APLIKASI IRIGASI DEFISIT PADA TANAMAN JAGUNG
(Deficit Irrigation Application on Corn Plant) Oleh : Ahmad Tusi*) dan R.A. Bustomi Rosad*) ABSTRACT The objective of this research is to investigate the effect of water deficit on the growth and yield of corn. The variety of Corn used in this research is new and doesn’t have market label. This research is conducted under plastic house on the experimental farm of Lampung University from August to October 2007. The treatments of deficit irrigation were investigated in four water deficit, such as 1,0 x ETc, 0,8 x ETc, 0,6 x ETc, and 0,4 x Etc to one variety of corn (EA). The treatments should be done since the early vegetative stage. The Corn EA has water stress condition at the second week when the irrigation is given by 0,4 x Etc with critical soil water content (θc) 21,46% and at the third week on the treatment of 0,8 x Etc, 0,6 x Etc, and 0,4 x Etc with θc 24,63%. The values of yield response (Ky) at 0, 8 x ETc, 0, 6 x ETc, and 0, 4 x ETc showed that the value of Ky is less than 1. It means that the Corn EA could not tolerate or sensitive to water deficit. Keywords: water deficit, critical soil water content, yield response ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi irigasi defisit pada pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Varietas jagung yang digunakan adalah varietas baru (EA) yang belum memiliki nama di pasaran . Penelitian ini dilaksanakan di dalam rumah plastik, kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2007. Penelitian ini dilakukan dengan empat taraf perlakuan irigasi defisit, yaitu kondisi tidak defisit/normal (100% x ETc), irigasi defisit sebesar 20% dari kebutuhan air (80% x ETc), 60% x ETc, dan 40% x ETc. Seluruh perlakuan dilakukan sejak awal tahap pertumbuhan. Tanaman jagung varietas EA mulai mengalami cekaman pada minggu ke-2 jika diberi irigasi sebesar 0,4 x ETc dengan kadar air tanah kritis (θc) 21,46% dan pada minggu ke-3 jika diberi irigasi pada perlakuan 0,8 x ETc dengan θc 24,63%. Nilai Ky atau faktor respon hasil pada perlakuan 0,8 x ETc, 0,6 x ETc, dan 0,4 x ETc menunjukkan hasil nilai Ky lebih dari 1. Dengan demikian tanaman jagung tersebut tidak tahan terhadap defisit irigasi atau sensitive terhadap kekurangan air. Kata kunci : Irigasi defisit, kadar air tanah kritis, renspons hasil tanaman
*)
Department of Agriculture Engineering, Faculty of Agriculture, University of Lampung, Bandar Lampung.
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
120
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sentra produksi tanaman jagung di Pulau Jawa pada tahun 2006 seluas 1.943.605 ha dengan total produksi 7,3 juta ton, sedangkan di luar Pulau Jawa memiliki luas produksi sebesar 1.639.435 ha dengan hasil produksi sebesar 5,1 juta ton (BPS, 2006). Rendahnya nilai produksi jagung di Indonesia disebabkan oleh produktivitas dan luas areal penanaman yang kecil. Salah satu faktor penyebab adalah terbatasnya sumber air yang tesedia. Kondisi air untuk pertanian saat ini semakin langka, tidak hanya di daerah kering (arid zone) tetapi juga di daerah yang memiliki curah hujan yang melimpah (Pereira et al., 2002). Di beberapa daerah seperti di Indonesia, jumlah ketersediaan air pada jaringan irigasi yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan air tanaman pada petakan lahan pertanian. Hal ini diperparah dengan semakin menyusut ketersediaan air di waduk atau bendungan akibat daerah tangkapan hujan di sekitar waduk yang rusak; jaringan irigasi yang rusak, yang akan menambah kehilangan air pada saluran irigasi semakin besar (efisiensi penyaluran air irigasi yang rendah). Hal ini menyebabkan menurunnya produkti-vitas pertanian. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk melakukan penghematan air dalam pertanian dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman atau peningkatan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan sistem pemberian air irigasi yang efisien dan efektif. Salah satunya adalah irigasi defisit. Ketersediaan potensi lahan untuk penanaman jagung masih cukup tersedia. Dengan pembukaan lahan 121
baru dan peningkatan produktivitas lahan yang ada serta pemberian air irigasi yang baik diharapkan impor jagung dapat ditekan atau bahkan dapat digantikan dengan produksi dalam negeri. Oleh karena itu perlu diteliti penerapan irigasi defisit pada tanaman jagung, sehingga dapat diketahui berapa jumlah kebutuhan air irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki dampak terkecil bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. 1.2.
Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menguji ketahanan varietas baru tanaman jagung (EA) terhadap kondisi water stress (cekaman air) melalui aplikasi irigasi defisit. Tujuan peneltian adalah mengetahui pengaruh irigasi defisit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung varietas EA. II. TINJAUAN PUSTAKA Defisit air untuk tanaman dan water stress (cekaman air) yang diakibatkannya berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman dan hasil. Apabila keperluan air tanaman dipenuhi oleh lengas tanah (kadar air tanah) maka ETa = ETm, dimana ETa: evapotranspirasi aktual; ETm: evapotranspirasi maksimum. Apabila lengas tanah tidak mencukupi maka ETa < ETm, selanjutnya Ya < Ym. Secara empirik hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Dorenbos and Kassam, 1979): Ya ETa ….…… (1) 1− = K y . 1 − Y ET m m Dimana: Ky : faktor respon hasil (yield response factor) Ya : hasil aktual Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Ym : hasil maksimum Eta : evapotranspirasi aktual Etm : evapotranspirasi maksimum 1–Ya/Ym=(Ym–Ya)/Ym: nisbah pengurangan produksi 1–ETa/ETm=(Etm–ETa)/ETm: nisbah pengurangan evapotranspirasi Ky =
NisbahPenguranganPr oduksi NIsbahPenguranganEvapotranspirasi
........ (2) Cekaman kekeringan yang berlebihan merupakan salah satu cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di areal pertanian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor cekaman abiotik, dimana persentase cekaman kekeringan sebesar 26%, kemudian diikuti oleh cekaman mineral 20%, suhu rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman biotik 39% (Kalefetoglu and Ekmekci, 2005). Setiap jenis tanaman memiliki response yang berbeda-beda terhadap kekurangan air pada setiap fase pertumbuhannya, termasuk Jagung. Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu pemberian sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi. Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak. Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyerbukan. Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
air pada fase pengisian/pembentukan biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji. Kekurangan air pada fase pemasakan/pematangan sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman (FAO, 2001 dalam Aqil dkk, 2008). Oleh karena itu ada peluang untuk meningkatkan efisiensi pemberian air pada tanaman jagung dengan cara mengurangi pemberian air irigasi. Selain dengan irigasi hemat air, salah satu metode yang dapat diterapkan untuk memberikan air irigasi yang efisien dan efektif yaitu dengan irigasi defisit. Hal utama dalam irigasi defisit adalah meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dengan cara memberikan irigasi tidak penuh (hanya sebagaian dari kebutuhan air irigasi) untuk tanaman pada satu atau lebih dari fase/tahap pertumbuhan tanaman yang memiliki dampak terkecil pada pertumbuhan dan produksi tanaman (Kirda, et al, 1999). III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di dalam rumah plastik, Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus – Oktober 2007. Varietas jagung yang digunakan adalah varietas baru yang belum memiliki nama dagang yaitu EA. Varietas ini merupakan hasil persilangan dari hibrid F1 yang terdiri dari 5 inbreed. Pelaksanaan perakitan hibrid F1 di lapangan dilakukan dengan desain perkawinan dialel lengkap, kelima inbreeding masing-masing diberi kode A, B, C, D, dan E (Kartahadimaja, 2006). Tanaman jagung ditanam dalam tanah yang memiliki tekstur tanah: pasir 72,09%, liat 11,05%, dan debu 16,87% (pasir berlempung). Bulk density sebesar 0,862 gr/cm3, kandungan air yang tersedia pada kondisi kapasitas lapang adalah 30,59% berat 122
