ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 2, Juli 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
DAFTAR ISI
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK INDONESIA: PENELITIAN SAHAM LQ-45 Rowland Bismark Fernando Pasaribu 87-115 PENGARUH BELANJAMODALPADAAPBD TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI BALI DALAM ERA OTONOMI DAERAH Mufidhatul Khasanah Rudy Badrudin 117-132 ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP LEVERAGE PERUSAHAAN DENGAN MODERASI SET KESEMPATAN INVESTASI Pandu Fajar Wisudha 133-143 PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT, DAN EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN Serli Ike Ari Susanti 145-161 ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAPKINERJADAN KEMAMPUAN PERUSAHAAN MENGAKSES MODAL EKSTERNAL Rini Handayani Sutianingsih 163-172 PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN SUNSET POLICY TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM UPAYA PENINGKATAN PAJAK Pramushinta Baldric Siregar 173-189
ISSN: 1978-3116 ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 87-115
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK INDONESIA: PENELITIAN SAHAM LQ-45 Rowland Bismark Fernando Pasaribu ABFI PERBANAS INSTITUTE JAKARTA Jalan Komando III/2, Nomor 37 JKSL 12920 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT As reaction from market inefficient specified about information distribution, all market participant trying to reduce the effect with various means, among other things by perceiving historical behavior of share price. One of result namely contrarian strategy by believing that loser portfolio will experience of rebound conversely degradation at share winner portfolio. This study aim to prove existency of overreaction anomaly effect in Indonesia Stock Market specially the LQ-45 during 2003-2007. By using Debont-Thaler approach, empirical result express that there is no symptom of overreaction anomaly at three-month, six-month, and annual period. Therefore the study recommend the investor to avoid contrarian strategy specially of LQ-45 stocks. Keywords: market efficiency, overreaction, portfolio, return, risk
PENDAHULUAN Secara praksis, terdapat 2 kelompok partisipan pasar yaitu partisipan rasional dan kuasi rasional. Kalau partisipan pasar quasi rasional mendominasi di dalam proses pengambilan keputusan pasar, maka keseimbangan pasar rasional tidak akan tercapai. Misalnya, kalau para analis berperilaku kuasi rasional
terkait dengan insentif ekonomi atau perilaku nonekonomis saat memprediksi earning, maka hasil prediksinya akan menunjukkan pola yang sistematik overreaction, underreaction, optimisme, atau pesimisme seperti yang banyak dijelaskan dalam literatur keuangan dan akuntansi. Saat ini terdapat dua dasar penjelasan alternatif untuk perilaku prediksi earning para analis, yang satu berdasarkan respon terhadap insentif ekonomi dan yang lainnya berdasarkan perilaku non-ekonomi. Beberapa ahli berpendapat bahwa insentif ekonomi dapat mempengaruhi prediksi earning analis karena beberapa hal di antaranya hubungan underwriting analis dan perusahaan yang diprediksi earning-nya, perihal reputasi karir, atau manajememen earning pada perusahaan yang dianalisis (Scharfstein dan Stein, 1990; Dechow, Hutton, dan Sloan, 1998; Michaely dan Womack, 1999; Lim, 2001). Penjelasan kelompok kedua digambarkan dari perilaku ilmuwan dan praktisi yang menyarankan agar investor jangan cenderung mengikuti teori statistik mengenai prediksi, tetapi menggunakan probabilitas subyektif pada suatu event, misalnya informasi earning yang tidak diharapkan untuk menentukan responnya (Kahneman dan Tversky, 1972, 1973; Tversky dan Kahneman, 1973; Einhorn dan Hogarth, 1985). Sejumlah literatur perilaku keuangan menyatakan bahwa terdapat suatu tendensi pada perilaku analis dan investor terhadap informasi earning yang tidak diharapkan. Tendensi perilaku tersebut telah diklasifikasikan sebagai overreaction, underreaction,
87
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
atau optimisme (De Bondt dan Thaler, 1985, 1987, 1990; Bernard dan Thomas, 1990; Abarbanell, 1991; Abarbanell dan Bernard, 1992; Easterwood dan Nutt, 1999). Selanjutnya beberapa studi juga telah dilakukan untuk mengkaji hubungan antara tendensi perilaku dalam prediksi earning analis dan reaksi investor terhadap tendensi dimaksud (Abarbanell dan Bernard, 1992; Dechow dan Sloan, 1997; Ackert dan Athanassakos, 1997). Sejumlah penelitian terdahulu juga mengemukakan bahwa prediksi analis menghasilkan proksi yang baik untuk ekspektasi earning investor dan cenderung menggunakan model time-series (Brown dan Rozeff, 1978; Fried dan Givoly, 1982; Conroy dan Harris, 1987; Brown et al, 1987; O’Brien, 1988; Kross, Ro, Schroeder, 1990). Penelitian mengenai tendensi perilaku sistematik dalam prediksi analis dan ekspektasi investor menggunakan kesalahan prediksi analis berdasarkan prediksi analis yang dihasilkan dari beragam sumber informasi (Abarbanell dan Bernard, 1992; Ali, Klein, dan Rosenfeld, 1992; Elliott, Philbrick, dan Wiedman, 1995; La Porta, 1996; Ackert dan Athanassakos, 1997; Clement, 1999; Easterwood dan Nutt, 1999). Selain itu, telah banyak juga literatur terdahulu yang meneliti reaksi harga saham terhadap revisi prediksi analis (Givoly dan Lakonishok, 1979, 1980; Hughes dan Ricks, 1987; Cornell dan Landsman, 1989; Teets, 1992; Alexander, Jr, 1992; Abarbanell dan Bernard, 1992). Literatur tersebut secara eksplisit dan implisit mengasumsikan bahwa reaksi investor terhadap informasi earning adalah suatu fungsi prediksi analis, yaitu ekspektasi earning investor sama dengan prediksi analis [CARit = ƒ(FEit)]. Analis dan investor adalah jenis partisipan pasar yang berbeda dan memiliki kumpulan informasi yang berbeda, karenanya memiliki karakteristik perilaku yang juga berbeda. Oleh karena itu prediksi analis, bukanlah proksi yang memadai bagi ekspektasi investor. Misalkan prediksi analis adalah bias, tetapi investor juga mengestimasi bias tersebut dan selanjutnya melakukan penyesuaian. Penelitian terdahulu mengenai konten informasi kontemporer pada earning yang tidak diharapkan kemungkinan menghasilkan hasil yang juga keliru atau bias. Karena prediksi analist tidak mungkin sama dengan ekspektasi earning investor, maka simpulan pada penelitian sebelumnya yang menggunakan bentuk fungsional bahwa reaksi inves-
88
tor terhadap informasi earning adalah suatu fungsi prediksi analis kemungkinan mengikutsertakan asumsi yang tidak valid mengenai hubungan antara informasi earning yang tidak diharapkan dan reaksi investor. Dimulai oleh De Bondt dan Thaler (1985), penelitian mengenai inefisiensi dalam prediksi earning dan reaksi investor terhadap pengumuman earning telah menjadi suatu topik baru dalam studi mengenai earning. Sampai saat ini, studi yang dilakukan terhadap topik ini membagi reaksi analis dan atau investor terhadap informasi earning ke dalam tiga kategori, yaitu overreaction dan underreaction dari perspektif investor, overreaction dan underreaction dari perspektif analis, serta optimisme and pesimisme dari perspektif analis. Beberapa penelitian merupakan pendukung hipotesis rasional bahwa analis dan investor mengoptimalkan seluruh informasi yang tersedia dan menghasilkan ekspektasi yang tidak bias mengenai earning mendatang, di sisi lain terdapat juga hasil penelitian yang mendukung hipotesis kuasi rasional bahwa ekspektasi mengenai earning mendatang cenderung menunjukkan bias yang sistematik. Studi mengenai anomali overreaction di pasar modal belum terlalu banyak dilakukan di Indonesia, di antaranya adalah Sartono (2000) yang menguji 3 hipotesis ketidakpastian pasar untuk event positif dan negatif di BEJ periode 1995-1998, serta Manurung dan Priotomo (2005) yang mengaplikasikan metode De Bondt dan Thaler untuk mengidentifikasi anomali overreaction pada saham emiten tekstil, retailer, dan wholesaler. Overreaction adalah salah satu tendensi pada perilaku analis dan investor terhadap informasi earning yang tidak diharapkan dan dapat menimbulkan volatility dari return yang abnormal pada saham-saham di pasar. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu apakah terjadi gejala anomali overreaction di Bursa Efek Indonesia, khususnya saham yang tergabung kedalam LQ45 periode 2003-2007. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan anomali overreaction di Bursa Efek Indonesia khususnya pada saham LQ-45. MATERI DAN METODE PENELITIAN Literatur perilaku keuangan substantif secara aktual mengidentifikasi 2 fenomena yang cukup berbeda, keduanya disebut overreaction-effect. Pertama, para
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
peneliti mengisolasi fenomena jangka pendek yang muncul dari keterkejutan investor pada berita baik atau buruk perusahaan yang menghasilkan overshooting temporer pada nilai keseimbangan harga saham perusahaan yang terkena pengaruh. Para peneliti telah menganalisis pengaruh jangka pendek overreaction dengan menggunakan beragam formasi portofolio dan periode pengujian bulanan, mingguan, dan harian. Zarowin (1989, 1990) menggunakan return bulanan dalam menjelaskan pergerakan jangka pendek harga saham di Amerika dengan menguji apakah portofolio saham dengan kriteria winner-looser (mengacu kepada di atas atau di bawah nilai rata-rata risk-adjusted return) mengalami pembalikan harga saham pada 1 bulan mendatang. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa strategi kontrarian jangka pendek menghasilkan rata-rata abnormal return yang secara statistik signifikan sebesar 2%-5% perbulan. Penelitiannya mendukung hasil tentatif dari penelitian Rosenberg dan Rudd (1982) dan Rosenberg, Reid, dan Lanstein (1985) untuk strategi pembalikan return tertentu. Howe (1986) menggunakan metodologi yang hampir sama dengan De Bondt (1985) dan De Bondt dan Thaler (1985) yang menyatakan bahwa saham yang selalu mengalami posisi return yang positif atau negatif dalam minggu tertentu akan mengalami pembalikan kinerja pada minggu selanjutnya. Secara khusus, saham kategori winner yang menghasilkan nilai return mingguan yang selalu positif akan mengalami kinerja pasar yang underperformed sebesar 30% pada 50 minggu berikutnya. Sementara harga saham kategori looser yang menurun secara tajam dalam identifikasi mingguan winer-looser, akan mengalami rebound yang kuat pada lima minggu berikutnya. Temuan yang sama dihasilkan oleh Lehman (1992) dengan menggunakan metodologi yang berbeda dengan membentuk portofolio dengan kriteria shortposition untuk saham yang mengalami kenaikan harga dan long-position untuk saham yang mengalami penurunan harga. Berdasarkan data harga saham harian Dyl dan Maxfield (1987) serta Bremer dan Sweeney (1988) juga menemukan bukti mengenai pembalikan harga untuk saham winner dan looser. Dyl dan Maxfield menyatakan bahwa setiap 200 hari transaksi yang dipilih secara random selama periode 1974-1984 untuk kriteria saham winner, 3 saham dengan kinerja pasar 1 hari yang underperformed 1%-8% dalam 10 hari
perdagangan, sementara untuk kriteria saham looser adalah 3 saham yang kinerja pasar (1 hari) dari 10 hari perdagangan outperformed sebesar 3%-6%. Sementara hasil penelitian Bremer dan Sweeney menyatakan bahwa terjadi overreaction pada saham perusahaan Fortune 500 selama periode 1962-1986. Nilai abnormal return sebesar 4% tidak dapat di-atribusikan secara normal terhadap pengaruh perusahaan kecil, karena perusahaan yang terkecil dalam Fortune 500 pun terlalu besar untuk dapat dibandingkan dengan rata-rata perusahan terbuka di Amerika. Pola pembalikan rata-rata yang sama juga dinyatakan oleh Atkins dan Dyl (1990) pada return saham harian Amerika, tetapi mempertanyakan apakah tendensi dimaksud dapat membentuk basis strategi perdagangan yang feasible. Estimasi kinerja harga 6 saham dari seluruh saham yang listing di NYSE untuk 300 hari perdagangan yang dipilih secara random; 6 saham tersebut termasuk 3 saham yang mengalami nilai persentase kerugian terbesar dan 3 saham winner (persentase kenaikan harga) pada hari tertentu. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata abnormal return untuk saham looser adalah positif untuk 8-10 hari yang akan datang dihitung dari tanggal terjadi penurunan harga dan secara statistik signifikan untuk 2 hari setelah event penurunan harga. Untuk saham winner, rata-rata abnormal return adalah negatif untuk 9-10 hari setelah event kenaikan harga. Secara khusus, abnormal return secara statistik signifikan untuk hari ke 1, 3, dan 7. Untuk negara Inggris, MacDonald dan Power (1992 dan 1993) juga mengemukakan simpulan yang skeptis mengenai pengaruh overreaction jangka pendek dalam return saham mingguan terhadap 40 perusahaan publik periode Januari 1982-Juni 1990. Strategi jangka pendek membeli saham looser dan menjual saham winner akan memiliki kinerja underperformed daripada pasar dalam periode 12 minggu yang akan datang setelah pembentukkan portofolio saham winner dan looser. Berdasarkan hasil tersebut, disarankan bahwa apabila pada suatu tingkatan tertentu investor mempertimbangkan bahwa return mingguan lebih baik dibanding periode bulanan, maka return saham jangka pendek tidak mengandung komponen transitory pembalikan-rata-rata. Dengan kata lain, apabila harga saham meningkat lebih daripada yang diprediksi model pasar dalam 1 minggu, kenaikan
89
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
harga tersebut akan mengalami penguatan oleh kenaikan harga berikutnya. Studi overreaction jangka pendek oleh Brown dan Harlow (1988) serta Brown, Harlow, dan Tinic (1988) menganalisis respon pasar modal terhadap event dengan rentang durasi 1-6 bulan. Hasil penelitiannya menyatakan terdapat bentuk yang asimetris pada respon pasar terhadap event baik dan buruk. Dimana reaksi pasar yang negatif lebih kuat dan lebih dapat diprediksi daripada reaksi terhadap stimulus yang positif. Lebih lanjut Brown, Harlow, dan Tinic (1988, 1990) mengeksplorasi hasil penelitiannya lebih lanjut untuk mengenai dalil pengaruh overreaction jangka pendek sampai akhirnya mengajukan hipotesis baru, yakni Hipotesis Ketidakpastian Informasi (Uncertain Information Hypothesis, UIH) yang diyakini sebagai modifikasi yang acceptable terhadap Hipotesis Efisiensi Pasar. UIH berpendapat semakin dalam reaksi investor terhadap berita buruk dibanding berita baik karena dalam kasus terdahulu semakin tinggi tingkat diskon yang muncul dari peningkatan ketidakpastian yang diasosiasikan dengan kejutan penguatan terhadap penurunan harga saham. Karenanya, prediksi respon terhadap berita baik memisahkan UIH dari pengaruh overreaction dan untuk menjelaskan apa yang dianggap sebagai respon diferensial terhadap kejutan berita baik (buruk). Lebih lanjut UIH berpendapat bahwa terdapat penurunan pada tingkat fluktuasi harga saham dalam arah yang meningkat dan bervariasi pada saat downswing. Efek overreaction jangka panjang pada return saham telah diekspose di Amerika, yaitu 1) secara jelas tidak simetris dan 2) terdiri dari komponen yang dapat diprediksi dan non-transitori. Dengan menggunakan pengujian regresi pada data Amerika, Fama dan French (1988) menyatakan bahwa 25%-45% variasi dalam return bulanan periode 3-5 tahun dapat diprediksi dari return historis. Dengan kata lain, kalau return saham telah berada di atas nilai rata-rata pada 3-5 tahun periode holding maka return saham akan berada di bawah nilai rata-rata untuk 3-5 tahun holding periode yang akan datang. Penelitian Poterba dan Summers (1988) menggunakan data dari 18 negara dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa return saham mengalami pola pengulangan. Temuan lainnya yaitu return saham menunjukkan sejumlah korelasi yang
90
negatif atas periode di atas 1 tahun. Hasil temuan tersebut muncul untuk melengkapi penelitian terdahulu khususnya pada topik pembalikan nilai rata-rata return saham di Amerika. Saham perusahaan yang memiliki kinerja historis yang baik cenderung menjadi buruk di masa mendatang, sementara saham perusahaan dengan kinerja return masa lalu yang buruk akan memperbaiki kinerjanya. De Bondt dan Thaler (1985, 1987) menunjukkan bahwa strategi perdagangan yang didesain untuk mengeksploitasi bukti prediktabilitas dalam return saham Amerika secara konsisten di atas kinerja pasar. Metodologi pengujiannya adalah varian dari desain yang awalnya diusulkan Beaver dan Landsman (1981) pada saat menemukan perilaku return saham yang tidak biasa atau yang disebut portofolio saham winner dan looser. Prosedur uji DeBondt dan Thaler dapat dibagi menjadi 2 bagian. Pertama, mengidentifikasi saham winner dan looser berdasarkan referensi apakah saham mengalami keuntungan atau kerugian yang ekstrem selama periode di atas 5 tahun. Secara khusus mereka menghitung excess return saham (data Amerika) dengan rumus ERit = Rit-Rmt dimana ERit adalah excess return saham i bulan t; Rit adalah return aktual saham i bulan t; dan Rmit adalah return pasar bulan t. Excess return kemudian dikumulasikan selama 3 tahun dan mengestimasi kumulatitifnya (Cumulative Excess Return, CER). Selanjutnya dilakukan pemeringkatan terhadap CER yang tertinggi ke terendah untuk portofolio saham yang terbentuk. Berdasarkan hasil pemeringkatan, 35 saham teratas dianggap sebagai portofolio winner, sementara 35 saham terbawah sebagai portofolio looser. Kedua, De Bondt dan Thaler mengkalkulasi CER dari strategi buying saham portofolio looser dan menjual saham portofolio winner untuk periode 3-5 tahun berikutnya: (CERAt= CERLtCERWt), dimana subscript A, L, dan T adalah abnormal, Looser, dan Winner. Adapun, CERpt diestimasi sebagai berikut : CER pt = ÓERit, dimana p = W untuk portofolio saham winner dan p = L untuk portofolio saham looser. Penelitian anomali overreaction ini juga telah dilakukan di Indonesia oleh Sartono (2000) dan Manurung dan Priotomo (2005). Dalam penelitiannya, Sartono tidak hanya menguji hipotesis overreaction di Indonesia, tetapi juga meneliti hipotesis uncertain
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
information dan reverse anticipation puzzle secara bersamaan. Sartono menguji ketiga hipotesis tersebut untuk event positif dan negatif di Bursa Efek Jakarta periode 1995-1998. Tujuan penelitian tersebut untuk membuktikan apakah pasar modal di Indonesia rasional atau tidak. Model yang dipergunakan untuk menghitung abnormal return pada penelitian ini adalah market model. Dalam penelitian yang dilakukannya, Sartono mengelompokkan 180 sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini menjadi 6 portofolio yaitu portofolio P1, P2, P3, N1, N2, dan N3 di mana P menggambarkan suatu event positif dan N menggambarkan suatu event negatif. Untuk masingmasing event tersebut, Sartono mengelompokkan kembali berdasarkan besarnya magnitudonya yaitu kecil (P1 dan N1), menengah (P2 dan N2), dan besar (P3 dan N3). Kemudian, untuk seluruh portofolio tersebut, Sartono mengelompokkannya menjadi perusahaan dengan kapitalisasi besar dan kecil. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Sartono menemukan bahwa gejala overreaction di Indonesia ditemukan pada portofolio saham besar dengan portofolio saham kecil. Namun untuk event positif dari portofolio saham besar, respon negatif yang signifikan hanya ditemui pada magnitudo event kecil dan menengah, sementara untuk magnitudo besar dari event positif reaksi portofolio adalah positif yang berarti sejalan dengan hipotesis uncertain information. Sementara itu untuk portofolio saham kecil, hipotesis overreaction terjadi untuk event positif dengan magnitudo kecil dan event negatif dengan magnitudo besar. Berdasarkan penemuan gejala overreaction, uncertain information, dan reverse anticipation puzzle yang ditemukan oleh Sartono, maka Bursa Efek Jakarta atau pasar modal di Indonesia tidak memenuhi hipotesis pasar efisien, terutama untuk efisiensi pasar bentuk lemah pada periode yang bersangkutan. Manurung dan Priotomo (2005) melakukan penelitian untuk membuktikan terjadinya gejala anomali overreaction atas saham tekstil, retail, dan wholesaler di BEJ periode 2001-2003. Dengan menggunakan pendekatan Bondt dan Thaler (portofolio saham winner-looser) dan memodifikasi penentuan kriteria winner dan looser. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa dengan menggunakan periode triwulan tidak membuktikan terjadinya anomali overreaction di Bursa Efek Jakarta, khususnya pada sektor industri tekstil,
perdagangan besar produksi, dan perdagangan eceran. Anomali overreaction atau pembalikan CAR loser dan winner (dimana CAR saham loser mengungguli CAR saham winner) hanya terdapat pada dua replika yaitu replika 1 tahun 2001 yaitu pada bulan April sampai dengan Juni 2001. Secara simultan, gejala anomali overreaction baru terjadi pada periode tahunan (tahun 20012002 dan 2002-2003). Berdasarkan hasil empiris tersebut disimpulkan bahwa semakin lama periode pembentukan dan observasi akan menyebabkan hasil yang diperoleh menjadi semakin baik atau signifikan. Lebih lanjut, hasil penelitian juga menyarankan bahwa strategi kontararian sangat berisiko dilakukan oleh investor dalam melakukan kegiatan investasinya terlebih setelah terbukti bahwa anomali overreaction tidak terjadi di BEJ khususnya pada sektor industri tekstil, perdagangan besar, dan perdagangan eceran. Untuk melakukan penelitian ini penulis membutuhkan data harga saham emiten yang tergabung dalam LQ-45 dan IHSG selama periode tahun 2003 sampai dengan 2007, sehingga data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data historis. Adapun cara memperoleh data tersebut adalah sebagai berikut 1) Untuk data harga penutupan saham-saham sektor industri tekstil dan garmen, perdagangan besar barang produksi, dan perdagangan eceran selama periode tahun 2003 dan 2007 diperoleh dengan cara men-download melalui website BEJ (hhtp:// www.jsx.co.id) reuters, dan yahoo-finance dan 2) Studi pustaka dilakukan untuk mendukung pemahaman konsep-konsep yang berkaitan langsung dengan penelitian. Studi pustaka yang dilakukan meliputi hasilhasil penelitian sebelumnya, buku-buku literatur, jurnal, dan lain sebagainya. Hipotesis yang menerangkan fenomena overreaction mengatakan bahwa overreaction terjadi apabila untuk t > 0 (sepanjang periode pengujian): 1. H0 : ACARW,t = 0 H1 : ACARW,t < 0 (Average CAR portofolio winner < 0) 2. H0 : ACARL,t = 0 H1 : ACARL,t > 0 (Average CAR portofolio loser > 0) 3. H0 : ACARL,t – ACARW,t = 0 H1 : ACARL,t – ACARW,t > 0 Overreaction terjadi kalau ketiga hipotesis di atas terpenuhi. Dalam melakukan penelitian untuk membuktikan
91
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
adanya anomali overreaction di BEJ, peneliti menggunakan metode dan cara perhitungan yang dilakukan oleh De Bondt-Thaler dalam melakukan formasi dan observasi atau pengujian perilaku return dari portofolio tersebut. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh De Bondt-Thaler, dengan menggunakan lamanya periode formasi dan observasi yang masingmasing selama satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan lima tahun lamanya periode penelitian, disini hanya membagi lamanya periode penelitian menjadi 3 periode penelitian (rentang waktu), yaitu satu tahun, 6 bulan dan 3 bulan untuk masing-masing periode, baik itu periode formasi dan observasi portofolio. Adapun langkah-langkah pengambilan sampel adalah 1) Memastikan terlebih dahulu apakah selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 ada saham-saham baru yang listing di BEJ serta melihat apakah terdapat saham-saham yang dijadikan obyek penelitian yang delisting. Apabila terdapat saham baru yang baru terdaftar di BEJ maka saham tersebut baru akan diperhitungkan dalam formasi portofolio periode selanjutnya dan apabila ada saham yang delisting pada periode formasi dan pengujian berikutnya maka saham tersebut akan dikeluarkan dalam periode formasi dan pengujian pada periode yang bersangkutan; 2) Melakukan penghitungan return dari masing-masing saham, apabila terdapat saham yang tidak diperdagangkan pada salah satu tanggal dari periode penelitian maka harga saham tersebut disesuaikan dengan harga penutupan tanggal transaksi terakhir dari saham yang bersangkutan; 3) Mengikuti prosedur Manurung dan Priotomo (2005), selanjutnya melakukan perhitungan abnormal return dari masing-masing saham dengan menggunakan data IHSG yang ada dan kemudian mengurutkannya secara ascending, maka akan memilih hasil abnormal return dari seluruh saham yang ada dengan kriteria a) Untuk sampel saham-saham winner atau disebut juga sebagai portofolio winner, peneliti memilih saham-saham yang termasuk dalam desil kesepuluh ke bawah (10% data terbawah) dari abnormal return berdasarkan periode formasi dan pengujian yang ada; b) Untuk sampel saham-saham loser atau disebut juga sebagai portofolio loser, peneliti memilih saham-saham yang termasuk dalam desil pertama ke atas (10% data teratas) dari abnormal return berdasarkan periode formasi dan pengujian yang ada.
92
Secara lebih lanjut, tahap-tahap pembentukan portofolio dijelaskan sebagai berikut: 1) Menghitung return harian dari harga saham yang ada selama periode pembentukan yaitu selama triwulan, semester, dan tahunan dengan rumus: Rj,t = Pj,t – Pj,t-1 Pj,t-1 dimana:
Rj,t = return saham ke-j pada hari ke-t. Pj,t = harga saham ke-j pada hari ke-t. Pj,t-1=harga saham ke-j pada hari ke t-1. 2) Menghitung return pasar harian, dengan rumus: Rm,t = IHSG t – IHSG t-1 IHSG t-1 dimana:
Rm,t = return pasar pada hari ke-t. IHSG t = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke-t. IHSG t-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ke t-1. 3) Menghitung abnormal return saham harian yaitu dengan rumus: ARj,t = Rj,t – Rm,t dimana: ARj,t = abnormal return saham ke-j pada hari ke-t. Rj,t = return saham ke-j pada hari ke-t. Rm,t = return pasar pada hari ke-t. 4) Mengkumulatifkan return selama tiga bulan dan satu tahun tersebut (formation period) untuk membentuk CAR triwulan atau semester: CARj,T = Σ ARj,t di mana: CARj,T = cumulative abnormal return saham ke-j selama T triwulan, semester, dan tahun ke-t, di mana t = 1, 2, 3. . ARj,t = abnormal return saham ke-j pada triwulan, semester, dan tahun ke-t, di mana t = 1, 2, 3. Setelah terbentuk portofolio winner dan loser, maka tahap berikutnya adalah mengamati perilaku return pada periode observasi atau penggujian. Secara
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
lebih jelas, tahap-tahap pada periode observasi dengan metode ini adalah sebagai berikut 1) Menghitung return harian, untuk saham-saham yang termasuk dalam kedua portofolio dengan menggunakan harga saham yang ada selama periode observasi; 2) Menghitung return pasar harian dengan menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan. Perhitungan return pasar dilakukan sesuai dengan periode observasi selama triwulan, semester, dan tahunan; 3) Menghitung abnormal return saham triwulan, semester, dan tahunan untuk sahamsaham pada portofolio winner dan loser, dengan rumus: ARj,t = Rj,t – Rm,t dimana:
ARj,t = abnormal return saham ke-j pada hari ke-t. Rj,t = return saham ke-j pada hari ke-t. Rm,t = return pasar pada hari ke-t. 5) Menghitung CAR portofolio winner dan loser selama jangka waktu periode observasi, dengan rumus: CARp,T = Σ ARp,t CARpT = cumulative abnormal return portofolio (baik winner maupun loser) selama T hari. ARp,t = abnormal return portofolio pada hari ke-t. 6) Setelah CAR portofolio winner dan loser diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah mencari abnormal profit yang ada. Abnormal profit ini diperoleh dengan cara mengurangi CAR portofolio loser dengan CAR portofolio winner selama periode observasi. 7) Menghitung rata-rata CAR (ACAR) portofolio winner dengan rumus:
ACARL,t = average CAR portofolio loser pada hari ke-t CARW,n,t = CAR portofolio winner pada hari ke-t pada replikasi ke-n CARL,n,t = CAR portofolio loser pada hari ke-t pada replikasi ke-n N = jumlah replikasi 8) Menghitung selisih CAR portofolio loser dengan CAR portofolio winner dengan rumus: Δ ACARt = ACARL,t – ACARW dimana: Δ ACARt = selisih antara ACARL,t dengan ACARW,t pada hari ke-t ACARW,t = average CAR portofolio winner pada hari ke-t ACARL,t = average CAR portofolio loser pada hari ke-t 9) Menghitung t-statistic untuk menguji tingkat signifikansi selisih nilai ACAR loser dan ACAR winner. 10) Menarik simpulan ada tidaknya anomali winner loser berdasarkan hasil yang diperoleh.
dimana:
ACARW,t = Σ CARW,n,t N ACARL,t = Σ CARL,n,t N dimana: ACARW,t = average CAR portofolio winner pada hari ke-t
HASIL PENELITIAN Tabel 1 panel A memperlihatkan statistik deskriptif dari return saham-saham yang menjadi variabel penelitian Statistik deskriptif perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai data yang tersedia. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat nilai mean yang menggambarkan return saham serta standar deviasi yang menggambarkan risiko. Nampak saham-saham yang mengalami tingkat pengembalian tertinggi (mengalami keuntungan) adalah saham PGAS sebesar rata-rata 0.0151202 perhari dengan tingkat risiko sebesar 0.3858, diikuti urutan kedua saham BNBR sebesar rata-rata 0.0112771 dengan tingkat risiko sebesar 0.1719, sedang tingkat pengembalian terendah atau mengalami kerugian tertinggi adalah saham TSPC sebesar ratarata negatif 0.7975 perhari dengan tingkat risiko sebesar 0.0335, diikuti urutan kedua saham BMTR sebesar ratarata 0.0016933 dengan tingkat risiko sebesar 0.0375. Risiko terendah diperoleh oleh saham BBCA sebesar 0.0251, diikuti urutan kedua saham AALI sebesar 0.0251, sedangkan risiko tertinggi diperoleh oleh saham PGAS
93
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
sebesar 0.3858, diikuti urutan kedua saham BNGA sebesar 25,62%. Tabel 1 panel B menggambarkan statistik deskriptif dari data abnormal return saham. Nampak saham-saham yang mengalami tingkat pengembalian tertinggi (mengalami keuntungan) adalah saham BNBR sebesar rata-rata 0.009652 perhari dengan tingkat risiko sebesar 0.1705, diikuti urutan kedua saham BNGA sebesar rata-rata 0.007894 dengan tingkat risiko sebesar 0.2552, sedang tingkat pengembalian terendah atau mengalami kerugian tertinggi adalah saham TSPC sebesar rata-rata -0.0016318 perhari dengan tingkat risiko sebesar 0.0326, diikuti urutan kedua saham BMTR sebesar rata-rata -0.0013623 dengan tingkat risiko sebesar 0.0379. Risiko terendah diperoleh oleh saham TLKM sebesar 2,3%, diikuti urutan kedua saham PNBN sebesar 4,7%, sedang risiko tertinggi diperoleh oleh saham BNGA sebesar 25,52%, diikuti urutan kedua saham BNBR 17,05%. Uji Kolgomorov-Smiornov menjelaskan normalitas dari data yang dimiliki yaitu hipotesis null apakah berdistribusi normal. Distribusi normal tercermin dari tidak signifikannya nilai K-S Asymp.Sig.(2-tailed), sebaliknya semakin signifikan nilai K-S Asymp. Sig.(2tailed) maka semakin tidak berdistribusi normal. Nilai uji Jargque-Bera apabila dibandingkan dengan nilai kritis apha sebesar 0,01 pada Tabel 1 panel A terlihat bahwa tidak terdapat saham yang tidak signifikan atau tidak memiliki distribusi nomal sedangkan pada panel B terlihat bahwa terdapat 1 saham yang tidak signifikan atau memiliki distribusi nomal, yaitu saham TOTL, sedang saham lainnya tidak berdistribusi normal karena nilai K-S Asymp. Sig. (2-tailed) yang signifikan. Berdasarkan Tabel 3 yang memperlihatkan nilai CAR dana ACAR dari saham winner dan loser untuk setiap replikasi yang ada pada periode tiga bulanan untuk setiap bulan 1, bulan 2, dan bulan 3 dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, dan Tabel 4 (abnormal profit) yang memperlihatkan selisih CAR dan rata-rata selisih ACAR dari saham loser dan winner serta tingkat signifikasi untuk seluruh replika yang ada. Hasil triwulan 1 tahun 2003 tidak menunjukkan terjadinya pembalikan CAR dari saham winner dan loser (tingkat CAR loser mengungguli tingkat CAR winner), dimana tingkat pengembalian saham loser bernilai negatif untuk semua bulan yang ada. Tingkat pengembalian saham winner pada replika ini bernilai positif untuk semua
94
bulan dengan tingkat pembalikan CAR tertinggi sebesar 5,2% yang terjadi pada bulan pertama dan nilai CAR sebesar 2,15% pada akhir periode replika atau pada bulan ke-3. Selisih CAR antara loser dan winner yang terjadi pada replika ini untuk semua bulan bernilai negatif dan memiliki tingkat signifikasi yang tinggi. Tingkat signifikasi yang tinggi ini tidak hanya terjadi pada triwulan 1 tahun 2003 tetapi juga untuk seluruh replika yang ada pada periode tiga bulanan. Pada Tabel 4 terlihat, seluruh tingkat signifikasi dari selisih CAR loser dan winner, tingkat signifikasi ACAR loser, dan tingkat signifikasi ACAR winner untuk seluruh bulan pada semua triwulan yang ada memiliki nilai di bawah sig.t untuk taraf nyata 1% yaitu sebesar 1E-04, 0.11, 0.014, 1.56E-06, 2.34E-05, dan 2.85E05. Selisih CAR antara loser dan winner terbesar terjadi pada bulan ke-2 yaitu sebesar -1,39%, sehingga apabila investor melakukan startegi kontrarian di awal replika dengan membeli saham loser dan menjual saham winner, maka tingkat kerugian yang akan dialami investor pada akhir periode triwulan sebesar 1,39%. PEMBAHASAN Hasil perhitungan pada triwulan 1 tahun 2003 menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak memenuhi anomali dari overreaction yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, sehingga tidak terjadi efek pembalikan CAR dari saham loser dan saham winner atau anomali overreaction pada triwulan 1 tahun 2003. Hal lain yang juga perlu diperhatikan pada triwulan 1 tahun 2003 adalah tidak mendukung apa yang diutarakan oleh De Bondt-Thaler dalam penelitiannya yang mengemukakan bahwa efek overreaction berpengaruh lebih besar terhadap saham loser daripada saham winner karena hal tersebut tidak terjadi pada triwulan 1 tahun 2003. Triwulan 2 tahun 2003 memiliki hasil yang tak jauh berbeda dengan hasil triwulan 1 tahun 2003, dimana baik saham loser dan saham winner tidak mengalami pembalikan return dan cenderung statis, dan untuk seluruh bulan yang ada tingkat CAR dari winner tetap bernilai positif dan tetap mengungguli CAR loser dengan nilai terbesar terjadi pada bulan ke1 sebesar 2,72%. Selisih CAR yang terjadi antara loser dan winner untuk semua bulan bernilai negatif pada replika ini. Hal ini dikarenakan pembalikan CAR loser lebih rendah dibandingkan peningkatan CAR winner.
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tingkat selisih CAR terbesar terjadi pada bulan ke-1 sebesar -3,23%, sehingga pada replika ini anomali overreaction juga tidak terjadi. Hasil yang sama juga ditemukan pada triwulan 3 tahun 2003, yaitu tidak terjadinya anomali overreaction pada replika ini. Saham loser tetap mengalami tingkat pengembalian yang negatif untuk seluruh bulan dengan nilai CAR terendah sebesar -4,99% pada bulan ke-2 sedangkan saham winner meskipun pada bulan pertama mengalami pembalikan CAR menjadi negatif, namun pada bulan ke-2 dan CAR-nya kembali menjadi positif dengan tingkat CAR terbesar pada bulan ke-2 sebesar 4,47%. Hal tersebut menyebabkan nilai selisih CAR loser dan winner bernilai negatif untuk seluruh bulan yang ada. Perhitungan pada triwulan 1 tahun 2004, memiliki hasil yang sama dengan triwulan 1 tahun 2003, yaitu tidak terjadi anomali overreaction atau pembalikan CAR dari saham loser dan winner. Begitu juga pada triwulan 2 tahun 2004, dimana tingkat pengembalian saham winner tetap bernilai positif dan saham loser tetap bernilai negatif. Selisih CAR yang terjadi untuk replika ini bernilai negatif untuk semua bulan dengan selisih terbesar pada bulan ke-2 sebesar -12,22%. Hasil dari triwulan 3 tahun 2004, menunjukkan tidak terjadinya anomali overreaction, apabila dilihat dari grafik pergerakan CAR-nya pada Gambar 1 dan hasil perhitunggan CAR winner dan loser. CAR winner tetap memiliki nilai positif pada seluruh periode. Hasil triwulan terakhir pada tahun 2004 yaitu triwulan 4, efek pembalikan CAR atau anomali overreaction juga tidak terjadi pada seluruh periode. Triwulan 1 tahun 2005 menunjukkan tidak terjadinya anomali overreaction. Tingkat CAR saham winner pada replika ini mengungguli tingkat CAR loser untuk seluruh bulan yang ada, dimana untuk seluruh bulan yang ada nilai CAR winner bernilai positif. Tingkat CAR loser terbesar terjadi pada bulan ke-3 sebesar 0,52% dan tingkat CAR winner terbesar pada bulan ke-3 sebesar 5,73%. Selisih CAR antara loser dan winner yang terjadi pada replika ini untuk semua bulan bernilai negatif, dimana selisih terbesar terjadi pada bulan ketiga sebesar 6,25%. Hasil triwulan 2, triwulan 3, dan triwulan 4 pada tahun 2005 memiliki hasil yang sama dengan triwulan 1 tahun 2005. Hasil perhitungan dari triwulan tersebut menunjukkan bahwa anomali overreaction tidak terjadi, tingkat CAR dari saham-saham winner tetap
mengungguli tingkat CAR dari saham loser. Hasil triwulan 2 tahun 2005 nilai CAR dari saham winner untuk semua bulan bernilai positif dengan nilai CAR pada akhir periode triwulan atau pada bulan ke-3 sebesar 0,39% dan CAR dari saham loser untuk seluruh periode bernilai negatif dengan tingkat selisih CAR antara loser dan winner bernilai negatif untuk seluruh bulan pada triwulan tersebut. Hasil perhitungan triwulan 3 tahun 2005 nilai CAR winner untuk semua bulan bernilai positif dimana nilai CAR winner pada akhir periode triwulan sebesar 0,85% dan nilai CAR looser sebesar -0,7% dengan selisih CAR antara loser dan winner pada triwulan tersebut pada akhir periode sebesar -1,56%, sedangkan pada triwulan terakhir pada tahun 2005 yaitu triwulan 4. CAR loser tidak mengalami pembalikan sehingga untuk s emua bulan yang ada tetap bernilai negatif. Nilai CAR loser pada akhir periode triwulan ini sebesar -5,421% dan nilai CAR winner tidak mengalami pembalikan negatif sampai pada akhir periode dengan selisih CAR antara loser dan winner yang sebesar -0,67%. Hasil uji pada 2 tahun terakhir (2006 dan 2007) juga menunjukkan bahwa pada seluruh periode triwulan (kecuali triwulan 2 bulan ketiga 2006 dan triwulan ketiga bulan kedua 2007) tingkat CAR dari saham-saham winner tetap mengungguli tingkat CAR dari saham loser dengan tingkat selisih CAR antara loser dan winner bernilai negatif untuk seluruh bulan pada triwulan tersebut. Dengan kata lain tidak terjadi gejala anomali overreaction Berdasarkan Tabel 4 yang memperlihatkan nilai CAR dana ACAR dari saham winner dan loser untuk setiap replikasi yang ada pada periode semester untuk setiap bulan 1, sampai dengan bulan 6 tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dan Tabel 3 (abnormal profit) yang memperlihatkan selisih CAR dan rata-rata selisih ACAR dari saham loser dan winner serta tingkat signifikasi untuk seluruh replika yang ada. Hasil semester 1 tahun 2003 tidak menunjukkan terjadinya pembalikan CAR dari saham winner dan loser (tingkat CAR loser mengungguli tingkat CAR winner), dimana tingkat pengembalian saham loser bernilai negatif (kecuali bulan ke 1 dan ke 3) untuk semua bulan yang ada. Tingkat pengembalian saham winner pada replika ini bernilai positif untuk semua bulan dengan tingkat pembalikan CAR tertinggi sebesar 5,25% yang terjadi
95
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
pada bulan pertama dan nilai CAR sebesar 1,79% pada akhir periode semester atau pada bulan ke-6. Selisih CAR antara loser dan winner yang terjadi pada semester ini untuk semua bulan bernilai negatif, dan memiliki tingkat signifikasi yang tinggi. Tingkat signifikasi yang tinggi ini tidak hanya terjadi pada semester 1 tahun 2003 tetapi juga untuk seluruh semester yang ada pada periode 6 bulanan. Pada Tabel 6 terlihat seluruh tingkat signifikasi dari selisih CAR loser dan winner, tingkat signifikasi ACAR loser, dan tingkat signifikasi ACAR winner untuk seluruh bulan pada semua semester yang ada memiliki nilai di bawah sig.t untuk taraf nyata 1% yaitu sebesar 0.02, 0.002, 0.01, 2E-04, 0.073, dan 0.01. Selisih CAR antara loser dan winner terbesar terjadi pada bulan ke-1 yaitu sebesar -5,18%, sehingga apabila investor melakukan strategi kontrarian di awal replika, yaitu dengan membeli saham loser dan menjual saham winner, maka tingkat kerugian yang akan dialami investor pada akhir periode triwulan sebesar 5,18%. Hasil perhitungan dari semester 1 tahun 2003 menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak memenuhi anomali dari overreaction yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, sehingga tidak terjadi efek pembalikan CAR dari saham loser dan saham winner atau anomali overreaction pada semester 1 tahun 2003. Hal lain yang juga perlu diperhatikan pada semester 1 tahun 2003 adalah tidak mendukung apa yang diutarakan oleh De Bondt-Thaler dalam penelitiannya yang mengemukakan bahwa efek dari overreaction berpengaruh lebih besar terhadap saham loser daripada saham winner karena hal tersebut tidak terjadi pada semester 1 tahun 2003. Semester 2 tahun 2003 memiliki hasil yang tak jauh berbeda dengan hasil semester 1 tahun 2003, dimana baik saham loser dan saham winner tidak mengalami pembalikan return dan cenderung statis untuk seluruh bulan yang ada. Tingkat CAR dari portofolio winner tetap bernilai positif (kecuali bulan ke-5) dan tetap mengungguli CAR loser dengan nilai terbesar terjadi pada bulan ke-3 sebesar 3,49%. Selisih CAR yang terjadi antara loser dan winner untuk semua bulan bernilai negatif (kecuali bulan ke 5) pada semester ini. Hal ini dikarenakan pembalikan CAR loser lebih rendah dibandingkan peningkatan CAR winner. Tingkat selisih CAR terbesar terjadi pada bulan ke-2 sebesar -3,9%, sehingga pada semester ini anomali overreaction juga tidak terjadi.
