i
Daftar Isi
Sub Tema 1 Kearifan Lokal untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan/atau Energi 1.
Kearifan Lokal Menjadikan Kampung Cireundeu Sebagai Kampung Mandiri Pangan . ...................................................................................................
1
Capacity Building pada Komunitas Manajemen Air Bersih untuk Mendukung Ketahanan Pangan Daerah Pedesaan di Timor Leste ...........
2
Analisis Pencapaian Swasembada Beras Provinsi Maluku Tahun 2014 dengan Metode Statistika ...................................................................................
4
Implementasi Public Private Partnership pada Irigasi Tetes dalam Usaha Ketahanan Pangan di Indonesia ...........................................................
5
Bentuk dan Peran Kearifan Lokal untuk Mendukung Kemandirian Masyarakat Pulau Terpencil dalam Ketahanan Pangan . .............................
6
Peran Masyarakat dengan Pendekatan Negosiasi dalam Pengelolaan SDA Terpadu untuk Mendukung Ketahanan Pangan ..................................
7
Efektivitas Pengelolaan Sumber Air untuk Kebutuhan Air Irigasi Subak di Kota Denpasar ..................................................................................................
9
Perilaku Petani Terhadap Kegiatan Abstraksi Ilegal pada Saluran Induk Rappang D.I. Sadang di Sulawesi Selatan .....................................................
10
–– Agustin Purwanti dan Asep Wardiman
2.
–– Sigit Setiyo Pramono
3.
–– Happy Mulya
4.
–– Fabian Priandani dan Trisasongko Widianto
5.
–– Susilawati
6.
–– Achmadi Partowijoto
7.
–– I Ketut Suputra dan I Gusti Ngurah Kertaarsana
8.
–– Suwarno HP, Haeruddin C, Willem M, dan Seblon Sulleng
9.
Peranan Jaringan Pertukaran Informasi dan Pengetahuan Keairan dalam Mewujudkan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu . ............................... 12 –– Isnugroho dan Hermono S. Budinetro
10. Perlu Dikajinya Nilai-nilai Kearifan Lokal Berkaitan Pengelolaan Sumber Daya Air ..................................................................................................
13
11. Ketahanan Pangan Provinsi NAD dilihat dari Potensi Daerah Irigasi, Ketersediaan SDA dan Penduduk . ...................................................................
14
12. Menyoal Faktor-faktor Pendukung Ketahanan Pangan . .............................
15
–– Rr. Vicky Ariyanti, Kisworo Rahayu, dan Aneka Anjar
–– Kusnaeni
–– Soedarwoto Hadhisiswoyo
ii
Sub Tema 2 Konservasi Tanah dan Air dalam Menghadapi Perubahan Iklim 13. Penggunaan Flow Duration Curve Majemuk untuk Mendapatkan Energi Optimum pada Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro . .............................. 17 –– John Paulus Pantouw
14. Operator Morpho-Hidrologi pada DEM dan Peta Digital untuk Pemetaan Awal Potensi PLTA dan PLTMH Studi Kasus DAS Mamberamo ...........................................................................................................
18
15. Indikator dan Indeks Kekeringan untuk Alokasi Air dalam Mendukung Ketahanan Pangan ................................................................................................
19
16. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Sungai Bangga, Sulawesi Tengah, Indonesia ...............................................................................
20
17. Implementasi Prinsip Eco-Efficient dalam Kegiatan Konservasi di DAS Brantas Sebagai Upaya Menghadapi Perubahan Iklim ...............................
21
18. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Pulau Kecil Non-Cat dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi ...................................................
22
19. Pengembangan Teknologi Perlindungan Mata Air di Daerah Pantai Berkarang / Bertebing .........................................................................................
23
20. Penggunaan Data Satelit untuk Analisis Hidrologi pada Kawasan dengan Data Terbatas, Studi Kasus Sub Wilayah Sungai Bikuma ...........
24
21. Prediksi Hujan Bulanan Menggunakan Model Statistical Downscaling Luaran Ncep/Ncar Reanalysis Berbasis Jaringan Saraf Tiruan .................
25
22. Kajian Terhadap Metode Analisa Evapotranspirasi Potensial untuk Kawasan Kota Pontianak Sebagai Antisipasi Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Sumber Daya Air ..........................................................................
26
23. Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Wonogiri dengan Program Dinamik ..
27
24. Antisipasi Siklon Tropis dalam Pengelolaan Sumber Daya Air . ..............
28
–– Tunggul Sutan Haji dan Dedi Cahyadi
–– Waluyo Hatmoko
–– Moh. Bisri, Rispiningtati, Lily Montarcih, dan I Wayan Sutapa
–– Astria Nugrahany dan Erwando Rachmadi
–– Robert J Kodoatie dan Happy Mulya
–– Abimanyu dan Fitri Riandini
–– Rahmawati Solihah, Bouke Pieter Ottow, Rendy Firmansyah, dan Waluyo Hatmoko
− Gusfan Halik, Nadjadji Anwar, Edijatno, dan Sony Sunaryo
–– Stefanus B Soeryamassoeka, Jane E. Wuysang, Djono Sodikin, dan F. Higang –– Dyah Ari Wulandari, Suseno Darsono, dan Djoko Legono –– Darwin Lubis
iii
25. Pemodelan Kesesuaian Lahan Berbasiskan Konservasi DAS Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis ........
29
26. Studi Awal Pemanfaatan Metoda Pengaliran Lapisan Hipolimnion Waduk untuk Pengendalian Eutrofikasi Waduk Jatiluhur . .........................
30
27. Pengaruh Parameter Limpasan Permukaan Terhadap Debit Puncak di Perkotaan ................................................................................................................
31
28. Penataan Sistem Pengelolaan DAS Berbasis pada Indikator Penilaian Kondisi dan Pembagian Wilayah DAS ...........................................................
32
29. Pengelolaan SDA untuk Mendukung Ketahanan Pangan pada Sungai Lintas Provinsi dan Sungai Strategis Nasional .............................................
33
30. Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaaan Aset Sungai Yang Mendukung Operasi dan Pemeliharaan Sungai ............................................
34
–– Vera Sadarviana, Yadi Suryadi, dan Happy Fadjarudin
–– Eko W. Irianto, R.Wahyudi Triweko, dan P. Soedjono
–– Ery Setiawan, Fatchan Nurrochmad, Joko Sujono, dan Rachmad Jayadi
–– Dwi Priyantoro, Linda Prasetyorini, dan Hari Prasetijo
–– Ratna Hidayat, Reri Hidayat, dan Wati Asriningsih
–– Hermono S. Budinetro dan Leonarda B. Ibnu Said
31. Studi Efektifitas Penggunaan Kolom Pasir pada Waduk Resapan dengan Berbagai Parameter .............................................................................................. 35 –– Akhmad Azis, M.Saleh Pallu, A.M. Arsyad Thaha, dan Ahmad Bakri Muhiddin
32. Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Danau-Das Mahakam . ................
36
33. Model Morfologi Sungai Kali Porong . ...........................................................
37
34. Teknologi Sabo Tipe Tampungan dalam Penanganan Permasalahan Sedimentasi Danau Limboto . ............................................................................
38
35. Kajian Efektifitas Bangunan Pengendali Sedimen Terhadap Upaya Konservasi Tanah dan Air di Kawasan Gunung Karangetang . .................
39
36. Pengkajian Penanggulangan Laju Sedimentasi Waduk Selorejo dengan Penerapan Teknologi Sabo .................................................................................
40
–– Mislan
–– Minarni Nur Trilita
–– Chandra Hassan, Djudi, Santosa Sandy Putra, dan Hatma Suryatmojo
–– Tiny Mananoma, Fauzan, I Wayan Sudira, dan Villy Linggar
–– Dyah Ayu Puspitosari, Ika Prinadiastari, dan Erwando Rachmadi
iv
Sub Tema 3 Pengembangan Energi Berbasis Sumber Daya Air (SDA) 37. Simulasi Pengembangan Energi Listrik Berbasis Gelombang Pasang Surut di Teluk Ambon .........................................................................................
41
38. Pemanfaatan Sumber Air Sungai Empanang Deras Sebagai Sumber Listrik Mikro Hidro Kecamatan Puring Kencana . .......................................
42
39. Ekspansi Tenaga Air untuk Ketahanan Energi Melalui Pengoperasian Waduk Tunggal Studi Kasus Waduk Paya Bener Takengon ......................
43
40. Pemanfaatan Bangunan Terjun pada Sistem Jaringan Irigasi untuk Pengembangan Energi Mikro Hidro ................................................................
44
41. Potensi Pengembangan “Low Head Hydropower” di Wilayah Sungai Kali Brantas Sebagai Sumber Energi Terbarukan ........................................
45
42. Tipe Run OfF River – Low Head Hydropower Plant Sebagai Alternatif Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Ramah Lingkungan ........
46
43. Pemanfaatan Energi Air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Bendung Gerak Serayu .........................................................................................................
47
–– Nawawi Badri Saimima, Radianta Triatmadja, dan Nur Yuwono
–– Kartini dan Stefanus B Soeryamassoeka
–– Azmeri
–– Melly Lukman, Hamzah M.ATP, dan Abd Wahab Thaha
–– Alfan Rianto dan Erwando Rachmadi
–– Aisha Sri Masputri, Zouhrawaty A. Ariff dan Masimin
–– Nasrun Sidqi dan Kisworo Rahayu
44. Pengembangan Potensi Sumberdaya Air untuk Mengatasi Energi Listrik di Propinsi Papua .................................................................................................. 48 –– Farouk Maricar, Achmad Sumakin, dan Indra Mutiara
45. Isu dan Tantangan Pengembangan PLTMH di Wilayah Kerja PJT II. ..... –– Iding S. Adiwinata, Anton Mardiyono, dan Elyawati Siregar
49
46. Kebijakan Pemerintah untuk Mendorong Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan PLTM ......................................................................................... 50 –– M. Budi Setianto
47. Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Toba-Asahan ..................
51
48. Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Hukurila Kota Ambon untukmendukung Ketahanan Energi . ...............................................
52
–– Pardomuan Gultom
–– James Zulfan, Erman Mawardi, dan Yanto Wibowo
v
Sub Tema 4 Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi dan Rawa 49. Pintu Klep Ringan Tahan Korosi sebagai Pintu Pengatur untuk Irigasi Pasang Surut ..........................................................................................................
53
50. Kombinasi Embung dan Long Storage untuk Memaksimalkan Potensi Air Irigasi Tanaman Tebu ...................................................................................
54
51. Dampak Pengelolaan Irigasi Modern Terhadap Sistem Pemberian Air Irigasi . .....................................................................................................................
55
52. Kajian Neraca Air Daerah Irigasi Leuwi Goong dengan Efisiensi Kebutuhan Air di Daerah Garut Jawa Barat . .................................................
56
53. Studi Efisiensi Irigasi di Petak Sawah . ...........................................................
57
54. Peningkatan Efisiensi Air Irigasi dengan Introduksi Sistem Otomatis pada Sistem Irigasi di Lahan Produksi Pangan .............................................
58
55. Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi pada Daerah Irigasi Krueng Aceh ..............................................................................
59
56. Aplikasi Model Tangki untuk Analisis Return Flow di Lahan Irigasi......
60
57. Sistem Akuisisi Data Tekanan di Saluran Curam .........................................
61
58. Studi Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Lider di Kabupaten Banyuwangi untuk Irigasi ..................................................................................
62
59. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah ....................................................
63
60. Introduksi Teknologi Bahan Alternatif untuk Prasarana Jaringan Irigasi ......
64
–– Agung Sabur, Yanto Wibawa, dan Reinhart P Simandjuntak
–– Amril Ma’ruf Siregar dan Nur Arifaini
–– Herman Idrus, Reni Mayasari, dan Gok Ari Joso Simamora
–– Ana Nurganah CH
–– Alfiansyah Yulianur BC, Maimun Rizalihadi, dan Rahmi Putri Yanti
–– Satyanto K. Saptomo, Yudi Chadirin, Budi I. Setiawan, dan Hanhan A. Sofiyudin
–– Meylis, Sarah, A. Munir, Dirwan, Azmeri, dan Masimin
–– Abdul Azis, Rachmad Jayadi, dan Fatchan Nurrochmad
–– Yeri Sutopo, Budi Wignyosukarto, Istiarto, dan Bambang Yulistyanto
–– Nastasia Festy Margini dan Nadjadji Anwar
–– Agus Sumadiyono, Joko Nugroho, dan Heriyadi Dwijoyanto –– Hanhan A. Sofiyuddin, Susi Hidayah, dan M. Muqorrobin
61. Kerusakan Prasarana Irigasi di Lereng Merapi Kabupaten Sleman Pasca Erupsi 2010 ............................................................................................................ 65 –– Agus Sumaryono, dan Dyah Ayu Puspitosari
vi
62. Pemanfaatan Rawa Lebak Sungai Luar Sebagai Long Storage untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian ...........................................................
66
63. Aplikasi Model Moran untuk Tampungan Irigasi Waduk Ponre-Ponre ..
67
64. Model-model Simulasi Stokastik untuk Optimasi Aturan Operasi Waduk ....
68
65. Pengaruh Jumlah Tangga Terhadap Kondisi Hidraulika Aliran pada Pelimpah Bertangga Kemiringan 1v:1,5h ......................................................
69
66. Pare Pare Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Melalui Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Desa Yang Ada di Kabupaten Barru ........................................................................................................................
70
67. Optimasi Prasarana dan Sarana Irigasi Teknis Saddang Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional . .....................................................
71
68. Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Bili Bili, Bissua dan Kampili Dukung Ketahanan Pangan Nasional ..............................................
72
69. Rehabilitasi Kerusakan Daerah Irigasi Semi Teknis di Bulukumba – Sinjai – Pangkep Ditujukan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional ..................................................................................................................
73
70. Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Kelara Pendukung Ketahanan Pangan Nasional ..............................................................................
74
71. Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Leko Pancing dan Bantimurung Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional . ............
75
–– Sumiharni dan Nur Arifani
–– Supriya Triwiyana, Williem Minggu, dan Muhammad Hasbi –– Widandi Soetopo dan Dwi Priyantoro
–– Nadjadji Anwar, Edijatno, Saptarita Kusumawati, Mahendra Andiek Maulana, dan Very Dermawan
–– Andi Djadir Zainuddin, Zainal Arifin, Andi Babba, Subandi, dan Usman
–– Haryanto, Feriyanto Pawenrusi, Anshar, M. Rachmat, dan Subandi
–– Hariyono Utomo, Haeruddin C. Maddi, Adi Umar Dani, dan Subandi
–– Abdul Wahab Thaha, Subandi, H. Burharuddin Akib, Agustinus Bandaso, H.M.Yamin Sukri dan Anshari Dahlan
–– Agus Setiawan, Hariyono Utomo, Zainal Arifin, dan Subandi
–– Subandi, Mat Nasir, Faisal Soedarno, Nilawati Lubis, dan Pandu Ageng Suryo
72. Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Tommo dapat Mendukung Ketahanan Pangan Nasional .............................................................................. 76 –– Thomas Raya Tandisau, M. Asdin Thalib, Zul Arifin, Siang Bantaeng dan Subandi
73. Pipanisasi Beton pada Jaringan Irigasi dapat Mendukung Ketahanan Pangan Nasional ................................................................................................... –– M. K. Nizam Lembah, Sumardji, Eka Rahendra, Agus Hasanie dan Subandi
77
vii
74. Pembangunan Bendung Karet Waledan di Kabupaten Indramayu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional . .....................................................
78
75. Rancangan Sistem Jaringan Irigasi dan Bangunan Air di Daerah Aliran Sungai Kecil ..........................................................................................................
80
76. Prediksi Nilai Koefisien Kekasaran Dinding Saluran dalam Rangka Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi . ..........................................................
81
77. Studi Optimasi Alokasi Air Sungai Jangkok untuk Kebutuhan Irigasi di Pulau Lombok .......................................................................................................
82
78. Kajian Optimalisasi Penggunaan Air Irigasi di Daerah Irigasi Wanir Kabupaten Bandung . ...........................................................................................
83
79. Opsi Optimasi Fungsi Prasarana Hidraulik Persawahan Rawa Puntik Terentang ................................................................................................................
84
80. Reklamasi Daerah Rawa Cermai untuk Menunjang Ketahanan Pangan di Kabupaten Sambas ..........................................................................................
85
–– Joko Mulyono
–– Rosmina Zuchri dan Budi Indra Setiawan
–– Henggar Risa Destania, H. Hendri, dan H. Abdul Muis
–– Galuh Rizqi Novelia, Nadjadji Anwar dan Edijatno
–– Yuliya Mahdalena Hidayat, Dhemi Harlan, dan Winskayati
–– L. Budi Triadi
–– Jane Elisabeth Wuysang dan Stefanus B Soeryamassoeka
81. Pengembangan Lahan Rawa Kecamatan Rakumpit Propinsi Kalimantan Tengah Mendukung Ketahanan Pangan Melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat ................................................................................ 86 –– Maya Amalia
82. Upaya Perbaikan Menuju Keseimbangan Air Optimal Jaringan Irigasi Interkoneksi Lombok Selatan . .......................................................................... –– Marsono dan Fuadi Alfianto
87
83. Analisis Prioritas Pemeliharaan Jaringan Irigasi Beberapa Daerah irigasi Lintas Kabupaten . ................................................................................................ 88 –– Endita Prima Ari Pratiwi dan Fatchan Nurrochmad
84. Perbandingan Beberapa Metode Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk untuk Menentukan Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi........
89
85. Pendefinisian Ulang Tugas dan Tanggung Jawab Petugas Operasi dan Pemeliharaan Irigasi ............................................................................................
90
86. Pengelolaan Aset Irigasi untuk Peningkatan Ketahanan Pangan ..............
91
–– Murtiningrum dan Fatchan Nurrochmad
–– Abdul Wahab dan Anshari Dahlan
–– Suseno Darsono dan Agus Suprapto Kusmulyono
viii
87. Manajemen Risiko Kualitatif pada Proyek-proyek Keairan di Bali ........
92
88. Adaptasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Keterkaitan Hubungan Antara Air-Pangan dan Energi ......................................................
93
89. Karakteristik Lapisan Armouring Akibat Perilaku Sebaran Sedimen Dasar yang Bergerak ...........................................................................................
94
90. Konsep Penanganan Terpadu Sungai Benanain dalam Mendukung Kesejahteraan dan Ketahanan Pangan . ...........................................................
95
–– I Nyoman Norken, Ida Bagus Ngurah Purbawijaya, dan I Made Windia
–– Deny Ramadhani, M. Donny Azdan, dan Abdul Malik Sadat Idris
–– Cahyono Ikhsan, Adam Pamudji Raharjo, Djoko Legono, dan Bambang Agus Kironoto
–– John Fernandez, Charisal A. Manu dan Susilawati
Sub Tema 5 Teknologi Sumber Daya Air Air Baku 91. Analisa Ekonomi Ketersediaan Air Hujan .....................................................
97
92. Kajian Kekritisan Air di Kota Yogyakarta .....................................................
98
93. Analisis Kebutuhan Air Bersih Sistem Perpipaan dalam Kabupaten Muara Enim ...........................................................................................................
99
–– Denny Hafsan, Tri Rahayu, dan Ratna Simatupang
–– Bambang Hargono, Junun Sartohadi, M. Pramono Hadi, dan Bakti Setiawan
–– Ishak Yunus
94. Filter Beton Hemat Energi ................................................................................. 100 –– Budi Kamulyan, Fatchan Nurrochmad, Radianta Triatmadja dan Sunjoto
95. Analisis Kebutuhan Air Baku Berdasarkan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Studi Kasus Kota Depok .................................................................. 101 –– Heri Suprapto dan Fani Yayuk Supomo
96. Analisis Hidrologi Sebagai ‘Emergency Solution’ dalam Proyek Supervisi Konstruksi Penanggulangan Kebocoran Waduk Penjalin di Kabupaten Brebes ................................................................................................ 102 –– Anto Henrianto
Sungai dan Sedimen 97. Pengaruh Tegangan Geser Dasar Terhadap Perubahan Dasar pada Saluran Menikung ................................................................................................ 103 –– Bambang Agus Kironoto, Bambang Yulistiyanto, Istiarto, Sumiadi, dan Anton Ariyanto
98. Distribusi Intensitas Turbulen pada Belokan Saluran Alluvial ................. 104 –– Sumiadi, Bambang Agus Kironoto, Djoko Legono, dan Istiarto
ix
99. Studi Eksperimental Tentang Erodibilitas Tanah dan Hubungannya Terhadap Erosi di Sub DAS Manting Mojokerto ......................................... 105 –– Runi Asmaranto, Ria Asih Aryani Soemitro, Sri Legowo Wignyo Darsono, dan Nadjadji Anwar
100. Kajian Pendugaan Erosi Lahan dengan Metode USLE Berbasis Sistem Informasi Geografis ............................................................................................. 106 –– Muharruddin dan Nindyo Cahyo. K.
101. Model Analisis Spasial Pengaruh Perubahan Kekritisan Lahan Terhadap Peningkatan Debit Banjir Studi Kasus DAS Bengawan Solo ................... 107 –– Adi Sutarto, Edy Sriyono, dan Ilham Purnomo
102. Prediksi Erosi dan Sedimentasi Saluran di P8-13S Delta Telang I dalam Mendukung Optimasi Fungsi Sarana dan Prasarana Irigasi Rawa Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan . ...................................... 108 –– Achmad Syarifudin
Banjir 103. Rencana Pengendalian Banjir Tukad Mati di Kota Denpasar dengan Retarding Basin (Kolam Retensi) . ................................................................... 109 –– I Gede Suryadinata Pande, IN Norken, dan IGB. Sila Dharma
104. Tinjauan Penyebab Banjir Bandang Batang Kuranji Kota pada ng, Menggunakan Data Curah Hujan, Penginderaan Jauh dan Sistim Informasi Geografis ............................................................................................. 110 –– Zahrul Umar, Daniel Blesson Deo Silitonga, dan Idzurnida Ismael
105. Studi Pengendalian Banjir Kawasan Perkotaan Yang Berawawasan Lingkungan Studi Kasus Kolam Retensi IAIN Sukarame Bandar Lampung . ............................................................................................................... 111 –– Librandy Hutagaol, Nur Arifaini, Siti Nurul
106. Estimasi Parameter Model Hujan Aliran untuk Das dengan Keterbatasan Alat Ukur Debit pada Kali Porong . ................................................................. 112 –– Entin Hidayah
107. Model Penanganan Banjir Jakarta Secara Komprehensif dan Integratif Berbasis Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air ............................................................................................................................ 113 –– Andi Widyanto, Dony Hermawan, Arie Bayu Purnomo, dan S. Legowo
108. Alternatif Penanggulangan Banjir Lahar dengan Bangunan Sabo di Lereng Gunung Gamalama ................................................................................ 114 –– Rokhmat Hidayat dan Agus Sumaryono
109. Pengembangan Sistem Polder Banger Berbasis Masyarakat ..................... 115 –– Septiani Retno Wastuti dan Hermono S. Budinetro
110. Alternatif Solusi Banjir Bandung Selatan Melalui Water Park Berbasis Sosek-Teknik, Budaya dan Ramah Lingkungan ........................................... 116 –– Riska Hilmi Mutiawati dan Sri Legowo
x
111. Konsep Penanganan Banjir di Kota Semarang . ............................................ 117 –– Tauvan Ari Praja dan Hermono Suroto Budinetro
112. Aplikasi Model Elevasi Digital untuk Analisa Rawan Banjir pada Kota Makassar . ............................................................................................................... 118 –– Mukhsan Putra Hatta dan Muchsin Muhadjir
113. Pemanfaatan Rawa Sebagai Pengendali Banjir Studi Kasus pada Rawa Tappareng Palisu Kabupaten Wajo ..................................................................... 119 –– Abdul Nasser Hasan
114. Studi Genangan Banjir di Sekitar Aliran Sungai Tallo Kota Makassar Menggunakan Sistem Informasi Geografis .................................................... 120 –– Mukhsan Putra Hatta, Muhammad Saleh Pallu, dan Ilham Hadi
Pantai 115. Perbandingan Sistem Fluidisasi dengan Metode Lain dalam Mengatasi Pendangkalan Muara Sungai Panoang Bantaeng . ........................................ 121 –– ArsyadThaha, Nur Yuwono, Radianta Triatmadja, dan Willem Minggu
116. Aplikasi Produk Geosintetik untuk Pekerjaan Reklamasi Pantai ............. 122 –– Andryan Suhendra dan Doyo Lujeng Dwiarso
117. Pegar Geobag Rangka Bambu Sebagai Pelindung Mangrove dan Perehab Pantai Tererosi . ..................................................................................... 123 –– Rian M. Azhar, Mahdi Ernawan, dan Dede M.Sulaiman
118. Fenomena Piling-Up di Belakang Pegar, Kajian Teori dan Eksperimen.... 124 –– Dede M. Sulaiman, Radianta Triatmadja, dan R. Wahyudi Triweko
119. Simulasi Kecepatan Surge dengan Adanya Debris pada Flume Horisontal. .. 125 –– Siti Nurul Hijah dan Radianta Triatmadja
120. Reduksi Gaya Tsunami pada Bangunan Terlindung dengan Variasi Porositas dan Jarak Pelindung ........................................................................... 126 –– Maulina Indriyani dan Radianta Triatmadja
Sub Tema 1 Kearifan Lokal untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan/atau Energi
1
Kearifan Lokal Menjadikan Kampung Cireundeu Sebagai Kampung Mandiri Pangan Agustin Purwanti1* dan Asep Wardiman2 1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Achmad Yani, HATHI Cabang Bandung Paniten Kampung Adat Cireundeu
2
*
[email protected]
Intisari Dalam menjaga kelestarian lingkungan Sumber Daya Tanah dan Air dengan Kearifan Lokal Kampung Adat Cireundeu yang lokasinya relatif dekat dengan daerah perkotaan masih dapat bertahan sampai saat ini dan Kampung Cireundeu menjadi suatu Kampung yang hampir tidak pernah terpengaruh oleh gejolak sosial yang sering terjadi terutama mahalnya harga makanan pokok terutama beras. Masyarakat hanya mengandalkan air dari alam. Masyarakat adat Kampung Cireundeu berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu : “Teu Nyawah asal Boga Pare, Teu Boga Pare asal Boga Beas, Teu boga Beas asal bisa Nyangu, Teu bisa Nyangu asal Dahar, Teu Dahar asal Kuat”, yang artinya adalah tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal bisa makan, tidak makan asal kuat. Mohon kekuatan ini harus kepada Yang Memiliki, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Harapan dari pola kebiasaan konsumsi pangan di Kampung Cireundeu dapat “diketuktularkan” ke daerah lain karena dengan usaha diversifikasi produk singkong tersebut selain akan membantu peningkatan taraf ekonomi masyarakat di pedesaan khususnya juga kemandirian pangan akan terwujud. Apabila hal itu terjadi di daerah lain akan mendorong tumbuhnya kemandirian pangan di lingkungan keluarga, masyarakat dan akhirnya ketahanan pangan nasional dapat segera tercapai. Kata kunci : Kampung Adat Cireundeu, konsumsi pangan.
2
Capacity Building Pada Komunitas Manajemen Air Bersih Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Daerah Pedesaan Di Timor Leste Sigit Setiyo Pramono ChildFund Timor-Leste
[email protected]
Intisari Pada bulan Mei 2002, Timor-Leste mendapatkan kemerdekaan secara resmi dari Indonesia, setelah mengalami pendudukan 25 tahun dan sebuah referendum tahun 1999. Sejak saat itu tingkat ekonomi meningkat dengan dukungan penuh pemerintah Timor-Leste khususnya tahun 2008 sampai 2011 dengan pendapatan dari minyak bumi. Pemerintah Timor Leste melakukan investasi signifikan pada rehabilitasi infrastruktur seluruh wilayah Timor-Leste. Pembangunan ini dimulai untuk mengurangi angka kemiskinan dan perbaikan tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan data Bank Dunia dimana Timor Leste mengalami peningkatan kesejahteraan dari 39,7% pada tahun 1999 menjadi 49.9% pada tahun 2010. Selama masa pembangunan, Timor-Leste menghadapi dua tantangan besar yaitu ketersediaan air dan pangan. Kondisi infrastruktur air baku banyak mengalami kerusakan karena kurangnya tingkat pemeliharaan. Usaha-usaha pemerintah Timor-Leste untuk merehabilitasi menghadapi masalah kurangnya kualitas sumber daya manusia. Pemerintah mengharapkan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) international untuk berpartisipasi mengembangkan di bidang infrastruktur dan ketahanan pangan. Menurut data AusAID (the Australian Government’s Overseas Aid Program) dalam kurun waktu 4 tahun dari tahun 2008 sampai 2011, Pemerintah Timor Leste melakukan investasi air baku untuk 145,486 beneficiaries atau hanya 44,93% dari total investasi pada air baku. Sedangkan AusAID melalui agensinya BESIK dan LSM internasional seperti ChildFund, Oxfam dan Wateraid memainkan peran penting dalam pembangunan prasarana air baku dan ketahanan pangan di tingkat pedesaan. Berdasarkan observasi di daerah komunitas pedesaan, penggunaan air di Timor Leste didominasi penggunaan domestik. Hanya sebagian kecil untuk penggunaan air digunakan keperluan agrikultur. Banyaknya kasus menurunnya fungsi infrastruktur air baku dikarenakan kurangnya pemeliharaan berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas tanaman pangan pada komunitas lokal. Bersama dengan LSM internasional, Pemerintah mencoba untuk melibatkan komunitas dalam konstruksi dan pemeliharaan dari sistem air baku. Hal ini akan dicapai melalui pembentukan kelompok komunitas yang bertanggung jawab dalam operasi dan pemeliharaan dari sistem air baku, dikenal dengan GMF (kelompok pemelihara fasilitas). Beberapa GMF dibentuk dan
3
dipilih oleh masyarakat sendiri dimana sistem air baku beroperasi. Berikutnya adalah tantangan bagaimana anggota GMF dapat melakukan pemeliharaan insfrastruktur sistem air baku secara berkelanjutan. Pemerintah dan LSM internasional berkerja sama pada hal kapasitas building dari anggota GMF sebelum, selama dan setelah pembangunan sistem air baku. Kemudian GMF akan memainkan peran penting pada keberlanjutan komunitas manajemen air, dan mendukung perbaikan kesehatan dan ketahanan pangan di daerah pedesaan di Timor-Leste. Kata kunci: capacity building, GMF, keberlanjutan, ketahanan pangan dan pemeliharaan.