(gravimetrik) dan kondisi titik layu permanen adalah 19,66%. Total air tanah tersedia sebesar 10,93% berat. Penelitian ini dilakukan dengan empat taraf perlakuan irigasi defisit (D), yaitu D1 (kondisi tidak defisit/normal atau 100% x ETc), D2 (irigasi defisit sebesar 20% dari kebutuhan air atau 80% x ETc), D3 (60% x ETc), dan D4 (40% x ETc). Seluruh perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Teknik pemberian air irigasi defisit dilakukan dengan cara mengurangi pemberian air irigasi sesuai dengan perlakuan berdasarkan hasil pengukuran evapotranspirasi tanaman (ETc). Nilai ETc didapat dari evapotranspirasi harian tanaman jagung pada perlakuan 100%. Sedangkan untuk perbandingan digunakan metode panci evaporasi untuk melihat perbedaan laju evapotranspirasi di panci dengan tanaman. Pengukuran kadar air tanah dilakukan setiap hari dengan cara gravimetrik. Jumlah air irigasi yang diberikan sama dengan jumlah evapotranspirasi yang terjadi pada hari sebelum pemberian, dimana ET dihitung dengan rumus : ET = [(Wi-1 – Wi) x 10] / A
.... (3)
Dimana Wi adalah berat wadah tanaman pada hari ke-i (gram), Wi-1 adalah berat wadah tanaman pada hari ke i-1 (gram) dan A adalah luas permukaan wadah tanaman (cm2). Untuk mengetahui efek pemberian irigasi defisit pada pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, maka ada beberapa variabel yang diamati dan diukur meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), indeks luas daun (cm2), evaporasi harian (mm), kadar air tanah harian (mm/hari), produksi (gram), berat brangkasan basah dan kering (gram), dan kebutuhan air total per periode 123
tumbuh (mm/hari). Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya dengan menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf uji 5%. Perhitungan faktor respon hasil tanaman menggunakan rumus Doorenbos dan Kassam (1979) seperti pada Persamaan 1 dan 2. Penanaman jagung dilakukan dalam ember plastik warna hitam (vol = 10 l) dan diisi dengan tanah kering udara seberat 7 kg. Ember plastik hitam ini diasumsikan sama fungsinya seperti lysimeter tanpa run off. ET dihitung dengan cara metode Gravimetrik. Benih jagung ditanam kedalam ember sebanyak 5 biji, dan setelah 2 minggu dipilih tanaman yang terbaik sebanyak 2 tanaman. Jarak antar tanaman adalah 75 cm x 50 cm. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume air yang diberikan disesuaikan dengan perlakuan. Pemupukan diberikan 2 kali yaitu pemupukan dasar pada awal tanam dengan dosis: Urea, SP36 dan KCl masing-masing 10 kg/ha. Pada saat umur jagung 4 minggu diberikan pupuk susulan yaitu Urea dengan dosis 100 kg/ ha. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara memberikan insektisida yaitu Furadan. Setelah jagung berumur 70 hari, irigasi dihentikan. Panen dilakukan pada saat jagung berumur 90 hari. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh irigasi defisit terhadap pertumbuhan tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 1–3 dan Gambar 1. Pada Tabel 1, pengaruh irigasi defisit terhadap tinggi tanaman jagung dari minggu ke-1 sampai ke-8 memberikan pengaruh yang sangat nyata. Tanaman Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
jagung yang telah tercekam sejak fase pertumbuhan sampai panen telah membuat pertumbuhan tidak normal, kecuali pada minggu ke-1 tinggi tanaman
masih relatif sama. Pada perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3 dan D4, sedangkan perlakuan D2 berbeda nyata.
Tabel 1. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Jagung EA
Irigasi Defisit D1 D2 D3 D4
(1,0xETc) (0,8xETc) (0,6xETc) (0,4xETc)
Uji BNT
I 19,92a 20,25a 20,00a 19,17a
II 51,08a 51,58a 48,72a 37,45b
III 77,70a 70,60a 48,72b 38,62b
5%
5%
5%
Minggu keIV V 102,00a 115,35a 90,50a 106,42a 69,50b 73,33b 41,00c 43,33c 5%
5%
VI 124,75a 113,50a 94,42b 46,08c
VII 127,50a 115,83a 100,00b 57,67c
5%
5%
VIII 128a 117,00a b 101,83b 62,50c 5%
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata.