96
Hasil yang sama juga ditemukan pada semester 1 tahun 2004, yaitu tidak terjadinya anomali overreaction pada replika ini. Saham loser tetap mengalami tingkat pengembalian yang negatif untuk seluruh bulan (kecuali bulan ke 2 dan ke 6) dengan nilai CAR terendah sebesar -1,24% pada bulan ke-1 sedangkan saham winner meskipun pada bulan ke 6 mengalami pembalikan CAR menjadi negatif, namun pada bulan lainnya tingkat CAR adalah positif dengan tingkat CAR terbesar pada bulan ke-5 sebesar 10,96%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan terjadi anomali overreaction atau pembalikan CAR dari saham loser dan winner hanya pada bulan ke 6. Begitu juga pada semester 2 tahun 2004, dimana tingkat pengembalian saham winner tetap bernilai positif (kecuali bulan ke 5) dan saham loser tetap bernilai negatif (kecuali bulan ke 2 dan ke 5). Selisih CAR yang terjadi untuk semester ini bernilai negatif untuk semua bulan dengan selisih terbesar pada bulan ke-3 sebesar -2,2%. Hasil dari semester 1 tahun 2005, menunjukkan tidak terjadinya anomali overreaction, apabila dilihat dari grafik pergerakan CAR-nya pada Gambar 2 dan hasil perhitunggan CAR winner dan loser. CAR winner tetap memiliki nilai positif (kecuali bulan ke 4 dan ke 5) pada seluruh periode. Hasil semester terakhir pada tahun 2005 yaitu semester 2, efek pembalikan CAR, atau anomali overreaction juga tidak terjadi pada seluruh periode. Untuk periode semester 1 dan semester 2 tahun 2005 juga menunjukkan tidak terjadinya anomali overreaction. Tingkat CAR saham winner pada replika ini mengungguli tingkat CAR loser untuk seluruh bulan yang ada, dimana untuk seluruh bulan yang ada (kecuali bulan ke 6 semester 1 dan bulan ke 1 semester 2) nilai CAR winner bernilai positif. Tingkat CAR loser terbesar terjadi pada bulan ke-6 sebesar 0,59% untuk semester 1 dan 0,05% pada semester 2, sementara tingkat CAR winner semester 1 terbesar pada bulan ke-2 sebesar 0,98% dan 1,14% (bulan ke 6) semester 2. Selisih CAR antara loser dan winner yang terjadi pada semester 1 dan 2 untuk semua bulan bernilai negatif, dimana selisih terbesar terjadi pada bulan ke 4 sebesar -1,38% (semester 1) dan bulan ketiga 2,01% (semester 2). Hasil uji tahun 2006 hampir sama dengan tahun 2007. Hasil perhitungan dari ke 2 semester tahun 2007 juga menunjukkan tidak terjadi anomali overreaction, tingkat CAR dari saham-saham winner tetap mengungguli tingkat CAR dari saham loser.
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Pada periode semester 1 dan 2 tahun 2007 nilai CAR dari saham winner untuk semua bulan bernilai positif (kecuali bulan ke 2 semeseter 2) dengan nilai CAR pada akhir periode semester 1 sebesar 1,05% dan semester 2 sebesar 0,47%. Untuk CAR dari saham loser untuk seluruh periode bernilai negatif (kecuali bulan ke-1 semester pertama), dengan tingkat selisih CAR antara loser dan winner bernilai negatif untuk seluruh bulan pada dua semester tersebut. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa tidak terjadi gejala anomali overreaction atas saham LQ-45. Tabel 5 memperlihatkan tingkat pengembalian atau rata-rata CAR dari saham-saham loser dan winner, selisih CAR loser dan winner, dan pengujian tingkat signifikasi atas CAR winner dan loser dengan menggunakan taraf nyata 1% berdasarkan bulanan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 untuk periode penelitian tahunan. Hasil perhitungan yang telah dilakukan pada replika tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa pada replika ini terdapat pembalikan CAR dari saham loser dan winner atau terjadinya anomali overreaction selama periode replika ini. Tingkat pengembalian atau CAR dari saham loser tetap tidak mengalami pembalikan dan mengungguli tingkat CAR dari saham winner yang terjadi pada hampir seluruh bulan yang ada (Januari-Desember) pada periode tahunan 2003-2007. Nilai CAR saham loser bernilai negatif pada hampir seluruh bulan yang ada dengan nilai CAR loser pada akhir periode masing-masing sebesar -0,34%, -0,06%, -0,09%, -0,2% dan -0,23% dan nilai CAR saham winner yang bernilai positif hampir seluruh bulan yang ada pada periode tahunan 20032007, dengan nilai CAR winner akhir periode masingmasing sebesar 2,26%, 0,65%, 0,22%, 0,91%, dan 0,1%. Selisih CAR antara loser dan winner yang terjadi sebagian besar periode tahunan ini bernilai negatif, dimana sampai pada akhir periode nilai selisih CAR losser dan winner masing-masing tahun adalah sebesar -2,61%, -0,71%, -0,31%, -1,1%, dan -0,33%. Oleh karena itu, apabila investor mengimplementasikan strategi kontrarian maka investor akan mengalami rentang loss atau kerugian sebesar 0,31%-2,61%. Hasil perhitungan dari replika ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh DeBondt-Thaler sebelumnya. Berdasarkan Tabel 6 nilai sig.t untuk seluruh formasi portofolio (triwulan, semester, dan tahunan) selama periode penelitian dapat disimpulkan tidak
terjadi gejala anomali overreaction di Bursa Efek Indonesia, khususnya saham yang tergabung dalam LQ-45 karena nilai t-hitungnya tidak memenuhi persyaratan pada ke 3 hipotesis yang diajukan, yakni: 1) H1:ACARW,t < 0 (Average CAR portofolio winner < 0); 2) ACARL,t > 0 (Average CAR portofolio loser > 0); dan 3) ACARL,t – ACARW,t > 0. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa gejala anomali overreaction tidak terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada seluruh periode (triwulan, semester, dan tahunan) khususnya saham yang tergabung dalam LQ-45. Dengan tidak terbuktinya anomali overreaction di BEI khususnya pada saham LQ-45 maka strategi kontrarian secara teoritis menghasilkan pertimbangan risiko yang perlu dicermati bagi investor dalam melakukan investasinya. Keterbatasan Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu sampel yang digunakan terbatas (hanya saham yang tergabung dalam LQ-45) dan periode penelitian hanya 5 tahun (2003-2007). Saran Berdasarkan keterbatasan penelitian tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran bagi penelitian selanjutnya, yaitu memperluas sampel penelitian pada sampel non LQ-45 dan periode penelitian dan memperluas kriteria dalam pembentukan portofolio pada kerangka strategi kontrarian, misalnya kriteria book-to-market value saham dan aktif-pasif dalam perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA Abarbanell, Jeffery S. 1991. “Do analysts’ earnings forecasts incorporate information in prior stock price changes?” Journal of Accounting and Econom-
97
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
ics, 14, 147-165. Abarbanell, Jeffery S dan Victor L. Bernard. 1992, “Tests of analysts’ overreaction/ underreaction to earnings information as an explanation for anomalous stock price behavior”. Journal of Finance, 47, 1181-1207. Ackert, Lucy F dan George Athanassakos, 1997, “Prior uncertainty, analyst bias, and subsequent abnormal returns”, Journal of Financial Research, 20, 263-273. Alexander, Jr dan John C, 1992, “Earnings surprise, market efficiency, and expectations”, The Financial Review, 27, 475-502. Ali, Ashiq, April Klein, dan James Rosenfeld, 1992, “Analysts’ use of information about permanent and transitory earnings components in forecasting annual EPS”, Accounting Review, 67, 183198. Atkins, A.B dan Dyl, E.A. 1990. “Price Reversal, BidAsk Spreads, and Market Efficiency”. Journal of Financial and Quantitative Analysis, December: 535-548. Beaver, W dan Landsman, W. 1981. “Note on The Behavioural of Residual Security Return for Winner and Loser Portfolios”. Journal of Accounting and Economics, December: 233-241. Bernard, V dan J. Thomas. 1990. “Evidence that stock prices do not fully reflect the implications of current earnings for future earnings”, Journal of Accounting and Economics, 13, 305-340. Bremer, M.A dan Sweener, R.J. 1988. “The Information Content of Extreme Negative Rates of Return”.Working Paper, Claremount McKenna College, February. Brown, K.C dan Harlow, W.V, dan Tinic, S.M. 1988. “Risk Aversion, Uncertain Information, and Market Efficiency”. Journal of Financial Economics, December: 335-385.
98
Brown, K.C dan Harlow, W.V, dan Tinic, S.M. 1990. “How Rational Investors Deal with Uncertainty”. Journal of Applied Corporate Finance, Fall: 45-48. Brown, K.C dan Harlow, W.V. 1988. “Market Overreaction: Magnitude and Intensity”. Journal of Portfolio Management, Winter: 6-13 Brown, Lawrence D dan Michael S. Rozeff. 1978. “The superiority of analyst forecasts as measures of expectations: Evidence from earnings”, Journal of Finance, 33, 1-16. Brown, Lawrence D Robert Hagerman, Paul Griffin, dan Mark Zmijewski. 1987. “Security analyst superiority relative to univariate time-series models in forecasting quarterly earnings”, Journal of Accounting and Economics, 9, 61-87. Clement, Michael B. 1999. “Analyst forecast accuracy: Do ability, resources, and portfolio complexity matter?”, Journal of Accounting and Economics, 27, 285-303. Conroy, Robert dan Robert Harris. 1987. “Consensus forecasts of corporate earnings: analysts’ forecasts and time series methods”, Management Science 33, 725-738. Cornell, Bradford dan Wayne R. Landsman. 1989. “Security price response to quarterly earnings announcements and analysts’ forecast revisions”, Accounting Review, 64, 680-692. De Bondt, Werner F dan Richard H. Thaler. 1985. “Does the stock market overreact?”, Journal of Finance, 40, 793-808. De Bondt, Werner F dan Richard H. Thaler. 1987. “Further evidence on investor overreaction and stock market seasonality”, Journal of Finance, 42, 557-581. De Bondt, Werner F dan Richard H. Thaler. 1990. “Stock market volatility: Do security analysts overreact?”, American Economic Review, 80, 52-57.
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Dechow, Patricia M., Amy P. Hutton dan Richard G. Sloan. 2000. “The relation between analysts’ forecasts of long-term earnings growth and stock price performance following equity offerings”, Contemporary Accounting Research, 17, 1-32. Dechow, Patricia M dan Richard G. Sloan. 1997. “Returns to contrarian investment strategies: Tests of naïve expectations hypotheses”, Journal of Financial Economics, 43, 3-27. Dyl, E dan Maxfield, K. 1987. “Does the Stock Market Overreact? Additional Evidence”. Working Paper, University of Arizona, June.
Howe, J.S. 1986. “Evidence on Stock Market Overreaction”. Financial Analyst Journal, July-August: 74-77. Hughes, John S dan William E. Ricks. 1987. “Associations between forecast errors and excess returns near to earnings announcements”, Accounting Review, 42, 158-175. Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. 1972. “Subjective probability: A judgment of representativeness”, Cognitive Psychology, 3, 430-454. Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. 1973. “On the psychology of prediction”, Psychological Review, 80, 237-251.
Easterwood, John C dan Stacey R. Nutt. 1999. “Inefficiency in analysts’ earnings forecasts: Systematic misreaction or systematic optimism?”, Journal of Finance, 54, 1777-1797.
Kross, William, Byung Ro dan Douglas Schroeder. 1990. “Earnings expectations: Analysts’ information advantage”, Accounting Review, 65, 461-476.
Einhorn, Hillel J dan Robin M. Hogarth. 1985. “Ambiguity and uncertainty in probabilistic inference”, Psychological Review, 92, 433-461.
La Porta, Rafael. 1996. “Expectations and the crosssection of stock returns”, Journal of Finance, 51, 1715-1742.
Elliott, John A, Donna R. Philbrick, dan Christine I. Wiedman. 1995. “Evidence from archival data on the relation between security analysts’ forecast errors and prior forecast revisions”, Contemporary Accounting Research, 11, 919-938.
Lehman, B.N. 1990. “Fads Martingales, and Market Efficiency”. The Quarterly Journal of Economics, February: 1-28.
Fama, Eugene F. 1998. “Market efficiency, long-term returns, and behavioral finance”, Journal of Financial Economics, 49, 283-306. Givoly, Dan dan Josef Lakonishok. 1979. “The information content of financial analysts’ forecasts of earnings: Some evidence on semi-strong inefficiency”, Journal of Accounting and Economics, 1, 165-185. Givoly, Dan dan Josef Lakonishok. 1980. “Financial analysts’ forecasts of earnings: Their value to investors”, Journal of Banking and Finance, 4, 221-233.
Lim, Terence. 2001. “Rationality and Analysts’ Forecast Bias”, Journal of Finance, 56, 369-385. MacDonald, R dan Power, D.M. 1992. “Persistency in Stock Market Returns: Some Evidence using high-frequency data”. Journal of Business Finance and Accounting, June:505-514. MacDonald, R dan Power, D.M. 1993. “Persistence in the UK Market Returns: A Disaggregate Perspective”. Applied Financial Economics, March: 27-38. Manurung, Adler Haymans dan Frederik Priotomo. 2005. “Anomali Overreaction Di BEJ: Penelitian Saham Tekstil, Retailer dan Wholesaler”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.7, No.2 Desember: 109-130
99
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Michaely, Roni, dan Kent Womack. 1999. “Conflict of interest and the credibility of underwriter analyst recommendations”, Review of Financial Studies, 12, 653-686. O’Brien, Patricia C. 1988. “Analysts’ forecasts as earnings expectations”, Journal of Accounting and Economics, 10, 53-83. Poterba, J.M dan Summers, L.H. 1988. “Mean Reversion in Stock Prices”. Journal of Financial Economics, October: 27-59. Rosenberg, B dan Rudd, A. 1982. „Factor-Related and Specific Returns of Common Stocks: Serial Correlation and Market Efficiency”. Journal of Finance, May: 543-555. Rosenberg, B, Reid K, dan Lanstein, R. 1985. “Persuasive Evidence of Market Efficiency”. Journal of Portfolio Management, Winter: 9-16. Sartono, Agus. 2000. “Overreaction of The Indonesian Capital Market: Is Market Rational”. Gadjah Mada International Journal of Business. Scharfstein, David S dan Jeremy C. Stein, 1990, “Herd behavior and investment”, American Economic Review, 80, 465-479. Teets, Walter. 1992. “The association between stock market response to earnings announcements and regulation of electric utilities”, Journal of Accounting Research, 30, 274-285. Tversky, Amos dan Daniel Kahneman. 1973. “Availability: A heuristic for judging frequency and probability”, Cognitive Psychology, 5, 207-232. Zarowin, Paul. 1989. “Short-run market overreaction: Size and seasonality effects”, Journal of Portfolio Management, 15, 26-29. Zarowin, Paul. 1990. “Size, seasonality, and stock market overreaction”, Journal of Financial and Quantitative Analysis, 25, 113-125.
100
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 1 Deskripsi Statistik Panel A, Return Saham
N IHSG AALI ADHI ADMG ANTM ASII ASGR BBCA BBRI BDMN BLTA BHIT BMRI BMTR BNBR BNGA BNII BRPT BUMI CMNP CPRO CTRA ELTY ENRG KLBF INDF INKP ISAT KIJA LSIP MEDC PGAS PNBN PTBA SMCB SULI TINS TKIM TLKM TOTL TSPC UNSP UNTR
1214 1214 920 1214 1214 1214 1214 1214 1000 1214 1214 1214 1080 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 267 1214 1214 869 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 980 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 349 1214 1214 1214
Min
Max
Mean
Std. Dev
Skewness
Kurtosis
K-S Asymp. Sig. (2-tailed)
-0.075 -0.0828 -0.7978 -0.1818 -0.8 -0.193 -0.1711 -0.4929 -0.0882 -0.1143 -0.4898 -0.1313 -0.1294 -0.7733 -0.4 -0.25 -0.1724 -0.3057 -0.2 -0.1648 -0.7879 -0.2045 -0.5 -0.1429 -0.5 -0.1207 -0.2083 -0.7994 -0.2143 -0.1192 -0.1523 -0.2332 -0.1 -0.1479 -0.1279 -0.3333 -0.156 -0.2069 -0.506 -0.1 -0.902 -0.7975 -0.2692
0.0697 0.186 0.35 0.3421 0.168 0.1036 0.3968 0.0824 0.4286 3.7872 0.1905 0.2941 0.1111 0.193 4.3333 8.7143 0.3333 0.4048 0.4444 0.2476 0.35 0.3333 0.5 0.5625 0.1333 0.2174 0.3167 0.1364 0.3 0.275 0.2157 12.0435 0.1111 0.1818 0.184 0.4167 0.2712 0.2931 0.1029 2.7629 0.0952 0.3171 0.2069
0.0016245 0.0026479 0.0020941 0.0011622 0.0028519 0.002013 0.0012469 0.0012496 0.0027529 0.0048167 0.0019279 0.0012806 0.0016933 0.000263 0.0112771 0.0095192 0.0021345 0.0041857 0.0058565 0.0018935 0.0009918 0.0030489 0.0061728 0.0031725 0.0017858 0.0015866 0.002025 0.0008761 0.0025241 0.0037094 0.0014988 0.0151202 0.0014544 0.0029485 0.0025571 0.0042825 0.0043222 0.0021661 0.0012043 0.0097074 -7.908E-06 0.0036171 0.0034471
0.0131 0.0251 0.0478 0.0384 0.0411 0.0256 0.0378 0.0251 0.0287 0.1124 0.0309 0.0307 0.0277 0.0375 0.1719 0.2562 0.0380 0.0535 0.0494 0.0303 0.0707 0.0472 0.0804 0.0364 0.0309 0.0280 0.0344 0.0326 0.0508 0.0342 0.0284 0.3858 0.0268 0.0310 0.0321 0.0465 0.0373 0.0361 0.0264 0.1506 0.0335 0.0449 0.0315
-0.4864 0.9082 -3.9629 1.4999 -5.7969 -0.3336 3.7923 -6.1539 3.3882 31.4771 -3.0212 1.8247 0.1697 -8.5333 13.5859 32.4001 1.5070 2.0169 2.2355 1.5738 -4.5235 1.6999 1.5641 5.0143 -3.2104 0.6254 1.2244 -12.0195 0.6856 1.5774 0.8897 31.0164 0.2281 0.3545 0.9522 1.3160 1.3265 1.1828 -5.6427 17.6575 -16.0338 -3.4984 0.1461
3.8467 4.0608 92.1382 13.3522 121.0084 4.1388 35.4631 123.4503 47.8300 1059.4789 55.9145 11.3935 2.4458 175.6610 330.6970 1101.5704 11.1891 11.7536 18.2923 10.4788 61.0122 11.0848 14.1484 67.4650 57.7488 4.0827 11.3701 299.2450 3.5087 8.8416 7.2688 967.9550 1.6190 3.6993 4.0642 22.3675 6.1906 9.6734 111.5791 323.6462 431.9340 88.6222 7.8191
7.085E-05 0 0 0 0 4.116E-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.289E-07 0 0 0 0
101
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Panel B, Abnormal Return Saham K-S Asymp. N IHSG AALI ADHI ADMG ANTM ASII ASGR BBCA BBRI BDMN BLTA BHIT BMRI BMTR BNBR BNGA BNII BRPT BUMI CMNP CPRO CTRA ELTY ENRG KLBF INDF INKP ISAT KIJA LSIP MEDC PGAS PNBN PTBA SMCB SULI TINS TKIM TLKM TOTL TSPC UNSP UNTR
102
1214 1214 920 1214 1214 1214 1214 1214 1000 1214 1214 1214 1080 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 267 1214 1214 869 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 979 1214 1214 1214 1214 1214 1214 1214 348 1214 1214 1214
Min
Max
Mean
Std. Dev
Skewness
Kurtosis
Sig. (2-tailed)
-0.075 -0.1486 -0.8105 -0.2199 -0.8073 -0.1844 -0.2089 -0.5016 -0.062 -0.1112 -0.4898 -0.1019 -0.1486 -0.7707 -0.3962 -0.2595 -0.1751 -0.3304 -0.2276 -0.1361 -0.8011 -0.2111 -0.4914 -0.1323 -0.5182 -0.0808 -0.1333 -0.8035 -0.2042 -0.1064 -0.1487 -0.218 -0.0825 -0.1039 -0.086 -0.3284 -0.1064 -0.1579 -0.5018 -0.0981 -0.9091 -0.8076 -0.2481
0.0697 0.1925 0.3304 0.3526 0.1918 0.1067 0.4038 0.0885 0.4324 3.7859 0.1905 0.2832 0.1925 0.19 4.3194 8.6886 0.3268 0.4036 0.4524 0.2213 0.3482 0.3427 0.5036 0.5585 0.1173 0.1727 0.2859 0.1381 0.2933 0.2745 0.2004 0.1697 0.0938 0.1669 0.1789 0.4102 0.254 0.2724 0.0618 0.081 0.1003 0.2891 0.1922
0.0016245 0.0010244 0.0005684 -0.0004621 0.001228 0.0003896 -0.0003783 -0.0003748 0.0011745 0.0031913 0.0019279 -0.0003446 0.0014849 -0.0013623 0.009652 0.007894 0.0005096 0.0025595 0.0042319 0.0002689 -0.0009322 0.0014255 0.004548 0.0015196 0.0001611 -3.946E-05 0.0004002 -0.0007499 0.0008984 0.002086 -0.0001257 0.0012815 -0.0001709 0.0013249 0.000934 0.0026582 0.0026984 0.0005404 -0.0004178 -0.0004178 -0.0016318 0.0019931 0.0018214
0.0131 0.0279 0.0436 0.0401 0.0425 0.0277 0.0389 0.0276 0.0239 0.1114 0.0309 0.0303 0.0278 0.0379 0.1705 0.2552 0.0351 0.0510 0.0469 0.0283 0.0683 0.0435 0.0780 0.0345 0.0278 0.0237 0.0304 0.0296 0.0481 0.0312 0.0253 0.0270 0.0221 0.0270 0.0281 0.0462 0.0338 0.0327 0.0207 0.0261 0.0326 0.0430 0.0267
-0.4864 0.5474 -5.5433 1.2101 -5.4497 -0.3667 3.3150 -4.9118 6.0362 32.3612 -3.0212 1.7366 0.6010 -8.1198 13.7907 32.5121 1.6331 2.3652 2.4978 1.8786 -5.1332 2.2492 1.7380 5.7542 -5.0011 0.6431 1.8093 -16.3157 0.8634 2.0578 1.2655 0.3922 0.4034 0.6822 1.5302 1.2940 1.7718 1.5749 -11.5182 0.1883 -17.7104 -4.2674 0.2170
3.8467 3.7917 137.8884 12.4963 109.3254 3.3815 31.8794 89.0315 105.8685 1099.4037 55.9145 10.0883 4.1228 163.4160 337.7213 1106.6375 13.0118 14.5126 21.9908 10.1285 74.3110 14.8880 15.7028 81.3790 99.4292 3.5961 12.8678 448.7093 3.9340 11.5146 9.3316 9.9684 1.4058 3.8136 5.8218 22.3532 7.2492 10.8279 280.7742 1.1844 495.6990 109.0477 10.8891
7.085E-05 6.257E-06 0 0 0 0.0678043 0 6.036E-06 1.59E-05 0 0 0 2.261E-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.03E-06 0 0 0 0 0 2.786E-08 0.0008268 0 0 0 0 0 0 0.1264454 0 0 0
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 2 Cumulative Abnormal Return Rata-rata Saham Winner dan Looser per Triwulan ACAR Portofolio Winner Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
0.0520 0.0272 0.0210 0.0085
0.0133 0.0247 0.0447 0.0010
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
0.0234 0.0284 0.0071 0.0138
0.0247 0.1124 0.0007 0.0077
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
0.0010 0.0101 0.0007 0.0008
0.0156 0.0034 0.0045 0.0080
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
0.0018 0.0095 0.0072 0.0069
0.0120 0.0087 0.0068 0.0014
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Rata-rata Std.Dev t-Hitung Sig.t
0.0154 0.0102 0.0098 0.0125 0.013365 0.012291 4.863034 0.000108
0.0082 0.0155 -0.0023 0.0075 0.015925 0.025125 2.834621 0.010593
Tahun 2003 0.0215 0.0205 0.0000 0.0327 Tahun 2004 -0.0003 -0.0005 0.0177 0.0088 Tahun 2005 0.0573 0.0039 0.0085 0.0076 Tahun 2006 0.0031 -0.0009 0.0057 0.0156 Tahun 2007 0.0054 0.0099 0.0096 0.0045 0.01153 0.013838 3.726197 0.001432
ACAR Portofolio Looser Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 -0.0054 -0.0052 -0.0034 -0.0076
-0.0006 -0.0039 -0.0052 -0.0027
-0.0016 -0.0043 -0.0019 -0.0026
-0.0116 -0.0012 -0.0034 -0.0001
0.0009 -0.0098 -0.0013 -0.0194
-0.0114 -0.0115 -0.0092 -0.0051
-0.0012 -0.0088 -0.0033 -0.0056
-0.0034 -0.0060 -0.0101 -0.0049
-0.0052 -0.0009 -0.0070 0.0009
-0.0057 -0.0049 -0.0038 -0.0014
-0.0027 -0.0069 -0.0071 -0.0072
-0.0027 -0.0058 -0.0113 -0.0023
-0.0021 -0.0105 -0.0104 -0.0081 -0.00519 0.003386 -6.84773 1.56E-06
-0.0040 -0.0019 -0.0050 -0.0088 -0.0055 0.004428 -5.5545 2.34E-05
-0.0041 -0.0034 -0.0031 0.0004 -0.00461 0.003769 -5.46443 2.85E-05
103
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Tabel 3 Cumulative Abnormal Return Rata-rata Saham Winner dan Looser per Semester ACAR Winner Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 1 Mid_1 Mid_2
0.0525 0.0191
0.0141 0.0349
0.0130 0.0017
0.0215 0.0039
Mid_1 Mid_2
0.0196 0.0046
0.0137 0.0017
0.0008 0.0173
0.0130 0.0179
Mid_1 Mid_2
0.0021 0.0005
0.0174 0.0038
0.0515 0.0075
-0.0022 0.0071
Mid_1 Mid_2
0.0028 -0.0016
0.0098 0.0070
0.0000 0.0086
0.0094 0.0097
Mid_1 Mid_2 Rata-rata Std.Dev t-Hitung Sig.t
0.0157 0.0064 0.012 0.016 2.383 0.041
0.0071 -0.0011 0.011 0.010 3.343 0.009
0.0008 0.0059 0.011 0.015 2.195 0.056
0.0080 0.0082 0.010 0.007 4.551 0.001
104
Tahun 2003 0.0203 0.0179 -0.0001 0.0282 Tahun 2004 0.1096 -0.0013 -0.0003 0.0039 Tahun 2005 -0.0006 0.0029 0.0061 0.0013 Tahun 2006 0.0087 -0.0022 0.0016 0.0114 Tahun 2007 0.0049 0.0105 0.0059 0.0047 0.016 0.008 0.034 0.010 1.469 2.573 0.176 0.030
ACAR Looser Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
Bulan 5
Bulan 6
0.0007 -0.0032
-0.0036 -0.0041
0.0004 -0.0015
-0.0022 -0.0054
-0.0052 0.0005
-0.0044 -0.0023
-0.0124 0.0009
0.0015 0.0006
-0.0110 -0.0047
-0.0024 -0.0010
-0.0030 -0.0182
0.0007 -0.0010
-0.0010 -0.0021
0.0007 -0.0102
-0.0027 -0.0064
-0.0004 -0.0038
-0.0023 -0.0026
-0.0024 0.0007
-0.0008 -0.0033
-0.0026 -0.0060
-0.0043 -0.0115
-0.0045 0.0005
-0.0041 -0.0137
-0.0059 -0.0016
0.0011 -0.0045 -0.002 0.004 -1.950 0.083
-0.0028 -0.0042 -0.003 0.004 -2.766 0.022
-0.0035 -0.0020 -0.005 0.004 -3.812 0.004
-0.0073 -0.0066 -0.003 0.003 -3.952 0.003
-0.0002 -0.0073 -0.006 0.006 -2.963 0.016
-0.0047 -0.0021 -0.002 0.002 -3.314 0.009
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 4 Abnormal Profit Per Triwulan dan Semester Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
Bulan 1 Bulan 2
Bulan 3 Bulan 4
Bulan 5
Bulan 6
-0.0237
-0.0255
-0.0223
-0.0031
-0.0093
0.0006
-0.0305
-0.0118
-0.0154
-0.1126
0.0021
-0.0012
-0.0220
-0.0189
-0.0180
-0.0049
Tahun 2005 -0.0032 -0.0167
-0.0541
0.0019
-0.0017
-0.0053
-0.0141
-0.0138
-0.0110
-0.0087
-0.0006
Tahun 2006 -0.0036 -0.0124
-0.0043
-0.0138
-0.0128
-0.0038
-0.0130
-0.0201
-0.0092
-0.0153
-0.0131
Tahun 2007 -0.0147 -0.0099
-0.0043
-0.0153
-0.0051
-0.0152
Tahun 2003 Mid_1 -0.0518 -0.0176
-0.0126
Mid_2
-0.0390
Tahun 2004 -0.0320 -0.0121
Tw Tw Tw Tw
1 2 3 4
-0.0575 -0.0323 -0.0243 -0.0161
-0.0139 -0.0286 -0.0499 -0.0037
-0.0231 -0.0248 -0.0019 -0.0353
Tw Tw Tw Tw
1 2 3 4
-0.0350 -0.0296 -0.0105 -0.0139
-0.0238 -0.1222 -0.0020 -0.0270
-0.0111 -0.0110 -0.0269 -0.0140
Mid_1
Tw Tw Tw Tw
1 2 3 4
-0.0022 -0.0190 -0.0039 -0.0064
-0.0190 -0.0094 -0.0146 -0.0129
-0.0625 -0.0048 -0.0156 -0.0067
Mid_1
Tw Tw Tw Tw
1 2 3 4
-0.0075 -0.0144 -0.0110 -0.0084
-0.0147 -0.0156 -0.0139 -0.0086
-0.0057 -0.0048 -0.0169 -0.0180
Mid_1
Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Rata-rata Std.Dev t-Hitung Sig.t
-0.0175 -0.0207 -0.0202 -0.0206 -0.0186 0.0129 -6.4265 0.0000
-0.0122 -0.0175 -0.0027 -0.0163 -0.0214 0.0260 -3.6843 0.0016
-0.0095 -0.0133 -0.0127 -0.0041 -0.0161 0.0139 -5.1825 0.0001
Mid_1
-0.0223
Mid_2
-0.0037
Mid_2
-0.0026
Mid_2
-0.0016
Mid_2
-0.0109
-0.0031
-0.0080
-0.0148
-0.0131
-0.0068
Rata-rata Std.Dev t-Hitung Sig.t
-0.0146 0.0165 -2.8103 0.0204
-0.0139 0.0103 -4.2773 0.0021
-0.0154 0.0151 -3.2374 0.0102
-0.0130 0.0068 -6.0065 0.0002
-0.0212 0.0330 -2.0310 0.0728
-0.0100 0.0102 -3.1071 0.0126
105
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Tabel 5 Cumulative Abnormal Return Rata-rata Saham Winner dan Looser serta Abnormal Profit Tahunan ACAR Winner 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2 t-Hitung Sig.t
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Augst
Sept
Oct
Nov
ec
0.0563 0.0194 0.0021 0.0026 0.0110 0.0183 1.8246 0.1421
0.0145 0.0132 0.0032 0.0023 0.0068 0.0080 3.1840 0.0334
0.0109 -0.0002 0.0533 -0.0027 0.0005 0.0124 1.1776 0.3043
0.0213 0.0005 0.0025 0.0025 -0.0036 0.0046 1.0762 0.3424
0.0182 0.1109 -0.0055 0.0018 0.0077 0.0266 1.2425 0.2819
0.0168 -0.0001 0.0022 0.0011 0.0138 0.0068 1.9111 0.1286
0.0165 0.0025 0.0019 0.0043 0.0087 0.0068 2.5055 0.0664
0.0338 0.0004 0.0000 0.0062 -0.0037 0.0073 1.0791 0.3413
0.0012 0.0067 0.0061 0.0039 0.0073 0.0050 4.5050 0.0108
0.0004 0.0123 0.0070 0.0036 0.0062 0.0059 2.9914 0.0403
-0.0002 0.0025 0.0035 -0.0003 0.0082 0.0027 1.7626 0.1528
0.0226 0.0065 0.0022 0.0091 0.0010 0.0083 2.1419 0.0989
ACAR Looser 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2 t-Hitung Sig.t
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Augst
Sept
Oct
Nov
ec
0.0021 -0.0077 -0.0044 -0.0021 0.0043 -0.0016 -0.7204 0.5111
-0.0044 -0.0010 -0.0015 0.0012 0.0003 -0.0011 -1.1288 0.3221
0.0016 0.0011 0.0094 -0.0022 -0.0053 0.0009 0.3743 0.7272
-0.0028 -0.0055 -0.0037 -0.0046 -0.0080 -0.0049 -5.5166 0.0053
-0.0047 -0.0060 -0.0003 -0.0049 0.0019 -0.0028 -1.8343 0.1405
-0.0042 -0.0042 0.0000 -0.0026 -0.0007 -0.0023 -2.6884 0.0547
-0.0020 0.0016 -0.0031 -0.0024 -0.0046 -0.0021 -2.0474 0.1100
0.0014 0.0011 -0.0059 -0.0023 -0.0035 -0.0018 -1.3246 0.2559
-0.0045 -0.0037 -0.0083 -0.0128 -0.0010 -0.0061 -2.9561 0.0417
-0.0024 -0.0009 -0.0019 0.0006 -0.0056 -0.0020 -1.9865 0.1179
0.0015 -0.0054 -0.0002 -0.0135 -0.0077 -0.0051 -1.8794 0.1334
-0.0034 -0.0006 -0.0009 -0.0020 -0.0023 -0.0018 -3.6466 0.0218
Abnormal Profit 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2 t-Hitung Sig.t
106
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Augst
Sept
Oct
Nov
ec
-0.0542 -0.0271 -0.0065 -0.0047 -0.0068 -0.0199 -2.0873 0.1051
-0.0190 -0.0141 -0.0047 -0.0011 -0.0065 -0.0091 -2.7815 0.0497
-0.0093 0.0013 -0.0439 0.0005 -0.0058 -0.0114 -1.3698 0.2426
-0.0241 -0.0060 -0.0062 -0.0070 -0.0044 -0.0095 -2.6034 0.0598
-0.0229 -0.1170 0.0051 -0.0067 -0.0058 -0.0295 -1.3189 0.2576
-0.0210 -0.0041 -0.0023 -0.0037 -0.0145 -0.0091 -2.4768 0.0684
-0.0185 -0.0009 -0.0049 -0.0066 -0.0133 -0.0088 -2.8181 0.0479
-0.0324 0.0006 -0.0058 -0.0085 0.0002 -0.0092 -1.5146 0.2044
-0.0058 -0.0105 -0.0144 -0.0168 -0.0083 -0.0112 -5.5922 0.0050
-0.0027 -0.0132 -0.0089 -0.0031 -0.0118 -0.0079 -3.6552 0.0217
0.0016 -0.0080 -0.0037 -0.0133 -0.0158 -0.0078 -2.4826 0.0680
-0.0261 -0.0071 -0.0031 -0.0110 -0.0033 -0.0101 -2.3818 0.0758
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis
Periode
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
Triwulan ACAR ACAR Abnormal Winner Looser Return Periode
4.86
2.83
3.73
-6.85
-5.55
-5.46
-6.43
t-stat Semester ACAR ACAR Abnormal Winner Looser Return Periode
Bulan 1
2.38
-1.95
-2.81
Bulan 2
3.34
-2.77
-4.28
Bulan 3
2.19
-3.81
-3.24
Bulan 4
4.55
-3.95
-6.01
Bulan 5
1.47
-2.96
-2.03
Bulan 6
2.57
-3.31
-3.11
-3.68
-5.18
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Augst Sept Oct Nov Dec
ACAR Winner 1.82 3.18 1.18 1.08 1.24 1.91 2.51 1.08 4.51 2.99 1.76 2.14
Tahunan ACAR Abnormal Looser Return -0.72 -1.13 0.37 -5.52 -1.83 -2.69 -2.05 -1.32 -2.96 -1.99 -1.88 -3.65
-2.09 -2.78 -1.37 -2.6 -1.32 -2.48 -2.82 -1.51 -5.59 -3.66 -2.48 -2.38
Keterangan: 1. H0 : ACARW,t = 0 H1 : ACARW,t < 0 (Average CAR portofolio winner < 0) 2. H0 : ACARL,t = 0 H1 : ACARL,t > 0 (Average CAR portofolio loser > 0) 3. H0 : ACARL,t – ACARW,t = 0 H1 : ACARL,t – ACARW,t > 0 Anomali Overreaction terjadi kalau ketiga hipotesis di atas terpenuhi.
