DAMPAK KUALITAS PERAIRAN HUBUNGANNYA TERHADAP RISIKO KESEHATAN DI PERAIRAN DONAN, CILACAP- JAWA TENGAH
Shintya Budi Wibowo N
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI PROPSAL PENELITIAN TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa proposal penelitian yang berjudul Dampak Kualitas Perairan Hubungannya terhadap Risiko Kesehatan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir teks proposal penelitian ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Shintya Budi Wibowo N P052110231
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN SHINTYA BUDI WIBOWO. Dampak Kualitas Perairan Hubungannya terhadap Risiko Kesehatan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan BUDI KURNIAWAN. Limbah industri akan menurunkan kualitas perairan dimana industri memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dan dialirkan ke perairan laut. Limbah di perairan yang berasal dari alam maupun dari kegiatan antropogenik sekitar Perairan Donan memicu adanya pencemaran. Industri besar penghasil limbah yang terdapat di Perairan Donan adalah industri migas, unit pengantongan pupuk, pabrik pengolahan semen, bengkel perkapalan, pabrik minyak kelapa, industri gula rafinasi. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut dialirkan ke sungai sebelum mengalir ke laut yang berupa limbah padat, limbah cair, maupun gas. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa Perairan Donan telah tercemar. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui kualitas perairan dan konsentrasi logam berat Pb dan Cd pada air, sedimen dan P. erosa di Perairan Donan (2) Mengetahui status pencemaran, beban pencemaran, dan kapasitas asimilasi Perairan Donan, (3) Melakukan analisis risiko dampak pencemaran logam Pb dan Cd terhadap kesehatan dan manajemen risiko pengendalian pencemaran Perairan Donan. Penelitian dilaksanakan secara survey lapangan, pemeriksaan contoh secara langsung dilapangan dan laboratorium, dan wawancara terhadap pihak yang terkait dengan Perairan Donan. Pengamatan dilakukan di enam stasiun sebelum kegiatan industri sampai muara menuju kawasan Segara Anakan. Penelitian dilakukan secara eksitu dan insitu dengan membandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Besarnya beban pencemar, indeks pencemar, risiko kesehatan dilakukan dengan menggunakan suatu formula/pendekatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas Perairan Donan berdasarkan indeks pencemaran menunjukkan tercemar sedang pada stasiun 2,4,6 dan tercemar ringan pada stasiun 1,3,5. Parameter yang diujikan rata-rata telah melampaui baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 pada mutu perairan kelas II. Beban pencemaran dihitung berdasarkan parameter TSS, BOD, COD, Pb, dan Cd baik pada kondisi pasang maupun surut rata-rata tinggi per harinya nilai beban pencemar tertinggi COD 225 ton/hari dan TSS sebesar 92 ton/hari, dan beban pencemar yang masuk ke perairan melampaui kapasitas asimilasinya. Logam Pb dan Cd pada air, sedimen dan kerang nilai asupan (intake) yang terdapat di perairan memiliki tingkat risiko >1 artinya sangat berisiko terhadap kesehatan. Agar tingkat risiko pada air, sedimen maupun kerang menjadi rendah maka perlu mengurangi waktu kontaknya yakni memperkecil waktu pajanan harian maupun tahunan. Kata Kunci : beban pencemar, kapasitas asimilasi, P.erosa, risiko kesehatan, sedimen
SUMMARY SHINTYA BUDI WIBOWO. The Impact Of Water Quality In Healthy Risk Donan River, Cilacap-Central Java. Supervised by ETTY RIANI and BUDI KURNIAWAN. Industrial waste waters will reduce the quality of water since some industry use the river as a waste disposal site and transport the waste into sea waters. Donan estuary has evolved into a new growth center because this area has been used as an industrial hub, the port area, transport and fisheries. Waste waters from natural or anthropogenic activities around Donan river is suggested as the pollution trigger. Large industrial waste producers located in the Donan waters are the oil and gas industry, fertilizer bagging unit, cement mills, workshops shipping, oil mills, industrial refined sugar. Waste generated from these activities has been discharged into the river before transporting into the sea in the form of solid waste, wastewater, and gas. This raises a strong presumption that Donan has been polluted. The purpose of this study are (1) Determine the water quality and heavy metal concentrations of Pb and Cd in water, sediment and P. Erosa in Donan waters (2) Know the status of pollution, pollution load, and the assimilation capacity of Donan waters, (3) Perform a risk analysis of the effects of Pb and Cd pollution on health and risk management of Donan waters pollution control. Research is done by field surveys, direct examination of samples in the field and laboratory, and interviews with parties related to the Donan waters. Observations were made at six stations before industrial activity which head to the estuary area of Segara Anakan. Research was conducted eksitu and insitu by comparing the quality standard based on Government Regulation No. 82 of 2001. The amount of pollutant loads, pollutant index, health risks were determined using the established approaches. The result indicates that the quality of Donan river based on pollution index method medium polluted on station 2,4,6 and mild polluted at the station 1,3,5. The average of tested parameters exceeded the quality standards stipulated by Government Regulation No. 82 of 2001 on water quality class II. Pollution load is calculated based on the parameters of TSS, BOD, COD, Pb, and Cd both in the high tide and low tide conditions, the average COD value of the highest pollutant load per day is 225 tons/day and TSS is 92 tons / day.the pollutant load which entering into the Donan river exceeded its assimilation capacity for the tested parameter. Pb and Cd in the contained intake in water, sediment and selfish in study area were in the level of risk > 1 that means very high risk for human health. It is shown that the level of risk in water, sediment, and selfish is great therefore it is needed to reduce the contact time by reducing the daily or annual exposure time. Keywords: pollutant load, assimilation capacity, P.erosa, risk health, sediment
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DAMPAK KUALITAS PERAIRAN HUBUNGANNYA TERHADAP RISIKO KESEHATAN DI PERAIRAN DONAN, CILACAP- JAWA TENGAH
SHINTYA BUDI WIBOWO N
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi : Dr Ir Syaiful Anwar, Msc Pada Ujian Tesis : Kamis 25 Juli 2013 Pukul 14.00
Judul Tesis : Dampak Kualitas Perairan Hubungannya terharlap Risiko Kesehatan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah Nama
: Shintya Budi Wibowo N
NIM
: P052110231
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr If Budi Kurniawan, MEng Anggota
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Tanggal Ujian: 25 Juli 2013
Tanggal Lulus:
Uj SEPlU13
Judul Tesis : Dampak Kualitas Perairan Hubungannya terhadap Risiko Kesehatan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah Nama
: Shintya Budi Wibowo N
NIM
: P052110231
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Etty Riani, MS Ketua
Dr Ir Budi Kurniawan, MEng Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 25 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Oktober 2012 sampai Maret 2013 ini adalah pencemaran air, dengan judul Dampak Kualitas Perairan Hubungannya terhadap Risiko Kesehatan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr Ir Etty Riani, MS dan bapak Dr Ir Budi Kurniawan, MEng selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran demi sempurnanya penelitian ini. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Dr Ir Syaiful Anwar, Msc selaku dosen penguji pada saat siding tesis, ibu Dr Ir Sri Mulatsih selaku moderator pada saat sidang tesis yang telah memberi banyak masukan untuk penelitian ini. Prof. Dr Ir Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dosen-dosen lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terimakasih atas saran, ilmu yang diberikan atas sempurnanya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak terkait, instansi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Dinas Kelautan, Perikanan dan pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Cilacap, Bappeda Kabupaten Cilacap, Dinas Kesehatan Daerah Cilacap, serta masyarakat Donan yang telah membantu jalannya penelitian serta proses pengumpulan data. Terimaksih penulis ucapkan kepada sekretatriat PSL yang banyak membantu selama proses perkuliahan sampai selesainya penelitian dalam hal administrasi, semua teman-teman PSL 2011 atas saran, masukan, support mba Yoscarini, mba Laila, mas Budi, mas Hari, mas Bangkit, Dyah, Sita, Anggi, mba Disti, mba Ela, mba Mira, semuanya yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terkasih bapak, ibu, adikku tercinta Dewi Ayu Kusuma, mas Rizal Wiedha, seluruh keluarga besar, sahabatsahabatku tercinta yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas doa, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa demi selesainya penelitian ini. Besar harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 20 Februari 1987 sebagai anak sulung dari pasangan bapak Bambang Edy Siswanto dan ibu Mursih AS. Pendidikan sarjana di tempuh di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Berbagai organisasi penulis ikuti, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri dan Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia serta kegiatan kepanitiaan lain yang ada di lingkungan kampus. Lulus kuliah S1 pada November tahun 2009. Desember 2009 penulis diterima bekerja di PT Semen kupang KSO PT Sarana Agra Gemilang Nusa Tenggara Timur bidang Quality Control dan juga Engineer. Bekerja selama 1.5 tahun akhirnya bulan Agustus 2011 penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota himpunan Mahasiswa Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Kerangka Pemikiran
3
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Hipotesis
5
Manfaat Penelitian
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai
6
Pencemaran
6
Limbah Pencemaran Perairan
9
Logam Berat
11
Kualitas Perairan
19
Penilaian Status Pencemaran
23
Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi
23
Dampak Pencemaran Perairan terhadap Ekosistem dan Kesehatan
25
Analisis Risiko
26
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
33
Sumber Data
33
Penentuan Lokasi Sampel
33
Metode Pengambilan Sampel
34
Analisis Data
35
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber dan Jenis Pencemar Perairan Donan
41
Parameter Kualitas Perairan Donan
41
Konsentrasi Logam dalam Sedimen
50
Kandungan Logam Berat pada Polymesoda Erosa
52
Beban Pencemaran Perairan Donan
54
Tingkat Pencemaran Perairan Donan
58
Dampak Pencemaran terhadap Kesehatan
59
Manajemen Risiko
64
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
66
Saran
66
DAFTAR PUSTAKA
67
LAMPIRAN
73
DAFTAR GAMBAR
1.1
Bagan alir kerangka penelitian
4
2.1
Tahapan dalam analisis risiko kesehatan
28
3.1
Peta lokasi pengambilan sampel
34
3.2
Perhitungan indeks suatu peruntukan
36
3.3
Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi pencemaran
37
4.1
Suhu Perairan Donan kondisi pasang dan surut
43
4.2
Nilai kekeruhan Perairan Donan
43
4.3
Nilai TSS Perairan Donan
44
4.4
Nilai pH Perairan Donan
45
4.5
Nilai DO Perairan Donan
46
4.6
Nilai BOD Perairan Donan
47
4.7
Nilai COD Perairan Donan
48
4.8
Konsentrasi Pb Perairan Donan
49
4.9
Konsentrasi Cd Perairan Donan
50
4.10 Konsentrasi Pb pada sedimen
52
4.11 Konsentrasi Cd pada sedimen
52
4.12 Konsentrasi Pb pada P. erosa
53
4.13 Konsentrasi Cd pada P. erosa
54
4.14 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter TSS
56
4.15 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter BOD
56
4.16 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter COD
57
4.17 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter Pb
57
4.18 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter Cd
58
4.19 Tingkat pendidikan Masyarakat Donan
6
DAFTAR TABEL 2.1
Karakteristik limbah minyak bumi
13
2.2
Logam berat P.erosa Perairan Donan penelitian sebelumnya
14
2.3
Kandungan logam berat, fraksi sedimen di Peraian Donan
14
2.4
Nama dan ukuran partikel sedimen menurut skala Worth
16
2.5
Kriteria pH pada perairan
20
2.6
Mekanisme transfer dan transformasi senyawa kimia
30
2.7
Dosis-respon kuantitatif non-karsinogen beberapa zat toksik
32
3.1
Deskripsi stasiun pengambilan sampel
33
3.2
Parameter penelitian dan metode analisis
35
3.3
Nilai default faktor pemaparan
40
4.1
Parameter beban pencemaran Perairan Donan
54
4.2
Indeks pencemaran Perairan Donan
59
4.3
Tingkat risiko masing-masing asupan
61
4.4
Jumlah paparan harian rata-rata setiap asupan
62
4.5
Asupan, ECR, batas aman konsumsi kerang
63
4.6
Penyakit yang sering diderita masyarakat Donan
63
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil pengukuran air, sedimen, kerang di Perairan Donan
73
2. Nilai asupan (I) pada air dan sedimen
74
3. Asupan untuk nilai kerang P.erosa
79
4. Stasiun sampel air dan kerang lokasi di lokasi penelitian
80
5. Gambar P. erosa dan kondisi lokasi penelitian
81
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan semakin meningkatnya kegiatan industri di Indonesia. Perkembangan teknologi berdampak adanya bermacam-macam pabrik (pengembangan bidang perindustrian) yang mana semua itu bertujuan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia. Pada tahap-tahap awal, munculnya industri tersebut telah memberikan kemudahan bagi manusia melalui produksinya, akan tetapi selang waktu yang cukup panjang hasil sampingan dari industri tersebut mulai menimbulkan keresahan. Perkembangan teknologi telah menimbulkan bermacam kerusakan pada lingkungan hidup (Palar 2008). Banyaknya industri yang dibangun, makin banyak limbah yang dihasilkan. Limbah industri akan menurunkan kualitas perairan dimana industri-industri memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dan dialirkan ke perairan laut. Industri dalam perjalanannya akan menghasilkan limbah bahan organik maupun bahan anorganik sehingga dampak negatif akan dirasakan sebagai sumber bahan pencemar dalam perairan sungai dan perairan estuari. Estuari merupakan zona transisi antara daratan dan lautan, sehingga mempunyai nilai strategis untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan. Estuari Donan yang terletak di Cilacap, Jawa Tengah telah berkembang menjadi pusat pertumbuhan baru dikarenakan sepanjang daerah ini telah digunakan sebagai pusat kegiatan industri, area pelabuhan, transportasi, perikanan dan lainnya (Sudaryanto 2001). Limbah dapat menurunkan daya guna perairan dikarenakan penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, biologi. Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah bentuk aslinya ke keadaan yang lebih buruk. Pergeseran tatanan lingkungan dari kondisi semula ke kondisi yang buruk dapat terjadi sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan tersebut, sehingga tidak sama lagi dengan bentuk aslinya. Terjadinya pencemaran disebabkan oleh adanya pemusatan penduduk, pariwisata dan industrialisasi di daerah pesisir. Pencemaran di perairan pada umumnya disebabkan oleh aktivitas daratan (land-based pollution) seperti penebangan hutan, buangan limbah industri, pertanian, domestik, serta reklamasi kawasan pesisir. Organisme bentos telah dipertimbangkan sebagai bioindikator yang baik untuk memonitor dampak pencemaran terhadap kualitas lingkungan, khususnya makrozoobentos karena secara taksonomi lebih mudah untuk diidentifikasi. Pengkajian struktur komunitas makrozoobentos sering digunakan untuk mengindikasi kestabilan lingkungan, hal ini disebabkan oleh karena sifatnya yang menetap, mempunyai masa hidup relatif lama, mampu beradaptasi pada berbagai tekanan lingkungan. Logam berat merupakan unsur kimia yang dianggap sebagai penyebab pencemaran perairan. Limbah industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb, Cu, Zn, dan Ni. Sebagian logam tersebut merupakan unsur esensial bagi kehidupan, akan tetapi bila berlebihan akan bersifat racun. Logam berat Pb, Cd, dan Cu merupakan zat pencemar yang berbahaya dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S yang menyebabkan logam tersebut dapat berikatan dengan belerang (sulfihidril) dalam enzim. Berdasarkan sifat
2
kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan dari tinggi kerendah sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co). Logam berat mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraiannya. Logam berat di perairan akan membahayakan kehidupan organisme maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Sifat logam berat yang utama yaitu sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi di lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai, logam berat dapat terakumulasi dalam organisme termasuk bentos dan ikan. Logam berat mudah terakumulasi pada sedimen sehingga biasanya konsentrasi logam dalam sedimen lebih tinggi dari konsentrasi logam di kolom air (Anggoro dan Martina 2006). Pada hewan dan manusia timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Keracunan timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin, kurangnya nafsu makan, kejang, muntah, pusing-pusing, berubahnya susunan saraf, mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa (Iqbal dan Qodir 1990). Keracunan logam kadmium (Cd) dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Saeni 1989). Kandungan logam berat di Perairan Donan dapat menyebabkan kontaminasi pada sedimen dan organisme perairan. Oleh karena itu analisis proyeksi kesehatan akibat paparan logam berat penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat dan manajemen risikonya (Suwari 2010). Perairan yang tercemar logam dapat menimbulkan adanya risiko bagi kesehatan. Selain industri, masih banyak masyarakat yang tinggal di sekitar Perairan Donan dan memiliki kemungkinan besar untuk terkena efek kesehatan akibat penurunan kualitas perairan tersebut. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang melihat dampak kualitas perairan terhadap risiko kesehatan di Perairan Donan, sehingga diperlukan kajian mendalam yang dapat memperkirakan tingkat risiko kesehatan (risk quotient) akibat pencemaran Perairan Donan dan manajemen risiko pengendalian pencemaran Perairan Donan. Salah satu perairan yang diduga telah tercemar oleh logam berat dan tidak sesuai lagi dengan baku mutu kualitas perairan untuk budidaya perikanan adalah Perairan Donan yang berada di Cilacap Jawa Tengah. Beberapa industri besar yang terdapat di kawasan tersebut adalah kilang minyak Pertamina dengan kapasitas lebih dari 300.000 barel/hari, unit pengantongan pupuk PT Pupuk Sriwijaya, Pabrik Semen Holcim, bengkel kapal, pabrik minyak kelapa, limbah domestik, limbah pertanian, pelabuhan, tranportasi air berupa limbah padat, cair maupun gas. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa Perairan Donan telah tercemar logam berat. Penelitian ini juga melakukan kajian risiko kesehatan masyarakat yang mungkin terjadi oleh senyawa berbahaya yang terkandung dalam air, sedimen, Polymesoda erosa tersebut terkait dengan dampak atau risiko terhadap kesehatan Perairan Donan, untuk selanjutnya dapat ditetapkan manajemen risiko pengendalian pencemaran. Manajemen risiko yang tepat, maka dampak akibat pencemaran di wilayah sekitar Perairan Donan akan berkurang.
3
Kerangka Pemikiran Perairan sungai merupakan indikator sehat tidaknya suatu DAS. Sungai digunakan untuk sarana transportasi, industri, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Pemanfaatan sungai untuk industri disamping memberikan dampak positif juga mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu menghasilkan limbah dalam bentuk padat, cair, maupun gas yang dibuang ke lingkungan, akibatnya berpengaruh terhadap kualitas air sungai, baik fisik (sedimen), kimia (TSS, BOD, DO, dll), biologi (fitoplankton, makrozoobentos) dan logam berat yang membawa perubahan terhadap parameter kualitas air. Pencemaran lingkungan terutama logam yang bersifat toksik, baik yang esensial maupun yang non esensial dapat terjadi akibat aktifitas manusia. Aktifitas yang tinggi khususnya di pemukiman (domestik), limbah industri, pertanian, alat transportasi yang memakai bahan bakar yang mengandung logam berat akan memberikan sejumlah beban pencemaran logam berat terhadap perairan. Pengaruh logam berat terhadap organisme, tumbuhan dan manusia dapat bersifat racun dan merugikan kesehatan bahkan mematikan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang status pencemaran logam berat pada air, sedimen, maupun P. erosa di Perairan Donan, selanjutnya dilakukan analisis risiko kesehatan masyarakat. Dengan mengetahui kualitas perairan, status pencemaran, kapasitas asimilasi Perairan Donan dan analisis risiko kesehatan masyarakat, maka dapat ditentukan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan Perairan Donan secara terpadu. Bagan alir kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1
4
Kebutuhan Masyarakat yang Berhubungan dengan
Perikana
Pertania
Domestik
Transportas
Sungai
Industr
Dampak Positif terhadap Perekonomian Daerah
Limbah Cair Debit
Penurunan Kualitas Perairan, Logam Pb & Cd pada air, sedimen, kerang
Beban Pencemar
Status Pencemaran Perairan Donan
Kapasitas Asimilasi Perairan Donan
Analisis Risiko h
Manajemen risiko Pengendalian Pencemaran
Rekomendasi
Perairan Donan sesuai Peruntukannya
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Mutu Air Kelas II
Gambar 1.1 Bagan alir kerangka penelitian Perumusan Masalah Limbah industri berpotensi mencemari udara dan air sekitarnya sehingga sering menimbulkan permasalahan bagi masyarakat. Industri yang mempunyai manajemen kurang baik dalam pengelolaan limbahnya akan menimbulkan masalah yang serius. Pembuangan limbah ke sungai menimbulkan berbagai masalah seperti pendangkalan dimuara sungai, perubahan kualitas fisik, kimia dan gangguan terhadap biota perairan, kesehatan masyarakat sekitar perairan yang terganggu, serta menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan, akhirnya mempengaruhi kesehatan manusia. Kurangnya informasi tentang pencemaran Perairan Donan dan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sehingga peneliti memfokuskan penelitian ini pada pencemaran logam berat Pb dan Cd pada perairan, sedimen dan P. erosa. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
5
1. Apakah aktivitas manusia, industri, pertanian, maupun transportasi dapat menimbulkan pencemaran perairan serta meningkatnya konsentrasi logam berat Pb dan Cd dalam perairan, sedimen dan P. erosa di Perairan Donan. 2. Apakah status mutu Peraian Donan dengan menggunakan metoda indeks pencemaran telah melampaui kriteria yang yang di tetapkan menurut KepMen LH no 115 tahun 2003. 3. Apakah beban pencemar Perairan Donan sudah melampaui batas asimilasinya. 4. Apakah kandungan logam berat Pb dan Cd pada Perairan, sedimen, kerang di Perairan Donan menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengenai dampak kualitas perairan terhadap risiko kesehatan di Perairan Donan sebagai berikut: 1. Mengetahui kualitas perairan dan konsentrasi logam berat Pb dan Cd pada air, sedimen dan P.erosa di Perairan Donan 2. Mengetahui status pencemaran, beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Perairan Donan. 3. Melakukan analisis risiko dampak pencemaran logam Pb dan Cd terhadap kesehatan dan manajemen risiko pengendalian pencemaran Perairan Donan.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Adanya limbah industri, pertanian, maupun transportasi di sekitar Perairan Donan merupakan sumber utama terjadinya penurunan kualitas Perairan Donan 2. Terdapat kandungan logam berat Pb dan Cd pada badan air, sedimen, dan P. erosa di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah. 3. Terancamnya risiko kesehatan sekitar Perairan Donan akibat kualitas perairan yang menurun serta kandungan logam Pb dan Cd yang masuk ke badan air. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi adanya pencemaran di Perairan Donan. 2. Sumber informasi ilmiah bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih memahami status kesehatan masyarakat yang aktual dan potensial bagi keperluan manajemen risiko lingkungan. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan rencana pengelolaan Perairan Donan, Cilacap, Jawa Tengah secara terpadu.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
Perairan Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Perairan sungai adalah suatu perairan yang didalamnya dicirikan dengan adanya aliran air yang cukup kuat sehingga digolongkan kedalam perairan yang mengalir (Goldman dan Horne 1983). Sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap kedalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Sungai merupakan tempat air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti laut. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Penghujung sungai dimana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Kecepatan arus sungai dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Mason 1981) : 1. Berarus sangat cepat (>100 cm/detik) 2. Berarus cepat (50-100 cm/detik) 3. Berarus sedang (25-50 cm/detik) 4. Berarus lambat (10-25 cm/detik) 5. Berarus sangat lambat (<10 cm/detik) Sungai bagian hulu adalah bagian sungai yang terletak di dataran tinggi biasanya merupakan daerah yang sering terjadi erosi. Sedangkan sungai bagian hilir adalah bagian sungai yang terletak di dataran rendah dan merupakan tempat terjadinya pengendapan. Daerah yang terletak di bagian hulu dan hilir sungai disebut sebagai bagian tengah sungai, karena tidak ada batas yang jelas antara kedua bagian tersebut. Aktivitas usaha diartikan adanya kegiatan perhutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, pemukiman, perindustrian, wisata (Suwigyo 1993).