D1
D2
D3
D4
Gambar 1. Pertumbuhan Jagung Varietas EA Pada Berbagai Perlakuan
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 dan 2 jumlah daun untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada minggu ke-3 sampai ke-8 perlakuan D1 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan D3 dan D4. Sedangkan untuk indeks luas daun tanaman, Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman jagung yang telah tercekam memiliki indeks luas daun yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan bahwa perlakuan D1 berbeda nyata dengan perlakuan D2, D3, dan D4. Jadi secara keseluruhan pertumbuhan tanaman jagung menunjukkan respon yang sama terhadap perlakuan irigasi defisit, dimana pertumbuhan tanaman pada perlakuan D1 > D2 > D3 > D4.
Tabel 2. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Jumlah Daun (helai) Jagung Varietas EA
Irigasi Defisit D1 (1,0xETc) D2 (0,8xETc) D3 (0,6xETc) D4 (0,4xETc) Uji BNT
I 3,17a 3,00a 3,00a 3,00a 5%
II 5,17a 5,00a 5,00a 4,17a 5%
III 7,50a 6,67ab 5,17b 4,00c 5%
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Minggu keIV V 9,33a 10,00a 8,33a 9,33a 6,17c 8,00b 4,00d 4,50c 5% 5%
VI 9,83a 9,30ab 9,17b 5,67c 5%
VII 10,50a 9,33b 8,67c 6,83d 5%
VIII 12,33a 10,83b 8,83c 6,83d 5%
124
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata. Tabel 3. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Indeks Luas Daun (cm2) Jagung EA
Irigasi Defisit D1 (1,0xETc) D2 (0,8xETc) D3 (0,6xETc) D4 (0,4xETc) Uji BNT
I 21,8a 25,0a 22,8a 26,2a 5%
II 80,8a 82,0a 85,3a 70,8a 5%
III 382,4a 256,3b 226,3c 78,5d 5%
Minggu keIV V 1000,7a 1337,0a 763,8b 1274,1b 514,4c 778,6c 188,8d 231,7d 5% 5%
VI 2110,6a 1840,1b 936,2c 251,7d 5%
VII 2360,6a 1958,2b 968,2c 279,5d 5%
VIII 2950,0a 2291,2b 1051,4c 296,3d 5%
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh hurup sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata.
Pada minggu ke-3, tanaman jagung varietas EA mulai mengalamai cekaman pada perlakuan D2, D3, dan D4. Indeks luas daun pada D1 sebesar 382,40 cm2, berbeda sangat nyata dengan perlakuan D2, D3, dan D4. Dari kadar air tanah diketahui bahwa pada minggu ke-3 untuk perlakuan D2 varietas EA adalah 22,21% dan D1 sebesar 27,72%. Pada minggu ke-7 mulai memasuki masa pembungaan tanaman jagung, biasanya berkisar saat jagung berumur 45 hari (Doorenbos dan Kasam, 1979). Indeks luas daun pada D1 sebesar 2360,62 cm 2 berbeda sangat nyata dengan D4 (279,59 cm2) yang mulai tercekam sejak minggu ke-3 sehingga perlakuan ini tidak menghasilkan bunga. Untuk tinggi tanaman sebesar 57,67 cm pada D4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 yaitu sebesar 127,5 cm. Sedangkan untuk jumlah daun besarnya nilai untuk perlakuan D4 sebesar 6,83 helai berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 sebesar 10,50 helai. Dari kadar air tanah diketahui bahwa kadar air tanah pada minggu ke-7 untuk perlakuan D1,
125
D2, D3, dan D4 berturut-turut adalah 23,15%, 21,12%, 20,19% dan 18,98%. Purwono dan Hartono (2005) mengatakan bahwa jagung membutuhkan air yang cukup banyak terutama pada saat pertumbuhan awal, pembungaan dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan D4 untuk tanaman jagung varietas EA, dimana tanaman mulai tercekam pada minggu ke-2 dan D3 pada minggu ke-3. Adanya cekaman ini terus berlangsung hingga panen, hal ini ditunjukkan (Tabel 4) dengan besarnya berat brangkasan basah pada D4 sebesar 2,83 gram dan D3 sebesar 16,48 gram, berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 yaitu sebesar 73,68 gram. Sedangkan untuk brangkasan kering masing-masing perlakuan mempunyai berat D4 sebesar 2,35 gram dan D3 sebesar 13,86 gram yang berbeda sangat nyata dengan D1 yaitu sebesar 64,18 gram.
