DAFTAR PUSTAKA
Blood, Robert. O. Jr., 1972. The Family. The Free Press, New York Burton, J. 1991. Conflict: Resolution and Provention. New York St. Martin’s Press. Beebe, S.A. dan J.T. Masterson., 1950. The Process of Communication : An Introduction to Theory and Practice. Holt, Rinehart and Winston Inc., New York. Cooley, F.L., 1962. Ambonese Adat, A General Description. University, Connecticut.
New Haven, Yale
Coser, Lewis, A., 1956. The Functions of Social Conflict. New York : Free Press. Creswell, John, 1994. Research Design, Qualitative and Quantitative Approach. London : Sage Publications. Dahrendorf, Ralf., 1959. Class and Class Conflict In Industrial Society. Stanford, Calif. : Stanford University Press. Dasgupta, P. dan Ismail Serageldin (ed). 2000. Social Capital : A Multifaceted Perspective. The World Bank, Washington DC. DeVito, J.A., 1992. The Interpersonal Communication Book (Sixth Edition). Harper Collins Publishers, New York. Denzin, Norman, K., 1970. The Research Act : A Theoritical Introduction to Sociological Methods. Aldine Publishing Company, Chicago. Eriyanto., 2003. Media dan Konflik Ambon. Kantor Berita Radio 68H, Majalah Pantau dan Media Development Loan Fund, Jakarta. Geertz, Clifford., 1978. Peddlera and Princes : Social Development and Economic Change in Two Indonesians Towns. The University of Chicago, Chicago Granovetter, M. 1985. Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness. Dalam: M. Granovetter and R. Swedberg. 1992. The Sociology of Economic Life. Westview Press, San Fransisco. Hjelle, Larry A. & Ziegler, Daniel J. 1992. Personality Theory. McGraw-Hill International: NY. Idema, H.A., 1917. De Oorzaken van den Opstand van Saparoea in 1817. Arsiap Nasional, Jakarta. Jahi, Amri (ed)., 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia Ketiga : Suatu Pengantar. PT Nasional, Surabaya
Jansen, H.J., 1929. Inheemsche Groepen-Systemen in de Ambonsche Molukken, Adatrechtbundels XXXVI : Borneo, Zuid-Celebes, Ambon, Enz. 1933, Serie R, No. 77 Kastor, Rustam., 2000. Fakta dan Data, dan Analisa Komparatif Politik RMS dan Kristen Menghancurkan Umat Islam di Ambon-Maluku. Wihdah Press, Jogyakarta. Kusnadi., 2000. Nelayan Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press, Bandung Leatemia, Rolly (editor). 2003. Mematahkan Kekerasan dengan Semangat Bakubae. Aliansi Masyarakat Sipil dan Gerakan Bakubae Maluku, Jakarta. 225 hlm Leirissa, R.Z., Z.J. Manusama, A.B. Lapian, Paramita Abdurachman., 1982. Maluku Tengah di Masa Lampau (Gambaran Sekilas Lewat Arsip Abad Sembilan Belas). Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Marx, Karl., 1967. Capital, 3 volumes, translated by Samuel Moore and Edward Aveling. New York : International Publishers. Miles, Matthew, B dan A.M. Huberman., 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sember Tentang Metode-Metode Baru. UI Press, Jakarta. Mitchell, J.C., 1969. The Concept and Use of Social Networks. Manchester University Press, England. Moleong, Lexy, J., 1989. Bandung.
