DAMPAK POSITIF POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
IDI SUGANDI 106044201465
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAMPAK POSITIF POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Syariah (S.Sy) Oleh : Idi Sugandi NIM : 106044201465
Dibawah Bimbingan Pembimbing :
Dr. KH. Juaini Syukri, Lcs M.A NIP. 19550706 199203 1 001
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2011 M
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis yang berjudul “Dampak Positif Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam dan diajukan pada jurusan Akhwal Asy-syaksiyah konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam (AKI) pada fakultas syariah dan hukum Universitas Islam Negeri (UIN) “Syarif Hidayatullah Jakarta”, ini sepenuhnya asli merupakan hasil karya tulis ilmiah saya. Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat dalam skripsi ini telah saya sebutkan kutipannya secara jelas sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku di bidang keilmuan dan dibidang penulisan karya ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa sebagian atau seluruh isi skripsi ini hasil perbuatan plagiatisme atau mencontek karya tulis orang lain, saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang saya terima ataupun sanksi akademik lain sesuai dengan aturan yang berlaku.
ABSTRAKSI Idi Sugandi, NIM : 106044201465 “Dampak Positif Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam” (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang). Poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang palig banyak di perdebatkan sekaligus kontroversial (berbeda pendapat). Poligami ditolak dengan berbagai macam argumentasi baik yang bersifat normative, psikologis, bahkan selalu di kaitkan dengan ketidakadilan gender. Dewasa ini banyak muncul ke permukaan berbagai polemik (kejadian/peristiwa) yang berkaitan dengan usulan perubahan dengan undang-undang perkawinan, salah satunya adalah masalah poligami. Berkaitan dengan hal ini maka masalah pokok yang perlu penulis kaji dan teliti lebih lanjut adalah bagaimana poligami dalam perspektif hokum islam. Berdasarkan masalah pokok diatas tentunya penulis memerlukan penelitian dan analisis,oleh karena itu penulis menempuh dengan merumuskan masalah-masalah dalam studi kasus ini sebagai berikut : 1. Bagaimana prinsip-prinsip perkawinan dalam islam? 2. Bagaimana kedudukan poligami dalam prespektif hukum islam? 3. Bagaimana dampak-dampak positif poligami terhadap keluarga? Adapun tujuan dari penelitian studi kasus ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perkawinan dalam islam 2. Untuk mengetahui kedudukan poligami dalam perspektif hukum islam 3. Untuk mengetahui dampak positif poligami terhadap keluarga Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, observasi, dan wawancara langsung kepada pelaku poligami. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah bahwa poligami dalam perspektif hokum islam diperbolehkan, selama tujuan, peraturan, hukum, dan syarat-syarat atau standarisasi untuk berpoligami dilaksanakan dengan baik. Karena dipandang kemaslahatan itu penting, baik yang terkait dalam kehidupan rumah tangga atau kebutuhan umat secara umum,bahkan mungkin untuk kebutuhan dakwah, maka seorang laki-laki diperbolehkan menikah lebih dari satu, yang pada prinsipnya akhir daripada laki-laki yang berpoligami adalah untuk misi kemanusiaan, misi ekspansi dakwah, menjalin ukhwah islamiyah dan kekeluargaan lebih luas, memperbanyak keturunan, dan menyelesaikan problem sosial.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-N ya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw di surga merupakan cita-cita para hamba-Nya. Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan, cobaan dan tantangan, baik dalam substansi maupun diluar itu yang bisa mempengaruhi psikologi penulis. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan sikap optimis dan menjadikan itu semua sebagai motivasi penulis untuk lebih menjadi yang lebih baik lagi, dan bersikap ikhtiar dan tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah batu loncatan untuk meniti jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa besar, minimal membesarkan perasaan Penulis dan
mengobarkan bara semangat untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan setetes air dalam rentang kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa bimbingan, arahan, bantuan dan motivasi yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bpk. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bpk. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, MA, selaku Ketua Program Studi dan Rosdiana MA, sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ahwal AlSyakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bpk. Dr. KH. Juaini Syukri Lcs. MA, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
ii
4.
Bpk. Abdul Rozak, selaku Kepala Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
5.
Sekretaris Desa Saninten serta jajarannya yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.
6.
Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. Seluruh Staf Akademik, Jurusan, Kasubag Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.
7.
Ayahanda dan Ibunda tercinta beserta keluarga atas segala pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa moril maupun materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi Penulis, hanya allah SWT yang bisa membalasnya, segala hormat Penulis persembahkan.
8.
Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
9.
Teman-teman Administrasi Keperdataan Islam 2006 yang menemani harihari penulis dikampus.
10. Amunizi Band khususnya, Radent yang selalu menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis. Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia iii
akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT. juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir . Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 20 Maret 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………….
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………..
10
D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu ………………………….
10
E. Metode Penelitian ……………………………………………..
11
F. Sistematika Penulisan …………………………………………
14
PENGERTIAN DAN HUKUM POLIGAMI A. Pengertian Perkawinan dan Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam …………………………………………………………...
16
B. Sejarah Singkat Poligami ………………………………………
22
C. Pengertian dan Tujuan Poligami ….……………………………
26
D. Hukum, Syarat, dan Hikmah Poligami ………………………..
29
E. Pengertian Adil dalam Poligami ……………………………….
37
F. Pembatasan Jumlah Istri dalam Nikah Poligami……………….. 41
BAB III
PENELITIAN DESA SANINTEN A. 1. Sejarah Singkat Dan Struktur Organisasi Kantor Pemerintahan Desa Saninten …..…………………...………
48
2. Kondisi Objektif ……...…………………………..…...…….
49
3. Social Keagamaan ………………………………………..…
50
4. Bidang Hukum ……………………………………………..
51
5. Bidang Pendidikan …………………………………………
52
6. Mata Pencaharian ………………………………………..…
52
B. Pengertian Poligami Sebagai sebuah Moral dan Aturan Yang Manusiawi ……………………………………………….
53
C. Kedudukan Poligami Dalam Islam ……………………………
56
D. Poligami Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ……………………………………… BAB IV
BAB V
61
FAKTOR DAN DAMPAK POLIGAMI A. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Poligami …….…
65
B. Pendapat Ulama Tentang Poligami …………………….…....…
70
C. Dampak Poligami ……………………………………….….…..
74
PENUTUP A. Kesimpulan ...…………………………………………….……
77
B. Saran-saran ……………………………………………….……
79
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam adalah disebut "nikah", merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang di pilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak,dan melestarikan hidupnya setelah masingmasing pasangan siap melakukan peranan yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti mahluk lainya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara lakilaki dan perempuan di atur secara terhormat dan berdasarkan saling ridha meridhai,dengan upacara ijab qabul sebagai lambang adanya rasa ridha meridhai, dengan di hadiri oleh para saksi yang menyaksikan maka pasangan laki-laki dan perempuan itu telah terikat menjadi seorang suami dan istri.1 Perkawinan adalah merupakan sebuah media penyatuan sepasang manusia dalam sebuah ikatan yang suci karena menggunakan nama Tuhan sebagai sumpah, dan legal karena diikat dalam aturan hukum. Ada banyak
1
Abd. Rachman Ghazaly, FIQH Munakahat, Jakarta Kencana , 2006 Ed.1. Cet 2, Hal 10.
2
macam jenis ikatan perkawinan. Pada dasarnya perkawinan terdapat tiga (3) bentuk, perkawinan monogami, poligami dan poliandri. Walaupun poliandri tidak begitu populer. Perkawinan monogami, yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dengan satu orang perempuan. Selain itu masih ada yang dinamakan poliandri dan poligami. Sebaliknya, poligami adalah perkawinan antara satu orang laki-laki dengan beberapa orang perempuan. Poliandri adalah perkawinan antara satu orang perempuan dengan beberapa orang laki-laki. Dalam hukum Islam sendiri, perkawinan monogami dan poliandri tidak banyak menimbulkan kontroversi. Sedangkan poligami masih
menjadi
kontroversi sampai sekarang. Lebih-lebih sejak mencuatnya kasus poligami yang yang dilakukan oleh Aa gym. Secara tekstual, dalam surat an-Nisa‟ ayat 3 memang diungkapkan kebolehan berpoligami dengan batas maksimal empat orang istri. Imam Suyuthi menjelaskan bahwa pada ayat di atas terdapat dalil, bahwa jumlah isteri yang boleh digabungkan adalah empat saja (fiihi anna al‘adada alladziy yubahu jam’uhu min al-nisaa’ arba’ faqath) (Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, Kai Sababun nuzul ayat ini, bahwa Urwah bin Zubair RA bertanya kepada „Aisyah tentang ayat QS An-Nisaa` : 3 Yang artinya : ”Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak)perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
3
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS An-nisa : 3). Maka „Aisyah menjawab," Wahai anak saudara perempuanku, yatim di sini maksudnya anak perempuan yang ada di bawah asuhan walinya yang hartanya bercampur dengan harta walinya, dan harta serta kecantikan yatim itu membuat pengasuh anak yatim itu senang kepadanya lalu ingin menjadikan perempuan yatim itu sebagai isterinya. Tapi pengasuh itu tidak mau memberikan mahar (maskawin) kepadanya dengan adil, yakni memberikan mahar yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karena itu pengasuh anak yatim seperti ini dilarang mengawini anak-anak yatim itu kecuali kalau mau berlaku adil kepada mereka dan memberikan mahar kepada mereka lebih tinggi dari biasanya. Dan kalau tidak dapat berbuat demikian, maka mereka diperintahkan kawin dengan perempuan-perempuan lain yang disenangi." Beberapa
hadits
menunjukkan,
bahwa
Rasulullah
SAW
telah
mengamalkan bolehnya poligami berdasarkan umumnya ayat tersebut, tanpa memandang apakah kasusnya berkaitan dengan pengasuhan anak yatim atau tidak. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW berkata kepada Ghailan bin Umayyah atsTsaqafi yang telah masuk Islam, sedang ia punya sepuluh isteri,"Pilihlah empat orang dari mereka, dan ceraikanlah yang lainnya!" Diriwayatkan Harits bin Qais berkata kepada Nabi SAW,"Saya masuk Islam bersama-sama dengan
4
delapan isteri saya, lalu saya ceritakan hal itu kepada Nabi SAW maka beliau bersabda,"Pilihlah dari mereka empat orang." Meski demikian, kebolehan poligami tidak harus disangkut pautkan dengan keberadaan anak yatim pada pihak wanita yang akan dipoligami sebagaimana didegungkan oleh kaum liberal seperti halnya yang digaungkan oleh Moh. Shahrur dalam bukunya “ Metodologi Fiqih Demikian halnya Kalau kita kaji lebih dalam sebuah Kaidah Ushuliyah yang berbunyi : Idza warada lafzhul „umuum „ala sababin khaashin lam yusqith „umumahu,
“ jika
mau
menelaah
lebih
jauh,
bahwa
teks
tersebut
mengungkapkan tentang sesuatu yang khusus tidak bisa menggugurkan kepada sesuatu yang bersifat umum .“ Pada prinsipnya perkawinan menurut hukum islam dan undang-undang perkawinan tahun 1974 adalah monogami sedangkan poligami hanya pengecualian saja. Hukum Islam mengatur poligami sebagai hal yang mubah. Namun demikian dalam pelaksanaan poligami tersebut harus di barengi dengan keadilan terhadap istri dan penuh tanggung jawab. apabila tidak di barengi dengan keadilan dan tanggung jawab tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak yang negatif bagi orang yang akan melakukan poligami. masalah poligami memang menarik untuk di perbincangkan karena di lain pihak
5
banyak juga ulama yang menentang adanya poligami dengan dasar kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Sebagian mereka yang menentang adanya poligami dengan alasan kesetaran gender, mereka berasumsi bahwa poligami kerap kali menjadi faktor utama terjadinya ketidak harmonisan dalam rumah tangga yang akhirnya berujung pada penganiyaan (KDRT) yang kerap kali dilakukan oleh suami sebagai tampuk kepemimpinan dalam rumah tangga. Isu poligami selalu memicu reaksi keras dan menjadi isu meresahkan terutama di kalangan perempuan. Padahal diantara kita masih banyak yang bingung ketika dimintai tanggapan tentang gagasan poligami. Sebagian besar orang masih memandang keluarga poligami dengan stigma negatif, meski keluarga poligami itu adalah contoh keluarga poligami yang baik. Keluarga dari perkawinan poligami sampai detik ini masih identik dengan stereotipe bahwa keluarga semacam itu tidak akan bisa hidup rukun, miskin dan tidak berpendidikan. Mereka yang mendukung poligami bakal dicap sebagai orang yang mau enak sendiri, tidak berpendidikan, tidak beradab sehingga muncul keprihatinan bahwa kemungkinan ada pemahaman yang kurang benar dari kalangan yang pro dan kontra terhadap isu yang sensitif ini. Akibatnya, banyak orang yang merasakan sangat sulit untuk mengakui dukungan mereka terhadap poligami atau bahkan mengakui keinginan mereka
6
untuk memiliki isteri lagi dengan niat yang baik, karena takut dicap dengan labellabel yang buruk. Poligami seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan jika ada perencanaan yang konsisten dan sikap tegas untuk menolak kekuatan-kekuatan dari luar yang membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Situasinya akan lebih baik jika tetap berpegang teguh dan mengikuti agenda yang stabil yang akan membawa jiwa dari dua individu terkait secara utuh. Ada baiknya, kita tidak kehilangan arah untuk mengindetifikasi berbagai persoalan yang mungkin timbul akibat poligami dan bahwa ada legalitas keagamaan untuk melakukan poligami dan di sisi lain ada kalangan lelaki yang sengaja menyalahgunakan hak yang diberikan ini. Beberapa persoalan yang mungkin timbul dalam kehidupan poligami; 1. Ketidakpercayaan salah seorang isteri yang meyakini bahwa cinta tidak bisa dibagi-bagi. 2. Rasa cemburu di antara para isteri yang kadang-kadang memicu munculnya sikap negatif terhadap anak-anak mereka. 3. Kepala keluarga yang ingin poligami tapi ceroboh, tidak punya komitmen dan tanggung jawab yang kuat untuk mempertahankan keluarganya. 4. Pengaruh dari luar, seperti teman dan penasehat yang berpihak akan makin memicu kesalahpahaman dalam keluarga.