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Tabel 4. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Hasil Produksi (gram) Jagung EA
Irigasi Defisit D1 D2 D3 D4
Berat Brangkasan Basah
(1,0xETc) (0,8xETc) (0,6xETc) (0,4xETc) Uji BNT
73,68a 47,80b 16,48c 2,83d 5%
Berat Brangkasan Kering 64,18a 42,87b 13,86c 2,35b 5%
Hasil Produksi 16,27a 9,66b 0c 0c 5%
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata.
Dengan demikian tanaman jagung varietas EA mulai tercekam pada minggu ke-2 pada perlakuan irigasi defisit D4 dan pada minggu ke-3 pada D2, dengan kadar air tanah kritis (θc) sebesar 24,63%.
pertumbuhan terjadinya cekaman air (Doorenbos dan Kasam, 1979). Pada perlakuan D3 dan D4 penurunan hasil sangat tinggi karena defisit air terjadi pada semua fase pertumbuhan sehingga tidak menghasilkan buah.
Pada perlakuan D3 dan D4 tanaman jagung tidak menghasilkan buah, sedangkan pada D1 dan D2 menghasilkan buah berturut-turut sebesar 16,27 dan 9,66 gram. Berat brangkasan dan produksi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap faktor tanggapan hasil (Ky). Tanggapan pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung pada besarna cekaman air dan periode
4.2.
Jumlah Air Irigasi
Jumlah air irigasi yang diberikan (Tabel 5) adalah sama besarnya dengan jumlah evapotranspirasi harian sesuai dengan perlakuan, sehingga total irigasi adalah jumlah dari total evapotranspirasi (ET) selama masa pertumbuhan. Evapotranspirasi pada perlakuan sama dengan ETc adj dengan nilai Ks (koefisien stress tanaman) untuk perlakuan D1, D2, D3, dan D4 yaitu 1,0, 0,8, 0,6, dan 0,4.
Tabel 5. Jumlah Pemberian Air Irigasi (mm/hari) Irigas Defisit D1 D2 D3 D4
(1,0xETc) (0,8xETc) (0,6xETc) (0,4xETc)
4.3.
1 15,0 12,0 9,0 6,0
Koefisien Jagung
2 18,6 14,9 11,2 7,4
3 21,3 17,0 12,8 8,5
Tanaman
4 33,8 27,0 20,2 13,5
(Kc)
Penguapan atau evaporasi yang tinggi berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman harian (ETc) dan evapotranpirasi acuan (ETo). Hubungan antara ETc dan ETo dinyatakan dengan Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Minggu ke5 6 43,3 48,2 34,6 38,6 25,9 28,9 17,3 19,3
7 51,6 41,3 30,9 20,6
8 50,5 40,4 30,3 20,2
9 51,9 41,5 31,1 20,7
10 48,3 38,7 29,0 19,3
Total 382,9 306,4 229,8 153,1
koefisien tanaman (Kc). Evapotranspirasi acuan berdasarkan panci evaporasi dihitung menggunakan persamaan ETo = Epanci x Koef. Panci, sedangkan evapotranspirasi tanaman dihitung dengan persamaan ETc = ETo x Kc. 126
Koefisien Tanaman (Kc)
3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
2
4
6
8
10
12
Minggu keKc Standar
Kc Jagung EA
Gambar 2. Koefisien Tanaman (Kc) Jagung dengan Menggunakan ETo berdasarkan panci evaporasi untuk perlakuan D1
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai Kc tanaman jagung yang dihitung berdasarkan ETc (perlakuan D1) dan ETo panci sejak minggu ke-1 sampai ke-10 lebih besar jika dibandingkan dengan nilai Kc standar. Nilai Kc standar mengacu kepada Allen et al., 1998. Tingginya nilai Kc disebabkan selama penelitian suhu di dalam rumah plastik terlalu panas, yaitu antara 29°C –34°C dengan kelembaban rata-rata 45,5%. Hal ini menyebabkan terjadinya evapotranspirasi yang berlebihan pada tanaman jagung. Suhu pada rumah plastik yang begitu tinggi telah mengakibatkan terlambatnya fase pembungaan tanaman jagung (minggu ke-7) hingga 2 minggu.