107
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Triwulan III 2003
Triwulan I 2003 0.40
1.00
0.35
0.80
0.30 0.25
0.60
w T iran ul
Winner Looser
0.20
CAR
CAR
0.20
0.40
0.15
Winner
0.10
Looser
0.05 0.00 -0.05 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64
0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.20
-0.10 -0.15
-0.40
Hari Obs
Hari Obs
Triwulan IV 2003
Triwulan II 2003 0.15
0.35 0.30
0.10
0.25 0.20
CAR
0.10
Winner Looser
0.05 0.00 -0.05 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
CAR
0.05
0.15
Winner Looser 0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 -0.05
-0.10 -0.10
-0.15
Hari Obs
-0.20 Hari Obs
Gambar 1 Grafik Pergerakan CAR Periode
108
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Triwulan I 2004
Triwulan III 2004 0.20
0.20 0.15
0.15
0.10 0.10 0.00 -0.05
Winner 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
Looser
CAR
CAR
0.05 0.05
Winner Looser
0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61
-0.10 -0.05 -0.15 -0.10
-0.20 -0.25
-0.15 Hari Obs
Hari Obs
Triwulan II 2004
Triwulan IV 2004
2.50
0.10
2.00
0.05 0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 Winner
1.00
Looser
CAR
CAR
1.50
-0.05
Winner Looser
-0.10
0.50
-0.15 0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 -0.50
-0.20 -0.25
Hari Obs
Hari Obs
109
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Triwulan III 2005
Triwulan I 2005 0.08
1.20
0.06
1.00
0.04 0.02
0.80
Winner Looser
0.40
CAR
CAR
0.00
0.60
-0.02
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64
Winner Looser
-0.04 -0.06
0.20
-0.08
0.00
-0.10
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
-0.12
-0.20
Hari Obs
Hari Obs
Triwulan IV 2005
Triwulan II 2005 0.07
0.10
0.06 0.08
0.05
0.06
0.04 0.03 Winner
0.02
Looser
CAR
CAR
0.04
0.02
Winner
0.01
Looser
0.00
0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.02
-0.01 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 -0.02
-0.04
-0.03 -0.04
-0.06 Hari Obs
110
Hari Obs
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Triwulan III 2006
Triwulan I 2006 0.06
0.10
0.05
0.05
0.04 0.00
0.03
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.05
Winner
0.01
Looser
CAR
CAR
0.02
0.00 -0.01
Winner
-0.10
Looser
-0.15
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.20
-0.02 -0.25
-0.03
-0.30
-0.04
Hari Obs
Hari Obs
Triwulan IV 2006
Triwulan II 2006 0.07
0.08
0.06
0.06
0.05 0.04 0.03
0.02
Winner Looser
0.00
CAR
CAR
0.04
Winner
0.02
Looser
0.01
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 0.00 -0.01 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
-0.02 -0.04
-0.02 -0.03
-0.06 Hari Obs
Hari Obs
111
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Triwulan I 2007
Triwulan III 2007 0.10
0.10 0.08
0.05
0.06 0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 Winner
0.02
Looser
CAR
CAR
0.04
0.00
Winner
-0.05
Looser
-0.10
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.02
-0.15
-0.04 -0.06
-0.20 Hari Obs
Hari Obs
Triwulan II 2007
Triwulan IV 2007
0.15
0.10
0.10
0.08 0.06
0.05
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 -0.05
Winner Looser
CAR
CAR
0.04 0.00
Winner
0.02
Looser
0.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
-0.10
-0.02
-0.15
-0.04
-0.20
-0.06 Hari Obs
112
Hari Obs
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Semester I 2004
Semester I 2003 1.00
2.50
0.80
2.00 1.50
0.40
Winner Looser
0.20
CAR
CAR
0.60
Winner
1.00
Looser
0.50 0.00 1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
0.00
-0.20
1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113
-0.50
-0.40
Hari Obs
Hari Obs
Semester II 2004
Semester II 2003 0.20
0.40
0.15
0.30 0.10 0.05
Winner
0.10
Looser
CAR
CAR
0.20
0.00 -0.05
Winner 1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
Looser
-0.10
0.00 1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
-0.10
-0.15 -0.20 -0.25
-0.20
Hari Obs
Hari Obs
Gambar 2 Grafik Pergerakan CAR Periode Semester
113
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 87-115
Semester II 2006
Semester I 2005 0.10
1.20
0.05
1.00
0.00
0.80 0.60
Winner
CAR
CAR
-0.05
Looser
0.40
1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 Winner
-0.10
Looser
-0.15 -0.20
0.20
-0.25
0.00 1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
-0.30
-0.20
Hari Obs
Hari Obs
Semester I 2007
Semester II 2005 0.10
0.10 0.05
0.05
CAR
1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
Winner Looser
CAR
0.00
0.00
1
-0.10
-0.10
-0.15
9
Hari Obs
Semester I 2006
Semester II 2007
0.08
0.08
0.06
0.06
0.04
0.04 0.02 Winner
0.00 1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
Looser
CAR
CAR
0.02
Winner
0.00 -0.02
-0.04
-0.04
-0.06
-0.06
-0.08
1
9
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
-0.08 Hari Obs
114
Winner
-0.15
Hari Obs
-0.02
17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 105 113 121
Looser
-0.05
-0.05
Hari Obs
Looser
ANOMALI OVERREACTION DI BURSA EFEK .............................(Rowland Bismark Fernando Pasaribu)
Gambar 3 Grafik Pergerakan CAR Periode Tahunan
Tahun 2003 1.00 0.80
CAR
0.60 0.40
Winner Looser
0.20 0.00 1
17 33 49 65 81 97 113 129 145 161 177 193 209 225 241
-0.20 -0.40 Hari Obs
Tahun 2004 2.5 2.0
CAR
1.5 Winner
1.0
Looser
0.5 0.0 1
16 31 46 61 76 91 106 121 136 151 166 181 196 211 226 241
-0.5 Hari Obs
Tahun 2005 1.20 1.00
CAR
0.80 0.60
Winner Looser
0.40 0.20 0.00 1
17 33 49 65 81 97 113 129 145 161 177 193 209 225 241
-0.20 Hari Obs
115
ISSN: 1978-3116 PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 117-132
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI DALAM ERA OTONOMI DAERAH Mufidhatul Khasanah
[email protected]
Rudy Badrudin Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
This research analyzed about the influential of the Capital Expenditure to the society-district welfare of Province Bali based on the data of year 2001 to 2005. Those districts in Province Bali was chosen as a research unit of analysis because the province was one of the provinces that didn’t experience any expansion by the year of 2001, so that its territory originality still able to be maintained since the effectuation of regional autonomy on January 1st, 2001. The year of 2001 to 2005 were chosen as the research period, because the period was the first 5 years implementation of regional autonomy in Indonesia. By using the regression analysis and paired sample t test (α = 5%), found out that the Capital Expenditure influence the society-district welfare of Province Bali Java; no difference allocation of Capital Expenditure between Regency and City of Province Bali; and no difference Human Development Index between Regency and City of Province Bali.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai ketidakmerataan hasil pembangunan nam-paknya menjadi suatu kecenderungan yang terjadi di beberapa negara sedang berkembang. Selain Indonesia, Pakistan juga mengalami hal yang sama. Hal itu terjadi ketika Presiden Ayub mulai memegang tampuk pemerintahan pada tahun 1958 dan memutuskan untuk mencapai laju pertum-buhan ekonomi yang tinggi dan mengesampingkan pembagian pen-dapatan yang merata dan sistem organisasi ekonomi yang lebih demokratis (Mahbub ul Haq, 1983, 37-39). Fenomena yang kontradiktif antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan ketidakmerataan pembangunan yang terjadi di negara sedang berkembang sejalan dengan teori yang dikemukakan Simon Kuznets dengan inverted U curve (Kuncoro, 1997, 105-106). Inverted U curve menyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan akan di-tandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Kondisi tersebut akan berlangsung sampai pada
Keywords: capital expenditure, society district welfare, human development index
117
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
titik krisis tertentu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan. Menurut Mubyarto (1992:13), ada beberapa isu ketidakadilan dalam pembangunan daerah di Indonesia, yaitu: a. apakah adil, wilayah yang kaya sumberdaya alam tetapi penduduknya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut sehingga penduduknya tetap miskin. b. apakah adil, penduduk Jakarta seakan bergelimang uang padahal uang tersebut merupakan hasil pengusahaan sumberdaya alam di daerah di luar Jakarta yang penduduknya tetap miskin. c apakah adil, seandainya penduduk yang bertempat tinggal di wilayah yang kaya sumberdaya alam tetapi hanya menikmati sendiri kekayaan tersebut tanpa membaginya de-ngan penduduk wilayah lain yang miskin. Beberapa isu tersebut menunjukkan bahwa kata keadilan masih merupakan sesuatu yang sangat mahal di Indonesia dan isu-isu itulah yang sangat potensial sebagai sumber kemunculan ancaman disintegrasi bangsa. Ancaman disintegrasi bangsa menjadi salah satu alasan munculnya reformasi politik yang terjadi pada tahun 1998 yang telah mengubah pengelolaan negara dari yang bersifat sentralistis menjadi desentralistis dan memunculkan dua peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kedua peraturan perundangan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Kini, sebelas tahun sudah otonomi da-erah telah berjalan dan memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah dalam mengelola pembangunan di daerah. Bahkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah per 1 Januari 2001, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah masing-masing telah diganti dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
118
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kedua peraturan perundangan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2005. Penggantian kedua undang-undang tersebut dimaksudkan agar dasar hukum penyelenggaraan otonomi daerah lebih sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa Republik Indonesia menganut asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberi kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/ kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Hal itu juga disebutkan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasal 18 UUD 1945 menjadi landasan yang kuat bagi TAP MPR Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfataan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
Otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Provinsi merupakan daerah otonom dan sekaligus wilayah administrasi sebagai pelaksana kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada gubernur. Provinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah kabupaten atau daerah kota. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi - kecuali di bidang luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan lainnya yang akan dengan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Kewenangan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan daerah dalam bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. Kewenangan otonomi yang bertanggungjawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah tersebut maka daerah diberi kewenangan untuk menggali sumber keuangan daerah sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota sebagai prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah. Menurut Abdullah dan Asmara (2007:4), terjadinya misalokasi dalam anggaran belanja pemerintah terkait dengan perilaku oportunistik politisi dan aparat pemerintah. Besarnya kewenangan legislatif dalam proses penyusunan anggaran membuka ruang bagi legislatif untuk “memaksakan” kepentingan pribadinya. Posisi legislatif sebagai pengawas bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, dapat digunakan untuk memprioritaskan preferensinya dalam penganggaran. Untuk merealisasikan kepentingan pribadinya, politisi
memiliki preferensi atas alokasi yang mengandung lucrative opportunities dan memiliki dampak politik jangka panjang. Oleh karena itu, legislatif akan merekomendasi eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung kepentingannya. Legislatif cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs dan targetable. Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja. Secara empiris juga ditemukan adanya flypaper effect, yakni adanya perbedaan dalam pola pengeluaran untuk pendapatan dari usaha sendiri dengan pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti transfer). Studi Abdullah dan Asmara menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. Abdullah dan Asmara menduga power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak sesuai dengan preferensi publik. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam hal variabel, lokasi, obyek, waktu, dan alat analisis dalam metode penelitian, penelitian ini menggunakan data panel (polled data) tahun 20012005 di semua Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Alasan dipilihnya semua Kabupaten/Kota di Provinsi Bali adalah berdasarkan pertimbangan bahwa Provinsi Bali dari tahun 2001 sebagai awal dimulainya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sampai dengan tahun 2011 merupakan satu-satunya provinsi yang tidak mengalami pemekaran wilayah di luar pulau Jawa di samping Provinsi DKI, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi DIY yang berada di Pulau Jawa. Berdasarkan penjelasan tentang otonomi daerah di Indonesia dengan berbagai variabel dan hasil yang dipengaruhinya, mengindikasikan adanya perbedaan antara teori dan konsep mengenai otonomi daerah dengan implementasi dalam praktik. Hal inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan
119
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
penelitian tentang Pengaruh Belanja Modal pada APBD tehadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dalam Era Otonomi Daerah. Permasalahan penelitian ini adalah apakah belanja modal pada APBD berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam Era Otonomi Daerah? Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menganalisis pengaruh belanja modal pada APBD terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam Era Otonomi Daerah. Pemekaran wilayah dalam 11 tahun terakhir (dari tahun 2001) telah melahirkan 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota baru. Harapan masyarakat di daerah hasil pemekaran wilayah menjadi lebih sejahtera belum terbukti karena banyaknya kasus korupsi. Menurut penelitian Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM telah ditemukan indikasi korupsi di daerah hasil pemekaran di Provinsi Banten (593 kasus), Kepulauan Riau (463 kasus), Maluku Utara (184 kasus), Kepulauan Bangka Belitung (173 kasus), Sulawesi Barat (168 kasus), Gorontalo (155 kasus), dan Papua Barat (147 kasus). Temuan tersebut diperkuat dengan hasil survei Bank Dunia dan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM terhadap 1.815 rumahtangga di tujuh provinsi hasil pemekaran wilayah yang menunjukkan bahwa pemekaran wilayah semakin menyuburkan praktik-praktik korupsi sehingga menyebabkan inefisiensi dan semakin tidak sejahteranya masyarakat di daerah hasil pemekaran wilayah akibat implementasi desentralisasi fiskal sejak 1 Januari 2001 (Kompas, 30 September 2009 dan Kompas, 2 Agustus 2010). Waktu penelitian adalah dari tahun 2001 sampai dengan 2005. Dipilihnya waktu penelitian tersebut karena tahun 2001 sampai dengan 2005 merupakan pelaksanaan 5 tahun pertama Otonomi Daerah per 1 Januari 2001. Secara umum, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dalam pemerintahan selama 5 tahun adalah hal yang seharusnya dilakukan sehingga akan diperoleh hasil monitoring dan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan pada waktu-waktu mendatang. MATERI DAN METODE PENELITIAN Kegiatan-kegiatan pemerintah dalam melaksanakan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi tercermin
120
dalam kebijakan anggaran. Kebijakan anggaran secara simultan mempunyai beberapa tujuan, yaitu peningkatan layanan pemerintah perlu diikuti dengan kenaikan pajak (tujuan alokasi), distribusi pendapatan ke kelompok rendah/tinggi perlu diikuti pengenaan pajak progresif atau sebaliknya (tujuan distribusi), dan kebijakan yang lebih ekspasioner diperlukan dengan menaikkan pengeluaran publik atau dengan menurunkan pajak (tujuan stabilisasi) (Suparmoko, 2002:16). Suatu kebijakan publik tertentu mungkin tidak dapat memenuhi tiga tujuan sekaligus, sehingga dimungkinkan akan ada banyak pengecualian. Namun demikian, suatu kebijakan selalu berupaya meminimumkan konflik antar masing-masing tujuan. Dalam situasi tertentu, mekanisme pasar mengarah pada alokasi sumber daya yang efisien yang timbul pada saat tidak seorang pun dapat dipuaskan lebih baik tanpa menyebabkan orang lain menderita kerugian. Namun demikian, suatu masyarakat dapat saja memilih alokasi yang tidak efisien atas dasar kesetaraan atau kriteria lainnya. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya suatu intervensi pemerintah dalam operasi pasar bebas. Petty dalam Pressman (2000:8) mengatakan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris bukan melalui perdagangan internasional (seperti pendapat Merkantilisme) tetapi melalui keuangan publik atau pengeluaran pemerintah dan kebijakan pajak. Disebutkan oleh Petty bahwa keuangan publik atau pengeluaran pemerintah dan kebijakan pajak merupakan determinan yang lebih penting untuk kemakmuran ekonomi daripada kebijakan perdagangan atau akumulasi surplus perdagangan yang besar. Menurut Fuad (2005:1), keuangan publik adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas finansial pemerintah, meliputi seluruh unit pemerintah dan institusi atau organisasi pemegang otoritas publik lainnya yang dikendalikan dan didanai oleh pemerintah. Keuangan publik menjelaskan belanja publik dan teknik-teknik yang digunakan oleh pemerintah untuk membiayai belanja tersebut. Keuangan publik juga menganalisis pengeluaran publik untuk membantu kita dalam memahami mengapa jasa tertentu harus disediakan oleh negara dan mengapa pemerintah menggantungkannya pada jenis-jenis pajak tertentu. Keuangan publik sebagai bagian dari ilmu ekonomi mempelajari proses pengambilan keputusan oleh
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
pemerintah, karena setiap keputusan mempunyai pengaruh pada ekonomi dan keuangan rumah tangga dan swasta. Sehingga, penting untuk mengembangkan model-model ekonomi yang membantu menjelaskan arti alokasi sumber daya yang efisien atau optimal, arti keadilan, dan antisipasi akibat finansial maupun ekonomi terhadap suatu keputusan publik. Dengan demikian, fokus keuangan publik adalah mempelajari pendapatan dan belanja pemerintah dan menganalisis implikasi dari kegiatan pendapatan dan belanja pada alokasi sumber daya, ditribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi. Keuangan publik erat kaitannya dalam proses pengambilan keputusan berdasar asas demokrasi. Apabila para pemilih wakil rakyat memonitor aktivitas para wakilnya, maka para wakil rakyat ini akan bekerja lebih keras dan berusaha meyakinkan para pemilih bahwa kontribusinya terhadap pembayaranpembayaran pajak akan menyebabkan pencapaian kondisi yang lebih baik. Peranan sektor publik dalam perhitungan Gross National Product (GNP) atau pendapatan nasional adalah bahwa pemerintah memberi kontribusi terhadap GNP melalui pembelian barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan pemerintah yang dalam faktanya selalu meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan peningkatan pula dalam GNP. Dengan demikian, semakin meningkatnya perkembangan kegiatan pemerintah maka semakin besar pula pengeluaran pemerintah dalam porsinya terhadap pendapatan nasional (GNP). Hal ini sejalan dengan pendapat Adolf Wagner yang mengemukakan Law of Ever Increasing State Activity dan sudah diuji pula oleh Peacock dan Wiseman (Soepangat, 1991:41). Pada tahun 1970an, para pakar ekonomi makro mendapat kritikan karena mendasarkan pada pendapatan nasional atau Gross Domestic Product per kapita (GDP per kapita) yang mencerminkan kemampuan penduduk dalam wilayah/negara tertentu dalam menghasilkan pendapatan. Di Indonesia, GDP dikenal dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Semakin kecil GDP per kapita yang dihasilkan, maka semakin miskin masyarakat wilayah/negara itu. Para ahli di bidang sosial kemasyarakatan memandang bahwa indikator kesejahtaraan masyarakat yang hanya didasarkan pada PDB merupakan cara pandang yang terlalu sederhana dalam memahami kesejahteraan masyarakat. Kemudian
dikembangkan model dengan memasukkan aspek harga lokal ke dalam GDP sehingga menjadi purchasing power adjusted real GDP. Formulasi GDP per kapita dengan memperhitungkan daya beli ini akan membuat GDP suatu wilayah menjadi lebih obyektif jika dibandingkan dengan GDP wilayah/negara lain. Namun para ahli nonekonomi tetaplah memandang bahwa transformasi indikator GDP per kapita berdasarkan daya beli ini tetaplah dianggap sbyektif karena sangat ekonomi dan kuatitatif dalam berbicara tentang kesejahteraan masyarakat. United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1990, memperkenalkan formula human development index (HDI) atau disebut pula dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM disusun dari tiga komponen yaitu lamanya hidup (angka harapan hidup), tingkat pendidikan (kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk 15 tahun ke atas dengan dan rata-rata lamanya sekolah), dan tingkat kehidupan yang layak yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (purchasing power parity). Dengan demikian, konsep kesejahteraan masyarakat dengan memasukkan aspek kesehatan dan pendidikan bersama dengan aspek pangan, sandang, dan perumahan menjadi kesatuan dengan tingkat pendapatan telah memadukan antara pendekatan kuantitas dan kualitas hidup. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan yang mendukung pencapaian pembangunan manusia. Korelasi positif pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tercermin dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan secara prinsipil harus berfokus pada seluruh aset bangsa, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih merata, dan pelaksanaanya harus mengedapankan kerangka kerja kelembagaan. Menurut Todaro dalam Badrudin (2010) pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Karena itu, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti; pertama, peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam
121
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan; kedua, peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian terhadap nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan; ketiga, perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan. Dalam kajian empiris ini akan dijelaskan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini tentang pengaruh belanja modal pada APBD terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali. Prud’Homme Remy (1994) meneliti tentang On Dangers of Decentralization. Simpulan penelitiannya adalah 1) manfaat implementasi desentralisasi fiskal dalam hal efisiensi tidak jelas nyata seperti yang disarankan dalam teori desentralisasi fiskal karena adanya asumsi yang rapuh dalam teori desentralisasi fiskal; 2) efisiensi produksi dalam implementasi desentralisasi fiskal adalah manfaat yang meragukan karena adanya carry cost; 3) implementasi desentralisasi fiskal dalam kebijakan redistribusi apakah interpersonal atau interjurisdictional adalah sesuatu yang lebih sulit; dan 4) implementasi desentralisasi fiskal membuat kebijakan stabilisasi ekonomi makro menjadi lebih sulit diimplementasikan karena kebijakan stabilisasi ekonomi makro di tingkat daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota) dapat mengcounter kebijakan stabilisasi ekonomi makro dari jenjang pemerintahan yang lebih tinggi (Pusat). Hal ini dalam faktanya sering terjadi ketika situasi ekonomi makro pusat dan daerah tidak sama dan ketika Gubernur/Bupati/Walikota tidak berasal dari Partai Politik yang sama dengan Partai Politik yang mengusung Presiden terpilih. Hal ini nampak sekali di Indonesia. Adi (2005) melakukan penelitian tentang Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan studi kasus di Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali. Hasilnya menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal terbukti meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah lebih peka terhadap kebutuhan dan kekuatan ekonomi lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak semua daerah benar-
122
benar siap memasuki desentralisasi fiskal. Data awal dari temuan Adi menunjukkan ada 46% daerah yang pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya di bawah rata-rata. Faktor inilah yang diindikasikan sebagai alasan terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi yang positif antardaerah setelah memasuki era desentralisasi fiskal. Namun demikian, apabila dilakukan analisis secara parsial, perbedaan yang terjadi hanya beberapa daerah saja. Bukti empiris menunjukkan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi pada daerah-daerah yang diindikasi kurang siap menghadapi desentralisasi fiskal. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi ini tidak diikuti dengan kenaikan pertumbuhan pendapatan per kapita yang signifikan. Terkait dengan hal tersebut, alokasi belanja pembangunan harus dilakukan secara cermat. Belanja pembangunan hendaknya tidak hanya ditujukan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur yang mampu memacu peningkatan investasi swasta di daerah. Pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan PAD relatif terjamin, namun demikian yang paling diuntungkan justru pihak swasta, dalam hal ini investor (para pemilik modal). Belanja ini hendaknya juga memprioritaskan infrastruktur pembangunan ekonomi yang dapat dinikmati publik. Pemerintah daerah harus mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi terjadi secara merata (mengurangi disparitas pertumbuhan ekonomi). Suryanto meneliti tentang Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Kajian Teoritis dan Aplikasi Anggaran (2005). Menurut Suryanto (2005:13), pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kebijakan yang didasarkan temuan terdahulu maupun gambaran umum yang dialami di wilayah penelitian. Gambaran terhadap kondisi desentralisasi fiskal dan kesejahteraan masyarakat dijelaskan secara deskriptif analisis. Hasil penelitian Suryanto menunjukkan bahwa implementasi desentralisasi fiskal belum banyak bermanfaat bagi peningkatan kesejehtaraan masyarakat karena adanya kesenjangan antara perencanaan dengan kebutuhan masyarakat di daerah (Suryanto dkk., 2005:67). Suhendra dan Hidayat Amir (2006:1-16) menjelaskan bahwa desentralisasi fiskal selama 5 tahun pertama sejak 1 Januari 2001 masih lemah tetapi dalam kondisi menuju yang ideal. Beberapa hal yang menjadi
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
isu temuan Suhendra dan Hidahat Amit adalah 1) kekuatan dan peranan perpajakan di tingkat lokal kabupaten/kota masih rendah karena pemerintah kabupaten/kota masih bertantung dari pemerintah pusat; 2) penentuan formula dalam Dana Alokasi Umum (DAU) berkaitan dengan kepentingan politik. Oleh karena itu, peran DAU menjadi kurang signifikan karena kepentingan politik lebih berperan; 3) tekanan transfer lokal membutuhkan pendekatan keseimbangan agar otonomi daerah menjadi lebih kuat dan menjadi insentif untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan lokal yang akuntabel; dan 4) lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi, antara antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/ kota, antarpemerintah provinsi, antara pemerintah kabupaten dan kota, antarpemerintah kabupaten, dan antarpemerintah kota. Penelitian Abdullah dan Asmara (2007:20) menunjukkan bahwa bahwa perubahan PAD (PPAD) berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif (OL) pada derajat signifikansi 5%. Hal ini bermakna bahwa penurunan anggaran pendidikan dan kesehatan menunjukkan oportunisme legislatif, begitu pula kenaikan anggaran untuk infrastruktur dan legislatif. Pembuktian secara empiris hipotesis ini merupakan konfirmasi atas dugaan apriori adanya upaya legislatif mempengaruhi keputusan alokasi anggaran belanja di APBD untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Hipotesis bahwa perubahan pendapatan sendiri berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik legislatif, juga tidak dapat ditolak. Bahwa PAD merupakan “jalan” bagi legislatif untuk melakukan political corruption dalam kerangka regulasi yang sah (legal corruption) dapat dibuktikan ketika perubahan atau kenaikan anggaran atau target PAD digunakan sebagai dasar untuk melakukan alokasi tambahan belanja. Meski secara keseluruhan kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah dalam APBD tidak besar, kenaikan yang terjadi dapat memberikan peluang bagi legislatif untuk pemenuhan kepentingannya, terutama kepentingan politis seperti untuk menepati janji kampanye dan untuk terpilih kembali pada periode berikutnya. PAD pada akhirnya menjadi buah simalakama ketika masyarakat dibebani dengan pajak dan retribusi yang tinggi sementara pengalokasiannya hanya menguntungkan pihak atau kelompok tertentu. Badrudin (2011), melakukan penelitian tentang
pengaruh belanja modal pada APBD dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data tahun 2001-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Belanja modal pada APBD tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengahl; 2) Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah; dan 3) Belanja modal pada APBD dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Analisis terhadap pengaruh jenis dan letak pemerintah daerah perlu untuk memberikan bukti bahwa intensitas oportunisme legislatif berkaitan dengan status daerah sebagai kota atau kabupaten dan berada di pulau Jawa/Bali atau di luar pulau Jawa/Bali. Pandangan bahwa perilaku oportunistik legislatif di luar Jawa/Bali lebih besar dari pada di Jawa/Bali bersumber dari anggapan bahwa social control dari stakeholders di luar pemerintahan terhadap pelaksanaan layanan publik dan perilaku anggota legislatif tidak sebaik di Jawa/ Bali. Misalnya, di Jawa/Bali gerakan mahasiswa dan pers sangat efektif dalam mengungkap berbagai penyimpangan anggaran untuk mendorong aparat penegak hukum menindaklanjuti berbagai laporan tentang korupsi dan yang terjadi di lingkungan pemerintahan daerah. Hal yang sama juga terjadi di pemerintahan kabupaten dan kota, dimana perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur pendapatan berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula. Hasil pengujian menunjukkan bahwa besaran nilai t untuk variabel Jenis Pemerintahan (JPEM) dan Lokasi Pemerintahan (LPEM) tidak signifikan secara statistik. Hal ini bermakna bahwa jenis pemerintah dan letak pemerintah tidak berpengaruh terhadap perilaku oportunistik legislatif. Sementara variabel PPAD, sama seperti dalam regresi sebelumnya, berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif pada signifikansi 5%. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perilaku oportunistik yang diperlihatkan legislatif dalam proses penyusunan anggaran tidak berbeda antara legislatif di kota dengan di kabupaten dan antara legislatif di Jawa/Bali dengan di luar Jawa/ Bali. Artinya, oportunisme melalui anggaran, apakah disebut pencarian rente (rent-seeking) ataupun
123
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
korupsi, dilakukan oleh legislatif di seluruh Indonesia, baik di Jawa/Bali maupun di luar Jawa/Bali, baik oleh legislatif di pemerintahan kabupaten maupun di pemerintahan kota. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Diduga belanja modal pada APBD berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali. H2: Diduga ada perbedaan belanja modal antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali. H3: Diduga ada perbedaan kesejahteraan masyarakat antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali. Menurut Cooper dan Emory (1996: 214), ide dasar pengambilan sampel adalah dengan menyeleksi bagian dari elemen-elemen populasi, simpulan tentang karakteristik populasi yang dapat diperoleh. Kemudian dijelaskan bahwa sebuah elemen adalah subyek di mana pengukuran tersebut dilakukan yang disebut dengan unit penelitian (the unit of study). Keunggulan ekonomis pengambilan sampel dibandingkan dengan sensus sangat besar, terutama pertimbangan biaya dan waktu. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penelitian ini menggunakan sensus dengan penelitian seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali yang meliputi 8 kabupaten dan 1 kota. Berdasarkan pengambilan data yang runtut dari tahun 2001 sampai dengan 2005, maka data berbentuk time series. Berdasarkan jumlah sampel kabupaten/kota sebanyak 9 kabupaten/kota maka data berbentuk cross section. Dengan demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan antara time series dan cross section (pooled the data). Pemenuhan kondisi data ini agar dalam menggunakan model analisis regresi memenuhi persyaratan untuk dioperasionalkan. Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Mengingat seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, maka prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara data dikumpulkan dari instansi terkait antara lain Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut diperoleh dari berbagai laporan/buku/compact disk yang dipublikasikan oleh instansi terkait. Artikel pendukung studi dikumpulkan melalui website yang berupa referensi dari terbitan berkala, buku, makalah, jurnal ilmiah, dan laporan penelitian. Data sekunder yang
124
tersedia dikumpulkan, diteliti, didiskusikan, dan diolah dengan berbagai pihak yang berkompeten agar data tersebut valid. Identifikasi variabel didasarkan atas kajian empiris dan teoritis sebagai acuan kerangka berpikir yang terdiri dua variabel, yaitu variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen adalah variabel penyebab pemula yang mempengaruhi variabel endogen. Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah belanja modal pada APBD (X). Variabel belanja modal pada APBD (X) disebut sebagai variabel eksogen karena variabel belanja modal pada APBD (X) keberagamannya tidak dipengaruhi oleh variabel penyebab di dalam sistem dan tidak dapat ditetapkan hubungan kausalnya. Dalam penelitian ini, belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang dinyatakan dalam satuan desimal. Nilai aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud tersebut dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Penggunaan variabel belanja modal dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 53 ayat (1) dan (2). Belanja modal menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 53 ayat (1) adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dalam suatu model. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah kesejahteraan masyarakat (Y). Variabel kesejahteraan masyarakat (Y) disebut sebagai endogen tergantung karena keberagamannya dijelaskan oleh variabel eksogen. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat yang dinyatakan dalam satuan desimal. Variabel kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini diproksi dengan tingkat komposisi Human Development Index/Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dihitung berdasarkan gabungan tiga dimensi, yaitu dimensi umur, dimensi manusia terdidik, dan dimensi standar hidup. Dimensi umur dalam menjalani hidup sehat diukur dengan usia harapan hidup, dimensi manusia terdidik diukur dengan tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan, dan tinggi, dan dimensi standar hidup yang layak yang diukur dengan paritas daya beli dan pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan.
Model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: KM = α + β BM + e keterangan: KM = Kesejahteraan Masyarakat BM = Belanja Modal pada APBD α: konstanta β: koefisien parameter untuk variabel Belanja Modal e: variabel pengganggu HASIL PENELITIAN Total Pengeluaran dan Belanja Modal pada APBD seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 20012005 ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut ini:
Tabel 1 Total Pengeluaran pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005 (dalam jutaan Rupiah) Kabupaten/Kota Kabupaten Tabanan Kabupaten Klungkung Kabupaten Karangasem Kabupaten Jembrana Kabupaten Gianyar Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli Kabupaten Badung Kota Denpasar
2001
2002
2003
2004
2005
221.346,95 115.540,57 154.083,85 130.973,21 252.933,53 241.345,55 103.624,59 510.681,14 262.006,98
272.742,02 74.704,58 195.778,00 157.930,85 305.608,47 248.904,10 137.086,88 175.496,67 321.533,25
328.642,88 173.409,93 247.036,26 215.715,91 311.425,70 301.424,80 181.840,56 456.479,35 357.368,80
317.446,23 205.544,11 254.458,48 211.700,30 317.242,92 353.945,49 183.671,01 549.833,71 349.241,46
325.077,92 201.163,49 255.627,05 227.648,25 316.720,52 352.854,43 196.920,49 700.381,72 352.157,01
Sumber: http://www.depkeu.go.id. Tabel 2 Belanja Modal pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2001-2005 (dalam jutaan Rupiah) Kabupaten/Kota
2001
Kabupaten Tabanan 17.153,07 Kabupaten Klungkung 7.585,31 Kabupaten Karangasem 9.863,26 Kabupaten Jembrana 9.093,24 Kabupaten Gianyar 14.774,53 Kabupaten Buleleng 16.486,12 Kabupaten Bangli 10.339,48 Kabupaten Badung 56.219,92 Kota Denpasar 21.563,74 Sumber: http://www.depkeu.go.id.
2002
2003
2004
2005
29.757,63 2.170,09 16.671,98 14.821,07 15.114,31 12.779,71 17.211,93 76.203,01 36.311,01
39.508,19 40.658,01 42.053,42 39.273,28 24.368,70 28.581,07 33.787,88 96.186,09 35.528,62
19.895,81 41.482,44 27.572,75 27.701,01 33.623,09 44.382,42 25.496,84 108.290,53 20.334,71
13.679,37 36.493,92 20.602,37 32.860,90 26.084,96 33.519,21 14.146,53 109.073,59 24.558,82
125
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dihitung nilai kontribusi Belanja Modal terhadap Total Pengeluaran pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3 berikut ini: Secara umum, kontribusi Belanja Modal terhadap Total Pengeluaran pada APBD Kabupaten Tabanan, Klungkung, Karangasem, Jembrana, Gianyar, Buleleng, Bangli, Badung, dan Kota Denpasar tahun 2001-2005 cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tabanan, Klungkung, Karangasem, Jembrana, Gianyar, Buleleng, Bangli, Badung, dan Kota Denpasar tahun 2001-2005 mengalami peningkatan proporsi biaya modal terhadap total pengeluaran karena
kebutuhan dana pembangunan untuk investasi pemerintah kabupaten/kota yang semakin meningkat. Peningkatan proporsi tersebut dijelaskan juga dengan data pada Tabel 4 tentang pertumbuhan Belanja Modal pada APBD Tabanan, Klungkung, Karangasem, Jembrana, Gianyar, Buleleng, Bangli, Badung, dan Kota Denpasar tahun 2001-2005. Pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai oleh masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yaitu pertumbuhan ekonomi yang mendukung pencapaian pembangunan manusia. Korelasi positif pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tercermin dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan seluruh
Tabel 3 Kontribusi Belanja Modal terhadap Total Pengeluaran pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005 (dalam %) Kabupaten/Kota
2001
2002
2003
2004
2005
Kabupaten Tabanan Kabupaten Klungkung Kabupaten Karangasem Kabupaten Jembrana Kabupaten Gianyar Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli Kabupaten Badung Kota Denpasar
7,75 6,57 6,40 6,94 5,84 6,83 9,98 11,01 8,23
10,91 2,90 8,52 9,38 4,95 5,13 12,56 43,42 11,29
12,02 23,45 17,02 18,21 7,82 15,72 7,40 26,92 9,94
6,27 20,18 10,84 13,09 10,60 12,54 13,88 19,70 5,82
4,21 18,14 8,06 14,43 8,24 9,50 7,18 15,57 6,97
Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah dari Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 4 Pertumbuhan Belanja Modal pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005 (dalam %) Kabupaten/Kota
2001
2002
2003
2004
2005
Kabupaten Tabanan Kabupaten Klungkung Kabupaten Karangasem Kabupaten Jembrana Kabupaten Gianyar Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli Kabupaten Badung Kota Denpasar
73,48 -71,39 69,03 62,99 2,30 -22,48 66,47 35,54 68,39
32,77 1,773,56 152,24 164,98 61,23 123,64 96,31 26,22 -2,15
-49,64 2,03 -34,43 -29,47 37,98 55,29 -24,54 12,58 -42,77
-31,24 -12,03 -25,28 18,63 -22,42 -24,48 -44,52 0,72 20,77
323,87 65,55 222,22 183,77 145,09 117,74 137,52 1,09 100,35
Sumber: http://www.depkeu.go.id. Data diolah dari Tabel 2.
126
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
pemerintah kabupaten Terbukti bahwa kontribusi Belanja Modal terhadap Total Pengeluaran kota Denpasar lebih tinggi daripada kontribusi Belanja Modal terhadap Total Pengeluaran untuk masingmasing kabupaten di Provinsi Bali. Berdasarkan data pada Tabel 2 (Belanja Modal pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005) dan Tabel 5 (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005), dapat dilakukan pengujian statistik menggunakan uji regresi t tes dan F tes (Subiyakto, 2004) dengan nilai a ditetapkan sebesar 5%. Pengujian tersebut untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini. Hasil uji regresi ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan data pada Tabel 2 (Belanja Modal pada APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005) dan Tabel 5 (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005), dapat dilakukan pengujian statistik menggunakan uji beda dua rata-rata (Subiyakto, 2004) dengan nilai a ditetapkan sebesar 5%. Pengujian tersebut untuk membuktikan hipotesis penelitian kedua dan ketiga. Hasil uji beda dua rata-rata ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.
masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan secara prinsipil harus berfokus pada seluruh aset bangsa, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih merata, dan pelaksanaanya harus mengedepankan kerangka kerja kelembagaan. Indikator yang digunakan dalam pencapaian pembangunan manusia tersebut adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berikut ini disajikan IPM masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2001-2005 pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 tampak angka IPM semua Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali dari tahun 20012005 mengalami kenaikan. Apabila dikaitkan dengan awal pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah 1 Januari 2001 sebagai awal implementasi desentralisasi fiskal maka dapat disimpulkan sementara bahwa implementasi desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap indikator kesejahtaraan masyarakat yang diproksi dengan IPM. Hal lain yang dapat dilihat dari Tabel 9 adalah IPM untuk Kota selalu lebih tinggi daripada IPM untuk Kabupaten. Hal ini dapat dipahami bahwa fasilitas yang lebih lengkap tuk kota seperti fasilitas fisik, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan karena faktor belanja modal dari pemerintah kota yang lebih banyak daripada belanja modal
Tabel 5 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005 Kabupaten/Kota
2001
2002
2003
2004
2005
Kabupaten Tabanan Kabupaten Klungkung Kabupaten Karangasem Kabupaten Jembrana Kabupaten Gianyar Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli Kabupaten Badung Kota Denpasar
68,7 62,9 57,5 65,5 64,4 63,1 64,4 68,2 72,1
70,4 64,6 59,3 68,9 67,7 63,9 66,7 70,1 74,9
70,9 66,3 60,3 69,3 68,5 65,6 67,3 70,6 74,9
71,5 68,1 61,4 69,7 69,3 67,3 67,9 71,2 74,9
72,3 68,7 63,3 70,4 70,8 68,1 68,7 71,6 75,2
Sumber: Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. 2001-2007. BPS. 2008.
