Prosiding 2 Seminar Nasional Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) 2013 “Menciptakan Pembelajaran Bermakna, Kreatif, dan Berkarakter melalui Lesson Study untuk Guru Sabang-Merauke”
Malang 9 November 2013
DEFRAGMENTING BERPIKIR PSEUDO SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH LIMIT FUNGSI Kadek Adi Wibawa, Subanji, Tjang Daniel Chandra Program Studi Pendidikan Matematika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah limit fungsi telah dikaji oleh banyak peneliti, seperti Pons, Valls, & Llinares (2011); Hariyono (2010); Juter (2007); Huillet (2005), namun kajian tersebut belum sampai pada pengkajian proses berpikir siswa ketika memecahkan masalah limit fungsi. Dalam memecahkan suatu masalah kemungkinan siswa mengalami berpikir-Pseudo. Berpkir Pseudo terjadi karena siswa tidak melakukan refleksi terhadap jawaban yang diberikan, sehingga kemungkinan siswa memberikan jawaban yang salah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dikaji restrukturisasi (defragmenting) proses berpikir melalui pemetaan kognitif untuk memperbaiki berpikir Pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terjadinya proses berpikir Pseudo siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi 1) diawali dengan kesalahan siswa dalam membuat asumsi pada saat melakukan proses memahami masalah 2) diakibatkan karena ketidaklengkapan substruktur berpikir siswa dalam proses merencanakan cara penyelesaian. Melalui temuan ini, peneliti melakukan Defragmenting, yaitu meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan 1) bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung 2) konsep yang bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat 3) strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi dan 4) arti dari jawaban yang ditemukan.
Abstract Research on efforts to improve any limit function problem solving has been reviewed by many researchers, such as Pons, Valls & Llinares (2011); Hariyono (2010); Juter (2007); Huillet (2005), but these studies have not reached students’ thinking process while solving problems of limit function. In solving a problem, it is possible that students had thinkingpseudo. Pseudo Thinking happened because students did not reflect before answering, so students give the wrong answer. Hence, in this research, we review restructuring (defragmenting) of the thinking process through cognitive mapping to fix false-pseudo thinking students in solving problems of limit function. From the research, it is found that the process of students’ pseudo thinking in solving problems of limit function: 1) begins with students’ mistakes of making assumptions at the time of the process of understanding the problem 2) caused by the incompleteness of the students’ substructure thinking in the process of planning the solution. Through these findings, researchers do Defragmenting, namely: asking students to recall and explain 1) the shapes formed by the coordinates connected 2) the concept of which can be applied to seek the length of the quadrilateral 3) strategies that can be used to resolve the question of the limit function, and 4) the meaning of the answers found.
Kata kunci: Berpikir Pseudo-salah, Defragmenting, Limit Fungsi, empat langkah Polya.
ISBN:978-602-17187-2-8
721
Beberapa tahun terakhir telah banyak peneliti yang mengkaji tentang upaya meningkatkan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi (Pons, Valls, & Llinares, 2011; Hariyono, 2010; Juter, 2007; Huillet, 2005). Berdasarkan hasil kajian tersebut, diperoleh beberapa temuan, antara lain: siswa kesulitan dalam memahami nilai suatu limit fungsi jika tidak diberikan tabel yang menghubungkan antara domain (daerah asal) dan range (daerah hasil). Siswa masih memberikan jawaban yang salah dalam menentukan nilai suatu limit fungsi aljabar yang mengharuskan adanya manipulasi-manipulasi dalam menyelesaikannya, menyatakan definisi suatu limit fungsi, dan menjelaskan makna dari nilai suatu limit fungsi. Hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 4 SMAN 1 Malang juga menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman siswa mengenai prosedur-prosedur yang harus ia gunakan dalam memecahkan masalah limit fungsi. Hal ini terlihat pada ekspresi siswa ketika diminta mengerjakan soal dengan tipe yang sedikit berbeda, siswa tampak kebingungan untuk memilih prosedur yang harus ia gunakan sehingga guru harus menjelaskan kembali apa yang harus dilakukan siswa agar dapat menyelesaikannya. Kesulitan yang dialami siswa ini disebabkan karena guru kurang memberikan penekanan pada tujuan mengapa prosedur–prosedur pada proses memecahkan masalah limit fungsi dilakukan, seperti: mengapa harus mensubstitusi nilai suatu variabel ke aturan limit fungsi yang diketahui, mengapa harus memfaktorkan, mengalikan sekawan, atau membagi setiap suku dengan variabel tertentu. Keadaan seperti ini di ungkapkan oleh Vinner (1997) sebagai pemecahan masalah-pseudo, suatu keadaan dimana siswa tidak benar-benar menggunakan pikirannya untuk menyelesaikan suatu masalah. Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian suatu situasi yang dihadapi siswa, yang memerlukan solusi baru dan jalan/cara untuk menuju solusi tersebut tidak segera diketahui (Posamentier & Krulik, 1998:1). Dalam hal ini masalah yang diberikan kepada siswa berupa masalah yang bersifat menantang, sehingga siswa merasa tertarik untuk mampu memecahkannya dan menemukan solusinya. Masalah yang diberikan harus sesuai dengan kondisi kognitif siswa, artinya masalah yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa hanya saja solusinya belum segera diketahui. Dalam menyelesaikan masalah, terdapat beberapa kemungkinan jawaban yang terjadi pada siswa. Untuk siswa yang memberikan jawaban benar dan mampu memberikan justifikasi, berarti jawabannya “benar sungguhan”, hal ini sudah wajar. Sebaliknya, siswa yang menunjukkan jawaban benar, tetapi tidak mampu memberikan justifikasi terhadap jawabannya, maka kebenaran jawabannya hanya “kebenaran semu”. Sedangkan siswa yang menunjukkan jawaban salah dan setelah refleksi tetap menghasilkan jawaban salah, berarti 722
proses berpikir siswa tersebut memang “salah sungguhan”. Perilaku lain yang mungkin adalah siswa memberikan jawaban salah, tetapi setelah melakukan refleksi mampu memperbaikinya sehingga menjadi jawaban benar, menurut Vinner (1997) siswa tersebut berada pada posisi berpikir pseudo-salah. Selanjutnya dalam penelitian ini hanya dikaji proses berpikir siswa yang pseudo-salah. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa pseudo-salah akan merugikan siswa, karena sebanarnya siswa mampu menyelesaikan, tetapi karena proses refleksinya tidak maksimal, sehingga jawaban yang dihasilkan masih salah. Selanjutnya restrukturisasi (defragmenting) proses berpikir dikaji berdasarkan peta kognitif (cognitive maps) untuk memperbaiki berpikir pseudo siswa dalam memecahkan masalah. Defragmenting merupakan proses me-restrukturisasi berpikir siswa menjadi struktur berpikir yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman yang mendalam dan dapat memecahkan masalah yang diberikan. Defragmenting dilakukan jika struktur berpikir siswa (seseorang) sudah tampak atau sudah terbentuk namun masih terjadi kesalahan dalam memecahkan masalah yang diberikan. Struktur berpikir siswa akan tampak melalui peta kognitif yang dibuatnya. Melalui peta kognitif inilah peneliti melakukan restrukturisasi (defragmenting) untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang muncul pada proses berpikir siswa. Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah limit fungsi telah dikaji oleh banyak peneliti, seperti Pons, Valls, & Llinares (2011); Hariyono (2010); Juter (2007); Huillet (2005), namun kajian tersebut belum sampai pada pengkajian proses berpikir siswa ketika memecahkan masalah limit fungsi. Dalam penelitian ini akan menjawab bagaimana terjadinya berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi berdasarkan empat langkah Polya dan Bagaimana defragmenting proses berpikir melalui pemetaan kognitif yang dapat memperbaiki berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi.
METODE Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data yang bersifat deskriptif karena menjelaskan tentang proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi dan defragmenting yang dilakukan peneliti untuk memperbaiki berpikir pseudo siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dilakukan pada kondisi yang alamiah (langsung ke sumber data) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Malang pada semester ganjil tahun 2013/2014 pada siswa yang “sudah” mempelajari materi limit fungsi. Dipilihnya siswa yang “sudah” mempelajari materi 723
limit fungsi, karena pada materi limit fungsi siswa sudah diajarkan mengenai pengertian limit fungsi, mencari nilai dari suatu limit fungsi, dan sebagainya sehingga materi tentang limit fungsi masih tersimpan di dalam memori siswa. Subjek yang dipilih sebanyak 3 orang, yaitu siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi. Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data: 1) hasil validasi lembar tugas 2) jawaban siswa sebelum dilakukan defragmenting 3) peta kognitif yang dibuat siswa ketika dilakukan defragmenting 4) jawaban siswa setelah dilakukan defragmenting 5) hasil wawancara dengan siswa (subjek) yang di rekam menggunakan voice recorder dan handycam. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis data model Milles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2011:246-253) yaitu mereduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Instrumen untuk penelitian ini adalah peneliti dan lembar tugas yang telah divalidasi oleh 2 orang dosen atau ahli matematika dan 1 orang guru matematika adalah sebagai berikut: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan lengkap dan benar! 1.
adalah segiempat yang titik sudut-titik sudutnya (
(
(
dan (
.
adalah segiempat yang diperoleh dengan cara menghubungkan titik tengah dari sisisisi segiempat
.
a. Gambarkan kedua segiempat tersebut dalam satu koordinat kartesius! b. Tentukan
dan berikan deskripsi serta alasan terhadap jawaban
Anda!
