DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT (Solanum lycopersicon L.) DI DATARAN RENDAH
LENI HIKMAH APRIYANTI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Leni Hikmah Apriyanti NIM A24090168
ABSTRAK LENI HIKMAH APRIYANTI. Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR. Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi daya hasil galur harapan tomat (Solanum lycopersicon L.) di dataran rendah. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan PKHT Tajur, Bogor pada bulan Januari-April 2013. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak, satu faktor dan tiga ulangan. Faktor tersebut adalah genotipe tomat yang terdiri atas genotipe IPB T3-8-3, IPB T8-5, IPB T30-4-3, IPB T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB T57-3, IPB T60-2-2, IPB T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10, serta tiga varietas komersial (Intan, Ratna dan Karina) sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter. Genotipe IPB T65-6 dan IPB T64-2-3 memiliki panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, kandungan zat terlarut, kandungan vitamin C, serta bobot per buah yang sama baiknya dengan varietas pembanding. Umur panen IPB T65-6 lebih genjah daripada varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 yang ditanam di dataran rendah Bogor mempunyai daya hasil yang sama tingginya dibandingkan dengan Ratna dan Karina sebagai varietas pembanding. Heritabilitas (tinggi) pada semua karakter yang diamati menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menentukan fenotipe tanaman. Keseluruhan genotipe mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dicirikan dengan terbentuknya tujuh kluster pada jarak kemiripan 89 %. Faktor komponen hasil nyata berkorelasi positif dengan produktivitas. Semua genotipe beradaptasi cukup baik di dataran rendah Bogor. Kata kunci: dataran rendah, galur, Solanum lycopersicon L., uji daya hasil, varietas komersil
ABSTRACT LENI HIKMAH APRIYANTI. Yield Evaluation for Tomato’s Lines (Solanum lycopersicon L.) at Lowland. Supervised by MUHAMAD SYUKUR. The objective of this experiment was to evaluate yield for tomato’s lines (Solanum lycopersicon L.) at lowland. The experiment was conducted at PKHT Experimental Field, Tajur, Bogor in January-April 2013. Experiments used randomized completely block design, single factor and three replications. The factor was genotype that consisted of IPB T3-8-3, IPB T8-5, IPB T30-4-3, IPB T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB T57-3, IPB T60-2-2, IPB T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10 genotypes, and three comercial varieties (Intan, Ratna dan Karina) as controls. The results showed that the genotypes significantly affect the overall character. IPB T65-6 and IPB T64-2-3 were genotypes that showed no different performance for fruit width, fruit length, fruit weight, fruit flesh density, total dissolved solid, and vitamin C content compared with comercial varieties as controls. Days of harvesting of IPB T65-6 was earlier than comercial varieties. Agronomically, IPB T65-6 genotype which planted in
lowland at Bogor had same yield compared with Ratna and Karina as control. Heritability (high) observed among all characters indicated that genetic factors give more contribute in determining the phenotypic variability of plant. All genotypes had close relationship, shown by the form of seven clusters with 89 % similarity. Factor of yield component was positively correlated with productivity. All genotypes were well adapted in lowland at Bogor. Key words: comercial varieties, line, lowland, Solanum lycopersicon L., yield evaluation
DAYA HASIL GALUR HARAPAN TOMAT (Solanum lycopersicon L.) DI DATARAN RENDAH
LENI HIKMAH APRIYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi: Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah Nama : Leni Hikmah Apriyanti : A24090168 NIM
Disetujui oleh
amad Syukur, SP MSi Pembimbing
Tanggal Lulus :
2 1OCT 2013
Judul Skripsi : Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah Nama : Leni Hikmah Apriyanti NIM : A24090168
Disetujui oleh
Dr Muhamad Syukur, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2013 ini adalah pemuliaan tomat unggul dataran rendah, dengan judul Daya Hasil Galur Harapan Tomat (Solanum lycopersicon L.) di Dataran Rendah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Kementerian Riset dan Teknologi selaku penyandang dana penelitian melalui program Hibah Insentif Riset (SINas) tahun 2013 serta kepada Dr Muhamad Syukur, SP MSi selaku pembimbing skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas koreksi dan saran yang diberikan oleh Dr Ir Anas D. Susila, MS serta Anggi Nindita, SP MSi selaku dosen penguji. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ibram, Bapak Awang, Bapak Agus, Bapak Yusuf, Ibu Yuyun, Peserta magang dari SMK Karya Nyata (Mody, Siti Mutamimah, Sri Wahyuni), serta semua teknisi lapangan di Kebun Percobaan PKHT-IPB, Tajur, yang telah memberi bantuan selama penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Pusat Kajian Hortikultura Tropika selaku penyedia sarana laboratorium, serta kepada Ibu Pipit selaku laboran yang telah membantu selama analisis pasca panen. Disamping itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Arya Widura Ritonga, SP MSi , Abdul Hakim, SP, Ruri Anggun Nastiti, SPt, serta Syaidatul Rosidah, SP yang telah memberi saran selama penelitian dan penyusunan naskah tugas akhir. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu serta keluarga, seluruh dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, kakak-kakak asisten Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, serta teman-teman Socrates 46 atas dukungan, saran, bantuan dan doanya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Leni Hikmah Apriyanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL DALAM LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Botani Tomat Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Pemuliaan Tomat Uji Daya Hasil Tomat Dataran Rendah METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pelaksanaan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi Iklim dan Kejadian Penyakit Analisis Ragam Karakter Vegetatif dan Generatif Karakter Pasca Panen Karakter Komponen Hasil Hasil dan Produktivitas Korelasi Heritabilitas Arti Luas Analisis Kluster SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1 1 1 2 2 2 3 4 4 4 5 5 5 5 10 11 11 12 15 16 17 19 21 22 24 25 27 27 27 27 31
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL 1 Kebutuhan suhu yang berbeda pada berbagai tahap pertumbuhan tomat 2 Kisaran, F-hitung, dan koefisien keragaman (KK) karakter kuantitatif 15 genotipe tomat 3 Nilai tengah karakter vegetatif dan generatif 15 genotipe tomat 4 Nilai tengah karakter pasca panen 15 genotipe tomat 5 Nilai tengah karakter komponen hasil 15 genotipe tomat 6 Nilai tengah karakter hasil dan produktivitas 15 genotipe tomat 7 Koefisien korelasi antar beberapa karakter pengamatan pada 15 genotipe tomat 8 Nilai duga heritabilitas pada 12 genotipe tomat dan varietas pembanding
3 15 17 18 20 21 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Karakter bentuk daun pada tanaman tomat Berbagai tipe tandan buah pada tanaman tomat Karakter jumlah rongga buah pada tomat Karakter bentuk biji buah pada tomat Bentuk buah pada tomat Tingkat depresi buah pada ujung tangkai buah tomat Karakter bentuk ujung buah pada tomat Kondisi pembibitan tomat Serangan hama pasca transplanting Jenis hama yang menyerang tanaman tomat Gejala penyakit pada tanaman tomat Gejala penyakit akibat clavibacter Produktivitas 15 genotipe tomat di dataran rendah Dendogram hubungan kekerabatan 15 genotipe tomat berdasarkan data pengukuran morfologi tanaman dan buah
7 8 8 9 9 10 10 11 12 13 13 14 22 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data iklim Deskripsi genotipe Data persentase kejadian penyakit Data pengamatan kualitatif
31 31 33 34
DAFTAR TABEL DALAM LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Data iklim stasiun Katulampa, Bogor Deskripsi genotipe kluster I Deskripsi genotipe kluster II Deskripsi genotipe kluster III Deskripsi genotipe kluster IV Deskripsi genotipe kluster V Deskripsi genotipe kluster VI Deskripsi genotipe kluster VII Persentase kejadian penyakit pada populasi tanaman tomat Karakter kualitatif I 15 genotipe tomat Karakter kualitatif II 15 genotipe tomat
31 31 31 32 32 32 32 33 33 34 34
PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Solanum lycopersicon L.) merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia. Menurut Maboko (2006) kandungan gizi yang tinggi menjadikan tomat sebagai sayuran yang populer dan banyak dibudidayakan di dunia. Tomat mempunyai prospek pasar yang cerah mengingat luasnya potensi lahan yang dapat ditanami oleh tanaman yang kaya akan vitamin dan mineral ini. Daya adaptasi tomat juga cukup luas, meliputi dataran tinggi maupun dataran rendah di Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) (2012) komoditas ini dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan sentra produksi yang berbeda-beda. Daerah sentra produksi tomat yang utama meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, serta Sulawesi Selatan dengan luas areal panen berturut-turut yaitu 10 897 ha, 4 491 ha, dan 4 561 ha. Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Tomat dibudidayakan di dataran tinggi pada umumnya. Purwati et al. (2001) melaporkan bahwa 60 % tomat ditanam di dataran tinggi dan sisanya 40 % di dataran rendah. Kusandriyani et al. (2005) menyatakan bahwa tomat lebih banyak diproduksi di dataran tinggi, karena varietas tomat untuk dataran rendah masih terbatas. Nicola et al. (2009) menambahkan bahwa tomat memang membutuhkan iklim yang dingin dan kering agar kualitas dan produksinya tinggi. Sebaliknya, menurut Sutapraja (2008) areal dataran tinggi tersebut sangat terbatas karena adanya persaingan dengan komoditas strategis lainnya juga adanya alih fungsi lahan, sehingga perlu perluasan areal penanaman tomat ke dataran yang lebih rendah. Mengacu pada data BPS (2012) luas panen tomat tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut yaitu 61 154 ha, 57 302 ha, dan 56 042 ha. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa trend areal luas panen tomat mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dirjen Hortikultura (2013) produksi tomat Indonesia mencapai 887 556 ton tahun 2012 tetapi masih mengimpor sebanyak 9 857 ton. Rata-rata hasil tomat di dataran rendah pada umumnya rendah, karena terbatasnya varietas unggul di tingkat petani sehingga banyak petani menanam varietas lokal dengan mutu benih yang rendah (Purwati et al. 2001). Perakitan varietas unggul tomat yang toleran di dataran rendah (< 400 m dpl) perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi serta memperluas areal pertanaman di Indonesia. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan tomat dataran rendah adalah cekaman lingkungan, khususnya cekaman suhu tinggi dan penyakit. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil tomat di dataran rendah penting dilakukan untuk mengembangkan varietas tomat yang toleran dataran rendah di Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil galur harapan tomat (Solanum lycopersicon L.) di dataran rendah.
2 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu terdapat minimal satu galur harapan tomat yang memiliki daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding.