7
Jika manusia bersikap realistis, hidup adalah serangkaian kejadian yang penuh pasang surut tapi selalu ada solusi jika terjadi tekanan-tekanan. Bagi mereka yang memilih hidup berpoligami, butuh perjuangan keras untuk membuat hidup mereka jadi mudah dan ujian kehidupan selayaknya dipandang sebagai sebuah tanggung jawab yang sangat penting. Dengan demikian, seharusnya tidak ada alasan untuk selalu memandang negatif ide poligami. Bahkan jika kehidupan poligami itu tidak sejahtera. Karena tidak ada indikasi akurat untuk sebuah perkawinan yang sukses dan lebih jauh lagi untuk masalah keluarga yang baik-baik. Di luar sana, banyak perkawinan tunggal yang juga bisa gagal, karena salah satu pasangan berkhianat atau akibat persoalan yang lebih serius lagi, seperti bersikap tidak jujur yang bisa menimbulkan penderitaan panjang. Tidak adil jika mengutuk poligami tanpa terlebih dulu menilai ada apa dibalik poligami itu, fakta membuktikan bahwa praktik poligami yang dilakukan Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang, membawa dampak yang positif bagi mereka bukan membawa dampak yang negative yang menimbulkan kesengsaraan. istilah poligami Di Desa Saninten adalah sesuatu yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka bahkan mereka berasumsi bahwa banyak istri banyak rizki, menurut mereka dengan bertambahnya istri berarti bertambahnya kebutuhan dan bertambahnya semangat mereka dalam bekerja dan
8
berarti juga bertambahnya penghasilan mereka. Yang lebih uniknya sebagian besar tokoh masyarakat di desa tersebut melakukan praktek poligami. sebagai contoh pelaku poligami yang peneliti wawancarai untuk sementara adalah : (1)Bapak
H. Basri yang beristri dua (2)Bapak H. Aceng yang berisrti dua
(3)Bapak H. Udin beristri dua (4)Bapak H. Edi yang beristri dua (5)Bapak H. Dudung yang beristri empat beliau yang paling merasakan perubahan yang luar biasa setelah melakukan poligami hidupnya kini berkecukupan dengan rumah yang mewah dan harta yang berlimpah. Dan masih banyak pelaku poligami lainya yang merasakan dampak positif praktik poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang yang belum kami wawancarai. Yang menarik disini adalah poligami menurut mereka
membawa
keberkahan yang sangat luar biasa, karena mereka bisa melaksanakan ibadah haji justru setelah mereka berpoligami, sulit untuk kita bayangkan poligami yang selama ini dianggap sebagai musibah bagi sebagian orang, ternyata membawa keberkahan di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang yang mayoritas mata pencaharianya adalah bertani.2 Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang praktik poligami yang dilakukan di Desa Saninten Kecamtan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang. lewat ini saya ingin mengambil 2
judul:
“DAMPAK
POSITIF
POLIGAMI
Pelaku Poligami, Wawancara pribadi, Pandeglang, 10 November 2010
DALAM
9
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” (Studi Kasus di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah Berdasarkan
uraian
di
atas,
bahwa
poligami
menimbulkan
permasalahan yang sangat luas, untuk itu saya gariskan saja mengenai apa yang akan saya bahas disini adalah sekitar praktik poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang sehingga berdampak positif. 2. Perumusan Masalah Menurut undang-undang perkawinan tahun 1974 maupun KHI bahwa izin poligami itu di persulit tapi pada kenyataanya banyak orang yang melakukan poligami bahkan berdampak positif pula. rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : a. Bagaimana prinsip-prinsip perkawinan dalam perspektif hukum islam ? b. Bagaimana kedudukan poligami dalam perspektif hukum islam ? c. Bagaimana dampak positif poligami terhadap keluarga ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Adapun penulis membuat skripsi ini bertujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perkawinan dalam islam
10
b. Untuk mengetahui kedudukan poligami dalam hukum islam c. Untuk mengetahui dampak positif poligami terhadap keluarga 2. Manfaat Penelitian a. Melatih peneliti untuk membuat karya tulis ilmiah sesuai dengan obyek penelitian. b. Menjadikan penelitian ini sebagai masukan bagi pemerintah sebagai pemegang kebijaksanaan, masyarakat sebagai pelaku hukum dan civitas akademika dalam dunia intelektual.
D. Tinjauan ( review ) Kajian Terdahulu Penulis dalam hal ini melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul Proposal dalam Review terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan pernikahan dan poligami, diantaranya adalah : Skripsi dari Fathurohman, NIM. 105044201452 dengan Judul: “Alasan Muslim Berpoligami Lebih dari Empat Orang”. E. Metodologi Penelitian Untuk memperoleh data serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat diperlukan suatu pedoman penelitian atau metode penelitian. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan
11
metode penelitian yang benar akan didapat validitas data serta memudahkan melakukan penelitian. Hal-hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan dengan metode penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari jenis data yang diteliti penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research). penelitian lapangan (Field Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari lapangan yaitu dengan cara observasi.3 Dimana peneliti melakukan penelitian berupa wawancara langsung secara mendalam dengan para pelaku poligami Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang dengan tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada pertanyaan tertutup. Selain data dilapangan penulis juga melakukan penelitian kepustakaan (Library Research). penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data, buku-buku, atau teks-teks tulisan lain.4 Dengan cara membaca dan memahami serta menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Ditinjau dari pembahasan masalahnya penelitian ini merupakan penelitian Dekriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan 3
M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985). H.53
4
M. Nasir, Metode Penelitian, H.53
12
masalah-masalah yang ada sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi, menganalisa dan menginterpretasikannya. 2. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data Primer Data primer yaitu data yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat, data primer dapat diperoleh dari pelaku poligami Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang. b. Data Sekunder Data sekunder ini adalah data yang diperoleh dengan cara mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis angkat. Dokumen yang dimaksud diantaranya adalah Al-Qur‟an, Al-Hadits, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan-Peraturan lainnya, buku-buku karangan ilmiah serta buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Metode interview/ Wawancara
13
Interview adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka mendengarkan secara langsung mengenai informasi-informasi atau keterangan-keterangan.yang berkaitan dengan poligami. b. Observasi : yaitu pengamatan langsung yang dilakukan peneliti guna mendapatkan gambaran umum tentang praktik poligami yang dilakukan Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang. c. Dokumenter : metode ini digunakan untuk mencari dan mengungkapkan data yang diperoleh dari interview dan observasi. 4. Teknis Analisis Data Penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptifanalisis, yaitu suatu teknis analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan kemudian menganalisanya dengan merujuk pada buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dijabarkan dalam skripsi ini, yang penulis dapatkan dari perpustakaan. 5. Teknik Penulisan Adapun teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007 dengan beberapa pengecualian:
14
1. Ayat Al-Qur‟an yang dikutip tidak diberi Footnote, tapi lansung ditulis nama surat dan ayat diakhir kutipan. 2. Dalam daftar pustaka Al-Qur‟an ditulis pada urutan pertama, kemudian barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasarkan nama pengarang. Terjemahan Al-Qur‟an dan sumber-sumber lainnya yang memakai bahasa arab di tulis satu spasi dengan memberi tanda kutip di awal dan di akhir kalimat. F.
Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan Penelitian ini ialah berformat kerangka outline dalam bentuk bab dan sub bab, secara ringkas terurai dalam penjelasan berikut : BAB I
Bab ini mengenai
Pendahuluan yang memuat Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan ( review ) Kajian Terdahulu, Metodologi Penlitian serta Sistematika Penulisan. BAB II
Bab ini mengenai Pengertian dan Hukum Poligami berisikan tentang Pengertian Perkawinan dan Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam, Sekilas Sejarah Poligami, Pengertian Poligami, Hukum Syarat dan Hikmah Poligami, Pengertian Adil dalam Poligami serta Pembatasan Istri dalam Poligami.
15
BAB III
Bab ini mengenai Penelitian Desa Saninten berisi tentang Sejarah Singkat
Desa
Saninten
dan
Pemerintahan
Desa
Saninten,
Keagamaan,
Bidang
Hukum,
Struktur Kondisi Bidang
Organisasi
Kantor
Objektif,
Sosial
Pendidikan,
Mata
Pencaharian, dan Pengertian Poligami sebagai sebuah Moral dan Aturan yang Manusiawi, Kedudukan Poligami dalam Islam, dan Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. BAB IV
Bab ini mengenai Faktor dan Dampak Poligami yang membahas tentang Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang, Pendapat Ulama tentang Poligami, dan Dampak Poligami.
BAB V
Merupakan bab Penutup, dalam bab ini penulis berusaha untuk menarik kesimpulan dan mengajukan saran-saran.
BAB II PENGERTIAN DAN HUKUM POLIGAMI A. Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Perkawinan Dalam Islam Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua pihak, yakni suami dan istri. kedamaian dan kebahagiaan suami dan istri sangat bergantung pada pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut. Al-Qur’an bahkan menyebutkan perkawinan itu sebagai mistaqan ghalidzan (perjanjian yang kokoh), seperti termaktub dalam Q.S AnNisa ayat 21 berikut :
)٢١: (النساء
Artinya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suamiisteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S An-Nisa : 21)
Diantara mufasir menyebutkan bahwa yang di maksud dengan perjanjian yang kokoh dalam ayat tersebut adalah perjanjian yang telah di ambil Allah dari para suami, sesuai bunyi ayat 231 Al-Baqarah :
17
)٢٣١ : (البقزاة٠٠٠ Artinya : “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).”(Q.S Al-Baqarah : 231)
Ayat itu menegaskan hanya ada dua pilihan bagi suami : hidup bersama istri dengan memperlakukanya dengan baik atau menceraikanya dengan cara yang baik pula. Tidak ada pilihan yang lain. Karena itu, memilih bersama istri tetapi menyengsarakanya tidak di kenal dalam islam.1 Agar setiap setiap perkawinan dapat mencapai tujuan sebagaimana yuang di tetapkan syari’at, yaitu mendapt kebahagiaan duniawi menuju kebahagiaan akhirat, islam menggariskan beberapa prinsip yang harus dijadikan pedoman sebagi berikut. 1. Prinsip Kebebasan Memilih Jodoh Memilih jodoh merupakan hak pilih yang bebas bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’at. Sebelum islam, anak perempuan sama sekali tidak mempunyai hak pilih, bahkan dirinya sepenuhnya dimiliki oleh ayah atau walinya. Ayah atau walinya dapat memilih siapa saja yang akan menjadi jodohnya. Tradisi ini kemudian diubah secara drastis dan radikal oleh Nabi Muhammad saw. 1
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: lembaga kajian agama dan jender, 1999) Hal.10
18
Nabi mempunyai kebiasaan bila akan menikahkan putri-putrinya terlebih dahulu memberi tahu mereka. Kebiasaan Nabi meminta persetujuan gadisnya dalam menentukan jodoh merupakan hal baru dikalangan masyarakat Arab. Dalam tatanan masyarakat Arab ketika itu perempuan dianggap tidak memiliki dirinya sendiri, karena itu semua keputusan yang berkaitan dengan dirinya termasuk menentukan jodohnya tidak perlu dibicarakan dengannya. Seorang ayah mempunyai hak ijbar (memaksa) dalam urusan perkawinan. Apakah anak perempuan itu setuju atau tidak sama saja, tidak berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh sang ayah. Meskipun Islam memberikan hak pilih yang bebas dalam mencari pasangan, namun tetap ada rambu-rambu yang diberikan agar tidak salah dalam memilih suami atau istri, seperti dilarang menikahi orang musryik, dilarang menikahi orang yang termasuk dalam kategori mahram (yang tidak boleh dinikahi menurut syar’i) dan dilarang menikahi pezina dan orang-orang yang berprilaku keji. Selain itu ada petunjuk praktis memilih jodoh, seperti terbaca dalam hadis Nabi saw :
ًِ ه أَبِي ْ َه أَبِّ سَعِي ٍّد ع ُ ْه حَّدَثَىِّ سَعِي ُّد ب َ ه عُبَيْ ِّد الّلًَِ قَا ْ َحَّدَثَىَا مُسَّدَ ٌد حَّدَثَىَا يَحْيَّ ع «ه َ قَا- صّلّ اهلل عّليً َسّلم- ّ ِ ه الىَ ِب ِ َ ع- ً رضّ اهلل عى- ه أَبِّ ٌُزَيْزَ َة ْ َع ج ْ َه حَزِب ِ ث الّدِي ِ فَاظْفَ ْز بِذَا، ح الْمَزْأَةُ ألَرْبَ ٍع لِمَالٍَِا ََلِحَسَبٍَِا ََجَمَالٍَِا ََلِّدِيىٍَِا ُ َحُىْن 2 »ك َ يَّدَا 2
Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari (lebih dikenal dengan Imam al-Bukhari), Jami’ as-Shahih (Shaih al-Bukhari), Dar al-Fikr, (Beirut), 1401 H/1981 M, Juz IV, h. 1958.
