ANALISIS
/ ZARFUN MABNIYYUN/ DALAM AL-QURAN JUZ 14 DAN 15 SKRIPSI SARJANA D I S U S U N OLEH :
AQMALIA SANTIKA. M 050704017 U
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN BAHASA ARAB MEDAN 2009
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan,
Juni 2009
Peneliti,
Aqmalia Santika Manik 050704017
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga peneliti dapat menyeleseaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang berkat beliaulah manusia dapat mengenal Allah yang Esa. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada program studi bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, maka peneliti mengangkat judul : “ANALISIS
/ ZARFUN MABNIYYUN/ DALAM AL-QURAN JUZ
14 DAN 15” Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini Peneliti banyak mengalami hambatan dan kesulitan, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman Peneliti. Oleh karena itu, dalam skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, Peneliti memohon saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat sempurna hendaknya.
Medan,
Juni 2009
Peneliti,
Aqmalia Santika Manik U
050704017
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D selaku dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan serta pembantu dekan I, II, dan III yang telah membantu dalam segala hal sehingga Peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan. 2. Ibu Dra. Khairawati, M.A.,Ph.D selaku ketua Program Studi bahasa Arab dan bapak Drs. Mahmud Khudri, M.Hum selaku sekretaris jurusan yang telah memberi saran dan masukan kepada Peneliti. 3. Ibu Dra. Khairawati, M.A., Ph.D selaku dosen pembimbig I dan Drs. Murniati selaku pembimbing II yang dengan segala daya upaya membantu dalam memberi bimbingan dan arahan. 4. Seluruh staf pengajar Fakultas Sastra khususnya program studi bahasa Arab yang dengan ikhlas mencurahkan ilmu dan perhatiannya sejak Peneliti memulai perkuliahan hingga menyelesaikannya. 5. Ibu Dra. Rahlina Muskar. M.Hum selaku dosen wali yang telah memberi dukungan dan arahan mulai dari pemilihan judul. 6. Bu Aisyah dan Ustaz Fauzan yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Ayah dan mamak tersayang, yang telah sabar mendidik peneliti, hingga peneliti dapat merasakan indahnya dunia pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Dan peneliti yakin semua ini berkat doa ayah dan mamak. Peneliti tau semua ini takkan terbalas, dan peneliti hanya bisa mengucapkan terimakasih. Semoga ilmu yang peneliti raih, dapat berguna bagi negara ini dan tidak mengecewakan ayah dan mamak. uhibbukuma fillah 8. Bang Iwan dan bang Edi, terimakasih atas bantuan biayanya selama peneliti kuliah. Peneliti tidak akan pernah melupakan ini semua. Semoga abang baik selalu. 9. Kakak-kakakku, ka Ida, ka Ita, ka Amah, juga Adik-adikku, Fadli dan Era “terimakasih atas bantuan materi dan dukungannya” Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
10. Sahabat-sahabatku tersayang dan baik hati, Faisal, Fitri, Emak rehan, Sanah, Lira, Mukhlis, Mbak Linda, Amah, Ape, Yunita, Tini, Reje, Elly, Kiki, Ka Syam, Hafiz, Hafni, Aben, Surya, Fitrah, Putri, Putra, Izal dan “syukran pada semua teman-teman stambuk ’05 yang tak dapat peneliti tulis namanya juga adik-adik yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab (IMBA), terima kasih atas segala bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Buat temen-temen di asrama (Tina, Sari, dan ka Lili) “tetap semangat ya!” 12. Buat temen-temen yang selalu mendengarkan keluh kesah selama proses penyelesaian skripsi ini (Ivana, Wina, Aisyah, Listi, Via, Faqih, Indah, dan terutama ka Salha) Peneliti tidak dapat membalas jasa baik yang diberikan, akhirnya kepada Allah SWT peneliti memohon untuk memberi balasan yang berlipat ganda. Amin ya rabbal ‘ālamin
Medan,
Juni 2009
Peneliti,
Aqmalia Santika Manik 050704017
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 158 Tahun 1987 dan No 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988 1. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
1
2
3
4
Alif Ba Ta Sa Jim Ha Kha Dal Zal Ra Zai Sin Syin Sad Dad Ta Za ‘ain Gain Fa Qaf Kaf Lam Mim Nun Waw Ha Hamzah
Tidak dilambangkan B T Ś J H Kh D Ż R Z S Sy Ş D Ţ Z ‘ G F Q K L M N W H `
Ya Y
Tidak dilambangkan s dengan titik di atasnya h dengan titik di bawahnya z dengan titik di atasnya s dengan titik di bawahnya d dengan titik di bawahnya t dengan titik di bawahnya z dengan titik di bawahnya koma terbalik -
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
apostrof, tetapi lambang ini tidak dipergunakan untuk hamzah di awal kata -
2. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. ditulis Ahmadiyyah 3. Ta Marbūtah di akhir kata Transliterasi untuk ta marbutah ada tiga macam, yaitu : 1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya. ditulis jamā’ah 2. Bila dihidupkan ditulis t ditulis karāmatu al-awliyā` 4. Vokal Pendek Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u
5. Vokal Panjang A panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya
6. Vokal Rangkap Fathah + yā tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati ditulis au
7. Vokal-vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan apostrof (`) ditulis a`antum ditulis mu`annaś 8. Kata sandang Alif + Lām 1. Bila diikuti huruf qamariyyah ditulis alditulis Al-Qur`ān 2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf I diganti dengan huruf syamsiyyah yang mengikutinya. ditulis asy-Syī’ah 9. Huruf Besar Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD 10. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat 1. Ditulis kata per kata, atau 2. ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut. ditulis Syaikh al-Islām atau Syaikhul-Islām
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................ i UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................... ii PEDOMAN TERIMAKASIH ................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................. viii BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Batasan Masalah ......................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7 1.5 Metode Penelitian ....................................................................... 7 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8 BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 21 3.1 Sekilas Tentang Juz 14 dan 15 ................................................. 21 3.1.1 Sekilas tentang Surah Al-Hijr ....................................... 21 3.1.2 Sekilas tentang Surah Al-Nahl ...................................... 22 3.1.3 Sekilas tentang Surah Al-Isra` ...................................... 22 3.1.4 Sekilas tentang Surah Al-Kahfi .................................... 23 3.2 Hukum-Hukum dan Kedudukan Zaraf Mabni dalam Al-Qur`An Juz 14 .................................................................... 24 3.3 Hukum-Hukum dan Kedudukan Zaraf Mabni dalam Al-Qur`An Juz 15 .................................................................... 34 BAB IV : PENUTUP .................................................................................. 53 4.1 Kesimpulan ............................................................................. 53 4.2 Saran ....................................................................................... 56 DAFTAR PUSTAKA
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
ABSTRAKSI AQMALIA SANTIKA MANIK. 2009. Analisis / Zarfun Mabniyyun/ dalam Al-Quran Juz 14 dan 15 Semua zaraf adalah mu’rab, yaitu bisa berubah baris akhirnya kecuali beberapa lafaz tertentu, di antaranya ada yang berupa zaraf zaman ’keterangan waktu’ dan zaraf makan, ’keterangan tempat’ dan ada yang berfungsi ganda. Lafaz-lafaz tertentu inilah yang disebut dengan zaraf mabni. Penelitian ini mengkaji tentang hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam AlQur`an pada juz 14 dan 15, yang bertujuan untuk mengetahui hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an pada juz 14 dan 15. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam Juz 14 terdapat 24 zaraf mabni. 19 Zaraf zaman dan lima zaraf makan, sedangkan pada juz 15 terdapat 46 zaraf mabni. 42 zaraf zaman dan empat zaraf makan. Adapun zaraf mabni yang ditemukan dalam , Al-Qur`an juz 14 dan 15 ini adalah : , dan / qablu, iż, iżā, lammā, ayyāna, kaifa , yauma`iżin, haiśu, `aina, `Ainamā, matā, `abadan, ladun/ dan hunālika/. Hukum zaraf mabni, dalam konteks kalimat /mabnī fī mahalli naşbin/, dan kedudukannya pada dasarnya berkedudukan sebagai zaraf, namun di samping itu ada juga lafaz zaraf mabni yang berpengertian makna zaraf namun berkedudukan sebagai /maf’ūlun bihi/ ‘objek’, /hāl/ /şifat/ ’sifat’, lazimnya zaraf mabni ini juga ‘keadaan’ dan sebagai berkedudukan sebagai /mudāf/, dan yang lebih uniknya lagi dalam zaraf /mudāfun ilaihi/ yang terletak pada surah lain. mabni terdapat
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
,
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bahasa adalah satu sistem komunikasi dengan bunyi, yaitu lewat alat ujaran dan pendengaran, antara orang-orang dari kelompok atau masyarakat tertentu dengan mempergunakan
simbol-simbol
vokal
yang
mempunyai
arti
arbitrer
dan
konvensional. (Alwasilah. 1993 : 2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arbitrer berarti sewenang-wenang dan mana suka. Sedangkan konvensional berarti kesepakatan seperti adat, kebiasaan, kelaziman dan tradisional. Maksud dari arbitrer di sini adalah mana suka yaitu terbukti antara rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Seperti kata binatang tertentu di indonesia disebut kucing, di Arab qiţţun. Mengapa demikian? Karena sudah begitulah maunya, itulah manasuka. Begitulah setiap bunyi-bunyi itu manasuka, tapi karena bahasa itu kejayaan sosial maka yang manasuka tadi disetujui pemakaiannya oleh masyarakat penutur bahasa. Yang manasuka tadi lalu berurat, berakar, mempribadi dan membatin pada setiap penutur. bila sudah menjadi kebiasaan (conventional) maka yang manasuka tadi menjadi peraturan yang tetap, menjadi suatu sistem (Al-Wasilah, 1993 : 85). Bahasa juga merupakan salah satu unsur kebudayaan, kebudayaan itu datangnya dari manusia dan manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Dan menurut Tarigan, (1987 : 4-5): ”Bahasa mempunyai pengaruh yang luar biasa, karena sebagai salah satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk lainnya yang ada di dunia ini.” Bahasa dan sastra Arab sangat perlu dipelajari, sebab tidaklah mungkin orang dapat mengerti maksud ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadis-hadis Nabi, jika ia tidak mengetahui seluk beluk bahasa ini. Lagi pula bahasa Arab itu merupakan bahasa perantara umat Islam sedunia dan bahasa resmi di Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Said, 1984 : 4)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Menurut Al-Ghulayaini (2007 : 7)