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Botani Tomat Tomat (S. lycopersicon L.) telah banyak mengalami perubahan status taksonomi sejak awal abad ke-18. Miller pada tahun 1768 dengan menggunakan System Binomial Linneus, mempublikasikan beberapa spesies tomat dalam genus Lycopersicon. Namun, saat ini berdasarkan fakta hasil studi phylogenetic menggunakan sekuens DNA dan secara lebih dalam lagi menggunakan studi tentang morfologi dan distribusi geografi, disepakati bahwa tomat termasuk dalam genus Solanum baik oleh ahli taksonomi maupun pemulia tanaman (Peralta et al. 2006). Menurut Peterson et al. (1996) tomat termasuk tanaman diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=24 dan ukuran genom 950 Mbp. Menurut Jones (2007), tomat berasal dari Peru dan Kepulauan Galapagos tetapi pertama kali didomestifikasi di Meksiko. Peralta et al. (2006) menyatakan bahwa tomat telah diintroduksi ke Eropa dari Amerika dan menjadi dikenal oleh kalangan ahli botani sekitar pertengahan abad ke-16. Menurut Wijonarko (1990) tomat telah dijumpai di dataran tinggi Indonesia pada tahun 1811. Saat ini, tomat telah tersebar baik di dataran tinggi maupun dataran rendah di Indonesia. Tomat tergolong tanaman perdu yang berbatang lunak, mudah patah dan berambut halus (Aguswardhono 1999). Perakaran tanaman tomat berupa akar tunggang yang panjang. Kedalaman perakaran tomat umumnya 30-40 cm, tetapi dapat pula mencapai 50-70 cm (Saragih 2008). Tipe pertumbuhan tanaman tomat terbagi menjadi tiga yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate (Naika et al. 2005). Tanaman tomat dengan tipe determinate pertumbuhan vegetatifnya akan berhenti setelah keluarnya tandan bunga. Tanaman tomat tipe indeterminate mampu untuk tumbuh terus dan tandan bunga akan terbentuk pada tiap ruas. Tipe semideterminate mempunyai sifat di antara kedua tipe tersebut. Menurut Naika et al. (2005) bunga tomat termasuk jenis bunga sempurna dengan diameter 1.5-2 cm. Bunga dapat tumbuh berlawanan maupun tumbuh di antara daun. Kedudukan kantong sari terkadang sama tingginya dengan kepala putiknya (stigma), tetapi terkadang posisi kepala putik lebih tinggi dibanding kantung sarinya. Menurut Yana (2002) penyerbukan pada tomat terjadi selama 47 hari. Viabilitas sel telur dan tepung sari ditentukan oleh suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Menurut Wijonarko (1990), umumnya pembuahan pada tanaman tomat terjadi 98 jam setelah penyerbukan. Agurwardhono (1999) menambahkan bahwa buah tomat akan masak setelah 45-50 hari setelah pembuahan. Waktu panen untuk setiap varietas berbeda-beda, berkisar umur 2.5-3 bulan. Ciri buah tomat yang telah siap dipanen berwarna hijau, oranye atau merah dengan bentuk buah
3 tidak terlalu keras lagi. Pemetikan dilakukan 10-15 kali per musim tanam dengan selang 2-3 hari sekali. Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Iklim Tomat secara umum membutuhkan suhu yang relatif dingin, dan kering untuk hasil yang tinggi dan kualitas yang baik. Walaupun demikian, tomat mampu beradaptasi di berbagai kondisi iklim. Menurut Maskar dan Gafur (2006) suhu optimum untuk pematangan buah tomat dan perkembangan warna berkisar 20-24 oC. Menurut Naika et al. (2005) di dataran rendah tropis, suhu minimum saat malam hari sangat penting, suhu di bawah 21 oC dapat menyebabkan aborsi pada buah. Namun, pada suhu di bawah 10 oC dan di atas 38 oC menyebabkan jaringan tanaman tomat akan mengalami kerusakan. Tabel 1 menunjukkan variasi suhu yang dibutuhkan tomat pada berbagai tingkat pertumbuhan. Tabel 1 Kebutuhan suhu yang berbeda pada berbagai tahap pertumbuhan tomata Suhu (oC)
Tahapan Perkecambahan benih Pertumbuhan Bibit Pembentukan Buah Pembentukan Warna Buah a
Minimum
Optimum
Maksimum
11 18 18 10
16-29 21-24 20-24 20-24
34 32 30 30
Sumber: Naika et al. (2005)
Menurut Yana (2002) pada suhu 15 oC, pembentukan dan fungsi tepung sari terhambat. Periode pembentukan buah yang paling peka terhadap suhu adalah sekitar 5-10 hari sebelum antesis dan 2-3 hari setelah penyerbukan. Pembungaan akan sangat baik pada suhu siang antara 21-30 oC dan suhu malam antara 15-21 oC. Tanaman ini memerlukan sinar matahari minimal 8 jam hari-1. Air dan Kelembaban Air memiliki peranan yang sangat penting pada pertumbuhan tomat. Stres air dan kekeringan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan kematian pucuk dan gugur bunga, juga menyebabkan buah tidak terbentuk sempurna. Adapun bila hujan turun lebat dan kelembaban tinggi, organisme pengganggu tanaman (OPT) akan meningkat pesat dan buah mudah mengalami kebusukan. Tanaman ini memerlukan curah hujan berkisar 750-1250 mm tahun-1 atau 100200 mm bulan-1 (Maskar dan Gafur 2006). Tanah Tomat tumbuh baik di tanah mineral yang gembur, berdrainase baik, kaya bahan organik, memiliki WHC (Water holding capacity) dan aerasi yang baik (Naika et al. 2005). Menurut Maskar dan Gafur (2006) pH tanah yang baik untuk pertumbuhan tomat yaitu antara 6-7.
4 Pemuliaan Tomat Tujuan utama program pemuliaan tanaman adalah meningkatkan hasil serta memperbaiki kualitas tanaman budidaya melalui rekombinasi gen. Menurut Purwati (2009) pemuliaan tanaman merupakan suatu aktifitas yang bertujuan memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik tanaman, sehingga diperoleh varietas baru yang sifatnya lebih baik daripada kedua tetuanya. Menurut Makmur (1992) dalam kegiatan pemuliaan tanaman diperlukan adanya keragaman genetik, konsepsi dan tujuan atau sasaran yang jelas serta mekanisme penyebaran hasilnya pada masyarakat. Perbaikan genetik dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu penggabungan sifat-sifat baik yang berasal dari dua atau lebih tetua yang kemudian diikuti seleksi, seleksi terhadap sifat-sifat baik yang tersedia dalam populasi alam yang heterogen serta manipulasi atau perubahan susunan genom dan secara poliploidi atau mutasi (Purwanti 2009). Tomat termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, namun dapat dengan mudah disilangkan dengan spesies dari kerabat liarnya (Passam et al. 2007). Uji Daya Hasil Sebelum suatu varietas dilepas, calon varietas atau galur harapan harus diuji melalui proses uji daya hasil pendahuluan dan uji daya hasil lanjutan. Seleksi terhadap galur-galur unggul homozigot yang telah dihasilkan dilakukan selama kedua proses tersebut berlangsung. Kriteria penilaian berdasarkan sifat yang memiliki arti ekonomi, seperti daya atau komponen hasil tanaman (Kasno 1992). Uji daya hasil bertujuan untuk menguji potensi dan memilih galur-galur harapan yang berpeluang untuk dijadikan varietas unggul. Menurut Baihaki et al. (1976) dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya interaksi antara genotipe dengan lingkungannya untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul dalam pelaksanaan seleksi. Tomat Dataran Rendah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) hingga tahun 1999 telah melepas lima varietas tomat dataran rendah yaitu Intan, Ratna, Berlian, Zamrud dan Opal (Setiawati et al. 2007). Kelima varietas unggul nasional tersebut telah banyak dibudidayakan oleh petani. Varietas tomat hibrida yang berproduksi tinggi di dataran rendah diantaranya permata F1, Mitra F1, Tymoti, Destyne dan Arthaloka (Hidayati dan Darmawan 2012). Sejak tahun 1984-2011 jumlah varietas tomat yang telah dilepas yaitu 119 buah (Direktorat Perbenihan Hortikultura 2012). Varietas tomat yang telah dilepas tersebut tidak semuanya dapat berproduksi tinggi di dataran rendah, sebagiannya juga merupakan varietas hibrida. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang hortikultura, menetapkan tidak ada lagi pelepasan varietas tetapi varietas yang diedarkan wajib didaftarkan. Sejak diterbitkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/ Permentan/ OT.140/ 7 /2011 tentang pendaftaran varietas diperoleh data bahwa dari 119 varietas tomat
5 yang telah dilepas, hingga Maret 2013 hanya terdapat sebanyak 56 varietas yang telah didaftarkan (Pusat Perlindungan Varietas Tanaman 2013).
METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Tajur, Bogor dengan ketinggian 361 meter di atas permukaan air laut mulai bulan Januari hingga April 2013. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 15 genotipe tomat terdiri atas 12 genotipe uji dan 3 varietas pembanding. Genotipe yang diuji adalah IPB T3-8-3, IPB T8-5, IPB T30-4-3, IPB T33-1-3, IPB T34-7-10, IPB T43-6-8, IPB T53-3-1, IPB T573, IPB T60-2-2, IPB T64-2-3, IPB T65-6, IPB T78-10, varietas pembandingnya yaitu Intan, Ratna dan Karina. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang sapi, NPK serta kapur pertanian. Jenis pestisida yang diberikan yaitu fungisida sistemik dengan bahan aktif dazomet 98 % serta propineb 70 %, insektisida dengan kandungan bahan aktif deltamethrin 25 g l-1 serta prefonofos 500 g l-1, akarisida dengan kandungan bahan aktif dikofol 191 g l-1, serta bakterisida sistemik dengan bahan aktif streptomycin sulfat 20 %. Bahan dan alat lain yang digunakan pada penelitian ini yaitu plastik mulsa hitam perak, tray semai, ajir, label, sprayer, penggaris, timbangan analitik, larutan NaOH 0.1 N, larutan iodine 0.01 N, indikator phenoftalien (PP), indikator amilum, blender, labu takar, aquades, saringan, pipet, labu erlenmeyer, biuret, hand penetrometer, hand refraktometer, jangka sorong dan peralatan budidaya pertanian. Pelaksanaan Penyemaian Benih tomat disemaikan dahulu pada tray semai yang berisi media tanam. Benih tomat dimasukkan dua butir per sel tray. Pada umur kurang lebih 4 MSS bibit dipindahkan ke lapang. Pengolahan Lahan Lahan yang digunakan digemburkan kemudian dibuat petak-petak dengan ukuran 1.5 m x 5 m dengan jarak antar petak 30 cm dan tinggi petak 20 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm (double row). Pupuk dasar yang diaplikasikan meliputi pupuk kandang sapi 20 ton ha-1, NPK 4 ton ha-1, serta kapur pertanian 2 ton ha-1 diberikan pada 5 hari sebelum tanam. Fungisida diberikan dengan dosis 20 g m-2 pada tanah sebelum ditutup mulsa. Setelah itu bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak.