19
Artinya : “biasanya perempuan dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamanya. Jatuthkanlah pilihanmu atas yang beragama, kalau tidak engkau akan sengsara.” (H.R Bukhari)
2. Prinsip Mawadah Wa Rahmah (cinta dan kasih sayang) Prinsip ini antara lain ditemukan pada ayat 21 surat Ar-Rum.
)٢١ : ( الزَم Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S Ar-Ruum 21) Mawadah secara bahasa barmakna cinta kasih, sedangkan Rahmah berarti kasih sayang. Mawadah Wa Rahmah terbentuk dari suasana hati yang ikhlas dsan rela berkorban demi kebahagiaan pasangannya. Suami Istri sejak akad nikah hendaknya telah di pertautkan oleh ikatan mawadah dan rahmah sehingga keduanya tidak mudah goyah dalam mengarungi samudera perkawinan. 3. Prinsip Saling Melengkapi dan Melindungi Prinsip ini ditemukan antara lain pada ayat 187 surat Al-Baqarah.
20
)١٨٧: (البقزة٠٠٠ ٠٠٠ Artinya : “Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu dan kamu adalah pakaian untuk mereka.”(Q.S Al-Baqarah : 187)
Firman Allah tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai makhluk, lakilaki dan perempuan, masing- masing memiliki kelemahan dan keunggulan. Tidak ada orang yang sempurna dan hebat dalam semua hal, sebaliknya tidak ada pula yang serba kekurangan. Karena itu dalam kehidupan suami istri, manusia pasti saling membutuhkan, masing-masing harus dapat berfungsi memenuhi kebutuhan pasangannya, ibarat pakaian memenuhi tubuh. 4. Prinsip Mu’asyarah Bil-Ma’ruf (memperlakukan istri dengan baik) Prinsip ini jelas sekali dikemukakan pada ayat 19 surat An-Nisa.
٠٠٠ )١٩: (النساء Artinya : “Pergaulilah istri-istrimu dengan sopan, dan apabila kamu tidak lagi mencintai mereka (janngan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya (dibalik itu) kebaikan yang banyak.” (Q.S An-Nisa : 19) Ditemukan sejumlah tuntunan dalam Al-Qur’an dan Hadits agar suami mamperlakukan istrinya secara sopan dan santun. diantaranya adalah hadis Nabi yang berbunyi :
21
حَّدَثَىَا مُحَمَّدُ بْهُ يَحْيَّ حَّدَثَىَا مُحَمَّدُ بْهُ يُُسُفَ حَّدَثَىَا سُفْيَانُ عَهْ ٌِشَامِ بْهِ عُزََْ َة ْ « خَيْزُمُم- صّلّ اهلل عّليً َسّلم- ًَِعَهْ أَبِيًِ عَهْ عَائِشَتَ قَالَجْ قَاهَ رَسُُهُ الّل » ُخَيْزُمُمْ ألٌَّْلًِِ ََأَوَا خَيْزُمُمْ ألٌَّْلِّ ََإِذَا مَاثَ صَاحِبُنُمْ فَّدَعُُي Artinya : “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya) dan, aku adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku. Dan apabila pasangan (sebagian) kalian meninggal, maka jangan sebut-sebut kekurangannya”
Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa perkawinan dalam Islam mengandung dua unsur yang dominan, unsur material dan unsure spiritual. Unsur material dalam perkawinan adalah aspek seksual, yang dalam diri kaum muda sedang berada dalam keadaan yang bergejolak, namun secara berangsurangsur akan mereda dan menjadi tenang. Adapun unsur spiritualnya adalah aspek yang berkaitan dengan mawadah wa rahmah (cinta kasih, keluhuran budi, kehangatan, dan ketulusan yang meliputi kehidupan suami istri). Laki-laki dan perempuan sering berbeda dalam memandang kedua unsur perkawinan tadi. Pada umumnya perempuan melihat unsur spiritual itu lebih penting. Sebaliknya, bagi laki-laki unsur material lebih utama atau sekurangkurangnya unsur itu sama penting baginya. Kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga terletak pada kesucian, kesetiaan, kesabaran, pengorbanan, dan kepedulian kedua belah pihak, yaitu suami-istri. Sedangkan semua ini hanya dimungkinkan dalam perkawinan monogamy dan sulit dibayangkan dalam perkawinan poligami.
22
B. Sejarah Singkat Poligami Islam bukanlah
yang pertama menetapkan aturan poligami. Bahkan
poligami telah ada sejak dahulu dalam hampir semua bangsa seperti, Athena, china, india,
babilonia, Syria, dan mesir. Sebagian besar bangsa-bangsa
tersebut, poligami tidak mempunyai batasan jumlah tertentu, Antara lain: 1. Dalam aturan “Likai” cina, poligami di bolehkan sampai 130 istri. bahkan salah seorang raja cina mempunyai 30.000( tiga puluh ribu) istri. 2. Dalam agama yahudi, poligami di bolehkan tanpa adanya batasan jumlah. Nabi-nabi yang bersumber pada kitab Taurat semuanya mempunyai istri yang banyak. 3 3. Prof. Abas Mahmud Al-Aqod dalam bukunya, Haqaiqu Al-Islami wa abatilu khusuihi (kabanaran-kebenaran Islam dan kekeliruan musuh Islam) mengatakan : -
Dalam Taurat dan Injil, poligami bukanlah suatu hal yang terlarang bahkan hal tersebut merupakan kebolehan yang turun temurun dari NabiNabi mereka sendiri, sejak masa Nabi Ibrahim Alaihi Salam sampai masa Nabi Isa Alaihi Salam.
-
Dalam kitab Injil (agama Kristen), tidak ada keterangan jelas yang melarang poligami, bahkan dalam beberapa naskah Paulus membolehkan poligami ini. Dia mengatakan, “Lazimnya seorang uskup mempunyai satu orang istri.”
3
Musthafa As Sibai, Al-Mar’atu baina Al-fiqhi wa Al-qainuni, Hal. 71
23
Sejarah mengungkapkan bahwa diantara orang-orang Kristen pada masa lalu ada yang menikah lebih dari satu orang wanita. Pendeta-pendeta dahulu juga mempunyai banyak istri. Ada beberapa pendapat bolehnya poligami pada masa tersebut diatas dalam keadaan-keadaan tertentu dan hal-hal yang merupakan pengecualian. Inilah beberapa diantaranya : 1. Prof. Abas Mahmud dalam Al-Mar’atu fi Al-Qur’ani Al-Karimi. Menyebutkan bahwa Wester Mark, pakar sejarah perkawinan, mengatakan bahwa poligami yang diakui gereja masih berlangsung sampai abad ke-17. Hal ini terus berulang pada keadaaan-keadaan yang diawasi gereja dan Negara. “Raja-raja Kristen menikah dengan lebih dari satu wanita. Dyar Matt, Raja Irlandia, mempunyai dua istri dan beberapa orang gundik. Philip Ophahis dan Fedderick William II Al-Burusy melangsungkan perkawinan dengan dua orang wanita dengan persetujuan Luther. Luther berbicara dalam berbagai kesempatan mengenai poligami tanpa ada bantahan. Tidak ada larangan dari Tuhan mengenai hal ini. Nabi Ibrahim, sebagaimana orang Kristen melarang poligami karena beliau sendiri mempunyai dua orang istri.” 2. Al-Aqod mengemukakan juga mengenai hal ini dalam bukunya Al-Mar’atu fi Al-Qur’ani Al-Karimi (wanita dalam Al-Qur’an) bahwa Dewan Frankin Nurenberg mengeluarkan keputusan yang membolehkan pria mengawini dua wanita. Iini dilakukan setelah perdamaian Wespalya pada tahun 1560 dan setelah jumlah penduduk berkurang akibat terjadinya perang selama 30 tahun.
24
Bahkan, lanjutnya, beberapa sekte dalam agama Kristen berpaling kepada poligami sebagai solusi. Pada tahun 1531 kelompok religius di Mostar mempunyai banyak istri . Al-Marmun menganggap bahwa poligami merupakan aturan ilahi yang suci. 3. Jurji Zaidan menyatakan bahwa dalam agama Kristen tidak ada keterangan yang jelas, melarang melakukan poligami dengan dua orang wanita atau lebih. Meskipun mereka (orang-orang Kristen) ingin agar poligami dibolehkan, tetapi para pemuka agama Kristen terdahulu memandang cukup dengan satu istri dengan alasan hal ini lebih dekat untuk menjaga aturan keluarga dan mempersatukannya. Keadaan ini berkembang di kerajaan Romawi. Penafsiran perkawinan tersebut di atas tidak menghalangi mereka untuk melakukan poligami sampai akhirnya perkawinan yang lebih dari satu wanita menjadai terlarang seperti yang kita ketahui sekarang.4 4. Orang-orang Kristen pada saat ini mengakui bahwa poligami yang dilakukan orang Kristen di Afrika berlangsung tanpa batas jumlah. Nurjih, pengarang buku Al-Islamu wa an-Nasraniyyah fi ausati ifriqiyyah, menyebutkan realita ini dalam ungkapan berikut : “Mereka para missionaries berkata : Bukanlah masalah politik kami mencampuri urusan-urusan masyarakat Paganis yang ada di kalangan mereka. Dan tidak perlu kami melarang mereka melakukan poligami selama mereka tetap menjadi pemeluk agama Kristen. Bahkan hal tersebut tidak menjadi masalah selama kitab Taurat yang juga dijadikan 4
As-Sibai, Al-Mar’atu baina Al-fiqhi wa Qanuni, Hal.74
25
pedoman oleh orang-orang Kristen membolehkan poligami ini. Dikuatkan lagi dengan ucapan al-Masih : “Janganlah kalian menyangka bahwa kedatangan ku bertujuan untuk menghancurkan tapi justru untuk menyempurnakan.” Akhirnya pihak gereja secara resmi mengumumkan tentang bolehnya berpoligami tanpa batas untuk orang-orang Kristen Afrika. 5. Orang-orang barat yang beragama Kristen melihat dengan mata kepala sendiri penambahan jumlah wanita dibanding pria (terutama setelah perang dunia II) menjadi masalah social yang memprihatinkan.mereka masih mencoba-coba dalam menemukan solusi yang terbaik. Diantara solusi-solusi yang muncul adalah diperbolehkannya poligami. Pada tahun 1948 diselenggarakan konferensi pemuda di Munich, Jerman. Dalam konferensi tersebut dibahas masalh jumlah wanita di Jerman yang terus meningkat dibanding jumlah pria setelah terjadinya perang. Muncul berbagai macam solusi untuk menangani masalah ini. Hasil yang diputuskan yaitu komisi menuntut supaya dibolehkannya poligami untuk menangani masalah ini. Pada tahun 1949 masyarakat Bonn, Ibukota Jerman, mengajukan tuntutan kepada pemerintah agar mencantumkan kebolehan poligami dalam undangundang Jerman.5 Disebutkan dalam koran-koran sejak 10 tahun bahwa pemerintah Jerman telah mengirimkan utusan kepada guru besar Al-Azhar untuk
5
Ibid Hal. 75
26
mengetahui lebih jauh tentang aturan poligami dalam Islam karena mereka berfikir tentang manfaat aturan ini dalam mengatasi masalah berlipat gandanya wanita. 6
C. Pengertian dan Tujuan Poligami 1. Pengertian Poligami Sebagian orang sengaja menjadikan poligami sebagai trend, memberikan penghargaan besar kepada orang yang melakukannya, dan mencibir beberapa icon/tokoh masyarakat yang belum melakukan poligami karena berbagai pertimbangan logis. Karena itu banyak suami yang berambisi untuk melakukannya tanpa memperhatikan kemampuan diri, tidak menghiraukan dan tidak memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi, sehingga poligami yang dilakukannya semakin memperburuk citra syari’at suci dihadapan masyarakat. Dalam kamus bahasa Indonesia, poligami adalah seorang laki-laki yang istrinya lebih dari satu.7 Yang berarti sebuah kondisi kepemilikan bersama atas suami. Poligami juga memiliki sifat tidak ada suatu bentuk ke eksklusifan (semata-mata) kepada salah satu dari kedua belah pihak (istri), tidak ada pria yang mempunyai hubungan eksklusif dengan seorang wanita tertentu.
