a
b
DAFTAR ISI 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH ................................................
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH
75
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH ......................
109
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI HIBAH ....................................
145
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ...
227
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH .....
255
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH ............................................
285
i
8.
9.
ii
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN ........................
345
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA ........
387
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
iii
iv
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang TataCara PengadaanPinjaman dan/ atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah;
1
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN PENERIMAAN HIBAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1.
Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
2.
Hibah Pemerintah, yang selanjutnya disebut Hibah, adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
3.
Pemberi Pinjaman Luar Negeri adalah memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
2
kreditor
yang
4.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri yang memberikan Hibah kepada Pemerintah.
5.
Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah Pemerintah Daerah dan BUMN.
6.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri.
7.
Perjanjian Hibah adalah kesepakatan tertulis mengenai Hibah antara Pemerintah dan Pemberi Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian pemberian hibah atau dokumen lain yang dipersamakan.
8.
Perjanjian Pinjaman yang bersumber dari Hibah, yang selanjutnya disebut Perjanjian Pinjaman Hibah, adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan penerima pinjaman Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan.
9.
Perjanjian Penerusan Hibah adalah dokumen perjanjian untuk penerusan Hibah atau dokumen lain yang dipersamakan antara Pemerintah dan Penerima Penerusan Hibah.
10. Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri untuk penerusan Pinjaman Luar Negeri. 11. Perjanjian Hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri, yang selanjutnya disebut Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri, adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan penerima Hibah mengenai Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan. 12. Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat DRPLN-JM, adalah daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk periode jangka menengah. 3
13. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat DRPPLN, adalah daftar rencana kegiatan yang telah memiliki indikasi pendanaan dan siap dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk jangka tahunan. 14. Daftar Rencana Kegiatan Hibah, yang selanjutnya disingkat DRKH, adalah daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai dengan Hibah dan telah mendapatkan indikasi pendanaan dari Pemberi Hibah. 15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 16. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun. 17. Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada dan/atau dirundingkan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri. 18. Pinjaman Tunai adalah Pinjaman Luar Negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 19. Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Luar Negeri yang digunakan untukmembiayai kegiatan tertentu. 20. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri, adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 21. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan, adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
4
22. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan kementerian/lembaga yang bersangkutan. 23. Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara. 24. Kreditor Multilateral adalah lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara, yang memberikanpinjaman kepada Pemerintah. 25. Kreditor Bilateral adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing yangmemberikan pinjaman kepada Pemerintah. 26. Kreditor Swasta Asing adalah lembaga keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman tanpa jaminan dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor. 27. Lembaga Penjamin Kredit Ekspor adalah lembaga yang ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan keuangan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau bagian terbesar dari dana tersebut dipergunakan untuk membeli barang/jasa dari negara bersangkutan yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia. 28. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5
29. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 30. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 2 Pinjaman Luar Negeri dan penerimaan Hibah harus memenuhi prinsip: a.
transparan;
b.
akuntabel;
c.
efisien dan efektif;
d.
kehati-hatian;
e.
tidak disertai ikatan politik; dan
f.
tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan Negara. Pasal 3
(1) Menteri berwenang melakukan Pinjaman Luar Negeri dan/ atau menerima Hibah yang berasal dari luar negeri dandalam negeri. (2) Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan. (3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterushibahkan dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN.
6
Pasal 4 Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN dilarang melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan Pinjaman Luar Negeri. BAB II PINJAMAN LUAR NEGERI Bagian Kesatu Jenis dan Sumber Pinjaman Luar Negeri Pasal 5 Pinjaman Luar Negeri menurut jenisnya terdiri atas: a.
Pinjaman Tunai; dan
b.
Pinjaman Kegiatan. Pasal 6
Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bersumber dari: a.
Kreditor Multilateral;
b.
Kreditor Bilateral;
c.
Kreditor Swasta Asing; dan
d.
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor. Bagian Kedua Penggunaan Pinjaman Luar Negeri Pasal 7
(1) Pinjaman Luar Negeri digunakan untuk: 7
a.
membiayai defisit APBN;
b.
membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga;
c.
mengelola portofolio utang.
d.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah;
e.
diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau
f.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah Daerah dapat meneruspinjamkan dan/atau menerushibahkan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf f kepada BUMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Perencanaan Pinjaman Luar Negeri Paragraf 1 Perencanaan Pembiayaan Pasal 8 (1) Pinjaman Luar Negeri merupakan bagian dari Nilai Bersih Pinjaman yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Perubahan pinjaman yang tidak menambah selisih lebih dari Nilai Bersih Pinjaman, tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari persetujuan APBN. Pasal 9 (1) Menteri menyusun rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri yang ditinjau setiap tahun. 8
(2) Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan: a.
kebutuhan riil pembiayaan;
b.
kemampuan membayar kembali;
c.
batas maksimal kumulatif utang;
d.
kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan
e.
risiko utang.
(3) Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat pengendali Pinjaman Luar Negeri. (4) Menteri dapat berkonsultasi dengan Gubernur Bank Indonesia dalam rangka penyusunan rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf 2 Perencanaan Pinjaman Kegiatan Pasal 10 Menteri Perencanaan menyusun rencana pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri untuk Pinjaman Kegiatan jangka menengah dan tahunan untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f yang dituangkan dalam dokumen: a.
Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri;
b.
DRPLN-JM;
c.
DRPPLN; dan
d.
Daftar Kegiatan.
9
Pasal 11 (1) Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf (a) disusun dengan berpedoman pada RPJM dan memperhatikan rencana batas maksimal pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). (2) Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri memuat indikasi kebutuhan dan rencana penggunaan Pinjaman Luar Negeri dalam jangka menengah. Pasal 12 (1) Kementerian/Lembaga dan BUMN menyampaikan usulan kegiatan yang dapat dibiayai Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada RPJM dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri. (2) Usulan kegiatan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kegiatan yang pembiayaannya akan dihibahkan kepada Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal Kementerian/Lembaga akan mengusulkan pinjaman luar negeri untuk penyertaan modal negara, usulan harus disampaikan melalui Kementerian Keuangan. (4) Pemerintah Daerah menyampaikan usulan kegiatan yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri. Pasal 13 (1) Menteri Perencanaan melakukan penilaian kelayakan usulan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan mempertimbangkan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. 10
(2) Menteri Perencanaan dapat meminta pertimbangan Menteri Dalam Negeri dalam melakukan penilaian usulan kegiatan yang diajukan Pemerintah Daerah. (3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam DRPLN-JM. (4) DRPLN-JM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperbarui dan disempurnakan sesuai kebutuhan dan/atau perkembangan perekonomian nasional. Pasal 14 (1) Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN harus melakukan peningkatan kesiapan kegiatan untuk rencana kegiatan yang telah tercantum dalam DRPLN-JM sesuai dengan kriteria kesiapan kegiatan yang meliputi: a. rencana pelaksanaan kegiatan; b. indikator kinerja pemantauan dan evaluasi; c. organisasi dan manajemen pelaksanaan kegiatan; dan d. rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, dalam hal kegiatan memerlukan lahan. (2) Menteri Perencanaan melakukan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Berdasarkan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Perencanaan menyusun DRPPLN. (4) Dalam penyusunan DRPPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri Perencanaan dapat melakukan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri serta instansi terkait.
11
Pasal 15 (1) Berdasarkan DRPPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Menteri Perencanaan menyampaikan Daftar Kegiatan yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri. (2) Daftar Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi usulan kegiatan yang telah memenuhi kriteria kesiapan dan siap dirundingkan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pengajuan usulan, dan penilaian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam Peraturan Menteri Perencanaan. Pasal 17 Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN mencantumkan kegiatan prioritas yang telah tercantum dalam DRPPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, atau Rencana Kerja BUMN. Bagian Keempat Perencanaan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Paragraf 1 Umum Pasal 18 Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan oleh Menteri. 12
Paragraf 2 Pengusulan, Penilaian, dan Penetapan Pembiayaan Pasal 19 (1) Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d diajukan Pemerintah Daerah kepada Menteri setelah mendapat pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (2) Pinjaman Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan oleh Pemerintah Daerah kepada BUMD dengan ketentuan usulan BUMD diajukan melalui Pemerintah Daerah kepada Menteri setelah mendapat pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (3) Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e diajukan oleh BUMN kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 20 Usulan pembiayaan Pinjaman Luar Negeri yang dihibahkan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f, diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga teknis terkait kepada Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Pasal 21 (1) Menteri melakukan penilaian kelayakan pembiayaan atas usulan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
13
(2) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memperhatikan: a.
kebutuhan riil pembiayaan luar negeri;
b.
kemampuan membayar kembali;
c.
batas maksimal kumulatif utang;
d.
persyaratan dan risiko penerusan pinjaman; dan
e.
kesesuaian dengan kebijakan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22
(1) Berdasarkan penilaian kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri menetapkan Pinjaman Luar Negeri yang akan: a.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN; dan
b.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pelaksanaan perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri. Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan, penilaian, dan penetapan penerusan Pinjaman Luar Negeri diatur dengan Peraturan Menteri.
14
Bagian Kelima Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan Paragraf 1 Pinjaman Tunai Pasal 24 (1) Menteri mengajukan usulan Pinjaman Tunai kepada calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri dengan memperhatikan rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri untuk mendapat komitmen pembiayaan. (2) Dalam hal calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri mempersyaratkan kebijakan tertentu dalam Pinjaman Tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persyaratan tersebut harus mendapat persetujuan dari Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan tertentu tersebut. (3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator yang membidangi urusan yang terkait dengan substansi pinjaman dengan melibatkan Menteri dan Menteri Perencanaan. Paragraf 2 Pinjaman Kegiatan Pasal 25 Menteri mengajukan usulan Pinjaman Kegiatan kepada calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang bersumber dari Kreditor Multilateral dan/atau Kreditor Bilateral dengan memperhatikan rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1) dan Daftar Kegiatan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1) untuk mendapat komitmen pembiayaan.
15
Pasal 26 (1) Menteri menetapkan salah satu sumber pembiayaan dalam hal Daftar Kegiatan menyebutkan indikasi pembiayaan bersumber dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor. (2) Penetapan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN, yang mengusulkan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 19 sebagai dasar pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Pasal 27 Dalam hal Menteri menetapkan sumber pembiayaan dari Kreditor Swasta Asing, pengadaan pembiayaan dilaksanakan secara terpisah dengan pengadaan barang/jasa dengan ketentuan: a.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN, melakukan pengadaan barang/jasa setelah menerima penetapan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2); dan
b.
Menteri melakukan pengadaan pembiayaan setelah sumber pembiayaan ditetapkan. Pasal 28
Dalam hal Menteri menetapkan sumber pembiayaan berasal dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, pengadaan pembiayaan dilaksanakan satu paket dengan pengadaan barang/jasa dengan ketentuan: a.
16
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN, melakukan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah menerima penetapan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2);
b.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN, menetapkan pemenang pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a setelah mendapatkan pertimbangan Menteri yang terkait dengan persyaratan pembiayaan.
c.
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN, menyampaikan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri sesuai dengan hasil proses pengadaan barang/jasa kepada Menteri untuk perundingan Pinjaman Luar Negeri. Pasal 29
Dalam hal pelaksanaan pemilihan sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 telah dilakukan tetapi tidak mendapatkan pendanaan dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, Menteri dapat mencari sumber pembiayaan alternatif. Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sumber pembiayaan, pengadaan pembiayaan, dan pencarian sumber pembiayaan alternatif diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keenam Perundingan dan Perjanjian Paragraf 1 Pelaksanaan Perundingan Pinjaman Luar Negeri Pasal 31 (1) Menteri atau pejabat yang diberi kuasa melakukan perundingan mengenai ketentuan dan persyaratan pinjaman Luar Negeri. (2) Dalam hal dengan:
Pinjaman
Kegiatan,
perundingan
dilakukan
17
a.
Kreditor Multilateral sebelum pengadaan barang/jasa dilaksanakan;
b.
Kreditor Bilateral sebelum pengadaan barang/jasa dilaksanakan atau setelah kontrak pengadaan barang/ jasa;
c.
Kreditor Swasta Asing secara bersamaan atau setelah kontrak pengadaan barang/jasa; atau
d.
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor setelah kontrak pengadaan barang/jasa.
(3) Pelaksanaan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya. (4) Perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri dilakukan setelah kriteria kesiapan kegiatan dipenuhi. (5) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat meminta dokumen kesiapan perundingan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN. Paragraf 2 Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pasal 32 (1) Hasil perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri yang ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri. (2) Perjanjian Pinjaman Luar Negeri memuat paling sedikit:
18
a.
jumlah;
b.
peruntukan;
c.
hak dan kewajiban; dan
d.
ketentuan dan persyaratan.
(3) Dalam hal sumber pembiayaan berasal dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor, Perjanjian Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani, apabila kontrak pengadaan barang/jasa telah ditandatangani oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN. (4) Salinan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri disampaikan oleh Kementerian Keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. Pasal 33 (1) Perjanjian untuk Pinjaman Luar Negeri yang bersumber dari Kreditor Multilateral dan Kreditor Bilateral dapat didahului dengan perjanjian induk. (2) Perjanjian induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau hukum internasional. (3) Perjanjian induk memuat persyaratan yang tidak mengakibatkan beban APBN atau hanya terbatas pada persyaratan yang bersifat indikatif, kecuali: a.
mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang terkait dengan indikasi persyaratan keuangan yang mengikat dan mengakibatkan beban APBN; dan/atau
b.
mendapat persetujuan tertulis Menteri Perencanaan yang terkait dengan indikasi persyaratan penggunaan dana untuk pembiayaan kegiatan dan/atau kelompok kegiatan tertentu.
19
Pasal 34 (1) Pinjaman Luar Negeri yang dipinjamkan, dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri. (2) Pinjaman Luar Negeri yang dihibahkan dituangkan dalam Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri. (3) Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri memuat paling sedikit: a. jumlah; b. peruntukan; c. hak dan kewajiban; dan d. ketentuan dan persyaratan yang mengacu pada Perjanjian Pinjaman Luar Negeri. (4) Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/Walikota atau Direksi BUMN. (5) Perjanjian Hibah Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/Walikota. Pasal 35 (1) Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri wajib melakukan pembayaran kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri. (2) Pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya dari Penerima Penerusan Pinjaman Luar Negeri kepada Pemerintah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara atau rekening lain yang ditunjuk oleh Menteri. (3) Penerimaan pembayaran cicilan pokok dicatat sebagai pembiayaan, serta penerimaan bunga dan kewajiban lainnya dicatat sebagai pendapatan. 20
Pasal 36 (1) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), kewajiban pembayaran tersebut diperhitungkan dengan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam hal BUMN tidak memenuhi kewajiban pembayaran cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), BUMN dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri. Pasal 37 Menteri melakukan koordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota, atau direksi BUMN untuk memastikan pemenuhan seluruh ketentuan dan persyaratan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan/atau Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri. Paragraf 3 Perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri Pasal 38 (1) Menteri dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri kepada Pemberi Pinjaman Luar Negeri dalam hal: a.
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
b.
terdapat usulan perubahan perjanjian pinjaman dari Menteri/Pimpinan Lembaga; dan/atau
21
c.
terdapat usulan perubahan dari Pemerintah Daerah atau BUMN, terhadap Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri.
(2) Dalam hal usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan, pengajuan usulan perubahan dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Perencanaan. Bagian Ketujuh Penganggaran, Penarikan Pinjaman, dan Pembayaran Kewajiban Paragraf 1 Penganggaran Pasal 39 (1) Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Pinjaman Luar Negeri sebagai bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. (2) Menteri menyusun rencana pembiayaan atas Pinjaman Luar Negeri yang: a.
diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau BUMN; atau
b.
dihibahkan kepada Pemerintah Daerah, sebagai Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Paragraf 2 Penarikan Pinjaman Pasal 40
(1) Penarikan Pinjaman Luar Negeri dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri dilakukan melalui: 22
a.
transfer ke Rekening Kas Umum Negara;
b.
pembayaran langsung;
c.
rekening khusus;
d.
Letter of Credit (L/C); atau
e.
pembiayaan pendahuluan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Pembayaran Kewajiban Pasal 41 (1) Menteri wajib membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sampai berakhirnya masa pinjaman melalui Bank Indonesia. (2) Menteri mengalokasikan dana dalam APBN untuk membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. (3) Dalam hal dana untuk membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN, Menteri wajib melakukan pembayaran. (4) Realisasi pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam perubahan APBN atau dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
23
BAB III HIBAH Bagian Kesatu Bentuk, Jenis, dan Sumber Hibah Paragraf 1 Bentuk dan Jenis Hibah Pasal 42 (1) Hibah yang diterima Pemerintah berbentuk: a.
uang tunai;
b.
uang untuk membiayai kegiatan;
c.
barang/jasa; dan/atau
d.
surat berharga.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai bagian dari APBN. Pasal 43 Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening yang ditentukan oleh Menteri sebagai bagian dari Penerimaan APBN. Pasal 44 Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
24
Pasal 45 Hibah yang sebagaimana dengan mata untuk dicatat
diterima Pemerintah dalam bentuk barang/jasa dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c dinilai uang rupiah pada saat serah terima barang/jasa dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 46
Hibah yang diterima Pemerintah dalam bentuk surat berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf d dinilai dengan mata uang rupiah berdasarkan nilai nominal yang disepakati pada saat serah terima oleh Pemberi Hibah dan Pemerintah untuk dicatat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 47 (1) Pemerintah dapat menerima Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b melalui Dana Perwalian. (2) Ketentuan mengenai Dana Perwalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 48 (1) Penerimaan Hibah menurut jenisnya terdiri atas: a.
Hibah yang direncanakan; dan/atau
b.
Hibah langsung.
(2) Hibah yang direncanakan adalah Hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan. (3) Hibah langsung adalah Hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme perencanaan.
25
Paragraf 2 Sumber Hibah Pasal 49 Hibah bersumber dari: a.
dalam negeri; dan
b.
luar negeri Pasal 50
(1) Hibah dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a berasal dari: a.
lembaga keuangan dalam negeri;
b.
lembaga non keuangan dalam negeri;
c.
Pemerintah Daerah;
d.
perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.
lembaga lainnya; dan
f.
perorangan.
(2) Hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b berasal dari:
26
a.
negara asing;
b.
lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
c.
lembaga multilateral;
d.
lembaga keuangan asing;
e.
lembaga non keuangan asing;
f.
lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia; dan
g.
perorangan.
Bagian Kedua Penggunaan Hibah Pasal 51 Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 digunakan untuk: a.
mendukung program pembangunan nasional; dan/atau
b.
mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan. Bagian Ketiga Perencanaan Hibah Paragraf 1 Perencanaan Penerimaan Hibah yang Direncanakan Pasal 52
(1) Menteri Perencanaan menyusun rencana kegiatan jangka menengah dan tahunan yang bersumber dari Hibah dengan berpedoman pada RPJM. (2) Rencana kegiatan jangka menengah dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. rencana pemanfaatan Hibah; dan b. DRKH. Pasal 53 (1) Rencana pemanfaatan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a memuat arah kebijakan, strategi, dan pemanfaatan Hibah jangka menengah sesuai dengan prioritas pembangunan Nasional. (2) DRKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b memuat rencana tahunan kegiatan Kementerian/ 27
Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN yang layak dibiayai dengan Hibah dan telah mendapatkan indikasi pendanaan dari Pemberi Hibah. (3) DRKH digunakan sebagai salahsatu bahan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah. Pasal 54 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga mengusulkan kegiatan yang akan dibiayai dengan Hibah kepada Menteri Perencanaan. (2) Menteri Perencanaan melakukan penilaian usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan berpedoman pada RPJM serta memperhatikan rencana pemanfaatan Hibah. (3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam DRKH dan disampaikan kepada Menteri. (4) Berdasarkan DRKH sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mengusulkan kegiatan yang dibiayai dengan Hibah kepada calon Pemberi Hibah. Pasal 55 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana kegiatan, pengajuan usulan, dan penilaian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 54 diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan. Paragraf 2 PenerimaanHibah Langsung Pasal 56 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menerima Hibah Langsung dari Pemberi Hibah dengan memperhatikan prinsip dalam penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. 28
(2) Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengkaji maksud dan tujuan Hibah dan bertanggung jawab terhadap Hibah yang akan diterima tersebut. (3) Menteri/Pimpinan Lembaga mengkonsultasikan rencana penerimaan Hibah Langsung pada tahun berjalan kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait lainnya sebelum dilakukan penandatanganan Perjanjian Hibah. (4) Dalam hal diperlukan, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan, dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait lainnya dapat memberikan tanggapan tertulis atas rencana penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Bagian Keempat Penerusan Hibah Pasal 57 (1) Hibah yang bersumber dari luar negeri dapat: a.
diterushibahkan atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah; atau
b.
dipinjamkan kepada BUMN; sepanjang diatur dalam Perjanjian Hibah.
(2) Hibah yang bersumber dari luar negeri yang diterushibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Hibah yang ditandatangani oleh Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota. (3) Hibah yang bersumber dari luar negeri yang dipinjamkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman Hibah yang ditandatangani oleh Menteri atau Pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur, Bupati/ Walikota atau direksi BUMN. 29
(4) Perjanjian Penerusan Hibah atau Perjanjian Pinjaman Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. jumlah; b. peruntukan; dan c. ketentuan dan persyaratan. (5) Kementerian Keuangan menyampaikan salinan Perjanjian Penerusan Hibah dan salinan Perjanjian Pinjaman Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan instansi terkait lainnya. Pasal 58 (1) Hibah yang diterushibahkan dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah wajib dicatat dalam APBN dan APBD. (2) Hibah dan/atau Pinjaman Hibah kepada BUMD dilakukan melalui Pemerintah Daerah. Bagian Kelima Perundingan Hibah Pasal 59 (1) Perundingan Hibah yang direncanakan Menteri atau pejabat yang diberi kuasa.
dilakukan
oleh
(2) Pelaksanaan perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan unsur Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, dan/atau Kementerian/Lembaga teknis terkait lainnya. Pasal 60 Perundingan Hibah langsung dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberi kuasa.
30
Bagian Keenam PerjanjianHibah Paragraf 1 Hibah yang Direncanakan Pasal 61 (1) Perjanjian Hibah ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa oleh Menteri. (2) Perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a.
jumlah;
b.
peruntukan; dan
c.
ketentuan dan persyaratan.
(3) Menteri menyampaikan salinan Perjanjian Hibah kepada Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan pimpinan instansi terkait lainnya. Pasal 62 (1) Menteri dapat mengajukan usulan perubahan Perjanjian Hibah kepada Pemberi Hibah dalam hal: a.
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
b.
terdapat usulan perubahan Perjanjian Hibah dari Menteri/ Pimpinan Lembaga penerima Hibah; dan/atau
c.
terdapat usulan perubahan dari Pemerintah Daerah terhadap Perjanjian Hibah.
(2) Pengajuan usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Perencanaan.
31
Paragraf 2 Hibah Langsung Pasal 63 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberi kuasa melakukan penandatanganan Perjanjian Hibah. (2) Perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a.
jumlah;
b.
peruntukan; dan
c.
ketentuan dan persyaratan. Pasal 64
Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan salinan Perjanjian Hibah yang telah ditandatangani kepada Menteri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan instansi terkait lainnya. Pasal 65 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan perubahan Perjanjian Hibah kepada Pemberi Hibah.
usulan
(2) Dalam mengajukan usulan perubahan Perjanjian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Pimpinan Lembaga mengoordinasikan rencana usulan perubahan Perjanjian Hibah kepada Menteri Perencanaan, Menteri, dan pimpinan instansi terkait lainnya. (3) Setelah usulan perubahan Perjanjian Hibah disetujui oleh Pemberi Hibah, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan dokumen perubahan kepada Menteri Perencanaan, Menteri, dan pimpinan instansi terkait lainnya.
32
Bagian Ketujuh Penganggaran dan Pelaksanaan Hibah Pasal 66 (1) Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Hibah sebagai bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga untuk dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. (2) Dalam hal Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan diterushibahkan kepada Pemerintah Daerah dan/atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN, Menteri menyusun dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. (3) Hibah dalam bentuk barang/jasa dengan ketentuan Pasal 45.
dilaksanakan
sesuai
(4) Hibah dalam bentuk surat berharga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 46. Pasal 67 Kementerian/Lembaga pelaksana Kegiatan wajib menyediakan dana pendamping, dalam hal dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah. Pasal 68 Pemerintah Daerah dan BUMN pelaksana kegiatan wajib menyediakan dana pendamping, dalam hal dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah, Perjanjian Penerusan Hibah, dan Perjanjian Pinjaman Hibah.
33
Pasal 69 Dana Hibah untuk kegiatan yang belum selesai dilaksanakan, ditampung dalam dokumen pelaksanaan anggaran tahun berikutnya. Pasal 70 (1) Dalam hal Hibah diterima setelah pagu APBN ditetapkan, dokumen pelaksanaan anggaran Hibah dapat diterbitkan setelah Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan kepada Menteri. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri dalam perubahan APBN. Pasal 71 (1) Dalam keadaan darurat, Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan mendahului penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran. (2) Pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme APBN. Pasal 72 (1) Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan dapat dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan mendahului penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran. (3) Pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme APBN.
34
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 73 (1) Penarikan Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan dilakukan melalui: a.
transfer ke rekening Kas Umum Negara;
b.
pembayaran langsung;
c.
rekening khusus;
d.
letter of credit (L/C); atau
e.
pembiayaan pendahuluan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENATAUSAHAAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN HIBAH Pasal 74 (1) Menteri melaksanakan penatausahaan atas Pinjaman Luar Negeri danHibah. (2) Penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah mencakup kegiatan: a.
administrasi pengelolaan; dan
b.
akuntansi pengelolaan.
(3) Setiap Perjanjian Pinjaman Luar Negeri dan Perjanjian Hibah wajib diregistrasi oleh Kementerian Keuangan.
35
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PENGADAAN BARANG DAN JASA Pasal 75 (1) Pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/ jasa. (2) Dalam hal terdapat perbedaan antara ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa dengan ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Hibah, para pihak dapat menyepakati ketentuan pengadaan barang/jasa yang akan dipergunakan. (3) Pengadaan barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor dilakukan setelah dikeluarkan penetapan sumber pembiayaan oleh Menteri. (4) Kontrak pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan setelah berlakunya perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Hibah atau setelah adanya perjanjian induk Pinjaman Luar Negeri. (5) Ketentuan mengenai kontrak pengadaan barang/jasa kegiatan yang dibiayai Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk pengadaan barang/jasa kegiatan yang direncanakan dibiayai Pinjaman Luar Negeri dari Kreditor Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit.
36
BAB VI PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAPORAN, DAN PENGAWASAN PINJAMAN LUAR NEGERIDAN HIBAH Pasal 76 Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, Bupati/Walikota atau direksi BUMN, selaku pelaksana kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah, masing-masing harus menyampaikan laporan triwulanan kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling sedikit mengenai: a.
pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
b.
kemajuan fisik kegiatan;
c.
realisasi penyerapan;
d.
permasalahan dalam pelaksanaan; dan
e.
rencana tindak lanjut penyelesaian masalah. Pasal 77
(1) Menteri melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan triwulanan mengenai realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan lainnya. (2) Menteri Perencanaan melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan triwulanan mengenai kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri dan aspek keuangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 37
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri sebagaimna dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan. Pasal 78 Menteri dan Menteri Perencanaan dapat melakukan evaluasi bersama secara semesteran mengenai pelaksanaan kegiatan yang dibiayai Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Pasal 79 (1) Menteri mengambil langkah penyelesaian pelaksanaan kegiatan yang lambat atau penyerapan yang rendah dan/atau tidak sesuai dengan peruntukannya, termasuk pengusulan pembatalan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah. (2) Langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat pertimbangan Menteri Perencanaan. (3) Menteri mengajukan usulan perubahan dan/atau pembatalan sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri dan/atau Hibah dalam rangka penyelesaian pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemberi Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pemberi Hibah. Pasal 80 (1) Dalam hal Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi Hibah menetapkan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah dan dalam Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah tersebut mewajibkan Pemerintah mengembalikan 38
sebagian atau seluruh Pinjaman Luar Negeri atau Hibah, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN pelaksana kegiatan harus menyediakan dana pengembalian. (2) Ketentuan mengenai penyediaan dan pengembalian dana diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 81 Pengawasan terhadap pelaksanaan dan penggunaan Pinjaman Luar Negeri atau Hibah dilakukan oleh Instansi pengawas internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VII PUBLIKASI Pasal 82 (1) Menteri menyelenggarakan publikasi informasi mengenai Pinjaman Luar Negeri dan Hibah secara berkala paling sedikit 6 (enam) bulan sekali. (2) Publikasi informasi mengenai Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kebijakan tentang Pinjaman Luar Negeri; b. posisi Pinjaman Luar Negeri termasuk struktur jatuh tempo dan komposisi suku bunga; c. sumber Pinjaman Luar Negeri; d. realisasi penyerapan Pinjaman Luar Negeri; dan e. pemenuhan kewajiban Pinjaman Luar Negeri. (3) Publikasi informasi mengenai Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. kebijakan tentang Hibah; b. jumlah, posisi, dan komposisi jenis mata uang Hibah; 39
c. d.
sumber dan penerima Hibah; dan jenis Hibah. BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 83
Menteri menyusun pertanggungjawaban atas pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. BAB IX PAJAK DAN BEA MASUK Pasal 84 (1) Perlakuan pajak atas Pinjaman Luar Negeri atau penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (2) Perlakuan Bea Masuk atas Pinjaman Luar Negeri atau penerimaan Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 85 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 1.
40
Pelaksanaan pengadaan Pinjaman Luar Negeri penerusan Pinjaman Luar Negeri, yang berasal dari:
serta
a.
b.
Pinjaman Bilateral dan Pinjaman Multilateral yang Daftar Kegiatannya telah disampaikan oleh Menteri Perencanaan kepada Menteri; Kreditur Swasta Asing atau Lembaga Penjamin Kredit Ekspor yang telah diterbitkan alokasi pinjaman pemerintah atau kredit ekspornya, tetap dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sampai dengan pengadaan Pinjaman Luar Negeri serta penerusan Pinjaman Luar Negeri selesai dilaksanakan.
2.
Perjanjian Hibah yang sudah ditandatangani, berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri tetap berlaku sampai dengan Perjanjian Hibah tersebut berakhir.
3.
Dana Perwalian yang dibentuk sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan mandat berakhir. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 86
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4597) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; 41
2.
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4597), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 87
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 23 42
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH I.
UMUM Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung kegiatan prioritas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/ atau menerima Hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan pinjaman atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Pemerintah memerlukan dasar hukum yang ditetapkan dengan suatu peraturan pemerintah untuk menjamin terlaksananya tertib administrasi dan pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah. Dasar hukum Pinjaman Luar Negeri dan hibah luar negeri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Namun dalam perkembangannya, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah, 43
perkembangan pasar keuangan, serta tuntutan terhadap prinsip pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah yang baik(good governance). Hal ini menghendaki penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006. Dalam Peraturan Pemerintah ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman luar negeri yang berupa pemisahan kewenangan dan tanggung jawab masingmasing institusi yang terkait, penyempurnaan konsep mengenai batas maksimum pinjaman luar negeri yang dimaksudkan sebagai alat pengendali dalam rangka pengelolaan portofolio utang secara optimal dan pemenuhan kebutuhan riil pembiayaan, konsep mengenai fleksibilitas pemilihan sumber pembiayaan, Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri, penerimaan Hibah melalui Dana Perwalian. Selain itu memperjelas kebijakan peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri baik untuk kebutuhan pembiayaan APBD melalui Pinjaman Luar Negeri dan pemberian Hibah oleh Pemerintah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri untuk pembiayaan kegiatan tertentu bagi Pemerintah Daerah berdasarkan kebijakan Pemerintah maupun untuk kebutuhan BUMN untuk investasi. Pengaturan mengenai penerimaan Hibah Pemerintah diarahkan untuk membuka seluas-luasnya masuknya Hibah kepada Pemerintah baik yang bersumber dari dalam negeri maupun yang bersumber dari luar negeri untuk mendukung kegiatan prioritas Pemerintah guna mencapai tujuan pembangunan nasional, namun dengan tetap menjaga kehati-hatian (prudent), transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penerimaannya. Oleh karena itu, Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah perlu diberikan kewenangan untuk mengusahakan Hibah sebanyak-banyaknya akan tetapi harus dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip penerimaan Hibah yang baik. Mekanisme penerimaan Hibah juga perlu dipermudah dan disederhanakan sehingga tidak menimbulkan proses 44
birokrasi yang rumit yang dapat menimbulkan disinsentif bagi calon pemberi Hibah karena terkesan dipersulit. Untuk itu, maka dalam proses penerimaan Hibah perlu dibuka dua jenis alternatif, yaitu Hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan dan Hibah langsung, yaitu Hibah yang tidak perlu mengikuti mekanisme perencanaan namun tetap diregistrasikan dan ditatausahakan. Kedua alternatif penerimaan Hibah tersebut, diharapkan dapat menjembatani perbedaan kepentingan dari pihak calon pemberi Hibah yang menghendaki kemudahan dalam pemberian Hibah dan dari kepentingan pihak Pemerintah sebagai penerima Hibah yang menghendaki penerimaan Hibah harus mengikuti ketentuan APBN dengan proses yang dianggap kurang memberi kemudahan, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders). Hibah yang diterima Pemerintah yang bersumber dari luar negeri dapat diterushibahkan atau dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah, atau dipinjamkan kepada BUMN sepanjang diatur dalamPerjanjian Hibah. Guna menjamin terwujudnya penerimaan Hibah yang transparan dan akuntabel, maka penerimaan Hibah tersebut perlu ditatausahakan dengan baik, diadministrasikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dilakukan publikasi informasi, dilakukan monitoring, evaluasi, dan pengawasan secara terus-menerus. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan perkembangan pengelolaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
45
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “tidak disertai ikatan politik” adalah pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan penerimaan Hibah tidak mempengaruhi kebijakan politik negara. Huruf f Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas.
46
Pasal 5 Huruf a Pinjaman Tunai dapat berupa pinjaman program, stand by loan, pembiayaan likuiditas jangka pendek, pembiayaan kontijensi, pembiayaan untuk permodalan dan lain-lain, yang pencairannya bersifat tunai dalam bentuk antara lain Official Development Assistance/ ODA (bilateral), Concessional (multilateral), Non Official Development Assistance/Non-ODA (bilateral), Non Concessional (multilateral), komersial, dan Mixed Credit/pinjaman campuran (bilateral). Huruf b Pinjaman Kegiatan dapat berupa pinjaman proyek, credit line, dan lain-lain, yang pencairannya terkait dengan kegiatan dalam bentuk antara lain Official Development Assistance/ODA (bilateral), Concessional (multilateral), Non-Official Development Assistance/Non-ODA (bilateral), Non-Concessional (multilateral), Fasilitas Kredit Ekspor, komersial, dan Mixed Credit/pinjaman campuran (bilateral). Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “kegiatan” adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau 47
lebih unit kerja pada satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri atas sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, berupa sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. Kegiatan prioritas termasuk pula penyertaan modal negara. Huruf c Yang dimaksud dengan “mengelola portofolio utang” adalah kegiatan dalam rangka mencapai komposisi utang yang optimal baik dari sisi instrumen, mata uang, tingkat bunga, jenis suku bunga, sumber, dalam upaya untuk meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Pinjaman Luar Negeri yang akan dihibahkan kepada Pemerintah Daerah merupakan kebijakan dan kewenangan diskresi Pemerintah dalam rangka mencapai sasaran-sasaran RPJM. Ayat (2) Cukup jelas. 48
Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Nilai Bersih Pinjaman” adalah selisih lebih atau selisih kurang pinjaman dalam pos pembiayaan APBN tahun berjalan. Selisih lebih Nilai Bersih Pinjaman terjadi jika pinjaman yang ditarik lebih besar dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi. Sedangkan selisih kurang Nilai Bersih Pinjaman terjadi jika pinjaman yang ditarik lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi. Ayat (2) Contoh perubahan pinjaman yang tidak memerlukan persetujuan DPR sebagai berikut: APBN telah mencantumkan selisih lebih nilai bersih pinjaman sebesar Rp.10.000.000.000.000 (sepuluh triliun) yaitu jumlah yang ditarik sebesar Rp.20.000.000.000.000,(dua puluh triliun) dikurangi jumlah yang dibayarkan sebesar Rp.10.000.000.000.000,- (sepuluh triliun). Apabila jumlah yang ditarik sebesar Rp.25.000.000.000.000,(dua puluh lima triliun) dan jumlah yang dibayar sebesar Rp.15.000.000.000.000,- (lima belas triliun) maka tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat karena selisih lebih nilai bersih pinjaman adalah sama. Namun apabila jumlah yang ditarik sebesar Rp.25.000.000.000.000,(dua puluh lima triliun) dan jumlah yang dibayarkan sebesar Rp.10.000.000.000.000,(sepuluh triliun), persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diperlukan karena selisih lebih nilai pinjaman bertambah sebesar Rp.5.000.000.000.000,- (lima triliun).