6 Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah bibit tomat ditanam antara lain: penyiraman, pengajiran, pemupukan, perempelan tunas air, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengajiran dilakukan untuk menopang tanaman saat berbuah lebat. Pengajiran dilakukan saat tanam. Ajir terbuat dari bambu dengan panjang 120 cm, ditancapkan 5 cm dari pohon, ditanam dalam tanah sedalam 20-30 cm dengan posisi miring keluar. Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan pada saat tanam dengan tali rafia. Penyiangan dilakukan secara manual dua minggu sekali atau sesuai pertumbuhan gulma. Perempelan tunas air dilakukan dua minggu sekali. Pemupukan dilakukan setiap seminggu sekali, berupa larutan NPK 16-16-16 10 g l-1, dosis 250 ml tanaman-1. Pupuk daun diberikan saat pertumbuhan vegetatif dengan konsentrasi 2 g l-1. Aplikasi pupuk daun bersamaan dengan penyemprotan pestisida sebanyak 2 g l-1. Pemanenan Pemanenan dilakukan bila tanaman telah berumur 80-90 HST atau sudah 50 % matang penuh dengan kriteria buah telah mengalami perubahan warna. Pemanenan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kematangan buah pada tanaman. Analisis Pasca Panen Kegiatan analisis pasca panen meliputi mengukur kandungan asam tertitrasi total dan kandungan vitamin C. Asam Tertitrasi Total (ATT) dapat digunakan sebagai parameter dalam mengukur kandungan asam atau pH yang terdapat di dalam buah. Kandungan ATT dan Vitamin C diukur dengan menghancurkan daging buah secara keseluruhan yang kemudian diambil sebanyak 25 g, kemudian buah yang telah dihancurkan tersebut disaring dengan diberi aquades hingga 100 ml dalam labu takar. Kemudian untuk mengukur kandungan ATT setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator phenolftalein dua tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Kandungan vitamin C diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan menggunakan 1-2 tetes indikator amilum. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan diberi 1-2 tetes indikator larutan amilum, kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Kandungan ATT dan Vitamin C dapat dihitung menggunakan rumus (Sugistiawati 2013):
Keterangan Fp
: 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat : faktor pengenceran ( )
7 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh dari setiap satuan percobaan. Peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai permukaan daun tertinggi dengan tanpa meluruskan tanaman saat mulai panen pertama. 2. Bentuk penampang batang. 3. Lama pengisian buah (hari) dihitung dengan membuat selisih umur panen dengan umur berbunga. 4. Warna batang (pewarnaan anthocyanin pada ruas tiga teratas): (1) tidak ada atau sangat lemah, (3) lemah, (5) sedang, (7) kuat, (9) sangat kuat. 5. Bentuk daun (Gambar 1): (1) tipe 1, (2) tipe 2, (3) tipe 3, (4) tipe 4, (5) tipe 5, dan (6) tipe 6.
Gambar 1 Karakter bentuk daun pada tanaman tomat (IPGRI 2012). 6. Tipe tandan buah (Gambar 2): (1) uniparous, (2) biparous, (3) triparous.
8
(1)
(2)
(3)
Gambar 2 Berbagai tipe tandan buah pada tanaman tomat (UPOV 2011). 7. Ukuran daun. Daun yang diamati adalah daun yang berada pada sepertiga bagian tengah, saat fase vegetatif. a. Panjang daun (cm) b. Lebar daun (cm) c. Panjang tangkai daun (cm) 8. Umur mulai berbunga (HST), diamati ketika 50 % populasi tanaman berbunga. 9. Umur mulai panen (HST), diamati ketika 50 % populasi tanaman dapat dipanen. 10. Ukuran buah. Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga. a. Panjang buah (cm), diukur pada pangkal buah hingga ujung buah. b. Diameter buah (cm), diukur pada bagian buah terbesar. 11. Jumlah rongga buah, diamati pada buah yang dipotong melintang (Gambar 3). Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga: (1) dua, (2) dua dan tiga, (3) tiga dan empat, (4) lima atau enam, (5) lebih dari enam.
Gambar 3 Karakter jumlah rongga buah pada tomat (UPOV 2011). 12. Tebal daging buah (mm). Pengamatan dilakukan terhadap 10 buah per ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga.
9 13. Padatan terlarut total, diukur menggunakan hand refractometer terhadap 10 buah per ulangan. Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga. 14. Bentuk biji (Gambar 4): (1) globular, (2) ovate, (3) triangular with pointed base.
(1)
(2)
(3)
Gambar 4 Karakter bentuk biji buah pada tomat 15. Warna biji: (1) kuning terang, (2) kuning gelap, (3) abu-abu, (4) coklat, (5) coklat gelap. 16. Bobot per buah per tanaman contoh (g). Buah yang digunakan adalah buah pada panen kedua atau ketiga. 17. Jumlah buah per tanaman. 18. Bobot buah per tanaman. Panen dilakukan seminggu dua kali hingga 8 minggu. 19. Intensitas warna hijau daun: (3) terang, (5) sedang, (7) gelap. 20. Warna bunga: (1) kuning, (2) orange. 21. Bentuk buah dalam penampang membujur (Gambar 5): (1) flattened, (2) oblate, (3) circular, (4) oblong, (5) cylindric, (6) elliptic, (7) cordate, (8) ovate, (9) obovate, (10) pyriform, (11) obcordate.
Gambar 5 Bentuk buah pada tomat (UPOV 2011). 22. Depresi buah pada ujung tangkai buah (Gambar 6): (1) tidak ada atau sangat lemah, (3) lemah, (5) sedang, (7) kuat.
10
Gambar 6 Tingkat depresi buah pada ujung tangkai buah tomat (UPOV 2011). 23. Bentuk ujung buah (Gambar 7): (1) melekuk, (2) melekuk agak datar, (3) datar, (4) datar meruncing, (5) meruncing.
Gambar 7 Karakter bentuk ujung buah pada tomat (UPOV 2011). 24. Warna buah masak: (1) kuning, (2) oranye, (3) merah muda, (4) merah. 25. Kekerasan buah, diukur menggunakan hand penetrometer terhadap 10 buah per ulangan. Setiap buah ditusuk pada tiga titik yaitu pangkal, ujung dan tengah. 26. Asam tertitrasi total, diukur terhadap 10 buah per ulangan. 27. Analisis kandungan vitamin C diukur terhadap 10 buah per ulangan. 28. Jumlah buah per tandan, diamati menggunakan satu tandan per tanaman sebanyak 10 tanaman contoh. 29. Jumlah tandan per tanaman, diamati pada 10 tanaman contoh. 30. Kejadian penyakit, diamati saat tanaman mulai tumbuh hingga tanaman mati. Rumus menghitung kejadian penyakit: Kejadian penyakit =
x 100 %
31. Produktivitas dihitung dengan cara: Produktivitas = bobot buah per tanaman x % tanaman hidup x (populasi per ha –20 %). Analisis Data Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu genotipe yang diulang tiga kali, sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Tanaman contoh yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap satuan percobaan. Model aditif linier percobaan adalah:
11 Yij = μ + τi + βj + εij Yij μ τi βj εij
= Respon pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j = Rataan umum = Pengaruh genotipe ke-i = Pengaruh kelompok ke-j = Pengaruh acak pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j (i = 1, 2, 3,...,14; j=1, 2, 3)
Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah menggunakan uji selang berganda Duncan pada taraf 5 %, analisis kluster dengan menggunakan dendrogram serta analisis korelasi. Pengujian selang berganda Duncan menggunakan fasilitas SAS. Analisis kluster dilakukan dengan melakukan skoring semua data hasil pengamatan, baik karakter kuantitatif dan kualitatif. Analisis kluster diuji menggunakan program SPSS. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel yang diamati. Pengujian analisis korelasi menggunakan SAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan PKHT-IPB Tajur yang memiliki ketinggian 361 meter di atas permukaan laut (mdpl). Penelitian dimulai pada bulan Januari-April 2013. Tanah pada lokasi penelitian memiliki nilai pH berkisar 5.0. Pengapuran dilakukan pada saat pengolahan lahan untuk meningkatkan pH tanah agar sesuai untuk pertumbuhan tomat.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Kondisi pembibitan tomat. Rak penyemaian dan pembibitan (a), bibit tomat 3 MSS (b), dan hama keong di pembibitan (c) Penyemaian benih dilakukan pada tray semai yang ditempatkan di rak persemaian (Gambar 8). Pemeliharaan selama di persemaian meliputi penyiraman bibit, pemupukan serta pengendalian hama. Penyiraman bibit dilakukan sehari sekali saat umur bibit 0-2 minggu setelah semai (MSS), sedangkan saat umur bibit mencapai 3-4 MSS penyiraman dilakukan dua kali
12 sehari. Hal ini dilakukan karena bibit yang berumur lebih dari 3 MSS membutuhkan air yang lebih banyak. Pemupukan pada bibit dilakukan hanya sekali saat bibit berumur 3 MSS untuk menghindari kurangnya suplai hara pada media. Pemupukan menggunakan setengah dosis (1 g l-1) NPK. Pengendalian hama yang dilakukan meliputi penyemprotan insektisida (setengah dosis) saat bibit berumur 3 MSS karena adanya serangan belalang di persemaian. Pengendalian hama secara manual juga dilakukan seperti pembuangan keong yang ada di pembibitan. Daya tumbuh rata-rata tanaman tomat untuk setiap genotipe berkisar 84-88 %. Bibit tomat dipindah tanam saat berumur 4 MSS. Penanaman dilakukan pagi hari untuk mengurangi stres lingkungan pasca pindah tanam. Kondisi Iklim dan Kejadian Penyakit Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) 2013 curah hujan (CH) rata-rata pada bulan Januari-April 2013 berkisar 322-562 mm bulan-1. Kelembapan dan suhu rata-ratanya berturut-turut 84-88 % dan 25.126.4 oC. Naika et al. (2005) menyampaikan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan tomat di lapang 20-24 oC. Maskar dan Gafur (2006) juga menambahkan bahwa CH yang baik untuk tomat 100-200 mm bulan-1. Berdasarkan kesesuaian data iklim tersebut, terlihat bahwa tomat yang ditanam di dataran rendah Bogor pertumbuhannya kurang optimal karena syarat kondisi iklim tidak terpenuhi dengan baik. Daya adaptasi keseluruhan genotipe dapat tergolong baik di dataran rendah Bogor. Meskipun lingkungan tumbuhnya kurang optimal tetapi hingga akhir panen selesai persentase rata-rata tanaman yang hidup mencapai 95 %. Purwati et al. (2001) menambahkan bahwa rata-rata produktivitas tomat lokal yang ditanam petani di dataran rendah umumnya 6 ton ha-1. Pada penelitian ini produktivitas genotipe yang ditanam berada pada kisaran 12-33 ton ha-1.