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendeskripsikan terjadinya berpikir pseudo-salah siswa dan defragmenting yang dilakukan dalam memecahkan masalah limit fungsi. Untuk itu dipaparkan 3 subjek penelitian yang memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu subjek 1 (S1) adalah siswa yang berkemampuan rendah, subjek 2 (S2) siswa yang berkemampuan sedang, dan subjek 3 (S3) siswa yang berkemampuan tinggi. 1. Terjadinya Berpikir Pseudo-salah Siswa dalam Memecahkan Masalah Limit Fungsi dan defragmenting yang Dilakukan a. Subjek 1 (S1): Siswa Berkemampuan Rendah Dalam menghadapi masalah limit fungsi, sebagian struktur masalah sudah dikenal oleh S1. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah yang tidak lengkap, merencanakan masalah tanpa disadari, dan melaksanakan rencana yang diawali 724
dengan asumsi yang salah. S1 menggunakan struktur pengetahuan yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan masalah, meskipun struktur berpikir yang dimiliki tidak lengkap. Adapun jawaban dari S1 dan hasil wawancara antara peneliti dan S1 adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Jawaban S1 sebelum defragmenting P:
apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan?
S1: maksudnya? P:
yaa.. apakah kamu paham ini masalah tentang apa? Apa yang diketahui dan ditanyakan?
S1: Ini masalah tentang limit fungsi, yang diketahui adalah titik sudut-titik sudut segiempat N, dan segiempat M diperoleh dari titik tengah sisi-sisi segiempat N. Yang ditanyakan adalah gambar dari dua segiempat yang diketahui pada koordinat kartesius dan limit di takhingga keliling M dibagi keliling N. P:
apakah kamu punya strategi untuk menyelesaikan masalah ini?
S1: tidak memiliki strategi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Yang saya tahu, saya harus menggambar segiempat N dan M dalam koordinat kartesius, kemudian mencari keliling M dan N. P:
oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?
S1: pertama gambar dalam koordinat kartesius jadi membentuk segiempat N dan segiempat M. Terus menentukan limitnya, dari keliling M per keliling N. Keliling M nya sudut + sudut + sudut + sudut, ehh.. sisi + sisi + sisi + sisi. Sisi yang ini 0,5 (sambil menunjuk setengah panjang sisi segiempat M yang sejajar dengan sumbu y pada diagram kartesius) karena titik sudutnya kan titik tengah segiempat N. sehingga ini 0,5 + 0,5 (menunjuk sisi BC) dan ini -0,5-0,5 (menunjuk sisi AD). Sisi yang ini (sambil menunjuk setengah panjang sisi segiempat M yang sejajar dengan sumbu x pada diagram kartesius). Sehingga ini (menunjuk sisi AB) dan ini ( (menunjuk sisi DC). Jadi, keliling M sama dengan ( (
)
(
). Keliling M sama dengan 0 (nol). Setelah itu mencari keliling N. sisi +
sisi + sisi + sisi. Di peroleh √( ( ( √( √( Ini menggunakan Pythagoras. Jadi, nilai limitnya sama dengan 0, karena 0 √( dibagi berapapun hasilnya tetap 0.
725
Terjadinya proses berpikir pseudo S1 yang pertama diawali dengan kesalahan dalam memahami masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa setengah dari panjang sisi-sisi segiempat M adalah setengah dari panjang titik pangkal ke titik sudut segiempat N, 2) menganggap bahwa panjang sisi segiempat M bertanda negatif. Kedua karena ketidaklengkapan substruktur berpikir S1 dalam merencanakan cara penyelesaian masalah
a2
a6
a4
a1
a3
Perubahan struktur berpikir
d7 d6
z d5
e2
d8
c1 d6
d4
e3 d4
10
d8 e4
d9
d
f1
Struktur berpikir S1 setelah defragmenting
Struktur berpikir S1 sebelum defragmenting
limit fungsi. Sehingga apabila dibuat diagram struktur berpikir S1 adalah sebagai berikut:
Diagram 1. Struktur Berpikir S1 sebelum dan setelah Defragmenting
Bulatan berwarna putih menjelaskan bahwa struktur berpikir S1 sudah sesuai dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti sedangkan bulatan berwarna hijau merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh S1. Bertambahnya struktur berpikir S1 terjadi setelah dilakukan defragmenting oleh peneliti. Adapun defragmenting yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 setelah defragmenting Kode Penjelasan Dfrg 1 Defragmenting 1: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung. Dfrg 2 Defragmenting 2: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat N dan M. Dalam hal ini konsep yang dimaksud adalah Teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku dan Kesebangunan. Dfrg 3 Defragmenting 3: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i) membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi 726
Dfrg 4
Defragmenting 4: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban yang ditemukan. Dalam hal ini S1 diminta untuk menjelaskan arti dari .