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Remaja Rosdakarya,
Nanere, Jan., 2000. Kerusuhan Maluku Seri Pertama : Halmahera Berdarah. Yayasan Bimaspela, Ambon Noveria, Mita dan Haning, Romdiati., 2002. Pengungsi di Maluku Utara dan Sulawesi Utara : Penanganan Melalui Pola Pemulangan dan Relokasi. Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Noveria, Mita; Haning, Romdiati; Aswatini, Raharto; Ade, Latifa; Bayu, Setiawan; Suko, Bandiyono dan Fitranita., 2002. Pengungsi di Maluku Utara dan Sulawesi Utara : Upaya Penanganan Menuju Kehidupan Mandiri. Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Polanyi, Karl., 1968. Societies and Economic System dalam George Dalton (ed), Primitive, Archaic and Modern Economies, Essay of Karl Polanyi. Beacon Press, Boston Powell, W.W dan L. Smith-Doerr., 1994. Networks and Economic Life dalam N.J. Smelser and R. Swedberg (eds) The Handbook of Economic Sociology. Princeton University Press, Princeton Purawana dan Bambang Hendarta Suta., 2003. Konflik Antar Komunitas Etnis di Sambas 1999 Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Romeo Grafika, Pontinak
Robbin, S. 1984. Management: Concept and Practice. Newjersey: Prentice Hall Inc Rogers, E.M dan R.A. Rogers., 1976. Communication in Organization. The Free Press, New York. Rogers, E.M and D.L. Kincaid. 1981. Communication Networks ; Toward a New Paradigma for Research. The Free Press, New York Rogers, E.M. 1983. Diffusion of Innovations. Third Edition. New York: The Free Press Rogers, E.M. 1986. Communication Technology. The new media in society. The Free Press. A Division of Macmillan, Inc. New York Rubent, Brent, D., 1992. Communication in Human Behaviour. Third Edition. Prentice Hill Inc. Salampessy, Zairin dan Thamrin, Husain (Ed)., 2001. Tergusur Asap Mesiu. Tapak Ambon, Jakarta
Ketika Semerbak Cengkeh
Samovar, Larry, A; Pooter Richard E., dan Jain Nemi C.C., 1985. Interculture Communication : A Reader. Fifth Edition. Belmonth Wadsworth Publish Company. Santosa, S. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: PT Bumi Aksara Sihbudi, Risa dan Moch. Nurhasim., 2001. Kerusuhan Sosial di Indonesia (Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas). PT Grasindo, Jakarta. Simanjuntak, Bungaran, A., 2002. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jendela, Jogyakarta. Sinansari, Ecip., 1999. Menyulut Ambon : Kronologi Merambatnya Berbagai Kerusuhan di Indonesia. Mizan, Bandung. Sumardjan, Selo dan YIIS., 2001. Identifikasi Penyebab Konflik di Indonesia. Jurnal Sosiologi Indonesia, No. 02/2001 Surata, Agus dan Tuhana, Taufig., 2001. Atasi Konflik Etnis. Jogyakarta : Penerbit UPN Van Klinken, Gerry., 1999. What Caused The Ambon Violence ? Perhaps not religious hatred, but a corrupt civil service sparked the bloodletting. Inside Indonesia, No. 60, Oktober-Desember, hal 15-16. Yin, Robert. K., 1996. Studi Kasus (Desain dan Metode, Alih Bahasa : M.D. Mudzakir). Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Acuan dari Thesis dan Disertasi : Agusyanto, Ruddy. 1996. Dampak Jaringan-jaringan Sosial dalam Organisasi : Kasus PAM Jaya DKI Jakarta (Tesis Tidak Dipublikasikan). Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Arbi, 2002, Sumber dan Persaingan Ekonomi Dagang Antara Etnik Cina dan Etnik Melayu : Kasus Sungai Pakning Bengkalis Riau. Bartels, Dieter., 1977. Guarding the Invicible Mountain : Intervillage Alliances, Religious Syncretism, and Ethnic Identity Among Amboneese Christians and Moslems in the Mollucas. Cornell : Disertasi Cornell University. Boer, Ambiar, 1989, Perbedaan Tingkat Sosial Ekonomi Nelayan Tradisional dan NonTradisional : Studi Kasus di Kecamatan Bangko Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Budiono, Machfuddin, 1981, Pola Penguasaan Tanah dan Pengembangan Sapi Perah di Pedesaan : Studi Kasus Di Dukuh Pandesari, Pujon, Malang, Jawa Timur Dundawa, 1981, Perbedaan Status Petani Karet dan Penyadap : Studi Kasus di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Fraassen, Ch. F van., 1972. Ambon Rapport. Thesis MA, Leiden Girsang, Wardis, 1996, Pola Penguasaan Tanah dan Strategi Hidup Rumah Tangga di Desa Transmigrasi (Studi Kasus Desa Transmigrasi Marga Sakti, Kecamatan Padang Jaya, Kabupatan Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu Hidayat, Hamid, 1981, Masalah Struktur Agraria dan Kedudukan Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Pujon Kidul (Wilayah Daerah Aliran Sungai Konto, Kabupaten Malang) Hidayat, Kliwon, 1985. Struktur Penguasaan Tanah dan Hubungan Kerja Agraria di Desa Jatisari, Lumajang, Jawa Timur Iberamsjah, 1988, Peranan Elite Informal Desa dalam Proses Pembuatan Keputusan Pembangunan Desa : Studi Kasus di Kecamatan Beji, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat Manusama., 1977. Hikayat Tanah Hitu (Disertasi). Belanda : Leiden Universiteit Mislini, 2006. Analisis Jaringan Komunikasi Pada Kelompok Swadaya Masyarakat. Kasus KSM di Desa Taman Sari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Muksin, 2002. Jaringan Komunikasi dan Kohesivitas. Kajian Iklim Kelompok dan Aplikasi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Ramah Lingkungan di Desa Purwasari Bogor, Jawa Barat. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Murdianto, Eko, 2002, Remitan Migrasi Sirkuler dan Gejala Perubahan Struktur Sosial di Pedesaan Jawa (Kasus di Desa Trukan, Desa Nglegi, Kecamatan Patuk Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta) Ngabalin, Ali, Muchtar., 2001. Pemuka Pendapat dan Konflik Masyarakat (Studi tentang Peran Pemuka Pendapat dalam Konflik di Maluku). PPS Bidang Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Jakarta. Pranadji, Tri, 1995, Gejala Modernisasi dan Kelembagaan Bagi Hasil : Kajian Perubahan Sosial Atas Kasus Pada Kelompok-Kelompok Kerja Nelayan Tangkap di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Purnomo, A. 2002. Hubungan Tipe Diri Dengan Jaringan Komunikasi. Kasus Taruna Pesantren Wirausaha Agribisnis Abdurrahman bin Auf di Desa Bulan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Saad, Mohammad, 1984, Masalah Integrasi Sosial di Daerah Transmigrasi Kempas Jaya di Propinsi Riau Saefuddin. 1992. Stability and Change : A Case Study of The Social Networks and Household Flexibility Among The Poor of Jakarta, Indonesia (Disertasi). Pittsburgh : University of Pittsburgh Sahab, Kurnadi, 2002, Perubahan Nilai-Nilai Sosial Budaya, Kajian Kasus Perubahan Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Pada Masyarakat Bengkulu Sarman, Mukhtar, 1994, Perubahan Status Sosial dan Moral Ekonomi Petani : Kajian pada Komunitas Petani Plasma PIR Karet Danau Salak, Kalimantan Selatan Satria, Arif, 2000, Modernisasi Nelayan dan Mobilitas Sosial Nelayan (Studi Kasus Kelurahan Krapayak Lor Kodya Pekalongan Jawa Tengah) Setyanto, A. 1993. Hubungan Karakteristik Petani dan Keterkaitannya dalam Jaringan Komunikasi dengan Adopsi Paket Teknologi Supra Insus di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukaharjo, Jawa Tengah. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Siagian, Baginda, 2002, Perubahan Struktur Masyarakat dan Sistem Lapisan Masyarakat Pedesaan di Sekitar Danau Toba. Singarasa, Henry, 1988, Pemukiman Kembali Penduduk di Desa Kereng Bangkirai, Propinsi Kalimantan Tengah Sjamsuddin, 1984, Pola Penguasaan Tanah dan Hubungan dalam Pertanian di Sawah : Kasus di Dua Daerah Pedesaan Sulawesi Selatan Soemartono, Tjipto, 1981, Konflik dan Loyalitas antar-Elite dari Suatu Komunitas Kecil, Studi tentang Perubahan Sosial di Wulan, Jawa Tengah