(a)
(b)
Gambar 9 Serangan hama pasca transplanting. Hama keong yang menyerang pasca transplanting (a) dan gejala bibit muda yang diserang keong hingga patah dan rebah (b) Kondisi lahan yang lembab dengan curah hujan dan suhu yang tinggi berpotensi mengundang hama dan penyakit. Pada minggu pertama hingga kedua penanaman, terlihat gejala putusnya pangkal batang hingga tanaman menjadi rebah. Hal ini diduga akibat serangan keong yang memakan batang tanaman muda (Gambar 9). Tanaman yang mati akibat serangan hama hingga minggu
13 kedua penanaman disulam sedangkan tanaman yang mati setelah dua minggu penanaman tidak disulam. Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan hama utama yang menyerang saat fase vegetatif awal. Selain keong, hama lain yang menyerang pada fase vegetatif awal yaitu belalang (Valanga nigricornis). Hama yang menyerang saat fase generatif yaitu ulat buah (Helicoverpa armigera) dan ulat grayak (Spodoptera litura) (Gambar 10). Serangan hama tersebut tidak begitu besar dalam populasi sehingga masih dapat dikendalikan. Kerusakan yang ditimbulkan hanya mengurangi kualitas buah yang dihasilkan.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 10 Jenis hama yang menyerang tanaman tomat. Hama yang menyerang saat fase generatif, ulat buah (a), dan ulat grayak (b). Hama yang menyerang saat fase vegetatif, keong (c), dan belalang (d) Beberapa penyakit utama yang ditemukan pada pertanaman tomat yaitu layu bakteri akibat clavibacter (Clavibacter michiganensis) , keriting daun akibat tungau (Tertranycus sp.), Blossom end rot, dan busuk buah oleh Rhizoctonia solani (Gambar 11). Gejala penyakit layu bakteri dan infeksi tungau mulai terlihat saat fase generatif awal (pembungaan). Gejala penyakit fisiologis yaitu Blossom end rot, dan busuk buah mulai terlihat saat fase generatif akhir (pembuahan).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 11 Gejala penyakit pada tanaman tomat. Keriting daun akibat tungau (a), layu bakteri akibat clavibacter (b), blossom end rot (c), dan busuk buah (d) Penyakit keriting daun karena serangan tungau pada fase vegetatif awal menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar pada hampir semua genotipe tomat di ulangan satu. Persentase kejadian penyakit akibat tungau 7-60 %. Jumlah tanaman yang terserang tungau terus bertambah hingga fase panen. Kehilangan yang cukup besar terjadi pada tanaman tomat yang diserang saat fase
14 vegetatif awal. Serangan tungau yang terparah terjadi di ulangan satu dimana lokasi bedeng pertanaman tomat dekat dengan bedeng terong yang memang sudah ditanam terlebih dahulu dan sudah terserang tungau. Pada pertanaman tomat ulangan satu, produksi yang dihasilkan jauh berbeda bila dibandingkan produksi tanaman pada ulangan dua maupun tiga. Bila pada ulangan dua maupun ulangan tiga produksi rata-rata pertanaman tomat mampu mencapai 1.5 kg, maka produksi pertanaman tomat pada ulangan satu paling banyak hanya mencapai 0.5 kg dengan kualitas buah yang jauh di bawah ulangan dua maupun tiga. Genotipe yang cukup rentan terhadap serangan tungau yaitu genotipe Ratna dan yang cukup tahan yaitu genotipe IPB T8-5. Serangan tungau ditandai dengan terjadinya keriting pada daun muda, tanaman yang diserang saat fase vegetatif awal dapat menjadi kerdil dan tidak dapat bertambah tinggi lagi batangnya. Pada beberapa tanaman yang telah terserang tungau, ada yang benar-benar tidak dapat menghasilkan buah sama sekali. Penyebaran tungau sangat cepat sekalipun aplikasi akarisida dilakukan setiap minggu. Penyakit lain yang ditemukan pada tanaman tomat yaitu layu bakteri yang disebabkan karena clavibacter (Gambar 12). Persentasi kejadian penyakit akibat clavibacter berkisar 0-15 %. Genotipe yang cukup rentan pada penyakit ini yaitu IPB T43-6-8. Clavibacter merupakan layu bakteri yang masih tergolong langka di Indonesia. Inang utama clavibakter memang tanaman tomat. Penyakit ini diduga berasal dari Amerika Utara dan telah ditemukan di Jawa dan Sumatera pada tahun 2008 (Zainal et al. 2008). Penyakit ini diduga merupakan penyakit yang terbawa benih. Penyebaran penyakit ini sangat cepat melalui percikan air hujan. Penyakit ini memiliki sedikit perbedaan dengan layu bakteri pada umumnya. Gejala awalnya ditandai dengan menggulung dan menguningnya anak daun pada daun bagian bawah. Munculnya bercak kecoklatan seperti memar pada batang ataupun tangkai daun. Saat batang dipotong dan cairan pada batang dilihat menggunakan mikroskop, akan terlihat koloni bakteri berwarna bening dalam jumlah yang banyak bergerak aktif. Serangan clavibacter tidak terjadi pada semua genotipe dalam populasi juga tidak mengurangi hasil secara ekonomi.
(a)
(b)
Gambar 12 Gejala penyakit akibat clavibacter. Gejala memar kecoklatan pada tanaman yang terkena clavibacter (a), daun bagian bawah mengkeriting layu kecoklatan (b) Penyakit lain yang ditemukan pada pertanaman tomat yaitu blossom end rot dan busuk buah. Akan tetapi keduanya tidak menyebabkan kehilangan yang
15 cukup berarti. Penyakit kelainan fisiologis seperti blossom end rot diduga terjadi karena kekurangan unsur Ca. Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter yang diamati. Genotipe berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap semua karakter kuantitatif kecuali pada karakter bobot buah pertanaman dan produktivitas. Genotipe berpengaruh nyata pada taraf 5 % terhadap karakter bobot buah pertanaman dan produktivitas (Tabel 2). Tabel 2 Kisaran, F-hitung, dan koefisien keragaman (KK) karakter kuantitatif 15 genotipe tomat Karakter Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang buah (mm) Diameter buah (mm) Tebal daging buah (mm) Padatan terlarut total (Obrix) Bobot per buah (gram) Kekerasan buah (kg cm-2) Vitamin C (mg 100g-1) Asam tertitrasi total (mg 100g-1) Panjang tangkai daun (cm) Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Jumlah buah per tanaman Umur berbunga (HST) Umur panen (HST) Lama pengisian buah (hari) Bobot buah per tanaman (kg)b Produktivitas (ton ha-1)b a
Kisaran
Fhitunga
KK (%)
76.9-113.5 23-39.2 24.6-37.7 20.9-53.9 23.6-51.8 2.3-4.9 3.1-5 12.6-67 0.29-0.62 34-76 50-133 4.64-7.39 3.6-8.4 8.9-46.6 25-95 16-28 48-66 26-38.7 0.6-1.7 12.3-33.9
4.53** 11.88** 6.40** 12.00** 16.13** 6.18** 4.02** 14.28** 3.19** 9.52** 2.96** 4.86** 3.00** 6.57** 5.62** 8.27** 20.01** 6.38** 2.94* 2.54*
10.67 8.25 9.88 8.62 8.89 13.98 11.71 22.31 26.81 13.33 20.24 7.40 13.47 21.15 31.94 8.60 3.88 7.13 23.17 26.56
** berbeda nyata pada taraf 1 %, * berbeda nyata pada taraf 5 %, b data diolah dengan dua ulangan
Hasil rekapitulasi sidik ragam juga memperlihatkan nilai koefisien keragaman (KK) pada peubah yang diamati. Menurut Gomez dan Gomez (1995) nilai KK menggambarkan keadaan percobaan, semakin rendah nilai KK akurasinya semakin tinggi. Menurut Steel and Torrie (1989) untuk dapat menentukan standar nilai KK tergolong tinggi atau rendah diperlukan pengalaman dengan data serupa. Nilai KK terendah (3.88 %) ditunjukkan oleh peubah umur panen sedangkan nilai KK tertinggi (31.94 %) ditunjukkan oleh peubah jumlah buah per tanaman. Khasanah (2013) menyatakan adanya variasi nilai KK
16 menunjukkan bahwa lingkungan memberi pengaruh berbeda terhadap peubah yang diamati. Karakter Vegetatif dan Generatif Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3 serta Ratna memiliki nilai tengah yang tinggi dari semua genotipe yang diuji untuk karakter tinggi tanaman (Tabel 3). Karakter tinggi tanaman penting diperhatikan karena berhubungan dengan penyebaran penyakit maupun tingkat kerebahan saat fase generatif. Berdasarkan pengamatan di lapang pada genotipe yang tingginya kurang dari 80 cm dengan panjang daun lebih dari 30 cm, penyebaran penyakit (khususnya karena bakteri) melalui percikan air hujan lebih mudah terjadi. Hal ini diduga karena daun pada genotipe tersebut menyentuh permukaan tanah. Sebaliknya, genotipe yang tingginya lebih dari 100 cm umumnya lebih mudah rebah saat fase pengisian buah sehingga menyulitkan pemeliharaan. Batang tomat yang patah terutama saat fase berbuah cukup merugikan karena menyulitkan panen, merusak kualitas buah (buah berjatuhan) membuat iklim mikro di sekitarnya menjadi lebih lembab, sehingga potensi terjadinya infeksi penyakit besar. Tomat termasuk tanaman yang perakarannya dangkal (Saragih 2008) dan buahnya berat, sehingga apabila posturnya tinggi dan tidak disokong dengan baik, tajuknya tidak akan mampu berdiri tegak, akibatnya batang akan mudah patah dan rebah. Menurut Soedomo (2012) genotipe yang tinggi cocok dibudidayakan di daerah tinggi kering agar mampu menunjukkan keragaan yang optimal. Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T57-3 dan Ratna memiliki panjang daun terpanjang dibandingkan dengan seluruh genotipe yang diamati (Tabel 3). Panjang daun terpendek dimiliki oleh genotipe IPB T3-8-3, IPB T30-4-3, IPB T33-1-3 serta IPB T53-3-1. Tabel 3 menunjukkan bahwa genotipe IPB T65-6 IPB T57-3, IPB T60-2-2, IPB T78-10, Intan dan Ratna memiliki lebar daun yang tidak berbeda nyata. Keenam genotipe tersebut memiliki lebar daun terlebar dibandingkan semua genotipe uji. Genotipe IPB T78-10, IPB T64-2-3, dan IPB T43-7-10 memiliki panjang tangkai daun yang terpanjang sedangkan genotipe Intan, Karina, Ratna, IPB T57-3, serta IPB T33-1-3 memiliki tangkai daun yang terpendek. Umur tomat yang genjah merupakan salah satu kriteria penting yang diinginkan petani. Salah satu indikator yang cukup baik untuk memprediksi umur panen yaitu umur berbunga. Umumnya tanaman yang umur berbunganya genjah cenderung memiliki umur panen yang genjah. Genotipe yang memiliki umur berbunga tergenjah yaitu IPB T30-4-3, IPB T53-3-1, serta IPB T33-1-3. Genotipe IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T64-2-3, IPB T78-10, serta Ratna merupakan genotipe yang umur berbunganya tergolong dalam. Umur panen diduga tidak hanya ditentukan oleh umur berbunga tetapi juga ditentukan oleh kecepatan pengisian buah. Selisih antara umur panen dan umur berbunga merupakan masa pengisian buah. Berdasarkan selisih tersebut dapat dihitung rata-rata lamanya masa pengisian buah. Rata-rata waktu pengisian buah pada ke15 genotipe tersebut yaitu 33.4 hari. Genotipe IPB T8-5 merupakan genotipe yang memiliki masa pengisian buah terpendek yaitu 26 hari sedangkan Ratna merupakan genotipe yang memiliki masa pengisian buah terlama yaitu 39 hari. Kecepatan pengisian buah diduga berhubungan erat dengan tingkat kekerasan