127
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
Tabel 6 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian dengan Uji Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations ANOVA
0.336047881 0.112928178 0.092298601 3.922781663 45 Df
Regression Residual Total Coefficients Intercept X Variable 1
1 43 44 Standard Error 66.12563027 5.74118E-05
SS 84.23649083 661.6932869 745.9297778 t Stat 0.972008924 2.45384E-05
MS 84.23649083 15.38821598
F Significance F 5.474090757 0.024012951
P-value 68.02985923 2.33967749
Lower 95% 2.04992E-45 0.024012951
Upper 95% 64.16538748 68.08587306 7.92553E-06 0.000106898
Sumber: Tabel 2 dan Tabel 5. Data diolah.
Tabel 7 Uji Beda Dua Rata-Rata Nilai Belanja Modal antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005
Tabel 8 Uji Beda Dua Rata-Rata Nilai IPM antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Tahun 2001-2005
Keterangan
Keterangan
Variable 1
Variable 2
Mean 32139.176 Variance 535715774.2 Observations 8 Pooled Variance 535715774.2 Hypothesized Mean Difference 0 Df 7 t Stat 0.182479784 P(T<=t) one-tail 0.430189276 t Critical one-tail 1.894578604 P(T<=t) two-tail 0.860378551 t Critical two-tail 2.364624251
27659.38 #DIV/0! 1
Sumber: Tabel 2. Data diolah.
Variable 1
Variable 2
Mean 67.135 Variance 10.9098 Observations 8 Pooled Variance 10.9098 Hypothesized Mean Difference 0 df 7 t Stat -2.073724042 P(T<=t) one-tail 0.038396696 t Critical one-tail 1.894578604 P(T<=t) two-tail 0.076793391 t Critical two-tail 2.364624251
74.4 #DIV/0! 1
Sumber: Tabel 5. Data diolah.
Berdasarkan Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8 dapat diringkas hasil pengujian hipotesis penelitian dengan uji Regresi dan uji Beda Dua Rata-Rata seperti yang nampak pada Tabel 9 berikut ini:
128
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
Tabel 9 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian dengan Uji Regresi Hipotesis
T test dan F test
P value
Pengujian
H1 H2 H3
2.33967749 (t test) 0.182479784 (t test) -2.073724042 (t test)
0.024012951 0.860378551 0.076793391
signifikan (*) tidak signifikan (*) tidak signifikan (*)
Sumber: Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8. Keterangan: (*) signifikan pada a = 0,05.
PEMBAHASAN Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa belanja modal pada APBD berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali diterima. Berpengaruhnya belanja modal pada APBD terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/ kota di Provinsi Bali jelas menguntungkan masyarakat karena belanja modal yang sebagian didanai dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) ternyata pemanfaatannya berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa Belanja Modal sebagai komponen Belanja Pembangunan pada Pengeluaran Daerah akan dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendanai kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Kegiatan pemerintah daerah seharusnya mengakibatkan dibangunnya berbagai fasilitas publik seperti fasilitas jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik, gedung sekolah, gedung rumah sakit, pasar, dan berbagai fasilitas publik lainnya yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis fasilitas publik tersebut akan memudahkan aksesibilitas masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi dan non ekonomi khususnya dalam melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan di berbagai ruang publik yang tersedia. Penyebab berpengaruhnya belanja modal pada APBD terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/ kota di Provinsi Bali karena: 1) Kuatnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi, antara antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota, antarpemerintah provinsi, antara pemerintah kabupaten dan kota, antarpemerintah kabupaten, dan antarpemerintah kota. Semenjak
pemberlakuan otonomi daerah, kebijakan stabilisasi ekonomi makro menjadi lebih mudah diimplementasikan karena kebijakan stabilisasi ekonomi makro di tingkat daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dapat mendukung kebijakan stabilisasi ekonomi makro dari jenjang pemerintahan yang lebih tinggi (Pusat) apalagi ketika Gubernur/Bupati/Walikota berasal dari Partai Politik yang sama dengan Partai Politik yang mengusung Presiden terpilih sehinga tidak terjadi kesenjangan antara perencanaan dari pusat dengan kebutuhan masyarakat di daerah; 2) Cermatnya pengalokasian belanja modal sebagai bagian dari belanja pembangunan untuk sumber pendanaan pembangunan daerah. Belanja modal sebagai bagian dari belanja pembangunan hendaknya juga ditujukan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur yang mampu memacu peningkatan investasi swasta di daerah. Belanja modal hendaknya juga memprioritaskan infrastruktur pembangunan ekonomi yang dapat dinikmati publik sehingga pertumbuhan ekonomi terjadi secara merata (mengurangi disparitas pertumbuhan ekonomi) dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Hasil temuan ini tidak mendukung penelitian Prud’Homme Remy (1994), Adi (2005), Suryanto (2005), Suhendra dan Hidayat Amir (2006), dan Badrudin (2011). Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ada perbedaan belanja modal antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali ditolak. Hal ini dapat dimengerti karena Belanja Modal sebagai komponen Belanja Pembangunan pada Pengeluaran Daerah akan dialokasikan oleh pemerintah daerah baik kabupaten atau kota untuk mendanai kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat kabupaten
129
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
atau kota. Kegiatan pemerintah daerah di kabupaten/ kota di antaranya membangun berbagai fasilitas publik seperti fasilitas jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik, gedung sekolah, gedung rumah sakit, pasar, dan berbagai fasilitas publik lainnya yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis fasilitas publik tersebut akan memudahkan aksesibilitas masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi dan non ekonomi khususnya dalam melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan di berbagai ruang publik yang tersedia. Perbedaan kabupaten dan kota relatif tidak ada, kecuali dalam hal luas wilayah dan fasilitas yang tersedia. Kabupaten merupakan gabungan dari beberapa kecamatan. Kota juga terdiri atas beberapa kecamatan. Jika dibandingkan dengan kabupaten, kota cenderung lebih sempit dilihat dari sisi geografis. Perbedaan lain adalah tersedianya fasilitas-fasilitas hidup yang lebih lengkap dan modern di kota-kota. Jika pemerintah kabupaten belum dapat merata dalam penyediaan fasilitas-fasilitas hidup, fasilitas-fasilitas di kota hampir merata. Dengan demikian, apabila dilihat dari sudut pandang luas memang kota lebih sempit daripada kabupaten, tetapi karena fasilitas yang tersedia lebih lengkap di kota daripada di kabupaten maka mengakibatkan kebutuhan belanja modal antara wilayah kabupaten dan kota menjadi tidak berbeda. Artinya, kota yang lebih sempit membutuhkan belanja modal pada APBDnya yang relatif sama dengan kebutuhan belanja modal pada APBD kabupaten yang lebih luas karena perbedaan fasilitas yang dibutuhkan. Hasil temuan ini tidak mendukung penelitian Prud’Homme Remy (1994). Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa ada perbedaan kesejahteraan masyarakat antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali ditolak. Hal ini dapat dimengerti karena belanja modal pada APBD kabupaten/ kota di Provinsi pun pada hipotesis kedua dinyatakan tidak ada perbadaan. Apabila dilihat pada Tabel 2 tentang belanja modal pada APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali dan Tabel 5 tentang IPM kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2001-2005 nilainya cenderung meningkat sehingga peningkatan nilai belanja modal pada pada APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali dan IPM kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2001-2005 searah. Hal ini didukung dengan hasil hipotesis penelitian pertama yang menyatakan bahwa belanja modal pada APBD
130
berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali. Peningkatan belanja modal pada APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai nilai relatif dari perubahan PDRB dari waktu ke waktu. Peningkatan PDRB yang menunjukkan peningkatan pendapatan masyarakat akan mengakibatkan peningkatan alokasi pendapatan untuk konsumsi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier sehingga masyarakat daerah tersebut menjadi lebih kaya, lebih sehat, lebih berpendidikan, dan menjadi lebih sejehtera seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 tentang Indikator Pembangunan Manusia (IPM) yang untuk kabupaten/ kota di Provinsi Bali menunjukkan angka yang semakin meningkat. Hasil temuan ini tidak mendukung hasil penelitian Suryanto yang menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal belum banyak bermanfaat bagi peningkatan kesejehtaraan masyarakat karena adanya kesenjangan antara perencanaan dengan kebutuhan masyarakat di daerah (Suryanto dkk., 2005:67). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Belanja Modal pada APBD berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan Masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali. Simpulan ini tidak mendukung penelitian Prud’Homme Remy (1994), Adi (2005), Suryanto (2005), Suhendra dan Hidayat Amir (2006), serta Badrudin (2011); 2) Tidak ada perbedaan Belanja Modal antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali Simpulan ini tidak mendukung Prud’Homme Remy (1994); dan 3) Tidak ada perbedaan kesejahteraan masyarakat antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali. Simpulan ini tidak mendukung hasil penelitian Suryanto (Suryanto dkk., 2005:67). Saran Oleh karena berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa belanja modal pada APBD berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali, tidak ada perbedaan
PENGARUH BELANJA MODAL PADA APBD TERHADAP.......................... (Mufidhatul Khasanah dan Rudy Badrudin)
belanja modal antara kabupaten dan kota di Provinsi bali, dan tidak ada perbedaan kesejahteraan masyarakat antara kabupaten dan kota di di Provinsi Bali maka proses pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali sudah benar sesuai dengan tujuan pelaksanaan otonomi daerah yang mulai dijalankan pada 1 Januari 2001. Meskipun demikian, saran untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Bali perlu disampaikan, yaitu agar lebih meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi, antara antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota, antarpemerintah provinsi, antara pemerintah kabupaten dan kota, antarpemerintah kabupaten, dan antarpemerintah kota. Saran ini disampaikan karena semenjak pemberlakuan otonomi daerah, koodinasi antarpemerintah dirasakan kurang padahal sudah ada sosialisasi peraturan perundangan secara terus menerus dan berkelanjutan, mulai dari PP 50/2007, Surat Edaran Mendagri tentang perlunya membentuk Tim Koordinasi Kerjasama Daerah, Permendagri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah, dan Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kapasitas Pelaksana Kerjasama Daerah.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Syukriy dan Asmara, JA.. 2007. “Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 10. No. 1, 2007:19-31. Adi, Priyo Hari. 2005. “Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali”. Jurnal Interdisipliner Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2003-2004. Jakarta.
________. 2005. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2004-2005. Jakarta. ________. 2006. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2005-2006. Jakarta. ________. 2008. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. 2001-2007. Jakarta. Badrudin, Rudy. 2010. “Analisis Surplus Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2007”. Jurnal Kinerja. Vol. 14. No. 1, Pebruari 2010:90-106. ________. 2011. “Pengaruh Belanja Modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi JawaTengah. Jurnal Akuntansi Manajemen. Vol. 22. No. 1, April 2011:39-66. Bank Dunia. 2005. “Analisis Pengeluaran Publik Papua: Sebuah Tinjauan Umum Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik pada Wilayah Tertinggal di Indonesia”. Download dari www.papua.go.id tanggal 28 Juli 2010. Cooper, Donald R. and C. William Emory. 1996. Business Research Methods. 5th ed. Chicago: Richard D. Irwin. Fuad, Noor dkk. 2005. Dasar-Dasar Keuangan Publik. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintahan. (LPKPAP). Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Jakarta. Kompas.Otonomi Daerah: 80 Persen Daerah Pemekaran Gagal. 30 September 2009. ______. Mekarnya Korupsi Daerah Pemekaran. 2 Agustus 2010. Mahbub ul Haq. 1983. Tirai Kemiskinan: Tantangantantangan untuk Dunia Ketiga. Ya y a s a n
131
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 117-132
Obor Indonesia. Jakarta. Mubyarto. 1999. Pembangunan Dengan Pemerataan. Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan UGM. Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Pressman, Steven. 2000. Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia. Murai Kencana PT RadjaGrafindo Persada. Jakarta. Prud’Homme Remy. 1994. On Dangers of Decentralization. The Transport Division, Trarnsportation, Water, and Urban Development Department. Pebruari 1994.Washington. Sekretariat Negara. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. ________. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta. ________. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta. ________. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta. Soepangat, Edi dan Haposan Lumban Gaol. 1991. Pengantar Ilmu Keuangan Negara. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Subiyakto, Haryono. 2004. Praktikum Statistika dengan Microsoft Excel for Windows. BP STIE YKPN. Yogyakarta.
132
Suhendra, Maman and Hidayat Amir. 2006. “Fiscal Decentralization in Indonesia: Current Status and Future Challenges”. Jurnal Keuangan Publik. Vol. 3. No. 1, September 2006:1-26. Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah. Penerbit Andi.Yogyakarta. Suryanto, Joko dkk. 2005. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Kajian Teori dan Aplikasi Anggaran. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
ISSN: 1978-3116 ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 133-143
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP LEVERAGE PERUSAHAAN DENGAN MODERASI SET KESEMPATAN INVESTASI Pandu Fajar Wisudha
[email protected]
ABSTRACT This research aim to investigate the influence of dividend and free cash flow to company leverage with invesment opportunity set as moderation. There are two issues in this research; agency conflicts of dividend and free cash flow. Agency conflicts of dividend and free cash flow can be minimize with the debt mechanism. This research also use invesment opportunity set to moderate the influence of dividend and free cash flow to company leverage because invesment opportunity set have the important role in company financing policy. This research use the composit proxies from individual proxies to measure invesment opportunity set, that is: MBVA, MBVA, PER, CEBA and Tobin’s Q Proxies. Factor analysis used to make one composit proxies to be tested furthermore. This research also use the control variable SIZE, because SIZE can influence the ability of company to get the debt. Samples of this research were chosen by using purposive sampling of 150 manufacturing companies listed in the Jakarta Stock Exchange, start from 2002 up to 2004. The result show that statistically dividend have a negativity effect on company leverage, It become this research cause cannot prove that dividend have a positive effect to leverage and the influence will be strength if investment opportunity set is low. The result show that statistically free cash flow has a positive effect to company leverage and the influence will be strength if investment opportunity set is low.
Keywords: invesment opportunity set, dividend, free cash flow, leverage
PENDAHULUAN Terdapat dua isu utama dalam penelitian ini. Isu pertama mengenai masalah keagenan pada dividen dan isu kedua mengenai masalah keagenan pada aliran kas bebas. Kedua isu tersebut dikembangkan berdasarkan prespektif teori keagenan yang terjadi di perusahaan yang memisahkan fungsi kontrol dan fungsi pengawasan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi kontrol dengan fungsi kepemilikan akan rentan ter-hadap konflik keagenan. Hubungan keagenan merupakan suatu hubungan kontraktual sese-o-rang atau beberapa orang (principal) dengan orang lain (agen) untuk melaksanakan pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Teori keagenan menyatakan bahwa di dalam suatu perusahaan terdapat dua kepentingan berbeda yaitu kepentingan manajemen dan kepentingan peme-gang saham. Manajemen perusahaan memiliki kecenderungan untuk berperi-laku oportunis demi kepentingannya sendiri, dan sering tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Tindakan manajer yang oportunis tersebut dapat berakibat pada
133
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 133-143
meningkatnya konflik keagenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) biaya keagenan merupakan pengurangan nilai aktiva perusahaan karena adanya pemisahan kontrol dan kepemilikan. Untuk membatasi tindakan manajer perusahaan yang oportunis, pemegang saham memerlukan upaya pengawasan. Salah satu mekanisme yang dapat meminimumkan biaya keagenan adalah melalui kebijakan utang atau leverage. Penggunaan dana dengan utang dapat dimaksudkan untuk menempatkan perusahaan pada kondisi diawasi oleh pihak lain selain pemegang saham, yaitu bondholder atau kreditor. Isu pertama dalam penelitian ini berkaitan dengan pernyataan Easterbrook (1984) yang menyatakan bahwa dividen akan mempengaruhi utang dengan hubungan positif. Easterbrook (1984) menjelaskan bahwa dividen dapat digunakan pemegang saham untuk memaksa perusahaan mencari tambahan dana ke luar perusahaan. Peningkatan pembayaran dividen dapat mengganggu pertumbuhan perusahaan karena sebagian besar aliran dana kas internal yang ada digunakan untuk membayar dividen. Agar perusahaan dapat merealisasikan rencana investasinya, maka manajemen harus mencari tambahan dana ke luar. Masuknya pihak luar untuk mengawasi perusahaan akan menurunkan biaya keagenan yang ditanggung oleh pemegang saham. Penelitian ini ingin menguji pengaruh dividen terhadap leverage perusahaan dan memasukkan set kesempatan investasi untuk memoderasi pengaruh dividen terhadap leverage perusahaan. Set kesempatan investasi dimasukkan dalam penelitian ini agar sesuai dengan pernyataan Adam dan Goyal (2006) bahwa set kesempatan investasi mempunyai peranan yang penting dalam kebijakan keuangan perusahaan. Berkaitan dengan pendapat Adam dan Goyal (2006), peneliti menduga bahwa set kesempatan investasi dapat mempengaruhi pengaruh dividen terhadap leverage perusahaan. Isu kedua dalam penelitian ini berkaitan dengan pernyataan Jensen (1986) yang menyatakan bahwa tingkat leverage perusahaan dipengaruhi oleh tingginya aliran kas bebas yang dimiliki perusahaan. Aliran kas bebas yang terlalu besar akan mendorong manajer untuk melakuan tindakan inefisiensi. Untuk mengurangi tindakan manajer yang inefisien maka diperlukan sebuah kebijakan keuangan perusahaan
134
yang salah satunya adalah dengan kebijakan utang. Menurut Jensen (1986) utang dapat mengurangi keinginan manajer dalam menggunakan aliran kas bebas untuk kegiatan-kegiatan yang tidak optimal, karena manajer perusahaan harus melakukan pembayaran secara periodik atas pokok dan bunga pinjaman serta mematuhi ketentuan pada perjanjian utang. Adanya perjanjian utang ini membuat manajer merasa diawasi atau dibatasi aktifitasnya, sehingga cenderung lebih berhati-hati dalam menggunakan aliran kas bebas yang berada di bawah tanggung-jawabnya. Alasan tersebut di atas, dapat menjelaskan adanya pengaruh positif antara aliran kas bebas dengan utang perusahaan. Penelitian ini ingin menguji pengaruh aliran kas bebas terhadap leverage perusahaan dan memasukkan set kesempatan investasi untuk memoderasi pengaruh aliran kas bebas terhadap leverage di perusahaan. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa set kesempatan investasi mempunyai peranan yang penting dalam kebijakan keuangan perusahaan, maka peneliti menduga bahwa set kesempatan investasi juga dapat mempengaruhi pengaruh aliran kas bebas terhadap leverage. MATERI DAN METODE PENELITIAN Myers (1977) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan nilai sekarang aktiva yang tersedia di tempat dan nilai sekarang kesempatan investasi pada masa yang akan datang. Dalam hal ini nilai perusahaan tergantung pada pilihan pembelanjaan perusahaan di masa yang akan datang. Jadi set kesempatan investasi tidak menunjuk pada peluang investasi tradisional seperti eksplorasi mineral, tetapi juga pilihan pembelanjaan lainnya seperti periklanan yang akan digunakan pada masa depan untuk menjamin keberhasilan perusahaan. Jaggi dan Gul (1999) menyatakan bahwa set kesempatan investasi suatu perusahaan bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga untuk mengetahuinya diperlukan sebuah proksi. Terdapat beberapa proksi yang digunakan dalam bidang akuntansi dan keuangan untuk mengukur set kesempatan investasi. Menurut Kallapur dan Trombley (1999), secara umum proksiproksi set kesempatan investasi dapat digolongkan ke dalam empat tipe yaitu, 1) Proksi berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
pertumbuhan perusahaan, sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Macam proksi set kesempatan investasi berbasis harga misalnya Market to Book Value of Equity, Market to Book Value of Assets, Proksi Tobin’s Q, Earning to Price Ratio; 2) Proksi berbasis investasi mengungkapkan bahwa suatu kegiatan investasi yang besar berkaitan secara positif dengan nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan. Macam proksi set kesempatan set kesempatan investasi berbasis investasi misalnya The Ratio of R&D to Assets, The Ratio of R&D to Sales, Investment Intensity, Ratio of Capital Expenditure to Book Value of Assets; 3) Proksi berbasis varian mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variability return yang mendasari peningkatan aktiva. Macam proksi set kesempatan investasi berbasis varian misalnya Variance of Return, Assets Betas, Variance of Assets Deflated Sales; dan 4) Proksi gabungan dari proksi individual yang dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi measurement error yang ada pada proksi individual, sehingga akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik untuk set kesempatan investasi. Metode dapat dilakukan untuk menggabungkan beberapa proksi individual menjadi satu proksi yang akan diuji lebih lanjut adalah dengan menggunakan analisis faktor. Kebijakan dividen berkaitan dengan keputusan mengenai seberapa besar laba perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham atau menahannya untuk diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Apabila dividen yang dibayarkan secara tunai semakin tinggi, maka dana yang tersedia untuk reinvestasi akan semakin rendah dan manajemen perusahaan akan mencari tambahan dana dari pihak ketiga untuk merealisasikan investasinya. Easterbrook (1984) menyatakan bahwa pemegang saham akan melakukan pengawasan pada manajemen perusahaan. Namun demikian, apabila biaya pengawasan tersebut dirasa terlalu tinggi, maka pemegang saham akan meminta bantuan kepada pihak ketiga dalam melakukan pengawasan tersebut. Bantuan pihak ketiga tersebut dapat diperoleh melalui kebijakan leverage yang menyertakan adanya debt convenant. Easterbrook (1984) menduga bahwa kenaikan dividen akan diikuti oleh kenaikan utang perusahaan. Pihak luar sebagai penyandang dana sangat berkepentingan atas keamanan dana yang ditanamkannya, sehingga dillakukan pengawasan terhadap manajer perusahaan.
Adanya pengawasan yang dilakukan oleh kreditor ini akhirnya dapat meminimumkan biaya keagenan oleh pemegang saham. Myers (1977) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan nilai sekarang aktiva yang tersedia di tempat dan nilai sekarang kesempatan investasi pada masa yang akan datang. Perusahaan dengan set kesempatan investasi tinggi, berarti nilai perusahaan lebih banyak ditentukan oleh aktiva tidak berwujud dari pada aset riilnya. Perusahaan dengan set kesempatan investasi yang tinggi biasanya akan memiliki keterbatasan untuk mendapatkan utang, karena kurang memiliki aset riil yang dapat digunakan untuk jaminan utang. Selain itu, set kesempatan investasi yang tinggi mencerminkan tingginya risiko yang harus ditanggung kreditor sehingga biaya utang menjadi lebih mahal dibanding biaya modal. Pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham melalui mekanisme utang di perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi tinggi biasanya lebih kecil daripada perusahaan dengan set kesempatan investasi rendah. Hal ini karena semakin tidak ada kecenderungan pemegang saham pengendali untuk mengawasi manajer melalui kreditor. Perusahaan dengan set kesempatan investasi tinggi akan membagi dividen lebih rendah daripada perusahaan dengan set kesempatan investasi rendah karena perusahaan dengan set kesempatan investasi tinggi, sebagian besar dana kas internal digunakan untuk membiaya kegiatan investasi sehingga dana yang didistribusikan ke pemegang saham dalam bentuk dividen semakin kecil. Berdasarkan penjelasan Myers (1977) tersebut, maka penelitian ini menduga bahwa set kesempatan investasi dapat berfungsi sebagai variabel moderasi yang mempengaruhi pengaruh dividen terhadap leverage perusahaan. Hipotesis H1 dijelaskan dari sudut pandang teori keagenan, bahwa dividen dapat dijadikan sebagai alat pengikat manajemen untuk mencari tambahan dana dari kreditor yang membuat perusahaan merasa diawasi. Berdasarkan dugaan Easterbrook (1984), serta melihat pandangan Myers (1977) tentang peran set kesempatan investasi dalam mempengaruhi kebijakan leverage, maka penelitian ini mengajukan hipotesis yang dinyatakan dalam hipotesis alternatif (H1) sebagai berikut: H1: Dividen berpengaruh positif terhadap leverage.
135
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 133-143
Pengaruh tersebut semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Jensen (1986) menyatakan bahwa aliran kas bebas adalah kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada aktiva tetap. Aliran kas bebas ini sering menjadi penyebab timbulnya konflik keagenan antara pemegang saham dengan manajer. Manajer perusahaan cenderung menggunakan aliran kas bebas untuk memperbesar perusahaan melebihi ukurannya optimalnya. Hal ini mengakibatkan manajer tetap melakukan investasi meskipun memberikan nilai sekarang bersih yang negatif. Selain itu, manajer juga dapat mempergunakan aliran kas bebas dengan tidak efisien. Untuk memini-mum--kan tinda-kan manajer yang oportunis atas aliran kas bebas tersebut, pemegang saham menggunakan beberapa cara seperti meminta pembayaran dividen lebih tinggi, stock repurchase, atau melalui kebijakan utang. Jensen (1986) menyatakan bahwa utang dapat mengurangi keleluasaan manajemen dalam menggunakan aliran kas bebas untuk kegiatan yang bersifat non maximizing value. Adanya utang mewajibkan manajer membayar pokok dan bunga pinjaman secara periodik, serta harus mematuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian utang. Selanjutnya Jensen (1986) menyatakan bahwa kecenderungan manajer melakukan pemborosan pada aliran kas bebas lebih besar terjadi pada perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi rendah. Sebaliknya, perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi biasanya tidak memiliki masalah yang serius tentang adanya aliran kas bebas tersebut karena manajer perusahaan dapat menggunakan aliran kas bebas yang ada untuk membiayai proyek dengan net present values (NPV) positif. Oleh karena itu, pengawasan melalui utang lebih dibutuhkan pada perusaha-an yang memiliki aliran kas bebas tinggi dengan set kesempatan investasi yang rendah. Jaggi dan Gul (1999) menguji hipotesis Jensen (1986) tentang control hypothesis dan hasilnya menunjukkan adanya hubungan positif antara aliran kas bebas dengan utang terutama untuk perusahaan dengan tingkat kesempatan investasi rendah. Berdasarkan teori di atas maka penelitian ini mengajukan hipotesis alternatif II sebagai berikut:
136
H2: Aliran kas bebas berpengaruh positif terhadap leverage. Pengaruh tersebut semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Sampel dalam penelitian ini adalah jenis perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Untuk memenuhi tujuan penelitian ini akan diambil sampel dengan metode purposive sampling, yaitu salah satu metode non random sampling di mana sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut 1) Saham terdaftar di Bursa Efek Jakarta; 2) Merupakan perusahaan manufaktur sesuai dengan klasifikasi buku Indonesia Capital Market Directory; 3) Pernah membagi dividen tunai dalam periode pengamatan; dan 4) Memiliki data lengkap dan tidak memiliki saldo ekuitas negatif, karena dapat menyebabkan rasio keuangan yang dihasilkan menjadi tidak bermakna. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa nilai buku aktiva tetap, nilai total utang, nilai total equitas, nilai total aktiva, nilai aktiva lancar, nilai sediaan, dividen tunai per saham, laba per saham, laba operasi setelah pajak, nilai investasi bersih pada modal kerja, total saham beredar dan harga penutupan saham. Data-data tersebut diperoleh dari JSX data base dan Indonesian Capital Market Directory tahun 2002, 2003, dan 2004. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah leverage perusahaan. Proksi leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt Ratio (DR). Rasio ini digunakan untuk menggambarkan perbandingan antara total utang terhadap total aktiva perusahaan atau rasio ini dapat menggambarkan kebijakan utang perusahaan. Formula matematisnya adalah sebagai berikut: Total Dept DR = Total Aktiva Terdapat dua buah variabel independen dalam penelitian ini, yaitu dividen dan aliran kas bebas (AKB). Dividen menunjukkan seberapa besar laba perusahaan dibagikan kepada pemegang saham. Variabel ini diukur dengan Dividend Yield (DYD), yaitu persentase dividen yang dibayarkan dari harga pasar saham,
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
sebagai rasio antara dividen per lembar saham (DPS) dengan harga pasar saham (HPS). Formula matematisnya adalah sebagai berikut: DPS DYD = HPS Aliran kas bebas dalam penelitian ini diukur dengan formula yang dikemukakan oleh Brigham (2002) yaitu mengurangkan Operating Cash Flow (OC) dengan Gross Investment on Operating Cash Flow (GIOC). Operating Cash flow (OCF) adalah kas yang berasal dari kegiatan utama perusahaan dan aktifitas lain, selain dari kegiatan investasi dan kegiatan pendanaan, sedangkan Gross Investment on Operating Cash Flow adalah Net Working Capital (NWC) ditambah pengeluaran modal (PM). Net working capital merupakan selisih nilai aktiva lancar dan nilai utang lancar pada tahun yang sama, sedangkan pengeluaran modal merupakan selisih antara nilai aktiva tetap akhir dengan nilai aktiva tetap awal. Formula perhitungan aliran kas bebas di atas dapat disederhanakan menjadi rumusan matematis sebagai berikut: AKBit = OCFit – NWCit - PMit Seperti Jaggi dan Gul (1999), variabel aliran kas bebas dalam penelitian ini digunakan dalam bentuk rasio antara aliran kas bebas dengan market equity. Tujuannya adalah agar variabel ini lebih memiliki daya
banding dengan mempertimbangkan ukuran perusahaan, dalam hal ini kapitalisasi pasar. Variabel moderasi adalah variabel-variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah set kesempatan investasi. Jaggi dan Gul (1999) menyatakan bahwa set kesempatan investasi adalah variabel yang tidak dapat diobservasi, sehingga diperlukan proksi untuk keperluan analisis empiris. Dalam penelitian ini set kesempatan investasi dinyatakan dalam proksi gabungan dari proksi individu, yaitu Market to Book Value of Equity (MBVE), Market to Book of Asset (MBVA), Capital Expenditure to Book of Assets (CEBA), Earning to Price Ratio (PER), dan Proksi Tobin’s Q. Variabel kontrol merupakan variabel yang berfungsi untuk mengkontrol variabel independen dan atau variabel dependen. Terdapat satu variabel kontrol untuk mengkontrol variabel dependen dalam penelitian ini yaitu ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan mencerminkan perusahaan tersebut besar atau kecil, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula aktiva yang dimiliki sehingga perusahaan besar lebih mudah mendapatkan utang dari pada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan (SIZE) merupakan logaritma total aktiva setiap perusahaan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan moderated regression analysis (MRA) atau uji interaksi yang merupakan aplikasi khusus regresi linier berganda di mana dalam persamaan
Tabel 1 Variabel Proksi SKI Variabel Proksi SKI
Rumusan Matematis
1. Market to Book Value of Equity
(jumlah saham beredar x harga penutupan) di bagi total equitas (total aktiva – equitas) +(jumlah saham beredar x harga penutupan) di bagi total aktiva (nilai buku aktiva tetap(t) – nilai buku aktiva tetap(t-1)) dibagi total aset Laba per saham dibagi harga penutupan saham [(jumlah saham beredar x harga penutupan saham) + total utang + sediaan – jumlah aktiva lancar] di bagi total aktiva
2. Market to Book of Asset 3. Capital Expenditure to Book Value of Asset 4. Earning to Price Ratio 5. Proksi Tobin’s Q
137
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 133-143
regresinya mengandung unsur interaksi atau perkalian antara dua atau lebih variabel independen. Persamaan regresi untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: DR = a + b1DYD + b2 AKB + b3SKI + b4 SKI*DYD + b5SKI*AKB + b6SIZE + ε Keterangan: DR= Debt Ratio; DYD= Devidend Yeild; AKB= Aliran Kas Bebas; SKI = Set Kesempatan Investasi; SIZE= Ukuran Perusahaan; a= Konstanta; b1….b6= Koefisien Regresi; ε = Kesalahan Baku Hipotesis pertama yang akan diuji adalah pengaruh DYD terhadap DR, yang diuji dengan melihat apakah koefisien b1> 0. Selanjutnya, menguji pengaruh DYD terhadap DR yang dimoderasi oleh SKI. Pengaruh DYD terhadap DR yang dimoderasi oleh SKI diuji dengan melihat apakah koefisien b 4> 0. Apabila koefisien b 1> 0 dan koefisien b 4>0, maka dapat disimpulkan bahwa DYD berpengaruh positif terhadap DR. Pengaruh tersebut akan semakin kuat jika SKI rendah. Hipotesis kedua yang akan diuji adalah pengaruh AKB terhadap DR, yang diuji dengan melihat apakah koefisien b2> 0. Selanjutnya, menguji pengaruh AKB terhadap DR yang dimoderasi oleh SKI. Pengaruh AKB terhadap DR yang dimoderasi oleh SKI diuji dengan melihat apakah koefisien b 5> 0. Apabila koefisien b 2> 0 dan koefisien b 5>0, maka dapat disimpulkan bahwa AKB berpengaruh positif terhadap DR. Pengaruh tersebut akan semakin kuat jika SKI rendah.
