DAFTAR PENYAKIT SARAF LEVEL KOMPETENSI 4 A SKDI 2012 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
HIV AIDS tanpa komplikasi Tension headache Migren Bell’s palsy Vertigo (BPPV) Kejang demam Tetanus
HIV-‐AIDS SUSUNAN SARAF PUSAT Objective
:
• Diakhir pembelajaran, mahasiswa mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana atau X-‐Ray) • Dapat memutuskan dan membuat terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis saraf (kasus gawat darurat) Definisi : HIV/ AIDS SSP adalah suatu penyakit yang terjadi akibat terinfeksi oleh kuman Immunodeficency Virus (HIV), ditandai dengan lemahnya sistem imun (imunosupresi) dengan manifestasi klinis bervariasi, antara lain infeksi oportunistik, keganasan serta degenerasi susunan saraf pusat. Epidemiologi : Virus HIV telah menginfeksi lebih dari 60 juta penduduk dunia dan menyebabkan lebih dari 20 juta orang. Diperkirakan lebih dari 42 juta penduduk hidup dengan infeksi HIV dan AIDS. Tingkat penyebaran HIV/AIDS lebih kurang 70% di Afrika dan 20% di Asia, dan hampir setiap 3 juta meninggal tiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 1400 kasus baru setiap hari dan 5 juta kasus setiap tahun, separuhnya adalah usia 15 tahun-‐24 tahun. Di Indonesia penderita HIV sekitar 800.000 hingga 2.500.000. Di Sumbar diperkirakan 3500 kasus. Etiologi
: Virus RNA (Retro Virus)
Faktor resiko : •
Narkoba suntik
•
PSK (pekerja seks komersil
•
Pemakaian tato
•
Tenaga kesehatan 11
•
Hemodialisa
•
Donor darah
•
Hemofilia
Patogenesa/ patofisiologi
:
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Di dalam tubuh HIV akan menginfeksi sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit, monosit dan makrofag. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV bereplikasi, yaitu di dalam : •
Sel T Limfosit : T-‐tropik (Synthium Inducing Isolates)
•
Sel makrofag : M-‐tropik (Non Cynstium Inducing isolates)
Isolates M-‐tropik lebih sering tertular. Isolates T-‐tropik terlihat 50% pd HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresifitas penyakit yg sangat cepat. Gejala klinis
:
Akibat sistem imun tubuh : muda terjadi infeksi, nyeri kepala dan penurunan berat badan yg drastis. Disfungsi susunan saraf pusat yang mengakibatkan : meningitis, ataksia, gangguan behavior, inkontinensia, organik psikosis, halusinasi visual. Pemeriksaan penunjang
:
•
Test Antibodi HIV
•
PCR (Polimerase Chain Reaction)
•
Pemeriksaan sel T CD4 dan sel T CD8
Dasar diagnosis
:
Anamnesis yg cermat mengenai pekerjaan, kebiasaan dan lingkungan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium penunjang : darah, urine,lumbal punksi, RO toraks, Brain Ct-‐Scan, MRI, Memory test, EMG, serologi sifilis dan antigen kriptokokus. Diagnosis banding
:
•
Massa Intrakranial
•
TBC
•
Polineuropati karena penyebab lain
•
Dimensia karena penyebab lain
Penatalaksanaan •
:
Anti Retro Virus
: rekomendasi WHO 2004
Stavidin/ Lamifudin/ Nevirapio Lavidin 30 mg/ 12 jam
12
Lamividin 150 mg/ 12 jam, 300 mg sekali sehari Nevirapin 200 mg sekali sehari selama 14 hari kemudian 200 mg/12 jam. Zidofudin 300 mg/ jam Efavirens 600 mg sekali sehari •
Untuk Infeksi Oportunistik
1. Sito Megalovirus Gansiklovir 5 mg/ kg bb 2x sehari parenteral selama 14-‐21 hari, selanjutnya 5 mg/ kg bb sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ ml 2. Ensefalitis Toksoplasma Pirimetamin 50-‐75 mg per hari dengan sulfa diazin 100 mg/kg bb/ hari Asam Folat 10-‐20 mg per hari atau Fansiolar 2-‐3 tablet per hari dan klindamisin 4x600 mg per hari disertai dengan leukovorin 10 mg per hari 3. Meningitis Cryptococcus Fase akut : Amfotesin B 0,7 mg/ kg bb/ hari IV selama 2 minggu. Selanjutnya Fluconazole 400 mg/kg bb/ hari peroral selama 8-‐10 minggu. Terapi pencegahan Fluconazole 100 mg/ hari seterusnya jumlah sel CD4 masih dibawah 300 sel/ml. Komplikasi
:
•
Drug Toxicity
•
AIDP
•
CIDP
•
Mononeuropati
•
Focal Brain Lession
•
Distal simetrik Polineuropati
•
Progresif Poliradikulopati
•
Imunoneuritis Multiplek
•
Spinal Coral Syndrom/ vaskuler Myelopati
Referensi
:
Harsono Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan ketiga. 2005. Gajah Mada University Press. Harrison. Neurology in Clinical Medicine. 2006. Mc Graw Hill Company. New York
13
VERTIGO AKUT Objektive : Pada akhir pembelajaran Mahasiswa Mampu : a. Menjelaskan : -‐
Definisi
-‐
Etiologi
-‐
Patofisiologi
-‐
Gejala Klinik
b. Melakukan Anamnesa, pemeriksaan fisik, membuatdiagnosa kerja dan membedakan vertigo perifer dan sentral dengan alat bantu diagnostik sedrhana c. Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang dan merencanakan terapi awal d. Menyediakan waktu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga berkenaan dengan penyakit ini e. Menunjukkan minat, kecermatan dan kesungguhan kerjasama yang baik dengan sesama teman, pembimbing Definisi: Vertigo : Halusinasi gerakan à penderita seakan dirinya berputar atau sebaliknya Dizzines : Rasa badan goyang dengan kepala berat = lighteadedness Jalan Goyang = unsteadiness , lemas = faintness Awam à pusing dimaksud diluar batasan tadi Etiologi : Vertigo terjadi akibat : • Vestibulogenik Primer (perifer) -‐ Gangguan telinga tengah (OMA/OMC) mastoiditis, kolesteatom, trauma -‐ Sindroma meniere’s -‐ Otosklerosis -‐ Neuronitis Vestibuler -‐ Ototoksik • Non Vestibulogenik -‐ Gangguan Serebelum -‐ Multiple Sklerosis
14
-‐ Trauma -‐ Epilepsi Patofisiologi Keseimbangan dipertahankan oleh Interaksi Fungsi -‐
Sistim Vestibularis
-‐
Sistim Proproseptif
-‐
Sistim Optikal
Sistim Vestibularis Terdiri dari : -‐
Labirin
-‐
Nervus Vestibularis
-‐
Traktus Vestibularis Sentralis
Labirin terletak dalam OS Petrosus *Disebut Labirin membran berisi: sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis mengandung endolimfe *Os Petrosa disebut labirin tulang berisi perilimfe Pada sisi petrosa à kanalis meluas ke -‐
Kanalis semisirkularis anterior à tegak lurus
-‐
Kanalis semisirkularis posteriorà sejajar
-‐
Kanalis semisirkularis lateral à horizontal
Terhadap aksis Os Petrosa Tiga kanalis semisirkularis dihubungkan oleh sakulus dan utrikulus • Ampula kanalis semisirkularis (proximal kanalis) berisi reseptor neuro epitelial disebut krista • Krista ini sensitif terhadap gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis -‐
Impuls yang dicetuskna oleh reseptor dalam labirin à stimuli pada arkus refleks yang mengatur sistim motorik ( mata, leher dan tubuh )
-‐
Interaksi sistim ini memungkinkan keseimbangan dapat dipertahankan, walau dalam posisi atau gerakan tubuh bagaimanapun.
-‐
Viskositas Endolimfe sangat dipengaruhi oleh perilimfe aliran darah otak
15
Vertigo ß akibat iritasi aparatus vestibularis ß gangguan keseombangan tekanan diruang endolimfe-‐perilimfe (Perubahan tekanan) dan gangguan oksigenasi à rangsangan (impuls) à N. Vastibularis à N.Vestibularis dibatang otak berhubungan dengan: -‐ Nukleus Motorik otot mata -‐ Fasikulus Longitudinalis Medialis Medula spinalis Serebelum Gambaran Klinik Asal Perifer •
Halusinasi gerakan jelas
•
Tiba-‐tiba
•
Gejala hebat dan singkat
•
Dipengaruhi posisi kepala
•
Disertai mual, muntah, keringat , tinitus dan tuli
•
Nistagmus
Asal Sentral •
Halusinasi gerakan kurang jelas
•
Permulaan perlahan-‐lahan
•
Tidak hebat
•
Gejala lama (kronik)
•
Pengaruh posisi kepala (-‐)
•
Nistagmus kadang-‐kadang
•
Jarang disertai muntah/mual
•
Jarang dengan tinitus/tuli
•
Sering dengan gangguan kesadaran
Diagnosis • Anamnesis • Pemerikaan Fisik
-‐
-‐
St.Internus : TD, Nadi, Nafas
-‐
St. Psikiatris
-‐
St. Neurologis (Utama) -‐
Umum
-‐
Khususà otoskop
Pemeriksaan Tambahan 16
• Garpu tala à hearing loss • Tes Kalori à deteksi kerusakan labirin • Foto kepala Prognosis Ditujukan Pada Kausanya • Gangguan Vestibuler Vaskuler ß anti Agregasi • Unknown -‐
Simptomatis : Istirahat
-‐
Obat-‐obatan: Sedatif Antihistamin Vasodilatasi
BELL’S PALSY Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu : Kognitif : -‐ menjelaskan definisi dan etiologi -‐ menjelaskan patogenesis -‐ menjelaskan gejala klinis -‐ menjelaskan diagnosis -‐ menjelaskan pemeriksaan penunjang -‐ menjelaskan tatalaksana dan prognosis Psikomotor : -‐ mampu melakukan anamnesa -‐ mampu melakukan pemeriksaan fisik Attitude : menyediakan waktu untuk menjelaskan penyakit yang diderita pasien kepada keluarga dan pada pasien sendiri.
Definisi : Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus VII perifer yang etiologinya tidak diketahui. Epidemiologi dan insiden : Mengenai semua usia dan kedua jenis kelamin. Muncul tiba tiba dan sebagian besar sembuh sempurna Etiologi : tidak diketahui Patogenesis/Patofisiologi : Penekanan pada saraf (N. VII) atau pembuluh darah di kanalis fasialis → edema → saraf terjepit. Gejala klinis : -‐ tergantung tempat lesi
17
-‐ wajah atau mulut mencong, nyeri mastoid, alis mata turun/tidak bisa diangkat, lagoftalmus, kerut dahi (-‐), lipatan nasolabialis datar -‐ lesi proksimal korda timpani : gangguan rasa kecap -‐ lesi cabang N. Stapedius : hiperakusis Diagnosis
: gejala klinis
Pengobatan : terapi -‐ prednison 4 x 20 mg (kuur) diturunkan tiap 3 hari -‐ neurotropik -‐ tetes mata selulosa -‐ fisioterapi Prognosis : 75 -‐ 80% sembuh sempurna Referensi : buku ajar neurologi Tugas : 1. Jelaskanlan bentuk fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy 2. Jelaskanlah jalannya nervus VII (fasialis) mulai dari intinya sampai ke target NYERI KEPALA Objective
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu:
Kognitive 1. Menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya nyeri kepala 2. Mengidentifikasi tanda-‐tanda dan gejala nyeri kepala 3. Menjelaskan klasifikasi nyeri kepala 4. Menguraikan gejala klinis masing-‐masing jenis nyeri kepala 5. Menerangkan kriteria diagnosis dan diagnosis banding masing-‐ masing jenis nyeri kepala 6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis nyeri kepala 7. Menjelaskan tatalaksana masing-‐masing nyeri kepala 8. Menguraikan tatalaksana masing-‐masing nyeri kepala 9. Menerangkan prognosis Psikomotor 1. Melaksanakan anamnesis pasien nyeri kepala 2. Melaksanakan pemeriksaan neurologi pada pasien nyeri kepala 3. Merencanakan pemeriksaan penunjang 18
4. Merencanakan manajemen terapi pada pasien nyeri kepala 5. Menejelaskan aspek-‐aspek farmakologik dan akibat dari obat-‐ obat untuk nyeri kepala Attitude 1. Menjelaskan dengan santun bila pasien harus dirujuk ke departemen lain 2. Menyediakan waktu untuk mendengar keluhan pasien dan menjelaskan penyakit dan pengobatannya kepada pasien atau keluarga. Persiapan yang dikuasai/ pertanyaan yang dapat dijawab mahasiswa 1. Definisi: nyeri kepala adalah rasa nyeri diaerah atas kepala dari orbita ke belakang sampai ke area oksipital. Bisa menyebar ke wajah, gigi, rahang dan leher. 2. Epidemiologi Prevalensi dalam 1 tahun: 90% dan seumur hidup 99% 3. Klasifikasi dan gejala 3.1 Nyeri kepala primer (tidak berhubungan dengan penyakit lain) o
Migrain: nyeri kepala unilateral, berdenyut, disertai mual, muntah, foto/fonofobi, diasbilitas Pr > Lk
o
Nyeri kepala tegang otot (Tension Headache) nyeri pada kepala, tengkuk terus-‐menerus, ringan-‐berat bilateral tanpa mual muntah
o
Nyeri kepala kluster, nyeri beberapa hari, hebat, berdenyut, unilateral, injekasi konjungtiva, sumbatan hidung Lk > Pr
o
Nyeri kepala pasca trauma, dengan dizzines, mual, stress 2 minggu pasca trauma.