17 buah. Genotipe IPB T8-5 memiliki nilai kekerasan buah terendah diduga karena cepatnya masa pengisian buah yang kurang didukung oleh banyaknya akumulasi fotosintat dalam buah. Sebaliknya, Ratna memiliki nilai kekerasan yang cukup baik karena mungkin didukung oleh lamanya masa akumulasi fotosintat. Tabel 3 Nilai tengah karakter vegetatif dan generatif 15 genotipe tomata
a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf uji 5 %
Umur panen umumnya dipengaruhi juga oleh lingkungan. Tanaman tomat yang ditanam di dataran tinggi cenderung umur panennya lebih dalam daripada tanaman tomat yang ditanam di dataran rendah. Tabel 3 memperlihatkan bahwa genotipe Ratna dan IPB T78-10 merupakan genotipe yang umur panennya dalam dibandingkan semua genotipe yang diamati. Genotipe uji yang umur panennya paling genjah yaitu genotipe IPB T53-3-1, IPB T30-4-3, IPB T3-8-3 serta IPB T8-5. Karakter Pasca Panen Padatan Terlarut Total (PTT) dan Asam tertitrasi total (ATT) memiliki keterkaitan hubungan dalam penentuan rasa yang terkandung dalam tomat. Rasio gula/asam atau keseimbangan antara rasa manis dan asam yang berbeda-beda pada tomat dapat menciptakan paduan rasa yang unik, jika semakin tinggi nilai rasio PTT/ATT maka buah menunjukkan rasa semakin manis. Genotipe IPB T53-3-1, IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T3-8-3, IPB T30-4-3 serta Ratna
18 memiliki kandungan PTT yang terbaik di antara semua genotipe yang diamati (Tabel 4). Kandungan PTT pada penelitian ini berkisar 3-5 obrix. Menurut Wijayani (2005) kandungan gula total pada buah tomat sangat dipengaruhi sifat genetik tanaman. Kandungan nitrogen yang cukup juga dapat meningkatkan terjadinya hidrolisa tepung menjadi gula. Menurut Prihadi (1993) tomat yang mengandung PTT yang tinggi, baik digunakan untuk tomat olahan karena menghasilkan produk yang lebih tinggi per bobot buah. Tabel 4 Nilai tengah karakter pasca panen 15 genotipe tomata Genotipe
IPB T3-8-3 IPB T8-5 IPB T30-4-3 IPB T33-1-3 IPB T34-7-10 IPB T43-6-8 IPB T53-3-1 IPB T57-3 IPB T60-2-2 IPB T64-2-3 IPB T65-6 IPB T78-10 Intan Ratna Karina a
Padatan terlarut total (Obrix)
Kekerasan buah (kg cm-2)
Asam tertitrasi total (mg 100g-1)
Vitamin C
4.7ab 3.6cdef 5.0a 3.3ef 3.8cdef 3.5def 4.3abcd 4.0bcde 3.6cdef 4.2abcd 4.3abcd 3.5def 3.1f 4.4abc 4.0bcde
0.62a 0.29e 0.60ab 0.34de 0.53abcd 0.33de 0.57abc 0.53abcd 0.43abcde 0.37cde 0.31de 0.59abc 0.31de 0.40abcde 0.38bcde
99ab 69bcd 118a 91abc 85bcd 75bcd 93abc 84bcd 92abc 62cd 66cd 57d 85bcd 66cd 73bcd
34e 50cd 49cd 45de 76a 53cd 34e 49cd 61bc 71ab 71ab 54cd 50cd 70ab 71ab
(mg 100g-1)
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf uji 5 %
Nilai kekerasan buah diperoleh dari pengukuran dengan alat hand penetrometer, nilai kekerasan yang semakin tinggi menunjukkan buah semakin keras. Menurut Pratiwi (2012) tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Genotipe IPB T3-8-3, IPB T53-3-1, IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T30-4-3, IPB T60-2-2, IPB T78-10, Ratna, serta Karina memiliki tingkat kekerasan buah terbaik. Karakter kekerasan buah penting menjadi pertimbangan jika buah tersebut perlu untuk ditransport jarak jauh. Menurut Wijayani (2005) kekerasan buah tomat sangat terkait erat dengan kadar air yang dikandung buah tersebut. Apabila kadar airnya tinggi maka buah tersebut akan lembek atau berkurang kekerasannya, sebaliknya apabila kadar airnya sedikit maka buah akan menunjukkan kekerasan yang lebih tinggi apabila diukur dengan alat hand penetrometer buah 1 kg. Buah yang memiliki tingkat kekerasan yang tinggi akan lebih aman terhadap kerusakan selama perjalanan. Asam Tertitrasi Total berkaitan dengan kandungan vitamin C yang ada di dalam buah. Kandungan ATT pada keseluruhan genotipe berkisar 57-118 (mg 100g-1). IPB T30-4-3, IPB T3-8-3, IPB T33-1-3, dan IPB T53-3-1 memiliki
19 kandungan ATT tertinggi dibandingkan keseluruhan genotipe. Menurut Lee dan Kader (2000) kandungan vitamin C dalam buah-buahan dan sayuran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan genotipe, iklim sebelum panen, metode kematangan dan pemanenan serta prosedur penanganan pascapanen. Kandungan vitamin C tertinggi dimiliki oleh genotipe IPB T34-7-10, IPB T65-6, IPB T64-2-3, Ratna serta Karina. Kandungan vitamin C pada genotipe tomat yang diuji berkisar 34-76 mg 100g-1. Variasi kandungan vitamin C ini menunjukkan adanya perbedaan respon pada tiap genotipe. Tingginya Vitamin C pada tomat berkaitan erat dengan sifat genetik dan juga fungsi unsur nitrogen bagi proses metabolisme tanaman (Wijayani 2005). Kondisi nitrogen rendah menyebabkan protein yang terbentuk berkurang dan sebaliknya apabila kandungan nitrogen dalam jaringan tanaman meningkat maka kandungan protein yang sekaligus juga kandungan vitamin C akan meningkat. Karakter Komponen Hasil Komponen hasil merupakan karakter agronomi yang sangat penting pada bidang pemuliaan. Komponen hasil merupakan karakter kuantitatif yang bersifat sangat kompleks, dipengaruhi oleh lingkungan dan dikendalikan oleh banyak gen, setiap gen memiliki pengaruh yang kecil (Syukur et al. 2012). Gen-gen tersebut memiliki interaksi yang sangat spesifik, sehingga pemuliaan yang mengarah pada peningkatan hasil cukup sulit dilakukan (Murti et al. 2000; Zdravkovic 2011). Genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T78-10 memiliki panjang buah yang sama panjangnya dengan varietas pembanding Intan dan Ratna. Genotipe Karina memiliki karakter panjang buah yang tidak berbeda nyata dengan dengan genotipe IPB T43-6-8, IPB T34-7-10, IPB T57-3, IPB T60-2-2, serta IPB T8-5. Tabel 5 menunjukkan bahwa genotipe IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T8-5 dan Intan memiliki diameter buah terlebar dibandingkan semua genotipe yang diamati. Genotipe IPB T43-6-8, IPB T57-3, IPB T60-2-2 memiliki nilai diameter buah yang tidak berbeda dengan genotipe Ratna dan Karina. Bobot per buah genotipe IPB T43-6-8, IPB T65-6, IPB T64-2-3, IPB T8-5, IPB T78-10 sama dengan bobot per buah pada genotipe Intan dan Ratna. Genotipe Karina memiliki bobot per buah yang tidak berbeda dengan IPB T60-22, IPB T57-3, dan IPB T34-7-10. Menurut Setiawati et al. (2007), Intan merupakan tomat dengan karakter bobot buahnya berkisar 50-75 g, sedangkan Ratna bobot per buahnya 35-45 g. Bobot per buah genotipe Ratna mencapai 58.1 g (Tabel 5). Bobot per buah pada Ratna jauh lebih besar dari deskripsi varietas. Bobot per buah IPB T30-4-3, IPB T60-2-2 dan IPB T64- 2-3 pada penelitian ini berturut-turut yaitu 18.1 g, 31.4 g, serta 57.2 g. Khasanah (2013) melaporkan bobot per buah pada ketiga genotipe tersebut yang ditanam di Tajur tahun 2012 yaitu berturut-turut 11.5 g, 23.9 g, serta 40 g. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan bobot per buah pada genotipe yang sama. Perbedaan ini diduga disebabkan karena faktor cuaca seperti curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban relatif maupun intensitas cahaya. Menurut Faruq et al. (2012) lingkungan dapat mempengaruhi perubahan ukuran buah maupun bobotnya menjadi lebih kecil dari normal maupun menjadi lebih besar dengan nutrisi yang cukup. Soedomo (2012) menyatakan bahwa produktivitas bobot secara umum dapat dikaitkan dengan indeks luas daun. Indeks luas daun yang lebih luas
20 diasumsikan dapat menghasilkan fotosintat yang lebih banyak. Zdravkovic (2011) menambahkan bahwa bobot per buah dan jumlah buah per tanaman merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dan sangat tergantung pada lingkungan. Tabel 5 Nilai tengah karakter komponen hasil 15 genotipe tomata
a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5 %
Tabel 5 menunjukkan karakter tebal daging buah pada genotipe IPB T53-31, IPB T33-1-3 serta IPB T30-4-3 memiliki nilai yang terkecil dibandingkan semua genotipe yang diamati. Menurut Suryadi et al. (2004) daging buah pada tomat dapat dikategorikan tebal apabila telah mencapai 4 mm. Karakter jumlah buah per tandan dan jumlah tandan pertanaman merupakan komponen yang mempengaruhi jumlah buah keseluruhan. Jumlah buah per tandan pada keseluruhan genotipe yang diamati berada pada rentang 4-7 buah per tandan. Genotipe IPB T53-3-1 mempunyai jumlah tandan terbanyak sedangkan genotipe IPB T78-10 mempunyai jumlah tandan yang paling sedikit diantara semua genotipe yang diamati. Tabel 5 memperlihatkan bahwa genotipe IPB T53-3-1, IPB T30-4-3, IPB T3-8-3 dan IPB T33-1-3 nyata memiliki jumlah buah terbanyak dibandingkan genotipe lain maupun varietas pembanding. Kedua genotipe tersebut memang memiliki buah yang berukuran kecil. Jumlah buah pada genotipe lainnya tidak berbeda nyata satu sama lain.