Suharjito, Didik, 1992, Dinamika Komunitas Pedesaan Sekitar Hutan dalam Usahatani Tumpangsari Program Perhutanan Sosial : Studi Kasus di KPH Saradan dan KPH Malang Sumitro, Bambang, 1986, Pola-Pola Pencarian Nafkah di Pedesaan : Studi Kasus Perubahan Pola Pencarian Nafkah Pada Suatu Desa di Jawa Barat Susetyo, Heru., 2003. Implementasi dan Dampak Kebijakan Relokasi terhadap Pengungsi Internal Korban Kerusuhan Sambas 1999 (Studi Kasus Pengungsi madura di Satuan Pemukiman (SP) I Parit Madani Dusun Martapura Desa Tebang Kacang Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat (Thesis). Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia Susilowati, Tuti, 1986, Hubungan Ekonomi dan Kekuasaan Antara Rumahtangga Nelayan Berbeda Status dalam Pengembangan Usaha Perikanan : Studi Kasus di Desa Mertasinga, Cirebon Sutisna, Entis, 2002, Perubahan Kelembagaan Penguasaan Lahan dan Hubungan Kerja Agraria Berkaitan Masuknya Perusahaan Industri pada Masyarakat Petani di Pedesaan Sutrisna, Dedi, 1996, Struktur Sosial Rekayasa di Lingkungan Perumahan Pola Hunian Berimbang (Kasus di Perumnas Rancaekek Kencana di Kabupaten Bandung) Syahyuti, 2002, Pembentukan Struktur Agraria pada Masyarakat Pinggiran Hutan : Studi Kasus di Desa Sintuwu dan Desa Berdikari Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Warsito, Rukmadi, 1981, Aspek Penguasaan Tanah dan Hubungan Kerja Agraria : Studi Kasus Tentang Perubahan Sosial di Grumbul Kalicacing, Desa Kalimandi, Banjarnegara, Jawa Tengah Yosep, Sombuk, Musa, 1996, Pengaruh Program Transmigrasi dan Perkebunan Inti Rakyat Terhadap Struktur Keluarga dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Tradisional Irian Jaya (Kasus Suku Arfak di di Kabupaten Manokwari) Zulkarnaen, Harun, 1998, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik tanah di Minangkabau (Studi Kasus di Nagaragi Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat)
Acuan dari Situs Web : Allen, John., 1998. Community Resolution : The Development of Social Capital Within An Interaction Field. Lincoln, NE 68583-0922. E-mail :
[email protected] Bartels, Dieter., 2000. Your God is No Longer Mine : Moslem-Christian Fracticide in The Central Moluccas (Indonesia) After a Half Millennium Old Tolerant Coexistence and Ethnic Unity. http://www.google.com/index.html disalurkan melalui kontak_salawaku@yahoo,com. 9 September.
Graham, Jeniffer., 2004. Rethinking Governance, Social Capital and Livelihood Choices : Stories from Philippines. http://dlc.dlib.indiana.edu/archive/ 00001403/00/Graham_Rethinking_040511_paper. Keong, Tan, Tay., 2000. Social Capital and The Traveling of Civil Society in Singapore.
[email protected]
Acuan dari Laporan Organisasi Keagamaan : Laporan Gereja Protestan Maluku (GPM) Klasis Pulau-pulau Lease, Saparua tahun 1999 – 2003. Laporan Crisis Centre Gereja Protestan Maluku Ambon, tahun 1999 – 2004. Laporan Lintas Kerusuhan Maluku oleh Crisis Centre Keuskupan Amboina Ambon, idex tahun 1999 – 2003. Laporan Crisis Centre MUI Maluku, tahun 1999 – 2004.