o
Neuralgia trigemina, nyeri wajah, paroxismal, nusuk-‐nusuk, rasa panas, dengan trigger point
3.2 Nyeri kepala sekunder berhubungan dengan penyakit lain: o
Peningkatan TIK
o
Infeksi intra kranial
o
Hipertensi
3.3 Pemeriksaan penunjang o
Funduskopi
o
EEG
o
EMG 19
o
CT scan Kepala
o
LP
Dasar Diagnosis Pemeriksaan klinis: anamnesis, pemeriksaan klinis Pemeriksaan penunjang Tatalaksana masing-‐masing jenis nyeri kepala -‐
-‐
-‐
-‐
-‐
Migrain: over the counter (OTC) analgesik o
Golongan ergotamin
o
Golongan sumatriptan
Nyeri kepala TO : OTC analgesik o
Anti depresant
o
Muscle relaxant
Nyeri kepala kluster o
Inhalasi oksigen
o
Golongan ergotamin
o
Verapamil
o
Sumatriptan
Nyeri kepala trauma o
OTC analgesik
o
Anti depresant
o
Muscle relaxant
Nyeri kepala sekunder Sesuai penyakit yang mendasari
Preventif: Hindari faktor pencetus Obat-‐obat tertentu untuk profilak migrain Indikasi Rujukan 1. Tak ada fasilitas untuk nyeri kepala berat 2. Penyakit yang mendasari pada disiplin lain/ perawatan/ tindakan spesifik Referensi 1. Harsono (ed) kapita selekta neurologi (PERDOSSI) Gadjah Mada University press. 2000 2. Harsono (ed) Buku Ajar Neurologi Klinis
20
21
22
MODUL ILMU PENYAKIT SARAF Dibawah ini merupakan kumpulan modul yang akan digunakan oleh preseptor sebagai pegangan. Tidak semua penyakit yang ada dalam modul ini akan diajarkan kepada mahasiswa, karena itu modul ini tidak diberikan kepada mahasiswa. Daftar penyakit yang diajarkan selama kepaniteraan terdapat dalam buku log, yaitu : 1. Gangguan Pembuluh Darah Otak (Stroke). 2. Vertigo 3. Infeksi Susunan Saraf Pusat. 4. Ischialgia / Nyeri Pinggang Bawah 5. Neuropati. 6. Penyakit Parkinson 7. Epilepsi. 8. Nyeri Kepala (Sefalgia). 9. Gangguan Medula Spinalis 10. Tumor Otak 11. Trauma Susunan Saraf Pusat 12. Demensia Penyakit Gangguan Pembuluh Darah Otak (CVD) No.Modul
: 4.1.1
Topik
: Cerebro Vascular Disease
Subtopik
: Intracerebral Hemorrhage
Level Kompetensi
: 3B
Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan faktor risiko perdarahan intra serebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA) Menjelaskan etiologi PIS/PSA Menjelaskan patofisiologi dan patogenesis Menjelaskan pemeriksaan penunjang Menjelaskan prosedur diagnostic
23
Menjelaskan tatalaksana Komplikasi dan prognosis b. Mampu melakukan anamnesis Mampu melakukan pemeiksaan fisik yang relevan Mampu merencanakan pemeriksanaan penunjang Mampu merencanakan terapiawal. c.
Menyediakan waktu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga berkenanaan penyakit ini
Persiapan-‐persiapan yang dikuasai dan pertanyaan yang harus dijawab mahasiswa : 1. Ada 2 macam perdarahan intra serebral, jelaskan 2. Penyebab perdarahan intraserebral ada yang primer (hipertensif) dan yang sekunder seperti anomali vaskuler, aneurisma, tumor, dll. Jelaskan. 3. Patofisiologi PIS Hipertensi Hipohialinosis/ nekrosis fibrinotik Aneurisma tipe bouchard Tekanan darah naik mencolok tiba-‐tiba Pembuluh darah pecah Merusak struktur anatomi otak
Gejala-‐gejala klinik Pecah aneurisma -‐ AV malformasi Sakuler 80% -‐ hipertensi -‐ Dll 20 % Darah kurang subarachnoid 24
Disekitar blood clot terjadi vasospasme Gejala klinis (terutama : nyeri kepala (thunderclap) rangsangan meningeal) Gejala klinis lain : -‐
Penurunan kesadaran
-‐
Hemiparese/ hemiparestesi kontralateral dengan afasia
-‐
Bisa kejang
-‐
Perdarahan subhialoid
-‐
Parese N VI
-‐
Jelaskan klasifikasi gejala klinis menurut Hunt dan Hess dan WFN’s grading of SAH
Pemeriksaan penunjang -‐
Pemeriksaan kimia klinik yang berkaitan
-‐
Funduskopi
-‐
CT Scan kepala
-‐
LP
Dasar diagnosis -‐
Pemeriksaan klinis (anamnesis,pemeriksaan klinis)
-‐
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana Manajemen Umum -‐
ABC resusitasi kardiopulmoner
-‐
Elevasi kepala
-‐
Awasi keseimbangan cairan dan elektrolit
-‐
Mengatasi peninggian TIK
-‐
Obat homeostasis EACA (Eps. Amino Cpr.Acid) tranexamid acid
-‐
Metabolik aktivator
-‐
Kalsium antagonis
-‐
Penanganan hipertensi
-‐
Tindakan bedah saraf
Komplikasi/ penatalaksanaannya Pada PSA : -‐
Vasospasme, berikan Ca. Antagonis 25
-‐
Hiponatremia, berikan NaCl
-‐
Kejang, obat-‐obat anti konvulsan
Modifikasi Faktor resiko -‐
Kurangi rokok
-‐
Kendalikan hipertensi
-‐
Lifestyle modifications
Indikasi rujukan -‐
Tidak tersedia fasilitas rawat inap intensif
-‐
Memerlukan pemeriksaan fisik
-‐
Memerlukan tindakan bedah
Tindakan pencegahan perdarahan ulang -‐
Istirahat
-‐
Obat anti hipertensi
-‐
Lifestyle modifications
-‐
Clipping pada aneurisma yang belum pecah
Refernce -‐
Harsono (ed) Kapita Selekta
-‐
Harsono (ed) Buku Ajar Neurologi
-‐
Cushid
-‐
Gilroy 3. Cerebrovascular Disease
-‐
Adams HP. Jr.et.al. management of stroke second ed. Professional communications Inc. Caddo OK.2002
No Modul
: 4.1.2
Topik
: cerebro-‐vascular disease
Subtopik
: cerebral infarction
Level kompetensi
: 3B
Objective
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif : -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Menjelaskan faktor risiko dan etiologi infark serebri Menjelaskan patogenesa dan patofisiologi Menjelaskan gejala klinis Menjelaskan pemeriksaan penunjang Menjelaskan prosedur diagnosis Menjelaskan tatalaksana
26
-‐
Menjelaskan komplikasi dan prognosis
Psikomotor : -‐ -‐ -‐ -‐
Mampu melakukan anamnesis Mampu melakukan pemeriksaan fisik yang relevan Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang Mampu merencanakan terapi awal
Attitude : Menyediakan waktu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga berkenaan penyakit ini Definisi : defisit neurologi yang terjadi mendadak, murni karena penyumbatan aliran darah di otak, yang berlangsung lebih dari 24 jam Epidemiologi : stroke penyebab ke 3 kematian, setelah penyakit jantung dan infeksi. Penyebab utama disabilitas pada usia produktif Insiden: pengobatan dan perawatan memerlukan biaya yang besar Etiologi : -‐ -‐ -‐ -‐
Emboli Atherotrombotik (trombosis) Tromboemboli Faktor risiko : o hipertensi, diabetes mellitus o dislipidemia, polisitemia o penyakit jantung o obesitas o merokok o kelainan pembuluh darah otak o hiperurisemia, usia tua, pernah menderita stroke
Patogenesis dan patofisiologi Obstruksi arteri ↓ Penurunan tekanan pulsasi dan aliran darah ↓ Iskemia otak ↓ Edema astrositik (sititoksi) ↓ Infark jaringan otak (mati) -‐ Gejala klinis : o Hemiparesis/plegia o Hemi hipestesia o Afasia o Hemianopsia/blindness o Deviasi konjugae
27
-‐
-‐ -‐
o Disartria o Prosopagnosis Pemeriksaan penunjang : o Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah o Stroke scoring o Pemeriksaan EKG o CT scan otak Dasar diagnosis o Pemeriksaan klinis (anamnesis+pemeriksaan fisik) o Pemeriksaan penunjang Diagnosis banding : tidak ada
Tatalaksana : Kuratif Suportif : -‐ Awasi kebutuhan cairan dan diet -‐ Elevasi kepala (posisi tidur) Medikamentosa : 1. Hemodilusi dan hemorrheologi 2. Antikoagulan 3. Kontrol edema otak 4. Kalsium antagonis 5. Metabolik aktivator II. Rehabilitatif
Terapi fisik dan bicara
III. Preventif
Kontrol faktor risiko
IV. Promotif Penyuluhan pada pasien, keluarga dan “stroke prone person” Komplikasi : -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Pneumonie Gangguan jantung Depresi Kontraktur Demensia vaskuler
Indikasi rujukan : 1. Tidak ada fasilitas rawat inap 2. Kontrol terhadap faktor risiko yang tidak dapat dilakukan 3. Memerlukan pemeriksaan spesifik
28
Referensi : 1. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed Harsono (PERDOSSI) bekerjasama dengan Gadjah Mada UniversitY Press Tugas : 1. Terangkanlah gambaran CT Scan otak pada stroke iskemik 2. Terangkanlah sistem vaskularisasi di otak 3. Apakah yang dimaksud dengan “stroke prone person” No. Modul
: 4.1.3
Topik
: Ensefalopati
Level kompetensi
: 3B
Objective
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu:
Kognitif : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya ensefalopati Menjelaskan beberapa tipe ensefalopati Menerangkan kriteria dan diagnosis banding masing-‐masing ensefalopati Menjelaskan gejala klinis masing-‐masing ensefalopati Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ensefalopati Menjelaskan tatalaksana masing-‐masing ensefalopati Mampu mengkategorikan jenis ensefalopati yang emergensi untuk prioritas penatalaksanaan
Psikomotor : -‐ -‐ -‐ -‐
Mampu melaksanakan anamnesis Mampu melaksanakan pemeriksaan fisik Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang Mampu merencanakan manajemen terapi awal
Attitide : -‐
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
Definisi : kelainan yang ditimbulkan oleh suatu penyakit otak yang difus, baik oleh karena kerusakan fungsi atau kerusakan anatomi Etiologi : -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Tekanan darah meninggi tiba-‐tiba Infeksi Kelainan metabolik Peninggian TIK Toksin Kekurangan oksigen pada otak Trauma kronis pada kepala
29
Gejala umum : -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Gangguan mental, kognitif, memori, attitude Gejala neurologi tergantung tipe ensefalopati Penurunan kesadaran Delirium Tremor, twitching Nistagmus Kejang Kesulitan menelan Akhirnya koma
Beberapa jenis tipe ensefalopati Tipe ensefalopati/gejala klinis Jelaskan gejala klinis dari masing-‐masing tipe a. Ensefalopati hipertensif terjadi karena peningkatan tekanan darah tiba-‐tiba. Terangkanlah gejalanya. b. Ensefalopati hipoksik disebabkan penurunan oksigenasi ke otak yang berat seperti tenggelam, asfiksia, cardiac arrest, dll c. Ensefalopati uremika disebabkan toksin metabolik yang terkumpul karena bisa dikeluarkan melalui ginjal d. Ensefalopati hepatikum disebabkan kerudakan /penyakit hepar seperti sirrosis, hepatoma e. Ensefalopati toksik metabolik disebabkan disfungsi otak karena infeksi intoksikasi, kegagalan fungsi organ tubuh seperti jantung, ginjal dan hepar. Diagnosis Pemeriksaan penunjang -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Laboratorium darah EEG LP CT Scan/MRI Pemeriksaan penunjang lain untuk organ ginjal, hepar, jantung dan paru.