Pencemaran Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air maupun udara. Pencemaran industri akan menurunkan kualitas tanah, air, udara, serta memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Allenby 2009). Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air atau udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktifitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi dimana saja dengan laju yang sangat cepat, dan beban pencemaran yang semakin berat akibat limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran juga terjadi
7
apabila ada gangguan terhadap daur suatu zat, yaitu laju produksi suatu zat melebihi laju penggunaan zat, sehingga terjadi pembuangan (Wardhana 2001).
Pencemaran Perairan Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dampak pencemaran air antara lain perubahan warna, bau, dan rasa, perubahan pH, eutrofikasi, timbulnya endapan koloid. Pembuangan bahan kimia, limbah maupun pencemar lain ke dalam air akan mempengaruhi kehidupan dalam air. Pencemaran air dapat menjadi masalah dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat polutan udara terbawa oleh air hujan, maka air hujan yang jatuh tersebut sudah tercemar (Wardhana 2001). Suatu pencemar cukup banyak membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lain. Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu tanda adanya pencemaran. Namun penting juga diperhatikan, bahwa pengujian secara kimia bersama dengan data biologi dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kualitas air. Menurut Riani (2012) pada air sangat dimungkinkan terjadinya pencemaran. Hal ini terjadi karena pada air terdapat ikatan hidrogen, sehingga air mempunyai sifat yang sangat khas dan istimewa, yaitu: 1. Air sebagai pelarut yang sangat baik, sehingga air dimanfaatkan sebagai transport zat makanan dalam unit kehidupan (biologi) dan transpor sampah di lingkungan. 2. Air mempunyai konstanta dielektrik yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan lain, sehingga senyawa-senyawa ionik memiliki kelarutan dan ionisasi yang besar didalam air. 3. Air mempunyai tegangan permukaan tinggi, sehingga air menjadi faktor pengendali proses-proses fisiologi yang terjadi dalam tubuh mahluk hidup. 4. Air mempunyai densitas yang paling tinggi apabila berada dalam bentuk cair. Oleh karena itu dalam ekosistem perairan selalu terjadi sirkulasi vertikal dan akan menghalangi terjadinya stratifikasi badan air. 5. Air bersifat transparan terhadap sinar tampak dan sinar UV, sehingga mengakibatkan air menjadi tidak berwarna, dan pada ekosistem perairan akan mengakibatkan sinar matahari dapat menembus sampai kedalaman tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya proses fotosintesis pada kolom air yang masih dapat ditembus oleh sinar matahari. 6. Air mempunyai kapasitas kalor yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan lain, sehingga air dapat menstabilkan suhu tubuh mahluk hidup dan menstabilkan suhu didaerah geografi tertentu. 7. Air mempunyai kalor penguapan yang paling tinggi dibanding bahan lainnya, sehingga akan menjadi penentu terjadinya transfer panas antara atmosfer dan badan air.
8
Mengingat air merupakan pelarut yang sangat baik dan mempunyai konstanta dielektrik yang paling tinggi, senyawa-senyawa ionik memiliki kelarutan dan ionisasi yang besar dalam air, sehingga air pada umumnya menjadi pelarut yang sangat baik untuk bahan pencemar yang masuk kedalam ekosistem perairan tersebut (Riani 2012). Pencemaran air dapat terjadi akibat masuknya atau dimasukkannya bahan pencemar dari berbagai kegiatan seperti rumah tangga, pertanian, industri. Dampak pencemaran bagi kualitas air dapat menurun hingga tidak memenuhi persyaratan peruntukan yang ditetapkan. Penurunan kualitas air akibat pencemaran, seperti yang terjadi di sungai-sungai dapat mengubah struktur komunitas organisme akuatik yang hidup. Pencemaran senyawa organik, padatan tersuspensi, nutrien berlebih, substansi toksik, limbah industri dapat menyebabkan gangguan kualitas air dan menyebabkan perubahan keanekaragaman dan komposisi organisme akuatik di perairan (Sastrawijaya 2001). Pencemaran yang terjadi pada suatu badan air terjadi akibat dari adanya pemasukan bahan organik maupun anorganik, dari substansi lingkungan yang kemudian dapat menimbulkan berbagai macam dampak (Mitchell 1997). Sumber pencemaran dapat berupa logam berat, bahan beracun, pestisida, tumpahan minyak, sampah dan lain-lain. Demikian pula halnya dengan organisme perairan yang ada akan mengalami perubahan jumlah. Lingkungan berada di bawah suatu tekanan maka keanekaragaman jenis akan menurun pada suatu komunitas. Pencemaran kualitas air dapat diketahui dari kondisi komunitas biota akuatik di dalam badan perairan tersebut. Hal ini berarti biota akuatik dapat dijadikan sebagai indikator biologi, karena memiliki sifat sensitif terhadap keadaan pencemaran tertentu sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis pencemaran air. Keuntungan yang didapat dari indikator biologi adalah dapat menggambarkan keseluruhan kualitas ekologi dan mengintegrasikan berbagai dampak yang ditimbulkan, memberikan pengukuran yang akurat mengenai pengaruh komunitas biologi dan pengukuran fluktuasi lingkungan (Ginting 2007).
Pencemaran Sungai Perairan sungai apabila menerima bahan-bahan asing dari luar dapat menyebabkan berubahnya kualitas air, sehingga organisme yang hidup didalamnya mengalami gangguan, maka sungai tersebut dikatakan tercemar. Menurut Wardhana (2001) penyebab utama tercemarnya suatu badan air yaitu : 1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, dengan konsekuensi meningkatnya air limbah yang mengandung berbagai senyawa atau materi tertentu. 2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan buangan yang tertampung di perairan sehingga daya pemulihan diri perairan itu terlampaui, akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang semakin berat. 3. Rendahnya sosial ekonomi budaya untuk memperbaiki lingkungan, seperti investasi untuk sistem sanitasi dan perlakuan lainnya.
9
Pencemaran air sungai dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Penggunaan lahan untuk bidang pertanian yang melampaui batas didaerah hulu sungai akan mempengaruhi kualitas daerah perairan hilir dan muara sungai. Masalah kuantitas air sungai terutama disebabkan oleh kandungan sedimen dalam air sungai akibat terjadinya erosi terutama pada bagian hulu yang menyebabkan penyempitan sungai pada bagian hilir (Lusiana et al. 1997). Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi, sehingga perairan sungai akan tercemar dengan tanah endapan. Indonesia banyak terdapat sungai yang telah mencapai taraf pencemaran, khususnya sungai-sungai yang alirannya melalui darah perkotaan (padat penduduk) dan wilayah perindustrian. Penurunan kualiras air terutama disebabkan oleh limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertambangan dan limbah pertanian. Menurut Sanusi et al. (2005) permasalahan dalam pengendalian pencemaraan air sungai yaitu bayaknya pembuahan limbah pabrik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa memproses penetralan air limbah terlebih dahulu dikarenakan kurangnya fasilitas dan pemotongan untuk beban biaya produksi. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pembuangan limbah rumah tangga ke dalam sungai seperti membuang sampah ke dalam sungai, membuat saluran pembuangan limbah rumah ke sungai, tidak adanya sanksi yang berat terhadap pelaku pembuangan limbah ke dalam sungai baik limbah rumah tangga ataupun industri ke sungai. Menurut Wardhana (2001) jenis pencemar yang terdapat pada air : 1. Berasal dari Industri antara lain : - Bahan-bahan anorganik dan logam berat - Zat-zat Pewarna - Bahan-bahan organik 2. Berasal dari rumah tangga : -Sampah -Detergent
Limbah Pencemar Perairan Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya (Ginting 2007). Bahan beracun dan berbahaya banyak dijumpai sehari-hari, baik sebagai keperluan rumah tangga maupun industri yang tersimpan, diproses, diperdagangkan dan diangkut antara lain insektisida, herbisida, zat pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak, bahan pengawet. Apabila di tinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.
10
Limbah Cair Industri Limbah kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industri. Bahan beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya. Kriteria berbahaya dan beracun limbah cair industri antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk. Limbah industri dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan (Sudarmaji et al. 2013). Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi tiga bagian yaitu: limbah cair, limbah gas/asap dan limbah padat. Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Air yang terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lebih lanjut. Limbah Domestik Beberapa pencemaran air yang sulit ditangani adalah limbah dari pencemaran rumah tangga/domestik dimana sebagian penduduk membuang limbah rumah tangganya di daerah rawan seperti sungai, maupun saluran air. Beberapa penyebab pencemaran air bersih dari limbah domestik (Sudarmaji et al. 2013): 1. Kualitas air menurun Air yang mengalami pencemaran akibat sampah organik akan memiliki kandungan oksigen yang rendah sehingga kualitas air menjadi menurun. Hal ini disebabkan oleh bakteri pembusuk yang menghabiskan sebagian besar oksigen untuk proses pembusukan sampah tersebut. 2. Tumbuhnya kuman penyakit Banyaknya kontaminasi yang terjadi akibat limbah domestik maupun limbah industri yang dibuang sembarangan dapat menimbulkan penyakit seperti disentri, penyakit kulit dan muntaber. 3. Air tak layak konsumsi Pencemaran yang terjadi akibat limbah rumah tangga/domestik akan membuat air sungai dan sumber air di lokasi sekitar menjadi tak layak digunakan. Hal tersebut disebabkan karena limbah tersebut telah menyatu dengan air bersih sehingga perlu penanganan khusus agar air di sekitar tempat tersebut dapat dikonsumsi kembali untuk mandi maupun mencuci. 4. Menyebabkan banjir Sungai yang diisi oleh banyak sampah organik maupun non organik yang tidak dapat dibusukkan oleh bakteri pembusuk dapat menyumbat aliran air sehingga air pada kondisi tertentu terhambat maka dapat dapat mengakibatkan banjir.
11
Limbah Pertanian Limbah pertanian bisa diartikan sebagai bahan yang terbuang di sektor pertanian misalnya insektisida, herbisida dan limbah sisa pertanian yang akan mencemari perairan sungai baik langsung maupun tidak langsung (Sudarmaji et al. 2013). Penanganan limbah didasari pada asas manfaat yaitu agar tidak menjadikan masalah lingkungan, penyakit serta memanfaatkan limbah dijadikan sebagai bahan baku industri.
Logam Berat Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari air laut, erosi batuan tambang, vulkanisme, dan sebagainya. Logam dapat dibagi dalam 3 kelompok (Sumardjo 2009): 1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai kation aktif didalam larutan encer. 2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobalt, dan mangan) diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang tinggi. 3. Logam berat dan metaloid seperti raksa, timah hitam, selenium, dan arsen, umumnya tidak diperlukan dalam metabolisme dan sebagai racun bagi sel pada kondisi rendah. Kegiatan manusia menjadi sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam berasal dari buangan langsung dari berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan-cekungan perairan, presipitasi dan jatuhan atmosfir. Bahaya dari logam berat tersebut dapat terakumulasi pada tubuh karena logam yang masuk tidak dapat di metabolism oleh tubuh sehingga akan terus terakumulasi, faktor lain yang dapat mempengaruhi penyerapan logam dalam tubuh adalah biomagnifikasi (Nybakken dan Bertness 2004). Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Tidak semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada mahluk hidup, besi merupakan logam yang dibutuhkan dalam pembentukan pigmen darah dan zink merupakan kofaktor untuk aktifitas enzim. Pada kondisi lingkungan perairan normal, kation-kation logam relatif aman, karena kation tersebut akan berikatan dengan senyawa lain dan selanjutnya akan membentuk senyawa kompleks yang kurang bioavailable (Riani 2012). Namun demikian apabila didalam perairan terdapat faktor pemicu seperti berubahnya pH air, berubahnya potensial redoks, terjadinya biodegradasi pada bahan organik, maupun adanya berbagai faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada terjadinya faktor-faktor tersebut, akan menyebabkan ion-ion logam yang stabil akan dilepaskan kembali kedalam kolom air, sehingga logam tersebut akan menjadi toksik bagi biota air (Calmono et al. 1997 dalam Riani 2012). Sedangkan biovailable sendiri merupakan konsentrasi suatu bahan kimia
12
yang dapat diserap dan selanjutnya terakumulasi pada mahluk hidup. Menurut Meyer (2002) bioavailable sering kali digunakan untuk menggambarkan logam yang terikat pada sedimen dan selanjutnya tersedia untuk dapat terakumulasi pada tubuh mahluk hidup. Adapun yang dimaksud sifat toksik adalah sifat suatu bahan kimia yang dapat memunculkan dampak biologi yang merugikan atau akan memunculkan dampak negatif pada mahluk hidup (Riani 2012). Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber (Fortsher et al. 1993). Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri. Pada neraca global sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan pembuangan limbah akhir di laut. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Termasuk logam esensial adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Berdasarkan berat jenisnya bahan pencemar ada yang menempati permukaan air, ada yang terdapat di kolom air, dan ada juga yang terdapat didasar perairan. Namun demikian, dengan adanya reaksi fisika, kimia, dan kegiatan biologi, apabila B3 tersebut tidak terserap (absorpsi) atau tidak terjerap (adsorpsi), B3 akan bereaksi dengan bahan lain yang terdapat dalam perairan, terutama bahan organik (Riani, 2012). Menurut Riani (2012) Fenomena biokonsentrasi, bioakumulasi bergantung pada: 1. Sifat dan jenis B3 2. Kondisi lingkungan 3. Kondisi biologis dari individu organism tersebut Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain: 1. Salinitas 2. Suhu 3. Konsentrasi bahan organik 4. Kesadahan 5. pH, dll. Reaktif logam dalam badan perairan juga turut dikendalikan oleh adanya reaksi redoks (reaksi reduksi dan reaksi oksidasi) dalam badan air. Melalui reaksi redoks ini semua spesi logam dan proses-proses yang berkenaan dengan itu dapat dijaga kestabilannya. Termasuk juga berbagai bentuk persenyawaan dan kompleksi logam dengan senyawa lain dari kondisi alaminya. Perairan yang mempunyai reaksi redoks biasanya mempunyai sifat yang sangat kompleks terhadap tingkah laku logam di badan perairan (Palar 2008). Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh logam air raksa (Hg), kadmium (Cd), timah (Pb), dan chron (Cr). Namun demikian, meski semua logam
13
berat dapat menyebabkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logamlogam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sedikit. Apabila kebutuhan yang sangat kecil tersebut tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup bagi semua mahluk hidup. Karena tingkat kebutuhan sangat dipentingkan maka logamlogam tersebut juga dinamakan sebagai logam-logam atau mineral-mineral esensial tubuh. Bila jumlah dari logam-logam esensial ini masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan, maka akan menjadi zat racun dalam tubuh (Palar 2008). Logam berat dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit pernapasan dan pencernaan (Setyawan 2011). Berikut karakteristik kandungan limbah minyak bumi, logam berat pada P. erosa dan kandungan logam berat, bahan organik, fraksi sedimen Perairan Donan dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Karakteristik limbah minyak bumi Parameter Total Solid (TS) Total Suspended Solid (TSS) Total Dissolved Solid (TDS) COD DO pH Surfaktan Konduktivitas Kekeruhan Konsentrasi Minyak Konsentrasi Logam: Cu Fe Al Sn Pb Zn Ni Cr Co V
Hasil Analisa 18929 15152 2436 63648 0.4 8.84 702.3 3803 1241 43650
Satuan mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ∞S mg/l mg/l
0.809 4.459 4.969 0.6 0.14 2.613 0.431 0.014 0.04 0.008
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
14
Tabel 2.2 Logam berat pada P. erosa di Perairan Donan pada penelitian sebelumnya Parameter
Hasil (mg/l)
Hg
0.03
Pb
7.4
Cd
5.4
Cr
1.2
Ni
3.2
Kandungan logam berat, bahan organik dan fraksi sedimen di Perairan Donan dapat dilihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Kandungan logam berat, bahan organik dan fraksi sedimen di Perairan Donan. Konsentrasi Logam Berat Hg Pb Cd Cu 1 0.02 6.87 1.14 1.37 2 Ttd 4.02 1.01 9.06 3 0.02 8.71 1.45 15.68 4 0.016 4.07 1.02 15.69 5 0.036 7.32 1.22 15.39 6 Ttd 26.4 1.22 55.45 7 Ttd 3.92 0.96 12.36 8 0.025 6.73 1.22 12.35 9 0.07 2.53 1.27 12.66 10 0.089 11.4 1.42 22.23 11 0.048 2.46 1.23 3.45 12 0.008 6.67 1.67 3 13 0.011 4.59 0.76 0.92 Keterangan ttd = tidak terdeteksi Stasiun
Cr 4.12 5.23 9 4.48 5.12 3.65 5.1 4.94 4.05 11.97 2.46 8.34 1.84
Ni 2.29 2.01 8.71 2.04 2.44 6.43 1.96 2.24 2.53 3.99 2.46 8.34 1.84
Fraksi Sedimen Pasir Lumpur Liat 82 16 2 83 14 3 87 11 2 83 12 5 92 7 2 80 8 2 81 9 10 96 3 2 79 18 3 98 2 0.2 98 2 0.2 71 25 4 98 2 0.4
Sumber : Sudaryanto 2001
Kadmium (Cd) Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksi. Industri pelapisan logam adalah pabrik yang paling banyak menggunakan cadmium murni sebagai pelapis, begitu juga pabrik yang membuat Ni-Cd baterai. Bentuk garam Cd banyak digunakan dalam proses fotografi, gelas dan campuran perak, produksi foto elektrik, foto konduktor, dan fosforus. Kadmium asetat banyak digunakan pada proses industri porselen dan keramik. Kadmium dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kadmium (Sudarmaji et al. 2013). Sebagian besar Cd masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin.
15
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein. Keracunan kronis terjadi bila inhalasi Cd dosis kecil dalam waktu lama dan gejalanya juga berjalan kronis. Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi, hal tersebut terjadi dikarenakan tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium (Effendi 2003). Selain itu, kadmium juga dapat menyebabkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal. Timbal (Pb) Timbal di alam dalam bentuk sulfide (galena), Pb Karbonat (Cerussite), PbSO 4 (Angelisite), sedangkan timbal di dalam air dalam bentuk Pb2+, PbCO 3 , Pb(CO3) 2 2-, PbOH+, dan Pb(OH) 2 (Novotny dan Olem 1994). Selain dalam bentuk logam murni, timbal juga dapat ditemukan dalam bentuk senyawa anorganik dan organik. Menurut WHO (2006) Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung timbal yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraetil, erosi, dan limbah industri. Semua bentuk timbal memiliki pengaruh yang sama terhadap toksisitas manusia. Timbal dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul protein hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal dapat mengganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta aminolevulinik acid (delta-ALA) menjadi forfobilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe kedalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim delta-aminolevulinik acid-dehidratase (delta-ALAD) dan ferokelatase. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta-ALA serta menghambat sintesis Hb. Logam timbal dalam konsentrasi tinggi dapat bersifat racun Karena bioakumulatif dalam tubuh organisme air dan akan terus diakumulasi hingga organisme tersebut tidak mampu lagi di tolerir kandungan logam berat tersebut dalam tubuhnya. Karena sifat bioakumulatif logam timbal, maka dapat terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk terlarut dalam air adalah rendah, tetapi dalam sedimen meningkat akibat proses fisik, kimia, biologi perairan, dan dalam tubuh hewan air meningkat sampai beberapa kali lipat (Effendi 2003). Menurut WHO (2006) Akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi banyak faktor antara lain: 1. Konsentrasi logam berat dalam air 2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen 3. Nilai pH air dan pH sedimen, karena semakin rendah pH air dan pH sedimen maka logam berat semakin larut dalam air (bentuk ion) sehingga semakin mudah masuk dalam tubuh hewan tersebut, baik melalui insang, bahan makanan maupun difusi. 4. Tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), apabila COD dalam perairan relatif tinggi, maka ada kecenderungan logam berat dalam air dan sedimen juga akan tinggi. COD menunjukkan kadar bahan organik yang bersifat non biodegradable yang umumnya berasal dari industri. 5. Kandungan sulfur dan sedimen, sulfur sangat mudah berikatan dengan logam berat membentuk logam-sulfida yang mengendap didasar perairan.