HASIL PENELITIAN Analisis faktor digunakan untuk membentuk proksi gabungan dari beberapa proksi individual set kesempatan investasi yang akan diuji dan dikembangkan lebih lanjut. Proksi individual set kesempatan investasi dalam penelitian ini terdiri atas MBVE, MBVA, PER, CEBA, dan Proksi Tobin’s Q. Beberapa proksi individual tersebut kemudian diekstraksi dengan menggunakan analisis faktor yang ada dalam program SPSS 11. Pada Tabel 2 disajikan hasil analisis faktor set kesempatan investasi. Pada Tabel 2 tersebut diketahui nilai communalities setiap proksi individual set kesempatan investasi. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan jumlah faktor representasi atas variabelvariabel asli. Jumlah nilai communalities proksi individual set kesempatan investasi adalah 3,865. Untuk mencapai jumlah nilai tersebut diperlukan dua faktor yang memiliki eigenvalues lebih dari satu yaitu faktor satu sebesar 2.798 dan faktor dua sebesar 1.067. Hal ini sesuai dengan the rule of tumb bahwa jumlah faktor yang dipakai sebagai representasi adalah sebanyak faktor yang mempunyai nilai eigenvalues sama dengan atau lebih dari satu (Hair et. al., 1998). Dalam penelitian ini terdapat dua faktor yang cukup menjelaskan hubungan timbal balik antara proksi set kesempatan investasi. Faktor satu dipengaruhi oleh tiga variabel individual yaitu MBVE, MBVA, dan Proksi Tobin’s Q yang masing-masing memiliki skor 0.928, 0.967, dan 0.965, sedangkan faktor dua dipengaruhi oleh dua variabel individual yaitu PER dan CEBA yang masing-
Tabel 2 Hasil Analisis Faktor Set Kesempatan Investasi A. Communalities dari lima variabel indikator Variabel Communalities B. Eigenvalues pengurangan matriks korelasi Faktor Eigenvalues C. Korelasi antar faktor dengan lima indikator Faktor 1 Faktor 2
138
MBVE 0.860
MBVA 0.952
PER 0.535
CEBA 0.574
Tobin’s Q 0.944
1 12.798
2 21.067
3 30.958
4 40.162
5 50.01482
MBVE 0.928 0.00407
MBVA 0.967 0.133
PER -0.0592 0.729
CEBA -0.260 0.711
Tobin’s Q 0.965 0.107
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
masing memiliki skor 0.729 dan 0.711. Pengelompokkan sampel menjadi level set kesempatan investasi rendah dan set kesempatan investasi tinggi didasarkan pada penjumlahan kedua faktor, yaitu faktor satu (fact_1) dan faktor dua (fact_2) menjadi fact_sum. Penjumlahan indeks ini kemudian diperingkat mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Kelompok sampel yang dimasukkan ke dalam level set kesempatan investasi rendah diambil dari 40% indeks faktor terendah dan level set kesempatan investasi tinggi diambil dari 40% indeks faktor tertinggi. Sampel yang terletak ditengah, yaitu 20% tidak dipilih karena dianggap kurang ekstrem untuk membedakan sampel yang memiliki level set kesempatan investasi rendah dan yang memiliki level set kesempatan investasi tinggi. Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui pola distribusi dari data yang digunakan. Dengan mengetahui pola distribusi data yang digunakan dalam penelitian, maka peneliti dapat menentukan uji statistik yang tepat dalam rangka melakukan pengujian hipotesis penelitian. Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji One-Sample Kolmorogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji One-Sample Kolmorogorov-Smirnov diketahui nilai sig (2-tailed) sebesar 0,819 tidak signifikan pada alpha 10% sehingga data dalam penelitian ini mempunyai pola distribusi data yang normal. Newbold et. al. (2003) menyatakan bahwa analisis regresi dapat digunakan untuk mengetahui adanya masalah heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan kuadrat residual (e2) sebagai variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian tersebut digunakan sebagai nilai prediksi. Berdasarkan model regresi variabel dependen (e2) terhadap variabel independen yang ada dalam penelitian ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi karena seluruh variabel independen tidak signifikan pada alpha 10%. Uji multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF). Nilai batas yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,1 atau VIF 10 (Hair et. al., 1998). Berdasarkan hasil Uji multikolinieritas diketahui bahwa tidak ada variabel indenpenden yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,1, sehingga tidak ada korelasi
antarvariabel bebas yang nilainya lebih dari 90%. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas antarvariabel independen dalam model regresi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode (t -1 ) yang biasanya terjadi karena menggunakan data time series (Santoso, 2003). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah autokorelasi. Penelitian ini menggunakan angka Durbin-Watson (DW) untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi. Berdasarkan hasil pengolahan data dihasilkan angka DW sebesar 1.839 yang mendekati angka 2. Hal ini berarti model regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah autokorelasi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan meregresikan variabel dependen yang diwakili oleh DR dengan variabel independen yang diwakili oleh DYD dan AKB, variabel moderasi yang diwakili oleh SKI, dan variabel kontrol yang diwakili oleh SIZE. Berdasarkan hasil pengujian regresi tersebut diketahui F test sebesar 15,549 signifikan pada alpha 10%, sehingga model regresi yang diajukan dapat digunakan untuk melihat pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Berdasarkan pengujian regresi juga diketahui nilai adjusted R Square sebesar 0.492 (49,2%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa 49,2% variasi variabel dependen atau DR mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel independen dalam model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini, sedangkan sisanya 50,8% diterangkan oleh variabel lain di luar model, yang terangkum dalam kesalahan random. Berdasarkan hasil pada Tabel 3 tersebut diketahui bahwa koefisien b1 adalah signifikan negatif pada alpha 10% yang berarti bahwa secara statistik dividen berpengaruh negatif terhadap leverage di perusahaan manufaktur, sedangkan koefisien b2 adalah signifikan positif pada alpha 10% yang berarti bahwa secara statistik aliran kas bebas berpengaruh positif terhadap leverage di perusahaan manufaktur. Untuk koefisien b3 adalah tidak signifikan pada alpha 10%
139
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 133-143
Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Coefficients
Model 1
(Constant) b1_DYD b2_AKB b3_SKI b4_SKI*DYD b5_SKI*AKB b6_SIZE
a
Unstandardized Coefficients B Std. Error -.106 .133 -1.90E-02 .009 8.636E-02 .014 -6.25E-02 .056 5.468E-03 .013 4.935E-02 .027 6.755E-02 .022
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
-.800 -2.124 6.245 -1.108 .420 1.831 3.075
-.224 .569 -.164 .056 .235 .244
.426 .037 .000 .271 .676 .071 .003
a. Dependent Variable: DR
yang berarti bahwa secara statistik set kesempatan investasi tidak mempengaruhi leverage di perusahaan manufaktur. Pada Tabel 3 itu juga diketahui bahwa koefisien b4 adalah tidak signifikan pada alpha 10% yang berarti bahwa secara statistik set kesempatan investasi tidak mempengaruhi pengaruh dividen terhadap leverage di perusahaan manufaktur, sedangkan koefisien b5 adalah marjinal signifikan positif pada alpha 10% yang berarti bahwa secara statistik statistik set kesempatan investasi mempengaruhi pengaruh aliran kas bebas terhadap leverage di perusahaan manufaktur dan pengaruh tersebut akan semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Untuk koefisien b6 adalah signifikan positif pada alpha 10% yang berarti bahwa secara statistik ukuran perusahaan mempengaruhi leverage di perusahaan manufaktur. PEMBAHASAN Pada pengujian hipotesis 1 ditunjukkan bahwa secara statistik, penelitian ini belum dapat membuktikan bahwa dividen berpengaruh positif terhadap leverage dan pengaruh tersebut semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Hal tersebut berarti bahwa belum ditemukan bukti yang cukup kuat untuk menolak hipotesis nol (Ho). Pada Tabel 3 nampak koefisien b4 adalah tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statistik set kesempatan investasi tidak mempengaruhi pengaruh DYD terhadap DR. Pada Tabel 3 itu juga ditunjukkan bahwa koefisien b1 adalah
140
signifikan negatif yang berarti bahwa secara statistik dividen berpengaruh secara negatif terhadap leverage di perusahaan manufaktur. Perubahan rata-rata nilai dividen berdasarkan level set kesempatan investasi ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut:
4.5 4 3.5 3 2.5
SKI _0 SKI_1
2 1.5 1 0.5 0 2002
2003
2004
Gambar 1 Perubahan Rata-Rata Nilai Dividen berdasarkan Level Set Kesempatan Investasi Rata-rata perubahan nilai dividen 2004 pada saat set kesempatan investasi rendah adalah sebesar 1,66 dan pada set kesempatan investasi tinggi adalah sebesar 2,18. Perubahan nilai rata-rata dividen berdasarkan level set kesempatan investasi pada tahun 2004, tidak konsisten dengan dugaan Easterbrook (1984) yang menyatakan bahwa dividen akan mempengaruhi utang dengan hubungan positif dan Myers (1977) yang menyatakan tentang peranan set
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
kesempatan investasi dalam mempengaruhi kebijakan leverage. Nilai set kesempatan investasi yang rendah menyebabkan permintaan pembayaran dividen yang lebih tinggi. Hal tersebut akan mengganggu pertumbuhan perusahaan sehingga perusahaan harus melakukan pinjaman kepada kreditor dalam bentuk utang. Dalam Gambar 1 menunjukkan bahwa pada saat set kesempatan investasi rendah, dividen yang diminta oleh pemegang saham juga rendah. Hal tersebut diduga menjadi penyebab penelitian ini belum berhasil membuktikan dugaan Easterbrook (1984) dan Myers (1977). Pada pengujian hipotesis 2 ditunjukkan bahwa secara statistik penelitian ini dapat membuktikan bahwa aliran kas bebas berpengaruh positif terhadap leverage. Pengaruh tersebut semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Hal tersebut berarti bahwa telah ditemukan bukti yang cukup kuat untuk menolak hipotesis nol (Ho). Pada Tabel 3, koefisien b2 adalah positif signifikan yang berarti bahwa secara statistik aliran kas bebas berpengaruh secara positif terhadap leverage di perusahaan manufaktur. Pada Tabel 3 itu juga ditunjukkan bahwa koefisien b5 adalah marjinal signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statistik set kesempatan investasi mempengaruhi pengaruh AKB terhadap DR. Pengaruh tersebut akan semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Jensen (1986) yang menyatakan bahwa kecenderungan manajer melakukan pemborosan pada aliran kas bebas lebih besar terjadi pada perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi rendah. Sebaliknya, perusahaan dengan kesempatan investasi yang tinggi biasanya tidak memiliki masalah yang serius tentang adanya aliran kas bebas tersebut karena manajer perusahaan dapat menggunakan aliran kas bebas yang ada untuk membiayai proyek dengan net present values (NPV) positif. Oleh karena itu, pengawasan melalui utang lebih dibutuhkan pada perusaha-an yang memiliki aliran kas bebas tinggi dengan set kesempatan investasi yang rendah. Jaggi dan Gul (1999) menguji hipotesis Jensen (1986) tentang control hypothesis dan hasilnya juga menunjukkan adanya hubungan positif antara aliran kas bebas dengan utang terutama untuk perusahaan dengan tingkat kesempatan investasi rendah. Berdasarkan dugaan Jensen (1986) dan Jaggi
dan Gul (1999), dapat simpulkan bahwa aliran kas bebas berpengaruh positif terhadap leverage. Hal tersebut dibuktikan dengan koefisien regresi b2 yang signifikan positif yaitu antara AKB terhadap DR, sedangkan pengaruh aliran kas bebas terhadap leverage akan semakin kuat jika SKI rendah. Hal ini dibuktikan dengan koefisien regresi b5 yang signifikan positif yaitu antara interaksi SKI*AKB terhadap DR. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dengan menggunakan sampel 39 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ periode 2002-2004 dengan kriteria yang ditentukan dan bersifat pooled, penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa dividen secara statistik berpengaruh terhadap leverage di perusahaan manufaktur dengan hubungan negatif, sehingga penelitian ini belum dapat menemukan bukti yang cukup kuat untuk mendukung dugaan Easterbrook (1984) yang menyatakan bahwa dividen akan mempengaruhi utang dengan hubungan yang positif. Penelitian ini juga belum dapat menemukan bukti yang cukup kuat bahwa pengaruh dividen terhadap leverage perusahaan akan semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah, sehingga penelitian ini belum dapat menemukan bukti yang cukup kuat untuk mendukung pendapat Myers (1977) tentang peranan set kesempatan investasi. Hal ini disebabkan karena, ketika set kesempatan investasi rendah, dividen yang diminta oleh pemegang saham juga rendah. Hasil regresi moderasian menyimpulkan bahwa aliran kas bebas secara statistik berpengaruh terhadap leverage di perusahaan manufaktur dengan hubungan positif, sehingga penelitian ini dapat menemukan bukti yang cukup kuat untuk mendukung dugaan Jensen (1986) dan Jaggi dan Gul (1999) yang menyatakan bahwa aliran kas bebas berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan dan pengaruh tersebut akan semakin kuat jika set kesempatan investasi rendah. Implikasi Hasil Penelitian Temuan empiris penelitian ini memiliki implikasi penting yang terkait dengan teori, kebijakan perusahaan, dan praktik. Implikasi mengenai teori berkaitan adanya nilai
141
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 133-143
set kesempatan investasi yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan utang dari para kreditor. Myers (1977) menyatakan bahwa bahwa nilai perusahaan merupakan nilai sekarang aktiva yang tersedia di tempat dan nilai sekarang kesempatan investasi pada masa yang akan datang. Perusahaan dengan set kesempatan investasi tinggi, berarti nilai perusahaan lebih banyak ditentukan oleh aktiva tidak berwujud dari pada aset riilnya. Perusahaan dengan set kesempatan investasi yang tinggi biasanya akan memiliki keterbatasan untuk mendapatkan utang, karena kurang memiliki aset riil yang dapat digunakan untuk jaminan utang. Implikasi terhadap kebijakan perusahaan berkaitan dengan jumlah aliran kas bebas yang harus dijaga oleh manajemen perusahaan. Semakin tinggi jumlah aliran kas bebas akan mendorong meningkatnya pengawasan dari para pemegang saham. Dengan menjaga jumlah aliran kas bebas pada level tertentu, maka manajemen perusahaan akan tetap mampu melakukan perquisites. Implikasi terhadap praktik berkaitan dengan penilaian investor terhadap suatu perusahaan. Dengan adanya hasil empiris penelitian ini, maka investor bisa mempertimbangkan nilai set kesempatan investasi dalam menentukan risiko investasi disuatu perusahaan. Level set kesempatan investasi rendah menunjukkan bahwa perusahaan pada kondisi tidak tumbuh, sedangkan level set kesempatan investasi tinggi menunjukkan bahwa perusahaan pada kondisi tumbuh.
perusahaan yang membagikan dividen tunai. Terbatasnya jumlah sampel dalam penelitian ini dapat mengakibatkan daya ujinya rendah.
Keterbatasan Penelitian
Brigham, E, F, Gapenski, Louis C. Daves, R. Philip. 2002. Intermediate Financial Management, Sixth Edition.
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian dan karenanya masih perlu dikembangkan lagi pada penelitian berikutnya. Penelitian ini hanya menggunakan lima proksi individual set kesempatan investasi untuk menentukan proksi gabungan yang akan diuji lebih lanjut karena terbatasnya jenis proksi individual set kesempatan investasi. Proksi individual set kesempatan investasi yang ditawarkan oleh peneliti sebelumnya memerlukan pengujian lebih lanjut dengan kondisi perusahaan di Indonesia. Hal ini karena set kesempatan investasi bersifat tidak dapat diobservasi. Penelitian ini hanya menggunakan sampel sebanyak 39 perusahaan manufaktur dari 160 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ karena terbatasnya
142
Saran Hal-hal yang dapat dikembangkan dan diperbaiki dari penelitian ini adalah penelitian selanjutnya dapat menambahkan proksi individual set kesempatan investasi lainnya dalam membentuk proksi gabungan set kesempatan investasi, misalnya The Ratio of R&D to Assets, The Ratio of R&D to Sales, Investment Intensity, Ratio of Capital Expenditure to Book Value of Assets, Variance of Return, Assets Betas. Namun untuk memasukkan proksi individual tersebut, penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengujian proksi set kesempatan investasi individual terlebih dahulu dengan kondisi di perusahaan di Indonesia. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan sampel yang memadai dalam rangka memperkuat hasil penelitian empiris ini.
DAFTAR PUSTAKA Adam, T, dan Goyal. 2006. The Investment Opportunity Set and its Proksi Variables: Theory and Evidence, JEL Classification.
Easterbrook, F. 1984. “Two Agency-Cost Explanation of Dividen”, American Economics Review: 650659. Ganeswari. 2007. Analisis Moderasi Set Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Kebijakan Dividen dan Aliran Kas Bebas dengan Tingkat Leverage Perusahaan, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak dipublikasikan. Hair, et. al, 1998. Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, New Jersey, Prentice- Hall International.
ANALISIS PENGARUH DIVIDEN DAN ALIRAN KAS BEBAS TERHADAP ............... (Pandu Fajar Wisudha)
Jaggi, B dan Gul, F, A. 1999. An Analysis of Joint Effects of Investment Opportunity Set, Free Cash Flows and Size On Corporate Debt Policy. Kluwer Academic publisher. Jensen dan Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Manajerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3:305-360.
Wahidahwati. 2002. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Prespektif Theory Agency”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,Vol. 5:1-16. Van Horne, J, C. 1995. Financial Manajement and Policy, Tenth Edition, Prentice Hall International, London.
Jensen dan Meckling. 1986. “Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers”, American Economics Review, Vol. 76:323-329. Kallapur dan Trombley. 2001. “The Investment Opportunity Set: Determinants, Consequences and Measurement”, Manajerial Finance. Vol. 27:315. Kallapur dan Trombley. 1999. “The Association Between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth”, Journal of Business Finance and Accounting. Karsana, Y, W, dan Supriyadi. 2002. “Analisis Moderasi Set Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Kebijakan Dividen dan Aliran Kas Bebas dengan Tingkat Leverage Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.XI: 234-251. Myers, Stewart C. 1977. “Determinan of Corporate Borrowing”, Journal of Financial Economics, Vol. 5:147-175. Newbold, et. al, 2003. Statistic for Business and Economics, Fifth Edition, New Jersey, Prentice- Hall International. Pagalung, G. 2003. “Pengaruh Kombinasi Keunggulan dan Keterbatasan Perusahaan Terhadap Set Kesempatan Investasi (IOS)”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6. No 3: 249-263. Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. Elex Media Komputindo, Jakarta.
143
ISSN: 1978-3116 PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 145-161
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT, DAN EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN Serli Ike Ari Susanti E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
This research examines the effect of corporate governance quality, audit quality, and earnings management on firm performance. The proxies of corporate governance quality are domestic institution ownership, independent commissioner, audit committee, and board of commissioner. Auditor from big four and non big four as proxy of audit quality. The proxy of earnings management is positive and negative discretionary accruals. Those proxies will be the independent variables. Multiple regressions are used to examine the hypotheses. The samples are manufacturing companies that listed in the Jakarta Stock Exchange on the period of 2003-2006. The research proved that the implementation of corporate governance quality affects firm performance. The domestic institution ownership had positive effect on firm performance. Whereas, independent commissioner did not have effect on firm performance, audit committee had negative effect on firm performance, and board of commissioner did not have effect on firm performance. The examination to audit quality proved that it had negative effect on firm performance. It means that not all of the firm that has good audit quality, its performance will be increased. The examination to earnings management proved that it had negative influence on firm performance. The firm has good performance, if the earnings management is low.
Perdebatan corporate governance yang mendapat inspirasi dari teori keagenan masih terjadi pada tingkatan makro, sedangkan hal-hal lain yang berhubungan dengan praktik keseharian manajerial diserahkan begitu saja pada otoritas manajemen. Meskipun Indonesia dikenal lemah dalam penerapan governance, baik pada sektor pemerintah maupun perusahaan tetapi Indonesia tetap saja masih menerima capital inflow yang besar (Toemion, 2002). Angka yang menunjukkan bahwa kredibilitas dan perangkat hukum yang memprihatinkan belum merupakan hambatan yang besar dalam pertumbuhan sektor korporasi, akan tetapi efek tersebut terakumulasi dalam bentuk distorsi yang lain dan mengakibatkan krisis. Lemahnya corporate governance sering disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya krisis keuangan di negara-negara di Asia. Ciri utama lemahnya corporate governance adalah adanya tindakan mementingkan diri sendiri di pihak para manajer perusahaan. Jika para manajer perusahaan melakukan tindakan yang mementingkan kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan investor, maka menyebabkan jatuhnya harapan investor tentang pengembalian investasi yang telah ditanamkan. Di Indonesia praktik bisnis yang melanggar kaidah good corporate governance bukan merupakan isu baru. Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak-pihak minoritas dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para
Keywords: corporate governance quality, audit quality, earnings management, firm performance
145
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
manajer dan pemegang saham pengendali dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan Vishny, 1997). Pengertian corporate governance menurut sebagian besar pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi internasional seperti OECD atau negaranegara maju dalam tatanan common law system, mengacu kepada pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan kinerja suatu perusahaan. Corporate governance secara umum merupakan seperangkat mekanisme yang saling menyeimbangkan antara tindakan dan pilihan manajer dengan kepentingan shareholders, karena pada hakekatnya corporate governance merupakan perimbangan yang harmonis antara pemilik dan pengelola perusahaan yang didasarkan pada lima prinsip utama yaitu fairness, transparancy, accountability, independency, dan responsibility. Tindakan monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris, pemberi pinjaman, dan institusi kepemilikan berdampak pada kinerja ekonomi suatu organisasi (Mehran, 1995; Core, Holthausen dan Lacker, 1999; dan Holderness, 2003). Stakeholders sangat berperan dalam keberhasilan penerapan good corporate governance, terutama stakeholders primer yaitu karyawan dan manajemen. Stakeholders dituntut untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan perusahaan demi meningkatkan kinerja, kesempatan kerja, dan kelangsungan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan harus mengakomodasi kepentingan stakeholders dan menciptakan adanya sistem yang efektif untuk memberikan akses informasi kepada stakeholders. Komitmen antara pemilik dan pengelola juga merupakan pendukung keberhasilan penerapan good corporate governance. Kepentingan adalah kata kunci dalam permasalahan corporate governance. Perbedaan kepentingan antara direksi dan pemilik/pemegang saham merupakan masalah klasik yang selalu timbul di dalam struktur perusahaan. Pemegang saham atau investor berkepentingan agar kekayaannya bertambah banyak untuk jangka panjang, dalam artian harga per saham yang dimilikinya meningkat, sementara direksi memiliki kepentingan tersendiri ketika menjabat. Perbedaan ini dikenal sebagai agency problem. Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
146
adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Fama (1980) menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal utama yang memonitor manajer. Zhuang et. al. (2000) menyatakan bahwa konflik keagenan yang terjadi dalam perusahaan bukan saja antara pemegang saham dengan manajer tetapi juga antara pemegang saham yang mengendalikan manajemen dan pemegang saham dalam jumlah kecil yang tidak bisa secara efektif mengendalikan manajemen. Selain itu konflik keagenan juga dapat dikurangi dengan cara memberikan insentif kepada agen berdasarkan kinerjanya dalam perusahaan dan dalam bentuk pengawasan yang berupa penyusunan laporan keuangan periodik dan adanya fungsi auditing yang bersifat independen (Francis dan Wilson, 1998). Melalui laporan keuangan sebaai tanggungjawab agen, prinsipal dapat mengukur, menilai, dan sekaligus mengawasi kinerja agen sampai sejauh mana agen telah bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan prinsipal. Di dalam perusahaan go public, perbedaan agenda kepentingan antara manajemen dengan pemilik perusahaan disebabkan oleh adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengelolaan perusahaan. Semakin meluasnya kepemilikan perusahaan oleh masyarakat melalui pasar modal dan semakin kecilnya proporsi kepemilikan individu semakin menguatkan permasalahan mengenai siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan perusahaan dan mengapa hal tersebut terjadi (Hapsoro, 2006). Secara teoritis, corporate governance mempengaruhi nilai perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan meningkatkan kepercayaan investor (Keputusan Menteri BUMN No. 117/2002). Menurut Berghe dan Ridder (1999) menghubungkan kinerja perusahaan dengan good governance tidak mudah dilakukan serta hasilnya bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya. Gompers et. al. (2003) menyatakan bahwa corporate governance dapat memiliki pengaruh yang postif maupun negatif terhadap kinerja operasi suatu perusahaan. Good corporate governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat dan tepat waktu. Perusahaan berkewajiban untuk mengungkapkan secara akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai suatu informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholders. Isu good corporate governance (GCG) terasa semakin penting ketika skandal-skandal di sektor korporasi yang dianggap merugikan pemegang saham (pemilik modal) seperti skandal Enron (2001) dan Worldcom (2002). Hal tersebut mengindikasikan bahwa struktur perusahaan yang polos, yang terdiri atas dewan direksi dan dewan komisaris tanpa disertai penjelasan yang lebih rinci mengenai tugas, tanggungjawab, serta apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan direksi tidak cukup untuk meyakinkan pemegang saham bahwa direksi akan bekerja untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan komisaris akan bekerja secara cukup untuk melakukan supervisi terhadap direksi. Corporate governance merupakan isu yang sudah lama terjadi di negara maju. Di Inggris pada tahun 1950an, corporate governance muncul karena skandal yang memberikan indikasi lemahnya pengelolaan perusahaanperusahaan, selanjutnya disusul oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Jepang, Rusia, Italia, dan Australia (Darmawati et al., 2005). Di Indonesia, corporate governance menjadi topik yang menarik setelah terjadinya krisis yang menyebabkan banyak investor berinvestasi ke luar negeri. Banyak negara yang telah mengembangkan berbagai pedoman maupun peraturan bagi perusahaan publik tentang good corporate governance. Pemerintah Indonesia juga mendukung upaya tersebut dengan membentuk Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKG) yang bertugas untuk memformulasi dan merekomendasi kebijakan nasional tentang good corporate governance (Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri No. Kep10/M.EKUIN/08/1999). Penelitian yang menggunakan variabel komite audit tidak banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena sistem struktur dewan komisaris dan direksi yang berbeda di setiap negara. Cotter dan Silvester (2003) menyatakan bahwa proporsi komisaris independen dan komite pengawas mempengaruhi kinerja perusahaan. Turley dan Zaman (2004) membuktikan bahwa eksistensi komite audit berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Kualitas
audit yang diberikan oleh kantor akuntan big four dan non big four terhadap laporan keuangan suatu perusahaan dapat mempengaruhi pandangan publik terhadap kinerja suatu perusahaan. Menurut opini publik bahwa kualitas audit yang diberikan oleh kantor akuntan big four lebih mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Hal ini diperkuat oleh penelitian Teoh dan Wong (1993) yang berargumen bahwa kualitas audit berhubungan dengan kualitas earnings yang diproksikan dengan brand name dan earnings response coefficient (ERC). Di sisi lain kasuskasus manipulasi akuntansi justru banyak dilakukan oleh kantor akuntan big four yang memiliki kualitas audit yang baik. Dey (1988) serta Trueman dan Titman (1988) dalam Amanah (2002) menyatakan bahwa keberadaan manajemen laba akan meningkat seiring dengan adanya peningkatan asimetri informasi yang dimiliki perusahaan. Schipper (1980) menyatakan bahwa perusahaan tidak memberi informasi yang dianggap bersifat pribadi kepada pihak lain dan hal ini dalam peraturan akuntansi telah dibenarkan. Banyak investor yang hanya memusatkan perhatiannya pada informasi mengenai laba tanpa memperhatikan prosedur atau tata cara penyusunan informasi tersebut. Para manajer melakukan praktik manajemen laba dengan beragam tujuan, ada yang bertujuan untuk meningkatkan laba yang diperoleh perusahaan dan ada juga yang bertujuan untuk mengungkap kondisi yang lebih buruk dari yang sebenarnya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan karena para manajer memanfaatkan manajemen laba dengan tujuan yang positif atau negatif. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah adalah apakah kualitas corporate governance berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, apakah kualitas audit berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, dan apakah earnings management berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas corporate governance, kualitas audit, dan earnings management dalam suatu perusahaan dengan kinerja perusahaan yang bersangkutan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Menurut Cadbury Committee (1991), corporate gover-
147
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
nance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Secara lebih rinci, terminologi corporate governance dapat digunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dewan direksi, dewan komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para pemegang saham. Dalam corporate governance, terdapat lima unsur penting yang harus diperhatikan (Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2001), yaitu 1) Fairness, menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen para investor; 2) Transparancy, mewajibkan adanya informasi yang terbuka, tepat waktu dan jelas, serta dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan; 3) Accountability, menjelaskan peran dan tanggungjawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris; 4) Responsibility, memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial; dan 5) Independency, suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Coase (1937); Jensen dan Meckling (1976); serta Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara prinsipal dan agen dimana hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian. Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk disalahgunakan sehingga akan menimbulkan masalah keagenan yang
148
mengakibatkan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan baik oleh manajer. Jensen dan Ruback (1983) berargumen bahwa manajer yang tidak berkualitas yang bertahan untuk bisa digantikan merupakan perwujudan dari masalah keagenan yang paling mahal. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan, yaitu masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan prinsipal dan agen berlawanan dan merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat (Eisenhardt, 1989). Johnson et. al. (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis di Asia. Selain itu Johnson juga mendefinisi corporate governance sebagai keefektifan mekanisme yang bertujuan meminimisasi agency conflict, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah dilakukannya ekspropriasi atas pemegang saham minoritas. Beasly et. al. (1996) menyatakan bahwa perusahaan yang menerapkan good corporate governance cenderung meningkat kinerjanya. Penelitian McKinsey seperti dikutip Lukuhay (2002) dan Rafick (2002) membuktikan bahwa investor di negara–negara maju bersedia memberi premium yang cukup tinggi, mencapai sekitar 28% kepada perusahaan yang menerapkan prinsip corporate governance dengan konsisten. Kualitas corporate governance harus mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Perusahaan dengan corporate governance yang berkualitas akan menggambarkan kinerja perusahaan yang baik, khususnya dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam berbagai codes of corporate governance hampir di semua negara. Sebagai contoh, Dey Report (1994) mengemukakan
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
bahwa corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menguntungkan bagi pemegang saham. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan publik. Kinerja perusahaan merupakan tingkat pencapaian prestasi perusahaan yang diukur dalam bentuk hasil kerja karyawan atau dengan kata lain prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan (Rue dan Byars, 1995). Kinerja berbasis akuntansi merupakan kinerja yang dilihat dari segi keuangan perusahaan, sehingga dikatakan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan. Salah satu kunci keberhasilan penerapan good corporate governance harus tercermin dari kinerja keuangan serta corporate wealth (Che Wei, 2004). Penerapan good corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan karena dengan good corporate governance, pengelolaan organisasi lebih fokus, lebih jelas dalam pembagian tugas, dan lebih bertanggungjawab. Jinarat dan Quang (2003) menyatakan bahwa penerapan corporate governance tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penerapan corporate governance dapat berpengaruh terhadap kinerja apabila dalam penerapannya berhasil mencapai tahap good governance pada seluruh tingkat fungsional sehingga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Keasey dan Wright (1997) menyatakan bahwa kunci utama dibutuhkannya good corporate governance adalah sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui mekanisme supervisi atau pemantauan kinerja manajemen. Peningkatan kinerja merupakan upaya untuk memperkuat dan mempertegas pertanggungjawaban dewan komisaris dan tim manajemen kepada para pemegang saham dan pihakpihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan. Di dalam perusahaan, komite audit sangat berguna untuk menangani masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi sehingga dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau penting dapat segera teratasi (Tugiman, 1995 dalam Prakoso, 2002). Komite audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan bermanfaat untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggungjawab penuh
dari dewan komisaris. Komite audit mendorong terjadinya interaksi antara manajemen dengan auditor eksternal, termasuk mengenai estimasi akuntansi, penilaian terhadap manajemen, dan ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor eksternal (SAS No. 90). Investor institusional dapat berperan dalam monitoring agen perusahaan. Investor ini dapat mempengaruhi jalannya perusahaan karena hak voting yang mereka miliki. Hak voting tersebut mampu mempengaruhi keputusan manajemen, seperti keputusan investasi. Bathala (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh institusi merupakan salah satu monitoring penting yang dapat memainkan peranan aktif dan konsisten dalam melindungi investasi saham yang dipertaruhkan dalam perusahaan. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Shleifer dan Vishny (1986) menyatakan bahwa dengan adanya konsentrasi kepemilikan, para pemegang saham besar seperti institutional investor dapat menjalankan monitoring terhadap tim manajemen secara lebih efektif, sehingga akan membatasi perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer. Komisaris independen dapat digunakan untuk mengurangi agency conflict karena komisaris independen dapat mengkomunikasikan tujuan dan keinginan pemegang saham kepada para manajer. Munter dan Kren (1995) menyatakan bahwa keanggotaan eksternal board dapat mendorong terciptanya sistem manajemen yang jelas dan membatasi perilaku oportunistik manajer. Semakin meningkat komisaris independen, keputusan yang sejalan dengan kepentingan pemegang saham semakin meningkat (Weisbach, 1998). Dewan komisaris merupakan puncak dari sistem pengendalian pada perusahaan besar yang memiliki peran ganda, yaitu peran untuk memonitor dan sebagai pengesahan. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa pengendalian keputusan yang efektif merupakan fungsi positif dari rasio dewan komisaris eksternal dengan total keanggotaan dewan komisaris. Dewan komisaris harus memantau keefektifan praktik pengelolaan korporasi yang baik yang diterapkan perseroan. Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen.
149
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
Dewan komisaris bertanggungjawab terhadap pengawasan dan pemberian saran kepada manajemen agar bertindak sesuai dengan kepentingan perusahaan dan pemegang saham (Daniri, 2005). Jumlah dewan komisaris disesuaikan dengan tingkat diversifikasi atau besarnya perusahaan (Yermack, 1996). Fama (1980) menyatakan bahwa keefektifan kinerja dewan komisaris merupakan kombinasi kinerja dewan yang berasal dari dalam dan dari luar perusahaan. Dewan komisaris eksternal akan menurunkan kemungkinan manajer berkolusi dengan dewan komisaris (Fama, 1980; Fama dan Jensen, 1983). Dewan komisaris internal akan memonitor aktivitas manajer secara lebih efektif karena lebih mengetahui kinerja perusahaan dari pengalaman sebelumnya (Fama, 1980). Corporate governance merupakan elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya (OECD, 1999). Berkaitan dengan agency conflict, corporate governance diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa return diterima atas dana yang diinvestasikan. Good corporate governance harus memberikan insentif yang tepat untuk dewan komisaris serta manajemen dalam rangka mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan dari sisi kepentingan perusahaan dan para pemegang saham dan juga harus dapat memfasilitasi monitoring yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya secara efisien (OECD, 1999). Kualitas audit selain ditentukan oleh faktor tim audit juga ditentukan oleh pengalaman teknis dan pengalaman dalam industri, responsif terhadap kebutuhan klien, dan komunikasi yang baik dengan klien (Carcello et. al., 1992). Dalam literatur agency dan contracting menyatakan bahwa semakin tinggi biaya keagenan (biaya konflik) maka semakin besar tuntutan terhadap kualitas audit yang lebih tinggi baik oleh manajer maupun pemegang saham (Watts dan Zimmerman, 1986). Dalam teori contracting, akuntansi berperan penting dalam pembuatan kontrak dan melakukan monitoring. Fungsi auditor adalah sebagai pihak yang memberikan kepastian terhadap kewajaran atas laporan keuangan sebagai cerminan dari kinerja perusahaan. Auditor berfungsi melaporkan
150
pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, seperti pelanggaran kontrak utang oleh debitur. Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak memiliki suatu kepentingan dengan kliennya (IAI, 1994). Manajemen laba merupakan suatu cara untuk menyajikan informasi laba kepada publik yang sudah disesuaikan dengan kepentingan perusahaan. Praktik manajemen laba terjadi apabila terdapat asimetri informasi antara pihak eksternal dengan pihak internal perusahaan. Praktik manajemen laba dapat dilakukan dengan banyak cara antara lain adalah melalui pemilihan suatu sekumpulan kebijakan akuntansi, melalui pengelolaan akrual, dan dengan menggunakan debt equity swap. Manajemen laba yang dilakukan oleh para manajer diduga bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan maupun bertujuan untuk menurunkan kinerja perusahaan. Healy (1985) dalam Amanah (2002) menyatakan bahwa para manajer akan secara oportunis mengelola laba untuk memaksimalkan bonusnya apabila perusahaan telah merencanakan program bonus. Sehingga manajer dapat mengatur dan mengendalikan untuk menaikkan atau menurunkan laba untuk mencapai bonus. Alasan lain manajer melakukan manajemen laba adalah untuk memenuhi suatu perjanjian utang jangka panjang yang bertujuan untuk melindungi peminjam dari tindakan para manajer. Zimmerman (1996) menyatakan bahwa angka-angka akuntansi dapat dipergunakan untuk mengendalikan perjanjian utang dengan tujuan untuk membatasi keputusan investasi dan pendanaan yang dapat mengakibatkan menurunnya nilai perusahaan. Para manajer melakukan manajemen laba juga karena alasan
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
pajak. Otoritas pajak memiliki kecenderungan untuk menekankan pada prosedur aktivitas yang digunakan untuk menghitung pajak pendapatan dan hal tersebut dapat mengurangi kesempatan perusahaan dalam memanipulasi keuntungan yang diperoleh perusahaan. Manajemen laba dapat diketahui dengan menggunakan berbagai metode yaitu perubahan metode akuntansi, pengelolaan akrual, dan dengan menggunakan debt equity swap. Jones (1991) menyatakan bahwa manajemen laba dilakukan dengan menggunakan komponen discretionary accruals. Manajemen laba didasarkan pada teori akuntansi positif yang dalam hal ini manajer melakukan prediksi yang lebih baik dengan menggunakan metode akuntansi untuk menghasilkan suatu informasi yang sesuai dengan keinginan manajer untuk meminimumkan biaya perjanjian. Gunarsih (2002) dalam Hapsoro (2006) menyatakan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang, kepemilikan institusional domestik dalam jumlah besar justru merepresentasikan kepentingan diri sendiri dan mengorbankan kepentingan pemegang saham minoritas. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kepemilikan perusahaan oleh institusi domestik berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham perusahaan oleh institusi domestik akan menurunkan kegiatan monitoring yang dilakukan oleh pemegang saham institusi domestik sehingga kinerja perusahaan akan semakin menurun. Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Proporsi kepemilikan institusi domestik berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Evans et al. (2002) dalam Setyapurnama (2005) menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berhubungan secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan Fuerst dan Kang (2001) menunjukkan adanya hubungan positif antara komisaris independen dengan kinerja perusahaan. Mayangsari (2003) membuktikan bahwa komisaris independen berpengaruh secara negatif terhadap integritas laporan keuangan. Hal ini membuktikan bahwa komisaris independen tidak mempengaruhi kualitas laporan keuangan sebagai cerminan kinerja perusahaan. Fama dan Jensen (1983) serta Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa semakin besar
proporsi komisaris independen maka semakin efektif peranan komisaris independen di dalam melaksanakan fungsi monitoring terhadap perilaku oportunis manajemen. Perilaku oportunis manajemen yang dimonitor dengan baik oleh komisaris independen akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Proporsi komisaris independen berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Mayangsari (2003) menemukan adanya hubungan negatif antara komite audit dengan integritas laporan keuangan yang merupakan cerminan dari kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit kurang efektif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Coller dan Gregory (1990) menyatakan bahwa pembentukan komite audit berhubungan secara positif dengan meningkatnya diversifikasi saham yang dilakukan pemegang saham karena komite audit digunakan untuk meningkatkan kualitas informasi sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Beasly (1996) menyatakan bahwa ekstensi dari keberadaan komite audit mengindikasikan tingginya kualitas pemonitoran terhadap perusahaan sehingga akan meminimalkan tindakan-tindakan manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Mc Mullen (1996) membuktikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat dan berkurangnya terjadi kecurangan manajemen dan tindakan ilegal sehingga adanya komite audit berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Ukuran komite audit berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Yermack (1996), Eisenberg et al. (1998), dan Belkhir (2004) dalam Hapsoro (2006) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kinerja perusahaan apabila ukuran dewan komisaris meningkat. Kaplan dan Reishus (1990) membuktikan bahwa perusahaan dengan proporsi dewan komisaris yang lebih tinggi mempunyai kinerja yang lebih baik. Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Proporsi dewan komisaris berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan.
151
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit (Watts dan Zimmerman, 1986). Teoh dan Wong (1993) menyatakan bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan earnings response coefficient (ERC). Mereka menunjukkan bahwa kualitas audit yang diproksikan dengan brand name (big eight vs non big eight) berhubungan positif dengan ERC. Palmrose (1988) menunjukkan bahwa auditor yang berasal dari kantor akuntan non big eight lebih sering berhadapan dengan risiko litigasi dibandingkan auditor yang berasal dari kantor akuntan big eight. Lennox (1999) membuktikan bahwa auditor dari kantor akuntan big eight lebih akurat dibanding auditor dari kantor akuntan non big eight. Berarti bahwa kualitas audit mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. De Angelo (1981) menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji pengaruh independensi dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan dan hal ini sangat menentukan kinerja perusahaan. Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Kualitas audit berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Jones (1991) menyatakan bahwa perusahaan domestik mendapatkan keuntungan atas proteksi dari melakukan manajemen laba pada tahun pertama sebelum dilakukannya investigasi. De Angelo et al. (1994) menggunakan metode akrual untuk mengetahui indikasi dilakukannya manajemen laba. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa akrual bernilai negatif lebih besar daripada perusahaan kontrol. Penurunan laba merefleksikan keputusan ekonomi secara riil oleh perusahaan dalam merespon kegagalan perusahaan meskipun terdapat tekanan atas pembayaran dividen, hal ini mengakibatkan kinerja perusahaan semakin buruk (De Angelo et al., 1994). Defond dan Jiambalvo (1994) menyatakan bahwa perjanjian utang yang difokuskan pada abnormal return sebagai ukuran manipulasi laba mempunyai potensi untuk menyatakan
152
strategi manipulasi yang sangat halus sehubungan dengan pengakuan revenue dan expense. Sweeney (1994) membuktikan bahwa manajer yang memiliki fleksibilitas, dalam memilih prosedur akuntansi dan menanggung biaya kegagalan cenderung untuk melakukan perubahan prosedur akuntansi yang dapat meningkatkan laba daripada perusahaan yang tidak memiliki fleksibilitas prosedur akuntansi diyakini mampu meningkatkan kinerja perusahaan (Subramanyam, 1996). Berdasarkan argumen tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6: Earnings management berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Dengan metode tersebut sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan. Sampel dipilih atas dasar kriteria 1)Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. 2) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 sampai dengan 31 Desember 2006; dan 3) Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tidak melakukan transaksi akuisisi dan merger sejak 31 Desember 2003 sampai dengan 31 Desember 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa nilai kas, nilai buku aktiva, nilai aktiva lancar, nilai buku aktiva tetap, nilai utang lancar, nilai total utang, nilai ekuitas, nilai pendapatan, nilai biaya depresiasi, harga pasar saham biasa, harga pasar saham preferen, susunan direksi, komisaris, dan komite audit . Data tersebut diperoleh dari Jakarta Stock Exchange data base dan Indonesian Capital Market Directory serta Indonesian Securities Market Data base tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan, sedang variabel independen adalah kepemilikan institusi domestik (INSTD), komisaris independen (KIND), komite audit (KAUD), dewan komisaris (DKOM), kualitas audit (KUA), earnings management (DISCRET), LnASSETS, dan DER Metode analisis data yang digunakan dalam
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
penelitian ini adalah analisis multiple regression dengan bantuan program statistik SPSS for windows release 13. Pada analisis ini semua variabel independen diregres terhadap variabel dependen sehingga diperoleh koefisien regresi yang layak sebagai regresor berdasarkan nilai t. Model dalam penelitian ini adalah: FirmPerform it = a0 + a1INSTDit + a2KINDit + a3KAUDit + a4DKOMit + a5KUAit + a6DISCRET + a7LnASSit + a8DERit + å Keterangan: FirmPerform: Kinerja perusahaan, yang diukur dengan menggunakan Tobin’s Q yang dihitung dengan rumus: INSTD: Kepemilikan institusi domestik, yang ditunjukkan dengan persentase jumlah saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh institusi domestik dibagi dengan jumlah saham beredar. KIND: Komisaris independen merupakan proporsi jumlah komisaris independen dalam perusahaan terhadap jumlah dewan komisaris. KAUD: Komite audit diukur dari jumlah komite audit yang dimiliki perusahaan. KUA: Kualitas audit merupakan variabel dummy, 0 jika diaudit oleh kantor akuntan non big four dan 1 jika diaudit oleh kantor akuntan big four.
