Danau dan Pemanasan global: Studi awal untuk penyerapan karbon oleh fitoplankton di Waduk Cirata
[Presented in National Conference for Lake Management 1, in Bali, 13-15 August 2009]
Sunardi*), Karyadi, Ade Rahmat dan Idea Wening Nurani Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Institute of Ecology) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat – Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1, Bandung 40132 Jawa Barat Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat *)
Korespondensi:
[email protected] Abstract
Control on greenhouse gases emission, particularly CO2, is inevitable to decelerate the global warming process. This study was aimed to investigate carbon sequestration in lake ecosystems, as a part of exploration of the efforts on climate warming mitigation. Analysis of phytoplankton and chlorophyll a was done to find the effect of water quality on phytoplankton biomass and distribution in Lake Cirata. The result showed that the distribution of phytoplankton was determined by water transparency and temperature rather than by nutrients, such as NO3-
and PO43-. However, the abundance and chlorophyll a was stronger controlled by both the nurtients stronger than the other environmental factors. Based on the instantaneous measurement, it was estimated that Lake Cirata stored 153.065 ton carbon bound in phytoplankton. Phytopankton-carbon biomass is variable depends on the trophic state of the water.
Abstrak
Pengendalian gas-gas rumah kaca, khususnya CO2, menjadi sangat penting untuk menghambat laju pemanasan global. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penyerapan CO2 pada ekosistem waduk, sebagai bagian dari mengeksplorasi alternatif penanggulangan pemanasan global. Metode yang digunakan adalah survey dengan mengambil sampel fitoplankton dan klorofil a, dan menghubungkannya dengan parameter kualitas air yang relevan di Waduk Cirata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi jenis-jenis fitoplankton di waduk hipertrofik lebih dipengaruhi oleh transparensi cahaya dan suhu dibanding oleh unsur hara, NO3- dan PO43-. Namun demikian, kelimpahan fitoplankton dan kandungan klorofil a lebih besar dipengaruhi oleh kedua unsur hara dibanding faktor lingkungan lainnya. Estimasi biomassa karbon fitoplankton menunjukkan bahwa Waduk Cirata dapat mengikat karbon sebesar 153,065 ton berdasarkan pengukuran sesaat. Biomassa karbon yang diikat fitoplankton pada ekosistem danau dan waduk dapat bervariasi tergantung status trofik perairan tersebut.
I. Pendahuluan Pada saat ini pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi isu yang hangat dibicarakan di dalam forum-forum internasional. Para ilmuwan dan politisi telah memberikan perhatian yang besar terhadap persoalan ini, dikarenakan data-data penelitian yang ditemukan meyakinkan bahwa fenomena ini betul-betul terjadi dan mengancam kehidupan planet bumi. Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu atmosfer bumi yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan klorofluorokarbon (CFC), yang sebagian besar merupakan kontribusi dari emisi kegiatan antropogenik (IPCC, 2007). Karbondioksida, sebagai gas rumah kaca yang paling melimpah, umumnya dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, gas, dan pembakaran hutan. Pembakaran bahan bakar fosil, dan penggundulan hutan sebagai agen penyerap karbon, diperkirakan telah menyebabkan emisi karbon di atmosfer bertambah sebesar 20% dan mengubah iklim mikro lokal serta siklus hidrologi. Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5 - 1,5oC lima tahun mendatang (Anonim, 2008). Apabila bumi terus-menerus mengalami pemanasan, 100 tahun mendatang temperatur permukaan bumi akan menjadi lebih panas 1-7oC dibandingkan saat ini (IPCC, 2001). Perubahan temperatur secara terus menerus ini sangat berbahaya bagi berbagai ekosistem, hewan, tumbuhan termasuk manusia. Kerugian materil dan non materil menjadi konsekuensi yang harus ditanggung. Kegagalan panen, kelangkaan air, naiknya permukaan air laut hingga tenggelamnya daerah pesisir, banjir dan kekeringan merupakan akibat nyata yang langsung dirasakan oleh manusia. Di Cina, India, dan Bangladesh, kelangkaan air mengakibatkan produksi pertanian akan anjlok sekitar 30%. Selain itu, berbagai wabah penyakit serius seperti asma, leptospirosis hingga kanker kulit juga muncul mengancam kesehatan manusia (Anonim, 2006). Untuk menanggulangi pemanasan global perlu dilakukan upaya yang intensif dalam pengendalian jumlah CO2 di atmosfer. Hutan selama ini dikenal sebagai paruparu dunia yang memiliki peran penting sebagai produsen O2 sekaligus sebagai pengikat CO2 yang utama; mempertahankan hutan sebagai pengendali konsentrasi CO2 adalah langkah yang tepat. Namun demikian, hutan telah mengalami kerusakan yang sangat serius sehingga kemampuannya mengikat karbon menjadi sangat terbatas. Dari waktu ke waktu, luas hutan semakin kecil akibat kegiatan konversi hutan menjadi daerah pemukiman, perkebunan dan industri yang terjadi pada skala global. Sementara, usaha-usaha reforestrasi banyak mengalami hambatan. Oleh karena itu, mencari alternatif di dalam mengendalikan CO2 menjadi sangat berarti. Namun demikian, kenyataannya hutan bukan merupakan satu-satunya agen yang dapat menyerap gas CO2; setiap organisme fotosintetik dapat memanfaatkan CO2. Bermacam-macam organisme perairan dari kelompok fitoplankton atau mikroalga mampu menjadi solusi dalam fenomena pemanasan global (Anonim, 2008). Salah satu peran penting danau dan waduk dalam mitigasi pemanasan global adalah potensi fitoplanktonnya sebagai pengikat CO2 melalui fotosintesis. Diketahui bahwa penyerapan karbon oleh fitoplankton dapat mencapai hingga 50 miliar ton per tahun (Dewi, 2006). Fitoplankton menyerap CO2 pada saat melakukan proses fotosintesis, dan semakin banyak jumlah fitoplankton maka semakin banyak pula CO2 yang akan diserap (Filip,
2007). Dengan demikian, keberadaan ekosistem perairan, seperti danau dan waduk, menjadi sangat penting di dalam pengendalian gas CO2 dan mengkonversinya menjadi biomassa. Penelitian mengenai biomassa karbon di dalam fitoplankton menjadi sangat penting, untuk mengetahui berapa besar badan air tersebut dapat menurunkan CO2 di atmosfer. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan satu badan air hipertrofik di dalam mengikat karbon berdasarkan pengukuran sesaat, sekaligus untuk mengetahui faktor-faktor fisika-kimia yang penting di dalam pembentukan karbon fitoplankton. 2. Bahan dan Metode Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Waduk Cirata, Jawa Barat, dengan pilihan lokasi pengambilan sampel di 10 titik tersebar di wilayah genangan air waduk. Sepuluh lokasi ini dipilih dengan alasan keterwakilan muara-muara sungai, sekaligus lokasi-lokasi yang memiliki kegiatan penting yang akan berdampak terhadap kualitas air. Lokasi pengambilan sampel air tercantum pada Gambar 1.
Pengambilan sampel. Dari setiap titik pengambilan sampel, air sampel diambil untuk kepentingan pengukuran parameter-parameter kimia dan fisika meliputi pH, PO4, NO3, CO2, DO, suhu dan transparensi air baik yang diukur in situ, maupun ex situ, yakni di laboratorium. Pengambilan sampel air dilakukan satu kali sebagai komposit menggunakan Van Dorn. Prosedur pengukuran parameter kimia dan fisika air mengacu pada APHA (1995). Untuk mengidentifikasi jenis-jenis fitoplankton dan menghitung kelimpahannya, serta kadar klorofil pada fitoplankton, air sebanyak 100 liter diambil dari kedalaman 20 cm di bawah permukaan air dan disaring menggunakan plankton net No. 25. Sampel tersaring disimpan dalam botol sampel dan disimpan dalam coolbox hingga pemeriksaan di laboratorium. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis fitoplankton sebanyak 1 ml sampel air diambil dan diperiksa secara mikroskopis di bawah mikroskop dengan sebuah sedgwick rafter. Pemeriksaan ini dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali, dan jenis serta jumlah individu tiap jenis fitoplankton yang ditemukan dicatat. Untuk menghitung kandungan klorofil a, digunakan metode yang dikembangkan oleh Richard & Thomson (1975). Metode ini didasarkan pada absorbansi pada tiga panjang gelombang (trichomatic), yaitu panjang gelombang 630 nm, 647 nm, 664 nm, yang masing-masing merupakan penyerapan maksimum untuk klorofil a-b-c dalam pelarut aceton (Odum, 1993). Kadar klorofil dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Ca = 11,85 (OD664-OD 750) - 1,54 (OD647-OD 750) - 0,08 (OD630-OD 750) dimana : Ca = konsentrasi klorofil a dalam ekstrak mg/L OD664= Optical density dengan lebar berkas 1 cm pada panjang gelombang 664 nm OD647= Optical density dengan lebar berkas 1 cm pada panjang gelombang 647 nm OD630= Optical density dengan lebar berkas 1 cm pada panjang gelombang 630 nm OD750= Optical density dengan lebar berkas 1 cm pada panjang gelombang 750 nm Setelah konsentrasi klorofil a dalam ekstrak ditentukan maka jumlah klorofil a dapat dihitung sebagai berikut (APHA, 1995): Klorofil a mg/L = Ca x Volume ekstrak (cuvet) Volume sampel Pengikatan CO2. Jumlah CO2 yang dapat diikat oleh fitoplankton diperoleh dengan mengalikan klorofil a yang diperoleh dengan faktor 27 (Riemann, 1989). Untuk mengetahui pengikatan karbon total dari fitoplankton yang ada di Waduk Cirata digunakan rumus sebagai berikut : Total Karbon (mg) = Volume air waduk (l) x klorofil a (mg/l) x 27 Volume air waduk adalah luas genangan x kedalaman lapisan eufotik dimana fitoplankton aktif melakukan fotosintesis. Luas genangan air diperoleh dari Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) dengan referensi muka air pada saat survey dilakukan. Analisis Data Untuk mengetahui hubungan antara jenis-jenis fitoplankton dengan variabel-variabel lingkungan, analisis ordinansi dilakukan dengan metode CCA (canonical
correspondence analysis), sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan fitoplankton dan massa klorofil a dengan variabel lingkungan dianalisis dengan PCA (principle component analysis). Analisis data ini dilakukan dengan menggunakan program CANOCO ver. 4.54 dan Systat ver 12 berturut-turut untuk CCA dan PCA. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian. a. Sebaran jenis fitoplankton pada variabel lingkungan Hasil analisis ordinasi menunjukkan bahwa ada 3 kelompok parameter fisika-kimia air yang berpengaruh penting terhadap distribusi jenis-jenis fitoplankton di Waduk Cirata. Kelompok parameter air tersebut adalah (i) keasaman (pH), (ii) fosfat dan nitrat, dan (iii) suhu dan tranparensi air (Gambar 2). Secara umum, sebagian besar jenis-jenis fitoplankton ditemukan pada lokasi-lokasi dengan kecerahan air yang baik dan suhu relatif tinggi. Jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan adalah Lyngbia sp, Microcystis sp, Chaetophora incrassta, Spyrogira sp, Lemanea sp, Fragillaria sp, dan Synedra sp. Sementara itu, faktor-faktor lingkungan tersebut relatif tidak berpengaruh terhadap kehadiran Volvox sp. b. Kelimpahan fitoplankton dan klorofil a versus faktor lingkungan Kelimpahan fitoplankton dan massa klorofil a ditemukan dalam besaran yang berbeda beda untuk setiap lokasi sampling. Secara umum dapat dilihat bahwa kelimpahan fitoplankton sangat terkait dengan massa klorofil, dimana keduanya berkorelasi positif (Gambar 3). Beberapa titik sampling memiliki kelimpahan fitoplankton sekaligus klorofil a tinggi dengan kadar nutrien yang relatif tinggi pula. Hal ini berbeda dengan sebaran jenis-jenis fitoplankton yang lebih besar ditentukan oleh transparensi cahaya dan suhu, kelimpahan fitoplankton lebih ditentukan oleh kandungan nitrat dan fosfat; kandungan kedua unsur hara ini memicu pertumbuhan fitoplankton sehingga kelimpahan totalnya menjadi lebih besar (Gambar 4a). Demikian pula dengan massa klorofil a, kandungan hara menjadi faktor penting bagi sintesis klorofil a di dalam fitoplankton (Gambar 4b).