21 Hasil dan Produktivitas Komponen hasil merupakan komponen agronomi yang penting dalam pemuliaan. Menurut (Zdravkovic 2011) produktivitas tinggi merupakan salah satu tujuan utama pemuliaan tanaman. Tabel 6 memperlihatkan nilai bobot buah per tanaman dan produktivitas berturut-turut 0.6-1.7 kg dan 12.3-33.9 ton ha-1. Genotipe IPB T65-6, IPB T34-710, IPB T43-6-8, IPB T57-3, dan IPB T64-2-3 memiliki nilai tengah karakter bobot buah per tanaman dan produktivitas yang tidak berbeda nyata dengan Ratna maupun Karina. Hal ini berarti bobot buah per tanaman dan produktivitas yang dihasilkan genotipe tomat tersebut sama baiknya dengan Ratna maupun Karina sebagai varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 mempunyai bobot buah per tanaman dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Intan. Hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa Genotipe IPB T65-6, IPB T34-710, IPB T43-6-8, IPB T57-3, dan IPB T64-2-3 memiliki daya hasil yang sebanding dengan Ratna dan Karina. Hal ini berarti bahwa dengan dilepasnya galur tersebut diharapkan dapat memberikan pilihan yang lebih baik bagi petani. Dengan banyaknya galur baru yang mempunyai daya hasil yang sebanding maupun lebih tinggi dari varietas komersial tentu diharapkan akan dapat mempermudah petani untuk membudidayakan tanaman tomat di dataran rendah. Tabel 6 Nilai tengah karakter hasil dan produktivitas 15 genotipe tomata Genotipe
IPB T3-8-3 IPB T8-5 IPB T30-4-3 IPB T33-1-3 IPB T34-7-10 IPB T43-6-8 IPB T53-3-1 IPB T57-3 IPB T60-2-2 IPB T64-2-3 IPB T65-6 IPB T78-10 Intan Ratna Karina a
Bobot buah per tanaman (g)
Produktivitas (ton ha-1)
1006.7bcde 697.5de 1053.6bcde 627.9e 1130.5abcde 1153.5abcde 740.7de 1402.3abc 1037.2bcde 1293.9abcd 1468.6ab 965.8bcde 823.8cde 1729.8a 1287.6abcd
19.47bcd 12.35d 19.53bcd 12.26d 19.82bcd 19.02bcd 14.80cd 26.63abc 18.04bcd 24.31abcd 29.37ab 19.32bcd 15.15cd 33.87a 23.87abcd
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan taraf 5 %
Berdasarkan panduan deskripsi varietas yang dikemukakan oleh Setiawati et al. (2007) potensi hasil untuk Intan mencapai 25 ton ha-1 sedangkan untuk Ratna 20 ton ha-1. Gambar 13 memperlihatkan bahwa produktivitas Intan pada penelitian ini dibawah potensi hasil, sedangkan produktivitas Ratna mampu melebihi potensi hasil. Tingginya produktivitas Ratna diduga karena terjadinya pembesaran ukuran buah dan bobot per buahnya melebihi rentang yang ada pada
22 deskripsi varietas. Setiap genotipe akan memberi respon yang berbeda meski ditanam pada lingkungan yang diusahakan homogen. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Purwati (2009) bahwa interaksi genotipe dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan baik iklim, tanah, maupun fluktuasi cuaca, meliputi jumlah dan distribusi curah hujan (CH) serta temperatur, adanya perbedaan hasil antar genotipe juga terjadi karena tanggap tanaman terhadap variasi lingkungan beragam dari tanaman yang satu dengan yang lain. Dengan demikian karakter yang terdapat pada mahluk hidup akan terus menerus memberikan tanggap dan penyesuaian terhadap lingkungannya. Produktivitas 40 35 30 25
Produktivitas (ton/ha)
20 15 10 5 0 T3 T8 T30 T33 T34 T43 T53 T57 T60 T64 T65 T78
I
R
K
Gambar 13 Produktivitas 15 genotipe tomat di dataran rendah. T3 (IPB T3-8-3), T8 (IPB T8-5), T30 (IPB T30-4-3), T33 (IPB T33-1-3), T34 (IPB T34-7-10), T43 (IPB T43-6-8), T53 (IPB T53-3-1), T57 (IPB T57-3), T60 (IPB T60-2-2), T64 (IPB T64-2-3), T65 (IPB T65-6), T78 (IPB T78-10), I (Intan), R (Ratna) dan K (Karina). Produktivitas = bobot buah per tanaman x % tanaman hidup x (populasi per ha –20 %). Genotipe yang diuji hampir semuanya memiliki nilai produktivitas yang sama tingginya bila dibandingkan dengan Intan maupun Karina sebagai varietas pembanding (Gambar 13). Genotipe yang pada Tabel 5 menunjukkan keragaan agronomi yang baik, yaitu memiliki jumlah buah yang tinggi ternyata tidak memiliki produktivitas yang tinggi (Gambar 13). Jumlah buah tidak selalu menjamin tingginya bobot buah per tanaman karena adanya perbedaan ukuran maupun bobot per buah juga adanya fruitset (Zdravkovic 2011; Faruq 2012). Korelasi Korelasi antar sifat tanaman biasanya diukur dengan koefisien korelasi. Korelasi antar sifat tanaman penting dalam pemuliaan tanaman karena koefisien korelasi merupakan nilai dari hubungan antara dua sifat atau lebih, baik dari genetik maupun non genetik (Asmara et al. 2011). Berdasarkan hasil analisis korelasi (Tabel 7) karakter tinggi tanaman berkorelasi nyata pada taraf 1 % sebesar 0.6 terhadap karakter produktivitas.
23 Berdasarkan analisis korelasi (Tabel 7) panjang daun nyata mempengaruhi karakter bobot per buah pada tomat sebesar 0.6 pada taraf 1 %. Tabel 3 memperlihatkan bahwa genotipe yang memiliki panjang daun yang panjang memiliki kecenderungan menghasilkan bobot per buah yang lebih besar dibanding genotipe yang panjang daunnya kecil. Karakter panjang daun juga berkorelasi negatif sebesar 0.6 dengan karakter jumlah buah per tanaman. Hal ini berarti genotipe tomat yang memiliki panjang daun yang pendek cenderung memiliki buah yang lebih banyak dibanding genotipe berdaun panjang. Tabel 7 Koefisien korelasi antar beberapa karakter pengamatan pada 15 genotipe tomata
a
** berbeda nyata pada taraf 1 %; * berbeda nyata pada taraf 5 %; tn tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 %; TT: tinggi tanaman; PD: panjang daun; LD: Lebar daun; PB: panjang buah; DB: diameter buah; TDB: tebal daging buah; PTT: padatan terlarut total; BPB: bobot per buah; KB: kekerasan buah; Vit C; JB: jumlah buah; UP: umur panen; P: produktivitas.