Struktur berpikir S1 sudah sesuai dengan struktur masalah yang diberikan setelah dilakukan defragmenting, hal ini ditunjukkan oleh diagram sebagai berikut:
Diagram 2. Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 setelah Defragmenting Defragmenting melalui peta selain dapat memperbaiki proses berpikir pseudo S1 (siswa) juga dapat me-restrukturisasi proses berpikir S1 (siswa) menjadi proses berpikir yang benar. Dalam membuat peta kognitif, S1 mengawalinya dengan membuat segiempat (sebagai wadah) yang di dalamnya tertulis Limit Fungsi sebagai masalah utama. Kemudian S1 membuat yang diketahui dari masalah yang diberikan, setelah itu membuat yang ditanyakan. Karena sebelumnya S1 mengalami berpikir pseudo yaitu tidak mampu menentukan bangun yang terbentuk dari segiempat N dan M, Peneliti melakukan defragmenting 1. Setelah defragmenting
1,
S1
melanjutkan
membuat
rumus
keliling
segiempat
N
dan
menyelesaikannya menggunakan konsep Pythagoras. S1 mengalami berpikir pseudo dalam 727
menentukan keliling segiempat M, sehingga peneliti melakukan defragmenting 2. S1 mampu membuat
strategi
dalam
memecahkan
masalah
limit
fungsi
setelah
dilakukan
defragmenting 3. Kemudian defragmenting 4 dilakukan peneliti karena S1 mengalami berpikir pseudo dalam memberikan deskripsi atau arti dari limit fungsi yang ditemukan. b. Subjek 2 (S2): Siswa Berkemampuan Sedang Dalam menghadapi masalah limit fungsi nomor 1, sebagian struktur masalah sudah dikenal oleh S2. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah dan merencanakan masalah yang tidak lengkap, melaksanakan masalah dengan asumsi yang dangkal (tidak memiliki dasar yang kuat), dan melakukan pengecekan kembali yang masih menghasilkan jawaban yang salah. Adapun jawaban dari S2 dan hasil wawancara antara peneliti dan S2 adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Jawaban S2 sebelum Defragmenting
P:
apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan?
S2: ini masalah tentang limit fungsi. P:
Apa kamu paham apa yang diketahui dan ditanyakan? 728
S2: yang diketahui dari masalah yang diberikan adalah titik sudut-titik sudut segiempat N, titik tengahnya dihubungkan diperoleh segiempat M. yang ditanyakan adalah limit tak hingga keliling M per keliling N. P:
apakah kamu punya strategi untuk menyelesaikan masalah ini?
S2: mencari keliling M dan keliling N. P:
oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?
S2: pertama gambar segiempat N pada koordinat kartesius. Terus titik-titik tengah segiempat N dihubungkan membentuk segiempat M. Inikan disuruh mencari limit x mendekati takhingga keliling N per keliling M. Nyari keliling N nya dulu dengan cara mencari sisinya yaitu a dengan Pythagoras dan ketemu √ ( P:
. Setelah ketemu dikalikan 4. Sehingga memperoleh 4(
.
setelah itu?
S2: diambil segitiganya ini (menunjuk segitiga siku-siku yang kecil, yang memuat
setengah sisi segiempat N dan setengah sisi segiempat M). Ini kan
(menunjuk sisi
miring segiempat N) berarti ini , sehingga dengan Pythagoras diperoleh (( (
)
( ) )
( ( ( (
P:
)
⁄
Kemudian pangkatnya dikalikan diperoleh
. Setelah itu 2 nya dipindah sehingga diperoleh
)
terus?
S2: setelah itu (ditemukan keliling M dan N) disubstitusi ke limit fungsi sehingga √ (
√(
diperoleh
. nya dikeluarkan sehingga diperoleh (
. (
√(
Kemudian dicoret sehingga diperoleh
√
√
disubstitusi diperoleh
√
dan itu sama dengan
√
. Setelah itu takhingga
.