LAMPIRAN TEMUAN METODOLOGI Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan karena konflik sebagai tema penelitian masih meninggalkan trauma yang mendalam bagi individu, kelompok maupun komunitas yang menerima dampak langsung akibat konflik. Perbedaan agama sebagai salah satu basis konflik, masih membekas dan menimbulkan persepsi yang lain terhadap orang yang berbeda agama. Kaitannya dalam pelaksanaan penelitian khususnya saat pengumpulan data dilakukan, penulis awalnya kesulitan memperoleh data-data yang faktual terlebih untuk data keterlibatan individu, kelompok bahkan komunitas dalam konflik.
Data-data
keterlibatan kelompok tertentu pada masing-masing komunitas terasa sulit ditemui saat peneliti melakukan pengumpulan data di negeri Sirisori Salam. Penulis memahami bahwa dengan latar belakang agama Sarani maka penulis berpeluang tidak dipercaya sebagai kerabat oleh informan negeri Sirisori Salam yang dapat berdampak pada terhambatnya proses pengumpulan data. Oleh karena itu, sebelum penelitian dilakukan penulis terlebih dulu mendiskusikannya dengan Ketua MUI Maluku (kebetulan merupakan salah satu murid dari kakek penulis yang juga berasal dari Negeri Iha dan saat menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Saparua berdiam di Sirisori Salam sebagai negeri asal ibunya). Hasil diskusi mejadi acuan penulis terutama sangat membantu menemukan informan yang tepat di Sirisori Salam.
Kedekatan
kekerabatan antara penulis beberapa tokoh Salam seperti Ketua MUI Maluku dan juga mantan Ketua DPR Kabupaten Maluku Tengah (berasal dari Iha Seram Barat), menjadi jalan bagi penulis untuk memperoleh data-data yang akurat dari informan yang tepat. Saat memulai pengumpulan data di Sirisori Salam, penulis berhadapan dengan situasi dimana informan tidak sepenuh mempercayai penulis sehingga beberapa infromasi penting tidak diungkapkan.
Menghadapi situasi demikian demikian, maka
penulis kemudian mengallihkan pembicaraan ke topik sejarah Sirisori Salam sekaligus keterkaitan dengan Kerajaan Iha yang pernah ada di Saparua. Strategi ini menjadi pintu masuk bagi penulis, mengingat penulis sama halnya dengan informan Kepala Soa yang juga berasal dari keturunan Kerajaan Iha. Selain itu, kakek penulis sebagai seorang guru yang bertugas di Saparua juga merupakan guru dari Kepala Soa tersebut. Hal-hal demikian kemudian menjadi aspek-aspek penting yang menimbulkan keterbukaan dari informan dalam memberikan data sesuai dengan fakta saat konflik. Selain itu, pada pertemuan kedua dan selanjutnya penulis juga menyertakan Kepala Soa sekaligus
Tokoh Pemuda Sirisori Sarani sebagai saudara “gandong” dan “teman baik” dari Kepala Soa Sirisori Salam. Sementara pengumpulan data di Negeri Kulor (semua warganya beragama Salam), penulis juga mengalami kendala karena perbedaan agama antara penulis dengan informan. Penulis kembali mempertanyakan aspek-aspek historis Negeri Kulor yang ternyata punya kaitan erat dengan Kerajaan Iha. Selain itu, proses pengumpulan data menjadi lebih lancar ketika penulis berhasil mengidentifikasi salah satu Kepala Soa yang ibunya berasal dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan beragama Sarani. Kepala Soa inilah yang sangat membantu dan memberikan informasi dengan sangat terbuka. Selain semakin sering penulis berdiskusi dengan informan, maka kedekatan yang terjalin menumbuhkan kepercayaan bagi informan sehingga informasi-informasi tentang konflik terlebih proses penyerangan ke Dusun Pia terungkap dengan transparan. Pengumpulan data di Negeri Iha penulis lakukan bersama-sama dengan salah satu warga Negeri Ihamahu (AK) yang kawin dengan perempuan Salam dan sampai menetap di negeri Tulehu Pulau Ambon.