16
Apabila timbal (Pb) memasuki lingkungan perairan, maka timbal tersebut akan di serap oleh sedimen atau lumpur, plankton, algae, invertebrate, tanaman akuatik. Sedimen dan tanah merupakan pengendapan utama bagi limbah di lingkungan. Konsentrasi timbal dalam air semakin meningkat karena garam yang diekresikan ikan ke air cenderung bertambah. Kadar logam berat timbal 0.5 ppm dapat menyebabkan kematian pada ikan dan organisme lainnya (Moore 1991). Logam berat timbal dapat mempengaruhi hewan air yaitu mengganggu system organ seperti insang dalam proses respirasi dan ginjal dalam proses osmoregulasi, kemudian akan mempengaruhi keseimbangan energi dalam ikan, sehingga akan mempengaruhi mortalitas, pertumbuhan, reproduksi. Apabila logam berat masuk ke dalam tubuh manusia maka logam tersebut kan diakumulasi dalam jaringan tubuh dan tidak bisa dieksresikan lagi keluar tubuh. Kadar logam berat yang sudah tinggi dalam tubuh akan menimbulkan dampak negatif yang serius, antara lain menghambat aktifitas enzim, menyebabkan abnormalitas kromosom (gen), menghambat perkembangan janin, menurunkan fertilitas wanita, menghambat pembentukan sperma, menghambat pertukaran hemoglobin, menyebabkan kerusakan ginjal, menyebabkan kekurangan darah (Iqbal dan Qodir 1990). Logam Berat dalam Sedimen Sedimen merupakan kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi baik secara vertikal maupun horizontal. Sedimentasi merupakan fenomena alam yang secara langsung berhubungan dengan angin dan erosi tanah (Elliot dan Ward 1995). Menurut Hutabarat dan Evans (1985) sedimen dapat di klasifikasikan menurut asalnya dan ukuran partikelnya. Menurut asalnya sedimen digolongkan menjadi tiga bagian yaitu sedimen berasal dari batuan, sedimen yang berasal dari organisme, berupa sisa-sisa tulang, gigi, atau cangkang organisme, dan terakhir sedimen yang dibentuk oleh reaksi kimia yang terjadi di laut. Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai yang besar sampai halus. Klasifikasi partikel sedimen dapat dilihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Nama dan ukuran partikel sedimen menurut skala Went Worth Jenis Substrat Batuan (Boulder) Batuan bulat (Cobble) Batuan kerikil (Pebble) Butiran (Granula) Pasir paling kasar (Very coarse sand) Pasir kasar ( Coarse sand) Pasir sedang (Medium sand) Pasir halus (Fine sand) Pasir sangat halus (Very fine sand) Lumpur (Silt) Liat (Clay)
Ukuran (mm) > 256 256-64 64-4 2-4 1-2 1-0.5 0.5-0.25 0.25-0.125 0.125-0.0625 0.0625-0.0039 <0.0039
17
Menurut Elliot dan Ward (1995) sedimen biasanya terdapat di bawah air yang mengandung limbah sehingga akan berpengaruh pada transpor polutan ke dalam sedimen. Sedimen terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar perairan, dan bercampur dengan lumpur, sedangkan bahan anorganik berasal dari pelapukan batuan. Sedimentasi hasil pelapukan batuan terdiri atas kerikil, pasir, lumpur, liat. Secara umum proses sedimen perairan dipengaruhi oleh dinamika perairan seperti arus air, pasang surut, gelombang, kondisi dasar sungai, turbulensi, pencampuran masa air akibat perbedaan densitas air, proses biologis, dan kimia perairan. Menurut Louma (1993) sedimen dapat terjadi reaksi-reaksi kimia yaitu (1) penyerapan (absorbsi) dan pelarutan ion, senyawa, gas antara air dan sedimen, (2) perubahan nilai potensial redoks (Eh) dan pH sedimen, (3) transfer senyawa hasil reduksi dari lapisan bawah ke lapisan atas sedimen (4) siklus karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor, (5) perubahan konsentrasi ion dalam jaringan organisme maupun jaringan. Menurut Novotny dan Olem (1994) dalam Riani (2012) ada penyebab utama terjadinya kompleksasi dari logam hingga terjadinya pengendapan logam pada sedimen. Adapun penyebab tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya reaksi oksidasi dari bentuk tereduksi beberapa logam seperti besi, mangan, dan sulfida. 2. Adanya reaksi reduksi dari logam yang bervalensi tinggi dengan interaksi bahan organik seperti pada logam selenium dan perak. 3. Adanya reaksi reduksi sulfat ke bentuk sulfida (logam besi, tembaga, perak, seng, merkuri, nikel, arsen, selenium yang akan mengendap sebagai logam sulfida. 4. Adanya reaksi dengan alkalin, yang terjadi sebagai akibat adanya peningkatan pH misalnya logam stronsium, mangan, besi, seng, dan kadmium. 5. Adanya adsorpsi dan kopresipitasi dari ion logam dengan besi dan mangan oksida, clay, dan bahan partikulat organik. 6. Adanya reaksi pertukaran ion khususnya dengan tanah liat (clay) Pengendapan logam pada sedimen dapat terjadi pada komponen biogeokimia yang terdapat pada permukaan sedimen tersebut terutama Mnoksida, Fe-oksida, dan bahan organik yang terdapat didalamnya. Adapun geokimia sedimen dan beberapa parameter kualitas air dapat mengakibatkan logam menjadi labil dan terlepas kembali bahkan dapat menjadi sumber logam berat bioavailable mahluk hidup yang ada didalamnya (Louma 1993). Hewan air yang dapat berinteraksi langsung dengan sedimen adalah hewan benthos. Perubahan sedimen dasar dapat mempengaruhi komposisi dan kelimpahan benthos (Odum 1996). Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap komposisi dan distribusi organism benthos di dasar perairan, yaitu partikelpartikel sedimen seperti lempung, pasir, liat, dan substrat keras. Pada sedimen yang halus, presentasi bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen kasar, hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik dan anorganik ke dasar perairan. Sedimen yang kasar kandungan bahan organiknya lebih rendah karena partikel yang halus tidak mengendap, demikian juga dengan bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya terdapat pada
18
sedimen yang halus. Hal ini merupakan adanya dari gaya tarik elektro-kimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme (Boehm 1987). Cara Penyerapan Logam Berat oleh Organisme Logam berat masuk ke jaringan tubuh mahluk hidup melalui beberapa jalan yaitu 1. Melalui saluran pernapasan, absorbsi logam melalui saluran pernapasan biasanya sangat besar, baik pada hewan air yang masuk melalui insang, maupun hewan darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernapasan, 2. Pencernaan, absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen, tetapi jumlah logam yang masuk melalui pencernaan biasanya cukup besar, 3. Penetrasi melalui kulit jumlah dan absorbsinya sangat kecil. Mekanisme penyerapan logam dalam jaringan organisme (Ginting 2007): 1. Penyerapan logam melalui mekanisme pengangkutan yang berhubungan dengan mekanisme osmoregulasi, yaitu pengaturan tekanan osmosis oleh organisme terhadap air disekitarnya. 2. Pengikatan ion-ion logam menyentuh bagian tertentu dari permukaan jaringan dan masuk kedalam sitoplasma. 3. Logam dalam bentuk kristal kecil atau larutan yang segera di tangkap oleh sel epitel dan secara endositosis logam tersebut dibawa masuk dan dilepas ke dalam sitoplasma. Tingginya konsentrasi logam berat total didalam kolom air yang tidak merata mencerminkan tingginya toksisitas dari logam tersebut. Menurut Louma (1995) toksisitas yang terdapat pada ekosistem akuatik sangat bergantung pada status bioavailability dari logam tersebut. Apabila bioavailability-nya tinggi, logam akan masuk kedalam biota yang mempunyai reseptor untuk jenis logam tersebut. Logam tersebut selanjutnya akan berikatan dengan reseptornya, sehingga logam akan masuk (terabsorpsi) ke dalam tubuh dan selanjutnya akan terakumulasi pada tubuh mahluk hidup tersebut. B3 yang sudah bersifat bioavailable akan dapat terakumulasi dalam tubuh dan bersifat toksik pada mahluk hidup (biota) air. Apabila B3 tersebut terakumulasi pada tubuh biota air, B3 seperti logam selanjutnya akan menjadi benda asing yang terikat dan terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup dan akan menjadi bahan toksik serta pada akhirnya akan menimbulkan gejala toksisitas pada biota air tersebut (Riani 2012). B3 yang sudah masuk kedalam tubuh pada umumnya bersifat sistemik, sehingga akan mengalami perpindahan lokasi. Logam berat pada umumnya akan ditransport oleh beberapa komponen sistem sirkulasi. Tidak semua logam yang masuk kedalam tubuh akan terakumulasi, tetapi akan didetoksifikasi atau diaktivasi terlebih dahulu, atau dihilangkan sebelum akhirnya terakumulasi didalam tubuh (Riani 2012).
19
Kualitas Perairan Parameter Fisika-Kimia Perairan Suhu Suhu merupakan satu faktor yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme. Menurut Effendi (2003), secara umum kisaran suhu yang optimal bagi perkembangan plankton di daerah tropis adalah 20ºC–30ºC. Plankton hidup pada kisaran suhu yang luas disebut eurythermal, sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang sempit disebut stenothermal. Parameter suhu berpengaruh penting dalam indikator perairan meliputi variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik, rentang toleransi serta suhu optimum kultur berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, sehingga pertumbuhan berbeda, suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan. Meningkatnya suhu di perairan juga menyebabkan peningkatan aktivitas metabolisme ikan, penurunan gas (oksigen) terlarut, efek pada proses reproduksi ikan. Kisaran optimal suhu (umum) : 28-32°C konsumsi oksigen mencapai 2.2 mg/g berat tubuh/jam, pada suhu rendah (<25°C) konsumsi oksigen meningkat 3.2 mg/g berat tubuh/jam. Bagi bivalvia, suhu merupakan salah satu faktor pengontrol tingkat pertumbuhan. Suhu sangat besar pengaruhnya pada kehidupan kerang-kerangan terutama yang hidup di daerah yang mempunyai empat musim, namun di perairan tropis pengaruh suhu tidak begitu nyata karena fluktuasi suhu tidak besar. Kisaran suhu normal agar jenis kerang-kerangan dapat hidup di daerah tropis yaitu 20oC – 35oC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5oC (Effendi 2003).
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) adalah singkatan dari puissance negatif de H, yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu larutan atau cairan. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuhan dan binatang. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan perairan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kondisi suatu perairan sebagai lingkungan tempat hidup (Odum 1996). Nilai pH dapat menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, air yang agak basa dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh tumbuhan dan fitoplankton. Air (H 2 O) berasosiasi sempurna –ion H+dan OH- berimbang. pH air murni sama dengan 7, semakin tinggi konsentrasi ion H+ konsentrasi ion OH- rendah pH <7 (pH asam). Berkaitan dengan proses fotosintesis dan respirasi organisme CO 2 + H 2 O +H 2 CO3->H++ HCO 3 +2H++ CO 3 2-. Semakin banyak CO 2 yang dihasilkan dari respirasi reaksi bergerak ke kanan, pelepasan ion H+, pH air turun (cenderung asam), Penurunan / penggunaan CO 2 dalam fotosintesis oleh fitoplankton, pH air naik (cenderung basa) pH rendah menunjukkan keasaman tinggi (Santika, 1984). pH optimal: 7.0 –8.5 Fotosintesis (siang hari) menggunakan CO 2 , Respirasi (siang–malam) menghasilkan CO 2 . CO 2 terlarut tinggi pada malam hari (pH cenderung rendah). Hubungan antara pH air dan kehidupan hewan (ikan) berikut kriteria pH pada perairan dapat dilihat pada Tabel 2.5
20
Tabel 2.5 Kriteria pH pada perairan pH air Kondisi kultur <4.5 Air bersifat toksik Pertumbuhan ikan terhambat, pengaruh pada ketahanan 5-6.5 tubuh 6.5-9.0 Pertumbuhan optimal >9.0 Pertumbuhan ikan terhambat Sumber: Effendi (2003)
Oxygen Demand (DO) Kelarutan suatu gas pada cairan merupakan karakteristik dari gas tersebut sendiri dan dipengaruhi oleh tekanan, ketinggian suatu tempat, suhu dan salinitas (Santika 1984). Setiap kenaikan 100 m dpl, tekanan atmosfir menurun 8-9 mmHg, dan kelarutan gas menurun 1.4 persen. Kelarutan oksigen di medium cair menurun seiring dengan naiknya suhu dan banyaknya mineral yang terlihat di medium tersebut. Parameter Biokimia Perairan Parameter biokimia konsepnya dengan mengukur banyaknya oksigen yang digunakan selama pertumbuhan organisme pada contoh perairan. Pengukuran potensi pencemaran dari suatu limbah cair sesuai dengan potensinya untuk menghabiskan oksigen terlarut dalam air, dalam skala luas merupakan suatu pendugaan untuk menduga kekuatan dari suatu limbah (Effendi 2003). Banyaknya senyawa kimia dalam suatu perairan dapat digambarkan dengan pengukuran BOD dan COD. Biological Oxygen Demand (BOD) BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme didalam air lingkungan untuk mendegradasi bahan buangan organik yang ada dalam perairan (Effendi 2003). Proses penguraian bahan organik oleh bakteri memerlukan waktu 100 hari pada suhu 200C, tetapi di laborarorium digunakan waktu lima hari sehingga dikenal dengan BOD 5 . Pada umumnya air lingkungan mengandung organisme yang dapat memakan, memecah, mendegradasi bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme didalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif sedikit dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan. Air lingkungan yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik disebut dengan bakteri aerob, sedangkan mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen disebut dengan
21
bakteri anaerob. Menurut Wardhana (2001) proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut : C n H a O b N c + (n+a/4-b/2-3C14)O 2 nCO 2 + (a/2-3c/2)+H 2 O+cNH 3 Bahan buangan organik dipecah dan diuraikan menjadi gas CO 2 , air dan NH 3 . Timbulnya senyawa NH 3 menyebabkan bau busuk pada perairan yang telah tercemar oleh bahan buangan organik. Reaksi tersebut diatas memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira sepuluh hari. Dalam waktu 2 hari mungkin reaksi telah mencapai 50% dan dalam waktu lima hari mencapai sekitar 75%. BOD memberikan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan oleh aktivitas mikroba selama kurun waktu yang ditentukan (Santika 1984). Analisis BOD bertujuan untuk menduga berapa banyak oksigen yang digunakan dalam kondisi encer seperti yang terjadi dalam air sungai, bila limbah tersebut dibuang ke badan perairan (Jaya 1994). Semakin besar nilai BOD semakin besar tingkat pencemaran air oleh bahan organik.
Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah ukuran banyaknya oksigen total dalam satuan milligram per liter yang diperlukan dalam proses oksidasi kimia bahan organik dalam limbah. Bahan oksidasi yang digunakan adalah kalium dikromat dan merupakan zat pengoksidasi yang kuat untuk mengoksidasi zat organik secara lengkap dalam suasana asam dengan katalis peraksulfat. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO 2 dan H 2 O sehingga menghasilkan nilai COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama. Bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Adanya hubungan antara BOD dan COD, hal ini didasarkan karena jumlah senyewa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibanding dengan oksidasi secara biologis (Santika 1984).
Parameter Biologi Perairan Mikroorganisme Perairan Jenis mikroorganisme yang sangat mempengaruhi kualitas air adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal didalam kotoran manusia maupun hewan. Keberadaan E. coli merupakan indikator yang menunjukkan bahwa suatu perairan telah tercemar oleh suatu kotoran manusia dan hewan.
Makrozoobenthos Makrozoobenthos merupakan salah satu kelompok biota yang hidup dalah ekosistem sungai, terutama didasar perairan yang mengalir. Berdasarkan ukurannya benthos dibagi kedalam tiga kelompok (Odum 1996) :
22
a. Mikrozoobenthos atau mikrofauna Merupakan hewan bentos yang mempunyai ukuran lebih kecil 0,1 mm, contohnya protozoa. b. Meiobentos atau meifauna Merupakan hewan bentos yang mempunyai ukuran antara 0,1 sampai 1,0 mm. contohnya protozoa yang berukuran besar, cacing-cacingan, chidaria, dll c. Makrozobenthos atau makrofauna adalah hewan bentos yang mempunyai ukuran lebih dari 1 mm, contohnya Echinodhermata, Crustacea, Annelida, dll. Hewan bentos yang relatif tidak bergerak seperti cacing, lintah, molusca, dan kelompok Anthropoda yang bergerak perlahan pada daerah yang terbatas untuk mencari makan. Peran penting organisme bentik dalam komunitas aquatik adalah kemampuannya mendaur ulang bahan-bahan organik, seperti limbah rumah tangga, pertanian dan perikanan serta sisa-sisa organisme yang berasal dari perairan diatasnya atau sumber lain. Selain itu juga sebagai komponen penting mata rantai kedua dan ketiga dalam rantai makanan komunitas aquatik, serta larva insect merupakan makanan utama ikan kecil. Komposisi dan kelimpahannya bergantung pada toleransi atau sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan (makrozoobentos dapat bersifat toleran maupun sensitif), sehingga jenis tersebut dapat dijadikan indikator pencemaran suatu perairan. Makrozoobentos dijadikan sebagai bioindikator perairan sungai karena perilakunya di alam berkolerasi dengan kondisi lingkungan, habitat yang relatif tetap, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan (Wiley 1990). Daya tahan dan adaptasi masing-masing jenis hewan bentos berada antara jenis yang satu dengan jenis lainnya, ada yang tahan dan ada yang tiodak tahan terhadap kondisi perairan setempat. Hal ini menyebabkan adanya hewan bentos tertentu dapat dijadikan petunjuk untuk menaksir atau menilai kualitas perairan. Menurut Brinkhurst et al. (2002) dibandingkan dengan organisme lainnya makrozoobenthos lebih efektif didalam penentuan kualitas air, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain : a. Mempunyai sifat hidup yang relatif menetap meskipun kualitas air tidak mengalami perubahan. b. Termasuk sebagai hewan yang menghuni habitat akuatik dalam spectrum luas, dengan berbagai kualitas air. c. Mempunyai masa hidup yang relatif lama (beberapa bulan hingga dua tahun ) sehingga keberadaannya memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan sekitarnya. d. Lebih mudah untuk didentifikasi dibandingkan dengan jenis indikator lainnya. e. Jumlahnya relatif banyak, pengumpulannya lebih mudah. Sebagai bioindikator, hewan ini dapat memenuhi tujuan pemantauan kualitas air yang hakiki (Odum 1996): 1. Memberikan petunjuk telah terjadi penurunan kualitas air. 2. Mengukur efektivitas tindakan penanggulangan pencemaran. 3. Menunjukkan kecenderungan untuk memprediksi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang.
23
Makroinvertebrata dapat berlaku sebagai monitor kontinyu air, tidak seperti hal nya kualitas fisik dan kimia air yang berlaku sesaat, bahkan respon dari komunitas bentos lebih luas dari polutan air. Memepertimbangkan beberapa penemuan metode pendugaan biologis berdasarkan pada hewan makroinvertebrata dan fakta bahwa makroinvertebrata telah dipergunakan secara luas sebagai bagian dari integral untuk monitoring kualitas air.
Penilaian Status Pencemaran Status mutua air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada waktu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu air di Indonesia digunakan untuk berbagai kebutuhan telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, yaitu : 1. Kelas satu, air yang diperuntukkan dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi tanaman, dan atau peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Penentuan status mutu air dilakukan dengan menggunakan indeks pencemar menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 115 tahun 2003. Dengan menggunakan indeks pencemar dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Limbah yang diolah ataupun yang tidak diolah apabila masuk ke perairan akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Tekanan tersebut berupa pengurangan dan penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada dalam air (Sanusi et al. 2005). Kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar sebagai self purification. Kemampuan perairan untuk pembersihan diri ini juga dikenal dengan istilah kapasitas asimilasi (assimilative capacity). Kapasitas asimilasi adalah kemampuan suatu ekosistem untuk menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan kesehatan yang tidak dapat ditoleransi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah sedangkan daya tampung beban pencemaran (assimilative capacity) adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Menurut Ginting
24
(2007) kapasitas asimilasi suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut: 1. Jumlah beban pencemar yang masuk ke perairan Jumlah beban pencemar yang masuk ke perairan sangat berpengaruh terhadap kapasitas asimilasi, karena apabila beban pencemaran masuk ke perairan dalam jumlah kecil, maka cenderung lebih mudah dan cepat untuk di asimilasi. Apabila jumlah beban pencemar tinggi, maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk di asimilasi. Jumlah beban pencemaran apabila dihubungkan dengan konsentrasi pencemar dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perairan. Apabila konsentrasi pencemar telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan perairan tersebut sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. 2. Aktifitas penduduk disekitar perairan Aktifitas penduduk disekitar perairan sangat berpengaruh terhadap jenis dan jumlah pencemar yang masuk ke perairan. Untuk aktifitas industri misalnya, lebih banyak dan beragam dalam menimbulkan beban pencemaran. Hal ini disebabkan aktivitas industri lebih banyak dan intensif dalam memproduksi suatu produk, sehingga beban pencemaran yang dihasilkan juga lebih tinggi. Aktifitas pertanian disepanjang perairan menyebabkan pencemar yang berasal dari pupuk lebih banyak masuk ke perairan, sedangkan pemukiman penduduk menghasilkan limbah domestik. 3. Daya dukung lingkungan Daya dukung lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses asimilasi, yang tergolong daya dukung lingkungan diantaranya adalah ketersediaan oksigen, kecepatan arus, debit air. Oksigen berpengaruh dalam penguraian limbah pencemar. Kecepatan arus dan debit selain berpengaruh dalam ketersediaan oksigen juga berpengaruh proses pengenceran secara fisik, penyebaran, dan pengendapan, karena limbah baik yang dioleh maupun yang tidak akan masuk ke perairan akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Perairan dengan arus air yang deras sejumlah bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. 4. Ketersediaan oksigen Beban limbah yang masuk keperairan harus dikendalikan agar sesuai dengan daya dukung asimilasi perairan yaitu ketersediaan cadangan oksigen, hal ini dikarenakan kemampuan perairan untuk mereduksi bahan pencemar sangat bergantung pada ketersediaan oksigen pada perairan itu sendiri. Ketersediaan oksigen berperan dalam proses penguraian bahan-bahan pencemar secara aerob. 5. Adanya fitoplankton Keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan sangat penting dalam proses asimilasi, hal ini dikarenakan fitoplankton merupakan produsen utama pada perairan. Fitoplankton salah satu salah satu sumber utama dalam ketersediaan oksigen pada perairan, karena plankton berperan dalam menaikkan kadar oksigen terlarut dalam air dan kapasitas asimilasi akan meningkat apabila terjadi pertumbuhan plankton yang melimpah. Oksigen diperlukan dalam dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Proses penguraian limbah dari bahan organik menjadi bahan-bahan anorganik dapat
25
terjadi secara aerob maupun anaerob. Kondisi aerob air kelihatan bersih, tidak berbau, hewan dan tumbuhan air dapat hidup normal, sebaliknya pada kondisi anaerob air tampak hitam dan kotor, berbau busuk, hewan dan tumbuhan air mati. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dan juga proses anaerob lebih lambat disbanding aerob. Umumnya proses anaerob yang terjadi diperairan tidak dapat diterima oleh masyarakat, sehingga kapasitas asimilasi hanya digunakan untuk proses penguraian bahan pencemar dalam kondisi aerob.