4
Analisis Pencapaian Swasembada Beras Provinsi Maluku Tahun 2014 Dengan Metode Statistika Happy Mulya Anggota HATHI Cabang Maluku
[email protected]
Intisari Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Faktor-faktor yang berpengaruh untuk pencapaian ketahanan pangan Provinsi Maluku terutama kebutuhan beras sangat kompleks, ini dikarenakan kondisi geografis Maluku yang merupakan provinsi kepulauan dengan potensi daerah irigasi yang terbatas. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendatang dari luar, maka akan meningkatkan pula kebutuhan akan beras, sehingga perlu suatu kajian lebih lanjut guna mengatasi permasalahan ini. Maksud penulisan makalah ini adalah untuk melakukan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh dalam pencapaian program swasembada beras Pemerintah Provinsi Maluku Tahun 2014. Tercapainya sasaran program swasembada beras Provinsi Maluku ini, dipengaruhi oleh banyak variabel-variabel yang kemudian dianalisis menggunakan metode statistika regresi linear. Dengan adanya analisis statistika ini akan sangat berguna untuk mengetahui hubungan antar variabel terikat dengan variabel bebas atau hubungan antar variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil kajian dan analisis ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman dan acuan untuk mencapai sasaran program swasembada beras Pemerintah Provinsi Maluku Tahun 2014. Kata kunci: pangan, daerah irigasi, variabel terikat, variabel bebas, analisis statistika, swasembada beras Maluku
5
Implementasi Public Private Partnership Pada Irigasi Tetes dalam Usaha Ketahanan Pangan di Indonesia Fabian Priandani dan Trisasongko Widianto Anggota HATHI Cabang Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum
Intisari Dalam 20 tahun mendatang diperkirakan Indonesia akan mengalami krisis air, krisis pangan, dan krisis energi. Ketiga ancaman krisis ini menjadi tantangan nasional jangka panjang yang harus diantisipasi secara dini agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan bangsa. Khususnya dalam penanganan ketahanan pangan konsep aplikasi air dunia “Produksi pertanian per tetes air” merupakan tantangan bagi dunia termasuk Indonesia yang memiliki lahan kering yang sangat luas. Salah satu cara pengelolaan lahan kering yaitu dengan teknik bercocok tanam secara intensif melalui mikro irigasi (tetes dan curah). Namun terdapat beberapa hal yang paling berpengaruh menjadi penyebab mikro irigasi sulit berkembang yakni besarnya biaya investasi dan sulitnya mengubah pola budaya bertani. Makalah ini bertujuan untuk mengurangi tantangan pelaksanaan pengelolaan lahan kering dengan mengaplikasikan konsep Public Private Partnerships (PPP) atau kerjasama pemerintah swasta yang telah dimodifikasi, dimana hal ini telah dilakukan di beberapa negara lain seperti Senegal, India, Mali, dan lain-lain. Kata kunci: ketahanan pangan, irigasi tetes, public private partnership
6
Bentuk Dan Peran Kearifan Lokal Untuk Mendukung Kemandirian Masyarakat Pulau Terpencil Dalam Ketahanan Pangan Susilawati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandira
[email protected] dan
[email protected]
Intisari NTT merupakan provinsi kepulauan terdiri dari pulau-pulau kecil, termasuk kategori iklim semi kering. Pulau-pulau ini membentuk cincin lingkaran dalam perairan Laut Sawu dan Samudera Hindia. Transportasi paling murah untuk menghubungkan pulau-pulau ini adalah transportasi laut, yang sangat dipengaruhi angin dan gelombang. Dari pulau-pulau tersebut, terdapat P. Sabu-Raijua yang kecil terpencil, yang menyebabkan sering terjadinya rawan pangan karena kendala transportasi. Situasi ini membutuhkan konsep pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, khususnya untuk mendukung kemandirian masyarakat mengupayakan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Beberapa bentuk yang telah dan masih dikembangkan selama ini adalah sistem embung. Permasalahan dalam sistem ini: 1) secara teknis, kapasitas tampungan embung tidak seimbang dengan air yang dapat ditampung dari daerah tangkapan, 2) penguapan yang besar di NTT menyebabkan air tampungan banyak hilang, 3) sistem operasional dan pemeliharaan setelah konstruksi, dan 4) keberlanjutan sistem bagi masyarakat. Bentuk dan peran kearifan lokal dalam pengembangan sistem pengelolaan air hujan untuk pertanian, diharapkan dapat mendukung kemandirian masyarakat dalam ketahanan pangan. Konsep PAHP yang dikembangkan untuk P. Sabu-Raijua adalah bentuk dan peran kearifan lokal yang dapat mendukung kemandirian masyarakat dalam ketahanan pangan. Sama dengan sistem embung yang dikembangkan selama ini, tetapi sistem ini dikembangkan dalam skala kecil-kecil, mudah dikonstruksidioperasionalkan-dipelihara oleh masyarakat sendiri, sehingga keberlanjutan sistem dapat dicapai, dan akan mendorong kemandirian masyarakat dalam mendukung ketahanan pangan. Sistem ini terdiri dari 2 pendekatan yaitu di tingkat eksternal/ makro, pada alur-alur alam, dibangun sederetan cek dam, yang berfungsi menjebak air; dan internal/mikro, pada lahan pertanian, dibangun sumur gali pada lahan pertanian. Karena dalam skala yang kecil-kecil, maka dapat dikonstruksi secara luas dan merata, sehingga dampaknya lebih mudah dicapai. Dengan mengangkat kearifan lokal dan partisipasi masyarakat, maka pengembangan sistem ini akan lebih terjamin keberlanjutannya, sehingga manfaatnya lebih dirasakan, khususnya untuk mendukung kemandirian masyarakat dalam ketahanan pangan. Kata kunci: kearifan lokal, ketahanan pangan, pulau terpencil, mandiri, jebakan air
7
Peran Masyarakat Dengan Pendekatan Negosiasi Dalam Pengelolaan Sda Terpadu Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Achmadi Partowijoto Anggota HATHI Cabang Jakarta
[email protected]
INTISARI Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan, peran masyarakat dengan kearifan lokal dan sumber daya masih belum optimal dan perlu pendekatan negosiasi yang efektif, khususnya dalam Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) terpadu, sebagai faktor keberhasilan ketahanan pangan nasional. Kendala peningkatan PSDA terpadu dalam mendukung ketahanan pangan nasional dikarenakan sekitar 50% prasarana irigasi rusak ringan sampai berat, sehingga tidak mampu berfungsi optimal menyediakan air irigasi. Salah satu faktor penyebab adalah terbatasnya dana operasi dan pemeliharaan prasarana irigasi, untuk daerah irigasi kewenangan pemerintah daerah, khususnya pemerintah kabupaten/kota. Lahan pertanian yang menerima air waduk hanya sekitar 800.000 ha, selebihnya air sungai dengan fluktuasi debit air musim hujan dan musim kemarau yang semakin ekstrim. Tanpa peran masyarakat yang efektif dalam PSDA terpadu, untuk menjamin ketersediaan air irigasi, sulit mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan harus berkelanjutan, dan ke depannya Indonesia dengan sumber daya lahan dan air yang cukup, seharusnya mampu mewujudkan kemandirian pangan tanpa ketergantungan pada impor dari negara lain. Beberapa prinsip peran masyarakat dalam PSDA terpadu adalah: 1) memprioritaskan inisiatif lokal untuk menerapkan pendekatan negosiasi; 2) memberdayakan komunitas lokal untuk mensyaratkan air sebagai kebutuhan dasar; 3) menjaga kelenturan dalam pendekatan negosiasi pada berbagai tingkatan; 4) mengoptimalkan penggunaan SDA melalui integrasi; 5) pengambilan keputusan melalui konsensus pada tingkat paling bawah; 6) menjaga keseimbangan dalam peran serta gender; 7) menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna; dan 8) mewujudkan keterbukaan dan akuntabilitas. Pendekatan negosiasi diartikan sebagai dialog terbuka dan lentur yang melibatkan berbagai pemilik kepentingan untuk mencari solusi, dimana manfaatnya dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin pemilik kepentingan. Peran masyarakat dengan kearifan lokal dan sumber daya melalui pendekatan negosiasi pengambilan keputusan, implementasinya serta monitoring dan evaluasi terhadap proyek dan dampak. Pendekatan negosiasi relevan untuk menghadapi kenyataan di lapangan pada wilayah sungai, dimana permasalahan dapat diatasi secara koheren dan konsisten, seperti pada contoh berikut: 1) rencana penyudetan
8
kali Ciliwung dan kali Cisadane; 2) pengendalian banjir di Danau Tempe; 3) Antisipasi dampak perubahan iklim untuk mempertahankan produksi tanaman pangan di Jawa Tengah; 4) perbaikan sistem pasokan air bersih di desa Alastuwo, Jawa Tengah; 5) kegiatan masyarakat mewujudkan distribusi air bersih secara adil, di Rahuki, Pakistan; 6) sistem drainase yang dibangun dan dioperasikan oleh masyarakat miskin dipinggiran kota Karachi, Pakistan; 8) swastanisasi air minum dan pengelolaan air limbah di Buenos Aires, Argentina. Manfaat peran masyarakat dengan kearifan lokal dan sumber daya yang dimiliki melalui pendekatan negosiasi seperti peningkatan pengelolaan jaringan irigasi, antisipasi dampak perobahan iklim dengan perobahan pola dan penyesuaian jadwal tanam untuk mempertahankan produksi tanaman, serta penerapan teknologi budidaya padi SRI akan mampu mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kata kunci : peran masyarakat, kearifan lokal, pendekatan negosiasi, pengelolaan sumber daya air terpadu, ketahanan pangan.
9
Efektivitas Pengelolaan Sumber Air untuk Kebutuhan Air Irigasi Subak di Kota Denpasar I Ketut Suputra* dan I Gusti Ngurah Kertaarsana Universitas Udayana *
[email protected]
Intisari Sumber air berperanan sangat penting dalam menunjang perkembangan berbagai sektor suatu daerah. Demikian halnya dengan sumber air permukaan yang ada di wilayah kota Denpasar yang bersumber dari sungai Ayung, sungai Badung dan sungai Mati. Perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas masyarakat di kota Denpasar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan air untuk memenuhi berbagai keperluan, salah satu kebutuhan air adalah untuk memenuhi kebutuhan air irigasi (subak) di kota Denpasar. Penelitian pengelolaan sumber air untuk kebutuhan air irigasi subak di kota Denpasar telah dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan jumlah sampel 99 petani sebagai responden yang terdiri dari 41 subak yang tersebar di Daerah Irigasi (DI) Mambal, DI Kedewatan, DI Peraupan, DI Oongan, DI Mertagangga, DI Batannyuh, DI Tukad Badung, DI Lange dan DI Mergaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam masing-masing DI, efektivitas pengelolaan air menurut irigasi subak dan korelasi (hubungan) pola tanam dengan efektivitas pengelolaan air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas garapan petani rata-rata 0,47 Ha/ petani, pola tanam yang diterapkan petani di kota Denpasar sangat bervariasi yaitu : 21,2% padi-padi-palawija, 27,3 % padi-padi-padi, 33,33 % padi-padi lainnya, 6,1 % padi-palawija-lainnya dan 12,1 % padi-sayur-lainnya. Selanjutnya fungsi Sedahan (pembina subak dari unsur pemerintah) menunjukkan 89,9 % responden mengatakan masih efektif, diikuti fungsi saluran irigasi 82,2 %, ketersediaan air irigasi 69,7 %, intensitas tanam 79,8 % semuanya efektif. Hasil pertanian menunjukkan hanya 26,3 % responden mengatakan sesuai, sisanya tidak sesuai. Analisis korelasi gabungan menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,439, (lemah dan positif) artinya pola tanam yang dilakukan petani di kota Denpasar berhubungan langsung dengan efektivitas pengelolaan air, walaupun hubungan tersebut tidak cukup kuat, juga belum menjamin hasil yang diharapkan. Kata kunci : efektivitas, pengelolaan sumber air, pola tanam, kebutuhan air, subak
10
Perilaku Petani Terhadap Kegiatan Abstraksi Ilegal Pada Saluran Induk Rappang D.I. Sadang Di Sulawesi Selatan Suwarno HP*, Haeruddin C, Willem M, dan Seblon Sulleng HATHI Cabang Sulawesi Selatan *
[email protected]
Intisari Indonesia telah swasembada pangan pada tahun 1984 dan 2009. Untuk mempertahankan ketahanan pangan karena pertumbuhan penduduk (237 juta jiwa pada tahun 2010), pemerintah membangun bendung, bendungan dan jaringan irigasi. Merehabilitasi bangunan dan memelihara bangunan irigasi yang telah ada, membentuk lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) pada tingkat tersier yang belum ada dan membina/mengaktifkan P3A yang telah ada. Pada saat sekarang banyak dibicarakan para ahli tentang pemanasan global akibat dari penggundulan hutan, pembakaran bahan bakar dari fosil dan selanjutnya menimbulkan perubahan iklim global dan dampaknya antara lain: naiknya permukaan laut, musim hujan dan musim kemarau tidak teratur seperti terjadi pada tahun 2010 bahwa musim hujan lebih panjang musim kemarau, dampaknya produksi beras menurun karena proses fotosintesa pendek (lamanya penyinaran matahari pendek). Karena perubahan iklim global, musim kemarau lebih panjang dari biasanya dan P3A yang ada kurang efektif (kurang mengawasi anggotanya memanfaatkan air irigasi yang tersedia secara ilegal). Abstraksi ilegal antara lain: seperti membuat lubang/pipa dari saluran induk atau saluran sekunder langsung ke petak sawah. Atau dengan pompa mengambil air dari saluran induk atau saluran sekunder dialirkan ke petak sawah. Jumlah abstraksi ilegal di saluran induk Rappang adalah sebagai berikut: bagian kanan 38 buah dan bagian kanan 19 buah, total 58 buah. Kasus demikian, menyimpang terhadap pemanfaatan air yang telah disediakan pemerintah, dampak negatifnya adalah petani yang paling akhir jaringan irigasi akan bermasalah yaitu akan mengalami kekurangan air sesuai yang dibutuhkannya. Pada akhirnya akan muncul konflik sosial dan berdampak pada produktivitas lahan dan intensitas tanam. Masalah abstraksi ilegal pada saluran induk Rappang perlu segera diselesaikan. Adapun pendekatan untuk penyelesaian masalah tersebut, antara lain: a) ranting dinas PSDA setempat harus aktif memantau pemanfaatan air irigasi; dan b) mengaktifkan kegiatan P3A/GP3A/IP3A dalam melaksanakan kegiatannya dan memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggarAD/RT-nya yang telah disepakati mereka bersama; c) pada musim kemarau pemberian air sesuai dengan pedoman O dan P-nya; dan d) dinas PSDAKabupaten/Provinsi melaksanakan Pembinaan secara kontinyu terhadap kegiatan P3A/GP3A/IP3A; e) memberikan sosialisasi kepada
11
para P3A/GP3A/IP3A tentang sistem pengambilan air pada suatu jaringan irigasi; f) dilaksanakan lomba antar P3A tingkat kabupaten/provinsi/nasional. Keuntungan kegunaan dari hasil/temuan penelitian atau solusinya adalah sebagai berikut : a). pemberian air pada jaringan irigasi sesuai dengan pola tanam dan kebutuhan airnya; b). meminimalkan kegiatan petani mengambil/abstraksi air irgasi secara ilegal; c). mengoptimalkan Intensitas tanam; d). meningkatkan peran masyarakat/P3A terhadap pengelolaan irigasi; dan e). jaringan irigasi yang paling akhir tetap mendapatkan air sesuai dengan jatahnya. Kata kunci : abstraksi ilegal, saluran induk Rappang
12
Peranan Jaringan Pertukaran Informasi Dan Pengetahuan Keairan Dalam Mewujudkan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Isnugroho1 dan Hermono S. Budinetro2 1
Peneliti Utama bidang Hidraulika dan Bangunan Air, Direktur Eksekutif Center for River Basin Organizations and Management (CRBOM) 2
Peneliti Madya bidang Sungai dan Pelabuhan Laut, Deputi Direktur Data dan Informasi CRBOM
[email protected];
[email protected]
Intisari Pengelolaan sumber daya air tidak ada yang sama antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja di bidang pengelolaan sumber daya air diperlukan mekanisme kerjasama diantara pengelola Sumber Daya Air yang efektif melalui pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang sumber daya air dengan membentuk jaringan Ilmu Pengetahuan Keairan (Water Knowledge Hubs-WKH )melalui beberapa Pusat-pusat Pelayanan Pertukaran Informasi dan Pengetahuan Keairan. Dengan saling bertukar pengalaman, saling belajar dari pengalaman pihak lain, banyaknya pemikiran yang masuk, para pengelola wilayah sungai akan mendapat model yang paling tepat untuk diaplikasikan. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management – IWRM). WKH di kawasan Asia-Pasifik dibentuk pada beberapa negara anggota dengan bidang pengembangan keahlian sesuai kemampuan, keahlian dan pengalaman. Indonesia yang memiliki banyak sungai besar dan mempunyai pengalaman dalam pengelolaan Sumber Daya Air di wilayah sungai ditetapkan sebagai pusat pertukaran pengetahuan pengelolaan air dalam bidang tata kelola wilayah sungai atau disebut “Pusat Tata Kelola Wilayah Sungai” (Center for River Basin Organizations and Management-CRBOM). CRBOM akan berperan sebagai mediator dalam pertukaran ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang tata kelola wlayah sungai. Dalam melaksanakan tugasnya, CRBOM dapat bekerja sama dengan mitra kerjanya (strategic knowledge partner). Dalam tiga tahun perjalanan, CRBOM bersama para strategic knowledge partners nya telah melakukan beberapa kegiatan antara lain: mengenalkan water council ke beberapa Negara di Asia, menerbitkan Small Publication Series sebagai wahana Pertukaran Ilmu Pengetahuan Keairan, menyelenggarakan beberapa workshop, seminar dan pelatihan, dll. Kata kunci: pengelolaan SDA terpadu, jaringan ilmu pengetahuan keairan, pertukaran ilmu pengetahuan dan pengalaman
13
Perlu Dikajinya Nilai-Nilai Kearifan Lokal Berkaitan Pengelolaan Sumber Daya Air Rr. Vicky Ariyanti*, Kisworo Rahayu, dan Aneka Anjar BBWS Serayu Opak, Ditjen SDA, Kementerian Pekerjaan Umum *
[email protected]
Intisari Nilai sosial kemasyarakatan merupakan akar budaya yang telah menjadi satu dengan semangat dan jiwa manusia Indonesia. Dalam nilai-nilai sosial tersebut, terdapat beberapa bentuk dari kebijaksanaan dan kearifan lokal yang terkait dengan manusia mengelola alam. Misalkan pada contoh di masyarakat pedesaan Jawa, menjaga kelestarian tuk (mata air) dengan memberikan kain penanda pada pohon berusia ratusan tahun yang biasanya ditanam bersebelahan dengan mata air, tujuannya adalah agar orang yang lewat menjaga kesakralan, serta tidak mengganggu keberadaan mata air tersebut. Memang pada prakteknya hal ini disertai praktek klenik, maupun ritual semedi dan sebagainya, namun ini adalah cara yang masih efektif digunakan untuk masyarakat dalam menjaga kelestarian alam. Justru hal semacam ini menunjukkan rasa hormat suatu masyarakat terhadap mata air tersebut. Kearifan lokal semacam ini masih banyak bergaung di masyarakat. Agar pengelolaan sumber daya air dapat masuk dalam sistem nilai masyarakat, hal ini masih patut dipertimbangkan. Pengkajian kebijaksanaan dan kearifan lokal bisa menjadi kunci keberhasilan pengelolaan bersama. Cara mengkajinya adalah dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya dengan membawa serta ahli sosial kemasyarakatan nilai-nilai yang masih ada di masyarakat setempat. Pada kasus lain, mungkin seperti sistem Subak di Bali, kearifan lokal dalam hal ini sudah jauh mendahului sistem irigasi yang dikenal sekarang ini dan jelas masih terbukti keefektifannya. Keuntungannya bisa dipahami lebih mendetail apa yang menjadi permasalahan saat ini dan mendekatkan ke pola pikir masyarakat agar dapat menyelesaikan masalah pengelolaan sumber daya air sesuai dengan kapasitas sebagai fasilitator dan mereka sebagai pemeran aktif yang harapannya dapat berdaya dalam mengelola SDA. Hal ini juga merupakan cara mempopulerkan kembali budaya lokal untuk kelangsungan kehidupan yang lebih lestari. Kata kunci: nilai kearifan lokal, pengelolaan sumber daya air, kelestarian lingkungan
14
Ketahanan Pangan Provinsi NAD Dilihat Dari Potensi Daerah Irigasi, Ketersediaan SDA Dan Penduduk Kusnaeni Anggota HATHI Cabang Jakarta, Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan Air
[email protected]
Intisari Negara Republik Indonesia merupakan negara yang subur dan makmur. Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan provinsi yang paling barat utara dengan jumlah penduduk 4.494.000 jiwa, luas wilayah provinsi 56.758,85 km² dan luas daerah irigasi 380.686 ha, dan mempunyai sembilan (9) wilayah sungai. Sebaran penduduknya lebih padat di wilayah timur daripada di wilayah barat, karena titik berat pengembangan wilayah timur adalah wilayah industri sedangkan wilayah barat adalah wilayah agraris. Jalan nasional melingkar dari lintas timur lintas barat dan lintas selatan merupakan suatu fasilitas transportasi yang sangat bagus ditambah dengan jalan provinsi yang menghubungkan jalan nasional lintas timur dan lintas barat. Apa lagi ada jalan provinsi jalur tengah yang menghubungkan wilayah tengah ke jalur jalan nasional lintas selatan. Secara matematis berdasarkan data tersebut diatas, dengan rencana tanam 2X dalam satu tahun dan target produksi 6 ton/ha diharapkan NAD bisa memberi produksi lebih untuk kontribusi stok pangan nasional. Diperlukan usaha dalam rangka memberi semangat kepada para petani untuk dapat tanam padi di sawah 2X dalam 1 tahun, pemeliharaan jaringan irigasi secara konsisten, dan masukan teknis pengembangan segi pertanian, mengingat sumber daya airnya cukup dan tenaga penggarap yang berupa ternak juga cukup banyak, serta jejaring transportasi cukup baik dalam rangka mencapai target produksi 6 ton/ha. Katakunci : ketahanan pangan NAD, potensi daerah irigasi
15
Menyoal Faktor-Faktor Pendukung Ketahanan Pangan Soedarwoto Hadhisiswoyo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan
[email protected],
[email protected]
Intisari Seperti diketahui bahwa konsumsi makanan utama penduduk Indonesia adalah nasi, yang berasal dari beras hasil produksi tanaman padi (paddies), kalau tidak berubah maka makanan jagung, sagu dan juga singkong atau cassava, yang menjadi menu sebagian penduduk negeri ini. Konsep swa swembada pangan dimaknai oleh adanya keluaran berupa Peningkatan produksi pangan dan hasil berupa Kecukupan pangan dengan produk domestik dalam konsep ketahanan pangan keluarannya berupa Status gizi dengan hasil Manusia sehat dan produktif. Terkait dengan peraturan dan ketentuan perubahan tata guna lahan, terutama Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1 tahun 2011 Tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Alih fungsi lahan harusnya tidak diterapkan pada daerah irigasi teknis atau daerah yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Komisi Irigasi Provinsi, Kabupaten/ Kota, sejalan dengan penugasan dalam PP 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan HATHI sebagai organisasi profesi, harus mengambil peran aktif untuk mengurangi alih fungsi daerah Irigasi teknis yang telah ada, sebagai upaya mendukung faktor-faktor ketahanan pangan khususnya padi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan alih fungsi lahan beririgasi teknis masih berlangsung setelah tahun 2006. Kata kunci: irigasi teknis, alih fungsi, ketahanan pangan menurun, cegah alih fungsi
Sub Tema 2 Konservasi Tanah dan Air dalam Menghadapi Perubahan Iklim
17
Penggunaan Flow Duration Curve Majemuk Untuk Mendapatkan Energi Optimum Pada Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro John Paulus Pantouw Tata Guna Patria
[email protected]
INTISARI Indonesia mempunyai petensi energi air yang sangat besar yakni kurang lebih 75.000 MW dan baru termanfaatkan sekitar 5.000 MW. Selama ini FDC tunggal digunakan untuk memperoleh debit desain pada PLTM tipe run off river dengan tidak memperhatikan potensi pada sungai yang berbeda beda karakteristiknya. Penggunaan FDC majemuk dapat mengeliminasi kesalahan menghitung potensi yang ada pada sungai sehingga dicapai hasil yang lebih optimum. Penggunaan FDC majemuk yang dikombinasikan dengan pemilihan variasi turbin yang tepat dengan bantuan optimasi dengan Simulasi bisa memecahkan persoalan agar potensi optimum energi suatu sungai dapat diperoleh. Debit Desain hasil dari FDC majemuk akan menghasilkan energy optimum tahunan suatu PLTM. Pada makalah ini akan diambil contoh dua titik sungai yang berbeda karakteristiknya yaitu PLTM Cianten2; PLTM Sapaya. Dengan penggunaan metode ini maka pemanfaatan potensi energi suatu sungai menjadi optimum. Metode ini juga bisa dipakai untuk merecek PLTM/PLTA yang sudah dibangun apakah sudah mencapai titik optimum atau belum. Metode ini juga dapat dimanfaatkan untuk mereevaluasi potensi energi air yang ada di Indonesia saat ini. Dengan metode ini dapat terhindarkan akibat dari kekurangan atau kelebihan dari debit desain yang merupakan bagian penting dalam menentukan desain turbin/ generator. Kata kunci: flow duration curve, mikrohidro
18
Operator Morpho-Hidrologi Pada DEM dan Peta Digital untuk Pemetaan Awal Potensi PLTA dan PLTMH Studi Kasus DAS Mamberamo Tunggul Sutan Haji dan Dedi Cahyadi Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Brawijaya
[email protected],
[email protected]
Intisari Energi air yang dibangkitkan dari PLTA atau PLTMH merupakan energi terbarukan yang mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan energi terbarukan yang lain. Indonesia yang memiliki lebih dari 5000 DAS dengan curah hujan yang tinggi dan topografi berbukit sampai bergunung mempunyai potensi energi ini sangat berlimpah, karena potensi energi ini dipengaruhi oleh besar dan kontinuitas aliran air permukaan, dan adanya beda tinggi untuk terjunan aliran air tersebut. Sangat disayangkan potensi energi yang berlimpah ini baru sebagian kecil yang telah dimanfaatkan dan dibiarkan hilang dan bahkan merugikan manusia berupa daya rusak air dan menjadi bencana banjir atau tanah longsor. Untuk dapat mengetahui besarnya potensi sebaran energi air secara spasial, serta pemanfaatan secara optimal dan adanya usaha-usaha pelestariannya perlu adanya pengelolaan Sumber Daya Energi ini dengan baik. Oleh karena perlu peranti lunak yang berupa algoritma-algoritma atau fungsifungsi untuk analisis potensi energi air dengan menghitung besar aliran, menentukan potensi tampungan dan tinggi terjunan pada suatu lokasi tertentu. Operator-operator yang harus disiapkan untuk analisis potensi energi air ini meliputi:1) penentuan daerah aliran sungai dengan data masukan titik outlet; 2) penentuan potensi waduk atau tampungan (storage); dan 3) perkiraan beda tinggi yang dapat digunakan untuk jatuhnya air pada pipa pesat. Ketiga operator utama ini akan dapat memberikan informasi untuk dianalisis lebih lanjut dalam suatu model matematik untuk mendapatkan potenti energi air dalam bentuk energi listrik. Setelah mengidentifikasi dan menganalisa parameter-parameter yang dibutuhkan, maka dilanjutkan pada tahap terakhir yaitu uji coba dan penerapan operator untuk pemetaan potensi energi air di DAS Mamberamo. Penerapan di SubDAS Mamberamo-Vanderwall dengan peta RBI sekala 1:50.000 terdapat 6 potensi lokasi PLTA dengan tenaga listrik berkisar 50 s/d 287 MWatt dan total 964 MWatt. Lebih lanjut piranti lunak yang dikembangkan ini dapat digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam pengelolaan dan perencanaan sumber energi air. Kata kunci: operator morpho-hidrologi, DEM, peta digital, energi air DAS Mamberamo
19
Indikator Dan Indeks Kekeringan untuk Alokasi Air dalam Mendukung Ketahanan Pangan Waluyo Hatmoko Pusat Litbang Sumber Daya Air
[email protected]
Intisari Kekeringan merupakan bencana yang kerap terjadi dan menimbulkan banyak kerugian. Berbeda dari bencana alam lainnya, kekeringan bersifat merayap, berakumulasi secara lambat, tidak jelas awal dan akhirnya, sehingga sulit mendefinisikan secara tepat dan berlaku umum mengenai tingkat keparahannya. Untuk itu diperlukan adanya indeks kekeringan, yang merupakan fungsi dari indikator kekeringan yang diperoleh di lapangan. Indeks kekeringan ini digunakan untuk pengambilan keputusan dalam alokasi air dan pengelolaan kekeringan. Makalah ini menyajikan perkembangan berbagai indikator dan indeks kekeringan yang lazim digunakan di dunia, yang kemudian dikaji untuk mendapatkan indikator dan indeks kekeringan yang sesuai untuk mendukung pengelolaan alokasi air dalam menunjang ketahanan pangan di Indonesia. Disimpulkan bahwa bencana kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional, dan pengelolaan kekeringan yang didasarkan pada indeks dan indikator kekeringan akan mengurangi kerugian akibat kekeringan. Untuk kekeringan meteorologi telah disepakati masyarakat dunia untuk menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI), sedangkan untuk kekeringan hidrologi masih belum ada kesepakatan dari masyarakat dunia mengenai indeks mana yang baik digunakan. Untuk DAS yang airnya telah dimanfaatkan, maka indeks kekeringan meteorologi kurang mampu menyatakan kondisi ketersediaan air dalam memenuhi kebutuhan air, untuk itu perlu digunakan indeks kekeringan hidrologi yang berdasarkan indikator debit aliran sungai, muka air danau dan waduk, serta kebutuhan air untuk berbagai penggunaan. Disarankan untuk mengembangkan indeks kekeringan hidrologi yang menggunakan indikator debit aliran sungai, muka air waduk, dan pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai penggunaan. Indeks ini diharapkan akan dapat berfungsi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam alokasi air dan pengelolaan kekeringan dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Kata kunci: kekeringan, indikator, indeks, alokasi air, ketahanan pangan
20
Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Sungai Bangga, Sulawesi Tengah, Indonesia Moh. Bisri1, Rispiningtati1, Lily Montarcih1, dan I Wayan Sutapa2* Dosen Pasca Sarjana, Fak. Teknik, Universitas Brawijaya, Malang Mahasiswa Program Doktor, Fak. Teknik, Universitas Brawijaya, Malang Dosen Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu 1
2
*
[email protected]
Intisari Tujuan dari studi ini adalah untuk menginvestigasi pengaruh perubahan iklim dalam evapotranspirasi dan hujan terhadap debit air Sungai Bangga. Investigasi dilakukan dengan menggunakan data harian dan dianalisis secara harian, bulanan dan tahunan. Trend perubahan iklim dan proyeksi perubahan di analisis dengan Metode Makesens (Mann-Kendall, Sens) dan korelasi debit terhadap hujan dan evapotranspirasi digunakan persamaan regresi linier. Demikian juga korelasi antara perubahan kandungan airtanah dengan hujan, evapotranspirasi dan debit dianalisis secara linier. Kesimpulan dari studi ini adalah terjadi perubahan iklim di DAS Bangga yang ditandai dengan peningkatan temperatur secara perlahan, penurunan curah hujan dan peningkatan evapotranspirasi. Kata kunci: perubahan iklim, Makesens, Sungai Bangga
21
Implementasi Prinsip Eco-Efficient dalam Kegiatan Konservasi di DAS Brantas Sebagai Upaya Menghadapi Perubahan Iklim Astria Nugrahany* dan Erwando Rachmadi Bagian Pengembangan Manajemen dan Teknologi, Perum Jasa Tirta I *
[email protected]
Intisari Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk di kawasan Asia Pasifik dalam beberapa dekade terakhir, banyak negara berkembang mengalami peningkatan kebutuhan air dan peningkatan defisit air yang berdampak serius pada kondisi sosial ekonomi. Selain itu, perubahan iklim global semakin memperburuk kondisi pada sistem air termasuk infrastrukturnya terutama pada daerah-daerah miskin. Dalam hal ini, salah satu solusi terbaik untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi lingkungan (eco efficiency) pada infrastruktur sumber daya air yang mempunyai peran penting dalam meneruskan keberlangsungan pembangunan. Dalam kegiatan percontohan (pilot project) dari konsep efisiensi lingkungan di Indonesia, PJT I yang bekerjasama dengan UN-ESCAP (The United Nations Economic and Social Commision for Asia and Pacific) akan mengembangkan rencana dan kerangka kerja dari kegiatan yang memprioritaskan dalam rehabilitasi DAS-DAS kecil yang berada dalam wilayah kerja PJT I. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bendosari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang yang dilintasi oleh Kali Sereng, anak Sungai Konto. Kegiatan non struktural, untuk mencegah terjadinya degradasi DAS dengan partipasi masyarakat sekitar seperti: biopori, terasering, gully plug, penghijauan, pembuatan bangunan eco-efficient untuk mengurangi polusi ke sungai dan memperbaiki kualitas air seperti check dam dengan konstruksi dari bambu dan bangunan terjunan dari bamboo, pembuatan bangunan perlindungan sungai eco-efficient untuk mencegah erosi. Kata kunci: perubahan iklim, eco efficiency, rehabilitasi, struktural, non struktural
22
Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Pulau Kecil Non-Cat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Dan Energi Robert J Kodoatie1 dan Happy Mulya2 Universitas Diponegoro Balai Wilayah Sungai Papua 1
2
[email protected],
[email protected]
Intisari Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari 17.000 pulau. Salah satu referensi menyatakan Indonesia terdiri atas 17.508 pulau. Ada 5 pulau besar dengan luas area lebih dari 100.000 km2 yaitu Kalimantan, Sumatra, Papua, Sulawesi dan Jawa. Ada 26 pulau dengan luas lebih besar dari 2.000 km2 tapi kurang dari 100.000 km2. Dengan asumsi bahwa jumlah total pulau adalah 17.508 maka ada 17.477 pulau dengan luas kurang dari 2.000 km2 atau 99,82 % dari seluruh pulau di Indonesia yang didefinisikan sebagai pulau-pulau kecil. Dari peraturan cekungan air tanah di Indonesia pulau-pulau kecil ini dikategorikan sebagai pulau Bukan (Non) Cekungan Air Tanah (CAT). Non-CAT berarti tak mempunyai batas hidrogeologis air tanah, tidak mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dan tidak memiliki satu kesatuan akuifer. Maka dari itu, pulau-pulau kecil di Indonesia tidak memiliki air tanah (groundwater). Air yang meresap kedalam tanah hanya menjadi soilwater dan tidak ada perkolasi. Untuk memenuhi kebutuhan air pulau-pulau kecil hanya mengandalkan air permukaan dan soilwater. Keberlanjutan air lebih sensitif dibandingkan dengan area yang memiliki CAT. Untuk pengembangan pulau-pulau kecil, pangan dan energi adalah faktor yang sangat penting yang harus dikaji dan direncanakan secara hati-hati. Sumber daya air sebagai faktor hulu untuk keberlanjutan pangan dan energi dalam pengembangan pulau-pulau kecil harus dikelola secara terpadu dan menyeluruh. Makalah ini mengusulkan strategi pengelolaan sumber daya air Non-CAT dengan luas yang kecil dari pulau sebagai faktor limitasi. Pulau-Pulau Batam, Tarakan dan Kisar menjadi wilayah studi kasus. Pulau-Pulau ini dapat direpresentasikan sebagai pulau-pulau kecil Non-CAT berturut-turut untuk wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur. Kata kunci: pulau-pulau kecil, Non-CAT, strategi, Pengelolaan Sumber Daya Air.