Sebagaimana diketahui negeri Iha dan
Ihamahu memiliki ikatan “gandong”. Sementara negeri Tulehu merupakan pilihan warga Iha ketika harus mengungsi dari Pulau Saparua.
Selain warga Negeri Iha sangat
mengenal keluarga penulis sebagai satu keturunan dari Kerajaan Iha. Strategi tersebut memudahkan penulis saat proses pengumpulan data dari informasi Negeri Iha di pengungsian (negeri Tulehu dan Liang di Pulau Ambon). Bahkan Tuan Tanah Iha (AT), menjelaskan dengan gamblang apa yang sebenarnya terjadi saat sebelum Negeri Iha diserang dan dihancurkan. Berdasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas maka pengumpulan data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif terlebih dengan topik yang rentan (seperti konflik bernuansa agama) dan mengharuskan kekuatan peneliti dalam pengumpulan informasi, dapat dilakukan dengan baik melalui beberapa strategi berikut ini : 1.
Pengetahuan peneliti tentang budaya setempat harus kuat, bukan sekedar tinggal bersama-sama dan mendiskusikan masalah secara bersama pula.
2.
Peneliti sebaiknya berasal dari ikatan kekerabatan yang sama jika menghadapi informan dengan perbedaan agama (terlebih untuk fokus penelitian konflik bernuansa agama).
3.
Peneliti harus mengetahui tokoh-tokoh kunci yang biasanya bertempat tinggal di luar lokasi penelitian, sebab mereka menjadi jalan masuk bagi penelitian karena rekomendasi mereka menjadi kepercayaan bagi informan di lokasi penelitian.
4.
Menggunakan tenaga peneliti dengan latar belakang agama yang sama dengan agama yang dianut informan, sehingga menimbulkan kepercayaan bagi informan bahwa antara informan dengan peneliti merupakan komunitas yang sama.
5.
Mengintensifkan diskusi-diskusi informal dengan informan baik secara individual, maupun secara kelompok dengan beberapa kerabat informan sehingga peneliti tidak lagi dianggap sebagai orang luar tetapi menjadi bagian dari komunitas yang sama.
Jika hal-hal tersebut mampu dilakukan oleh peneliti, maka pengumpulan data dari informan-informan yang berbeda agama dapat dilakukan dengan lancar. Akhirnya data-data penting sehubungan dengan tema penelitian dapat diperoleh sekaligus memperlancar proses penelitian.
LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN Untuk kepentingan penelitian ini, maka Pedoman Wawancara ini dibagi dalam 4 (empat) bagian : Bagian Pertama. Bagian ini yang dipertanyakan adalah persepsi informan tentang Elit seperti : Siapa saja yang dapat disebut elit ?; Bagaimana perannya baik terhadap kelompoknya atau terhadap masyarakat kebanyakan, khususnya dalam konflik (sejak munculnya sampai upaya penyelesaian) ?; Faktor-faktor apa yang berpengaruh dalam hal pelaksanaan peran elit tersebut ?; Bagaimana kredibilitas Elit (sebelum konflik, saat konflik dan kemungkinan ke depan nanti) ?; Apakah ke-Elit-an mereka berkenan dengan satu aspek atau beberapa aspek, misalnya ekonomi, politik, agama dan budaya ?. Orang yang diwawancarai (informan) diharapkan akan memberi informasi terhadap semua hal ini. Selain itu, wawancara ini diusahakan diberi warna secara keseluruhan berkenan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuannya adalah mendapatkan informasi yang lengkap tentang Elit dan perannya, baik dalam kelompoknya maupun terhadap masyarakat umumnya. Pertanyaan bersifat terbuka (open ended), sehingga diharapkan akan mendapat informasi yang lengkap.