Dampak Pencemaran Perairan terhadap Ekosistem dan Kesehatan Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, daya tampung, dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam. Pencemaran sungai oleh limbah industri dan limbah domestik serta aktifitas manusia lainnya, berlangsung akibat hadirnya bahan pencemar dalam air yang selanjutnya mengakibatkan efek pencemaran pada ekosistem sungai. Akibat terjadinya pencemaran sungai maka keseimbangan sistem sungai akan bergeser ke arah keseimbangan baru sehingga akan terjadi perbedaan fungsional di banding keadaan semula (Soerianegara 1977). Sungai yang tercemar air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam sungai tersebut. Hal ini akan menyebabkan kehidupan organisme air yang membutuhkan oksigen terganggu dan mengurangi perkembangannya. Selain disebabkan kekurangan oksigen, kematian kehidupan didalam air dapat juga disebabkan oleh adanya zat beracun. Bahan pencemar yang menimbulkan ancaman terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor, nutrient berlebih, senyawa organik, sampah, plastik, logam, hidrokarbon, dan hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH). Penguraian limbah di perlukan oksigen sehingga selama proses penguraian limbah oksigen terlarut dalam perairan menurun dengan tingkat penurunan berbanding lurus dengan jumlah limbah yang di urai. Limbah organik sebagian besar ada di lapisan bawah badan air, karenanya dampak penguraian yang berupa penurunan oksigen terlarut dan timbulnya gas-gas beracun terjadi di lapisan bawah badan air dan mengakibatkan jatah oksigen bagi biota air berkurang jumlahnya (Ginting 2007). Kandungan bahan yang butuh oksigen cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang tersedia untuk kehidupan akuatik menurun yang mengakibatkan organisme akuatik mengalami tekanan atau kematian. Penurunan oksigen dapat menyebabkan masalah kualitas air pada badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air sering mengakibatkan peristiwa ikan mati masal akibat kekurangan oksigen. Pembuangan limbah organik yang terus-menerus kedalam suatu badan air akan memicu pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan sehingga menyebabkan air yang berwarna hijau, peristiwa ini disebut blooming sehingga kurang menguntungkan bagi organisme lain, hal ini disebabkan karena pada malam hari fitoplankton memerlukan oksigen untuk respirasi bagi yang hidup dan dekomposisi bagi yang mati. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan organisme, misalnya suhu, pH, BOD, unsure-unsur kimia yang terdapat diperairan (Ginting 2007). Perairan yang banyak mengandung bahan organik tinggi mempunyai BOD tinggi. Konsentrasi BOD yang tinggi menyebabkan kandungan oksigen terlarut didalam air menjadi rendah, akibatnya oksigen sebagai sumber kehidupan bagi biota air
26
(hewan dan tumbuhan) tidak dapat terpenuhi sehingga biota air tersebut menjadi mati (Effendi 2003). Konsentrasi BOD yang tinggi juga menunjukkan jumlah mikroorganisme pathogen juga banyak. Mikroorganisme pathogen dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia. Limbah organik yang mengandung padatan terlarut yang tinggi dapat menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota untuk fotosintesis. Kualitas air juga berpengaruh terhadap kesehatan, mengingat sifat air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme dan mudah sekali melarutkan berbagai material. Kondisi sifat air tersebut menyebabkan air mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atau penyebar penyakit. Menurut Wardhana (2001) air membawa penyakit menular meliputi (1) air sebagai media hidup mikroba pathogen, (2) air sebagai insekta penyebar penyakit, (3) jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup, sehingga manusia tidak bisa membersihkan dirinya, (4) air sebagai media untuk hidup vektor penyebar penyakit. Logam bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Keberadaan logam berat dalam air akan membahayakan orang yang mengkonsumsinya (Wardhana 2001). kadmium walaupun dalam dosis kecil bisa menimbulkan keracunan. Akumulasi cadmium dalam jaringan tubuh akan mengganggu fungsi ginjal, hati, sistem reproduksi, gangguan pada otaksehingga dapat mengakibatkan gangguan kecerdasan mental. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Menurut badan dunia FAO/WHO konsumsmi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500µg per orang atau 7µg per kg berat badan. Daya racun yang di miliki akan menghalangi kerja enzim, sehingga proses metabolism tubuh terputus. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama perairan telah terkontaminasi logam berat, maka proses pembersihannya akan sulit sekali di lakukan (Suwari 2010).
Analisis Risiko Beberapa definisi dari analisis risiko, menurut EPA (1986) analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan (www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System). Analisis risiko juga merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai dan melakukan prediksi apa yang terjadi akibat adanya pemaparan atau pencemaran terhadap bahaya yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Menurut Richardson (1989) analisis risiko adalah proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah dengan keragaman kemungkinan yang ada dan ketidakmungkinan yang akan terjadi. Dalam analisis risiko pertama kali masalah harus didefinisikan dan risiko diperkirakan, kemudian risiko dievaluasi dan dipertimbangkan juga faktor-faktor yang mungkin bisa mempengaruhi sehingga bisa diputuskan tindakan mana yang bisa diambil. Proses perkiraan risiko, evaluasi risiko, pengambilan keputusan, dan penerapannya disebut analisis risiko. Dalam analisis risiko ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu : 1. Identifikasi bahaya 2. Perkiraan risiko
27
3. Evaluasi risiko 4. Penentuan risiko yang bisa diterima 5. Manajemen risiko Secara harfiah arti dari risiko adalah probabilitas terjadinya suatu hal yang menyebabkan kehilangan ataupun kerugian. Bahaya (hazard) dan risiko (risk) adalah kata kata yang digunakan dalam bahasa sehari-hari dengan arti yang hampir sama, secara teknis keduanya mempunyai perbedaan (Watts 1997) : Bahaya (hazard) : adalah karateristik atau sifat benda, kondisi atau aktifitas yang berpotensial menimbulkan kerusakan, kerugian kepada manusia, harta benda, dan lingkungan. Risiko (risk) : adalah penggabungan dari akibat-akibat yang mungkin diterima dari bahaya yang telah ada terhadap manusia. Risiko ini menggambarkan frekuensi dan intensitas dari bahaya kepada populasi yang terpapar. Dalam analisis risiko ada 2 (dua) jenis risiko yang harus diperhitungkan yaitu risiko awal (background risk) dan risiko tambahan (incremental risk). Risiko awal adalah risiko yang diterima oleh populasi tanpa adanya senyawa kimia berbahaya di lokasi yang akan dianalisa, sedangkan risiko tambahan adalah besarnya risiko yang diterima karena adanya zat kimia berbahaya di dalam lingkungan. Total risiko adalah penjumlahan antara risiko awal dan risiko tambahan. Menurut Watts (1997) risiko dapat dirumuskan apabila terdapat :
1. Bahaya (hazard). 2. Jalan perpindahan (pathway), yaitu dengan apa efek bahaya dapat berpindah. 3. Target / receptor, yaitu penerima yang terkena efek bahaya. Rantai sebab akibat dapat digambarkan sebagai berikut : Hazard Pathway Target/ Receptor Menurut Watts (1997) Dalam analisa risiko ada empat langkah yang yang harus dilakukan untuk mengetahui besarnya risiko, yaitu : 1. Hazard Identification, meliputi identifikasi keberadaan zat kimia berbahaya di sumber dan karakteristiknya (analisis sumber pencemar). 2. Exposure Assesment, meliputi bagaimana zat berbahaya tersebut berpindah ke reseptor dan jumlah intake yang diambil (analisis jalur perpindahan). 3. Toxicity Assesment, meliputi indikasi numerik dari tingkat toksisitas untuk menghitung besarnya risiko (analisis reseptor). 4. Risk Characterization, meliputi penentuan jumlah risiko secara numerik dan ketidakpastian dari perkiraan tersebut. Tujuan Analisis Risiko Analisis risiko digunakan untuk mengetahui besarnya risiko yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam manajemen risiko. Pengelolaan limbah B3 analisis risiko menyediakan informasi guna dapat memilih dan memutuskan pengolahan dan pembuangan limbah secara tepat, remidiasi lahan terkontaminasi, minimalisasi produksi limbah, penentuan lokasi dan pengembangan produk-produk baru. Analisis risiko perlu menekankan
28
dan memperhatikan bahwa perkiraan risiko adalah salah satu sumber informasi dan banyak faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan seperti adanya campur tangan politik, ekonomi, sosial dan faktor-faktor lainnya (La Grega et al. 2001). Informasi dari hasil analisis risiko digunakan dalam proses manajemen risiko dalam mempersiapkan pengambilan keputusan dalam rangka perlindungan ekosistem lingkungan (www.epa.gov/iris/: Integrated Risk Information System). Contoh dari penerapan manajemen risiko adalah dalam pengambilan keputusan berapa banyak parameter kontaminan yang diperbolehkan dibuang ke badan air. Beberapa tujuan dalam analisis risiko yaitu : 1. Memperkirakan batasan atau akibat dari kejadian terburukyang mungkin terjadi dengan atau tanpa perkiraan. 2. Membantu dalam penentuan peraturan dan kebijakan. 3. Memperkirakan besarnya risiko yang masih bisa diterima. Menurut WHO (2006a) kriteria penting untuk menetapkan prioritas dalam pemilihan zat kimia untuk pengkajian risiko adalah (a) indikasi/dugaan adanya bahan yang beresiko terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan, (b) kemungkinan bahwa tingkatan produksi tertentu dan penggunaan zat kimia dapat membuka peluang terjadinya pemaparan, (c) kemungkinan persistensinya dilingkungan, (d) kemungkinan bioakumulasi, (e) tipe dan besar populasi yang mungkin terpapar. Metode analisis risiko digunakan untuk menilai faktor bahaya yang paling berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap menurunnya tingkat kesehatan seseorang akibat faktor bahaya tersebut. Analisis risiko kesehatan terdiri atas beberapa tahap identifikasi bahaya, analisis pemaparan, analisis dosis-respon dan karakteristik risiko. Tahapan dalam analisis risiko disajiakan pada Gambar 2.1
Identifikasi Bahaya
Analisis Pemaparan
Analisis Dosis-Respon
Karakterisasi Risiko
Manajemen Risiko
Gambar 2.1 Tahapan dalam analisis risiko kesehatan (Sumber EPA 1986 dalam Rahman 2007) Berdasarkan bagan tahapan analisis risiko kesehatan diatas menurut EPA (1986) penjabaran umum mengenai tahapan analisis risiko kesehatan sebagai berikut:
29
1. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah proses untuk memperoleh data mengenai masalah kesehatan yang dapat terjadi akibat adanya suatu bahan yang dapat ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent. Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah langkah pertama yang dilakukan dalam analisis risiko. Identifikasi bahaya perlu dilakukan karena tidak mungkin untuk menganalisa semua zat kimia yang ada di dalam suatu daerah yang tercemar. Dengan dilakukannya identifikasi bahaya dapat diketahui bahaya paling potensial yang harus dipertimbangkan atau mewakili risiko yang mendesak. Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan mengamati gejala dan penyakit yang berhubungan dengan toksisitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam studi-studi sebelumnya. Data penelitian terhadap manusia merupakan data yang sangat baik dalam mengevaluasi risiko kesehatan terhadap manusia yang dikaitkan dengan pemaparan terhadap suatu zat. Dalam analisis risiko diperlukan data-data yang jelas dan zat kontaminan apa yang terdapat dalam lokasi yang tercemar, konsentrasi, luasan distribusi, dan bagaimana kontaminan berpindah ke reseptor potensial di sekitar lokasi. Menurut Richardson (1989) data-data yang diperlukan dalam identifikasi bahaya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Sejarah lokasi Tataguna lahan Tingkat pencemaran dalam media (air tanah, air permukaan, udara) Karakteristik lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadan dan transportasi zat kimia kontaminan tersebut, antara lain data hidrogeologi, topografi dan geologi. 5. Pengaruh yang potensial terhadap populasi. Lahan yang tercemar memungkinkan terdapat banyak zat kontaminan, apabila semua zat tersebut diamati maka pengolahan data menjadi terlalu rumit dan tidak realistis. Untuk itu diperlukan suatu screening (penyaringan) terhadap zat kimia tersebut untuk mengetahui bahan kimia yang spesifik, yang paling dikawatirkan dan diharapkan dapat mewakili semua zat kimia yang terdeteksi pada lokasi. Masih menurut Richardson (1989) tujuan identifikasi zat berbahaya adalah untuk memperkecil jumlah dari bahan kimia yang harus dijadikan model pada analisis dan menjadi fokus usaha pengendalian. Secara toksikologi, dalam memilih zat kimia yang akan dianalisis didasari pertimbangan sebagai berikut : 1. Paling bersifat toksik, menetap dan dapat berpindah-pindah tempat. 2. Paling umum dan merata keberadaanya baik secara konsentrasi dan distribusi. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk memilih zat kimia yang terdeteksi di lokasi dimulai dengan pemilihan awal yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Memilih media kontaminasi yang akan diteliti ( misalnya air permukaan) 2. Mentabulasikan semua zat kontaminan yang terdeteksi di dalam lokasi baik rata-rata maupun batasan konsentrasi yang ditemukan di lokasi. 3. Mengidentifikasikan bahaya parameter kontaminan.
30
2. Analisis Pemaparan Analisis pemaparan atau exposure assessment adalah proses untuk memperoleh frekuensi, durasi, dan pola pemaparan suatu zat terhadap manusia. Analisis pemaparan bertujuan untuk mengetahui mengenai pemaparan jalur-jalur risk agent agar jumlah asupan yang di terima individu dalam populasi dapat di hitung. Perkiraan penyebaran (exposure assesment) adalah salah satu segi dalam analisis risiko yang menghitung besarnya level pemaparan aktual dari populasi atau individu yang terpapar. Untuk memberikan pengertian akan sumber kontaminasi, hal yang harus dilakukan adalah menggambarkan sumber dan distribusi kontaminan pada lokasi dilanjutkan bagaimana zat ini bisa terlepas ke lingkungan, bagaimana kontaminan berpindah tempat dan dan reseptor potensial yang mungkin terkena (La Grega et al. 2001). Menurut La Grega et al. (2001) hal awal yang dilakukan dalam exposure adalah: 1. Identifikasi ekosistem potensial yang terpapar. 2. Identifikasi jalur penyebaran potensial. 3. Perkiraan konsentrasi. 4. Perkiraan dosis intake. Tingkat pemaparan diukur berdasarkan pada frekuensi dan durasi pemaparan pada media seperti tanah, air, udara atau makanan. Tingkat pemaparan suatu kontaminan tergantung pada konsentrasi awal dari suatu kontaminan, penyebaran dan pengencerannya pada media udara, air, tanah maupun makanan. Reaksi kimia yang terjadi dalam media dimungkinkan dapat menyebabkan cemaran menjadi lebih berbahaya atau tingkat bahayanya dapat berkurang dari senyawa aslinya. Konsentrasi dari zat kimia yang menyebar dapat diperkirakan dengan data hasil sampling dan dengan model transport. Dalam perkiraan persebaran terdapat rantai peristiwa yang saling berhubungan. Rantai persebaran ini dinyatakan sebagai rute atau pathway. Dalam rantai persebaran terdapat elemen-elemen yang menjadi bagian dari analisis perpindahan (La Grega et al 2001), yaitu : 1. Sumber 2. Mekanisme pelepasan zat kimia, misalnya dengan perlindian. 3. Mekanisme transport, misalnya melalui aliran permuakaan. 4. Mekanisme transfer, misalnya dengan absorbsi. 5. Mekanisme transformasi, misalnya dengan biodegradasi. 6. Titik persebaran, misalnya pada semburan Lumpur panas Lapindo. 7. Reseptor, misalnya biota air permukaan. 8. Rute persebaran. Mekanisme transfer dan transformasi senyawa kimia dapat dilihat pada Tabel 2.6 Tabel 2.6 Mekanisme transfer dan transformasi senyawa kimia Media Air Tanah Atmosfir
Mekanisme Perubahan Transfer Transformasi Penguapan Biodegradasi Adsorbsi Degradasi fotokimia Diserap oleh tumbuhan Biodegradasi Terlarut air hujan Terbilas hujan Oksidasi oleh ozon Pengendapan secara gravitasi
Sumber : La Grega et al. 2001
31
3. Analisis Dosis –Respon Analisis dosis-respon adalah penentuan hubungan antara nilai dosis atau tingkat paparan suatu bahan kimia dan respon berupa kejadian-kejadian yang berkaitan dengan efek buruk dan efek membahayakan. Melalui analisis dosisrespon dapat diperkirakan jumlah zat yang masuk dalam tubuh dan pengeruhnya terhadap kesehatan seseorang. Menurut enHealth (2004) dan WHO (1990) Analisis dosis-respon, disebut juga dose-response assessment atau toxicity assessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk spesi kimia-nya. Toksisitas dinyatakan sebagai dosis referensi (reference dose, RfD) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek-efek karsinogenik. Analisis dosis-respon merupakan tahap paling menentukan karena ARKL hanya bisa dilakukan untuk risk agent yang sudah ada dosis-responnya. RfD adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan ha-rian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat. Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD dan untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut reference concentration (RfC). Dalam analisis dosis-respon, dosis dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested) atau terserap melalui kulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari). Respon atau efek nonkarsinogenik, yang disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan oleh dosis risk agent tersebut dapat beragam, mulai dari yang tidak teramati yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap, kelainan fungsional yang kronik, sampai kematian. Dosis yang digunakan untuk menetapkan RfD adalah yang menyebabkan efek paling ren-dah yang disebut NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Ob-served Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisi-tas kronik atau subkronik yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek me-rugikan pada hewan uji atau pada manusia. Dosis-respon kuantitatif beberapa zat toksik dapat dilihat pada Tabel 2.7
32
Tabel 2.7 Dosis-respon kuantitatif non-karsinogen beberapa zat toksik
Risk Agent
Merkuri (Hg)
Kadmium (Cd)
RfD atau RfC (mg/kgbb/hari)
1.00E-04
5.00E-04
CSF (mg/kgbb/hari)
Efek Kritis
−
kelainan neuropsikologis perkembangan dalam studi epidomologi( AnHealth 2004)
0,38
Arsen (As) Bromoform (CHBr3)
3.00E-04
1.50
2.00E-02
7.90E-03
Timbal (Pb)
1.00E-03
0.04
Proteinuria paparan kronik pada manusia (USEPA 2001) Hiperpigmentasi, keratosis dan kemungkinan komplikasi vaskular paparan oral (Tseng 1977, Tseng et al 1968, Shu et al 2013) Lesi hepatik uji hayati sub kronik gavage oral pada tikus TNAS (2007) Neurological and Neorotoxic pada manusia, kanker pada hewan dan manusia (WHO 2006, Lyon 2006)
Sumber: IRIS 2007, Rahman 2007
4. Karakterisasi Risiko Karakteristik risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dari ketiga langkah sebelumnya sehingga dapat diperkirakan efek suatu zat terhadap kondisi kesehatan. Karakteristik risiko kesehatan dinyatakan dengan tingkat risiko (risk quotient) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan excess cancer risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik. Dati tingkat risiko tersebut dapat dilihat tingkat risiko kualitas perairan maupun logam Pb dan Cd yang ada dilokasi penelitian, sehingga dapat dilakukan langkah selanjutnya untuk menurunkan intake (masukan) sehingga tingkat risiko di lokasi penelitian tersebut nilainya kurang dari satu. 5. Manajemen Risiko Pengendalian Pencemaran Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Manajemen Risiko adalah bagian integral dari manajemen dan pengambilan keputusan yang baik di tiap tingkatan organisasi. Proses manajemen risiko adalah suatu proses yang bersifat berkesinambungan, sistematis, logik, dan terukur yang digunakan untuk mengelola risiko. Proses manajemen risiko meliputi penerapan kebijakan, prosedur, dan praktek untuk melaksanakan penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring dan review. Kualitas lingkungan hasil pengukuran dilapangan dapat di ambil manajemen risikonya, tujuannya melakukan pengendalian agar pencemaran lingkungan dapat di kendalikan. Berdasarkan karakteristik risiko, dapat dirumuskan pilihan-pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan tingkat risiko (RQ) dan ECR, sehingga RQ < 1 dan ECR<10-4 dengan menurunkan risk agent nilai faktor-faktor pemaparan sedemikian rupa sehingga ujuannya asupan (intake) lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya.
33
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Donan, Cilacap-Jawa Tengah. Analisis sampel dilaksanakan di laboratorium kualitas air (Proling) Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Waktu penelitian secara keseluruhan selama lima bulan, Oktober 2012-Februari 2013.
Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Cilacap, Bappeda Kabupaten Cilacap, Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap), jurnal, maupun penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian. Data primer diperoleh dengan analisis laboratorium terdiri dari sampel air, sedimen, kerang dan wawancara dengan pihak terkait.
Penentuan Lokasi Sampel Lokasi studi di pilih mengingat adanya berbagai aktivitas di sepanjang perairan studi. Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan purposive sampling/berdasarkan pendekatan konseptual. Sampel air sungai diambil sepanjang enam stasiun meliputi stasiun pertama lokasinya sebelum pabrik semen Holcim, stasiun kedua terletak di muka pabrik semen Holcim, stasiun ketiga terletak di dekat kawasan pengembangan industri Cilacap, stasiun keempat terletak di muka kilang minyak Pertamina, stasiun kelima terletak di dekat kegiatan pelabuhan, stasiun keenam terletak di muara menuju Segara Anakan. Stasiun pengambilan sampel dapat dideskripsikan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Deskripsi stasiun pengambilan sampel Stasiun 1 2 3 4 5 6
Keterangan Sebelum pabrik pengolahan semen, adanya aktivitas penduduk (pertanian) sekitar sungai, kawasan mangrove Kawasan pabrik pengolahan semen, kawasan mangrove Kawasan industri pengembangan Cilacap, kawasan mangrove Kawasan industri migas Pelabuhan, pabrik pengantongan pupuk, estuary Muara menuju Segara Anakan, kawasan perhutani
34
Peta stasiun pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Peta lokasi pengambilan sampel
Metode Pengambilan Sampel Parameter Fisika dan Kimia Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diukur didasarkan pada parameter kualitas air yaitu air peruntukannya dapat digunakan untuk keperluan pertanian, perikanan, dan rekreasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, mutu air kelas II.
35
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada kondisi pasang dan surut. Pengambilan sampel ini dilakukan pada tiga lapisan yaitu pada permukaan, tengah dan dasar sungai. Sampel air pada ketiga lapisan tersebut di campur menjadi satu (komposit) agar homogen. Sampel air yang telah homogen dimasukkan ke dalam botol plastik kemudian ditutup rapat, kemudian dimasukkan kedalam kotak yang berisi es (ice box) untuk dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Beberapa parameter seperti suhu, pH, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan pengukurannya langsung dilakukan di lokasi pengambilan sample (in situ). Parameter analisis fisika, kimia dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Parameter penelitian dan metode analisis sampel Parameter
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
I. Fisika 1. Suhu
0
C
Pemuaian
Termometer
2. TSS
mg/l
Gravimetri
Timbangan analitik
4. Kekeruhan
JTU
Turbidimetri
Turbiditimeter
Unit PtCo
VCM
Skala PtCO
1. pH
-
Potensiometri
pH meter
3. DO
mg/l
Titrimetri winkler/in situ
DO meter
4. BOD5
mg/l
Titrimetrik
5. COD
mg/l
Spektrofotometrik
Peralatan titrasi Spektrofotometer, titrasi
Pb (timbal)
mg/kg
Spektrofotometrik
Spektrofotometer
Cd (tembaga)
mg/kg
Spektrofotometrik
Spektrofotometer
Pb (timbal)
mg/kg
Spektrofotometrik
Spektofotometer
Cd (tembaga)
mg/kg
Spektrofotometrik
Spektofotometer
5. Warna II. Kimia
III.Logam Berat
III. Kerang
Parameter Biologi Sampling organisme benthos dilakukan dengan menggunakan alat Ekman Grab sampler. Pengambilan benthos dilakukan pada kedalaman +5 meter menggunakan alat Fish Finder 250 merk Garmin. Sampel kerang kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam ice box.