49
Ayat (3) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas APBN meliputi jumlah penerimaan, pagu belanja, perkiraan defisit, dan sumber-sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk menutup defisit dengan memperhatikan kewajiban dari sisi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Luar Negeri merupakan bagian dari total kebutuhan pembiayaan yang berasal dari utang. Pasal 9 Ayat (1) Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri merupakan alat pengendali Pinjaman Luar Negeri yang berupa perkiraan besaran kebutuhan pembiayaan APBN melalui Pinjaman Luar Negeri termasuk untuk pembiayaan penerusan pinjaman yang disusun berdasarkan proyeksi rencana penarikan pinjaman dalam periode 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun yang ditinjau setiap tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan tahunan dengan berpedoman pada strategi pengelolaan utang yang dapat dipenuhi dengan komitmen pinjaman baik yang sudah ditandatangani maupun yang berpotensi untuk ditandatangani. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
50
Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “memperhatikan rencana batas maksimal pinjaman” adalah memperhatikan besaran Pinjaman kegiatan yang diindikasikan Menteri untuk membiayai kegiatan baik untuk prioritas Kementerian Negara/Lembaga, penerusan pinjaman yang diteruskan sebagai pinjaman atau sebagai hibah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Kegiatan yang dapat diusulkan untuk dapat dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri adalah kegiatan prioritas untuk mencapai sasaran RPJM. Khusus untuk Kementerian/Lembaga usulan juga disesuaikan dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Kementerian/Lembaga harus mengusulkan melalui Kementerian Keuangan karena Menteri Keuangan dalam kedudukannya sebagai Bendahara Umum Negara dan menjadi bagian Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
51
Ayat (4) Usulan kegiatan yang dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah terbatas pada kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri yang diteruspinjamkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah termasuk yang diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan oleh Pemerintah Daerah kepada BUMD. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas.
52
Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Yang dimaksud dengan “satu paket” adalah calon penyedia barang/jasa mengajukan penawaran pengadaan barang/ jasa bersamaan dengan usulan pembiayaan kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN untuk dinilai sebagai satu kesatuan dalam penentuan pemenang. Huruf a Cukup jelas.
53
Huruf b Menteri memberikan pertimbangan yang terkait dengan persyaratan pembiayaan sebagai bahan evaluasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN, untuk menetapkan pemenang pengadaaan barang/jasa. Huruf c Cukup jelas. Pasal 29 Pencarian sumber pinjaman alternatif adalah tindakan yang dapat dilakukan Menteri untuk memenuhi sumber pembiayaan agar kontrak barang/jasa yang telah ditandatangani tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tahun anggaran berkenaan berupa pencarian langsung sumber pembiayaan yang tersedia antara lain melakukan perundingan langsung dengan lembaga pinjaman (bank ataunon bank atau sindikasi pinjaman) termasuk penyedia barang/jasa untuk pemberian pinjaman(Supplier Credit). Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas.
54
Huruf b Perundingan dengan kreditor bilateral pada prinsipnya dilaksanakan tidak terkait langsung dengan kontrak barang/jasa namun terbuka kemungkinan perundingan dilaksanakan untuk suatu perjanjian pinjaman yang dimaksudkan untuk membiayai kontrak yang telah ditandatangani dalam hal dipersyaratkan dalam komitmen pinjaman yang disepakati sebelumnya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri yang efektif dan efisien, Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN diharapkan dapat segera melaksanakan kegiatan setelah memperoleh pembiayaan. Untuk itu Menteri dapat meminta dokumen yang mampu menunjukkan kesiapan pelaksanaan kegiatan. Dokumen kesiapan perundingan memuat antara lain pernyataan kesanggupan bagi Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN, pelaksana kegiatan untuk melaksanakan isi perjanjian. Ayat (5) Sebelum melakukan perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri, Menteri perlu
55
melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen terkait. Penelahaan atas dokumen persiapan perundingan dimaksudkan untuk memastikan kegiatan segera dapat dilaksanakan setelah Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri ditandatangani. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan dan persyaratan pinjaman meliputi antara lain: tingkat bunga, jangka waktu penarikan, ketentuan/persyaratan penarikan, pengefektifan pinjaman, masa pembayaran (repayment), dan jatuh tempo (maturity date). Ayat (3) Kontrak yang ditandatangani oleh Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah atau BUMN termasuk kontrak yang ditandatangani oleh BUMD dalam hal Pinjaman Luar Negeri diteruspinjamkan atau dihibahkan oleh Pemerintah Daerah kepada BUMD. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya” adalah Kementerian Negara/Lembaga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Bank Indonesia. Pasal 33 Ayat (1) Perjanjian induk dapat berupa Memorandum of Understanding (MoU), Umbrella Agreement, Financial 56
Protocol, komitmen resmi dan dokumen lain yang mengindikasikan kesepakatan. Ayat (2) Pada prinsipnya perjanjian induk yang terkait dengan Pinjaman Luar Negeri ditandatangani oleh Menteri. Namun dimungkinkan untuk ditandatangani oleh pejabat lain yang ditunjuk sesuai hukum internasional, misalnya Menteri Luar Negeri untuk perjanjian internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi Wina. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas.
57
Pasal 40 Ayat (1) Huruf a Penarikan pinjaman luar negeri melalui transfer ke Rekening Kas Umum Negara dilakukan untuk pinjaman tunai. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” antara lain biaya pengelolaan (management fee), commitment fee dan premi asuransi (insurance premium). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. 58
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk uang tunai” adalah Hibah dalam bentuk uang yang diterima Pemerintah dan penggunaannya sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah melalui mekanisme APBN. Huruf b Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan” adalah Hibah yang diterima Pemerintah yang peruntukannya ditentukan dalam Perjanjian Hibah dan dilaksanakan oleh Kementerian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah penerima Hibah. Hibah dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan hanya bisa dicairkan berdasarkan kemajuan pekerjaan kegiatan. Huruf c Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk barang” adalah Hibah yang diterima Pemerintah yang pengadaannya dilaksanakan oleh Pemberi Hibah untuk mendukung kegiatan Kementerian Negara/ Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN. Yang dimaksud dengan “Hibah dalam bentuk jasa” adalah Hibah yang diterima Pemerintah berupa jasa tertentu yang kegiatannya dilaksanakan oleh Pemberi Hibah untuk 59
mendukung kegiatan Kementerian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/BUMN. Hibah dalam bentuk jasa berupa bantuan dalam rangka kerjasama teknik seperti penugasan tenaga ahli, beasiswa, penelitian, dan jasa lain. Huruf d Hibah dalam bentuk surat berharga dapat berupa antara lain saham kepemilikan pada perusahaan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Yang dimaksud dengan “dokumen pelaksanaan anggaran” adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 45 Hibah yang diterima dalam bentuk barang/jasa tidak perlu dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran tetapi dicantumkan dalam LKPP. Pasal 46 Hibah yang diterima dalam bentuk surat berharga tidak perlu dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran tetapi dicantumkan dalam LKPP.
60
Pasal 47 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Dana Perwalian (Trust Fund”) adalah dana Hibah yang diberikan oleh satu atau beberapa Pemberi Hibah yang dikelola oleh suatu lembaga sebagai wali amanat (Trustee) untuk tujuan penggunaan tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hibah yang dimaksud pada ayat ini mencakup: a. Hibah yang diberikan untuk mempersiapkan dan/atau mendampingi pinjaman; b. Hibah yang telah masuk dalam dokumen perencanaan yang disepakati bersama antara Pemerintahdan Pemberi Hibah; c. Hibah yangmemerlukan dana pendamping. d. Hibah yang dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui Pemerintah; e. Hibah dalam rangka kerjasama antar Instansi dengan Pemberi hibah luar negeri diluarnegeri, seperti: sister city. Ayat (3) Hibah yang dimaksud pada ayat ini mencakup: a.
Hibah untuk penanggulangan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, 61
banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor; bencana non alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit; bencana sosial seperti konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat,dan teror b.
Hibah dalam rangka kerjasama teknik antara Kementerian/Lembaga dengan pemberi hibah luar negeri (seperti workshop pelatihan, seminar), Hibah Bersaing (seperti riset dosen, riset peneliti).
c.
Hibah yang atas permintaan donor diserahkan langsung ke Kementerian/Lembaga.
Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “negara asing” adalah negara yang secara bilateral memberikan Hibah langsung atau melalui lembaga pemerintah atau lembaga resmi yang ditunjuk termasuk negara bagian. Huruf b Yang dimaksud dengan “lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa” antara lain Food and Agricultural Organization, World Health 62
Organization, United Nations Development Programme, I nternational Labour Organization, World Food Programme, dan United Nations Framework Convention on Climate Change. Huruf c Yang dimaksud dengan “lembaga multilateral” antara lain Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam, dan Lembaga Regional seperti Association of Southeast Asian Nations, Europe Union. Huruf d Yang dimaksud dengan “lembaga keuangan asing” antara lain Perbankan Internasional. Huruf e Yang dimaksud dengan “lembaga non keuangan asing” antara lain perusahaan swasta internasional, organisasi non pemerintah Internasional, dan perguruan tinggi yang berkedudukan di Luar Negeri. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 51 Huruf a Yang dimaksud dengan “mendukung program pembangunan nasional”, termasuk Hibah yang diteruskan kepada Pemerintah Daerah, antara lain:
63
1.
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia;
2.
menunjang peningkatan fungsi pemerintahan;
3.
menunjang penyediaan pelayanan dasar umum;
4.
meningkatkan teknologi;
5.
mendukung sumber daya alam, lingkungan hidup, dan budaya; dan
6.
mendukung kegiatan antisipasi dampak climate change.
transfer
kelembagaan
pengetahuan
dan
dan
Huruf b Yang dimaksud dengan “mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan” adalah termasuk penanggulangan pada saat bencana dan setelah kejadian bencana (pasca bencana) untuk pemulihan (recovery). Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam melakukan penilaian kegiatan dapat dilakukan koordinasi dengan Intansi Pengusul, Kementerian Keuangan, dan calon Pemberi Hibah. 64
Ayat (3) Dalam rangka penyusunan DRKH, Menteri Perencanaan dapat melakukan identifikasi calon Pemberi Hibah, melakukan komunikasi dan konsultasi secara berkala dengan Calon Pemberi Hibah untuk memperoleh informasi tentang kegiatan yang dapat dibiayai oleh masing-masing calon Pemberi Hibah serta dapat melakukan langkah-langkah koordinasi lebih lanjut dengan calon Pemberi Hibah untuk meningkatkan kesiapan kegiatan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait dalam ayat ini adalah Menteri Sekretaris Negara, Menteri Luar Negeri, dan Menteri/Pimpinan Lembaga teknis. Ayat (4) Tanggapan tertulis dimaksudkan untuk memastikan terpenuhinya prinsip penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penggunaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51. 65
Pasal 57 Ayat (1) Hibah yang bersumber dari luar negeri yang dapat dipinjamkan adalah Hibah yang dalam perjanjian Hibahnya dapat dijadikan sebagai dana bergulir (revolving fund). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan dan persyaratan Perjanjian Pinjaman Hibah dan Penerusan Hibah meliputi antara lain tingkat bunga, jangka waktu penarikan, ketentuan atau persyaratan penarikan, pengefektifan pinjaman, masa pembayaran (repayment), dan jatuh tempo (maturity date). Ayat (5) Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya” adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 66
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Bank Indonesia. Pasal 58 Ayat (1) Penerusan Hibah kepada Pemerintah Daerah dicatat dalam APBN sebagai Belanja Hibah dan dicatat dalam APBD sebagai Penerimaan Hibah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Perundingan dapat dilakukan dengan cara tatap muka atau korespondensi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Kuasa diberikan kepada pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 67
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Bank Indonesia. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Yang dimaksud dengan “instansi terkait lainnya” adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Bank Indonesia. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. 68
Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Perjanjian induk dapat dilanjutkan dengan membuat satu atau beberapa perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau kontrak pengadaan barang dan jasa sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian induk. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. 69
Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Dana yang harus disediakan oleh Kementerian Negara/Lembaga merupakan bagian dari pagu anggaran tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Sedangkan dana yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah berasal dari APBD dan BUMN berasal dari anggaran BUMN yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas .
70
Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NOMOR 5202987
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
71
72
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH
73
74
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan hibah daerah serta menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pelaksanaan kewenangan daerah dalam rangka hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perlu mengatur kembali mengenai hibah daerah sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hibah Daerah;
75
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HIBAH DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1.
76
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
5.
Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
6.
Pemberi Pinjaman Luar Negeri adalah memberikan pinjaman kepada Pemerintah.
7.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri.
8.
Pemberi Hibah Luar Negeri adalah pemerintah negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing, serta lembaga keuangan non asing, yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan hibah kepada Pemerintah.
9.
Perjanjian Hibah Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai hibah luar negeri antara Pemerintah dan Pemberi Hibah Luar Negeri yang dituangkan dalam perjanjian atau bentuk lain yang dipersamakan.
kreditor
yang
77
10. Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. 11. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang dan jasa yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. 12.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 2
Hibah Daerah meliputi: a.
Hibah kepada Pemerintah Daerah;
b.
Hibah dari Pemerintah Daerah. BAB II BENTUK DAN SUMBER HIBAH Pasal 3
Hibah Daerah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa. Pasal 4 (1)
78
Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berasal dari: a.
Pemerintah;
b.
badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau
c.
kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.
(2) Hibah kepada Pemerintah Daerah yang berasal dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersumber dari APBN. (3) Hibah dari Pemerintah yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a.
penerimaan dalam negeri;
b.
hibah luar negeri; dan
c.
Pinjaman Luar Negeri. Pasal 5
Hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Pasal 6 (1) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. (2) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruskan kepada badan usaha milik daerah. (3) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk penyelenggaraan Pelayanan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Hibah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
79
Pasal 7 Hibah dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b harus dilaksanakan sesuai dengan asas pengelolaan keuangan daerah. Pasal 8 (1) Hibah dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat diberikan kepada: a.
Pemerintah;
b.
Pemerintah Daerah lain;
c.
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau
d.
badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
(2) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan: a.
Hibah dimaksud sebagai penerimaan negara; dan/atau
b.
hanya untuk mendanai kegiatan dan/atau penyediaan barang dan jasa yang tidak dibiayai dari APBN.
(3) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lain, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 9 (1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya dilaksanakan melalui mekanisme APBN dan APBD. (2) Hibah Daerah dilakukan melalui perjanjian. 80
BAB III PERENCANAAN HIBAH Bagian Kesatu Usulan Kegiatan Hibah yang Bersumber dari Luar Negeri Pasal 10 (1) Rencana kegiatan yang dibiayai dari pemberian/penerusan hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri dan hibah luar negeri diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian kepada menteri yang membidangi perencanaan. (2) Menteri yang membidangi perencanaan melakukan penilaian kelayakan usulan kegiatan yang diajukan oleh menteri/ pimpinan lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Menteri yang membidangi perencanaan, berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menuangkan usulan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah. (4) Menteri yang membidangi perencanaan, berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menuangkan usulan kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri dalam Daftar Rencana Kegiatan Hibah. (5) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian, berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah dan Daftar Rencana Kegiatan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) mengusulkan pembiayaan kegiatan kepada Menteri. (6) Menteri, berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menetapkan jumlah alokasi peruntukan Pinjaman
81
Luar Negeri yang dihibahkan dan hibah luar negeri yang diterushibahkan sebelum pelaksanaan perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi Hibah Luar Negeri. Bagian Kedua Kriteria Kegiatan Pasal 11 (1) Usulan kegiatan hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang merupakan urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pencapaian sasaran program dan prioritas pembangunan nasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Usulan kegiatan hibah yang didanai dari hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah;
b.
kegiatan yang mendukung nasional; dan/atau
c.
kegiatan tertentu yang secara spesifik ditentukan oleh calon Pemberi Hibah Luar Negeri.
program
pembangunan
(3) Usulan kegiatan hibah yang didanai dari penerimaan dalam negeri harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
82
a.
kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah atau untuk kegiatan peningkatan fungsi pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur Pemerintah Daerah;
b.
kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan penambahan beban pada APBD;
c.
kegiatan tertentu yang merupakan kewenangan Daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan berskala nasional atau internasional; dan/atau
d.
kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. BAB IV
PEMBERIAN/PENERUSAN HIBAH DARI PEMERINTAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH Pasal 12 (1) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian dapat mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri berdasarkan penetapan Pemerintah untuk hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri. (2) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri berdasarkan penetapan Menteri atas alokasi peruntukkan pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri. (3) Pengusulan Pemerintah Daerah sebagai penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan mempertimbangkan: a.
kapasitas fiskal daerah;
b.
Daerah yang ditentukan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri;
c.
Daerah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait; dan/atau
d.
Daerah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
83
Pasal 13 (1) Kapasitas fiskal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dituangkan dalam peta kapasitas fiskal Daerah. (2) Peta kapasitas fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri secara berkala. Pasal 14 (1) Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah dasar pemberian hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri ditetapkan oleh Pemerintah dan pagunya ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). (2) Menteri menerbitkan surat penetapan pemberian hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri ditandatangani dan pagunya ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). (3) Menteri menerbitkan surat persetujuan penerusan hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Hibah Luar Negeri ditandatangani berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). (4) Berdasarkan surat penetapan pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan penandatanganan perjanjian Hibah Daerah. (5) Berdasarkan surat penerusan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penandatanganan perjanjian penerusan hibah.
84
BAB V PERJANJIAN HIBAH Pasal 15 (1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) ditandatangani antara Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. (2) Perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) ditandatangani antara Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. Pasal 16 (1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a ditandatangani antara kepala daerah atau pejabat yang diberi kuasa dan Menteri atau pejabat yang diberi kuasa. (2) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah atau pejabat yang diberi kuasa. (3) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c ditandatangani oleh kepala daerah atau pejabat yang diberi kuasa dan pimpinan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (4) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d ditandatangani oleh kepaladaerah atau pejabat yang diberi kuasa dan pimpinan badan, lembaga, atau organisasi kemasyarakatan.
85
Pasal 17 (1) Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pasal 16, dan Perjanjian Penerusan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) paling sedikit memuat: a.
tujuan;
b.
jumlah;
c.
sumber;
d.
penerima;
e.
persyaratan;
f.
tata cara penyaluran;
g.
tata cara pelaporan dan pemantauan;
h.
hak dan kewajiban pemberi dan penerima; dan
i.
sanksi.
(2) Salinan perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh: a.
Menteri kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait, dalam hal hibah diberikan oleh Pemerintah.
b.
kepala daerah kepada Menteri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan pimpinan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait, dalam hal hibah diberikan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Salinan perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh Menteri kepada Badan Pemeriksa Keuangan, kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait dan Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi Hibah Luar Negeri. (4) Dalam hal Perjanjian Pinjaman Luar Negeri, atau Perjanjian Hibah Luar Negeri mengalami perubahan, maka perjanjian 86
Hibah Daerah atau perjanjian penerusan hibah harus disesuaikan. (5) Salinan perjanjian Hibah Daerah dan/atau perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diumumkan dalam Berita Daerah. BAB VI PENGANGGARAN HIBAH Pasal 18 (1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dianggarkan dalam APBN sebagai Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam hal APBN telah ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari hibah luar negeri dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam perubahan APBN. (3) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah APBN Perubahan ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah dapat dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 19 (1) Penerimaan hibah oleh Pemerintah Daerah dianggarkan dalam Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebagai jenis pendapatan hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penggunaan dana hibah dianggarkan sebagai belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 87
(3) Dalam hal APBD telah ditetapkan, penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan APBD. (4) Dalam hal Perubahan APBD telah ditetapkan, penggunaan dana hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Pasal 20 (1) Berdasarkan perjanjian Hibah Daerah/perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Menteri menyusun dokumen pelaksanaan anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Perjanjian Hibah Daerah/perjanjian penerusan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) digunakan oleh Pemerintah Daerah sebagai dasar penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 21 (1) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, masyarakat, dan/atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia dikelola sesuai dengan mekanisme APBD. (2) Hibah dari Pemerintah Daerah dapat dianggarkan apabila Pemerintah Daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundangundangan.
88
BAB VII PENYALURAN HIBAH Bagian Kesatu Penyaluran Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Berupa Uang Pasal 22 (1) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah disalurkan berdasarkan permintaan penyaluran dana dari Pemerintah Daerah. (2) Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat disalurkan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja. (3) Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke dalam Rekening Kas Umum Daerah. (4) Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilakukan melalui: a. pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah; b. pembayaran langsung; c. rekening khusus; d. letter of credit(L/C); atau e. pembiayaan pendahuluan. (5) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyediakan dana pendamping atau kewajiban lain yang dipersyaratkan, maka penyaluran dana hibah tidak dapat dilakukan. (6) Dalam hal penyaluran hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) melibatkan kementerian negara/ 89
lembaga pemerintah non kementerian, penyaluran hibah dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 23 Dana hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah untuk kegiatan yang belum selesai dilaksanakan, ditampungd alam dokumen pelaksanaan anggaran Daerah tahun berikutnya. Bagian Kedua Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa Pasal 24 (1) Penyaluran hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaksanakan berdasarkan perjanjian dan kelayakan barang dan/atau jasa. (2) Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri setelah penandatanganan perjanjian penerusan hibah. (3) Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri kepada badan usaha milik daerah dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri melalui Pemerintah Daerah setelah penandatanganan perjanjian penerusan hibah. Pasal 25 (1) Penyaluran barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam berita
90
acara serah terima yang ditandatangani oleh Pemberi Hibah Luar Negeri atau pihak yang dikuasakan dan Pemerintah Daerah. (2) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian. (3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri. (4) Salinan berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pencatatan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hibah barang dan/atau jasa kepada Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penyaluran Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pasal 27 (1) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa uang disalurkan melalui Menteri atau kuasanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa barang atau jasa diterima oleh Menteri atau kuasanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
91
BAB VIII PENATAUSAHAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI, SERTA PELAPORAN Bagian Kesatu Penatausahaan Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan penatausahaan atas realisasi hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa. (2) Realisasi hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan kepada badan usaha milik daerah, dicatat dalam laporan keuangan badan usaha milik daerah. Bagian Kedua Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pasal 29 (1) Gubernur, bupati, atau walikota menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari hibah kepada Menteri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait. (2) Menteri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait berdasarkan laporan triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pemantauan dan evaluasi. (3) Tata cara pemantauan, evaluasi, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
92
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku perjanjian penerusan hibah atau perjanjian Hibah Daerah yang telah dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a.
Peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577), dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
b.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 32
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
93
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Januari 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR5 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian, SETIO SAPTO NUGROHO 94
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH I.
UMUM Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan dengan tegas bahwa selain berkewajiban mengalokasikan dana perimbangan, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pengalokasian dana perimbangan dan pemberian pinjaman dan/atau hibah ini dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, Pemerintah memberikan sumber-sumber penerimaan kepada Pemerintah Daerah, yang antara lain terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pinjaman Daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan. Selain itu, Pemerintah Daerah diberikan juga peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan. Berdasarkan hal di atas, menjadi jelas bahwa pelaksanaan kebijakan Hibah Daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan 95
otonomi Daerah. Pemberian hibah oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan suatu sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pemerataan antar-Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk mendanai dan mendukung kegiatan pembangunan dan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/atau menerima hibah baik yang berasal dari dalam dan luar negeri. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah kepada Pemerintah Daerah, baikyang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Tata cara pengadaan pinjaman dan penerimaan hibah serta penerusannya yang bersumber dari Pinjaman Dalam Negeri dan/atau Pinjaman Luar Negeri maupun dari Hibah Dalam Negeri dan/atau Hibah Luar Negeri telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan namun untuk penerusan hibah kepada Pemerintah Daerah belum diatur secara komprehensif. Dasar hukum yang mengatur mengenai pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah kepada Pemerintah Daerah tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Namun dalam perkembangannya, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang 96
Hibah Kepada Daerah masih memerlukan penyempurnaan sehingga dapat secara responsif dalampengaturannya baik terhadap berbagai sumber hibah, penyaluran hibah maupun pengelolaan hibah. Sebagai upaya untuk melakukan perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara dan Daerah khususnya terkait pengelolaan Hibah Daerah serta untuk mengakomodasi kondisi dan perkembangan pelaksanaan hibah di Daerah, dan adanya perubahan peraturan terkait pelaksanaan Hibah Daerah menyebabkan penyempurnaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah menjadi sangat penting untuk dilakukan. Melalui Peraturan Pemerintah ini, kebijakan Hibah Daerah yang mencakup hibah kepada Pemerintah Daerah dan hibah dari Pemerintah Daerah, diharapkan dapat dikelola dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan yang baik sehingga Hibah Daerah harus dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Pemerintah dapat memberikan PemerintahDaerah atau sebaliknya.
hibah
kepada
Pasal 3 Yang dimaksud dengan “uang” adalah kas atau mata uang asing.
97
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang habis pakai dan barang modal yang dinilai dengan uang. Yang dimaksud dengan “jasa” adalah bantuan teknis, pendidikan, pelatihan, penelitian, tenaga ahli, dan lainnya yang dinilai dengan uang. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Kewenangan Pemerintah Daerah dalam ketentuan ini sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dapat diteruspinjamkan, diterushibahkan, dan/atau dijadikan penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah Daerah dan badan usaha milik daerah. Ayat (3) Penyelenggaraan Pelayanan Publik (Public Service Obligations/PSO) merupakan prioritas pemberian/ penerusan hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan Pelayanan Publik dapat
98
dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada pihak lain seperti badan usaha milik daerah, badan/lembaga swasta. Ayat (4) Pemberian/penerusan hibah kepada Pemerintah Daerah memperhatikan stabilitas kondisi perekonomian nasional dan keseimbangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta antar-Daerah. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” adalah yang menyelenggarakan urusan pelayanan publik. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD. 99
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kegiatan” adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri atas sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, berupa personal (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah” adalah daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk periode jangka menengah. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “Daftar Rencana Kegiatan Hibah” adalah daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai dengan hibah dan telah mendapatkan indikasi pendanaan dari pemberi hibah.
100
Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan “jumlah alokasi peruntukan” adalah jumlah alokasi atas Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri yang akan diberikan kepada penerima manfaat seperti kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian atau diteruskan/diberikan kepada Pemerintah Daerah. Pasal 11 Ayat (1) Hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan Pelayanan Publik yang menghasilkan penerimaan langsung. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “urusan Pemerintah Daerah” adalah urusan yang sangat mendasar kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. 101
Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan penambahan beban pada APBD” adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk pencapaian prioritas pembangunan nasional. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “peta kapasitas fiskal Daerah”adalah gambaran kapasitas fiskal yang dikelompokan berdasarkan indeks kapasitas fiskal Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas.
102
Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kepala daerah” adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas.
103
Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”capaian kinerja” adalah ukuran prestasi kerja yang telah dicapai dari keadaan semula oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan faktor kualitas dan kuantitas output. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Rekening Kas Umum Negara” adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. Yang dimaksud dengan “Rekening Kas Umum Daerah” adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/ walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. Yang dimaksud dengan ”pemindahbukuan” adalah transfer dari Rekening Kas Umum Negara pada APBN ke Rekening Kas Umum Daerah pada APBD. Pemindah bukuan secara bertahap dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah bersifat penyediaan dana atau pembayaran atas penyelesaian pekerjaan. Ayat (4) Cukup jelas. 104
Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan “hibah melibatkan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian” adalah hibah untuk mendanai kegiatan yang merupakan satu kesatuan dengan kegiatan di kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian yang telah ditunjuk sebagai penanggung jawab kegiatan secara keseluruhan. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Kelayakan fisik atas barang dan/atau jasa diperlukan terkait dengan isi dari berita acara serah terima. Ayat (2) Penyerahan barang dan/atau jasa dapat diserahkan oleh pihak yang ditunjuk donor kepada Pemerintah Daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas.
105
Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NOMOR 5272
106
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH
107
108
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 74 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah;
Mengingat
1.
:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
109
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
2.
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri, yang atas
110
pendapatan hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L, atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. 3.
Pendapatan Hibah Langsung adalah hibah yang diterima langsung oleh K/L, dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang pengesahannya dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/ Kuasa Bendahara Umum Negara.
4.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
5.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri yang memberikan hibah kepada Pemerintah Pusat.
6.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pospos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.
7.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
8.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan pada tingkat Pusat, dan Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara pada tingkat Daerah.
9.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku
111
Kuasa BUN Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 10. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya disingkat DJPU adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Pengelola Hibah. 11. Rekening Hibah adalah rekening pemerintah lainnya yang dibuka oleh K/L dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk uang. 12. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dan/ atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 13. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/ atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 14. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah. 15. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada Pemberi Hibah. 16. Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disingkat BAST adalah dokumen serah terima barang/jasa sebagai bukti penyerahan dan peralihan hak/kepemilikan atas barang/jasa/ surat berharga dari Pemberi Hibah kepada penerima hibah.
112
17. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPTMHL adalah surat pernyataan tanggung jawab penuh atas Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnyadari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 18. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU. 19. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disingkat MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencatat/ membukukan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/ jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatanan surat berharga dari hibah. 20. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/ jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 21. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang dibuat oleh 113
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang menyatakan bertanggungjawab penuh atas pengelolaan seluruh Pendapatan Hibah Langsung/pengembalian Pendapatan Hibah Langsung dan belanja yang bersumber dari hibah langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini adalah: a.
mekanisme pengelolaan hibah terencana;
b.
tata cara pengesahan hibah langsung dalam bentuk uang; dan
c.
tata cara pengesahan hibah langsung dalam bentuk barang/ jasa/surat berharga. BAB III KLASIFIKASI DAN MEKANISME Pasal 3
(1) Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk hibah, mekanisme pencairan hibah, dan sumber hibah. (2) Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi: a.
hibah uang, terdiri diri: 1)
114
uang tunai; dan
2)
uang untuk membiayai kegiatan.
b. hibah barang/jasa; dan c. hibah surat berharga (3) Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi: a. hibah terencana; dan b. hibah langsung. (4) Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi: a. hibah dalam negeri; dan b. hibah luar negeri. Pasal 4 Mekanisme perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan atas pendapatan hibah terencana mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG DALAM BENTUK UANG Bagian Kesatu Umum Pasal 5 Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas hibah langsung dalam bentuk uang dan belanja yang bersumber dari hibah langsung, dilaksanakan melalui pengesahan oleh BUN/Kuasa BUN.
115
Pasal 6 Pengesahan pendapatan dan belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a.
pengajuan permohonan nomor register;
b.
pengajuan persetujuan pembukaan Rekening Hibah;
c.
penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan
d.
pengesahan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang dan belanja yang bersumber dari hibah langsung. Bagian Kedua Pengajuan Permohonan Nomor Register Pasal 7
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satuan Kerja (Satker) selaku Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permohonan nomor register atas hibah langsung bentuk uang kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen. (2) Permohonan nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri: a. perjanjian hibah (grant agreement) atau dokumen lain yang dipersamakan; dan b. ringkasan hibah (grant summary). (3) DJPU memberikan nomor register kepada K/L dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB). (4) DJPU menyampaikan rekapitulasi nomor register kepada DJPB setiap triwulan. (5) Surat permohonan nomor register dan ringkasan hibah disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. 116
Bagian Ketiga Pengelolaan Rekening Hibah Pasal 8 (1) Menteri/pimpinan lembaga selaku PA mengajukan permohonan persetujuan pembukaan Rekening Hibah kepada BUN/Kuasa BUN dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk uang. (2) Dalam hal hibah langsung dalam bentuk uang diterima oleh BUN/Kuasa BUN, maka BUN/Kuasa BUN membuka dan menetapkan rekening tersebut sebagai Rekening Hibah. (3) Permohonan persetujuan pembukaan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri surat pernyataan penggunaan rekening sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan rekening milik K/L/kantor/Satker. (4) Atas dasar persetujuan pembukaan rekening dari BUN/Kuasa BUN, Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/KPA membuka Rekening Hibah untuk mendanai kegiatan yang disepakati dalam Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan. (5) Pengelolaan Rekening Hibah dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran Satker berkenaan yang dapat dibantu oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu. (6) Rekening Hibah yang telah dibuka sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini wajib dilaporkan dan dimintakan persetujuan kepada BUN/Kuasa BUN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan Rekening Milik K/L/kantor/Satker. (7) K/L dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari hibah langsung tanpa menunggu terbitnya persetujuan pembukaan Rekening Hibah.
117
Pasal 9 (1) Rekening Hibah yang sudah tidak digunakan sesuai dengan tujuan pembukaannya wajib ditutup oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker dan saldonya disetor ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN), kecuali ditentukan lain dalam perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. (2) Tata cara penyetoran dan pencatatan penyetoran saldo Rekening Hibah ke RKUN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. (3) Jasa giro/bunga yang diperoleh dari Rekening Hibah disetor ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan. Pasal 10 BUN/Kuasa BUN Pusat/Kuasa BUN Daerah dapat melakukan monitoring atas pengelolaan Rekening Hibah. Bagian Keempat Penyesuaian Pagu Hibah Dalam DIPA Pasal 11 (1) PA/KPA pada K/L melakukan penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang dalam DIPA K/L. (2) DJPU melakukan penyesuaian pagu Pendapatan Hibah dalam DIPA Bagian Anggaran 999.02 berdasarkan rencana penarikan hibah. (3) Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah (Kanwil)
118
DJPB untuk disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran. (4) Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar yang direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan, paling tinggi sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. (5) Penyesuaian pagu pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk disahkan sesuai ketentuan perundang-undangan. (6) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) menambah pagu DIPA tahun anggaran berjalan. (7) Hibah langsung yang sudah diterima tetapi belum dilakukan penyesuaian pagu DIPA diproses melalui mekanisme revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) pada kesempatan pertama. (8) K/L dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari hibah langsung tanpa menunggu terbitnya revisi DIPA. Pasal 12 (1) Dalam hal terdapat sisa pagu belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang untuk membiayai kegiatan pada DIPA K/L tahun anggaran berjalan yang akan digunakan pada tahun anggaran berikutnya, dapat menambah pagu belanja DIPA tahun anggaran berikutnya. (2) Penambahan pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setinggi-tingginya sebesar sisa uang yang bersumber dari hibah pada akhir tahun berjalan. (3) Penambahan pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme revisi yang diajukan oleh PA/ KPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 119
(4) Untuk Pendapatan Hibah Langsung yang bersifat tahun jamak (multiyears), pelaksanaan revisi penambahan pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digabungkan dengan revisi penambahan pagu DIPA dari rencana penerimaan hibah langsung tahun berikutnya. Bagian Kelima Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Uang Dan Belanja Yang Bersumber Dari Hibah langsung Pasal 13 (1) PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari luar negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari luar negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN Khusus Jakarta VI. (2) PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari dalam negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya. (3) Batas waktu penyampaian surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. (4) Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri:
120
a.
copy Rekening atas Rekening Hibah;
b.