Tatalaksana 1. Manajemen umum ABC resusitasi kardiopulmoner 2. Pengawasan cairan intake/output Pengawasan balance elektrolit Suhu 3. Terapi simptomatis sesuai dengan tipe ensefalitik Anti konvulsan Penanganan hipertensi Penanganan peningkatan intrakranial meninggi Anti edema ?? Indikasi rujukan -‐
Tidak tersedia fasilitas rawat inap intensif
30
-‐
Memerlukan pemeriksaan atau tindakan spesifik lainnya
Referensi -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Harsono (ed) Buku Ajar Neurologi Klinis (PERDOSSI) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1996. Chussid JG. Correlative Neuroanatomy and Functional Neurology. Marozen Asian Edition. 2002. Adam RD, Victor M. Principles of Neurology Mc Graw Hill 5th ed 1993. Wikipedia, the free encyclopedia http://www.wikipedia.org/wiki/encephalopathy
Penyakit Infeksi Susunan Saraf Pusat No. Modul
: 4.2.1
Topik
: penyakit infeksi susunan saraf pusat
Sub topik
: Meningitis Bakterialis
Level kompetensi : 3B Objective -‐ -‐
:
Diakhir pembelajaran, mahasiswa mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana atau X-‐ray) Dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis
Definisi : meningitis bakterialis adalah infeksi pada cairan serebrospinal oleh bakteri disertai radang pada pia dan arachnoid Epidemiologi
: meningitis bakterialis merupakan infeksi tersering pada CNS. Di AS. 2,5 kasus dari 100.000 penderita
Etiologi
:
-‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Sterptokokus pneumonia N-‐Meningitis Streptococcus grup B H-‐Infeksi Staphylococcus
Patofisiologi
: kuman masuk ke dalam SSP secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-‐paru (pneumonia, bronkhis pneumonia), dan jantung (endokarditis)
Gejala klinis : -‐
Tanda-‐tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, Brudzinski
31
-‐
Permulaan penyakit terjadi akut dengan panas, nyeri kepala, malaise. Dapat terjadi gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma
Pemeriksaan penunjang : -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Diagnosa pasti dengan pemeriksaan CSS, melalui punksi lumbal (dimana ditemukan leukosit PMN dan jumlah sel 1.000-‐10.000/mm Pemeriksaan imunoelektroforesis dari CSS Aglutinasi lateks Enzym Linked Immuno Assay Foto polos tengkorak EEG CT scan kepala dan MRI
Dasar diagnosis : -‐ -‐ -‐
Anamnesis Pemeriksaan fisik (tanda iritasi meningeal) Pemeriksaaan penunjang : CSS
Diagnosis banding : -‐ -‐
Meningitis virus Meningitis aseptik
Komplikasi : -‐ -‐
Efusi subdural Gangguan elektrolit
Tatalaksana : -‐
-‐
Perawatan umum : o Monitoring tanda vital o Monitoring intake/output, Mencegah dehidrasi, hiponatremi, hipokalemi dan oedem otak o Nutrisi yang cukup o Posisi mencegah dekubitus Perawatan khusus : o Antibiotik parenteral 10-‐14 hari o Ampicilin 200-‐300 mg/kg BB/hari, interval 6 jam o Chloramfenikol 75-‐100 mg/kg BB, interval 6 jam o Cefotaxim 200mg/kg BB, interval 6-‐8jam o Ceftriaxon 100mg/kg BB/hari, interval 12-‐24 jam
Referensi : -‐ -‐
Harsono. Buku Ajar neurologi klinis. Harrison. 2006. Neurology in Clinical Medicine.
Tugas : 1. Bagaimana patofisiologi otitis media supurativa kronik menimbulkan meningitis bakterialis
32
2. Terangkan kenapa meningitis bakterialis dapat menimbulkan komplikasi abses otak? 3. Bagaimana prognosa meningitis bakterialis? Jawaban tugas : 1. Otitis media supurativa kronikmenyebabkan invasi kuman ke dalam ruang subarakhnoid, menyebabkan reaksi radang pada pia dan arachnoid, CSS dan sistem ventrikulum, pembuluh darah meningeal mengalami hiperemi, penyebaran sel PMN kedalam subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. 2. Pada meningitis bakterialis yang berat terjadi penyebaran kuman dari subarakhnoid yang menimbulkan ventrikulitis, yang bila disertai dengan penyumbatan akut duktus Sylvii maka akan menyebabkan infeksi setempat seperti abses serebri 3. Prognosa tergantung pada beberapa keadaan, antara lain jumlah kuman, hebatnya penyakit pada permulaan, umur,lamanya gejala akut sebelum dirawat, kecepatanditegakkan diagnosis, antibiotika yang diberikan atau kuman patologik lainnya yang menyertai. No Modul
: 4.2.2
Topik
: penyakit infeksi susunan saraf pusat
Sub Topik
: Meningitis Tuberkulosa
Level of competency : 3B Objective -‐ -‐
:
Diakhir pembelajaran mahasiswa dapat membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana dan X-‐ray) Dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan dan merujuk ke spesialis saraf (kasus gawat darurat)
Definisi : meningitis tuberkulosis adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa Epidemiologi : terdapat pada penduduk dengan ekonomi rendah, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, kurang gizi, tidak mendapat imunisasi, terutama anak 6 bulan – 3 tahun. Etiologi : Mikobakterium Tuberkulosa Patogenesa/patofisiologi :
Meningitis TBC selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer diluar otak, biasanya paru-‐paru tapi bisa juga pada kelenjar getah bening, ginjal, meningitis TB terjadi melalui pembentukan tuberkel-‐tuberkel kecil (beberapa mm sampai 1 cm), berwarna putih, terdapat pada permukaan otak, sumsum tulang belakang. Tuberkel melunak kemudian pecah, masuk ke dalam ruang subarakhnoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan difus
33
Gejala klinis : -‐
-‐
•
Stadium I Stadium prodromal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan, penyakit Bersifat subakut, sering tanpa panas atau kenaikan suhu ringan, muntah, tidak ada nafsu makan, berat badan, cengeng, gangguan kesadaran berupa apatis, terutama pada anak kecil. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi, muntah, pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, penurunan nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, sangat gelisah Stadium 3 Dalam stadium ini, suhu semakin tinggi. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur dan mengalami gangguan, dakam bentuk Cheyne Stokes Atau Kussmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau inkontinensia urine. Kesadaran semakin menurun sampai koma. Biasanya meninggal pd stadium ini.
Dasar Diagnosis •
:
Anamnesa diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis, keadaan sosial ekonomi, imunisasi
•
Lumbal Punksi
•
Jenis, Ground Glass Appearrance, sel 10-‐50/ ml terutama limfosit.
•
Kadar Glukosa rendah 20-‐40 mg%, CL < 600 mg%, bila didiamkan terdapat endapan sarang laba-‐laba. Biakan atau kuliel-‐Nielsen atau Tan Thiam Hok
•
Test Tuberkulin pd anak kecil
•
Fototorak
•
Foto Columna Vertebralis
•
EEG
•
CT Scan Kepala
Diagnosis Banding
:
•
Meningitis Bakterial
•
Penyakit infeksi sistemik = Thypus Abdominal
Tata laksana Perawatan umum : 1. Dirawat di ruang perawatan intensif 2. Memenuhi kebutuhan cairan penderita 34
3. Memen kebutuhan gizi 4. Posisi penderita 5. Perawatan kandung kemih dan defekasi Perawatan khusus (kombinasi obat anti tuberkulostatika/ OAT) 1. INH : anak 10-‐20 mg/kg bb/ hari, dewasa 400 mg/ hari 2. Rifampisin : anak 10-‐20 mg/ kgbb/ hari, dewasa 600 mg/ hari 3. Pyrasinamide : 200 mg/ kg bb/ hari dibagi dalam 3 dosis 4. Kortikosteroid : 2-‐3 mg/ kg bb/hari, dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis. Komplikasi : •
Hidrosefalus
•
Kelumpuhan saraf kranial
•
Infeksi otak
•
Epilepsi
•
SIADH
•
Atrofi Nervus Opticus
•
Retardasi Mental
Referensi : Haarsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan Ketiga. 2005. Gajah Mada University Press Harrison. Neurology in Clinical Medicine. 2006. McGraw Hill Company. New York Tugas : 1. Bagaimana proses terjadinya Hidrosefalus pada Meningitis Tuberkulosa? 2. Kenapa pd Meningitis Tuberkulosa pasien dapat mengalami Hemi parese? 3. Sebutkan efek samping obat-‐obat anti tuberkulostatik? Jawaban Tugas : 1. Akibat reaksi radang, terbentuk eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman dan toksin mengandung sel-‐sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas dalam ruang Subarachnoid , tetapi juga melalui pembuluh darah pia, menyumbat Aqua Ductus Sylvii, Foramen Magendi, Foramen Lusckha, akibatnya terjadi Hidrosefalus.
35
2. Eksudat yang menyebar melalui pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak dibawahnya dapat menimbulkan Arteritis dan Infark Otak yang dapat menyebabkan pasien menjadi Hemiparesis atau Hemiplegia. 3. Efek samping obat-‐obat Anti Tuberkulostatika : INH dapat menyebabkan : •
Polineuritis
•
Muntah
•
Gangguan hati dan Hematologi
Etambutol dapat menyebabkan : •
Neuritis Retrobullbar
•
Gangguan pencernaan
Pyrazinamide dpt menyebabkan : •
Gangguan hati
•
Anemia
•
Urtikaria
•
Demam Malaise
Epilepsi No Modul
: 4.4.1
Topik
: Epilepsy and Other Seizure
Sub Topik
: Epilepsi Generalized
Level of competency :
3A
Objektive : •
Mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana
•
Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis saraf
Definisi: Prevalensi 5-‐10% , insiden 0,5 % . Di Indonesia dengan penduduk hampir 200 juta, sedikitnya 1-‐2 juta penyandang epilepsi Etiologi: I. Idiopatik II. Simptomatik: •
Cedera kepala
•
Tumor Otak
36
•
CVD
•
Radang Otak
•
Penyakit Keturunan: fenil keton urea, Neurofibromatosis, Sklerosis tuberkulosa
•
Kelainan Selama perkembangan Janin ( ibu mengalami infeksi, makan obat-‐obatan tertentu, alkoholik, hipoksia janin, kerusakan karena forcep)
III.
Kriptogenik Dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui; sindroma west, sindroma lenox –Gastault, epilepsi mioklonik
Patogenesis/ patofisiologis: Gangguan fungsi neuron-‐neuron dan transmisi pada sinap. Neuron-‐neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh potensial membran sel. Potensial membran sel bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron yakni mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstra seluler dan kurang sekali oleh ion Ca,Na,Cl sehingga dalam sel terdapat konsentrasi tinggi Ion K dan Konsentrasi rendah Ion Ca, Na dan Cl.Perbedaan Konsentrasi Ion-‐ion inilah yang menimbulkan potensial membran . Biasanya membran sel dalam keadaaan polarisasi dapat dipertahankan oleh adanya suatu proses metaboli aktif ( pompa sodium) yang mengeluarkan ion Ca dan Na dari dalam sel ujung terminal neuron. Berhubung dengan dendrit-‐dendrit dan beda neuron-‐neuron lainnya membentuk sinaps. Perubahan polarisasi membran neuron disebabkan oleh adanya neurotransmitter, ada dua jenis neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan hipopolarisasi. Berbagai kedaan patologik dapat merubah atau mengganggu fungsi neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca, Na dari ruang ekstra ke intraselular. Influks Ca akan mencetuskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan tidak terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu penyakit epilepsi.
37
Gejala Klinis Penderita mendadak kejang tonik kemudian jatuh ambruk, sifat kejang berubah menjadi tonik-‐klonik(berkrlanjutan) yang disertai dengan penurunan kesadaran, kejang pada oto wajah, kedua bola mata melirik kesatu arah, nafas tertahan, mulut berbuih dan mengompol. Kejang makin lama makin melemah, kemudian berhenti sama sekali, penderita tertidur pulas, setelah sadar akan tampak bingung atau mengantuk. Faktor pencetus Epilepsi • Kurang tidur • Stress emosional • Infeksi • Obat-‐obatan tertentu; anti depresan trisiklik fenotiasin, obat sedatif • Alkohol • Perubahan Hormonal; haid, hamil • Terlalu lelah • Fotosensitif; diskotik Pemeriksaan Penunjang •
EEG
•
CT Scan
•
PET
Dasar Diagnosis • Anamnesa Lengkap: auto dan alloanamnesa -‐
Pola/ bentuk bangkitan
-‐
Lama bangkitan
-‐
Gejala sebelum, selama dan setelah bangkitan
-‐
Usia pada saat terjadi bangkitan pertama
-‐
Frekuensi bangkitan
-‐
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
-‐
Riwayat terapi sebelumnya
-‐
Riwayat epilepsi dalam keluarga
-‐
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
• EEG
38
No modul
: 4.4.2
Topik
: Epilepsy and other seizure
Sub Topik
: epilepsy Generalized
Level of Competency : 3A Objective -‐
:
Mampu membuat diagnose klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pmeriksaan tambahan laboatoium sederhana
-‐
Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis saraf.
