlah produk asetaldehid yang terbentuk. Dari gambar 4.3-1 terlihat peningkatan produk asetaldehid yang terbentuk dengan menggunakan katalis yang diasamkan dengan asam fosfotungstik rata rata mencapai 2 hingga 3 kali lipat. Konsentrasi asetaldehid (%)
2 1,6
Katalis :
1,2
CC + H H3PO4 3PO4
0,8
As. CC + H 3PW12O40
0,4
Phospotungstic
0 0
300 1
400 2
500 3
6004
Daya ( Watt)
Gambar 4.3-2. Grafik konsentrasi asetaldehid fungsi daya dengan berbagai katalis pada waktu 6 menit
Dari gambar 4.3-2 terlihat kecendrungan perolehan asetaldehid yang semakin menurun jika menggunakan katalis karbon yang diasamkan dengan asam fosfotungstik. Ini berbeda dengan penggunaan katalis karbon yang diasamkan dengan asam fosfat yang memperoleh produk asetaldehid semakin besar seiring dengan peningkatan daya microwave. Kami mencatat bahwa penggunaan katalis karbon yang diasamkan dengan asam fosfotungstik pada waktu 6 menit ini, menghasilkan suhu yang sangat tinggi pada reaktor, lebih dari 400 o C. Faktor ini lah yang menyebabkan turunnya kandungan asetaldehid pada produk karena pada suhu 500 oC asetaldehid terdekomposisi menjadi CO dan CH4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan asam fosfotungstik pada katalis mampu menghasilkan suhu yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan asam fosfat. Suhu ini berpengaruh pada konsentrasi produk asetaldehid. Untuk waktu 4 menit, asetaldehid paling besar didapat pada penggunaan karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik, yaitu sebesar 0,95 % pada daya 500 watt. Untuk waktu 6 menit asetaldehid paling besar didapat pada penggunaan karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfat, yaitu sebesar 1,73 % pada daya 600 watt.
7
4.4 Pengaruh Keasaman Katalis Terhadap Konversi Gliserol Hasil penelitian pengaruh katalis terhadap konversi gliserol disajikan pada tabel 4.4 serta gambar 4.4-1 dan 4.4-2 berikut :
Tabel 4.4. Konversi gliserol terhadap berbagai macam katalis C + Asam fosfotungstik
C + Asam fosfat
%
%
300
76.20
65.92
400
77.66
67.39
500
82.55
73.91
600
91.03
82.39
300
79.95
66.09
400
82.23
68.37
500
86.14
75.54
600
91.68
82.72
t P (mnt) (watt)
4
6
95 90
Konversi (%)
85 80
Katalis :
75
+ H3PO 4 CC + asam phospat CC + asam + H3PW12O40 phospotungstic
70 65 60 0
300 1
400 2
500 3
6004
Daya ( Watt )
Gambar 4.4-1. Grafik konversi gliserol fungsi daya dengan berbagai katalis pada waktu 4 menit Pada gambar 4.4-1 terlihat bahwa kedua katalis menghasilkan konversi gliserol yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya daya. Dari gambar tersebut kita juga dapat
8
melihat bahwa penggunaan asam fosfotungstik sebagai katalis menghasilkan konversi yang lebih besar jika dibandingkan dengan asam fosfat. 95 90
Konversi (%)
85 80
Katalis :
75
+ H3PO C +C asam phospat 4 C +C asam + H3PW12O40 phospotungstic
70 65 60 0
1 300
4002
5003
6004
Daya ( Watt )
Gambar 4.4-2. Grafik konversi gliserol fungsi daya dengan berbagai katalis pada waktu 6 menit Dari gambar 4.4-2 terlihat bahwa kedua katalis menghasilkan hasil konversi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya daya. Namun katalis karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik menghasilkan konversi gliserol yang lebih baik. Dari gambar 4.4-1 dan 4.4-2 terlihat bahwa asam fosfotungstik menghasilkan konversi gliserol yang lebih baik. Penggunaan karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik ini menyebabkan suhu pada reaktor menjadi sangat tinggi. Tingginya suhu reaktor ini yang menyebabkan gliserol yang terdegradasi semakin banyak sehingga konversi gliserol yang didapat semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena asam fosfotungstik mempunyai tingkat keasaman dan kestabilan termal yang tinggi sehingga dapat mempercepat laju reaksi kimia pada suhu yang tinggi. Menurut Kapil (2005) tingkat keasaman pada katalis mempunyai peran yang penting dalam konversi gliserol. Konversi gliserol juga sangat bergantung pada suhu operasi. Semakin tinggi suhu maka gliserol yang terdegradasi pun semakin besar. Tsukada, et.al. (2006) menyatakan bahwa tingkat keasaman berpengaruh pada konversi gliserol. Semakin tinggi tingkat keasaman maka gliserol yang terkonversi juga akan semakin besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan asam fosfotungstik sebagai pengasam katalis ini lebih baik jika dibandingkan dengan asam fosfat, karena penggunaan katalis karbon aktif yang diasamkan dengan asam fosfotungstik menghasilkan konversi gliserol yang tinggi jika dibandingkan dengan asam fosfat. Konversi gliserol yang paling tinggi didapat pada penggunaan asam fosfotungstik sebagai pengasam katalis, pada daya 600 watt, dan waktu 6 menit yaitu sebesar 91,68 %.
9
5. REFERENSI Buhler W, E. Dinjus, H.J.ederer, A. Kruse, C. Mas, (2002), “Ionic reaction and pyrolysis of glycerol as competing reaction pathway in near- and supercritical water”, Journal of Supercritical Fluids, 22, 37-53. Evaluserve, (2005), “Development in Microwave Chemistry”. Fini.A., and A. Breccia, (1999), “Chemistry by Microwaves”, Pure Appl. Chem, Vol. 71, No.4, 573-579. Hirai, T., N. Ikenaga, T. Miyake., and T. Suzuki, (2005), “Production of Hydrogen by Steam Reforming of Glycerin on Ruthenium Catalyst”, Energy and Fuels, 19, 1761-1762. Kapil, D. P., (2005), “Catalytic Conversion of Glycerol to Value-added Liquid Chemicals”, Saskatchewan, Canada. Marin, E.P., W.C. Ketchie, M.Murayama, R.J.Davis, (2007), “Glycerol Hydrogenolysis On Carbon-Supported Ptru And Auru Bimetallic Catalyst”, Journal of Catalyst, 251, 281294. Murata,. K, Takahara. I., Inaba. M., (2007), “Propane Formation By Aqueous-Phase Reforming Of Glycerol Over Pt/H-ZSM5 Catalysts”, Akademiai Kiado, Budapest, 5966. Tsukuda, E., Sato, S., (2006) “Production of Acrolein From Glycerol Over Silica-supported Heteropoly Acids”, Journal of Catalysis Communication 8, 1349 – 1353. Valliyapan.T,N Bakhshi, A.K. Dalai, (2008), ”Pyrolysis Of Glycerol For The Production of Hydrogen or Syngas”, Bioresource Technology, 99, 4476-4483. Watanabe, M. , Iida, T., Aizawa, Y., “Acrolein Synthesis from Glycerol in Hot-Compressed Water”, Bioresource Technology, 98, 1285 – 1290. www.mdpi.net/ecsoc-5/e0017/e0017.htm.