SPTMHL;
c.
SPTJM; dan
d.
copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL pertama kali.
(5) Atas dasar SP2HL sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPPN menerbitkan SPHL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU dengan dilampiri copy SP2HL; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(6) Atas dasar SPHL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan belanja yang bersumber dari hibah langsung serta saldo kas di K/L dari hibah. (7) Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan Pendapatan Hibah Langsung. (8) Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah. Bagian Keenam Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Uang Pasal 14 (1) Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang, dapat dikembalikan kepada Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. (2) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/ KPA mengajukan SP4HL kepada KPPN Khusus Jakarta VI dalam hal hibah berasal dari luar negeri.
121
(3) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/ KPA mengajukan SP4HL kepada KPPN mitra kerjanya dalam hal hibah berasal dari dalam negeri. (4) Batas waktu penyampaian surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. (5) Atas pengembalian Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang, PA/KPA membuat dan menyampaikan SP4HL ke KPPN dengan dilampiri: a.
copy rekening atas Rekening Hibah;
b.
copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah; dan
c.
SPTJM.
(6) Atas dasar SP4HL sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU dengan dilampiri copy SP4HL; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(7) Atas dasar SP3HL, KPPN membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung dan mengurangi saldo kas di K/L dari hibah. (8) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun berjalan, DJPU membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung sebagai pengurang realisasi pendapatan hibah. (9) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun yang lalu, DJPU tidak melakukan pencatatan, namun diungkapkan dalam CaLK.
122
(10) Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan pengurangan saldo kas di K/L dari hibah. (11) Saldo kas di K/L dari hibah tidak boleh bernilai negatif. BAB V TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG DALAM BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 15 (1) Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dilaksanakan melalui pengesahan oleh DJPU. (2) Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah dilaksanakan melalui pencatatan oleh BUN/Kuasa BUN. Pasal 16 Pengesahan pendapatan dan pencatatan belanja/pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a.
penandatanganan BAST pendukung lainnya;
dan
penatausahaan
dokumen
b.
pengajuan permohonan nomor register;
c.
pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/ surat berharga ke DJPU;
d.
pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat berharga ke KPPN. 123
Bagian Kedua Penandatanganan Berita Acara Serah Terima dan Penatausahaan Dokumen Pendukung Lainnya Pasal 17 (1) Pimpinan K/L/Satker yang menerima hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga membuat dan menandatangani BAST bersama dengan Pemberi Hibah. (2) BAST sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling kurang memuat: a.
tanggal serah terima;
b.
pihak pemberi dan penerima hibah;
c.
tujuan penyerahan;
d.
nilai nominal;
e.
bentuk hibah; dan
f.
rincian harga per barang.
(3) Dokumen pendukung lain terkait penerimaan hibah harus ditatausahakan oleh penerima hibah. Bagian Ketiga Pengajuan Permohonan Nomor Register Pasal 18 (1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/ KPA mengajukan surat permohonan nomor register kepada DJPU c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen. (2) Surat permohonan nomor register dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
124
(3) Permohonan nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri: a.
perjanjian hibah atau dokumen lain yang dipersamakan; dan
b.
ringkasan hibah.
(4) Dalam hal tidak terdapat dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan nomor register dilampiri dengan: a.
Berita Acara Penyerahan Hibah (BAPH); dan
b.
SPTMHL.
(5) BAPH sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) paling kurang memuat: a.
tanggal serah terima;
b.
pihak Pemberi dan Penerima;
c.
tujuan Penyerahan;
d.
nilai nominal;
e.
bentuk hibah; dan
f.
rincian harga per barang.
Bagian Keempat Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Barang/ Jasa/Surat Berharga ke DJPU Pasal 19 (1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/ KPA mengajukan SP3HL-BJS dalam rangkap 3 (tiga) kepada DJPU c.q. Direktur Evaluasi Akuntansi dan Setelmen dengan dilampiri: a.
BAST; dan
b.
SPTMHL.
125
(2) Dalam SPTMHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, telah mencantumkan nilai barang/jasa/surat berharga yang diterima dalam satuan mata uang Rupiah. (3) Nilai barang/jasa/surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari BAST/dokumen pendukung hibah lainnya. (4) Apabila nilai barang/jasa/surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam mata uang asing, dikonversi ke mata uang Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal BAST. (5) Apabila dalam BAST atau dokumen pendukung hibah lainnya tidak terdapat nilai barang/jasa/surat berharga, menteri/ pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/KPA penerima hibah melakukan estimasi nilai wajar atas barang/ jasa/surat berharga yang diterima. Pasal 20 (1) DJPU mengesahkan SP3HL-BJS dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk PA/KPA guna dilampirkan pada pengajuan MPHL-BJS; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal DJPU.
(2) SP3HL-BJS dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
126
Bagian Kelima Pencatatan Hibah Dalam Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga ke KPPN Pasal 21 (1) PA/KPA mengajukan MPHL-BJS atas seluruh belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah/ pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah dan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/ jasa/surat berharga baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri sebesar nilai barang/jasa/surat berharga seperti yang tercantum dalam SP3HL-BJS pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya. (2) Batas waktu penyampaian memo pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) Atas belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/ belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah, PA/KPA membuat dan menyampaikan MPHL-BJS ke KPPN dengan dilampiri: a.
SPTMHL;
b.
SP3HL-BJS lembar kedua; dan
c.
SPTJM.
(4) Atas dasar MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPN menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
lembar ke-1, untuk PA/KPA;
b.
lembar ke-2, untuk DJPU c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen dengan dilampiri copy MPHL-BJS; dan
c.
lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN. 127
(5) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS, KPPN membukukan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah dan Pendapatan Hibah. (6) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah. Pasal 22 (1) Apabila menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/Satker selaku PA/KPA penerima hibah tidak dapat menghasilkan estimasi nilai wajar atas barang/jasa/surat berharga yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), atas Pendapatan Hibah Langsung tidak diajukan permohonan nomor register dan tidak dilakukan pengesahan baik ke DJPU maupun ke KPPN. (2) Atas Pendapatan Hibah Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diungkapkan secara memadai pada CaLK. BAB VI SANKSI Pasal 23 (1) K/L yang menerima hibah dalam bentuk uang, barang, jasa dan surat berharga yang tidak mengajukan register dan/atau pengesahan diberikan sanksi administrasi. (2) Hibah yang diterima langsung oleh K/L dan tidak dikelola sesuai Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi tanggung jawab penerima hibah.
128
BAB VII PENDAPATAN HIBAH YANG INELIGIBLE Pasal 24 (1) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang tidak diajukan register dan/atau pengesahan oleh K/L, negara tidak menanggung atas jumlah ineligible Pendapatan Hibah yang bersangkutan. (2) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang telah diajukan register dan pengesahan oleh K/L, negara dapat menanggung atas jumlah yang ineligible melalui DIPA K/L yang bersangkutan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 (1) Terhadap Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/ jasa/surat berharga yang telah diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini serta telah disahkan oleh DJPU, tidak diperlukan pengesahan kembali berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Pendapatan Hibah Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pencatatan oleh KPPN dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 26 Terhadap Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/ jasa/surat berharga yang telah diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini namun belum disahkan oleh DJPU, dilakukan pengesahan dan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan ini. 129
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pengesahan Realisasi Pendapatan Dan Belanja Yang Bersumber Dari Hibah Luar Negeri/Dalam Negeri Yang Diterima Langsung Oleh Kementerian/Lembaga Dalam Bentuk Uang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 November 2011 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
130
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 763 Salinan sesuai aslinya KEPALA BIRO UMUM ub KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN GIARTO NIP 195904201984021001
131
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH
(KOP SURAT) KEMENTERIAN/LEMBAGA Nomor
: …………….
Sifat
: …………….
Lampiran : ……………. Hal
: Permohonan Permintaan Nomor Register Hibah
Yth. Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor: .....………/PMK.05/2011 tentang ………………………………….., dengan ini kami mengajukan permohonan permintaan nomor register hibah untuk proyek/kegiatan ......(1)......... yang berasal dan donor .........(2)................. Sebagai syarat permintaan nomor register terlampir kami sampaikan: 1.
Dokumen Perjanjian dipersamakan;
Hibah
(Grant Agreement)/dokumen
2.
Ringkasan Hibah (Grant Summary).
lain
yang
Untuk memudahkan dalam penyampaian persetujuan nomor register, persetujuan tersebut dapat disampaikan kepada ...............(3)............................... Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih. ........(4)...,.....(5)............... ...............(6)..................... ..........(7)........................... NIP .................................... Tembusan : ........(8)...............
132
PETUNJUK PENGISIAN PERMOHONAN NOMOR REGISTER HIBAH
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM
MENTERI KEUANGAN
u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
GIARTO NIP 195904201984021001 REPUBLIK INDONESIA,
133
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH RINGKASAN HIBAH (GRANT SUMMARY) 1.
Nama Hibah/Grant
:
2.
Nilai Hibah/Grant
:
3.
Mata Uang
:
4.
Nomor Hibah/Grant
:
5.
Nomor Referensi lain
:
6.
Tanggal Penandatanganan
:
7.
Kementerian Lembaga Penerima/Executing Agency :
8.
Implementing Agency/Beneficiary dan Kode Satker (bisa lebih dari satu)
9.
10.
a.
Nama
:
b.
Alamat
:
c.
Kode Satker
:
d.
Nomor Telepon/Faximile :
e.
E-mail
Kode Satker :
/
:
Donor/Pemberi Hibah : a.
Negara
:
b.
Alamat
:
c.
Nomor Telepon/Faximile :
d.
E-mail
Sumber Pembiayaan
/
: : □ Lembaga Multilateral □ Lembaga Bilateral □ Lembaga Swasta
□ Perorangan
□ Lainnya : 11.
Jenis Pembiayaan (Grant Purpose)
:
12.
Jenis Hibah
: □ Terencana
13.
Penarikan Hibah
:
a.
Tatacara Penarikan
: □ PP
b.
Rencana Penarikan/Disbursement Plan
134
□ L/C
□ Langsung □ PL :
□ Reksus
c.
Diterushibahkan
14.
Sektor Pembiayaan
15.
Lokasi/Alokasi Proyek :
16.
Tanggal Efektif/Effective Date :
Tanggal
Bulan
Tahun
17.
Tanggal Batas Waktu Pengefektifan/ Date Effective Limit : Tanggal
Bulan
Tahun
18.
Tanggal Batas Penarikan/Closing Date : Tanggal
Bulan
Tahun
19.
Tanggal Penutupan Rekening/ Date of Closing Account :
Bulan
Tahun
20.
Biaya:
21.
Ketentuan pengiriman NoD
:
22.
Persyaratan Pengefektifan/ Conditions Precedent for Effectiveness
:
Tanggal
□ Ada
□ Tidak ada
135
23.
Nomor Registrasi Grant/Hibah :
(Diisi oleh Direktorat EAS)
24.
DMFAS Grant ID
(Diisi oleh Direktorat EAS)
:
Tempat, tanggal, bulan, tahun Jabatan
Nama NIP/NRP
136
PENJELASAN & PETUNJUK PENGISIAN RINGKASAN HIBAH/GRANT SUMMARY
137
Salinan sesuai dengan aslinya
MENTERI KEUANGAN,
KEPALA BIRO UMUM u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO GIARTO NIP 195904201984021001
138
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN PENERIMAAN HIBAH KOP SURAT (1) SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA TANGGAL......NOMOR......... Yth. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang - Kementerian Keuangan RI Cq. Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Seteirnen Bersama ini disampaikan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga sebagai dasar untuk mengesahkan dan membukukan hibah yang diterima berupa Barang/Jasa/Surat Berharga dengan rincian sebagai berikut: Penerima Hibah Bagian Anggaran/Eselon I Kode dan Nama Satker
: (2) : (3)
Pemberi Hibah Negara Donor : (4) Nama Donor : (5) Nama Proyek : (6) Nomor & TgI Perjanjian Hibah : (7) Nilai Hibah : (8) Rincian Pendapatan Hibah Nomor register Nilai realisasi Hibah Bentuk Hibah Akun
: (9) : (10) equivalen Rp (11) : □ Barang □ Jasa □ Surat Berharga (12) : (13)
Telah disahkan/dibukukan
(14),(15)
Tanggal............(17)
PA/KPA
TTD
TTD
NAMA (18)
(16)
NIP (19)
139
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
140
Salinan sesuai dengan aslinya
MENTERI KEUANGAN,
KEPALA BIRO UMUM u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO GIARTO NIP 195904201984021001
141
142
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI HIBAH
143
144
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/ PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah;
b.
bahwa sehubungan adanya perkembangan terkait dengan peraturan perundangundangan dan transaksi hibah, perlu dilakukan pengaturan kembali atas Sistem Akuntansi Hibah sebagaimana diatur dalam 145
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/ PMK.05/2009;
Mengingat
:
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Hibah;
1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/ PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
146
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI HIBAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
2.
Sistem Akuntansi Hibah yang selanjutnya disebut SIKUBAH adalah serangkaian prosedur manual dan terkomputerisasi meliputi pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi dan operasi hibah pemerintah.
3.
Pendapatan Hibah adalah hibah yang diterima oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri, yang atas Pendapatan Hibah tersebut, Pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
4.
Belanja Hibah adalah setiap pengeluaran Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga kepada Pemerintah Daerah, pemerintah lainnya atau perusahaan daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
5.
Pendapatan Hibah Langsung adalah hibah yang diterima langsung oleh K/L, dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, sehingga pengesahannya harus dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. 147
6.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
7.
Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri yang memberikan hibah kepada Pemerintah Pusat.
8.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
9.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
10. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pospos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. 11. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan. 12. Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan pada tingkat pusat, dan Kepala Kantor Pelayananan Perbendaharaan Negara pada tingkat daerah. 13. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa BUN Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 148
14. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN. 15. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelola Hibah yang selanjutnya disebut UAKPA BUN Pengelola Hibah adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja di bawah Bagian Anggaran BUN untuk transaksi Pendapatan Hibah dan/ atau Belanja Hibah. 16. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Pengelola Hibah yang selanjutnya disebut UA-PBUN Pengelola Hibah adalah unit akuntansi pembantu BUN yang melakukan kegiatan penggabungan pelaporan keuangan unit akuntansi tingkat pengguna anggaran untuk transaksi Pendapatan Hibah dan/ atau Belanja Hibah. 17. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya disingkat DJPU adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai UAP-BUN Pengelola Hibah. 18. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/sub sistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. 19. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Internal Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. 20. Rekening Hibah adalah rekening pemerintah lainnya yang dibuka oleh K/L dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk uang. 149
21. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Angaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 22. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 23. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah. 24. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah untuk mengesahkan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah. 25. Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disingkat BAST adalah dokumen serah terima barang/jasa sebagai bukti penyerahan dan peralihan hak/kepemilikan atas barang/jasa/ surat berharga dari Pemberi Hibah kepada penerima hibah. 26. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPTMHL adalah surat pernyataan tanggung jawab penuh atas Pendapatan Hibah Langsung dan/ atau belanja yang bersumber dari hibah langsung atau belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah atau belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah atau pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah.
150
27. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU. 28. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/ Surat Berharga yang selanjutnya disingkat MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencatat/membukukan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah atau belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah atau pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 29. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/ Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah atau belanja modal untuk pencatatan aset tetap/ aset lainnya dari hibah atau pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 30. Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data berupa Compact Disc, USB Flash Disk, atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya.
151
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini adalah: a.
akuntansi untuk Pendapatan Hibah; dan
b.
akuntansi untuk Belanja Hibah. BAB III KLASIFIKASI Pasal 3
(1) Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk, mekanisme pencairan, dan sumber hibah. (2) Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi : a.
hibah uang, terdiri dari: 1)
uang tunai; dan
2)
uang untuk membiayai kegiatan;
b.
hibah barang/jasa; dan
c.
hibah surat berharga.
(3) Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi : a.
hibah terencana; dan
b.
hibah langsung.
(4) Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
152
a.
hibah dalam negeri; dan
b.
hibah luar negeri.
(5) Uraian secara rinci mengenai klasifikasi hibah dituangkan dalam Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. BAB IV SISTEM AKUNTANSI HIBAH Bagian Kesatu Sistem Akuntansi Pasal 4 (1) SIKUBAH merupakan subsistem dari SA-BUN. (2) SIKUBAH menghasilkan laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan CaLK. Pasal 5 Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Menteri Keuangan selaku BUN menetapkan: a.
DJPU selaku UA-PBUN;
b.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, DJPU selaku UAKPA-BUN untuk transaksi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah; dan
c.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAKPABUN untuk transaksi Belanja Hibah kepada daerah. Pasal 6
Dokumen sumber yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah adalah: a.
Berita Acara Serah Terima; 153
b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
DIPA dan/atau revisinya; DIPA pengesahan; Notice of disbursement (NoD); SP2HL dan SPHL; SP4HL dan SP3HL; SP3HL-BJS; MPHL-BJS; Persetujuan MPHL-BJS; Surat Setoran Pengembalian Belanja; Surat Setoran Bukan Pajak; dan Memo Penyesuaian. Bagian Kedua Pembukuan, Rekonsiliasi dan Pelaporan Keuangan Pasal 7
(1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah membukukan dokumen sumber transaksi keuangan atas Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah. (2) Satuan kerja (Satker) di K/L membukukan dokumen sumber transaksi keuangan atas: a.
belanja yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang;
b.
saldo kas di K/L dari hibah;
c.
belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah; dan
d.
belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah;
(3) UAKPA-BUN Pengelola Investasi Pemerintah membukukan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 154
Pasal 8 (1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah melakukan Rekonsiliasi dengan BUN/Kuasa BUN atas transaksi Pendapatan Hibah secara semesteran dan Belanja Hibah secara bulanan. (2) Satker melakukan Rekonsiliasi atas belanja yang bersumber dari hibah dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah, pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah dengan KPPN secara bulanan. (3) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi. Pasal 9 (1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah dan Satker menyusun laporan keuangan yang telah direkonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a.
Laporan Realisasi Anggaran;
b.
Neraca; dan
c.
CaLK.
(3) Petunjuk teknis penyusunan laporan keuangan tingkat UAKPA-BUN mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. (4) Tata cara penyusunan laporan keuangan Satker mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Sistem Akuntansi Instansi.
155
Pasal 10 (1) UAKPA-BUN Pengelola Hibah menyampaikan laporan keuangan berupa LRA dan Neraca setiap bulan ke UA-PBUN. (2) UAKPA-BUN wajib menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) ke UA-PBUN setiap semesteran dan tahunan. Pasal 11 (1) UA-PBUN melakukan penggabungan laporan keuangan dari UAKPA-BUN. (2) UA-PBUN menyusun laporan keuangan tingkat UA-PBUN berdasarkan hasil penggabungan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Neraca; c. CaLK; dan d. ADK. Pasal 12 UA-PBUN menyampaikan laporan keuangan tingkat UA-PBUN kepada UA-BUN setiap semesteran dan tahunan. Bagian Ketiga Akuntansi Hibah Pasal 13 (1) Pendapatan Hibah dalam bentuk uang diakui pada saat kas diterima atau pada saat pengesahan dilakukan oleh KPPN. (2) Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga diakui pada saat dilakukan pengesahan oleh DJPU. 156
(3) Pengembalian Pendapatan Hibah pada periode penerimaan, dibukukan sebagai pengurang pendapatan. (4) Pengembalian Pendapatan Hibah atas penerimaan tahun anggaran yang lalu, dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana. Pasal 14 (1) Pendapatan Hibah dalam bentuk uang dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima. (2) Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima pada saat terjadi serah terima barang/jasa/surat berharga. (3) Dalam hal nilai nominal Pendapatan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui, UAKPA penerima hibah dapat melakukan estimasi nilai wajarnya. (4) Pendapatan Hibah dilaksanakan berdasarkan azas bruto: a. membukukan penerimaan bruto; dan b. tidak mencatat jumlah neto. Pasal 15 (1) Belanja Hibah dalam bentuk uang, diakui pada saat terjadi pengeluaran kas. (2) Belanja Hibah yang direalisasikan dalam bentuk barang, jasa dan surat berharga, diakui pada saat pengeluaran kas atas perolehan barang/jasa/surat berharga yang akan dihibahkan. (3) Dalam hal penyerahan barang, jasa, dan surat berharga diperoleh bukan dari Belanja Hibah, penyerahan tersebut tidak diakui sebagai Belanja Hibah. (4) Penerimaan kembali Belanja Hibah yang terjadi pada periode pengeluaran Belanja Hibah, dibukukan sebagai pengurang Belanja Hibah pada periode yang sama. 157
(5) Penerimaan kembali Belanja Hibah atas Belanja Hibah periode tahun anggaran yang lalu, dibukukan sebagai pendapatan lainlain. Pasal 16 (1) Belanja Hibah dalam bentuk uang, dicatat sebesar nilai nominal pada saat terjadi pengeluaran hibah. (2) Belanja Hibah dalam bentuk barang, jasa, dan surat berharga, dicatat sebesar nilai nominal perolehan barang, jasa, dan surat berharga yang dihibahkan. Pasal 17 (1) Atas hibah yang diterima dalam bentuk barang/jasa/surat berharga yang langsung diterushibahkan, diakui adanya Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah pada saat yang sama dengan nilai yang sama. (2) Pengakuan Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui pada saat pengesahan dilakukan oleh KPPN. (3) Atas hibah yang langsung diterushibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dicatat sebesar nilai nominal barang/jasa/surat berharga. (4) Dalam hal nilai nominal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketahui, UAKPA Belanja Hibah dapat melakukan estimasi nilai wajarnya. Pasal 18 (1) Realisasi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dinyatakan dalam mata uang Rupiah. (2) Dalam hal realisasi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dalam mata uang asing, maka dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs transaksi. 158
Pasal 19 (1) Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran BUN Pengelola Hibah. (2) Belanja yang bersumber dari hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah dan belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah, disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran K/L. (3) Pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah, disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran BUN Pengelola Investasi Pemerintah. Pasal 20 (1) Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang yang sampai dengan akhir tahun belum digunakan dan belum disahkan, disajikan dalam Neraca K/L. (2) Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang yang telah disahkan dan masih terdapat sisa pada akhir tahun anggaran, disajikan dalam Neraca K/L dan merupakan bagian dari Saldo Anggaran Lebih. (3) Aset yang diperoleh dari Pendapatan Hibah dalam bentuk barang disajikan dalam Neraca K/L. (4) Aset yang diperoleh dari Pendapatan Hibah dalam bentuk surat berharga disajikan dalam Neraca BUN Pengelola Investasi Pemerintah. Pasal 21 Belanja Hibah dalam bentuk barang/surat berharga yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diserahkan kepada penerima hibah, disajikan dalam Neraca BUN Pengelola Hibah.
159
Pasal 22 Pendapatan Hibah dalam bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah, pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga, tidak dibukukan dalam Laporan Arus Kas. Pasal 23 (1) Entitas akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Hibah, dan rincian lebih lanjut jenis pendapatan, disajikan pada CaLK. (2) Entitas akuntansi dan entitas pelaporan menyajikan klasifikasi Belanja Hibah menurut organisasi dan menurut fungsi dalam Laporan Realisasi Anggaran Belanja. (3) Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH, K/L penerima hibah mencatat realisasi belanja yang bersumber dari hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah dalam Laporan Realisasi Anggaran dan mengungkapkan Pendapatan Hibah dalam CaLK. (4) Dalam rangka pelaksanaan SIKUBAH, UAP-BUN Pengelola Investasi Pemerintah mencatat realisasi pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah dalam Laporan Realisasi Anggaran dan mengungkapkan Pendapatan Hibah dalam CaLK. Pasal 24 Uraian secara rinci mengenai akuntansi Pendapatan Hibah, Belanja Hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah, dituangkan dalam Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud 160
dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Bagian Keempat Rekonsiliasi Pasal 25 (1) K/L melakukan Rekonsiliasi dengan DJPU atas realisasi Pendapatan Hibah Langsung secara triwulanan. (2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dari tingkat UAPA sampai dengan UAKPA. (3) Dalam hal terjadi ketidakcocokan pada saat Rekonsiliasi, kedua belah pihak melakukan penelusuran. (4) Hasil Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi. Pasal 26 (1) K/L melakukan pencocokan data dengan Pemberi Hibah atas realisasi Pendapatan Hibah secara triwulanan. (2) Dalam hal terjadi ketidakcocokan data, kedua belah pihak melakukan penelusuran. (3) Hasil pencocokan data dituangkan dalam Berita Acara. (4) Copy Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada DJPU c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen. Pasal 27 (1) DJPU melakukan konfirmasi kepada Pemberi Hibah atas realisasi Pendapatan Hibah secara semesteran. (2) Dalam hal terjadi ketidakcocokan data, DJPU dan Pemberi Hibah melakukan penelusuran. 161
Bagian Kelima Pernyataan Tanggung Jawab dan Reviu Pasal 28 (1) UAKPA-BUN wajib membuat Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) atas laporan keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. (3) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam laporan keuangan. (4) Bentuk dan isi dari Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 29 (1) UA-PBUN wajib membuat Pernyataan Tanggung Jawab atas laporan keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. (3) Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam laporan keuangan. 162
(4) Bentuk dan isi dari Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 30 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban keuangan, UA-PBUN sebagai entitas pelaporan wajib menyajikan laporan keuangan. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib di reviu oleh Aparat Pengawasan Internal. (3) Reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil reviu berupa Pernyataan Telah Direviu. (4) Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Intern. (5) Bentuk dan isi dari Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. (6) UA-PBUN menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disertai dengan Pernyataan Telah Direviu dan Pernyataan Tanggung Jawab. BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 31 Petunjuk teknis pelaksanaan akuntansi hibah dituangkan dalam Modul SIKUBAH sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
163
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2011 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
164
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 861 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM U.B. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN GIARTO NIP 195904201984021001
165
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NOMOR 230/PMK.05/2011 SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN TENTANG
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB UAKPA BUN PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Dengan ini kami menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya atas isi Laporan Keuangan Satuan Kerja …………………………… selaku UAKPA BUN Pengelola Hibah, yang terdiri dari (1) Laporan Realisasi Anggaran, (ii) Neraca dan (iii) Catatan Atas Laporan Keuangan sebagaimana terlampir. Laporan keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Tempat, tanggal Kuasa Pengguna Anggaran
( Salinan sesuai dengan aslinya
)
MENTERI KEUANGAN
KEPALA BIRO UMUM u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO GIARTO NIP 195904201984021001
166
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI NOMOR 230/PMK.05/2011 SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN TENTANG
PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB UA-PBUN Dengan ini kami menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya atas isi Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan selaku UA-PBUN Pengelola Hibah, yang terdiri dari (i) Laporan Realisasi Anggaran, (ii) Neraca dan (iii) Catatan Atas Laporan Keuangan sebagaimana terlampir. Laporan keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Tempat, tanggal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang,
( Salinan sesuai dengan aslinya
)
MENTERI KEUANGAN
KEPALA BIRO UMUM u.b.
ttd.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN AGUS D.W. MARTOWARDOJO GIARTO NIP 195904201984021001
167
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI NOMOR 230/PMK.05/2011 SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN TENTANG
PERNYATAAN TELAH DI-REVIEW INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN PERNYATAAN TELAH DI-REVIEW DITJEN PENGELOLAAN UTANG SELAKU UAPBUN PENGELOLA HIBAH TAHUN ANGGARAN …………… Dengan ini kami menyatakan telah melakukan review atas Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAP BUN Pengelola Hibah berupa Neraca untuk tanggal 31 Desember 20XX, Laporan Realisasi Anggaran, dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk periode yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundang-undangan terkait. Seluruh informasi yang dimuat dalam laporan keuangan merupakan penyajian manajemen Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAP BUN Pengelola Hibah. Review pada prinsipnya terdiri dari permintaan keterangan kepada pejabat entitas pelaporan dan prosedur analitik yang diterapkan atas data keuangan. Review memuat cakupan yang lebih sempit daripada audit yang dilaksanakan atas laporan keuangan secara keseluruhan. Berdasarkan review tersebut, kami menyatakan tidak terdapat perbedaan yang menjadikan kami yakin bahwa laporan keuangan dimaksud tidak disajikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan perundangundangan terkait lainnya. Tempat, tanggal, Jabatan penandatangan pernyataan review, Ketua Tim Review (NIP ) Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN GIARTO NIP 195904201984021001
168
MENTERI KEUANGAN ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI NOMOR 230/PMK.05/2011 SISTEM AKUNTASI HIBAH
KEUANGAN TENTANG
MODUL SIKUBAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung kegiatan prioritas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/ atau menerima hibah, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah Republik Indonesia (Pemerintah) juga dituntut untuk melaksanakan tata kelola keuangan yang baik (good governance) dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam mekanisme pengadaan pinjaman dan hibah. Penyajian dan pengungkapan (disclosure) laporan yang lengkap dan informatif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mendukung aspek akuntabilitas dan transparansi. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) berwenang melakukan pengelolaan utang. Sehubungan dengan kewenangan tersebut, Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat untuk
169
dan atas nama Menteri Keuangan mengadakan utang dan/ atau menerima hibah yang berasal dan dalam negeri dan/atau luar negeri sesuai dengan perundang-undangan. Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah (PP 10/2011) menyatakan bahwa pinjaman dan/atau hibah harus ditatausahakan, diadministrasikan, dan diakuntasikan secara baik, sehingga laporan yang disajikan akan memberikan manfaat bagi pemangku kebijakan. Sebelum PP 10/2011 ditetapkan, dalam pelaksanaan pertanggungjawaban hibah, Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah (PMK 40/2009) yang intinya memuat pedoman mengenai penatausahaan dan pertanggungjawaban hibah. Dengan diterbitnya PP 10/2011, PMK 40/2009 perlu disesuaikan agar dapat mengakomodasi praktik dalam penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban hibah yang lebih komprehensif dan aktual. 1.2. Ruang Lingkup Ruang lingkup Modul Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH) mencakup Pendapatan Hibah yang diperoleh dari dalam negeri dan/atau luar negeri, Belanja Hibah, belanja yang bersumber dari hibah, belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dan hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dan hibah. 1.3. Maksud Modul SIKUBAH dimaksudkan sebagai petunjuk operasional bagi pelaksanaan akuntansi hibah baik pada Kementerian/ Lembaga (K/L) maupun BUN sehingga para pihak yang berkepentingan dapat memahami dan mengimplementasikan 170
proses akuntansi hibah secara tepat waktu, akurat, transparan, dapat dipertanggingjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku. 1.4. Tujuan Modul SIKUBAH ditujukan untuk menyempurnakan modul SIKUBAH sebelumnya sebagaimana ditetapkan dalam PMK 40/2009 sehingga Iebih komprehensif dan lebih memudahkan bagi para penggunanya. 1.5. Definisi-definisi terkait a.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
b.
Appropriasi adalah anggaran yang disetujui oleh DPR/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/ walikota untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
c.
Asas Bruto adalah prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
d.
Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
e.
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
171
f.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintah pengguna anggaran/pengguna barang yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
g.
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dan satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
h.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat.
i.
Kebijakan akuntansi adalah prinsip, konvensi, aturan, dan praktik spesifik yang ditetapkan oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
j.
Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
k.
Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dan apropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dan Rekening Kas Umum Negara/ lDaerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode otorisasi tersebut.
l.
Rekening Kas Umum Negara (R-KUN) adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
m. Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. n.
172
Transfer adalah penenimaan/pengeluaran uang dan suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
o.
Belanja Hibah adalah pengeluaran Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga kepada pemerintah Lainnya, dan perusahaan daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak berlangsung terus menerus.
1.6. Sistematika Modul SIKUBAH disusun dengan sistematika sebagai berikut. BAB I,
PENDAHULUAN meliputi Latar Belakang, Ruang Lingkup, Maksud, Tujuan, Pengertian dan Sistematika,
BAB II,
AKUNTANSI HIBAH meliputi Definisi Hibah, Kiasifikasi Hibah, Perlakuan Akuntansi Hibah, Dokumen Sumber Hibah, Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan untuk Hibah.
BAB III,
BAGAN AKUN DAN JURNAL STANDAR HIBAH meliputi Bagan Akun Standar, Jurnal Stanciar Hibah, dan Simulasi Jurnal dan Laporan Hibah.
BAB IV,
SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI HIBAH meliputi Sistem dan Prosedur Akuntansi Hibah yang direncanakan, Sistem dan Prosedur Akuntansi Hibah yang Diperoleh Secara Langsung, Sistem dan Prosedur Rekonsiliasi Hibah.
BAB V,
PELAPORAN HIBAH meliputi Laporan Realisasi Anggaran, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Bab VI,
PENUTUP
173
BAB II AKUNTANSI HIBAH 2.1. Ketentuan-ketentuan umum terkait hibah Beberapa ketentuan umum yang perlu mendapat penegasan lebih lanjut antara lain sebagai berikut: a.
Pendapatan Hibah;
b.
Belanja Hibah;
c.
belanja yang bersumber dari hibah;
d.
belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah; dan
e.
belanja yang timbul dalam rangka penerimaan hibah.
2.1.1. Pendapatan Hibah Pendapatan Hibah adalah penerimaan Pemerintah Pusat yang berasal dari badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/ lembaga internasional, baik dalam bentuk rupiah/devisa, barang, jasa, dan/atau surat berharga yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah, dan manfaatnya dapat secara langsung digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L, atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah (Pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/ pinjaman dan pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan
174
DPR. Kewenangan untuk mencatat Pendapatan Hibah berada pada Menteri Keuangan selaku BUN, dan secara struktural dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). 2.1.2. Belanja Hibah Belanja Hibah adalah pengeluaran Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga kepada pemerintah lainnya, dan perusahaan daerah, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak berlangsung terus menerus. Sesuai ketentuan Pasal 23 UU 17/2003, Pemerintah dapat memberikan hibah/pinjaman atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keuangan sebagai BUN. Dengan demikian, kewenangan untuk mencatat Belanja Hibah (kode akun 56XXXX) hanya berada pada Kementerian Keuangan, dan secara struktural dilaksanakan oleh DJPU dan Ditjen Perimbangan Keuangan. Sebagai ilustrasi, misalnya Pemerintah akan memberikan bantuan hibah dalam bentuk beras kepada Pemerintah Somalia yang sedang mengatasi bencana kelaparan, pengeluaran tersebut dibebankan pada Bagian Anggaran BUN melalui Belanja Hibah. 2. 1.3. Belanja yang bersumber dari hibah Belanja yang bersumber dari hibah baik dari dalam negeri maupun luar negeri adalah belanja yang membebani pengeluaran K/L dalam rangka melaksanakan/mendukung kegiatan operasional K/L dimana sumber dananya berasal dari Pendapatan Hibah. Dalam hal hibah yang yang diterima dalam bentuk uang, K/L dapat membelanjakan uang tersebut terlebih dahulu mendahului revisi DIPA. Belanja yang dilakukan K/L dibebankan ke dalam kode akun belanja barang (akun 52XXX), 175
belanja modal (akun 53XXXX) maupun belanja bantuan sosial (akun 57XXXX). 2.1.4. Belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah Belanja barang untuk pengesahan persediaan dari hibah adalah belanja barang yang dicatat oleh K/L dan dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) sebagai akibat dari perolehan persediaan dari pihak Pemberi Hibah. Belanja modal untuk pengesahan aset tetap/aset lainnya dari hibah adalah belanja modal yang dicatat oleh K/L dan dilaporkan dalam LRA sebagai akibat dari perolehan aset tetap/aset lainnya dari pihak pemberi hibah. Pengeluaran pembiayaan untuk pengesahan surat berharga dari hibah adalah pengeluaran pembiayaan yang dicatat oleh BUN Pengelola Investasi Pemerintah dan dilaporkan dalam LRA sebagai akibat dari perolehan surat berharga dari pihak Pemberi Hibah. 2.1.5. Belanja yang timbul dalam rangka Pendapatan Hibah Belanja/pengeluaran lain yang timbul dalam rangka Pendapatan Hibah adalah seluruh pengeluaran yang dikeluarkan Pemerintah dalam rangka untuk memperoleh hibah berdasarkan perjanjian yang mengikat yang menimbulkan komitmen untuk membayar kepada pihak yang ditunjuk sesuai perjanjian. Salah satu contoh pengeluaran lain yang timbul dalam rangka Pendapatan Hibah adalah biaya banking commission.