Analisis Data
Indeks Pencemaran Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 115 tahun 2003 indeks pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk
36
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Penelitian ini menggunakan metoda indeks pencemaran diharapkan dapat mewakili keadaan secara menyeluruh pada lokasi penelitian. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemar menggunakan berbagai parameter kualitas air. Berdasarkan nilai ratarata dan nilai maksimum rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: IPj = {(Ci/Lij)R,(Ci/Lij)M} Keterangan : Ci : Konsentrasi (mg/l) Lij : Baku mutu (mg/l) (Ci/Lij)R : Ci/Lij rata-rata (Ci/Lij)M : Ci/Lij maksimum Jika (Ci/Lij)R merupakan ordinat dan (Ci/Lij)M merupakan absis maka IPj merupakan titik potong dari (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M dalam bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu tersebut. Pernyataan indeks untuk suatu peruntukan dapat dilihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Perhitungan indeks untuk suatu peruntukan (j) Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1.0. Jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata-rata Ci/Lij makin besar, maka tingkat pencemaran suatu badan air akan makin besar pula. Jadi panjang garis dari titik asal hingga titik Pij diusulkan sebagai faktor yang memiliki makna untuk menyatakan tingkat pencemaran. (Ci / Lij )baru =
(Ci/Lij) hasil pengukuran <1 maka (Ci/Lij) hasil pengukuran >1 maka
Cim − Ci(hasilpengu kuran) Cim − Lij
……….…(1)
(Ci / Lij )baru = 1 + P log( Ci / Lij )hasilpengu kuran ……......(2)
IPJ = m (Ci / Lij ) 2M + (Ci + Lij ) 2R
………………..……..……...(3)
Keterangan: m = faktor penyeimbang Parameter untuk menghitung nilai m, IPj = 1.0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1.0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1.0 maka 1.0 = m (1)2 + (1)2 m = 1/ 2 , maka persamaannya menjadi: IPJ =
(Ci / Lij ) 2M + (Ci + Lij ) 2R 2
……………………..………………............…(4)
37
Metode ini dapat langsung menghitung tingkat ketercemaran perairan dikaitkan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap nilai indeks pencemar berdasarkan KepMen LH No 115 Tahun 2003 adalah : 0 ≤ IPj ≤ 1.0 → memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1.0 < IPj ≤ 5.0 →cemar ringan 5.0 < IPj ≤ 10 →cemar sedang → cemar berat IPj > 10 Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi Beban pencemar didapatkan berdasarkan debit sungai dan konsentrasi parameter-parameter yang diamati di dalam sungai dengan persamaan sebagai berikut : BP = Q x C i f……………………………………………………..…....…(5) Keterangan : BP = Beban Pencemar (kg/hari) Q = Debit Sungai (m3/s) C i = konsentrasi parameter ke-i (mg/l) 1kg 24 x3600 det ik f = * 1.000.000mg hari Kapasitas asimilasi perairan terhadap beban pencemaran dilakukan dengan menggunakan metode hubungan antara konsentrasi parameter limbah di perairan dengan total beban limbah tersebut di muara sungai. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara nilai konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan dengan parameter limbah tersebut di muara sungai. Selanjutnya di analisis dengan memotongkan dengan garis nilai baku mutu air kelas II seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi pencemar (sumber: Walukow 2008). Nilai kapasitas asimilasi di dapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter. Selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
38
Y=f(X)………………………………………………………………...….…...…(6) Secara matematis persamaan regresi linier dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a + bX……………………………………………...………………...……...(7) Keterangan : Y = nilai konsentrasi parameter X = Beban Pencemaran a = nilai tengah/ rataan umum b = Koefisien regresi untuk parameter di sungai Analisis kapasitas asimilasi beban pencemaran dilakukan dengan melihat grafik hubungan antara konsentrasi parameter dengan beban pencemar. Jika beban pencemaran di atas nilai kapasitas asimilasi maka dikatakan beban pencemaran melebihi daya tampung perairan atau perairan telah tercemar.
Analisis Risiko Kesehatan Risiko adalah suatu konsep matematis yang mengacu pada kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan akibat pemaparan terhadap suatu polutan. Metode analisis risiko digunakan untuk menilai faktor bahaya yang paling berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap menurunnya tingkat kesehatan seseorang akibat faktor bahaya tersebut. Tingkat risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan dinyatakan sebagai RQ (risk quotient) dan persamaan yang digunakan untuk menghitung RQ (USEPA 2004): I ………………………………………………..………...(8) RfD Keterangan : I = Asupan (Intake) non karsinogenik (mg/kg bb/hr) RfD = Dosis referensi (reference dose) (mg/kg bb/hr) RQ =
Risiko kesehatan dinyatakan ada dan perlu dikendalikan jika RQ>1, namun jika RQ ≤ 1, r isiko tidak perlu dikendalikan tapi perlu dipertahankan agar nilai RQ tidak melebihi 1. Nilai Excess Cancer Risk (ECR) diperoleh dengan mengalikan CSF (cancer slope factor) dengan asupan karsinogenik (USEPA 2004). ECR = CSFxI ………………………………..…..……….…(9) Keterangan : risk agent (I) : Risiko kesehatan tidak diterima jika 10-6<ECR<10-4
Jumlah Asupan di hitung menggunakan persamaan (US-EPA 2004): CsxIRsxEFxAF ……………………..……………….….............(10)
I=
Keterangan :
Wb I C R fe Dt Wb Tavg
= Asupan (mg/kg bb/hr) = Konsentrasi risk agent (mg/l) = Laju asupan atau konsumsi (L/hr) = frekuensi pemaparan (hr/thn) = durasi pemaparan (30 tahun untuk nilai default residensial) = berat badan (kg) = peiode waktu rata-rata (70 tahun x 365hr/thn untuk zat karsinogen, Dt x 365 hr/thn untuk zat non karsinogenik)
39
Pengujian apakah nilai asupan (I) pada kerang masih aman jika dikonsumsi dalam jumlah dan waktu tertentu dengan nilai ECR (Excess Cancer Risk) risiko kanker yang terjadi dapat dihitung dengan rumus: Rfd =
ECR CSF
106<ECR<104…………………..……………………..…..…..…...(11)
Nilai RfD (dose reference) sama dengan I (asupan) kemudian dapat diketahui nilai konsumsi aman pada kerang P. erosa RfdxWbxtavg ……………………………………………………(12) R= CxfexDt
Kuantifikasi pemaparan di Perairan Donan, digunakan model analisis risiko kesehatan yang dikembangkan oleh National Institute of Public Health and Environmental Protection yang mencangkup lima pemaparan yaitu sedimen, air permukaan, material tersuspensi, kontak kulit dengan air permukaan, dan kontak kulit dengan sedimen. Persamaan yang digunakan dalam menghitung total pemaparan adalah (Albering et al. 2009): 1. Asupan bersumber dari sedimen (mg/kg bb/hr) CsxIRsxEFxAF …………………………………………..……..(13) I ds = Wb Keterangan : Cs=konsentrasi kontaminan dalam sedimen (mg/kg dw) IRs = laju asupan sedimen (kg dw/hari paparan) EF = frekuensi paparan (hari/365hari) AF= faktor absorbsi (tanpa satuan) Wb = berat badan (kg) 2.
Asupan yang bersumber dari sungai (air permukaan) (mg/kg bb/ hr) CwxIRwxEFxAF ……………………..………………….….(14) IWS = Wb Keterangan : Cw = konsentrasi kontaminan (mg/l) IRw= laju asupan air permukaan (lt/hr paparan)
3.
Asupan yang bersumber dari material tersuspensi (mg/kg bb/hr) Ism =
CmxCMwxIRwxEFxAF ……………………………………..…(15) Wb
Keterangan:CM
= konsentrasi kontaminan material tersuspensi (mg/kg dw) CMw = kandungan material tersuspensi di air permukaan (kg/lt).
4.
Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen (mg/kg bb/hr) CsxSAsxADxASsxMfxEDsxEFxAF ………..……....…..….(16) Ikds = Wb Keterangan : SAs = luas permukaan kulit untuk paparan sedimen (m2) AD = laju kontak kulit dengan sedimen (mg/cm2) Ass = laju absorbsi dermal (lt/jam) Mf = faktor matriks (tanpa satuan)
40
EDs = durasi pemaparan terhadap sedimen (jam/hari) 5. Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan (mg/ kg bb / hr) CwxSAwxASwxEFxEDwxAF …………………..…………..….(17) Ikdw = Wb Keterangan : SAw= luas permukaan kulit, pemaparan air permukaan (m2) ASw= laju absorpsi dermal {(mg/m2)/(mg/l)/jam} EDw = durasi pemaparan (jam/hr) Nilai default faktor-faktor pemaparan yang digunakan dalam permodelan pemaparan untuk menghitung asupan berbagai jalur pemaparan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Nilai default faktor pemaparan Parameter
Anak
Dewasa
1.00E-03
3.5E-4
5.00E-01
8.30E-01
1
1
0.01
0.005
0.17
0.28
0.95
1.80
Laju kontak dermal dengan sedimen (AD) (mg/cm )
0.51
3.75
Matriks faktor (MF)
0.15
0.15
Frekuensi pemaparan (EF) (hari/365 hari)
30
30
Berat badan (Wb) (kg)
15
70
Durasi pemaparan terhadap sedimen (Eds) (jam/hari) Durasi pemaparan dalam air permukaan (Edw) (jam/hari)
8
8
2
1
0.5
0.5
Laju asupan sedimen (IRs) (Kg dw/hari pemaparan) Laju asupan air permukaan (Irw) (liter/hari pemaparan) Faktor absorbsi (AF) Laju absorpsi secara dermal (Ass) (liter/jam) Luas permukaan kulit untuk pemaparan sedimen 2 (Sas)(m ) 2
Luas permukaan kulit untuk paparan (Saw)(m ) 2
Fraksi Kontaminan (FI) Sumber : USEPA 2001; Albering et al. 1999
Jumlah paparan harian rata-rata : 6 xpaparanhariananak 64 xpaparanhariandewasa x 70 7
...………….(16)
Manajemen Risiko Pengendalian Pencemaran Pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah di pilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia politik. Manajemen risiko terdapat cara atau solusi pengendalian pencemaran agar Perairan Donan sesuai dengan peruntukannya. Proses manajemen risiko adalah suatu proses yang bersifat berkesinambungan, sistematis, logik, dan terukur yang digunakan untuk mengelola risiko. Proses manajemen risiko meliputi penerapan kebijakan, prosedur, dan praktek untuk melaksanakan penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring dan review.
41
Manajemen risiko yang tepat, maka dampak ekologis di perairan badan air di wilayah sekitar Perairan Donan dapat berkurang. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber dan Jenis Pencemar Perairan Donan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sumber pencemar kualitas perairan tiap parameter, baik pada perairan, sedimen maupun pada Polymesoda erosa, mengetahui besarnya beban pencemar, kapasitas asimilasi, dan risiko kesehatan akibat dari bahan pencemar yang masuk keperairan. Secara garis besar, sumber pencemaran yang masuk ke Perairan Donan diklasifikasikan menjadi dua kelompok sumber limbah, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan luar sungai (domestik, pertanian dan peternakan, industri) dan limbah dari dalam sungai. Hasil pengamatan lapangan diketahui berbagai jenis kegiatan yang berlangsung di sekitar kawasan Perairan Donan baik point source maupun nonpoint source, yang merupakan sumber beban pencemar yang masuk ke perairan sungai. Sumber pencemar berupa point source atau aliran dengan saluran titik tertentu antara lain drainase, anak sungai, outlet industri, beberapa industri besar yang terdapat di kawasan tersebut adalah industri migas, unit pengantongan pupuk, industri pengolahan semen, bengkel kapal, pabrik minyak kelapa, industri gula rafinasi. Sumber pencemar non point source merupakan aliran yang masuk tidak berupa saluran tertentu, tidak merata sehingga debitnya sulit diukur. Sumber non poin source dilokasi penelitian diantaranya limbah dari kapal yang berlabuh baik perahu kecil sampai kapal tongkang yang lebih besar, kegiatan pencucian mesin kapal, pembakaran BBM pada alat tranportasi air mengingat lokasi penelitian merupakan pelabuhan yang utama menghubungkan antara Cilacap dengan kawasan Segara Anakan, limbah dari kegiatan domestik, limbah pertanian. Banyaknya industri yang terletak di sepanjang Perairan Donan (industri migas, unit pengantongan pupuk, industri pengolahan semen, bengkel kapal, pabrik minyak kelapa, industri gula rafinasi) dan seringnya terjadi sedimentasi menyebabkan kualitas perairan menjadi buruk di lokasi penelitian. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wiratama (2010) sedimen yang masuk ke badan air di Segara Anakan dapat menyebabkan perubahan pada suhu, salinitas, oksigen yang dibebaskan maupun muatan pada sedimen itu sendiri. Terjadinya erosi dan sedimentasi ini pada akhirnya juga akan meningkatkan transpor hara dari penggunaan lahan yang terdapat di sekitar yang masuk ke perairan sungai.
Parameter Kualitas Air Perairan Donan Evaluasi kondisi Perairan Donan dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis fisik dan kimia kualitas Perairan Donan dengan baku mutu kualitas air yang berlaku, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air untuk mutu air kelas II.
42
Parameter Fisika Kualitas Perairan Donan Pengukuran parameter fisika kualitas perairan diambil sebagai data penunjang penelitian. Parameter fisika kualitas Perairan Donan yang di ukur meliputi suhu, kekeruhan, total padatan tersuspensi (TSS). Suhu Air Suhu air memiliki kaitan erat dengan kualitas lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen terlarut yang ada juga akan semakin menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati. Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara sekitar, kedalaman air, jenis bahan yang masuk ke perairan, tutupan vegetasi dan kekeruhan air. Hasil pengukuran suhu Perairan Donan berkisar antara 28-37.5oC. Nilai suhu terendah terdapat pada stasiun satu kondisi pasang yaitu 28oC. menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 perbedaan suhu alamiah dengan hasil pengukuran tidak boleh lebih dari tiga derajat. Perairan kondisi pasang deviasinya sebesar 2.9 sedangkan pada kondisi surut deviasinya sebesar 3.4, artinya suhu perairan pada kondisi surut melebihi batas yang ditentukan, sedangkan kondisi pasang masuk dalam batasan tetapi perlu harus di jaga agar tidak melebihi batasan yang ditentukan. Deviasi yang tinggi menyebabkan suhu perairan sangat jauh berbeda antara stasiun satu dengan yang lainnya, sehingga berhubungan dengan kenyamanan dan ketahanan biota yang hidup didalamnya. Nilai suhu udara pada stasiun empat selalu lebih tinggi baik pada kondisi pasang maupun surut, hal tersebut karena adanya bahan pencemar dari industri setempat dibuang keperairan, excess air buangan industri industri yang dibuang kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu membuat suhu perairan naik, bahkan masyarakat setempat menyebut aliran tersebut “Kali Panas”. Tingginya suhu perairan di lingkungan dekat stasiun empat membuat biota perairan tidak dapat hidup, begitu juga dengan vegetasi yang ada disekitar wilayah stasiun pengambilan sampel tersebut. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa suhu daerah tropis berkisar antara 27-35oC (Abowei dan George 2009). Tingginya suhu air dan udara disebabkan karena adanya aktivitas kimia maupun biologis seperti degradasi bahan organik dari sampah atau limbah yang terbawa. Pada kondisi surut air sungai turun dan suhu perairan tersebut menjadi tinggi. Selain itu, suhu tinggi diperairan dapat disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi saat ini yang menyebabkan suhu udara meningkat sehingga menyebabkan suhu udara menjadi ekstrim. Industri pengolahan semen limbah yang dihasilkan lebih banyak limbah gas, dan debu. Cerobong asap tiap mesin industri menghasilkan limbah yang dibuang ke udara, selain menyebabkan udara menjadi panas pada lokasi penelitian juga bila terjadi hujan limbah akan menyatu dengan air hujan dan terbawa ke perairan. Perbedaan suhu antar jarak pengamatan tidak terlalu tinggi bahkan relatif sama, hal ini diduga karena perairan bersifat dinamik sehingga kemungkinan terjadinya stratifikasi suhu pun menjadi sangat rendah. Perbedaan suhu juga dapat berpengaruh oleh suhu udara, perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat
43
pengukuran, ketinggian, kekeruhan, kondisi iklim, dan cuaca pada saat pengukuran. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran suhu Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Suhu Perairan Donan pada kondisi pasang dan surut
Kekeruhan Nilai kekeruhan sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Semakin tinggi nilai kekeruhan maka kualitas perairan tersebut semakin buruk. Rata-rata pengamatan nilai kekeruhannya antara 8.25-39.45 mg/l. Nilai kekerukan tertinggi baik pada kondisi pasang maupun surut terletak distasiun dua dan empat, stasiun dua pada kondisi surut sebesar 39.45 mg/l pada kondisi pasang sebesar 27.5 mg/l dan stasiun empat pada kondisi surut sebesar 23.3 mg/l dan pada kondisi pasang sebesar 26.05 mg/l. Nilai kekeruhan yang tinggi disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat didalam air, misalnya pertikel lumpur, bahan organik, plankton dan mikroorganisme (Mason 1981). Nilai kekeruhan di lokasi penelitian pada kondisi surut rata-rata lebih tinggi dibandingkan kondisi pasang karena volume air yang meningkat pada kondisi pasang menyebabkan pencampuran yang baik antar komponen sehingga menyebabkan kekeruhan kondisi pasang menjadi rendah disbandingkan pada kondisi surut. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran nilai kekeruhan Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.2
44
Gambar 4.2 Nilai kekeruhan Perairan Donan Total Suspended Solid (TSS) Padatan tersuspensi terdiri dari partikel halus yang terlarut/tersespensi berupa partikel padatan yang terlarut bersama air serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah, erosi, maupun bahan pencemar yang masuk kedalam badan air. Tingginya bahan tersuspensi pada perairan maka nilai TSS pada saat pengukuran juga tinggi. Padatan tersuspensi mengandung bahan organik dan bahan anorganik (Suwari 2010). Padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan tersuspensi dalam air yang tertahan pada 0.45µm dan tidak terlarut. Padatan tersuspensi juga mempengaruhi fontosintesis dalam air karena mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga akan mempengaruhi oksigen yang ada di perairan (Effendi 2003). Hasil pengukuran TSS Perairan Donan antara 6.5-81.5 mg/l. Pada stasiun dua dan stasiun empat terlihat nilai TSS nya tinggi karena di daerah tersebut dekat dengan wilayah mangrove dan industri baik migas, industri pengolahan semen, gula rafinasi, maupun bengkel perkapalan. Wilayah mangrove pada stasiun dua dan empat tanahnya mudah tersuspensi oleh air sehingga sering menjadi penyebab sedimentasi pada perairan tersebut yang menyebabkan nilai TSS dilokasi tersebut tinggi. Dalam penelitian Sutisna (2007) menyebutkan bahwa di muara sungai nilai TSS nya cenderung lebih besar, hal tersebut disebabkan oleh sedimentasi dan sampah-sampah organik yang terbawa arus sungai yang mengandung padatan yang menyebabkan kekeruhan air. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai padatan tersuspensi <50 mg/l. Tingginya nilai TSS akan menghambat fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air tingginya padatan tersuspensi juga dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fardiaz (1992) padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya kedalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen untuk fotosintesis. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2008) pengendalian sedimentasi harus dilakukan pada sistem sungainya, hal ini tergantung dari karakteristik geometrik hidraulik penampang sungai misalnya lebar, tinggi air, debit air, dan karakteristik sedimen yang terangkut selain itu juga penanaman pohon sekitar sungai sangat penting dilakukan untuk mengurangi erosi dan sedimentasi. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran TSS Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.3
45
Gambar 4.3 Nilai TSS Perairan Donan Parameter Kimia Kualitas Perairan Donan Pengukuran parameter kimia kualitas perairan diambil sebagai data penunjang penelitian. Parameter kimia kualitas Perairan Donan yang di ukur meliputi pH, DO, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), logam berat Pb (Timbal), Cd (kadmium). Derajat Keasaman (pH) Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Besarnya pH air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air. Perubahan pH dalam air akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung antara pH 6.5-8.2. Pada baku mutu perairan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 antara 6-9. Pada pengukuran pada saat pasang maupun surut nilai pH yang didapat antara 5.75-7.25. Rendahnya nilai pH pada stasiun satu diduga terkait adanya aktifitas kegiatan yang ada disekitar perairan, misalnya industri pengolahan semen, perikanan, pertanian, transportasi nelayan yang menangkap hasil perairan. Fluktuasi nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO 2 jika mengalami proses penguraian juga berpengaruhnya waktu pengambilan sampel (Effendi 2003). Air limbah industri bahan organik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi, basa dan garam basa dalam air, hujan asam akibat emisi gas. Rendahnya nilai pH bisa diakibatkan karena terjadinya hujan asam, karena penurunan nilai pH perairan akan mengakibatkan terjadinya peningkatan daya larut dari bahan berbahaya dan beracun (B3), logam berat seperti merkuri (Hg), arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), pestisida, dll serta bahan kimia yang dihasilkan dari kegiatan antropogenik lain seperti tributylin (TBT), pestisida, dan sebagainya (Riani 2012). Pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa nilai pH Perairan Donan masih tergolong layak bagi kehidupan biota. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran pH Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.4
46
Gambar 4.4 Grafik pengukuran nilai pH Perairan Donan Menurut Adeyemo et al. (2008) masalah utama yang terkait dengan asidifikasi adalah meningkatnya pH perairan yang dapat menyebabkan peningkatan kelarutan beberapa logam, disamping pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai pH < 4.5, maka kelarutan atau konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal ini menyebabkan logam dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan biota perairan lainnya serta membuat air tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Oxygen Demand (DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang menggambarkan kondisi kesegaran suatu perairan, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran zat organik pada lokasi tersebut (Effendi 2003). Kadar DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status oksigen dalam badan air. Oksigen dibutuhkan organisme untuk melakukan proses respirasi baik eksternal maupun internal. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan organisme. Kandungan oksigen terlarut juga dapat dijadikan petunjuk tentang adanya pencemaran bahan organik. Pada pengamatan di dapatkan nilai DO antara 1.7-6.9 mg/l. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai DO>4 mg/l. Pengukuran saat kondisi surut didapat nilai DO antara 1.7-2.7 mg/l, sedangkan pada kondisi pasang didapatkan nilai DO antara 3.5-6.9 mg/l. Berkurangnya oksigen pada kondisi surut diakibatkan debit air sungai yang kecil di banding pada saat pasang, penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam air yang tinggi, dan juga banyaknya bahan organik yang masuk ke dalam perairan. Sesuai dengan pendapat Sutisna (2007) afinitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik diperairan, arus dan proses pencampuran serta interaksi antara permukaan air akan dapat mempengaruhi konsentrasi O 2 terlarut, hal tersebut diduga penyebab nilai DO saat pengamatan rendah. Penelitian Suwari (2010) menyatakan bahwa semakin banyak zat organik, semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme. Rendahnya jumlah oksigen diperairan juga berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan tersebut, kemampuan untuk hidup dan kemampuan organisme pengurai limbah berkurang sehingga tingkat pencemaran akan semakin tinggi terutama yang berada paling bawah kolom air yaitu sedimen (Garcia dan Gomez 2004). Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran DO Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.5
47
Gambar 4.5 Grafik nilai pengukuran DO Perairan Donan Penurunan kadar DO dapat terjadi karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan (self purification) sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Peristiwa tersuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air sehingga akan meningkatkan kekeruhan. Biological Oxygen Demand (BOD) BOD adalah banyaknya oksigen yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air selama lima hari. Nilai BOD di gunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin tinggi nilai BOD 5 menunjukkan semakin tingi aktifitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan juga semakin besar kandungan bahan organik di perairan itu. Hasil pengukuran didapatkan nilai BOD antara 3-45 mg/l. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai BOD < 3 mg/l. Nilai BOD yang tinggi terdapat di stasiun dua kondisi pasang sebesar 22.5mg/l , kondisi surut 25 mg/l, stasiun empat sebesar 27.5 dan stasiun 6 pada kondisi pasang yang paling tinggi sebesar 45 mg/l. Nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme didalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Nilai pengukuran BOD apabila hasilnya tinggi maka ada indikasi telah terjadi pencemaran zat organik pada lokasi tersebut, karena kandungan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan organisme. Pemasukan buangan organik dan volume air yang naik maupun turun yang dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Adanya pengaruh arus dan pergerakan massa air yang disebabkan oleh pasang surut di Perairan Donan sehingga diduga adanya pergerakan pada BOD 5 kearah pergerakan arus dan massa air tersebut. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran BOD Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.6
48
Gambar 4.6 Grafik nilai pengukuran BOD Perairan Donan Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan oksigen kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi secara biologis (non-biodegradable) (Santika 1984). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen didalam air. Hasil pengukuran didapat nilai COD antara 50.48-75.42 mg/l. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 adalah <25 mg/l. Pengamatan yang dilakukan dari stasiun satu sampai stasiun enam baik pada kondisi pasang maupun surut di atas baku mutu yang di tetapkan. Tingginya nilai COD karena banyaknya kandungan bahan organik tidak mampu diuraikan secara biologis. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Sutisna (2007) hasil pengamatan COD diatas baku mutu diduga banyak bahan organik yang tidak terurai secara biologis di pelabuhan sunda kelapa yang berasal dari limbah organik dan limbah industri. Nilai COD yang lebih besar dari BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia terutama bahan-bahan non-biodegradable. Tingginya pencemaran konsentrasi BOD dan COD berasal dari buangan limbah industri, pertanian, kegiatan pelabuhan, transportasi air (perahu nelayan maupun kapal penumpang yang menuju segara anakan). Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran COD Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.7
Gambar 4.7 Grafik Nilai pengukuran COD Perairan Donan
Pb (Timbal) Logam timbal (Pb) merupakan kelompok logam berat yang tidak dapat di degradasi oleh tubuh, bersifat toksik walaupun konsentrasinya rendah, sehingga keberadaan dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan lingkungan hidup (Effendi 2003). Hasil penelitian Pb di lokasi penelitian setelah dilakukan uji analisa menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) terdeteksi antara 0.04-0.0985 ppm. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No.