Menurut Danarti dan Najiyati (1999) suhu optimum untuk pertumbuhan terbaik tanaman jagung berkisar antara 27 – 32 °C. Suhu yang terlalu panas dan pemberian air yang kurang mengakibatkan tanaman jagung tidak tumbuh dengan optimal. Doorenboss dan Kasam (1979) menyatakan bahwa tanaman jagung masih dapat tumbuh pada suhu di bawah 45°C dengan persyaratan kebutuhan air tanaman terpenuhi. Kurang pemberian air akan menyebabkan terjadinya cekaman, karena cekaman menghambat pembesaran sel sehingga daun, tinggi tanaman, dan indeks luas daun tanaman mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal (Islami dan Utomo, 1995). 4.4. Respon Hasil Terhadap Irigasi Defisit Faktor tanggapan hasil (Ky) merupakan tanggapan hasil tanaman terhadap cekaman air. Pada perlakuan D4 penurunan hasil yang didapat rendah, karena pada perlakuan ini cekaman terjadi sejak fase pertumbuhan awal yaitu minggu ke-2 sehingga perlakuan ini tidak menghasilkan buah, begitu juga dengan perlakuan D3 yang mulai tercekam sejak minggu ke-3.
Tabel 6. Nilai Faktor Respon Hasil (Ky) Tanaman Jagung Varietas EA. Irigasi Defisit
ETa
ETm
ETa/ET m
D1
382,9
382,9
1,0000
D2
306,4
382,9
0,8000
D3
229,8
382,9
D4
153,2
382,9
1(ETa/ETm)
Ym
0,00000
16,27
16,27
1
0
0,0000
0,19995
9,66
16,27
0,59373
0,40627
2,0318
0,6000
0,39998
0
16,27
0
1
2,5001
0,3999
0,60002
0
16,27
0
1
1,6666
Keterangan : Asumsi ETc pada perlakuan D1 sama dengan ETc
127
1(Ya/Ym)
Ya
Ya/Ym
Ky
ETo x Kc.simum.
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman jagung varietas EA tidak tahan terhadap defisit irigasi atau sensitif terhadap kekurangan air karena nilai Ky > 1. 4.5. Kadar Air Tanah Kadar air tanah selama percobaan dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik yaitu dengan cara penimbangan, kemudian data yang diperoleh dikonversi ke dalam % kadar air. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa nilai kandungan air tanah pada kapasitas lapang (Field Capacity, FC) adalah sebesar 31,02% dan pada titik layu permanen (Permanent Wilting Point, PWP) sebesar 21,02%. Adapun nilai FC dan PWP menjadi acuan selanjutnya dalam penentuan air tanah yang tersedia. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tanaman jagung mulai tercekam sejak minggu ke-3. hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar air tanah rata-rata mingguan yang ditunjukkan pada Gambar 3. Perlakuan D1 diperoleh ratarata kisaran kadar air yang berada pada nilai 21%-28% dan nilai ini masih berada di atas nilai PWP. Ini menunjukkan bahwa kondisi air tanah berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Sedangkan dari perlakuan D2, D3, dan D4 secara berturut-turut diperoleh nilai rata-rata sebesar antara 19%-28%, 18%-28%, dan 15%-28%.