/Al-lugatu al-‘arabiyyatu hiya al-kalimātu allatī yu’abbiru bihā al-‘arabu ‘an aghrādihim. Wa qad waşalat ilainā min ţarīqi al-naqli. Wa hafizahā lanā Alqur`ānu al-karīmu wa al-ahādīśu al-syarīfatu, wa mā rawāhu al-śiqātu min manśūri al-‘arabi wa manzūmihim/ ‘Bahasa Arab adalah kata-kata yang digunakan oleh bangsa Arab untuk mengungkapkan maksud mereka yang sampai kepada kita melalui transfer yang dijaga oleh Al-Quranul karim dan Hadis-hadis Nabawi serta prosa-prosa dan syair-syair yang diriwayatkan oleh manusia-manusia yang terpercaya’ Semua bahasa memiliki aturan atau yang lebih akrab disebut dengan tatabahasa. Tatabahasa itu menyangkut kata, struktur ”internal” di dalamnya (morfologi), dan struktur antar – kata (sintaksis); dan keduanya dibedakan dengan ”leksikon” atau perbendaharaan kata. ( Verhaar, 1996 : 9). Adapun penelitian ini termasuk dalam bidang sintaksis. Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata-kata dalam kalimat. (Verhaar, 1996 : 11) Mempelajari bahasa Arab tidak terlepas dari mempelajari tata bahasanya sendiri. Seperti bahasa asing lainnya, bahasa Arab juga mempunyai tata bahasa untuk mempermudah dalam memahami unsur-unsur kata agar menjadi kalimat yang sempurna. Dalam tata bahasa Arab kata disebut
/ Al-kalimatu/. Kata dalam
bahasa Arab dibagi tiga bahagian, sebagaimana dikemukakan oleh Nikmah (tanpa tahun : 17)
–
–
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Tanqasimu al-kalimatu al-‘arabiyatu śalāśata aqsāmin : ismun – fi’lun – harfun/ ’Kata dalam bahasa Arab terbagi tiga : ismun ’nomina’, fi’lun ’verba’, dan harfun ’kata tugas’ Di dalam susunan kalimat bahasa Arab ism ’nomina’ mempunyai kedudukan yang beragam, adakalanya berfugsi sebagai fa’il ’pelaku’, maf’ul ’objek’, maupun sebagai hal ’keterangan’. Ism ’kata benda’ tersebut dapat juga berperan sebagai keterangan yang menunjukkan keadaan, sebab, tempat dan waktu suatu pekerjaan dilakukan, seperti maf’ul mutlak ’kata keterangan penegas’, maf’ul lahu ’kata keterangan alasan’, dan maf’ul fĩhi ’kata keterangan waktu dan tempat’. Maf’ulfĩhi (kata keterangan waktu dan tempat), disebut juga dengan zaraf. Menurut Ibnu Malik dalam ’Aqil (2000:394)
/Al-maf’ul fĩhi wa yuśamma zarfan/ ‘Maf’ulfīhi disebut juga dengan zaraf’
/wa al-zarfu waqtun aw makānun dumminā ĩ””f biţţirādin kahunā umkuś azmunā/. ’dan Zaraf adalah waktu atau tempat yang mengandung makna fi ”kata tugas” menurut kaidah yang berlaku, seperti lafaz /huna umkuś azmunā/ ’tinggallah kamu di sini selama beberapa waktu’ Dan menurut Dr. George M. Abdillah Masih (1981 : 193) menyatakan :
/al-maf’ūlu fīhi aw al-zarfu huwa ismun yadullu ‘alā zamānin aw makānin wuqū’a al-fi’li wa yatadammanu ma’na “fī”/ ‘maf’ulfih atau zaraf adalah isim yang menunjukkan pengertian waktu dan tempat terjadinya perbuatan dan mengandung makna “fi” ‘pada atau di’ Dari pengertian –pengertian yang dinyatakan oleh para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan zaraf adalah isim ‘nomina’ yang pada Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
dasarnya mansub ‘berkasus akusatif’, akan tetapi bukan berarti bahwa semua zaraf harus mabni ‘tetap’ berbaris fathah pada akhirnya. Kemudian, para ahli sependapat / al-maf’ūlu
menyatakan bahwa zaraf itu sama pengertiannya dengan fīhi/, hal ini dapat dikatakan sama sebab
/ al-maf’ūlu fīhi/, juga
merupakan isim yang mansub ‘berkasus akusatif’ yang menerangkan masa terjadinya perbuatan atau tempat berlangsungnya perbuatan. Zaraf dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Zaraf Zaman yaitu ism yang menunjukkan keterangan waktu di mana suatu perbuatan terjadi di dalamnya. Contoh :
/ żahabtu şabāhan/
‘saya pergi pada pagi hari’ Lafaz
/şabāhan/ ’pagi’ adalah zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang
mansub berbaris fathah 2. Zaraf Makan yaitu ism yang menunjukkan keterangan tempat di mana suatu perbuatan terjadi di dalamnya. Contoh:
/ waqaftu tahta
asy-syajarati/ ‘Aku berhenti di bawah pohon’ Lafaz
/ tahta / ‘di bawah’ adalah zaraf makan ‘keterangan tempat’ yang
mansub berbaris fathah. Menurut Ghulayaini, 2007 : 393
/Al-zurūfu kulluhā mu’rabatun mutagayyiratun al-ākhiri, illā alfāzan mahşūratan/ ’zaraf itu semuanya mu’rob ’berubah baris akhirnya’ kecuali lafaz-lafaz tertentu’ Berdasarkan pendapat Ghulayaini di atas, dan dengan dibantu buku-buku berbahasa Arab yang berhubungan dengan zaraf maka peneliti menyimpulkan bahwa zaraf mu’rob itu adalah zaraf yang berubah baris akhirnya. Tetapi pada lafaz – lafaz tertentu baris akhirnya tidak berubah, dan disebut sebagai zaraf mabni (baris tetap), dapat dilihat sebagai contoh berikut: Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa ‘alā al-lażīna hādū harramnā mā qaşaşnā ‘alaika min qablu wa mā zalamnāhum walākin kānū anfusahum yazlimūna/ ’Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri’ (Al-Nahl : 118).
Contoh lainnya :
/fa`in ţallaqahā falā tahillu lahu min ba’du hattā tankiha zaujan gairahu/ ’Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain’(Al-Baqarah : 230). Jika diperhatikan secara seksama dari kedua contoh di atas,dapat dilihat bahwa (
/ min qablu/ ’sebelum’ dan
/min ba’du/ ’setelah’ tidak
majrur ’berbaris kasrah’ seperti tugas harf jarr (kata tugas) yaitu membarisbawahi akhir kata. Seperti pada ayat:
/walaqad arsalnā min qablika fī syiya’i al-awwalīna/ Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (Beberapa Rasul) sebelum kamu kepada umat-umat yang terdahulu’ (Al-hijr : 10).
/wa allazīna hājarū fī allāhi min ba’di mā zulimū lanubawwiannahum fī aldunyā hasanatan wa la ajru al-akhirati akbaru lau kānū ya’lamūna/ ‘dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui’ (Al-Nahlu : 41). dan setelah diadakan penelitian, peneliti menemukan bahwa kata qablu/ ’sebelum’ dan
/ min
/min ba’du/ ’setelah’ adalah suatu bentuk
pengecualian, yang masuk ke dalam pembahasan zaraf mabni. Di sinilah letak keunikan zaraf mabni. Dan berdasarkan uraian di atas pula peneliti merasa tertarik untuk mengkaji dari Al-Qur’an yang pembahasannya dibatasi pada juz 14 dan 15 saja. Pada juz 14 dan 15 terdapat empat surat yaitu surat Al-Hijr, Al-Nahlu, alIsra’ dan sebagian surat Al-Kahfi. Dalam surat Al-Hijr terdiri dari 99 ayat, , Al-Nahlu terdiri dari 128 ayat, Al-isra’ terdiri dari 111 ayat dan surat Al-Kahfi terdiri dari 110 ayat, namun dalam surat Al-kahfi yang diteliti hanya sebagian surat saja yaitu 74 ayat. Berdasarkan hipotesa sementara peneliti menemukan 27 zaraf mabni dari juz 14, dan 28 zaraf mabni dari juz 15, dan menurut pengamatan peneliti jumlah ini merupakan yang terbanyak dibandingkan juz-juz lain yang ada dalam Al-Qur’an, sehingga peneliti menjadikannya bagian dari objek bahasan ini.
1.2. Batasan Masalah
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari judul, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hukum-hukum zaraf mabni dalam ayat-ayat Al-Qur’an pada juz 14 dan 15? 2. Bagaimana kedudukan zaraf mabni dalam ayat-ayat Al-Qur’an pada juz 14 dan 15?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan hukum-hukum zaraf mabni dalam ayat-ayat AlQur’an pada juz 14 dan 15. 2. Untuk mendeskripsikan kedudukan zaraf mabni dalam ayat-ayat Al-Qur’an pada juz 14 dan 15.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah wawasan peneliti dan pembaca mengenai zaraf mabni 2. untuk memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam mempelajari zaraf mabni. 3. Untuk menambah referensi bahasa Arab pada Program Studi Bahasa Arab.
1.5. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menelaah buku-buku rujukan di perpustakaan, yaitu buku Jami’ul al-durusi karangan Al-Ghulayaini dan juga dengan membaca buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988 : 63). Adapun tahap-tahap yang ditempuh oleh peneliti dalam hal ini adalah : 1. Mengumpulkan data dari Al-Qur’an, kemudian diklasifikasi 2. Membaca dan menelaah data yang diperoleh dari Al-Qur’an dan kemudian dipelajari dan dianalisis 3. Menyusun secara sistematis dan membuat dalam bentuk laporan ilmiah yang kemudian disajikan dalam bentuk skripsi. Dalam penulisan arab latin digunakan pedoman Transliterasi arab latin berdasarkan surat keputusan bersama Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik no 158 tahun 1987 dan no 0543/u/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian tentang zaraf sebelumnya sudah pernah diteliti oleh Permadi (820811601) yang berjudul ”Studi tentang Zaraf (Adverbia) dalam Bahasa Arab”. Pada kajian ini peneliti memfokuskan penelitian tentang zaraf mabni yang merupakan bagian dari pembahasan zaraf. Peneliti menggunakan buku Al-Ghulayaini sebagai rujukan primer. Karena ia memaparkan secara lebih jelas tentang zaraf mabni, sedangkan buku lain peneliti gunakan sebagai rujukan sekunder seperti pendapat Nikmah, Al-Farakh, dan lain-lain. Menurut Al-Ghulayaini ( 2007: 389 )
/Al-maf’ūlu fīhi ( wa yusamma zarfan) : huwa ismun yantaşibu ‘alā taqdīrin “ fī“ yużkaru libayāni zamāni al -fi’li aw makānihi/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘Maf’ulfihi disebut juga zaraf adalah ism (kata benda) yang dibaca nashab (akusatif) dengan menyimpan makna fi “kata tugas” yang ditutur untuk menerangkan zaman atau tempat terjadinya suatu perbuatan’ Contoh : sāfartu lailan/ ‘Saya berangkat pada malam hari’. Lafaz
/ lailan / ‘malam’ adalah zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang
dinashabkan dan berbaris fathah. Sedangkan zaraf mabni menurut Nikmah, ( tanpa tahun : 128)
–
–
–
–
–
–
/al-aşlu anna jamī’a al-zurūfi mu’rabatun. Illa anna hunāka ba’du zurūfin mabniyyatin. Wa hāżihi al-zurūfu hiya : haiśu, amsi, al-āna, iż, iżā, `aina, śamma. Sebenarnya, semua zaraf itu adalah mu’rab ’berubah baris akhirnya’. Kecuali sebagian zaraf-zaraf yang mabni ’berbaris tetap’. Dan zaraf-zaraf ini adalah : haiśu ’dengan cara’, amsi ’semalam’, al-āna ’sekarang’, iż ’jika’, iżā ’apabila’, `aina ’di mana’, śamma ’niscaya’ Contoh :
/innamā qawulunā li syayi`in iżā aradnāhu an naqūla lahu kun fayakūnu/ ‘Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, “jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu’ (AlNahl : 40). Lafaz
/iżā/ adalah zaraf zaman mabni ‘keterangan waktu yang baris
akhirnya tetap’ berbaris sukun ‘mati’ pada tempat nashab. Dan biasanya zaraf /iżā/ masuk kepada jumlah fi’liyyah ‘kalimat verba’. Menurut Al-Ghulayaini ( 2007: 393- 397) Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Al-zurūfu kulluhā mu’rabatun mutagoyyiratun al-ākhiri, illā alfāzan mahşūratan minhā mā huwa li al-zamāni, wa minhā mā huwa li al-makāni, wa minhā mā yusta’malu lahumā. ’Semua zaraf adalah mu’rab, yaitu bisa berubah baris akhirnya kecuali beberapa lafaz tertentu, di antaranya ada yang berupa zaraf zaman ’keterangan waktu’ dan zaraf makan, ’keterangan tempat’ dan ada yang berfungsi ganda’
–
–
–
– –-
•
– –
–
–
–
– –
–
– –
/Fa al-zurūfu al-mabniyyatu al mukhtaşşatu bi al-zamāni : iżā, matā, ayyāna, iż, amsi, al-āna, muż, munżu, qaţţ u, ’audu, bainā, bainamā, raiśa, raiśamā, kaifa, kaifamā, wa lammā/ ’Adapun zaraf mabni yang khusus menunjukkan zaman adalah : iża ’apabila’, matā ’kapan’, ayyāna ’bila’, iz ’pada waktu’, amsi ’kemarin’, al-āna ’sekarang’, muż ’sejak’, munżu ’semenjak’, qaţţu ’cukup’, ’audu ’cukup’, baina ’antara’, bainamā ’di waktu’, raiśa ’selama’, raiśamā ’selama’, kaifa ’bagaimana’, kaifamā ’bagaimana’, lammā ’ketika’ Contoh: /mā fa’altuhu qa ţţu /. ’Aku tidak pernah melakukannya seumur hidupku’. Lafaz dalam pengertian
/qaţţu/ adalah zaraf untuk fi’il madi ’kata kerja masa lampau’ /al-istighrāq/ ’menghabiskan masa yang lewat secara
total’. Asal katanya dari lafaz
/qaţaţţtuhu/ yang mempunyai arti / mā fa’altuhu qaţţu/
/qaţa’tuhu/ ’Aku memotongnya’, jadi makna dari adalah
/mā fa’altuhu fī mā in qata’a min
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘umrī/ ’saya tak melakukannya sama sekali seumur hidupku’. Dan kata
/qattu/
digunakan setelah huruf nafi.