Gambar 2. Diagram biplot yang menunjukkan hubungan antara jenis-jenis fitoplankton dengan sifat-sifat fisika-kimia air
Gambar 3. Profil kelimpahan fitoplankton, klorofil a (Chlo a) dan nutrien di Waduk Cirata Factor Loadings Plot 1.0
Transparensi
Factor(12)
0.5 Fosfat Nitrat kelimpahan plankton
0.0
-0.5
Suhu pH
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
Factor(1)
0.5
1.0
Gambar 4a. Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan sifat-sifat fisika-kimia air
Factor Loadings Plot 1.0 Transparensi
0.5
Factor(2)
Chl a Nitrat
0.0
Fosfat
Suhu
-0.5
-1.0 -1.0
pH
-0.5
0.0
0.5
1.0
Factor(1) Gambar 4b. Hubungan antara massa klorofil a fitoplankton dengan sifat-sifat fisika-kiia air c. Biomassa karbon Berdasarkan hasil estimasi biomassa karbon fitoplankton dari fraksi klorofil a ditemukan bahwa Waduk Cirata dapat mengikat karbon sebesar 153,065 ton karbon. Jumlah ini adalah hasil perhitungan sesaat yang diestimasi dari kolom air yang masih dapat ditembus cahaya matahari, yakni 2 x ketinggian hasil pengukuran transparensi cahaya. 4. Pembahasan Danau dan waduk merupakan ekosistem air tawar yang besar yang di dalamnya hidup melimpah organisme fotosintetik, seperti fitoplankton dan makrofita. Meskipun sebagai organisme mikroskopis, fitoplankton sangat penting perannya di dalam menyuplai O2 dan mengikat CO2 melalui proses fotosintesis. Disamping itu, sebagai organisme mikroskopis sekaligus sebagai produsen dalam ekosistem air, fitoplankton memiliki daur hidup yang relatif singkat dan menjadi bagian penting dalam jaring-jaring makanan. Oleh karena itu, fitoplankton memiliki peran penting dalam siklus karbon di alam terutama di dalam pengikatan karbon baik sebagai biomassa fitoplankton itu sendiri maupun organisme lain dalam tingkat tropik yang lebih tinggi. Namun demikian, pengikatan karbon oleh fitoplankton sangat dipengaruhi oleh jenis-jenis fitoplankton yang hidup di dalamnya; kandungan klorofil a sangat bergantung pada taksa alga mikroskopis tersebut. Demikian pula, pertumbuhan fitoplankton dikendalikan oleh berbagai faktor kimia, fisika dan biologi (Reynolds, 1984), termasuk kondisi-kondisi meteorologis (Soranno, 1997). Waduk Cirata, sebagai ekosistem air tawar yang telah mengalami pencemaran dan eutrofikasi ditandai dengan turbiditas yang relatif tinggi dan kandungan nutrien nitrogen dan fosfat yang berlebih. Meskipun kedua faktor ini, transparensi dan nutrien, merupakan faktor pembatas,
sebaran jenis-jenis fitoplankton yang hidup di waduk lebih ditentukan oleh transparensi cahaya dan suhu, dibanding oleh nutrien. Sebagai badan air yang relatif keruh, adanya penetrasi cahaya yang cukup mungkin merupakan kesempatan yang penting untuk hidupnya berbagai jenis fitoplankton. Sementara sebagai badan air eutrofik, perbedaan kadar nutrisi tidak lebih penting bagi kesempatan hidup berbagai jenis fitoplankton. Pada kondisi demikian beberapa jenis yang ditemukan antara lain Volvox sp, Lyngbia contorto, Microcystis sp, Chaetophora incrassta, Spyrogira sp, Lemanea sp, Fragillaria sp, dan Synedra sp. Nutrien, nitrat dan fosfat, menjadi faktor bagi pertumbuhan fitoplankton. Hal ini sangat jelas ditemukan di Waduk Cirata dimana lokasi-lokasi dengan nitrogen dan fosfat tinggi memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan air (Blomqvist et al. 2004); keberadaannya di alam dalam jumlah besar akan memicu pertumbuhan fitoplankton. Sebagai konsekuensinya, massa klorofil menjadi meningkat sejalan dengan kelimpahan fitoplankton. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa massa relatif klorofil sangat dipengaruhi oleh iradiansi cahaya matahari dan kandungan nutrien (Geider, 1993). Penelitian lain menemukan adanya hubungan antara peningkatan biomassa fitoplankton dengan peningkatan suhu air, dan terjadi perubahan komposisi di dalam ekosistem air (Adrian et al. 1996; Adrian & Deneke, 1996). Namun demikian, kebanyakan penelitian tidak menunjukkan adanya bukti bahwa suhu berpengaruh terhadap massa dan komposisi fitoplankton (Markensten, 2006). Hubungan antara klorofil dengan nutrien ini, di alam, juga seringkali tidak linear karena banyak faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh (Wang, et al., 2009). Berdasarkan penghitungan sesaat, dapat diukur jumlah biomassa karbon fitoplankton sebesar 153,065 ton. Jumlah ini akan menjadi sangat signifikan terlebih lagi apabila dihitung