23
Pengembangan Teknologi Perlindungan Mata Air Di Daerah Pantai Berkarang / Bertebing Abimanyu dan Fitri Riandini* Balai Pantai Pusat Litbang Sumber Daya Air *
[email protected]
INTISARI Kelangkaan air yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia disebabkan oleh belum seimbangnya jumlah ketersediaan air dengan kebutuhan konsumsi. Pada beberapa lokasi, banyak sumber air belum dimanfaatkan karena kurangnya informasi tentang cara pemanfaatan air. Salah satu sumber air permukaan yang belum dimanfaatkan adalah sumber air yang keluar di daerah pantai berkarang dan bertebing. Pengembangan teknologi perlindungan air yang berasal dari sumber mata air di daerah pantai berkarang/bertebing dilakukan dengan membuat bangunan pemusatan mata air secara berupa penurapan dengan bak yang dilindung oleh perkuatan/lapisan armor. Dengan adanya bangunan pemusatan mata air tersebut, diharapkan semburan mata air yang keluar di sekitar pantai dapat dilokalisir dan diamankan dari serangan gelombang, sehingga air yang terkumpul dapat dimanfaatkan sebagai air baku bagi keperluan penduduk sehari-hari. Kata kunci : perlindungan mata air, pemanfaatan air daerah pantai, pantai berkarang
24
Penggunaan Data Satelit Untuk Analisis Hidrologi Pada Kawasan Dengan Data Terbatas, Studi Kasus Sub Wilayah Sungai Bikuma Rahmawati Solihah1* , Bouke Pieter Ottow2 , 1 Rendy Firmansyah , dan Waluyo Hatmoko1 1) Puslitbang Sumber Daya Air 2) University of Twente *
[email protected]
Intisari Perencanaan pengelolaan sumber daya air memerlukan data ketersediaan air. Namun tidak setiap wilayah sungai memiliki data tersebut karena tidak adanya pos duga air. Karena itu data dari citra satelit diperlukan. Penggunaan data satelit ini bertujuan untuk analisis jumlah debit di suatu titik pengamatan (gauging point). Pada studi kasus ini, kawasan yang diteliti adalah sub wilayah sungai Bikuma (Biam-Kumbe-Maro) dimana sungai di sub wilayah sungai tersebut melintas di Kabupaten Merauke. Ketidakadaan pos duga air di wilayah tersebut menjadikan tidak dapat diketahuinya jumlah ketersediaan air. Apabila tidak ada data ketersediaan air maka rencana alokasi air tidak dapat dilakukan. Rencana alokasi air bertujuan untuk menentukan proporsi air yang akan digunakan untuk kebutuhan – kebutuhan tertentu seperti irigasi, air minum, dan industri. Dengan adanya data global yang berasal dari citra satelit, ketersediaan air di wilayah tersebut dapat diketahui. Dengan pemodelan hidrologi wflow, data satelit berupa peta topografi (DEM), peta penggunaan lahan (landuse), peta jenis tanah, curah hujan dan evapotranspirasi beserta parameter-parameternya diolah menggunakan model wflow. Berdasarkan pemodelan wflow debit terbesar di pada sub wilayah sungai Bian sebesar 915,0911 m3/s. Kata kunci : data satelit, wflow, ketersediaan air, debit.
25
Prediksi Hujan Bulanan Menggunakan Model Statistical Downscaling Luaran Ncep/Ncar Reanalysis Berbasis Jaringan Saraf Tiruan Gusfan Halik1*, Nadjadji Anwar2, Edijatno2, dan Sony Sunaryo2 1
Universitas Jember dan Program S3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember *
[email protected]
Intisari Perubahan iklim yang terjadi dalam akhir dekade ini telah membawa dampak perubahan pada pola curah hujan yang terjadi di Indonesia. Perubahan iklim dapat dikaji menggunakan data atmosfir dari National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA (NCEP/NCAR Reanalysis). Data luaran NCEP/NCAR yang dihasilkan ini tidak dapat langsung dimanfaatkan dalam pemodelan hidrologi skala DAS (Daerah Aliran Sungai), karena tingkat resolusi spasialnya yang sangat rendah (2.5o x 2.5o), sehingga diperlukan teknik downscaling. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luaran NCEP/NCAR yang relevan di daerah studi dan mengevaluasi kemampuan model statistical downscaling berbasis JST (Jaringan Saraf Tiruan) dalam memprediksi curah hujan bulanan di DAS Sampean Baru Kabupaten Bondowoso. Pemodelan statistical downscaling dilakukan dengan pra-pemrosesan data luaran NCEP/NCAR dengan PCA (Principal Component Analysis), perancangan arsitektur JST dengan backpropagation dan pemilihan fungsi aktivasi. Hasil running model menunjukkan bahwa prediksi hujan bulanan berbasis JST mempunyai tingkat keandalan yang memadai, yaitu : tahap training dengan periode 1976-1996 (R=0.93 ; EF=81.62%), tahap validasi dengan periode 19972003 (R=0.85 ; 79.11%) dan tahap testing dengan periode 2004-2010 (R=0.87 ; EF=80.51%). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pemodelan statistical downscaling berbasis JST dapat diaplikasikan untuk memprediksi hujan bulanan di DAS Sampean Baru Bondowoso. Kata kunci : statistical downscaling, NCEP/NCAR, PCA, JST, DAS Sampean Baru
26
Kajian Terhadap Metode Analisis Evapotranspirasi Potensial untuk Kawasan Kota Pontianak Sebagai Antisipasi Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Stefanus B Soeryamassoeka*, Jane E. Wuysang, Djono Sodikin, F. Higang Pengurus HATHI Kalimantan Barat *
[email protected]
Intisari Evapotranspirasi merupakan salah satu mata rantai proses dalam siklus hidrologi. Dalam perhitungan analisis hidrologi besarnya nilai evapotranspirasi yang biasanya dicari adalah evapotranspirasi tanaman, evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual. Penelitian ini hanya mengkaji besarnya nilai evapotranspirasi potensial di wilayah Kota Pontianak berdasarkan data klimatologi Stasiun Meteorologi Siantan. Dalam melakukan analisis perhitungan evapotranspirasi potensial di wilayah Indonesia berdasarkan data iklim, umumnya digunakan metode Penman yang telah dimodifikasi FAO, demikian juga halnya untuk wilayah Kalimantan Barat termasuk Kota Pontianak. Penggunaan metode evapotanspirasi Penman-FAO di wilayah Indonesia berdasarkan hasil penelitian terhadap sejumlah wilayah di Pulau Jawa. Sehingga timbul suatu pertanyaan apakah memang metode Penman-FAO adalah metode yang dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah Kota Pontianak. Penelitian ini menguji sejumlah metode analisis evapotranspirasi potensial berdasarkan data iklim dari beberapa model (model temperatur, model temperatur dan kelembaban relatif, model radiasi global, model radiasi bersih, dan model kombinasi). Untuk melihat persentase kesalahan relatif dari metode yang diuji maka dilakukan perbandingan hasil analisis evapotranspirasi potensial berdasarkan data iklim dengan analisis evapotranspirasi berdasarkan data evaporasi panci penguapan (metode evaporasi panci), dengan data yang digunakan adalah data sekunder dari stasiun iklim BMG Siantan. Dari hasil perhitungan evapotranspirasi potensial, metode Hargreaves Rn yang merupakan salah satu metode dalam model radiasi bersih, memiliki persentase kesalahan relatif terkecil (15,87%), sehingga dapat dikatakan juga bahwa metode Penman modifikasi FAO yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai metode perhitungan Evapotranspirasi Potensial di Indonesia perlu mengalami koreksi ulang terkait dengan adanya perubahan iklim akibat adanya pemanasan global apabila akan digunakan sebagai metode analisis evapotranspirasi potensial untuk wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya, terutama wilayah yang berdekatan dengan titik 0o lintang (equator line). Kata kunci: kesesuaian metode, ETo Pontianak, perubahan iklim
27
Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Wonogiri dengan Program Dinamik Dyah Ari Wulandari1*, Suseno Darsono1, dan Djoko Legono2 1 2
Universitas Diponegoro Universitas Gajah Mada
*
[email protected]
Intisari Pada pengukuran kapasitas tampungan Waduk Wonogiri tahun 2011 oleh Perum Jasa Tirta I, didapatkan kapasitas tampungan efektif waduk sudah berkurang hingga 30 %. Penurunan kapasitas tampungan efektif waduk ini akan mengurangi ketersediaan air waduk untuk melayani suplai kebutuhan air terutama pada musim kemarau sehingga pola pengoperasian waduk yang ada perlu dikaji ulang dan di perbaharui (di-update) untuk menyesuaikan dengan perubahan yang ada. Pengaturan pemanfaatan air waduk didasarkan atas pertimbangan sumber daya yang tersedia dan kebutuhan air yang diperlukan. Agar dapat memenuhi kebutuhan maka pemanfaatan air waduk harus didasarkan pada pengoperasian yang optimum berdasarkan hasil analisis, sehingga pengeluaran air dari waduk dapat terkendali secara optimum sesuai kebutuhan. Penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan pola operasi Waduk Wonogiri yang optimal sesuai perubahan kapasitas tampungan yang ada. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi pengoperasian waduk eksisting dan melakukan optimasi pengoperasian waduk sehingga didapat hasil yang optimal. Pengoptimasian menggunakan program dinamik dengan bantuan paket program CSUDP. Hasil dari penelitian didapatkan bahwa pengoperasian waduk aktual belum optimum, keandalannya hanya 29%. Pengoperasian waduk yang paling optimal dengan keandalan 51 % adalah jika menggunakan rule curve hasil optimasi. Kata kunci : operasi waduk, optimasi SDA, Waduk Wonogiri
28
Antisipasi Siklon Tropis Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Darwin Lubis Balai Besar Wilayah Sungai Citarum
intisari Dalam meteorologi, siklon adalah suatu area bertekanan atmosfer rendah yang memiliki ciri adanya angin yang berputar kedalam dan mengelilingi area tekanan rendah tersebut yang merupakan sistem pusat tekanan rendah raksasa yang berotasi disebabkan pasokan uap air dari laut yang menghangat untuk dapat menggerakan mesin-mesin awan konvektif yang gahar. Berbekal uap air yang melimpah dari laut, sistem ini dapat membangkitkan energy hingga 10 kali lebih besar dari pada energy yang dilepaskan bom atom di Hiroshima. Suhu muka air laut naik paling sedikit 27°C sampai kedalaman 80 m yang menyebabkan muka laut menghangat dan harus berkombinasi dengan massa udara dilapisan atmosfer diatasnya yang dingin untuk bisa menggerakan uap air dari muka laut menjadi sumber energy untuk sebuah pusaran angin. Badai yang berotasi ini menendang keluar angin berkecepatan lebih dari 120 km perjam dan seringkali mengikat sejumlah air yang terkandung didalamnya dan dikeluarkan kembali dalam bentuk hujan lebat. Dari informasi data global dan data observasi yang dilakukan oleh BMKG, bahwa sampai saat ini pengaruh kejadian suhu ekstrem di Eropa tidak mempengaruhi secara signifikan. Terjadinya cuaca ekstrem di Indonesia saat ini lebih banyak disebabkan oleh faktor musim hujan dan kondisi lokal daerahnya saja. Akan tetapi jika fenomena iklim ekstrem di Eropa berlangsung dalam waktu yang masih lama, kemungkinan besar pengaruhnya dapat mencapai wilayah indonesia. Yang diperlukan adalah harmonisasi antara Tata Ruang Wilayah dengan pengelolaan sumber daya air di DAS yang ada, dengan mempertimbangkan variabel (1) sosial, (2) ekonomi, (3) hidro (air) dan (4) tanah (kemampuan lahan). Penataan ruang harus komprehensif, terpadu dan berwawasan lingkungan (keseimbangan lingkungan) sehingga bencana alam dapat diminimalisasi (banjir, longsor, defisit air) dan dapat mengurangi dampak pemanasan global. Adapun program adaptasi terhadap siklon tropis terutama ditujukan pada kegiatan konservasi sumber daya air, yaitu : a) Sektor Kehutanan; b). Sektor Sumber daya air c). Sektor pertanian: dan d). Sektor Energi. Kata kunci: pengelolaan sumber daya air, siklon tropis
29
Pemodelan Kesesuaian Lahan Berbasiskan Konservasi DAS Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Vera Sadarviana1, Yadi Suryadi2, dan Happy Fadjarudin3 Kelompok Keahlian Geodesi Institut Teknologi Bandung Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung 3 Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 1
2
Intisari Kondisi kebanyakan Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini sangat memprihatinkan akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan perilaku hidrologis sehingga keseimbangan ekosistem lingkungannya terganggu. Hal ini memunculkan potensipotensi bencana, seperti kekeringan, longsor dan banjir. Upaya mengembalikan keseimbangan ekosistem adalah dengan mengembalikan penggunaan lahan sesuai dengan perilaku hidrologis DAS. Dengan demikian penggunaan lahan pada area DAS harus memiliki kesesuaian yang didasarkan dengan parameter konservasi DAS. Apabila kesesuaian lahan berbasiskan konservasi DAS tercapai, maka indikator yang dapat dilihat adalah rendahnya tingkat erosi dan kekritisan lahan DAS atau dapat memenuhi kriteria DAS sehat sesuai dengan UU no 7 tahun 2004 dan PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Sumber Daya Air. DAS yang mengalami penurunan kualitas memiliki indikasi, se-perti sedimentasi yang besar, tingkat erosi yang tinggi bahkan lahan sekitarnya sudah berubah menjadi kritis atau DAS kritis. Kualitas DAS yang sudah mengalami indikasi tersebut harus segera dilakukan langkah-langkah rehabilitasi sehingga kualitas DAS tersebut dapat ditingkatkan dan berfungsi seperti sediakala. Dalam rangka rehabilitas DAS maka penggunaan lahan yang ada harus memiliki kesesuaian dengan kriteria konservasi DAS. Metode penginderaan jauh akan memberikan informasi tentang tutupan lahan yang dikonversikan menjadi penggunaan lahan terbaru yang ada di wilayah studi. Sementara dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dilakukan analisis spasial dan pengambilan keputusan dengan pembobotan Pairwise Comparison (PC) dari multi-kriteria. Dengan metode pembobotan PC, pemberian nilai bobot akan dapat dihitung tingkat konsistensi dan objektivitasnya. Validasi hasil pemodelan akan dilakukan dengan menghitung kembali tingkat erosi dan kekritisan lahan DAS dengan penggunaan lahan hasil pemodelan. Langkah akhir, validasi sistem akan dilakukan dengan membandingkan antara hasil pemodelan dan RTRW yang berlaku di lokasi penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu, khususnya dalam pengembangan pola hubungan antar kesesuaian lahan yang menitikberatkan pada konservasi sumberdaya air yaitu berupa pengembangan pemodelan yang dapat secara langsung dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk menentukan penataan ruang yang mengusung kesesuaian lahan berbasiskan konservasi alam, dalam hal ini sumberdaya air Kata kunci : konservasi DAS, penginderaan jarak jauh, pairwise comparison
30
Studi Awal Pemanfaatan Metoda Pengaliran Lapisan Hipolimnion Waduk Untuk Pengendalian Eutrofikasi Waduk Jatiluhur Eko W. Irianto1, R.Wahyudi Triweko2, dan P. Soedjono3 1 2 3
Peneliti, Pusat Litbang SDA
Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Unversitas Katolik Parahyangan
Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Waduk merupakan infrastruktur sumber daya air yang bersifat multiguna. Namun demikian, waduk yang dibangun di Indonesia umumnya telah mengalami masalah eutrofikasi. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diperlukan upaya-upaya teknis yang diantaranya menggunakan metoda pengaliran lapisan hipolimnion. Karena itu, tujuan dari penulisan ini adalah membuat simulasi secara numerik dinamika kualitas air waduk untuk mengetahui pengaruh pengaliran lapisan hipolimnion untuk pengendalian eutrofikasi waduk. Parameter kualitas air yang disimulasikan adalah parameter kunci pemicu terjadinya eutrofikasi yaitu BOD, klorofil-a, total nitrogen dan total fosfor. Kajian ini menggunakan data morfometri dan data kualitas air Waduk Jatiluhur sebagai studi kasus, sedangkan piranti lunak yang digunakan adalah WASP. Simulasi dilakukan dengan dengan empat skenario yaitu: (1) dalam kondisi existing;(2) penurunan beban pencemar 50%; (3) pengaliran lapisan hypolimnion 20 m3, dan (4) kombinasi penurunan beban pencemar 50% dan pengaliran lapisan hypolimnion. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengendalian dan pemulihan kembali eutrofikasi yang telah terjadi pada Waduk Jatiluhur harus dilakukan secara terintegrasi yaitu dengan menurunkan beban pencemar baik external maupun internal minimal 50% dan dengan mengalirkan aliran lapisan hipolimnion minimal 20 m3/s secara terus menerus. Kata kunci: eutrofikasi, klorofil, WASP, Waduk Jatiluhur, lapisan hipolimnion
31
Pengaruh Parameter Limpasan Permukaan Terhadap Debit Puncak Di Perkotaan Ery Setiawan1*, Fatchan Nurrochmad2, Joko Sujono2, dan Rachmad Jayadi2 1
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gajah Mada 2
Universitas Gajah Mada
*
[email protected]
Intisari Perkembangan pesat daerah permukiman (urban area) dapat menyebabkan berubahnya nilai-nilai parameter limpasan permukaan, antara lain kemiringan lahan (slope), kekedapan lahan (imperviousness), kekasaran permukaan lahan (N-Manning’s coeficient), serta jenis dan kedalaman tampungan cekungan (depression storage). Perubahan nilai-nilai parameter limpasan permukaan tersebut, selanjutnya dapat mempengaruhi debit puncak khususnya di perkotaan (urban runoff). Tujuan studi ini untuk melakukan kajian terhadap parameter limpasan permukaan yang mempunyai pengaruh dominan dalam proses pembentukan debit puncak di daerah perkotaan. Metode yang digunakan yaitu dengan melakukan simulasi hujan aliran pada sekumpulan data hidrologi dan karakteristik catchment dengan menggunakan model urban runoff, serta melakukan analisis sensitivitas terhadap tujuh parameter limpasan terhadap debit puncak. Analisis kepekaan dilakukan dengan cara parameter standar diubah menjadi under-estimate 25% dan over-estimate 25% dari nilai standar. Berdasarkan hasil analisis tiga parameter limpasan permukaan yaitu persentase lahan kedap air (%-impervious), kekasaran permukaan kedap air (N-impervious) dan depression storage kedap air (DS-impervious) merupakan parameter yang paling dominan terhadap proses pembentukan debit puncak di wilayah studi. Kata kunci : urban area, parameter limpasan permukaan, urban runoff.
32
Penataan Sistem Pengelolaan DAS Berbasis Pada Indikator Penilaian Kondisi Dan Pembagian Wilayah DAS Studi Kasus DAS Bango, Malang, Jawa Timur Dwi Priyantoro, Linda Prasetyorini*, dan Hari Prasetijo Universitas Brawijaya *
[email protected]
Intisari Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya. Berdasarkan UU No.24 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Kehutanan P.26/Menhut-II/2006, pengelolaan DAS tersebut harus dilakukan secara terpadu berkesinambungan dari wilayah hulu sampai ke hilir. Pendekatan menyeluruh terhadap perencanaan pengelolaan DAS diperlukan dengan pertimbangan bahwa terganggunya salah satu komponen pada sistem sumberdaya alam akan berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem tersebut. Kondisi tata air pada suatu DAS dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk melakukan monitoring dan evaluasi dampak aktivitas pengelolaan DAS terhadap komponen-komponen lingkungan. DAS Bango yang termasuk bagian dalam DAS Brantas Kota Malang Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat setiap tahunnya, sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan di berbagai sektor sumberdaya alam di dalam DAS. Untuk mengurangi dampak dari kerusakan DAS akibat kesalahan perlakuan pada tiap-tiap sub wilayahnya, diperlukan suatu evaluasi terhadap kondisi DAS Bango. Kata kunci: pengelolaan DAS, DAS Bango, indikator monitoring
33
Pengelolaan SDA Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Pada Sungai Lintas Provinsi Dan Sungai Strategis Nasional Ratna Hidayat1*, Reri Hidayat2, dan Wati Asriningsih3 1
Puslitbang Sumber Daya Air
2 3
Tenaga Ahli Konsultan
Universitas Taruma Negara *
[email protected]
Intisari Ketersediian air dibutuhkan untuk menunjang ketahanan pangan, yang juga perlu didukung dengan pengembangan dan pengelolaan system irigasi yang memadai. Tinjauan ketersedian air terbatas pada kuantitasnya saja, kualitas belum pernah menjadi program bagi pencapaian ketahanan pangan. Kualitas air sungai lintas propinsi: Citanduy, Cimanuk, Ciliwung,Cisadane, serta Citarum sebagai sungai strategis nasional telah tercemar, dimana tidak memenuhi syarat air pertanian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengelolaan SDA untuk meningkatkan kualitas airnya. Maksud penelitian adalah menyusun pengelolaan SDA sungai lintas provinsi dan sungai strategis nasional yang tujuannya memberikan informasi kepada stake holder untuk pengembangan dan pemanfaatan SDA dalam mendukung ketahanan pangan. Metoda penelitian yaitu: analisis, evaluasi kualitas air sungai terhadap persyaratan air pertanian serta menyusun pengelolaan SDA untuk mendukung kualitas air bagi ketahanan pangan. Hasil penelitian menunjukkan semua sungai yang diteliti tidak memenuhi persyaratan air pertanian, karena 16 dari 33 parameter melampaui persyaratan air pertanian. Sungai tersebut tercemar limbah domestik, industri, pertanian dan peternakan, oleh karena itu diperlukan pengelolaan SDA dengan program pengelolaan limbah domestik, industri, sampah, pertanian dan peternakan. Hal lain yang diperlukan yaitu mengusulkan parameter % Natrium, SAR,RSC dan DHL sebagai persyaratan air pertanian, yang memiliki kekuatan hukum untuk memantau dan mengevaluasinya. Kata kunci: kualitas air, sungai lintas provinsi, sungai strategis nasional, persyaratan air pertanian, pengelolaan SDA
34
Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaaan Aset Sungai Yang Mendukung Operasi Dan Pemeliharaan Sungai Hermono S. Budinetro1 dan Leonarda B. Ibnu Said2 1 2
Balai Sungai, Pusat Litbang SDA, Badan Litbang PU
Sub Direktorat Data dan Informasi Ditjen SDA, Kementerian PU
[email protected],
[email protected]
Intisari Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pengelolaan sumber daya air (SDA), sesuai amanat Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang SDA, yang selanjutnya ditindak lanjuti berbagai aturan peraturan, yang menekankan pentingnya pengelolaan sungai. Pengelolaan sungai difokuskan pada pengoperasian dan pemeliharaan aset sungai agar dapat optimal, dan berhasil guna perlu dikembangkan dan di susun Sistem Informasi Pengelolaan Aset Sungai (SI-PAS). SI-PAS akan menghimpun seluruh data operasi dan pemeliharan asset sungai. Untuk menghimpun seluruh informasi data tersebut akan dikembangkan Sistem Informasi Digital, yang dapat digunakan untuk akuisisi, penyimpanan, updating, akses visualisasi dan analisis data digital spasial yang berreferensi koordinat geografi. SI-PAS akan mempermudah pengelola sungai serta stake holder terkait memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk pengelolaan sungai. Dengan kemudahan akses, pengelola sungai serta stakeholder dapat melakukan usaha pengaturan dan pengelolaan sumber daya air dan sumber daya alam yang ada di sungai secara optimum. Karena itu aplikasi SI-PAS merupakan alat bantu pengambil keputusan oleh pengelola sungai serta stake holder terkait. Dengan adanya SI-PAS diharapkan pengelolaan sungai sebagai suatu asset bangsa dapat optimal. Kata kunci: pengelolaan, sistem-informasi, operasi, pemeliharaan, sungai
35
Studi Efektifitas Penggunaan Kolom Pasir Pada Waduk Resapan Dengan Berbagai Parameter Akhmad Azis1, M.Saleh Pallu2, A.M. Arsyad Thaha2, dan Ahmad Bakri Muhiddin2 1
Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 2
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar *
[email protected]
Intisari Kebutuhan akan sumber air tanah meningkat, tetapi dengan eksploitasi yang berlebihan, telah terjadi penurunan muka air tanah yang berakibat pada penurunan tanah, intrusi air laut dan penurunan kualitas air tanah. Untuk menjaga ketersediaan air tanah, usaha yang telah dilakukan saat ini yakni dengan cara melakukan imbuhan secara alami maupun buatan. Salah satu metode imbuhan buatan yakni waduk resapan, dibangun di atas tanah dengan permeabilitas di atas 10-3 cm3/det. Namun terjadi permasalahan, jika waduk resapan yang akan dibangun pada suatu kawasan tertentu, memiliki tanah dengan nilai permeabilitas di bawah 10-5 cm3/det. Untuk itu akan dilakukan penelitian terhadap penggunaan kolom pasir pada waduk resapan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar efektifitas maksimum yang terjadi. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur debit melalui lapisan tanah maupun kolom pasir pada alat uji model fisik dengan parameter antara lain jumlah kolom pasir (4 ; 6 dan 12) buah, tinggi air waduk (5 ; 7,5 dan 10) cm serta panjang kolom pasir (30 ; 32,5 dan 35) cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas kolom pasir maksimum sebesar 7.231% terjadi pada 12 kolom pasir, tinggi kolom 32,5 cm serta tinggi air waduk 10 cm. Jika hasil penelitian ini dapat diterapkembangkan di lapangan, maka permasalan krisis air tanah khususnya pada daerah yang memiliki permeabilitas kecil dapat teratasi. Kata kunci : efektifitas, waduk resapan, kolom pasir
36
Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Danau-Das Mahakam Mislan FMIPA UNMUL/HATHI Cabang Kalimantan Timur
[email protected],
[email protected]
Intisari Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap kondisi ekosistem daerah aliran sungai, termasuk diantaranya kawasan danau di DAS Mahakam. Dinamika kehidupan di kawasan danau baik dalam kegiatan budidaya perikanan, transportasi, tersedianya air baku, terjadinya kebakaran dan kesehatan sangat ditentukan oleh perubahan tinggi muka air dan kondisi curah hujan di DAS Mahakam. Perubahan iklim akan menyebabkan kondisi banjir dan surut akan sulit diperkirakan dan menimbulkan kerugian yang besar. Adaptasi terhadap perubahan iklim di kawasan danau sangat penting dilakukan. Adaptasi sudah harus dimulai dari tataran kebijakan dan kelembagaan, dilanjutkan dengan memahamkan dan memperkuat wawasan masyarakat pada dampak perubahan iklim, serta menggali potensi dan keterlibatan masyarakat dalam aksi nyata adaptasi menghadapi perubahan iklim. Langkah-langkah yang dapat ditempuh diantaranya survei identifikasi perubahan kondisi danau karena adanya perubahan iklim, penyediaan air bersih dengan teknologi tepat guna, pemanfaatan gulma, pertanian dan budidaya perikanan yang adaptif terhadap perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim oleh masyarakat diharapkan mampu mempertahankan fungsi kawasan danau dalam mendukung kehidupan masyarakat, dan masyarakat mampu bertahan dan menemukan jalan keluar yang sejalan dengan adanya perubahan iklim baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Kata kunci: perubahan iklim, kawasan, danau, adaptasi.
37
Model Morfologi Sungai Kali Porong Minarni Nur Trilita UPN Veteran, Jawa Timur
[email protected]
Intisari Air sebagai sumber kehidupan perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk melestarikan daerah alirannya sehingga bahaya yang ditimbulkan dapat dikurangi. Kali Porong yang berfungsi sebagai pengendalian banjir, pengamatan terhadap kapasitas sungai sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena fungsinya sebagai pengendali banjir, kapasitas rencana harus terjaga, supaya debit besar yang mengalir di Kali Porong dapat tertampung di badan sungai tersebut. Studi morfologi Kali Porong sangat diperlukan untuk mengetahui perubahan penampang yang terjadi apakah penampang masih dapat menampung debit sesuai yang direncanakan. Kata kunci : model, morfologi, sungai.
38
Teknologi Sabo Tipe Tampungan dalam Penanganan Permasalahan Sedimentasi Danau Limboto Chandra Hassan1, Djudi1, Santosa Sandy Putra1*, dan Hatma Suryatmojo2 1 Balai Sabo, Pusat Litbang SDA, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum 2 Graduate Schools at Agricultural Science, Kyoto University, Japan *
[email protected]
Intisari Danau Limboto, berdasarkan genesa pembentukannya merupakan cekungan rendah atau laguna sehingga disebut pula sebagai danau tipe paparan banjir (flood plain). Masalah utama yang terjadi di Danau Limboto adalah pendangkalan dan penyusutan luas danau. Pada tahun 1932, luas Danau Limboto mencapai 7.000 Ha dengan kedalaman 30 meter. Luas Danau Limboto pada tahun 1999 berkisar antara 1.900-3.000 Ha, dengan kedalaman 2-4 meter (Cabang Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo, 2000). Faktor dominan penyebab sedimentasi danau adalah erosi permukaan pada kawasan yang telah dialihfungsikan menjadi lahan pertanian (contoh: tanaman jagung) dan longsor tebing sungai. Luas lahan kritis mencapai 26.000 Ha terdiri dari 12.500 Ha lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.500 Ha di luar kawasan hutan. Berdasarkan kajian hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa sedimentasi danau menjadi permasalahan mayor yang harus ditanggulangi. Tindakan nyata yang mendesak untuk diaplikasikan adalah pengerukan danau secara ramah lingkungan, pembangunan pintu kendali elevasi muka air danau, penetapan batas definitif kawasan danau yang steril, pemasangan sistem peringatan dini banjir di DAS Limboto, pekerjaaan sabo di hulu DAS Limboto, Hillside saboworks dan torrent saboworks. Segenap langkah teknis tersebut harus didukung dengan sosialisasi rutin dan intensif mengenai peraturan penataan ruang dan konservasi untuk merubah mindset masyarakat yang cinta lingkungan. dan secara intensif dan terus menerus yang merupakan tanggung jawab pihak pemerintah daerah sebagai pemegang kendali dalam pembangunan. Apabila renstra tersebut tidak segera dilaksanakan, maka Danau Limboto tidak akan lagi berfungsi sebagai tempat menyimpan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, dan aliran air bawah tanah. Kata kunci: danau, pendangkalan, hutan lindung, hutan riparian, sabodam.
39
Kajian Efektifitas Bangunan Pengendali Sedimen Terhadap Upaya Konservasi Tanah dan Air di Kawasan Gunung Karangetang Tiny Mananoma1, Fauzan2, I Wayan Sudira2 , dan Villy Linggar2 1
Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, Manado 2
Mahasiswa S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, Manado
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
intisari Rasa aman merupakan salah satu faktor utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan aktivitas sosial ekonomi. Terlebih lagi bila ada trauma sehubungan dengan bencana yang pernah dialami. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan suatu bangunan pengendali sedimen perlu dievaluasi sehingga didapat informasi mengenai efektifitas bangunan pelindung kota sekaligus sebagai sarana konservasi lingkungan. Setelah hampir 10 tahun bangunan pengendali sedimen gunung Karangetang dikonstruksi, daerah hilir yang dilindungi telah tumbuh menjadi pusat bisnis dan pemukiman kota yang padat, sedangkan kantongkantong penampungan sedimen telah dimanfaatkan sebagai sumber penambangan material pasir, kerikil dan batu. Kondisi ini membuat alur sungai yang ada menjadi lebih stabil. Namun demikian, pengambilan material tambang yang melebihi kapasitas justru membahayakan bangunan pengendali sedimen itu sendiri, yang pada gilirannya membahayakan sungai dan kawasan bisnis yang dilindungi. Kemungkinan meningkatnya deposit material hasil erupsi gunung Karangetang yang tertimbun di bagian hulu sungai perlu diantisipasi. Dari kajian ini diharapkan potensi permasalahan yang mungkin timbul, bisa dideteksi secara dini, sehingga konsep penanggulangan yang berwawasan konservasi dapat disiapkan. Kata kunci : pengendali sedimen, konservasi, Karangetang
40
Pengkajian Penanggulangan Laju Sedimentasi Waduk Selorejo Dengan Penerapan Teknologi Sabo Dyah Ayu Puspitosari1*, Ika Prinadiastari1, dan Erwando Rachmadi2 1
Calon Peneliti Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum 2
Perum Jasa Tirta I
*
[email protected]
Intisari Waduk Selorejo berada pada alur K. Konto, DAS K. Brantas di Kecamatan Ngantang ± 50 km dari Malang, terletak antara G. Anjasmoro, G. Butak dan G. Kawi. Luas daerah pengatusan waduk 236 km2, luas genangan 237 ha, dengan puncak di G. Anjasmoro dan G. Butak. Air bersumber dari K. Konto dan K. Kwayangan. Waduk berfungsi sebagai pengendali banjir, penyedia air PLTA, pariwisata, perikanan, serta suplesi PLTA Mandalan dan PLTA Siman di hilir waduk. Sejak beberapa tahun terakhir, waduk mengalami sedimentasi terutama dari Sub DAS K. Konto. Volume efektif waduk 50,10 juta m3 tahun 1970, tahun 2011 tersisa 38,11 juta m3, volume tampungan mati 12,2 juta m2 tahun 1970, tahun 2011 tersisa 1,70 juta m3. Laju sedimentasi waduk bila tidak dikendalikan, akan memperpendek umur waduk rencana. Untuk menanggulanginya, telah dibuat 11 bangunan sabo, salah satunya Sabodam Tokol dengan tinggi efektif 11 m dan kapasitas tampungan sedimen cukup besar. Dari hasil kajian terhadap bangunan sabo di sepanjang K. Konto, pengendalian sedimentasi cukup efektif, terlihat dari sedimentasi di semua bangunan sabo yang ada. Namun, masih ada beberapa bangunan yang sering mengalami kerusakan akibat banjir lumpur yang mengangkut batu-batu besar pada musim penghujan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan pengkajian terhadap bangunan sabo yang ada. Kata kunci: waduk, laju sedimentasi waduk, teknologi sabo, bangunan sabo, penanggulangan.