Defenisi
: Prevalensi 5-‐10%. Insiden 0,5%. Di Indonesia dengan penduduk
hampir 200 juta, sedikitnya 1-‐2 juta penyandang epilepsy. Etiologi 1. Idiopatik 2. Simptomatik -‐
Cedera kepala
-‐
Tumor Otak
-‐
CVD
-‐
Radang otak
-‐
Penyakit keturunan : Fenilketonuria, neurofibromatosis, sclerosis tuberkulosa.
-‐
Kelainan selama perkembangan janin (ibu mengalami infeksi, makan obat-‐ obatan tertentu, alkoholik, hipoksia janin, kerusakan karena forcep).
3. Kriptogenik
: Dianggap simptomatik, tetapi penyebabnya belum
diketahui, sindroma west, sindrom lenox-‐gastaut. Patogenesa/Patofisiologi
:
Gangguan fungsi neuron-‐neuron dan transmisi pada sinaps. Neuron-‐neuron
otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane sel bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron yakin mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstrasel ke inter-‐seluler dan kurang sekali oleh ion ca, Na Cl sehingga didalam sel terdapat konsentrasi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na dan Cl. Perbedaan konsentrasi ion-‐ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Biasanya membrane sel dalam keadaan polarisasi dapat dipertahankan oleh adanya suatu proses metabolic aktif (pompa Sodium) yang mengeluarkan ion Ca dan Na dari dalam sel ujung terminal neuron.
39
Berhubung dengan dendrit-‐dendrit dan beda neuron-‐neuron lainnya membentuk sinaps. Perubahan polarisasi membrane neuron disebabkan oleh adanya neurotransmitter, ada 2 jenis neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neuron inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi. Berbagai keadaan patologik dapat merubah atau mengganggu fungsi neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca, Na dari ruang ekstraseluler ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan tidak terkendali. Lepas muatan listrik oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu penyakit epilepsy. Gejala Klinis
:
Penderita mendadak kejag tonik kemudian jatu ambruk, sifat kejang
berubah menjadi tonik klonik (berkelanjutan) yang disertai penurunan kesadaran, kejang pada otot wajah, kedua mata melirik kesatu arah, nafas tertahan, mulut berbuih, dan mengompol. Kejang makin lama makin melemah, kemudian berhenti sama sekali, penderita tidur pulas, setelah sadar akan tampak bingung atau mengantuk. Faktor Pencetus Epilepsi -‐
Kurang tidur
-‐
Stress emosonal
-‐
Infeksi
-‐
Obat-‐obat tertentu
-‐
Alkohol
-‐
Perubahan hormonal : Haid, hamil
-‐
Terlalu lelah
-‐
Fotosensitif
: anti dpresan trisiklik, fenotiasin, obat sedative
: TV, Diskotik
Pemeriksaan penunjang -‐
EEG
-‐
CT Scan
-‐
PET Scan
Dasar Diagnosis -‐
Anamnesa Lengkap
: Auto dan Alloanamnesa
-‐
Pola/bentuk bangkitan
-‐
Lama bangkitan
-‐
Gejala sebelum, selama dan sesudah bangkitan 40
-‐
-‐
Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
-‐
Frekuensi bangkitan
-‐
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
-‐
Riwayat terapi sebelumnya
-‐
Riwayat epilepsy dalam keluarga
-‐
Pemeriksaan fisik umum dan neurologic
EEG
Diagnosa Banding -‐
Histeri
-‐
Sinkop
-‐
Narkolepsi
Tatalaksana
: Obat Anti Epilepsi
-‐
Fenobarbital 2-‐4 minggu/kgBB/hari
-‐
Fenitoin 3-‐8 mg/kgBB/hari
-‐
Karbamazepin 15-‐25 mg/kgBB/hari
-‐
Valproat 30-‐80 mg/KgBB/hari
Penghentian pemakaian obat-‐obatan dilakukan bertahap, setelah 2-‐5 tahun penderita bebas kejang. Komplikasi -‐
Asfiksia
-‐
Kecelakaan
-‐
Aspek psikososial
: penolakan, overproteksi, turunnya kesempatan
kerja -‐
Gangguan mental
Referensi -‐
: mudah tersinggung, depresi
Harsono 2005. Buku ajar neurologi klinis. Cetakan ketiga. Gajah Mada Unversity Press
-‐
Harsono 2006. Neurologi in Clinical medicine. mcGorwa Hill company New York
Tugas a. Sebutkan Klasifikasi serangan epilepsy b. Efek samping dari obat epilepsy c.
Gambaran EEG pada proses Grand mal Epilepsi
Jawaban Tugas I.
Serangan parsial (fokal, local, kesadaran tidak berubah) 41
-‐
Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik) 1. Dengan gejala motoric 2. Dengan gejaa somatosensorik 3. Dengan gejala otonom 4. Dengan gejala psikis
-‐
Serangan Parsial Kompleks (Kesadaran menurun) 1. Tanpa penurunan kesadran 2. Dengan gambaran lainnya berkembang 3. Dengan gambaran A 1-‐4 4. Dengan automatisme 5. Dengan penurunan kesadaran 6. Tanpa gambaran lainnya 7. Dengan gambaran seperti A 1-‐4 8. Dengan Automatisme
II.
Serangan Umum (Kovulsivus atau non konvulsivus) 1. Absans atau absans yang tidak khas 2. Mioklinik 3. Klonik 4. Tonik 5. Tonik-‐klonik 6. Atonik
III.
Serangan Epilepsi tidak terklasifikasikan= gerakan ritmis pada mata, gerakan mengunyah 1. Efek samping obat anti epilepsy
-‐
Fenobarbital : mengantuk, hiperaktivitas, bingung
-‐
Fenitoin
-‐
Karbamazepin : ataksia, gangguan gastrointestinal, pandangan kabur,
: ataksia, ruam kulit, hiperfleksitas, gingivitis osteomalacia,
gangguan fungsi hepar, perubahan darah -‐
Valproat
: Gangguan gastrointestinal, hepatitis, diskrasia darah,
ataksia, alopesia, mengantuk -‐
Klorozepam
: mengantuk, gangguan intestinal, diskrasia darah, ruam kulit,
hipersalivasi 2. Gambaran EEG pada grandma epilepsy -‐
Gelombang paku, tajam tersebar difus
-‐
Gelombang paroksismal. 42
No. Modul : 4.4.3 Topik : Epilepsy and other seizure Subtopik : Epilepsy fokal Level of Competency : 3A Objective : •
Diakhir pembelajaran mahasiswa dapat membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana atau X-‐Ray)
•
Dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan dan merajuk ke spesialis saraf (kasus gawat darurat)
Definisi : Bangkitan kejang berulang yang berlangsung secara mendadak dan sementara yang bisa atau tidak disertai perubahan kesadaran, disebabkan hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf pada area tertentu pada otak. Gejala tergantung daripada area otak dimana aktivitas listrik abnormal. Epidemiologi : belum diketahui Etiologi : 1. Idiopatik 2. Simptomatik -
Trauma kapitis
-
Stroke
-
Alkoholisme
-
Malformasi kongenital otak
-
Asfiksia pada saat lahir
Patofisiologi / Patogenesa : Adanya impuls yang berlebihan pada area otak tertetentu, terjadi secara sinkron, keadaan ini juga akan mengenai sejumlah besar atau kecil dari neuron di otak. Ada 2 faktor yang mempengaruhi : -
GABA (Inhibitory neuron), bila terjadi kadar yang menurun akan terjadi epileptic impuls
-
Glutamat (eksitasi neuron),bila kadar glutamate sangat tinggi, terjadi epileptik impuls 43
Gejala klinis : Tergantung dari area epileptik di otak 1. Bangkitan partial secara keseluruhan -
Tetap sadar
-
Adanya aura
-
Kejang pada wajah, tangan dan kaki -
Rasa disentuh
-
Rasa kaki kesemutan
-
De Ja Vu, Jamais Vu
-
Seperti bermimpi
-
Anxietas
2.Bangkitan partial kelompok -
Simple parsial dengan penurunan kesadaran
-
Gejala automatis,misal membuka baju,wajah bergerak,gerakan berulang tidak ada tujuan (stereotopik)
3.Bangkitan partial yang menjadi umum,kejang berakhir dengan kejang umum dan tidak sadar Dasar diagnosa ; -
Allo Anamnesa
-
Pemeriksaan fisik
-
EEG
-
Brain CT Scan atau MRI
Diagnosa banding : Komplikasi : -
Sosial dan psikologi handicap (problem)
-
Perubahan mental
Tatalasana : -
Obat Anti Epilepsi ; Fenitoin,Karbamazepin
-
Operasi
Referensi : -
Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan ketiga. 2015. Gajah Mada University Press.