Analisis korelasi memperlihatkan bahwa karakter lebar daun pada tomat memiliki koefisien korelasi yang positif sebesar 0.6 mempengaruhi bobot per buah, juga memiliki koefisien korelasi negatif 0.5 terhadap karakter jumlah buah per tanaman. Karakter lebar daun juga berkorelasi positif sebesar 0.9 dengan karakter panjang daun. Hal ini berarti semakin panjang daun maka lebar daun akan semakin lebar. Baik karakter panjang daun maupun lebar daun sama-sama memiliki korelasi positif dengan karakter umur panen (Tabel 7). Tanaman tomat yang daunnya berukuran kecil cenderung memiliki umur lebih genjah dibanding tanaman yang daunnya berukuran lebih besar. Umur panen berkorelasi positif dengan ukuran buah (Tabel 7), buah yang ukurannya lebih kecil cenderung lebih cepat panen dibandingkan buah berukuran besar. Analisis korelasi juga menunjukkan bahwa karakter panjang buah
24 berkorelasi positif sebesar 0.7 dengan tinggi tanaman, 0.6 dengan ukuran daun, 0.7 dengan tebal daging buah, 0.5 dengan umur panen dan 0.9 dengan bobot per buah, juga berkorelasi negatif sebesar 0.6 dengan jumlah buah per tanaman. Hal ini berarti semakin tinggi suatu tanaman, maka potensi buah yang dihasilkan berukuran besar juga semakin tinggi. Buah yang memiliki panjang buah lebih panjang juga cenderung memiliki diameter buah yang lebih lebar. Ukuran daun yang semakin besar juga mempengaruhi semakin besarnya ukuran buah. Buah yang panjang cenderung memiliki ketebalan daging buah yang lebih tebal. Genotipe IPB T78-10 dan Ratna merupakan tomat yang panjang buahnya mencapai lebih dari 50 mm (Tabel 5) dengan tebal daging buah mencapai lebih dari 4.5 mm (Tabel 5). Buah-buah berukuran besar juga umumnya memiliki waktu panen yang kurang genjah dibanding buah tomat berukuran kecil. Genotipe yang berbuah besar juga biasanya memiliki jumlah buah yang sedikit, karena aliran fotosintat difokuskan pada pembesaran ukuran buah. Karakter diameter buah memiliki nilai korelasi positif 0.9 terhadap karakter bobot per buah dan 0.40 terhadap karakter produktivitas (Tabel 7). Diameter buah diduga merupakan salah satu komponen hasil yang penting dalam proses seleksi untuk menghasilkan tomat yang produktivitasnya tinggi. Seperti halnya panjang buah, diameter buah juga mempengaruhi ketebalan daging buah seperti yang diperlihatkan pada nilai koefisien korelasi (Tabel 7). Hasil analisis korelasi menunjukkan karakter tebal daging buah memiliki korelasi dengan semua karakter yang diamati kecuali pada karakter kandungan PTT (Tabel 7). Karakter tebal daging buah merupakan salah satu komponen hasil yang penting karena memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.7 dengan karakter bobot per buah. Karakter bobot per buah juga sangat dipengaruhi oleh karakter panjang buah dan diameter buah dengan koefisien korelasi yang positif yaitu sebesar 0.9 (Tabel 7). Karakter kekerasan buah nyata berkorelasi negatif dengan karakter ketebalan daging buah (Tabel 7). Menurut Prihadi (1993) tidak terdapat hubungan yang jelas antara kekerasan dan tebal daging buah, buah tebal tidak menjamin keras. Kekerasan dipengaruhi oleh kondisi kulit epidermis yang tidak sama tingkat keliatannya pada masing-masing genotipe. Heritabilitas Arti Luas Keragaman yang diamati pada suatu karakter harus dapat dibedakan karena faktor lingkungan atau faktor genetik. Heritabilitas merupakan suatu parameter untuk mengukur besarnya keragaman fenotipe yang dapat diwariskan antar kerabat (Syukur et al. 2012). Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas merupakan rasio ragam genotipe dengan ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan rasio antara ragam aditif dengan ragam fenotipe. Tabel 8 menunjukkan nilai heritabilitas berbagai karakter yang diamati. Nilai heritabilitas tertinggi yaitu 95 % pada karakter umur panen, sedangkan yang terendah yaitu 66.17 % pada karakter asam tertitrasi total. Nilai heritabilitas menunjukan faktor lingkungan, genetik atau interaksi dari kedua faktor tersebut yang berpengaruh terhadap suatu variabel (Asmara et al. 2011). Menurut Syukur et al. (2012) nilai heritabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (<20 %), sedang (20-50 %) dan tinggi (>50 %). Nilai heritabilitas pada
25 Tabel 8 tersebut memperlihatkan bahwa semua karakter heritabilitasnya masuk ke dalam kategori tinggi. Tingginya nilai heritabilitas pada semua karakter menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh sedikit terhadap keragaan tanaman di lapang. Rendahnya pengaruh lingkungan dapat disebabkan karena semua genotipe ditanam di satu lokasi yang sama (homogen). Heritabilitas yang tinggi pada karakter komponen hasil dan hasil juga menunjukkan dimungkinkannya seleksi langsung pada generasi ini. Tabel 8 Nilai duga heritabilitas pada 12 genotipe tomat dan varietas pembandinga Karakter
σ2 g
σ2 p
h2bs (%)
Kekerasan buah Padatan terlarut total Panjang tangkai daun Jumlah buah per tandan Tebal daging buah Umur berbunga
0.01 0.24 0.25 0.41 0.49 9
0.01 0.3 0.32 0.62 0.6 9.99
68.68 75.15 79.44 66.65 83.81 87.90
Lama pengisian buah
10
12.2
84.30
Lebar daun Panjang daun Umur panen Produktivitas Jumlah tandan per tanaman Panjang buah Diameter buah Tinggi tanaman Vitamin C Asam tertitrasi total Bobot per buah Jumlah buah per tanaman Bobot buah per tanaman
16 24 29 23 43 49 62 108 161 177 355 441 62333
18.7 26.4 30.9 32.78 50.78 53.9 66.3 138 179.8 267.88 381.4 537 83787
84.36 91.58 95.00 69.79 84.77 91.66 93.79 77.90 89.50 66.17 92.99 82.20 74.40
a
σ2g = ragam genotipe, σ2p = ragam fenotipe, h2bs = heritabilitas arti luas (σ2g/σ2p)
Analisis Kluster Kekerabatan antar genotipe dapat dilihat berdasarkan pengamatan karakter tanaman yang kemudian diberi skor untuk dianalisis. Kedekatan kekerabatan dianalisis menggunakan dendrogram. Kesamaan karakter yang dimiliki oleh beberapa genotipe tomat yang diuji dapat menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh genotipe-genotipe tersebut (Gambar 14). Hasil analisis kluster menunjukkan bahwa pada tingkat kemiripan 89 % terbentuk VII kluster. Kluster I terdiri atas genotipe IPB T43-6-8 yang dicirikan oleh bentuk buah agak lonjong dengan bobot per buah yang lebih kecil dibanding genotipe pada kluster II. Genotipe pada kluster II terdiri atas Ratna dan IPB T7810. Genotipe yang tergabung dalam kluster II dicirikan dengan karakter bentuk buah yang lonjong, bobot per buah yang besar serta umur panen yang lebih dalam dibandingkan dengan kluster yang lainnya. Kluster III terdiri atas satu
26 genotipe yaitu IPB T8-5, yang memiliki ciri umur panen tergolong genjah dengan bentuk buah bulat dan bobot buahnya sedikit dibawah genotipe pada kluster V. Kluster IV terdiri atas genotipe IPB T34-7-1, Karina, IPB T57-3, dan IPB T60-2-2. Kluster IV dicirikan dengan bentuk buah bulat dan berukuran sedang. Kluster V terdiri atas tiga genotipe yaitu Intan, IPB T65-6 serta IPB T642-3. Ciri khusus genotipe pada kluster V yaitu bentuk buah bulat, berukuran besar serta memiliki bobot buah yang lebih besar dibandingkan genotipe pada kluster lainnya. Kluster VI terdiri atas dua genotipe yaitu IPB T3-8-3 dan IPB T30-4-3. Genotipe pada kluster VI memiliki ciri umur panen genjah, bentuk buah bulat dengan ukuran buah lebih besar dari genotipe pada kluster VII tetapi tergolong kecil bila dibandingkan dengan genotipe pada kluster lainnya. Kluster VII terdiri atas genotipe IPB T33-1-3 dan IPB T53-3-1. Genotipe pada kluster VII memiliki ciri bentuk buah kecil, umur panen genjah, warna daun keperakan, jumlah buah pertanaman paling banyak serta memiliki tinggi tanaman yang tergolong paling rendah bila dibandingkan genotipe pada kluster lainnya. Tingkat Ketidakmiripan (%) C A S E Label
0 Num
5 10 15 20 25 +---------+---------+---------+---------+---------+
T3313 T5331 T383 T3043 T6423 T656 INTAN T3471 KARIN T573 T6022 T85 T7810 RATNA T4368
1 12 5 8 6 7 13 3 14 2 9 10 4 15 11
7 ─┬─────────────────────┐ ─┘ ├─────────────────────────┐ 6 ───────────┬───────────┘ │ ───────────┘ │ ─────┬───────┐ │ 5 ─────┘ ├───────────┐ │ ─────────────┘ │ │ ─────┬─┐ ├─────────────────┐ │ ─────┘ ├───┐ │ │ │ 4 ───────┘ ├─────────┐ │ │ │ ───────────┘ ├───┘ ├─────┘ 3 ─────────────────────┘ │ ───────────────────┬─────┐ │ 2 ───────────────────┘ ├─────────────────┘ ─────────────────────────┘ 1
Gambar 14 Dendogram hubungan kekerabatan 15 genotipe tomat berdasarkan data morfologi tanaman dan buah. Pengklusteran individu berdasarkan karakter morfologi telah membawa banyak manfaat dalam kegiatan pemuliaan tanaman, khususnya dalam melihat variasi plasma nutfah dan hubungan antar genotipe atau aksesi dari koleksi plasma nutfah (Tresniawati dan Randriani 2008). Hubungan kekerabatan seperti yang telah diuraikan tersebut merupakan hubungan kekerabatan berdasarkan karakter fenotipe sehingga besar kemungkinan faktor lingkungan ikut berperan.
27
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Genotipe berpengaruh nyata terhadap keseluruhan karakter yang diamati. Genotipe IPB T65-6 dan IPB T64-2-3 memiliki panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, kandungan zat terlarut, kandungan vitamin C, serta bobot per buah yang sama baiknya dengan varietas pembanding. Umur panen IPB T65-6 lebih genjah daripada varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 yang ditanam di dataran rendah Bogor mempunyai daya hasil yang sama tingginya dengan Ratna dan Karina sebagai varietas pembanding. Genotipe IPB T65-6 mempunyai daya hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Intan. Semua genotipe yang di uji mempunyai daya hasil yang sama tingginya secara statistik bila dibandingkan dengan varietas pembanding Intan. Heritabilitas (tinggi) pada karakter yang diamati menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menentukan fenotipe tanaman. Keseluruhan genotipe mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dicirikan dengan terbentuknya tujuh kluster pada jarak ketidakmiripan 11 %. Faktor komponen hasil nyata berkorelasi positif dengan produktivitas. Semua genotipe beradaptasi cukup baik di dataran rendah Bogor. Saran Perlu dilakukan uji multilokasi pada galur harapan tersebut untuk mengetahui kestabilannya, terutama yang berkaitan dengan daya hasil.
DAFTAR PUSTAKA Aguswardhono JS. 1999. Penilaian beberapa nomor seleksi tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap daya hasil dan ketahanan penyakit layu bakteri di kebun percobaan IPB, Tajur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asmara PES, Ambarwati E, Purwantoro A. 2011 Mei. Uji daya hasil tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Mediagama, siap terbit. Baihaki A, Stucker RE, Lambert JW. 1976. Association of genotype x environment interactions with performance level of soybean line in preliminary yield ests. Crop Sci. J. 16:718-721. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran nasional.[internet]. [diunduh 2013 Juli 19]. Tersedia pada: http// bps.go.id/ tab_sub/ view.php? kat=3& tabel=1& daftar=1&id-subyek=55¬ab. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Iklim. Bogor (ID):BMKG Pr. [DPH] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2012. Daftar Varietas Hortikultura. Jakarta (ID): DPH Pr.