•
/Wa minha mā rukkiba min zurūfi al-zamani, nahwu : zurna şabāha masā` a, wa laila laila, wa nahāra nahāra, wa yauma yauma/ ’Dan sebahagian ada yang tersusun dari zaraf zaman seperti : zurna şabāha masā`a ’kami berkunjung pagi dan petang’, wa laila laila ’dan malammalam’, wa nahāra nahāra ’dan siang-siang’, wa yauma yauma ’dan harihari’ /şabāha masā`a/ adalah zaraf zaman ’keterangan
Lafaz
waktu’ yang mabni ’ala al-fathi ’tetap berbaris fathah’ berkedudukan pada tempat nashab. Dan maksud dari lafaz ini adalah ”setiap pagi dan setiap sore”
–
–
•
–
/Wa al-zurūfu al-mabniyyatu al-mukhtaşşatu bi al-makāni hiya : haiśu, hunā, śamma, wa aina/ ’Dan zaraf mabni yang khusus menunjukkan tempat yaitu : haiśu ’di mana’, hunā ’di sini’, śamma ’niscaya’, aina ’di mana’ Contoh:
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/qod makara al-lażīna min qablihim fa `atā Allāhu bunyānahum min alqawā’idi fakharra ‘alaihimu al-saqfu min fauqihim wa `atāhumu al-‘ażābu min haiśu lā yasy’urūna/ ’Sungguh, orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan tipu daya, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka mulai dari pondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas. Dan siksa itu datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari’ (AlNahl: 26). Jika diperhatikan lafaz
/ haiśu / pada ayat di atas seharusnya berbaris
kasrah ’bawah’, tetapi karena haiśu adalah zaraf makan yang mabni ’ala dhammi ’keterangan tempat yang tetap berbaris dhammah’, maka barisnya tetap (tidak berubah).
•
/Wa al-zurūfu al-mabniyyatu al musytarakatu baina al-zamāni wa al-makāni hiya : annā, ladā, ladun, wa minhā qablu wa ba’du fi ba’di al-ahwāli/ ‘Dan zaraf mabni yang terkadang masuk ke zaraf zaman dan zaraf makan adalah : annā (di mana), ladā (sisi), ladun (sisi), dan terkadang di beberapa keadaan termasuk qablu (sebelum), dan ba’du (sesudah)’ Contoh:
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Iż awā al-fityatu ilā al-kahfi faqālū rabbanā ātinā min ladunka rahmatan wa hayyi` lanā min amrinā rasyadan/ ’(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’ (Al-kahfi : 10). Pada contoh di atas lafaz ’keterangan tempat’
/ladun/ berlaku sebagai zaraf makan /mabni ’ala al-sukuni/ ’tetap berbaris mati’.
Hal ini terlihat dari maknanya, yaitu ’sisi’ yang menunjukkan keterangan tempat.
/Sāfartu ladun ţulū’i al- syamsi/ ’Aku pergi ketika terbitnya matahari’ Pada contoh di atas lafaz ’keterangan waktu’
/ladun/ berlaku sebagai zaraf zaman /mabnī ’ala al-sukuni/ ’tetap berbaris
mati’. Hal ini terlihat dari maknanya, yaitu ’ketika terbit’ yang menunjukkan keterangan waktu. Adapun zaraf zaman yang mabni menurut Al-Farkh, ( Tanpa tahun : 244)
––
-
– –
–
–
–-
–
–
–
–
Inna zurūfa al-zamāni al-mabniyyati alfāzun mahşūratun ma’rūfatun wa hiya : iżā, iż, matā, ayyāna, al-āna, qaţţ u, lammā, ladun, raiśa, raiśamā, muż, munżu, amsi, wa zurufa al-zamani al-murakkabi. Wa hazihi al-alfazu tubna ala hasbi harakati akhiriha/ ’Bahwasanya zraf-zaraf zaman yang mabni adalah lafaz-lafaz tertentu yang diketahui, yaitu : iżā ’apabila’, iz ’pada waktu’, matā ’kapan’, ayyāna ’bila’, al-āna ’sekarang’, qaţţu ’cukup’, lammā ’ketika’, ladun ’sisi’, raiśa ’selama’, raiśamā ’selama’, muż ’sejak’, munżu ’semenjak’, amsi ’kemarin’, selamanya dan zaraf-zaraf zaman ’keterangan waktu’ yang diulang. Dan lafaz-lafaz ini tetap (mabni) pada akhir harakatnya’ •
Lafaz
/iżā/ pemakaiannya mengandung makna syarat, dan jumlah
sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah ’kalimat verba’dengan kebanyakan
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
menggunakan fi’il madi ’masa lampau’ namun bermakna mustaqbal ’yang akan datang’ dan zaraf
/iżā/ tetap berbaris sukun ’mati’ / iżā darasta tanjah/ ‘jika engkau belajar maka
Contoh :
engkau akan berhasil’, dan ada pula lafaz
/iżā/ yang tidak mengandung
makna syarat dan hanya menunjukkan keterangan waktu seperti pada ayat /wa al-laili iżā yagsyā/ ’demi malam apabila
(Al-lail : 1) menutupi cahaya siang’ •
Lafaz
/iż/ adalah keterangan waktu yang kebanyakan digunakan untuk fi’il
madi, tetap berbaris sukun ‘mati’ seperti pada contoh : /ji`tu iż ţala’at al-syamsu/ ’saya datang ketika matahari terbit’, dan ada juga lafaz
/iż/ yang digunakan untuk mustaqbal ’masa yang akan
datang’ seperti pada surah (Al-Mu`min/Gafir : 70-71)
.... /…fasaufa ya’lamūna, iz al-aglālu fī a’nāqihim wa al-salāsilu yushabūna/ .... ’kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret’ Dan ada pula yang menempati kedudukan
/mudāfun ilaihi/ yang
dimudafkan setelah isim zaman seperti pada surah (Al-‘Imran : 8)
... /rabbanā lā tuzig qulūbanā ba’da iż hadaitanā…/ ‘(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami…’ Lafaz
/iż/
ada juga yang menempati kedudukan sebagai
/maf’ūlun bihi/ seperti pada surah (Al-A’raf : 86)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
… ...
/…wa użkurū iż kuntum qalīlan…/… ‘dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit...’ atau sebagai
/badal mihu/ seperti pada surah (Maryam :16)
/ wa użkurū fīal-kitābi maryama iż anbażat min ahlihā makānan syarqiyyan/ ‘dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur’ •
Lafaz
/matā/ adalah keterangan waktu yang tetap berbaris sukun ‘mati’
dan juga termasuk isim istifham ‘kata tanya’ berfungsi untuk meminta keterangan tentang kapan terlaksananya suatu perbuatan dan mansub pada / matā ji’ta?/ ‘kapan engkau
tempat zaraf seperti contoh : datang/’ Lafaz
/matā/ dapat juga menempati pada tempat
/majrur/ seperti contoh :
/hattā matā yabqā al-
dāllu/ ‘sampai kapan orang sesat itu tetap dalam kesesatannya’, dan adakalanya Lafaz
/matā/ berperan sebagai
‘kata syarat’ seperti pada contoh :
/ismu syartin/ /matā tutqin
‘amalaka tublig `amalaka/ ‘bila engkau meyakini pekerjaanmu niscaya engkau akan dapatkan cita-citamu. •
Lafaz
/ayyāna/ keterangan waktu yang mabni atas fathah yang
berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada masa yang akan datang. Maknanya sama dengan
/hīna/, yang berarti kapan atau bila seperti
pada surah (Al-Qiyamah : 6)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/yas`alu ayyāna yaumu al-qiyāmati/ ‘ia berkata: "Bilakah hari kiamat itu?" Selain daripada itu lafaz
/`ayyāna/ juga dapat mengandung makna
bersyarat seperti pada contoh :
/ `ayyāna tajtahid
tajid najāhan/ ‘bila engkau bersungguh-sungguh niscaya engkau memperoleh keberhasilan’ •
Lafaz
/al-āna/ adalah keterangan waktu yang tetap berbaris fathah
’atas’, menjelaskan tentang peristiwa masa sekarang, dan lafaz ini boleh /min, ilā, hattā,
didahului oleh huruf jarr seperti muż, munżu / seperti pada contoh :
/wa lam `arsil risālata ilā wālidī hattā al`āna/ ‘sampai sekarang saya belum mengirim surat kepada orangtua saya’ •
Lafaz
/qaţţu/ adalah keterangan waktu untuk fi’il madi ’kata kerja masa
lampau’ dalam pengertian
/al-istighrāq/ ’menghabiskan masa
yang lewat secara total’. Asal katanya dari lafaz mempunyai arti
/qaţaţţtuhu/ yang
/qaţa’tuhu/ ’Aku memotongnya’, jadi makna dari
/ mā fa’altuhu qaţţu/ adalah /mā fa’altuhu fī mā in qata’a min ‘umrī/ ’saya tak melakukannya sama sekali seumur hidupku’. Dan kata •
Lafaz
/qattu/ digunakan setelah huruf nafi.