Terjadinya proses berpikir pseudo S2 yang pertama diawali dengan kesalahan dalam memahami masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa setengah panjang sisi miring (pada segiempat N, kuadran I) adalah
maka panjang sisi segitiga siku-siku ini adalah
(diperoleh dari membagi 1 sebagai panjang setengah diagonal segiempat N dengan 2), 2) menganggap bahwa ketika mensubstitusi variabel
dengan takhingga, S2 menyatakan bahwa
sama dengan 0. Kedua karena ketidaklengkapan substruktur berpikir S2 dalam merencanakan cara penyelesaian masalah limit fungsi. S2 hanya mampu mengingat strategi substitusi dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Sehingga apabila dibuat diagram struktur berpikir S2 adalah sebagai berikut:
729
Struktur berpikir S2 sebelum defragmenting
d5
a4 b1
a1
a3 z
d1
d5 c1
a6
Perubahan struktur berpikir
d7 d6
a7
e2
d6
d4
d4
d8
d10 e3
e4
d8 e4
Struktur berpikir S2 setelah defragmenting
a2
f1
d9
Diagram 3. Struktur Berpikir S2 sebelum dan setelah Defragmenting
Struktur berpikir S2 lebih lengkap dari S1, namun pseudo yang terjadi lebih banyak dialami oleh S2. Hal ini ditunjukkan oleh bulatan berwarna hijau yang lebih banyak dan garis penghubung putus-putus yang menunjukkan bahwa konsep-konsep yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang diberikan tidak terhubung dengan baik. Setelah dilakukan defragmenting, struktur berpikir S2 mengalami perubahan dan membentuk struktur yang sama dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti. Adapun defragmenting yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 2
Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S2 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 setelah defragmenting
Kode Dfrg 1
Penjelasan Defragmenting 1: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung. Defragmenting 2: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat N dan M. Dalam hal ini konsep yang dimaksud adalah Teorema Pythagoras dan Kesebangunan. Defragmenting 3: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i) membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi (iii) memfaktorkan, dan (iv) mengalikan sekawan Defragmenting 4: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban yang ditemukan. Dalam hal ini S2 diminta untuk menjelaskan arti dari .
Dfrg 2
Dfrg 3
Dfrg 4
730
c. Subjek 3 (S3): Siswa Berkemampuan Tinggi Dalam menghadapi masalah yang diberikan, sebagian struktur masalah sudah dikenal oleh S3. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah lengkap tetapi masih dangkal, merencanakan masalah yang tidak lengkap, melaksanakan masalah dengan asumsi yang dangkal, dan melakukan pengecekan kembali yang masih menghasilkan jawaban yang salah. Adapun jawaban dari S3 dan hasil wawancara antara peneliti dan S3 adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Jawaban S3 sebelum Defragmenting P:
apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan? maksudnya apa yang diketahui, apa yang ditanyakan?
S3: yang diketahui segiempat N yang titik sudut-titik sudutnya (x,0), (-x,0), (0,1), dan (0,1), segiempat M diperoleh dengan menghubungkan titik tengah segiempat N. yang ditanyakan adalah gambar giempat N dan M, limit tak hingga keliling M per keliling N dan deskripsinya. P:
Bagaimana rencanamu untuk menyelesaikan masalah ini?
S3: dari yang diketahui dilihat dulu yang ditanya terus itu bisa dicari kelilingnya. Ini kan yang dicari keliling, berarti sisi tambah sisi tambah sisi tambah sisi, untuk mencari sisi menggunakan Pythagoras. P:
oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?
S3: Saya mencari keliling N dulu. Keliling N kan di luar. Terus sisi-sisinya kan AB+BC+CD+DA. Ini kan segiempat tapi kayaknya sisinya sama berarti cari salah satu saja. Ini panjangnya 1 (menunjuk setengah diagonal N), ini 1 (menunjuk setengah diagonal N). Mencari sisi miring menggunakan Pythagoras dapat √ . Terus dapat keliling N √ √ √ √ √ . P:
setelah itu mencari apa? 731
S3: Sekarang mencari keliling M. ditengah-tengahnya 1 kan 0,5. Saya pikir ini
(Segiempat M) persegi berarti bisa menggunakan Pythagoras. Sehingga diperoleh EF = FG = GH = HE = √ diubah kebentuk pangkat menjadi kemudian dijumlahkan hasilnya √ dan ini sama √ √ √ √ √ dengan √ . Terus kelilingnya √ P:
terus?