DKOM:
Ukuran dewan komisaris diukur dengan menggunakan proporsi antara jumlah dewan komisaris terhadap jumlah dewan direksi dan dewan komisaris dalam perusahaan. DISCRET: Earnings management diukur dengan menggunakan variabel dummy, 1 jika perusahaan memiliki discretionary accruals positif dan 0 jika perusahaan memiliki discretionary accruals negatif. LnASSETS: Logaritma natural dari ukuran perusahaan yaitu total asset DER: Rasio total kewajiban dibagi total ekuitas. HASIL PENELITIAN Perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan adalah 108 perusahaan setiap tahunnya. Penelitian ini menggunakan periode pengamatan tahun 2003 sampai dengan 2006, sehingga total sampel berjumlah 432. Gambaran umum mengenai data penelitian, dapat dilihat dari statistik deskriptif pada Tabel 1. Hasil output tersebut menunjukkan bahwa dari 432 sampel, variabel FirmPerform yang diproksikan dengan Tobin’s q memiliki nilai rata-rata sebesar 69,37% dengan deviasi standar sebesar 75,79%. Deviasi standar yang cukup besar ini menunjukkan banyaknya variance yang cukup besar, dari FirmPerform terkecil
Tabel 1 Descriptive Statistics N FirmPerform INSTD KIND KAUD DKOM KUA DISCRET LnASSETS DER Valid N (listwise)
432 432 432 432 432 432 432 432 432 432
Minimum .0013 .0000 .0000 .0000 .2222 .0000 .0000 23.2225 -4386.72
Maximum 7.3833 .9800 1.0000 5.0000 .7143 1.0000 1.0000 31.6902 1114097
Mean .693694 .412062 .272947 .974537 .464719 .543981 .777778 27.280931 2569.184
Std. Deviation .7579380 .2868538 .1856428 1.4375797 .0902352 .4986393 .4162217 1.5287569 53603.49841
153
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
154
yang tidak bias. Uji normalitas ini dapat dilihat pada kurva distribusi yang dihasilkan dari persamaan estimasi yang diolah dengan menggunakan SPSS. Hasil dari olahan SPSS tersebut adalah sebagai berikut: Histogram
Dependent Variable: FirmPerform
150
Frequency
(0,13%) sampai dengan FirmPerform terbesar (738.33%). Variabel INSTD merupakan kepemilikan institusi domestik sebagai salah satu proksi dari kualitas corporate governance mempunyai nilai rata-rata sebesar 41,21% dengan deviasi standar sebesar 28,69%. Variabel KIND merupakan komisaris independen juga merupakan salah satu proksi dari kualitas corporate governance mempunyai nilai rata-rata sebesar 27,29% dengan deviasi standar sebesar 18,56%. Variabel KAUD adalah ukuran komite audit merupakan jumlah komite audit sebagai proksi dari kualitas corporate governance yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 97,45% dengan standar deviasi 143,76%. Variabel DKOM adalah proporsi dewan komisaris yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 46,47% dengan deviasi standar sebesar 9,02%. Berdasarkan keempat proksi kualitas corporate governance, hanya variabel DKOM yang memiliki deviasi standar paling kecil. Hal ini menunjukkan tidak banyaknya variance atau kesenjangan yang cukup besar dalam proporsi dewan komisaris, yaitu dari DKOM terkecil (22,22%) sampai dengan DKOM tertinggi (71,43%). Variabel KUA adalah proksi dari kualitas audit yang merupakan variabel dummy, yaitu KAP big four atau non big four yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 54,40% dengan deviasi standar sebesar 49,86%. Berdasarkan 432 sampel yang diteliti, ada 234 sampel yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP big four. Variabel DISCRET adalah discretionary accrual sebagai proksi earnings management yang merupakan variabel dummy, yaitu discretionary accrual positif dan negatif yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 77,78% dengan deviasi standar sebesar 41,62%. Berdasarkan 432 sampel yang diteliti, ada 336 sampel yang memiliki discretionary accrual positif. Variabel LnASSETS dan DER merupakan variabel kontrol. Variabel LnASSETS adalah logaritma natural dari total assets yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 2728,09% dengan deviasi standar sebesar 152,88%. Variabel DER adalah leverage yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 256918,4% dengan standar deviasi sebesar 5360349,84%. Kedua variabel ini merupakan variabel yang memiliki variance terbesar atau kesenjangan yang cukup besar antara nilai terkecil dan terbesar dari kedua variabel tersebut. Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah residual berdistribusi normal, agar dihasilkan estimasi
100
50
Mean = -9.98E-16 Std. Dev. = 0.991 N = 432
0 -2
0
2
4
6
8
10
Regression Standardized Residual
Gambar 1 Kurva Normalitas Hasil output tersebut menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Hal ini terlihat pada kurva distribusi, sehingga disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi antarvariabel independen. Multikolinieritas muncul jika terdapat hubungan linear yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel dari model yang ada. Jika dalam model terdapat multikolinearitas, maka mengakibatkan koefisien regresi yang diperoleh tidak tertentu atau kesalahan standarnya tidak terhingga, sehingga menimbulkan bias dalam spesifikasi. Multikolinearitas dapat dideteksi dari besaran variance inflasion factor (VIF) dan tolerance value. Beta dari tolerance value adalah 0,10 dan beta VIF adalah10 (Hair et. al., 1995). Model regresi terdapat multikolinieritas jika tolerance value di atas 0,10 atau VIF di bawah 10. Model bebas multikolinearitas jika tolerance value di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10. Output yang diproleh dari SPSS pada penelitian ini adalah:
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
Tabel 2 Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model 1
INSTD KIND KAUD DKOM KUA DISCRET LnASSETS DER
Collinearity Statistics Tolerance VIF .907 1.102 .975 1.026 .949 1.054 .957 1.045 .839 1.192 .959 1.042 .912 1.096 .972 1.028
a. Dependent Variable: FirmPerform
Berdasarkan SPSS output tersebut, dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut bebas multikolinearitas. Hal ini ditunjukkan dengan semua variabel independen yang mempunyai tolerance value di atas 0,10 atau nilai VIF di bawah 10. Pengujian autokorelasi dilakukan untuk membuktikan apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara residual pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Jika terdapat korelasi antara residual maka terjadi masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi terhadap variabel-variabel yang diuji, dilakukan pengujian Durbin Watson (DW) dari SPSS output sebagai berikut: Berdasarkan hasil olahan SPSS tersebut, nilai DW 1,988 berada pada batas du (1,66) dan 4du (2,34) (Wardhani dan Algifari, 2007). Hal ini menunjukkkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model regresi yang digunakan dalam penelitian ini.
Pengujian heteroskedastistias dilakukan untuk membuktikan apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya variabel yang heteroskedastisitas dapat diuji dengan menggunakan uji Glejser. Pengujian ini dilakukan dengan mengkuadratkan nilai residual dan selanjutnya melakukan regresi terhadap variabelvariabel independen. SPSS output dari pengujian Glejser adalah sebagai berikut: Hasil pengujian Glejser menunjukkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Hal ini terbukti karena semua koefisien regresi estimasi tidak signifikan (>0,05). Ini berarti bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap error, sehingga disimpulkan dalam persamaan regresi estimasi tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Persamaan multiple regression dari hasil pengujian dinyatakan sebagai berikut: FirmPerform = 0,527 + 0,269INSTD + 0,183KIND – 0,067KAUD + 0,189DKOM – 0,189KUA – 0,185DISCRET + 0,008LnASSETS – 0,000000082DER + ε Persamaan tersebut diperoleh dari hasil output SPSS pengujian multiple regression sebagai berikut: PEMBAHASAN Pengujian terhadap hipotesis pertama (H1) menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,039 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusi domestik
Tabel 3 Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R R Square .260a .068
Adjusted R Square .050
Std. Error of the Estimate .7387588
DurbinWatson 1.988
a. Predictors: (Constant), DER, KIND, DISCRET, INSTD, DKOM, KAUD, LnASSETS, KUA b. Dependent Variable: FirmPerform
155
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
Tabel 4 Uji Glejser Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 4.159 2.771 INSTD .926 .535 KIND .760 .798 KAUD -.183 .104 DKOM -.007 1.656 KUA -.350 .320 DISCRET -.497 .359 LnASSETS -.127 .100 DER 4.88E-007 .000
Standardized Coefficients Beta .087 .046 -.086 .000 -.057 -.068 -.063 .009
t 1.501 1.731 .953 -1.753 -.004 -1.094 -1.385 -1.265 .177
Sig. .134 .084 .341 .080 .997 .274 .167 .206 .860
a. Dependent Variable: e2
Tabel 5 Uji Hipotesis Coefficientsa
Model 1
(Constant) INSTD KIND KAUD DKOM KUA DISCRET LnASSETS DER
Unstandardized Coefficients B Std. Error .527 .674 .269 .130 .183 .194 -.067 .025 .189 .403 -.189 .078 -.185 .087 .008 .024 -8.2E-008 .000
Standardized Coefficients Beta .102 .045 -.128 .022 -.124 -.102 .017 -.006
t .781 2.069 .941 -2.651 .469 -2.421 -2.120 .347 -.122
Sig. .435 .039 .347 .008 .639 .016 .035 .729 .903
a. Dependent Variable: FirmPerform
berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh institusi domestik, kinerja perusahaan semakin baik. Meskipun hasil yang ditunjukkan signifikan tetapi arahnya berlawanan dengan yang diharapkan, sehingga hasil pengujian ini menolak H1 karena tidak sesuai dengan arah yang diharapkan. Dapat disimpulkan bahwa besarnya proporsi kepemilikan saham oleh institusi domestik
156
dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena merasa memiliki perusahaan dan akan berperan secara optimal untuk mendorong manajer agar menjalankan tugasnya secara tepat untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pengujian terhadap hipotesis kedua (H2) menunjukkan hasil yang secara statistik tidak signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,347 (>0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi komisaris independen
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, sehingga hasil pengujian ini menolak H2. Hasil pengujian hipotesis kedua ini menunjukkan bahwa besarnya proporsi komisaris independen tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. Kenaikan dan penurunan kinerja perusahaan lebih dipengaruhi oleh faktor lain selain proporsi komisaris independen. Pengujian terhadap hipotesis ketiga (H3) menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,008 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menolak H3 karena arahnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu ukuran komite audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah komite audit, semakin baik kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan karena diantara anggota komite audit sering terjadi perbedaan persepsi dalam menjalankan tugasnya, sehingga banyak tugas-tugas yang dikerjakan oleh komite audit bertolak belakang dengan harapan perusahaan. Selain itu, banyaknya anggota komite audit kurang baik bagi perusahaan karena banyak tugas yang terpecah, sehingga menyebabkan komite audit kurang fokus dalam menjalankan tugasnya. Hal ini menyebabkan kinerja perusahaan menjadi semakin buruk. Pengujian terhadap hipotesis keempat (H4) menunjukkan hasil yang secara statistik tidak signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,639 (>0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menolak H4. Hal ini menunjukkan bahwa naik turunnya kinerja perusahaan tidak dipengaruhi oleh proporsi dewan komisaris, tetapi kinerja perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang lebih dominan. Pengujian terhadap hipotesis kelima (H5) menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,013 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Meskipun hasil yang didapatkan signifikan tetapi arahnya berlawanan dengan yang diharapkan, sehingga hasil pengujian ini menolak H5 yang menyatakan bahwa kualitas audit
berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP big four, kinerjanya belum tentu baik. Hal ini disebabkan perusahaan menggunakan KAP big four hanya untuk mengangkat image perusahaan dan untuk menutupi kinerjanya yang buruk. KAP big four dipandang mampu mempengaruhi opini publik terhadap kinerja perusahaan untuk mengangkat nilai perusahaan. Pengujian terhadap hipotesis keenam (H6) menunjukkan hasil yang secara statistik signifikan pada á = 0,05, ditunjukkan dengan angka signifikansi sebesar 0,035 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa earnings management berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menolak H6 karena arah yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ditemukannya indikasi manajemen laba oleh perusahaan, maka kinerja perusahaan semakin baik. Pasar akan merespon negatif terhadap perusahaan yang telah melakukan praktik manajemen laba, sehingga akan menyebabkan kinerja perusahaan menjadi semakin buruk. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menguji tiga hal. Pertama, menguji pengaruh kualitas corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Kualitas corporate governance diproksikan dengan empat variabel, yaitu kepemilikan institusi domestik, komisaris independen, komite audit, dan dewan komisaris. Kedua, menguji pengaruh kualitas audit terhadap kinerja perusahaan. Kualitas audit diproksikan dengan KAP big four dan non big four. Ketiga, menguji pengaruh earnings management terhadap kinerja perusahaan. Untuk mengendalikan data digunakan variabel independen lainnya, yaitu logaritma natural total assets dan debt to equity ratio. Penelitian ini memberikan beberapa bukti empiris, yaitu 1) Tidak semua elemen corporate governance berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Institusi domestik berpengaruh secara positif terhadap kinerja perusahaan. Ini berarti bahwa semakin banyak proporsi kepemilikan perusahaan oleh institusi domestik, maka kinerja perusahaan akan semakin baik; 2) Ukuran komite
157
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa semakin kecil jumlah komite audit dalam perusahaan, maka kinerja perusahaan akan semakin baik; 3) Kualitas audit merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa audit yang berkualitas akan menurunkan kinerja perusahaan; 4) Earnings management merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa earnings management berpengaruh secara negatif terhadap kinerja perusahaan. Ini berarti bahwa semakin kecil indikasi untuk melakukan earnings management, maka kinerja perusahaan akan meningkat.
dari industri yang berbeda; 3) Penelitian selanjutnya memasukkan semua elemen corporate governance; dan 4) Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan beberapa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Beasley, M. 1996. “An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statements Fraud”. Accounting Review 71: 443-465. Black, Bernard S. 2001. “The Corporate Governance Behavior and Market Value of Russian Firms”. Emerging Markets Review, Vol. 2: 89-108.
Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang dapat dijadikan sebagai bahan revisi untuk penelitian selanjutnya adalah 1) Pemilihan sampel tidak memasukkan industri perbankan, keuangan, dan asuransi. Hal ini menyebabkan pengaruh kualitas corporate governance, kualitas audit, dan earnings management terhadap kinerja perusahaan belum dapat digeneralisasi; 2) Penelitian ini hanya menggunakan laporan keuangan selama empat tahun (2003-2006). Ini merupakan salah satu keterbatasan, karena jika digunakan waktu pengamatan yang lebih panjang akan lebih mencerminkan keadaan yang mendekati kenyataan; 3) Penggunaan variabel kepemilikan institusi domestik, komisaris independen, dewan komisaris, dan komite audit hanya memenuhi beberapa elemen penting dalam corporate goverance. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain informasi data mengenai variabel corporate governance yang dipublikasikan oleh setiap perusahaan tidak lengkap dan belum semua perusahaan menerapkan elemen corporate governance secara lengkap. Saran Penelitian ini memberikan saran, yaitu 1) Jumlah sampel dapat diambil dengan periode pengamatan yang lebih panjang; 2) Penelitian selanjutnya mengambil sampel
158
Black, Bernard S; H.Jang; dan W.Kim. 2003. Does Corporate Governance Affect Firm Value? Evidence From Korea. http://papers.ssrn.com. Brickley, J., dan James, C. 1987. “The Takeover Market, Corporate Board Composition and Ownership Structure: The Case of Banking”. Journal of Law and Economies, 30: 161-180. Cai, F., Kaul, G, dan Lu, Z. 2001. “Institutional Trading and Stock Returns”. Working Paper, University of Michigan. Carcello, J.V., R.H. Hermanson dan N.T. McGrath. 1992. “Audit Quality Attributes: The Perceptions of Audit Partners, Preperens, and Financial Statement User Auditing”. A Journal of Practice & Theory II (Spring): 1-15. Cotter, Julie dan Mark Silvester. 2003. “Board and Monitoring Committee Independent”. ABACUS, 39: 211-232. Dalton, D.R.; J.L. Johnson; dan A.E.Ellstrand. 1999. “Number of Directors and Financial Performance: A Meta-Analysis”. Academy of Management Journal, Vol. 42. No. 6: 674-686.
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
Darmawan, Deni; Khomsiyah; dan Rahayu, Rika G. 2004. “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 8, No. 1: 65-81. Eisenhardt, Kathleen M. 1989. “Agency Theory: An Assesment and Review”. Academy of Management Review, Vol. 14. No. 1: 57-74. Evans, John, Robert Evans, dan Serena Loh. 2002. “Corporate Governance and Declining Firm Performance”. International Journal of Business Studies (June): 1-18.
IKAI. 2004. Efektifitas Mekanisme Oversight oleh Komisaris dan Komite Audit dalam Struktur Governance di Indonesia. www.google.com. Jensen, M.C. 1993. “The Modem Industrial Revolution, Exit and Failure of Internal Control System”. Journal of Finance, Vol. 48: 831-880. Jensen, Michael C, dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics 3: 305-360.
Fama, Eugene F. 1980. “Agency Problems and The Theory of The Firm”. Journal of Political Economics. 88, No. 2 (April): 288-307.
Jinarat, V. dan Quang, T. 2003. “The Impact of Good Governance on Organization Performance After The Asian Crisis in Thailand”. Asia Pacific Business Review, Vol (21): 21-42.
Fuerst, Oren dan Sok-Hyong Kang. 2004. “Corporate Governance, Expected Operating Performance, and Pricing”. Corporate Ownership and Control (Winter): 13-30.
Johnson, S., Boone, P., Breach., dan Friedman, E. 2000. “Corporate Governance in Asian Financial Crisis”. Journal of Financial Economies, Vol(58): 141-186.
FCGI. 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Jilid 1. FCGI. Edisi 3.
Keasey, K. dan Wright, M. 1977. Corporate Governance, Accountability and Enterprise. Singapore: John Wiley and Son. 1-21.
FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II. FCGI. Edisi 2. Gompers, P. A., J. L. Ishii, dan A. Metrick. 2003. “Corporate Governance and equity prices”. Quarterly Journal of Accounting Research, Vol(118): 107-155. Hapsoro, Dody. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Transparansi dan Konsekuensi Ekonomis: Studi Empiris di Pasar Modal Indonesia. Disertasi Doktor UGM, 2006. Hermalin, Benjamine dan Michael S. Welsbach. 2003. “Board of Director as an Endogenously Determined Institution: A Survey of the Economic Literatur”. Economic Policy Review (April): 726.
Klapper, Leora F. and I. Love. 2002. Corporate Governance, Investor Protection, and Performance in Emerging Markets. World Bank Working Paper. http://ssrn.com. Lennox, Clive S. 2002. Audit Quality and Auditor Switching. Working Paper, University of Bristol. Lukuhay, Jos. 2002. Tata Pamong dan Nilai Perusahaan. Warta Ekonomi, No.21/XIV/2 September. Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta Mekanisme Corporate Governance Terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Mehran, H., dan Cole, R.A. 1998. “The Effect of Changes in Ownership Structure on Performance: Evidence From The Thrift Industry”. Journal of
159
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 145-161
Financial Economics, Vol. 50: 291-317. Mitton, T. 2002. “A Cross-Firm Analysis of The Impact of Corporate Governance on The East Asian Financial Crisis”. Journal of Financial Economics. Morck, R., Shleifer, A dan Vishny, R.W. 1988. “Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis”. Journal of Financial Economics, Vol. 20. N. K. Chidambaran, Darius Palia, Yudan Zheng. 2006. “Does Better Corporate Governance “Cause” Better Firm Performance?”. Journal of Economics. http://ssrn.com.
Silveira dan Barros. 2007. Corporate Governance Quality and Firm Value in Brazil. http://ssrn.com. Shaw, M.E. 1981. Group Dynamics: The Psychology of Small Group Behavior. Mc Grawhill, New York. Shome, D., dan Singh, S. 1995. “Firm Value and External Block Holdings”. Financial Management, Vol. 24: 3-14. Subramanyam, K.R. 1996. “The ricing of Discretionary Accruals”. Journal of Accounting and Economics. 249-281 Teoh, Siew Hong dan T.J.Wong. 1993. “Perceived Auditor Quality and The Earnings Response Coefficient”. The Accounting Review: 346-366.
OECD. 1999. OECD Principles of Corporate Governance. Palmrose, Z. 1984. “The Demand for Differentiated Audit Services in an Agency Cost Setting”. An Empirical Examination Symposium, Illinois. Pearce, J., dan Zahra, S. 1992. “Board Composition From a Strategic Contingency Perspective”. Journal of Management Studies, 29: 411-438.
Turley, Stuart dan Mahbub Zaman. 2004. “The Corporate Governance Effect of Audit Committees”. Journal of Management and Governance: 305332. Warfield, T., J.J. Wild, dan K. Wild. 1995. “Managerial Ownership Accounting Choice, and Informativeness of Earnings”. Journal of Accounting and Economics, Vol. 20: 61-91.
Pfeffer, J. 1973. “Size Composition and Functions of Hospital Boards of Directory: A Study of Organization Environment Linkage”. Administrative Science Quarterly, 18: 349-364.
Weisbach, M. 1988. “Outside Directory and CEO Turnover”. Journal of Financial Economies, Vol. 20: 431-460.
Rafick, Ishack. 2002. Menggugat Fungsi Komisaris Independen. SWA, No.15/XVII/15 Juli-7 Agustus.
Wardhani, Shita Lusi dan Algifari. 2007. Teknik Proyeksi Untuk Bisnis dan Ekonomi. BPFE Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta.
Setyapurnama, Raden Yudi Santara. 2005. Pengaruh Corporate Governance dan Kualitas Audit Terhadap Peringkat dan Yield Obligasi. Tesis Magister Sains UGM, 2005.
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall International Inc.
Shivdasani, A. 1993. “Board Composition, Ownership Structure, and Hostile Takeovers”. Journal of Accounting and Economics, Vol 16l: 167-198. Shleiver, A. dan R. W. Vishny. 1997. “A Survey of Corporate Governance”. Journal of Finance 52.
160
Yermarck, D. 1996. “Higher Market Valuation of a Company With a Small Board of Directors”. Journal of Financial Economics. Vol. 40: 185-221.. Zhuang, Jushing, David Edwards, David Web, Ma. Virginita A. Capulong. 2000. Corporate Governance and Finance in East Asia- a Study of
PENGARUH KUALITAS CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS AUDIT,............... (Serli Ike Ari Susanti)
Indonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philippines, and Thailand. Asia Development Bank. Manila.
161
ISSN: 1978-3116 ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN............... (Rini Handayani dan Sutianingsih)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 163-172
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN KEMAMPUAN PERUSAHAAN MENGAKSES MODAL EKSTERNAL Rini Handayani Sutianingsih STIE Atma Bhakti Program Studi Manajemen Jalan Letjen Sutoyo Nomor 43, Cengklik, Surakarta Telepon +62 271 852523, Fax. +62 271 855474 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
The objective of this study is to examine influence of the quality financial information on performance and ability on access capital external. The reason why this study has to be done is because SMEs has become majority business in Indonesia, which has strategic role in making job opportunities wider and increasing income. Therefore, SMEs performance need to improved and some factors which has influence SMEs performance need to be studied. The study is based on the model proposed by Sarapaivanich dan Kotey (2006). Data used in this study is primary data based on questionnaires distributed to SMEs in Surakarta. One hundred ninety questionnaires have sent to SMEs, 85 questionnaires were returned, and only 67 questionnaires can be used. The data were analyzed by using multiple regression by SPSS 16 software. The result of study show that quality financial information has statistically significant positive influence on performance and on ability to access capital external. A significant positive influence of ability to access capital external on performance was also found.
Peran penting usaha kecil menengah (UKM) terus meningkat dalam perekonomian di banyak negara. Suatu realitas yang tidak dapat dipungkiri bahwa UKM selama ini memiliki andil yang cukup besar dalam menompang roda ekonomi di Indonesia. Bahkan pada saat krisis ekonomi yang terjadi, UKM masih tetap eksis di antara perusahaan besar karena kemampuan untuk merespon krisis ekonomi secara cepat dan fleksibel dibandingkan kemampuan pada perusahaaan besar (Berry dkk.,2001). Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa pada tahun 2006 terdapat 43,22 juta unit UKM atau 99,9% dari total pelaku usaha di Indonesia. Berdasarkan data empiris, UKM memiliki peran dalam memperluas kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, pengembangan kewirausahaan, dan pemanfaatan yang efektif dari sumber daya regional (Muharram, 2007). Peran penting UKM pada pembangunan ekonomi bergantung pada kinerjanya yaitu tingkat pertumbuhan dan profitabilitas (Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Pengembangan kinerja UKM diharapkan dapat meningkatkan kontribusi substansial UKM pada perekonomian nasional melalui peningkatan PDB dan memperluas lapangan kerja.
Keywords : quality financial information, performance, ability to access capital external
163
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 163-172
Beberapa literatur mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja UKM, khususnya faktor kemampuan untuk mengakses modal eksternal (Blackwood dan Mowl, 2000; Bukvic dan Bartlett, 2003; Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Bagi UKM, modal memegang peran sangat penting dalam kemajuan usaha. Modal yang kuat tentunya akan memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pertumbuhan UKM. Namun, ada kalanya pemiliki UKM tidak memiliki modal yang cukup untuk membiayai usahanya, sehingga membutuhkan bantuan modal dari pihak eskternal. Untuk memperoleh modal eksternal bukan merupakan hal yang mudah bagi UKM. Salah satu sebab kesulitan UKM untuk memperoleh modal eksternal adalah karena UKM tidak mempersiapkan secara matang investasi yang akan dilakukan sehingga UKM kurang memiliki pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan untuk meyakinkan investor (Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Salah satu informasi yang dibutuhkan oleh investor adalah informasi keuangan. Informasi keuangan menyediakan semua data yang diperlukan untuk operasional utama dan sebagai petunjuk pengendalian sumber daya yang digunakan. Selain itu informasi keuangan mencerminkan kinerja yang telah dicapai oleh UKM. Menurut Peacock (2000), data dalam informasi keuangan akan membantu perusahaan untuk membuat keputusan-keputusan strategis, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja UKM. Di Indonesia, banyak UKM yang belum mempunyai informasi keuangan yang berkualitas. Hal ini menyebabkan para investor enggan untuk mengalirkan modal karena menganggap UKM kurang profesional dalam menjalankan bisnisnya. Kesulitan UKM untuk mendapatkan modal eksternal akan menghambat dan menurunkan kinerja UKM. Penelitian Sarapaivanich dan Kotey (2006) menemukan bukti empiris bahwa untuk meningkatkan kinerja UKM dapat ditentukan dari 2 faktor yaitu kualitas informasi keuangan yang dimilikinya dan kemampuan UKM tersebut untuk mengakses modal dari pihak eksternal. UKM yang memiliki informasi keuangan yang berkualitas mempermudah untuk memperoleh pinjaman modal untuk membiayai usahanya sehingga akan meningkatkan kinerja UKM tersebut. Penelitian tersebut dilakukan dengan kondisi perekonomian di Thailand. Kondisi perekonomian yang berbeda setiap negara menimbulkan pertanyaan apakah penelitian tersebut
164
dapat diterapkan di negara-negara lain di luar Thailand khususnya Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis pengaruh kualitas informasi keuangan terhadap akses modal eksternal dan kinerja UKM serta menganalisis efek kualitas informasi keuangan terhadap kinerja UKM dengan akses modal eksternal sebagai variabel intervening. Selanjutnya, alasan utama dilakukan penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan kepada pemilik UKM bahwa perlu memperhatikan informasi keuangan perusahaannya karena informasi keuangan yang berkualitas akan mempermudah UKM untuk memperoleh pinjaman modal eksternal dan dengan pinjaman modal eksternal tersebut UKM dapat meningkatkan kinerja perusahaannya. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan bukti empiris mengenai pengaruh kualitas informasi keuangan terhadap kemampuan akses modal eksternal dan kinerja UKM. Selain itu untuk mengetahui bukti empiris tentang pengaruh kemampuan akses modal eksternal terhadap kinerja dan untuk mengetahui bukti empiris tentang pengaruh kualitas informasi terhadap kinerja dengan kemampuan akses modal eksternal sebagai variabel intervening. MATERI DAN METODE PENELITIAN Agency theory dapat menjelaskan mengapa suatu perusahaan khususnya UKM mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit. Konsep agency theory menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara principals dan agents. Di bidang keuangan salah satu bentuk hubungan principals dan agents adalah antara kreditur-debitur. Menurut Sinkey (1992) dalam Meriewati dan Setyani (2005) terdapat dua tipe masalah dalam hubungan principals-agents, yaitu tindakan yang tidak diketahui dan informasi yang tidak diketahui. Munculnya informasi asimetris antara UKM dan investor memicu adanya hidden information. Investor atau kreditur mempunyai lebih sedikit informasi atas prospek dan keadaan keuangan UKM dibanding pemilik UKM, sehingga hal ini akan menyebabkan investor enggan untuk menanamkan dananya pada UKM. Hal inilah yang dianggap sebagai akar permasalahan permodalan di UKM (Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Biaya-biaya agen juga akan timbul dari konflik antara pemilik dan investor, apabila suatu perusahaan menggunakan modal eksternal. Oleh sebab
ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN............... (Rini Handayani dan Sutianingsih)
itu perusahaan terutama perusahaan berskala kecil (UKM) akan menghindari hutang atau modal eksternal dan lebih memilih modal internal dalam rangka mengurangi biaya tersebut (Cassar dan Holmes, 2003). Kepercayaan UKM pada modal internal berhubungan pula pada teori pecking order. Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan mempunyai pilihan tertentu dalam berbagai pilihan pendanaan yaitu dana internal, utang, dan dana eksternal (Myers, 1984 dalam Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Tingkatan pilihan pendanaan tersebut didasarkan pada transaksi dan biaya-biaya yang muncul karena adanya informasi asimetris yang berkaitan dengan berbagai sumber pembiayaan. Biayabiaya asimetris yang paling rendah terdapat pada pendanaan internal yang kemudian diikuti oleh biaya asimetris utang dan kemudian dana eksternal. Oleh karena itu, perusahaan menyukai pendanaan dari sumber internal daripada utang atau pendanaan eksternal (Cassar dan Holmes, 2003). Informasi keuangan yang dibuat oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan dan kinerja yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Informasi keuangan tersebut akan digunakan oleh pihak –pihak yang berkepentingan antara lain pemegang saham, investor, manajer, karyawan, pemasok, kreditur, pelanggan, pemerintah, dan pengguna lainnya. Menurut Hall (2007), informasi keuangan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan apabila informasi tersebut berkualitas, artinya informasi tersebut harus relevan, akurasi, tepat waktu, lengkap, dan ringkas. Menurut Sarapaivanich dan Kotey (2006), kualitas informasi keuangan pada perusahaan kecil dapat dilihat dari keakuratan, kelengkapan, ketepatan waktu, dan konsistensinya. Menurut Meriewati dan Setyani (2005), kinerja perusahaan merupakan pengukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas kegiatan perusahaan. Penggunaan informasi keuangan sebagai aspek penilaian kinerja didasarkan atas informasi akuntansi yang mencerminkan nilai sumber daya yang diperoleh perusahaan dari bisnisnya dan juga yang dikorbankan oleh para manajer untuk menjalankan aktivitas bisnis
perusahaan. Holmes dan Kent (2003) menyatakan bahwa penggunaan informasi keuangan yang efektif merupakan hal penting untuk mengakses modal dari sumber eksternal. Dibandingkan dengan perusahaan besar, UKM menghadapi hambatan yang lebih besar pada saat mengakses modal karena informasi keuangan yang dihasilkan UKM kurang akurat sehingga memungkinkan investor tidak dapat menilai kinerja mereka. Sarapaivanich dan Kotey (2006) menyatakan bahwa informasi keuangan yang berkualitas akan mengurangi kerancuan tentang kondisi keuangan UKM, dan meningkatkan kepercayaan pemilik untuk mengakses modal. Informasi keuangan yang dihasilkan secara akurat dan lengkap secara reguler akan menyediakan informasi yang tepat waktu untuk mendukung keputusan pemilik untuk mengakses modal dan meningkatkan kepercayaan dalam mendekati investor. Selain itu informasi keuangan yang berkualitas juga meningkatkan kepercayaan pemilik bahwa akan memperoleh modal dengan biaya-biaya masuk akal atau layak. Berdasarkan uraian teoritis dan beberapa penelitian maka hipotesis pertama dinyatakan: H1: Kualitas informasi keuangan berpengaruh positif terhadap kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal Informasi keuangan akan bermanfaat bagi pengguna apabila informasi tersebut berkualitas sehingga mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan kinerja organisasi Peacock (2000). Hall (2007) menyatakan bahwa karakteristik informasi yang kualitas yaitu relevan, tepat waktu, akurat, lengkap, dan ringkas. Kingkaew dan Limpaphayom (2001) menyatakan bahwa informasi keuangan UKM di Thailand disiapkan oleh para akuntan independen profesional namun sebagian besar informasi keuangan tersebut kurang berkualitas karena dilaporkan tidak tepat waktu sehingga menjadi suatu informasi yang basi. Walaupun demikian menurut Sarapaivanich dan Kotey (2006), manfaat yang akan diperoleh dari informasi keuangan tergantung pada kualitasnya yaitu informasi tersebut harus tepat waktu, akurat, konsisten, dan lengkap. Dengan informasi keuangan yang berkualitas maka pengambilan keputusan akan tepat, sehingga meningkatkan kinerja UKM. Berdasarkan uraian teoritis dan beberapa penelitian maka hipotesis kedua dinyatakan:
165
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 163-172
H2: Kualitas informasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja UKM Kemampuan mengakses modal pada UKM akan mendorong UKM berperan dalam pasar yang digelutinya. Penelitian Sarapaivanich dan Kotey (2006) menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengakses modal eskternal akan menimbulkan reaksi bagi pemilik terhadap adanya peluang investasi baru. Hal ini akan meningkatkan investasi, operasi, dan kinerja perusahaan. Suatu perusahaan tidak akan mengambil peluang investasi yang ada untuk dapat meningkatkan kinerja ketika perusahaan tersebut tidak yakin akan kemampuannya untuk mengakses modal eksternal. Berdasarkan uraian teoritis dan beberapa penelitian maka hipotesis ketiga dinyatakan: H3: Kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal berpengaruh positif terhadap kinerja Kemampuan perusahaan untuk mengakses modal eksternal merupakan hal yang penting dan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan namun faktor tersebut tidak mutlak mempengaruhi kinerja perusahaan. Untuk dapat meningkatkan kinerja maka modal harus dikelola secara efektif (Hughes, 2004 dalam Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Informasi keuangan yang berkualitas digunakan untuk perencanaan dan pengendalian penggunaan modal dalam aktivitas perusahaan. Informasi keuangan memungkinkan UKM untuk memonitor posisi keuangan dan untuk mendeteksi kelemahan bisnis. Informasi keuangan memungkinkan pemilik perusahaan mengukur kinerja bisnisnya terhadap tujuan yang akan dicapai dan untuk memeriksa efektivitas bisnis UKM (Gibson, 1992). Sarapaivanich dan Kotey (2006) menyatakan bahwa kinerja UKM dapat ditingkatkan dengan tersedianya informasi keuangan yang berkualitas dan mudahnya UKM untuk memperoleh modal eksternal. Berdasarkan uraian teoritis tersebut maka hipotesis keempat dinyatakan: H4: Kualitas Informasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja dengan kemampuan akses modal eksternal sebagai variabel intervening Populasi dalam penelitian ini adalah UKM di Surakarta yang terdaftar pada database BPS Surakarta. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pemilik UKM dengan alasan bahwa pemilik UKM adalah orang yang paling mengetahui kondisi keuangan usahanya dan mereka senantiasa berhubungan dengan
166
pihak eksternal. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode probability sampling, yaitu simple random sampling methode. Adapun metode pengumpulan data adalah dengan kuesioner. Tingkat respon di Indonesia yang masih rendah yaitu sebesar 16% (Afrizon, 2002) menyebabkan peneliti mengirimkan kuesioner kepada 190 responden. Setiap UKM yang dipilih akan dikirimi 1 kuesioner karena dalam 1 UKM diwakili oleh 1 orang pemilik sebagai responden Informasi keuangan yang dimiliki perusahaan kecil meliputi neraca, laporan rugi laba, dan laporan aliran kas. Pengukuran kualitas informasi keuangan berdasarkan pada kelengkapan, keakuratan, ketepatan waktu, dan konsistensi (Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Pengukuran tersebut menggunakan 5 skala likert. Kemampuan akses modal eksternal merupakan kemampuan pemilik untuk memperoleh modal dari pihak eksternal (Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Pengukuran variabel ini mengunakan 5 skala Likert. Kinerja dapat diartikan sebagai alasan atau tujuan pemilik dalam menjalankan usahanya yaitu memaksimumkan laba (Blackwood dan Mowl, 2000; Jarvis et. al., 1996b). Menurut Sarapaivanich dan Kotey (2006), laba atau faktor finansial bukanlah tujuan utama suatu UKM. Dalam penelitian ini kinerja UKM akan diukur oleh faktor non keuangan dan faktor keuangan (Blackwood dan Mowl 2000). Faktor keuangan meliputi profitabilitas, pertumbuhan penjualan, return on assets (ROA), dan arus kas (Palepu et. al., 2000 dalam Sarapaivanich dan Kotey, 2006). Gaya hidup, kemandirian, dan jaminan kerja adalah ukuran untuk faktor non-keuangan (Fielden et. al., 2000). Pengujian kualitas data dilakukan dengan uji reliabilitas dan uji validitas (Ghozali, 2005) yaitu dengan nilai cronbach alpha > 0,60 dan menggunakan coeficient corelation pearson. Selain itu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda dan path analysis dengan bantuan program SPSS 13. Pengujian hipotesis 1 sampai dengan 3 menggunakan persamaan sebagai berikut : KAME = α + β1KIK + ε ............................................ (1) KNJ = α + β1KIK + ε ................................................... (2) KNJ = α + β1KAME + ε ............................................... (3)
ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN............... (Rini Handayani dan Sutianingsih)
Keterangan: KAME: Kemampuan Akses Modal Eksternal KIK : Kualitas Informasi Keuangan KNJ : Kinerja α : Konstanta β : Koefisien Regresi ε : Error Pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis ke 3 dilakukan dengan uji statistik-t dengan tingkat signifikansi 5%, sedang pengujian hipotesis 4 menggunakan model path analysis. Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal ini ada dua persamaan tersebut adalah: AME = β1KIK + ε1 ...................................................... (4) KNJ = β1KAME + β2KIK + ε2 .................................. (5) Keterangan: KAME: Kemampuan Akses Modal Eksternal KIK : Kualitas Informasi Keuangan KNJ : Kinerja β : Koefisien Regresi ε : Error HASIL PENELITIAN Data dikumpulkan melalui kuesioner kepada 190 pemilik UKM di Surakarta. Namun dari hanya 85 kuesioner yang kembali, dengan demikian tingkat respon rate penelitian ini adalah sebesar 48%. Kuesioner yang memenuhi syarat untuk diuji dan dianalisis hanya 67 buah dimana 18 kuesioner lainnya ternyata tidak layak diuji karena disebabkan pengisian yang tidak lengkap. Profil responden terbentuk dari hasil tabulasi data yang dikumpulkan dan disusun menjadi data yang lebih terstruktur. Berdasarkan data 67 responden yang berpartisipasi sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 39 orang (58%) dari 67 orang responden dan sebagian besar responden berusia di antaranya 31-45 tahun sebanyak 32 orang (48%) dengan mayoritas tingkat pendidikan responden diploma yaitu sebanyak 27 orang (40%). Adapun mayoritas bidang usaha UKM tesebut adalah bidang perdagangan yaitu sebanyak 19 UKM atau sebesar 28%.
Pengujian reliabilitas menunjukkan seluruh variabel mempunyai nilai cronbach alpha > 0,60 yang berarti bahwa variabel reliabel. Tabel 1 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel 1. Kualitas Informasi Keuangan 2. Kemampuan Akses Modal Eksternal 3. Kinerja
Jumlah Item
Cronbach Alpha
3
0,617
6 7
0,734 0,722
Pengujian validitas menunjukkan bahwa korelasi antara masing-masing skor butir pertanyaan terhadap total skor variabel menunjukkan hasil yang signifikan (level 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing butir pertanyaan pada variabel konstruk penelitian adalah valid. Tabel 2 Hasil Uji Validitas
Variabel Kualitas Informasi Keuangan Kemampuan Akses Modal Eksternal
Kinerja
Item
Pearson Correlation
KIK1 KIK2 KIK3 AME1 AME2 AME3 AME4 AME5 AME6 KNJ1 KNJ2 KNJ3 KNJ4 KNJ5 KNJ6 KNJ7
0,779 0,75 0,698 0,537 0,641 0,677 0,701 0,682 0,680 0,551 0,709 0,457 0,705 0,732 0,393 0,731
Pengujian multikolinearitas menunjukkan nilai VIF kurang dari 10 atau nilai tolerance lebih dari 0,1.
167
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 163-172
Oleh karena itu, model regresi penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas yang diteliti.
disimpulkan bahwa model regresi dapat dipergunakan untuk memprediksi kinerja UKM.