-
Hariossn. Neurology in Clinical Medicine. 2006. Mc Graw Hill Company. New York 44
Tugas : 1. Sebutkan berapa dosis obat utama untuk Epilepsi Parsial sederhana atau kompleks ? 2. Berapa kadar fenitoin dan karbamazepin dalam serum ? 3. Apa indikasi operasi pada epilepsy fokal ? Jawaban tugas : 1. Obat anti epilepsy untuk epilepsi partial sederhana o
Fenitoin 3 – 8 mg/ kgbb / hari
o
Karbamazepin 15 – 25 mg/ kgbb / hari
o
Asam valproate 15 – 60 mg/ kgbb / hari
2. Kadar fenitoin dalam serum 10 – 30 mikrogram/ ml dan kadar karbamazepin 8 – 12 mikrogram/ ml 3. Indikasi operasi : -
Refrakter terhadap obat anti epilepsy
-
Usia kurang dari 45 tahun
-
Tidak ada kelainan psikiatri
-
Tidak ada kontra indikasi bedah
-
Mental retardasi
No Modul : 4.4.4. Topik : Epilepsi and other seizure Subtopik : Absence Seizure (Petit Mal) Level of Competency : 3A Objective •
Diakhir pembelajaran mahasiswa dapat membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana atau X-‐Ray)
•
Dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan dan merujuk ke spesialis saraf
Definisi : Serangan yang terjadi mendadak, penurunan kesadaran sekejap tanpa kehilangan kontrol postur. Serangan terjadi beberapa detik, kesadaran pulih kembali tanpa disertai gejala bingung post iktal. 45
Epidemiology : Dimulai pada usia 4 sampai 8 tahun, merupakan 15-‐30% dari epilepsy Patogenesa/patofisiologi : Berasal dari letupan listrik sinkron yang berasal dari thalamus yang di akibatkan oleh rendahnya ambang gelombang calcium pada neuron di thalamus Gejala klinis : gerakan motorik pada tubuh secara bilateral seperti kedipan mata, gerakan mengunyah-‐ngunyah, gerakan klonik pada tangan disertai penurunan kesadaran sekejap. Pemeriksaan penunjang : EEG Dasar diagnosis : Anamnesa (bentuk serangan) dan pemeriksaan EEG Diagnosis banding : Komplikasi : penurunan prestasi sekolah / akademik Tata laksana : Anti konvulsan •
Valproic awal 20 – 60 mg / kgbb
•
Ethosuximite 20 – 40 mg / kgbb 2 – 4 x sehari
Referensi : 1. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan Ketiga. 2005. Gajah Mada University Press 2. Harrison. Neurology in Clinical Medicine. 2006. McGraw Hill Company. New York. Tugas : 1. Bagaimana gambaran EEG dari Absence Seizure (Petit Mal) ? 2. Sebutkan obat anti epilepsy pilihan untuk Petit Mal ? 3. Bagaimana prognosa dari epilepsy Petit Mal ? No Modul : 4.4.5 Topik : Epilepsy and other seizure Subtopik : Status epileptikus Level of Competency : 3B Objective : •
Diakhir pembelajaran mahasiswa dapat membuat diagnose klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana)
46
•
Dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan dan merujuk ke spesialis saraf (kasus gawat darurat)
Definisi : bangkitan yang lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran Epidemiologi : jarang terjadi Etiologi : •
Peningkatan OAE tiba-‐tiba
•
Gangguan metabolism
•
Infeksi SSP
•
Intoksikasi obat
•
Tumor SSP
•
Epilepsi refrakter
•
Trauma kapitis
Patogenesa : Influk kalsium yang berlebihan dan berkepanjangan (hiperpolarisasi dari neuron) Gejala : Terdapat kejang umum selama 30 menit sampai 45 menit tanda putus-‐ putus dimana pasien mengalami takikardi, hipertensi, dilatasi pupil Pemeriksaan penunjang : EEG dan laboratorium Dasar diagnosis : Anamnesa, pemeriksaan fisik dan EEG Diagnosis banding : (-‐) Tatalaksana : •
Penatalaksanaan umum -
Memperbaiki fungsi kardiorespiratorik
-
Memperbaiki jalan nafas
-
Pemberian oksigen
-
Resusitasi
Penatalaksanaan khusus -
Diazepam 10 – 20 mg IV (kecepatan pemberian < 2,5 mg/menit) dapat diulang 15 menit kemudian. Bila kejang berlangsung terus, setelah pemberian diazepam pertama beri fenitoin IV 15 – 18 mg/ kgbb dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit. Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30 – 60 menit, transfer ke ICU
47
-
Dapat di beri propofol (2mg/ kgbb bolus IV) atau thiopentonic 100 – 250 mg bolus IV, pemberian 20 menit dilanjutkan dengan bolus 50 mg tiap 2 – 3 menit sampai 12 – 24 jam kejang berakhir, lakukan tappering off
Komplikasi : •
Cardiorespiratory Disfungsi
•
Hipertermia
•
Gangguan metabolic
•
Kematian neuron
Referensi : •
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan Ketiga. Gajah Mada University Press
•
Harrison. 2006. Neurology in Clinical Medicine. McGraw Hill Company. New York
Tugas : 1. Pemeriksaan laboratorium apa yang perlu di lakukan pada status epileptikus pada epileptikus ? 2. Kenapa status epileptikus merupakan kasus gawat darurat ? 3. Kenapa diazepam merupakan pilihan utama untuk mengatasi kejang ? Jawaban : 1. Pemeriksaan Na, K, gula darah, ureum, kreatinin, kalsium 2. Karena kejang berlangsung lama, dapat menimbulkan gangguan fungsi pernafasan, hipertermia, gangguan metabolisme yang akan menyebabkan rusaknya neuron yang irreversible. 3. Short action yang menjadi kelebihannya Gangguan Medula Spinalis No. Modul
: 4.5.1
Topik
: Disease of Spine and spinal cord
Sub topik
: Neurogenic Bladder
Level competensi
: 2
Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif
: -‐ Menjelaskan anatomi dan fisiologi miksi
-‐ Menjelaskan penyebab neurogenic bladder
-‐ Menjelaskan jenis-‐jenis neurogenik bladder
48
-‐ Menjelaskan gejala neurogenic bladder
Psikomotor : -‐ Mampu melakukan anamnesa
-‐ Mampu melakukan pemeriksaan
-‐ Mampu melakukan tatalaksana
Attitude
: -‐ Menjelaskan penyakit pada pasien dan keluarga
Definisi : Kandung kemih yang tak berfungsi normal akibat gangguan sistem persarafannya Etiologi : -‐ Infeksi -‐ Tumor -‐ Trauma -‐ Neuropati Patofisiologi : Ø Persarafan motorik : terdapat 3 macam persarafan motorik yang mengatur otot-‐otot kandung kemih (detrusor, sfingter uretra, dan trigonum) : o
Saraf parasimpatik
o
Saraf somatomotorik
o
Saraf simpatik
Ø Persarafan sensorik : serabut-‐serabut mengikuti serabut-‐serabut motorik dalam perjalanannya menuju ke medulla spinalis setinggi sakral 2-‐3-‐4 (somatik dan parasimpatik) dan torakal 11-‐lumbal 1 (simpatik). Sensorik kandung kemih terdiri dari dua jenis : eksteroseptif mukosa dan propioseptif otot detrusor (strerch reseptor) Klasifikasi : 1. Un inhibited bladder 2. Reflek bladder 3. Otonomik bladder 4. Atonik bladder Diagnosis di dasarkan pada : -
Anamnesa
-
Pemeriksaan neurologi
-
Pemeriksaan penunjang
49
Tatalaksana dibedakan 2 tahap : -
Kateterisasi
-
Kompres manual
-
Sistotomi
-
Obat-‐obatan
Prognosa : -‐ Tergantung Etiologi Indikasi Rujukan : -‐ Memerlukan perawatan dan terapi khusus Referensi : 1. Neurologi Klinis Dasar, Priguna Sidarta, Dian Rakyat
2. Kapita Selekta Neurologi, ed Harsono Gajah Mada University Press
3. Principle of Neurologi, Adams & Victor’s, Mc Graw Hill
Tugas : 1. Menjelaskan dan menggambarkan anatomi dan fisiologi miksi 2. Melakukan pemasangan kateter Gangguan Medula Spinalis No. Modul
: 4.5.2
Topik
: Disease of Spine and spinal cord
Sub topik
: Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
Level competensi
: 3A
Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif
: -‐ Menjelaskan anatomi dan fisiologi nyeri punggung
-‐ Menjelaskan patofisiologi HNP
-‐ Menjelaskan faktor resiko HNP
-‐ Menjelaskan gejala klinis HNP
-‐ Menjelaskan dasar diagnosis
-‐ Menjelaskan penatalaksanaan
Psikomotor : -‐ Mampu melakukan anamnesa -‐ Mampu melakukan pemeriksaan neurologi yang membantu menegakkan diagnosa
-‐ Mampu melakukan tatalaksana konservatif awal
-‐ Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang
radiologi
Attitude
: -‐ Menjelaskan penyakit pada pasien dan keluarga
Definisi : HNP adalah suatau gangguan dimana sebagian atau seluruh bagian nucleus pulposus mengalami penonjolan kedalam canalis vertebralis 50
Etiologi : -‐ Berat Badan -‐ Aktifitas -‐ Umur -‐ riwayat trauma Patofisiologi : Diskus intervertebralis yang menghubungkan atara corpus vertebra berfungsi sebagai penyangga. Diskus intervertebralis ni terdiri dari nukleus pulposus dan anulus fibrosus. Proses prolaps dari diskus biasanya didahului degenerasi diskus, pada keadaan ini nucleus pulposus bergeser ke perifer dan anulus merenggang sehingga akan prolaps keluar ( diskus prolaps). Gejala klinis -
Nyeri radikuler
-
Parestesi
-
Paresis
-
Berkurangnya reflek
-
Gangguan miksi
Diagnosis di dasarkan pada : 1. Anamnesa 2. Pemeriksaan klinik umum 3. Pemeriksaan neurologi 4. Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan : 1. Konservatif : -‐ tirah baring
-‐ medikamentosa
-‐ terapi fisik 2. Operatif
Pemeriksaan penunjang : 1. Radiologi 2. Neurofisiologi Indikasi Rujukan : 1. Memerlukan pemeriksaan penunjang 2. Memerlukan terapi fisik atau operatif Referensi : 1. Neurologi Klinis Dasar, Priguna Sidarta, Dian Rakyat
2. Kapita Selekta Neurologi, ed Harsono Gajah Mada University Press 51
3. Principle of Neurologi, Adams & Victor’s, Mc Graw Hill
Tugas : 1. Terangkanlah anatomi dan fisiologi nyeri punggung bawah 2. Terangkanlah gambaran radiologi pada HNP No. Modul
: 4.5.3
Topik
: Disease of Spine and spinal cord
Sub topik
: Mielopati
Level competensi
: 2
Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif
: -‐ Menjelaskan definisi dan etiologi mielopati -‐ Menjelaskan patologi dan patofisiologi mielopati
-‐ Menjelaskan klasifikasi
-‐ Menjelaskan gambaran klinis
-‐ Menjelaskan kriteria klinis diagnosis
-‐ Menjelaskan penatalaksanaan
-‐ Menjelaskan komplikasi
Psikomotor : -‐ Mampu melakukan anamnesa -‐ Mampu melakukan pemeriksaan neurologi yang sesuai
-‐ Mampu melakukan tatalaksana awal
Attitude
: -‐ Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
Definisi : suatu gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit Etiologi : -‐ Degenerasi -‐ trauma -‐ tumor -‐ infeksi -‐ vaskuler -‐ idiopatik Diagnosa didasarkan pada -
Anamnesa 52
-
Pemeriksaan neurologi
-
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang -
Pemeriksaan Laboratorium
-
Pemeriksaan radiologi
-
Pemeriksaan neurofisiologi
Tatalaksana : -
Suportif
-
Simptomatik
-
Kausal
-
Rehabilitasi
Komplikasi : -
Kontraktur sendi
-
Atropi otot
-
Decubitus
-
Broncopneumoni
-
Infeksi saluran kemih
Prognosis :-‐ Tergantung etiologi dan berat penyakit Indikasi Rujukan
: -‐ Memerlukan pemeriksaan penunjang
Referensi : 1. Neurologi Klinis Dasar, Priguna Sidarta, Dian Rakyat
2. Kapita Selekta Neurologi, ed Harsono Gajah Mada University Press
3. Principle of Neurologi, Adams & Victor’s, Mc Graw Hill
Tugas : 1. Menjelaskan dan menggambarkan anatomi dan fisiologi Medula spinalis No. Modul
: 4.5.4
Topik
: Disease of Spine and Spinal Cord
Subtopik
: Spondilitis TB
Level Kompetensi
: 3B
Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
53
Kognitif : -‐ menjelaskan definisi dan etiologi spondilitis TB -‐ menjelaskan patologi dan patofisiologi -‐ menjelaskan klasifikasi -‐ menjelaskan gambarn klinis -‐ menjelaskan kriteria klinis diagnosa -‐ menjelaskan penatalaksanaan -‐ menjelaskan komplikasi Psikomotor : -‐ mampu melakukan anamnesa -‐ mampu melaksanakan pemeriksaan neurologi yang sesuai -‐ mampu melakukan tatalaksana awal Attitude : memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga Definisi : suatu proses inflamasi yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa yang terdapat pada vertebra Epidemiologi : -‐ insiden pada semua umur terutama anatara 15 -‐ 30 tahun -‐ frekuensi 5-‐8 % -‐ lokasi yang sering di torakal Etiologi : mikobakterium tuberkulosa Patofisiologi : penyebaran kuman tbc ke tulang terjadi secara hematogen, prosesnya biasanya mulai dibagian ventral dari satu korpus vertebrae sekitar diskus intervertebralis, kadang-‐kadang di busur tulang belakang kadang-‐kadang di prosesus spinosus. Dengan terbentuknya jaringan granulasi (perkijuan) fokus infeksi mula-‐mula kecil meluas dan sebagian korpus vertebrae mengalami destruksi. Sering vertebra melesek dan terbentuklah gibbus. Pada sebagian besar kasus terjadi abses paravertebrae. Gejala klinis : -‐ nyeri punggung -‐ kiposis -‐ paraparese -‐ gangguan miksi Diagnosis didasarkan pada : -‐ anamnesa -‐ pemeriksaan neurologi -‐ pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang : -‐ pemeriksaan laboratorium -‐ pemeriksaan radiologi Penatalaksanaan : 54
1. Komprehensif : -‐ tirah baring -‐ medikamentosa -‐ terapi fisik 2. Operatif Indikasi rujukan : 1. Memerlukan perawatan dan pengobatan 2. Memerlukan pemeriksaan penunjang Referensi : 1. Neurologi klinis dasar, Priguna Sidarta, Dian Rakyat 2. Kapita \Selekta Neurologi, ed Harsono, Gajah Mada University Press 3. Principle of Neurology, Adams and Victors, Mc Graw Hill Gangguan Saraf Perifer (Penyakit Saraf Otot) No. Modul
: 4.6.1
Topik
: Neuromuscular disease and neuropathy
Subtopik
: Sindroma Guillan Barre
Level of Competency : 3B Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu : Kognitif : -‐ menjelaskan etiologi SGB -‐ menjelaskan patofisiologi dan patogenesis SGB -‐ menjelaskan gejala klinis SGB -‐ menjelaskan pemeriksaan penunjang SGB -‐ menjelaskan diagnosis SGB -‐ menjelaskan tatalaksana SGB Psikomotor : -‐ mampu melakukan anamnesa -‐ mampu melakukan pemeriksaan reflek tendon -‐ mampu melakukan pemeriksaan sensibilitas Attitude : menyediakn waktu untuk menjelaskan penyakit yang diderita pasien kepada keluarga dan kepada pasien sendiri
Definisi : -‐ Sindroma Guillan Barre adalah suatu penyakit Acute Inflammatory Demyelinating Polineuropathy (AIDP), dimana terjadi demielinisasi luas. 55
-‐ Mengenai semua usia -‐ Insidens : 0,75 -‐ 2 % per 100.000 penduduk -‐ Biasanya didahului oleh suatu infeksi (saluran nafas atau gastrointestinal),
imunisasi, kehamilan atau pembedahan.