Sub Tema 3 Pengembangan Energi Berbasis Sumber Daya Air (SDA)
41
Simulasi Pengembangan Energi Listrik Berbasis Gelombang Pasang Surut Di Teluk Ambon Nawawi Badri Saimima1, Radianta Triatmadja2, dan Nur Yuwono2 1) 2)
Universitas Iqra Buru Namlea, Maluku
Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Gelombang adalah manifestasi dari energi yang ada pada materi atau bergerak melalui materi. Energi gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik menarik antara bumi-bulan-matahari yang sifatnya periodik dalam bentuk energi potensial dan energi kinetik. Energi tersebut bersifat terbarukan dan murah dan bahkan gratis sehingga perlu diperhitungkan pemanfaatannya. Pada penelitian ini, dilakukan kajian energi gelombang pasang surut di Teluk Ambon saat Neap Tide dan Spring Tide (masing-masing 24 jam), untuk memperoleh pola arus pasang surut dan gambaran potensi energi listrik dari prosesnya. Simulasi dilakukan secara numerik (Model Matematik Gelombang Panjang) menggunakan Metode Karteristik Interpolasi Kuadratik dengan bahasa pemograman Visual Basic (VB). Input gelombang pada syarat batas terbuka yang bekerja pada mulut teluk sementara di sekitar teluk dianggap sebagai syarat batas tertutup dan reflektif. Kondisi batas reflektif sangat baik diterapkan pada gelombang panjang, seperti gelombang pasang surut. Pola arus dimodelkan dalam bentuk dua dimensi dengan asumsi, arus hanya dipengaruhi oleh pasang surut. Simulasi dilakukan pada kondisi sebelum rekayasa dan kondisi rekayasa saluran dengan lebar saluran S = 150 m, menggunakan ∆s = 200 m; ukuran grid (80 x 80); ∆t = 0,9 detik (Cr = 0,345) dan kedalaman minimum komputasi damin = -6,7 m. Daya dari model dievaluasi dengan rumus P = 9,81 Qh (KW), dimana Debit dalam m3/det dan head dalam m. Daya maksimum akibat pasang-surut diperoleh sebesar 1,173.65 KW sedang daya rata-rata per jam pada salah satu segmen sebesar 622.24 KW. Simulasi menunjukkan bahwa untuk teluk Ambon, efisiensi konversi energi kurang efisien. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya selisih debit Q sebelum adanya konversi energi dengan debit Q setelah adanya konversi energi sebesar 64.98 m3/det, akibat penyempitan pada lokasi generator. Dalam hal ini, maka investasi konversi energi gelombang pasang surut baru akan layak jika umur bangunan relatif lama dengan perawatan yang minimal. Kata kunci: energi, konversi, pasang-surut, metode karakteristik, simulasi numerik, Teluk Ambon
42
Pemanfaatan Sumber Air Sungai Empanang Deras Sebagai Sumber Listrik Mikro Hidro Kecamatan Puring Kencana Kartini dan Stefanus B Soeryamassoeka* Pengurus HATHI Kalimantan Barat, Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura *
[email protected]
Intisari Kecamatan Puring Kencana di Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu wilayah perbatasan Indonesia di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Tetangga Malaysia (Serawak). Wilayah ini sangat strategis, sehingga perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, diantaranya infrastruktur daya listrik bagi penduduk. Hal ini sangat jauh berbeda apabila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia. Untuk itu maka perlu dilakukan suatu penelitian agar masyarakat di wilayah perbatasan ini dapat menikmati sumberdaya listrik. Mengingat medan yang sulit dan besarnya biaya untuk itu, maka dilakukan penelitian dengan mengeksplorasi sumber alam yang ada dalam hal ini sumberdaya air untuk dikembangkan menjadi sumberdaya listrik. Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan energi air Sungai Empanang Deras menjadi energi listrik bagi penduduk di Kecamatam Puring Kencana berdasarkan data sekunder maupun data survei lapangan. Penelitian ini masih merupakan tahap awal, dan baru merupakan analisa desk study terhadap data yang ada. Dari data pengukuran debit sesaat didapat Q min = 0,1156 m3/det, Q mak = 0,2950 m3/det dan Q total = 4,3096 m3/det sedangkan Q rata-rata = 4,3096 m3/det / 30 hari = 0.1436 m3/det. Dan dari data pengukuran sesaat didapat debit Q mak = 0,2950 m3/det, H = 166 meter, efesiensi turbin diambil 75% maka didapat daya untuk kebutuhan penduduk Puring Kencana sebesar = 359,929 kW, sedangkan daya total yang telah dihitung akibat kehilangan akibat gesekan-gesekan maka didapat daya dihasilkan dari pembangkit listrik skala kecil sebesar 206,822 kW. Dari perhitungan beban terhadap pelayanan terhadap masyarakat Puring Kencana diambil 854 rumah / KK, juga beban yang digunakan sebesar 450 VA maka didapat daya sebesar 307,440 kW. Sumber air Empanang Deras cukup potensial saat sekarang, jika hutan disekitar DAS terlindung dari pengerusakan. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan lain yang dapat melindungi kelestarian daerah resapan air di lokasi studi. Kata kunci: Sungai Empanang Deras, puring kencana, PLTMH
43
Ekspansi Tenaga Air Untuk Ketahanan Energi Melalui Pengoperasian Waduk Tunggal Studi Kasus Waduk Paya Bener Takengon Azmeri Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
[email protected]
Intisari Pembangunan Waduk Paya Bener diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Takengon. Selain untuk kebutuhan air bersih, Waduk Paya Bener memiliki debit air sungai yang kontinu dan tinggi jatuh air yang berpotensi untuk menghasilkan energi dari pembangkit listrik tenaga air. Sehingga selain dapat memenuhi kebutuhan air bersih juga diharapkan akan menghasilkan energi listrik dari potensi tenaga air yang tersedia. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka studi ini bertujuan untuk menerapkan fungsi tujuan memaksimalkan total energi dari waduk dengan memperhatikan fungsi kendala terhadap karakteristik waduk yang ada untuk memperoleh energi listrik sekaligus dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di hilirnya. Hasil studi ini diharapkan dapat membantu manajemen Waduk Paya Bener dalam menentukan rencana pengoperasian untuk ketahanan energi dan pelayanan kebutuhan air bersih masyarakat kota Takengon. Total energi listrik yang dihasilkan berdasarkan inflow waduk pada tahun kering sebesar 291 MWH dan pada tahun normal sebesar 407 MWH sampai tahun 2030. Terjadinya penurunan produksi energi sampai jangka panjang lebih disebabkan karena konflik kepentingan dengan kebutuhan air bersih. Produksi yang dihasilkan dari pembangkit listrik pada Waduk Paya Bener sangat dibutuhkan segera untuk dapat meningkatkan ketahanan energi secara lokal. Kata kunci: ekspansi tenaga air, operasi waduk, Waduk Paya Bener
44
Pemanfaatan Bangunan Terjun Pada Sistem Jaringan Irigasi Untuk Pengembangan Energi Mikro Hidro Melly Lukman1 , Hamzah M.ATP2, dan Abd Wahab Thaha3 1
Dosen Fak. Teknik Sipil UKI Paulus Makassar 2 BBWS Pompengan-Jeneberang 3 Dinas PSDA Sulawesi Selatan
Intisari Dalam rangka pemanfaatan sumber daya air sebagai energi yang terbarukan dalam menunjang sistem penyediaan tenaga listrik, umumnya dengan memanfaatkan air terjun alam atau dengan membangun bendungan yang memerlukan waktu yang lama sejak dimulainya studi awal sampai dengan implementasi, serta dana yang besar. Bangunan terjun yang terdapat dalam sistem jaringan irigasi mempunyai potensi besar dalam pengadaan listrik skala kecil Studi ini mempelajari beberapa bangunan terjun pada Daerah Irigasi Lamasi yang mempunyai 5 bangunan terjun yang diperkirakan mempunyai debit dan tinggi jatuh yang mempunyai potensi pembangkit listrik mikro hidro. Hasil studi memnunjukkan bahwa bangunan terjun Pompengan 7 (BP.7a) paling cocok untuk dibangun pembangkit listrik mikro hidro dari aspek lokasi, dari análisis ekonomi dengan beberapa skenario pembiayaan, menunjukkan bahwa dengan partisipasi masyarakat sebesar 100%, dan dicicil selama 5 tahun memberikan hasil yang bagus , yakni pada tingkat discount factor 6 %, B/c ratio adalah sebesar 1,19, dan pada tingkat discount/ factor 9 %, B/C ratio sebesar 1,10, dan pada tingkat discount factor 12%, diperoleh B/C ratio 1,03, dimana IRR adalah sebesar 12,17 %. Kata kunci: bangunan terjun, sistem irigasi, mikro hidro
45
Potensi Pengembangan “Low Head Hydropower” Di Wilayah Sungai Kali Brantas Sebagai Sumber Energi Terbarukan Alfan Rianto1 dan Erwando Rachmadi2 1
Kepala Biro Pengembangan Usaha Manajemen dan Teknologi BPUMT, Perum Jasa Tirta I
Bagian Pengembangan Manajemen dan Teknologi BPUMT, Perum Jasa Tirta I
2
[email protected],
[email protected]
Intisari Melalui Perpres No.5 Tahun 2006 Presiden telah mencanangkan kebijakan energi, yang mana arah kebijakan keamanan energi di Indonesia yang semula masih lebih banyak tergantung pada energi yang tidak terbarukan, pada tahun 2025 diharapkan telah dicapai kebijakan keamanan energi yaitu adanya keseimbangan ketergantungan antara energi tidak terbarukan dan terbarukan. Indonesia memiliki potensi sumberdaya air yang besar dan sudah tentu memiliki potensi sumber energi listrik terbarukan yang besar pula. Saat ini, sumberdaya air di Indonesia menempati posisi kelima di dunia dengan sumberdaya pembangkitan energi listrik mencapai 845 juta BOE (barrel of oil equivalent) atau setara 75,67 GW dan sampai saat ini baru dimanfaatkan sekitar 4.200 MW. Khusus untuk mikro hidro, Indonesia memiliki potensi sebesar 458,75 MW dan baru dimanfaatkan 84 MW. Pengembangan “Low Head Hydropower” merupakan salah satu solusi guna mendukung penyediaan energi nasional yang dapat diandalkan sebagai salah satu sumber penyediaan energi nasional dalam menjawab tantangan energi di masa depan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor antara lain potensinya yang besar, sebagian besar teknologinya sudah dapat dikuasai dan harga energi yang dihasilkan cukup kompetitif. Di beberapa bangunan prasarana pengairan di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas yang dikelola Perum Jasa Tirta I (PJT I), masih terdapat potensi tenaga air yang belum termanfaatkan secara optimal. Masih terlihat adanya limpasan air melalui pelimpah bendung pada setiap musim. Dengan melihat besarnya debit aliran maupun tinggi jatuh yang ada di beberapa bangunan tersebut serta dalam rangka menunjang ketahanan energi nasional, PJT I telah mengidentifikasi potensi energi yang dapat dibangkitkan melalui pengembangan low head hydropower berskala Mini hidro / PLTM. Kata kunci: low head hydropower, PLTM, WS Kali Brantas
46
Tipe Run OfF River – Low Head Hydropower Plant Sebagai Alternatif Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Ramah Lingkungan Aisha Sri Masputri, Zouhrawaty A. Ariff dan Masimin* Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh *
[email protected]
Intisari Tulisan ini merupakan rancangan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya air sungai Krueng Meureudu Provinsi Aceh untuk pembangkitan listrik tenaga air. Produksi listrik yang dibangkitkan dimaksudkan untuk mengurangi defisit kebutuhan tenaga listrik di provinsi ini yang selama ini masih disuplai dari Provinsi Sumatera. Dua variabel utama yang menentukan produksi listrik dari tenaga air adalah besarnya pembangkitan dan tinggi jatuh (head). Kedua data variabel inilah yang dicari di lapangan seperti halnya data hidrologi, data karakter sungai, data lokasi dan data mekanika tanah. Komponen bangunan sipil pada pembangkitan listrik tenaga air yang perlu dibangun setidaknya terdiri dari bendung, saluran pembawa, forebay, pipa pesat dan power house yang di dalamnya terpasang turbin air dan generator dan dilengkapi dengan tail race. Dengan pertimbangan pembangunan layak lingkungan, maka dari rancangan ini diketahui bahwa pada sungai Krueng Meureudu terdapat dua lokasi pembangkitan dengan debit pembangkitan andalan 90% antara 10 m3/det hingga 20 m3/det. Dengan tinggi jatuh setelah pembendungan sekitar 10 m, pembangkitan listrik tenaga air sungai Krueng Meureudu akan memproduksi tenaga listrik sebesar 3 MW. Konstruksi bangunan sipil yang perlu dibuat meliputi bendung tipe fleksibel lebar 40 m, saluran pembawa sepanjang 100.0 m yang dilengkapi dengan saringan, sand trap dan pintu penguras, kolam penenang (forebay), pipa pesat dari baja, power house yang dipasang turbin tipe crossflow dan synchronous generator yang dilengkapi dengan kontrol kecepatan dan voltase. Karena minimnya dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan pembangkitan ini, head yang tersedia relatif rendah dan hanya memanfaatkan kondisi aliran sungai, maka dapat dikatakan bahwa pembangkitan ini dapat diklasifikasikan sebagai run of river – low head hydropower plant. Kata kunci: hydropower, run off river, low head plant.
47
Pemanfaatan Energi Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Bendung Gerak Serayu Nasrun Sidqi1 dan Kisworo Rahayu2 1
Pejabat Fungsional BBWS Serayu Opak, Ahli Madya Teknik Pengairan 2 Staf Operasi dan Pemeliharaan SDA II, BBWS Serayu Opak
[email protected],
[email protected]
Intisari Bendung Gerak Serayu yang terletak di desa Gambarsari, Pasanggrahan, Banyumas, Jawa Tengah merupakan bangunan air yang membendung Sungai Serayu dengan sistem pengambilan gravitasi. Saat ini, bendung digunakan untuk mengairi lahan irigasi, air minum, pengendali sungai, pengendali banjir, perikanan darat dan rekreasi. Selain fungsi-fungsi tersebut, Bendung Gerak Serayu juga berpotensi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Lokasinya sangat memungkinkan untuk dibangun PLTA jenis low head-run off river karena ketersediaan air yang besar baik di musim kemarau dan penghujan. Berdasarkan analisis debit Bendung Gerak Serayu tahun 1977-2011, rata-rata debit bulanan minimal sebesar 210 m3/ dt pada bulan Agustus dan rata debit bulanan maksimal sebesar 610 m3/dt pada bulan November. Bendung Gerak Serayu mulai beroperasi sejak tahun 1995, namun pengembangan PLTA di Bendung Gerak Serayu belum dilakukan hingga saat ini. Selain modal, faktor perizinan tampaknya merupakan kendala yang sangat berpengaruh. Karena WS Serayu merupakan WS strategis nasional, semua kegiatan yang memanfaatkan SDA di WS tersebut harus mendapatkan izin dari pemerintah. Pengajuan izin usaha kegiatan PLTA harus mengikuti prosedur permohonan izin untuk pembangkit listrik tenaga energi terbarukan skala menengah 1 s.d 10 MW sesuai Permen ESDM nomor 002/2006. Pemberian izin dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Berdasarkan data pada BBWS Serayu Opak, pengajuan izin untuk memanfaatkan energi air di Sungai Serayu pada kurun waktu 2007-2011 hanya ada satu saja. Hal ini menunjukkan bahwa energi air yang ada di Sungai Serayu belum dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi energi air di bendung Gerak Serayu dan mengetahui kendala-kendala pengembangannya. Metode yang digunakan adalah metode survei. Data debit dan data teknis Bendung Gerak Serayu diperoleh di Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu Citanduy dan BBWS Serayu Opak. Data perijzinan didapat juga dari BBWS Serayu Opak. Kata kunci: pemanfaatan energi air, pembangkit listrik, kendala perizinan
48
Pengembangan Potensi Sumberdaya Air Untuk Mengatasi Energi Listrik Di Propinsi Papua Farouk Maricar1*, Achmad Sumakin1, dan Indra Mutiara2 1 2
Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik UNHAS
Staf Teknik Puslitbang Energi dan Kelistrikan LP UNHAS *
[email protected]
Intisari Masalah ketersediaan energi primer, ketersediaan pembangkit yang tidak seimbang dengan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, ketergantungan kepada BBM dan harga BBM yang semakin mahal. Untuk mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut di atas perlu dilakukan upaya untuk mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif terbarukan. Propinsi Papua memiliki potensi sumberdaya air yang sangat melimpah. Sungai-sungai mengalirkan besaran debit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Selain itu, kondisi topografi yang bergelombang dengan perbedaan elevasi besar sangat memungkinkan untuk mengembangkan energi listrik. Dalam rangka mengembangkan potensi dan kebutuhan energi listrik di Papua, dilakukan penyelidikan pada beberapa sungai potensial. Potensi debit, perbedaan elevasi dari sumber air ke lokasi rencana pembangkit, serta jarak pembangkit ke pemukiman yang akan dipasok di investigasi. Tujuan dari investigasi adalah untuk mengetahui potensi sungai sebagai pembangkit tenaga listrik, prasarana penunjang dan kebutuhan listrik penduduk dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hasil investigasi menunjukkan bahwa potensi sumber daya air di Papua sangat besar dan hingga saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Kebutuhan listrik masyarakat Papua dapat dipenuhi dengan membangun PLTM dengan memanfaatkan potensi sungai dan kondisi topografi yang sangat memadai untuk dimanfaatkan sesuai dengan kondisi wilayahnya. Kata kunci: PLTM, potensi debit, Papua.
49
Isu dan Tantangan Pengembangan PLTMH di Wilayah Kerja PJT II Iding S. Adiwinata, Anton Mardiyono*, dan Elyawati Siregar Perum Jasa Tirta II *
[email protected]
Intisari Energi terbarukan mempunyai peranan penting dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah akan membutuhkan pasokan listrik yang semakin meningkat pula, baik skala kecil atau besar. Salah satu cara penyediaan listrik berskala kecil yang efektif dapat dilakukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), yang memanfaatkan potensi tenaga air dan tidak tergantung kepada sumberdaya alam berbahan baku fosil serta ramah lingkungan karena tidak menimbulkan emisi karbon (eco green technology). Perum Jasa Tirta II (PJT II) memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya air (SDA) di wilayah kerjanya, dimana SDA sebagai sumber energi terbarukan berupa potensi PLTMH yang tersebar di seluruh daerah kerja, PJT II berencana akan membangun PLTMH Leuweung Seureuh dan Cikeas serta menyalurkan daya listrik yang dihasilkan kejaringan PT PLN (Persero). Terdapat beberapa isu dan tantangan dalam pengembangan penyediaan listrik berskala kecil melalui PLTMH baik dari aspek teknis maupun non teknis antara lain tidak mendukungnya kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan, khususnya tentang besaran tarif dan mekanisme dukungan finasial melalui mekanisme Clean Development Mechanism (CDM) sehingga kelayakan pengembangan PLTMH menjadi rendah. Kata kunci: PLTMH, energi terbarukan, CDM.
50
Kebijakan Pemerintah Untuk Mendorong Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan PLTM M. Budi Setianto Senior Engineer EBT, Divisi EBT, PT PLN (Persero) Kantor Pusat
Intisari Bahwa peran masyarakat atau swasta dalam penyediaan tenaga listrik dari sumber energi terbarukan semakin berkembang. Penyediaan tenaga listrik oleh swasta yang menjual tenaga listriknya kepada PLN, berkembang pesat sejak dibukanya peluang peran swasta tersebut, khususnya pengembangan tenaga listrik dari sumber tenaga air mini (PLTM) dengan kapasitas sampai dengan 10 MW. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari dukungan kebijakan dan prosedur yang lebih jelas, sederhana dan ringkas. Dukungan kebijakan dan prosedur pengembangan PLTM sampai dengan 10 MW dititik beratkan pada aspek perijinan, prosedur pengadaan dan harga beli tenaga listrik oleh PT PLN (Persero). Dukungan kebijakan dan prosedur pengembangan PLTM sampai dengan 10 MW perlu disampaikan dan dimengerti oleh stake holder, agar pengembangan PLTM oleh pihak swasta dapat semakin berkembang dan diminati. Dengan demikian pemanfaatan energi terbarukan, dalam hal ini tenaga air, dapat ditingkatkan. Kata kunci : PLTM, Kebijakan, peran swasta, prosedur
51
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Toba-Asahan Pardomuan Gultom Kepala Balai BWS Wilayah Sumatera II
Intisari Pengelolaan Wilayah Sungai Toba-Asahan sangat penting dan mendesak untuk segera di tindak lanjuti karena wilayah ini menyimpan potensi besar yang dapat menggerakan perekonomian bagi perkembangan Sumatera bagian Utara. Potensi yang tersedia adalah sumber energi listrik di Sungai Asahan, pada saat sekarang menyediakan 513 MW untuk kebutuhan Pabrik Aluminium di Kuala Tanjung dan masih dapat dikembangkan sampai 1000 MW apabila Power Stasiun I sampai V dapat beroperasi, potensi lainnya adalah sungai Asahan dapat menyediakan air irigasi dibagian hilir sungai seluas 51.300 Ha sawah dan masih dapat dikembangkan mencapai 100.000 Ha dan banyak potensi lainnya yang dapat dikembangkan seperti parawisata, perikanan dan lain sebagainya. Kondisi saat ini memprihatinkan, kerusakan-kerusakan terjadi sudah melewati ambang batas, seperti: kerusakan hutan pada DAS mencapai hampir 80%, pencemaran air di Danau Toba akibat pemeliharaan ikan dan limbah domestik tanpa pengolahan, pencemaran sungai akibat limbah Pabrik Kertas di Siruar, pertumbuhan enceng gondok di Danau Toba, peralihan sawah dan hutan menjadi perkebunan dan tidak jelasnya pengaturan tata ruang di DAS tersebut. Dilihat dari potensi dan permasalahan WS Toba-Asahan maka perlu segera ditanggulangi dengan melakukan studi-studi bagaimana cara pengelolaan yang baik, membuat program-program pengembangan wilayah yang sesuai seperti: perbaikan DAS/konservasi hutan, penanganan limbah/pencemaran air, penanganan enceng gondok di Danau Toba, penanganan banjir/normalisasi sungai di daerah hilir, perbaikan/peningkatan daerah irigasi, penyediaan transportasi ke daerah ini yang berguna untuk parawisata, dan perbaikan acces road di sepanjang Sungai Asahan, penanganan dan perbaikan pantai, peraturan Pemerintah dan penegakan hukum. Pengelolaan Wilayah Sungai Toba-Asahan dapat memberikan keuntungan berganda/multiplier effect bagi perkembangan Sumatera Bagian Utara, tentu hal ini dapat terlaksana apabila DAS dapat dijaga dan dilestarikan dan juga parawisata di kawasan Danau Toba akan bergairah apabila air danau bersih dan tidak tercemar, dan satu hal lagi apabila ada jalan tol dari Medan sampai Parapat yang dapat ditempuh dengan waktu kira-kira 1 jam, akan menghidupkan parawisata di kawasan ini. Kata kunci : pengelolaan DAS, permasalahan dan potensi
52
Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Di Hukurila Kota Ambon Untukmendukung Ketahanan Energi James Zulfan*, Erman Mawardi, dan Yanto Wibowo Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, *
[email protected]
Intisari Semakin terbatasnya ketersediaan minyak bumi berdampak pada penyediaan energi nasional, dimana seiring dengan terus bertambahnya penduduk maka bertambah pula kebutuhan pasokan energi primernya. Oleh karena itu, perlu mengembangkan potensi energi terbarukan yang lain. Salah satu jenis energi energi terbarukan yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah tenaga air skala kecil (mikrohidro). Berkaitan dengan hal tersebut Pusat Litbang Sumber Daya Air melakukan pengkajian di beberapa lokasi sungai di Indonesia yang berpotensi untuk dijadikan PLTMH, salah satunya di sungai Way Rupa desa Hukurila Kecamatan Lai Timur, Selatan Kota Ambon yang berpenduduk 623 jiwa dan 147 Kepala Keluarga. Berdasarkan hasil pengkajian lapangan diketahui bahwa di sungai Way Rupa ini mengalir aliran sungai yang cukup deras sehingga mempunyai potensi energi listrik yang cukup besar, dimana daya listrik yang dapat dihasilkan sebesar 3,3 kW dan potensi ini belum dimanfaatkan sehingga sangat berpotensi untuk dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Tulisan ini akan membahas hasil kajian lapangan, desain PLTMH, dan penerapannya. Kata kunci : sungai, turbin, mikrohidro, energi
Sub Tema 4 Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi dan Rawa
53
Pintu Klep Ringan Tahan Korosi Sebagai Pintu Pengatur untuk Irigasi Pasang Surut Agung Sabur1, Yanto Wibawa2, dan Reinhart P. Simandjuntak2 1
Individual Konsultan, Purna Bakti dari Puslitbang Sumber Daya Air 2
Widiyaiswara Utama Pusdiklat PU
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Masalah pangan merupakan isu strategis, dengan pertumbuhan penduduk, alih guna lahan dari lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri, amat berpengaruh terhadap kapasitas produksi pangan nasional. Untuk menanggulangi masalah tersebut sejak tahun 1969, pemerintah telah melakukan pengembangan daerah rawa pasang surut untuk menunjang program transmigrasi. Pada masa itu reklamasi daerah rawa dilakukan hanya dengan membuat saluran drainase, baru pada tahap berikutnya dilengkapi pintu pengatur air dari bahan komposit besi dan kayu yang tidak tahan terhadap korosi dan relatif berat. Untuk mengatasi masalah tersebut dan untuk mendapatkan struktur penunjang yang ringan dan memenuhi daya dukung tanah daerah rawa, maka sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2001, Puslitbang Pengairan telah melakukan serangkaian kegiatan penelitian terhadap pintu air dan sistem jaringan tata air di daerah pasang surut dan penelitian uji model hidraulik Pintu Klep Ringan Tahan Korosi bahan Fiber Resin dengan struktur penunjangnya yang berupa struktur knock down, serta melakukan uji coba penerapan di lapangan.. Dari kegiatan penelitian dan uji coba penerapan di lapangan, diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Dengan perbedaan head ±2 cm pintu sudah dapat beroperasi; 2) Pengoperasian pintu relatif mudah; 3) Pemeliharaan dan perbaikan pintu relatif mudah; dan 4) Pada sistem jaringan tata air dengan saluran pemasukkan yang terpisah dari saluran pembuang, penggantian air terjamin. Kata kunci : pintu klep, ringan, tahan korosi, irigasi pasang surut
54
Kombinasi Embung Dan Long Storage untuk Memaksimalkan Potensi Air Irigasi Tanaman Tebu Amril Ma’ruf Siregar1 dan Nur Arifaini2 1
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung 2
Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Lampung
[email protected],
[email protected]
Intisari Dalam rangka program revitalisasi gula nasional, PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut serta mengemban tugas untuk mewujudkan program tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mewujudkannya adalah peningkatan kapasitas giling pabrik dengan cara pemanfaatan potensi air untuk mengairi lahan. Dengan demikian, dibutuhkan suatu perencanaan embung dengan memanfaatkan potensi air tanah melalui long storage sehingga dapat memenuhi kebutuhan air tanaman tebu. Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan air tanaman tebu pada petak 164 dan 165 adalah 0,168 m. Kondisi defisit air terjadi mulai pertengahan Juni sampai dengan pertengahan Desember. Debit banjir rencana kala ulang 100 tahun sebesar 4,203 m3/dtk. Berdasarkan data tersebut dibuat desain embung dengan spesifikasi : tipe urugan dengan elevasi top bendung +31,50 m, untuk muka air normal, +29,20, dan untuk spillway adalah+30,00. Kapasitas tampungan maksimum desain embung dari air hujan dan limpasan permukaan adalah 103.036,00 m3. Hasil analisis menunjukkan bahwa kapasitas tampungan tersebut ternyata hanya mampu melayani 30,665 hektar. Untuk memaksimalkan kapasitas tampungan, maka dilakukan penggalian dasar embung 1-4 meter secara memanjang untuk memperbesar volume tampungan dari air tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi debit yang dihasilkan dari air tanah sangat besar yaitu rata – rata 3.608,996 m3/hari selama bulan Juni sampai dengan Oktober. Hasil kombinasi embung dan long storage menunjukkan penambahan luas layanan yang signifikan menjadi Luas layanan dari embung yang direncanakan bertambah menjadi 7 kali lebih besar atau setara dengan 268,57 ha jenis Ratoon atau 537,14 ha untuk jenis PC . Kata kunci : revitalisasi, embung dan long storage, luas layanan
55
Dampak Pengelolaan Irigasi Modern Terhadap Sistem Pemberian Air Irigasi Herman Idrus, Reni Mayasari, dan Gok Ari Joso Simamora Perum Jasa Tirta II
[email protected],
[email protected],
[email protected]
intisari Jatiluhur Irrigation System (JIS) dengan luas 240.000 ha merupakan sistem irigasi teknis terbesar di Indonesia. Sistem ini dimulai sejak tahun 1967 bersatu skema irigasi yang sudah ada yang dibangun sejak jaman Kolonial Belanda di 1923 (Salamdarma) dan Walahar (dalam 1925). Setelah selesainya pembangunan infrastruktur sumber daya air, sistem telah mendukung surplus produksi beras di Indonesia selama periode 1980-an. Sistem irigasi membentang dari sungai Ciliwung - Cilalanang untuk mencakup daerah aliran sungai dari 12.000 km2 dalam waktu dua provinsi, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Tiga Waduk besar di Sungai Citarum yaitu Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda merupakan pemasok air untuk wilayah disepanjang Sungai Citarum yang terbagi di Bendung Curug ketigas saluran induk (Saluran Tarum Barat, Saluran Tarum Timur, dan Saluran Tarum Utara). Permasalahan yang terjadi, operasi pompa atau yang dikenal dengan sistem pompansasi ini ditemukan hampir di setiap saluran sekunder terutama di wilayah timur (Saluran Induk Bugis) dan meningkat selama musim kemarau. Perebutan air dimusim kemarau sangat ekstrim terjadi, sehingga tidak jarang areal sawah yang berada di hilir saluran sekunder sering mengalami kekurangan air, hal ini disebabkan air sudah habis di ambil di bagian hulu saluran sekunder dengan menggunakan pompa. Dengan demikian jika hal ini berlangsung setiap tahun akan berdampak pada konflik air yang harus dicari solusi pemecahan masalah ini. Lokasi kegiatan ini berada di Kecamatan Gabus Wetan dan Kandanghaur Kabupaten Indramayu, dengan lingkup kegiatan dan metodologi meliputi survei dan investigasi, sosialisasi, perencanaan pola penertiban, evaluasi dan monitoring. Saluran pembawa air ini merupakan saluran “multipurpose” dimana saluran ini tidak hanya digunakan untuk penyaluran air irigasi, namun untuk penyaluran air untuk kebutuhan lainnya, antara lain air minum, industry dan perikanan, sehingga air harus selalu tersedia dengan cukup dan menggelitik petani terutama yang berada di daerah hulu untuk melakukan aktivitas tanam kapanpun yang mereka kehendaki. Perlu ada kepastian hukum dalam pelaksanaan pengaturan air secara giliran, selama ini hanya berdasarkan pada sistem kekeluargaan dan di jaman modern seperti saat ini sistem tersebut tidak dapat dipertahankan lagi. Kata kunci : irigasi, pompanisasi, pengelolaan air
56
Kajian Neraca Air Daerah Irigasi Leuwi Goong dengan Efisiensi Kebutuhan Air di Daerah Garut Jawa Barat Ana Nurganah CH Mahasiswa S3 Teknik Sumber Daya Air ITB
[email protected]
INTISARI Bendung Copong merupakan pengambilan utama bagi Daerah Irigasi Leuwi Goong Kabupaten Garut, direncanakan dapat mengairi daerah irigasi seluas 5.271 ha Ha. Bandung ini direncanakan dapat mengairi gabungan jaringan irigasi teknis yang ada menjadi sistem satu kesatuan. Maksud dari penulisan ini adalah mengkaji masalah neraca air irigasi untuk DI Leuwi Goong jika bendung Copong dibangun. Sehingga akan diperoleh suatu rekomendasi untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya air dari sungai Cimanuk untuk memenuhi kebutuhan air di hilir. Sedangkan Tujuan dari tinjauan/ studi ini adalah memperoleh angka yang optimum untuk neraca air dari curah hujan dengan kondisi real time di lapangan, sehingga antara kebutuhan dan ketersediaan air akan mendekati angka yang paling optimal. Lokasi pengamatan studi adalah Daerah Irigasi Leuwi Goong, yang terletak di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat dan secara geografis terletak pada 70 00’ – 70 12’ Lintang Selatan dan 1070 52’ – 1080 05’ Bujur Barat. Dalam perhitungan debit metode yang digunakan adalah sistim keseimbangan air (Water Balance) dari FG Mock dan sebagai pembanding digunakan data debit lapangan dari stasiun debit dengan menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan perhitungan kebutuhan air di petak sawah dihitung berdasarkan cara konvensional dari Kriteria Perencanaan Irigasi (KP-01 1996) dan berdasarkan teori keseimbangan dari curah hujan yang terjadi di lapangan. Kesimpulan hasil kajian ini adalah bahwa dengan metode keseimbangan air lebih efisien dengan hasil yang lebih optimal bila dibandingkan dengan metode konvensional yaitu : a) Kebutuhan air dengan metode konvensional 1.95 l/dt/ha sedangkan dengan metode keseimbangan 1.06 lt/dt/ha; dan b) Intensitas tanam dengan metoda Konvensional 215 % (luas tanam 5271 ha) sedangkan dengan metoda kesetimbangan adalah 278,17 % (luas tanam 9771 ha) Kata kunci : irigasi, kebutuhan, ketersediaan, neraca air
57
Studi Efisiensi Irigasi di Petak Sawah Alfiansyah Yulianur BC1*, Maimun Rizalihadi1, dan Rahmi Putri Yanti2 1 2
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala *
[email protected]
Intisari Bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia, penetapan efisiensi irigasi sebesar 65% oleh Standar Perencanaan Irigasi Indonesia, terlalu besar. Efisiensi irigasi yang besar ini terjadi karena hanya mempertimbangkan kehilangan air di jaringan primer hingga tersier saja, sedangkan kehilangan air di jaringan kuarter dan di petak sawah tidak dimasukkan. Dimungkinkan terjadinya kekurangan air di petak sawah disebabkan karena penetapan nilai efisiensi irigasi yang besar ini. Oleh karenanya perlu dilakukan studi tentang efisiensi irigasi di petak sawah, yang kemudian nilai efisiensi ini dimasukkan ke dalam nilai efisiensi irigasi. Pada studi ini, penelitian efisiensi irigasi di petak sawah dilakukan di sebuah petak sawah seluas 0,43 ha pada petak tersier Daerah Irigasi Krueng Jreue, Kabupaten Aceh Besar. Nilai efisiensi irigasi diperoleh dari perbandingan antara kebutuhan air di petak sawah (Vm) dengan jumlah air yang terpakai di petak sawah (Vf). Kebutuhan air di petak sawah di ukur dengan menggunakan teknik drum. Jumlah air yang terpakai dipetak sawah diperoleh dari selisih jumlah air masuk ke petak sawah dengan jumlah air keluar dari petak sawah. Dari hasil studi diperoleh nilai efisiensi irigasi di petak sawah sebesar 66,71%. Nilai efisiensi irigasi ini jika dikalikan dengan nilai efisiensi irigasi sbesar 65%, maka terjadi perubahan nilai efisiensi irigasi menjadi 43,36%. Nilai ini sudah mendekati nilai efisiensi irigasi India sebesar 38%, Malaysia sebesar 35-45%, dan Thailand sebesar 37-46%. Kata kunci: efisiensi irigasi, petak sawah, kebutuhan air, jumlah air terpakai
58
Peningkatan Efisiensi Air Irigasi dengan Introduksi Sistem Otomatis pada Sistem Irigasi di Lahan Produksi Pangan Satyanto K. Saptomo1*, Yudi Chadirin1, Budi I. Setiawan1, dan Hanhan A. Sofiyudin2 1
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor 2
Balai Irigasi, Puslitbang SDA, Kementerian Pekerjaan Umum *
[email protected],
[email protected]
Intisari Beberapa ujicoba telah dilakukan untuk implementasi sistem otomatis pada irigasi lahan produksi pangan. Jenis irigasi yang telah dicoba termasuk irigasi permukaan dan irigasi mikro. Pengendalian dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital computer, mickrokontroller dan jaringan sensor dengan dan tanpa kabel. Sistem kendali otomatis digunakan dengan tujuan menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris. Sebagai acuan digunakan sensor yang akan mendeteksi kondisi kelembaban tanah dan tinggi muka air di lahan. Sistem kendali diatur menjaga status air di lahan sesuai dengan kondisi air memenuhi kriteria terhindar kehilangan air yang tidak perlu seperti run-off level muka air yang terlalu tinggi melewati pematang atau perkolasi. Untuk irigasi curah air harus tersedia di lahan sesuai dengan kebutuhan tanaman diantara pF 2.54 dan 4.2. Untuk lahan sawah, ujicoba dilakukan dengan menerapkan irigasi terputus (intermittent) sehingga ketinggian muka air setpoint akan berubah sesuai jadwal penggenangan yang telah dibuat. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan keberhasilan dalam pencapaian dan penjagaan kondisi air di lahan sesuai dengan yang diinginkan. Kata kunci : irigasi otomatis, pertanian, kesetimbangan air, kecukupan air
59
Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi pada Daerah Irigasi Krueng Aceh Meylis1*, Sarah1, A. Munir2, Dirwan1, Azmeri1, dan Masimin1 1 2
Universitas Syiah Kuala
Ranting Dinas Pengairan Aceh Besar *
[email protected]
Intisari Persoalan utama yang terjadi pada Daerah Irigasi Krueng Aceh adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air irigasi di musim tanam gadu. Jadwal tanam pada D.I. Krueng Aceh juga mengalami pergeseran setiap tahunnya. Jadwal tanam untuk musim rendengan yang direncanakan pada bulan Oktober bergeser ke bulan November, sedangkan untuk musim tanam gadu direncanakan pada bulan April bergeser ke bulan Juni. Akibat dari pergeseran jadwal tanam tersebut mempengaruhi produktivitas padi yang berdampak pada ketahanan pangan daerah. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh pergeseran jadwal tanam terhadap produktivitas padi pada D.I. Krueng Aceh. Metode studi yang digunakan ialah dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari data debit andalan, debit pengambilan rencana, jadwal tanam rencana, dan hasil panen padi dari tahun 2008 hingga 2012, sedangkan data primer meliputi survei lapangan pada saluran primer dan survei ke sawah. Data primer ini dapat diperoleh dengan cara melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi dengan mengukur tinggi muka air pada waktu pengambilan maksimum. Pengamatan tersebut dilakukan selama 2 bulan, mulai dari bulan Juni hingga bulan Juli tahun 2012. Tinggi muka air pada saluran primer dibaca melalui peil scale yang terdapat pada bangunan ukur ambang lebar. Hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan adanya pergeseran jadwal tanam yang dilakukan oleh petani mengakibatkan produktivitas padi menurun antara 0,85% sampai 6,64%. Kesimpulan yang didapat dari studi ini adalah selama 5 tahun terakhir dari tahun 2008 sampai tahun 2012, jadwal tanam pada D.I. Krueng Aceh mengalami pergeseran. Pergeseran jadwal tanam tersebut mempengaruhi produktivitas padi dan mengakibatkan ketidakcukupan debit untuk mengairi sawah. Kata kunci: pergeseran, jadwal tanam, produktivitas
60
Aplikasi Model Tangki untuk Analisis Return Flow di Lahan Irigasi Abdul Azis1*, Rachmad Jayadi2, dan Fatchan Nurrochmad2 1
Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat 2
Universitas Gajah Mada
*
[email protected]
Intisari Informasi yang akurat menyangkut sirkulasi air yang terjadi di lahan irigasi sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan irigasi. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, alokasi air irigasi perlu memperhitungkan besaran return flow yang terjadi di lahan irigasi berdasarkan karakteristik hidrologi dan pola budidaya pertanian. Pada penelitian ini diterapkan model Tangki untuk estimasi return flow dengan perhitungan simulasi hidrologi. Studi kasus dilakukan di sub-sistem irigasi Pandanduri yaitu daerah layanan irigasi Waduk Pandanduri di Pulau Lombok Timur. Hasil simulasi menunjukkan kinerja model yang cukup teliti yang dievaluasi berdasarkan nilai koefisien korelasi dan volume error. Hasil estimasi menunjukkan rerata return flow tahunan pada sub-sistem sungai dan lahan masing-masing sebesar 10,44% dan 24,14%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian air irigasi yang diberikan terbuang kembali ke sungai dan saluran sebagai limpasan permukaan dan rembesan. Model Tangki dalam studi ini dapat dikembangkan untuk menentukan besaran return flow di lahan irigasi pada kondisi hidrologi dan pengelolaan irigasi yang berbeda. Kata kunci: return flow, model tangki, pengelolaan irigasi.