49
82 Tahun 2001 nilai Pb yang diperbolehkan <0.03 ppm. Pada kondisi pasang nilai pengukuran Pb lebih tinggi yaitu antara 0.0795-0.099 ppm di banding kondisi surut antara 0.04-0.093 ppm. Seringnya terjadi sedimentasi di hulu waktu kondisi pasang, maupun lumpur mangrove sekitar sungai yang tergenang air, tingginya curah hujan sehingga debit air sungai juga tinggi pada waktu pasang menyebabkan sedimentasi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Walukow (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tingginya nilai bahan pencemar logam yang mengalir dari Danau Sentani Papua adalah tingginya erosi dan sedimentasi di sekitar bantaran danau tersebut. Tingginya nilai Pb juga disebabkan karena adanya bahan pencemar yang masuk ke perairan, bongkar muat barang atau mobilisasi lalu lintas perairan (perahu) yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Logam yang terdapat dalam ekosistem perairan tidak selalu berbahaya, atau bersifat toksik. Tingginya kandungan logam total dalam perairan tidak dapat disimpulkan bahwa akumulasinya pada organism yang hidup di dalamnya juga akan tinggi. Hal ini disebabkan karena pada saat logam masuk ke perairan logam tersebut akan bereaksi dengan ligan, baik ligan organik maupun ligan anorganik dan selanjutnya akan membentuk struktur kimia yang lebih kompleks, logam berat sangat sulit dilepaskan dari kompleks tersebut, terutama bila terjadi pada sedimen (Riani 2012). Menurut Barreiro et al. (2004) menyebutkan sedimen merupakan tempat terjadinya pengendapan akhir logam berat, dan konsentrasi logam berat pada sedimen tersebut bukan hanya bergantung pada masukan logam berat semata, tetapi juga bergantung pada asal dan komposisi sedimen, ukuran partikel sedimen serta pada jenis reaksinya saat terjadi pengendapan. Tingginya kandungan logam total Keberadaan arus dan gelombang air yang kuat disekitar lokasi pengamatan berperan dalam menentukan keberadaan logam di badan perairan. Hal ini dikarenakan arus dapat mengaduk massa air yang ada didekat dasar perairan maupun yang berada di dalam sedimen sehingga keberadaannya di perairan tidak akan terkonsentrasi hanya pada tempat tertentu saja. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran Pb Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.8
Gambar 4.8 Grafik pengukuran Pb Perairan Donan
50
Kadmium (Cd) Logam Cd bersifat toksik terhadap organisme dan sulit di degradasi dalam tubuh. Kadar logam Cd yang tinggi juga dapat mempengaruhi biota perairan terutama ikan atau kerang. Tingginya logam Cd dapat dijadikan sebagai indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari pencemar yang dibuang ke perairan. Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan karena pada pH yang tinggi cadmium mengalami presipitasi/pengendapan (Effendi 2003). Hasil pengukuran didapat nilai Cd antara 0.008-0.4 ppm. Baku mutu perairan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 sebesar 0.001 ppm. Hasil analisa menggambarkan baik pada kondisi pasang maupun surut diatas baku mutu yang ditetapkan, artinya Perairan Donan telah tercemar logam berat Cd. Lokasi penelitian banyak industri yang berdiri di sekitar Perairan Donan (industri migas, pengolahan semen, bengkel perkapalan, pengantongan pupuk, dll) dan juga aktifitas lain seperti pelabuhan, pertanian, transportasi air yang menggunakan bahan bakar minyak. Sumber Cd dalam badan perairan yang terkontribusi dari limbah industri sangat sedikit yaitu 0.6% dari total kandungan Cd yang ada. Kontribusi paling besar dari logam Cd justru berasal dari limbah padat, kerak bumi, sumber alamiah (hawleyite, sphalerite, greenockite, otavite) Moore (1991) yaitu sebesar 82%, sedangkan limbah yang berasal dari limbah cair rumah tangga dan aliran dari pemukiman dan perkotaan adalah 5%. Hal ini diduga erat ada kaitannya dengan peringatan oleh beberapa lembaga di dunia yang berkaitan dengan lingkungan hidup seperti greenpeace akan bahaya logam kadmium, sehingga apabila suatu industri kedapatan secara nyata mencemari perairan dengan kadmium maka dapat dicabut ijin usahanya. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran Cd Perairan Donan pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 Grafik pengukuran Cd Perairan Donan
Konsentrasi Logam Pb dan Cd dalam Sedimen Sedimen pada perairan mempunyai peranan yang penting sebagai tempat berkumpulnya berbagai bahan pencemar, termasuk logam berat beracun. Telah diketahui bahwa logam berat di lingkungan perairan mempunyai kedudukan yang
51
penting dalam studi ekotoksikologi karena keberadaannya beracun meskipun dalam konsentrasi yang kecil (trace). Dalam kondisi menjadi struktur kimia yang kompleks, logam berat sangat sulit dilepaskan dari kompleks tersebut, terutama apabila kompleks tersebut berada dalam sedimen, bahkan pada sedimen tanah liat dan sedimen yang terdiri dari bahan organik, logam berat sangat sulit terlepas dalam sedimen bahkan tidak dapat terlepas dalam sedimen. Pada sedimen perairan, bahan organik memegang peranan penting dalam mengatur efek biologi dari trace logam berat, yaitu mungkin mempunyai sifat dalam detoksifikasi, membantu mencegah akumulasi secara biologi ataupun bahkan meningkatkan daya racunnya. Hasil pengukuran di dapat konsentrasi Pb antara 0.4-53.6 ppm, sedangkan konsentrasi Cd pada sedimen sebesar 0.08-4.55 ppm. Baku mutu yang ditetapkan oleh Canadian Council Minister of the Environment (CCME) (2002), menetapkan maksimum logam Pb kurang dari 35 ppm, Cd 0.6 ppm. Namun menurut US-EPA (2004) kadar Cd maksimum yang diperbolehkan sebesar 0.67 ppm, kadar Pb yang di perbolehkan kurang dari 47.82 ppm. Sedangkan menurut Ducth Quality Standards For Metal in Sediments (IADC/CEDA 1997) kadar Cd yang diperbolehkan yaitu di bawah 0.8 ppm, dan Pb 85 ppm. Perlu di waspadai kadar logam berat dalam sedimen keberadaannya pada biota laut seperti ikan maupun kerang-kerangan. Hal ini terkait dengan sistem rantai makanan yang ada, karena logam yang terdapat diperairan lama kelamaan akan terakumulasi pada sedimen sehingga kadar logam dalam sedimen menjadi tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Puspitasari 2011) tingginya nilai logam berat yang berada di perairan pesisir Cirebon maka logam berat yang terdapat pada sedimen semakin tinggi begitu juga kerang hijau yang hidup di pesisir Cirebon. Logam berat yang terakumulasi dalam biota yang dikonsumsi oleh manusia seperti ikan dan kerang akan sangat membahayakan. Konsentrasi logam berat pada sedimen lebih tinggi dari pada konsentrasi pada perairan disebabkan adanya akumulasi logam di perairan yang mengendap di dasar air, lama kelamaan logam akan terus bertambah sehingga kadar logam di sedimen lebih tinggi dari kadarnya di perairan (Edet dan Ubuo 2013). Tingginya konsentrasi pada sedimen juga disebabkan karena konsentrasi logam dalam air dipengaruhi oleh faktor musim. Logam logam didalam badan perairan dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antara air dengan sedimen (endapan). Keadaan ini terutama terjadi dibagian dasar perairan. Dimana pada dasar perairan, ion logam dan komplekskompleksnya yang terlarut dengan cepat akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak dengan pertikulat yang melayang-layang pada badan perairan (Palar 2008). Kualitas sedimen juga berpengaruh terhadap kualitas biota perairan yang hidup di perairan tersebut, karena untuk hidup beberapa biota perairan mengambil nutrisi dari sedimen (Forstner et al 1993). Sedimen merupakan tempat terjadinya pengendapan akhir logam berat, dan konsentrasi logam berat pada sedimen tersebut bukan hanya bergantung pada masukan logam berat, tetapi juga bergantung pada asal dan komposisi sedimen, ukuran partikel sedimen serta pada jenis reaksinya pada saat terjadinya pengendapan (Riani 2012). Meskipun demikian sebaran logam berat pada area studi tidak memperlihatkan pola penyebaran yang jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi hidrodinamik dari Perairan Donan yang mempunyai arus air yang kuat dengan pergantian massa air harian. Secara umum, kandungan logam berat di stasiun-stasiun dekat kegiatan industri dan pelabuhan (stasiun dua, empat, lima
52
dan enam) mempunyai kecenderungan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding stasiun yang lain. Dengan demikian kegiatan industri migas, industri pengolahan semen, industri pengantokan pupuk, bengkel perkapalan yang terdapat di pinggir Sungai Donan dan juga transportasi air merupakan sumber utama dari pencemaran logam berat pada sedimen. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran konsentrasi Pb dan Cd sedimen pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.10 & 4.11
Gambar 4.10 Grafik konsentrasi Pb pada sedimen
Gambar 4.11 Grafik konsentrasi Cd pada sedimen Kandungan Logam Berat Pb dan Cd Pada Kerang (Polymesoda erosa) Akumulasi logam Pb dan Cd dalam Polymesoda erosa terjadi karena penyerapan logam dari air media oleh kerang. Konsentrasi logam Pb dan Cd akan terakumulasi pada jaringan lunak kerang. Unsur logam dapat masuk ke dalam tubuh biota perairan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit. Kerang memiliki habitat yang menetap, pergerakan yang lambat, serta memiliki cara makan yaitu dengan cara menyaring air dan nutrisi dari sedimen. Logam yang sudah bersifat bioavailable akan bersifat toksik dan mudah terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup. Logam yang
53
terakumulasi dalam tubuh maka akan menjadi benda asing yang terikat dan terakumulasi pada tubuh mahluk hidup pada akhirnya akan menyebabkan gejala toksisitas pada tubuh mahluk hidup tersebut (Riani, 2012) Hasil pengamatan kandungan logam pada kerang Polymesoda erosa Pb antara 4-53.8 ppm sedangkan logam Cd pada kerang sebesar 0.97-20 ppm. Ambang batas kandungan logam berat Kadmium yang dianjurkan oleh ILO/WHO (1990) bahwa dalam hewan laut dalam hal ini kerang yang dikonsumsi oleh manusia adalah sebesar 0.1 ppm, berdasarkan Dirjen POM Depkes RI No. 03725/B/SK/1989 Pb max 2 ppm, Cd max 1 ppm, hal ini jelas menunjukkan bahwa jaringan pada kerang totok (Polymesoda erosa) yang yang ada di Perairan Donan tidak layak konsumsi karena telah melebihi nilai ambang batas. Pada satasiun dua terlihat baik logam Cd maupun Pb lebih tinggi dari pada konsentrasi pada stasiun lainnya. Hasil tersebut menunjukkan telah terjadi bioakumulasi dalam jaringan lunak kerang, sehingga konsentrasi logam dalam tubuh kerang semakin tinggi. Kenaikan logam dalam jaringan sesuai dengan kenaikan kandungan logam dalam air dan juga sedimen. Logam Pb dan Cd memiliki kecenderungan tinggi kadarnya pada kerang yang memiliki ukuran besar. Hal tersebut karena besarnya cangkang suatu spesies biasanya identik dengan umur spesies tersebut. Artinya semakin besar ukuran cangkang maka umurnya akan semakin lama, sehingga akumulasi logam berat akan berlangsung lebih lama dari pada kerang dengan cangkang yang berukuran lebih kecil. Kecepatan penyerapan secara langsung untuk beberapa logam sesuai dengan tingkatan ketersediannya (konsentrasi) di lingkungan karena kerang mengambil nutrisi dari sedimen. Sesuai dengan pendapat Puspitasari (2011) menunjukkan bahwa konsentrasi Pb pada sedimen sekitar wilayah pelabuhan yang melebihi baku mutu yang ditetapkan menyebabkan tingginya abnormalitas larva kerang di kawasan tersebut. Selain faktor konsentrasi logam yang cukup tinggi dalam sedimen, faktor musim juga berpengaruh terhadap laju masuknya polutan dari daratan. Curah hujan yang tinggi diduga membawa limpasan hasil aktivitas daratan yang dapat mengandung sumber polutan seperti logam berat. Faktor tingginya konsentrasi logam dalam sedimen dan faktor curah hujan yang tinggi, abnormalitas kerang juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak di ukur dalam penelitian ini. Grafik yang menggambarkan tentang penyebaran konsentrasi Pb dan Cd kerang (Polymesoda erosa) pada kedua pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.12 & 4.13
Gambar 4.12 Grafik konsentrasi Pb pada kerang P.erosa
54
Gambar 4.13. Grafik konsentrasi Cd pada kerang P. erosa
Beban Pencemaran Perairan Donan Beban pencemaran merupakan besarnya bahan pencemar yang masuk ke suatu perairan. Aliran masuk dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu, seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri di lokasi penelitian misalnya industri migas, pengolahan semen, pengantongan pupuk, bengkel perkapalan. Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai, yaitu limbah dari kapal yang berlabuh baik perahu kecil sampai kapal tongkang yang lebih besar, kegiatan pencucian mesin kapal, pembakaran BBM pada alat tranportasi air mengingat lokasi penelitian merupakan pelabuhan yang utama menghubungkan antara Cilacap dengan kawasan segara anakan, limbah dari kegiatan domestik, limbah pertanian. Penghitungan beban pencemaran bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemaran, jenis pencemar dan besarnya beban pencemar yang masuk ke perairan. Penghitungan beban pencemaran dari parameter limbah organik COD, BOD, TSS, Logam Pb dan Cd dihitung berdasarkan perkalian antara debit sungai dengan konsentrasi parameter kualitas air yang diteliti. Kecepatan arus saat surut sebesar 0.5155 m/dtk dan kecepatan arus saat pasang 0.4430 m/dtk. Besarnya beban pencemar yang masuk ke Perairan Donan dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Parameter beban pencemaran Perairan Donan No
Beban(ton/hari)
Parameter Pasang
Surut
1
TSS
92
83
2
BOD
67
28
3
COD
225
219
4
Pb
0.25
1.63
5
Cd
0.12
0.25
Sumber: Data perhitungan 2013
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat beban pencemaran tertinggi adalah parameter COD pada kondisi pasang 225 ton/hari, kondisi surut 219 ton/hari.
55
Sedangkan beban pencemar terendah adalah parameter Cd, pada kondisi pasang 0.12 ton/hari, kondisi surut 0.25 ton/hari. Beban limbah sangat di pengaruhi oleh kegiatan masyarakat maupun industri disepanjang Perairan Donan. Tingginya beban pencemar parameter TSS saat pasang 92 ton/hari dibandingkan pada saat surut 83 ton/hari disebabkan karena pada saat pasang biasanya di aliran sungai sering terjadi sedimentasi, begitu juga dengan parameter lainnya BOD, COD, kandungan logam Pb dan Cd di perairan, pada kondisi pasang beban sungai terlihat lebih tinggi daripada pada saat kondisi surut. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Rafni (2004) hasil beban pencemar di dapat pada kondisi pasang lebih rendah dari pada pada kondisi surut. Hal tersebut tergantung pada jenis kegiatan yang terjadi di sekitar perairan, besarnya debit limbah pencemar pada saat pasang maupun surut dipastikan sama. Kapasitas Asimilasi Perairan Donan Perairan Sungai memiliki kemampuan menampung beban pencemaran sampai pada batas-batas tertentu. Kemampuan ini dipengaruhi oleh proses pengenceran dan perombakan yang terjadi di dalamnya. Kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima beban pencemar limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Sanusi et al. 2005). Konsentrasi polutan yang masuk ke perairan danau akan mengalami tiga fenomena, yakni dilution (pengenceran), dispersion (penyebaran) dan decay or reaction (reaksi penguraian). Kemampuan badan air dalam menerima limbah yang masuk ditentukan oleh flushing time (kemampuan pembilasan atau penggelontoran) dan purifikasi. Apabila beban limbah yang masuk ke perairan melebihi kemampuan asimilasinya, maka kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran. Penghitungan kapasitas asimilasi perairan dalam menampung beban pencemar dilakukan secara indirect approach (tidak langsung) yaitu dengan metode hubungan antara masing-masing konsentrasi parameter kualitas air di perairan sungai dengan beban pencemar perairan sungai. Kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001. Jika kapasitas asimilasi belum terlampaui, menunjukkan bahwa beban pencemar yang masuk masih tergolong rendah, dimana beban yang masuk akan mengalami proses difusi atau dispersi atau penguraian di dalam lingkungan perairan. Hal ini ditandai oleh nilai konsentrasi parameter beban pencemar yang masih di bawah nilai ambang batas baku mutu air. Sebaliknya, jika nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui, berarti bahan yang masuk ke perairan sungai tergolong tinggi. Parameter beban pencemar yang dianalisis seperti TSS, BOD, COD, logam Pb dan Cd. Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter beban pencemar dapat dilihat pada Gambar 4.14 sampai Gambar 4.18
56
Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter TSS dapat dilihat pada Gambar 4.14
Gambar 4.14 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter TSS Grafik kapasitas asimilasi terhadap parameter beban pencemar TSS di Perairan Donan terlihat masih dibawah baku mutu yang ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 sebesar 50 mg/l walaupun ada titik proyeksi yang diatas baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa Perairan Donan pada kondisi pasang telah melampaui kapasitas asimilasinya. Kondisi surut walaupun belum melampaui batas asimilasinya tetapi beban pencemar yang masuk harus dijaga agar kondisinya tidak melampaui kemampuannya untuk membersihkan diri sendiri. Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter BOD dapat dilihat pada Gambar 4.15
Gambar 4.15 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter BOD Grafik kapasitas asimilasi terhadap parameter beban pencemar BOD di Perairan Donan titik proyeksi antara beban pencemar dan konsentrasi hasil pengukuran telah diatas
57
baku mutu yang telah ditetapkan untuk BOD, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 BOD>3 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa Perairan Donan baik pada saat pasang maupun surut telah melampaui kapasitas asimilasi, artinya Perairan Donan telah tercemar bahan organik. Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter COD dapat dilihat pada Gambar 4.16
Gambar 4.16 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter COD Grafik kapasitas asimilasi terhadap parameter beban pencemar COD di Perairan Donan, titik proyeksi antara beban pencemar dan konsentrasi hasil pengukuran telah diatas baku mutu yang telah ditetapkan untuk COD, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 COD>25 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa COD Perairan Donan baik pada saat pasang maupun surut sudah melampaui batas asimilasi. Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter logam Pb dapat dilihat pada Gambar 4.17
Gambar 4.17 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter logam Pb
58
Grafik kapasitas asimilasi terhadap parameter beban pencemar Pb di Perairan Donan, titik proyeksi antara beban pencemar dan konsentrasi hasil pengukuran telah diatas baku mutu yang telah ditetapkan untuk Pb, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pb>0.03 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa Perairan Donan baik pada saat pasang maupun surut telah melampaui kapasitas asimilasi, artinya Perairan Donan telah tercemar oleh logam berat Pb. Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter logam Cd dapat dilihat pada Gambar 4.18
Gambar 4.18 Kapasitas asimilasi berdasarkan parameter logam Cd Grafik kapasitas asimilasi terhadap parameter beban pencemar Cd di Perairan Donan, titik proyeksi antara beban pencemar dan konsentrasi hasil pengukuran telah diatas baku mutu yang telah ditetapkan untuk Cd perairan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Cd>0.01 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa Perairan Donan baik pada saat pasang maupun surut telah melampaui kapasitas asimilasi, artinya Perairan Donan telah tercemar oleh logam berat Cd. Secara umum kondisi Perairan Donan dapat di katakan tercemar, seperti yang di paparkan diatas, yang rata-rata parameter pengukuran diatas baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, sehingga perlu adanya solusi atau penyelesaian untuk mempertahankan kondisi perairan agar dapat dipulihkan kualitasnya menjadi lebih baik lagi. Pada tiap-tiap parameter harus di cermati lebih dalam sumber pencemar, perlunya tindak lanjut terhadap industri-industri yang berdiri di sekitar Perairan Donan, limbah transportasi, limbah pertanian. Perlu adanya pemantauan secara terus menerus agar kualitas Perairan Donan sesuai peruntukannya.
Tingkat Pencemaran Perairan Donan Tingkat pencemaran Perairan Donan terhadap parameter kualitas air didasarkan pada analisis parameter fisik, kimia air yaitu suhu, kekeruhan, padatan tersuspensi (TSS), pH, BOD, COD, DO, logam Pb dan Cd perairan. Metode yang digunakan untuk
59
menentukan status kualitas air dengan menggunakan indeks pencemar (KepMen LH No 115 Tahun 2003). Indeks pencemar merupakan suatu nilai yang menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air yang kemudian di transformasikan menjadi suatu indeks. Indeks pencemar dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Perairan Donan. Indeks pencemaran Perairan Donan pada kondisi pasang maupun surut dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Indeks pencemaran Perairan Donan. Stasiun 1 2 3 4 5 6
IP 3 7.44 4.3 7.56 2.3 6.12
Keterangan Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Ringan Tercemar Sedang
Sumber: Data perhitungan 2013
Terlihat pada tabel diatas bahwa Peraitan Donan pada kondisi pasang tergolong tercemar sedang. Tingginya pencemaran dikarenakan adanya industri besar yang berdiri di dekat pengambilan sampel (industri migas, pengolahan semen, bengkel perkapalan, industri gula rafinasi, industri pengantongan pupuk) dan juga pelabuhan tempat kapal singgah, sehingga tingginya pencemaran karena banyaknya limbah yang masuk ke badan air pada saat kondisi pasang. Indeks pencemaran tercemar sedang pada stasiun dua, empat dan enam, sedangkan tercemar ringan terdapat pada stasiun satu, tiga dan lima. Stasiun dua, empat dan enam merupakan area dekat dengan industri besar yang ada di wilayah tersebut industri migas, pengolahan semen, bengkel perkapalan, jalan utama yang menghubungkan Cilacap dan wilayah Segara Anakan dan juga area perhutani. Sedangkan stasiun satu merupakan area sebelum kegiatan industri tetapi adanya kegiatan manusia misalnya pertanian, perikanan, stasuin tiga dekat dengan area pengembangan industri Cilacap, dan stasiun lima area pelabuhan Sleko.