Topik : radik anterior dan posterior Etiologi : penyakit autoimun Patogenesis/Patofisiologi : Gejala klinis : Rasa baal pada ujung jari kaki dan tangan (pola kaus kaki dan sarung tangan), yang segera diikuti oleh kelemahan flaksid otot tungkai dan lengan yang terjadi secara asendens dan relative simetris. Gejala ini biasanya muncul 1-‐3 minggu setelah mengalami infeksi, imunisasi ataupun pembedahan. Kelemahan maksimal dalam 1 minggu pada kira-‐kira 50% kasus dan dalam 1 bulan pada lebih dari 90% kasus. Pada kasus yang berat, bisa terjadi tetraplegia dan kesulitan untuk bernafas, menelan atau bicara (karena kelemahan otot orofaring dan pernafasan). 10% -‐ 20% pasien memerlukan alat bantu nafas. Selain gejala diatas, juga ditemukan berkurangnya atau menghilangnya reflek tendon. Pada beberapa pasien ditemukan disfungsi system otonom. Pemeriksaan Penunjang : adanya peninggian kadar protein pada cairan cerebbrospinal sementara kadar sel normal (disosiasi sitoalbuminik). -‐ Penurunan kecepatan hantaran saraf (dengan Elektromiografi) Dasar Diagnosis : Anamnesa : rasa baal pada ujung jari kaki dan tangan serta kelemahan yang bersifat asendens. Pemeriksaan fisik paraparesis/tetraparesis flaksid, gangguan sensoris pola kaus kaki dan sarung tangan. Reflek tendon berkurang atau hilang. Pemeriksaan penunjang : disosiasi sitoalbuminik pada cairan serebrospinal dan EMG terdapat penurunan kecepatan hantaran saraf. Diagnosis banding : Polineuropati Komplikasi : kelemahan otot otot pernafasan dan otot menelan. Tatalaksana : pasien yang tidak mampu bergerak atau dengan berbagai derajat disfungsi otot-‐otot pernafasan harus mendapatkan terapi aktif dengan plasmafaresis atau pemberian intravena imunoglobulin. Prognosis : lebih dari 90% penyembuhannya sangat baik, tanpa meninggalkan defisit yang bermakna, namun kira-‐kira 3 -‐ 5 % berkembang menjadi kronik. Referensi : -‐ buku ajar neurologi -‐ Updates in Neuroemergencies II, halamann 95 -‐ 102 56
-‐ Neurology Secrets, halaman 75 -‐ 76 Tugas : 1. Jelaskanlah beda secara klinis antara sindroma guillan barre dan polineuropati 2. Sebutkanlah bentuk-‐bentuk “variant guillan barre” 3. Terangkanlah mengena plasmafaresis dan berapa dosis IVIG No. Modul
: 4.6.2
Topik
: Neuromuscular disease and neuropathy
Subtopik
: Myasthenia Gravis
Level of Competency : 3B Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu : Kognitif : -‐ menjelaskan etiologi SGB -‐ menjelaskan patofisiologi dan patogenesis SGB -‐ menjelaskan gejala klinis SGB -‐ menjelaskan pemeriksaan penunjang SGB -‐ menjelaskan diagnosis SGB -‐ menjelaskan tatalaksana SGB Psikomotor : -‐ mampu melakukan anamnesa -‐ mampu melakukan pemeriksaan reflek tendon -‐ mampu melakukan pemeriksaan sensibilitas Attitude : menyediakan waktu untuk menjelaskan penyakit yang diderita kepada si penderita dan kepada keluarganya.
Definisi : Adalah suatu gangguan pada paut saraf otot (neuromuskular junction) yang biasanya menyebabkan kelemahan yang subakut dan fluktuatif tanpa gejala-‐ gejala sensorik. Epidemiologi : insiden MG kira-‐kira 1 dalam 20.000 penduduk. Wanita lebih sering dikenai dari pria dengan perbandingan 3 : 2. Walaupun onsetnya bisa pada semua usia, puncak insiden pada wanita adalah pada decade ke-‐3 dan pada pria decade ke-‐ 5. Etiologi : penyakit autoimun Patogenesis/Patofisiologi : Auto antibodi akan mengurangi jumlah reseptor nikotinik asetilkholin melalui beberapa cara, yaitu : 1) ikatan autoantibodi dengan reseptor tersebut akan 57
mengurangi kemampuan asetilkholin untuk berikatan dengan reseptornya sendiri, (2) auto-‐antibodi tersebut menyebabkan penghancuran dari reseptor, (3) ikatan auto-‐antibodi dengan reseptor mengaktifkan reaksi komplemen yang akan menghancurkan membran post-‐sinaps, yang tidak hanya menyebabkan hilangnya reseptor, tapi juga menyebabkan melebarnya celah sinaps, sehingga mengurangi kemampuan asetilkholin untuk mencapai membrane post sinaps, dan (4) ikatan auto-‐antibodi dengan reseptor akan merubah bentuk ion channel dari reseptor. Gejala klinis : Penderita MG dapat memperlihatkan berbagai derajat kelemahan otot skelet. Kelemahan ini bisa muncul atau tidak muncul saat istirahat, tetapi kelemahan ini jelas muncul dan meningkat setelah melakukan kegiatan dan membaik lagi setelah istirahat. Otot yang biasanya dikenai adalah otot ekstraokuler, otot-‐otot bulbar dan otot leher dan otot proksimal, dengan gejala pandangan ganda disertai ptosis, strabismus, gangguan mengunyah, disfagia, disfonia dan gangguan bicara. Pemeriksaan Penunjang : Tes Wartenberg -‐ Tes Prostigmin -‐ Penurunan amplitudo pada repetitive stimulant -‐ Asetilkolin reseptor antibodi Dasar Diagnosis : klinis : kelemahan yang fluktuatif, ptosis atau diplopia yang membaik dengan istirahat. Gangguan bulbar 9disfagia, disfonia) reflek tendon dan sensibilitas normal. Tes Wartenberg (+), Tes Prostigmin (+), dan adanya penurunan amlitudo pada repetitive stimulan. Diagnosis banding : Lambert Eaten Myasthenic Syndroma Komplikasi : Krisis Miastenik dan Krisis Kolinergik Tatalaksana : Umum : banyak istirahat, makan lunak, tidak boleh lelah
Khusus : preparat antikolin esterase (piridostigmin/mestinon) 3 -‐ 4 x
30 mg Referensi : -‐ buku ajar neurologi -‐ Updates in Neuroemergencies II, halaman 111-‐117 -‐ Neurology Secrets, halaman 56 -‐ 65 Tugas : 1. Terangkanlan cara test Wartenberg dan Test Prostigmin 2. Apakah yang dimaksud dengan krisis miastenik dan kolinergik 3. Sebutkanlah obat-‐obat yang dapat memperberat gejala klinis dari miastenia gravis. 58
Gangguan Fungsi Luhur No Modul
: 4.8.1
Topik
: Defisit Memori
Subtopik
: Demensia
Level of Competency : 3A Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
Kognitif: o
Menjelaskan definisi dan etiologi
o
Menjelaskan patogenesis
o
Menjelaskan gejala klinis
o
Menjelaskan diagnosis
o
Menjelaskan pemeriksaan penunjang
o
Menjelaskan tatalaksana dan prognosis
Psikomotor: o
Mamapu melakukan anamnesis
o
Mampu melakukan pemeriksaan fisik
Attitude: o
Menyediakan waktu untuk menjelaskan penyakit yang diderita pasien kepada keluarga dan pasien sendiri
Definisi
: kemunduran kemampuan kognitif dan intelektual sampai
mengganggu kehidupan sehari-‐hari dipekerjaan dan lingkungan. Kognitif: memori-‐ bahasa-‐ekesekutif, orientasi-‐praksis-‐berfikir abstrak. Epidemiologi dan Insiden: mengenai 10-‐15% kelompok usia diatas 65 tahun 47% kelompok usia >85 tahun 10-‐12% kasus demensia dapat diobati (reversible) Etiologi: 1. Demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tak dikenal disebut demensia idiopatik
59
2. Demensia dengan etiologi yang dikenal tapi belum dapat diobati, tergolong penyakit heredo degeneratif: (degenaratif spino-‐serebeller, chorea huntington, subacut leukoensefalitis sklerotik) 3. Demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati o
Lesi intrakranium ekspansif, seprti tumor, hematom, hidrosefalus
o
Radang menahun intrakranial
o
Intoksikasi alkohol, obat-‐obatan
o
Gangguan metabolisme, hati, ginjal, Ca↓, vit B12↓, asam folat ↓
o
Gangguan endokrin: tirotoksikosis, miksudema dll
Patogenesis: anatomi patologi Makroskopis: otak atrofi, , pembuluh darah sklerotik. Umur 70 tahun berat otak ↓: 160-‐200mg Mikroskopis: jumlah neuron ↓ (otak dewasa kehilangan ribuan neuron/hari). Neuron: mengalami atrofi, bercak argyrofil (senile plaques) Kelainan faal: -‐
Suplai peredaran darah dan O2 berkurang
-‐
EEG: pada 50% umur lanjut masih normal, pada 1/3 nya perlambatan, pada 50% kelainan difus.
-‐
Kelainan biokimiawi dan peranan neurotransmitter
-‐
Cabang-‐cabang sel neurit berkurang
-‐
Proses-‐proses enzym dan metabolisme (ATP, O2 consuption) berubah pula
-‐
Pola kerja berbagai neurotransmitter terganggu
Gejala klinis Reflek khusus (reflek regresi): a. Reflek pegang (grasp refleks): jari pemeriksa diletakkan ditangan penderitaà dipegang b. Reflek monyong ( snout refleks): orbikularis oris diketok à berkontraksi c.
Reflek isap (suck refleks): bibir disentuh dengan pensilà dihisap
d. Reflek glabella: diketuk pada glabellaàmata dipejamkan e. Reflek palmo-‐ mental : menggores telapak tanganà otot mentalis kontraksi Gangguan perilaku berupa: -‐
Agitasi, agresifitas verbal/ fisik, keluyuran
60
-‐
Restlessness, dis-‐inhibisi
-‐
Tingkah laku aneh, tidak mengikuti pembicaraan
-‐
Tak mengenal keluarga, rasa malu ↓, bicara porno
Diagnosis: 1. Penurunan intelektual sedemikian rupaà mengganggu pekerjaan dan lingkungan Bila kognitif menurun tanpa gangguan fungsi dalam pekerjaan,/masyarakatà bukan demensia mungkin benign senescent fogetfulness, age associated memory (à berisiko untuk demensia) 2. Defisit kognitif melibatkan memori dengan gangguan pertimbangan, analisis problem, afasia, apraksia, perubahan kepribadian. Diperiksa dengan MMSE (Mini Mental State Examination) 3. Penderita tetap sadar Pengobatan: tujuan pengobatan -‐
Mempertahankan kualitas hidup
-‐
Memperlambat progresifitas
-‐
Mengobati penyakit penyerta
-‐
Membantu keluarga, memberi informasi cara-‐cara penanganan yang bermanfaat
Terapi farmakologi: -‐
Golongan acetylcholine esterase inhibitor
-‐
Donepizil hcl 1x5-‐10mg
-‐
Rivastigmin 1x1,5 -‐ 6mg
-‐
Golongan estrogen meningkatkan aktivitas cholenergik
-‐
Antioksidan
-‐
Nootropik agent
-‐
Golongan NSAID
Referensi 1. M Shidarta P: neurologi klinis dasar. PT Dian Rakyat, 1981: 208-‐211 2. Aazl. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya, Edisi I. 2003
61
3. Yustiani Dikot. Demensia, Diagnosis dan Penatalaksanaan. KONAS I Neurogeriatri Jakarta, 2002. Tugas: 1. Sebutkanlah klasifikasi demensia 2. Terangkanlah perbedaan vasciular demensia dengan dmeensia Alzeimer Penyakit Neuro-‐Degeneratif Topik : Movement Disorder Subtopik : Parkinson Disease Level Kompetensi : 3A Objective
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif :
Psikomotor
-‐ menjelaskan definisi dan etiologi parkinson disease -‐
Menjelaskan etiologi dan patofisiologi
-‐
Menjelaskan klasifikasi
-‐
Menjelaskan gambaran klinis
-‐
Menjelaskan kriteria klinis diagnosa
-‐
Menjelaskan penatalaksanaan
-‐
Menjelaskan komplikasi
-‐ mampu melakukan anamnesa -‐
Mampu melaksanakan pemeriksaan neurologis yang sesuai
-‐ Attitude
Mampu melaksanakan tatalaksana awal
-‐ memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
Definisi : Bagian dari gejala-‐gejala yang secara patologis yang ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substantia nigra pons compacta yang disertai adanya inkubasi sitoplasmik eosinofilik Epidemiologi :
Etiologi :
Patofisiologi
-‐
Insiden pria : wanita = 3:2
-‐
4.2-‐21 / 100.000 penduduk / tahun
-‐
Penyakit progresif lambat 10-‐20 tahun
-‐
Mulai usia 50 tahun
-‐Idiopatik, beberapa teori genetik dan radikal bebas -‐ ketidakseimbangan antara jalur dopaminergik dengan
kolinergik Klasifikasi
-‐ primer dan sekunder 62
Gambaran klinis : I.