/lammā/ adalah keterangan waktu yang berarti
sering disebut dengan
/hīna/ sebab itu
/ lammā al-hīniyyah/ dan setelah lafaz ini
harus ada dua kalimat dan kebanyakan menggunakan fi’il madi. Dan lafaz /lammā/ tetap berbaris sukun ’mati’ seperti pada surah (Al-Isra` :67)
/ fa lammā najjākum `ilā al-barri `a’radtum/ ‘Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling’
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
•
Lafaz
/raiśa/ adalah keterangan waktu yang tetap berbaris fathah, dan
lafaz ini berarti lafaz
/al-muddatu aw al-miqdāru/‘sebentar’,
/raiśa/ diambil dari
–
/maşdar/ fi’il
/rāśa –
/intazartu raiśa şalla/
yariśu/ seperti pada contoh :
’saya menunggunya selama dia salat’. Dan lafaz ini dapat disambung dengan huruf •
Lafaz
/mim/ tambahan menjadi /muż/ dan
berasal dari lafaz pengucapan. Dan lafaz
/raiśamā/
/munżu/ adalah keterangan waktu dan lafaz huruf
nya dihilangkan untuk meringankan
/munżu/ berasal dari huruf
/min/ dan
/munżu/ tetap berbaris dammah, sedangkan lafaz
lafaz
/iż/
/muż/ tetap /mā
berbaris sukun ’mati’ seperti contoh :
ra`aituka muż yaumin aw munżu yaumaini/ ’saya tidak melihatmu sejak satu atau dua hari ini’
•
Lafaz
/amsi/ adalah keterangan waktu untuk masa lampau, dan
pemakaiannya terdapat dalam dua hal, yang pertama tetap berbaris kasrah ’bawah’ dan lafaz ini juga boleh di dahului oleh huruf-huruf seperti : ,
/min, muż, munzu/ seperti pada contoh :
/zurtu
akhī munżu amsi/ ’saya mengunjungi abang saya sejak kemarin’ adapun yang kedua yaitu lafaz
/amsi/ menjadi ma’rifah yaitu memakai
seperti pada contoh :
/bi al-amsi kunnā
aţfālan/
•
Lafaz
/`abadan/ adalah keterangan waktu untuk masa yang akan datang
dalam pengertian
/al-istighrāq/ ’menghabiskan masa yang lewat
secara total’ dan tetap berbaris fathah. Seperti pada contoh : /lan af’ala żālika `abadan/ ‘saya tidak akan melakukan itu selamanya’ Dan zaraf makan yang mabni menurut Al-Farkh (tanpa tahun : 252) adalah :
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
–
–
–
–
Inna al-zurūfa al-makāni al-mabniyyati alfāzun mahdūdatun wahiya : haiśu, hunā, śamma, annā, aina/ ’Dan zaraf-zaraf mabni yang khusus menunjukkan tempat yaitu : haiśu ’di mana’, hunā ’di sini’, śamma ’niscaya’, `aina ’di mana’ •
Lafaz
/haiśu/ adalah keterangan tempat yang tetap berbaris dammah,
dan biasanya zaraf ini menjadi idafah jika masuk dalam kalimat, dan kebanyakan jumlah ‘kalimat’ sesudahnya berbentuk jumlah fi’liyyah. Seperti /ijlis haiśu yajlisu al-asatiżu/
pada contoh :
‘duduklah di mana duduk para guru’, terkadang lafaz ditambah dengan
/mā/ yaitu ma tambahan menjadi
/haiśu/ dapat /haiśumā/ dan
/ismu syartin/ seperti pada contoh :
berparan sebagai
/ haiśumā tażhab ażhab/ ‘ke mana engkau pergi saya juga akan pergi’ •
Lafaz
/hunā/ adalah keterangan tempat yang tetap berbaris sukun ‘mati’
dan menunjukkan tempat yang dekat. Seperti pada contoh :
/qif
hunā/ ‘berhentilah di sini’ •
Lafaz
/annā/ adalah keterangan tempat yang tetap berbaris sukun
‘mati’dapat berperan sebagai : a. keterangan waktu yang sama dengan sebagai
/`aina/ ‘di mana’ juga
/ismu syarţin/, contoh :
/`annā
tajlisu `ajlisu/ ‘di mana engkau duduk maka saya juga akan duduk’ b. berperan sebagai mengandung makna
/ismu istifhāmi/ ‘kata tanya’ yang /min `aina/ ‘dari mana’ contoh :
/yā Maryamu `annā laki hāżā?/ ‘ya Maryam, dari mana engkau peroleh ini?’
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
c. mengandung makna
/kaifa/ ‘bagaimana’ seperti contoh : /kaifa yuhyī allāhu hāzihi ba’da mautihā/
‘bagaimana Allah menghidupkan ini sesudah mati’ •
Lafaz
/`aina/ adalah keterangan tempat yang tetap berbaris fathah dan
juga berperan sebagai isim istifham ‘kata tanya’, contoh :
/`aina
khālidun?/ ‘di mana Khalid?’ dapat juga sebagai isim syarat. Contoh : /`aina tajlisu `ajlisu/ ‘di mana engkau duduk saya juga duduk’ /Lafaz menjadi
/`aina/ dapat juga disambung dengan huruf
/mim/ tambahan
/`ainamā/ untuk menegaskan suatu kalimat. Seperti pada surah
(An-Nisa` : 78)
/`ainamā takūnu yudrikum al-mautu/ ‘di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu’. Dan adapun zaraf mabni yang berfungsi ganda menurut Al-Farakh : 255)
/hunāka zurūfu al-mabniyyati tasytariku baina al-zamāni wa al-makāni fahiya tāratan taqa’u zarfa zamāni, wa marratan ukhrā ta`tī zarfa makāni, wa hāżihi al-zurūfu takūnu mabniyyatun fī mahalli na şbin wa hiya : ladun, bainā,wa bainamā, wa minhā qablu wa ba’du fi ba’di al-ahwāli/ ‘Dan ada juga zaraf mabni yang terkadang masuk ke zaraf zaman dan zaraf makan terkadang terletak sebagai zaraf zaman, dan sesekali sebagai zaraf makan, dan zaraf-zaraf ini tetap barisnya pada tempat nasab, mereka adalah : ladun ‘sisi’, bainā dan bainamā ‘di antara’, dan terkadang di beberapa keadaan termasuk qablu ‘sebelum’, dan ba’du ‘sesudah’ Lafaz
/ladun/ mengandung makna
/’inda/ dan tetap berbaris sukun
‘mati, dapat menjadi zaraf zaman seperti contoh :
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Sāfartu ladunţulū’i al - syamsi/ ’Aku pergi ketika terbitnya matahari’, dan dapat menjadi zaraf makan seperti pada contoh : /jalastu ladunka/ ‘aku duduk di sisimu’ • Lafaz
/bainā/ dan
katanya adalah /bainā/ dan
/bainamā/ tetap berbaris sukun ‘mati’, asal
/baina/ dan
/alif/ adalah huruf tambahan. Setelah Lafaz
/bainamā/ jumlah sesudahnya menjadi
/mudāfun ilaih/ seperti pada contoh : /bainamā / bainā `adrusu jā`a al-ustāżu/ ‘ketika aku sedang belajar datang seorang guru’. • Lafaz
/qablu/ ‘sebelum’dan
/ba’du/ ‘sesudah’ tetap berbaris
dammah apabila terputus darinya
/idāfah lafzan lā
ma’nan/ maksudnya yaitu /mudāfun ilaih/ nya dihilangkan. Dari pengertian-pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembahasan tentang zaraf mabni adalah penelitian tentang kata-kata yang termasuk dalam kelompok zaraf yang tetap bentuknya dalam kalimat, atau dapat juga menempati posisi yang tertentu dalam kalimat.
Untuk mengetahui kedudukan zaraf mabni dalam bahasa Arab tidak terlepas dari i’rab. Menurut Al-Gulayaini, (2007 : 14)
/aśarun yuhdiśuhu al-‘āmilu fī akhiri al-kalimati, fayakūnu `akhiruhā marfū’an aw manşuban aw majrūran aw majzūman, hasiba mā yaqtadīhi żālika al-‘āmili/ ’i’rab adalah perubahan akhir kata karena pengaruh ‘amil-‘amil yang masuk, sehingga akhirnya menjadi marfu’, manşub, majrur, atau majzum sesuai dengan ‘amil tersebut’ Muta’allaqu Al-Zarfi
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Dalam mengi’rab zaraf, tidak terlepas dari muta’allaqnya, karena zaraf tidak bisa berdiri sendiri ia selalu membutuhkan muta’aalaq atau yang disebut dengan ‘āmil. Dan muta’allaqnya itu ada yang berupa fi’il atau semacamnya. Muta’allaqnya /jalastu tahta al-syajarati/ ‘aku
ada yang disebutkan seperti
duduk di bawah pohon’ muta’allaq dalam kalimat ini adalah
/jalastu/ dan ada
pula muta’allaqnya yang boleh dibuang seperti sisi Ulama’ sebagai jawaban dari pertanyaan
/’inda al-‘ulamā`i/ di /`aina tajlisu?/ ‘di mana
engkau duduk?’ mut’allaqnya adalah
/tajlisu/, dan ada pula yang
muta’allaqnya harus dibuang, dalam hal ini terdapat 3 macam masalah: 1. Keberadaannya itu berbentuk umum, dan muta’allaqnya dibuang karena untuk memperbaiki perkataan dalam kalimat, seperti menghilangkan kata “ ”/maujūdun/ ‘ada’, “
”/kāinun/ ‘ada’, “
”/hāşilun/ ‘ada’
dan bentuk muta’allaqnya itu ada yang berkedudukan sebagai seperti
/khabar/
/al-jannatu tahta aqdāmi al-ummahāti/
‘surga itu di bawah telapak kaki ibu’ dan dalam kata ini ada kata ”/maujūdun/ ‘ada’ yang dibuang yang letaknya berkedudukan sebagai khabar, dan jika khabarnya diletakkan maka kalimatnya menjadi /al-jannatu maujūdun tahta aqdāmi al-ummahāti/ ‘surga itu ada di bawah telapak kaki ibu’, dan ada juga muta’allaq yang dibuang berkedudukan sebagai
/şifat/ seperti
/marartu birajulin ‘inda al-madrasati/ ‘aku melewati seorang pemuda yang berada di sekolah’, dan ada juga muta’allaq yang dibuang berkedudukan sebagai
/hālan/ seperti
/ra`aitu al-hilāla
baina a-sahābi/ ‘aku melihat hilal di antara awan’, dan ada juga muta’allaq yang dibuang yang berkedudukan sebagai
/şilatu/ dan dalam hal ini
muta’allaq yang dibuang itu selalu berbentuk fi’il, seperti
–
–
–
/haşala-yahşulu, kāna-yakūnu, wajada-yūjadu/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
seperti pada contoh :
/hadara man ‘indahu
al-khabaru al-yaqīnu/ ‘telah hadir seseorang yang mempunyai kabar yang benar’. 2. zaraf mansub karena
/isytigā/l, yaitu karena adanya ’āmil yang
menyibukkan dalam pekerjaan damir seperti /yaumu al-kamīsu şumtu fīhi/ aku berpuasa pada hari kamis’ 3. Muta’allaq yang sudah biasa didengar terhapus, dan tidak boleh disebutkan, seperti
/hīnaiżin al-`āna/ yang berarti ketika itu seperti itu, dan
sekarang adalah sekarang.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Sekilas tentang juz 14 dan 15 Al-Qur`an adalah mu’jizat Nabi Muhammad yang terbesar diwahyukan Allah kepadanya. Membaca al-Qur`an itu sendiri bagi ummat islam merupakan ibadah. AlQur`an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari dan tempat turunnya ada di Mekkah dan ada yang di Madinah. Ayat yang diturunkan di Makkah dinamakan dengan Makkiyah dan ayat yang diturunkan di Madinah dinamakan dengan Madaniyyah. Al-Qur`an terdiri dari 114 surah dan dibagi menjadi 30 juz. Adapun juz 14 dan 15 seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang terdapat empat surah, yaitu surah Al-Hijr, Al-Nahl, Al-Isra` dan Al-Kahfi. Yang termasuk pada juz 14 adalah Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
surah Al-Hijr dan Al-Nahl, pada juz 15 adalah surah Al-Isra` dan sebagian dari surah Al-Kahfi.