Tabel 3 Hasil Uji Multikolinearitas
Histogram
Dependent Variable: Total KNJ
Variabel
VIF
Tolerance
Kualitas Informasi Keuangan Kemampuan Akses Modal Eksternal
1,303
0,767
10
1,303
0,767
Pengujian heterokedastisitas menggunakan grafik scatterplot yang menunjukkan menyebar secara acak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.
Frequency
8
6
4
2 Mean = 6.72E-18 Std. Dev. = 0.985 N = 67
0 -3
-2
0
1
2
3
Gambar 2 Grafik histogram
Dependent Variable: Total KNJ 4
Regression Studentized Residual
-1
Regression Standardized Residual
Scatterplot
2
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual 0
Dependent Variable: Total KNJ
-2
1.0 -4 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Uji gejala autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson pada hasil analisis regresi. Nilai Durbin Watson menunjukkan nilai 1.276 dengan level signifikansi 0,05 (5%) dengan jumlah observasi sebanyak 67 sehingga diperoleh nilai dL = 1,536; 4 - dL = 2,464; du = 1,662 dan 4 – du = 2,338. Dengan demikian, pada model regresi menunjukkan nilai 0 < d < dl yang berarti tidak terdapat autokorelasi. Untuk mengetahui adanya kondisi normalitas pada data penelitian ini, maka digunakan grafik histogram dan grafik normal plot. Grafik histogram menunjukkan pola terdistribusi normal. Pada grafik normal p-p plot dapat dilihat data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga dari 2 grafik tersebut dapat
168
Expected Cum Prob
Gambar 1 Grafik Scatterplot
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 3 Grafik Normal P-P Plot Regresi Hasil penelitian telah menemukan bahwa UKM di Surakarta sebagian besar memperoleh dana untuk startup usaha dan membiayai kegiatan operasional dari
ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN............... (Rini Handayani dan Sutianingsih)
modal pribadi. Hal ini ditunjukkan dari hasil kuesioner yang menyatakan 72% responden menggunakan tabungan pemilik sebagai sumber modal utama. Namun apabila pemilik perusahaan mengalami kesulitan untuk membiayai kegiatan usahanya maka cenderung menggunakan pinjaman modal dari kerabat dekat (57%) dibandingkan dengan pinjaman modal dari kredit bank. Hal ini disebabkan karena para pemilik UKM merasa bunga kredit yang cukup tinggi (42%) dan prosedur untuk mendapatkan kredit yang relatif rumit (39%). Adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dan path analysis yaitu dengan melihat probabilitas signifikasi dari masing-masing pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dapat diketahui bahwa hipotesis diterima atau ditolak. Uji hipotesis dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 disajikan dalam Tabel 4 berikut ini: Berdasarkan hasil perhitungan yang tampak pada Tabel 4. maka dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut: Y = 12,031 + 0,314 X1 + 0,349 X2 + e Beberapa hal yang dapat diketahui dari persamaan tersebut adalah 1) Koefisien regresi kualitas informasi keuangan dan kemampuan akses modal eksternal semuanya bertanda positif yang berarti adanya hubungan yang searah antarkedua variabel tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan meningkatnya kualitas informasi keuangan dan meningkatnya kemampuan UKM mengakses modal eksternal maka akan meningkatkan pula kinerja UKM; 2) Konstanta sebesar 12,031 berarti UKM tetap dapat meningkatkan kinerjanya sebesar nilai konstantanya meskipun variabel-variabel bebas lainnya bernilai nol; 3) R Square hasil penelitian adalah 0,326, artinya 32,6%
variasi kinerja dapat dijelaskan dari dua variabel bebas yaitu kualitas informasi keuangan dan kemampuan akses modal eksternal, sedangkan sisanya 67,4% dijelaskan oleh variabel-variabel bebas lainnya yang tidak disertakan dalam penelitian ini; 4) Hasil uji F pada tingkat signifikansi 0,05 menunjukkan angka 15,496 dengan p-value 0,000. Hal ini berarti model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kinerja atau dapat dikatakan bahwa kualitas informasi keuangan dan kemampuan akses modal eksternal secara bersamasama berpengaruh terhadap kinerja. PEMBAHASAN Analisis pengaruh kualitas informasi keuangan terhadap kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal dilakukan dengan memanfaatkan uji-t. Berdasarkan hasil analisis regresi ditunjukan bahwa kualitas informasi keuangan mempunyai nilai ñ = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai probabilitas penelitian lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 diterima. Dengan diterimanya hipotesis ini mempunyai arti bahwa kualitas informasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal, sedangkan kualitas informasi keuangan memiliki beta (koefisien regresi yang distandarkan) sebesar 0,482 menunjukkan bahwa variabel kualitas informasi keuangan memiliki pengaruh positif terhadap variabel kemampuan mengakses modal eksternal sebesar 48,2%. Hasil penelitian ini mengambarkan bahwa UKM yang dapat menghasilkan informasi keuangan yang berkualitas yaitu akurat, tepat waktu, lengkap, dan konsisten akan mendukung para pemilik UKM dalam pengambilan keputusan keuangan yang tepat dan meningkatkan rasa percaya untuk
Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis Variabel Independen
Koefisien Regresi
t-test
Signifikansi
Kualitas Informasi Keuangan Kemampuan Akses Modal Eksternal
0.314 0.349 F-Statistik : 15.496 R-Square : 0.326
2.682 2.979
0.009 0.004
Sumber: Data Promer, diolah, 2010
169
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 163-172
memperoleh bantuan modal dari pihak luar. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan Kent (2003) serta Sarapaivanich dan Kotey (2006). Berdasarkan hasil analisis regresi antara kualitas informasi keuangan dan kinerja diperoleh nilai ñ = 0,009. Hal ini menunjukkan nilai probabilitas penelitian yang lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis 2 diterima. Diterimanya hipotesis kedua ini berarti kualitas informasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja UKM, sedangkan kualitas informasi keuangan memiliki beta (koefisien regresi yang distandarkan) sebesar 0,314 menunjukkan bahwa variabel kualitas informasi keuangan memiliki pengaruh positif terhaap variabel kinerja sebesar 31,4%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Peacock (2000), Kingkaew dan Limpaphayom (2001), dan Sarapaivanich dan Kotey (2006). Informasi keuangan yang berkualitas diharapkan dapat mendukung manajemen dalam mencegah dan mengoreksi berbagai kesalahan yang timbul sehingga membantu dalam pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit. Dengan demikian, manajemen dapat melakukan pengambilan keputusan yang tepat sehingga meningkatkan kinerja UKM. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dapat diketahui bahwa kemampuan mengakses modal eksternal terhadap kinerja mempunyai nilai ñ = 0,004. Probabilitas hasil penelitian ini lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis 3 diterima. Hal ini berarti kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal berpengaruh signifikan terhadap kinerja UKM, sedangkan kemampuan mengakses modal eksternal memiliki beta (koefisien regresi yang distandarkan) sebesar 0,349 menunjukkan bahwa variabel kemampuan mengakses modal eksternal memiliki pengaruh positif terhadap variabel kinerja sebesar 34,9%. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarapaivanich dan Kotey (2006). Kemampuan UKM untuk mengakses modal eksternal diharapkan dapat akan lebih mempermudah UKM untuk memperoleh pinjaman, sehingga mendorong UKM untuk lebih berperan dalam pasar yang digelutinya. Hal tersebut juga akan berdampak bagi para pemilik UKM untuk dapat lebih mudah memperoleh peluang-peluang investasi baru dalam pasar. Hal ini tentu saja akan dapat meningkatkan kinerja UKM tersebut.
170
Untuk menguji hipotesis keempat ini digunakan koefisien jalur dimana koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur dihitung dengan menggunakan dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang dihipotesiskan. Hasil ouput SPSS perhitungan regresi berganda dapat diketahui nilai standarized beta untuk kualitas informasi keuangan adalah sebesar 0.482 dan signifikan pada 0,000 yang berarti bahwa kualitas informasi keuangan berpengaruh terhadap kemampuan akses modal eksternal. Nilai koefisien standarized beta 0.482 merupakan nilai path 2 yang menyatakan hubungan kualitas informasi keuangan dan kemampuan akses modal eksternal. Pada output SPSS persamaan regresi kedua menunjukkan nilai standarized beta untuk kualitas informasi keuangan sebesar 0,314 dan kemampuan akses modal eksternal 0,349 semuanya menunjukkan probabilitas signifikan pada 0,009 dan 0,004 yang berarti adanya pengaruh kualitas informasi keuangan terhadap kinerja dan pengaruh kemampuan akses modal eksternal terhadap kinerja. Nilai standarized beta kualitas informasi keuangan 0,314 merupakan nilai jalur path 1 dan nilai standardized beta untuk kemampuan akses modal eksternal 0,349 merupakan nilai jalur path 3. Selain itu berdasarkan hasil perhitungan analisis berganda dapat diketahui bahwa statistik F tes pada tingkat alpha 0,05 adalah sebesar 15,496 yang ternyata lebih besar dari statistik F tabel yaitu sebesar 3,138. Dengan demikian, berarti variabel kualitas informasi keuangan dan kemampuan akses modal eksternal secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terjadap kinerja UKM. Hasil analisis jalur tersebut diatas menunjukkan bahwa kualitas informasi keuangan dapat berpengaruh langsung terhadap kinerja dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari kualitas informasi ke kemampuan akses modal eksternal (sebagai intervening) lalu ke kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis empat diterima. Adapun besarnya pengaruh langsung kualitas informasi keuangan pada kinerja adalah 0,314 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsung yaitu (0,482)x(0,347) sehingga besar pengaruh tidak langsung sebesar 0,168. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gibson (1992) dan Sarapaivanich dan Kotey (2006). UKM yang memiliki informasi keuangan berkualitas
ANALISIS KUALITAS INFORMASI KEUANGAN TERHADAP KINERJA DAN............... (Rini Handayani dan Sutianingsih)
akan lebih mudah untuk memperoleh bantuan modal dari pihak eksternal karena pihak eksternal merasa yakin akan kondisi keuangan UKM tersebut. Bantuan modal tersebut membantu para pemilik UKM untuk lebih meningkatkan kinerja melalui meningkatnya kegiatan operasi maupun peluang melakukan investasi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan penelitian yang dapat diberikan berdasarkan pada pengujian hipotesis adalah 1) Kualitas informasi keuangan memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan mengakses modal eksternal. Hal ini berarti informasi keuangan yang berkualitas mendukung pemilik UKM dalam mendapatkan keputusan keuangan yang tepat dan meningkatkan kepercayaan pemilik untuk dapat memperoleh pinjaman dari pihak eksternal; 2) Kualitas informasi keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja UKM. Hal ini berarti informasi keuangan yang berkualitas diharapkan akan menghasilkan informasi yang up to date, sehingga dapat mendukung manajemen dalam mencegah dan mengoreksi berbagai kesalahan yang timbul sehingga membantu manajemen menyelesaikan berbagai masalah yang kompleks dan sulit dan akan diperoleh keputusankeputusan yang tepat dimana keputusan manajemen yang tepat diharapkan akan meningkatkan kinerja UKM; 3) Kemampuan mengakses modal eksternal memiliki pengaruh positif terhadap variabel kinerja UKM. Kemampuan UKM untuk memperoleh pinjaman modal eksternal akan mendorong UKM untuk dapat lebih berperan dalam pasar yang digelutinya, sehingga hal ini akan memperbesar peluang investasi baru dalam pasar tersebut dan akan berdampak semakin meningkatnya kinerja bagi UKM; 4) Pengaruh kualitas informasi keuangan terhadap kinerja telah dimediasi oleh kemampuan akses modal eksternal hal ini berarti kinerja suatu UKM dapat ditingkatkan dengan tersedianya informasi keuangan yang relevan, tepat waktu, akurat, dan lengkap, sehingga akan menghasilkan informasi yang dapat menggambarkan kondisi keuangan UKM. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pihak investor atau pihak eksternal untuk memberikan pinjaman modal.
Saran Beberapa pertimbangan perlu diperhatikan dalam mengembangkan penelitian adalah 1) Responden dengan tingkat pendidikan yang bervariasi menyebabkan kurang memahami kuesioner yang dibagikan. Hal ini menyebabkan keengganan untuk menjawab kuesioner tersebut. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan metode wawancara langsung dengan responden sehingga jawaban kuesioner akan lebih akurat; 2) Nilai R square yang relatif kecil yaitu 32,6% memungkinkan masih terdapat beberapa faktor yang dapat memperbaiki kinerja UKM sehingga penelitian selanjutnya lebih melakukan pengkajian teori yang lebih mendalam mengenai hal tersebut; 3) Penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan faktor intrinsik pemilik UKM misalnya umur atau gender yang mungkin dapat mempengaruhi hasil kinerja yang dicapai.
DAFTAR PUSTAKA Berry, A., E. Rodriquez, & H. Sandeem, 2001, “Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia.” Bulletin of Indonesian Economic Studies 37 (3): 363-384. Blackwood, T,. & Mowl, G. 2000. Expatriate-owned Small Businesses: Measuring and Accounting for Success. International Small Business Journal. Vol 18. No 3. pp: 60-73. Bukvic, V. & Bartlett, W. 2003. Financial Barriers to SME Growth in Slovenia. Economic and Business Review for Central and South-Eastern Europe. Vol 5. No.3 pp:123-147. Cassar, G. & Holmes, S. 2003. Capital Structure and Financing of SMEs: Australian Evidence. Accounting and Finance. Vol 43. No 2. pp:123147. Fielden, S.L., Davitson, M.J. & Makin, P.J. 2000. Barriers Encountered during Micro and Small Busi-
171
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 163-172
ness Start Up in North-West England. Journal of Small Business and Enterprise. Vol 7. No 4. pp: 295-304. Ghozali, I,. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Gibson, B. 1992. Financial Information for Decision Making: An Alternative Small Firm Perspective. The Journal of Small Business Finance. Vol 1. No 3. pp 221-232. Hall, J. A,. 2007. Sistem Informasi Keuangan. Edisi 4. Salemba Empat. Jakarta. Alih bahasa : Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Hanafi, M,. 2004. Manajemen Keuangan. Edisi 2004/ 2005. BPFE. Yogyakarta. Holmes, S.P., & Kent,P. 2003. An Empirical Analysis of the Financial Structure of Small and Large audtralian Manufacturing Enterprises. Jounal of Small Business Finance. Vol.1 No.2: 141-154. Kingkaew, P. & Limpaphayom, P. 2001. A Note on the Use of Publicly-available Financial Data to Predict Bankruptcy of Non-listed Firms in Thailand. Accountant Journal. No 3. pp: 19-27. Meriewaty, D. dan Setyani, A. Y. 2005. Analisis Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Kinerja Pada Perusahaan di Industri Food and Beverages Yang Terdaftar di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Muharram, A. 2007. Fokus : Bank Tetap Angkuh terhadap UKM. Eksekutif. Jakarta Peacock, R. 2004. Failure and Assistance of Small Firms 2000. http:\\www.sbeducation.info/downloads/ sbfails.pdf Sarapaivanich, Naruanard & Kotey, Bernice. 2006. The Effect of Financial Information Quality on Ability to Access External Funds and Performance of SMES in Thailand. Journal of Enterprising
172
Culture. Vol.14 No.13. pp. 219-236.
ISSN: 1978-3116 PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Vol. 5, No. 2 Juli 2011 Hal. 173-189
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN SUNSET POLICY TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM UPAYA PENINGKATAN PAJAK Pramushinta Jalan Gatak Nomor 342, Karangbendo, Banguntapan, Yogyakarta
Baldric Siregar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon +62 274 486160, 486321, Fax +62 274 486155 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Tax collection is one of dominant financing sources of a country for routine expenditure and development. The increase of tax payer every year is not followed by the increase of tax ratio. The low level of compliance in Indonesia becomes a resistor for the increase of tax ratio. This research is aimed to analyze the impact of fiscus’s service and the implementation of sunset policy towards tax payer compliances to tax improvement. Researcher met the tax payer, as the sample of this research, on KPP Pratama. This research was not distinguishing personal and corporate tax payer. Primary data collection method in this research is questionnaire and the questionnaire that can be analyzed was 120. Structural equation modeling was used to analyze fit model and hypothesis. This research had some results. First, fiscus’s service had impact to tax payer compliances. Second, sunset policy had no impact to tax payer compliances. Third, tax payer compliances had impact to tax improvement.
Pembiayaan belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar memerlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri tanpa harus bergantung dengan bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Berarti semua pembelanjaan negara harus dibiayai dari pendapatan negara, dalam hal ini penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (Said, 2003). Penerimaan bukan pajak antara lain penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (migas), layanan oleh pemerintah, pengelolaan kekayaan negara, dan lain-lain yang bersifat sangat tidak stabil dengan besarnya ketergantungan penerimaan-penerimaan tersebut terhadap faktor eksternal. Satu-satunya andalan pemerintah dewasa ini adalah penerimaan dari sektor perpajakan (Kiryanto, 2000). Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang mempunyai unsur kepastian dalam menyediakan sumber pembiayaan anggaran negara. Pajak mempunyai arti sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional, sehingga pengelolaan pajak perlu dilakukan dengan seksama. Tujuan pajak adalah untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Keywords: tax improvement, tax payer compliances, fiscus’s service, sunset policy
173
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
Pemungutan pajak merupakan suatu bentuk kewajiban warga negara selaku wajib pajak serta peran aktif untuk membiayai berbagai keperluan negara. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah serta dilaksanakan secara efektif dan efisien. Suryadi (2006) menyatakan bahwa penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat, tetapi persentase kenaikan tersebut belum mencerminkan kondisi yang diinginkan. Terdapat perbedaan kepentingan antara pemerintah dan wajib pajak. Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin, karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan wajib pajak. Di lain pihak, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Perbedaan kepentingan tersebut menyebabkan wajib pajak cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak baik secara legal maupun ilegal. Meskipun jumlah wajib pajak dari tahun ke tahun semakin bertambah namun terdapat kendala yang dapat menghambat upaya peningkatan tax ratio. Kendala tersebut adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Perlu adanya peningkatan kepatuhan pajak guna meningkatkan tax ratio (Jamin, 2001). Kepatuhan merupakan tingkat sampai dimana wajib pajak mematuhi undang-undang perpajakan dan memenuhi bidang perpajakan. Wajib pajak yang membayar dan melaporkan pajak terutangnya tepat waktu, maka wajib pajak dapat dianggap patuh. Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari angka tax ratio (Mustikasari, 2007). Tax ratio adalah perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) suatu negara . Angka ini merupakan sebuah rasio yang dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara (Jatmiko, 2006).
174
Tabel 1 Tax Ratio Indonesia Tahun
Tax Ratio (%)
Tahun
Tax Ratio (%)
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
8,19 9,16 10,92 10,66 10,95 10,77 11,21 10,33 10,32
1998 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010
10,50 13,00 12,89 13,58 13,92 13,50 13,80 13,30
Sumber: www.pajak.go.id Berdasarkan data Tabel 1 mengenai tax ratio di Indonesia, selama kurun waktu 21 tahun Indonesia hanya mampu menaikkan tax ratio sebesar 5,11%. Angka ini diperoleh dari tax ratio tahun 2010 sebesar 13,30% dikurangi tax ratio tahun 1989 sebesar 8,19%. Indonesia membutuhkan waktu rata-rata 4,1 tahun untuk meningkatkan tax ratio sebesar 1% yang diperoleh dari 21 tahun dibagi 5,11%. Berkaitan dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak, peranan dari fiskus juga sangat diperlukan. Layanan fiskus diduga mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak, dan perundangundangan perpajakan. Fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik (Jatmiko, 2006). Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2008 telah mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak yang dikenal dengan sunset policy. Sunset policy merupakan program penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan sebagai bentuk pemberian fasilitas perpajakan. Program ini diatur berdasarkan UndangUndang Nomor 28 Pasal 37A Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Program sunset policy memberikan pengampunan pajak bagi wajib pajak yang secara sukarela melakukan pembetulan atas laporan pajak yang lalu. Sunset policy juga memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Pengampunan pajak selalu mempengaruhi kepatuhan pajak oleh wajib pajak. Kemauan membayar pajak merupakan suatu bentuk kepatuhan pajak (Alm and Beck, 1993). Sunset policy berlaku mulai 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008. Tingginya antusias wajib pajak yang ingin menikmati fasilitas tersebut membuat pemerintah memperpanjang sunset policy sampai 28 Februari 2009. Perpanjangan waktu tersebut dijadikan pemerintah sebagai momentum untuk membangun basis data perpajakan yang akurat, sehingga di masa datang mampu menjamin penerimaan pajak yang stabil dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban empiris apakah layanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, apakah pelaksanaan sunset policy berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, dan apakah kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan pajak wajib pajak. MATERI DAN METODE PENELITIAN Soemitro (1990) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Menurut Munawir (1992) pajak adalah kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Pajak dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung. Pajak bertujuan untuk memelihara kesejahteraan umum. Pajak dipungut dari rakyat untuk membiayai program pemerintah. Pemungutan pajak dilakukan secara paksa, bukan secara sukarela. Manfaat yang diterima masyarakat dari pembayaran pajak adalah berupa layanan yang diberikan pemerintah secara umum ataupun menikmati hasil pembangunan yang dilakukan pemerintah. Munawir (1992) menyebutkan bahwa pajak mempunyai fungsi budgetair atau sumber keuangan negara dan fungsi regulerend atau mengatur. Pajak mempunyai fungi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan, sedangkan fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Agusti dan Herawaty (2009) menyebutkan bahwa reformasi perpajakan tahun 1983 menghasilkan perubahan yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemungutan pajak yaitu dari official assessment system menjadi self assessment system. Official assessment system menutut tanggung jawab penuh pemerintah dalam pemungutan pajak. Wajib pajak dalam self assessment system diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan besarnya pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 merupakan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Banyak wajib pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya disebut sebagai wajib pajak efektif, sedangkan wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan disebut sebagai wajib pajak non efektif. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE01/PJ.9/2004 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa jumlah wajib pajak efektif adalah selisih antara jumlah wajib pajak terdaftar dengan jumlah wajib pajak non efektif. Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan (Kiryanto, 2000), sedangkan Budiatmanto (1999) menyebutkan kepatuhan sebagai motivasi seseorang, kelompok, atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok, dan organisasi. Reformasi perpajakan tahun 1983 menghasilkan perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pemungutan pajak yaitu dari official assessment system menjadi self assessment system. Menurut Mardiasmo (2002), self assessment system adalah sistem
175
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sistem ini mengandung pengertian bahwa wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) secara benar, lengkap, dan tepat waktu. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system. Wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut (Agusti dan Herawaty, 2009). Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturanaturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Kiryanto, 2000). Jamin (2001) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dengan menetapkan rasio antara SPT yang diterima dengan SPT yang dikirim. Rasio tersebut sama dengan perbandingan antara wajib pajak yang menyampaikan SPT dengan wajib pajak yang seharusnya menyampaikan SPT. Kiryanto (2000) menyebutkan suatu iklim kepatuhan terbentuk apabila wajib pajak paham dan berusaha memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Semakin tinggi kebenaran dan ketepatan wajib pajak dalam mengisi dan melaporkan SPT, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya (Jatmiko, 2006). Jatmiko (2006) menyatakan bahwa layanan adalah cara melayani atau membantu menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, sedangkan fiskus adalah petugas pajak. Layanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada mutu layanan terbaik yang diberikan fiskus kepada wajib pajak. Fiskus dituntut memiliki peranan yang lebih dari sekedar pemeriksa untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya (Panggabean, 2002). Jatmiko (2006) telah membuktikan bahwa layanan fiskus
176
mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundangundangan perpajakan. Fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Wajib pajak baru yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008-April 2009 dapat memanfaatkan fasilitas sunset policy. Fasilitas sunset policy yang diberikan kepada wajib pajak baru berupa penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum diperoleh NPWP. Penghapusan sanksi administrasi tersebut dapat diperoleh wajib pajak baru dengan syarat menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, paling lambat tanggal 31 Maret 2009. Wajib pajak baru juga harus melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan. Wajib pajak lama yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008 berhak memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Persyaratan bagi wajib pajak lama untuk memperoleh fasilitas sunset policy yaitu menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya, paling lambat tanggal 31 Desember 2008. Pajak yang kurang dibayar juga harus dilunasi oleh wajib pajak lama sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan. Rantung dan Adi (2009) menyatakan bahwa penghapusan sanksi administrasi yang terdapat dalam program sunset policy adalah (1) penghapusan sanksi administrasi terhadap wajib pajak yang belum memiliki NPWP, (2) penghapusan sanksi administrasi atas penyampaian dan pembetulan SPT yang salah, dan (3) penghapusan sanksi administrasi atas pajak kurang bayar. Program Sunset Policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. Sunset Policy diberlakukan dalam jangka waktu terbatas dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia. Pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak terutang dengan
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
membayar tebusan dalam jumlah tertentu. Pengampunan pajak bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh menjadi wajib pajak patuh (Devano, 2006). Devano (2006) menyebutkan bahwa ada beberapa jenis pengampunan pajak (tax amnesty), di antaranya 1) Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga dan dendanya dan hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya, sekaligus menambah jumlah wajib pajak terdaftar; 2) Amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya; 3) Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya; dan 4) Amnesti yang mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar seterusnya mulai membayar pajak. Bako (2004) menyebutkan beberapa manfaat pengampunan pajak. Pertama, bagi negara pengampunan pajak dapat meningkatkan tax ratio. Kedua, bagi wajib pajak yang belum memiliki NPWP pengampunan pajak dapat menghindarkan sanksi perpajakan. Ketiga, bagi aparat perpajakan pengampunan pajak dapat meningkatkan jumlah wajib pajak dan menertibkan administrasi perpajakan sehingga upaya meningkatkan penerimaan pajak dapat lebih optimal. Silitonga (2008) berpendapat bahwa salah satu cara inovatif untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak. Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum dibayar dan meningkatkan kepatuhan serta efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan wajib pajak makin akurat. Alm (1998) menyatakan bahwa pengampunan pajak harus memiliki beberapa spesifikasi penting. Pertama, mengenai spesifikasi jumlah pajak yang belum dibayar, bunga, dan denda-denda lainnya terhadap pajak yang akan diampuni. Kedua, spesifikasi pembayar pajak yang memenuhi syarat untuk memperoleh pengampunan. Ketiga, spesifikasi jenis pajak yang
dilibatkan dalam pengampunan pajak. Spesifikasi jumlah pajak yang mendapat pengampunan dalam program sunset policy yaitu sebesar sanksi administrasi (bunga) atas pokok pajak yang belum dibayar. Wajib pajak lama dan wajib pajak baru merupakan pembayar pajak yang mendapat pengampunan dalam program sunset policy. Spesifikasi jenis pajak yang diberikan pengampunan dalam program sunset policy adalah pajak penghasilan. Program sunset policy memberikan kelonggaran kepada wajib pajak yang akan diikuti dengan penerapan sanksi perpajakan setelah berakhirnya masa program. Wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakan secara benar sebelum masa pelaksanaan program sunset policy diharuskan untuk memanfaatkan program tersebut guna menghindari sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP akan mendapat sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, sedang sanksi pidana berupa penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 untuk wajib pajak badan, sedang wajib pajak orang pribadi yang terlambat menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00. Pembayaran atas pajak yang kurang dibayar dan dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan menyebabkan wajib pajak dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan. Bunga dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sampai dengan pembayaran dilakukan. Fraternesi (2002) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerimaan PBB di kota Bengkulu dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Penelitian Fraternesi (2001) membuktikan bahwa kesadaran perpajakan, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan wajib pajak, sikap wajib pajak terhadap pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap sanksi denda PBB, pendapat wajib pajak terhadap
177
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
penghindaran PBB, pendidikan wajib pajak, status tanah atau rumah wajib pajak, dan pendapat wajib pajak terhadap layanan fiskus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keberhasilan penerimaan PBB. Penelitian Suryadi (2003) mengenai hubungan kausal kesadaran, layanan, kepatuhan wajib pajak, dan pengaruhnya terhadap kinerja penerimaan pajak menggunakan sampel 800 wajib pajak di Jawa Timur. Data dari kuesioner dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Variabel bebas yang digunakan adalah kesadaran wajib pajak, layanan perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak, sedang variabel terikat yang digunakan adalah kinerja penerimaan pajak. Hasil penelitian Suryadi (2006) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Layanan perpajakan juga tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Variabel dalam penelitian yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak adalah kepatuhan wajib pajak. Jatmiko (2006) meneliti pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, layanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner dengan sampel sebanyak 100 wajib pajak orang pribadi di kota Semarang. Data dianalisis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Jatmiko (2006) membuktikan bahwa sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, layanan fiskus, dan kesadaran perpajakan mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Agusti dan Herawaty (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak. Penelitian menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan meneliti langsung ke KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan, meliputi data tahun pajak 2006 dan 2007. Data yang digunakan berupa selisih PPh terutang, tanggal pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak badan, data wajib pajak badan yang diperiksa, dan selisih penghasilan kena pajak. Data dianalisis menggunakan metode regresi berganda. Penelitian Agusti dan Herawaty (2009) membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak pada KPP.
178
Pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak pada KPP. Agusti dan Herawaty (2009) menyatakan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak badan dan peningkatan penerimaan pajak semakin lemah dengan adanya pemeriksaan pajak. Rantung dan Adi (2009) meneliti dampak program sunset policy terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak. Sunset policy digunakan sebagai variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan adalah kemauan membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan, efektivitas sistem perpajakan. Data diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh wajib pajak yang terdaftar di Dinas Perindistrian dan Perdagangan kota Salatiga, kemudian dianalisis dengan persamaan regresi sederhana. Penelitian Rantung dan Adi (2009) membuktikan bahwa sunset policy secara positif mempengaruhi kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Pelaksanaan sunset policy disadari oleh wajib pajak sebagai salah satu cara untuk membiayai pengeluaran negara, meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keseimbangan, dan keadilan sosial bagi warga masyarakat. Wajib pajak menyadari bahwa pajak ditetapkan dengan undangundang, apabila wajib tidak membayar pajak maka akan sangat merugikan negara. Kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada mutu layanan terbaik yang diberikan fiskus kepada wajib pajak. Fiskus dituntut memiliki peranan yang lebih dari sekedar pemeriksa untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya (Panggabean, 2002). Jatmiko (2006) menyatakan bahwa layanan fiskus mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak, dan perundangundangan perpajakan. Fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Kepuasan wajib pajak terhadap mutu layanan yang diberikan fiskus diduga mampu mendorong wajib pajak melaporkan penghasilan serta pajak terutangnya. H1: Layanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Program sunset policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Tahunan PPh. Sunset policy diberlakukan dalam jangka waktu terbatas dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia. Alm and Beck (1993) membuktikan bahwa pengampunan pajak selalu mempengaruhi kepatuhan pajak oleh wajib pajak. Rantung dan Adi (2009) menyatakan bahwa sunset policy dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Pelaksanaan sunset policy disadari oleh wajib pajak sebagai salah satu cara untuk membiayai pengeluaran negara, meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keseimbangan dan keadilan sosial bagi warga masyarakat. Pengampunan pajak merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu. Pengampunan pajak bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh menjadi wajib pajak patuh (Devano, 2006). Program pengampunan pajak seperti sunset policy dapat meningkatkan jumlah wajib pajak dan kemauan membayar pajak. Penghapusan sanksi diharapkan dapat menstimulus wajib pajak untuk membayar pajak, baik atas kekurangan pembayaran pajak di masa lalu maupun untuk pembayaran pajak selanjutnya. Kemauan membayar pajak merupakan suatu bentuk kepatuhan pajak. H2: Pelaksanaan sunset policy berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system. Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Kiryanto, 2000). Wajib
pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut (Agusti dan Herawaty, 2009). Jamin (2001) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dengan menetapkan rasio antara SPT yang diterima dengan SPT yang dikirim. Kiryanto (2000) menyebutkan suatu iklim kepatuhan terbentuk apabila wajib pajak paham dan berusaha memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, membayar pajak tepat pada waktunya. Peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya akan meningkatkan penerimaan pajak (Agusti dan Herawaty, 2009). Tingginya kepatuhan wajib pajak diduga akan semakin meningkatkan jumlah pajak yang dilaporkan. H3: Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak efektif yang melaporkan SPT ke KPP Pratama DIY. Penelitian ini tidak menguji beda wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan, sehingga wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan digunakan sebagai obyek dalam penelitian. Tidak semua wajib pajak efektif menjadi obyek dalam penelitian ini karena jumlahnya sangat besar dan guna efisiensi waktu serta biaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian adalah wajib pajak efektif yang ditemui oleh peneliti di KPP Pratama dan bersedia untuk mengisi kuesioner. Berikut adalah daftar alamat KPP Pratama yang menjadi obyek penelitian.
Tabel 2 Daftar Alamat KPP Pratama Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 2. 3. 4. 5.
Unit Kerja KPP Pratama Yogyakarta KPP Pratama Sleman KPP Pratama Bantul KPP Pratama Wates KPP Pratama Wonosari
Alamat Jl. Panembahan Senopati No. 20 Yogyakarta JL. Ring Road Utara No. 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman Jl. Urip Sumohardjo No. 7 Bantul JL. Ring Road Utara No. 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman JL. Ring Road Utara No. 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman
Sumber: www.pajak.go.id
179
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari jawaban kuesioner yang diberikan kepada responden melalui serangkaian pertanyaan yang diajukan peneliti. Pendistribusian kuesioner dengan cara peneliti mendatangi langsung obyek penelitian yang dimaksud, dalam hal ini adalah wajib pajak efektif yang datang ke KPP Pratama Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti akan mendistribusikan kuesioner ke 3 KPP Pratama, yaitu KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, dan KPP Pratama Bantul. KPP Pratama Wonosari dan KPP Pratama Wates dijadikan satu dengan KPP Pratama Bantul karena berada pada alamat yang sama. Total keseluruhan kuesioner yang akan dibagikan sebanyak 150 kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini memuat dua macam pertanyaan yaitu pertanyaan mengenai data diri responden dan pertanyaan penelitian. Bagian pertama berupa pertanyaan-pertanyaan umum tentang data diri responden berbentuk kuesioner terbuka. Responden diberikan kesempatan untuk mengisi identitasnya pada bagian ini. Bagian kedua berupa pertanyaan penelitian berbentuk kuesioner tertutup. Responden diminta untuk mengisi atau memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dalam format skala dengan cara memberikan tanda silang atas jawaban terhadap setiap pertanyaan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan pajak wajib pajak. Variabel independen adalah layanan fiskus dan pelaksanaan sunset policy. Kepatuhan wajib pajak menjadi variabel intervening dalam penelitian ini. Berikut adalah definisi operasional masing-masing variabel penelitian. Peningkatan pajak wajib pajak adalah peningkatan jumlah pajak yang dibayar oleh wajib pajak untuk tahun t dibandingkan jumlah yang dibayar untuk tahun t-1. Responden dalam penelitian ini diminta mengisi data jumlah pajak penghasilan yang dibayarkan untuk tahun 2007-2009. Peneliti menyediakan pilihan jawaban dalam bentuk range untuk menunjukkan jumlah pajak penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak, mulai dari range 1 sampai range 10. Range 1 untuk pajak penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak sebesar Rp0,00 – Rp200.000,00, sedang range 10 untuk pajak penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak lebih dari Rp10.000.000,00. Pemilihan tahun 2007-2009 dikarenakan program sunset policy dilaksanakan tahun 2008-2009. Jawaban
180
responden kemudian diberi skor dengan 5 poin yaitu 1) penurunan lebih dari 1 range untuk pembayaran pajak dari tahun t dibanding tahun t-1, 2) penurunan 1 range untuk pembayaran pajak dari tahun t dibanding tahun t-1, 3) pembayaran pajak yang jumlahnya tetap dari tahun t dibanding tahun t-1, 4) kenaikan 1 range untuk pembayaran pajak dari tahun t dibanding tahun t-1, dan 5) kenaikan lebih dari 1 range untuk pembayaran pajak dari tahun t dibanding tahun t-1. Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Kiryanto, 2000). Variabel ini diukur menggunakan 4 item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian Jatmiko (2006), dengan 5 poin skala likert yaitu 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) tidak pasti, 4) setuju, dan 5) sangat setuju. Layanan fiskus merupakan sikap atau konstelasi komponen kognitif, afektif, dan kognatif yang berinteraksi dalam merasakan bagaimana layanan fiskus yang sesungguhnya terjadi (Suyatmin, 2004). Variabel ini diukur menggunakan 5 item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian Jatmiko (2006) dengan 5 poin skala likert yaitu 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) tidak pasti, 4) setuju, dan 5) sangat setuju. Pelaksanaan sunset policy merupakan tanggapan responden mengenai program pengampunan pajak. Variabel ini diukur menggunakan 4 item pertanyaan dengan 5 poin skala likert yaitu 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) tidak pasti, 4) setuju, dan 5) sangat setuju. HASIL PENELITIAN Penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 18 Januari 2011 sampai dengan tanggal 21 Januari 2011. Peneliti dibantu oleh satu orang rekan untuk membagikan kuesioner kepada responden. Sejumlah 150 kuesioner diedarkan kepada wajib pajak efektif yang ditemui oleh peneliti di KPP Pratama Daerah Istimewa Yogyakarta. Tanggal 18-19 Januari 2011 peneliti membagikan 100 kuesioner kepada wajib pajak yang ditemui peneliti di KPP Pratama Sleman. Tanggal 20 Januari 2011 peneliti membagikan 25 kuesioner kepada wajib pajak di KPP Pratama Yogyakarta, sedangkan tanggal 21 Januari 2011 peneliti membagikan 25 kuesioner kepada wajib pajak di KPP Pratama Bantul.