Gejala utama a. Tremor b. Rigiditas c.
Akinesia / bradikinesia
d. Ketidakstabilan postur dan gait 1,2,3 disebut gejala kardinal II.
Gejala tambahan : mental dan otonom
Diagnosis : berdasarkan kriteria klinis 1. Bila ada 2 dari 3 gejala kardinal 2. Bila ada 3 dari 4 gejala utama Stadium penyakit : Stadium 1,2,3,4,5 Penatalaksanaan : 1. Supportif 2. Medikamentosa 3. Operatif 4. Rehabilitasi Komplikasi : 1. Gangguan otonom 2. Gangguan kognitif 3. Depresi 4. Psikosis Indikasi Rujukan : Memerlukan pengobatan Referensi : 1. Neurologi klinis dasar, Priguna Sidarta, Dian Rakyat 2. Kapita selekta neurologi, ed Harsono, Gajah Mada University press 3. Principle of neurology, Adams and Victor, Mc Graw Hill Tugas : 1. Menjelaskan berbagai jenis gangguan ekstrapiramidal 2. Menjelaskan algoritma penatalaksanaan penyakit parkinson 63
Trauma Susunan Saraf Pusat No.modul
: 4.10.1
Topik
: trauma kapitis
Level kompetensi : 2 Objektif
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa harus mampu :
a. Menjelaskan definisi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi dan gambaran klinik berbagai jenis cedera kepala dan merencanakan pemeriksaan penunjang b. Melakukan pemeriksaan klinis yang benar untuk menentukan diagnosis CK dan melakukan perawatan awal. c.
Menunjukkan minat ,kecermatan dan kesungguhan kerjasama serta komunikasi.
Isi dan Uraian 1. Anatomi kranio serebral 2. Fisiologi otak 3. Mekanisme dan klasifikasi trauma 4. Patologi dan patofisiologi trauma kranio serebral 5. Gambaran klinik berbagai jenis trauma 6. Langkah – langkah pemeriksaan dan tindakan untuk penyelamatan jiwa penderita 7. Merencanakan rujukan penderita trauma kapitis Etiologi : 1. Benturan : statis dan dinamis 2. Penetrasi : luka tusuk dan luka tembak 3. Efek samping tindakan persalinan Patofisiologi •
Efek segera pada kepala Aa . kerusakan struktur kepala 64
o
Kulit : robek
o
Batok : fraktur -‐
Depresi
-‐
Komunite
-‐
Linear
-‐
Diastasis
o Duramater : robek o Otak : memar, perdarahan Ab . terhadap tekanan intrakranial Peninggian tekanan intrakranial sesaat, tergantung beratnya benturan o
Tekanan < 1000 mm
o
Tekanan 1000-‐2000 mm
o
Tekanan > 2000 mm
Ac. Efek Gaya o
Kerusakan axon
o
Polar injury
o
Robeknya vena
B. Sekuele Dini Intra Kranial
Perubahan dinamis karena adanya hematom
C. Sekuele dini Sistemik
Kerusakan otak ↓
Perubahan struktur ↓
Perubahan dinamis ↓
Perubahan metabolisme ↓
Hilangnya fungsi
D.Sekuele Intra Kranial Lanjut
Berupa komplikasi : o
Hipertensi intrakranial
o
Spasme pembuluh darah
o
Deregulasi serebrovaskuler
o
Infeksi intrakranial 65
o
Epilepsi
E.Sekuele Sistemik Lanjut o
Perubahan tek.darah
o
Perubahan keseimbangan cairan
o
Perdarahan GIT
No Modul
: 4.10.1.1
Topik
: Trauma kapitis
Sub topik
: Komosio serebri
Level of competency : 2 Objektive
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
* Membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana * Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis saraf Definisi
: hilangnya kesadaran sementara setekah trauma kepala. Terjadi
tanpa kerusakan struktur otak. Berlangsung beberapa menit-‐beberapa jam, setelah sadar pasien pusing dan bingung Patofisiologi; Dapat terjadinya hilangnya kesadaran * hilangnya daya ingat setelah kejadian-‐-‐> amnesia post traumatik * hilangnya daya ingat sebelum kejadian-‐-‐> amnesia anterograde Lamanya keadaan berlangsung merupakan indikasi beratnnya trauma Trauma berat : perubahan dinamis CSS danADO Hilangnya kesadaran akibat dari distorsi mekanik: iskemik formasioretikularis Eksperimental : konkusio -‐-‐> kerusakan difusa sub alba -‐-‐> edema hypoksia Sekuele : gangguan fungsi intelektual No Modul
: 4.10.1.2
Topik
: Trauma kapitis
Sub topik
: kontusio serebri
Level of competency : 2 66
Objektive
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
* Membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana * Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis saraf Defenisi : kontusio serebri adalah kerusakan berat pada otak sehingga terjadi perobahan struktural yang luas yang disertai dengan hilangnya kesadaran yang lebih lama oleh karena terjadinya perdarahan kecil pada parenkim dan odema otak Gambaran klinik: Defisit neurologik bersifat menetap dan disertai dengan koma yang dalam dengan peningkatan TIK( bradikardi, hipertensif dan respr rate) Terapi
: Betametason Manitol 20% -‐-‐> slow infusion
No Modul
: 4.10.1.3
Topik
: Trauma kapitis
Sub topik
: Epidural hematom
Level of competency : 2 Objektive
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
* Membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana * Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis saraf Definisi
: epidural hematom adalah suatu perdarahan pada otak kibat trauma
yang ditandai dengan adanya fraktur tulang tengkorak didaerah temporo parietal sehingga menyebabkan rupture arteri meningea media sehingga terkadi perdarahan epidural -‐-‐> hematom -‐-‐> peningkatan TIK Gejala : hilangnya kesadaran pada awal trauma, kemudian sadar lagi( tenang) = Lucid interval, disusul dengan koma 67
Merupakan keadaan emergensi sehingga memerlukan tidakan bedah saraf Terapi
: Operasi
No Modul
: 4.10.1.4
Topik
: Trauma kapitis
Sub topik
: Subdural hematom
Level of competency : 2 Objektive
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
* Membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana * Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis saraf Definisi
: subdural hematom adalah terjadinya perdarahan oleh karena
robeknya vena didaerah diploe. Perdarahan terjadinya perlahan-‐lahan, keran tekanan vena mendekati 0 Patofisiologi
: sering terjadi secara kronik. Sekuele trauma kepala yang terjadi
pada : orang debil, bayi, orang tua. Trauma umumnya ringan tapi sering akibat disepelekan. Diketahui setelah berminggu-‐minggu/bahkan sampai berbulan-‐bulan Perdarahan kerana rupture vena kecil pada ruang subarahnoid : membentuk kista berisi darah makin lama makin besar dan kemudian terjadi ekspansi Gejala klinik: * perlahan-‐lahan * Nyeri kepala, perubahan mentasi * mengantuk * Hemiparese ringan * ptosis dan pupil melebar * perubahan fisik dan mental berfluktuasi Pemerksaan : -‐ foto kepala AP -‐-‐> maka akan terlihat adanya displacement gld pineal dan kalsifikasi -‐ diagnostik dengan -‐-‐> CAT scan atau arteriografi sererebral 68
DAFTAR PENYAKIT SARAF LEVEL KOMPETENSI 4 A SKDI 2012 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
HIV AIDS tanpa komplikasi Tension headache Migren Bell’s palsy Vertigo (BPPV) Kejang demam Tetanus
HIV-‐AIDS SUSUNAN SARAF PUSAT Objective
:
• Diakhir pembelajaran, mahasiswa mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan (laboratorium sederhana atau X-‐Ray) • Dapat memutuskan dan membuat terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis saraf (kasus gawat darurat) Definisi : HIV/ AIDS SSP adalah suatu penyakit yang terjadi akibat terinfeksi oleh kuman Immunodeficency Virus (HIV), ditandai dengan lemahnya sistem imun (imunosupresi) dengan manifestasi klinis bervariasi, antara lain infeksi oportunistik, keganasan serta degenerasi susunan saraf pusat. Epidemiologi : Virus HIV telah menginfeksi lebih dari 60 juta penduduk dunia dan menyebabkan lebih dari 20 juta orang. Diperkirakan lebih dari 42 juta penduduk hidup dengan infeksi HIV dan AIDS. Tingkat penyebaran HIV/AIDS lebih kurang 70% di Afrika dan 20% di Asia, dan hampir setiap 3 juta meninggal tiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 1400 kasus baru setiap hari dan 5 juta kasus setiap tahun, separuhnya adalah usia 15 tahun-‐24 tahun. Di Indonesia penderita HIV sekitar 800.000 hingga 2.500.000. Di Sumbar diperkirakan 3500 kasus. Etiologi
: Virus RNA (Retro Virus) 69
Faktor resiko : •
Narkoba suntik
•
PSK (pekerja seks komersil
•
Pemakaian tato
•
Tenaga kesehatan
•
Hemodialisa
•
Donor darah
•
Hemofilia
Patogenesa/ patofisiologi
:
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Di dalam tubuh HIV akan menginfeksi sel yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit, monosit dan makrofag. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV bereplikasi, yaitu di dalam •
Sel T Limfosit : T-‐tropik (Synthium Inducing Isolates)
•
Sel makrofag : M-‐tropik (Non Cynstium Inducing isolates)
Isolates M-‐tropik lebih sering tertular. Isolates T-‐tropik terlihat 50% pd HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresifitas penyakit yg sangat cepat. Gejala klinis
:
Akibat sistem imun tubuh : muda terjadi infeksi, nyeri kepala dan penurunan berat badan yg drastis Disfungsi susunan saraf pusat yang mengakibatkan : meningitis, ataksia, gangguan behavior, inkontinensia, organik psikosis, halusinasi visual Pemeriksaan penunjang
:
•
Test Antibodi HIV
•
PCR (Polimerase Chain Reaction)
•
Pemeriksaan sel T CD4 dan sel T CD8
Dasar diagnosis
:
Anamnesis yg cermat mengenai pekerjaan, kebiasaan dan lingkungan Pemeriksaan fisik
70
Pemeriksaan laboratorium penunjang : darah, urine,lumbal punksi, RO toraks, Brain Ct-‐Scan, MRI, Memory test, EMG, serologi sifilis dan antigen kriptokokus. Diagnosis banding
:
•
Massa Intrakranial
•
TBC
•
Polineuropati karena penyebab lain
•
Dimensia karena penyebab lain
Penatalaksanaan •
:
Anti Retro Virus
: rekomendasi WHO 2004
Stavidin/ Lamifudin/ Nevirapio Lavidin 30 mg/ 12 jam Lamividin 150 mg/ 12 jam, 300 mg sekali sehari Nevirapin 200 mg sekali sehari selama 14 hari kemudian 200 mg/12 jam. Zidofudin 300 mg/ jam Efavirens 600 mg sekali sehari •
Untuk Infeksi Oportunistik
4. Sito Megalovirus Gansiklovir 5 mg/ kg bb 2x sehari parenteral selama 14-‐21 hari, selanjutnya 5 mg/ kg bb sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ ml 5. Ensefalitis Toksoplasma Pirimetamin 50-‐75 mg per hari dengan sulfa diazin 100 mg/kg bb/ hari Asam Folat 10-‐20 mg per hari atau Fansiolar 2-‐3 tablet per hari dan klindamisin 4x600 mg per hari disertai dengan leukovorin 10 mg per hari 6. Meningitis Cryptococcus
71
Fase akut : Amfotesin B 0,7 mg/ kg bb/ hari IV selama 2 minggu. Selanjutnya Fluconazole 400 mg/kg bb/ hari peroral selama 8-‐10 minggu. Terapi pencegahan Fluconazole 100 mg/ hari seterusnya jumlah sel CD4 masih dibawah 300 sel/ml. Komplikasi
:
•
Drug Toxicity
•
AIDP
•
CIDP
•
Mononeuropati
•
Focal Brain Lession
•
Distal simetrik Polineuropati
•
Progresif Poliradikulopati
•
Imunoneuritis Multiplek
•
Spinal Coral Syndrom/ vaskuler Myelopati
Referensi
:
Harsono Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan ketiga. 2005. Gajah Mada University Press. Harrison. Neurology in Clinical Medicine. 2006. Mc Graw Hill Company. New York VERTIGO AKUT Objektive : Pada akhir pembelajaran Mahasiswa Mampu : f. Menjelaskan : -‐
Definisi
-‐
Etiologi
-‐
Patofisiologi
-‐
Gejala Klinik
72
g. Melakukan Anamnesa, pemeriksaan fisik, membuatdiagnosa kerja dan membedakan vertigo perifer dan sentral dengan alat bantu diagnostik sedrhana h. Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang dan merencanakan terapi awal i. Menyediakan waktu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga berkenaan dengan penyakit ini j. Menunjukkan minat, kecermatan dan kesungguhan kerjasama yang baik dengan sesama teman, pembimbing Definisi: Vertigo : Halusinasi gerakan à penderita seakan dirinya berputar atau sebaliknya Dizzines : Rasa badan goyang dengan kepala berat = lighteadedness Jalan Goyang = unsteadiness , lemas = faintness Awam à pusing dimaksud diluar batasan tadi Etiologi : Vertigo terjadi akibat : • Vestibulogenik Primer (perifer) -‐ Gangguan telinga tengah (OMA/OMC) mastoiditis, kolesteatom, trauma -‐ Sindroma meniere’s -‐ Otosklerosis -‐ Neuronitis Vestibuler -‐ Ototoksik • Non Vestibulogenik -‐ Gangguan Serebelum -‐ Multiple Sklerosis -‐ Trauma -‐ Epilepsi Patofisiologi
73
Keseimbangan dipertahankan oleh Interaksi Fungsi -‐
Sistim Vestibularis
-‐
Sistim Proproseptif
-‐
Sistim Optikal
Sistim Vestibularis Terdiri dari : -‐
Labirin
-‐
Nervus Vestibularis
-‐
Traktus Vestibularis Sentralis
Labirin terletak dalam OS Petrosus *Disebut Labirin membran berisi: sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis mengandung endolimfe *Os Petrosa disebut labirin tulang berisi perilimfe Pada sisi petrosa à kanalis meluas ke -‐
Kanalis semisirkularis anterior à tegak lurus
-‐
Kanalis semisirkularis posteriorà sejajar
-‐
Kanalis semisirkularis lateral à horizontal
Terhadap aksis Os Petrosa Tiga kanalis semisirkularis dihubungkan oleh sakulus dan utrikulus • Ampula kanalis semisirkularis (proximal kanalis) berisi reseptor neuro epitelial disebut krista • Krista ini sensitif terhadap gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis -‐
Impuls yang dicetuskna oleh reseptor dalam labirin à stimuli pada arkus refleks yang mengatur sistim motorik ( mata, leher dan tubuh )
-‐
Interaksi sistim ini memungkinkan keseimbangan dapat dipertahankan, walau dalam posisi atau gerakan tubuh bagaimanapun.