3.1.1. Sekilas tentang surah Al-Hijr Surat Al-Hijr adalah surah ke 15, terdiri dari 99 ayat, surah ini termasuk dalam kelompok surah Makkiyah, namun pada ayat 87 termasuk surah Madaniyah. Surat ini dinamakan ”Al-Hijr” yaitu nama sebuah kota. Nama surah ini terdapat dalam ayat 80 yang berbunyi :
/Walaqad każżaba `aşhābu al-hijri al-mursalīna/ ‘dan Sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al Hijr telah mendustakan rasul-rasul’ (Al-Hijr : 80) Ayat di atas membicarakan tentang kota Al-Hijr yang terletak di Wadi Qura antara Madinah dan Syiria. Yang mana Penduduk kota ini adalah kaum Tsamud yang telah mendustakan Nabi Sholeh.
3.1.2. Sekilas tentang surah Al-Nahl Surah Al-Nahl adalah surah ke 16, terdiri dari 128 ayat, surah ini termasuk kelompok surah makkiyah, namun pada 3 ayat terakhir yaitu ayat 126, 127, dan 128 termasuk surah Madaniyah. Surah ini dinamakan “Al-Nahl” yang berarti ‘lebah’. Nama lebah diambil dari ayat 68 yang berbunyi :
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa `awhā rabbuka `ilā al-nnahli `an ittakhiżī min al-jibāli buyūtan wa min al-sysyajari wa mimmā ya’risyūna/ ‘dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", (Al-Nahlu : 68) Ayat di atas membicarakan bahwa Allah telah memberikan ilham atau naluri pada lebah, agar dia membuat sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu ataupun di bubungan rumah lalu menghirup buah atau kembang untuk menghasilkan madu. Dengan mengamati kehidupan lebah itu, manusia diperkenalkan akan kekuasaan Allah atas alam, keajaiban yang terkandung di dalamnya. Di samping itu madu lebah adalah salah satu obat yang mujarab untuk berbagai macam penyakit. Sebagaimana halnya dengan surah-surah yang turun di Mekkah, surah ini juga menghimpun pokok akidah yang besar tentang ketuhanan, tentang wahyu dan tentang hari kebangkitan kelak. Surah ini dinamakan juga dengan Al-Ni’am yang berarti nikmat-nikmat, karena di dalamnya Allah SWT menyebutkan beberapa nikmat untuk hambahambaNya.
3.1.3. Sekilas tentang Surah Al-Isra` Surah Al-Isra` adalah surah ke 17, terdiri dari 111 ayat, surah ini juga termasuk dalam golongan surah-surah Makkiyah, namun pada ayat 26, 32, 57, dan 73-80 termasuk surah Madaniyyah. Surat ini dinamakan dengan Al-Isra` ‘memperjalankan di malam hari’ yang berhubungan dengan peristiwa isra` Nabi Muhammad SAW dari masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Baitul maqdis. Kata Al-Isra` dicantumkan pada ayat pertama dalam surah ini yang berbunyi :
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Subhāna allażī `asrā bi’abdihī lailan mmin al-masjidi al-harāmi `ilā almasjidi al-`aqsā allażī bāraknā haulahu linuriyahu min `āyātinā. `innahu huwa al-ssamī’u al-başīru/ ‘Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tandatanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui’ (Al-Isra` : 1) Pada ayat ini, mengandung isyarat bahwa Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya akan mendapat berkah dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya. Surah Al-Isra` ini dinamakan pula dengan Bani Isra`il yang berarti ‘keturunan isra`il. Hal ini berhubungan dengan ayat 101, di mana Allah menyebutkan tentang Bani Isra`il setelah menjadi bangsa yang kuat lagi besar, lalu menjadi bangsa yang terhina karena menyimpang dari ajaran Allah SWT.
3.1.4. Sekilas tentang Surah Al-Kahfi Surah Al-Kahfi merupakan surah yang ke 18, terdiri dari 110 ayat dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah namun pada ayat 28, dan 82-101 termasuk surah Madaniyyah. Surah Al-Kahfi ini diturunkan setelah surah Al-Ghasyiyah. Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Dinamakan surah Al-Kahfi ‘gua’ karena isinya menceritakan beberapa anak muda yang beriman kepada Allah ta’ala, dan melarikan diri dari kaumnya untuk menyelamatkan agamanya. Mereka melarikan diri, lalu berlindung di gua dan bersembunyi di sana agar tidak diketahui kaumnya. Tatkala masuk mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu,” yakni anugerahkanlah kepada kami rahmat yang dapat menyembunyikan kami dari kaum kami, “Dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami”. Mereka kemudian bersembunyi di gua tersebut dengan seekor anjingnya selama 309 tahun. Hal ini tertulis pada ayat :
/Wa labiśū fī kahfihim śalāśa mi`atin sinīna wa izdādū tis’an/ ‘dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)’ (Al-Kahfi : 25) 3.2. Hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an juz 14
/ Wa al-jānna kholaqnāhu min qablu min nāri al-samūmi/ ’Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.’ (Al-Hijr : 27 Pada contoh di atas kata
/qablu/ yang pada awalnya adalah mu’rab menjadi
mabni, dikarenakan terputusnya kata
/qablu/ dari idafah yang lazim ada
sesudahnya baik secara lafaz maupun makna. Namun pada ayat ini mudaf ilaih dari qablu dihilangkan, yaitu Adam. Sebab itulah harkat yang seharusnya Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/min qabli/ menjadi
/min qablu/. Dapat dilihat dari penjelasan tafsir Ibnu
Katsir dari ayat 26-27 “Allah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat yang kering yang berasal dari lumpur yang hitam, berbentuk dan licin, Allah berfirman, bahwa Dia sebelum menciptakan Adam, telah menciptakan lebih dahulu jin dari api yang sangat panas. Adapun kedudukan Lafaz
/qablu/ pada ayat ini menunjukkan
zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang mabni ‘tetap’ berbaris dammah, yang muta’allaqnya dibuang pada tempat hal, dan berkedudukan sebagai
/qablu/
pada ayat ini juga
/mudāf/.
/ wa iż qāla rabbuka li al-malā`ikati innī khāliqun basyaran min şalşālin min hama`in masnūnin/ ’Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk’ (Al-Hijr : 28) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun, memberikan keterangan
tentang peristiwa masa lampau dan jumlah sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah. Lafaz /iż/ pada ayat di atas muta’allaqnya dibuang yaitu juga berkedudukan sebagai
/użkur/ dan
/iż/ di sini
/mudāf/.
/ fa` iża sawwaituhu wa nafakhtu fīhi min rūhī fa qa’ū lahu sājidīna/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
’Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud’ (Al-Hijr : 29) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan
waktu untuk masa yang akan datang yang mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz
/iża/ pada ayat di
atas adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). lafaz di atas juga berkedudukan sebagai
/iżā/ pada ayat
/mudāf/.
/ iż dakhalū ’alaihi fa qālū salāman qāla innā minkum wajilūna/ ’Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan: "Salaam". berkata Ibrahim: "Sesungguhnya Kami merasa takut kepadamu’ (Al-Hijr : 52) Lafaz
/iż /pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun ‘mati’, memberikan
keterangan untuk masa lampau dan jumlah sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah, Lafaz /iż/ pada ayat di atas muta’allaqnya dibuang yaitu
/iż/ pada
/mudāf/.
ayat di atas juga berkedudukan sebagai
/użkur/ dan
/fa lammā jā`a `āla lūţin al-mursalūna/ ’Maka tatkala Para utusan itu datang kepada kaum Luth, beserta pengikut pengikutnya’ (Al-Hijr : 61) Lafaz
/lammā/ pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris sukun ‘mati’, memberikan
keterangan untuk masa lampau, yang bermakna
/hīna/ ataupun
/iż/, dan kata
/lammā/ bermakna demikian apabila terletak sebelum fiil madi ‘kata kerja masa lampau’ Pada kondisi tersebut kata
/lammā/
bukanlah untuk penafi yang jazm.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Lafaz
/lammā/ di atas tetap pada tempat nasab yang muta’allaqnya pada jawab
fi’ilnya yaitu
/qāla/
/ fa `asri bi `ahlika bi qiţ’in min al-laili wa ittabi’ `adbārahum wa lā yaltafit minkum `ahadun wa umdu haiśu tu`marūna/ ’Maka Pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutlah mereka dari belakang dan janganlah seorangpun di antara kamu menoleh kebelakang dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang di perintahkan kepadamu’ (Al-Hijr : 65) Lafaz
/haiśu/ pada ayat di atas mabni ‘tetap’ berbaris dammah, memberikan
keterangan tempat. Dan pada ayat ini sesudah lafaz fi’liyyah yaitu lafaz
kepadamu’ dan pada ayat ini lafaz berkedudukan sebagai
/haiśu/ adalah jumlah
/tu`marūna/’yang diperintahkan
/haiśu/ menempati pada tempat naşab yang
/maf’ūl/ dari
/umdū/ ‘teruskanlah perjalanan’
/`amwātun gairu `ahyāin wa mā yasy’urūna `ayyāna yub’aśūn/ ’(Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan’ (AlNahl : 21) Lafaz
/Ayyāna/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, memberikan keterangan
untuk masa yang akan datang, dan berbentuk
/ismu istifhāmin/ ’kata
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
tanya’. dan muta’allaq dari
/Ayyāna/ adalah
/yab’aśūna/ ’akan
dibangkitkan’
/Wa iżā qīla lahum māżā `anzala rabbukum qālū `asāţīru al-`awwalīna/ ’dan apabila dikatakan kepada mereka "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu", (Al-Nahl : 24) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, memberikan keterangan
waktu untuk masa yang akan datang yang mengandung makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz
iżā pada ayat di atas
adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Dan lafaz di atas juga berkedudukan sebagai
/mudāf/.
/iżā/ pada ayat
/qod makara al-lażīna min qablihim fa `atā Allāhu bunyānahum min alqawā’idi fakharra ‘alaihimu al-saqfu min fauqihim wa `atāhumu al-‘ażābu min haiśu lā yasy’urūna/ ’Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah Mengadakan makar, Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari’ (Al-Nahl : 26) Lafaz
/haiśu/ pada ayat di atas tetap berbaris dammah meskipun sebelumnya
terdapat huruf jarr yang berfungsi untuk menkasrahkan. sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah yaitu
/haiśu/, kata
yasy’urūna/ ’ yang tidak mereka sadari’. Dan lafaz
/ lā
/haiśu/ selain berkedudukan
sebagai zaraf makan ’keterangan tempat yang muta’qllaqnya adalah kata /`atāhum/ juga berkedudukan sebagai
/mudāf/.