176
2.2 Klasifikasi Hibah 2.2.1. Sumber Hibah Ditinjau dari sumbernya, Pendapatan Hibah dibedakan menjadi Pendapatan Hibah yang bersumber dari dalam negeri dan Pendapatan Hibah yang bersumber dari luar negeri. Pendapatan Hibah yang bersumber dari dalam negeri dapat berasal dari: 1. lembaga keuangan dalam negeri; 2. lembaga non keuangan dalam negeri; 3. Pemda; 4. perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah negara Republik Indonesia; 5. lembaga lainnya; 6. masyarakat dan kelompok masyarakat; dan 7. perorangan. Sedangkan Pendapatan Hibah yang bersumber dari luar negeri dapat berasal dari: 1. negara asing, yaitu negara yang secara bilateral memberikan hibah melalui lembaga pemerintah atau lembaga resmi yang ditunjuk, termasuk negara bagian, misalnya: USAID, AUSAID, KfW dan lainnya; 2. lembaga di bawah Persenikatan Bangsa-Bangsa, antara lain: UNDP, WHO, UNESCO, ILO dan lainnya; 3. lembaga multilateral lainnya, antara lain Bank Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam, ASEAN, dan European Union; 4. lembaga keuangan asing, misalnya International Monetary Fund; 5. lembaga non keuangan asing misalnya: Global Fund;
177
6.
7.
lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia; dan perorangan yang berada di luar negeri.
2.2.2. Hibah menurut bentuknya Menurut bentuknya, hibah dapat dibedakan menjadi: 1.
hibah uang, terdiri dari: a.
hibah uang tunai; dan
b.
hibah uang untuk membiayai kegiatan;
2.
hibah barang/jasa; dan
3.
hibah surat berharga.
2.2.3. Hibah berdasarkan mekanisme pencairan dananya Ditinjau dan mekanisme pencairan dananya, hibah dibedakan menjadi sebagai benikut: 1.
Hibah Terencana Hibah yang diterima Pemerintah dan Pemberi Hibah dan dibelanjakan oleh K/L yang pencairan dananya melalui KPPN. Hibah Terencana memiliki ciri-ciri antara lain:
2.
a.
Mekanisme pencairan dananya dengan menggunakan mekanisme transfer ke R-KUN, Direct Payment (Pembayaran Langsung), Letter of Credit, Special Account (Rekening Khusus) dan Pre Financing (pembiayaan pendahuluan); dan
b.
kementerian dapat membelanjakan dana hibah dari Pemberi Hibah setelah dokumen anggaran diperoleh.
Hibah Langsung Hibah yang berasal dari Pemberi Hibah yang diterima secara langsung oleh K/L dan dibelanjakan secara
178
Iangsung tanpa melalui pencairan dana dari KPPN. Agar mekanisme penerimaan dan penggunaan hibah oleh K/L sesuai dengan mekanisme APBN, maka K/L wajib melakukan registrasi, ijin pembukaan rekening, revisi DIPA dan pengesahan. Hibah Langsung memiliki ciri-ciri antara lain: a.
perjanjian hibah ditandatangani Iangsung oleh K/L;
b.
pencairan dananya tidak melalui KPPN, namun pengesahannya akan dilakukan di KPPN;
c.
hibah dapat diperoleh secara langsung dari pihak Pemberi Hibah dalam bentuk uang, barang/jasa, dan surat berharga (khusus BUN);
d.
pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah atau K/L sendiri; dan
e.
pengadaan hibah dapat saja dilakukan secara terencana (on budget), namun pencairan dananya tidak melalui KPPN/BUN (off treasury).
Untuk hibah dalam bentuk uang, K/L dapat membelanjakannya sebelum revisi DIPA ditetapkan. 2.3. Fungsi Hibah Fungsi hibah antara lain sebagai berikut a.
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan;
b.
menunjang penyediaan layanan dasar umum;
c.
menunjang manusia;
d.
membantu penyiapan rancangan kegiatan pembangunan;
e.
mendukung pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup, dan budaya;
f.
mendukung pengembangan riset dan teknologi;
peningkatan
kemampuan
sumber
daya
179
g. h.
mendukung peningkatan fungsi keamanan; dan mendukung kegiatan kemanusiaan.
pertahanan
dan
2.4. Perlakuan Akuntansi Hibah 2.4.1. Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah adalah cash towards accrual. Basis kas digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam LRA dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. Basis kas untuk LRA berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima di R-KUN atau oleh entitas pelaporan, sedangkan belanja diakui pada saat dikeluarkan dari R-KUN atau entitas pelaporan. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 2.4.2. Akuntansi Anggaran Hibah Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dan apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran dialokasikan. 180
2.4.3. Akuntansi Pendapatan Hibah Pendapatan diakui pada saat diterima pada R-KUN. Transaksi Pendapatan Hibah yang terjadi tanpa diterima pada R-KUN diakui pada saat dilakukan pengesahan atas transaksi Pendapatan Hibah. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas Pendapatan Hibah pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (nonrecurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto yaitu dengan membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan pertanggungiawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen Pemerintah Pusat dan daerah. 2.4.4. Akuntansi Belanja terkait Hibah Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari R-KUN. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran. 181
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Perlakuan akuntansi ini digunakan untuk akuntansi Belanja Hibah, dan akuntansi belanja yang bersumber dari hibah. 2.4.5 Akuntansi hibah yang diterima dalam bentuk valas Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs transaksi. Terhadap Pendapatan Hibah dalam bentuk uang yang diterima dalam mata uang asing (valas), satuan kerja disarankan untuk mengkonversi seluruh valuta asing tersebut ke dalam mata uang rupiah. Pendapatan yang disahkan sebesar realisasi jumlah rupiah berdasarkan hasil konversi. Dalam hal demikian, maka tidak akan terjadi selisih kurs. Ketentuan lebih lanjut terhadap hibah yang diterima dalam bentuk valuta asing akan diatur dalam ketentuan tersendiri. 2.4.6.Penyajian dan Pengungkapan Hibah Pendapatan Hibah dikategorikan sebagai transaksi pendapatan yang sifatnya tidak berulang (non recurring), sehingga dalam hal terjadi pengembalian pcndapatan hibah maka apabila terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Dalam hal koreksi dan pengembalian yang terjadi pada periode setelah periode penerimaan pendapatan maka dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan dalam LRA, dan rincian Iebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Entitas pelaporan menyajikan kiasifikasi belanja 182
menurut jenis belanja dalam LRA. Klasifikasi belanja menurut organisasi disajikan dalam ERA atau di CaLK. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam CaLK. 2.5. Dokumen Sumber Hibah Dokumen sumber yang terkait dengan Hibah antara lain: a.
Dokumen Induk 1. perjanjian hibah/dokumen yang dipersamakan beserta perubahan perjanjian; 2. ringkasan perjanjian hibah dan rencana penarikan/ realisasi hibah; dan 3. nomor register hibah.
b.
Dokumen sumber transaksi dan dokumen pendukung Dokumen yang termasuk sebagai sumber data transaksi adalah semua dokumen yang berkaitan dengan: 1.
Apropriasi dalam APBN Dokumen APBN yang di dalamnya terdapat jumlah yang direncanakan untuk dibelanjakan atau diterima.
2.
Alokasi Rencana Pendapatan Hibah Dokumen sumber berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
3.
Realisasi Pendapatan dan Pengembalian Pendapatan Hibah Dokumen sumber dan dokumen pendukungnya dalam bentuk: a) Notice of Disbursement (NoD) dari donor yang dilampiri dengan Withdrawal Application yang diterbitkan oleh KPPN Khusus Jakarta VI; b) SPHL (Surat Pengesahan Hibah Langsung); c) SP2HL (Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung);
183
d)
SP3HL (Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung); e) SP4HL (Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung); f) SP3HL-BJS (Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/ Jasa/Surat Berharga); g) MPHL-BJS (Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga); h) Persetujuan MPHL-BJS (Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/ Jasa/Surat Berharga); i) SPTMHL (Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung); j) SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak); k) BAST (Berita Acara Serah Terima); l) Rekening Koran; dan m) Memo Penyesuaian. 4.
Alokasi Pagu Belanja Hibah/ allotment Dokumen sumber berupa: a. DIPA; b. revisi DIPA; c. RKA-BUN; dan d. RKA-K/L.
5.
Realisasi Belanja Hibah Dokumen sumber dan dolcumen pendukungnya dalam bentuk:
184
a.
SPM/SP2D;
b.
SSPB;
c. d.
Memo Penyesuaian; dan BAST.
2.6. Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan Hibah Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Untuk menyelenggarakan kegiatan akuntansi dan pelaporan, maka dibentuk unit akuntansi, yaitu: a.
Unit Akuntansi Pembantu BUN dilaksanakan oleh DJPU.
b.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran untuk Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dilaksanakan oleh:
1.
Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelemen (Dit. EAS) Dit. EAS berfungsi sebagai Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran atas transaksi-transaksi berikut: a) Pendapatan Hibah dengan mekanisme pencairan melalui Kuasa BUN. b) Pendapatan Hibah melalui pengesahan transaksi Pendapatan Hibah yang Iangsung diterima oleh K/L. c) Belanja Hibah.
2.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). DJPK berfungsi sebagal Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran atas transaksi-transaksi Belanja Hibah kepada daerah baik menggunakan dana APBN maupun mekanisme on granting (penerusan hibah).
185
2.6.2.Pengguna Anggaran dan Entitas Pelaporan Hibah Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku BUN berwenang menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (2 Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang Negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, dinyatakan bahwa unit organisasi yang mempunyai wewenang untuk mengelola utang dan hibah adalah DJPU sehingga unit ini yang ditunjuk sebagai entitas pelaporan. UA - BUN
UAP - BUN
UAKPA BUN
UAKPA BUN
Dengan demikian, DJPU bertindak sebagai Unit Akuntansi Pembantu BUN (UAP-BUN). DJPU akan mengkonsolidasikan seluruh transaksi Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah dari setiap UAKPA-BUN. Laporan keuangan UAP BUN Pengelola Hibah kemudian digabungkan dengan laporan keuangan UAP BUN yang lain oleh Unit Akuntansi BUN yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 186
Di sisi lain, K/L sebagai entitas akuntansi yang menenima manfaat atas hibah yang diterima baik dengan mekanisme hibah yang direncanakan maupun secara langsung akan mempertanggungjawabkannya dalam Sistem Akuntansi Instansi yaitu dilaporkan dalam LRA atas realisasi belanja barang (52), belanja modal (53) maupun belanja bantuan sosial (57) dan di dalam neraca atas persediaan, aset tetap, dan aset lainnya yang dihasilkan.
187
BAB III BAGAN AKUN DAN JURNAL STANDAR HIBAH 3.1. Bagan Akun Standar Bagan Akun Standar adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat. Pembentukan Bagan Akun Standar ini bertujuan untuk: 1.
memastikan rencana keuangan (anggaran), realisasi dan pelaporan keuangan dinyatakan dalam istilah yang sama;
2.
meningkatkan kualitas informasi keuangan; dan
3.
memudahkan pengawasan keuangan.
Akun (perkiraan) yang terkait dengan transaksi hibah antara lain sebagai berikut. 3.1.1. Akun APBN Hibah 43
Estimasi Pendapatan Hibah 431 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri 4311 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri 43111
Estimasi Pendapatan Terencana
Hibah
Dalam
Negeri-
431111
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Perorangan
431112
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri - Terencana Lembaga/Badan Usaha
431119
Estimasi Pendapatan Hibah Negeri — Terencana Lainnya
Dalam
43112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam NegeriLangsung Bentuk Barang/Jasa/ Surat Berharga
188
431121
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Barang
431122
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Jasa
431123
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri-Langsung Bentuk Surat Berharga
43113 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang 431131
Estimasi Pendapatan Hibah Negeri Langsung Bentuk Perorangan
431132
Estimasi Negeri
Pendapatan Langsung
Hibah
Bentuk
Dalam UangDalam Uang
-
Lembaga/Badan Usaha 431133
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang Pemerintah Daerah
431139
Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsurig Bentuk Uang- Lainnya
4312 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri 43121 Estimasi Pendapatan Hlbah Luar Negeri - Terencana 431211
Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Perorangan
431212 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Bilateral 431213 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Multilateral 431219 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Terencana Lainnya 43122 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang/Jasa/ Surat Berharga 431221 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang 431222 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Jasa 431223 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Surat Berharga
189
43123
Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung bentuk Uang
431231 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung — Perorangan 431232 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung — Bilateral 431233 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung — Multilateral 431239 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung — Lainnya 43124 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang Langsung Diterushibahkan 431241 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Barang yang Langsung Diterushibahkan 431242 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Jasa yang Langsung Diterushibahkan 431243 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Surat Berharga yang Langsung Diterushibahkan 52
Appropriasi Belanja Barang 521 Appropriasi Belanja Barang 5216 Appropnasi Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 52161 Appropriasi Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 521611 Appropriasi Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 522 Appropriasi Belanja Jasa 5223 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 52231 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 522311 Appropriasi Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
53
Appropriasi Belanja Modal 531 Appropriasi Belanja Modal Tanah 5312 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
190
53121 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 531211 Appropriasi Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 532 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin 5322 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 53221 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 532211 Appropriasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 533 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan 5332 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 53321 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 533211 Appropriasi Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 534 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5342 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 53421 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 534211 Appropriasi Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan Irigasi dan Jaringan dari Hibah 536 Appropriasi Belanja Modal Fisik Lainnya 5362 Appropriasi Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah 53621 Appropriasi Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah 536211 Appropniasi Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah 56
Appropriasi Belanja Hibah 561 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri
191
5611 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 56111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 561111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemenintah Luar Negeri 562 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 5621 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 56211 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 562111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 563 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 5631 Appropniasi Belanja Hibah Kepada Pemenintah Daerah 56311 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 563111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 56312 Approriasi Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah 563121 Approriasi Belanja Hibah Barang Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563122 Approriasi Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563123 Approriasi Belanja Hibah Surat Berharga Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 564 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 5641 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 56411 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 564111 Appropriasi Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 72
Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan 724 Appropriasi Penyertaan Modal Negara 7244 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah 72441 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
192
724411 Appropriasi Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
3.1.2. Akun DIPA Hibah 43
Estimasi Pendapatan Hibah Yang Dialokasikan 431 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri Yang Dialokasikan 4311 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Yang Dialokasikan 43111 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Terencana Yang Dialokasikan 431111 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Perorangan Yang Dialokasikan 431112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Lembaga/Badan Usaha Yang Dialokasikan 431119 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Lainnya Yang Dialokasikan 43112 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Yang Dialokasikan 431121 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Barang Yang Dialokasikan 431122 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Jasa Yang Dialokasikan 431123 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Surat Berharga Yang Dialokasikan 43113 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung bentuk Uang yang dialokasikan 431131 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang — Perorangan yang dialokasikan 431132 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang-Lembaga/Badan Usaha yang dialokasikan 431133 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang - Pemerintah Daerah yang dialokasikan.
193
431139 Estimasi Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang- Lainnya yang dialokasikan. 4312 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang dialokasikan 43121 Estimasi
Pendapatan
Hibah
Luar
Negeri
—
Terencana Yang Dialokasikan 431211 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Perorangan yang dialokasikan 431212 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Bilateral yang dialokasikan 431213 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Multilateral yang dialokasikan 431219 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negen — Terencana Lainnya yang dialokasikan 43122 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Yang Dialokasikan 431221 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang yang dialokasikan 431222 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Jasa yang dialokasikan 431223 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Surat Berharga yang dialokasikan 43123 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung bentuk Uang Yang Dialokasikan 431231 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung Perorangan yang dialokasikan 431232 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung — Bilateral yang dialokasikan 431233 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Langsung —Multilateral yang dialokasikan 431239 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Langsung—Lainnya Yang Dialokasikan
Negeri
43124 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri yang Langsung Diterushibahkan Yang Dialokasikan 431241 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Barang yang Langsung Diterushibahkan Yang Dialokasikan
194
431242 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Jasa yang Langsung Diterushibahkan Yang Dialokasikan 431243 Estimasi Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Surat Berharga yang Langsung Diterushibahkan Yang Dialokasikan 52
Allotment Belanja Barang 521 Allotment Belanja Barang 5216 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 52161 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 521611 Allotment Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 522 Allotment Belanja Jasa 5223 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 52231 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 522311 Allotment Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
53
Allotment Belanja Modal 531 Allotment Belanja Modal Tanah 5312 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 53121 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 531211 Allotment Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 532 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin 5322 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 53221 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 532211 Allotment Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 533 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan 5332 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 53321 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
195
533211 Allotment Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 534 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5342 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 53421 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan Irigasi dan Janingan dari Hibah 534211 Allotment Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 536 Allotment Belanja Modal Fisik Lainnya 5362 Allotment Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah 53621 Allotment Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hlbah 536211 Allotment Belanja Modal Iainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah 56
Allotment Belanja Hibah 561 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 5611 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 56111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 561111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 562 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 5621 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 56211 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 562111 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 563 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 5631 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 56311 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 563111 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 56312 Allotment Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah
196
563121 Allotment Belanja Hibah Barang Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563122 Allotment Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563123 Allotment Belanja Hibah Surat Berharga Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 564 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 5641 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 56411 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 564111 Allotment Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 72
Allotment Pengeluaran Pembiayaan 724 Allotment Penyertaan Modal Negara 7244 Allotment Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah 72441 Allotment Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah 724411 Allotment Penyertaan Modal Negara Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
untuk
3.1.3.Akun Realisasi Pendapatan Hibah 43
Pendapatan Hibah 431 Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri 4311 Pendapatan Hibah Dalam Negeri 43111 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Terencana 431111 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Perorangan 431112 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Lembaga/Badan Usaha 431119 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Terencana Lainnya 43112 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga
197
431121 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Barang 431122 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Jasa 431123 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Surat Berharga 43113 Pendapatan Hibah Dalam Negeri — Langsung Bentuk Uang 431131 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang — Perorangan 431132 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang - Lembaga/Badan Usaha 431133 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang - Pemerintah Daerah 431139 Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang - Lainnya 4312 Pendapatan Hibah Luar Negeri 43121 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Terencana 431211 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Perorangan 431212 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Bilateral 431213 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Multilateral 431219 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Terencana Lainnya 43122 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga 431221 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Barang 431222 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Jasa 431223 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Surat Berharga Pendapatan Hibah Luar Negeri - Langsung Bentuk Uang 431231 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Langsung Bentuk Uang Perorangan 431232 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Uang Bilateral
198
431233 Pendapatan Hibah Luar Negeri - Langsung Bentuk Uang Multilateral 431239 Pendapatan Hibah Luar Negeri — Langsung Bentuk Uang Lainnya 43124 Pendapatan Hibah Diterushibahkan
Luar
Negeri
yang
Langsung
431241 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Barang yang Langsung Diterushibahkan 431242 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Jasa yang Langsung Diterushibahkan 431243 Pendapatan Hibah Luar Negeri Bentuk Surat Berharga yang Langsung Diterushibahkan 52
Belanja Barang 521 Belanja Barang 5216 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 52161 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 521611 Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah 522 Belanja Jasa 5223 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 52231 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah 522311 Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
53
Belanja Modal 531 Belanja Modal Tanah 5312 Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 53121 Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 531211 Belanja Modal Tanab untuk Pencatatan Tanah dari Hibah 532 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 5322 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 53221 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah 532211 Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
199
533 Belanja Modal Gedung dan Bangunan 5332 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 53321 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 533211 Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah 534 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5342 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 53421 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 534211 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah 536 Belanja Modal Fisik Lainnya 5362 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/ atau Aset Lainnya dari Hibah 53621 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan atau Aset Lainnya dari Hibah 536211 Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
3. 1.4.Akun Realisasi Belanja Hibah 56
Belanja Hibah 561 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 5611 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 56111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 561111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri 562 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 5621 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 56211 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 562111 Belanja Hibah Kepada Organisasi Internasional 563 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 5631 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 56311 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah
200
563111 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah 56312 Belanja Hibah Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah 563121 Belanja Hibah Barang Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563122 Belanja Hibah Jasa Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 563123 Belanja Hibah Surat Berharga Kepada Pemerintah Daerah dari Penerusan Hibah Luar Negeri 564 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 5641 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 56411 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 564111 Belanja Hibah Kepada Organisasi Dalam Negeri 72
Pengeluaran Pembiayaan 724 Penyertaan Modal Negara 7244 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah 72441 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah 724411 Penyertaan Modal Negara untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah
3.1.5.Akun Neraca 11
Aset Lancar 111 Kas dan Setara Kas 1118 Kas Lainnya dan Setara Kas 11182 Kas Lainnya pada Kementerian Negara/Lembaga 111822 Kas Lainnya di Kementerian Negara/Lembaga dari Hibah
31
Ekuitas Dana Lancar 311 Ekuitas Dana Lancar 3119 Dana Lancar Lainnya 31191 Dana Lancar Lainnya 311911 Dana Lancar Lainnya dari Hibah Langsung
201
Bagan Akun Standar ditetapkan dalam peraturan tersendiri. 3.2. Jurnal Standar Hibah a.
Pendapatan Hibah yang dialokasikan. DR. Pendapatan Hibah yang dialokasikan + uraian MAP XXX CR. Utang kepada KUN
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat diterimanya pendapatan hibah yang dialokasikan yang dicantumkan dalam DIPA) b.
Belanja Hibah. DR. Piutang dari KUN
XXX
CR. Belanja + Uraian MAK
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat diterimanya belanja hibah yang dicantumkan dalam DIPA) c.
Realisasi pendapatan hibah. DR
Utang Kepada KUN
CR
Pendapatan Hibah + uraian MAP
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pendapatan hibah diterima/ direalisasikan) d.
Realisasi Belanja hibah. DR
Belanja + uraian MAK
XXX
CR
Piutang dari KUN
XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat belanja hibah diterima/ direalisasikan) e.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Tahun Berjalan. DR
Piutang dari KUN
CR
Belanja + uraian MAK
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja hibah diterima/direalisasikan pada tahun anggaran berjalan) f.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Setelah Tahun Berjalan. DR
Penerimaan Kembali Belanja Hibah T.A. Yang Lalu
CR
Hutang dari KUN
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja diterima/ direalisaaikan setelah tahun anggaran berjalan)
202
e.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Tahun Berjalan. DR
Piutang dari KUN
CR
Belanja + uraian MAK
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian belanja hibah diterima/direalisasikan pada tahun anggaran berjalan) f.
Realisasi Pengembalian Belanja Hibah Setelah Tahun Berjalan. DR
Penerimaan Kembali Belanja Hibah T.A. Yang Lalu
CR
Hutang dari KUN
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian diterima/ direalisasikan setelah tahun anggaran berjalan) g.
Realisasi Pengembalian Pendapatan Hibah Tahun Berjalan. DR
Pendapatan Hibah + uraian MAP
CR
Utang Kepada KUN
XXX XXX
(Jurnal standar yang dilakukan pada saat pengembalian diterima/ direalisasikan pada tahun anggaran berjalan) h.
Realisasi Pengembalian Pendapatan Hibah Setelah Tahun Berjalan. DR SAL CR Kas
XXX XXX
Jurnal yang terkait dengan Sistem Akuntansi Instansi (SAl) dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai jurnal standar SAI.
203
BAB IV SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI HIBAH Pada Bab ini akan digambarkan rangkaian sistem dan prosedur akuntansi dari berbagai transaksi hibah yang saling berkaitan untuk menghasilkan output berupa laporan hibah bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hibah. Beberapa tahapan sistem dan prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut. I.
Penandatanganan perjanjian hibah (grant agreement) Perjanjian hibah adalah kesepakatan tertulis mengenai hibah antara Pemerintah dengan Pemberi Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian pemberian hibah atau dokumen lain yang dipersamakan. Perjanjian hibah disusun untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak dan di dalam perjanjian tersebut terdapat hak dan kewajiban yang melakukan perikatan. Sesuai PP 10/2011, Perjanjian hibah paling sedikit memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a.
Pemberi Hibah/Donor;
b.
Penerima hibah/ beneficiary,
c.
Jumlah dan rencana realisasi per tahun;
d.
Bentuk (uang/barang/jasa/ surat berharga);
e.
Peruntukan;
f.
Ketentuan dan Persyaratan; dan
g.
Jangka waktu (meliputi informasi mengenai waktu hibah mulai aktif dan hibah dinyatakan selesai).
Dalam hal hibah yang direncanakan, penandatanganan perjanjian hibah dilakukan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan hibah langsung, penandatanganan Perjanjian Hibah dapat dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi kuasa. 204
II.
Permohonan Registrasi Registrasi merupakan proses pendaftaran hibah yang diajukan oleh K/L kepada DJPU yang selanjutnya akan diberikan nomor register. Nomor register merupakan nomor unique yang diberikan oleh DJPU dalam rangka membedakan satu hibah dengan hibah yang lainnya. Proses registerasi hibah merupakan entry point untuk memasukan hibah dalam mekanisme APBN, tanpa adanya nomor register akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan dan pertanggungjawaban hibah selanjutnya. Registrasi dilakukan tidak hanya untuk hibah yang berasal dari luar negeri tetapi juga dilakukan untuk hibah yang berasal dari dalam negeri. Selain itu, jika dilihat dari mekanisme pencairan dananya, registrasi wajib dilakukan atas hibah yang diterima secara terencana (pencairan dananya melalui KPPN) maupun hibah yang diterima secara langsung oleh K/L (pencairan dananya tidak melalui KPPN). Satu perjanjian hibah/dokumen yang dipersamakan hanya memiliki satu nomor register. Dalam hal perjanjian tersebut terdapat lebih dan satu K/L yang menerima hibah, maka salah satu dari K/L ditunjuk sebagai executing agency yang akan mengajukan proses registrasi ke DJPU. Nomor registrasi yang telah diterbitkan oleh DJPU dapat digunakan oleh K/L untuk tahapan pelaksanaan dan pertanggungjawaban hibah selanjutnya. Berkenaan dengan itu, maka koordinasi antara K/L sebagai executing agency dengan K/lainnya sebagai Project Implementing Unit (PIU) mutlak diperlukan. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk memperoleh nomor register adalah sebagai berikut. a.
Setelah perjanjian hibah ditandatangani oleh K/L dan Pemberi Hibah, Sekretaris Jendral K/L mengajukan surat permohonan nomor register dengan melampirkan:
205
b.
1)
Perjanjian hibah (PH)/Memorandum of Understanding (MoU) atau dokumen lain yang dipersamakan; dan
2)
Grant Summary atau ringkasan perjanjian hibah dan disbursement plan. Disbursement plan atau rencana penarikan hibah disajikan per-tahun sampai dengan perjanjian hibah dinyatakan tidak dapat ditarik lagi (closed).
Surat balasan (nomor registrasi) dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen ditujukan kepada Sekretaris Jenderal K/L atau kepada pihak yang mengajukan permohonan registrasi.
Nomor register yang telah diperoleh dari DJPU merupakan dasar pengajuan ijin pembukaan rekening dan pencantuman nomor register ke dalam Dokumen Anggaran (DIPA). Tidak diperkenankan pengajuan revisi DIPA tanpa nomor registrasi yang diberikan oleh DJPU. Dalam pengajuan nomor register ke DJPU terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
206
a.
pemberian nomor register tidak berdasarkan negara Pemberi Hibah namun berdasarkan jumlah perjanjian hibah, misalnya: hibah dan World Bank yang diberikan kepada K/L sebanyak 5 (lima) perjanjian hibah yang berbeda, maka pengajuan nomor registrasi kepada DJPU sebanyak 5 (lima) hibah dan akan diberikan 5 (lima) nomor register;
b.
pemberian nomor register tidak didasarkan atas bentuk hibah, misalnya dalam satu perjanjian hibah, pemberi hibah akan memberikan hibah berupa uang, barang dan jasa, maka pemberian nomor register hibah tidak didasarkan pada bentuk hibah tersebut; dan
c.
pemberian nomor register hibah tidak diberikan atas dasar lamanya waktu penarikan hibah, misalnya: dalam satu perjaniian hibah ditentukan akan diterima dalam waktu
5 (lima) tahun (multiyears), maka K/L tidak perlu untuk mengajukan register setiap tahunnya, cukup satu kali saja untuk satu perjanjian hibah. Proses Penerbitan Nomor Registrasi
Terkait dengan proses pengesahan atas penyerahan aset yang dilakukan K/L kepada Pemda, tidak perlu dilakukan proses permohonan nomor register. III. Hibah yang Direncanakan 1.
Hibah yang direncanakan adalah hibah yang diperoleh dengan mekanisme yang direncanakan, mulai dari pengajuan kegiatan yang didanai dari hibah, pencantuman dalam Daftar Rincian Kegiatan hibah, penandatanganan hibah, pencantuman dalam APBN dan Dokumen Anggaran serta pencairan dananya melalui KPPN (BUN) untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan. Untuk hibah yang direncanakan, terdapat beberapa ketentuan yang akan diatur dalam peraturan lainnya yaitu: a.
tata cara penyusunan rencana kegiatan, pengajuan usulan, dan penilaian kegiatan diatur dalam 207
Peraturan Menteri Perencanaan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL dan RKA-BUN;
2.
b.
penyusunan dan revisi dokumen anggaran akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran; dan
c.
tata cara penanikan hibah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman pembayaran dalam pelaksanaan APBN.
Tata cara penarikan hibah yang direncanakan dilakukan dengan 5 (lima) cara yaitu: a.
Transfer ke R-KUN;
b.
Pembayaran Langsung (Direct Payment);
c.
Rekening Khusus (Special Account),
d.
Letter of Credit; dan
e.
Pembiayaan Pendahuluan (Pre Financing)./
Tata cara penarikan hibah yang direncanakan tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penarikan pinjaman luar negeri dan/atau hibah luar negeri. Dalam hal tata cara penarikan hibah tersebut tidak melalui kelima cara diatas, maka hibah yang diterima tersebut dikategorikan sebagai hibah yang diterima secara Iangsung oleh K/L. Pada hibah tertentu proses pengadaan hibah dilakukan secara terencana/sesuai dengan prosedur perencanaan, namun demikian dalam perjanjian hibah dinyatakan bahwa pengadaan barang/jasa dilaksanakan langsung oleh Pemberi Hibah (executed by donor) maka hibah tersebut juga merupakan hibah langsung. Demikian pula halnya jika Pemberi Hibah memberikan hibah berupa uang kepada K/L tanpa melalui KPPN (BUN) maka hal ini juga dikategorikan sebagai hibah langsung.
208
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun proses pengadaan hibah dilakukan dengan terencana, namun jika proses eksekusinya dilakukan oleh Pemberi Hibah (executed by donor) tanpa melibatkan KPPN, maka hibah tersebut masuk dalam kategori hibah langsung. Untuk menggambarkan proses pengadaan hibah yang direncanakan secara menyeluruh akan tampak pada bagan alur berikut.
IV. Hibah Langsung K/L dapat menerima Hibah langsung dari Pemberi Hibah dengan memperhatikan prinsip dalam Pendapatan Hibah. Selain itu, K/L wajib mengkaji maksud dan tujuan hibah serta bertanggung jawab terhadap Hibah yang akan diterima dan mengkonsultasikan rencana penerimaan Hibah langsung pada tahun berjalan kepada Menteri Keuangan, Menteri 209
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait lainnya sebelum dilakukan penandatanganan Perjanjian Hibah. Untuk hibah yang langsung diterima K/L, penjanjian hibah paling sedikit memuat: a.
jumlah/nilai;
b.
peruntukan;
c.
bentuk;
d.
ketentuan dan persyaratan; dan
e.
jangka waktu.
Hibah Iangsung diterima K/L sewaktu-waktu, tidak mengikuti sikius APBN, dapat diserahkan oleh Pemberi Hibah kepada K/L pada saat apapun saja, tergantung pada siklus anggaran di negara dimana pemberi hibah berasal. Namun demikian hibah langsung dapat saja telah dimasukkan ke dalam perencanaan APBN, DIPA sudah tersedia diawal tahun namun pencairannya tidak dilakukan melalui KPPN maka hibah ini juga diklasifikasikan sebagai Hibah Langsung. Hibah langsung yang diterima dari Pemberi Hibah dapat berupa berupa uang tunai, uang untuk membiayai kegiatan, barang/jasa dan surat berharga. Berikut ini gambaran sistem dan prosedur hibah sesuai dengan bentuknya. 1.
Hibah Langsung Bentuk Uang a.
Sistem dan Prosedur hibah berupa uang/kas yang diterima secara langsung oleh K/L 1)
Registerasi hibah Iangsung ke DJPU
2)
Mengajukan Ijin Pembukaan Rekening
Penerimaan hibah berupa uang, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) wajib melakukan ijin pembukaan rekening ditujukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan 210
(Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat) Kementerian Keuangan ditembuskan kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara untuk mendapatkan persetujuan. Persetujuan atas Nomor Rekening Hibah dapat dilakukan sesudah rekening dibuka. 3)
Penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah dalam DIPA. Hibah yang diperoleh dari pemberi hibah berupa uang, K/L wajib melakukan penyesuaian pagu belanja dalam DIPA kepada Ditjen Perbendaharaan.
4)
K/L melakukan Pengesahan Pendapatan dan Belanja yang bersumber dari hibah Dana hibah yang diperoleh dari donor dibelanjakan sesuai dengan peruntukan yang tertuang dalam perjanjian hibah. Dalam hal revisi DIPA belum dilakukan, K/L dapat melakukan belanja yang akan disahkan dalam akun: 52 (Belanja Barang), 53 (Belanja Modal), 57 (Belanja Bantuan Sosial). Mekanisme pengelolaan dan pengesahan dapat digambarkan dalam bagan alur sebagai berikut:
2.
Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian hibah, Pemberi Hibah akan merealisasikan hibah berupa barang/jasa kepada K/L atau surat berharga kepada BUN. Pengadaan barang/jasa/surat berharga sepenuhnya dilakukan oleh Pemberi Hibah, sedangkan penerima hibah (beneficiary) hanya menerima manfaat atas hibah barang/ jasa/surat berharga yang diberikan. Pada saat Pemberi Hibah memberikan hibah berupa barang/jasa/surat berharga, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut. 211
a.