6
Dr. M. Yusuf Musa, Ahkamu Al-Ahwali Asy-Syahsiyyahs
27
Sedemikian
pentingkah
poligami,
sehingga
kaum
laki-laki
menjadikannya topic pembicaraan di hampir setiap majlis, dan juga kaum wanita pun membicarakannya secara emosional di majlis-majlis mereka. 2. Tujuan Poligami Musuh-musuh
Islam
tidak henti-hentinya
memusuhi
Islam
dan
menebarkan keraguan dengan mempolitisasi pernikahan Rasulullah saw. Sebagian Yahudi Yatsrib menyangka bahwa Rasulullah saw adalah lakilaki yang haus seks dan mengumbar nafsu dengan mondar-mandir dalam pelukan sembilan wanita.8 Maka Al-Quran menjawab bahwa ungkapan itu adalah kedengkian terhadap beliau, karena Nabi Daud dan Sulaiman a.s mempunyai istri beberapa kali lipat dari Rasulullah saw. Liciknya mereka tidak memberikan komentar sedikitpun tentang beliau. Orang-orang orientalis dan musuh-musuh Islam lainnya selalu berupaya menghancurkan Islam dengan berbagai cara, antara lain denagn menggambarkan kehidupan Rasulullah saw secara buruk dan menyeramkan, terutama mengenai pernikahan beliau. Secara normal laki-laki cukup menikah dengan satu orang istri/wanita. Ini akan lebih menjamin terciptanya kedamaian dalam rumah tangga. Sebab kecemburuan itu ada pada laki-laki dan juga ada pada perempuan. Jika suami cemburu pada istrinya, maka istri pun cemburu pada suaminya.
8
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender,1999) Hal. 8
28
Namun kemaslahatan penting, baik terkait dengan kehidupan rumah tangga atau kebutuhan umat secara umum, bahkan mungkin karena kebutuhan dakwah, maka seorang laki-laki dibolehkan menikah lebih dari satu. Walaupun harus memenuhi standar/persyaratannya. Pada prinsipnya tujuan laki-laki yang berpoligami diantaranya adalah untuk : a. Misi Kemanusiaan b. Misi Ekspansi Dakwah c. Meneladani Rasulullah saw d. Menjalani Ukhuwah Islamiyah dan Kekeluargaan lebih luas e. Memperbanyak Keturunan f. Misi Kemaslahatan g. Mengikuti sunah Rasul h. Menyelesaikan Problem Sosial Dari sekelumit permasalahan pro dan kontra tentang poligami yang tidak ada ujungnya , tanpa di gambarkan oleh penulis, ini adalah kemungkinan alasan bagi laki-laki yang berpoligami dari hasil analisa berbagai sumber referensi yang ada.
29
D. Hukum, Syarat-syarat, dan Hikmah Poligami 1. Hukum Poligami Poligami telah ada sejak sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw, dan telah dilaksanakan di dunia Arab. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan syari’at tersebut serta meluruskan, membatasi, dan menetapkan syarat-syarat kebolehannya. Diantaranya dalil-dalil yang menjelaskan poligami adalah :
)٣ : (النساء Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya). Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (An-Nisa: 3)
Dalil berikutnya, Allah SWT bersabda
:
)١٢٩ :(النساء
30
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa : 129) Ayat ini menegaskan bahwa adil secara sempurna dan mutlak tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia. Kalau saja poligami itu dilarang karena tidak mungkin mampu berlaku adil, tentu ayat berbunyi “kalian tidak mungkin mampu berlaku adil di antara istri-istri, meski kalian sangat ingin berbuat demikian, karena itu kalian tidak boleh, melakukan poligami”. tetapi ayat ini tidak melarang poligami, justru yang dilarang adalah kecendrungan total kepada istri yang di cintai, hingga istri yang lain tidak mendapatkan hak-haknya. Dengan demikian ayat ini secara eksplisit menegaskan bolehnya poligami, bukan larangan poligami sebagaimana yang dipahami keliru oleh sebagian yang anti poligami. Ayat ini juga membolehkan adanya sebagian kecenderungan hati pada salah seorang istri. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau tidak diperbolehkan poligami.
31
Dalil yang terakhir adalah teladan dari Rasulullah saw, pengakuan Rasulullah atas apa yang dilakukan oleh para sahabat.9 Muhammad
Abduh
mengungkapkan
syari’at,
Muhammad
telah
memperbolehkan laki-laki untuk menikah dengan empat wanita apabila lelaki tersebut merasa mampu berlaku adil kepada para wanita tersebut. Namun di saat seorang lelaki merasa ia tidak akan mampu berbuat adil pada istri-istrinya kelak, maka ia hanya boleh menikah hanya dengan seorang wanita saja sebagaimana di sebut dalam surat An-Nisa ayat 3. Di saat seorang lelaki tidak mampu memberikan hak yang sama pada setiap istrinya, maka berantakanlah urusan rumah tangganya dan buruklah bahtera rumah tangganya. Satu pondasi kuat untuk membangun bahtera rumah tangga yang kokoh adalah dengan melestarikan kebersamaan dan kasih sayang antara anggota keluarga. Bila seorang lelaki hanya mengkhususkan satu istrinya dengan mengabaikan istri lainnya, walau hanya pada hal yang remeh sekalipun seperti memberikan hari yang bukan untuk istrinya tersebut, maka hal itu kelak akan membawa masalah baginya. Rasulullah, para Sahabat, para Khalifah, dan para Ulama di setiap masanya selalu berusaha berlaku adil pada setiap istri mereka. Rasullulah dan para Ulama salaf tidak pernah akan mendatangi seorang istri pada hari yang tidak ditentukannya kecuali bila telah mendapatkan izin dari istri yang memiliki hari tersebut.
9
Khozin Abu Faqih, Poligami Solusi atau Masalah?, (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya, 2007) Hal. 104
32
Dalam undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam (KHI) menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun terbatas hanya sampai empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4 Undang-undang Perkawinan dan Bab IX pasal 55 sampai dengan 59 KHI. Dalam KHI antara lain disebutkan : Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (Pasal 55 ayat 2). Selain syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana termaktub dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya persetujuan istri dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Ironisnya, pada pasal 59 dinyatakan : Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk suami beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57 Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. Pasal ini jelas sekali mengindikasikan betapa lemahnya posisi istri. Sebab , manakala istri menolak memberikan persetujuannya, Pengadilan Agama dengan serta merta mengambil alih kedudukannya sebagai pemberi izin, meskipun diakhir pasal tersebut ada klausal yang memberikan kesempatan pada istri untuk mengajukan banding. Dalam realitas, umumnya para istri merasa
33
malu dan berat hati mengajukan banding terhadap keputusan Pengadilan menyangkut perkara poligami.10 Alasan-alasan yang dipakai Pengadilan Agama memberikan izin kepada suami berpoligami adalah : a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.11 Ketiga alasan yang diberikan oleh Pengadilan Agama itu sama sekali tidak mewadahi tuntunan Allah swt, dalam Q.S An-Nisa : 19 yang berbunyi :
)١٩ :(النساء
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata, dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(Q.S AnNisa:19)
10
Musdah Mulia, Op.Cit, Hal. 60
11
Ibid, Hal. 60
34
Sebagian gerakan- gerakan yang membahas Aqidah Islam menuntut pelarangan poligami dan membatasinya. Yang paling keras gaungnya adalah sebuah gerakan di Mesir pada tahun 1365 H/1945 M, dimana para penggeraknya menyerukan pelanggaran poligami atau paling tidak menetapkan oleh Syari’at Islam dengan tujuan menghalangi legalisasi poligami. Diantara syarat-syarat baru tersebut adalah tidak membolehkan poligami kecuali dengan adanya sebabsebab yang kuat yang ditetapkan oleh seorang hakim, dan kepada pria yang ingin berpoligami harus menunjukan sebuah bukti yang kuat atas keinginannya untuk menikahi perempuan lain, jika hakim menerima alasan yang dikemukakan oleh pria tersebut, maka dia diizinkan dan jika hakim tidak menerima alasannya, maka keinginannya tersebut ditolak.12 Sebagian diantara para penentang poligami telah menetapkan beberapa batasan dari jenis-jenis alasan yang dapat diterima yang membuat seorang hakim boleh mengizinkan seseorang untuk berpoligami. Ada dua alasan yang mereka tetapkan, yaitu : Pertama istri menderita sakit dalam jangka waktu yang lama serta sakitnya ini tidak dapat disembuhkan. Kedua, istri tidak bisa hamil lebih dari kurun waktu tiga tahun. Selain kedua alasan ini, undang-undang mengharamkan seorang laki-laki untuk berpoligami.
12
Isham Muhammad Al-Syarif, Poligami Tanya Kenapa?, (Jakarta: Mirqat Media Grafika, 2008) Hal. 105
35
Para penentang poligami melihat bahwasanya asal dari pernikahan dalam Islam adalah satu istri, adapun lebih dari satu adalah pengecualian dan tidak boleh melakukan yang dikecualikan, kecuali dalam keadaan darurat. Para ahli Fiqih pun sudah bersepakat bahwa sudah menjadi kewajiban seorang lelaki yang berpoligami untuk bisa berlaku adil dalam memberikan nafkah pada setiap istrinya. Demikian juga dalam memberikan hadiah. Bahkan dikatakan, bila seorang lelaki memiliki banyak istri dan tiba-tiba ia mengalami kegilaan, karena sudah menjadi kewajiban walinya untuk bisa mengantarkannya berkeliling demi dapat memenuhi hak semua istrinya.13 2. Syarat-syarat Poligami Islam membolehkan kaum laki-laki menikah dengan lebih dari satu istri. Akan tetapi kebolehan ini dibatasi dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka pelakunya berdosa. Walaupun menurut sebagian Ulama pernikahannya sah. a. Adil Andai kata Islam mengizinkan empat istri, tetapi harus sanggup memperlakukan setiap istrinya dengan adil baik itu dalam makanan, minuman, pakaian, rumah dan makanan pokok, jika tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya berbuat adil, dia dilarang untuk menikahi lebih dari satu istri.
13
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syari’at Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Hal. 324
36
Allah SWT berfirman :“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim (perempuan), maka kawinilah perempuanperempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Maka jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (hendaklah cukup) satu saja, demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Begitu juga dengan An-Nisa ayat 129 yang sudah disinggung oleh penulis. b. Kebijaksanaan dan Kearifan Islam adalah Risalah terakhir dari Allah. Oleh karena itu, Islam datang dengan membawa aturan bagi seluruh bangsa, zaman, dan seluruh umat manusia. Islam tidak hanya untuk orang kota tetapi juga orang desa, tidak hanya untuk wilayah dingin, tetapi juga wilayah panas atau sebaliknya, tidak hanya untuk satu zaman dan satu generasi. Islam memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat.14 Allah berfirman :
) ٥٠ : (المائّدة Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orangorang yang yakin ?”.(Al-Maidah : 50)
c. Memiliki Kemampuan Finansial
14
Yusuf Qardhawi, Fiqih Wanita, (Bandung: Jabal,2006), Hal.72
37
Yaitu kemampuan memberi nafkah secara adil kepada para istri. sebab kalau seorang tidak memiliki kemampuan memberi nafkah, maka akan menelantarkan hak-hak orang lain.15 Rasulullah saw menegaskan pentingnya kemampuan finansial dalam sabdanya,
حَّدَثَىَا عَبّْدَانُ عَهْ أَبِّ حَمْزَةَ عَهِ األَعْ َمشِ عَهْ إِبْزَاٌِيمَ عَهْ عَّلْقَمَتَ قَاهَ بَيْىَا أَوَا ً صّلّ اهلل عّلي- ِّ فَقَاهَ مُىَا مَعَ الىَ ِب- ً رضّ اهلل عى- ًَِأَمْشِّ مَعَ عَبّْدِ الّل ُ فَإِوًَُ أَغَّضُ لِّلْبَصَزِ ََأَحْصَه، ْ فَقَاهَ « مَهِ اسْخَطَاعَ الْبَاءَةَ فَّلْيَخَزَََج- َسّلم 16 » ٌ فَإِوًَُ لًَُ َِجَاء، ِ ََمَهْ لَمْ يَسْخَطِعْ فَعَّلَيًِْ بِالصَُْم، ِلِّلْفَزْج Artinya : “Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian yang memiliki kemampuan untuk menikah maka menikahlah,dan barang siapa tidak mampu untuk menikah maka hendaklah berpuasa, sebab dengan berpuasa dapat mengurangi gejolak syahwat.”(H.R Bukhari)
E. Pengertian Adil dalam Poligami Sebagian
orang
berupaya
menentang
syariat
poligami
dengan
menafsirkan ayat sembarangan. Mereka mengaitkan ayat “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja” dengan ayat “dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian”. Mereka mengatakan “Syarat dibolehkannya poligami adalah tidak adanya kekhawatiran berlaku zhalim, atau ada keyakinan akan bisa berlaku adil, sebagaimana di tegaskan dalam ayat pertama. Namun ayat kedua menegaskan 15
Khazim Abu Faqih, Op.Cit, Hal.105
16
Al-Bukhari, Jami’ as-Shahih (Shaih al-Bukhari), Juz VII, h. 189.