… /śumma yauma al-qiyāmati yukhzīhim wa yaqūlu `aina syurakā`iya allażīna kuntum tusyāqqūna fīhim, / ’Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?’ (Al-Nahl : 27) Lafaz
/`aina/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, berperan sebagai /ismu istifhāmin/ ’kata tanya’ dan lafaz
/`aina/ pada ayat di atas
merupakan keterangan tempat pada tempat nasab yang muta’allaqnya khabar muqaddam yang dibuang.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/.... fa sīrū fī al-`ardi fa unzurū kaifa kāna ’āqibatu al-mukażżibīna/ ’Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)’ (Al-Nahl : 36) Lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah yang mengandung makna /hāl/ ‘keadaan’ dan berperan sebagai
tanya’, dan lafaz
/ismu istifhāmin/ ’kata
/kaifa/ pada ayat di atas berkedudukan sebagai zaraf zaman
‘keterangan waktu’ pada tempat naşab
/khabaru kāna/ yang didahulukan.
/`innamā qaulunā li syai`in `iżā `aradnāhu `an naqūla lahu kun fa yakūnu/ ‘Sesungguhnya Perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", Maka jadilah ia’ (Al-Nahl : 40) Lafaz
/iżā/
pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ itu adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Adapun kedudukannya selain sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ juga berkedudukan sebagai
/mudāf/.
/`afa `amina allażīna makarū al-ssayyi`āti `an yakhsifa allāhu bihimu al`arda `aw ya`tiyahumu al-’ażābu min haiśu lā yasy’urūna/ Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
’Maka Apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari’ (Al-Nahl : 45) Lafaz
/haiśu/ pada ayat di atas tetap berbaris dammah meskipun sebelumnya
terdapat huruf jarr yang berfungsi untuk menkasrahkan. Kalimat sesudahnya adalah jumlah fi’liyyah yaitu
tidak mereka sadari’.
/ lā yasy’urūna/ ’ yang
/Haiśu/ pada ayat ini berkedudukan sebagai zaraf makan
’keterangan tempat’ yang muta’qllaqnya adalah kata
/ ya`tiyahumu/.
/Wa mā bikum min ni’matin fa min allāhi, śumma `iżā massakumu al-durru fa `ilaihi taj`arūna/ ’Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan’ (Al-Nahl : 53) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’ yang mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah Lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Lafaz
/iżā/ pada
ayat ini berkedudukan sebagai zaraf zaman ‘keterangan waktu’ yang muta’allaqnya adalah jawab syarat yaitu
/taj`arūna/.
/śumma `iżā kasyafa al-darru ‘ankum `iżā farīqun minkum birabbihim yusyrikūna/ Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain)’ (Al-Nahl : 54) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, dan lafaz
/iżā/ pada
ayat pertama mengandung makna syarat dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz
/iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal
(akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah /iżā fuja`iyah/ yaitu adalah dan
/iżā/sesudahnya. adapun lafaz
/iżā/pada ayat sesudahnya
/iżā al-fuja`iyah/ dan jumlah sesudahnya adalah jumlah ismiyah. iżā fujaiyah ini juga sebagai jawab syarat dari
yang pertama, dan tak ada tempat i’rab baginya. Dan
/iżā/ pada jumlah /iżā al-fuja`iyah/
ini tidak termasuk dalam zaraf.
/Wa `iżā busysyira `ahaduhum bi al-`unśā zalla wajhuhu muswaddan wa huwa kazīmun/ ‘Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah’ (Al-Nahl : 58) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Fa `iżā jā`a `ajaluhum lā yasta`khirūna sā’atan wa lā yastaqdimūna/ ‘Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya’ (Al-Nahl : 61) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
… … /…`ainamā yuwajjihu lā ya`ti bi khairin… / ‘…ke mana saja Dia disuruh oleh penanggungnya itu, Dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun…’ (Al-Nahl : 76) Lafaz
/`ainamā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’ dan huruf
/mā/
adalah huruf tambahan yang berfungsi untuk menegaskan. Berperan sebagai /ismu syartin/ berkedudukan sebagai zaraf makan ‘keterangan tempat’ pada tempat nasab dan muta’allaqnya adalah fi’il syarat yaitu
/yuwajjihu/
‘menghadap’.
/Wa `iżā ra`a allażīna zalamū al-‘ażāba falā yukhaffafu ‘anhum wa lā hum yunzarūna/ ‘Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan azab, Maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak puIa mereka diberi tangguh’ (AlNahl : 85) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
... /Wa `iżā allażīna `asyrakū syurakā`ahum qālū rabbanā hā`ulā`i syurakā`unā allażīna kunnā nad’ū min dunita…/ ‘Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutusekutu mereka, mereka berkata: "Ya Tuhan Kami mereka Inilah sekutusekutu Kami yang dahulu Kami sembah selain dari Engkau". (Al-Nahl : 86) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
Wa `al-qau `ila allahi yauma`izin alssalama, wa dalla ‘anhum ma kanu yaftaruna ‘Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan’ (Al-Nahl : 87)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Lafaz adalah
/yaumaiżin/ pada ayat di atas tetap berbaris kasrah ‘bawah’ asal lafaznya /yaumu/ dengan
/iż/, Dan biasanya pada lafaz ini ada makna yang tidak
disebutkan karena sudah ada penjelasan sebelumnya, seperti sebelum ayat ini yaitu pada ayat 84 telah dijelaskan bahwa “pada hari ketika Kami bangkitkan seorang Rasul dari setiap ummat” jadi, maksud dari lafaz kebangkitan. Lafaz
/yaumaiżin/ adalah pada hari
/yaumaiżzin/ ini berkedudukan sebagai zaraf zaman
‘keterangan waktu’ yang ditambahkan dengan zaraf yang serupa dengannya sehingga ditanwin ’iwadkan dalam jumlah.
... /Wa `awfū bi ‘ahdi allāhi `iżā ‘āhadttum/ ‘Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji’ (Al-Nahl : 91) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/Fa `iżā qara`ta al-qur`āna fa ista’iż bi allāhi min al-syaiţāni al-rajīmi/ ‘Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk’ (Al-Nahl : 98) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
zaraf zaman muta’allaqnya adalah berkedudukan sebagai
/mudāf/.
/ ista’iż/ ’meminta perlindungan’ dan juga
/Wa `iżā baddalnā `āyatan mmakāna `āyatin wa allāhu `a’lamu bimā yunazzilu …/ ‘Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya…’ (Al-Nahl : 101) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai /mudāf/.
zaraf zaman juga sebagai
/Wa ‘alā allażina hādū harramnā mā qaşaşnā ‘alaika min qablu wa mā zalamnāhum wa lākin kanū `anfusahum yazlimūna/ ‘Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri’ (Al-Nahl : 118)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Pada ayat di atas lafaz
/qablu/ yang pada awalnya adalah mu’rab menjadi mabni,
dikarenakan terputusnya lafaz
/qablu/ dari idafah yang lazim ada sesudahnya
baik secara lafaz maupun makna. Dan pada ayat ini mudaf ilaih dari
/qablu/
/kullu żī zufurin/’ yang terdapat dalam surah Al-
dihilangkan, yaitu
An’am ayat 146. di mana sebelumnya Allah telah melarang mereka memakan segala binatang yang berkuku. Sebab itulah harkat yang seharusnya menjadi
/min qablu/ Lafaz
/qablu/ pada ayat ini selain berkedudukan
sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah haramkan’ juga berkedudukan sebagai
/min qabli/
/ harramnā/ ‘Kami
/mudāf/.
3.3. Hukum-hukum dan kedudukan zaraf mabni dalam Al-Qur`an juz 15
/Fa `iżā jā`a wa’du `ulāhumā ba’aśnā ‘alaikum ‘ibādan llanā `ūli ba`sin syadīdin fa jāsū khilāla al-diyāri, wa kāna wa’dan maf’ūla/ ‘Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampungkampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana’ (Al-Isra` : 5) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
…
/…fa iżā jā`a wa’du al-`akhirati li yasunna`ū wujūhakum wa la yadkhulū almasjida kamā dakhalūhu `awwala marratin wa li yutabbirū mā ‘alau tatbīran/ ‘…dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai’ (Al-Isra` : 7) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai /mudāf/.
zaraf zaman juga sebagai
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa `iżā `aradnā `an nuhlika qaryatan `amarnā mutrafīhā fafasaqū fīhā fahaqqa ‘alaihā al-qaulu fa dammarnāhā tadmīran/ ‘Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya’ (Al-Isra` : 16) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/unzur kaifa faddalnā ba’dahum ‘alā ba’din…/ ‘perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain)…’ (Al-Isra` : 21) Lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah yang mengandung makna /hāl/ ‘keadaan’ dan berperan sebagai
tanya’, dan lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas berkedudukan sebagai zaraf zaman
‘keterangan waktu’ pada tempat naşab
/ismu istifhāmin/ ’kata
/hāl/ ‘keadaan’.
… /Wa `awfū al-kaila `iżā kiltum wazinū bi al-qisţāsi al-mustaqīmi…/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
’Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar...’ (Al-Isra` : 35)
Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/Wa `iżā qara’ta al-qur`āna ja’alnā bainaka wa baina allażina lā yu`minuna bi al-`akhirati hijāban masturan/ ‘Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup’ (Al-Isra` : 45) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
...
/...Wa `iżā żakarta rabbaka fī al-qur`āni wahdahu, wallau ‘alā `adbārihim nufūran/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘...dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya/ (Al-Isra` : 46) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/Nahnu `a’lamu bimā yastami’ūna bihi `iż yastami’ūna `ilaika wa `iż hum najwā `iż yaqūlu al-zalimūna `in tattabi’ūna `illā rajulan mmashūran/ ‘Kami lebih mengetahui dalam Keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: "Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir" (Al-Isra` : 47) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’ dan
/iż/ yang pertama
sesudahnya masuk kepada jumlah fi’liyah, dengan menggunakan fi’il mudari’, dan /iż/ selanjutnya masuk kepada jumlah ismiyah dan lafaz
/iż/ yang terakhir pada
ayat di atas masuk kepada jumlah fi’liyah dengan menggunakan fi’il mudari’. Lafaz /iż/ yang pertama dan yang kedua berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ yang muta’allaqnya adalah
, sedangkan lafaz
berkedudukan sebagai badal ’pengganti’ dari
atau
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/iż/
yang ketiga
/Unzur kaifa darabū laka al-`amśāla fadallū fa lā yastaţi’ūna sabīlan/ ‘Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar)’ (Al-Isra` : 48) Lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah yang mengandung makna /hāl/ ‘keadaan’ dan berperan sebagai
tanya’, dan lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas berkedudukan sebagai zaraf zaman
‘keterangan waktu’ pada tempat naşab
/ismu istifhāmin/ ’kata
/hāl/ ‘keadaan’.
/Wa qālū `a`iżā kunna ‘izāman wa rufātan `a`innā lamab’ūśūna khalqan jadīdan/ ‘Dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah Kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" (Al-Isra` : 49) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah ismiyyah, Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya dibuang yaitu
/`anab’aśu/ ’apakah kami akan dibangkitkan’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Fa sayungidūna `ilaika ru`ūsahum wa yaqūlūna matā huwa, qul ‘asā `an yakūna qarīban/ ‘Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat" (Al-Isra` : 51) Lafaz
/matā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, berperan sebagai /ismu istifhāmin/ ’kata tanya’, berperan sebagai zaraf zaman ’keterangan
waktu’ yang muta’allaqnya adalah
/khabaru muqaddam/ yang dibuang.
/Wa `iż qulnā laka `inna rabbaka `ahāţa bi al-nnāsi/. ’Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia" (Al-Isra` : 60) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /użkur/ namun dibuang.