61
Sistem Akuisisi Data Tekanan di Saluran Curam Yeri Sutopo1, Budi Wignyosukarto2, Istiarto2, dan Bambang Yulistyanto2 1
Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada Yogyakarta Staf Pengajar Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Pada kondisi saluran curam instrumen berupa pitot tidak dapat digunakan., karena aliran bersifat dua fase (air-udara). Karena itu, diperlukan pengembangan instrumen baru yang mampu mengukur tekanan di saluran curam. Instrumen ini dikembangkan ber basis sistem akuisisi data, yaitu suatu alat ukur yang sekaligus mengemas fungsi mengambil, mengumpulkan, menyiapkan, sampai dengan memproses sehingga diperoleh tekanan secara real time. Tujuan penelitian ini adalah menguji kesahihan dan keajegan instrumen yang dikembangkan. Instrumen ini diimplementasikan pada flum akrilik panjang 11 m, lebar 0,2 m dan tinggi 0,4 m dan miring 15°, 20° serta 25°. Debit aliran adalah 20,9 l/s. Bagian perangkat keras terdiri dari rangkaian sensor cahaya reflektif beserta membran karet fleksibel. Satu unit ADC 0809 digunakan untuk mengubah besaran listrik analog menjadi data biner. Perangkat lunak mikrokontroler dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan bahasa assembly dan perangkat lunak komputer menggunakan bahasa pemrograman Delphi 6.0.Hubungan antara tegangan transduser DC dengan tekanan aliran adalah linier. Persamaan liniernya adalah h=170,5 T, hubungan ini sangat kuat karena nilai R2=0,956. Persamaan ini dapat digunakan untuk mengalibrasi tekanan aliran baik secara interpolatif maupun ekstrapolatif. Berdasarkan kalibrasi menggunakan tekanan piezometrik teoritik, nampak bahwa hasil pengukuran (eksperimen) tidak berbeda, hal ini nampak dari nilai R2>0,894. Dengan demikian, instrumen tekanan berbasis sistem akuisisi data hasil rancang bangun penulis sahih (valid) dan ajeg (reliable) digunakan untuk mengukur tekanan di dasar aliran di saluran curam. Kata kunci : instrumen tekanan, sistem akuisisi data, saluran curam
62
Studi Optimasi Pemanfaatan Air Waduk Lider di Kabupaten Banyuwangi untuk Irigasi Nastasia Festy Margini* dan Nadjadji Anwar Jurusan Teknik Sipil FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember * cia_chaz @yahoo.com
Intisari Kabupaten Banyuwangi memiliki daerah irigasi yang cukup luas yaitu sekitar 29735 ha. Keadaan kekurangan pasokan air yang terjadi memberikan dampak penurunan produksi yang signifikan rata-rata sebesar 6,49% untuk padi dan 41,14% untuk palawija pertahunnya. Penurunan produksi pertanian terbesar terutama pada tahun 2000/2001 khususnya pada Banyuwangi bagian selatan. Daerah Irigasi Setail Teknik terletak di wilayah Banyuwangi bagian selatan sebagai salah satu daerah yang kurang air, direncanakan dapat memanfaatkan sumber air dari Kali Setail dan Waduk Lider juga pola operasi waduk yang sesuai. Selain itu dibantu dengan sistem sungai yang berada di jaringan tersebut untuk mengairi sawah seluas 3.863 ha. Optimasi yang dilakukan dengan kondisi ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau dengan menggunakan data sekunder periode 10 harian. Karena keterbatasan air yang tersedia, dilakukan analisa keseimbangan air dengan program linier beserta program bantu Quantity Methods for Windows 2. Debit andalan dan kebutuhan air tiap alternatif pola tanam rencana dijadikan kendala/batasan yang digunakan sebagai data input pengoperasian program linier. Output dari program ini ialah luas sawah maksimum tiap jenis tanaman, musim tanamnya dan keuntungan hasil tani yang akan diperoleh. Optimasi yang dilakukan dengan bantuan program linier ini diharap dapat menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan air di Kabupaten Banyuwangi ini. Hal tersebut diharapkan mampu memperbaiki kehidupan perekonomian masyarakat lokal dibidang agraris dan keseluruhan Bangsa Indonesia secara umumnya. Dengan pasokan air yang melimpah pada musim hujan. Kata kunci : pola operasi waduk, optimasi, Lider, dan program linier.
63
Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah Agus Sumadiyono1, Joko Nugroho2*, dan Heriyadi Dwijoyanto3 BWS Kalimantan III Program Studi MPSDA, FTSL, ITB 3 BBWS Citarum 1
2
*
[email protected]
Intisari Pemanfaatan air pada lahan irigasi harus dilakukan dengan efisien agar diperoleh hasil produksi yang optimal. Informasi efisiensi dari suatu jaringan irigasi sangat diperlukan untuk meninjau jumlah air yang termanfaatkan dan menentukan kebutuhan pemeliharaan maupun peningkatan infrastruktur pada jaringan irigasi. Lokasi studi ini berada di Daerah Irigasi Karau, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Bagian jaringan irigasi yang dijadikan obyek studi adalah Saluran Primer Karau Kiri, Saluran Sekunder Moloh dan Saluran Sekunder Batu Putih. Analisis terhadap efisiensi pada saluran yang ditinjau didasarkan pada hasil pengukuran debit pada saluran yang ditinjau. Kehilangan air irigasi yang terjadi selama pemberian air disebabkan terutama oleh perembesan di penampang basah saluran dan kehilangan operasional yang tergantung pada sistem pengelolaan air irigasi. Hasil analisis efisiensi menunjukkan rata-rata nilai efisiensi sebesar 81,3 % untuk saluran sepanjang 2.900 meter di Saluran Primer Karau Kiri dan rata-rata sebesar 89,9 % untuk saluran sepanjang 900 meter di Saluran Sekunder Moloh, rata-rata sebesar 89,5 % untuk saluran sepanjang 900 meter di Saluran Sekunder Batu Putih. Kata kunci: efisiensi, perembesan, evaporasi, kehilangan operasional
64
Introduksi Teknologi Bahan Alternatif untuk Prasarana Jaringan Irigasi Hanhan A. Sofiyuddin, Susi Hidayah, dan M. Muqorrobin Balai Irigasi, Pusat Litbang Sumber Daya Air Bekasi
[email protected];
[email protected]
Intisari Terganggunya atau rusaknya salah satu bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menjadi menurun. Konstruksi lining dan boks tersier umumnya terkendala waktu yang terbatas sehingga sebelum pekerjaan selesai secara sempurna, air perlu dialirkan di saluran agar areal layanan tidak kekurangan air. Dengan demikian, lining dan boks tersier dapat saja memiliki struktur yang kurang kokoh sehingga tidak awet. Pada saat ini umumnya pintu air terbuat dari besi atau kayu sehingga rawan korosi atau lapuk. Selain itu saat ini, pintu air berbahan besi banyak mengalami kerusakan karena pencurian. Rangkaian penelitian dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut dengan melakukan pengujian komposisi bahan dan membuat serta menerapkan prototip lining saluran, boks tersier dan pintu air. Lining saluran dan boks tersier dikembangkan dengan menggunakan bahan ferosemen memiliki keunggulan antara lain kuat, lentur, tahan lama, dan lebih ekonomis, serta mudah untuk diadaptasi baik ke dalam prinsip fisik, mekanik maupun teori hidraulika yang tepat. Pintu air yang dikembangkan dengan menggunakan bahan fiberglass memiliki kelebihan antara lain stabilitas dimensi, ketahanan korosi dan nilai jual kembali yang rendah sehingga tidak menarik untuk dicuri. Selain itu pintu air GFRP (glass fiber reinforce polymer) lebih murah sekitar 19% dan lebih ringan sekitar 40% dibanding dengan pintu air berbahan besi. Kata kunci: bahan alternatif, ferosemen, fiberglass, jaringan irigasi
65
Kerusakan Prasarana Irigasi di Lereng Merapi Kabupaten Sleman Pasca Erupsi 2010 Agus Sumaryono1*, dan Dyah Ayu Puspitosari2 1
Peneliti Utama Balai Sabo, Puslitbang SDA, Yogyakarta
2
Calon Peneliti Balai Sabo, Puslitbang SDA, Yogyakarta *
[email protected]
Intisari Erupsi Merapi bulan Oktober-November 2010 telah mengakibatkan bencana besar berupa kerusakan lingkungan dan infrastruktur, kerugian harta benda serta korban jiwa dan luka-luka dalam jumlah besar. Kerusakan infrastruktur antara lain bangunan sabo, bangunan irigasi, jembatan, jalan, kawasan permukiman, lahan pertanian, perkebunan dan hutan. Banjir lahar yang terjadi pasca letusan Merapi mengakibatkan kerusakan infrastruktur sumberdaya airhampir di semua sungai yang berhulu di G. Merapi.Pada keempat sungai tersebut terdapat 80 bendung irigasi dengan luas daerah irigasi 3.323,15 ha.Bendung irigasi yang tidak dapat berfungsi sebanyak 29 unit atau +36% dari jumlah bendung seluruhnya dan luas lahan sawah yang tidak dapat terairi 1.013,76 ha atau + 23% dari luas daerah irigasi seluruhnya. Bendung irigasi yang rusak ini bila tidak segera diperbaiki, maka akan menurunkan produksi padi +23% dari produksi padi seluruhnya. Perkiraan biaya untuk perbaikan, rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana pengairan ini mencapai 25,2 milyard rupiah. Kerusakan bendung irigasi akibat banjir lahar pasca erupsi Merapi antara lain tubuh bendung jebol/patah, saluran induk tertutup sedimen, pintu pengambilan dan pintu pembilas rusak berat, pintu pengambilan dan pintu pembilas tertimbun sedimen dan batang pohon, tembok tepi ambrol, sayap bendung patah/runtuh, lantai kolam olak hancur, dan degradasi dasar sungai di hilir bendung. Kata kunci: prasarana irigas. erupsi, banjir lahar, bencana,kerusakan.
66
Pemanfaatan Rawa Lebak Sungai Luar Sebagai Long Storage untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian Sumiharni dan Nur Arifani Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
INTISARI Rawa lebak Sungai luar merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Tulang yang mempunyai morfologi dataran alluvial berupa daerah rawa air tawar yang luas dan masih tertutup oleh vegetasi rawa. Daerah tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman padi dan tanaman komoditas lainnya. Kawasan ini sudah dimanfaatkan sejak tahun 2005 dan telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitarnya. Untuk dapat memberikan nilai manfaat dalam pengelolaan rawa tersebut maka dilakukan kajian tentang pemanfaatan potensi air di rawa lebak dengan fungsi tampungan (storage) dapat dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan irigasi. Kajian ini memberikan gambaran pemanfaatan potensi air dengan cara membuat saluran memanjang untuk memaksimalkan potensi air permukaan dan aliran air tanah yang tersimpan di didalamnya masuk ke dalam saluran dan akan menjadikan kawasan tersebut menjadi areal yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan air tanaman padi di daerah rawa lebak Sungai Luar adalah 5,96 mm. Untuk dapat memenuhi memaksimalkan kapasitas tampungan, maka dilakukan penggalian dasar tanah dengan membuat long storage sampai kedalaman 4 meter sepanjang 1529 meter dengan kapasitas tampungan 42.843 m3. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa potensi debit yang dihasilkan dari air tanah dari persamaan darcy dengan nilai konduktivitas 0,0004 cm/dtk diperoleh potensi air tanah sebesar 8.982 m3/hari, 8.123 m3/hari, 7.264 m3/hari, 6.406 m3/hari, dan 5.547 m3/hari masing – masing untuk bulan Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober secara berurutan. Dengan demikian, dengan adanya long storage potensi air dapat dioptimalkan dan dapat menambah luas areal pertanian sampai dengan ± 931,8 hektar sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Kata kunci: Rawa Lebak, long storage, potensi air
67
Aplikasi Model Moran untuk Tampungan Irigasi Waduk Ponre-Ponre Supriya Triwiyana, Williem Minggu, dan Muhammad Hasbi HATHI Cabang Sulawesi Selatan
INTISARI Model Moran untuk penentuan kapasitas reservoir belum banyak digunakan. Model ini adalah model untuk penentuan kapasitas hidrologi suatu waduk. Terdapat banyak cara penentuan kapasitas hidrologis waduk, yang pada garis besarnya dibagi menjadi cara grafis (mass curve); cara simulasi baik simulasi deterministik atau simulasi probabilistik. Sedangkan simulasi probabilistik terdiri dari simulasi stokastik dan simulasi probabilistik murni (pure probabilistic). ”Moran model for Reservoir” dan ”Goulds probability approach” merupakan jenis simulasi probabilistik. Dalam kesempatan ini hanya akan dibahas aplikasi ”Moran model for Reservoir” untuk kapasitas waduk Ponre-Ponre. Model Moran cocok digunakan pada kondisi sistem sungai yang telah banyak dibangun waduk, atau sistem sungai yang kapasitas hidrologisnya kecil dibanding kapasitas tampungan topografinya dan kurang cocok untuk sungai yang baru dibangun sedikit waduk. Waduk Ponre-Ponre merupakan salah satu waduk yang terdapat di Sulawesi Selatan dan relatif kapasitas hidrologisnya sangat kecil. Tentulah kita tidak bisa secara langsung menentukan bahwa desain kapasitas Penulis menganggap bahwa Model Moran cocok digunakan pada kondisi sistem hidrologi sungai ini, yakni sistem sungai yang kapasitas tampungan hidrologisnya kecil dibanding kapasitas tampungan topografinya. Dengan mengetahui secara lebih pasti kondisi kapasitas hidrologi waduk PonrePonre maka kita dapat melakukan penentuan alokasi air yang baik dan optimum. Disamping itu jika kapasitas tampungan topografi waduk memang lebih besar dari kapasitas hidrologinya seyogyanya cara ini digunakan untuk verifikasi awal penentuan kapasitas sebuah waduk. Kata kunci : model Moran, kapasitas waduk, Waduk Ponre-Ponre
68
Model-model Simulasi Stokastik untuk Optimasi Aturan Operasi Waduk Widandi Soetopo* dan Dwi Priyantoro Universitas Brawijaya *
[email protected]
Intisari Aturan operasi waduk pemasok kebutuhan air cenderung bersifat sederhana sehingga praktis untuk dilaksanakan, namun perlu untuk dibuat optimal agar pemenuhan kebutuhan cukup memuaskan. Pada studi ini ditinjau tiga model simulasi stokastik, Random Search, Genetic Algorithm, dan Simulated Annealing. Masing-masing dari ketiga model stokastik ini disimulasikan untuk tiga seri debit inflow yang berbeda panjangnya dalam upaya untuk mengoptimasi aturan operasi waduk yang berupa skedul tampungan bulanan waduk dalam setahun. Fungsi tujuan adalah memaksimumkan nilai kinerja yang berupa debit lepasan bulanan minimum dari simulasi operasi waduk sepanjang seri debit inflow. Perbandingan hasil dari simulasi untuk optimasi ini menunjukkan bahwa model-model simulasi Random Search dan Simulated Annealing memberikan hasil optimasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan hasil optimasi model simulasi Genetic Algorithm. Kata kunci: simulasi stokastik, optimasi, operasi waduk.
69
Pengaruh Jumlah Tangga Terhadap Kondisi Hidraulika Aliran pada Pelimpah Bertangga Kemiringan 1v:1,5h Nadjadji Anwar1, Edijatno1, Saptarita Kusumawati1, Mahendra Andiek Maulana1 , dan Very Dermawan2 1
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Uji model fisik hidraulik di laboratorium dilakukan untuk mengevaluasi performa hidraulik dari sebuah pelimpah bertangga. Model pelimpah bertangga yang diuji mempunyai kemiringan 1V:1,5H (33,69o) dan dibandingkan dengan pelimpah standar (pelimpah halus). Dalam makalah ini diberikan hasil uji model fisik hidraulik pelimpah bertangga berupa kondisi hidraulika aliran pada pelimpah bertangga yang berbeda jumlah tangga, yaitu 2, 4, 8, 16 dan 32 buah tangga. Uji model fisik hidraulik dilakukan di laboratorium dengan tinggi pelimpah 100 cm, lebar 30 cm, dan 5 variasi debit aliran tiap jumlah tangga. Hasil uji model fisik menunjukkan bahwa kehilangan energi relatif di kaki pelimpah standar adalah 72,05%, sedangkan pada pelimpah bertangga sebesar 91,79%. Kehilangan energi relatif akibat loncatan hidraulik di hilir pelimpah halus sebesar 67,19%. Kata kunci : pelimpah standar, pelimpah bertangga, energi
70
Pare Pare Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Melalui Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Desa Yang Ada di Kabupaten Barru Andi Djadir Zainuddin1, Zainal Arifin2, Andi Babba2, Subandi2*, dan Usman3 1
Staf Ahli Dinas PU Pengairan Kab. Barru, 2 BBWS Pompengan Jeneberang, 3 Petani Desa Karajae *
[email protected]
Intisari Setiap tahun, kurang lebih sepuluh juta ton beras asal kabupaten Barru dan desa Pare Pare dikirim melalui pelabuhan Pare Pare. Masalah yang ada didaerah ini adalah kurangnya ketersediaan air baku, banyaknya kerusakan sarana dan prasarana irigasi karena tidak didukung dana OP yang memadai dan adanya hama padi, menyebabkan kabupaten penghasil beras tersebut nyaris gagal panen. Masalah tersebut di atas bisa diselesaikan dengan jalan memperbaiki semua sarana irigasi yang rusak, menyelesaikan pembagunan embung Lanrae dan cek dam Lampoko Dua yang ada dikabupaten Barru, megusulkan pembangunan bendung S. Karajae, S. Lawalane, S. Jawi Jawi, mengusulkan beberapa embung dihilir air terjun Bilalange, Jompie dan Jompange, mengusulkan pembangunan sawah baru untuk mengganti 2.175 Ha padang rumput, mengadakan penyemprotan hama padi, meningkatan dana operasi dan pemeliharaan yang memadai, menerapkan pipanisai beton disemua jaringan irigasi agar air yang masuk kesawah tercukupi. Manfaat tercapainya peningkatan intensitas tanam dari 100% menjadi 200%, pola tanam bisa ditrapkan sesuai anjuran dinas pertanian, budidayakan ikan tawar cara Minapadi bisa ditrapkan, terciptanya surplus beras karena air yang masuk kesawah sudah optimal karena adanya pipanisasi beton pada semua jaringan irigasi yang ada. Pipanisasi beton ini sudah dapat memperkecil penguapan dan perembesan akibat pemanasan global termasuk terhindar dari pengambilan air irigasi ilegal. Kata kunci: surplus beras, ketahanan pangan nasional
71
Optimasi Prasarana dan Sarana Irigasi Teknis Saddang Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Haryanto, Feriyanto Pawenrusi, Anshar, M. Rachmat, dan Subandi* BBWS Pompengan Jeneberang *
[email protected]
Intisari Masalah utama daerah irigasi teknis Saddang ini adalah sarana dan prasarana irigasinya banyak yang rusak berat. Saluran yang ada adalah saluran terbuka sehingga banyak terdapat sampah, lumpur dan tanaman liar. Selain itu banyak pengambilan air irigasi illegal oleh oknum petani. Solusinya, memperbaiki semua sarana irigasi yang rusak, membersihkan saluran dari lumpur, tanaman liar, sampah. Mengusulkan peningkatan dana OP irigasi, mengoptimalkan peranan PPNS BBWSPJ untuk menyidik oknum petani yang mengambil air disaluran irigasi secara illegal dan mengoptimalkan peranan TKPSDA WS Saddang untuk menjembatani kebutuhan petani. Mengusulkan penggantian saluran terbuka menjadi saluran pipa beton atau menutup saluran agar bebas dari sampah, tanaman liar, lumpur, dan penguapan. Manfaat yang akan diperoleh: Sarana dan prasarana irigasi akan optimal sehingga hasil panen petani bisa optimal. intensitas tanam bisa meningkat dari 100% per tahun menjadi 200% per tahun, meningkatnya pola tanam dari padi-palawija menjadi padi-padi, Dengan adanya pipanisasi beton tidak akan ada lagi pembobolan saluran dan pompanisasi illegal termasuk tidak ada penguapan dan perembesan air karena pengaruh pemanasan global sehingga pemakaian air disawah bisa optimal. Kata kunci: panen optimal, ketahanan pangan nasional
72
Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Bili Bili, Bissua dan Kampili Dukung Ketahanan Pangan Nasional Hariyono Utomo, Haeruddin C. Maddi, Adi Umar Dani, dan Subandi* BBWS Pompengan Jeneberang Ditjen SDA dan Anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan *
[email protected]
intisari Sedimentasi di waduk serbaguna Bili Bili merupakan masalah yang cukup serius sehingga alokasi air irigasi dari waduk tersebut untuk daerah irigasi teknis Bili Bili, Kampili dan Bissua tidak sesuai lagi dengan alokasi yang sudah direncanakan, sehingga hasil panen petani di ketiga daerah irigasi tersebut tidak optimal. Adanya penambangan pasir bukan dilokasi yang tepat. Pemecahannya, menuntaskan pengerukan lumpur yang ada diwaduk, memonitor sekaligus memperbaiki dan memelihara semua sarana irigasi yang rusak, mengarahkan penambang pasir di kantong kantong pasir tepatnya dihulu waduk Bili Bili memberdayakan peranan PPNS dan TKPSDA yang sudah dibentuk, mengetrapkan pipanisasi beton pada saluran primer dan sekunder untuk mengurangi penguapan dan rembesan karena pengaruh pemanasan global. Manfaat yang akan diperoleh: Tercukupinya ketersediaan air untuk mengairi sawah di daerah irigasi Bili Bili, Kampili, Bissua, intensitas tanam bisa meningkat, meningkatnya pola tanam, adanya peluang mengembangkan budidayakan ikan tawar, tidak akan ada lagi pembobolan saluran dan pompanisasi illegal, adanya peluang untuk meningkatkan modernisasi irigasi berupa pemasangan pipa beton untuk menghindari pemanasan global sehingga tidak terjadi penguapan dan rembesan agar air bisa seoptimal mungkin masuk kesawah yang sangat bermanfaat bagi petani untuk panen optimal sehingga dapat memberi dukungan pangan nasional. Kata kunci: panen optimal, ketahanan pangan nasional
73
Rehabilitasi Kerusakan Daerah Irigasi Semi Teknis di Bulukumba – Sinjai – Pangkep Ditujukan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Abdul Wahab Thaha, Subandi*, H. Burharuddin Akib, Agustinus Bandaso, H.M.Yamin Sukri dan Anshari Dahlan Pengurus dan Anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan *
[email protected]
Intisari Survei membuktikan bahwa sarana dan prasarana irigasi semi teknis yang ada di Kabupaten Bulukumba, Sinjai dan Pangkep ternyata masih banyak yang rusak. Upaya rehabilitasi sudah dilakukan sampai dengan tahun 2012, namun masih banyak yang belum teratasi karena dana OP tidak memadai, sehingga mempengaruhi hasil panen yang tidak optimal apalagi dengan adanya hama padi, panennya nyaris gagal. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas perlu memperbaiki semua sarana dan prasarana irigasi yang rusak, Memberdayakan peranan PPNS dan TKPSDA yang sudah dibentuk untuk menjembatani kebutuhan pemakaian air untuk kepentingan daerah irigasi dan kepentingan non irigasi, mengusulkan peningkatan dana OP irigasi yang memadai sehingga rehabilitasi disemua kerusakan bisa teratasi tuntuas Manfaat yang akan diperoleh antara lain: hasil panen petani bisa optimal, meningkatnya intensitas tanam dari 100% menjadi 200%, terlaksananya pola tanam dari padi-palawija menjadi padi-padi, terwujudnya pembudidayakan ikan tawar cara Minapadi, tidak akan ada lagi pembobolan saluran dan pompanisasi illegal, adanya peluang untuk membangun pipanisasi beton dijaringan irigasi yang sudah ada agar tidak terjadi penguapan dan perembesan karena pengaruh pemanasan global sekaligus mencegah pengambilan air secara illegal agar air dari bendung dapat optimal sampai kepetak sawah yang nantinya bisa tercapai panen optimal yang akan mendukung ketahanan pangan nasional. Kata kunci: panen optimal; ketahanan pangan nasional
74
Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Kelara Pendukung Ketahanan Pangan Nasional Agus Setiawan, Hariyono Utomo, Zainal Arifin, dan Subandi* BBWS Pompengan Jeneberang dan Anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan *
[email protected]
intisari Daerah irigasi teknis Kelara yang luasnya + 7.199 Ha salah satu daerah irigasi teknis yang ada di kabupaten Jeneponto mempunyai permasalahan yakni 2.156 Ha sarana dan prasarana irigasinya rusak berat dan ketersedian air tidak mencukupi, pengambilan air irigasi illegal. Saluran terbuka yang ada kurang terawat, dipenuhi lumpur, sampah dan tanaman liar sehingga air dari bendung masuk kesawah tidak optimal. Untuk mengoptimalkan sarana dan prasarana irigasi tersebut perlu memperbaiki dan merawat semua kerusakan sarana yang ada, merealisasikan pembangun bendungan serbaguna Karaloe yang sudah direncanakan, perlu membangun pipanisasi beton pada jaringan irigasinya untuk menghindari pemanasan global yang akan menyebabkan penguapan dan perembesan perlu mengoptimalkan peranan PPNS BBWSPJ dan TKPSDA Jeneberang yang sudah dibentuk. Dengan dibangunnya bendungan serbaguna Karalloe ketersediaan air untuk irigasi akan cukup, hasil panen petani bisa optimal, memberi peluang para petani membudidayakan ikan tawar dengan cara Minapadi. Dengan pipanisasi beton pada jaringan irigasi dapat memperkecil terjadinya penguapan dan rembesan akibat pemanasan global termasuk aman dari pengambilan air irigasi ilegal sehingga air yang mengalir dari bendung kepetak petani agar bisa optimal sehingga nantinya bisa menghasilkan panen optimal yang akan memberikan daya dukung ketahanan pangan nasional. Kata kunci: panen optimal, ketahanan pangan nasional
75
Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Leko Pancing dan Bantimurung Mampu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Subandi1*, Mat Nasir1, Faisal Soedarno1, Nilawati Lubis2, dan Pandu Ageng Suryo3 BBWS Pompengan Jeneberang, Bagian Hukum Ditjen SDA Jakarta 3 PDAM Makassar 1
2
*
[email protected]
intisari Daerah Irigasi Teknis Leko Pancing dan Bantimurung adalah dua daerah irigasi teknis yang ada dikabupaten Maros yang mengandalkan pasokan air baku dari Sungai Maros. Krisis air yang terjadi dikarenakan oleh rusaknya beberapa sarana dan prasarana irigasi akibat banjir, kurang pemeliharaan, pemakaian air baku bukan untuk irigasi saja tapi untuk kepentingan air minum dikota Makassar dan dikabupaten Maros, pengambilan air ilegal oleh oknum petani. Untuk memecahkan masalah tersebut diatas antara lain; memperbaiki daerah irigasi yang rusak termasuk memeliharanya sarana dan prasarananya, mengusulkan peningkatan dana operasional dan pemeliharaan, mengoptimalkan peranan PPNS dan TKPSDA. Mengusulkan penggantian saluran terbuka jaringan irigasi yang sudah ada dengan pipanisasi beton. Manfaat yang akan diperoleh antara lain: sarana dan prasarana irigasi akan optimal sehingga hasil panen petani bisa optimal, memberi peluang para petani membudidayakan ikan tawar dengan cara Minapadi, dengan diterapkan pipanisasi beton tidak akan ada lagi pembobolan saluran dan pompanisasi illegal, air irigasi dari bendung Leko Pancing dan bendung Batubasi bisa optimal mengairi sawah yang ada karena terhindar dari penguapan, rembesan akibat pengaruh pemanasan global sehingga hasil panen bisa optimal. Kata kunci: panen optimal, ketahanan pangan nasional
76
Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Teknis Tommo dapat Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Thomas Raya Tandisau, M. Asdin Thalib, Zul Arifin, Siang Bantaeng dan Subandi* BBWS Pompengan Jeneberang dan Anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan
[email protected]
*
Intisari Daerah Irigasi (DI) Tommo seluas 2.500 Ha salah satu daerah irigasi teknis yang ada di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dibangun di Kecamatan Tommo dan Kecamatan Pangale pada awal 2010, direncanakan akan selesai pertengahan tahun 2012. Selama 20 tahun petani Tommo mengalami kesulitan dalam mengelola sawahnya karena belum ada sarana dan prasarana irigasi yang memadai, macetnya pembangunan bendung dan daerah irigasi Tommo, merupakan masalah serius yang harus segera diselesaikan. Akan ada masalah baru setelah selesainya pembangunan DI ini antara lain adanya penguapan dan rembesan serta pengambilan air irigasi illegal karena saluran irigasi yang dibangun menggunakan saluran terbuka. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas pembangunan bendung dan DI Tommo harus dilanjutkan dengan menuntaskan ganti rugi tanah, membentuk TKPSDA Pompengan Larona untuk menjembatani kebutuhan pemakaian air irigas, dan perlu diusulkan pipanisasi beton untuk jaringan irigasi. Manfaat yang akan diperoleh: a) intensitas tanam bisa meningkat dari 100% per tahun menjadi 300% per tahun; b) meningkatnya pola tanam dari padi-palawija menjadi padi-padi; c) memberi peluang para petani membudidayakan ikan tawar dengan cara Minapadi; dan d) adanya peluang untuk memasang pipanisasi beton pada jaringan irigasi dari bendung sampai ke petak sawah sehingga prasaran irigasi bisa optimal yang akan menghasilkan panen yang optimal alias panen raya. Kata kunci: panen optimal, ketahanan pangan nasional
77
Pipanisasi Beton pada Jaringan Irigasi dapat Mendukung Ketahanan Pangan Nasional M. K. Nizam Lembah1, Sumardji2, Eka Rahendra2, Agus Hasanie2 dan Subandi2* 1
Direktorat Sungai dan Pantai, Ditjen SDA 2
BBWS Pompengan Jeneberang *
[email protected]
Intisari Pemakaian pipa beton bertulang (reinforced concrete pipe) pada jaringan irigasi akan dihadapkan pada beberapa masalah antara lain: biayanya pemasangan pipa beton lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan saluran terbuka manual. Mahalnya biaya pipanisasi beton ini sudah diperhitungkan mulai dari pembuatan dipabrik beton, sulitnya mobilisasi pipa ke lokasi, pemasangan di lokasi sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaannya. Adanya risiko cacat beton (retak) sehingga akan mempengaruhi tidak optimalnya sarana dan prasarana irigasi sehingga air tidak optimal masuk kepetak petak sawah. Untuk meperkecil biaya pembuatan pipa beton, bisa dilaksanakan dilokasi dan untuk mengatasi cacat beton (keretakan), pemasangan pada jaringan irigasi harus cermat dan hati hati agar bebas dari cacat beton. Pelaksanaan akan selesai tepat waktu bahkan bisa lebih awal dari rencana yang sudah dijadwalkan karena tidak dipengaruhi musim hujan, mudah pengawasannya, terhindar dari KKN. Paska pelaksanaan, semua air dari bendung sampai kepetak sawah tetap optimal sehingga hasil panen bisa juga optimal karena air terhindar dari pengaruh pemanasan global (penguapan, rembesan) dan terhindar dari pengambilan air ilegal. Kata kunci: pipa beton, ketahanan pangan nasional
78
Pembangunan Bendung Karet Waledan di Kabupaten Indramayu Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Joko Mulyono Kepala Bidang PJPA BBWS Cimanuk Cisanggarung, Cirebon Jawa Barat Kepala Sub Direktorat OP Bendungan, Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan
Intisari Dalam rangka mensukseskan program pemerintah Indonesia untuk mengejar target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 perlu didukung dengan berbagai upaya antara lain peningkatan supply air baku untuk pertanian dengan pembangunan infrastruktur yang handal. Pada saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum - Direktorat Jenderal Sumber Daya Air cq. BBWS Cimanuk Cisanggarung telah melakukan beberapa langkah strategis antara lain dengan melakukan pembangunan infrastruktur yang ada di Kabupaten Indramayu yaitu dengan pembangunan bendung karet Waledan. Dari pembangunan bendung dimaksudkan dapat tersedianya air baku, meningkatkan produksi padi melalui rehabilitasi jaringan irigasi, meningkatkan standar hidup petani, penyerapan lapangan kerja sekitar area proyek, serta memberikan kontribusi terhadap pengembangan kondisi sosial ekonomi pedesaan. Diharapkan dalam pelaksanaan pembangunan bendung karet Waledan ini dapat berjalan sesuai dengan rencana penyelesaian pada tahun 2013. Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air diantara daerah-daerah, maka Pemerintah Indonesia telah melaksanakan serangkaian usaha terus menerus dimana salah satunya adalah pembangunan dibidang prasarana air baku yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat kecil/petani dalam memenuhi kebutuhan air irigasi maupun air baku. Berdasarkan perkembangan terakhir yang terjadi di wilayah Kabupaten Indramayu, kebutuhan air baku semakin lama semakin meningkat, sementara ketersediaan air semakin terbatas. Peningkatan kebutuhan air tersebut sejalan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, fasilitas permukiman dan kebutuhan air irigasi. Hal ini semakin terasa apabila musim kemarau tiba, Bendung Karet Waledan di Kabupaten Indramayu ini lebih memprioritaskan pada manfaat penyediaan untuk kebutuhan air baku DMI dan air irigasi. Bendung Karet Waledan telah direncanakan sejak tahun 1994 dan telah di review ulang pada tahun 2009. Maksud pembangunan bendung karet adalah: Tersedianya sarana dan prasarana Air Baku yang lengkap dan handal bersinergi, dengan memanfaatkan potensi Sumber Daya Air yang ada. Sedangkan tujuannya adalah mengatasi krisis air tawar yang dihadapi masyarakat desa Wilayah Kecamatan Cantigi, Sindang, Arahan dan sekitarnya. Meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan rasa aman
79
dengan tersedianya air tawar serta perbaikan kualitas lahan pertanian maupun permukiman dari interusi air asin. Dengan memanfaatkan tampungan air baku (longstorage) sepanjang 14 km dengan tampungan kurang lebih 3 juta m3 dan debit andalan sebesar 2,61 m3 dapat dimanfaatkan untuk air baku / bersih sebagai berikut : Rencana WTP Waledan (PDAM Kabupaten Indramayu) dengan kapasitas 200 ltr/det dengan jumlah layanan 20.000 KK. Mengairi areal pertanian sekitar lokasi dengan menggunakan free intake sepanjang long storage pengumpul dan sungai seluas ± 1.841 Ha, yang tidak terairi oleh irigasi Rentang. Mencegah interusi air laut sehingga memperbaiki kualitas lahan pertanian maupun lahan permukiman. Kata kunci : pembangunan bendung untuk ketahanan pangan
80
Rancangan Sistem Jaringan Irigasi dan Bangunan Air di Daerah Aliran Sungai Kecil Rosmina Zuchri1 dan Budi Indra Setiawan2 1
Dosen PNSD Fakultas Teknik Sipil Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Bandung 2
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Kampus IPB Darmaga, Bogor
[email protected],
[email protected]
Intisari Jaringan irigasi dan bangunan air sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat., dan juga untuk mensukseskan rencana kebijakan pemerintah dalam target surplus beras 10 juta ton tahun 2014. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihedeung Kota Bogor. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah merancang dimensi bangunan air yang digunakan dalam jaringan irigasi. Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer dan sekunder yaitu sungai, hujan dan iklim. Adapun tahapan pengolahan dan analisa data yaitu: 1). Kebutuhan air di lakukan tahapan yaitu perhitungan evapotranspirasi metode Penman, curah hujan efektif (Re); 2). Ketersediaan air dengan tahapan pengolahan data hujan; 3). Debit banjir rancangan yaitu dengan tahapan perhitungan waktu konsentrasi (Tc) metode Kirpich dan Intensitas hujan metode Mononobe, dalam perhitungan debit banjir rancangan dilakukan dengan rumus Rasional karena dianggap penelitian dilakukan di DAS yang berukuran kecil yaitu < 5000 ha; 4). Debit banjir rancangan yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan dimensi Bangunan air diantaranya bendung, bangunan kolam olak. Adapun Program yang digunakan dalam perhitungan bangunan air adalah program excel dari Direktorat Irigasi. Hasil penelitian adalah kebutuhan air yaitu 4,4 m3/det, ketersediaan air. 2,5 m3/det, debit banjir rancangan adalah 156 m3/det. Adapun dimensi bangunan air didapatkan lebar bendung yaitu 30 m, diameter kolam olak R yaitu 6 m, Kata kunci : jaringan irigasi, bangunan air, bendung, rumus rasional.