38
bahwa adil itu tidak mungkin dapat dilakukan manusia, betapapun ia mengupayakannya. Alhasil, jika adil tidak terpenuhi, maka poligami tidak boleh. Ketika adil tidak mungkin terpenuhi, maka poligami haram. Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebagai jawaban atas pendapat tersebut : 1. Adil ditetapkan Allah SWT. Bahwa tidak mungkin dapat dilakukan manusia adalah keadilan yang sempurna dalam berbagai hal, materi dan maknawi, nafkah dan perlakuan lahir, serta cinta dan kecenderungan hati. Keadilan seperti ini memang tidak mungkin mampu dilakukan manusia, siapapun dia. Bahkan Rasulullah saw, tidak mampu melakukan keadilan seperti ini, sebagaimana pernyataan beliau yang artinya
ْ َحَّدَثَىَا ابْهُ أَبِّ عُمَزَ حَّدَثَىَا بِشْزُ بْهُ السَزِِِ حَّدَثَىَا حَمَادُ بْهُ سَّلَمَتَ عَهْ أَيُُبَ ع ه - صّلّ اهلل عّليً َسّلم- َّأَبِّ قِالَبَتَ عَهْ عَبّْدِ الّلًَِ بْهِ يَزِيّدَ عَهْ عَائِشَتَ أَنَ الىَ ِب ن يَقْسِمُ بَيْهَ وِسَائًِِ فَيَعْ ِّدهُ ََيَقُُهُ « الّلٍَُمَ ٌَذِيِ قِسْمَخِّ فِيمَا أَمّْلِلُ فَالَ حَّلُمْىِّ فِيمَا َ مَا 17 » ُحَمّْلِلُ ََالَ أَمّْلِل Artinya : “Ya Allah, inilah pembagian yang aku punyai, maka janganlah mencelaku, dalam hal yang Engkau mampui dan tidak aku mampui.” (H.R. Turmudzi, Abu Daud, dan lainnya)
Meski demikian Allah SWT, tidak melarang Rasulullah saw untuk beristri lebih dari satu dan tidak melarang para sahabat yang beristri lebih dari satu. 17
Ibid, Hal. 108
39
2. Andai adil tidak mungkin dapat dilakukan secara mutlak, tentu Rasulullah saw, dan para sahabat adalah orang-orang zhalim. Tetapi tidak ada satupun dalil yang menyatakan mereka zhalim. Bahkan ayat dan hadist mewajibkan kita mengikuti mereka.
)٢١ : (االحزاب Artinya : “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(AlAhzab : 21). Abu Sa’id Al-Khudri r.a berkata “Suatu ketika kami duduk disisi Rasulullah saw, yang sedang membagi-bagi harta, tiba-tiba datang Dzul Khuwaisirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, seraya berkata “Wahai Rasulullah berlaku adillah!” Rasulullah bersabda “Celakalah engkau, siapa yang dapat berlaku adil jika aku tidak berlaku adil?. Sungguh kamu celaka dan merugi, jika aku tidak adil”. (H.R. Bukhari dan Muslim). 3. Jika adil tidak mungkin dilakukan, maka berarti bertentangan dengan izin melakukan ta’addud. Dan tidak mungkin Allah SWT, memberikan syariat yang tidak mungkin dapat dilakukan.
)٢٨٦ : (البقزاة٠٠٠ ٠٠٠ ٠٠٠ Artinya :“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (Al- Baqarah : 286).
40
4. Bersikap adil juga diperintahkan oleh allah SWT terhadap anak-anak. Adil secara sempurna dalam segala hal terhadap anak-anak mustahil. Jika demikian, tidak boleh mempunyai keturunan lebih dari satu. Sebab tidak mungkin bisa berlaku adil terhadap mereka, dalam hal ketertarikan hati, kecintaan, dan perasaan hati. Padahal Islam memerintahkan agar orang tua berlaku adil terhadap anakanaknya. Nu’man bin Basyir r.a. meriwayatkan “Ayahku, Basyir
memberi
hadiah kepadaku, lantas ibuku berkata, persaksikan pemberian itu pada Rasulullah saw. Maka ayah memegang tanganku untuk membawaku menemui Rasulullah saw, kemudian ayah berkata, Wahai Rasulullah, ibunya anak ini memintaku memberikan sesuatu padanya dan menyuruhku mempersaksikan pemberian itu pada anda, maka aku pun datang menemui anda untuk mempersaksiakannya pada anda. Beliau bersabda,’tunggu dulu,apakah engkau mempunyai anak selainnya.:’Ayah menjawab,ya.’ Beliau bertanya,’apakah semua anakmu ,kamu beri seperti yang engkau berikan kepadanya ?’Ayah menjawab tidak..’ Beliau bersabda,kalau begitu jangan persaksikan kepadaku, sebab aku tidak memberi kesaksian pada kezhaliman. Anak-anakmu mempunyai hak
41
atas dirimu,yaitu kamu harus berlaku adil terhadap mereka.(H.R. Abu Daud dan Ahmad).18 Dengan demikian ,jelaslah bahwa adil yang dimaksud pada ayat tersebut bukan adil secara sempurna dalam segala hal.tetapi adil yang berada dalam batas kemampuan manusia,yaitu adil dalam giliran bermalam dan nafkah. Juga berlaku adil terhadap anak-anak mereka. F. Pembatasan Jumlah Istri Dalam Nikah Poligami Poligami, sebagai pasangan seorang suami dengan beberapa orang istri, menujukan adanya jumlah (angka) pasti beberapa orang istri yang boleh di poligami. Dalam menentukan jumlah ini yang penting di tekankan adalah jumlah maksimal, sebab hukum Islam menentukan poligami yang terbatas. Untuk menentukanya harus dilihat dari dasar hukum mengenai jumlah poligami yang di perbolehkan itu. Pada surat an Nisa ayat 3 Allah berfirman:
)٣ : (الىساء Artinya : “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. 18
Khozin Abu Faqih, Op.Cit,Hal. 111
42
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS An-Nisa :3)
Ayat tersebut menyatakan bahwa batas maksimal poligami itu ialah hanya empat orang istri saja, tidak boleh lebih. Hal ini di ambil dari pengertian lafadz “Mastna Watsulasa Wa Ruba”. Yang pengertianya ialah : Nikahilah oleh kamu dua orang istri” Fankihu Mastna”. dan nikahilah olehmu tiga orang istri. ”Wankihu Tsalasa”. Dan nikahilah olehmu empat orang istri.” Wankihu Arba’a”. tidak boleh lebih dari jumlah tersebut, karena sampai disitu Al-Qur’an tidak menyebut jumlah lagi. Demikian pula huruf “Wawu” yang ada pada antara sebutan angka-angka tersebut menunjukan athof yang mengulangi penyebutan perintah nikah” Wankihu” pada setiap penyebutan angka-angka itu. Oleh karena itu batas maksimal poligami hanyalah empat orang istri saja.19 Kesimpulan tersebut di kuatkan oleh hadits-hadits mengenai kasus poligami dengan jumlah yang melebihi empat orang istri. Misalnya Qais bin Alharits yang masuk Islam sedang ia mempunyai delapan orang istri, kemudian Rasulullah saw menyuruhnya untuk memilih empat orang istri saja dari delapan orang istri tersebut. Demikian pula kasus Naufal bin Mu’awiyah yang masuk
19
Muhammad Musthafa Sahatan Al-Husaini, Al-Ahwal Al-Syakhsiyah, Al-Asy’ad,Cairo (1979) Hal 77
43
Islam sedang ia mempunyai lima orang istri, Rasulullah saw menyuruhnya untuk menetapkan empat orang istri saja dan yang lainya supaya di ceraikan.20
ً َ س نِسْىة فسأَلجُ النب ُ ج وححخً خم ُ أسل ْم: ً قال ّ عن نَىْفل بن مُعاوٌ َت ال َزمْل ن َ ِث إلى أ قْدمِه ُ ك أربَع ًا " فم ْد ْ ِ فَارِق واحدة وأمْس: صلَى اللَه علٍه وسلَم فقال َ 21 ن سن ًت َففَارَقْخُها َ ٍِعنْدِي عاقِز من ُذ سِخ Artinya : “Dari Naufal bin Muawiyah Al Daili, ia berkata, “Aku masuk islam sedang aku beristri lima orang. Maka aku bertanya kepada nabi …beliau bersabda, Cerailah salah seorang dari mereka dan tahanlah empat orang. Maka aku menuju yang paling awal, dia telah mandul sejak enam tahun, maka aku mencerainya.” (H.R.Syafi’i) Menurut sebagian riwayat seorang jurnalis yang bernama Abdul Wahab berpendapat bahwa dalam poligami itu tidak mengenal batas maksimal, sebab An-Nisa ayat 3 itu tidak menunjukan batas-batas jumlah poligami,melainkan menunjukan akan kemutlakan ibadah (boleh mutlak).22 Pendapat ini ialah bahwa seorang pria boleh melakukan nikah poligami dengan jumlah istri berapapun yang diinginkan. Adanya penyebutan bilangan pada ayat tersebut (dua-dua,tigatiga,empat-empat) hanya menunjukan contoh/visualisasi berpoligami, sedangkan poligaminya sendiri mubah. Jadi pernyataan”jumlah” dalam ayat tersebut sama sekali bukan menunjukan batasan yuang mengikat, bahkan jumlah tersebut masih menunjukan keberlanjutan.
20
Ibid, Hal 77
21
K,H. Saiful Islam Mubarak,Lc. M.Ag, Poligami Yang Di Dambakan Wanita, (Bandung : PT.Syamil Cipta Media, 2003), Hal. 2
22
Ibid
44
Al-Qasim bin Ibrahim dan Ibnu Abi Laila berpendapat bahwa kebolehan poligami itu terbatas hanya sampai sembilan orang istri saja, sebab firman Allah swt dalam An-Nisa ayat 3 itu menunjukaan penjumlahan dimana huruf “Wawu” menunjukan penjumlahan (li mutlaki al-jama’i).23 Dengan demikian berarti isi ayat itu ialah kebolehan pernikahan dengan dua orang istri dan tiga orang istri serta empat orang istri, sama dengan sembilan orang istri. selain alasan ini, kelompok itu juga beralasan bahwa Nabi Muhammad saw sendiri menikah dalam waktu yang sama dengan sembilan orang istri. Adapun sebagian dari golongan Syi’ah dan Khawarij berpendapat bahwa jumlah poligami yang diperbolehkan itu ialah maksimal 18 (delapan belas) orang istri. pendapat ini beralasan bahwa jumlah (bilangan) yang tercantum dalam AnNisa ayat 3 itu dikalikan dua.24 Lafaz matsna artinya dua-dua, tsulasu artinya tiga-tiga dan ruba’ah artinya empat-empat, jadi kalau di jumlah seluruhnya adalah 18. Dari semua pendapat mengenai jumlah maksimal istri yang dipoligami tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Menurut Abdul Wahab, jumlah istri dalam nikah poligami itu tidak terbatas artinya sekurang-kurangnya dua orang istri dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas, tergantung kehendak suami. Alasannya kitab poligami itu 23
Ibid
24
Ibid, Hal 78
45
menunjukan kebolehan (ibahah mutlak), sedang jumlah-jumlah
(angka-
angka) dalam kitab itu hanya sebagai contoh (visualisasi) saja. b. Sebagian Syi’ah dan Khawarij membatasi jumlah istri yang di poligami itu maksimal 18 orang istri. pendapat ini beralasan bahwa penyebutan angkaangka mengenai jumlah poligami adalah kali dua (penggandaan) dan huruf wawu menunjukan penjumlahan (al jam’u). Jadi berarti dua kali dua ditambah tiga kali dua, ditambah empat kali dua sama dengan delapan belas. c. Al-Qasim bin Ibrahim dan Ibnu Abi Laila menyatakan bahwa nikah poligami itu terbatas jumlahnya hanya sampai maksimal 9 (sembilan) orang istri saja. Alasannya bahwa angka-angka itu yang disebutkan dalam An-Nisa ayat 3 berarti penjumlahan. d. Jumhur ulama dan sebagian besar ulama-ulama fiqih lainnya membatasi jumlah istri yang dinikahi dalam nikah poligami itu hanya 4 (empat) orang istri saja. Pendapat ini beralasan bahwa angka-angka dalam An-Nisa ayat 3 itu menunjukan pembagian, dan huruf wawu bermakna alternatif (atau). Kata “dua-dua” artinya tiap pria boleh menikah dengan wanita atau istri masingmasing dua orang, demikan pula kata “tiga-tiga” dan “empat-empat” artinya masing-masing pria boleh menikah dengan tiga orang istri atau empat orang istri. sampai disini Al-Qur’an tidak menyebut angka-angka lagi selain wahidah yang berarti bahwa sekurang-kurangnya punya istri ialah satu orang saja sedang sebanyak-banyaknya hanya empat orang istri saja. Hal ini yang
46
dikuatkan oleh hadis-hadis Rasulullah saw yang berisi pembatasan jumlah istri dalam nikah poligami itu hanya dengan empat orang istri saja. Menanggapi pendapat-pendapat selain yang hanya membolehkan poligami itu dengan empat orang istri saja, sahabat Al-Husaini berkomentar sebagai berikut : Cukup beralasan untuk menolak pendapat mereka (selain empat orang istri saja) itu, bahwasanya mereka telah menentang Ijma’ dimana ummat (Islam) telah Ijma’ (sepakat) akan tidak adanya kebolehan nikah (poligami) lebih dari empat orang istri. Segi bahasa-pun tidak mendukung interpretasi yang mereka pegang bahkan Al-Qurthubi mengecam pendapat mereka dengan kebodohan bahasa As-Sunnah, serta bertentangan dengan kesepakatan ummat (Ijma’ AlUmmah).25 Dalam masa yang sama, Ibnu Al-Arabi26 mengecam orang-orang yang berpendapat bahwa poligami itu dengan Sembilan orang istri atau delapan belas orang istri, apalagi terhadap orang yang menyatakan tidak terbatas. Sungguh sangat diragukan orang-orang yang kurang berpengetahuan yang berpendirian bahwa surat An-Nisa ayat 3 itu menunjukan kebolehan bagi pria untuk berpoligami dengan sembilan orang istri, dan lebih tampak jelas
25
Ibid, Hal 78
47
kebodohan mereka dengan Nabi Muhammad saw mempunyai sembilan orang istri. dan memang hanya tinggal Sembilan orang istri saja pada saat Rasulullah saw meninggal dunia. Dalam pernikahan poligami seperti ini dan dalam hal-hal lain, bagi Nabi punya kekhususan yang tidak dibolehkan bagi selain Nabi, penjelasannya terdapat dalam surat Al- Ahzab.