S3: masukkan keliling M = √
dan keliling N = √ ke limit x mendekati takhingga keliling M per keliling N. Di pembilang kana da 4, dipenyebut juga ada 4, berarti √
nisa dicoret. Tinggal kemudian saya kuadratkan. Karena untuk menghilangkan √ akar yang dipembilang harus dikuadratkan maka dipenyebut juga dikuadratkan sehingga hasilnya akibatnya . P: apa deskripsi atau arti dari jawaban yang kamu temukan?
artinya limit
S3:
dengan batasan
tak hingga
Terjadinya proses berpikir pseudo S3 diawali dengan kesalahan dalam memahami masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa segiempat M merupakan persegi karena telah memilih pada koordinat segiempat N. 2) mengkuadratkan bentuk pecahan dengan alasan untuk menghilangkan bentuk akar. Kesalahan yang dilakukan S3 berakibat pada penyelesaian masalah yang dilakukan. Karena itu, dilakukan defragmenting oleh peneliti. Adapun struktur berpikir S3 sebelum dan setelah defragmenting tersaji pada diagram berikut:
a4 b1
a1
a3
Perubahan Struktur Berpikir
d5 d1 e1
z d1
d5
a6 d7
a5
d6
c1 a5
e1
a7
e2
e5 d2
d2
d6
d8
d3 d4
d4 d3
e6
d8 e4
d9
e3
e4
d10
Struktur Berpikir S3 setelah Defragmenting
Struktur Berpikir S3 sebelum Defragmenting
b2 a2
f1
f2
Diagram 4. Struktur Berpikir S3 sebelum dan setelah Defragmenting 732
Struktur berpikir S3 lebih lengkap dari S1 dan S2, namun pseudo yang terjadi lebih banyak dialami oleh S3. Hal ini ditunjukkan oleh bulatan berwarna hijau yang lebih banyak dan garis penghubung putus-putus yang menunjukkan bahwa konsep-konsep yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang diberikan tidak terhubung dengan baik. Setelah dilakukan defragmenting, struktur berpikir S3 mengalami perubahan dan membentuk struktur yang sama dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti. Adapun defragmenting yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S3 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 setelah defragmenting Kode Dfrg 1
Dfrg 2
Dfrg 3
Dfrg 4
Penjelasan Defragmenting 1: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung pada segiempat N dan konsep yang dapat digunakan untuk menghitung panjang sisi segiempat N. Defragmenting 2: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung pada segiempat M dan konsep yang dapat digunakan untuk menghitung panjang sisi segiempat M. Defragmenting 3: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i) membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi (iii) mengali sekawan Defragmenting 4: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban yang ditemukan. Dalam hal ini S3 diminta untuk menjelaskan arti dari .
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terjadinya proses berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi berdasarkan aktivitas problem solving diawali dengan kesalahan siswa dalam membuat asumsi pada saat melakukan proses memahami masalah (understanding the problem). Kesalahan asumsi yang dibuat terjadi akibat cara berpikir siswa yang spontan tanpa melihat kebermaknaan masalah, artinya siswa tidak melakukan kontrol terhadap apa yang sedang dipikirkan dan apa yang sedang dikerjakan. Kesalahan asumsi pada saat memahami masalah ini mengakibatkan siswa menemukan jawaban salah pada saat melakukan proses melaksanakan rencana (carry out the plan). Terjadinya proses berpikir pseudo-salah siswa yang kedua diakibatkan karena ketidaklengkapan substruktur berpikir siswa dalam proses merencanakan cara penyelesaian (devise a plan). Siswa sering tampak kebingungan ketika mengerjakan masalah yang diberikan, karena tidak memiliki arah kemana dan strategi apa yang harus digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. 733
Terjadinya proses berpikir pseudo-salah siswa ini telah menghasilkan suatu skema berpikir yang terpecah-pecah atau tidak terhubung dengan baik. Siswa menyadari bahwa konsep yang sudah pernah dipelajari sebelumnya sangat sulit untuk diingat kembali (lupa) karena tidak dipahami dengan baik. Dengan defragmenting yang dilakukan oleh peneliti telah menunjukkan hasil yang positif karena telah mampu memperbaiki dan sekaligus merestrukturisasi proses berpikir pseudo-salah siswa ketika memecahkan masalah yang diberikan menjadi proses berpikir yang benar (struktur berpikir siswa sama dengan struktur masalah). Adapun defragmenting yang dilakukan oleh peneliti adalah 1) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung 2) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat 3) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi dan 4) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban yang ditemukan. Saran dari peneliti, yang pertama adalah perlu adanya penelitian defragmenting berpikir pseudo siswa dalam menyelesaikan soal limit fungsi. Kedua, perlu adanya penelitian tambahan mengenai peta kognitif yang dibuat siswa sebelum dilakukan defragmenting. Ketiga, perlu adanya penelitian yang sama dengan materi yang berbeda untuk melihat proses defragmenting yang dilakukan. Diharapkan melalui penelitian ini, mampu memberikan gambaran tentang berpikir pseudo siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi dan defragmenting yang dilakukan sehingga berdampak pada penentuan model pembelajaran yang tepat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