Dampak Pencemaran Perairan Donan terhadap Kesehatan Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi kedalam empat kategori KLH (2004) dampak terhadap biota air, dampak terhadap kesehatan manusia, dampak terhadap kualitas tanah dan dampak terhadap estetika lingkungan.
Dampak Terhadap Ekosistem Tingginya beban pencemaran organik yang tinggi ditandai dengan nilai DO yang rendah, BOD, COD, TSS yang tinggi serta logam berat Pb dan Cd yang ada di perairan, sedimen maupun kerang P. erosa yang tinggi. Logam dapat terakumulasi pada tubuh
60
manusia melalui kontak langsung maupun konsumsi (makanan maupun air) (TNAS 2007). Kandungan TSS yang tinggi dapat mengakibatkan kandungan oksigen terlarut dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti nekton dan benthos, mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air, sehingga mengganggu fotosintesis tumbuhan air, sedimentasi dasar sungai karena tingginya padatan yang terlarut akibat buangan limbah yang dapat merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya hewan yang menetap di dasar sungai (P. erosa) dapat tereliminasi. Perairan Donan yang tercemar juga berdampak pada penurunan rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas akibat terganggunya keseimbangan ekosistem. Keberadaan bahan pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler suatu organisme. Perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan disebabkan oleh interaksi dua prinsip ekologi yaitu toleransi dan kompetisi (Odum 1996). Perubahan struktural, penurunan keanekaragaman spesies organisasi komunitas menjadi lebih sederhana, sedangkan pada perubahan fungsional rantai makanan dan jarringjaring makanan menjadi lebih pendek. Kondisi perairan menurun akibat pencemaran, maka organisme yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya jika jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya, karena jenis kompetitornya berkurang. Adanya kompetisi itulah yang menjadi penyebab kelimpahan kerang P. erosa pada Perairan Donan pada titik tertentu saja. Analisis Risiko Kesehatan Analisis risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan merupakan pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendeskripsikan masalah lingkungan yang terjadi dan melibatkan penetapan risiko terhadap kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan (Suwari 2010). Menurut EPA (1986) analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi sehingga mengganggu apa yang seharusnya terjadi dari suatu kegiatan atau mengganggu tujuan. Analisis risiko digunakan untuk mengetahui besarnya risiko sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam manajemen risiko. Tahap Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) Tahap pertama dalam analisa risiko adalah identifikasi lokasi dan identifikasi sumber-sumber bahaya yang ada dalam lokasi penelitian. Sumber bahaya yang akan diidentifikasi adalah konsentrasi Logam Pb, Cd dan TSS. Identifikasi logam Pb, Cd, dan TSS dengan mengukur konsentrasinya di perairan lokasi studi, di enam stasiun sepanjang Perairan Donan.
61
Tahap Perkiraan Pajanan (Expossure Assesment) Tahap kedua dalam analisa risiko adalah memperkirakan pajanan kontaminan pada media pencemar dan potensi risiko mencemari populasi. Tahap pertama diawali dengan mengidentifikasikan sumber pencemar dan distribusi cemaran dalam lokasi. Proses pajanan polutan timbal (Pb), kadmium (Cd), dan TSS yang ada di perairan maupun sedimen ke manusia dapat dirunut sebagai berikut sumber polutan yang dihasilkan oleh berbagai aktifitas darat, misalnya limbah buangan industri wilayah Donan (Migas, pengolahan semen, bengkel perkapalan) limbah transportasi, limbah pertanian yang yang masuk ke badan air akan mencemari perairan tersebut, akibatnya biota yang ada di perairan dan sedimen akan tercemar dengan polutan tersebut, manusia akan memakan hasil dari perairan tersebut selain itu manusia juga bisa terkena dampak langsung dari polutan tersebut apabila kontak langsung dengan perairan, sehingga manusia menjadi konsumen tingkat tinggi yang dapat terpapar dampak negatif dari pencemaran perairan walaupun tidak kontak langsung dengan air sekalipun baik lewat saluran pernapasan, inhalasi, maupun kontak dermal dengan perairan dan akhirnya bisa mengganggu kesehatan manusia tersebut.
Tahap Perkiraan Risiko (Risk Characterization) Baik Pb dan Cd keduanya bersifat karsinogen, sehingga risiko karsinogen untuk untuk Timbal dan kadmium didefinisikan sebagai banyaknya intake harian kronik dikalikan dengan faktor slope karsinogenik yang didapatkan dari perkiraan daya racun. Nilai risiko bisa diterima dan tidak berbahaya jika kurang dari satu. Penentuan tingkat risiko menggunakan nilai dosis-respon kuantitatif zat-zat kimia dalam formula yang termuat oleh Integrated Risk Information System dari US-EPA. Tingkat risiko setiap asupan dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Tingkat risiko kesehatan setiap asupan No
1 2 3 4 5
Keterangan
Tingkat Risiko RQ (Pasang) mg/kgBB/hr
Tingkat Risiko RQ (Surut) mg/kgBB/hr
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Asupan bersumber dari sedimen (Pb, Cd) Asupan yang bersumber dari sungai(Pb, Cd) Asupan yang bersumber dari material tersuspensi(TSS) Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen(Pb, Cd)
1.84
0.14
0.04
0.003
0.68
0.05
0.10
0.01
5.66
2.01
14.21
5.05
7.19
2.56
9.77
3.47
0.00
0.00
0.00
0.00
1.91
2.48
0.04
0.06
4.22
5.47
0.62
0.81
Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan(Pb, Cd)
0.21
0.02
0.54
0.05
0.27
0.03
0.37
0.04
Sumber: Data perhitungan 2013
Tingkat risiko (nilai RQ) didapat dengan memasukkan nilai parameter dengan model yang ada sehingga di dapat nilai I dan RQ, perhitungan tersebut dipisahkan bersadasarkan kondisi pasang dan kondisi surut, dengan tingkat risiko dewasa dan anak. Berdasarkan tabel diatas, secara keseluruhan prakiraan dampak setelah lima tahun tingkat
62
risiko RQ untuk setiap risk agent di lokasi studi menurut segmentasi populasinya lebih banyak menunjukkan diatas 1 (satu) kecuali RQ Cd pada sedimen baik pada anak-anak maupun dewasa. Sesuai pendapat Albering (2009) logam Cd walaupun nilai RQ kurang dari satu tetapi perlu di waspadai, karena bahaya logam Cd terhadap organisme yang terkontaminasi langsung baik melalui paparan air maupun pada sedimen. RQ pada BOD, COD, dan TSS nilainya melampaui 1, artinya sangat berisiko terhadap kesehatan. Pencemar yang ada Perairan Donan sangat berisiko dan membutuhkan pengendalian. Adapun perbandingan nilai frekuensi RQ persegmentasi populasi di seluruh wilayah jika dirinci, adalah sebagai berikut Anak - anak > Dewasa. Risiko terhadap tingkat kesehatan masyarakat berasal dari limbah pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan disekitar sungai yang masuk ke dalam air permukaan/ sungai, di mana masyarakat sekitar tinggal dan memanfaatkan sungai tersebut. Risiko yang mungkin timbul berupa munculnya penyakit kulit, perut, dan sebagainya serta bersifat negatif. Sedangkan menurut US-EPA (2001) terpaparnya logam Cd dapat terjadi proteinuria paparan kronik pada manusia. Menurut Egan keracunan logam berat kadmium dapat menyebabkan pengaruh pada sekresi kelenjar ludah, muntah yang berkelanjutan, sakit perut, vertigo, diare bahkan dapat kehilangan kesadaran apabila mengkonsumsi ikan atau kerang dalam jumlah banyak. Asupan yang berasal dari Pb nilai RQ-nya lebih tinggi dari pada Cd baik pada kondisi pasang maupun surut. Asupan yang bersumber dari material tersuspensi nilai RQ baik pada kondisi pasang maupun surut lebih dari satu, padatan terlarut yang terdapat di perairan menyebabkan nilai TSS yang tinggi sehingga dampak terhadap risiko kesehatan juga menjadi tinggi dan perlu dikendalikan agar dampak terhadap kesehatan bagi masyarakat maupun organisme yang kontak langsung dengan perairan menjadi tidak berisiko. Jumlah paparan harian rata-rata setiap asupan dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Jumlah paparan harian rata-rata setiap asupan No 1 2 3 4 5
Sumber Asupan Sedimen (Pb, Cd) Air sungai (Pb, Cd) Material tersuspensi(TSS) Kontak dermal dengan sedimen(Pb, Cd) Kontak dermal dengan air permukaan(Pb, Cd) Total
Jml Paparan Harian Rata2 (Pasang) mg/kgBB/hr Pb 2.41E-07 9.64E-06
Cd 3.50E-11 5.20E-05
4.52E-06
TSS
Jml Paparan Harian Rata2 (Surut) mg/kgBB/hr Pb 3.76E-08 1.45E-05
Cd 2.39E-10 8.62E-06
6.60E-10
2.54E-05
1.62E-07
3.97E-09
2.20E-08
5.98E-09
3.55E-09
1.45E-05
5.20E-05
3.99E-05
1.65E-07
268.47
268.47
TSS
2.99
2.99
Sumber: Data perhitungan 2013
Tingkat risiko konsumsi kerang dapat diketahui dengan menghitung nilai asupan (intake) US-EPA (2001) dengan berat badan anak 15 kg, dewasa 70 kg. Asumsi laju asupan atau konsumsi kerang 0.15 kg/hari, dan SF (slope factor) untuk Cd 0.38 Waalkes dan Rhem (1992) dalam Fan dan Chief (1999) dan Pb 0.042 mg/kg/hr Huboyo dan Syafrudin (2007) dan durasi pemaparan asumsi 15 tahun. Nilai asupan, ECR (excess cancer risk), dan batas aman apabila masyarakat sekitar mengkonsumsi kerang (P. erosa) dapat dilihat pada Tabel 4.5
63
Tabel 4.5 Nilai asupan (I), ECR (excess cancer risk), dan batas aman konsumsi kerang Logam
Konsentrasi
Timbal (Pb) Cadmium (Cd)
18.58 15.69
I (Intake) mg/kg/ hr Anak Dewasa 0.08 0.02 0.07 0.01 Rata-Rata
ECR mg/kg/hr Anak 0.0033 0.0255
Dewasa 0.0007 0.0055
R (batas aman) kg/hr 0.0088 0.0052 0.0070
Sumber: Data perhitungan 2013
Asupan (I) diperoleh dengan menggunakan formula dengan laju asupan kerang 0.15 kg/hari. Nilai I 0.08 mg/kg bb/hr artinya terdapat 0.08 mg/kg/hari Pb dalam setiap 1 kg kerang yang dimakan setiap hari untuk anak, 0.07 mg/kg/hari Cd dalam setiap 1 kg kerang yang dimakan setiap hari pada anak, begitu juga pada kondisi orang dewasa. Menurut Egan dalam Cadmium- Impact Assessment intake/ masukan untuk molusca 0.05 mg/kg bb/ hr. jika dilihat dari hasil perhitungan pada tabel diatas masukan untuk anak sangat rentan akan bahaya kesehatan dibanding dengan masukan pada orang dewasa. Nilai ECR menunjukkan bahwa ada kasus tambahan kanker setiap 10.000 penduduk karena nilai ECR>1x10-4maka kerang P.erosa tidak aman dikonsumsi sebanyak 0.15 kg/hari selama 365 hari/tahun dalam jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan <15 kg pada anak, dan <70kg pada dewasa. Perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kerang P.erosa di sekitar Perairan Donan tidak layak untuk dikonsumsi karena telah tercemar logam Pb dan Cd, sehingga sangat berisiko terhadap kesehatan. Batas aman konsumsi kerang totok (P erosa) per hari sebesar 0.007 kg/hr. Masyarakat Donan bila diasumsikan setiap konsumsi kerang sebesar 0.15 kg/hari, jika batas aman konsumsi kerang 0.007 maka untuk konsumsi 0.15 kg/hr masyarakat dapat konsumsi kerang totok setiap 21 hari sekali. Sesuai dengan pernyataan (Hayati 2009) apabila kerang yang mengandung logam dikonsumsi oleh manusia, maka akan terjadi penumpukan logam tersebut dalam tubuh manusia sehingga akan menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia. Terlihat pada data sekunder penyakit yang sering diderita oleh masyarakat sekitar Perairan Donan pada kondisi real saat ini. Kondisi kesehatan masyarakat sekitar masih rendah berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap tahun 20092013 tercatat penyakit yang sering diderita oleh Masyarakat Donan. Penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Donan dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Donan tahun 2009-2013. No 1 2 3 4 5 6 7
Penyakit Arthitis tidak spesifik Hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi Grastitis Penyakit lain pada susunan otot dan jaringan ikat Anemia Chepalgia Penyakit pada saluran pencernaan, dan sebab lainnya
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
Jumlah (orang) 2326 2053 1456 1123 773 1043 604
64
Data tersebut terlihat penyakit yang paling banyak diderita masyarakat adalah penyakit grastitis yaitu radang selaput lendir lambung biasanya mengeluh karena nyeri, hilang nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala merupakan gejala terpaparnya logam Pb. Penyakit pada saluran pencernaan juga termasuk penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Donan, arthitis yaitu penyekit radang sendi (rheumatic) yang diserang adalah kekebalan tubuh, otot, bahkan bisa terjadi penipisan tulang, juga termasuk penyakit lain pada susunan otot dan jaringan ikat yaitu kelainan pada kuku/kulit, penebalan kulit, pembengkakan sendi biasanya pada jari tangan dan kaki, nyeri pada pergelangan tangan, lutut, pinggul hal tersebut merupakan indikasi penyakit akibat terpapar logam Cd, anemia merupakan penyakit kurang darah bisa juga merupakan indikasi bila tubuh terpapar logam Pb, penyakit hipertensi dapat mengindikasikan bila tubuh terpapar Cd, sedangkan yang termasuk ke dalam sebab lainnya diantaranya penyakit kanker, ginjal, dll. Penyakit disebabkan oleh adanya pencemar yang ada di lingkungan masyarakat, kontak langsung dengan air, sedimen, maupun masyarakat yang banyak mengkonsumsi kerang yang mengandung logam, hal itu menjadi penyebab mudahnya suatu penyakit dapat terjangkit dalam tubuh manusia.
Manajemen Risiko Pengendalian Pencemaran Berbagai kemungkinan untuk manajemen risiko suatu risk agent perlu dilakukan. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara menurunkan nilai konsentrasi dari setiap risk agent. Perlu adanya besaran nilai risk agent yang dibutuhkan supaya frekuensi RQ = 1 atau RQ <1. Langkah selanjutnya adalah menentukan pengendalian supaya risk agent hanya berada pada konsentrasi amannya. Mengingat sumber dari risk agent tersebut berasal dari beberapa pencemar yang terdapat di perairan tersebut dan juga pengaruh sedimentasi, sehingga pengendalian teknis yang realistis dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kontak dengan perairan tersebut, mengurangi konsumsi hasil perairan terutama kerang karena kerang dikenal sebagai Vacum cleaner (Riani 2012) sebelum di tindak lanjut oleh berbagai pihak yang terkait dengan perairan tersebut. Sebelum limbah yang dihasilkan industri tersebut dibuang ke lingkungan yang berakibat pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan, maka terlebih dahulu dilakukan proses pengolahan limbah. Tidak hanya mengenai bagaimana pengolahannya, tetapi limbah juga ditentukan baku mutunya. Sebuah aktivitas industri diperlukan sebuah instalasi untuk mengolah limbah yaitu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL berfungsi agar limbah yang dihasilkan industri masuk ke dalam siklus, artinya setelah proses produksi limbah tidak langsung dibuang ke lingkungan tetapi dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Limbah yang telah diolah yang masih dapat terpakai digunakan kembali kedalam proses, baik sebagai bahan penunjang sehingga limbah yang dibuang ke lingkungan jumlahnya berkurang. Memastikan apakah IPAL yang digunakan saat ini sudah baik, sehingga limbah yang keluar ke lingkungan benar-benar layak dah tidak akan merusak lingkungan dan tidak menimbulkan risiko. Pemerintah dapat melakukan pengamatan secara berkala, masukan pertimbangan dari pihak-pihak yang melakukan penelitian di lokasi tersebut dengan mengkaji apakah limbah
65
yang keluar ke lingkungan benar-benar sudah aman, menetapkan beban pencemar pada limbah industri yang dibuang ke lingkungan dan juga memperketat penetapan baku mutu limbah cair industri. Pemerintah Daerah harus menetapkan Perairan Donan sesuai peruntukannya. Manajemen risiko terkait dengan regulasi (kebijakan) pengendalian pencemaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah Cilacap tentang pembuangan limbah yang di buang ke perairan serta melakukan pengawasan terhadap industri secara rutin. Untuk itu pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan di daerah harus menerapkan beberapa strategi yang tepat terutama untuk pemberian ijin usaha bagi kegiatan yang menimbulkan dampak pada masyarakat, selain itu juga perlu pengamatan secara terus menerus di titik lokasi pembuangan limbah industri sepanjang perairan, memastikan limbah yang keluar sudah benar-benar dalam ambang batas baku mutu limbah cair sehingga kualitas perairan tetap terjaga. Mengeluarkan aturan yang keras dalam bentuk peraturan daerah/Perda mengenai permasalahan pembuangan limbah cair yang di buang ke badan air, pengawasan penataan baku mutu air limbah untuk kegiatan/ usaha yang berbadan hukum, memasukkan pertimbangan di bidang kesehatan masyarakat dan lingkungan dalam studi kelayakan, melakukan tindakan prefentif untuk pengendalian untuk mencegah pencemaran bukan untuk mengendalikan pencemaran setelah kejadian, serta mengevaluasi tata ruang Perairan Donan. Pendekatan terhadap masyarakat sangat penting karena masyarakat merupakan konsumen tingkat pertama yang terkena dampak apabila kondisi lingkungan buruk. Berikut tingkat pendidikan Masyarakat Donan dapat dilihat pada Gambar 4.19
Gambar 4.19. Tingkat pendidikan Masyarakat Donan (Sumber : Kecamatan Cilacap Tengah dalam angka) Gambar 4.19 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Masyarakat Donan relatif rendah. Sedikit masyarakat yang lulus akademi/perguruan tinggi dan sebagian besar penduduk yang hanya tamatan SD. Oleh karena itu perlu adanya penyuluhan terhadap masyarakat berkaitan dengan pentingnya menjaga kesehatan dan lingkungan. Upaya lain untuk manajemen risiko risk agent adalah dengan cara mengurangi waktu kontaknya, yakni memperkecil waktu pajanan harian dan pajanan tahunan.
66
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan maka dapat di simpulkan bahwa: 1. Parameter kualitas air Sungai Donan rata-rata di atas baku mutu yang ditetapkan. 2. Tingkat pencemaran Perairan Donan dilakukan dengan indeks pencemar pada tiap stasiun tercemar sedang pada stasiun 2, 4, 6 dan tercemar ringan pada stasiun 1, 3, 5. Beban pencemaran dihitung berdasarkan parameter TSS, BOD, COD, Pb, dan Cd baik pada kondisi pasang maupun surut rata-rata tinggi per harinya, dan kapasitas asimilasi rata-rata sudah terlampaui setiap parameter. 3. Kandungan logam Pb dan Cd pada sedimen maupun asupan yang terdapat di perairan tingkat risiko >1 artinya sangat berisiko terhadap kesehatan. 4. Pemerintah harus menetapkan klasifikasi perairan sesuai peruntukannya, masuknya beban pencemar relatif tinggi dibandingkan kemampuan untuk memurnikan dirinya sendiri (sefl purification) sehingga beban pencemar industri harus ditetapkan oleh pemerintah setempat. 5. Pemerintah Daerah selaku pemangku kebijakan di daerah harus menerapkan beberapa strategi yang tepat terutama untuk pemberian ijin usaha bagi kegiatan yang menimbulkan dampak pada masyarakat, selain itu juga perlu pengamatan secara terus menerus di titik lokasi pembuangan limbah industri sepanjang Perairan Donan. Saran 1. Perlunya kajian mendalam yang menganalisis sumur warga sekitar sungai Donan serta kondisi sosial dan kesehatan masyarakat secara mendalam. 2. Perlu dilakukan inventarisasi dan identifikasi penelitian lanjutan yang terfokuskan pada stasiun 4, yaitu setelah industri Pertamina “kali panas” dan juga wilayah pelabuhan sleko, mengingat pada penelitian pada stasiun 4 nilai yang di ukur selalu lebih tinggi dari stasiun lainnya. 3. Perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi masyarakat dan kalangan industri yang berada di daerah aliran sungai untuk pengelolaan lingkungan Perairan Donan secara terpadu. 4. Pemerintah daerah setempat mempertimbangkan terhadap hasil pengamatan yang penulis lakukan, sehingga bisa menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan. Melihat sumber pencemar dan baku mutu limbah yang digunakan saat ini, yaitu dengan memperketat limbah cair yang keluar ke lingkungan.