pada periode waktu per tahun. Dengan kata lain, ekosistem waduk memiliki peranan penting dan prospektif dalam menangkap karbon dan menahannya dalam biomassa sehingga tidak lepas kembali ke atmosfer. Dengan demikian, di satu sisi eutrofikasi memberikan efek negatif terhadap keseimbangan ekosistem, namun di sisi lain memungkinkan ekosistem tersebut menyerap CO2 dan mengkonversikannya menjadi biomassa fitoplankton. Oleh karena itu, penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengestimasi lebih akurat dalam penyerapan karbon oleh fitoplankton pada ekosistem danau dan waduk menjadi sangat penting. Kecepatan dan besaran biomassa fitoplankton yang ditransfer ke dalam jaring-jaring makanan sangat menentukan besarnya carbon yang diserap oleh fitoplankton dan ekosistem waduk. Disamping itu karakteristik danau dan waduk, terutama kaitannya dengan status trofiknya, menjadi sangat menarik untuk dikaji dalam konteks pengelolaan dan penyerapan karbonnya. 5. Kesimpulan Status perairan waduk, terutama dari sisi kualitas air, sangat penting bagi kehidupan fitoplankton dan pengikatan karbon menjadi biomassa. Parameter-parameter fisikakimia air secara jelas berhubungan dengan sebaran dan keberadaan fitoplankton, kelimpahan dan massa klorofil. Dengan demikian karakteristik perairan, terutama tingkat trofik, akan sangat menentukan berapa jumlah karbon yang dapat diserap menjadi biomassa fitoplankton dan komponen-komponen rantai makanan ekosistem tersebut. Daftar Pustaka
Adrian, R. & Deneke, R. (1996). Possible impact of mild winters on zooplankton succession in eutrophic lakes of the Atlantic European area. Freshwater Biology 36: 757–770. Adrian, R., Deneke, R., Mischke, U., Stellmacher, R. & Lederer, P. (1995). Long-term study of the Heiligensee (1975–1992) - Evidence for effects of climatic-change on the dynamics of eutrophied lake ecosystems. Archiv Fur Hydrobiologie 133: 315– 337. American Public Health Association (APHA). (1995). Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 4th edition. American Public Health Association. Washington DC. 1193p. Anonim (2006). http:// depdagri.go.id/konten.php?nama=ArtikelUmum&op=detail_artikel&id=11. Diakses pada tanggal 14 September 2008 Anonim (2008). Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomass, Fungsi dan Peranan http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=24 &Itemid=52 yang diakses pada 11 Juni 2008. Blomqvist, S., Gunnars, A. & Elmgren, R. (2004). Why the limiting nutrient differs between temperate coastal seas and freshwater lakes: a matter of salt. Limnol Oceanogr. 49: 2236 -2241. Dewi, T. (2006). Hutan Tak Kasat Mata. http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2006/04/20/brk,2006042076442,id.html. Diakses pada 3 Mei 2008. Filip (2007). Phytoplankton. http://www.childrenoftheearthh.org/phytoplnkton. htm. Diakses pada 20 Mei 2008. Geider R.J. (2009). Quantitative phytoplankton physiology; implications for primary production and phytoplankton growth // ICES Mar. Sci. Symp. P. 52 – 62. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2001). Climate change 2001: the scientific basis. Cambridge University Press, Oxford, UK Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2007). Climate change 2007: Synthesis report, summary for policymakers. Markensten, H. (2006). Climate effects on early phytoplankton biomass over three decades modified by the morphometry in connected lake basins. Hydrobiologia 559:319–329 Odum, E.P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi, Edisi ketiga. Gadjah Mada. Yogyakarta. Reynolds, C. S. (1984). The ecology of freshwater phytoplankton. Cambridge University Press, Cambridge 384 pp. Schindler, D. W., Beaty, K.G., Fee, E.J., Cruikshank, D.R., DeBruyn, E.R., Findlay, D.L., Linsey, G.A., Shearer, J.A., Stainton, M.P. & Turner, M.A. (1990). Effects of climatic warming on lakes of the central boreal forest Ontario Canada. Science 250: 967– 972. Riemann, B., Simonsen, P. & Stensgaard, L. (1989). The carbon and chlorophyll content of phytoplankton from various nutrient regimes. Journal of Plankton Research, Vol. 11, 5: 1037-1045. Wang, X.J., Behrenfeld, M., Le Borgne, R., Murtugudde, R. & Boss, E. (2009). Regulation of phytoplankton carbon to chlorophyll ratio by light, nutrients and temperature in the Equatorial Pacific Ocean: a basin-scale model. Biogeosciences, 6, 391–404.