734
DAFTAR PUSTAKA Abdollah. 2011. Proses Berpikir Siswa dalam Membuat Koneksi Matematika melalui Aktivitas Problem Solving. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang. Aydin, S., & Mutlu., C. 2013. Studens’ Understanding of the Concept of Limit of a Function in Vocational High School Mathematics. Journal of Science and Technology. Volume 3, Issue 1. Billstein, R., Libeskind, S., & Lott, J. W. 1990. A Problem Solving Approch to Elementary School Teachers (4th Eds). California: Company Inc. Elbaz, Hoz, Tomer, Chayot, Mahler, & Yeheskel. 2002. The Use of Concept Mapping in the Study of Theacher’ Knowladge Structures. Canada: Swets & Zeitlinger Publishers. Eppler, M.J. 2006. A Comparison Between Concept Maps, Mind Maps, Coneptual Diagrams, and Visual Metaphor as Complemnetary Tools for Knowledge Construction and Sharing. Switzerland. Fernandez-Plaza, Rico, & Ruiz-Hidalgo. 2012. Meanings of the concept of finite limit of a Function at one point: background and advances. Spain. Hariyono, S. 2010. Metode Pembelajaran Penemuan (Learning by Discovery) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 1 MAN Gondanglegi Tahun Pelajaran 2009/2010 pada Materi Limit Fungsi Trigonometri. Malang: Universitas Negeri Malang. Huillet, D. 2005. Mozambican teachers’ professional knowledge about limits of functions. Psychology of Mathematics Education. Vol. 3, pp, 169-176. Indrawsari, P. 2012. Modifikasi Kognitif Perilaku untuk Meningkatkan Self Esteem Remaja (dengan Teknik Restrukturisasi Kognitif, Visualisasi, dan Memperbaiki Penampilan Diri). Tesis. Universitas Indonesia. Juter, K. 2007. Students’ Conceptions of Limits: High Achievers versus Low Achievers. The Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Vol. 4, no.1, pp. 53-65. King, A. 1994. Guiding Knowledge Construction in the Classroom: Effects of Teaching Children How to Question and How to Explain. American Educational Research Journal, 34(2), 338-368. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Maag, J.W. 2004. Behavior Management: From Theoritical Implications to Practical Applications 2nd. California: Thomson Warsworth. Moleong, L.J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 735
Pena, Sossa, & Gutierrez. 2007. Cognitive Maps: an Overview and their Application for Student Modeling. National Polytechnic Institute. ISSN 1405-5546, Vol. 10 No. 3, pp 230-250. Peter & Yeni. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Balai Pustaka. Pons, J., Valls, J., & Llinares, S. 2011. Coordination of Aproximations in Secondary School Students’ Understanding of Limit Concept. Psychology of Mathematics Education. Vol 3, pp. 393-400. Portugali, J. 1996. The Construction of Cognitive Maps. Netherland: Kluwer Academic Publisher. Posamentier, A. S. & Krulik, S. 1998. Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant Solutions; A Resource for the Mathematics Teacher. USA: Corwin Press, Inc. Rachmat, A. 2012. Dos dan Windows. Modul Program Keahlian. Rumate, F. A. 2005. Strategi Kognitif dalam Pembelajaran. Makasar: Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Hasanuddin. Subanji. 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseudo dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamik Berkebalikan. Disertasi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Surabaya. Subanji. 2011. Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional. Malang: Universitas Negeri Malang. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sutrima & Usodo, B. 2009. Wahana Matematika 2 : untuk SMA / MA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Alam. Surakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar. Surabaya: Rosda. Wibawa, K. A. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Matematika Knisley untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Trigonometri Kelas XI IPA 3 SMAN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi tidak diterbitkan. Mataram: FKIP Universitas Mataram. Wahono, R. S. 2009. Defragmentasi Otak: Cara Cerdas menjadi Cerdas. Universitas Bangka Belitung. http://www.ubb.ac.id/ menulengkap.php? judul=Defragmenting%20Otak%20:%20Cara%20Cerdas%20Menjadi%20Cerdas&&no morurut_artikel=380. (Diakses 12 Juni 2013). Varberg, Purcell, & Rigdon. 2010. Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid I. Southern Illinois: Erlangga. Vinner, S.1997. The Pseudo-Conceptual and the Pseudo-Analytical Thought Processes in Mathematics Learning. Educational Studies in Mathematics 34, pp. 97-129. 736
Lampiran 1
Tabel 1. Kode z a1 a2 a3 a4 b1 c1 d1 d2 d3 d4
d5 d6
d8
d9
e1 g1
Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 sebelum Defragmenting Penjelasan Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan menghubungkan titik tengah sisi segiempat N Dapat memahami yang ditanyakan yaitu Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N = √ Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N = √ √ √ √ Tidak dapat menentukan karena perhitungan keliling M salah Pseudo 4: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M dan keliling N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar Pseudo 1: dianggap bahwa setengah dari panjang sisi-sisi segiempat M adalah setengah dari panjang titik pangkal ke titik sudut segiempat N. Pseudo 2: dianggap panjang sisi segiempat M bertanda negatif. Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar Pseudo 3: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M Tidak dapat menentukan