Bagian Kedua. Bagian ini yang dipertanyakan adalah berbagai hal menyangkut konflik di Saparua pada khususnya maupun di Ambon (Maluku) pada umumnya, seperti : Bagaimana gambaran umum konflik ?; Apakah akibat konflik bagi masyarakat saat ini dan masa nanti ?. Diikuti pula dengan berbagai pertanyaan lain yang mungkin akan dikembangkan sejalan dengan penemuan di lapangan,
Informan diharapkan akan
mampu memberikan jawaban atas apa yang ia rasakan dan ia alami.
Bagian Ketiga. Bagian ini mempertanyakan hubungan yang dibangun oleh elit seperti : Bagaimanan pola hubungan antara elit dengan massanya dan sebaliknya ?; Bagaimana pola hubungan antara Elit dengan Elit kelompok lain dan sebaliknya ?; Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat atau pun pendukung di antara mereka ?; Bagaimana sikap dan perilaku Elit saat melakukan hubungan tersebut ?; Diharapkan bagian ini juga akan mempertanyakan sikap dan perilaku sosial masyarakat secara umum melintasi tingkat-tingkat pembangunan sosial ekonomi dan perbedaan-perbedaan karena pengaruh berbagai sistem kultural dan politik.
Bagian Keempat. Bagian ini berkaitan dengan jangkauan solidaritas yang terjadi baik sebelum konflik, saat konflik dan kemungkinan ke depannya seperti : Adakah masalah loyalitas dalam konteks homogen dan heterogen ?; Adakah tingkat kesenjangan hubungan sosial yang dirasakan melintasi garis-garis kelas, agama, dan etnis ?; Bagaimana pola perilaku pribadi yang terbentuk ?. Tujuannya adalah untuk mendeteksi pola-pola yang mencirikan proses-proses asosiatif dan disosiatif, yang berhubungan dengan berbagai tingkat konflik dan perubahan masyarakat pedesaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan : a) Untuk mengetahui tentang elit dan konflik terutama pola hubungannya, maka pendekatan yang perlu dilakukan dalam penelitian ini merupakan pendekatan integral. Artinya, sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian, perlu juga memahami persepsi responden dan masyarakat tentang permasalahan keseluruhan dari penelitian yang hendak dilakukan, demi mendapat respons yang lebih positif dari responden. b) Tidak semua responden memiliki pengetahuan yang cukup sehingga mereka sulit dalam menyatakan diferensiasi yang memadai atas persepsi-persepsi mengenai elit berkenan dengan konflik yang terjadi. c) Istilah elit perlu didefinisikan secara jelas sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dengannya mudah untuk diarahkan demi mencapai apa yang diinginkan. Kita diharapkan tidak berupaya untuk menyodorkan konsep kita pada informan dalam kesadaran kita tentang adanya perbedaan perspektif kita dan informan baik tentang elilt, jejaring sosial maupun konflik, sebab hal ini akan menyulitkan kita untuk mengukurnya.
Dengan
lain
kata,
berilah
informan
kesempatan
untuk
mengemukakan pendapatnya terlebih dulu tentang hal-hal yang menjadi tujuan penelitian, kemudian dibuat pertanyaan sektoral sekitar tanggapan-tanggapan mereka.