81
Prediksi Nilai Koefisien Kekasaran Dinding Saluran dalam Rangka Optimasi Sarana dan Prasarana Irigasi Henggar Risa Destania1*, H. Hendri2, dan H. Abdul Muis2 1 2
HATHI Cabang Sumatera Selatan
Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII *
[email protected]
Intisari Dinamika muka air di daerah rawa baik di petak tersier maupun di saluran sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, antara lain: jumlah curah hujan, hidrotopografi lahan, potensi luapan air pasang, potensi drainase, kondisi jaringan tata air, dan operasi bangunan tata air. Untuk itu seluruh komponen tersebut harus dievaluasi dan di analisis untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan air tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan koefisien kekasaran yang sesuai untuk suatu saluran terutama saluran irigasi dengan melakukan kajian secara empiris dan analisis statistik untuk nilai koefisien kekasaran baik Manning (n) maupun Chezy (C). Hal ini diperlukan untuk mencari seberapa jauh nilai koefisien yang akan dipakai dalam menghitung debit banjir (Q). Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien kekasaran Chezy (C) cukup signifikan untuk dapat dipakai di dalam perhitungan debit banjir (Q) di saluran dimana terlihat perbandingan antara nilai koefisien kekasaran Manning dengan koefisien Chezy (C) didapat nilai 79,38% atau nilai signifikansi R sebesar 0,998 atau 99,8%. Kata kunci: koefisien kekasaran, debit, signifikansi
82
Studi Optimasi Alokasi Air Sungai Jangkok untuk Kebutuhan Irigasi di Pulau Lombok Galuh Rizqi Novelia, Nadjadji Anwar dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Telah disusun konsep pengembangan Sumber Daya Air (SDA) di Wilayah Sungai (WS) Pulau Lombok dengan memindahkan air dari DAS basah di sebelah Barat guna memenuhi sebagian kebutuhan air irigasi di kawasan sawah potensial di Lombok bagian Selatan yang dilaksanakan melalui jaringan interkoneksi High Level Diversion (HLD). Indikasi surplus air yang terjadi di DAS Jangkok namun defisit di kawasan irigasi Lombok bagian Selatan, menuntut adanya optimasi guna memaksimalkan luas lahan irigasi untuk mendukung suplesi air melalui saluran HLD Jangkok-Babak, dengan ketentuan mengutamakan penyediaan air bagi kebutuhan internal di DAS Jangkok secara proporsional merata dari hulu - hilir. Kebutuhan air irigasi dihitung pada kondisi tahun kering dan tahun normal di 7 Daerah Irigasi (DI) yang ditinjau. Ketersediaan air dihitung di setiap intake DI, ditambah dengan intake bendung yang digunakan untuk suplesi HLD JangkokBabak. Optimasi dilakukan dengan dua alternatif optimasi yaitu memaksimumkan keuntungan hasil usaha tani dan memaksimumkan luas tanam dengan menggunakan program linier Quantity Methods for Windows. Input berupa kebutuhan air setiap DI periode 15 harian sedangkan Output dari optimasi ini adalah keuntungan hasil usaha tani dan luas tanam tiap jenis tanaman di setiap musim tanam. Dari 5 awal tanam yang direncanakan, Nopember-1 menghasilkan nilai yang maksimum, baik untuk kondisi tahun kering maupun normal dan untuk kedua alternatif optimasi. Kondisi hasil optimasi ini adalah kondisi dimana air yang diberikan sesuai dengan jumlah air yang dibutuhkan (release = demand). Kata kunci: suplesi, DAS Jangkok, kebutuhan, ketersediaan, optimasi
83
Kajian Optimalisasi Penggunaan Air Irigasi di Daerah Irigasi Wanir Kabupaten Bandung Yuliya Mahdalena Hidayat1, Dhemi Harlan2, dan Winskayati3 Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 1
Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2
3
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Bandung,
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Intisari Penggunaan air irigasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung hasil usaha tani. Pemanfaatan air irigasi di luar kebutuhan pertanian juga untuk kolam dan industri yang terjadi di Daerah Irigasi Wanir, dengan terjadinya fluktuasi debit pada musim hujan dan musim kemarau yang tinggi telah menyebabkan pada tanaman pertanian mengalami kekurangan air. Untuk itu diperlukan penggunaan air irigasi yang optimal. Parameter optimalisasi direncanakan berdasarkan sistem pembuatan keputusan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang didasarkan pada tiga kriteria yaitu Teknis, Ekonomi dan Lingkungan. Batasan optimalisasi dibuat 4 (empat) alternatif yaitu perubahan jadwal tanam, perubahan pola tanam, indeks pertanaman, dan luas golongan. Perhitungan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) mendapatkan hasil yaitu parameter yang digunakan untuk batasan optimalisasi adalah perubahan jadwal tanam. Berdasarkan hasil optimalisasi, diperoleh bahwa perubahan waktu pengolahan lahan sebaiknya dari 30 hari menjadi 15 hari, dengan adanya perubahan tersebut besarnya kebutuhan air maksimal yang tadinya kekurangan air terjadi sebanyak 8 kali(Oktober II, November I, November II, Desember I, Juni I, Juni II, Juli I dan Juli II) menjadi 3 kali (Oktober II, November I dan November II), dengan cara pemberian air secara terus menerus menggunakan faktor “K”, tapi masih menunjukan terjadi kekurangan air pada awal Musim Tanam I. Oleh sebab itu pada saat kekurangan air, cara pemberian air sebaiknya tidak dilakukan secara terus menerus tetapi dengan cara pemberian air secara bergiliran. Kata kunci : optimalisasi, irigasi, analytical hierarchy process, jadwal tanam.
84
Opsi Optimasi Fungsi Prasarana Hidraulik Persawahan Rawa Puntik Terentang L. Budi Triadi Balai Rawa Puslitbang SDA Banjarmasin
[email protected]
Intisari Pada saat ini, masih terjadi berbagai jenis hambatan pada dukungan pelayanan pengelolaan air lahan rawa sehingga sistem tata air pada lahan yang telah lama dibuka kurang berfungsi sebagaimana diharapkan. Beberapa upaya telah pernah dilakukan untuk mengatasi masalah di atas, namun belum memberikan hasil yang memadai. Penanggulangan masalah tersebut, sejatinya dapat diatasi melalui sistem tata saluran yang baik dan terutama tersedianya pintu air yang mampu menyediakan fungsi pasok dan fungsi pematusan serta mampu menciptakan sirkulasi aliran sehingga memberikan kinerja jaringan yang optimum. Dalam studi ini disajikan 2 (dua) alternatif pengembangan jaringan tata air, yaitu : a) Sistem saluran yang dilengkapi dengan pintu sekat (stop log) pada saluran Tersier Kiri dan Tersier Kanan; dan b) Sistem saluran dengan pintu sekat (stop log) pada saluran Tersier Kiri, dan Pintu ayun (flap gate) pada saluran Tersier Kanan. Dari studi ini dapat dibuktikan penggunaan pintu sekat dapat mempertahankan elevasi muka air di saluran Tersier pada musim kemarau ; sirkulasi air di dalam sistem tata air dapat tercipta melalui pemasangan pintu ayun sehingga dengan demikian proses pencucian lahan akan berjalan ; pada musim hujan fungsi drainasi lahan dapat dipenuhi dan saluran Primer serta saluran Sekunder dapat digunakan sebagai alur pelayaran tanpa perlu diperdalam baik untuk musim hujan maupun kemarau. Sebagai simpulan utama dapat dikatakan bahwa sistem tata air yang dilengkapi pintupintu air dengan jenis dan jumlah yang tepat mampu menyediakan fungsi pasokan dan fungsi pematusan, mampu menciptakan sirkulasi aliran dan mengendalikan aliran sehingga memberikan kinerja jaringan tata air yang optimum. Kata kunci: sistem tata air, pintu air, konservasi, pematusan, sirkulasi aliran
85
Reklamasi Daerah Rawa Cermai untuk Menunjang Ketahanan Pangan di Kabupaten Sambas Jane Elisabeth Wuysang1 dan Stefanus B Soeryamassoeka 2* Pengurus HATHI Kalimantan Barat, Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Panca Bhakti 1
Pengurus HATHI Kalimantan Barat, Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 2
*
[email protected]
Intisari Saat ini Daerah Rawa (DR) Cermai yang terletak di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas masih merupakan suatu daerah yang belum dikelola untuk mendapatkan hasil yang optimum terutama untuk meningkatkan perekonomian penduduk setempat. Luasan lahan yang diusahakan termasuk dengan pemukiman penduduk hanya berkisar 355,71ha atau 24,11% dari total luasan potensial sebesar 1475,32ha. Kendala yang cukup nampak untuk pengembangan wilayah rawa ini adalah kondisi saluran yang hanya berupa saluran alam, tanah yang memiliki pH rendah, kadar pirit yang cukup berbahaya dan macam tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yaitu berupa beting pasir. Dengan jaringan tata air yang memadai pada lahan rawa Cermai ini akan dapat meningkatkan produksi padi. Untuk itu akan disusun suatu perencanaan jaringan tata air yang dapat mengoptimalkan fungsi tersebut yang berguna untuk peningkatan usaha pertanian di daerah Cermai. Studi ini bertujuan antara lain untuk menunjang peningkatan produksi pangan khususnya beras, meningkatkan kesejahteraan petani dengan mempertahankan dan membuka kesempatan kerja dalam rangka mengentaskan kemiskinan, memanfaatkan dan menjaga (konservasi) keberadaan air sungai sepanjang musim untuk keperluan pertanian, perkebunan dan lain sebagainya. Untuk merencanakan desain saluran dan bangunan air serta pengoperasiannya maka akan diterapkan analisa model matematik dengan program DUFLOW sebagai suatu simulasi aliran satu dimensi pada saluran terbuka. Dari analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa luasan lahan yang layak dijadikan lahan pertanian ditinjau dari macam tanah adalah seluas 664,62 Ha, namun luasan ini menjadi lebih kecil mengingat kendala elevasi topografi dan kedalaman pirit yang dangkal <25cm sehingga luasan yang layak adalah seluas 447,59 Ha atau 30,34%. Karena adanya pirit dengan kedalaman <25cm, maka elevasi muka air pada lahan tidak boleh kurang dari elevasi lahan dikurang 25cm. Sehingga tinggi muka air di saluran minimal setinggi elevasi lahan dikurang 25cm. Penggunaan pintu air yang akan mempertahankan tinggi muka air, akan sangat bermanfaat untuk menghindari terpaparnya tanah pirit dari proses oksidasi. Kata kunci: DR Cermai, tata air, daerah rawa Kalimantan Barat
86
Pengembangan Lahan Rawa Kecamatan Rakumpit Propinsi Kalimantan Tengah Mendukung Ketahanan Pangan Melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Maya Amalia Universitas Lambung Mangkurat
[email protected]
Intisari Masyarakat dayak bukan masyarakat yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani, namun kebutuhan akan pangan membuat mereka mengajukan usulan pada pemerintahan daerah agar dapat membantu membuka lahan rawa agar dapat menjadi lahan pertanian yang bersifat semi teknis. Mengingat lahan rawa di propinsi Kalimantan Tengah khususnya di ibukota Palangkaraya cukup banyak dan potensial dijadikan sebagai lahan pertanian. Kecamatan yang dijadikan tahap awal pembukaan lahan adalah kecamatan Rakumpit di Kota Palangkaraya. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menyusun disain pencetakan sawah dengan target seluas 100 ha di Kelurahan Gaung Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya. Sasaran penelitian ini adalah tersusunnya disain pencetakan sawah dengan target luas sesuai kondisi lapangan pada hamparan lahan seluas maksimal 100 ha di Kelurahan Gaung Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya yang meliputi tata letak petak sawah, tata saluran dan tata jalan usaha tani berikut ukuran-ukuran vertikal dan horisontal sebagai pedoman pengerjaan konstruksi. Tata letak (lay out) petak-petak sawah dirancang dengan memperhatikan arah garis kontur, yaitu memposisikan arah panjang sejajar garis kontur guna meminimalkan perataan permukaan petak. Tata letak irigasi ditata dengan memperhatikan sistem sumber air di lokasi dan rancangan saluran primer yang sudah dibangun dengan titik ikat muka air pada saluran sekunder. Tata letak jalan usaha tani disesuaikan dengan tata letak petak sawah dan saluran irigasi hamparan perluasan sawah. Luas masing-masing petak sawah dibuat sama 1 ha dengan jumlah sesuai dengan jumlah petani yang ada sebanyak 50 kepala keluarga. Kata kunci : rawa Rakumpit, ketahanan pangan, desain pencetakan sawah
87
Upaya Perbaikan Menuju Keseimbangan Air Optimal Jaringan Irigasi Interkoneksi Lombok Selatan Marsono1 dan Fuadi Alfianto2* 1
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I 2
Konsultan SDA Anggota HATHI *
[email protected]
Intisari Jaringan Irigasi Interkoneksi Lombok Selatan berada di 4 wilayah administrasi di Pulau Lombok (Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur) Bagian Selatan, direncanakan untuk mengairi areal seluas ± 61.044 ha serta memenuhi kebutuhan air multi sektor. Sejak awal operasi –sekitar tahun 1986– jaringan irigasi ini memiliki permasalahan alokasi air yang serius, disebabkan: manajemen air, kondisi prasarana jaringan, budaya petani, kelembagaan OP dan ego wilayah. Diperlukan langkah nyata untuk mencapai keseimbangan air optimal sebelum permasalahan lebih komplek dan rumit. Upaya perbaikan menuju keseimbangan air optimal jaringan irigasi ini harus dilakukan secara komprehensif dengan melakukan perbaikan pada beberapa hal terkait, yaitu : i) manajemen air yang mengedepankan alokasi air optimal, ii) perbaikan prasarana irigasi dan melengkapi prasarana yang belum terbangun, iii) membentuk unit Pengelolaan Air Lombok Selatan dengan wewenang operasional penuh, iv) pembinaan petani untuk membudayakan perilaku hemat air, dan v) mengupayakan kesepakatan alokasi air antar pemerintah terkait. Rekomendasi dari studi ini diharapkan dapat dimplementasikan secara bertahap guna memperbaiki kondisi keseimbangan air Lombok Selatan yang secara teoritis sangat memungkinkan kondisi keseimbangan optimal tercapai. Kata kunci : jaringan irigasi interkoneksi, alokasi air lintas DAS, alokasi air lintas wilayah admininstrasi, dan keseimbangan air optimal.
88
Analisis Prioritas Pemeliharaan Jaringan Irigasi Beberapa Daerah irigasi Lintas Kabupaten Endita Prima Ari Pratiwi dan Fatchan Nurrochmad Universitas Gajah Mada
[email protected],
[email protected]
Intisari Irigasi merupakan salah satu faktor utama pendukung kegiatan pertanian. Jaringan irigasi yang berfungsi optimal akan menjamin keberlangsungan kegiatan pertanian sehingga dapat mendukung produksi pangan. Kelestarian fungsi jaringan irigasi perlu didukung dengan kegiatan operasi, pemeliharaan, pengamanan dan rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan. Pada era otonomi daerah biaya yang timbul akibat pekerjaan-pekerjaan tersebut menjadi beban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Biaya pemeliharaan yang besar dan tidak didukung dengan ketersediaan dana yang memadai akan menimbulkan kesulitan bagi pengambil keputusan dalam penentuan pemenuhan kebutuhan, sehingga perlu dilakukan analisis prioritas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis prioritas pemeliharaan pada lima daerah irigasi (DI) yang menjadi kewenangan propinsi dan merupakan daerah irigasi lintas Kabupaten Sleman-Bantul yang berada di DAS Opak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Multi Attribute Decision Making (MADM), yaitu Simple Additive Weighting Method (SAW), Weighted Product (WP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Bobot faktor-faktor pengaruh didasarkan pada modifikasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No.42/PRT/M/2007 dan No.39/PRT/M/2006. Penilaian kondisi jaringan irigasi tidak hanya didasarkan pada kerusakan fisik saluran dan bangunan tetapi dikombinasikan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan air irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan skala prioritas pemeliharaan untuk lima DI studi berturut turut adalah Klampok-Plakaran (294 ha), Sekarsuli (163 ha), Madugondo (104 ha), Kuton (114 ha) dan Dadapan (32 ha). Hasil ini mengindikasikan adanya kecenderungan bahwa prioritas pemenuhan kebutuhan biaya pemeliharaan didasarkan pada luas DI. Semakin kecil luas DI maka prioritas pemenuhan biaya pemeliharaan semakin kecil. Kata kunci: daerah irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi, analisis pioritas.
89
Perbandingan Beberapa Metode Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk untuk Menentukan Prioritas Rehabilitasi Jaringan Irigasi Murtiningrum* dan Fatchan Nurrochmad Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada *
[email protected]
Intisari Rehabilitasi jaringan irigasi merupakan upaya penting untuk mengembalikan kondisi dan fungsi infrastruktur namun memerlukan biaya besar. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mempunyai kewenangan mengelola Daerah Irigasi (DI) lintas kabupaten/kota mempunyai keterbatasan anggaran untuk memperbaiki kerusakan jaringan irigasi DI lintas kabupaten/kota secara bersamaan. Untuk menentukan prioritas rehabilitasi digunakan beberapa metode pengambilan keputusan yaitu Simple Additive Weighting (SAW), Weighted Product (WP), Analytical Hierarchy Process (AHP), dan Technique Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Keempat metode pengambilan keputusan kriteria majemuk dibandingkan untuk menentukan prioritas rehabilitasi enam DI lintas kabupaten/kota di Provinsi DIY yaitu DI Gamping, DI Prangkok, DI Timoho, DI Cokrobedog, DI Sidomulyo,dan DI Mrican berdasarkan aspek teknis dengan enam kriteria yaitu kondisi fisik jaringan, debit andalan tersedia, interkoneksi dengan DI lain, kinerja Operasi dan Pemeliharaan (O&P) oleh petugas, dan kontribusi O&P oleh P3A. Keempat metode memberikan hasil prioritas yang berbeda karena asing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan metode yang sesuai dihadapkan pada metode yang dipakai untuk memilih metode.
90
Pendefinisian Ulang Tugas dan Tanggung Jawab Petugas Operasi dan Pemeliharaan Irigasi Abdul Wahab dan Anshari Dahlan Dinas PSDA Sulawesi Selatan *
[email protected]
Intisari Tiga belas tahun yang era otonomi daerah di Indonesia berjalan, disatu sisi membawa dampakyang sangat baik untuk memacu aktifitas pembangunan di daerah-daerah, akan tetapi disatu sisi lain ada kalanya menimbukan permasalhanpermasalahan yang dapat mejadikan adanya konflik antar daerah otonom, salah satunya terjadinya ketimpangan pengelolaan Irigasi pada Kabupaten/Kota, hal ini dikarenakan tugas dan tanggung jawab petugas Operasi dan pemeliharaan masih menganut pada wilayah administrasi Pemerintahan yang seharusnya menganutwilayah sistem pengaliran. Hal tersebut diatas dapat diselesaikan dengan meredevinisi organisasi dan tanggung jawab serta meningkatkan pengetahuan (pelatihan) petugas Operasi dan pemeliharaan Irigasi secara berkrlanjutan, denganmengacu pada Peraturan Menteri PU. No 32 PRT/M/2007 tentang pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Manfaat dan keuntungan dari perubahan struktur orgnisasi serta peningkatan SDM petugas Operasi dan pemeliharaan Irigasi, sesuai laporan dan pengamatan pada DI. Saddang DI. Tubu Ampak dapat meningkatkan luas tanam 30 s/d 50% (MT. Gadu), dengan asumsi 30% x 635.555 Ha x 5000 kg x Rp.3.200 = ±Rp. 3 Trilliun, serta mengatasi pengangguran 30% x 635.555 Ha x 6 orang = 1.143.990 orang (satu Ha digarap 6 orang).
91
Pengelolaan Aset Irigasi untuk Peningkatan Ketahanan Pangan Suseno Darsono1 dan Agus Suprapto Kusmulyono2 1 2
Universitas Diponegoro
Kementerian Pekerjaan Umum
Intisari Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam ketahanan nasional, oleh karena itu perlu dukungan semua pihak. Beras adalah makanan pokok masysarakat Indonesia, maka peningkatan produksi beras merupakan suatu hal yang mutlak dalam mewujudkan ketahanan pangan. Peningkatan produksi beras memerlukan dukungan infrastruktur irigasi yang handal, oleh karena itu pengelolaan jaringan irigasi perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan melakukan pengelolaan asset irigasi secara optimal. Peraturan dan perundangan mengamanatkan metoda pelaksanaan manajemen asset irigasi, oleh karenanya perlu piranti agar pengelolaan asset irigasi dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pemerintah telah menyiapkan piranti untuk pengelolaan asset irigasi berupa pedoman (draft), dilengkapi dengan perangkat lunak untuk mendukung pelaksanaannya (Sistem Aplikasi Pengelolaan Aset IrigasiSIPAI), yang ditujukan untuk melakukan inventarisasi asset sebagai langkah awal dalam perencanaan pengelolaan asset. Pada paper ini akan disampaikan pengalaman dalam penerapan perangkat lunak tersebut, karena penulis mendapat kesempatan untuk menerapkan perangkat lunak tersebut pada tahap pengembangan. Kata kunci : ketahanan pangan, irigasi, pengelolaan asset, perangkat lunak.