-‐
Viskositas Endolimfe sangat dipengaruhi oleh perilimfe aliran darah otak
74
Vertigo ß akibat iritasi aparatus vestibularis ß gangguan keseombangan tekanan diruang endolimfe-‐perilimfe (Perubahan tekanan) dan gangguan oksigenasi à rangsangan (impuls) à N. Vastibularis à N.Vestibularis dibatang otak berhubungan dengan: -‐ Nukleus Motorik otot mata -‐ Fasikulus Longitudinalis Medialis Medula spinalis Serebelum Gambaran Klinik Asal Perifer •
Halusinasi gerakan jelas
•
Tiba-‐tiba
•
Gejala hebat dan singkat
•
Dipengaruhi posisi kepala
•
Disertai mual, muntah, keringat , tinitus dan tuli
•
Nistagmus
Asal Sentral •
Halusinasi gerakan kurang jelas
•
Permulaan perlahan-‐lahan
•
Tidak hebat
•
Gejala lama (kronik)
•
Pengaruh posisi kepala (-‐)
•
Nistagmus kadang-‐kadang
•
Jarang disertai muntah/mual
•
Jarang dengan tinitus/tuli
•
Sering dengan gangguan kesadaran
Diagnosis • Anamnesis • Pemerikaan Fisik -‐
St.Internus : TD, Nadi, Nafas
75
-‐
-‐
St. Psikiatris
-‐
St. Neurologis (Utama) -‐
Umum
-‐
Khususà otoskop
Pemeriksaan Tambahan • Garpu tala à hearing loss • Tes Kalori à deteksi kerusakan labirin • Foto kepala
Prognosis Ditujukan Pada Kausanya • Gangguan Vestibuler Vaskuler ß anti Agregasi • Unknown -‐
Simptomatis : Istirahat
-‐
Obat-‐obatan: Sedatif Antihistamin Vasodilatasi
BELL’S PALSY Objective
: Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu : Kognitif : -‐ menjelaskan definisi dan etiologi -‐ menjelaskan patogenesis -‐ menjelaskan gejala klinis -‐ menjelaskan diagnosis -‐ menjelaskan pemeriksaan penunjang -‐ menjelaskan tatalaksana dan prognosis Psikomotor : -‐ mampu melakukan anamnesa -‐ mampu melakukan pemeriksaan fisik
76
Attitude : menyediakan waktu untuk menjelaskan penyakit yang diderita pasien kepada keluarga dan pada pasien sendiri. Definisi : Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus VII perifer yang etiologinya tidak diketahui. Epidemiologi dan insiden : Mengenai semua usia dan kedua jenis kelamin. Muncul tiba tiba dan sebagian besar sembuh sempurna Etiologi : tidak diketahui Patogenesis/Patofisiologi : Penekanan pada saraf (N. VII) atau pembuluh darah di kanalis fasialis → edema → saraf terjepit. Gejala klinis : -‐ tergantung tempat lesi -‐ wajah atau mulut mencong, nyeri mastoid, alis mata turun/tidak bisa diangkat, lagoftalmus, kerut dahi (-‐), lipatan nasolabialis datar -‐ lesi proksimal korda timpani : gangguan rasa kecap -‐ lesi cabang N. Stapedius : hiperakusis Diagnosis
: gejala klinis
Pengobatan : terapi -‐ prednison 4 x 20 mg (kuur) diturunkan tiap 3 hari -‐ neurotropik -‐ tetes mata selulosa
77
-‐ fisioterapi Prognosis : 75 -‐ 80% sembuh sempurna Referensi : buku ajar neurologi Tugas : 1. Jelaskanlan bentuk fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy 2. Jelaskanlah jalannya nervus VII (fasialis) mulai dari intinya sampai
ketarget
NYERI KEPALA Objective
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu:
Kognitive 10. Menjelaskan etiologi dan mekanisme terjadinya nyeri kepala 11. Mengidentifikasi tanda-‐tanda dan gejala nyeri kepala 12. Menjelaskan klasifikasi nyeri kepala 13. Menguraikan gejala klinis masing-‐masing jenis nyeri kepala 14. Menerangkan kriteria diagnosis dan diagnosis banding masing-‐ masing jenis nyeri kepala 15. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis nyeri kepala 16. Menjelaskan tatalaksana masing-‐masing nyeri kepala
78
17. Menguraikan tatalaksana masing-‐masing nyeri kepala 18. Menerangkan prognosis Psikomotor 6. Melaksanakan anamnesis pasien nyeri kepala 7. Melaksanakan pemeriksaan neurologi pada pasien nyeri kepala 8. Merencanakan pemeriksaan penunjang 9. Merencanakan manajemen terapi pada pasien nyeri kepala 10. Menejelaskan aspek-‐aspek farmakologik dan akibat dari obat-‐ obat untuk nyeri kepala Attitude 3. Menjelaskan dengan santun bila pasien harus dirujuk ke departemen lain 4. Menyediakan waktu untuk mendengar keluhan pasien dan menjelaskan penyakit dan pengobatannya kepada pasien atau keluarga. Persiapan yang dikuasai/ pertanyaan yang dapat dijawab mahasiswa 4. Definisi: nyeri kepala adalah rasa nyeri diaerah atas kepala dari orbita ke belakang sampai ke area oksipital. Bisa menyebar ke wajah, gigi, rahang dan leher. 5. Epidemiologi Prevalensi dalam 1 tahun: 90% dan seumur hidup 99% 6. Klasifikasi dan gejala 6.1 Nyeri kepala primer (tidak berhubungan dengan penyakit lain) o
Migrain: nyeri kepala unilateral, berdenyut, disertai mual, muntah, foto/fonofobi, diasbilitas Pr > Lk
o
Nyeri kepala tegang otot (Tension Headache) nyeri pada kepala, tengkuk terus-‐menerus, ringan-‐berat bilateral tanpa mual muntah
79
o
Nyeri kepala kluster, nyeri beberapa hari, hebat, berdenyut, unilateral, injekasi konjungtiva, sumbatan hidung Lk > Pr
o
Nyeri kepala pasca trauma, dengan dizzines, mual, stress 2 minggu pasca trauma.
o
Neuralgia trigemina, nyeri wajah, paroxismal, nusuk-‐nusuk, rasa panas, dengan trigger point
6.2 Nyeri kepala sekunder berhubungan dengan penyakit lain: o
Peningkatan TIK
o
Infeksi intra kranial
o
Hipertensi
6.3 Pemeriksaan penunjang o
Funduskopi
o
EEG
o
EMG
o
CT scan Kepala
o
LP
Dasar Diagnosis Pemeriksaan klinis: anamnesis, pemeriksaan klinis Pemeriksaan penunjang Tatalaksana masing-‐masing jenis nyeri kepala -‐
-‐
-‐
Migrain: over the counter (OTC) analgesik o
Golongan ergotamin
o
Golongan sumatriptan
Nyeri kepala TO : OTC analgesik o
Anti depresant
o
Muscle relaxant
Nyeri kepala kluster o
Inhalasi oksigen
o
Golongan ergotamin
o
Verapamil
o
Sumatriptan
80
-‐
Nyeri kepala trauma o
OTC analgesik
o
Anti depresant
o
Muscle relaxant
-‐
Nyeri kepala sekunder Sesuai penyakit yang mendasari
Preventif: hindari faktor pencetus Obat-‐obat tertentu untuk profilak migrain Indikasi Rujukan 3. Tak ada fasilitas untuk nyeri kepala berat 4. Penyakit yang mendasari pada disiplin lain/ perawatan/ tindakan spesifik Referensi 3. Harsono (ed) kapita selekta neurologi (PERDOSSI) Gadjah Mada University press. 2000 4. Harsono (ed) Buku Ajar Neurologi Klinis
81
82
No Modul
: 4.10.2
Topik
: Trauma medula spinalis
Sub topik
: Komusio dan kontusio medulae
Level of competency : 2 Objektive
: pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu
* Membuat diagnosa klinik berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan laboratorium sederhana
83
* Dapat memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis
Pedomam pada penanganan trauma medula spinalis : * Berat lesi MS tidak berhubung eret dengan dengan derajat deformasi tulang. Tapi ditentukanoleh beratnya gangguan fungsi sistem saraf * tindakan ditempat kejadian ( kecelakaan) dan metode transportasi berpengaruh besar terhadap progmosa * trauma MS harus dicurigai pada setiap kecelakaan (aksiden) tu terutama pada penderita yang menurun kesadranya Pemeriksaan 1. Menilai luas dan letak lesi dalam fase akut, lesi komplit MS memperlihatkan aktifitas motorik bawah sadar -‐-‐> hilanh dari tingkat lesi kebawah -‐ paralisis atonik/ flaksia/erefleksi -‐ sensibilitas hilang total -‐ fungsi vegetatif hilang pelan-‐pelan-‐-‐> spinal shock 2. Menentukan tingkat lesi rongenologis tidak dapt diandalkan 3. Tingkat lesi ditentukan menurut segmen MS, kemudian bandingkan dengan bukti rongenologik tingkat lesi ditentukan menurut prosesus spinosus Lesi ditentukan berdasarkan fungsi yang masih ada, umpama : segmen C5 baik bila lengan bisa diangkat setinggi bahu Segmen C6 baik bila siku masih bisa difleksikan dan lengan supinasi Segmen C7 baik, bila siku dan tangan bisa ektensi Segmen C8 baik, bila tangan bisa difleksikan Segmen th, baik bila otot-‐otot tangan bisa mengennagm Segmen Th XI-‐XII dan L1 terganngu bila lesi motorik tipe sentral dan perifer bercampur, ototnom juga terganggu. Tingkatan lesi MS * konkosio : gejala ringan dan membaik dalam 6 jam daan sembuh dalam 24-‐48 jam * Kontusio : -‐ Lesi kompresive sirkuler dengan 400mmHg -‐Lesi edema setelah 1 jam -‐ ganggaun fungsi maksimal setelah 4 jam * perdarahan -‐-‐> kompresif masif 84
Prinsip perawatan * immobilisai vertebre *Mencegah displacement agar lesi tidak lebih berat * Terutama dalam 24 jam I * Fiksasi ekterna atau operatif * Pemberian obat-‐obatan * Memperbaiki mikrosirkulasi * anti odema
85