/Wa `iż qulnā li al-malā`ikati usjudū li `adama fa sajadū `illā `iblīsa qāla `a`asjudu liman khalaqta tīna/
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
‘Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu semua kepada Adam", lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata: "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?" (Al-Isra` : 61) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /użkur/ namun dibuang.
/Wa `iżā massakumu al-durru fi al-bahri dalla man tad’ūna `illā `iyyāhu fa lammā najjākum `ilā al-barri `a’radtum. Wa kāna al-`insānu kafūran/ ‘Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih’ (AlIsra` : 67) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai Dan lafaz
/mudāf/.
/lammā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, yang
mengandung makna
/hīna/ ataupun
/iż/, dan lafaz
/lammā/ bermakna
demikian apabila terletak sebelum fiil madi. Pada kondisi tersebut lafaz
/lammā/
bukanlah untuk penafi yang jazm. Berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
waktu’ untuk masa yang akan datang pada tempat nasab yang muta’allaqnya /jawābu syaraţin/ yaitu
/`a’radtum/ ’kamu berpaling’.
/Wa qul rrabbi `adkhilnī mudkhala şidqin wa `akhrijnī mukhraja şidqin wa ij’al llī min ladunka sulţānan naşīran/ ‘Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong’ (Al-Isra` : 80) Lafaz
/ladun/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, berkedudukan sebagai
zaraf makan ‘keterangan waktu’ hal ini dapat dilihat dari maknanya yaitu “dari sisi Engkau” yang muta’allaqnya adalah / şifatu/ sifat dari
karena merupakan
atau juga sebagai
/sulţānan/ ’kekuasaan’.
/hāl/ ‘keadaan’
/Wa `iżā `an’amnā ‘alā al-`insāni `a’rada wana`ā bijānibihi, wa `iżā massahu al-syarru kāna ya`ūsan/ ‘Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila Dia ditimpa kesusahan niscaya Dia berputus asa’ (Al-Isra` : 83) Kedua lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung
makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/Wa mā mana’a al-nnāsa `an yu`minū `iż jā`ahumu al-hudā `illā `an qālū `aba’aśa allāhu basyaran rasūlan/ ‘Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?" (Al-Isra` : 94) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /mana’a/ ‘menghalangi’.
/żālika jazā`uhum kafarū bi `āyātinā wa qālū `a`iżā kunnā ‘izāman wa rufātan `a`innā lamab’ūśūna khalqan jadīdan/ ‘Itulah Balasan bagi mereka, karena Sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata: "Apakah bila Kami telah Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, Apakah Kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?" (Al-Isra` : 98) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah ismiyyah, Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya dibuang yaitu
/`anab’aśu/ ’apakah kami akan dibangkitkan’.
/Walaqad `ātainā mūsā tis’a `āyātin bayyinātin fas `al banī `isrā`īla `iż jā`ahum faqāla lahu fir’aunu `innī la`azunnuka yāmūsā mashūran/ ‘Dan Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, Maka Tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa datang kepada mereka lalu Fir'aun berkata kepadanya: "Sesungguhnya aku sangka kamu, Hai Musa, seorang yang kena sihir" (Al-Isra` : 101) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /`ātainā/ ‘Kami telah memberikan’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa qulnā min ba’dihī libanī `isrā`īla uskunū al-`arda fa `izā ja`a wa`du alakhirati ji`nā bikum lafīfan/ ‘Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: "Diamlah di negeri ini, Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam Keadaan bercampur baur (dengan musuhmu )" (Al-Isra` : 104) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman juga sebagai
/mudāf/.
/Qul `āminū bihī `aw lā tu`minū, `inna allażīna `ūtū al-‘ilma min qablihī `iżā yutlā ‘alaihim yakhirrūna lil`ażqāni sujjadan/ ‘Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud’ (Al-Isra` : 107) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il mudari’. Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah
/yakhirrūna/ ‘mereka menyungkur’ juga sebagai
/mudāf/.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Qayyiman lliyunżira ba`san syadīdan mmin ladunhu wa yubasysyira almu`minīna allażīna ya’malūna al-şşālihāti `anna lahum `ajran hasanan/ ‘Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik’ (al-Kahfi : 2) Lafaz
/ladun/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, berkedudukan sebagai
zaraf makan ‘keterangan waktu’ hal ini dapat dilihat dari maknanya yaitu “dari sisi /liyunżira/ ‘untuk memperingatkan’ dan
Allah” yang muta’allaqnya adalah juga berkedudukan sebagai /ba`san/ ‘siksaan’, dan
/şifatu śāniyati/ sifat yang kedua dari /şifatu al-`ūlā/ sifat pertamanya adalah
/syadīdan/ ‘sangat pedih’.
/Mmakiśīna fīhi `abadan/ ’Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya’ (Al-Kahfi : 3) Lafaz
/abadan/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, mengandung makna /al-istigraq/ ’menghabiskan waktu secara total’, berkedudukan sebagai
zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah
/makiśīna/ ‘Mereka kekal’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/`iż `awā al-fityatu `ilā al-kahfi faqālū rabbanā `ātinā min ladunka rahmatan wa hayyi` lanā min `amrinā rasyadan/ (ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini)." (Al-Kahfi : 10) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /użkur/ namun dibuang. Sedangkan Lafaz
/ladun/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’,
berkedudukan sebagai zaraf makan ‘keterangan waktu’ hal ini dapat dilihat dari maknanya yaitu “dari sisi Mu” dan juga berkedudukan sebagai /şifatu/ sifat dari
karena merupakan
/rahmatan/ ‘rahmat’.
/hāl/ ‘keadaan’
/Wa rabaţnā ’alā qulūbihim `iż qāmū fa qālū rabbunā rabbu al-ssamāwāti wa al-`ardi lan nad’uwa min dūnihi `ilāhan, llaqad qulnā `iżan syaţaţa/ ’Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri[875], lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran" (Al-Kahfi : 14) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /rabaţna/ ‘Kami meneguhkan’.
/Wa iż i’tazaltumūhum wa mā ya’budūna `illā allāha fa`wū `ila al-kahfi yansyur lakum rabbukum mmin rahmatihi wa yuhayyi` lakum mmin `amrikum mmirfaqan/ ’Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu’ (Al-Kahfi : 16) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’ namun pada ayat di atas
berbaris kasrah ‘bawah’ karena bertemu dua huruf yang sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang mansub dengan menyembunyikan kata
/qāla ba’duhum li ba’din/ ‘sebagian
mereka berkata kepada sebagian yang lain’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa tarāal-sysyamsa `iżā ţala’at ttazāwaru ’an kahfihim żāta al-yamīni wa `iżā garabat ttaqriduhum żāta al-sysyimāli wa hum fi fajwatin mminhu. żālika min `āyāti allāhi / ’Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah’ (Al-Kahfi : 17) Kedua lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung
makna syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman muta’allaqnya adalah
/jawābu syaraţin/ yaitu
/tazāwaru/ ‘condong’.
/`innahum `in yazharū ’alaikum yarjumūkum `aw yu’īdūkum fi millatihim wa lan tuflihū `iżan `abadan/ ’Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya" (Al-Kahfi : 20)
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Lafaz
/abadan/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, mengandung makna /al-istigraq/ ’menghabiskan waktu secara total’, berkedudukan sebagai
zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah
/tuflihū/ ‘beruntung’.
/Wa każālika `a’śarnā ’alaihim liya’lamū `anna wa’da allāhi haqqun wa `anna al-ssā’ata lā raiba fihā `iż yatanāza’ūna bainahum `amrahum, faqālū ibnū ’alaihim bunyānan rrabbuhum `’lamu bihim/ ’Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka" (Al-Kahfi : 21) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il mudari’. Berkedudukan sebagai zaraf zaman yang muta’allaqnya adalah
/`a’śarnā/ ‘Kami mempertemukan’ juga sebagai
/mudāf/.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/`illā `an yasyā`a allāhu. Wa użkur rrabbaka `iżā nasita wa qul ’as ā `an yahdiyani rabbi li`aqraba min hāżā rasyadan/ ‘Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini" (Al-Kahfi :24) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman muta’allaqnya adalah
/użkur/ ‘ingatlah’.
/Wa dakhala jannatahu wahuwa zālimun linafsihī qāla mā `azunnu `an tabīda hāzihī `abadan/ ’Dan Dia memasuki kebunnya sedang Dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya’ (Al-Kahfi : 35) Lafaz
/abadan/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, mengandung makna /al-istigraq/ ’menghabiskan waktu secara total’, berkedudukan sebagai
zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah
/tabīda/ ‘tidak akan binasa’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa lau lā `iz dakhalta jannataka qulta mā sya`ā allāhu lā quwwata `illā bi allāhi/ ‘Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). (AlKahfi : 39) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /qulta/ ‘kamu mengatakan’.
/Hunālika al-walāyatu lillāhi al-haqqi. Huwa khairun śawāban wa khairun ’uqban/ ’Di sana pertolongan itu hanya dari Allah yang hak. Dia adalah Sebaik-baik pemberi pahala dan Sebaik-baik pemberi balasan’ (Al-Kahfi : 44) Lafaz
/hunālika/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, mengandung arti yang
menunjukkan tempat yang dekat, namun karena sesudahnya bersambung dengan /lam dan ka/ yang menunjukkan tempat jauh sehingga artinya menjadi di sana. Berkedudukan sebagai zaraf makan ’keterangan tempat’ pada tempat naşab, muta’allaqnya adalah
/khabaru muqaddam/ yang dibuang.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa `iż qulnā li almalā`ikati usjudū li`adama fasajadū `illā `iblīsa / ’Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, Maka sujudlah mereka kecuali iblis. (Al-Kahfi : 50) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya dibuang yaitu /użkur/.
/Wa mā mana’a al-nnāsa `an yu`minū `iż jā`ahumu al-hudā wa yastagfirū rabbahum `illā `an ta’tiyahum sunnatu al-`awwalīna `aw ya`tiyahumu al’azābu qubulan/ ’Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata’ (Al-Kahfi : 55) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah /yu`minū/ ’mereka beriman’. Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa `in tad’uhum `ilā al-hudā falan yahtadū `iżan `abadan/ ‘Dan Kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya’ (Al-Kahfi : 57) Lafaz
/abadan/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah, mengandung makna /al-istigraq/ ’menghabiskan waktu secara total’, berkedudukan sebagai
zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya adalah
/yahtadū/ ’mendapat petunjuk’.
/Wa tilka al-qurā`ahlaknāhum lammā zalamū wa ja’alnā limahlikihim mmau’idan/ ’Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka (Al-Kahfi : 59) Lafaz
/lammā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’ mengandung makna /hīna/, dan
/iż/ ’ketika’ yang membutuhkan dua jumlah, dan kedua jumlah
tersebut menggunakan fi’il madi ’kata kerja masa lampau’ berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ yang muta’allaqnya adalah
/`ahlaknāhum/
’Kami binasakan mereka’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Wa `iż qāla mūsa lifatāhu lā `abrahu hatta `abluga majma’a al-bahraini `aw `amdiya huquban/ ’Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya[885]: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun" (Al-Kahfi : 60) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang yang muta’allaqnya dibuang yaitu /użkur/.