Satker/KPA bersama-sama Pemberi Hibah membuat Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang/Jasa/Surat Berharga. BAST merupakan dokumen sumber yang di dalamnya sekurang-kurangnya berisikan: 1)
Tanggal serah terima, merupakan tanggal penyerahan barang/jasa/surat berharga dari pemberi hibah kepada penerima hibah;
2)
Para pihak, merupakan nama pemberi hibah dan penerima hibah;
3)
Jumah (valas dan/atau rupiah), merupakan jumlah nominal hibah yang diterima ekuivalen dengan uang; dan
4)
Bentuk/jenis hibah, merupakan bentuk hibah yang diterima, dapat berupa barang/jasa/surat berharga. Dalam hal hibah yang diterima dalam bentuk barang harus disebutkan rincian harga barang yang diterima. Jika harga barang belum tercantum pada BAST, PA/KPA dapat melakukan penilaian harga barang sesuai dengan harga wajar/harga pasar (fair value).
5)
Tujuan Penyerahan, merupakan tujuan penyerahan barang/jasa/surat berharga, yaitu untuk hibah dari pemberi hibah kepada penerima hibah.
BAST berfungsi sebagai berikut:
212
1)
Dokumen sumber bagi pemberi hibah dan penerima hibah;
2)
Dokumen sumber awal untuk penyusunan dokumen-dokumen sumber lainnya untuk pertanggungjawaban hibah; dan
3)
Dokumen sumber untuk perencanaan penerimaan hibah (disbursement plan).
b.
Atas dasar perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan, PA/KPA mengajukan permohonan registrasi dan dokumen yang dibutuhkan untuk registerasi sama dengan prosedur yang telah disebutkan diatas. Dalam hal hibah barang atau jasa yang diterima sebagai bagian dari kegiatan hibah yang perjanjian hibahnya sudah di-register, maka Satker tidak perlu mengajukan registrasi baru (dapat menggunakan nomor register yang sama).
c.
Satker/KPA mengajukan permohonan pengesahan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi Akuntansi dan Setelmen dengan kelengkapan: 1)
Perjanjian Hibah atau dokumen lain yang dipersamakan;
2)
Berita Acara Serah Terima (BAST); dan
3)
Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Dalam Bentuk Barang atau Jasa/(SPTMHL) dalam bentuk barang/jasa.
d.
Atas dasar surat permintaan pengesahan dan berbagai dokumen tersebut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pengesahan dan sebagai dokumen sumber bagi DJPU untuk mencatat realisasi penerimaan hibah.
e.
Pengesahan hibah bentuk barang/jasa/Surat berharga ke KPPN melalui Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL-BJS).
213
V.
Sistem dan Prosedur Rekonsiliasi Rekonsiliasi adalah pencocokan data antara satu sistem dengan sistem yang lainnya dengan menggunakan dokumen sumber yang sama. Rekonsiliasi hibah merupakan salah satu prosedur internal control untuk memastikan bahwa Pendapatan Hlbah dan Belanja Hibah telah dicatat dengan besaran yang sama antara BUN dengan Pengguna Anggaran/ KuaSa Pengguna Anggaran Hibah. Disamping itu, rekonsiliasi juga dilaksanakan dengan antara DJPU selaku Unit akuntansi yang melaporkan Pendapatan Hibah dengan K/L selaku yang menerima Pendapatan Hibah secara langaung. Rekonsiliasi dilaksanakanan paling sedikit satu kali dalam 3 (tiga bulan) Rekonsiliasi hibah dilaksanakan antara:
214
1.
DJPU dengan Dit. PKN atas Pendapatan Hibah dalam bentuk uang yang berasal dari luar negeri;
2.
DJPU dengan Kementerian/Lembaga atas Pendapatan hibah yang diterima secara Langsung berupa uang, barang, dan jasa;
3.
DJPU dengan DJKN dalam hal hibah berupa surat berhanga;
4.
DJPK dengan Dit. PKN/KPPN mitra kerja atas Belanja Hibah (on granting), dan
5.
DJPU dengan Dlrektorat APK atas Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah yang diterima.
BAB V PELAPORAN HIBAH Laporan keuangan disusun untuk menyediakan Informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan realisasi anggaran untuk seluruh transaksi yang dilakukan suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Setiap entitsa pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi dan keseimbangan antar generasi. Transaksi hibah juga harus di sajikan dalam laporan keuangan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai SIKUBAH mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam UU 17/2003 dan UU 1/2004, Menteri Keuangan sebagai BUN, dalam hal ini DJPU selaku Unit Akuntansi Pembantu BUN, diberikan kewenangan untuk melaporkan Pendapatan Hibah dan Belanja Hibah. K/L sebagai pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk melaporkan belanja yang bersumber dari hibah dan belanja untuk pencatatan hibah bentuk barang dan jasa, sedangkan DJKN selaku pengguna anggaran BUN Pengelola Investasi Pemerintah melaporkan pengeluaran pembiayaan hibah. Selain menyusun laporan keuangan untuk tujuan akuntabilitas, DJPU juga dimungkinkan untuk menghasilkan laporan manajerial untuk kebutuhan khusus manajemen. Salah satu aplikasi yang dipakai untuk mcnghasilkan laporan untuk kebutuhan khusus 215
tersebut adalah Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). Aplikasi DMFAS ini merupakan supporting system yang dapat menghasilkan laporan tambahan terhadap penyusunan laporan keuangan pemerintah. Jika diperlukan, DMFAS dapat dipakai untuk menghasilkan laporan hibah yang Iebih terinci sebagai pelengkap laporan keuangan pemerintah. K/L sebagai entitas akuntansi dan entitas pelaporan khususnya atas pelaksanaan belanja yang sumber dananya berasal dari hibah, diwajibkan melaporkan belanja tersebut dalam LRA, sebagaimana mekanisme yang berlaku atas belanja yang berada pada K/L. Selanjutnya, terhadap hibah yang diperoleh dalam bentuk barang, K/L sebagai entitas akuntansi dan entitas pelaporan wajib untuk melaporkannya dalam Neraca, LRA, dan CaLK. Sedangkan hibah yang diperoleh dalam bentuk jasa, K/L wajib melaporkan dalam LRA dan CaLK. 5.1. Periode Pelaporan Laporan Keuangan disajikan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, yaitu laporan keuangan semesteran dan laporan keuangan akhir tahun. 5.2. Komponen Laporan Hibah Laporan Hibah setidak-tidaknya terdiri dari: 1.
Neraca;
2.
LRA;
3.
CaLK; dan
4.
Laporan (managerial report).
Pendapatan Hibah dalam bentuk uang, barang, jasa dan/ atau surat berharga harus disajikan dalam LRA. Transaksi Pendapatan Hibah dan penerusannya ke daerah (Belanja Hibah) dilaporkan dalam LRA dan diungkapkan dalam CaLK.
216
Dalam hal Hibah tidak termasuk dalam perencanaan Hibah pada tahun anggaran berjalan, Hibah harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan. 5.3. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) LRA menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh LRA atas hibah terdiri dari Belanja Hibah dan Pendapatan Hibah. Pendapatan Hibah berupa Barang/Jasa/Surat Berharga serta Belanja untuk pencatatan hibah berupa Barang/Jasa/Surat Berharga merupakan transaksi non Kas. Berikut ini adalah ilustrasi Laporan Realisasi Anggaran atas hibah:
217
218
43
II
431X 431XX 431XXX
43
I
KODE 3
2 TRANSAKSI KAS Pemerintah Dalam Negeri Penerimaan Hibah Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri Uraian akan Pendapatan Hibah 4 digit Uraian akan Pendapatan Hibah 5 digit Uraian akan Pendapatan Hibah 6 digit Jumlah Pendapatan XXXXX Jumlah Pendapatan XXXX Jumlah Pendapatan XXX Jumlah Pendapatan XX TRANSAKSI NON KAS Pemerintah Dalam Negeri Penerimaan Hibah Pendapatan Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
PENDAPATAN
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
4
JUMLAH SAMPAI DENGAN BULAN LALU
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
5
BULAN INI
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
99999.99 99999.99 99999.99 99999.99 99999.99
7
% REAL. PEND
: LRPS.B01 : XX/XX/XXXX : XX :
JUMLAH SAMPAI DENGAN BULAN INI 6
KODE LAP TANGGAL HAL PROG ID
REALISASI PENDAPATAN
: (999) BENDAHARA UMUM NEGARA : (02) HIBAH : (0100) DKI JAKARTA : XXXXXX KANTOR XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX : (KP) KANTOR PUSAT
URAIAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA ESELON I WILAYAH/PROPINSI SATUAN KERJA JENIS SATUAN KERJA
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH SATUAN KERJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR XX-XXXXXXXXX-XXXX (DALAM RUPIAH)
219
431X 431XX 431XXX
Uraian akan Pendapatan Hibah 4 digit Uraian akan Pendapatan Hibah 5 digit Uraian akan Pendapatan Hibah 6 digit Jumlah Pendapatan XXXXX Jumlah Pendapatan XXXX Jumlah Pendapatan XXX Jumlah Pendapatan XX Jumlah Pendapatan Hibah Non Kas JUMLAH PENDAPATAN DAN HIBAH 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
99999.99 99999.99 99999.99 99999.99 99999.99 99999.99 99999.99
220
2 TRANSAKSI KAS Uraian Sumber Dana Uraian Cara penarikan Uraian Fungsi Uraian Sub Fungsi Uraian Program Uraian Kegiatan Uraian Output Uraian Jenis Belanja Uraian Jenis Belanja Uraian MAK Uraian MAK JUMLAH BELANJA XXXX Uraian Jenis Belanja Uraian MAK Uraian MAK JUMLAH BELANJA XXXX JUMLAH BELANJA XX JUMLAH BELANJA OUTPUT XXXX.XXXX JUMLAH BELANJA KEGIATAN XXXX JUMLAH BELANJA PROGRAM XX.XX.XXXX JUMLAH BELANJA SUBFUNGSI XX.XX
1 I XX X XX XX XXXX XXXX XXXX XX XXXX XXXXXX XXXXXX
XXXX XXXXXX XXXXXX
URAIAN
KODE
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA ESELON I WILAYAH/PROPINSI SATUAN KERJA JENIS SATUAN KERJA
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
4
ANGGARAN SETELAH REVISI
3
ANGGARAN SEMULA
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
JUMLAH SAMPAI DENGAN BULAN LALU 5
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
6
BULAN INI
REALISASI BELANJA
: (999) BENDAHARA UMUM NEGARA : (02) HIBAH : (0100) DKI JAKARTA : XXXXXX KANTOR XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX : (KP) KANTOR PUSAT
LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA BELANJA SATUAN KERJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR XX-XXXXXXXXX-XXXX (DALAM RUPIAH)
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
JUMLAH SAMPAI DENGAN BULAN INI 7
KODE LAP TANGGAL HAL PROG. ID
99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99
99,999.99 99,999.99 99,999.99
8
% REAL. ANGG.
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
9
SISA ANGGARAN
: LRPS.B01 : XX/XX/XXXX : XX : XXXXXXXX
221
TRANSAKSI NON KAS Uraian Sumber Dana Uraian Cara penarikan Uraian Fungsi Uraian Sub Fungsi Uraian Program Uraian Kegiatan Uraian Output Uraian Jenis Belanja Uraian Jenis Belanja Uraian MAK Uraian MAK JUMLAH BELANJA XXXX XXXX Uraian Jenis Belanja XXXXXX Uraian MAK XXXXXX Uraian MAK JUMLAH BELANJA XXXX JUMLAH BELANJA XX JUMLAH BELANJA OUTPUT XXXX.XXXX JUMLAH BELANJA KEGIATAN XXXX JUMLAH BELANJA PROGRAM XX.XX.XXXX JUMLAH BELANJA SUBFUNGSI XX.XX JUMLAH BELANJA FUNGSI XX JUMLAH BELANJA CARA PENARIKAN X JUMLAH BELANJA SUMBER DANA XX JUMLAH BELANJA TRANSAKSI KAS JUMLAH BELANJA TRANSAKSI KAS DAN NON KAS
II XX X XX XX XXXX XXXX XXXX XX XXXX XXXXXX XXXXXX
JUMLAH BELANJA FUNGSI XX JUMLAH BELANJA CARA PENARIKAN X JUMLAH BELANJA SUMBER DANA XX JUMLAH BELANJA TRANSAKSI KAS
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
99,999.99
99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99
99,999.99 99,999.99 99,999.99
99,999.99 99,999.99 99,999.99 99,999.99
999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999 999,999,999,999
5.4. Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) CaLK meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam LRA dan Neraca. CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. CaLK Hibah secara khusus meliputi:
222
1.
penyajian informasi mengenai kebijakan Hibah, pencapaian target Undang-Undang APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target dimaksud;
2.
penyajian ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan,
3.
penyajian informasi mengenai dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya;
4.
pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka laporan keuangan;
5.
penjelasan atas perkiraan LRA dan Neraca;
6.
penyajian basis pengukuran atas hibah;
7.
penyajian secara lebih rinci sumber-sumber atau jenisjenis hibah; dan
8.
penyediaan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka laporan keuangan.
BAB VI PENUTUP Hibah yang bersumber dari luar negeri dan dalam negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang ikut menopang pengeluaran negara. Pendapatan Hibah yang diterima oleh Pemenintah tidak hanya melalui mekanisme hibah yang direncanakan, namun banyak pula hibah diperoleh dari pemberi hibah secara langsung kepada K/L. Agar hibah secara langsung yang diterima K/L dapat dilaksanakan dengan pninsip-prinsip tata kelola yang baik, diperlukan mekanisme pertanggungiawaban yang transparan dan akuntabel. Guna menjawab tantangan tersebut di atas, telah disusun PMK 40/2009 yang menjadi pedoman dalam tata kelola sistem akuntansi hibah. Namun PMK tersebut masih perlu dilakukan penyesuaian guna menjawab permasalahan hibah dan beberapa ketentuan yang diatur dalam PP 10/2011. Agar pelaksanaan pertanggungjawaban hibah lebih mudah untuk dilaksanakan oleh para entitas akuntansi, telah disusun modul SIKUBAH sebagai lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. Modul ini memberikan pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan terkait hibah sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Entitas terkait hibah tidak hanya di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai BUN, tetapi juga bagi K/L yang memperoleh hibah secara Iangsung dapat melakukan pengesahan kepada BUN sehingga Pendapatan Hibah ini dapat tercatat dalam laporan keuangan. Sehingga dengan demikian diharapkan upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara khususnya pengelolaan hibah dapat terwujud. Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan ini berikut Modul SIKUBAH bukan merupakan tujuan akhir pelaksanaan akuntansi hibah. Namun yang lebih penting yaitu memberikan payung hukum atas pelaksanaan akuntansi hibah dan merancang Sistem 223
Aplikasi Hibah yang komprehensif sehingga dapat untuk membantu menyusun laporan keuangan yang akurat, informatif dan tepat waktu sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/ PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN GIARTO NIP 195904201984021001
224
MENTERI KEUANGAN ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
225
226
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 77 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah dan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah;
Mengingat
1.
:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 227
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
228
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1.
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan.
2.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah baik dari pemberi pinjaman dalam negeri maupun pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
3.
Hibah adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/ atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
4.
Executing Agency, selanjutnya disingkat EA, adalah Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah.
5.
Surat Perintah Membayar, selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
229
6.
Surat Perintah Pencairan Dana, selanjutnya disingkat SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
7.
Pengguna Anggaran, selanjutnya disingkat PA, adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
8.
Kuasa Pengguna Anggaran, selanjutnya disingkat KPA, adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
9.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan anggaran dan dokumen pendukung akuntansi pemerintahan.
10. Aplikasi Penarikan Dana (Withdrawal Application), selanjutnya disingkat WA, adalah penarikan initial depositdana Pinjaman dan/atau Hibah pengisian kembali rekening khusus (replenishment), pengisian kembali rekening dana talangan (reimbursement), penarikan dana untuk penggantian atas pengeluaran-pengeluaran yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pemerintah, membayar langsung kepada rekanan atau pihak yang dituju, dan penarikan dana dalam rangka transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (R-KUN). 11. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan, selanjutnya disingkat NOD, adalah dokumen yang menunjukkan bahwa pemberi Pinjaman dan/atau Hibah telah melakukan pencairan Pinjaman dan/atau Hibah yang antara lain memuat informasi Pinjaman dan/atau Hibah, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal
230
transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan Hibah. 12. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan, selanjutnya disingkat SP3, adalah surat perintah yang diterbitkan KPPN Khusus selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, yang fungsinya dipersamakan sebagaimana SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan Satuan Kerja (Satker) untuk dibukukan/ disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah melalui mekanisme pembayaran langsung dan/atau letter of credit (L/C). 13. Disbursement Plan adalah dokumen rencana penarikan dana Pinjaman dan/atau Hibah yang disusun berdasarkan rencana kerja kegiatan. 14. Disbursement Ratio, selanjutnya disingkat DR, adalah perbandingan antara realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah dengan komitmen nilai bersihnya. 15. Availability Period adalah periode yang tersedia untuk penarikan Pinjaman dan/atau Hibah, yaitu periode antara tanggal efektif Pinjaman dan/atau Hibah (effective date) sampai dengan tanggal penutupan Pinjaman dan/atau Hibah (closing date). 16. Elapse Time Ratio, selanjutnya disingkat ETR, adalah perbandingan antara periode yang telah dilampaui mulai effective date dengan periode penarikan Pinjaman dan/atau Hibah (availability period). 17. Progress Variant, selanjutnya disingkat perbandingan antara DR dengan ETR.
PV,
adalah
18. Condition Precedent of Effectiveness adalah persyaratanpersyaratan yang disepakati oleh pemberi Pinjaman dan/ atau Hibah dengan penerima Pinjaman dan/atau Hibah untuk menentukan berlaku efektifnya suatu Pinjaman dan/atau Hibah. 231
19. Nota Disposisi, selanjutnya disebut Nodis, adalah surat yang memuat informasi antara lain realisasi L/C dan berfungsi sebagai pengantar dokumen kepada importir. 20. Restrukturisasi Pinjaman adalah reorganisasi Pinjaman yang melibatkan pemberi dan penerima Pinjaman untuk merubah persyaratan yang telah disepakati dalam rangka membayar kembali pinjaman yang dapat mencakup skema-skema seperti penjadwalan kembali (rescheduling), pembiayaan kembali (refinancing), penghapusan (debt forgiveness), konversi Pinjaman (debt conversion) dan percepatan pembayaran Pinjaman sebelum jatuh tempo (prepayment). 21. Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga, selanjutnya disingkat SP-RKAKL, adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan Program dan dirinci ke dalam satuan kerja-satuan kerja berdasarkan penelaahan RKA-KL. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan pemantauan, evaluasi, pelaporan dan publikasi atas kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah.
232
BAB II PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN ATAS PINJAMAN DAN HIBAH Bagian Kesatu Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara Paragraf 1 Pemantauan dan Evaluasi Pasal 3 (1) Pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L), Gubernur, Bupati/ Walikota atau Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pimpinan EA melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tahapan: a.
pelaksanaan, yang meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan proses pengadaan barang dan/atau jasa, kinerja pelaksanaan fisik kegiatan, perkembangan realisasi penyerapan dana, perkembangan pencapaian indikator masukan (input) dan keluaran (output), permasalahan yang dihadapi, dan tindak lanjut yang diperlukan; dan
b.
pasca kegiatan, yang meliputi evaluasi terhadap output, dampak, kesinambungan, dan indikator keberhasilan lainnya.
233
Paragraf 2 Pelaporan Pasal 4 (1) Pimpinan EA menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang terdiri atas: a.
laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan; dan
b.
laporan pasca kegiatan.
(2) Laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) Batas akhir masing-masing triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut: a.
triwulan pertama setiap tanggal 31 Maret;
b.
triwulan kedua setiap tanggal 30 Juni;
c.
triwulan ketiga setiap tanggal 30 September; dan
d.
triwulan keempat setiap tanggal 31 Desember.
(4) Bentuk formulir laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. (5) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Laporan Akhir Kegiatan (Project Completion Report) atau dokumen lain yang sejenis. (6) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 6 (enam) bulan setelah kegiatan dinyatakan selesai. 234
(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialamatkan kepada: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang u.p. Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta 10710 Email :
[email protected] Faksimili : (021) 3843712 Bagian Kedua Kementerian Keuangan Paragraf 1 Pemantauan Pasal 5 (1) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pemantauan terhadap realisasi penyerapan dan aspek keuangan atas Pinjaman dan/atau Hibah. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan. Pasal 6 (1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan terhadap data dan informasi yang meliputi: a.
Disbursement plan atas perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah yang masih berstatus aktif dan perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah baru dalam rangka memenuhi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan;
235
b.
pemenuhan condition precedents of effectiveness Pinjaman dan/atau Hibah termasuk persyaratan biaya Pinjaman dan realisasi pembayarannya;
c.
amandemen perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah;
d.
restrukturisasi Pinjaman termasuk rescheduling, prepayment, debt swap dan skema restrukturisasi lainnya;
e.
rencana penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang dialokasikan dalam DIPA tahun berjalan;
f.
realisasi pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah yang ditunjukkan di dalam dokumen SP2D, WA, SP3, Nodis dan dokumen sejenis lainnya; dan
g.
realisasi pencairan dana dari pemberi Pinjaman dan/atau Hibah yang tercermin dalam NOD atau dokumen sejenis lainnya.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a.
basis data Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS);
b.
laporan triwulanan yang diterima dari K/L, Pemerintah Daerah (Pemda), dan BUMN, selaku EA;
c.
hasil rapat berkala dan ad hoc dengan K/L, Pemda, dan BUMN selaku EA; dan
d.
dokumen atau sumber-sumber lain yang relevan. Pasal 7
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat didukung dengan: a.
236
data dan informasi yang diperoleh dari kunjungan ke lokasi kegiatan (on-site visit);
b.
hasil pengamatan terhadap persiapan kegiatan, proses pengadaan barang/jasa, pelaksanaan kegiatan fisik, proses administrasi, dan pengelolaan kegiatan;
c.
informasi yang dilakukan melalui wawancara atau pengumpulan data primer dan hasil perbandingan antara sasaran kegiatan, indikator keberhasilan dan kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan;
d.
koordinasi dan rekonsiliasi data dengan K/L, Pemda, dan BUMN selaku EA atau penerima penerusan Pinjaman dan/atau Hibah yang dilakukan secara periodik maupun ad hoc;
e.
hasil pertukaran data Pinjaman dan/atau Hibah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dengan: 1)
Direktorat Jenderal Anggaran, terkait dengan data SPRKAKL dan rencana penarikan Pinjaman dan/atau Hibah; dan/atau
2)
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, terkait dengan data DIPA, data realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah melalui SP2D, WA, Nodis, dan SP3. Pasal 8
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat berupa penyusunan mekanisme peringatan dini (early warning mechanism) terhadap: a.
Pinjaman dan/atau Hibah yang akan mengalami penutupan masa laku pada 2 (dua) triwulan ke depan dari triwulan berjalan;
b.
Pinjaman dan/atau Hibah yang masa lakunya telah berakhir namun masih terdapat sisa dana yang belum ditarik;
c.
Pinjaman dan/atau Hibah yang belum efektif dan/atau persyaratan penarikan pertama yang belum terpenuhi; dan
d.
Pinjaman dan/atau Hibah yang telah dinyatakan berlaku efektif namun belum ada penarikan dana. 237
Paragraf 2 Kajian, Identifikasi, dan Pengukuran Pasal 9 Berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melakukan hal-hal sebagai berikut: a.
Mengkaji kesesuaian pelaksanaan rencananya, yang terkait dengan:
kegiatan
dengan
1)
pemenuhan condition precedents of effectiveness untuk pengefektifan perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah;
2)
disbursement plan;
3)
pengalokasian dana Pinjaman dan/atau Hibah ke dalam DIPA;
4)
pengajuan penarikan Pinjaman dan/atau Hibah;
5)
realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah; dan
6)
penerbitan SP3.
b.
Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah serta langkah-langkah penyelesaiannya.
c.
Mengukur kaitan antara kemajuan pelaksanaan kegiatan dengan indikator kinerja kegiatan. Paragraf 3 Evaluasi Pasal 10
(1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pengujian konsistensi data perencanaan anggaran Pinjaman dan/atau Hibah dan realisasinya. 238
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui cara sebagai berikut: a.
membandingkan antara rencana penarikan dana dengan alokasi dana dalam DIPA;
b.
membandingkan antara alokasi Pinjaman dan/atau Hibah dalam DIPA dengan realisasi pencairan dana Pinjaman dan/atau Hibah berupa SP2D, WA, Nodis, dan SP3;
c.
membandingkan antara WA serta SP3 dari KPPN Khusus dengan realisasi NOD atau dokumen lain yang dipersamakan dari pemberi Pinjaman dan/atau Hibah; dan
d.
mengukur atau membandingkan antara capaian pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan dengan menggunakan teknik perhitungan PV.
(3) Berdasarkan hasil perhitungan PV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang mengkategorikan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai Pinjaman dan/atau Hibah sebagai berikut: a.
”on and above schedule” untuk kegiatan dengan nilai PV ≥ 1 yang berarti realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang bersangkutan telah sesuai atau lebih cepat dari jadwal yang direncanakan;
b.
”behind schedule” untuk kegiatan dengan nilai PV = 1 > x > 0,30 yang berarti realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang bersangkutan lebih lambat dari jadwal yang direncanakan;
c.
”at risk” untuk kegiatan dengan nilai PV ≤ 0,30 yang berarti realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah mengalami keterlambatan yang akut sehingga berisiko tinggi memunculkan biaya tambahan yang harus ditanggung APBN.
239
(4) Khusus untuk Pinjaman dan/atau Hibah yang berstatus tidak ada penarikan sama sekali (zero disbursement), hasil perhitungan PV dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori yaitu: a.
”behind schedule” bila ETR telah melampaui 1% (satu persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen) dari Availability Period;
b.
“at risk” bila ETR telah melampaui 71% (tujuh puluh satu persen) dari periode penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yang direncanakan; Pasal 11
(1) Menteri Keuangan dapat berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan evaluasi bersama secara semesteran mengenai pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah. (2) Evaluasi bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam upaya untuk:
240
a.
mempercepat penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah yang dilaksanakan oleh K/L;
b.
memutuskan langkah-langkah penyelesaian masalah terhadap pelaksanaan kegiatan yang sangat lambat dan/ atau berisiko membebani keuangan negara, termasuk untuk pembatalan Pinjaman dan/atau Hibah; dan
c.
melakukan reviu terhadap hasil (outcome) dan dampak (impact) atas kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/ atau Hibah yang telah berakhir masa pelaksanaannya.
Paragraf 4 Langkah Tindak Lanjut Pasal 12 Berdasarkan kajian, identifikasi, pengukuran, dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang memberikan rekomendasi mengenai langkah-langkah penyelesaian masalah pelaksanaan Pinjaman dan/atau Hibah dengan kategori ”behind schedule” dan ”at risk” antara lain: a.
mendorong K/L untuk mengambil langkah-langkah percepatan penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah;
b.
mengusulkan perubahan alokasi dana Pinjaman dan/atau Hibah dari alokasi yang tercantum dalam perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah;
c.
memfasilitasi K/L, Pemda, dan BUMN dalam menyelesaikan masalah penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah dengan pihakpihak terkait; atau
d.
mengusulkan pembatalan sebagian atau seluruh dana Pinjaman yang tercantum dalam perjanjian Pinjaman. Pasal 13
Pengusulan pembatalan Pinjaman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 huruf d dilakukan paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
didasarkan pada hasil koordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan K/L selaku EA;
b.
mempertimbangkan manfaat dan biaya dari pembatalan;
c.
pinjaman berada dalam status ”at risk” paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari keseluruhan waktu penarikan dananya; 241
d.
pinjaman berpotensi memunculkan risiko biaya tambahan yang dapat membebani keuangan negara;
e.
memperhatikan aspek hukum termasuk klausul gagal bayar (default) atau ”cross default” dalam perjanjian Pinjaman; dan
f.
mempertimbangkan risiko reputasi Pemerintah. BAB III PUBLIKASI Pasal 14
(1) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Bab II, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyusun laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah secara triwulanan. (2) Laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup antara lain: a.
perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah secara agregat;
b.
kinerja Pinjaman dan/atau Hibah;
c.
analisa rencana dan realisasi penyerapan Pinjaman dan/ atau Hibah;
d.
laporan dan hasil analisa kegiatan on-site visit terhadap kegiatan yang mengalami keterlambatan penarikan;
e.
perhitungan PV atas kinerja penyerapan Pinjaman dan/ atau Hibah; atau
f.
kesimpulan dan rekomendasi terhadap penyelesaian masalah atau langkah-langkah percepatan dalam penyerapan Pinjaman dan/atau Hibah.
(3) Laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada K/L, Pemda, BUMN selaku EA dan kepada instansi terkait lainnya. 242
(4) Laporan perkembangan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat pada situs resmi (website) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dalam rangka pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas Pinjaman dan/atau Hibah kepada Pemerintah yang prosesnya dimulai sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan, tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PKM.08/2010 tentang Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi Dan Dokumentasi Pinjaman Dan/Atau Hibah Pemerintah sampai dengan berakhirnya perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah bersangkutan. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.08/2010 tentang Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi Dan Dokumentasi Pinjaman Dan/ Atau Hibah Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
243
Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2011 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 853
244
245
246
247
248
249
250
251
252
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
253
254
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas serta untuk lebih menjamin kepastian hukum atas pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pinjaman dan hibah kepada Pemerintah, perlu dilakukan penyesuaian atas beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah;
255
b.
Mengingat
:
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 Tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/ PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah; MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH. Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah diubah sebagai berikut. 1.
256
Ketentuan Pasal 1 ditambahkan 9 (sembilan) angka yaitu angka 22, angka 23, angka 24, angka 25, angka 26, angka 27, angka 28, angka 29, dan angka 30 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan.
2.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah baik dari pemberi pinjaman dalam negeri maupun pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
3.
Hibah adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
4.
Executing Agency yang selanjutnya disingkat EA adalah Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah.
5.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
6.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas
257
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan SPM. 7.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
8.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
9.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN yang berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan anggaran dan dokumen pendukung akuntansi pemerintahan.
10. Aplikasi Penarikan Dana (Withdrawal Application) yang selanjutnya disingkat WA adalah penarikan initial deposit dana Pinjaman dan/atau Hibah pengisian kembali rekening khusus (replenishment), pengisian kembali rekening dana talangan (reimbursement), penarikan dana untuk penggantian atas pengeluaran-pengeluaran yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pemerintah, membayar langsung kepada rekanan atau pihak yang dituju, dan penarikan dana dalam rangka transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (R-KUN). 11. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NOD adalah dokumen yang menunjukkan bahwa pemberi Pinjaman dan/atau Hibah telah melakukan pencairan Pinjaman dan/atau Hibah yang antara lain memuat informasi Pinjaman dan/atau Hibah, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang
258
digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan Hibah. 12. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan KPPN Khusus selaku Kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagaimana SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan Satuan Kerja (Satker) untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan Pinjaman dan/atau Hibah melalui mekanisme pembayaran langsung dan/atau letter of credit (L/C). 13. Disbursement Plan adalah dokumen rencana penarikan dana Pinjaman dan/atau Hibah yang disusun berdasarkan rencana kerja kegiatan. 14. Disbursement Ratio yang selanjutnya disingkat DR adalah perbandingan antara realisasi penarikan Pinjaman dan/ atau Hibah dengan komitmen nilai bersihnya. 15. Availability Period adalah periode yang tersedia untuk penarikan Pinjaman dan/atau Hibah yaitu periode antara tanggal efektif Pinjaman dan/atau Hibah (effective date) sampai dengan tanggal penutupan Pinjaman dan/atau Hibah (closing date). 16. Elapse Time Ratio yang selanjutnya disingkat ETR adalah perbandingan antara periode yang telah dilampaui mulai effective date dengan periode penarikan Pinjaman dan/ atau Hibah (availability period). 17. Progress Variant yang selanjutnya disingkat PV adalah perbandingan antara DR dengan ETR. 18. Condition Precedent of Effectiveness adalah persyaratanpersyaratan yang disepakati oleh pemberi Pinjaman dan/ atau Hibah dengan penerima Pinjaman dan/atau Hibah untuk menentukan berlaku efektifnya suatu Pinjaman dan/ atau Hibah.
259
19. Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah surat yang memuat informasi antara lain realisasi L/C dan berfungsi sebagai pengantar dokumen kepada importir. 21. Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat SPRKAKL adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan Program dan dirinci ke dalam satuan kerja-satuan kerja berdasarkan penelaahan RKA-KL. 22. Hibah Yang Direncanakan adalah hibah yang dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan. 23. Hibah Langsung adalah hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme perencanaan. 24. Surat Perintah Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada Pemberi Hibah. 25. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah. 26. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah institusi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendaharawan Umum Negara (BUN) Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 27. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN
260
selaku kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 28. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disingkat SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. 29. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disingkat SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU. 30. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh KKPN selaku Kuasa BUN Daerah sebagai persetujuan untuk mencatat Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan asset tetap/asset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 2.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan publikasi atas kegiatan yang dibiayai dari:
261
3.
a.
Pinjaman;
b.
Hibah Yang Direncanakan; dan/atau
c.
Hibah Langsung.
Ketentuan Pasal 4 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (8) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Pimpinan EA menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yang terdiri atas: a.
laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan; dan
b.
laporan pasca kegiatan.
(2) Laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) Batas akhir masing-masing triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut: a.
triwulan pertama setiap tanggal 31 Maret;
b.
triwulan kedua setiap tanggal 30 Juni;
c.
triwulan ketiga setiap tanggal 30 September; dan
d.
triwulan keempat setiap tanggal 31 Desember.
(4) Bentuk formulir laporan triwulanan pinjaman dan hibah yang pengajuan pencairan dananya melalui KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 262
I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Bentuk formulir laporan triwulanan hibah yang pengesahannya diajukan melalui KPPN dan/atau Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang cq. Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII atau Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (6) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Laporan Akhir Kegiatan (Project Completion Report) atau dokumen lain yang sejenis. (7) Laporan pasca kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 6 (enam) bulan setelah kegiatan dinyatakan selesai. (8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialamatkan kepada: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang u.p. Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Gedung Frans Seda Lantai 7 Jl. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Email :
[email protected] Faksimili : (021) 3843712
263
Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 November 2012 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 November 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1122
264
A.
V.
:
TANGGAL EFEKTIF ACTUAL
B.
:
ORIGINAL
ACTUAL
B.
:
:
TANGGAL PENUTUPAN NPPHLN
A.
:
:
IV.
: :
TANGGAL EFEKTIF TENTATIF
TANGGAL PENANDATANGANAN NPPHLN
III.
TANGGAL EFEKTIF NPPHLN
NOMOR NPPHLN DAN REGISTER
II.
:
A.
NAMA PROYEK PINJAMAN/HIBAH
:
TAHUN ANGGARAN 20...
I.
DESKRIPSI
NAMA PEMBERI PHLN
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGER
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA :
FORMULIR A: UMUM
265
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
LAMPIRAN I
TUJUAN
KATEGORI PINJAMAN
LINGKUP PEKERJAAN
XI.
XII.
5.
4.
3.
2.
1.
INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
X.
:
INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) :
:
IX.
:
:
ORIGINAL
ACTUAL
A.
B.
:
:
JUMLAH PINJAMAN/HIBAH
VIII. SASARAN
VII.
VI.
266
B.
I.
: :
Alamat Kantor
Nomor Telp
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
:
Nama
Kepala Project Management Office/ PMU
PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI II.
:
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
Jabatan Struktural atasan PMU
XIV. DISBURSEMENT PLAN DAN REALISASI PHLN
XIII. LOKASI (PROVINSI/KABUPATEN/KOTA)
:
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
267
III. A. Project Implementing Unit I
: :
Alamat Kantor
Nomor Telp
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
:
Nama
Lainnya
:
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
IV.