BAB III PENELITIAN DESA SANINTEN A. 1. Sejarah Singkat Dan Struktur Organisasi Kantor Pemerintahan Desa Saninten Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentinngan masyarakat setempat , berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan di hormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Desa saninten adalah desa yang terletak di kaki gunung karang, Nama desa saninten di ambil dari nama seorang tokoh yang bernama dewi erbis saninten atau siti badariyah. Beliau adalah seorang perempuan yang menjabat kepala desa pertama kali di desa saninten pada zaman parawali konon ceritanya beliau adalah seorang yang memiliki kesaktian yang sangat luar biasa memiliki benda keramat sebuah pisau kuning bokor yang terbuat dari emas serta sebuah jas hikmat untuk kekebalan dan untuk menghilang. Desa saninten adalah desa yang cukup luas wilayahnya,karena lokasinya yang sangat jauh dari satu kampung ke kampung lainya ,maka atas dasar kriteria yang memungkinkan untuk diadakanya pemekaran wilayah desa berdasarkan pada luas wilayahnya, jumlah penduduk, dan di dukung oleh potensi yang ada serta keinginan yang kuat dari tokoh masyarakat, maka sejak 1
Abdul Rajak, Kepala Desa Saninten, “Wawancara Pribadi”, Pandeglang 2011.
49
tahun 1976 resmilah desa saninten di mekarkan menjadi tiga, yaitu desa saninten sebagai desa induk, bayu mundu, dan desa campaka. Berdasarkan data yang ada, desa saninten memiliki batas-batas wilayah yang berbatasan dengan wilayah lainya, diantaranya: a. Sebelah utara berbatasan kehutanan gunung karang/kab serang. b. Sebelah selatan berbatasan dngan desa sukasari. c. Sebelah barat berbatasan dengan desa bayu mundu. d. Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan pager batu. 2. Kondisi Objektif Penduduk Desa Saninten Berdasarkan data yang kami peroleh, jumlah penduduk pada tahun 2010 diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut : No. 1.
Jenis Kelamin Laki-laki
Jumlah (Jiwa) 2225
2.
perempuan
3054 5279
Total
Jumlah penduduk di atas di pimpin oleh seorang Kepala Desa yang di bantu oleh 3 orang Ketua Rukun Warga (RW) dan 21 orang Ketua Rukun Tetangga (RT).Adapun struktur organisasi kantor pemerintahan Desa Saninten adalah sebagai berikut : 1. Abdul rozak
: Kepala Desa
2. Abdul rouf
: Sekretaris Desa
3. Asis M
: Kaur Pemerintahan
50
4. Yusri
: Kaur Umum
5. Sukriwah
: Kaur Pembangunan
6. Edi
: Kaur Perencanaan
7. Dayat
: Kaur Kepemudaan
8. Rosyd
: Kaur Humas
9. Aceng
: Kaur Kesra
10. Sukma
: Kadus I
11. Mustahim
: Kadus II
12. Enden
: Kadus III
3. Social Keagamaan Penduduk Desa Saninten 100% menganut agama Islam. Oleh karenanya, kehidupan sosial kemasyarakatan masyarakat Saninten sangat kental dipengaruhi oleh kultur agama Islam. Hubungan sosial masyarakat Saninten terjalin dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kebersamaan warga melalui kegiatan gotong-royong, pembersihan lahan perkebunan, pemeliharaan sarana dan prasarana Desa, pemeliharaan sarana peribadatan dan perbaikan jalan. Tradisi musyawarah dalam menyelesaikan setiap permasalahan juga masih kental mewarnai kehidupan kemasyarakatan warga Saninten.
51
Hubungan antara alim ulama, tokoh masyarakat, pemuda dan aparat desa terlihat harmonis dan dinamis. Aktifitas warga dalam bidang keagamaan relative tinggi. Terlihat dengan tingginya partisipasi warga dalam mengikuti aktifitas pengajian remaja, bapak-bapak dan ibu-ibu, yang memeng dijadwalkan secara rutin di Desa Saninten. Sebagai pendukung kegiatan peribadatan warga terdapat tempat-tempat ibadah yang memadai. 4. Bidang Hukum Pada umumnya masyarakat Saninten belum sadar akan keberadaan hukum positf, ataupun hukum konvensional, walau sebagian diantaranya sudah memahaminya. Gambaran rendahnya kesadaran masyarakat akan hukum dapat dilihat dari contoh gambaran dibawah ini: a. Masih banyak warga Saninten yang melakukan poligami tanpa ada izin dari pengadilan, menikah dibawah umur, penyebabnya adalah desakan kebutuhan ekonomi dan belum tersosialisasikannya peraturan pemerintah tentang pernikahan yakni UU No.1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). b. Rendahnya pemahaman warga akan pentingnya legalitas formal sebuah lembaga.
52
5. Bidang Pendidikan Kentalnya kultur agama ternyata mempengaruhi kehidupan pendidikan di Desa Saninten. Warga Saninten lebih mengutamakan pendidikan agama dibanding pendidikan formal, sehingga partisipasi masyarakat untuk pendidikan formal masih rendah. Walau demikian angka partisipasi warga dalam memberikan kesempatan kepada putra-putrinya untuk mendapatkan pendidikan saat ini setidaknya untuk tingkatan tuntas wajar sembilan tahun relative mengalami kenaikan jika dibanding periode sebelumnya. Kendala lain adalah kurang tersedianya sarana transportasi, sehingga warga semakin enggan untuk menyekolahkan putra-putrinya. Keberadaan sekolah menengah yang berjarak sekitar 2 km dengan kondisi jalan yang cukup rusak menyulitkan warga untuk menyekolahkan putra-putrinya, karena untuk itu mereka harus mengeluarkan biaya lebih. 6. Mata Pencaharian Dipengaruhi oleh letak Desa Saninten yang terletak di lereng Gunung Karang, mayoritas penduduk Desa saninten mengandalkan sector perkebunan dan perhutanan sebagai ladang penghasilan. Mereka umumnya mengolah hasil
53
hutan seperti, menjadi pengusaha kayu, kelapa, pisang, cengkeh, petai, melinjo, kopi, durian, dan distributor hasil perkebunan lainnya.2 Selanjutnya, berdasarkan pengamatan dan
informasi serta hasil
wawancara dengan masyarakat pelaku poligami, bahwa maraknya praktek poligami di Desa Saninten tidak terlepas dari situasi dan kondisi, situasi yang terjadi secara turun- temurun dan contoh praktik poligami yang dilakukan oleh sebagian tokoh mereka yang memberikan perubahan secara materil di tambah kondisi ekonomi yang tidak memadai serta minimnya pengetahuan pendidikan formal dan adanya legalitas agama yang membolehkanya menjadi penyebab maraknya praktik poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang.3 B. Poligami Sebagai Sebuah Moral Dan Aturan Yang Manusiawi Sebenarnya system poligami yang di syariatkan islam merupakan system yang moralis dan manusiawi. System itu dikatakan moralis karena ia tidak memperkenalkan seorang laki-laki mengadakan hubungan badan dengan setiap perempuan yang di sukai dalam setiap saat yang di inginkanya. System ini juga tidak membolehkan laki-laki mengawini perempuan lebih dari empat. Selain itu, wali perempuan harus mengetahui adanya hubungan yang sah menurut syara’
2
Kantor Pemerintahan Desa Saninten, Data Desa, Pandeglang, 2011.
3
Pelaku poligami, Wawancara Pribadi, Pandeglang, 2011.
54
tersebut dan menyatakan kesetujuanya tanpa ada sikap pertentangan, akad nikah juga harus di catatkan menurut system modern di pengadilan agama ( KUA). Islam memandang poligami sebagai sebuah moral dan aturan yang manusiawi. Disebut sebuah moral, karena poligami tidak mengizinkan pria menggauli wanita yang di harapkanya sesuka hatinya. Ia tidak diizinkan berhubungan dengan lebih dari tiga wanita disamping istri pertamanya. Hubungan dia dengan wanita-wanita tersebut harus di ikat dengan ikatan pernikahan dan masyarakat sekitarpun harus tau. Masyarakat harus mengetahui hubungan sah ini dan harus menyetujuinya atau setidaknya tidak menolak. Hubungan tersebut harus tercatat berdasarkan system yang berlaku di pengadilan agama. Dianjurkan mengadakan upacara pernikahan, dimana si pria mengundang kerabat dan teman-temannya. Disebut aturan yang manusiawi, karena dengan adanya aturan tersebut seorang pria dapat meringankan beban masyarakat dengan memberi tempat tinggal pada wanita yang tidak bersuami, dan dijadikanya istri untuk di lindungi, si pria pun melakukan hubungan seksnya berdasarkan pernikahan yang sah, menyediakan perabotan rumah tangga dan memberi nafkah istrinya. Juga memberikan kebaikan social, yaitu terbentuknya keluarga yang mampu menghasilkan keturunan yang produktif.
55
Pria tidak hanya bertanggungjawab memberi nafkah batin, tapi juga bertanggung jawab mengurus masalah kehamilan istrinya. Pria tidak membiarkan isrinya memikul beban sendirian, tetapi juga ikut serta memikul sebagian bebannya dengan memperhatikan makanannya selama kehamilan dan membiayai kelahiran, serta mengakui anak yang dilahirkan dan menghadirkannya ketengahtengah masyarakat sebagai buah kasih sayang. Mustafa El-Siba’I mengatakan laki-laki dapat menyalurkan dan memperkecil sahwatnya sampai tingkat tertentu tetapi dia harus melipat gandakan dasar beban masalah dan tanggung jawabnya.4 Tentunya aturan moril inilah yang melindungi moral manusia dan inilah aturan manusiawi yang menjadikan manusia terhormat. Betapa bedanya pandangan seks menurut mereka
masyarakat barat.