/fa lammā balagā majma’a bainihimā nasiyā hūtahumā fa ittakhaza sabīlahu fī al-bahri saraban/ ’Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu’ (AlKahfi : 61) Lafaz
/lammā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’ mengandung makna /hīna/, dan
/iż/ ’ketika’ yang membutuhkan dua jumlah, dan kedua jumlah
tersebut menggunakan fi’il madi ’kata kerja masa lampau’ berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ dan juga sebagai
/mudāf/.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Fa lammā jāwazā qāla lifatāhu `ātinā gadā`anā laqad laqīnā min safarinā hāzā naşaban/ ’Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini" (Al-Kahfi : 62) Lafaz
/lammā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’ mengandung makna /hīna/, dan
/iż/ ’ketika’ yang membutuhkan dua jumlah, dan kedua jumlah
tersebut menggunakan fi’il madi ’kata kerja masa lampau’ berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ dan juga sebagai
/mudāf/.
/Qāla `ara`aita `iż `awainā `ilā al-şşakhrati fa `innī nasītu al-hūta wa mā `ansānīhu `illā al-sysyaiţānu `an `ażkurahu/ ’Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan’ (Al-Kahfi : 63) Lafaz
/iż/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ’mati’, jumlah sesudahnya jumlah
fi’liyah dengan menggunakan fi’il madi, berkedudukan sebagai zaraf zaman ’keterangan waktu’ untuk masa yang akan datang pada tempat naşab dan juga berkedudukan sebagai
/maf’ūlun bihi/ ‘objek’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Fawajadā ’abdan mmin ’ibādinā `ātaināhu rahmatan mmin ’indinā wa ’allamnāhu min lladunnā ’ilman/ ’Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami’ (Al-Kahfi : 65) Lafaz /ladun/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, berkedudukan sebagai zaraf makan ‘keterangan waktu’ hal ini dapat dilihat dari maknanya yaitu “dari sisi Kami” dan juga berkedudukan sebagai /şifatu/ sifat dari
/hāl/ ‘keadaan’ karena merupakan
/’ilman/ ’ilmu’.
/Wa kaifa taşbiru ’alā mālam tuhiţ bihī khubran/ ’Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" (Al-Kahfi : 68) Lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas tetap berbaris fathah yang mengandung makna /hāl/ ‘keadaan’ dan berperan sebagai
tanya’, dan lafaz
/kaifa/ pada ayat di atas berkedudukan sebagai zaraf zaman
‘keterangan waktu’ pada tempat naşab
/ismu istifhāmin/ ’kata
/hāl/ ‘keadaan’.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
/Fainţalaqā hatta `iżā rakībā fi al-ssafīnati kharaqahā, qāla `akharaqtahā litugriqa `ahlahā laqad ji`ta syai`an `imran/ ’Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar’ (Al-Kahfi : 71) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman muta’allaqnya adalah
/jawābu syaraţin/ yaitu
/kharaqahā/ ’melobanginya’.
/Fainţalaqā hattā `iżā laqiya gulāman faqatalahu, qāla `aqatalta nafsan zakiyyatan bigairi nafsin llaqad ji`ta syai`an nnukran/ ’Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar" (Al-Kahfi : 74) Lafaz
/iżā/ pada ayat di atas tetap berbaris sukun ‘mati’, mengandung makna
syarat, dan masuk pada jumlah fi’liyyah, dan fi’il yang digunakan setelah lafaz /iżā/ adalah fi’il madi, tetapi bermakna istiqbal (akan datang). Berkedudukan sebagai zaraf zaman’ keterangan waktu’ dan juga sebagai
/mudāf/.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Zaraf mabni terbagi tiga bagian yaitu : 1. Zaraf zaman mabni 2. Zaraf makan mabni 3. Zaraf mabni yang berfungsi ganda Adapun lafaz-lafaz Zaraf zaman mabni adalah
– –
–
– –
–
– –
–
– –
– –
– –
(iża ’apabila’, matā
’kapan’, ayyāna ’bila’, iz ’pada waktu’, amsi ’kemarin’, al-āna ’sekarang’, muż ’sejak’, munżu ’semenjak’, qaţţu ’cukup’, ’audu ’cukup’, baina ’antara’, bainamā ’di waktu’, raiśa ’selama’, raiśamā ’selama’, kaifa ’bagaimana’, kaifamā ’bagaimana’, lammā ’ketika’). Dan adapula sebahagian dari zaraf zaman yang tersusun seperti : (zurna şabāha masā`a ’kami berkunjung pagi dan petang’, wa laila laila ’dan malam-malam’, wa nahāra nahāra ’dan siang-siang’, wa yauma yauma ’dan hari-hari’). Adapun lafaz-lafaz Zaraf makan mabni – – – (haiśu ’di mana’, hunā ’di sini’, śamma ’niscaya’, aina ’di mana’). Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Dan lafaz-lafaz zaraf mabni yang berfungsi ganda adalah : (ladun ‘sisi’, bainā dan bainamā ‘di antara’, dan terkadang di beberapa keadaan termasuk qablu ‘sebelum’, dan ba’du ‘sesudah’) Dari hasil pembahasan tentang Analisis
/ Zarfun Mabniyyun/
dalam Al-Quran pada Juz 14 dan 15, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu : Pada Juz 14 terdapat 24 zaraf mabni. yaitu zaraf zaman dan zaraf makan, zaraf zaman yaitu :
/qablu, iż, iżā, lammā,
ayyāna, kaifa , yauma`iżin/ /qablu/ terdapat dalam dua ayat,
/ iż / terdapat dalam dua ayat,
/ terdapat dalam 11 ayat,
/ lammā / terdapat dalam satu ayat,
terdapat dalam satu ayat,
/kaifa/ terdapat dalam satu ayat,
terdapat dalam satu ayat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa zaraf
/ iżā
/ ayyāna / / yauma`iżin / / iżā / lah zaraf
zaman yang terbanyak dalam Al-Qur`an juz 14. zaraf makan yaitu : terdapat dalam tiga ayat,
/haiśu, `aina, `Ainamā/. /`aina/ terdapat dalam satu ayat, dan
terdapat dalam satu ayat, dan dapat disimpulkan
/haiśu/ `Ainamā /
/haiśu/ lah zaraf makan yang
terbanyak dalam Al-Qur`an juz 14. Adapun pada juz 15 terdapat 46 zaraf mabni. Yaitu Zaraf zaman dan zaraf makan, zaraf zaman yaitu :
/ iż, iżā, lammā, kaifa,
`Ainamā, matā, `abadan/ / iż / terdapat dalam 14 ayat, lammā / terdapat dalam empat ayat, matā / terdapat dalam satu ayat,
/ iżā / terdapat dalam 17 ayat, / kaifa/ terdapat dalam dua ayat,
/ /
/abadan/ terdapat dalam empat ayat, Sehingga
dapat disimpulkan bahwa zaraf zaman
/ iżā / lah yang terbanyak dalam Al-
Qur`an juz 15. Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
zaraf makan yaitu : dalam tiga ayat, dan
/ladun/ dan
/hunālika/.
/ladun/ terdapat
/ hunālika / terdapat dalam satu ayat. Dan dapat
disimpulkan zaraf makan
/ladun/ lah yang terbanyak dalam Al-Qur`an juz 15.
Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan bahwa hukum zaraf mabni /mabnī fī mahalli naşbin/ ‘tetap pada tempat naşab’ dan pada dasarnya berkedudukan sebagai zaraf, namun di samping itu zaraf mabni juga dapat berkedudukan sebagai
/mudāf/,
/hāl/ ‘keadaan’ dan sebagai
/maf’ūlun bihi/ ‘objek’,
/şifat/ ’sifat’, dan yang lebih uniknya lagi dalam
zaraf mabni terdapat
/mudāfun ilaihi/ yang terletak pada surah lain
seperti pada ayat :
/Wa ‘alā allażina hādū harramnā mā qaşaşnā ‘alaika min qablu wa mā zalamnāhum wa lākin kanū `anfusahum yazlimūna/ ‘Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri’ (Al-Nahl : 118) Dalam ayat ini yaitu
/mudāfun ilaihi/ dari
/qablu/ dihilangkan,
/kullu żī zufurin/’ yang terdapat dalam surah Al-An’am ayat
146. di mana sebelumnya Allah telah melarang mereka memakan segala binatang yang berkuku.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Dalam mengi’rab zaraf, tidak terlepas dari muta’allaqnya, karena zaraf tidak bisa berdiri sendiri ia selalu membutuhkan muta’allaq atau yang disebut dengan ‘āmil. Dan muta’allaqnya itu berupa fi’il atau semacamnya. Muta’allaqnya ada yang disebutkan, ada yang boleh dibuang dan ada juga yang harus dibuang.
4.2. Saran Untuk mengembangkan pengetahuan Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab, peneliti menyarankan beberapa hal : 1. Bagi mahasiswa program studi bahasa Arab, peneliti menyarankan agar dapat melakukan penelitian tentang zaraf mabni pada objek yang lain. 2. Peneliti menyarankan agar mahasiswa program studi bahasa Arab dapat lebih memahami bagaimana bentuk penelitian yang berhubungan dengan zaraf mabni. 3. Peneliti berharap, semoga tulisan ini dapat membantu memberikan masukan terhadap pemahaman tentang analisis zaraf mabni.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Bahauddin Ibnu ‘Aqil. 2000. Terjemahan Al-fiyyah. Juz 1. Syarah Ibnu ‘Aqil. Bandung : Sinar Baru Al-Gesindo.
Addarwisyi, Muhyiyiddin. 1994. i’rābu al-qur`āni al-karīmi wa bayānuhu. Juz 6. Syūriya : Dāru al-irsyādi li al-syu`ūni al-jāmi’iyyati. Ahmad, Muhammad Ibnu. tt . Al-kawākibu Al-durriyatu. Juz 2. Jedah: Haramain. Al-Ghulayaini, Syaikh Musthafa. 2007. Jāmi’u Al-durūsi Al-‘arabiyyati. Beirut, Lubnan: Dāru Al-Fikri. --------------------------------------1991. Terjemah Jāmi’u Al-durusi Al-‘arabiyah. Juz 3.Semarang: CV. As-Syifa.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Al-Khuli, Muhammad Ali. 1982. A Dictionary Of Theoritical Linguistic (English Arabic). Libanon : Library Du Liban
Ali, Atabik. 2003. Al-‘asri ’Arabi-Indonesia. Yogyakarta : Multi karya Grafika.
Al-Munawwir, A.W. 2002. Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progressif.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2006. Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 2. Yakarta : Gema Insani.
----------------------------------- 2006. Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3. Yakarta : Gema Insani.
Al-Wasilah, A.Chaedar.1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung : Penerbit Angkasa. Asy-Syafi’i, Syaikh Muhammad Ibnu Ali Shabban.1997. Hāsyiatu Al-şabbani. Juz 2. Beirut, Lubnan: Dāru Al-Kutubi Al-‘Ilmiyah.
Departemen Agama RI. 2004. Al-qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Syamil Cipta Media.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nikmah, Fu’ad. tt. Mulakhkhaşu Qawa’idi Al-lugati Al-‘arabiyati. Dimasq: Daarul Hikmah
Said, Fuad. H.A. 1984. Pengantar Sastra Arab. Medan : Pustaka Babussalam.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.
Umam, Chatibul. 1988. Kaidah Tata Bahasa Arab. Jakarta : Daarul ‘Ulum Press.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada: University Press.
Yunus, Mahmud. 1990. Tafsir Qur`an Karim. Jakarta : P.T. Hidakarya Agung.
Wiratha, I Made.2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis.Yogyakarta : Penerbit Andi.
Aqmalia Santika M. : Analisis Zarfun Mabniyyun/ Dalam Al-Quran Juz 14 Dan 15, 2009.