dengan benar
Pseudo 5: ragu dalam menentukan strategi untuk memecahkan masalah limit fungsi dan tidak melakukan refleksi setelah menemukan jawaban. Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan Teorema Pythagoras Selesai Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi
737
Lampiran 2 Tabel 2
Kode z a1 a2 a3 a4
Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S2 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 sebelum defragmenting Penjelasan Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan menghubungkan titik tengah sisi segiempat N
b1
Dapat memahami yang ditanyakan yaitu
c1 d1 a5
Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N Dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat N yang terhubung, yaitu belah ketupat. Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N = √ Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N = √ Tidak dapat menentukan karena perhitungan keliling M salah
d2 d3 d4
d5 a7
d6
d8
d9
Pseudo 4: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M dan keliling N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M Tidak dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat M yang terhubung. Pseudo 1: segiempat M dianggap berbentuk persegi karena S2 berpedoman pada gambar yang dibuat pada diagram kartesius yang menyerupai persegi padahal sebenarnya itu adalah bangun persegi panjang. Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar Pseudo 2: dianggap karena setengah panjang sisi miring (pada segiempat N, kuadran I) adalah maka panjang sisi segitiga siku-siku yang hirizontal adalah (diperoleh dari membagi 1 sebagai panjang setengah diagonal segiempat N dengan 2). Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar Pseudo 3: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M Tidak dapat menentukan dengan benar Pseudo 6: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan .
e1 e4
g1
Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan Teorema Pythagoras Tidak dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan strategi dalam menyelesaikan masalah limit fungsi. Pseudo 5:setelah mensubstitusi mendekati ke bentuk fungsi yang memuat , S2 menganggap nilai mendekati 0. Selesai Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi 738
Lampiran 3
Tabel 3.
Kode z a1 a2 a3 a4
Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S3 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 sebelum defragmenting Penjelasan Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk segiempat N Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan menghubungkan titik tengah sisi segiempat N
b1
Dapat memahami yang ditanyakan yaitu
c1 d1 a5
Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N Dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat N yang terhubung, yaitu segiempat yang memiliki panjang sisi yang sama. Tidak dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N Pseudo 1: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan panjang sisi segiempat N. Tidak dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N Pseudo 2: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat N. Tidak dapat menentukan karena perhitungan keliling M salah
d2
d3
d4
d5 a7
d6, e5
d8
d9
Pseudo 6: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M dan keliling N Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M Tidak dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat M yang terhubung. Pseudo 3: segiempat M dianggap berbentuk persegi karena S3 berpedoman pada gambar yang dibuat pada diagram kartesius dan asumsi bahwa . Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar Pseudo 4: dianggap segitiga sama kaki merupakan segitiga siku-siku sehingga dapat diterapkan konsep Pythagoras untuk menghitung panjang sisi segiempat M. Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar Pseudo 5: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat M Tidak dapat menentukan
dengan benar
Pseudo 8: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan e1 e4
e6
f2
.
Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan Teorema Pythagoras Tidak dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan strategi dalam menyelesaikan masalah limit fungsi. Pseudo 9:setelah mensubstitusi mendekati ke bentuk fungsi yang memuat , S3 menganggap nilai mendekati 0. Tidak dapat merencanakan dan melaksanakan strategi dengan benar. Pseudo 7: dianggap untuk menghilangkan akar dalam limit fungsi dapat dikuadratkan (mengkuadratkan pembilang dan penyebut) Tidak dapat menentukan arti (deskripsi) limit fungsi dengan benar. 739
Pseudo 10: dianggap bahwa arti dari g1
adalah limit dari 0,25
dengan batasnya takhingga. Selesai Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi
740