: :
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Faksmili :
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
III.D. Project Implementing Unit IV
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
268
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
:
Alamat E-mail
Nomor Telp
:
:
Alamat E-mail
:
Nomor Telp
Alamat Kantor
Nama
Nomor Faksmili :
:
Alamat Kantor
III.C. Project Implementing Unit III
Nomor Faksmili :
:
Nama
III.B. Project Implementing Unit II
1.
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
Nilai tukar satu valas = Rp.....
KEUANGAN (dalam valas)
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
FORMULIR B.1: RINGKASAN PELAKSANAAN DALAM TAHUN ANGGARAN 20..
269
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
II.
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
PELAKSANAAN FISIK (dalam %)
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
FORMULIT B.2 : RINGKASAN PELAKSANAAN DALAM TAHUN ANGGARAN 20..
270
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
FORMULIR C : STATUS PERMASALAHAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
271
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
(b)
(a)
PROSES PENGADAAN Prakualifikasi Oleh Penanggung Jawab Kegiatan Persetujuan Pemberi Pinjaman Pasca Kualifikasi Oleh Penanggung Jawab Kegiatan Persetujuan Pemberi Pinjaman Evaluasi Pengadaan Oleh Penanggung Jawab Kegiatan Persetujuan Pemberi Pinjaman KONTRAK Tandatangan Kontrak Persetujuan oleh Bappenas (Bila Diperlukan) Persetujuan Pemberi Pinjaman Permintaan Uang Muka Penarikan Uang Muka
TANGGAL RENCANA
D.2 LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN (untuk paket prakontrak pada bulan Januari 20...)
D1. PAKET KONTRAK : .....................................................
(c)
TANGGAL PERUBAHAN (d)
TANGGAL AKTUAL
(Prakontrak, Kontrak, Amandemen untuk Pekerjaan Tambahan, dan Perubahan Lainnya)
FORMULIR D ; STATUS PAKET KONTRAK
D4. STATUS TERAKHIR
- Tanggal Kontrak : - Tanggal Persetujuan : - Periode Kontrak : - Tanggal Akhir Kontrak : hari - Nama kontraktor/konsultan/suplayer :
272
D3. STATUS KONTRAK Untuk kontrak berjalan pada bulan Januari 20...
LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
(g)
Realisasi penyerapan WA TH YL (h)
Target (i)
Realisasi
Akhir Triwulan I (j)
Target (k)
Realisasi
Akhir Triwulan II
GIARTO NIP 195904201984021001
(l)
Target (m)
Realisasi (n)
Target (o)
Realisasi
PENYERAPAN TA 20.... Akhir Triwulan IIII Akhir Triwulan IV
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
: Penyerapan Jumlah pada saat prakontrak atau jumlah yang terkontrak
PENYERAPAN KUMULATIF SAMPAI 31 DESEMBER 20... (f)
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
*)
(e)
NILAI KONTRAK *)
D5. STATUS PENYERAPAN
(p)
273
(q)
Realisasi
TOTAL TA 20... Target
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
FORMULIR E : RINCIAN DOKUMEN ANGGARAN
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
274
LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
275
IX. INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) : ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
VIII. TUJUAN
V. TANGGAL EFEKTIF NPH
: ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
IV. TANGGAL PENANDATANGANAN NPH
: ....................................................................................................................
: ....................................................................................................................
III. NOMOR REGISTER
VII. NILAI HIBAH
: ....................................................................................................................
II. NOMOR NASKAH PERJANJIAN HIBAH (NPH)
VI. TANGGAL PENUTUPAN NPH
: .................................................................................................................... : ....................................................................................................................
I. NAMA HIBAH
: ....................................................................................................................
: .................................................................................................................................................................
A. DESKRIPSI
NAMA PEMBERI HIBAH
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA : .................................................................................................................................................................
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN YANG DIBIAYAI DARI HIBAH DALAM BENTUK UANG TAHUN ANGGARAN ...... TRIWULAN ......................
LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
: : :
JUMLAH
:
C.
E. dan seterusnya
:
B.
D.
:
A.
TAHUN ANGGARAN
Triwulan III
Triwulan IV
DISBURMENT PLAN TOTAL
276
4.
Triwulan II
.......................................................................................................................................................................................................................
dan seterusnya
3.
Triwulan I
.......................................................................................................................................................................................................................
XII. DISBURMENT PLAN
.......................................................................................................................................................................................................................
ALOKASI HIBAH
: ...................................................................................................................
2.
JUMLAH
INSTANSI PELAKSANA
1.
XI. LINGKUP PEKERJAAN
5.
4.
3.
2.
1.
NO
X. INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
UANG MASUK KE REKENING
PAGU DIPA
Alamat E-mail :
Nomor Faksmili :
Nomor Telp :
Alamat Kantor :
Unit Organisasi :
Jabatan :
Nama :
B. PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI
NO.
JUMLAH
TRIWULAN IV
TRIWULAN III
TRIWULAN II
TRIWULAN I
PERIODE
XIV. ALOKASI DIPA DAN REALISASI HIBAH TAHUN BERJALAN
JUMLAH
TRIWULAN IV
TRIWULAN III
TRIWULAN II
TRIWULAN I
PERIODE
XIII. PENDAPATAN HIBAH
REALISASI BELANJA
TELAH DISAHKAN SEBAGAI PENDAPATAN HIBAH
277
GIARTO NIP 195904201984021001
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
Sub Total Satker TOTAL
Sub Total Satker
NOMOR REKENING MASUK
IZIN PEMBUKAAN REKENING TGL DAN NO. SURAT
IV. IMPLEMENTING AGENCY
NILAI KOMITMEN
: :
III. NAMA DONOR
SATKER
:
II. NOMOR REGISTER
NO.
:
I. NAMA HIBAH
C. LAMPIRAN PELAKSANAAN HIBAH
Rp
Rp
Rp
Rp
JUMLAH
SUDAH/ BELUM NILAI
REVISI DIPA
Rp
Rp
Rp Rp
Rp
Rp Rp
Rp
Rp
Rp
Rp Rp
Rp
Rp
Rp Rp
BELANJA
PENDAPATAN
PENGESAHAN NO. SPHL/SP2H L/SP4HL/S P3HL/SSBP
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
ttd.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
TANGGAL
UANG MASUK KE REKENING
278
: ..........................................................................................................................
VI. NILAI HIBAH
279
VII. INSTANSI PENANGGUNG JAWAB (EXECUTING AGENCY) : ..........................................................................................................................
: .......................................................................................................................... : ..........................................................................................................................
III. TANGGAL PENANDATANGANAN NPH
V. TANGGAL PENUTUPAN NPH
: ..........................................................................................................................
II. NOMOR NASKAH PERJANJIAN HIBAH (NPH)
IV. TANGGAL EFEKTIF NPH
: .......................................................................................................................... : ..........................................................................................................................
I. NAMA HIBAH
: ..........................................................................................................................
: .......................................................................................................................................................................
A. DESKRIPSI
NAMA PEMBERI HIBAH
NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA : .......................................................................................................................................................................
TRIWULAN ...............................
TAHUN ANGGARAN ................
YANG DIBIAYAI DARI HIBAH DALAM BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.08/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.08/2011 TENTANG TATA CARA PEMANTAUAN DAN EVALUASI ATAS PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH
BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
JUMLAH
INSTANSI PELAKSANA
Alamat E-mail :
Nomor Faksmili :
Nomor Telp :
Alamat Kantor :
Unit Organisasi :
Jabatan :
Nama :
B. PETUGAS YANG DAPAT DIHUBUNGI
NO
IX. REALISASI HIBAH
3.
2.
1.
NO
VIII. INSTANSI PELAKSANA (IMPLEMENTING AGENCY)
-
Rp Rp Rp
NILAI
Rp
Rp
Rp
DJPU
-
-
-
Rp
Rp
Rp
PENGESAHAN
ALOKASI HIBAH
KPPN
280
-
-
-
: ..........................................................................................................................
Sub Total Satker TOTAL
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
Sub Total Satker
BARANG
:
IV. IMPLEMENTING AGENCY
NILAI KOMITMEN
:
III. NAMA DONOR
Satker
:
II. NOMOR REGISTER
NO.
:
I. NAMA HIBAH
C. LAMPIRAN PELAKSANAAN HIBAH
JASA
BENTUK SURAT BERHARGA
BERITA ACARA SERAH TERIMA (BAST) TANGGAL DAN NILAI NOMOR No. SP3HLBJS
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
NILAI
PENGESAHAN
No. Persetujuan MPHLBJS
281
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
NILAI
PENCATATAN
282
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH
283
284
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/ PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/ PMK/07/2008 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Pemerintah Daerah
b.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan hibah daerah, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005; 285
Mengingat
286
:
c.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (7) dan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012, ketentuan mengenai tata cara penyaluran hibah uang dan barang/jasa dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
d.
bahwa untuk menyesuaikan ketentuan mengenai hibah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagaimana telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/ PMK.07/2008;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah;
1.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272); MEMUTUSKAN Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
287
5.
Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Hibah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
6.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
7.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran kementerian negara/Iembaga pemerintah non kementerian yang bersangkutan.
8.
Executing Agency yang selanjutnya disingkat EA adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan.
9.
Surat Penetapan Pemberian Hibah adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa kepada Pemerintah Daerah yang memuat kegiatan dan besaran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dan/atau pinjaman luar negeri.
10. Surat Persetujuan Penerusan Hibah adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa kepada Pemerintah Daerah yang memuat kegiatan dan besaran Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri. 11. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disebut RDPBUN adalah rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh 288
Presiden kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. 12. Daftar isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA. 13. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Bendahara Umum Negara. 14. Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DPA adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja Pemerintah Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh PA. 15. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 16. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. 17. Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PHLN adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. 18. Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman dan/atau hibah antara Pemerintah dengan Pemberi Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. 289
19. Rencana Komprehensif Penggunaan Hibah yang selanjutnya disebut Rencana Komprehensif adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran pendanaan selama jangka waktu pelaksanaan Hibah. 20. Rencana Tahunan Penggunaan Hibah atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disebut Rencana Tahunan adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran pendanaan selama satu tahun. 21. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan dari pengguna dana yang menyatakan bahwa pengguna dana bertanggung jawab secara formal dan material kepada KPA atas kegiatan yang dibiayai dengan dana tersebut. 22. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yangdipersamakan. 23. Surat Perintah Membayar Rekening Khusus yang selanjutnya disebut SPM-Reksus adalah SPM dengan sumber dana DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan yang berasal dari PHLN dengan cara penarikan Rekening Khusus. 24. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara atau Bendahara Umum Daerah untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN atau atas beban APBD berdasarkan SPM. 25. Surat Perintah Pencairan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya disebut SP2D-Reksus adalah SP2D pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM-Reksus. 26. Bank Umum yang selanjutnya disebut Bank adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 290
27. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri adalah penggunaan Dana Talangan Pemerintah dalam rangka penarikan PHLN melalui mekanisme Reksus yang belum dimintakan dan/atau belum mendapatkan penggantian dan/ atau tidak mendapatkan penggantian dan Pemberi PHLN. 28. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang eligible yang selanjutnya disebut Backlog Eligible adalah penggunaan Dana Talangan Pemerintah yang masih dapat dimintakan penggantiannya dan Pemberi PHLN. 29. Backlog atas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang ineligible yang selanjutnya disebut Backlog Ineligible adalah penggunaan Dana Talangan Pemerintah yang tidak dapat dimintakan penggantiannya dari Pemberi PHLN. 30. Closing Date adalah batas akhir waktu untuk pencairan dana PHLN melalui penerbitan SP2D oleh KPPN. 31. Closing Account adalah batas akhir waktu untuk penarikan dana PHLN yang dapat dimintakan kembali penggantiannya kepada Pemberi PHLN atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh Pemerintah. 32. Rekening Khusus Kosong yang selanjutnya disebut Reksus Kosong adalah Reksus yang tidak mencukupi untuk membayar belanja yang dibiayai dari PHLN. 33. Dana Talangan Pemerintah adalah dana Rupiah Murni yang digunakan untuk membiayai sementara belanja yang bersumber dari PHLN, yang antara lain disebabkan oleh Reksus Kosong, yang akan diajukan penggantiannya kepada Pemberi PHLN. 34. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat KPBJ adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan penyedia barang/jasa (supplier) atau pelaksana swakelola. 35. No Objection Letter atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NOL adalah surat persetujuan dari 291
Pemberi PHLN atas suatu KPBJ dengan atau tanpa batasan nilai tertentu berdasarkan jenis pekerjaan yang ditetapkan. 36. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada Bank Indonesia dan satuan kerja untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN melalui tata cara Pembayaran Langsung, Letter of Credit, dan/ atau Pembiayaan Pendahuluan. 37. Surat Permintaan Penerbitan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung/Rekening Khusus/Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disebut SPP APD-PL/Reksus/ PP adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau KPPN dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada Pemberi PHLN. 38. Surat Pemintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah sebagai dasar bagi KPPN yang ditunjuk untuk menerbitkan Surat Kuasa Pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme Letter of Credit. 39. Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit yang selanjutnya disingkat SKP-L/C adalah surat kuasa yang diterbitkan oleh KPPN yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan kepada Bank Indonesia atau Bank untuk melaksanakan penarikan PHLN melalui Letter of Credit. 40. Sistem Akuntansi Instansi yang selanjutnya disingkat SAl adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi dan operasi keuangan pada kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
292
41. Dana Awal Rekening Khusus (initial deposit) yang selanjutnya disebut Initial Deposit adalah dana awal yang ditempatkan pada Reksus oleh Pemberi PHLN atas permintaan Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara untuk kebutuhan pembiayaan selama periode tertentu atau sejumlah yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN. 42. Surat Permintaan Persetujuan Pembukaan Letter of Credit yang selanjutnya disebut SPP Pembukaan L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA Hibah sebagai dasar bagi KPPN untuk menerbitkan Surat Persetujuan Pembukaan Letter of Credit. 43. Surat Persetujuan Pembukaan Letter of Credit yang selanjutnya disebut SP Pembukaan L/C adalah surat persetujuan pembukaan Letter of Credit dari KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara kepada Bank Indonesia atau Bank atas SPP Pembukaan L/C dari KPA Hibah untuk membuka Letter of Credit yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C dalam hal terdapat pengadaan barang/jasa dengan menggunakan Letter of Credit atas beban Reksus. 44. Advis Debet Kredit adalah warkat pembukuan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia atau Bank sehubungan dengan realisasi atas penarikan PHLN yang digunakan sebagai dokumen atas pendebitan dan pengkreditan Rekening Pemerintah pada Bank Indonesia atau Bank dan dapat digunakan sebagai dokumen pembanding atas realisasi penerimaan/pendapatan dan belanja APBN. 45. Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah surat yang diterbitkan oLeh Bank Indonesia atau Bank yang antara lain memuat informasi realisasi Letter of Credit dan berfungsi sebagai pengantar dokumen kepada importir. 46. Surat Perintah Pembukuan Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat SP4HLN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
293
Utang yang memuat informasi mengenai pencairan PHLN dan informasi penganggaran. 47. Notice of Disbursement atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NoD adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Pemberi PHLN telah melakukan pencairan PHLN yang antara lain memuat informasi PHLN, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik (disbursed), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/ atau pendapatan hibah. 48. Rekening Pengeluaran pada Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Rekening Pengeluaran BI adalah rekening Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk membayar pengeluaran negara pada Bank Indonesia. 49. Rekening Pengeluaran adalah rekening Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk membayar pengeluaran negara pada Bank Indonesia dan Bank/badan lainnya. 50. Aplikasi Penarikan Dana yang selanjutnya disingkat APD adalah dokumen penarikan initial deposit dana PHLN, pengisian kembali Rekening Khusus, pengisian kembali Rekening Dana Talangan, penarikan dana untuk penggantian atas pengeluaran-pengeluaran yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, membayar langsungkepada penyedia barang/jasa, dan penarikan dana dalam rangka transfer langsung ke RKUN. 51. Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat APD-PL adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh KPPN kepada Pemberi PHLN untuk membayar langsung kepada penyedia barang/jasa. 52. Aplikasi Penarikan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya disingkat APD-Reksus adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. 294
Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Pemberi PHLN untuk menarik initial deposit atau penggantian dana yang telah membebani Reksus atau Rekening Dana Talangan. 53. Aplikasi Penarikan Dana Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disingkat APD-PP adalah aplikasi penarikan dana yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan/ KPPN untuk mengganti pengeluaran atas kegiatan yang pembiayaannya terlebih dahulu membebani Rekening Bendahara Umum Daerah/RKUD atau rekening yang ditunjuk. 54. Surat Perintah Pembebanan Surat Perintah Pencairan Dana Reksus yang selanjutnya disingkat SPB-SP2D adalah Surat Perintah Pembebanan Reksus yang diterbitkan oleh KPPN berdasarkan SP2D-Reksus. 55. Daftar Surat Perintah Pembebanan yang selanjutnya disebut Daftar SPB adalah daftar rekapitulasi SPB-SP2D yang diterbitkan oleh KPPN pada hari berkenaan untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat PengeloLaan Kas Negara. 56. Daftar Surat Perintah Debet yang selanjutnya disebut Daftar SPD adalah daftar surat perintah pendebitan Reksus yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara kepada Kantor Pusat Bank Indonesia atau Bank atas dasar SPB-SP2D. 57. Warkat Pembebanan Rekening yang selanjutnya disingkat WPR adalah sarana penarikan rekening giro yang distandardisasi oleh Bank Indonesia untuk memindahbukukan dana atas beban Reksus ke RKUN atau rekening yang ditunjuk.
295
BAB II BENTUK DAN SUMBER HIBAH Pasal 2 (1) Hibah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a.
penerimaan dalam negeri;
b.
pinjaman luar negeri; dan/atau
c.
hibah luar negeri. BAB III PEMBERIAN/PENERUSAN HIBAH
Bagian Kesatu Pemberian Hibah yang Bersumber dari Penerimaan Dalam Negeri Pasal 3 (1) Menteri Keuangan menetapkan alokasi Hibah dalam APBN berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dengan prioritas untuk kegiatan investasi prasarana dan sarana pelayanan publik. (2) Menteri negara/pimpinan lembaga pemerintab non kementerian dapat mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah dasar 296
pemberian hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pagunya ditetapkan dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Berdasarkan Surat Penetapan Pemberian Hibah sehagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan penandatanganan Perjanjian Hibah Daerah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. (5) Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan. (6) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa dengan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait. Bagian Kedua Pemberian Hibah yang Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri Pasal 4 (1) Menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan atas alokasi peruntukkan pinjaman luar negeri. (2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Pemberian Hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri ditandatangani dan pagunya ditetapkan 297
dalam APBN berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Berdasarkan Surat Penetapan Pemberian Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penandatanganan Perjanjian Hibah Daerah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. (4) Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan. (5) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa dengan kementerian negara/Iembaga pemerintah non kemeriterian terkait. Bagian Ketiga Penerusan Hibah yang Bersumber dari Hibah Luar Negeri Pasal 5 (1) Menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan atas alokasi peruntukkan hibah luar negeri. (2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Persetujuan Penerusan Hibah kepada masing-masing Pemerintah Daerah setelah Perjanjian Hibah Luar Negeri ditandatangani berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
298
(3) Penerbitan Surat Persetujuan Penerusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum pagu Hibah ditetapkan dalam APBN. (4) Berdasarkan Surat Persetujuan Penerusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan penandatanganan Perjanjian Penerusan Hibah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. (5) Berdasarkan Perjanjian Penerusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyusun Rencana Komprehensif dan/a tau Rencana Tahunan. (6) Penyusunan Rencana Komprehensif dan/atau Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa dengan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait. BAB IV PENGANGGARAN HIBAH Bagian Kesatu Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran Hibah Pasal 6 (1) Menteri Keuangan selaku PA Hibah mempunyai kewenangan atas pelaksanaan anggaran Hibah. (2) Untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA Hibah menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah sebagai KPA Hibah.
299
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
menyusun RDP-BUN Hibah;
b.
menyusun DIPA;
c.
menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran;
d.
menetapkan pejabat yang bertanggungjawab untuk menguji Surat Permintaan Pembayaran dan menandatangani SPM;
e.
menerbitkan SPP SKP-L/C;
f.
menerbitkan SPP APD-PL;
g.
menerbitkan SPP APD-PP; dan
h.
menyusun laporan pelaksanaan Hibah.
Bagian Kedua Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara atau Dokumen yang Dipersamakan dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Hibah Pasal 7 (1) KPA Hibah menyusun RDP-BUN berdasarkan Rencana Tahunan. (2) KPA Hibah menyampaikan RDP-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran. (3) Berdasarkan RDP-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan RDP-BUN. (4) Penyusunan RDP-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
300
Pasal 8 (1) KPA Hibah menyusun DIPA Hibah berdasarkan Surat Penetapan RDP-BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). (2) Penyusunan DIPA Hibah dilaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
sesuai
dengan
(3) KPA Hibah menyampaikan DIPA Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kewenangan untuk disahkan. (4) DIPA Hibah yang telah mendapatkan pengesahan digunakan sebagai dasar penyaluran hibah. Pasal 9 (1) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah penetapan APBN, penerushibahan kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan setelah DIPA Hibah disahkan untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan APBN. (2) Dalam hal hibah luar negeri diterima setelah Perubahan APBN ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan setelah DIPA Hibah disahkan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. (3) Prosedur penyusunan dan pengesahan DIPA Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.
301
Bagian Ketiga Penganggaran Hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 10 (1) Hibah dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dengan Gubernur atau Bupati/ Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. (2) Hibah dapat diteruskan kepada Badan Usaha Milik Daerah. (3) Hibah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme pengelolaan keuangan daerah. Pasal 11 (1) Pemerintah Daerah menganggarkan penerimaan Hibah pada Lain-lain Pendapatan dalam APBD. (2) Pemerintah Daerah menganggarkan penggunaan Hibah sebagai belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan dalam APBD berdasarkan Rencana Tahunan dan mencantumkannya dalam DPA. (3) Pemerintah Daerah menganggarkan dana pendamping atau kewajiban lain dalam APBD apabila dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah. Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan Rencana Tahunan yang disebabkan antara lain: a. perubahan lingkup kegiatan; b. perubahan rencana penarikan Hibah pada tahun berjalan; dan/atau c. luncuran dan sisa kegiatan tahun sebelumnya. 302
(2) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah dengan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait. (3) Pemerintah Daerah menyampaikan perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA Hibah. (4) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditampung dalam APBD dan dituangkan dalam DPA. (5) Perubahan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan perubahan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atau Perjanjian Hibah Luar Negeri. Pasal 13 (1) Dalam hal Hibah diterima setelah APBD ditetapkan, penggunaan dana Hibah dapat dilaksanakan setelah Gubernur atau Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan Gubernur atau Bupati/Walikota mengenai penjabaran APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam DPA untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan APBD. (3) Dalam hal Hibah diterima setelah Perubahan APBD ditetapkan, penggunaan dana Hibah dapat dilaksanakan setelah Gubernur atau Bupati/Walikota melakukan perubahan atas Peraturan Gubemur atau Bupati/Walikota mengenai penjabaran Perubahan APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (4) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam DPA untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 303
BAB V PENYALURAN HIBAH Bagian Kesatu Penyaluran Hibah Berupa Uang Pasal 14 (1) Penyaluran Hibah dalam bentuk uang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme APBN dan APBD. (2) Penyaluran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dilaksanakan melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. (3) Penyaluran Hibah yang bersumber dari PHLN dilaksanakan melalui tata cara: a.
Pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD;
b.
Pembayaran Langsung;
c.
Rekening Khusus;
d.
Letter of Credit; dan/atau
e.
Pembiayaan Pendahuluan.
(4) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja. (5) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyediakan dana pendamping atau kewajiban lain yang dipersyaratkan, maka penyaluran dana Hibah tidak dapat dilakukan. (6) Dalam hal penyaluran hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) melibatkan kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian, penyaluran hibah dilakukan setelah mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian. 304
Pasal 15 (1) Penyaluran Hibah dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah dari Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA Hibah. (2) Dalam hal Hibah diteruskan kepada Badan Usaha Milik Daerah, Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada Badan Usaha Milik Daerah diajukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA Hibah. (3) Surat Permintaan Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a.
SPTJM;
b.
Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian; dan
c.
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah.
(4) Surat Permintaan Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 16 (1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) huruf a merupakan transfer dana dari RKUN ke RKUD. (2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen 305
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) berdasarkan permintaan pembayaran dari penyedia barang/jasa dan/atau SP2D yang diterbitkan oleh Bendahara Umum Daerah. b.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah, KPA Hibah menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada KPPN.
c.
Berdasarkan SPM, KPPN menerbitkan SP2D sebagai dasar transfer dana dari RKUN ke RKUD.
d.
Dalam hal Hibah bersumber dari luar negeri, penyaluran Hibah dilaksanakan setelah Pemberi PHLN melakukan transfer dana ke RKUN. Pasal 17
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pembayaran Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b merupakan pembayaran langsung dari Pemberi PHLN kepada penyedia barang/jasa setelah menerima APD dari KPPN yang ditunjuk atas permintaan KPA Hibah. (2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
306
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
b.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah, KPA Hibah menyampaikan SPP APD-PL kepada KPPN.
c.
Berdasarkan SPP APD-PL sebagaimana dimaksud pada huruf b, KPPN menerbitkan dan menyampaikan APD-PL kepada Pemberi PHLN dengan tembusan kepada KPA Hibah dan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
d.
Berdasarkan APD-PL sebagaimana dimaksud pada huruf c, Pemberi PHLN melakukan transfer kepada penyedia barang/jasa.
e.
Sebagai pemberitahuan pelaksanaan transfer sebagaimana dimaksud pada huruf d, Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
f.
Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian atau Gubernur atau Bupati/Walikota dan Pemberi PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, NoD disampaikan kepada KPA Hibah.
g.
KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
h.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi atas NoD dari Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding berupa APD-PL dari KPPN.
i.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf h, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan menyampaikan SP4HLN yang dilampiri salinan NoD kepada KPPN.
j.
Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen belum menerima NoD dari Pemberi PHLN, sedangkan tembusan APD-PL sudah diterima dari KPPN, maka Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan konfirmasi kepada Pemberi PHLN.
k.
KPPN menerbitkan SP3 setelah dilakukan verifikasi terhadap dokumen SP4HLN dan salinan NoD sebagaimana 307
dimaksud pada huruf i dengan dokumen pembanding berupa APD-PL . l.
KPPN menyampaikan SP3 kepada: 1. Bank Indonesia atau Bank, sebagai dasar pencatatan realisasi penarikan PHLN; dan 2. KPA Hibah, sebagai dasar pembukuan SAI pada tahun anggaran berjalan. *
m. KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 kepada Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa sebagai dasar pencatatan dan pelaporan Hibah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Pasal 18 (1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Rekening Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c merupakan transfer dana dari Rekening Pemerintah yang dibuka Menteri Keuangan pada Bank Indonesia atau Bank yang ditunjuk untuk menampung dan menyalurkan dana PHLN yang dapat dipulihkan saldonya (revolving) kepada: a.
RKUD sebagai penggantian dana atas pelaksanaan kegiatan yang terlebih dahulu membebani APBD; atau
b.
Penyedia barang/jasa.
(2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
308
a.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Pinjaman dan Hibah menyampaikan salinan Perjanjian PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
b.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Pinjaman dan Hibah menyampaikan surat keterangan effectiveness date atas Perjanjian PHLN kepada:
1. 2. 3.
EA; Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
c.
Berdasarkan penyampaian effectiveness date sebagimana dimaksud pada huruf b, EA menyampaikan: 1. permintaan pembukaan Reksus; 2. permintaan pengisian initial deposit; 3. permintaan penerbitan petunjuk pelaksanaan tata cara pencairan dana PHLN; dan 4. surat pernyataan kesiapan pelaksanaan kegiatan dari pelaksana kegiatan, kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
d.
Berdasarkan permintaan dan surat pernyataan sebagimana dimaksud pada huruf C, Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan: 1. pembukaan Reksus pada Bank Indonesia atau Bank, namun dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengajukan pembukaan Reksus ke Bank Indonesia atau Bank berdasarkan Perjanjian PHLN atau dokumen lain yang menetapkan bahwa tata cara penarikan PHLN berkenaan menggunakan mekanisme Reksus; 2. permintaan pengisian initial deposit kepada Pemberi PHLN; dan 3. penerbitan petunjuk pelaksanaan tata cara pencairan PHLN.
e.
Permintaan pengisian initial deposit sebagaimana dimaksud pada huruf d butir 2 dapat dilakukan oleh pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ditunjuk. 309
310
f.
Setelah dilakukan pembukaan Reksus dan pengisian initial deposit, Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
g.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota, KPA Hibah mengajukan SPM-Reksus kepada KPPNA dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
h.
Berdasarkan SPM-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf g: 1. Kepala KPPN menerbitkan SP2D-Reksus dalam 3 (tiga) rangkap; 2. Kepala KPPN menyampaikan SP2D-Reksus lembar pertama kepada Bank Operasional I/Bank Indonesia/ Bank, SP2D-Reksus lembar kedua kepada KPA Hibah, dan SP2D-Reksus lembar ketiga sebagai arsip; 3. Kepala KPPN menerbitkan dan menyampaikan SPBSP2D dan Daftar SPB yang dilampiri salinan SP2DReksus kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara; dan 4. KPA Hibah menyampaikan salman SPM dan salinan SP2D-Reksus kepada EA sebagai bahan penyusunan APD-Reksus.
i.
KPA Hibah menyampaikan salinan Lembar kedua SP2DReksus kepada Pemerintah Daerah sebagai dasar pencatatan dan pelaporan hibah.
j.
Berdasarkan Daftar SPB dari KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf h butir 3, Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan dan menyampaikan Daftar SPD dan WPR kepada Bank Indonesia atau Bank.
k.
Bank Indonesia atau Bank melakukan pembebanan pada Reksus untuk dikreditkan pada Rekening Penerimaan PHLN dalam rangka Reksus atau sesuai dengan perintah yang tercantum dalam Daftar SPD dan WPR untuk selanjutnya dipindahbukukan ke RKUN.
l.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran Reksus/Rekening Dana Talangan harian dan mingguan sebanyak 1 (satu) rangkap kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
m. Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan salinan Rekening Koran Reksus/Rekening Dana Talangan kepada EA sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APDReksus. n.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan SPP APD-Reksus yang dilampiri dokumen pendukung yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
o.
Berdasarkan SPP APD-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf n: 1. Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara mengajukan APD-Reksus kepada Pemberi PHLN dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dan Bank Indonesia atau Bank; dan 2. EA dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan rekonsiliasi data atas belanja yang membebani Reksus dan Rekening Dana Talangan. 311
312
p.
Untuk Reksus Kosong, EA menyampaikan SPP APDReksus kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
q.
EA dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara secara aktif melakukan koordinasi dalam rangka meniadakan/mengurangi jumlah Backlog Eligible dan Backlog Ineligible.
r.
Untuk Backlog Ineligible yang disebabkan oleh PHLN berstatus closing date/closing account dan/atau pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian PHLN, maka penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
s.
Sebagai pemberitahuan transfer dana PHLN ke Reksus atau Rekening Dana Talangan: 1. Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; 2. Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian atau Gubernur atau Bupati/Walikota dari Pemberi PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, NoD disampaikan kepada KPA Hibah; dan 3. KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
t.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang eq. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi NoD dari Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding berupa tembusan APD-Reksus.
u.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf t, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur
Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan SP4HLN dengan lampiran salinan NoD dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara. v.
Penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah diakui saat kas diterima pada Reksus atau Rekening Dana Talangan, setelah dilakukan verifikasi antara SP4HLN yang dilampiri salinan NoD dengan APD-Reksus.
w.
Dalam hal kas telah diterima pada Reksus atau Rekening Dana Talangan, namun SP4HLN yang dilampiri salinan NoD belum diterima, maka Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan: 1. konfirmasi kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan/atau 2. pengakuan kas pada Reksus atau Rekening Dana Talangan sebagai penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah yang ditangguhkan.
x.
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara arus kas masuk pada Reksus atau Rekening Dana Talangan dengan NoD, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dan Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan rekonsiliasi dan klarifikasi data.
(3) Apabila dalam penarikan PHLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pengadaan barang/jasa yang mewajibkan pembukaan Letter of Credit, tata cara penarikan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan dokumen sebagai berikut: 313
1.
2. 3.
4. 5. 6.
314
KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan pertama yang memuat informasi paling sedikit: a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan Nilai); b) Tahapan/termin pembayaran; c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; Amandemen KPBJ jika ada; daftar barang yang diimpor (master list) yang dibuat oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa dan telah mendapatkan persetujuan kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian; daftar rencana penarikan Letter of Credit per tahun anggaran; NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN; dan dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian PHLN.
b.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota, KPA Hibah mengajukan SPP Pembukaan L/C sebesar sebagian/seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
c.
Berdasarkan SPP Pembukaan L/C sebagaimana dimaksud pada huruf b, KPPN menerbitkan SP Pembukaan L/C dan menyampaikan kepada: 1. KPA Hibah; 2. Bank lndonesia atau Bank; dan 3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
d.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPA Hibah memberitahukan kepada penyedia barang/jasa atau kuasanya melalui Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa, untuk mengajukan pembukaan Letter of Credit di Bank Indonesia atau Bank yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C.
e.
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf d, penyedia barang/jasa atau kuasanya membuka Letter of Credit dengan melampirkan salinan: 1. KPBJ; 2. dokumen Perjanjian PHLN; 3. daftar barang/jasa yang akan diimpor (master list) yang telah mendapat pengesahan KPA Hibah; dan 4. dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia atau Bank.
f.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C dan permintaan pembukaan Letter of Credit dan penyedia barang/jasa atau kuasanya, Bank Indonesia atau Bank: 1. membuka Letter of Credit pada bank koresponden yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C; dan 2. menyampaikan surat pemberitahuan pembukaan Letter of Credit yang dilampiri salinan dokumen pembukaan Letter of Credit kepada: a) penyedia barang/jasa atau kuasanya; b) KPA Hibah; dan c) KPPN.
g.
Berdasarkan surat pemberitahuan pembukaan Letter of Credit yang dilampiri salinan dokumen pembukaan Letter of Credit sebagaimana dimaksud pada huruf f butir 2, KPPN melakukan pencatatan pada kartu pengawasan Reksus L/C. 315
h.
Berdasarkan dokumen tagihan/realisasi Letter of Credit yang diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dokumen/pemberitahuan tertulis atas realisasi Letter of Credit dan menyampaikan kepada penyedia barang/jasa atau kuasanya, KPPN, dan KPA Hibah.
i.
Berdasarkan dokumen/pemberitahuan tertulis yang diterima dari Bank Indonesia atau Bank, KPA Hibah mengajukan SPM-Reksus kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
j.
Dalam rangka penerbitan SP2D-Reksus, KPPN melakukan pengujian atas: 1. dokumen/pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf g; dan 2. SPM-Reksus dan lampiran dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada huruf h.
k.
KPPN menerbitkan SP2D-Reksus atas beban Rekening Pengeluaran BI atau Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D untuk keuntungan supplier/beneficiary dalam 3 (tiga) rangkap dan menyampaikan SP2D-Reksus: 1. lembar pertama kepada Bank Indonesia atau Bank; 2. lembar kedua kepada KPA Hibah; dan 3. lembar ketiga untuk arsip.
l.
KPA Hibah menyampaikan salinan lembar kedua SP2DReksus kepada Pemerintah Daerah sebagai dasar pencatatan dan pelaporan hibah.
m. Berdasarkan SP2D-Reksus dari KPPN, Bank Indonesia atau Bank melakukan pembayaran kepada supplier/ beneficiary dengan membebankan pada Rekening Pengeluaran di Bank Indonesia/Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D-Reksus.