Seorang penulis barat bersikukuh bahwa seorang yang mati di tempat tidur mengaku kiayi (kecuali istrinya), tetapi setidaknya dia pernah melakukan satu kali dalam hidupnya. Di barat tidak ada aturan yang mengatur hubungan seks bebas ini, terlebih lagi hal ini terjadi walaupun ada aturan yang berlaku. Dimana pria tidak menjadikan wanita sebagai istri , melainkan hanya sebagai teman dan kekasih yang tidak dibatas hanya empat orang saja bahkan lebih dari itu. Pelaku tidak terikat dengan tanggung jawab financial terhadap wanita yang digauli, cukup baginya menodai kehormatan mereka dan meninggalkan mereka dalam
4
Yusuf Qardhawi, Op.Cit, Hal.71
56
kesengsaraan dan kemiskinan, serta membiarkan mereka memikul beban kehamilan dan melahirkan sendiri tanpa ada suami disampingnya. Inilah hubungan seks bebas dan illegal tetapi bukanlah poligami. Hubungan seks ini dikarenakan mengikuti hawa nafsu dan keegoisan untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Aturan poligami-lah yang lebih mendekati moralitas, lebih menenangkan nafsu, lebih menghormati wanita, lebih menandai kemajuan, dan lebih manusiawi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mustafa El-Siba’i dapat mengendalikan penyaluran nafsu seksual seseorang pada batas tertentu. Kendati akhirnya beban hidup, kesulitan yang dirasakan dan tanggung jawab yang harus dipikul semakin membengkak. Dengan demikian jelas bahwa poligami merupakan sistem moralistik karena dapat mewujudkan akhlak yang merupakan system yang manusiawi sebab mampu mengangkat harkat dan martabat manusia. C. Kedudukan Poligami dalam Islam Pensyari’atan poligami sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an, seperti yang sudah dikemukakan, penulis coba membatasinya pada dua ayat yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3.
57
) : )النساء Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(Q.S An-Nisa : 3)
Yang kedua terdapat dalam ayat 129 :
)
:)النساء
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S AnNisa : 129)
Ayat kedua ini memberikan manfaat hukum sebagaimana yang difahami oleh Rasulullah saw, para sahabat, tabi’in dan mayoritas kaum muslimin sebagai berikut :
58
1. Bolehnya berpoligami hingga batas maksimal empat orang istri. 2. Poligami terikat oleh syarat berlaku adil kepada seluruh istri, dan barang siapa tidak bisa memastikan kesanggupannya untuk merealisasikan prinsip keadilan kepada seluruh istri-istrinya, maka dia tidak boleh beristri lebih dari satu. Seandainya dia tetap menikah lebih dari satu sementara dia tahu dia tidak dapat berlaku adil maka nikahnya sah tetapi dia berdosa. 3. Keadilan yang dipersyaratkan pada ayat pertama (An-Nisa : 3) adalah keadilan dalam distribusi materi yaitu adil dalam menyediakan tempat tinggal, makanan, minuman, pakaian, waktu bermalam, dan dalam bermuamalah. 4. Ayat pertama (An-Nisa :3 ) juga mengandung syarat kesanggupan untuk menafkahi seluruh istri beserta anak-anaknya, sebagaimana yang di jelaskan pada tafsir “ janganlah kamu meperbanyak keluarga (istri)hingga kamu ahirnya tidak sanggup menafkahi mereka.” 5. Ayat
kedua
menjelaskan
bahwa
keadilan
dalam
hal
cinta
kasih,
kecenderungan hati kepada para istri tidak mungkin dapat terealisasi, sesungguhnya yang wajib atas seorang suami di sini adalah tidak boleh berpaling dari seorang istrinya secara berlebihan sehingga membuat dia terkatung-katung ( tidak memiliki status yang jelas) apakah dia masih bersuami atau tertalak. Yang harus dilakukan adalah mempergauli istrinya secara baik hingga sang istri dapat memperoleh kebahagiaan. Sesungguhnya Allah swt tidak akan menyiksa seorang suami hanya karena sebagian
59
kecenderungan itu sangat berlebihan dan sangat condong kepada istri pertamanya.5 Rasulullah saw telah berlaku dengan seadil-adilnya kepada seluruh istriistri beliau pada urusan materi tetapi beliau (Muhammad) secara perasaan lebih condong kepada istrinya yang mulia Aysah ra, beliau juga mengakui kecenderungan hatinya ini dengan sabdanya (do’anya)”ya Allah inilah pembagianku terhadap apa yang aku miliki, maka janganlah engkau mengazabku terhadap apa yang engkau miliki dan tidak kumiliki.” Sebagian orang yang tidak memiliki latar belakang ilmu syar’i menyangka bahwa Al-Qur’an melarang poligami dalam dua ayat (An-Nisa ayat 3 dan 129) dengan alasan bahwa ayat pertama membolehkan poligami dengan syarat berlaku adil kepada seluruh istri, itu adalah suatu yang mustahil di lakukan karena itu poligami terlarang. Sesungguhnya poligami merupakan sebuah masalah dalam perkawinan yang paling banyak di perbincangkan dan di perdebatkan sekaligus kontroversial. Poligami di tolak dengan berbagai macam argumentasi baik yang bersifat normative, psikologis, bahkan selalu di kaitkan dengan ketidakadilan gender. melihat fenomena tersebut penulis menelusuri poligami dalam tatanan sosiologis yang akhirnya memberi kesimpulan bahwa hukum perkawinan Islam membolehkan bagi seorang lelaki melakukan poligami dengan syarat yakin atau
5
Muhammad Musfir Al-Thawil, Poligami Tanya Kenapa? (Mirqat Media Grafika, Jakarta, 2008), Hal. 98
60
menduga kuat mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya, sebagaimana yang di isyaratkan dalam suarat An-Nisa” maka jika kamu takut tidak mampu berlaku adil, maka kawinilah seorang istri saja.” Kebolehan tentang poligami ini bukan sebuah anjuran akan tetapi ini adalah salah satu solusi yang di berikan dalam kondisi khusus kepada mereka (suami) yang sangat membutuhkan dan memenuhi sarat tertentu. Semua fakta menunjukan bahwa poligami merupakan bagian dari kebudayaan manusia dan tidak hanya itu, poligami juga merupakan kebudayaan manusia yang amat sangat lama bertahan, bahkan sampai sekarang. Lalu kenapa sekarang poligami masih bertahan dan di praktikan oleh sebagian laki-laki ? Bagi orang islam bolehnya poligami secara legal dinyatakan secara tersurat dalam Q.S An-Nisa : 3 , meskipun ayat itu menyertakan sarat yang berat (berlaku adil) tak jarang sebagian orang mengabaikan sarat tersebut atau memaknai adil hanya dalam sisi lahiriyah. Maka kemudian di dalam kebudayaan Islam poligami menjadi praktek yang diterima sebagi sesuatu yang wajar. Dari dahulu sampai sekarang, ada diantaranya seperti kaum bangsawan, orang-orang kaya, para ulama, atau tokoh-tokoh masyarakat yang melakukan poligami. Bukan hanya kaum laki-laki yang menganggap poligami itu sebagai sesuatu yang wajar, akan tetapi perempuan pun menganggap itu sesuatu yang wajar, itu argument dari sisi normative (ajaran Islam).
61
Bagi seorang muslim yang taat, ayat Al-Qur’an dan tradisi Nabi serta para sahabat sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan bagi dilaksanakannya suatu aturan, apalagi aturan yang menyenangkan (bagi laki-laki) seperti poligami. Kemudian sekarang ini mengingat penentang poligami juga banyak, maka para pendukung poligami mengembangkan argumen-argumen lain diluar AlQur’an dan Hadis mengenai bolehnya poligami. Argumen tersebut antara lain adalah : a.
Jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki
b.
Poligami dimaksudkan untuk mencegah atau menghindari perselingkuhan
c.
Sebagai solusi dari kondisi tertentu, misalnya istri mandul atau sakit keras sehingga tidak dapat melayani kebutuhan seksual suami. Kemudian juga mengenai suami sering bekerja di tempat yang jauh dalam waktu yang lama.
d.
Hasrat seksual laki-laki lebih besar daripada perempuan.
D. Poligami Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
62
Mengenai prosedur atau tata cara poligami yang resmi di atur oleh islam memang tidak ada ketentuan secara pasti. Namun di Indonesia dengan kompilasi hukum islamnya telah mengatur hal tersebut sebagai berikut:6 Pasal 55 1. Beristri satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri. 2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. 3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang. Pasal 56 1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama. 2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. 3.
Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 57
6
H. Abdurrahman, “Fiqih Munakahat”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Hal 134
63
Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila : a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri. b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 58 1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu : a. Adanya persetujuan istri. b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istriistri dan anak-anak mereka. 2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama. 3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar
64
dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hukum.
Pasal 59 Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.7
7
Cik Hasan Bisri, “Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional”, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999. Hal 156
BAB IV FAKTOR DAN DAMPAK POLIGAMI A. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Poligami Perlu penulis kemukakan bahwa berdasarkan informasi yang di peroleh dari para pelaku poligami bahwa poligami adalah merupakan suatu aturan yang manusiawi yang di perintahkan oleh Allah berdasarkan surat an-nisa ayat 3. Oleh karena itu mereka sangat menentang keras dengan pendapat orang-orang yang melarang adanya poligami apalagi sampai mengharamkanya. Poligami di desa saninten adalah sesuatu yang tidak aneh lagi karena hampir sebagian besar tokoh masyarakat di daerah tersebut berpoligami.selain untuk menghindari perbuatan zina poligami juga merupakan jalan bagi mereka untuk memberikan perubahan bagi mereka, karena mereka lebih semangat bekerja setelah melakukan poligami, tidak jarang mereka yang telah berpoligami justru bisa melaksanakan ibadah haji. Poligami bagi mereka adalah suatu perkara yang gampang –gampang susah, karena tidak semua orang dapat berpoligami dan di poligami.syarat berpoligami dan yang di poligami paling utama adalah mereka harus mengerti betul ilmu agama. Ini terbukti bahwa mereka yg berpoligami kebanyakan hanya mengenyam pendidikan salafiah saja atau (ngobong) istilah mereka. bagi mereka yang tidak mengenyam pendidikan ngobong belum bisa di sebut cakap dalam poligami. Terbukti bahwa hampir 100 % mereka yg berpoligami paling tinggi
66
hanya mengenyam pendidikan SD saja, itupun banyak sekali yang tidak sampai lulus atau hanya sekedar bisa baca tulis saja. Adapun pengambilan sample untuk penelitian ini berjumlah 325 orang pelaku poligami di Desa Saninten yang kami wawancarai berdasarkan angket sebagai berikut :
67
Jawaban No
Pertanyaan S
TS
ST
JM
S
L
KS
Tujuan berpoligami menghindari zina, 1
dakwah islamiyah, tujuan politik, dan
325
325
mendapat keberkahan Poligami memberikan keberkahan dalam 2
rizki karena memotivasi untuk bekerja lebih
244
27
54
325
keras Poligami berpengaruh negative bagi 3
325
325
keluarga 4
Istri setuju untuk di poligami
161
5
Wanita yang dapat dipoligami adalah yang
325
50
114
325
325
mengerti agama 6
Keluarga poligami tidak berpendidikan
95
230
207
50
227
30
68
249
93
60
325
Keluarga poligami tidak baik dan tidak 7
68
325
harmonis 8
Banyak istri banyak rizki
325
Poligami membuat keluarga melaksanakan 9 ibadah haji
1
325
68
10
Poligami tindakan tidak adil terhadap
57
52
216
325
60
80
1
325
47
238
40
325
perempuan Tidak semua orang dapat melakukan 11
184 poligami Orang yang mampu berpoligami adalah
12
orang yang berpendidikan tinggi dan banyak harta Orang yang ingin melakukan poligami
13
325
325
harus mengerti betul ilmu agama Poligami lebih banyak negatifnya 14
63
232
30
325
104
72
149
325
325
325
ketimbang positifnya Poligami diharamkan menurut pendapat 15 sebagian orang 16
Pemerintah mengharamkan poligami
KET
:
S = Setuju
KS
= Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
STS
= Sangat Tidak Setuju
69
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan sebab-sebab terjadinya poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang adalah sebagai berikut : 1. Faktor Agama Legalitas Agama adalah merupakan salah satu penyebab kuat terjadinya poligami sampai kapanpun. 2. Faktor Social Ekonomi Keadaan
ekonomi yang kurang adalah penyebab atau alasan
terjadinya poligami. 3. Faktor Pendidikan Karena minimnya pendidikan formal (resmi) menjadi salah satu penyebab terjadinya poligami. 4. Faktor Social Budaya Kebiasaan poligami di daerah tersebut yang terjadi secara turun temurun serta dampak positif yang di timbulkan dari para pelaku poligami di daerah tersebut menjadi penyebab terjadinya poligami. 5. Faktor Biologis Karena ingin memperoleh kepuasan seksual, maka poligami adalah jalan satua-satunya untuk menghindari maraknya perzinahan.