PEDOMAN WAWANCARA ELIT DAN NON ELIT IDENTITAS PRIBADI : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Tempat / Tgl Lahir Pendidikan Nama istri Jumlah Anak Pekerjaan Alamat Kedudukan dlm negeri
: : : : : : : :
SEKITAR KONFLIK : 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bagaimana kehidupan dengan pihak lain sebelum konflik : Kronologis konflik : Mengapa konflik terjadi : Peran dalam konflik : Adakah bantuan yang masuk dari negeri lain : Apa saja bentuk bantuan tersebut : Apa maksud pemberian bantuan tersebut : Adakah keterlibatan pihak militer dari masing-masing pihak yang berkonflik : Adakah keterlibatan pihak lain pada masing-masing pihak yang berkonflik : Adakah keterlibatan tokoh-tokoh negeri yang berada di luar (di Ambon atau Jakarta) : Bagaimana bentuk keterlibatan mereka : Adakah keterlibatan pemerintah kecamatan/kabupaten/propinsi : Setelah konflik pecah dan meminta korban dari kelompok anda, adakah upaya untuk membalaskan akibat tersebut : Bagaimana cara pembalasan dilakukan : Adakah keterlibatan orang di luar negeri (baik di Saparua-Haruku-Nusalaut-Seram, Ambon dan Jakarta) dalam pembalasan tersebut : Bagaimana bentuk keterlibatan mereka :
SEKITAR AKIBAT KONFLIK : 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Adakah upaya yang dilakukan untuk meredam konflik yang terjadi : Siapa saja yang terlibat dalam upaya tersebut : Bagaimana tanggapan anda terhadap upaya tersebut : Apa saja akibat konflik yang dapat dirasakan sampai saat ini : Bagaimana cara menangani akibat konflik tersebut : Adakah keterlibatan pihak lain dalam menangani dampak tersebut : Bagaimana bentuk keterlibatan pihak-pihak tersebut : Secara umum hikmah apa yang dapat dipetik dari konflik yang terjadi :
INSTANSI PEMERINTAH / APARAT MENANGANI KONFLIK 1. Dasar hukum penanganan konflik Maluku baik di tingkat Pusat maupun daerah. 2. Mengenai peristilahan, mengapa konflik Maluku 1999 disebut sebagai “konflik agama”, bukan “konflik etnis”, “konflik internal” dan sebagainya. 3. Bagaimana kronologis terjadinya konflik di Saparua ? Negeri-negeri (Desa-desa) mana saja yang dominan terlibat dalam konflik ? Bagaimana bentuk keterlibatan negeri-negeri tersebut ? Adakah individu yang dominan dalam menggerakkan keterlibatan negeri-negeri tersebut ? Bagaimana kedudukan individu dalam negerinya maupun di Saparua secara umum ? Adakah hubungan yang dibangun oleh individu tersebut dengan negeri-negeri lain di sekitar Saparua (Haruku, Nusalaut, Seram) ? Adakah hubungan yang dibangun oleh individu tersebut dengan kelompok atau komunitas di Ambon dan Jakarta ? 4. Proses penanganan konflik Saparua dan Maluku secara umum : a. tahap-tahap penanganan konflik secara umum b. apa saja yang dilakukan dalam proses penanganan konflik di Saparua c. adakah perbedaan antara penanganan konflik di Saparua dengan di tempat lain di Maluku 5. Proses Implementasi Kebijakan Penanganan Konflik di Saparua : a. Apa saja yang dilakukan dalam proses implementasi kebijakan konflik b. Apa saja pilihan-pilihan dalam kebijakan yang dilaksanakan c. Siapa lembaga atau instansi yang berperan dalam pelaksanaan kebijakan d. Bagaimana kesesuaian antara rencana dengan implementasi penanganan konflik e. Bagaimana teknis penanganan implementasi sejak perencanaan hingga realisasi. 6. Adakah individu yang berperan dalam penanganan konflik selain lembaga atau instansi ? a. Mengapa individu tersebut terlibat secara pribadi ? b. Apa saja yang dilakukannya dalam penanganankonflik ? b. Bagaimana tingkat keberhasilannya dibandingkan dengan penanganan yang dilakukan instansi atau lembaga ? 7. Masalah koordinasi dalam penanganan konflik : a. Bagaimana koordinasi antara negeri dengan Saparua ? b. Bagaimana koordinasi antara Saparua dengan Kabupaten ? c. Bagaimana koordinasi antara Kabupaten dengan Propinsi ? d. Bagaimana koordinasi antara Propinsi dan Pusat ? e. Adakah peran instansi lain dalam pelaksanaan fungsi koordinasi tersebut ? f. Adakah peran LSM dalam proses penanganan konflik baik di tingkat Saparua, Kabupaten, Propinsi maupun Pusat ?
LAMPIRAN PETA LOKASI PENELITIAN