92
Manajemen Risiko Kualitatif pada Proyek-proyek Keairan di Bali I Nyoman Norken*, Ida Bagus Ngurah Purbawijaya, dan I Made Windia Universitas Udayana *
[email protected]
Intisari Belakangan ini penerapan manajemen risiko pada proyek konstruksi sudah tidak dapat dipisahkan dari kegiatan proyek, terutama pada tahap implementasi, mulai dari tahapan penawaran hingga tahap penyelesaian proyek. Penerapan manajemen risiko bahkan tidak saja dilakukan secara kualitatif namun juga kuantitatif. Manajemen risiko dapat dilakukan pada kegiatan proyek mulai dari gagasan, perencanaan, pelaksanaan bahkan hingga operasi dan pemeliharaan. Tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran penerapan manajemen risiko yang berkaitan dengan proyek-proyek keairan dengan pendekatan manajemen risiko kualitatif. Penerapan manajemen risiko kualitatif pada berbagai tahapan proyek akan dapat memberikan pemahaman akan potensi risiko terutama risiko-risiko dominan (major risks) pada satu siklus proyek, mulai dari tahap formulasi gagasan, perencanaan, pelaksanaan bahkan sampai pada tahap operasi dan pemeliharaan proyek. Hasil-hasil penelitian manajemen risiko yang telah dilakukan dengan metode kualitatif pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta tahap operasi dan pemeliharaan pada proyek-proyek keairan di Bali telah dapat memberikan gambaran tentang berbagai jenis, tingkat, mitigasi serta kepemilikan risiko yang dapat dijadikan acuan dalam membangun proyek berikutnya. Manajemen risiko seperti ini dapat diterapkan dalam berbagai proyek keteknik-sipilan, termasuk dalam proyek-proyek keairan, agar risiko-risiko dominan dapat dikenali lebih awal, mulai dari menggagas, merencanakan, melaksanakan dan mengoperasikan serta memelihara suatu proyek, sehingga potensi kegagalan atau kerugian dapat diminimalkan apabila proyek dilaksanakan. Kata kunci: risiko, manajemen risiko, risiko kualitatif, proyek keairan
93
Adaptasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Keterkaitan Hubungan Antara Air-Pangan dan Energi Deny Ramadhani1, M. Donny Azdan2, dan Abdul Malik Sadat Idris2 1
Konsultan IME Bappenas 2 Bappenas
Intisari Rangkaian krisis keuangan yang terjadi di berbagai negara saat ini telah mengurangi ketahanan ekonomi global. Hal ini mengakibatkan meningkatnya resiko global dan prospek penularannya yang semakin terhubung secara sistem, dimana salah satu resiko global adalah keterkaitan hubungan antara air-panganenergi. Biaya energi, biaya pangan, turbulensi dalam ekonomi global dan bencana yang terkait dengan sumber daya air, semuanya memiliki kaitan yang kritis. Ketahanan pangan dan energi terkait langsung dengan ketersediaan air. Pangan tidak dapat diproduksi tanpa air dan air tidak dapat didistribusikan secara efektif dalam skala besar produksi pangan tanpa menggunakan energi untuk pompa dan distribusi. Kondisi tersebut di atas menyebabkan keterkaitan hubungan antara airpangan-energi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang signifikan untuk dipecahkan dalam abad 21. Pada saat ini Indonesia telah mencoba mengadaptasi kebijakan pengelolaan sumber daya air dalam keterkaitan hubungan antara air-pangan dan energi melalui Pokok-Pokok Reformasi Bidang Sumberdaya Air melalui UU 7/2004, yang meliputi : (i) Penegasan batas tanggung jawab pengelolaan SDA antara Pusat dan Daerah, (ii) Penataan kelembagaan pengelolaan SDA, (iii) Perkuatan dan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan SDA, (iv) Pembangunan sistem jejaring informasi SDA, (v) Perkuatan partisipasi masyarakat, dan (vi) Penguatan Sistem pembiayaan untuk pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Namun demikian, di masa yang akan datang diperlukan lagi adaptasi kebijakan yang meliputi : (i) Peningkatan koordinasi lintas sektoral antara kebijakan sumber daya air dan kebijakan energi (ii) Mempromosikan efisiensi air dengan memperkenalkan upaya-upaya terobosan dalam pengelolaan sumber daya air yang lebih efisien (ii) Percepatan pembangunan infrastruktur energi di luar Pulau Jawa dan membangun konektivitas energi (iv) Pengkajian struktur biaya yang tepat untuk air-pangan-energi sehingga akan mendorong keberlanjutan penggunaan air dan energi (v) Percepatan pembangunan waduk serbaguna sebagai instrument lintas sektoral air-pangan-energi Kata kunci : ketahanan air-pangan-energi, kebijakan, waduk
94
Karakteristik Lapisan Armouring Akibat Perilaku Sebaran Sedimen Dasar yang Bergerak Cahyono Ikhsan1*, Adam Pamudji Raharjo2, Djoko Legono2, dan Bambang Agus Kironoto2 Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret 1
2
Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gajah Mada *
[email protected]
Intisari Gradasi butir sedimen yang bergerak di dasar saluran atau sungai dengan berbagai variasi ukuran material menyebabkan terjadinya proses selective erosion selama proses aliran, yang memungkinkan terjadi perubahan struktur lapisan dasarnya. Terbentuknya lapisan armour secara alamiah dapat mempertahankan bentuk konfigurasi dasar sungai tersebut, namun bagaimana proses pembentukan lapisan armour, perubahan struktur lapisan penyusunnya serta kekasaran permukaannya menjadi sesuatu yang penting pada pencapaian tujuan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Hidraulika menggunakan perangkat utama sediment-recirculating flume terbuat dari plexiglass berdimensi lebar 0,60 m, panjang 10,00 m, tinggi 0,45 m serta kemiringan dasar yang dapat diatur hingga 3%. Flume ini dilengkapi dua pompa yang berkapasitas debit sampai dengan 150 l/dt. Material yang dipakai dicampur dengan komposisi 70% gravel, 30% pasir. Running dilakukan pada debit konstan 40 l/dt (debit aliran low flow), dan untuk setiap ranning terdapat 2 fase yaitu fase equilibrium, fase armour. Instrumen yang digunakan antara lain digital currentmeter, point gauge meter, sediment feeder, sediment trap, dan dibantu software surfer 8.0. Pengukuran elevasi permukaan dasar dilakukan dengan membuat grid pada area 1 cm x 1 cm dengan alat point gauge dan dianalisis dengan software sufer 8, diperoleh tebal lapisan armour 44 mm pada So 1% dan 54 mm pada So 1,5%. Sedangkan pada analisis perhitungan awal, tebal lapisan armour 30 mm pada So 1% dan 44 mm pada So 1,5%. Hasil penelitian tersebut dapat menggambarkan proses terjadinya armouring pada kondisi steady flow dan perilaku sedimen dasar bergerak, dinyatakan dengan perubahan struktur lapisan dasar dan topografi permukaan yang berpengaruh terhadap stabilitas dasar saluran. Kata kunci: armouring, degradasi, gradasi butir, eksperimen flume, stabilitas dasar
95
Konsep Penanganan Terpadu Sungai Benanain dalam Mendukung Kesejahteraan Dan Ketahanan Pangan John Fernandez1*, Charisal A. Manu1 dan Susilawati2 Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II – Anggota HATHI-NTT Jurusan Teknik Sipil, FT UNIKA Widya Mandira – Anggota HATHI-NTT *
[email protected] 1
2
Intisari Daerah tropis NTT, memiliki curah hujan cukup tinggi, mencapai 1.200 mm/18 MCM/tahun pada pertengahan bulan Desember-Maret, sedangkan jumlah kebutuhannya 5 MCM/tahun. Selebihnya jika tidak ditangani secara tepat dapat mendatangkan kerugian bagi lingkungan dan masyarakat. Kenyataan ini ditemukan di Sungai Benanain, Kabupaten Belu. Sungai dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) ± 3.158 Km2, meliputi tiga kabupaten (TTS, TTU dan Belu) ini mengalami banjir setiap tahun bahkan beberapa kali dalam setahun, yang merugikan baik jiwa maupun material. Konstruksi DAS semakin memprihatinkan, terjadi gerusan dan longsoran yang semakin besar, sehingga sedimentasi pada badan sungai meningkat. Hal ini mengakibatkan volume air sungai meluap semakin meningkat. Konsep penanganan terpadu Sungai Benenain menjadi tantangan dalam penelitian dan pengamatan ini, terlebih untuk mengembangkan secara positif bermanfaat ganda agar dapat menyelesaikan masalah banjir-erosi-sedimentasi serta juga mendukung kesejahteraan dan ketahanan pangan. Pada dasarnya konsep ini meliputi penanganan wilayah hulu, badan dan hilir/muara sungai. Pada wilayah hulu selain dilakukan optimalisasi embung/waduk, perlu dikembangkan juga upaya konservasi dengan sistem jebakan-jebakan air skala kecil-kecil tetapi banyak dan tersebar, sehingga dapat mengendalikan aliran limpasan permukaan, dan meringankan beban sungai. Jebakan-jebakan air akan mendukung usaha konservasi karena tersedianya air untuk tanaman. Hal ini akan menjamin keberhasilan konservasi, dan pengembangan usaha pertanian yang mendukung ketahanan pangan. Di wilayah badan sungai diusahakan perbaikan dan pengamanan badan sungai yang mendukung usaha normalisasi sungai, agar mampu menampung debit banjir. Pada wilayah hilir dikembangkan kolam-kolam retensi penampung air lebih, untuk mengurangi kerugian yang terjadi pada masyarakat kecil. Juga dilakukan perencanaan tata ruang wilayah muara sungai, khususnya pada daerah pemukiman dengan mengembangkan konstruksi rumah panggung. Penanganan terpadu ini sangat bermanfaat bagi rencana program pemerintah, instansi terkait, khususnya yang mengambil manfaat positif dan ganda berupa pengendalian banjir dan ketersediaan air untuk pertanian. Dengan demikian akan mendukung ketahanan pangan di wilayah DAS Benenain, sehingga kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat. Kata kunci: terpadu, konservasi, jebakan air, banjir-erosi-sedimentasi, kolam retensi
Sub Tema 5 Teknologi Sumber Daya Air: Air Baku, Sungai dan Sedimen, Banjir, dan Pantai
97
Analisis Ekonomi Ketersediaan Air Hujan Denny Hafsan*, Tri Rahayu, dan Ratna Simatupang Sekolah Tinggi Teknik Harapan *
[email protected]
Intisari Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, orang mulai terpancing untuk berpikir dan memandang air sebagai barang ekonomi (economic goods). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi curah hujan untuk setiap bulannya di Kota Medan. Metodologi penelitian diawali dari pengumpulan data hujan dari hasil studi terdahulu untuk perhitungan debit limpasan langsung berbagai kala ulang (Qanalisa) dan melakukan pengukuran langsung besarnya debit limpasan langsung yang terjadi berdasarkan curah hujan yang turun di atap rumah melalui talang rumah (Qterukur). Analisa (Qterukur) menggunakan Metode Rasional dengan asumsi koefisien limpasan (C=1) dan Luas Catchment Area (A) sama dengan luas atap rumah, A = 4.721 m2. Sedangkan untuk (Qanalisa) dilakukan berdasarkan analisa limpasan langsung berbagai Kala Ulang. Perbandingan antara Qterukur dan Qanalisa akan diperoleh persamaan Regresi yang akan digunakan untuk memperkirakan potensi curah hujan yang dapat ditampung setiap bulanya. Potensi curah hujan tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dan mencari nilai ekonomi dari pemanfaatan air hujan tersebut dengan cara membandingkannya denga biaya pengeluaran penggunaan air PDAM setiap bulanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan air hujan akan mempunyai nilai ekonomi di daerah kota Medan jika digunakan untuk memenuhi kebutuhan air lebih besar dari 10 m3/bulan. Kata kunci : hujan, ekonomi, ketersediaan air
98
Kajian Kekritisan Air Di Kota Yogyakarta Bambang Hargono1, Junun Sartohadi2, M. Pramono Hadi2, dan Bakti Setiawan2 1
Kementerian Pekerjaan Umum 2 Universitas Gajah Mada
Intisari Satu lagi ancaman bencana yang harus diantisipasi oleh Yogyakarta, yakni bencana kekeringan. Hasil pantauan Badan Lingkungan Hidup DIY menunjukkan penurunan muka air tanah sebesar 3 m dalam kurun waktu 2001–2008. Curah hujan tahunan 2500 mm yang dianalisis dari data 7 stasiun pemantauan hujan selama 10 tahun di daerah penelitian, ternyata tidak bisa memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga saja, bagi 5 jutaan penduduk Kota Yogyakarta. Sumur gali yang dipakai oleh 80% penduduk Yogyakarta sudah harus tiap kali diperdalam. Yogyakarta yang terletak di lereng selatan Gunung Merapi dengan permeabilitas tanah yang memadai untuk meresapkan air, sudah mengalami defisit air karena banyaknya penduduk yang menghuninya. Daerah penelitian, yakni Kota Yogyakarta dan sekitarnya, membujur dari utara ke selatan berada diatas bentuk lahan; lereng kaki, dataran kaki dan dataran alluvial; terpotong dari hulu ke hilir, oleh lima sungai, Bedog, Winongo, Code, Gajahwong dan Tambakboyo. Kondisi tersebut membentuk daerah penelitian menjadi 12 unit wilayah yang secara hidrologis bisa dianggap independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelas dari dua belas unit wilayah mengalami defisit air tahunan. Mempergunakan 5 kelas klasifikasi kekritisan air, yakni belum kritis, mendekati kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis, Kota Yogyakarta dan sekitarnya telah mengalami kondisi mendekati kritis hingga sangat kritis. Semua unit wilayah mengalami sangat kritis pada bulan Mei hingga Desember. Unit V sampai XII (delapan dari 12 unit) di daerah padat penduduk, mengalami situasi sangat kritis sepanjang tahun. Unit I sampai dengan IV mengalami kondisi agak kritis hingga mendekati kritis pada bulan November hingga April yang merupakan bulan-bulan hujan. Sumur resapan perlu dibangun sebanyak mungkin untuk bisa menampung seluruh air hujan di tiap unit wilayah. Kekurangannya perlu diusahakan dengan memanfaatkan air bagian hulu dari daerah aliran sungai yang melintasi daerah penelitian. Bendung bisa dibuat untuk meninggikan muka air sungai supaya bisa diresapkan ke dalam unit-unit wilayah penelitian. Disamping itu, perlu dilakukan pula pembatasan jumlah penduduk sesuai dengan kapasitas sumber daya air di setiap unit-unit wilayah. Kata kunci: hujan, penduduk, geomorfologi
99
Analisis Kebutuhan Air Bersih Sistem Perpipaan dalam Kabupaten Muara Enim Ishak Yunus Dosen Universitas Bina Darma Palembang Pengurus HATHI Cabang Sumatera Selatan
[email protected]
Intisari Pertumbuhan penduduk perkotaan pada saat ini menimbulkan masalah tersendiri bagi jaringan pipa distribusi air bersih PDAM Lematang Enim Kabupaten Muara Enim, kapasitas yang ada oleh jaringan lama sudah tidak dapat melayani kebutuhan masyarakat suatu daerah secara optimal, dengan adanya faktor kebocoran yang akan mengurangi optimasi pelayanan dari jaringan pipa tersebut. Analisis data penduduk perkotaan diambil berdasarkan sumber penduduk Kabupaten Muara Enim yang berada dalam ibukota kecamatan dan kelurahan, kemudian diprosentasikan berdasarkan kondisi saat ini dan diproyeksi sesuai proyeksi laju pertumbuhan penduduk kabupaten. Analisis debit kebutuhan air minum digunakan standar kebutuhan air domestik untuk sambungan rumah (SR) ditetapkan sebesar 130 liter/hari/jiwa, kebutuhan ini berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat perkotaan yang tergolong kecil karena berada dalam kota kecamatan. Sedangkan hidran umum (HU) ditentukan sebesar 30 liter/hari/jiwa. Kebutuhan air bersih perpipaan terbesar dalam Kabupaten Muara Enim adalah pada Kecamatan Lawang Kidul Dengan Ibukota Kecamatan Keban Agung, dan Kelurahan Tanjung Enim, Pasar Tanjung Enim, Tanjung Enim Selatan, Desa Lingga, Desa Tegal Rejo , kebutuhan air perkotaan pada tahun 2012 sebesar 94,32 liter/s, tahun 2020 sebesar 105,83 liter/s,, dan tahun 2025 sebesar 113,73 liter/s Kebutuhan air bersih perpipaan terkecil dalam Kabupaten Muara Enim adalah pada Kecamatan Muara Belida dengan Ibukota Patra Tani, kebutuhan air perkotaan pada tahun 2012 sebesar 1,92 liter/s, tahun 2020 sebesar 2,15 liter/s,, dan tahun 2025 sebesar 2,31 liter/s. Zona pelayanan kebutuhan air bersih paling tidak 10 tahun kedepan atau sampai tahun 2025, ditetapkan zona pelayanan dengan 8 (delapan) zona dalam Kabupaten Muara Enim. Kata kunci : penduduk, air minum, kebutuhan, zona pelayanan.
100
Filter Beton Hemat Energi Budi Kamulyan 1*, Fatchan Nurrochmad2, Radianta Triatmadja2 dan Sunjoto2 1
Mahasiswa S3, Prodi T. Sipil, Fak. Teknik, Univ. Gajah Mada
2
Jur. T. Sipil dan Lingkungan, Fak. Teknik, Univ. Gajah Mada *
[email protected]
Intisari Filter pasir merupakan salah satu unit proses dalam instalasi pengolahan air (IPA). Filter ini cukup sederhana dan cukup handal menghilangkan kekeruhan air, namun demikian proses cucibalik (backwashing) yang diperlukan untuk membersihkan filter membutuhkan energi yang cukup besar. Pelaksanaan cucibalik membutuhkan energi blower dan pompa. Blower dibutuhkan untuk menginjeksikan udara ke dalam filter pada awal proses cucibalik agar media filter teraduk/gembur, sedang pompa dibutuhkan untuk mengalirkan air pencuci/pembilas. Energi yang dibutuhkan akan semakin tinggi apabila air baku sangat keruh akibat limpasan air hujan yang banyak membawa partikel tanah hasil erosi permukaan lahan. Kondisi ini akan menambah beban biaya operasi pengadaan air minum, sehingga akan berpengaruh pada tarif air minum. Filter beton dipandang dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan peran filter pasir dalam sistem penyediaan air minum. Struktur filter beton relatif masif, sehingga dapat dicucibalik dengan kecepatan air yang relatif tinggi tanpa ada kemungkinan terangkutnya partikel pasir keluar dari ruang filter. Dengan demikian proses cucibalik dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga menghemat energi (listrik atau bahan bakar minyak) yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pompa. Selain itu injeksi udara pada awal proses cucibalik dapat ditiadakan, sehingga akan semakin mengurangi konsumsi energi. Dalam paper ini dilakukan kajian teori yang berlaku pada proses cucibalik filter pasir yang dimodifikasi untuk dapat diaplikasikan pada filter beton. Dengan demikian dapat diketahui hubungan antar parameter yang berpengaruh pada proses cucibalik, seperti parameter fisik filter beton pasir, parameter fisik partikel suspensi, kecepatan cucibalik, durasi cucibalik serta energi yang dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filter beton dapat dicucibalik dengan kecepatan relatif besar sehingga membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan cucibalik filter pasir. Hal ini memberikan konsekuensi pencucian filter beton lebih hemat dalam penggunaan energi. Kata kunci : waktu cucibalik, deposit spesifik, semen-pasir
101
Analisis Kebutuhan Air Baku Berdasarkan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Studi Kasus Kota Depok Heri Suprapto dan Fani Yayuk Supomo Jurusan Teknik Sipil, Universitas Gunadarma
[email protected],
[email protected]
Intisari Air merupakan unsur penunjang kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makluk hidup lain, sehingga keberadaan sumber daya air dengan jumlah dan kualitas yang memadai merupakan sayrat mutlak yang harus tersedia Pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi serta urbanisasi merupakan permasalahan serius yang akan mempengaruhi ketersediaan dan penyediaan air bersih dalam suatu kawasan. Kota Depok adalah salah stu wilayah pengyangga ibu kota Jakarta, sehingga perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk berlangsung sangat cepat. Pertumbuhan penduduk rata-rata penduduk kota Depok mencapai 3.12 % dan bervariasi pada setiap wilayahnya Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perubahan tata guna lahan suatu kawasan terhadap penngkatan dan sebaran kebutuhan air baku. Tujuan dari penelitian adalah dapat memprediksi kebutuhan dan sebaran permintaan air baku yang terjadi di kawasan yang perkembangannya sangat cepat dan pertumbuhan penduduknya tinggi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui besarnya sektor yang memerlukan pemenuhan kebutuhan air baku dan menggunakan pola pergerakan tata ruang dan pemanfaatan ruang untuk memprediksi sebaran dan besarnya kebutuhan air baku dikawasan tersebut. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa kecamatan-kecamatan di Kota Depok yang dberdsarkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruangnya membutuhkan penyediaan air baku yang paling besar meliputi Kecamatan Beji, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan pancoran Mas, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Sukma Jaya. Kata kunci: air baku, tata ruang, pemanfaatan ruang, kawasan
102
Analisis Hidrologi Sebagai ‘Emergency Solution’ dalam Proyek Supervisi Konstruksi Penanggulangan Kebocoran Waduk Penjalin di Kabupaten Brebes Anto Henrianto Anggota HATHI Cabang Bandung
[email protected]
Intisari Waduk Penjalin berlokasi di Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, membendung Sungai Penjalin. Waduk Penjalin dibangun pada tahun 1930, selesai dan diresmikan pada tahun 1934, melayani daerah irigasi seluas +29.000 Ha. Berdasarkan pantauan mulai musim hujan th 2005, diketahui adanya indikasi rembesan di pondasi dan tubuh Waduk di sebelah kiri, dan telah direkomendasikan untuk diperbaiki dengan memasang dinding diafragma bentonite. Pada tahun 1995 telah dilaksanakan perbaikan pondasi tersebut, namun masih sebatas pada bagian kanan dari tubuh Waduk. Perbaikan menyeluruh dilakukan sepanjang tubuh waduk, tetapi dilakukan bertahap disesuaikan dengan alokasi dana dari Pemerintah. Mengacu pada pengalaman penulis selama terlibat sebagai ahli hidrologi dalam proyek penanggulangan kebocoran di Waduk penjalin tahun 2006, maka ada satu peran sentral dari aspek hidrologi sebagai titik sentral utama pelaksanaan proyek yaitu sebagai acuan rentang waktu pelaksanaan fisik di lapangan agar tidak mengganggu pola tanam di daerah irigasi teknis di hilir waduk, karena dalam prosedur penanggulangan kebocoran terdapat item pengurasan waduk. Ini berarti selama pekerjaan, tidak akan ada air yang disupplai ke Bendung Notog yang berada di hilir Waduk Penjalin. Setelah perbaikan selesai, recharge kembali waduk harus bisa tepat waktu dengan pola tanam selanjutnya dimana kebutuhan air akan sangat meningkat saat itu. Keakuratan analisis hydrologi akan sangat menentukan grand scenario di kondisi hilir waduk Penjalin. Dari hasil analisis hydrologi yang dilakukan dan telah disosialisasikan adalah sebagai berikut: dengan keandalan Q90 sebesar 0,235 m3/s, waduk diprediksi akan penuh dalam waktu 90 hari. Jika musim tanam akan dimulai pada bulan Februari 2007, maka recharge waduk harus dimulai bulan November 2006. Artinya, pekerjaan fisik perbaikan harus selesai dalam waktu 3 bulan terhitung dari bulan Agustus s/d Oktober 2005. Item pengosongan air Waduk Penjalin ke Bendung Notog dengan Qoutflow : 2,0 m3/s akan memakan waktu 31 hari atau selama bulan Juli 2005. Dengan skenario ini, maka semua pihak terkait terutama Kontraktor sebagai Pelaksana Fisik dapat mengatur waktunya agar pada saat pelaksanaan perbaikan dimulai, seluruh peralatan lapangan berikut persiapan test material sudah siap untuk digunakan. Kata kunci : kebocoran, waduk, supply, recharge
103
Pengaruh Tegangan Geser Dasar terhadap Perubahan Dasar pada Saluran Menikung Bambang Agus Kironoto1*, Bambang Yulistiyanto1, Istiarto1, Sumiadi1, dan Anton Ariyanto2 Universitas Gajah Mada
1
Universitas Brawijaya, Universitas Pasir Pengaraian, Mahasiswa Prodi Doktor Teknik Sipil, Universitas Gajah Mada 2
∗
[email protected]
Intisari Aliran pada saluran menikung dipelajari untuk mengetahui pengaruh kecepatan gesek, u*, (atau tegangan gesek, τo) terhadap perubahan dasar saluran. Dua metode digunakan untuk menentukan kecepatan / tegangan gesek, yaitu metode Clauser, yang didasarkan pada data distribusi kecepatan dan hukum distribusi kecepatan logaritmik, dan metode yang didasarkan pada tegangan gesek Reynolds. Tiga puluh lima data pengukuran laboratorium, yang terdiri dari data distribusi kecepatan dan distribusi tegangan gesek Reynolds, telah digunakan untuk analisa dalam tulisan ini. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa kecepatan gesek, u*, pada saluran menikung masih dapat dihitung dengan menggunakan metode Clauser dan metode yang didasarkan pada data tegangan geser Reynolds, u* = (τsz/ρ)1/2 pada z = 0. Hasil hitungan dengan kedua metode tersebut memberikan perbedaan ratasekitar 19,03% dengan perbedaan maksimum 52 %. Terlepas dari perbedaan nilai hitungan kecepatan gesek hingga 19,03 %, dapat dikatakan bahwa nilai tegangan geser dasar pada saluran menikung masih bisa diterima. Dari kontur dasar yang terbentuk, secara umum dapat dikatakan bahwa erosi terjadi pada sisi luar tikungan, dan deposisi terjadi pada sisi dalam tikungan. Posisi gerusan maksimum teramati terjadi di sekitar lokasi dimana kontur tegangan gesek Reynolds arah tangensial, t sz / r = − v′s v′z , dan arah radial (transversal), yaitu t nz / r = −vn′ v′z , juga mencapai nilai-nilai maksimumnya. Kata kunci: saluran menikung, kontour dasar, kecepatan geser, metode Clauser, tegangan geser Reynolds.
104
Distribusi Intensitas Turbulen pada Belokan Saluran Alluvial Sumiadi1*, Bambang Agus Kironoto2, Djoko Legono2, dan Istiarto2 1
Universitas Brawijaya, Mahasiswa S3 Universitas Gajah Mada 2
Universitas Gajah Mada
∗
[email protected]
Intisari Karakteristik aliran di belokan saluran sangat kompleks. Adanya gaya sentrifugal akan mengakibatkan terjadinya sirkulasi aliran dimana aliran. Hal ini selanjutnya akan merubah bentuk topografi dasar pada saluran alluvial. Dengan berubahnya topografi dasar saluran maka sangat dimungkinkan terjadi perubahan struktur aliran termasuk intensitas turbulen. Penelitian ini dilakukan di Laboratoium Hidraulika JTSL FT UGM dengan menggunakan flume acrylic dengan sudut belokan 180°, lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Material dasar berupa pasir dengan diameter median, d50: 1 mm dan rapat massa 2.67 gr/cm3. Aliran adalah seragam (uniform flow) dengan kedalaman 15.89 cm dengan debit sebesar 23.307 l/s. Setelah dilakukan pengaliran secara kontinu selama 30 jam diperoleh kondisi ekuilibrium dimana angkutan materail dasar mendekati nol. Selanjutnya pengukuran kecepatan sesaat (instantaneous velocity) 3D menggunakan Acoustic Doppler Velocimeter (ADV) dengan kemampuan merekam 50 data per detik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat adanya aliran sekunder di belokan, distribusi intensitas turbulen mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan distribusinya pada saluran lurus. Secara umum intensitas turbulen horisontal lebih besar dibandingkan dengan intensitas turbulen vertikal. Sedangkan nilai intensitas turbulen di sisi luar belokan cenderung lebih besar dibandingkan dengan di sisi dalam belokan. Selanjutnya distribusi vertikal intensitas turbulen pada belokan saluran alluvial tidak mengikuti persamaan eksponensial yang diusulkan oleh Nezu (1977) untuk aliran turbulen di saluran lurus. Kata kunci: intensitas turbulen, saluran alluvial, belokan, ADV.
105
Studi Eksperimental Tentang Erodibilitas Tanah dan Hubungannya Terhadap Erosi di Sub DAS Manting Mojokerto Runi Asmaranto1*, Ria Asih Aryani Soemitro2, Sri Legowo Wignyo Darsono3, dan Nadjadji Anwar2 1 2
Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang
FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 3
FTSP Institut Teknologi Bandung
*
[email protected];
[email protected]
Intisari Penentuan umur layanan bangunan air memerlukan keakuratan dalam memprediksi erosi dan sedimen. Ketidaktepatan dalam memprediksi erosi salah satunya diakibatkan oleh kesalahan dalam menentukan faktor erodibilitas tanah. Banyak model erosi dan sedimen yang telah dikembangkan masih didasarkan pada faktor erodibilitas (K) berdasarkan Nomogram Wischmeier et al. (1971), namun metode ini belum memperhatikan perubahan sifat fisik tanah. Iklim tropis di Indonesia memungkinkan terjadi proses pembasahan dan pengeringan tanah secara berulang sehingga mampu mengubah sifat fisik tanah dan diduga berpengaruh terhadap erodibilitas. Erodibilitas masih dianggap sebagai variabel yang tidak berubah sepanjang tahun, padahal sifat fisik tanah di daerah tropis cenderung berubah seiring dengan perubahan musim. Perubahan erodibilitas ini akan mempengaruhi potensi erosi dan sedimen daerah pada suatu daerah aliran sungai. Model laboratorium dan lapangan digunakan untuk mengamati perubahan sifat fisik tanah dan pengaruhnya terhadap erodibilitas. Sifat fisik tanah yang diamati meliputi: kadar air (wc), derajat kejenuhan (Sr), angka pori (e), porositas (n), kohesi (c), tegangan air pori negatif/suction (-Uw), dan permeabilitas tanah (k). Pengamatan demplot (demonstration plot) dilakukan untuk mengetahui erodibilitas sebenarnya di lapangan, sedangkan model AVSWAT digunakan untuk mengukur sensitivitas perubahan erodibilitas terhadap laju erosi dan sedimen di DAS yang dikaji. Hasil penelitian menunjukkan siklus pembasahan dan pengeringan berulang mampu mengubah parameter sifat fisik tanah, menurunkan kohesi hingga 71,43%, menaikkan suction dari 3,18 kPa hingga 40000 kPa. Perubahan sifat fisik dan mekanik tanah secara berulang menyebabkan tanah menjadi rapuh (fatigue) mudah tererosi ketika terjadi erosi percikan akibat hujan. Perubahan kadar air air natural juga mempengaruhi nilai erodibilitas dan berpengaruh terhadap laju erosi. Kata kunci: erodibilitas, sifat fisik tanah, pembasahan dan pengeringan, suction
106
Kajian Pendugaan Erosi Lahan dengan Metode USLE Berbasis Sistem Informasi Geografis Muharruddin1 dan Nindyo Cahyo. K.2 1
Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Universitas Janabadra, Yogyakarta 2
Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil, Bidang Studi Pengelolaan Sumber Daya Air, Universitas Janabadra, Yogyakarta
[email protected],
[email protected]
Intisari Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi di permukaan daratan bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam di tempat terjadinya erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi. Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik lanskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air menyebabkan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Paramater prediksi erosi dengan metode USLE merupakan parameter-parameter yang mempunyai referensi spasial. Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk mengolah dan menganalisis obyek spasial adalah Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Untuk itu pada makalah ini akan dikaji tentang penggunaan Sistem Informasi Geografis untuk pedugaan erosi dengan metode USLE. Hasil kajian menyimpulkan bahwa SIG dapat memanajemen data yang bereferensi geografi dengan cepat sehingga membuat studi tentang erosi bisa lebih mudah, khususnya bila harus mengulang menganalisis data-data pada daerah yang sama. Kata kunci : USLE, erosi, sistem informasi geografis, GIS
107
Model Analisis Spasial Pengaruh Perubahan Kekritisan Lahan terhadap Peningkatan Debit Banjir Studi Kasus DAS Bengawan Solo Adi Sutarto*, Edy Sriyono, dan Ilham Purnomo Universitas Janabadra, Yogyakarta *
[email protected]
Intisari Salah satu permasalahan sumber daya lahan adalah kerusakan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS), yang disebabkan menurunnya daya dukung lingkungan akibat meningkatnya tekanan pemanfaatan lahan dan kurangnya usaha konservasi. Peningkatan lahan kritis di DAS Bengawan Solo, mengakibatkan penurunan lahan resapan air yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumber air. Di samping itu akan meningkatkan resiko bencana banjir dan tanah longsor. Untuk mengatasi hal tersebut harus dilakukan perencanaan konservasi sumber daya air secara terpadu dan komprehensif. Dengan demikian akan terwujud kondisi lahan yang dapat menjaga daya dukung dan daya tampung untuk penyediaan sumber daya air dan pengendalian banjir. Dari sekian banyak rumusan yang dipergunakan untuk memprediksi besarnya erosi, model yang dikembangkan oleh W.H. Wischmeier dan D.D. Smith (1978), dikenal dengan the Universal Soil Loss Equation (USLE), dianggap merupakan metode yang paling populer dan banyak digunakan untuk memprediksi besarnya erosi. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) termasuk di dalamnya erosi alur (rill erosion) pada suatu keadaan tertentu. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan kekritisan lahan terhadap peningkatan debit banjir di DAS Bengawan Solo. Penelitian ini menggunakan metode USLE dan analisis spasial GIS. Software yang digunakan untuk analisis spasial GIS adalah ArcGIS 9.3. Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah adanya korelasi atau hubungan perubahan kekritisan lahan di daerah hulu dengan debit banjir yang dihasilkan. Dengan demikian peningkatan/ penurunan debit banjir dapat diperkiraan berdasarkan kondisi kekritisan lahan di dalam suatu DAS. Sehingga untuk mengurangi debit banjir salah satunya dapat diupayakan dengan perencanaan penanganan lahan kritis di daerah hulu dari catchment area. Kata kunci: analisis spasial, lahan kritis, debit banjir
108
Prediksi Erosi dan Sedimentasi Saluran di P813S Delta Telang I dalam Mendukung Optimasi Fungsi Sarana dan Prasarana Irigasi Rawa Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Achmad Syarifudin Universitas Bina Darma Palembang, Mahasiswa Program Doktor Universitas Sriwijaya, HATHI Cabang Sumatera Selatan
[email protected]
Intisari Dinamika muka air di daerah rawa baik di petak tersier maupun di saluran sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, antara lain: jumlah curah hujan, hidrotopografi lahan, potensi luapan air pasang, potensi drainase, kondisi jaringan tata air, dan operasi bangunan tata air. Untuk itu seluruh komponen tersebut harus dievaluasi dan di analisis untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan air tanaman. Di salurannya sendiri diperlukan data pengamatan secara langsung di lapangan agar di dapat data pengamatan yang akurat. Namun cara seperti ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Karena itu penggunaan model komputer untuk menduga dan mengevaluasi kinerja jaringan tata air untuk mendapatkan kestabilan saluran dalam upaya mendukung Operasi dan Pemeliharaan perlu dilakukan. Penelitian ini juga dapat menggambarkan secara utuh proses terjadinya erosi dan sedimentasi di saluran, dan secara kualitatif permodelan nantinya dilakukan pendekatan dengan bantuan perangkat lunak program SOBEK untuk mendapatkan proses sedimentasi saluran di daerah rawa pasang surut. Kata kunci: saluran di daerah rawa, program SOBEK, dinamika sedimentasi,
109
Rencana Pengendalian Banjir Tukad Mati Di Kota Denpasar dengan Retarding Basin (Kolam Retensi) I Gede Suryadinata Pande, IN Norken, dan IGB. Sila Dharma Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Udayana
Intisari Tukad Mati merupakan salah satu sungai yang melintasi Kota Denpasar dan bermuara di wilayah Kuta yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Badung, Bali. Kondisi geografis Kota Denpasar dan Badung bagian selatan merupakan daerah datar dengan muka air tanah relatif tinggi. Permasalahan dominan yang dihadapi kawasan ini adalah genangan air yang terjadi setiap musim hujan yang menggenangi sebagian besar kawasan di sepanjang alur sungai utama bagian hilir dan Tukad Teba yang merupakan salah satu anak sungai. Berbagai studi yang bertujuan untuk mencari solusi penanggulangan banjir Tukad Mati telah dilakukan dan menghasilkan alternatif penanggulangan banjir, dimana salah satunya adalah dengan retarding basin. Mengacu kepada kondisi geografis dan lingkungan yang ada, alternatif penanganan banjir Tukad Mati dengan retarding basin diperkirakan akan menemukan banyak kendala dalam implementasinya di lapangan. Studi ini mencoba untuk meninjau rencana penanganan banjir dengan retarding basin untuk DAS Tukad Mati dari sisi kinerja hidraulik alur sungai dalam mengalirkan debit banjir dan daya tampung rencana retarding basin sesuai dengan debit banjir rencana. Simulasi dilakukan dengan menggunakan aplikasi program HEC-RAS 4.0. Simulasi dilakukan terhadap kondisi alur sungai saat ini (kondisi eksisting) dan terhadap kondisi eksisting yang didasarkan atas hasil detail desain retarding basin di kota Denpasar yang sudah ada. Hasil evaluasi menunjukkan pengendalian banjir dengan retarding basin dengan beban banjir kala ulang 2 (dua) tahun menghasilkan penurunan muka air rata-rata sebesar 0,42 meter atau rata-rata 12% dari tinggi muka air maksimum pada kondisi tanpa retarding basin, yang terjadi di sepanjang alur pada bagian hilir dan terjadi genangan di beberapa tempat terutama di bagian hilir Bendung Umadui. Tampungan efektif retarding basin berdasarkan hasil simulasi adalah 282.630,00 m3 dengan kemampuan menampung banjir selama 3-4 jam. Kata kunci: banjir, tampungan, efektifitas.