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Memang secara teoritis, Total Available Water (TAW) adalah kadar air yang berada di daerah perakaran tanaman dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Namun, Allen et al. (1998) menyatakan bahwa pengambilan air oleh akar tanaman (crop water uptake) akan menurun ketika kadar air tanah mendekati PWP. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan variabelvariabel pertumbuhan dan produksi tanaman yang berbeda nyata antara perlakuan D1 dengan D2, D3, dan D4. Cekaman yang terjadi pada D2, D3, dan D4 pada minggu ke-3 disebabkan oleh kadar air tanah yang tersedia di dalam tanah berada pada rentang kadar tanah kritis dan PWP. Antara Kondisi tanah kritis dan FC digambarkan sebagai Readily Available Water (RAW). Allen et al (1998) mengatakan bahwa RAW adalah fraksi dari TAW dimana tanaman masih mampu mengekstrak air yang ada dalam zona perakaran tanpa mengalami kondisi cekaman air (water stress), yang digambarkan dalam persamaan RAW = p.TAW. Nilai p (fraksi penipisan) untuk iklim yang panas seperti dalam rumah plastik, maka nilai p harus dikurangi 10%–25% dari nilai p yang telah ditetapkan (yaitu sebesar 0,55 untuk tanaman jagung). Maka kadar air tanah yang tersedia (RAW) sesungguhnya hanya sebesar 0,44 atau 44% dari TAW atau sekitar 25,78%.
128
32 30 28
(%)
KA (%) Kadar Air
26 24 22 20 18 16 14 12
FC
Kritis
PWP
D1
D2
D3
D4
10 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Minggu ke-
Gambar 3. Grafik Kadar Air Tanah Rata-rata Mingguan Varietas EA
Gambar 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan D2, D3, dan D4 telah mengalami cekaman air karena kondisi air tanah yang tersedia sudah berada antara kadar air tanah kritis dan PWP. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Irigasi defisit yang diberikan sejak fase awal pertumbuhan mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung varietas EA 2. Tanaman jagung varietas EA mengalami cekaman pada minggu ke-2 jika diberi perlakuan D4 (0,4xETc) dengan kadar air tanah kritis (θc) 22,46% dan pada minggu ke-3 jika diberi irigasi pada perlakuan D2 (0,8xETc) dengan θc sebesar 24,63% karena sudah berada di bawah kadar air kritis, meskipun masih berada di atas PWP. 3. Nilai Ky pada perlakuan D2, D3, dan D4 pada varietas EA menunjukkan nilai Ky>1, dengan demikian tanaman jagung varietas EA tidak tahan terhadap defisit irigasi atau sensitif terhadap kekurangan air.
129
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian irigasi defisit dengan jenis tanaman yang sama dan varietas unggul (yang berbeda) untuk menentukan jumlah kebutuhan air irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki dampak terkecil bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. DAFTAR PUSTAKA Allen, R.G., Pereira, L.S., Dirk R, and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration: Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56. Food and Agricultural Organization. Roma. Aqil, M., Firmansyah, dan M. Akil. 2008. Pengelolaan Air Tanaman Ja-gung. balitsereal.litbang.deptan. go.id/ind//bjagung/duatujuh.pdf . diakses tanggal 23 November 2009. Danarti dan Najiyati, S. 1999. Budidaya Palawija dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Doorenboss, J and Kassam. 1979. Yield Response to Water. Irrigation and Drainage Paper No. 33. FAO. Rome.
Kirda, C. et al. 1999. Crop yield response to deficit irrigation. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, the Netherlands.
Islami dan Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.
Pereira, L.S., T. Oweis and A. Zairi. 2002. Irrigation Management Under Water Scarcity. Agric. Manage. 57:175-206.
Kalefetoglu, T, Y. Ekmekci. 2005. The effect of drought on Plants and Tolerance Mechanism. Jurnal of Science. 18(4) : 723 – 740. Kartahadimaja, J. 2006. Pidato Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis XXII Politeknik Negeri Lampung 7 April 2006. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung
Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009
Purwono dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta www.bps.go.id/releases/files/eng-padi03jul06.pdf. diakses tanggal 12 Juli 2006.
130