28 [Dirjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. Volume produksi, impor, dan ekspor sayuran.[internet].[diunduh 2013 September 08]. Tersedia pada: http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=art icle&id=337:volume-impor-a-ekspor-sayuran-th-2012&catid=57:eksporimpor&Itemid=686. Faruq G, Zakaria HP, Arash N. 2012. Heat tolerance in tomato. Life Sci. J. 9(4):1936-1950. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian. Syamsudin E, Baharsyah JS, penerjemah. Jakarta (ID):UI Pr. Terjemahan dari: Statistical prosedures for agricultural research. Hidayati N, Dermawan R. 2012. Tomat Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 2012. Descriptors for Tomato (Lycopersicon spp). Roma (Italia):IPGRI Pr. Jones JB. 2007. Tomato Plant Culture In The Field, Greenhouse, and Home Garden. New York (USA): CRC Press. Kasno A. 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan. Di dalam: Kasno A, M Dahlan, Hasnam, editor. Pemuliaan Tanaman Menunjang Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Simposium Pemuliaan Tanaman I; 1991 Agustus 27-28; Malang, Indonesia. Malang (ID): PPTI. hlm 39-69. Khasanah U. 2013. Evaluasi karakter dan daya hasil beberapa genotipe tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) di kebun percobaan IPB Tajur, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kusandryani Y, Luthfy, Gunawan. 2005. Karakterisasi dan deskripsi plasma nutfah tomat. Bul. Plasma Nutfah 11(2):55-59. Lee SK, Kader AA. 2000. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharvbio Tech. 20(2000):207–220. Maboko MM. 2006. Growth, Yield and Quality of Tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.) and Lettuce (Lactuca sativa L.) as Affected by GelPolymer Soil Amendment and Irrigation Management. [Dissertation]. Pretoria (South Africa). University of Pretoria Makmur A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Maskar, Gafur S. 2006. Budidaya Tomat. [internet]. [diunduh 20 Maret 2012]. Tersedia pada:http: // pfi3pdata. litbang. deptan. go. id/ dokumen/ one/ 34/ file/ 06-budidaya-tomat.pdf. Murti RH, Ambarwati E, Supriyanta. 2000. Genetika sifat komponen hasil tanaman tomat. Mediagama 2(2): 58-64. Naika S, J. van Lidt de Jeude, M. de Goffau, M. Hilmi, B. van Dam. 2005. Cultivation of Tomato. Wageningen: Didigrafi. Nicola S, Tibaldi G, Fontana E. 2009. Tomato production systems and their application to the tropics. Acta Horticulturae 821: 27-33 Passam HC, Karapanos IC, Bebeli, PJ and Savvas. D 2007. A review of recent research on tomato nutrition, breeding and post-harvest technology with reference to fruit quality. J of Plant Science and Biotechnology 1(1):121. Peralta IE, Knapp S, and Spooner DM . 2006. Report of the tomato genetics cooperative. TGC REPORT 56:1-12.
29 Peterson DG, Price HJ, Johnston JS, and Stack SM. 1996. DNA content of heterochromatin and euchromatin in tomato (Lycopersicon esculentum) pachytene chromosomes. Genome 39:77-82. Pratiwi GC. 2012. Kajian penggunaan kemasan karton dan peti kayu terhadap mutu buah tomat dalam transportasi darat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Prihadi T. 1993. Uji daya hasil dan penilaian kualitas tomat didataran rendah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwati E, Jaya B, HP Anggoro, Sahat S. 2001. Tiga varietas unggul baru tomat dataran rendah. J. Hort 2(1): 71-75. Purwati E. 2009. Daya hasil tomat hibrida (F1) di dataran medium. J. Hort 19(2):125-130. [PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2013. Daftar pendaftaran varietas hasil pemuliaan tahun 2006 - maret 2013. [diunduh 2013 September 11]. Tersedia pada: http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/vhp-2013.pdf. Saragih WC. 2008. Respon pertumbuhan dan produksi tomat (Solanum licopersicum Mill.) terhadap pemberian pupuk phospat dan berbagai bahan organik. [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Setiawati W, Murtiningsih R, Handayani T, Sopha GA. 2007. Katalog Teknologi Inovatif Sayuran. Bandung (ID): DIPA Balitsa. Soedomo PRd. 2012. Uji daya hasil lanjutan tomat hibrida di dataran tinggi Jawa Timur. J. Hort. 22(1):8-13. Sugistiawati. 2013. Studi penggunaan oksiadator etilen dalam penyimpanan pascapanen pisang raja bulu (Musa sp. AAB Group).[skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Suryadi, Luthfy, Yenni K, Gunawan. 2004. Karakterisasi koleksi plasma nutfah tomat lokal dan introduksi. Bul. Plasma Nutfah. 10(2):72-76. Sutapradja H. 2008. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat kultivar intan dan mutiara pada berbagai jenis tanah. J. Hort.18(2):160-164. Syukur M, Sujiprihati S, Yuniarti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID). Penebar swadaya. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan prosedur statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID):PT Gramedia. Terjemahan dari: Principles and prosedures of statistics. Tresniawati C, Randriani E. 2008. Uji kekerabatan koleksi plasma nutfah makadamia (Macadamia integrifolia Maiden & Brtche) di kebun percobaan Manoko, Lembang, Jawa Barat. Bul. RISTRI 1(1):25-31. [UPOV] International Union For The Protection Of New Varieties Of Plants. 2011. Tomato Guidelines For The Conduct Of Tests For Distinctness, Uniformity and Stability. Geneva (Swiss):UPOV Pr. Wijayani A, Widodo W. 2005. Usaha meningkatkan beberapa varietas tomat dengan sistem budidaya hidroponik. JIPI 12(1):77-83. Wijonarko. 1990. Pengetahuan Praktis Tomat. Jakarta (ID): CV Yasaguna. Yana. 2002. Pengaruh aplikasi CaCl2, MgCl2, dan SrCl2 prapanen terhadap kualitas dan daya simpan buah tomat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
30 Zainal A, Anwar A, Khairul U, Sudarsono. 2008. Distribution of Clavibacter michiganensis subsp. Michiganensis in various tomato production centers in Sumatra and Java. Microbiology 2(2):63-68. Zdrakovic J, Pavlovic N, Girek Z, Brdr-Jokanovik M, Savic D, Zdrakovic M, Cvikic D. 2011. Generation mean analysis of yield components and yield in tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Pak. J. Bot 43(3):1575-1580.
31
LAMPIRAN Lampiran 1 Data iklim Lokasi Lintang Bujur Elevasi
: Stasiun Katulampa Bogor : 06o36’2.2” LS : 106 o48’20.7” BT : 361 m (dpl) Tabel Lampiran 1 Data iklim stasiun Katulampa, Bogora
Bulan
Curah hujan (mm bulan-1)
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
562 344 348 322
25.1 25.8 26.2 26.4
88 85 84 85
Januari 2013 Februari 2013 Maret 2013 April 2013 a
Sumber: BMKG Bogor 2013
Lampiran 2 Deskripsi genotipe Tabel Lampiran 2 Deskripsi genotipe kluster I Karakteristik
IPB T43-6-8
Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
94.73 52 46 x 44 Elliptic 6 22 56
Tabel Lampiran 3 Deskripsi genotipe kluster II Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
Ratna
IPB T78-10
113.45 58 54 x 42 Cyllindric 6 17 66
89.82 52 53 x 42 Cordate 6 12 58
32 Tabel Lampiran 4 Deskripsi genotipe kluster III Karakteristik
IPB T8-5
Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
81.13 56 47 x 46 Oblate 5 18 48
Tabel Lampiran 5 Deskripsi genotipe kluster IV Karakteristik
IPB T60-2-2
Karina
IPB T34-7-10
IPB T57-3
Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
81.3 32 38 x 40 Circular 7 19 54
78.2 43 42 x 41 Oblate 6 21 60
95.97 30 40 x 38 Oblate 7 25 59
76.92 27 40 x 40 Oblate 6 24 58
Tabel Lampiran 6 Deskripsi genotipe kluster V Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
Intan
IPB T65-6
IPB T64-2-3
91.55 67 49 x 52 Oblate 5 16 58
105.7 67 49 x 48 Oblate 4 20 52
108.25 57 48 x 47 Oblate 6 17 56
Tabel Lampiran 7 Deskripsi genotipe kluster VI Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
IPB T3-8-3
IPB T30-4-3
83 20 34 x 28 Circular 7 28 50
78.7 18 36 x 33 Oblate 6 27 48
33 Tabel Lampiran 8 Deskripsi genotipe kluster VII Karakteristik Tinggi tanaman (cm) Bobot per buah (g) Ukuran buah (mm) Bentuk buah Jumlah buah per tandan Jumlah tandan per tanaman Umur panen (HST)
IPB T53-3-1
IPB T33-1-3
82.27 12.6 31 x 24 Circular 6 41 49
81.94 13.3 33 x 28 Circular 6 32 52
Lampiran 3 Kejadian penyakit Tabel Lampiran 9 Persentase kejadian penyakit pada populasi tanaman tomat Genotipe IPB T78-10 IPB T65-6 IPB T53-3-1 IPB T3-8-3 IPB T57-3 IPB T64-2-3 RATNA IPB T33-1-3 IPB T30-4-3 KARINA INTAN IPB T8-5 IPB T60-2-2 IPB T34-7-10 IPB T43-6-8
Clavibacter (%)
Tungau(%)
0 0 0 1.7 3.3 3.3 3.3 5 5 5 6.7 8.3 10 11.7 15
26.7 21.7 16.7 38.3 45.0 41.7 60 30 40 43.3 11.7 6.67 41.7 43.3 16.7
34 Lampiran 4 Pengamatan kualitatif Tabel Lampiran 10 Karakter kualitatif I 15 genotipe tomat
Tabel Lampiran 11 Karakter kualitatif II 15 genotipe tomat
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 12 bulan April tahun 1990 dan diberi nama Leni Hikmah Apriyanti. Penulis merupakan anak terakhir dari bapak Muhammad Ali (Alm) dan Ibu Safa’ah. Penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 13 Cirebon pada tahun 2002-2005 kemudian sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Cirebon pada tahun 2005-2008 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2009 departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA Cirebon) tahun 2010-2011. Penulis merupakan penerima beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) tahun 2009-2013, dan penerima Anugerah Jurnalistik dan Penulis Muda Pertanian 2012 melalui penulisan artikel pertanian kategori mahasiswa yang diadakan oleh Kementerian Pertanian tahun 2012.