110
Tinjauan Penyebab Banjir Bandang Batang Kuranji Kota Padang, Menggunakan Data Curah Hujan, Penginderaan Jauh Dan Sistim Informasi Geografis Zahrul Umar¹, Daniel Blesson Deo Silitonga², dan Idzurnida Ismael³ 1
Mantan Sekretaris Dinas PSDA Provinsi Sumatera Barat 2 3
Staf BWS Sumatera V Padang
Dosen Institut Teknologi Padang
Intisari Banjir bandang (debris flow) atau yang dikenal dengan galodo telah melanda Batang Kuranji pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2012 pukul 18.00 WIB, daerah yang terkena bencana banjir bandang ini meliputi 19 Kelurahan dalam 7 kecamatan di Kota Padang. Kerugian sementara berdasarkan laporan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat diperkirakan Empat Puluh Milyar Rupiah dengan perincian rumah rusak sebanyak 878 unit, rumah ibadah rusak, 15 unit, irigasi rusak 12 unit, jembatan rusak 6 unit, Sekolah rusak 2 unit, pos kesehatan rusak 1 unit. Banjir bandang yang terjadi ini dapat disebabkan oleh hujan ekstrim yang turun pada tanah sudah jenuh air, sehingga air hujan yang turun langsung mengalir menuju sungai serta bobolnya bendungan alamiah yang terbuat dari sampah vegetasi atau longsoran yang menutup dan membendung alur sungai di daerah hulu sungai Batang Kuranji. Makalah ini berisi kajian terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai Batang Kuranji yang mengalami banjir bandang, dengan menggunakan data penginderaan jauh citra satelit landsat ETM 7 tahun 2009 dan landsat ETM 7 tahun 2012 dan system informasi geografis (SIG). Penginderaan jauh dan SIG merupakan alat yang terpadu yang telah lama digunakan untuk mengevaluasi fenomena bencana alam. Peran penginderaan jauh terutama untuk memetakan lokasi penutup lahan yang telah rusak seperti tanah longsor dan lahan-lahan yang gundul serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan SIG digunakan untuk membuat database , manajemen data, menampilalkan data dan menganalisa data seperti peta tematik tata guna lahan/tutupan lahan, normalized difference vegetation index (NDVI), data curah hujan serta tekstur tanah. Selanjutnya data- data ini di analisa untuk menentukan apakah banjir bandang ini terjadi karena hujan ekstrim atau bobolnya bendungan alami yang ada di hulu Sungai Batang Kuranji. Kata kunci: banjir bandang, penginderaan jauh, sistim informasi geografis (SIG), normalized difference vegetation index (NDVI), hujan ekstrim
111
Studi Pengendalian Banjir Kawasan Perkotaan Yang Berawawasan Lingkungan Studi Kasus Kolam Retensi IAIN Sukarame Bandar Lampung Librandy Hutagaol1 , Nur Arifaini2 , Siti Nurul2 1 2
Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
[email protected],
[email protected]
Intisari Kolam Retensi pada daerah IAIN Raden Intan direncanakan sebagai upaya pengendalian banjir dan konservasi sumber daya air dan lahan yang berwawasan lingkungan untuk mengurangi dampak banjir di daerah perkotaan. Dengan adanya kolam retensi sebagai konstruksi untuk menampung air, maka diharapkan daerah Sukarame pada umumnya dan Kampus IAIN pada khususnya akan terbebas dari genangan yang kerap terjadi pada musim penghujan. Analisis intensitas durasi hujan (IDF) kala ulang 25 tahun di lokasi kajian dengan luas tangkapan 0,55 km2 diperoleh 73,0248 mm/jam. Debit banjir kala ulang 25 tahun sebesar 7,252 m3/dtk dengan waktu puncak banjir 1,66 jam serta menghasilkan volume limpasan air permukaan sebesar 43.337,95 m3. Desain kolam retensi berupa kolam penampungan yang terbuat dari hasil galian tanah sedalam 3 meter untuk memaksimalkan tampungan dan rembesan ke dalam tanah. Luas genangan kolam retensi yang direncanakan adalah 1,04 hektar dengan volume tampungan kolam retensi sebesar 32.500 m3. Manfaat tampungan pada kolam retensi akan dapat menunda waktu puncak banjir dari 1,66 jam menjadi 2,90 jam sehingga dapat mereduksi besarnya limpasan air permukaan sebesar 10.837,95 m3 dan mereduksi waktu banjir selama 1,24 jam. Kata kunci : kolam retensi, limpasan, reduksi
112
Estimasi Parameter Model Hujan Aliran untuk DAS dengan Keterbatasan Alat Ukur Debit pada Kali Porong Entin Hidayah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jember
[email protected]
intisari Penelitian ini menggambarkan aplikasi dari penelusuran banjir dengan metode Muskingum dalam tidak terukur kasus basin studi Kali Porong. Parameter yang digunakan adalah gelombang perjalanan waktu K dan koefisien berat x debit berdasarkan karakteristik fisik dari jangkauan sungai dan banjir, termasuk lereng jangkauan, panjang, lebar, dan debit banjir. Rumus untuk memperkirakan parameter lebar penampang persegi panjang yang diusulkan. Pengaruh banjir pada parameter aliran saluran routing diperhitungkan. Program GIS dan HEC HMS digunakan untuk mengekstrak saluran atau karakteristik DAS dan sub-membagi cekungan. Selain itu, metode awal dan konstan-tingkat, sintetik unit pengguna metode hidrograf, dan metode resesi eksponensial digunakan untuk memperkirakan volume limpasan, hidrograf limpasan langsung, dan hidrograf aliran dasar, masing-masing. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa persentase kejadian banjir dengan kesalahan relatif dari debit puncak kurang dari 23% dan volume limpasan kurang dari 4% keduanya% 100. Mereka juga menunjukkan bahwa NASH koefisien dan koefisien determinasi lebih besar dari 74%, dan 70%, masing-masing. Oleh karena itu, metode ini berlaku untuk cekungan tidak terukur. Kata kunci: muskingum model, banjir rute, parameter, cekungan tidak terukur, HEC-HMS.
113
Model Penanganan Banjir Jakarta Secara Komprehensif dan Integratif Berbasis Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Andi Widyanto1, Dony Hermawan1, Arie Bayu Purnomo1, dan S. Legowo2 1
Mahasiswa MPSDA-ITB 2 Dosen MPSDA-ITB
Intisari Banjir Jakarta sudah menjadi masalah besar yang memerlukan perhatian dari seluruh komponen bangsa. Bahkan kejadian banjir Jakarta sudah meningkat dari frekuensi kejadian, luas dan kedalaman serta lama genangan, yang menimbulkan kerugian yang tidak kecil, baik properti/ aset dan jiwa. Bahaya banjir Jakarta sudah merupakan bahaya laten, yang dapat menurunkan citra pengelola sumber daya air (SDA) di Indonesia. Suatu model penanganan banjir Jakarta secara komprehensif dan integratif sedang dibangun pada tahap penelitian SDA, dengan pendekatan pada pasal-pasal dalam undang-undang SDA terutama pasal tentang konservasi dan pendayagunaan SDA, serta pengendalian daya rusak air. Penanganan banjir Jakarta memerlukan biaya cukup besar, yaitu minimal Rp 12 trilyun/tahun, pada tahap awal (3-4 tahun). Adapun sumber dananya dapat dianggarkan melalui sumber pembiayaan bersama (budget sharing) yang berasal dari retribusi dari penerima manfaat SDA, sumber pendapatan daerah (APBD), pendapatan negara (APBN), serta sumber dana lain yang tidak mengikat (grant/ hibah). Kata Kunci: UU SDA, banjir, Jakarta, bahaya laten, konservasi, budget sharing
114
Alternatif Penanggulangan Banjir Lahar dengan Bangunan Sabo di Lereng Gunung Gamalama Rokhmat Hidayat1* dan Agus Sumaryono2 1
Calon Peneliti Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang, Kementerian PU
2
Peneliti Utama Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang, Kementerian PU *
[email protected]
Intisaris Gunung Gamalama dengan ketinggian 1.714m adalah salah satu gunungapi yang paling aktif di Provinsi Maluku Utara, terletak di Pulau Ternate. Erupsi terakhir Gunung Gamalama terjadi pada tanggal 4 sampai 11 Desember 2011. Pasca erupsi, telah terjadi banjir lahar di Sungai Tugurara pada tanggal 27 Desember 2011, menimbulkan bencana 3 orang meninggal dunia, 2 mobil terseret banjir lahar, puluhan rumah rusak berat dan belasan rumah rusak ringan. Sebanyak 1.498 orang (489KK) mengungsi. Banjir lahar berikutnya terjadi pada tanggal 9 Mei 2012 di Sungai Tugurara dan Sungai Marikrubu. Banjir lahar kedua ini menimbulkan bencana yang lebih besar dimana 7 orang meninggal dunia, 8 orang hilang, 15 rumah rusak total, 339 rumah rusak berat, 103 rumah rusak ringan, 2 jembatan rusak berat/ total, dan 2 jembatan rusak ringan. Menurut BMKG, di lereng Gunung Gamalama pada ketinggian 632 m masih terdapat endapan piroklastik dengan volume 3,4 juta m3 yang siap meluncur dalam bentuh banjir lahar bila sewaktu-waktu terjadi hujan deras di sekitar puncak dan lereng gunung. Salah satu alternative untuk menanggulangi bencana akibat banjir lahar di lereng Gunung Gamalama, adalah dengan menerapkan teknologi sabo dengan membuat bangunan penahan sedimen pada sungai-sungai yang berpotensi lahar yaitu Sungai Tugurara dan Sungai Marikrubu. Disamping penanggulangan dengan bangunan sabo, perlu dikembangkan sistem prakiraan dan peringatan dini banjir lahar dengan memasang peralatan hidrologi antara lain penakar hujan otomatis pada lokasi sumber sedimen, alat deteksi aliran lahar, alat pantau tinggi muka air pada sungai-sungai berpotensi lahar, alat komunikasi, alat peringatan dini seperti sirine dan peralatan lainnya. Dengan penerapan teknologi sabo dan peringatan dini banjir lahar pada sungai yang berhulu di Gunung Gamalama, diharapkan bila terjadi banjir lahar di masa mendatang, bencana yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. Kata kunci erupsi, Gunung Gamalama, banjir lahar, bangunan sabo, sistem prakiraan dan peringatan dini.
115
Pengembangan Sistem Polder Banger Berbasis Masyarakat Septiani Retno Wastuti dan Hermono S. Budinetro Balai Sungai, Pusat Litbang SDA
Intisari Kota Semarang terdiri dari kota atas yang berbukit bukit, dan kota bawah yang rawan banjir dan genangan akibat rob (masuknya air laut kedaratan). Genangan rob tersebut akibat penurunan tanah dan naiknya TMA laut pasang pengaruh dari global warming. Sistem Polder dipandang sebagai alternatif terbaik untuk mengatasi banjir di kota Semarang yang tergenang akibat rob. Polder Banger terletak di wilayah yang padat penduduk, dengan kurang lebih 84.000 penduduk. Luas Polder Banger yaitu 527 Ha. Polder Banger dilaksanakan dengan konsep gotong-royong. Dengan bantuan Pemerintah Belanda, Pemerintah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Pusat Litbang. SDA, Direktorat Jenderal Cipta Karya, BBWS Pemali-Juana, bersamasama melakukan pengembangan Sistem Polder Banger. Pengembangan sistem polder di mulai dengan menyusun kelembagaan pengelola polder, perencanaan polder dan pelaksanaannya, seluruh proses pengembangan melibatkan masyarakat di daerah Banger. Sistem yang telah dikembangkan terdiri dari: 1) Badan Pengelola Polder Banger “Sima”, beserta sistem pengelolaanya; 2) DED polder yang direncanakan oleh Witteven-Bos dengan supervisi dari Pusat Litbang SDA; 3) Pelaksanaan konstruksi polder yang terdiri dari rumah pompa, tanggul, bendung penutup Kali Banger, pengerukan Kali Banger, dan penyiapan kolam retarding, dilaksanakan dengan pembiayaan berbagai instansi. Koordinasi pelaksanaan polder dipayungi oleh MOU dan MOD, antara pemerintah pusat dan daerah. Kata kunci: polder, banjir, rob, global warming, land subsidence
116
Alternatif Solusi Banjir Bandung Selatan melalui Water Park Berbasis Sosek-Teknik, Budaya Dan Ramah Lingkungan Riska Hilmi Mutiawati 1 dan Sri Legowo2 MPSDA - ITB, Dosen MPSDA - ITB 1
2
Intisari Bandung Selatan yang dikenal Bandung Lautan Api (BLA) sebagai lambang perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, yang pada saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan yaitu selalu terendam air (banijr) setiap tahun selama musim penghujan. Berbagai upaya baik teknis maupun non teknis telah dilaksanakan oleh berbagai institusi yang bertanggung jawab untuk mengatasi banjir tersebut. Akan tetapi, belum membuahkan hasil yang optimal, sehingga saat ini masih menjadi isu nasional. Suatu konsep solusi sedang dikembangkan lewat penelitian secara komprehensif dengan meninjau seluruh akar permasalahan banjir di Bandung Selatan (baik fisik maupun non fisik) sebagai masukan dalam merumuskan solusi yang menguntungkan semua pihak terutama masyarakat setempat dan pengusaha/pedagang lokal seperti penciptaan lapangan pekerjaan dan jenis usaha baru. Konsep solusi tersebut di atas pada prinsipnya dengan menata air baik dalam kondisi normal maupun banjir menjadi taman air yang berkelanjutan (Water Park Sustainable). Hasil optimasi penataan ruang (Land Scaping Optimization) menunjukkan bahwa ruang air untuk kebutuhan Water Park mempunyai nilai lebih dominan dibandingkan dengan ruang permukiman (terbangun/budidaya) yaitu analisis 50% - 60% dari genangan banjir Bandung Selatan. Aplikasi dan konsep solusi banjir Bandung Selatan diharapkan menyelesaikan banjir berikut permasalahan secara tuntas dan berkelanjutan. Kata kunci: water park, banjir Bandung Selatan, land scaping optimization, ruang air, ramah lingkungan
117
Konsep Penanganan Banjir di Kota Semarang Tauvan Ari Praja1 dan Hermono Suroto Budinetro2 1 2
Balai Sungai, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum
Intisari Kota Semarang merupakan salah satu kota yang rawan dengan permasalahan banjir dan genangan. Permasalahan banjir dan genangan disebabkan oleh karekteristik topografi, di bagian selatan kota merupakan bukit-bukit yang relatif tinggi dan bagian utara merupakan dataran yang sangat landai. Hal ini diperparah lagi dengan sistem tata air perkotaan dan pengaruh land subsidence serta naiknya permukaan air laut yang disebabkan efek pemanasan global. Berdasarkan kondisi karakteristik tersebut, maka pengendalian banjir kota Semarang tidak bisa lagi mengandalkan sistem gravitasi murni tetapi sistem kombinasi antar kawasan hulu, tengah dan hilir. Permasalahan banjir kiriman dari hulu dapat diatasi dengan pembangunan 25 bendungan yang efektif meredam debit banjir kala ulang 50 tahunan hingga sebesar 72,8%, di tengah dengan jalan normalisasi sungai-sungai yang memberikan tambahan kapasitas debit sungai yang bervariasi mulai 7,2 % sampai 70,0 %, dan di hilir dengan pembangunan dam lepas pantai. Selain sebagai bangunan pengendali rob, dam lepas pantai memiliki manfaat lain yaitu: tersedianya tampungan air yang besar yang dapat mengantikan pengunaan air tanah, dan tersedianya daratan luas yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekonomi kota tersebut sehingga dapat digunakan untuk membiayai operasional dan perawatan dam lepas pantai tersebut. Kata kunci: banjir, genangan, bendungan/ waduk, normalisasi sungai, dam lepas pantai.
118
Aplikasi Model Elevasi Digital untuk Analisa Rawan Banjir pada Kota Makassar Mukhsan Putra Hatta* dan Muchsin Muhadjir Universitas Hasanuddin *
[email protected]
Intisari Perubahan Iklim turut mempengaruhi potensi intesitas banjir, dimana konservasi tanah dan air merupakan potensi intesitas banjir itu sendiri. Untuk melihat pengaruh dari konservasi tanah dan air terhadap banjir maka dilakukan penelitian menganalisis potensi banjir di wilayah Kota Makassar menggunakan Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model, DEM) dengan parameter yang digunakan intensitas curah hujan, topografi, penutup lahan, dan kedalaman air tanah. Dalam menentukan wilayah banjir mengunakan metode rasional dengan faktor dari koefisien limpasan, curah hujan, luas lahan. Menganalisa potensi rawan banjir di Kota Makassar menggunakan pembobotan ovelay DEM dengan debit (35%), penutup lahan (30%), kemiringan lereng (30%), dan kedalaman air tanah (5%). Dari hasil penelitian diperoleh peta zona daerah rawan, sehingga dapat diperoleh perbedaan potensi kerawanan banjir banjir di wilayah kota Makassar. Pada daerah perkotaan khususnya Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujungpandang, Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Panaikang merupakan daerah yang dikategorikan tingkat sangat tinggi dan tinggi akan terjadinya banjir, sedangkan pada derah Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Manggala, Kecamatan Biringkanaya, serta Kecamatan Tamalate didominasi tingkat kerawanan yang sedang, rendah, dan sangat rendah. Kata kunci : perubahan iklim, banjir, koefisien limpasan dan DEM
119
Pemanfaatan Rawa Sebagai Pengendali Banjir Studi Kasus pada Rawa Tappareng Palisu Kabupaten Wajo Abdul Nasser Hasan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan
[email protected],
[email protected]
Intisari Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae-Cenranae adalah salah satu DAS di Provinsi Sulawesi Selatan yang setiap tahun memberikan luapan air banjir ke wilayah pertanian dan permukiman dalam wilayah DAS ini. Dalam DAS ini terdapat ± 40 buah danau/rawa yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian pada lahan bantarannya dan sebagai retarding basin, regulation pond atau polder pengendalian banjir didaerah tersebut. Kondisi air pada danau/rawa ini dipengaruhi oleh topografi yang relatif rendah dan curah hujan setempat ataupun di daerah sekitarnya. Kendalanya pada daerah ini adalah rejim air yang fluktuatif dan sulit diduga dengan resiko kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Penanganan yang dapat dilakukan pada danau/rawa yang terjadi ini adalah dengan mempertimbangkan topografi dan elevasinya yang menjadi dasar untuk pemanfaatan lahan bantaran dan cekungannya. Penanganan permasalahan yang dikhususkan untuk pengembangan pertanian pada lahan bantaran adalah dengan mengusahakan mempertinggi elevasi air yang akan dialirkan kelahan bantaran, atau dengan melakukan pemompaan dengan gabungan reservoir. Ini akan sejalan dengan usaha pengendalian banjir dengan mengfungsikan danau/rawa ini sebagai retarding basin, regulation pond ataupun sebagai polder untuk penampungan sementara air banjir yang terjadi dan mengeluarkannya pada saat air banjir mulai surut. Pemanfaatan danau/rawa yang ada sekarang adalah dalam rangka pengembangan produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan yang dilaksanakan secara sederhana. Kegiatan ini sangat dipengaruhi oleh elevasi/topografi danau/rawa dan curah hujan setempat dan curah hujan yang mempengaruhinya.Dengan adanya ekstensifikasi lahan untuk areal pertanian akan meningkatkan produksi pertanian masyarakat yang bermukim disekitar dana/rawa. Dengan demikian pendapat masyarakat lebih meningkat dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap kondisi pengembangan daerah secara menyeluruh. Dengan kegiatan ini juga pengendalian banjir pada dana/rawa sebagai retarding basin, regulation pond atau polder akan lebih menjamin peningkatan usaha masyarakat dan dengan terciptanya rasa aman terhadap bencana banjir dan kekeringan yang terjadi secara bergantian diantaranya. Kata kunci: pemanfaatan rawa, pengendalian banjir, Rawa Tappareng Palisu
120
Studi Genangan Banjir di Sekitar Aliran Sungai Tallo Kota Makassar Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mukhsan Putra Hatta, Muhammad Saleh Pallu, dan Ilham Hadi Universitas Hasanuddin
Intisari Bencana banjir di Kota Makassar akibat dari luapan sungai Tallo dengan curah hujan yang tinggi disetiap tahunnya, maka dipandang perlu adanya penelitian ini yang bertujuan menentukan sebaran area yang berpotensi menjadi daerah genangan banjir pada daerah aliran sungai Tallo dengan pengunaan Sistem Informasi Geografis. Didapatkan hasil pada DAS Tallo Kota Makassar daerah potensi genangan melalui parameter intensitas hujan dengan periode ulang 5 tahun dan 25 tahun adalah 1987.32 km2 dan 3051.68 km2. Sehingga walaupun faktor perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap perubahan luas rawan genangan, namun curah hujan tetap sebagai faktor dominan. Kata kunci: genangan banjir, Sungai Tallo, sistem informasi geografis.
121
Perbandingan Sistem Fluidisasi dengan Metode Lain dalam Mengatasi Pendangkalan Muara Sungai Panoang Bantaeng ArsyadThaha1, Nur Yuwono2, Radianta Triatmadja3, dan Willem Minggu4 1
Universitas Hasanuddin, anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan 2
Universitas Gajah Mada, anggota HATHI Pusat
3
Universitas Gajah Mada, anggota HATHI Pusat Jafung BBWS Pompengan-Jeneberang, anggota HATHI Cabang Sulawesi Selatan 4
Intisari Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama kegagalan panen baik di sektor pertanian maupun perikanan budidaya adalah banjir yang diakibatkan oleh tersumbatnya muara sungai oleh sedimentasi. Studi ini memperkenalkan metode baru yang punya potensi untuk mengatasi pendangkalan muara sungai. Dalam paper ini disajikan hasil disain percontohan sistem fluidisasi untuk mengatasi pendangkalan yang terjadi pada Muara Sungai Panoang di Kabupaten Bantaeng dan sebagai pembanding digunakan metode pengerukan dengan mini suction dredger, back-hoe + ponton dan jetty ganda. Pada aspek biaya, sistem fluidisasi jauh lebih efisien dibandingkan dengan 3 metode lainnya. Untuk pemeliharaan rutin 1 muara sungai (S. Panoang) selama periode 10 tahun, metode fluidisasi lebih efisien masing-masing 49%; 72% dan 39% dan efisiensi meningkat untuk pemeliharaan 3 muara sungai yang berdekatan menjadi masing-masing 67%; 82% dan 57%. Metode fluidisasi memiliki keunggulan lain seperti mudah dalam operasional dan ramah lingkungan namun memiliki keterbatasan tidak efisien untuk ukuran muara yang lebar dan panjang. Kata kunci: muara sungai, sedimentasi, sistem fluidisasi.
122
Aplikasi Produk Geosintetik untuk Pekerjaan Reklamasi Pantai Andryan Suhendra1 dan Doyo Lujeng Dwiarso2 1
PT Tetrasa Geosinindo, Dosen Universitas Bina Nusantara 2
TenCate Geosynthetics Asia Sdn. Bhd
[email protected],
[email protected]
Intisari Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang relatif tinggi, keperluan lahan untuk tempat tinggal dan aktivitas lahan juga turut meningkat. Reklamasi pantai dan lahan berair lainnya merupakan salah satu alternatif yang cukup banyak diterapkan selain membuka lahan baru ke arah daerah perbukitan. Namun seringkali pekerjaan reklamasi ini menemui beberapa kendala seperti tanah dasar yang lunak dengan daya dukung yang rendah dan potensi penurunan konsolidasi yang besar dan lama, gelombang laut yang tinggi yang berpotensi menyebabkan terjadi abrasi baik selama masa konstruksi maupun masa pelayanan. Penggunaan material geosintetik sebagai salah satu alternatif material pendukung pada pekerjaan reklamasi di Indonesia masih terbatas, para pemilik proyek dan pelaksana proyek cenderung lebih menyukai menggunakan metode konvensional. Padahal penggunaan geosintetik dapat memberikan keuntungan dan kemudahan dalam pelaksanaan proyek, yang juga sudah banyak diterapkan di berbagai negara lain. Beberapa keuntungan dari penggunaan material geosintetik pada pekerjaan reklamasi pantai dengan kondisi tanah dasar yang lunak diantaranya adalah pelaksanaan pekerjaan yang lebih cepat, pengurangan kehilangan material timbunan ke dalam tanah dasar yang lunak, biaya pemeliharaan yang lebih rendah. Kata kunci : reklamasi, geosintetik, tanah lunak, abrasi
123
Pegar Geobag Rangka Bambu Sebagai Pelindung Mangrove dan Perehab Pantai Tererosi Rian M. Azhar1, Mahdi Ernawan2, dan Dede M.Sulaiman3 1
Calon Peneliti Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Bandung 2
3
Staf Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Bandung
Peneliti di Balai Pantai, Pusat Litbang Sumber Daya Air, Kabupaten Bandung
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Intisari PEGAR (pemecah gelombang ambang rendah) rangka bambu merupakan hasil pengembangan dari PEGAR geotube yang telah diterapkan di beberapa lokasi pantai seperti Anyer dan Tanjung Kait. Tuntutan akan struktur pelindung pantai yang secara ekonomis lebih murah dan terjangkau masyarakat pesisir, dan secara teknis lebih efektif dalam meredam energi gelombang, maka dikembangkan PEGAR geobag rangka bambu atau Rambu. Bambu atau material lokal lain yang membentuk struktur PEGAR ini merupakan sangkar yang melindungi dan menahan lapisan pengisi yang bisa terdiri dari geobag (karung pasir geotekstil) atau batu alam lainnya. Fungsi utama dari PEGAR Rambu ini adalah sebagai pelindung sementara terhadap mangrove yang baru tumbuh sebelum mampu mandiri menahan hempasan ombak. Susunan geobag sebagai lapisan pengisi menjadikan PEGAR geobag rangka bambu ini lulus air (permeable) berbeda dengan PEGAR geotube yang kedap air (impermeable). Dengan porositas sekitar 20%, struktur PEGAR Rambu ini mampu meloloskan air dengan koefisien transmisi Kt antara 0,6-0,75. PEGAR geobag rangka bambu ini juga lebih stabil dari PEGAR geotube karena refleksi gelombang oleh struktur ini relatif lebih kecil sehingga gerusan yang diakibatkannya menjadi berkurang. Kata kunci : PEGAR, geobag, rangka bambu, pelindung pantai, mangrove.
124
Fenomena Piling-Up di Belakang Pegar, Kajian Teori dan Eksperimen Dede M. Sulaiman1, Radianta Triatmadja2, dan R. Wahyudi Triweko3 1
Kandidat Doktor, Teknik Sumber Daya Air, PPS UNPAR, Bandung 2
Profesor, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, UGM, Jogjakarta 3
Profesor, Teknik Sumber Daya Air, PPS UNPAR, Bandung
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Intisari Uji model fisik dilakukan dalam upaya mengkaji dan meningkatkan pemahaman yang baik tentang proses hidrodinamika yang terjadi di sekitar struktur pemecah gelombang ambang rendah (PEGAR) pada berbagai kondisi gelombang. Sebagai awal kajian, perhatian difokuskan pada PEGAR permeable dan impermeable, terutama yang berkaitan dengan piling-up dan transmisi gelombang. Hasil dari eksperimen ini menunjukkan bahwa besaran piling-up mencapai maksimum ketika tinggi jagaan Rc sama dengan nol, artinya bila mercu PEGAR berada pada muka air laut rerata dan berlaku untuk PEGAR permeable maupun impermeable. Struktur permeable memberikan piling-up yang lebih kecil dari pada struktur impermeable. Untuk koefisien transmisi Kt, struktur permeable menghasilkan Kt yang lebih besar dari pada struktur impermeable. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat gelombang pecah diatas struktur permeable, lebih banyak energi gelombang yang diteruskan dari pada struktur impermeable yang kedap air. Berlawanan dengan Kt, koefisien refleksi Kr pada struktur permeable memberikan besaran yang lebih kecil dari pada struktur impermeable. Karena itu PEGAR yang permeable lebih stabil dari pada PEGAR impermeable, dimana gerusan lokal akibat gelombang refleksi relatif lebih kecil. Kata kunci : PEGAR, piling-up, transmisi gelombang, permeable, impermeable.
125
Simulasi Kecepatan Surge dengan Adanya Debris pada Flume Horisontal Siti Nurul Hijah1 dan Radianta Triatmadja2 1
Fakultas Teknik, Universitas Islam Al-Azhar 2 Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada
[email protected];
[email protected]
Intisari Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan, karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar lau, gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat dan panjang. Di samudera, tinggi gelombang tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati, ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kecepatan surge yang terjadi dengan adanya debris pada gelombang tsunami dengan fokus kajian eksperimen simulasi model fisik di laboratorium. Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik, saluran gelombang (tilting flume) berukuran 16,80 x 0,60 x 0,45 meter dilengkapi dengan pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Pintu saluran gelombang dengan beban beton seberat 80 kg sebagai alat untuk menarik-buka pintu air. Tsunami dibangkitkan dengan melepaskan beban beton seberat 80 kg sehingga pintu tertarik ke atas dengan cepat. Tinggi muka air di hilir dibuat mendekati nol. Pengukuran gaya gelombang tsunami menggunakan strain gauge yang dipasang pada model yang dihubungkan dengan komputer melalui data logger dan amplifier. Pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan wave probe yang di pasang di bagian hilir pintu untuk mengukur tinggi gelombang yang terjadi serta kecepatan jalar tsunami dengan adanya debris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan surge tsunami tergantung pada kedalaman air, semakin tinggi kedalaman air maka kecepatannya makin cepat, akan tetapi apabila dipengaruhi oleh debris maka kecepatan surge tsunami akibat debris akan berkurang/makin rendah. Kecepatan surge dengan adanya debris pada flume horisontal lebar 60 cm kecepatannya lebih lambat (V=1,98m/dt untuk hair= 40 cm dan V=1,27 m/dt untuk hair=20 cm) daripada kecepatan surge tanpa debris (V=2,38 m/dt untuk hair = 40 cm dan V = 1,60 m/dt untuk hair = 20 cm). Dengan kecepatan surge yang ada diperoleh gaya gelombang dengan debris (F = 669 Kg untuk hair = 40 cm, F = 283 Kg untuk hair = 30 cm dan F = 129 Kg untuk hair = 20 cm) dan gaya gelombang tanpa debris (F=66 Kg untuk hair=40 cm, F=245 Kg untuk hair = 30 cm dan F = 116 Kg untuk hair = 20 cm). Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa gaya gelombang dengan adanya debris lebih besar daripada tanpa adanya debris. Kata kunci: tsunami, surge, gelombang
126
Reduksi Gaya Tsunami Pada Bangunan Terlindung dengan Variasi Porositas dan Jarak Pelindung Maulina Indriyani dan Radianta Triatmadja Universitas Gajah Mada
[email protected];
[email protected]
Intisari Indonesia terletak di pertemuan 3 lempeng yang mengakibatkannya rawan gempa tektonik yang merupakan salah satu penyebab tsunami yang paling umum terjadi. Tsunami mengakibatkan kerugian materi cukup besar, salah satu kejadian yang cukup besar di Indonesia terjadi pada tahun 2004 di Aceh. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai US$ 10 miliar atau setara dengan 100 triliun rupiah. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi resiko dampak tsunami. Daya rusak tsunami yang besar dapat dikurangi salah satunya dengan mereduksi gayanya. Penelitian ini difokuskan pada gaya tsunami yang terjadi pada bangunan terlindung. Bangunan pelindung di kawasan pantai yang pada kenyataannya berupa pohon-pohon, tiang, maupun bangunan lain akan disederhanakan sebagai tembok berporositas yang divariasi porositas dan jarak terhadap bangunan yang dilindunginya. Bangunan yang dilindungi berupa kubus berukuran 20cm x 20cm x 20cm. Porositas pelindung yang digunakan sebesar 25%, 50% dan 75%, dengan jarak bangunan pelindung divariasikan antara 5cm, 10cm, 20cm dan 40cm. Kemudian, dianalisis seberapa efektifkah bangunan pelindung tersebut dalam mereduksi gaya tsunami pada bangunan. Hasil penelitian menunjukkan nilai reduksi gaya yang bervariasi. Semakin jauh jarak pelindung dan semakin besar porositasnya, maka semakin kecil nilai reduksinya. Reduksi terbesar terjadi pada porositas pelindung 0% dan reduksi terkecil pada porositas pelindung 100%. Untuk pelindung dengan porositas 25% dan S/h sebesar 0,316 nilai reduksinya sebesar 30,59%, sedangkan untuk pelindung dengan porositas 75% dan S/h sebesar 2,532 nilai reduksinya sebesar 2,73%. Kata kunci: lempeng, Indonesia, tsunami, kerugian.