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Hasil pengumpulan data secara rinci ditunjukkan dalam Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3 Tingkat Pengembalian Kuesioner Keterangan
Jumlah
Kuesioner yang disebar 150 Kuesioner yang tidak kembali (15) Kuesioner yang kembali 135 Kuesioner yang tidak diisi secara lengkap (15) Kuesioner yang dapat diolah 120 Tingkat pengembalian (135/150) x 100% = 90% Tingkat pengembalian yang dapat diolah (120/150) x 100% = 80% Sumber: Data primer diolah (2011). Distribusi kuesioner lebih banyak diberikan di KPP Pratama Sleman, karena jumlah wajib pajak yang mendatangi KPP tersebut lebih banyak dibandingkan 2 KPP lainnya. Peneliti tidak mendapatkan ijin untuk membagikan kuesioner di dalam gedung KPP, sehingga kuesioner dibagikan kepada wajib pajak yang baru datang dan akan memasuki gedung KPP. Kuesioner yang diberikan kepada wajib pajak dikembalikan kepada peneliti setelah wajib pajak keluar dari gedung KPP. Banyaknya wajib pajak yang keluar masuk gedung KPP membuat peneliti dan rekannya tidak dapat mengidentifikasi wajib pajak yang belum mengembalikan kuesioner, sehingga terdapat 15 kuesioner yang tidak kembali. Kuesioner yang kembali sejumlah 135 kuesioner, sehingga tingkat pengembalian kuesioner sebesar 90%. Kuesioner yang dapat dianalisis hanya sejumlah 120 kuesioner, karena 15 kuesioner datanya tidak terisi lengkap. Rata-rata responden tidak mengisikan jumlah pajak penghasilan yang dibayarkan, selain itu ada beberapa item pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden. Gambaran umum responden dapat dilihat melalui demografi responden. Demografi responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan SPT Tahunan PPh yang dilaporkan. Wajib pajak laki-laki mempunyai perhatian yang lebih dibandingkan perempuan dalam mengurus pajak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki (69%),
sedangkan sisanya 31% berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi belum tentu membuat wajib pajak lebih taat dalam mengurus pajak. Wajib pajak dengan pendidikan S1 lebih taat mengurus pajak dibandingkan wajib pajak dengan pendidikan S2. Hal ini terlihat dari 63% responden berpendidikan S1 sedangkan yang berpendidikan S2 hanya 6%. Hal ini dapat disebabkan wajib pajak berpendidikan S2 mempunyai posisi lebih tinggi dalam pekerjaan dibandingkan dengan yang berpendidikan S1, sehingga cenderung meminta karyawan di bawahnya untuk mengurus pajak. Wajib pajak dengan tingkat pendidikan S1 lebih mendominasi dibandingkan dengan yang berpendidikan D3 (16%), SMA (12%), ataupun SMP (5%). Hal ini disebabkan kualifikasi yang dibutuhkan oleh kantor atau instansi untuk menjadi pegawai ditempat tersebut sebagian besar adalah yang berpendidikan S1. Ringkasan dari demografi responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Demografi Responden Data Deskriptif
Keterangan
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
83 37
69% 31%
SMA SMP D3 S1 S2
12 6 19 76 7
10% 5% 16% 63% 6%
Wiraswasta 26 Pegawai Swasta 83 PNS 11
21% 70% 9%
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah Persentase
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Yang Dilaporkan Badan
46 74
38% 62%
Sumber: Data primer diolah (2011). Berdasarkan pekerjaannya sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta (70%). Hal ini disebabkan pegawai tersebut sebagian besar mengurus pajak penghasilan badan, karena terdapat 62% responden yang melaporkan SPT Tahunan PPh Badan. Penghasilan PNS biasanya sudah langsung dipotong
181
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
pajak oleh pihak kantor, sehingga hanya terdapat 9% responden yang mengurus pajak bekerja sebagai PNS. Responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 21% melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk melaporkan pajak dari hasil usahanya. Sunset policy merupakan program penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan sebagai bentuk pemberian fasilitas perpajakan. Sunset policy berlaku mulai 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008, kemudian diperpanjang sampai 28 Februari 2009. Program sunset policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. Sunset policy berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak lebih dari dua kali lipat dalam waktu 14 bulan. Jumlah kepemilikan NPWP menjadi 13 juta wajib pajak per akhir Maret 2009, pada akhir tahun 2007 baru sekitar 5,3 juta wajib pajak yang terdaftar. Peningkatan penerimaan pajak dalam kurun waktu 2 tahun sebesar Rp6,9 triliun. Nilai tersebut terdiri atas Rp1,4 triliun sebagai nilai pajak terutang selama bulan Januari 2009 dan sebesar Rp5,5 triliun yang berasal dari setoran pajak hingga akhir bulan Desember 2008 (Sudaryadi, 2009). Meningkatnya jumlah wajib pajak berarti penerimaan pajak juga bertambah karena bertambahnya orang yang mempunyai kewajiban membayar pajak. Keberhasilan sunset policy dalam meningkatkan jumlah wajib pajak dan penerimaan pajak tidak diikuti dengan peningkatan kepatuhan, seperti hasil dalam penelitian ini. Penelitian ini membuktikan bahwa pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Meningkatnya penerimaan pajak bukan berarti wajib pajak selalu tepat waktu dalam membayar pajak dan juga menghitung jumlah pajaknya dengan benar. Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Penelitian ini menggunakan validitas internal dengan cara analisa faktor. Analisis faktor dilakukan secara terpisah per kelompok variabel layanan fiskus, kelompok variabel sunset policy, dan kelompok variabel kepatuhan. Peningkatan pajak merupakan data riil sehingga tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk variabel ini. Ringkasan hasil perhitungan uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 5.
182
Tabel 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel
Cronbach’s alpha
Fiskus
0,750
Sunpol
0,776
Patuh
0,646
Indikator
Factor loading
Fiskus1 Fiskus2 Fiskus3 Fiskus4 Fiskus5 Sunpol1 Sunpol2 Sunpol3 Sunpol4 Patuh1 Patuh2 Patuh3 Patuh4
0,703 0,621 0,718 0,815 0,676 0,676 0,821 0,805 0,788 0,582 0,801 0,818 0,574
Sumber: Data primer diolah (2011). Suatu item akan dipertahankan (tidak didrop) jika factor loading sama atau lebih dari 0,5. Pada Tabel 5 nampak hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa item pertanyaan fiskus 1 hingga fiskus 5 dinyatakan valid, karena seluruh item pertayaan mempunyai factor loading lebih dari 0,5. Item pertanyaan sunpol 1 hingga sunpol 4 juga dinyatakan valid dengan factor loading lebih dari 0,5. Validitas untuk item pertanyaan patuh 1 hingga patuh 4 juga terpenuhi. Hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang baik, semua item pertanyaan memiliki factor loading lebih dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner dikatakan valid. Analisis kemudian dilanjutkan dengan penghitungan nilai reliabilitas (alpha) untuk tiap variabel. Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas dikatakan baik apabila koefisien alpha (á) lebih dari 0,60 (Sekaran, 2006). Semua item pertanyaan dari kuesioner disertakan dalam uji reliabilitas karena sudah memenuhi uji validitas. Data pada Tabel 5 mengenai hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa koefisien cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60 untuk tiga variabel yaitu variabel layanan fiskus (Fiskus) sebesar
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
0,750; pelaksanaan sunset policy (Sunpol) sebesar 0,776; dan kepatuhan wajib pajak (Patuh) sebesar 0,646, sehingga disimpulkan kuesioner cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Statistik deskriptif variabel-variabel penelitian ini ditampilkan untuk mempermudah dalam mengetahui tanggapan umum responden terhadap variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Variabel tersebut di antaranya layanan fiskus, pelaksanaan sunset policy, kepatuhan wajib pajak, dan peningkatan pajak wajib pajak. Pada Tabel 6 dapat dilihat hasil ringkasan analisis statistik deskriptif variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 6 Statistik Deskriptif Variabel
Minimum
Maximum
Mean
Fiskus Sunpol Patuh Pajak
1,6 2,0 1,75 2,0
4,8 5,0 5,00 5,0
3,690 4,031 4,0292 3,650
Sumber: Data primer diolah (2011). Berdasarkan Tabel 6 mengenai statistik deskriptif dapat diketahui bahwa variabel layanan fiskus (Fiskus) memiliki nilai rata-rata sebesar 3,69. Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah layanan fiskus. Nilai minimum untuk variabel layanan fiskus adalah sebesar 1,6 yang artinya adalah terdapat responden yang menjawab tidak setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan layanan fiskus. Nilai maksimum untuk variabel layanan fiskus adalah sebesar 4,8 yang menunjukkan bahwa terdapat responden yang cenderung menjawab sangat setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan layanan fiskus. Variabel pelaksanaan sunset policy (Sunpol) memiliki nilai rata-rata sebesar 4,031. Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pelaksanaan sunset policy. Nilai minimum untuk variabel pelaksanaan sunset policy adalah sebesar 2,0 yang artinya adalah terdapat
responden yang menjawab tidak setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pelaksanaan sunset policy. Nilai maksimum untuk variabel pelaksanaan sunset policy adalah sebesar 5,0 yang menunjukkan bahwa terdapat responden yang cenderung menjawab sangat setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pelaksanaan sunset policy. Variabel kepatuhan wajib pajak (Patuh) memiliki nilai rata-rata sebesar 4,0292. Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah kepatuhan wajib pajak. Nilai minimum untuk variabel kepatuhan wajib pajak adalah sebesar 1,75 yang artinya adalah terdapat responden yang menjawab tidak setuju untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Nilai maksimum untuk variabel kepatuhan wajib pajak adalah sebesar 5,00 yang menunjukkan bahwa terdapat responden yang cenderung menjawab sangat setuju untuk pernyataan yang diajukan berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Variabel peningkatan pajak wajib pajak (Pajak) memiliki nilai rata-rata sebesar 3,650. Nilai ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab terjadi peningkatan pembayaran pajak dari tahun t-1 ke tahun t. Nilai minimum variabel peningkatan pajak wajib pajak adalah sebesar 2,0 yang artinya adalah terdapat responden yang menjawab terjadi penurunan pembayaran pajak dari tahun t-1 ke tahun t. Nilai maksimum variabel peningkatan pajak wajib pajak sebesar 5,0 yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pembayaran pajak dalam jumlah yang relatif banyak dari tahun t-1 ke tahun t. Hasil pengujian model dilakukan dengan melihat nilai-nilai absolute fit yang menunjukkan bahwa secara umum model mempunyai goodness of fit yang baik, sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan model yang ada. Nilai-nilai absolute fit terdiri dari chisquare statistics, GFI, RMR, RMSEA, AGFI, CMIN/ DF ditampilkan dalam Tabel 7. Chi square merupakan alat uji fundamental untuk mengukur overall fit. Model dikategorikan baik jika mempunyai chi square= 0, dengan tingkat signifikansi p e” 0,05 (tidak signifikan). Pengujian fit model menghasilkan chi square yang kurang baik karena nilainya tidak sama dengan 0, kemudian nilai
183
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
Tabel 7 Hasil Uji Fit Model Indeks
Kriteria
Chi square, Probability GFI RMR RMSEA AGFI CMIN/DF
Tidak signifikan e” 0,90 d” 0,05 d” 0,08 > 0,80 1–5
Nilai Fit
Keterangan
14,398; 0,002 0,941 0,023 0,179 0,803 4,799
Kurang baik Baik Baik Kurang baik Baik Baik
Sumber: Data primer diolah (2011).
probability juga kurang dari 0,05. Pada umumnya sulit untuk memenuhi semua kriteria fit suatu model. Oleh karena itu, apabila sebagian besar nilai absolute fit menunjukkan hasil yang baik maka secara umum model mempunyai goodness of fit yang baik. Goodness of Fit Index (GFI) merupakan indeks yang mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan. GFI dapat diklasifikasikan sebagai ukuran kecocokan absolut, karena pada dasarnya GFI membandingkan model yang dihipotesiskan dengan tidak ada model sama sekali. Nilai GFI lebih besar atau sama dengan 0,90 merupakan kecocokan yang baik (good fit). Berdasarkan Tabel 7 mengenai hasil uji fit model menunjukkan bahwa nilai GFI untuk model penelitian ini sebesar 0,941. Nilai GFI tersebut memenuhi kriteria penerimaan model karena lebih besar dari 0,90. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian model dengan
data. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan model yang ada karena nilai GFI telah terpenuhi. Root Mean Square Residual (RMR) mewakili nilai rerata residual yang diperoleh dari mencocokkan model yang dihipotesiskan dengan data sampel. Model dengan kecocokan yang baik (good fit) akan mempunyai nilai RMR lebih kecil atau sama dengan 0,05. Nilai RMR untuk model penelitian ini sebesar 0,023. Nilai ini memenuhi kriteria penerimaan model karena lebih kecil dari 0,05. Root Mean Square of Approximation (RMSEA) menunjukkan goodness of fit yang diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA untuk model penelitian ini sebesar 0,179. Nilai tersebut kurang baik karena lebih besar dari kriteria good fit sebesar 0,08. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan perluasan dari GFI yang disesuaikan dengan
Tabel 8 Hasil Analisis SEM Hipotesis H1: Pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. H2: Pelaksanaan sunset policy berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. H3: Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Sumber: Data primer diolah (2011).
184
Estimate
Probabilitas
Keterangan
0,612
0,000
Didukung
-0,050
0,658
Tidak didukung
0,174
0,020
Didukung
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
rasio antara degree of freedom dari tidak ada model dengan degree of freedom dari model yang dihipotesiskan. AGFI juga digunakan untuk menguji diterima tidaknya model. Nilai AGFI untuk model penelitian ini sebesar 0,803. Nilai tersebut dikatakan baik karena lebih dari batas minimum 0,80. CMIN/DF (Normed Chi Square) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi square dibagi dengan degree of freedom. Nilai CMIN/DF untuk model penelitian ini sebesar 4,799. Nilai tersebut sudah sesuai standar dengan nilai batas atas maksimal 5. Nilai CMIN/DF= 4,799 menunjukkan bahwa model memiliki unsur parsimoni atau model dikatakan tidak kompleks. Hasil uji fit model secara umum menunjukkan model dalam penelitian ini mempunyai goodness of fit yang baik, karena sebagian besar kriteria absolute fit terpenuhi. Pengujian hipotesis dengan Structural Equation Model (SEM) ditampilkan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 mengenai hasil analisis SEM dapat diketahui bahwa terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini yang didukung, dengan signifikansi p < 0,05. Hipotesis pertama didukung yaitu mengenai pengaruh layanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan tingkat signifikansi untuk H1 yaitu p= 0,000 < 0,05. H1 diterima artinya, layanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hipotesis selanjutnya yang didukung adalah hipotesis ketiga, yaitu mengenai pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Tingkat signifikansi untuk H3 yaitu p= 0,020 < 0,05. H3 diterima artinya, kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Hipotesis dalam penelitian yang tidak didukung adalah hipotesis kedua, yaitu mengenai pengaruh pelaksanaan sunset policy terhadap kepatuhan wajib pajak. Tingkat signifikansi untuk H2 yaitu p= 0,658 > 0,05. H2 ditolak artinya, pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Koefisien dalam hipotesis pertama adalah posistif (â= 0,612), berarti semakin baik layanan fiskus maka kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Hipotesis ketiga juga mempunyai pengaruh yang bersifat positif (â= 0,174), artinya semakin tinggi kepatuhan wajib pajak maka akan meningkatkan pajak wajib pajak. Konstanta dari hipotesis kedua bersifat negatif (â= - 0,050), tetapi hipotesis kedua tidak didukung karena tidak signifikan (p > 0,05).
PEMBAHASAN Hasil pengujian dalam penelitian ini memberikan bukti bahwa layanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin baik layanan fiskus maka kepatuhan wajib pajak semakin meningkat. Temuan dalam penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Jatmiko (2006) yang menemukan hasil penelitian bahwa sikap wajib pajak terhadap layanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Temuan ini juga memperkuat pernyataan dari Panggabean (2002) yang menyebutkan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu layanan yang terbaik kepada wajib pajak. Layanan fiskus merupakan cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak yang terbentuk dari layanan fiskus mempunyai arti bahwa fiskus berhasil memberikan pemahaman kepada wajib pajak mengenai undang-undang perpajakan, cara mengisi formulir pajak yang benar, dan menghitung pajak dengan jumlah yang benar. Fiskus juga berhasil memberi pengertian kepada wajib pajak supaya membayar pajak tepat pada waktunya. Kepuasan wajib pajak terhadap mutu layanan yang diberikan fiskus ternyata mampu mendorong wajib pajak melaporkan penghasilan serta pajak terutang secara benar dan tepat waktu. Motivasi fiskus yang tinggi sebagai pelayan publik berhasil meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Fiskus hendaknya selalu memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak, dan perundang-undangan perpajakan. Sunset policy merupakan program penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan sebagai bentuk pemberian fasilitas perpajakan. Temuan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian Alm and Beck (1993) yang membuktikan bahwa pengampunan pajak selalu mempengaruhi kepatuhan pajak oleh wajib pajak. Hasil pengujian dalam penelitian ini menyatakan bahwa pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelaksanaan sunset policy tidak mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak menjadi patuh apabila sudah
185
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Jadi kepatuhan tersebut terbentuk bukan karena adanya program sunset policy. Menurut Alm and Beck (1993) bentuk dari kepatuhan yang dipengaruhi oleh pengampunan pajak adalah kemauan membayar pajak. Kemauan membayar pajak tersebut berbeda artinya dengan membayar pajak tepat pada waktunya atau menghitung pajak dengan jumlah yang benar. Keberhasilan program sunset policy dalam meningkatkan jumlah wajib pajak sebesar dua kali lipat dibanding akhir tahun 2007 ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Meningkatnya penerimaan pajak bukan berarti wajib pajak selalu tepat waktu dalam membayar pajak dan juga menghitung jumlah pajaknya dengan benar. Penerimaan pajak yang meningkat dapat disebabkan karena jumlah wajib pajak yang bertambah ataupun bertambahnya penghasilan wajib pajak. Pelaksanaan sunset policy mungkin kurang mampu memberikan stimulus kepada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Program Sunset Policy hanya mampu mendorong masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. Penghapusan sanksi administrasi pajak dimungkinkan membuat wajib pajak menghiraukan kepatuhan dalam melaporkan SPT, seperti menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya. Penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan dalam program sunset policy semestinya diberikan kepada wajib pajak yang melaporkan SPT tepat waktu. Hal ini mempunyai maksud supaya kepatuhan wajib pajak juga meningkat. Peningkatan pajak wajib pajak adalah peningkatan jumlah pajak yang dibayar oleh wajib pajak untuk tahun t (tahun sekarang) dibandingkan jumlah yang dibayar untuk tahun t-1 (tahun sebelumnya). Kepatuhan akan terbentuk apabila wajib pajak paham dan berusaha memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Penelitian ini membuktikan bahwa kepatuhan wajib pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Semakin tinggi
186
kepatuhan wajib pajak maka semakin meningkatkan jumlah pajak yang dilaporkan. Temuan dalam penelitian ini memperkuat hasil penelitian Agusti dan Herawaty (2009) yang membuktikan bahwa peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya akan meningkatkan penerimaan pajak. Wajib pajak yang tidak patuh cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak baik secara legal maupun ilegal, karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan wajib pajak. Wajib pajak yang patuh berarti sudah mempunyai pemahaman bahwa pajak harus dihitung dalam jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya. Pemahaman yang baik dari wajib pajak mempunyai pengaruh pada bertambahnya jumlah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, karena pajak yang dibayarkan memang sudah sesuai dengan penghasilan yang diterima wajib pajak. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini mendukung adanya pengaruh layanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak tercermin dari usaha wajib pajak memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yang berusaha membuktikan adanya pengaruh antara layanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Kepuasan wajib pajak terhadap mutu layanan yang diberikan fiskus ternyata mampu mendorong wajib pajak melaporkan penghasilan serta pajak terutang secara benar dan tepat waktu. Semakin baik layanan fiskus maka kepatuhan wajib pajak semakin meningkat. Tujuan penelitian tidak tercapai dalam membuktikan adanya pengaruh antara pelaksanaan sunset policy dengan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini memberikan bukti bahwa pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak bukan karena adanya pelaksanaan sunset policy, tetapi kepatuhan tersebut terbentuk karena wajib pajak sudah memahami bahwa pajak harus dihitung dengan jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya.
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Penelitian ini juga membuktikan adanya pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan pajak wajib pajak. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian. Hasil pengujian dalam penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi kepatuhan wajib pajak maka semakin meningkatkan jumlah pajak yang dilaporkan. Temuan dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian bahwa meningkatnya kebenaran wajib pajak menghitung pajak dan membayar pajak tepat pada waktunya akan mampu meningkatkan jumlah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak.
dalam penelitian ini. Penggunaan variabel yang lain dimaksudkan untuk menambah referensi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan juga berpengaruh terhadap peningkatan pajak. Penelitian selanjutnya dapat memfokuskan penelitian pada kelompok responden tertentu, misalnya untuk wajib pajak orang pribadi atau untuk wajib pajak badan saja. Pemisahan antara wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan bertujuan untuk memberikan referensi adakah perbedaan kepatuhan untuk kedua wajib pajak tersebut.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu peneliti tidak dapat mendapatkan informasi mengenai kepatuhan wajib pajak dan layanan fiskus yang dirasakan wajib pajak dari tahun 2007 sampai 2009, karena penelitian ini dilakukan tahun 2011. Informasi yang diperoleh peneliti merupakan layanan fiskus dan kepatuhan yang dirasakan wajib pajak pada saat penelitian ini dilakukan. Keterbatasan lain adalah peneliti tidak dapat mendapatkan nominal peningkatan pembayaran pajak oleh wajib pajak secara rinci. Keterbatasan ini lebih dikarenakan wajib pajak biasanya enggan untuk memberitahu orang lain mengenai jumlah pajak yang dibayarkan. Peneliti mengantisipasi keterbatasan ini dengan memberikan pilihan jawaban dalam kuesioner untuk pertanyaan mengenai jumlah pajak yang dibayar tahun 2007 sampai tahun 2009. Pilihan jawaban kuesioner mengenai jumlah pajak yang dibayarkan, diberikan dalam bentuk range. Saran Penelitian ini membuktikan bahwa layanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Fiskus harus bertindak profesional dan memiliki mental yang siap melayani para wajib pajak dengan sebaik-baiknya. Pihak Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pelatihan layanan wajib pajak agar dapat meningkatkan layanan fiskus bagi wajib pajak. Fiskus juga diseleksi dengan ketat sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan agar fiskus benar-benar cakap dalam melakukan tugasnya. Peneliti yang tertarik untuk melakukan kajian di bidang yang sama dapat menggunakan variabel-variabel yang tidak digunakan
DAFTAR PUSTAKA Agusti, Asri Fika dan Herawaty, Vinola. 2009. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi oleh Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama. Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang. Alm, James. 1998. Tax Policy Analysis: The Introduction of a Russian Tax Amnesty. http:// p a p e r s . s s r n . c o m / s o l 3 / papers.cfm?abstract_id=471321. Diunduh tanggal 19 Oktober 2010. Alm, James and Beck, William. 1993. Tax Amnesty and Compliance in the Long Run: A Time Series Analysis. National Tax Journal 46 No. 1: 53-60. Bako, Rony. 2008. Amnesti Pajak, Suatu Keharusan?. http://groups.yahoo.com/group/forum-pajak/ message/10639. Diunduh tanggal 19 Oktober 2010. Budiatmanto, Agus. 1999. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan Tahun 1983. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Devano, S dan Rahayu, Siti. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana. Jakarta.
187
JEB, Vol. 5, No. 2, Juli 2011: 173-189
Direktorat Jenderal Pajak. 2007. Sunset Policy. http:// pajak.go.id. Diunduh tanggal 18 Oktober 2010.
Nasional Akuntansi X. Universitas Hasanudin. Makasar.
Fraternesi. 2002. Studi Empiris Tentang Pengaruh Faktor-faktor Yang Melekat Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bengkulu. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang.
Panggabean, Miando Sahala. 2002. Self Assessment, Fiskus dan Kepatuhan Wajib Pajak. Berita Pajak No. 1462/Tahun XXXIV: 31-33.
Jamin, Solich. 2001. Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi Pada KPP di Wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang. Jatmiko, Agus Nugroho. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Semarang). Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang. Kartawan dan Kusmayadi, Dedi. 2002. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Mengenai Undang-undang Pajak Penghasilan terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assessment pada BUMS dan BUMD Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 2 Jilid 7. Kiryanto. 2000. Analisis Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya. EKOBIS Vol. 1 No. 1: 41-52. Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Andi Offset. Yogyakarta. Munawir. 1992. Perpajakan. Liberty. Yogyakarta. Mustikasari, Elia. 2007. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium
188
Rantung, Tatiana Vanessa dan Adi, Priyo Hari. 2009. Dampak Program Sunset Policy Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak: Studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha di Wilayah KPP Pratama Salatiga. Simposium Nasional Perpajakan II. Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo. Madura. Said, M. 2003. Fenomena Pajak. Berita Pajak No. 1488/ Tahun XXXV: 21-26. Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi Keempat. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Silitonga, Erwin. 2008. Ekonomi Bawah Tanah dan Pengampunan Pajak. http://www.unisosdem.org/article_detail.php?&gid=3. Diunduh tanggal 19 Oktober 2010. Soemitro, Rochmat. 1990. Asas dan Dasar Perpajakan. Eresco. Bandung. Sudaryadi. 2009. Sunset Policy: Tingkatkan Penerimaan Pajak. http://www.isei.or.id/page. php?=5jan097. Diunduh tanggal 18 Oktober 2010. Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. Jurnal Keuangan Publik Vol. 4 No. 1: 105121. Suyatmin. 2004. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan: Studi Empiris di Wilayah KP PBB Surakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains
PENGARUH LAYANAN FISKUS DAN PELAKSANAAN.............. (Pramushinta dan Baldric Siregar)
Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang. Wijaya, Toni. 2009. Analisis Structural Equation Modeling Menggunakan AMOS. Penerbit Universitas Atmajaya. Yogyakarta.
189
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 2, Juli 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
INDEKS PENULIS DAN ARTIKEL JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB)
Vol. 1, No. 1, Maret 2007 Harjanti, Theresia Tri dan Eduardus Tandelilin, pp. 1-10, Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ. Dewi, Kurnia, pp. 11-22, Pengaruh Pengetahuan tentang Taktik Pemasang Iklan, Penghargaan Diri, Kerentanan Konsumen, dan Pengetahuan Produk Konsumen pada Skeptisme Remaja terhadap Iklan Televisi. Khasanah, Mufidhatul, pp. 23-31, Analisis Nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2000-2004. Yusuf, Muhammad, pp. 33-48, Metodologi Event Study: Telaah Metodologi di Bidang Ekonomi dan Keuangan. Kusumawati, Rini, pp. 49-58, Pengaruh Image, Kualitas yang Dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek Norpratiwi, AM Vianey, pp. 59-65, Aspek Value Added Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum. Vol. 1, No. 2, Juli 2007 Puspitasari, Christiana Rini, pp. 67-75, Dampak Ekonomi Pembangunan Perumahan Casa Grande di Kabupaten Sleman Terhadap Masyarakat di Luar Perumahan, Tahun 2000-2005 (Studi Kasus di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman) Estikasari, Ni Nengah Ami Estikasari, pp. 77-86, Pengaruh Pendukung Online pada Web Site Penyedia Layanan Telekomunikasi dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 87-97, Analisis Deskriptif Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Prajogo, Wisnu, pp. 99-103, Interpersonal Network: Keterkaitannya dengan Personality dan Kinerja Berdasarkan Sudut Pandang Social Resources Theory Algifari, pp. 105-112, Analisis Pertumbuhan Ekspor Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Supriyanto, Y, pp. 113-118, Kontroversi Penggunaan Risk-Adjusted Discount Rates (RADR) untuk Mendiskontokan Cash Flows dalam Capital Budgeting Vol. 1, No. 3, Nopember 2007 Anatan, Lina dan Fahmy Radhi, pp. 119-133, The Effect of Environmental Factors, Manufacturing Strategy and Technology on Operational Performance: Study Amongst Indonesian Manufacturers Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 135-146, Triple-R Strategy of Reformation—Revitalization, Reflection, and Realization: in Memory of 10 Years of Reformation and 100 Years of National Awakening [2008] Handayani, Asri Wening dan Rudy Badrudin, pp. 147-160, Analisis Deskriptif Struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2004-2005 Astuti, Kurnia dan Budiono Sri Handoko, pp. 161-173, Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman Fachrunnisa, Olivia, pp. 175-186, Identifikasi Pentingnya Komunikasi Nonverbal di Organisasi Purnamawati, Astuti, pp. 187-192, Pengukuran Tingkat Keunggulan Komparatif Barang Ekspor Indonesia Vol. 2, No. 1, Maret 2008 Maryatmo, R., pp. 1-8, Strategi Bisnis Eceran (Studi Kasus di Yogyakarta) Windayani, Santi, pp. 9-28, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi Kinerja dalam Penganggaran Prajogo, Wisnu, pp. 29-35, Pengaruh Proactive Personality pada In-Role dan Extra-Role Performance (Kasus pada Sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta) Sardjito, Bambang dan Osmad Muthaher, pp. 37-49, Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating Raharjo, Achmad, pp. 51-55, Prospek Pengembangan Industri Komponen dan Perakitan Otomotif di Kabupaten Sleman
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Fatmawati, Sri, pp. 57-65, Pemerataan Kepemilikan Saham dan Keadilan: Kebijakan Pemecahan Saham Vol. 2, No. 2, Juli 2008 Dominanto, Nedi Nugrah, pp. 67-75, Perbedaan Sikap Terhadap Iklan, Merek, Dan Niat Beli Konsumen pada Iklan dengan Fear Appeal Tinggi dan Rendah pada Partisipan Wanita Suparmono, pp. 77-94, Analisis Optimasi Faktor Produksi Budidaya Udang Galah di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Fajar, Siti Al, pp. 95-100, Model Kepemimpinan Baru dalam Mengelola Diversitas Angkatan Kerja dalam Rangka Meraih Keunggulan Bersaing Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 101-113, Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006 Fatmawati, Sri, pp. 115-126, Kerjasama Perdagangan Regional (AFTA): Kajian Ekonomi Terhadap Perdagangan Barang Indonesia Manoppo, Yosua Pontolumiu, pp. 127-144, Pengaruh Kualitas Inti, Kualitas Hubungan, Risiko yang Dipersepsikan, dan Harapan Konsumen pada Loyalitas Pelanggan dan Komplain Pelanggan pada Salon Kecantikan “X” yang Ada di Yogyakarta Vol. 2, No. 3, Nopember 2008 Anwar, Andlie Liano, pp. 145-158, Analisis Pengaruh Pendukung Online Website Layanan Operator Seluler pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Operator Seluler di Indonesia Edy, pp. 159-174, Pengaruh Budaya Organisasional dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat “Rumah Sakit Mata Dr. YAP” Yogyakarta dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Pemediasi Sukmawati, Ferina, pp. 175-194, Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu Rosalina, Willy Lutfiani, pp. 195-216, Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap Perilaku Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Rosidi, Abidarin, pp. 217-232, Iklan Industri Kecil Melalui Word Wide Web (WWW) di Daerah Istimewa Yogyakarta: Masalah Efektifitas Isi dan Desain Iklan Badrudin, Rudy, pp. 233-246, Dampak Krisis Keuangan Amerika Serikat terhadap Perdagangan Internasional Indonesia
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Vol. 3, No. 1, Maret 2009 Sari, Dessy Puspita, pp. 1-10, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat Pembelian Ulang Konsumen Soeroso, Amiluhur, pp. 11-19, Manfaat Ekonomi Konservasi Barang Pusaka Kebudayaan: Kasus Gedung Peninggalan De Javasche Bank Yogyakarta Wijaya, N.H. Setiadi, pp. 21-30, Sumberdaya Manusia (SDM) Pembelajar: Menggapai Kinerja dan Daya Saing Organisasi yang Lebih Tinggi Sarwoko, pp. 31-39, Pengaruh Blok-Blok Perdagangan Bebas Regional terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia: Menggunakan Model Gravitasi, Tahun 2003-2007 Arista, Fany dan Baldric Siregar, pp. 41-60, Peran Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba di Masa Depan Sayono, Jusup Agus, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan Hartoyo, pp. 61-80, Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kepemilikan, Penggunaan, Pembayaran, dan Peluang terjadinya Gagal Bayar dalam Bisnis Kartu Kredit Vol. 3, No. 2, Juli 2009 Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 81-89, Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia Handayani, Asri Wening, pp. 91-105, Pola Atribut yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen dalam Membeli Rumah di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2008 Badrudin, Rudy, pp. 107-117, Dampak Kegiatan Investasi terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah Wijaya, Tony, pp. 119-131, Model Empiris Perilaku Berwirausaha Usaha Kecil Menengah di DIY dan Jawa Tengah Mustholihah, Siti, pp. 133-143, Peran Dana Penguatan Modal dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman Paluruan, Astrid Rona Novianty dan Baldric Siregar, pp. 145-166, Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Laporan Keuangan Dimoderasi oleh Akrual Diskresioner Jangka Pendek dJangka Panjang
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Vol. 3, No. 3, Nopember 2009 Utama, Agung dan Fahmy Radhi, pp. 167-174, Pengaruh Penerapan Total Quality Management dan Just In Time Terhadap Kinerja Operasional dan Keunggulan Kompetitif Badrudin, Rudy dan Ina Hamsinah, pp. 175-185, Aspek Keseimbangan Pasar pada Fenomena Kenaikan Tiket Angkutan Umum Kereta Api pada Masa Lebaran Tahun 2009 Fatihudin, Didin dan Noto Adam, Misrin Hariyadi, serta Iis Holisin, pp. 187-191, Model Pengembangan dan Peningkatan Pendapatan Home Industry Sepatu/Sandal Melalui Peningkatan Modal, Keterampilan, dan Perluasan Pasar di Kemasan Krian Sidoarjo Algifari, pp. 193-201, Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, pp. 203-223, Kinerja Pasar dan Informasi Akuntansi sebagai Pembentuk Portofolio Saham Astutik, Lya Dwi dan Nur Fadjrih Asyik, pp. 225-237, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Nasabah dalam Penggunaan Automatic Teller Machine (ATM) Bersama pada PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk Surabaya Vol. 4, No. 1, Maret 2010 Maharani, Putri Nazma, pp. 1-20, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi -Niat Konsumen dalam Pembelian Produk The Body Shop Algifari, pp. 21-29, Model Vector Autoregressive Laju Inflasi dan Tingkat Bunga di Indonesia Ekoningtyas, Deassy, pp. 31-42, Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan yang akan Menjelang Pensiun di PT. Krakatau Steel Cilegon Paramita, Dilha Ayu, pp. 43-50, Perilaku Transformasional Dosen pada Motivasi Mahasiswa Serta Dampaknya pada Pembelajaran, Pemberdayaan, dan Kepuasan Mahasiswa Kusumawati, Heni dan M. Hadi Suparyono, pp. 51-61, Menentukan Acuan Nilai Tukar Rupiah dengan Komparasi Nilai Tukar Hard Currencies Mardatillah, pp. 63-69, Identifikasi Kebutuhan-Kebutuhan yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Dosen Wanita pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Di Balikpapan Vol. 4, No. 2, Juli 2010 Oktovianus, Rustama T., pp. 71-88, Pengaruh Iklan Informatif dan Persuasif Terhadap Niat Membeli yang Dimediasi oleh Persepsi Kualitas
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Laksmidewi, AA. Ayu TP., pp. 89-108, Pengaruh Faktor Kekompakan, Motivasi, dan Peran Kepemimpinan Ketua Kelompok terhadap Keberhasilan Usaha Perikanan Wahyuni, RR. Yun, pp. 109-123, Analisis Optimalisasi Retribusi Pasar di Kabupaten Sleman Prabu, Damar Sasongko W., pp. 125-138, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Keinovatifan Individu dalam Teknologi Informasi pada Computer Self- Efficacy dengan Computer Anxiety sebagai Variabel Pemediasi Lim, Yohanes Tael, pp. 139-146, Pengaruh Misleading Price Advertising terhadap Kredibilitas Iklan dan Kesediaan Membeli pada Jasa Operator Seluler Kusreni, Sri, pp. 147-160, Ekspor Indonesia ke Triad Market Global Pasca Krisis Keuangan Amerika Serikat Tahun 2008-2009 Vol. 4, No. 3, Nopember 2010 Radhi, Fahmy, pp. 161-171, Analisis Kualitas Jasa dengan Servqual Model Studi Pada Angkutan Penyeberangan Antar Pulau di Kawasan Pariwisata di Indonesia Susanti, Anggraheni Niken, Rahmawati, dan Y. Anni Aryani, pp. 173-183, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007 Dais, M. Chairul, pp. 185-199, Pengaruh Kepuasan Kompensasi pada Perilaku Melayani dan Dampaknya pada Kinerja Karyawan Amelia, Anisah, pp. 201-220, Pengaruh Work-To-Family Conflict dan Family-To-Work Conflict terhadap Kepuasan dalam Bekerja, Keinginan Pindah Tempat Kerja, dan Kinerja Karyawan M. Vera Mini, pp. 221-238, Pengaruh Pengalaman Konsumen pada Sikap, Persepsi dan Perilaku yang Ditampakkan Saat Mengalami Ketidakpuasan atau Keluhan: Studi Kasus PDAM di Kota Brebes Frinces, Zein Heflin, pp. 239-247, Indonesia’s Economic Response To Global Economic Crises: A Conceptual Approach Vol. 5, No. 1, Maret 2011 Widodo, pp. 1-12, Model Pengembangan Evaluasi Strategi Lubis, Dharmawan, pp. 13-27, Pengaruh Brand Characteristic terhadap Kepercayaan dan Niat Beli
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Konsumen serta Dampaknya pada Loyalitas Konsumen Rahardja, Conny Tjandra, pp. 29-44, Pengaruh Tipe-Tipe Kepribadian Personality Plus terhadap Pencapaian Akademik Mahasiswa (Kasus Pada Mahasiswa S1 Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta) Jenny, pp. 45-59, Manajemen Laba dan Minimalisasi Pajak Penghasilan dengan Berlakunya UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 Tiastono, Taufan, pp. 61-73, Manajemen Laba Nyata sebagai Pemediasi Hubungan Ukuran Kepemilikan Institusional dengan Kinerja Keuangan Azali, Liasari dan Baldric Siregar, pp. 75-86, Abnormal Return Sekitar Penutupan Bursa Efek Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008: Studi Peristiwa Berbasis Data Intraday
ISSN: 1978-3116
JURNA L
Vol. 5, No. 2, Juli 2011
EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL EKONOMI & BISNIS (JEB) Ketentuan Umum 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai dengan format yang ditentukan. 2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail. 3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah. 4. Naskah dan CD dikirim kepada Editorial Secretary Jurnal Ekonomi & Bisnis (JEB) Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 ext. 1332 O Fax. (0274) 486155 e-mail:
[email protected] Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama pada lembar terpisah di bagian akhir naskah. 3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point. 4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 15 halaman termasuk gambar dan tabel. Urutan Penulisan Naskah 1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil, Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. 3. Judul ditulis singkat, spesifik, dan informatif yang menggambarkan isi naskah maksimal 15 kata. Untuk kajian pustaka, di belakang judul harap ditulis Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak di tengah-tengah tanpa titik. 4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor kode pos, nomor telepon, fax, dan e-mail.
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 200 kata menggunakan bahasa Inggris. Abstrak mengandung uraian secara singkat tentang tujuan, materi, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata Kunci (Keywords) ditulis miring, maksimal 5 (lima) kata, satu spasi setelah abstrak. Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Badrudin (2006); Subagyo dkk. (2004). Materi dan Metode ditulis lengkap. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengujian hipotesis). Diskusi diakhiri dengan simpulan dan pemberian saran jika dipandang perlu. Pembahasan (review/kajian pustaka) memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji. Ucapan Terima Kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan, misalnya pemberi gagasan dan penyandang dana. Ilustrasi: a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. c. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). d. Gambar/Grafik dibuat dalam program Excel. e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik. f. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI). Daftar Pustaka a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, edisi, penerbit, dan tempat. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat. b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. c. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan seperti yang dipakai pada JAM/JEB berikut ini:
Jurnal Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig. Summer 1994. “Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review: 57-67.
ISSN: 1978-3116 Vol. 5, No. 2, Juli 2011
JURNA L EKONOMI & BISNIS
Tahun 2007
Buku Paliwoda, Stan. 2004. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince. Prosiding Pujaningsih, R.I., Sutrisno, C.L., dan Sumarsih, S. 2006. Kajian kualitas produk kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangunan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman; Purwokerto, 11 Pebruari 2006. Fakutas Peternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60. Artikel dalam Buku Leitzmann, C., Ploeger, A.M., and Huth, K. 1979. The Influence of Lignin on Lipid Metabolism of The Rat. In: G.E. Inglett & S.I.Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemistry and Nutrition. Academic Press. INC., New York. Skripsi/Tesis/Disertasi Assih, P. 2004. Pengaruh Kesempatan Investasi terhadap Hubungan antara Faktor Faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana S-3 UGM. Yogyakarta. Internet Hargreaves, J. 2005. Manure Gases Can Be Dangerous. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/ 9760.html. Diakses 15 September 2005. Dokumen [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2006. Sleman Dalam Angka Tahun 2005.
Mekanisme Seleksi Naskah 1. 2. 3.
Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Editorial Board Members untuk ditelaah diterima atau ditolak. 4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (MITRA BESTARI) tentang kelayakan terbit. 5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh MITRA BESTARI) dikembalikan ke Editorial Board Members dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi), dan tidak diterima/ditolak). 6. Apabila ditolak, Editorial Board Members membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara MITRA BESTARI. 7. Keputusan penolakan Editorial Board Members dikirimkan kepada penulis. 8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. 9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Editorial Board Members ke Managing Editors. 10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 11. Naskah siap dicetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.