316
n.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Nodis atau dokumen yang dipersamakan kepada KPPN, KPA Hibah, dan penyedia barang/jasa atau kuasanya.
o.
Atas pembebanan pada Rekening Pengeluaran di Bank Indonesia atau Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf m, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran kepada KPPN.
p.
KPA Hibah menyampaikan salinan SPM dan salman SP2D-Reksus lembar kedua kepada EA sebagai dokumen pendukung dalam penyusunan APD-Reksus atas pelaksanaan Reksus-L/C.
q.
Atas penerbitan SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf k, KPPN menerbitkan SPB SP2D dan Daftar SPB serta menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan lampiran salinan SP2D-Reksus:
r.
Berdasarkan Daftar SPB dari KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf q, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Daftar SPD dan WPR serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia atau Bank.
s.
Berdasarkan Daftar SPD dan WPR sebagaimana dimaksud pada huruf r, Bank Indonesia atau Bank melakukan pembebanan pada Reksus untuk: 1. dikreditkan pada Rekening Penerimaan PHLN dalam rangka Reksus; dan 2. dipindahbukukan ke RKUN.
t.
Setelah menerima Daftar SPD dan WPR, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana
317
Talangan harian dan mingguan sebanyak 1 (satu) rangkap dan menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara. u.
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan salinan Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana Talangan kepada EA sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APDReksus.
v.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan SPP APD-Reksus dengan melampirkan dokumen pendukung yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
w.
Berdasarkan SPP APD-Reksus, Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara mengajukan APD-Reksus kepada Pemberi PHLN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
x.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e, dan huruf o sampai dengan huruf x berlaku mutatis mutandis pada ayat ini. Pasal 19
(1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Letter of Credit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf d merupakan janji tertulis dari bank penerbit Letter of Credit (issuing bank) yang bertindak atas permintaan pemohon (applicant) atau atas namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir (pihak yang ditunjuk oleh beneficiary/supplier) sepanjang memenuhi persyaratan Letter of Credit. (2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 318
a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah melalui tata cara Letter of Credit kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan dokumen sebagai berikut: 1. KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan pertama yang memuat informasi paling sedikit: a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan Nilai); b) Tahapan/termin pembayaran; dan c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. amandemen KPBJ jika ada; 3. daftar barang yang diimpor (master list) yang dibuat oleh Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa dan telah mendapatkan persetujuan kementerian negara/lembaga pemerintah non kemen terian; 4. daftar rencana penarikan Letter of Credit per tahun anggaran; 5. NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN; dan 6. dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian PHLN.
b.
Berdasarkan permintaan Gubernur atau Bupati/Walikota, KPA Hibah mengajukan SPP-SKP L/C sebesar sebagian/ seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
c.
Berdasarkan SPP SKP-L/C sebagaimana dimaksud pada huruf b, KPPN menerbitkan SKP-L/C dan menyampaikan 319
kepada Bank Indonesia atau Bank, dengan tembusan kepada: 1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 2. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan 3. KPA Hibah.
320
d.
Berdasarkan tembusan SKP L/C, KPA Hibah memberitahukan kepada penyedia barang/jasa atau kuasanya melalui Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa, untuk mengajukan pembukaan Letter of Credit di Bank Indonesia atau Bank yang besarnya tidak melebihi nilai SKP-L/C.
e.
Permintaan pembukaan Letter of Credit kepada Bank Indonesia atau Bank disampaikan dengan melampirkan salinan: 1. KPBJ 2. dokumen Perjanjian PHLN; 3. daftar barang/jasa yang akan diimpor (master list) yang telah mendapat pengesahan KPA Hibah; dan 4. dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia atau Bank.
f.
Berdasarkan SKP.L/C dan permintaan pembukaan Letter of Credit dari penyedia barang/jasa atau kuasanya, Bank Indonesia atau Bank: 1. membuka Letter of Credit pada Bank Koresponden; 2. menyampaikan surat pemberitahuan dan dokumen pembukaan Letter of Credit kepada: a) Penyedia barang/jasa atau kuasanya; b) KPA Hibah; dan c) KPPN.
g.
Berdasarkan surat pemberitahuan dan dokumen pembukaan Letter of Credit sebagaimana dimaksud pada huruf f butir 2, KPPN melakukan pencatatan pada kartu pengawasan Letter of Credit.
h.
Bank Indonesia atau Bank selaku penerbit Letter of Credit (issuing bank) mengajukan permintaan untuk menerbitkan surat pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (letter of commitment) kepada Pemberi PHLN sepanjang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
i.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf h berlaku dalam hal Letter of Credit dibuka pada Pemberi PHLN.
j.
Berdasarkan dokumen realisasi Letter of Credit yang diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan Nodis sebagai informasi realisasi Letter of Credit dan menyampaikan kepada penyedia barang/ jasa atau kuasanya, dengan tembusan kepada KPPN, KPA Hibah, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
k.
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, sebagai pemberitahuan pelaksanaan transfer dana kepada beneficiary/supplier atas realisasi Letter of Credit.
l.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan salinan NoD kepada Bank Indonesia atau Bank.
m. Dalam hal terdapat NoD yang diterima kementerian negara/ lembaga pemenintah non kementerian atau Gubernur atau Bupati/Walikota dari Pemberi PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, NoD disampaikan kepada KPA Hibah.
321
n.
KPA Hibah menyampaikan NoD yang diterimanya kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
o.
Berdasarkan SKP-L/C sebagaimana dimaksud pada huruf c dan Nodis sebagaimana dimaksud pada huruf j, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan konfirmasi kepada Pemberi PHLN dalam hal: 1. SKP-L/C dan Nodis telah diterima; dan 2. NoD belum diterima sampai dengan batas waktu kewajaran transfer dana PHLN.
p.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan menyampaikan SP4HLN dengan lampiran salinan NoD kepada KPPN.
q. Sebagai dasar penerbitan SP3, KPPN melakukan verifikasi SP4HLN yang dilampiri salinan NoD dengan dokumen pembanding berupa Nodis dan kartu pengawasan Letter of Credit.
322
r.
KPPN menyampaikan SP3 kepada: 1. Bank Indonesia atau Bank sebagai dasar pencatatan realisasi penarikan PHLN; dan 2. KPA Hibah sebagai dasar pembukuan SAl pada tahun anggaran berjalan.
s.
KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 kepada Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa sebagai dasar pencatatan dan pelaporan Hibah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 20 (1) Penyaluran Hibah melalui tata cara Pembiayaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf e merupakan cara pembayaran yang dilakukan oleh Pemberi PHLN sebagai penggantian dana atas pelaksanaan kegiatan yang terlebih dahulu membebani APBD. (2) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Pinjaman dan Hibah menyampaikan salinan Perjanjian PHLN kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
b.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan surat keterangan effectiveness date kepada EA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara.
c.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan Surat Permintaan Penyaluran Hibah kepada KPA Hibah dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan berdasarkan SP2D yang diterbitkan Bendahara Umum Daerah.
d.
Berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPA Hibah menyampaikan SPP APD-PP kepada KPPN dengan melampirkan bukti-bukti pengeluaran Pembiayaan Pendahuluan dan dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
e.
Berdasarkan SPP APD-PP sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPPN menerbitkan dan menyampaikan APD-PP kepada Pemberi PHLN dengan tembusan kepada Direktur
323
Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
324
f.
Berdasarkan APD-PP sebagaimana dimaksud pada huruf e, Pemberi PHLN melakukan transfer dana pengganti ke RKUD.
g.
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD sebagai pemberitahuan pelaksanaan transfer dana kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
h.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi NoD dan Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding berupa tembusan APD-PP.
i.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf h, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan menyampaikan SP4HLN dengan lampiran salinan NoD kepada KPPN.
j.
KPPN melakukan verifikasi SP4HLN yang dilampiri salinan NoD dengan dokumen pembanding berupa APDPP sebagai dasar penerbitan SP3.
k.
KPPN menyampaikan SP3 kepada: 1. Bank Indonesia atau Bank sebagai dasar pencatatan realisasi penarikan PHLN; dan 2. KPA Hibah sebagai dasar pembukuan SAI pada tahun anggaran berjalan.
I.
KPA Hibah menyampaikan salinan SP3 ke Pemerintah Daerah sebagai dasar pencatatan dan pelaporan hibah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Pasal 21 (1) Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa membuat dan menyampaikan Bukti Penerimaan Hibah kepada KPA Hibah atas setiap realisasi penyaluran Hibah. (2) Penyampaian Bukti Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari setelah SP2D atau SP3 diterbitkan. (3) Bukti Penerimaan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Kedua Penyaluran Hibah Berupa Barang dan/atau Jasa Pasal 22 (1) Penyaluran Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa yang bersumber dan penerimaan dalam negeri dan/atau pinjaman luar negeri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyaluran Hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa yang bersumber dan hibah luar negeri dilaksanakan berdasarkan perjanjian dan kelayakan barang dan/atau jasa. (3) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Gubernur atau Bupati/Walikota atnu pejabat yang diberi kuasa mengajukan surat permintaan pertimbangan atas kelayakan barang dan/atau jasa kepada kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian.
b.
Kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian menyampaikan surat pertimbangan atas
325
kelayakan barang dan/atau jasa kepada Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa sebagai dasar pembuatan Berita Acara Serah Terima. c.
Berita Acara Serah Terima ditandatangani oleh Pemberi Hibah Luar Negeri atau pihak yang diberi kuasa dengan Pemerintah Daerah.
d.
Berita Acara Serah Terima paling kurang memuat: 1. tanggal serah terima; 2. pihak pemberi dan penerima Hibah; 3. tujuan penyerahan; 4. jenis barang dan/atau jasa; dan 5. nilai nominal barang dan/atau jasa dalam mata uang rupiah.
e.
Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan salinan Berita Acara Serah Terima kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
(4) Penyaluran barang dan/atau jasa dapat disampaikan langsung oleh Pemberi Hibah Luar Negeri kepada Pemerintah Daerah setelah penandatanganan Perjanjian Penerusan Hibah antara Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dan Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa. BAB VI PENATAUSAHAAN DAN PELAPORAN Pasal 23 (1) KPA Hibah menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan penyaluran Hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 326
(2) Dalam rangka pelaporan keuangan, KPA Hibah menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas: a.
Laporan Realisasi Anggaran;
b.
Neraca; dan
c.
Catatan atas Laporan Keuangan. Pasal 24
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi dan pelaporan keuangan atas realisasi Hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal Hibah diteruskan kepada Badan Usaha Milik Daerah, Hibah dimaksud dicatat dalam Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah. Pasal 25 (1) Gubernur atau Bupati/Walikota bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari Hibah. (2) Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan kepada KPA Hibah dan menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian. (3) Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
sebagaimana
a.
Laporan Triwulan I untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Maret;
b.
Laporan Triwulan II untuk periode 1 April sampai dengan 30 Juni;
c.
Laporan Triwulan III untuk periode I Juli sampai dengan 30 September; dan 327
d.
Laporan Triwulan IV untuk periode I Oktober sampai dengan 31 Desember.
(4) Dalam hal kegiatan telah berakhir, batas waktu penyampaian Laporan Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(5)
a.
Untuk Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan laporan paling Lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan.
b.
Untuk Hibah yang bersumber dari luar negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan Laporan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah closing date.
Laporan Triwulan Pelaksanaan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 26
(1) Menteri Keuangan dan menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait dapat melakukan pemantauan atas kinerja pelaksanaan kegiatan dan penggunaan Hibah dalam rangka pencapaian target dan sasaran yang ditetapkan dalam Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah. (2) Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa dapat meninjau kembali atau menghentikan penyaluran Hibah apabila
328
terjadi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan Hibah dari maksud dan tujuan sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah. (3) Peninjauan kembali atau penghentian penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi kuasa mendapat pertimbangan menteri negara/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait. (4) Dalam hal penyaluran Hibah tersebut dihentikan, Pemerintah Daerah wajib memenuhi maksud dan tujuan pemberian Hibah tersebut dengan dana yang bersumber dari APBD. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 1.
Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian;dan
2.
Hibah yang dilakukan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah sepanjang tidak dilakukan perubahan atas Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah.
329
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/ 2008 tentang Hibah Daerah; dan
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Pemerintah Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 29
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 November 2012 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
330
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 November 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, td. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1183 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U, KEMENTERIAN GIARTO NIP 195904201984021001
331
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.07/2012 TENTANG HIBAH DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH FORMAT SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH (KOPSURAT) Nomor
: ……………………………………… (1)
Lampiran
: …………………………………...... (2)
Perihal
: Permintaan Penyaluran Hibah
Kepada Yth. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI selaku Kuasa Pengguna Anggaran Hibah Jln. Wahidin No. 1 Jakarta Berdasarkan Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah No ……(3), tanggal ……..(4), bersama ini kami mengajukan Permintaan Penyaluran Hibah untuk kegiatan ……………………..(5)
Tahun
Anggaran
…….(6)
sebesar
Rp
…………….(7)
(……………………..(8) rupiah). Dana
hibah
dimaksud
agar
disalurkan
ke
Rekening
Kas
Umum
Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota ………………(9), pada Bank ………………(10) dengan Nama Rekening ………………(11) No. Rekening ………………………(12). Untuk mendukung Permintaan Penyaluran Hibah tersebut, dengan ini dilampirkan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut: a) Surat Pemyataan Tanggung Jawab Mutlak; b) Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian; c) ……………………………………………………………………………………………….. (13) Demikian disampaikan, dan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. ………………, tanggal ……………… (14) ………………………………………… (15)
Stempel
(16) ………………………………………… (17) NIP……………………………………. (18)
Tembusan Yth: 1. ……………………………………………………………………………………………… (19)
332
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nomor urut surat
(2)
Diisi berkas yang dilampirkan
(3)
Diisi nomor Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(4)
Diisi tanggal Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tahun anggaran permintaan penyaluran hibah
(7)
Diisi nilai permintaan penyalur hibah (dalam angka)
(8)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam huruf)
(9)
Diisi nama pemerintah daerah
(10)
Diisi nama bank tujuan penyaluran hibah
(11)
Diisi nama rekening bank pemerintah daerah
(12)
Diisi nomor rekening bank pemerintah daerah
(13)
Diisi dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian hibah
(14)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(15)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(16)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(17)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(18)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(19)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait
(Gubernur
atau
333
FORMAT SURAT PERMINTAAN PENYALURAN HIBAH KE REKANAN
(KOPSURAT) Nomor
: ……………………………………… (1)
Lampiran
: …………………………………...... (2)
Perihal
: Permintaan Penyaluran Hibah ke Rekanan
Kepada Yth. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI selaku Kuasa Pengguna Anggaran Hibah Jln. Wahidin No. 1 Jakarta Berdasarkan Perjanjian Hibah Daerah /Perjanjian Penerusan Hibah No ……(3), tanggal ……..(4), bersama ini kami mengajukan Permintaan Penyaluran Hibah untuk kegiatan ……………………..(5) Tahun Anggaran …….(6) sebesar Rp …………….(7) (……………………..(8) rupiah). Dana hibah dimaksud agar disalurkan ke rekening …………….(9), pada Bank …………………(10) dengan No. Rekening: ……………………………..(11). Untuk mendukung Permintaan Penyaluran Hibah tersebut, dengan ini dilampirkan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut: a) Surat Pemyataan Tanggung Jawab Mutlak; b) Surat Pertimbangan Penyaluran Hibah dari Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian; c) ……………………………………………………………………………………………….. (12) Demikian disampaikan, dan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. ………………, tanggal ……………… (13) ………………………………………… (14) Stempel
(15)
………………………………………… (16) PETUNJUK PENGISIAN NIP……………………………………. (17) Tembusan Yth: 1. ……………………………………………………………………………………………… (18)
334
PETUNJUK PENGISIAN NOMOR (1)
URAIAN ISIAN Diisi nomor urut surat
(2)
Diisi berkas yang dilampirkan
(3)
Diisi nomor Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(4)
Diisi tanggal Perjanjian Hibah Daerah atau Perjanjian Penerusan Hibah
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tahun anggaran permintaan penyaluran hibah
(7)
Diisi nilai permintaan penyalur hibah
(8)
Diisi terbilang nilai permintaan penyaluran hibah
(9)
Diisi nama penyedia barang/jasa
(10)
Diisi nama bank rekening penyedia barang/jasa
(11)
Diisi nama rekening penyedia barang/jasa
(12)
Diisi dokumen lain yang dipersyaratkan dalam perjanjian hibah
(13)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(14)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(15)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(16)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(17)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(18)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
atau
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
GIARTO NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
335
FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
(KOPSURAT) SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: ………………………………………………………………..………………….. (1)
Jabatan
: ………………………………………………………………..………………….. (2)
Sebagai Pengguna Dana Hbah/ Penerusan Hibah/Penerusan Pinjaman sebagai Hibah pada Provinsi/Kabupaten/Kota ……(3) untuk kegiatan ……(4) dan sesuai dengan Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah No: ………(5) tanggal ………(6) dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya bertanggungjawab penuh terhadap kebenaran perhitungan dan penetapan besaran serta penggunaan dana hibah untuk permintaan tahap ………(7) sebasar ……(9) (………(9) rupiah) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyatakan bahwa kegiatan hibah dimaksud telah dialokasikan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
………………, tanggal ……………… (10) ………………………………………… (11) Materai Rp. 6.000,-
(12) ………………………………………… (13) NIP……………………………………. (14)
Tembusan Yth: 1. ……………………………………………………………………………………………… (15)
336
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nama pengguna dana hibah (Gubernur arau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(2)
Diisi jabatan pengguna dana hibah (Gubernur Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(3)
Diisi nama pemerintah daerah yang menerima hibah
(4)
Diisi nama kegiatan hibah
(5)
Diisi nomor Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah
(6)
Diisi tanggal, bulan, tahun Perjanjian Penerusan Hibah/Perjanjian Hibah Daerah
(7)
Diisi tahap penyaluran hibah
(8)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam angka)
(9)
Diisi nilai permintaan penyaluran hibah (dalam huruf)
(10)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(11)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(12)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(14)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(15)
Diisi kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
atau
atau
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
GIARTO NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
337
FORMAT BUKTI PENERIMAAN HIBAH/KUITANSI
(KOPSURAT) Telah terima dari
: Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah selaku Kuasa Pengguna Anggaran Hibah Kepada Pemerintah Daerah
Untuk Keperluan
: Penyaluran Belanja Hibah untuk kegiatan………………………(1)
Dengan rincian
:
TAHAP
TANGGAL DITERIMA
JUMLAH (Rp)
TERBILANG (dengan huruf)
(2)
(3)
(4)
(5)
Dana tersebut telah diterima pada : Nomor Rekening
:
……………………………………………………………….…….…(6)
Nama Rekening
:
……………………………………………………………….……….(7)
Nama Bank
:
………………………………………………………………………..(8)
………………, tanggal ……………… (9) ………………………………………… (10) Materai Rp. 6.000,-
(11)
………………………………………… (12)
NIP……………………………………. (13)
338
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENERIMAAN HIBAH/KUITANSI NOMOR (1)
URAIAN ISIAN Diisi nama kegiatan hibah
(2)
Diisi tahapan penyaluran hibah
(3)
Diisi tanggal dana diterima
(4)
Diisi jumlah dana yang diterima (dalam angka)
(5)
Diisi jumlah dana yang diterima (dalam huruf)
(6)
Diisi nomor rekening penerima dana
(7)
Diisi nama rekening penerima dana
(8)
Diisi nama bank penerima dana
(9)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan surat
(10)
Diisi jabatan yang bertanda tangan (Gubernur Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(11)
Diisi tanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(12)
Diisi nama penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nomor induk pegawai penanda tangan (Gubernur atau Bupati/Walikota atau pejabat yang diberi kuasa)
atau
339
FORMAT LAPORAN TRIWULAN PELAKSANAAN KEGIATAN
(KOPSURAT) LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN TRIWULAN… TA 20.. Nama Kegiatan
: ………………………(1)
Periode Laporan
: ………………………(2)
Tahun Anggaran
: ………………………(3)
NO
NAMA KEGIATAN
1
(4)
TANGGAL PELAKSANAAN
TOTAL BIAYA
KETERANGAN
4
5
6
(7)
(8)
(9)
MULAI
SELESAI
2
3
(5)
(6)
JUMLAH
………………, tanggal ……………… (10) Materai Rp. 6.000,-
………………………………………… (11) (12) ………………………………………… (13) NIP. .…………………………………. (14)
340
PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN TRIWULAN PELAKSANAAN KEGIATAN NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi nama kegiatan hibah
(2)
Diisi periode laporan
(3)
Diisi tahan anggaran
(4)
Diisi nomor urut
(5)
Diisi nama kegiatan hibah
(6)
Diisi tanggal pelaksanaan kegiatan mulai
(7)
Diisi tanggal pelaksanaan kegiatan selesai
(8)
Diisi total biaya
(9)
Diisi keterangan
(10)
Diisi tempat, tanggal, bulan, tahun pembuatan laporan
(11)
Diisi jabatan penanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi kuasa)
(12)
Diisi tanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi kuasa)
(13)
Diisi nama penanda tangan (kepala dinas/pejabat yang diberi kuasa)
(14)
Diisi nomor induk pegawai dinas/pejabat yang diberi kuasa)
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO UMUM u.b. KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
penanda
tangan
(kepala
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
GIARTO NIP 195904201984021001
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
341
342
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN
343
344
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a.
bahwa Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Lain-lain merupakan Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah yang pengelolaannya perlu dilakukan secara tertib dan akuntabel, dengan tetap menjunjung tinggi tata kelola yang baik (good governance);
b.
bahwa Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Lain-lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum diatur secara komprehensif dalam Peraturan Menteri
345
Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
Mengingat
346
:
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain;
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
4.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN.
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
2.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang kekayaan negara.
3.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain adalah Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lain yang sah. 347
4.
Penyerah Barang adalah badan internasional, negara asing, badan yang dibentuk Kementerian/Lembaga, badan-badan ad hoc, yayasan yang akan/telah dibubarkan yang memiliki secara sah atas barang yang akan diserahkan kepada Pemerintah.
5.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart adalah Kementerian/ Lembaga yang melakukan kerjasama dengan badan internasional/ negara asing yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
6.
Pihak Ketiga adalah pihak yang menggunakan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain, baik Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah, maupun Lembaga Sosial Masyarakat.
7.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
8.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi atau kepada pihak lain untuk kepentingan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan tanpa memperoleh penggantian.
9.
Pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu barang.
10. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dari daftar barang dengan mencoret dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain untuk membebaskan Direktur Jenderal atau pejabat Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 11. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. 348
12. Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal penilaian. 13. Nilai Wajar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal Penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil penukaran, atau penyewaan suatu properti antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual atau antara penyewa yang berminat menyewa dan pihak yang berminat menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu yang cukup, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan properti tersebut bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan. 14. Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual/pemilik barang. 15. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang terdiri dari: a.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
b.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. 349
Pasal 3 (1) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain meliputi barang yang diperoleh dari: a.
pelaksanaan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
b.
pembubaran badan yang dibentuk Kementerian/ Lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh Kementerian/Lembaga;
c.
pembubaran badan-badan ad hoc; atau
d.
pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terhadap barang yang digunakan atau berasal dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, pengelolaannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara eks Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Pasal 4 Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain meliputi: a.
penetapan status penggunaan;
b.
Penjualan;
c.
Hibah;
d.
Pemusnahan;
350
e.
Penghapusan;
f.
pengamanan dan pemeliharaan;
g.
Penatausahaan. BAB II KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Kewenangan dan Tanggung Jawab Menteri Pasal 5
Menteri berwenang dan bertanggungjawab dalam melakukan pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi: a.
menerima penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain;
b.
melakukan pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan;
c.
menetapkan keputusan mengenai penetapan status penggunaan, Penjualan, Hibah, dan Pemusnahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain;
d.
menyetujui permohonan Hibah dan Pemusnahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain; dan
e.
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara. 351
(2) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal. Pasal 7 (1) Wewenang dan tanggung jawab Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilimpahkan kepada pejabat Eselon II di lingkungan kantor pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki kewenangan mengelola Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain. (2) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wewenang dan tanggung jawab untuk menetapkan keputusan atau persetujuan atas nama Menteri mengenai penetapan status penggunaan, Penjualan, Hibah, Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penetapan keputusan atau persetujuan atas nama Menteri terhadap Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa tanah dan/atau bangunan tetap menjadi kewenangan dan tanggung jawab Direktur Jenderal. Bagian Kedua Wewenang dan Tanggung Jawab Penyerah Barang Pasal 8 (1) Penyerah Barang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyerahkan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan/ atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. (2) Penyerah Barang melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan didasarkan pada:
352
a.
perjanjian; dan/atau
b.
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Wewenang dan Tanggung Jawab Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart Pasal 9 (1) Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Counterpart berwenang dan bertanggung jawab:
Selaku
a.
melaporkan data Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktur Jenderal;
b.
melakukan Penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain;
c.
menerima Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan dari Penyerah Barang;
d.
melakukan pengamanan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada dalam penguasaannya;
e.
mengajukan permohonan penetapan status penggunaan, Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktur Jenderal;
f.
menetapkan keputusan Hibah atau Pemusnahan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah mendapat persetujuan Menteri; dan
g.
melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kewenangan dan tanggung jawab Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart sebagaimana 353
dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh pejabat struktural pada unit organisasi Eselon I yang membidangi pengelolaan Barang Milik Negara lingkup Kementerian/Lembaga terkait. (3) Pejabat struktural pada unit organisasi Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunjuk pejabat pada kantor pusat dan/atau pejabat di instansi vertikal untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB III PENYERAHAN Pasal 10 (1) Penyerah Barang melakukan penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada: a.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart sesuai dengan perjanjian.
(2) Penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterima oleh pejabat yang menerima penugasan. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui verifikasi bersama antara Penyerah Barang dengan:
354
a.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dalam hal penyerahan dilakukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, dalam hal penyerahan dilakukan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain. (6) Penyerahan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dilaporkan oleh Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart atau pejabat struktural yang menerima pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal dan ditembuskan kepada Kementerian Sekretariat Negara paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan. Pasal 11 (1) Penyerah Barang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart bertanggung jawab atas pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang atas barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk apabila: a.
terkena kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan/atau kepabeanan; atau
b.
dalam perjanjian kerja sama teknis diperjanjikan pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang dibebankan pada Penyerah Barang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
(2) Dalam hal kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang dibebankan pada Penyerah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pembayaran dilakukan oleh Penyerah Barang sebelum penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
355
(3) Dalam hal kewajiban pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang dibebankan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pembayaran dilakukan setelah penyerahan. Pasal 12 (1) Penyerahan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan oleh Penyerah Barang kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart yang sekurang-kurangnya disertai dengan data dan dokumen: a. daftar barang yang akan diserahkan; b. dokumen kepemilikan; c. surat pernyataan dari Penyerah Barang bahwa barang dalam keadaan tidak terdapat permasalahan hukum (free and clear); dan d. data nilai perolehan, tahun perolehan, spesifikasi dan identitas teknis, serta foto kondisi terkini barang bersangkutan. (2) Penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain oleh Penyerah Barang yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) harus memenuhi persyaratan tambahan berupa adanya: a. surat persetujuan dari Kementerian Sekretariat Negara; dan b. surat izin pemindahtanganan kepada selain penerima fasilitas pembebasan bea masuk dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (3) Dalam hal pembayaran pajak dan/atau bea masuk terutang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
356
atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, surat izin pemindahtanganan kepada selain penerima fasilitas pembebasan bea masuk dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart setelah penyerahan. (4) Terhadap penyerahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang mendapat pembebasan bea masuk, tidak perlu disertai dengan dokumen kepemilikan. BAB IV PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Pengamanan Pasal 13 Direktur Jenderal atau pimpinan Kementerian/ Lembaga Selaku Counterpart bertanggung jawab melakukan pengamanan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). Pasal 14 Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 meliputi pengamanan fisik, pengamanan administrasi, dan pengamanan hukum. Pasal 15 Pengamanan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi penyimpanan dan penitipan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain.
357
Pasal 16 Pejabat eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melakukan penyimpanan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada di wilayah kerjanya. Pasal 17 (1) Pejabat eselon II dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang menerima pelimpahan wewenang atau pimpinan Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dapat menitipkan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Pihak Ketiga yang fisik barangnya berada di Pihak Ketiga tersebut. (2) Penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penitipan untuk dapat digunakan oleh Pihak Ketiga bersangkutan. (3) Penitipan dituangkan dalam Berita Acara Penitipan. Pasal 18 Pengamanan administrasi meliputi pencatatan dan penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain secara tertib dan aman. Pasal 19 Pengamanan hukum meliputi pengurusan dokumen kepemilikan.
358
Bagian Kedua Pemeliharaan Pasal 20 (1) Direktur Jenderal atau pimpinan Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang fisik barangnya berada padanya. (2) Pihak Ketiga yang menerima penitipan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang fisik barangnya berada padanya, termasuk segala biaya yang menyertainya. BAB V TATA CARA PENGELOLAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 21 (1) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan, Penjualan, Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan. (2) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan, Hibah, Pemusnahan, atau Penghapusan. (3) Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat ditindaklanjuti dengan cara penetapan status penggunaan, 359
Hibah dan tidak mempunyai nilai ekonomis dilakukan Pemusnahan oleh Kementerian/Lembaga selaku counterpart setelah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Bagian Kedua Penetapan Status Penggunaan Pasal 22 Penetapan status penggunaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan dalam hal: a.
diperlukan untuk penyelenggaraan Kementerian/Lembaga; atau
tugas
dan
fungsi
b.
diperlukan untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Pasal 23
(1) Kementerian/Lembaga mengajukan permohonan penetapan status penggunaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktur Jenderal yang sekurangkurangnya memuat: a.
alasan permohonan penggunaan;
b.
tujuan penggunaan; dan
c.
kebutuhan luas tanah dan/atau bangunan atau jumlah barang selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan pula daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang dimintakan penetapan status penggunaan. (3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penelitian administrasi dan 360
kelayakan dalam menunjang tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga. (4) Dalam hal penelitian administrasi dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum mencukupi, dapat dilakukan peninjauan lapangan. (5) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (6) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sebatas pada permohonan penetapan status penggunaan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. Pasal 24 (1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang menetapkan keputusan penetapan status penggunaan yang memuat data barang, sekurang-kurangnya meliputi tahun perolehan, spesifikasi/ identitas teknis, bukti kepemilikan, jenis, jumlah, dan nilai perolehan. (2) Berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan serah terima antara Direktur Jenderal/pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang/pejabat yang menerima penugasan dan pemohon. (3) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. Pasal 25 (1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) tidak disetujui, permohonan penetapan status
361
penggunaan dikembalikan kepada pemohon disertai dengan alasan yang mendasari pengembalian. (2) Berdasarkan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pemohon adalah Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart yang menguasai Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain, maka Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart menyerahkan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atas barang yang tidak disetujui permohonannya. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. Bagian Ketiga Penjualan Pasal 26 (1)
Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain dilakukan dengan pertimbangan: a. tidak terdapat Kementerian/Lembaga yang memerlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi; dan b. sampai dengan batas waktu 6 (enam) bulan setelah penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tidak terdapat permohonan penetapan status penggunaan atau Hibah.
(2) Apabila dalam jangka waktu 6 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat permohonan penetapan status penggunaan atau Hibah namun permohonan tersebut tidak disetujui, dilakukan Penjualan. Pasal 27 Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilaksanakan melalui Lelang. 362
Pasal 28 (1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan pengajuan usulan Penjualan oleh pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal. (2) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dilaksanakan oleh pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang. (3) Dalam hal diperlukan, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melaksanakan Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan. Pasal 29 (1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengajukan saran Penjualan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada dalam penyimpanannya kepada Direktur Jenderal atau pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang. (2) Saran Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan. (3) Peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (4) Dalam hal saran Penjualan diterima, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang menindaklanjuti dengan : a.
mengajukan usulan Penjualan kepada Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan; atau
363
b.
melaksanakan Penjualan, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/ atau bangunan. Pasal 30
(1) Dalam rangka Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan Penilaian. (2) Penilaian Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan Nilai Wajar. (3) Nilai Wajar menjadi dasar dalam menetapkan Nilai Limit Lelang. (4) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh: a. Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa tanah dan/atau bangunan; b. pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Pasal 31 (1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dilaksanakan dengan cara mengajukan usulan Penjualan secara tertulis yang memuat pertimbangan dan penjelasan usulan Penjualan disertai data dan dokumen:
364
a.
daftar barang yang diusulkan untuk dijual;
b.
data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah dan luas;
c.
data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi, luas, dan nilai perolehan bangunan;
d.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, kondisi tanah dan/atau bangunan, dan foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan
e.
konsep keputusan Nilai Limit.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui rencana Penjualan, Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit dan keputusan Penjualan. (3) Dalam hal Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain memerlukan persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri mengajukan permohonan persetujuan Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Dalam hal persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat melebihi batas waktu hasil Penilaian, maka sebelum dilakukan Penjualan terlebih dahulu harus dilakukan Penilaian ulang. (5) Hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijadikan sebagai dasar penetapan Nilai Limit Penjualan. (6) Dalam hal hasil Penilaian ulang lebih tinggi atau lebih rendah dari hasil Penilaian sebelumnya dan mengakibatkan terjadinya perubahan pejabat yang berwenang memberi persetujuan, Menteri mengajukan permohonan baru persetujuan Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat sesuai batas kewenangannya. (7) Dalam hal hasil Penilaian ulang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dari hasil Penilaian sebelumnya dan tidak mengakibatkan terjadinya perubahan atas pejabat yang berwenang memberi persetujuan, permohonan persetujuan yang telah diajukan kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat masih dapat digunakan dan tidak perlu diulang kembali sepanjang nilai tersebut masih dalam batas kewenangannya.
365
(8) Keputusan Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat daftar barang meliputi: a.
tahun perolehan;
b.
spesifikasi/identitas teknis;
c.
bukti kepemilikan;
d.
jenis dan jumlah barang; dan
e.
nilai perolehan.
(9) Dalam hal telah ditetapkan keputusan penjualan, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang mengajukan permohonan Lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setempat. Pasal 32 (1) Penjualan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan mengajukan permohonan Lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setempat dengan disertai data dan dokumen: a.
daftar barang yang direncanakan untuk dijual;
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
Nilai Limit.
(2) Dalam hal Lelang selesai dilaksanakan dan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain laku terjual, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang melaporkan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan risalah Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah selesainya Lelang bersangkutan.
366
(3) Berdasarkan salinan risalah Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang melakukan Penghapusan. (4) Dalam hal pelaksanaan Penjualan dikuasakan kepada Kepala Kantor Wilayah, laporan pelaksanaan Lelang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah bersangkutan kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dengan melampirkan salinan risalah Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang untuk selanjutnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal. (5) Dalam hal Lelang selesai dilaksanakan dan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain tidak laku terjual, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang melaporkan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan risalah Lelang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang. Pasal 33 (1) Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain tidak laku terjual pada Lelang pertama, dilakukan Lelang kedua. (2) Nilai Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dalam Lelang kedua menggunakan nilai yang sama pada saat Lelang pertama. (3) Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain tidak laku terjual pada Lelang kedua, dapat diusulkan untuk dilakukan Lelang ketiga. (4) Dalam hal diusulkan Lelang ketiga, dilakukan Penilaian kembali atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain. (5) Persetujuan Lelang ketiga ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang memiliki wilayah kerja pada lokasi barang tersebut berada. 367
(6) Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 mutatis mutandis berlaku untuk pelaporan pelaksanaan Lelang kedua atau ketiga. Pasal 34 Ketentuan dalam pelaksanaan Penjualan secara Lelang mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di bidang Lelang. Pasal 35 Dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain tidak laku terjual pada pelaksanaan Lelang ketiga, dapat dilakukan Pemusnahan. Bagian Keempat Hibah Pasal 36 Hibah atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan dengan pertimbangan: a.