67
DAFTAR PUSTAKA Abowei JFN, George ADI. 2009. Some physical and chemical characteristics in opoka greek, niger delta, Nigeria. Research Journal of Environmental and Earth Science. 1(2):45-53. Adeyemo OK, Adedokun OA, Yusuf RK. 2008. Seasonal change in physico-chemical parameter and nutrient load of river sediment in ibadan city, Nigeria. Global Nest Journal. 10 (3):326-336. Albering, Paul J, Edwin JC, Jurian A. 2009. Human health risk assessment in relation to environmental pollution of two artificial freshwater lakes in the Netherlands. Environment Health Perspect. 107(1): January 1999. Allenby BR. 1999. Industrial Ecology: Policy Framework and Implementation, Upper Saddle River. New York (US): Prentice-Hall. Anggoro, Martina. 2006. Kandungan logam berat timbal (Pb) pada jaringan daun mangrove di sungai Donan-Cilacap. Jurnal Sains Akuatik. 10(1):36-42. Diakses tanggal 20 Februari 2012. Barreiro M, Giannini A, Chang P, Saravanan R. 2004. On The Role of The South Atlantic Atmospheric Circulation in Tropical Athlantic Variability in The Earth’s Climate: The Ocean Athmosphere Interaction. Washington DC: 143-156. Boehm PD. 1987. Transport and transformation process regarding hydrocarbon and metal pollution in offshore sedimenary environment in: Long term effect of shore oil and gas development. Elsivier applied science. London (GB). Brinkhurst RO, Boltt RE, Johnson MG, and Tyler AV. 2002. The Benthos of Lakes.London (UK): Blackburn Press. Budianto A. 2012. Analisis risiko kadar timbal (Pb) dalam air sumur terhadap kesehatan masyarakat di kelurahan keteguhan kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. PolTekKes Tanjung Karang. Lampung. Calmano W, Ahlf W, Fortsner U. 1997. Sediment Quality Assessment: Chemical and Biological Approach. Berlin Heidelberg-Germani. Hal 1-35. Canadian Council Minister of Live Environment (CCME). 2002. Canadian Sediment Quality Guidelines for The Protection of Aquatic Life (Summary Table). Edet TC, Ubuo EE. 2013. Levels of heavy metals in the sediment from Itu river. Depertement of Chemistry University of Uyo. Nigeria (NG): International of Journal of Environment and Bioenergy. 5(2): 90-98. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
68
Egan K, Hambridge T, Kayama F. Cadmium-Impact Assessment of Different Maximum Limits. USA (US). Elliot WJ, Ward AD. 1995. Environmental Hydrology. United States of America (US): CRC Press. EnHealth. 2004. Environmental Health Risk Assessment Guidelines for Assessing Human Health Risk from Environmental Hazards. Australia . Departement of Health and Ageing and EnHealth Council. EPA. 1986. Guidelines for the Health Risk Assessment of Chemical Mixtures, EPA/630/R98/002.Washington DC: Risk Assessment Forum, US Environmental Protection Agency [Internet]. Tersedia pada: http://www.epa.gov/ncea/raf/pdfs/chem_mix/chemmix_1986.pdf. Fan AM, Chief. 1999. Public Healty Goal for Cadmium in Drinking Water. Environmental Health Hazard Assessment. California Environmental Protection Agency. California (US). Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ferry N, Gatehouse AMR. 2009. Environmental Impact of Genetically Modified Crops. School of Biology Institute for Reseach on Environment and Sustainability. Newcastle University (UK). Forstner U, Ahlf W, Calmano W. 1993. Sediment quality objectives and criteria development in Germany. Environmental Engineering University of Technology of Hamburg. Hamburg: Wat. Sci. Tech. 28 No 8-9: 307-316. Garcia JM, Gomez JC. 2004. Oxygen levels versus chemical pollutants: do they have similar influence on macrofaunal assemblages? A case study in a harbour with two opposing entrances. Faculty of Biology University of Sevilla. Spanyol. Journal Environmental Pollution: 135 (2005):281-291. Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. 221 hal. Bandung (ID): Kanisius. Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. Mc-Graw Hill International Book Company. London (GB). Hayati N. 2009. Analisis kadar arsen pada kerang yang berasal dari laut belawan [tesis]. Medan (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Huboyo HS, Syafrudin. 2007. Analisis risiko konsentrasi debu (TSP) dan timbal (Pb) di pinggir jalan terhadap kesehatan manusia studi kasus kota Yogyakarta. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Jurnal teknik. 28(2) ISSN 0852-1697. Hutabarat S, Evans S. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta (ID): UI Press.
69
IADC/CEDA. 1997. Convention, Codes, and Conditions: Marine Disposal. Environmental Aspects of Dredging 2a. 71 hal. Iqbal HZ, Qodir MA. 1990. AAS determination of lead and cadmium in leaves polluted by vehicles exhoust interface. Journal Environmental Analytic Chemistry. 38(4):533–538. IRIS. 2007. Integrated Risk Information System List of Subtance. US Environmental Protection Agency. Retrieved 9 mei 2013, Tersedia di: http://www.epa.gov/iris/subst/index.html. Jaya. 1994. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari-Jambi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2003a. Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2003b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Peratutan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup. Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Kurniawan B. 2009. Sanitasi Air Limbah Domestik. Jakarta (ID): Kementerian Negara Lingkungan Hidup. La Grega, Michael D, Buckingham, Phillip L, Evans, Jeffrey C. 2001. Hazardous Waste Management : Environmental Resources Management. Mc Graw Hill Int. Louma SN. 1995. Prediction of Metal Toxicity in Nature from Bioassay: Limitation and Research Needs, editor: John Wiley and Sons Metal Specification and Bioavailability in Aquatic System. Ltd. 609-659. Louma SN. 1993. Approriate Uses of Marine Pollution Bioassay With Bivalvia Embryo and Larvae. Southward Advance in Marine Biology. London (GB): Academic Press London. 37:1-178. Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA, Noordwijk MV. 2008. Kajian Kondisi Hidrologis DAS Kapuas Hulu Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Bogor (ID): World Agroforestry Center. Lyon et al. 2006. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, Inorganic and Organic Lead Compounds. Evaluation of Carcinogenic Risks to
70
Humans, which met in Lyon, 10–17 February 2004. http://www.cdc.gov/nceh/lead/publications/books/plpyc/contents.htm diakses 20 februari 2013. Mason CF. 1981. Biologi Of Fresh Water Pollution. New York (US): Longman. P 250. Meyer JS. 2002. The Utility of The Terms “Bioavailability” and “Bioavailable Fraction” for Metals. Marine Experimental Research. 53:417-423. Mitchell B. 1997. Resource and Environmental Management. Ontario (UK): Universitas Waterloo. 498 hal. Moore JW. 1991. Inorganic Contaminant of Surface Water. Springer-Velag. New York (US). 334p. Novotny V, Olem H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. New York (US): Van Nostrans Reinhold. 1054p. Nybakken JW, Bertness MD. 2004. Marine Biology An Ecological Approach 6th ed. New York (US): Brown University. Odum EP. 1996. Dasar - Dasar Ekologi. Edisi Keempat. Samijan T dan Soegandito B, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Fundamentals of Technologi. Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Puspitasari R. 2011. Aspek toksisitas sedimen pesisir Cirebon terhadap abnormalitas larva kerang hijau. Jurnal Oseanologi dan Limnologi Indonesia. 37(2):235-245. Rafni R. 2004. Kapasitas asimilasi beban pencemar di perairan Teluk Jobokuto kabupaten Jepara Jawa Tengah [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rahman A. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri. Depok (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak Pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi). Bogor (ID): IPB Press. Richardson ML. 1989. Ecological Risk Assessment for Contaminated Sites. ButterworthHeinemann: Oxford. Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor (ID): Fakultas Perairan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor. Sanusi HS, Kaswadji RF, Nurjaya IW, Rafni R. 2005. Kajian kapasitas asimilasi beban pencemaran organik dan anorganik di perairan Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesi. Jilid 12(1):9-16.
71
Santika SS. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional. Sastrawijaya A. 2001. Perubahan Lingkungan Pada Habitat Perairan Sebagai BioIndikator Pencemaran. Jakarta (ID). Setyawan P. 2011. Jenis Logam Berat Berbahaya Dalam Perairan. Yogyakarta (ID): Akademi Perikanan Yogyakarta. Shu LI, Chen GS, Lee CH, Yang TY, Chen YH, Wang YH, Hsueh YM, Chiou HY. 2013. Use of arsenic-induced Palmoplantar hyperkeratosis and skin cancers to predict risk of subsequent internal malignancy. America journal epidemiology. 177(3). Soerianegara I. 1977. Pengelolaan Sumber Daya Alam (Cetakan Pertama). Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 235 hal. Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. 2013. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga. Sudaryanto A. 2001. Struktur komunitas makrozoobenthos dan kondisi fisiko kimiawi sedimen di Perairan Donan. Penelitian Ilmu Kelautan Instritut Pertanian Bogor. Jurnal Teknologi Lingkunga. 2 (2):119-123. Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID) : Buku Kedokteran EGC. Sutisna. 2007. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi kawasan perairan pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suwari. 2010. Model pengendalian pencemaran air pada wilayah kali Surabaya [disertasi]. Bogor: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Suwigyo P. 1993. Tipologi Lingkungan dan Permasalahan Daerah Aliran Sungai. Kursus Penyusunan AMDAL ke-13. Jakarta (ID). [TNAS] The National Academy of Science. 2007. Spacecraft Water Exposure Guidelines for Slected Contaminants. Washington DC (US): The National Academies Press. Tseng WP. 1977. Effect and dose-response relationships of skin cancer and Blackfoot disease with arsenic. Environ Health Perspect. 19:109-119. Tseng WP, Chu HM, How SW, Fong JM, Lin CS, Yen S. 1968. Prevalence of skin cancer in an endemic area of chronic arsenicism in Taiwan. J Natl Cancer Inst 40(3):453-463. US-EPA. 2001. Baseline Human Health Risk Assessment Vasquez Boulevard and 1-70 Superfund Site Denver, CO. United States (US): Environmental Protection Agency, Region VIII.
72
US-EPA. 2004. The Incidence and Severity of Sediment Contamination in Surface Waters of the United States, National Sediment Quality Survey: Second Edition. United States Environmental Protection Agency, Standards and Health Protection Division, Washington, DC 20460. Protection Agency, Standards and Health Protection Division, Washington (US). Waalkes M, Rehm S. 1992. Carcinogenicity of oral cadmium in the male Wistar (WF/NCr) rat: effect of chronic dietary zinc deficiency. Appl Toxicol. 19: 512-520. Walukow AF. 2008. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Danau Sentani, Papua sebagai upaya konservasi lingkungan perairan. Jurnal Berita Biologi. 9(3) : 229-23. Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Yogyakarta. 459 hal. Watts RJ. 1997. Hazardous Wast –Sources, Pathway, Receptors. New York (US). 729 hal. WHO. 1990. Environmental Health Criteria, Principles for the Toxicological Assessment of Pesticides in Food. Geneva:International Programme on Chemical Safety/World Health Organization. WHO. 2006a. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Palupi IW, Penerjemah; Monica E, Editor; Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari Hazardous Chemicals in Human and Environmental Health. Publish by WHO. WHO. 2006b. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans. Inorganic and Organic Lead Compounds. vol 87. Wiley J. 1990. Biological Indicator of Pollution River Ecology Blackwell. London (GB). P35. Wiratama S. 2010. Sedimentasi di Segara Anakan Cilacap [tesis]. Bandung (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.
73
Lampiran 1. Hasil pengkuran air, sedimen, kerang di Perairan Donan Parameter I. Fisik Suhu
Satuan
C
−
Kekeruhan
Unit
<5
Padatan Tersuspensi
mg/l
50
−
6−9
BOD
mg/l
3
COD
mg/l
25
DO
mg/l
4
Timbal (Pb)
ppm
0,03
II. Kimia PH
kadmium (Cd)
o
ppm
St1
Stasiun Pengambilan St2 St3 St4 St5
Pasang
29.5
30.5
31
Surut Pasang Surut Pasang Surut
28 12.86 7.34 11.5 6.5
29.5 39.45 27.5 46 34.5
30 11.65 8.255 11.5 11.25
Pasang Surut Pasang Surut Pasang Surut Pasang Surut
5.75 6.5 3 7.5 51.91 64.14 2 3.5
7 7 6 7.25 6.75 6.5 6.5 7 6.5 6.75 25 5 27.5 7.5 11.25 22.5 5 18.75 7.5 45 50.475 50.725 51.175 52.425 50.225 65.945 67.66 73.335 53.81 75.415 2.6 1.7 2.7 1.85 2.05 4.75 6.25 3.5 5.75 6.9
Pasang
0.045
Surut Pasang
Baku Kondisi Mutu
0,01
ppm
−
Pasang Surut
kadmium (Cd)
ppm
−
Pasang Surut
Makrozoobentos (Polymesoda Erosa) Timbal Pasang (Pb) ppm − Surut kadmium Pasang (Cd) ppm − Surut
33 30.5 10.8 11.35 15.5 11.5
33 29.5 7.34 8.55 16.75 20.5
0.04
0.0825
0.081
0.0925 0.0805 0.0725 0.0835 0.0925 0.0985 0.09 0.0795
0.009
0.008
0.08
Surut 0.0255 0.0715 0.073 Logam Pada Sedimen Timbal (Pb)
37.5 37.5 23.3 26.05 23 81.5
St6
11.4 14.46
0.4 0.0125 0.0725 0.0105
0.009 0.009
24 13.19
4 11.86
53.6 16.54
30 10.69
25 0.4
4.55 0.9 0.09 0.09 Mikrobiologi
0.88 0.08
3 0.3
0.9 0.11
0.7 0.09
4 8.391
53.8 21.1 13.721 10.451
15.7 1.907
20 7.785
0.9 0.773
74
Lampiran 2. Nilai asupan (I) pada air dan sedimen 1. Asupan bersumber dari sedimen (mg/kg bb/hr) Kondisi Surut No
Pb(ppm)
Cd(ppm)
I (Pb)
I (Cd)
Anak
Dewasa
Anak
1
14.46
0.09
0.002377
0.0002
1.479E-05
2
13.19
0.09
0.002168
0.0002
1.479E-05
3
11.86
0.08
0.00195
0.0001
1.315E-05
4
16.54
0.3
0.002719
0.0002
4.932E-05
5
10.69
0.11
0.001757
0.0001
1.808E-05
6
0.4
0.09
6.58E-05
5E-06
1.479E-05
Dewasa 1.11E06 1.11E06 9.86E07 3.7E06 1.36E06 1.11E06
Rata-Rata
RQ(Pb) Anak
RQ(Cd)
Dewasa
Anak
Dewasa
2.377
0.17827
0.02959
0.00222
2.168
0.16262
0.02959
0.00222
1.950
0.14622
0.02630
0.00197
2.719
0.20392
0.09863
0.00740
1.757
0.13179
0.03616
0.00271
0.066
0.00493
0.02959
0.00222
1.839
0.13796
0.04164
0.00312
Kondisi Pasang No
Pb(ppm)
Cd(ppm)
I (Pb)
I (Cd)
Anak
Dewasa
Anak
1
11.4
4.55
0.000312
2E-05
0.0001247
2
24
0.9
0.000658
5E-05
2.466E-05
3
4
0.88
0.00011
8E-06
2.411E-05
4
53.6
3
0.001468
0.0001
8.219E-05
5
30
0.9
0.000822
6E-05
2.466E-05
6
25
0.7
0.000685
5E-05
1.918E-05
Rata-Rata
Dewasa 9.35E06 1.85E06 1.81E06 6.16E06 1.85E06 1.44E06
RQ(Pb)
RQ(Cd)
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
0.312329
0.0234
0.24932
0.01870
0.657534
0.0493
0.04932
0.00370
0.109589
0.0082
0.04822
0.00362
1.468493
0.1101
0.16438
0.01233
0.821918
0.0616
0.04932
0.00370
0.684932
0.0514
0.03836
0.00288
0.675799
0.0507
0.09982
0.00749
75
2. Asupan yang bersumber dari sungai (air permukaan) (mg/kg bb/ hr) Kondisi Pasang No
Pb(mg/l)
0.045
Cd(mg/l)
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
0.00370
0.00132
0.00074
0.00026
3.69863
1.3157
1.479452
0.526262
0.00329
0.00117
0.00066
0.00023
3.287671
1.1695
1.315068
0.467789
0.00678
0.00241
0.00658
0.00234
6.780822
2.412
13.15068
4.677886
0.00760
0.00270
0.03288
0.01169
7.60274
2.7044
65.75342
23.38943
0.00662
0.00235
0.00103
0.00037
6.616438
2.3536
2.054795
0.73092
0.00596
0.00212
0.00074
0.00026
5.958904
2.1197
1.479452
0.526262
5.657534
2.0125
14.20548
5.053092
0.0125
5 0.0725
Anak
0.4
4 0.0805
RQ(Cd)
0.08
3 0.0925
RQ(Pb)
0.008
2 0.0825
I (Cd) mg/kgbb/hr
0.009
1 0.04
I (Pb) mg/kgbb/hr
0.009
6
Rata-Rata
Kondisi Surut No
Pb(mg/l)
0.081
Cd(mg/l)
0.0795
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
0.00666
0.00237
0.00210
0.00075
6.657534
2.3682
4.191781
1.491076
0.00686
0.00244
0.00588
0.00209
6.863014
2.4413
11.75342
4.180861
0.00760
0.00270
0.00600
0.00213
7.60274
2.7044
12
4.268571
0.00810
0.00288
0.00596
0.00212
8.09589
2.8798
11.91781
4.239335
0.00740
0.00263
0.00863
0.00307
7.39726
2.6313
17.26027
6.139726
0.00653
0.00232
0.00074
0.00026
6.534247
2.3243
1.479452
0.526262
7.191781
2.5582
9.767123
3.474305
0.105
5 6
Anak
0.0725
4 0.09
RQ(Cd)
0.073
3 0.0985
RQ(Pb)
0.0715
2 0.0925
I (Cd) mg/kgbb/hr
0.0255
1 0.0835
I (Pb) mg/kgbb/hr
0.009
Rata-Rata
76
3. Asupan yang bersumber dari material tersuspensi (mg/kg bb/hr) Kondisi Pasang No
TSS(mg/l) Anak
Dewasa
1
6.5
5.3425
1.900391
2
34.5
28.356
10.08669
3
11.25
9.2466
3.289139
4
81.5
66.986
23.82798
5
11.5
9.4521
3.362231
6
20.5
16.849
5.993542
I (TSS)
Kondisi Surut No
TSS(mg/l) Anak
Dewasa
1
11.5
1.5753
0.560372
2
46
6.3014
2.241487
3
11.5
1.5753
0.560372
4
23
3.1507
1.120744
5
15.5
2.1233
0.755284
6
16.75
2.2945
0.816194
I (TSS)
77
4. Asupan lewat kontak dermal dengan sedimen (mg/kg bb/hr) Kondisi Surut No
Pb(ppm)
Cd(ppm)
I (Pb)
I (Cd)
RQ(Pb)
RQ(Cd)
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
1
14.46
0.09
0.00247
0.00321
1.5E-05
2.0E-05
2.473017
3.2089
0.03078
0.03995
2
13.19
0.09
0.00226
0.00293
1.5E-05
2.0E-05
2.255815
2.9271
0.03078
0.03995
3
11.86
0.08
0.00203
0.00263
1.4E-05
1.8E-05
2.028352
2.6319
0.02736
0.03551
4
16.54
0.3
0.00283
0.00367
5.1E-05
6.7E-05
2.828748
3.6705
0.10261
0.13315
5
10.69
0.11
0.00183
0.00237
1.9E-05
2.4E-05
1.828254
2.3723
0.03763
0.04882
6
0.4
0.09
0.00007
0.00009
1.5E-05
2.0E-05
0.06841
0.0888
0.03078
0.03995
1.913766
2.4833
0.04333
0.05622
Rata-Rata
Kondisi Pasangg No
Pb(ppm)
Cd(ppm)
I (Pb)
I (Cd)
RQ(Pb)
RQ(Cd)
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
1
11.4
4.55
0.00195
0.00253
0.00078
0.00101
1.949681
2.5299
1.556
2.019
2
24
0.9
0.00410
0.00533
0.00015
0.00020
4.104592
5.326
0.308
0.399
3
4
0.88
0.00068
0.00089
0.00015
0.00020
0.684099
0.8877
0.301
0.391
4
53.6
3
0.00917
0.01189
0.00051
0.00067
9.166922
11.895
1.026
1.332
5
30
0.9
0.00513
0.00666
0.00015
0.00020
5.13074
6.6575
0.308
0.399
6
25
0.7
0.00428
0.00555
0.00012
0.00016
4.275616
5.5479
0.239
0.311
4.218608
5.474
0.623
0.809
Rata-Rata
78
5. Asupan lewat kontak dermal dengan air permukaan (mg/ kg bb / hr) Kondisi Pasang No
Pb(mg/l)
Cd(mg/l) I (Pb)
1 2 3 4
0.045
0.009
0.04
0.008
0.0825 0.0925 0.0805
0.08 0.4
0.0725
RQ(Cd)
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
0.000141
1.43E05
2.811E-05
2.85E-06
0.140548
0.0143
0.056219
0.005706
0.000125
1.27E05
2.499E-05
2.54E-06
0.124932
0.0127
0.049973
0.005072
0.000258
2.62E05
0.0002499
2.54E-05
0.257671
0.0262
0.499726
0.050724
0.000289
2.93E05
0.0012493
0.000127
0.288904
0.0293
2.49863
0.25362
0.000251
2.55E05
3.904E-05
3.96E-06
0.251425
0.0255
0.078082
0.007926
0.000226
2.3E05
2.811E-05
2.85E-06
0.226438
0.023
0.056219
0.005706
0.214986
0.0218
0.539808
0.054793
0.009
6
RQ(Pb)
Anak
0.0125
5
I (Cd)
Rata-Rata
Kondisi Surut No
1 2 3 4 5 6
Pb(mg/l)
Cd(mg/l)
0.081
0.0255
0.0835
0.0715
0.0925
0.073
0.0985 0.09 0.0795
0.0725 0.105 0.009
I (Pb)
I (Cd)
RQ(Pb)
RQ(Cd)
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
0.000253
2.57E05
8.0E-05
8.08E-06
0.25299
0.02568
0.15929
0.01617
0.000261
2.65E05
0.00022
2.27E-05
0.26079
0.02647
0.44663
0.04533
0.000289
2.93E05
0.00023
2.31E-05
0.28890
0.02932
0.45600
0.04629
0.000308
3.12E05
0.00023
2.3E-05
0.30764
0.03123
0.45288
0.04597
0.000281
2.85E05
0.00033
3.33E-05
0.28110
0.02853
0.65589
0.06658
0.000248
2.52E05
2.8E-05
2.85E-06
0.24830
0.02520
0.05622
0.00571
0.27329
0.02774
0.37115
0.03767
Rata-Rata
79
Lampiran 3. Asupan untuk nilai kerang P.erosa
I =
CsxRxfexDt Wbxt avg
Keterangan :
I
= Asupan (kg/kg bb/hr)
C
= Konsentrasi risk agent (mg/l)
R
= Laju asupan atau konsumsi (kg/hr)
fe
= frekuensi pemaparan (hr/thn)
Dt
= durasi pemaparan (30 tahun untuk nilai default residensial)
Wb Tavg
ECR = IxCSF
Rfd =
= berat badan (kg) = periode waktu rata-rata(70 tahunx365hr/thn untuk zat karsinogen, Dt x 365 hr/thn, untuk zat non karsinogenik.
ECR SF
Keterangan Rfd (Laju asupan) SF (Cancer slope factor)
kadmium 0.38
mg/kg hr
(Fan 1999)
Timbal
mg/kg hr
(Huboyo 2007)
0.042
Asumsi laju asupan /konsumsi kerang 0,15 kg/hari RfD Pb
0.0005
RfD Cd
0.0010
Logam
Konsentrasi
I (Intake) mg/kg/ hr
ECR mg/kg/hr
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
R (batas aman) kg/hr
Timbal (Pb)
18.58
0.08
0.02
0.0033
0.0007
0.0088
Cadmium (Cd)
15.69
0.07
0.01
0.0255
0.0055
0.0052 0.0070
80
Lampiran 4. Stasiun sampel air dan kerang di lokasi penelitian
Stasiun Pengambilan sampel air di lokasi penelitian
Stasiun pengambilan sampel kerang dilokasi penelitian
81
Lampiran 5. Gambar P. erosa dan kondisi lokasi penelitian
Gambar kerang P. erosa
Beberapa aktifitas di sekitar Perairan Donan
82