70
B. Pendapat Ulama Tentang Poligami Poligami dalam Islam tidak terikat dengan syarat sebagaimana dikatakan misalnya kondisi istri pertama sakit atau tidak dapat melahirkan, karena ada alasannya poligami itu menjadi mubah. Seorang muslim boleh menikah dua, tiga, atau empat istri selama ia melihat ada kemampuan pada dirinya untuk memberi nafkah kepada seluruh istrinya dan bersikap adil antara mereka. Dengan adanya Islam, syarat dan batasan diterapkan dalam poligami. Pembatasan mempunyai istri maksimal empat, seperti kisah Ghilan Ibnu Shalma menjadi muslim ketika ia mempunyai sepuluh orang istri, maka Nabi bersabda kepadanya “pilihlah empat diantara mereka dan tinggalkanlah (ceraikan) yang lainnya.” Hal yang sama terjadi bagi orang yang memeluk Islam, ketika ia mempunyai istri lebih dari empat orang. Mereka diperintahkan oleh Nabi untuk tidak memliki istri lebih dari empat orang saja. Sebagaimana pernihakan Nabi terhadap sembilan istri, kadang-kadang dibatasi dan dikhususkan oleh Allah swt baginya untuk menyerukan Islam dan bagi keperluan bangsa mereka setelah kewafatannya. Hampir dari sebagian hidupnya tinggal bersama dengan satu istri, hadijah. Mungkin Allah senang padanya istri nabi yang di mulyakan Allah yang telah memilih di jalan Allah, kerasulanya dan setelah kewafatanya. Oleh karena itu Allah melarangnya untuk menikahi wanita lain tidak juga memilih pengganti salah satu istrinya. Syaikh Mahmud Salut mengatakanya bahwa ayat ke dua (An-Nisa : 129),saling bekerja sama dengan ayat pertama (An-Nisa ayat : 3), dalam
71
melegalisasi dasar poligami, suatu hal yang mengilangkan keraguan.dan dalam asas ini Rasulullah saw, juga para sahabat serta para Tabi’in berpoligami, kemudian kaum muslimin secara berkesinambungan pada setiap tingkatan dan zaman turut serta berpoligami. Mereka melihat bahwasaanya poligami yang di sertai dengan berbuat adil kepada para istri secara khusus termasuk perbuatan baik laki-laki kepada perempuan. Dan secara umum kepada masyarakat. Syaikh Mahmud Salut menyifati orang yang menyatakan bahwa poligami tidak di syari’atkan karena tergantung dengan syarat yang mustahil untuk di penuhi, sebagai orang yang menyimpangkan dan membengkokan ayat-ayat Allah swt dari kedudukanya.1 Demikian pula dengan sunah nabi telah menjelaskan keutamaan poligami bahwasanya Sa’id Bin Jubair berkata “ Ibnu Abbas berkata kepadaku : apakah engkau telah menikah ? Aku berkata : belum, lalu Dia berkata : segeralah menikah karena yang paling baik dari umat ini adalah yang terbanyak istrinya.2 Poligami telah ada sejak sebelum di utusnya Nabi Muhammad saw, dan telah di laksanakan di dunia Arab dan selain Arab. Kemudian datanglah islam untuk menegaskan syariat tersebut,meluruskan, membatasi, dan menetapkan syarat-syarat kebolehanya.
1
Isham Muhammad Al-Syarif, Poligami Tanya Kenapa, (PT. Mirkat Tebar Ilmu, Jakarta, 2008), Hal. 102
2
Yusuf Qardhawi,Op.Cit,Hal.71
72
Banyak orang salah paham tentang poligam. Mereka mengira poligami itu baru di kenal setelah islam, menganggap bahwa islamlah yang membawa ajaran tentang poligami,bhkan ada yang secara extrim berpendapat bahwa jika bukan karena islam, poligami tidak di kenal dalam sejarah manusia. Pendapat demikian sungguh keliru, yang benar adalah berabad-abad sebelum di wahyukan, masyarakat islam di berbagai belahan dunia telah mengenal dan melakukan praktek poligami. Di jazirah Arab sendiri jauh sebelum islam, masyarakatnya telah mempraktekan poligami, bahkan telah melakukan poligami yang tak terbatas. Sejumlah riwayat menceritakan bhwa rata-rata pemimpin suku ketika itu memiliki puluhan istri bahkan ratusan istri. Orang-orang kristen dan orientalis menempatkan poligami sebagai salah satu tata cara islam, atau salah satu kewajiban. Itu sangat tidak tepat dan salah persepsi. Bagi muslim menikahi seorang wanita hanya untuk menghiburnya, memuaskan perasanya, menjaga rumah dan untuk menjaga rahasianya. Jadi kedamaian, cinta, dan sayang, dasar kelangsungan pernikahan menurut AlQur’an, akan mendukung mereka. Allah berfirman, dalam surat An-Nisa ayat : 129.
73
)
:)النساء
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”3 Nabi saw bersabda, “ laki-laki yang mempunyai dua istri dan cenderung terhadap salah satu dari istri mereka akan di mintai tanggung jawab di hari pertanggung jawaban nati. Bagi laki-laki yang tidak sanggup atau khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap keduanya, maka tidak boleh menikahi lebih dari satu. Allah berfirman, dalam surat An-Nisa ayat 3 :
) : )النساء
3
Malik Fahda Ibn’ Abdul’Aziz As-Su’ud, Al-Qur’an dan Terjemah hal.129
74
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak
yatim ( perempuan), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau kawinilah budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.4
C. Dampak Poligami terhadap Keluarga Dampak negative yang sangat dominan terjadi pada keluarga yang dipoligami yaitu sebagai berikut : 1. Dampak Psikologis Seorang istri merasa sangat bersalah karena merasa tindakan suaminya berpoligami itu akibat ketidak mampuan dirinya dalam memenuhi kebutuhan biologis suami. Ironisnya suaminya pun merasa bebas melangkah tanpa memikirkan perasaan istri yang dipoligami. 2. Dampak Ekonomi dalam Rumah Tangga Seorang istri yang tidak bekerja mendapatkan kebutuhan ekonomi sehari-hari hanya dari seorang suami. Seharusnya tetapi pada prakteknya ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anak yang terdahulu. 3. Kekerasan Terhadap Perempuan
4
Ibid, Hal. 3
75
Kekerasan fisik, ekonomi, seksual, maupun psikologis terjadi pada seorang istri karena adanya keinginan suami yang tidak dapat terpenuhi, yang mengakibatkan suami tidak mau ambil pusing maka terjadilah kekerasan tersebut yang sangat berdampak buruk. 4. Dampak Kesehatan Kebiasaan berganti-ganti pasangan dapat menyebebkan suami/istri rentan terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. Adapun dampak positif poligami bagi keluarga yaitu sebagai berikut : 1. Terhindar dari maksiat dan zina 2. Meperbanyak keturunan 3. Melindungi para janda, dan kelebihan perempuan 4. Kebutuhan seksual suami terselesaikan saat istrinya melahirkan, haid, sakit, uzur dan lain-lain 5. Istri terpacu untuk melakukan yang terbaik bagi suaminya karena ada yang lain 6. Melatih kesabaran dan menekan egoisme 7. Anak yang dilahirkan mempunyai legal formal 8. Status yang jelas bagi perempuan yang dinikahi.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah penulis kemukakan di muka pada bab sebelumnya dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Prinsip-prinsip perkawinan dalam islam di antaranya adalah : a. Prinsip kebebasan memilih jodoh b. Prinsip mawadah wa rahmah ( cinta dan kasih sayang ) c. Prinsip saling melindungi dan melengkapi d. Prinsip mu’asyarah bil ma ‘ruf (memperlakukan istri dengan baik). 2. Faktor utama yang melatarbelakangi maraknya poligami di Desa Saninten adalah faktor agama/legalitas agama, yang membolehkanya poligami selama syarat dan ketentuan-ketentuan terpenuhi. Adapun faktor-faktor lainnya seperti faktor pendidikan, faktor sosial dan budaya, faktor ekonomi, dan faktor biologis. Islam di yakini sebagai agama yang menebar rahmatan lil’alamin dan salah satu bentuk rahmat yang di bawanya adalah ajaran tentang perkawinan, karena perkawinan merupakan aspek penting dalam ajaran islam.
77
Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri. laki-laki yang melakukan perkawinan seperti itu di sebut poligami. Kedamaian,cinta dan kasih sayang, dasar kelangsungan pernikahan menurut Al-Qur’an. Sesungguhnya hukum Allah dalam masalah poligami itu sudah jelas dan tidak perlu terlalu panjang lebar untuk menerangkan kebolehannya, yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas pula. Poligami seharusnya tidak menjadi suatu hal yang menakutkan jika ada perencanaan yang konsisten dan tegas untuk menolak kekuatan-kekuatan dari luar
yang membawa pengaruh negative pada kehidupan keluarga.
Situasinya akan lebih baik jika kita mampu mengendalikan permasalahanpermasalahan tersebut. Bagi mereka yang ingin berpoligami seharunya berfikir-fikir dahulu Karena tidak gampang dalam membina keluarga, apalagi keluarga poligami. Dan jadikanlah poligami itu sebagai suatu tanggung jawab bagi kita dan motivasi untuk bekerja keras dan mendekatkan diri kepada Allah. 3. Dampak –dampak poligami terhadap keluarga diantaranya : Dampak positif poligami bagi keluarga yaitu sebagai berikut : a. Terhindar dari maksiat dan zina. b. Meperbanyak keturunan. c. Melindungi para janda, dan kelebihan perempuan.
78
d. Kebutuhan seksual suami terselesaikan saat istrinya melahirkan, haid, sakit, uzur dan lain-lain. e. Istri terpacu untuk melakukan yang terbaik bagi suaminya karena ada yang lain. f. Melatih kesabaran dan menekan egoisme. g. Anak yang dilahirkan mempunyai legal formal. h. Status yang jelas bagi perempuan yang dinikahi. Adapun dampak negative poligami bagi keluarga adalah : a. Dampak psikologis. b. Dampak ekonomi dalam keluarga. c. Dampak hukum. d. Dampak kesehatan. Lalu mana yang lebih banyak mudharatnya? Jika kita menolak poligami : a. Pengingkaran terhadap hukum Allah SWT. b. Maksiat dan zinah merajalela. c. Ketertindasan perempuan. d. Anak-anak lahir tanpa status yang jelas, sehingga nafkahnya dan hak warisnya terabaikan. e. Aborsi dimana-mana.
79
B. Saran- saran Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan untuk para pembaca skripsi penulis ini : 1. Untuk para keluarga (ayah) agar mampu semaksimal mungkin untuk tidak Poligami,
selalu
menjaga
keutuhan
rumah
tangga
dengan
selalu
berkomunikasi dan tidak mudah Poligami yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan hancurnya tatanan hidup sebuah perkawinan. 2. Kepada para pelajar/mahasiswa dan masyarakat, serta pemuda/pemudi untuk bersungguh-sungguh dalam berprinsip mencari calon jodoh, apalagi dalam berpoligami, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari. Dan jadikanlah poligami sebagai suatu tanggung jawab juga motivasi bagi anda untuk bekerja keras, serta mendekatkan diri kepada Allah agar dapat berguna bagi keluaraga bangsa dan agama. 3. Kepada para perempuan/wanita agar berhati-hati dalam menjalani rumah tangga, memahami fungsinya masing-masing agar tidak berbenturan dalam melakukan tugasnya, dan lebih selektif dalam memilih jodoh. 4. Kepada pemerintah dan tokoh agama seharusnya memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai dampak yang di timbulkan dari poligami. 5. Hati-hati dan waspadalah karena sesuatu itu bukan hanya ada niat dari pelakunya tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah dan waspadalah.
80
6. Penulis mengajak kepada sahabat-sahabat semua untuk memohon petunjuk, ridha dan ampunan-Nya dari sang Maha Pemberi Petunjuk, mudah-mudahan kita selalu diberikan kemudahan dan dijauhkan dari segala bentuk kedzaliman. Amin.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Al- Karim dan Terjemah, Departemen Agama RI Abdullah Nasih U’lwan, Hikmah Poligami dalam Islam, Jakarta: Studia Press, 1997. K.H. Saiful Islam Mubarak, Lc. M. Ag, Poligami yang Didambakan Wanita, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2003. Ali Sobirin El-Muannatsy, Poligambreng Sebuah Ketoprak Rumah Tangga, Jakarta: Republika 2007. Bambang marhijanto, kamus lengkap bahasa Indonesia masa kini , (Surabaya : tebit terang ) hal 233 Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, Jakarta: Lembaga K ajian Agama dan Jender, 1999. Khozin Abu Faqih, Poligami Solusi atau Masalah?, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007. Isham Muhammad Al-Syarif, Poligami Tanya Kenapa?, Jakarta: Mirkat Media Grafika, 2008. Yusuf Qhardhawi, Fiqih Wanita, Segala Hal Mengenai Wanita, Bandung: Jabal, 2006. Muhammad Mushtafa sahatan Al-Husaini, Al-Ahwal Al-Syakhsiyah, Al-As’ad Cairo, 1979. Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001. Abdul A’la al-Maududi dan Fa’iz Mahmud., Pedoman Perkawinan Dalam Islam, Terj.Alawiyah, Jakarta: Darul Ulum Press, 1987, cet. Ke-1 Kamal, Muhtar., Asas-Asas Hukum Islam Dalam Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Dila Delila, Poligami dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta, 22 Januari 2004.
Al- Jahrani, Musfir, Poligami dari Berbagai Persepsi, Jakarta: Gema Insani Press, 1997. Departemen Agama RI., Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Tahun 2001. Ghazaly, Abdurrahman Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, cet. Ke-2, review buku M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja, 2003.