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas penyelenggaraan Pemerintah Daerah; atau
dan
fungsi
b.
diperlukan untuk kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan, atau kemanusiaan. Pasal 37
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dapat mengajukan saran Hibah terhadap Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang berada dalam penyimpanan.
368
Pasal 38 (1) Dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah mengajukan permohonan Hibah secara tertulis kepada: a.
Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktur Jenderal; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart.
(2) Dalam rangka kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan, atau kemanusiaan, Pihak Ketiga selain Pemerintah Daerah mengajukan permohonan Hibah secara tertulis kepada: a.
Direktur Jenderal, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktur Jenderal; atau
b.
Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. Pasal 39
Nilai Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang menjadi objek Hibah didasarkan pada hasil Penilaian. Pasal 40 (1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa tanah dan/atau bangunan diajukan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya pertimbangan dan
369
penjelasan permohonan Hibah, termasuk penjelasan mengenai peruntukan Hibah, dengan disertai data dan dokumen: a. daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah; b. data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, dan luas; c. data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi, luas, dan nilai perolehan bangunan; d. nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, kondisi tanah dan/atau bangunan, dan foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan e. pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima Hibah. (2) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat dilakukan peninjauan lapangan. (3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (4) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang, untuk dijadikan dasar bagi Direktur Jenderal dalam menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan Hibah. (5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Direktur Jenderal menetapkan keputusan Hibah. (6) Dalam hal Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain memerlukan persetujuan Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri mengajukan permohonan persetujuan Hibah
370
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain kepada Presiden/Dewan Perwakilan Rakyat. (7) Keputusan Hibah memuat sekurang-kurangnya: a.
identitas pihak penerima Hibah;
b.
barang yang dihibahkan;
c.
lokasi barang yang dihibahkan;
d.
peruntukan Hibah; dan
e.
perintah membuat akta Hibah.
(8) Berdasarkan keputusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang membuat akta Hibah dan melakukan serah terima kepada penerima Hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (9) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah dinyatakan tidak layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Hibah dikembalikan kepada pemohon disertai dengan alasan yang mendasari penolakan permohonan. Pasal 41 (1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara diajukan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya pertimbangan dan penjelasan permohonan Hibah, termasuk penjelasan mengenai peruntukan Hibah, dengan disertai data dan dokumen: a.
daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah;
371
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima Hibah.
(2) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat dilakukan peninjauan lapangan. (3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (4) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang, untuk dijadikan dasar bagi pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dalam menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan Hibah. (5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang menetapkan keputusan Hibah. (6) Keputusan Hibah memuat sekurang-kurangnya:
372
a.
identitas pihak penerima Hibah;
b.
barang yang dihibahkan;
c.
lokasi barang yang dihibahkan;
d.
peruntukan hibah; dan
e.
perintah membuat akta Hibah.
(7) Berdasarkan keputusan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang atau pejabat yang menerima penugasan menerbitkan akta Hibah dan melakukan serah terima kepada penerima Hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (8) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi, Berita Acara Peninjauan Lapangan dan hasil Penilaian, permohonan Hibah dinyatakan tidak layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Hibah dikembalikan kepada pemohon disertai dengan alasan yang mendasari penolakan permohonan. Pasal 42 (1) Permohonan Hibah Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart diajukan oleh Pihak Ketiga secara tertulis kepada Kementerian/ Lembaga Selaku Counterpart. (2) Berdasarkan permohonan Pihak Ketiga selain Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/ Lembaga Selaku Counterpart mengajukan permohonan hibah kepada Direktur Jenderal dengan memuat sekurang-kurangnya pertimbangan dan penjelasan permohonan Hibah, termasuk penjelasan mengenai peruntukan Hibah, dengan disertai data dan dokumen: a.
daftar barang yang dimohonkan untuk Hibah;
b.
data barang, antara lain bukti kepemilikan;
c.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan
d.
pernyataan kesediaan menerima Hibah dari penerima Hibah. 373
(3) Permohonan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan dapat dilakukan peninjauan lapangan. (4) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (5) Hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, disampaikan kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang untuk dijadikan dasar bagi pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dalam menentukan disetujui atau tidak disetujuinya permohonan Hibah. (6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan hasil Penilaian, serta Berita Acara Peninjauan Lapangan dalam hal dilakukan peninjauan lapangan, permohonan Hibah dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang selanjutnya menerbitkan surat persetujuan Hibah. (7) Surat persetujuan Hibah memuat sekurang-kurangnya: a. identitas pihak penerima Hibah; b. barang yang dihibahkan; c. lokasi barang yang dihibahkan; d. peruntukan hibah; dan e. perintah membuat akta Hibah. (8) Berdasarkan surat persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pejabat yang berwenang dari Kementerian/ Lembaga Selaku Counterpart menerbitkan keputusan Hibah dan akta Hibah serta melakukan serah terima kepada penerima Hibah, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (9) Setelah Hibah selesai dilaksanakan, pejabat yang berwenang dari Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart melaporkan 374
kepada pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Hibah. Bagian Kelima Pemusnahan Pasal 43 (1) Pemusnahan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan dengan pertimbangan: a.
Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan tidak laku dijual dalam 3 (tiga) kali Lelang, tidak ada permohonan Hibah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir dan tidak mempunyai nilai ekonomis; atau
b.
alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemusnahan dilakukan dengan cara: a.
dibakar;
b.
dihancurkan;
c.
ditimbun;
d.
ditenggelamkan dalam laut; atau
e.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44
(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengajukan saran Pemusnahan atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penyimpanan kepada Direktur Jenderal atau pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang. 375
(2) Pengajuan saran Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya disertai dengan data dan dokumen: a.
daftar barang yang diusulkan untuk dimusnahkan;
b.
sebab-sebab/penjelasan usulan Pemusnahan; dan
c.
nilai perolehan, tahun perolehan dan foto kondisi terkini barang bersangkutan.
(3) Saran Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan. (4) Dalam hal saran Pemusnahan diterima, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan menindaklanjuti dengan mengajukan usulan Pemusnahan kepada Direktur Jenderal atas Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berupa selain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Pasal 45 Pelaksanaan Pemusnahan terhadap Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dilakukan dengan penerbitan keputusan Pemusnahan oleh pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan. Pasal 46 (1) Permohonan Pemusnahan terhadap Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart diajukan oleh Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart kepada Direktur Jenderal secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya pertimbangan dan penjelasan permohonan pemusnahan dengan disertai data dan dokumen:
376
a.
daftar barang yang diusulkan untuk dimusnahkan;
b.
nilai buku atau nilai perolehan, tahun perolehan, dan foto kondisi terkini barang bersangkutan; dan
c.
cara Pemusnahan.
(2) Permohonan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan penelitian administrasi dan peninjauan lapangan. (3) Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan Lapangan. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan Berita Acara Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Pemusnahan dinyatakan layak untuk dilakukan sesuai dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, pejabat Eselon II yang menerima pelimpahan wewenang memberikan persetujuan Pemusnahan. (5) Persetujuan Pemusnahan memuat sekurang-kurangnya: a.
identitas barang yang dimusnahkan;
b.
cara pemusnahan;
c.
lokasi barang yang dimusnahkan; dan
d.
tanggung jawab Kementerian/Lembaga terhadap barang yang direncanakan untuk dimusnahkan.
(6) Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat yang berwenang pada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart menetapkan keputusan Pemusnahan paling lama 2 (dua) bulan setelah tanggal persetujuan diberikan. (7) Pelaksanaan Pemusnahan dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga Selaku Counterpart dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan serta dilaporkan kepada Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan pemusnahan.
377
(8) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi dan Berita Acara Peninjauan Lapangan permohonan Pemusnahan dinyatakan tidak layak, permohonan Pemusnahan dikembalikan kepada pemohon disertai dengan alasan yang mendasari penolakan permohonan. BAB VI PENGHAPUSAN Pasal 47 (1) Penghapusan dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilakukan dalam hal: a.
telah selesainya pelaksanaan penetapan penggunaan, Penjualan, dan serah terima Hibah;
status
b.
telah terjadinya Pemusnahan; atau
c.
adanya sebab-sebab lain yang secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam, kadaluwarsa, rusak berat, dan terkena dampak dari terjadinya keadaan kahar (force majeure).
(2) Penghapusan dilakukan oleh: a.
378
pejabat yang menerima penugasan dengan cara mencoret dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain berdasarkan: 1. keputusan penetapan status penggunaan, untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang ditetapkan status penggunaannya pada Kementerian/Lembaga; 2. risalah Lelang, untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang laku terjual secara Lelang;
3.
4.
5.
b.
Berita Acara Pemusnahan, untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang dilakukan Pemusnahan; akta Hibah, untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang dihibahkan; atau surat keterangan dari instansi yang berwenang, untuk Barang Milik Negara dari daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang terkena dampak dari sebab-sebab lain yang secara normal diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan.
pejabat struktural yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart berdasarkan keputusan penetapan status penggunaan, keputusan Pemusnahan, Akta Hibah, atau Berita Acara Serah Terima penyerahan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. (4) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang diserahkan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. BAB VII PENATAUSAHAAN Pasal 48 (1) Penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dilaksanakan oleh:
379
a.
b.
pejabat Eselon II di lingkungan kantor pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki kewenangan melakukan Penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain dengan melakukan pencatatan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain ke dalam daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain; pejabat struktural yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri/Pimpinan pada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart dengan melakukan pencatatan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain ke dalam daftar Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain.
(2) Pencatatan ke dalam daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada Berita Acara Serah Terima antara: a. Penyerah Barang dan Direktur Jenderal/pejabat yang menerima penugasan, dalam hal penyerahan dilakukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; atau b. Penyerah Barang dan Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, dalam hal penyerahan dilakukan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. (3) Pencatatan ke dalam daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada Berita Acara Serah Terima antara Penyerah Barang dan Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, dalam hal penyerahan dilakukan kepada Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart. Pasal 49 (1) Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf a dilaporkan setiap semester kepada Direktur Jenderal. (2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b dilaporkan setiap semester kepada pejabat yang 380
berwenang dari Kementerian/Lembaga Selaku Counterpart, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, permohonan pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain yang belum mendapatkan persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini: a.
penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat diajukannya permohonan, dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain telah dilakukan Penilaian;
b.
penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dalam hal Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain belum dilakukan Penilaian. Pasal 51
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lain-lain yang telah dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku.
381
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai format surat menyurat atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, Pasal 17, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 45, dan Pasal 46, serta petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 53 Penggunaan, penilaian, pemindahtanganan, penghapusan, dan penatausahaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Lainlain yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara. Pasal 54 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
382
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1064
383
384
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER 81/PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/ JASA/SURAT BERHARGA
385
386
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN, Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka pengesahan hibah langsung bentuk uang dan pencatatan hibah langsung bentuk barang/jasa/ surat berharga dipandang perlu mengatur mekanisme pengesahan dan pencatatan hibah langsung;
b.
bahwa tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan:
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Tata Cara Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga 387
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286):
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355):
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5156):
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
388
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG TATA
CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENYAMPAIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini yang dimaksud dengan. 1.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
2.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
3.
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA/Kuasa PA adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
4.
Pejabat Penguji/Penerbit Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/Kuasa PA untuk melakukan pengujian dan perintah pembayaran atas beban belanja Negara, serta melakukan pengujian atas perintah pengesahan pendapatan hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung serta pengembalian hibah. 389
5.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
6.
Rekening Hibah adalah rekening yang dibuka oleh Kementerian Negara/Lembaga yang digunakan dalam rangka pengelolaan hibah langsung bentuk uang.
7.
Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP2HL adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/ Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pendapatan hibah langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SPHL adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk mengesahkan pendapatan hibah langsung dan/ atau belanja yang bersumber dari hibah langsung.
8.
Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP4HL adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo pendapatan hibah langsung kepada pemberi hibah.
9.
Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP3HL adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah langsung kepada Pemberi Hibah.
10. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP3HL adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah langsung kepada Pemberi Hibah. 11. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga selanjutnya disebut MPHL-BJS adalah dokumen yang 390
diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencatat/membukukan pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dan hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah. 12. Persetujuan Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga selanjutnya disebut Persetujuan MPHL-BJS adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara sebagai persetujuan untuk mencatat pendapatan hibah langsung bentuk barang/ jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah. dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah 13. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SPTMHL adalah surat pernyataan tanggung jawab penuh atas penerimaan hibah langsung dan/atau belanja terkait hibah langsung (belanja yang bersumber dari hibah langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah. belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah) yang ditandatangani oleh Kuasa PA. 14. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang dibuat oleh PA/Kuasa PA yang menyatakan bertanggungjawab penuh atas seluruh pendapatan hibah langsung dan belanja terkait hibah langsung serta pengembalian hibah. 15. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya disingkat DJPU adalah Unit Eselon 1 pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah.
391
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini meliputi: Pengesahan hibah langsung bentuk uang; dan Pencatatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga. BAB III PENGESAHAN DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG Bagian Kesatu Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang Pasal 3 (1) PA/Kuasa PA mengajukan SP2HL atas seluruh pendapatan hibah langsung luar negeri bentuk uang sebesar yang telah diterima, dan belanja yang bersumber dari Hibah Langsung Luar Negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN Khusus Jakarta VI. paling tinggi sebesar alokasi dana yang tercantum pada DIPA. (2) Dalam hal hibah berasal dari dalam negeri. PA/Kuasa PA mengajukan SP2HL atas seluruh pendapatan hibah langsung dalam negeri bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dad Hibah Langsung Dalam Negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya, paling tinggi sebesar alokasi dana yang tercantum pada DIPA. (3) Format SP2HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
392
(4) SP2HL dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pasal 4 (1) Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang dapat dikembalikan kepada Pemberi Hibah sesuai Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan. (2) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/ Kuasa PA mengajukan SP4HL yang berasal dari luar negeri kepada KPPN Khusus Jakarta VI. (3) Atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/ Kuasa PA mengajukan SP4HL yang berasal dad dalam negeri kepada KPPN mitra kerjanya. (4) Format SP4HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. (5) SP4HL dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Bagian Kedua Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga Pasal 5 (1) PA/Kuasa PA mengajukan MPHL-BJS atas seluruh pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk Pencatatan Persediaan dan Jasa dari Hibah/ Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap atau Aset Lainnya dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah baik dari Luar Negeri maupun dari Dalam Negeri sebesar nilai barang/jasa/surat berharga pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya.
393
(2) Format MPHL-BJS adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. (3) MPHL-BJS dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. BAB IV PEJABAT PERBENDAHARAAN Pasal 6 (1) Pejabat Pembuat Komitmen untuk pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari hibah langsung adalah Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja yang bersangkutan. (2) Dalam hal diperlukan, dapat ditunjuk Pejabat Pembuat Komitmen tersendiri untuk pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari hibah langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran. Pasal 7 (1) Pejabat Penandatangan SP2HL dan SP4HL adalah PP-SPM. (2) Pejabat Penandatangan MPHL-BJS adalah Kuasa Pengguna Anggaran. (3) Dalam hal penunjukkan PP-SPM telah ditetapkan, PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap surat keputusan penunjukan PP-SPM dengan menambahkan kewenangan sebagai penandatangan SP2HL dan SP4HL. (4) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala KPPN.
394
BAB V PETUGAS PENGANTAR SP2HL, SP4HL DAN MPHL-BJS Pasal 8 (1) Petugas pengantar SP2HL, SP4HL dan MPHL-BJS adalah petugas pengantar SPM. (2) Dalam hal penunjukan petugas pengantar SPM Tahun Anggaran 2011 telah ditetapkan, PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap surat keputusan penunjukan petugas pengantar SPM dengan menambahkan tugas untuk mengantar SP2HL, SP4HL dan MPHL-BJS. (3) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala KPPN. BAB VI PENYAMPAIAN SP2HL Pasal 9 (1) Atas pendapatan hibah langsung bentuk uang dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung, PA/Kuasa PA membuat dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri: a.
Copy Rekening Koran Terakhir alas Rekening Hibah;
b.
SPTMHL;
c.
SPTJM; dan
d.
Copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL pertama kali.
(2) Penyampaian SP2HL ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu tahun anggaran.
395
(3) Format SPTMHL dan SPTJM adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VII dan Lampiran VIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. BAB VII PENYAMPAIAN SP4HL Pasal 10 (1) Atas pengembalian pendapatan hibah langsung bentuk uang, PA/Kuasa PA membuat dan menyampaikan SP4HL dengan dilampiri: a.
Copy Rekening Koran Terakhir atas Rekening Hibah;
b.
Copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah; dan
c.
SPTJM.
(2) Penyampaian SP4HL ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan segera setelah semua kegiatan dalam perjanjian hibah selesai dilaksanakan dan pengembalian hibah telah dilakukan. BAB VIII PENYAMPAIAN MPHL-BJS Pasal 11 (1) Penyampaian MPHL-BJS ke KPPN dilakukan pada tahun anggaran berjalan setelah dilakukan pengesahan penerimaan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. (2) Penyampaian MPHL-BJS ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun anggaran. 396
Pasal 12 Atas pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga, dan belanja barang untuk Pencatatan Persediaan dan Jasa dari Hibah/Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap atau Aset Lainnya dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah, PA/Kuasa PA membuat dan menyampaikan MPHL-BJS ke KPPN dengan dilampiri: a.
SPTMHL bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga:
b.
Surat Perintah Pengesahan Penerimaan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga (SP3HL-BJS) yang sudah disetujui DJPU lembar kedua; dan
c.
SPTJM. BAB IX PENERBITAN SPHL Pasal 13
(1) Atas dasar SP2HL yang diajukan oleh satuan kerja. KPPN menerbitkan SPHL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2, untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi. dan Setelmen dengan dilampiri copy SP2HL; dan
c.
Lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(2) Format SPHL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
397
Pasal 14 (1) KPPN menerbitkan SPHL setelah dilakukan pengujian terhadap SP2HL. (2) Pengujian SP2HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b.
Memeriksa kesesuaian kode kegiatan/outpuUjenis belanja/ sumber dana dengan DIPA;
c.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan;
d.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada SP2HL dengan spesimen tanda tangan;
e.
Memastikan jumlah belanja tidak melebihi pagu dalam DIPA;
f.
Memeriksa kesesuaian pencantuman pendapatan dan/atau belanja pada SP2HL dengan SPTMHL;
g.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA pada SPTMHL; dan
h.
SPTJM dengan spesimen tanda tangan; dan
i.
Memeriksa Saldo Kas di Kementerian Negara/Lembaga dari Hibah tidak boleh bemilai negatif.
(3) SPHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. BAB X PENERBITAN SP3HL
398
Pasal 15 (1) Atas dasar SP4HL yang diajukan oleh satuan kerja. KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan. a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2, untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dengan dilampiri copy SP4HL; dan
c.
Lembar ke-3. untuk pertinggal KPPN.
(2) Format SP3HL adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. Pasal 16 (1) KPPN menerbitkan SP3HL setelah dilakukan pengujian terhadap SP4HL. (2) Pengujian SP4HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
b.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan;
c.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada SP4HL dengan spesimen tanda tangan;
d.
Memastikan jumlah yang dikembalikan sama dengan saldo kas di Kementerian Negara/Lembaga dari hibah;
e.
Memeriksa kesesuaian pencantuman pengembalian pendapatan pada SP4HL dengan bukti pengiriman/ pengembalian pendapatan hibah; 399
f.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA pada SPTJM dengan spesimen tanda tangan; dan
g.
Memeriksa Saldo Kas di Kementerian Negara/Lembaga dari Hibah tidak boleh bemilai negatif.
(3) SP3HL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan BAB XI PENERBITAN PERSETUJUAN MPHL-BJS Pasal 17 (1) Atas dasar MPHL-BJS yang diajukan oleh satuan kerja, KPPN menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: a.
Lembar ke-1, untuk PA/Kuasa PA;
b.
Lembar ke-2. untuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi. Akuntansi, dan Setelmen dengan dilampiri copy MPHL-BJS; dan
c.
Lembar ke-3, untuk pertinggal KPPN.
(2) Format Persetujuan MPHL-BJS adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini. Pasal 18 (1) Persetujuan MPHL-BJS diterbitkan oleh KPPN setelah dilakukan pengujian terhadap MPHL-BJS; (2) Pengujian MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
400
a.
Memeriksa kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
b.
Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan;
c.
Menguji kesesuaian tanda tangan pada MPHL-BJS dengan spesimen tanda tangan;
d.
Mencocokkan nomor register pada MPHL-BJS dengan nomor register yang dicantumkan dalam SPTMHL;
e.
Menguji kesesuaian pencantuman pendapatan dan belanja pada MPHL-BJS dengan SPTMHL;
f.
Memeriksa jumlah pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga adalah sama dengan jumlah belanja barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hibah/ Belanja Modal untuk Pencatatan Aset Tetap atau Aset Lainnya dari Hibah/Pengeluaran Pembiayaan untuk Pencatatan Surat Berharga dari Hibah; dan
g.
Menguji kesesuaian tanda tangan PA/Kuasa PA path SPTJM dengan spesimen tanda tangan.
(3) Persetujuan MPHL-BJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. BAB XII PENGAMBILAN SPHL. SP3HL DAN PERSETUJUAN MPHL-BJS Pasal 19 (1) Petugas pengambil SPHL, SP3HL dan Persetujuan MPHLBJS adalah petugas pengambil SP2D. (2) Dalam hal penunjukan petugas pengambil SP2D Tahun Anggaran 2011 telah ditetapkan, PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap surat keputusan penunjukan petugas pengambil 401
SP2D dengan menambahkan tugas untuk mengambil SPHL, SP3HL dan Persetujuan MPHL-BJS. (3) Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala KPPN BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 30 Novenber 2011 DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP19530814 197507 1 001
402
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG (SP2HL) KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA (1) SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG Tanggal : ……..(2)
Nomor : ………(3)
Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ……4) Agar mengesahkan pendapatan dan/atau belanja terkait hibat sejumlah: Saldoawal
Rp…………………………
(5)
Pendapatan Hibah
Rp…………………………
(6)
Belanja terkait Hibah
Rp…………………………
(7)
Saldo akhir
Rp…………………………
(8)
Untuk Periode Triwulan : ………………. (9)
Tahun Anggaran : ………………… (10)
Dasar Pengesahan :
Satker
Kewenangan
Nama Satker
……. (11)
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx.. (12)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program xx.xx.xxx.xx.xx
(13)
Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja xxxx.xx.xx.xx.xx
(14)
Sumber Dana/Cara Penarikan
: xx/xx
Nomor Register
: xxxxxxx (16)
BELANJA Akun
(15)
PENDAPATAN Jumlah Uang
xxxxxx………… (17)
………….(18)
Jumlah Belanja
………….(19)
BA/Unit Eselon I
Jumlah Uang
/Lokasi/Akun/Satker (20) xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx Jumlah Pendapatan
………………………… (21) ………………………… (22)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (23) ……………….,…………….. (24) a.n. Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Penandatangan SPM .. (25) ……………………………………. NIP/NRP…………………….. (26)
403
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG (SP2HL)
NOMOR (1)
URAIAN ISIAN Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan SP2HL
(3)
Diisi nomoe SP2HL
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi saldo awal hibah langsung
(6)
Diisi jumlah pendapatan hibah langsung yang telah diterima.
(7)
Diisi jumlah belanja terkait Hibah.
(8)
Diisi jumlah saldo awal dengan selisih antar pendapatan hibah dengan belanja terkait hibah
(9)
Diisi periode triwulan
(10)
Diisi Tahun Anggaran
(11)
Diisi dasar diterbitkannya SP2HL, misalnya UU APBN, nomor dan tanggal DIPA, atau
(12)
Diisi kode Satker (6 digit), kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima hibah
(13)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
dokumen penerimaan dan pengeluaran lainnya
(14)
Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
(15)
Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kode (10) Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD): untuk hibah langsung bentuk uang yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-). 2. Kode (11) Hibah Langsung Luar Negeri (HLL): untuk hibah langsung bentuk uang yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-).
(16)
Diisi nomor register
(17)
Diisi akun belanja sesuai akun-akun belanja yang telah ada pada revisi DIPA
(18)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja
(19)
Diisi total rupiah jumlah belanja terkait hibah
(20)
1. Diisi kode Bagian Anggaran dan Eselon I: 999.02; kode lokasi. 01.51; kode akun pendapatan; Kode Akun yang Khusus digunakan dalam SP2HL; dan kode Satker: 960186 2. Kode Akun yang khusus digunakan dalam Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung (SP2HL), sebagai berikut: Kode Akun 431131
Uraian Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang – Perorangan
404
431132
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431133
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431139
Pendapatan Hibah Dalam Negeri Langsung Bentuk Uang –
431231
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang –
431232
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
431233
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
421239
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Uang
Lembaga/Badan Usaha Perintah Daerah Lainnya Perorangan Bilateral Multilateral Lainnya (21)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pendapatan hibah
(22)
Diisi total rupiah jumlah pendapatan hibah
(23)
Diisi uraian keperluan pengesahan
(24)
Diisi nama kota dan tanggal diterbitkan SP2HL (sama seperti pada poin 2)
(25)
Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM
(26)
Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM
(27)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
405
LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG (SPHL) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG KPPN
: .........................................(4)
Nomor SPHL : .................................(1)
Tanggal
: .........................................(5)
Tanggal
: .................................(2)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Satker
: .................................(3)
Tahun Anggaran
: ...........................(7)
Telah disahkan pendapatan Hibah dan/ atau belanja dari Hibah sejumlah : Saldo Awal
Rp.
Pendapatan Hibah
Rp.
Belanja Terkait Hibah
Rp.
Saldo Akhir
Rp.
(8)
Yaitu : ............................................................................................................................... ...........................................................................................................................(9) Kuasa Bendahara Umum Negara ..........,.......................................(10) Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
.........................................(11)
.........................................(13)
NIP....................................(12)
NIP....................................(14)
406
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi nomor SP2HL
(2)
Diisi tanggal SP2HL
(3)
Diisi uraian satker sesuai yang ada pada SP2HL
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan SPHL
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan SPHL/kode KPPN/kode bank.
(7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Saldo Awal diisi sesuai SP2HL Pendapatan Hibah diisi sesuai SP2HL Belanja Terkait Hibah diisi sesuai SP2HL Saldo Akhir diisi sesuai SP
(9)
Diisi uraian SPHL sesuai dengan yang tercantum pada SP2HL
(10)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan Surat Pengesahan Hibah Langsung
(11)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(13)
Diisi Nama Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
(14)
Diisi NIP Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
407
LAMPIRAN III PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA FORMAT SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG (SP4HL) KEMENTERIAN/LEMBAGA ………… (1) SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG Tanggal : ….. (2) Nomor : …. (3) Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara …………… (4) Agar mengesahkan pengembalian pendapatan hibah sejumlah : 1.
Sisa Hibah
Rp. ……………….
(5)
2.
Pengembalian Pendapatan Hibah
Rp. ……………….
(6)
3.
Saldo Akhir
Rp. ……………….
(7) Tahun ……. (8)
Dasar Pengesahan : …. (9)
Satker
Kewenangan
Nama Satker
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx (10)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program xx.xx.xxx.xx.xx (11) Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja xxxxxx
xx
xx.xx
xx
Sumber Dana/Cara Penarikan
: xx/xx (13)
Nomor Register
: xxxxxxx (14)
(12)
PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG BA/Unit Eselon I /Lokasi/Akun/Satker (15) xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx
Jumlah Pengembalian
Jumlah Uang
………… (16) ………… (17)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (18) ……………….,…………….. (19) a.n. Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Penandatangan SPM .. (20) ……………………………………. NIP/NRP…………………….. (21)
408
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG (SP4HL) NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan 4
(3)
Diisi nomoe SP4HL
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi sisa uang dari hibah yang akan dikembalikan ke donor
(6)
Diisi jumlah pengembalianpendapatan hibah langsung
(7)
Diisi selisih antara sisa hibah dengan pengembalian hibah
(8)
Diisi Tahun Anggaran
(9)
Diisi dasar diterbitkannya SP4HL, misalnya: Nomor UU APBN, nomor dan tanggal DIPA, atau dokumen penerimaan dan pengeluaran lainnya
(10)
Diisi kode Satker (6 digit), kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima hibah
(11)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
(12)
Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja
(13)
Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut: 3. Kode (10) Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD): untuk hibah langsung bentuk uang yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-). 4. Kode (11) Hibah Langsung Luar Negeri (HLL): untuk hibah langsung bentuk uang yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-).
(14)
Diisi nomor register
(15)
Diisi kode Bagian Anggaran, Unit Eselon 1, kode Lokasi, Akun da kode Satker, dengan ketentuan: 1. Untuk pengembalian tahun anggaran berjalan diisi : 999.02.01.51.431xxx.960186 2. Untuk pengembalian tahun anggaran lalu: kode BA, Eselon I, kode Lokasi, dan kode Satker merujuk pada kode Satker penerbit SP4HL dengan akun 311911
(16)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pengembalian pendapatan
(17)
Diisi total rupiah jumlah pengembalian pendapatan
(18)
Diisi uraian keperluan pengesahan, yaitu: Pengembalian Hibah Langsung bentuk Uang kepada Pemberi Hibah sesuai bukti setor tanggal…….. Nomor ……………..
(19)
Diisi nama kota dan tanggal diterbitkan SP4HL (sama seperti pada poin 2)
(20)
Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM
409
(21)
Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM
(22)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
410
LAMPIRAN IV PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT SURAT PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG (SP3HL) KEMENTERIAN KEUANGAN RI
SURAT PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KPPN
: .........................................(4)
Tanggal
: .........................................(5)
Nomor SP4HL : .................................(1)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Tanggal
: .................................(2)
Tahun Anggaran
Satker
: .................................(3)
: ...........................(7)
Telah disahkan pengembalian pendapatan Hibah Langsung sejumlah : Sisa Hibah
Rp.
Pengembalian Pendapatan Hibah
Rp.
Saldo Akhir
Rp.
(8)
Yaitu : ............................................................................................................................... ...........................................................................................................................(9) Kuasa Bendahara Umum Negara ..........,.......................................(10) Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
.........................................(11)
.........................................(13)
NIP....................................(12)
NIP....................................(14)
411
PETUNJUK PFNGISIAN SURAT PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG NOMOR (1)
URAIAN PENGISIAN Diisi nomor SP4HL
(2)
Diisi tanggal SP4HL
(3)
Diisi kode dan uraian satker sesuai yang ada pada SP4HL
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan SP3HL
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan SP3HL/kode KPPN/kode bank.
(7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Sisa Hibah Pengembalian Pendapatan Hibah Saldo Akhir
Rp mengikuti SP4HL Rp mengikuti SP4HL Rp mengikuti SP4HL
(9)
Diisi uraian SP3HL sesuai dengan yang tercantum pada SP4HL
(10)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan SP3HL
(11)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(13)
Diisi Nama Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
(14)
Diisi NIP Kepala Seksi Bank/Giro Pos/Bendum
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
412
LAMPIRAN V PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA (MPHL-BJS) KEMENTERIAN/LEMBAGA ………… (1) MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA Tanggal : ….. (2) Nomor : …. (3) Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara …………… (4) Agar melakukan pencatatan atas penerimaan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga: Tahun Anggaran ……. (5) Dasar Pencatatan:
Satker
Kewenangan
Nama Satker
….................(6)
xxxxxx
xx
xxxxxxxxxx (7)
Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program xx.xx.xxx.xx.xx (8) Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja xxxxxx
xx
xx.xx
(9)
: xx/xx (10)
Nomor Register
: xxxxxxx (11)
BELANJA Akun
xx
Sumber Dana/Cara Penarikan
PENDAPATAN Jumlah Uang
BA/Unit Eselon
Jumlah Uang
I/Lokasi/Akun/Satker (15)
xxxxxx.. (12)
...............(13)
Jumlah Belanja
...............(14)
xxx.xx.xx.xx.xxxxxx.xxxxxx Jumlah Pendapatan
....................................(16) ....................................(17)
Kepada
: Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya
Yaitu
: ……………………………………………………………………….. (18) ……………….,…………….. (19) Kuasa Pengguna Anggaran .. (20) ……………………………………. NIP/NRP…………………….. (21)
413
PETUNJUK PENGISIAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/ SURAT BERHARGA (MPHL-BJS) NOMOR
URAIAN ISIAN
(1)
Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga
(2)
Diisi tanggal diterbitkan MPHL-BJS
(3)
Diisi nomor MPHL-BJS
(4)
Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, siikuti kode KPPN
(5)
Diisi Tahun Anggaran
(6)
(7)
Diisi dasar diterbitkannya MPHL-BJS, yaitu: PP No.10/2011, dan Tanggal serta Nomor SP3HL-BJS. Diisi kode Satker (6 digit) kode kewenangan (2 digit), serta nama Satker penerima hibah
(8)
Diisi kode Fungsi, Sub Fungsi, BA, Unit Eselon I, Program
(9)
Diisi Kode Kegiatan, Output. Lokasi. Jenis Belanja. Untuk Kegiatan dan Output diisi kode kegiatan dan output yang ada pada Satuan Kerja berkenaan yang paling sesuai dengan maksud dan tujuan penerimaan hibah barang/jasa/surat berharga. Diisi sumber dana dan cara penarikan dengan ketentuan sebagai berikut:
(10)
(11)
1. Kode (12) Hibah Langsung Barang Dalam Negeri (HLBD): untuk hibah langsung bentuk barang yang berasal dari dalam negeri dan kode cars penarikan (-). 2. Kode (13) Hibah Langsung Barang Luar Negeri (HLBL): untuk hibah langsung bentuk barang yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-). 3. Kode (14) Hibah Langsung Jasa Dalam Negeri (HUD): untuk hibah langsung bentuk jasa yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-). 4. Kode (15) Hibah Langsung Jasa Luar Negeri (HLJL): untuk hibah langsung bentuk jasa yang berasal dari luar negeri dan kode cars penarikan (-). 5. Kode (16) Hibah Langsung Surat Berharga Dalarn Negeri (HLSD): untuk hibah langsung bentuk surat berharga yang berasal dari dalam negeri dan kode cara penarikan (-). 6. Kode (17) Hibah Langsung Surat Berharga Luar Negeri (HLSL): untuk hibah langsung bentuk surat berharga yang berasal dari luar negeri dan kode cara penarikan (-) Diisi nomor register Diisi akun belanja seperti di bawah ini: 1. Untuk Belanja dalam bentuk Barang: Kode Akun
(12)
521611
Belanja Barang untuk Pencatatan Persediaan dari Hiba
531211
Belanja Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Hibah
532211
Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah
533211
414
Uraian
Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah
534211 536211
Belanja ModalJalan, Irigasi dan Jaringan untuk Pencatatan Jalan, Irigasi dan Jaringan dari Hibah Belanja Modal Lainnya untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya dari Hibah
2. Untuk Belanja dalam bentuk Jasa Kode Akun
Uraian
522311
Belanja Jasa untuk Pencatatan Jasa dari Hibah
3. Untuk Belanja dalam bentuk Surat Berharga: Kode Akun 724411
Uraian Penyertaan Modal Berharga dari Hibah
Negara
untuk
Pencatatan
Surat
(13)
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja
(14)
Diisi total rupiah jumlah belanja terkait hibah
(15)
Diisi Kode BA/Unit Eselon I/Lokasi/Akun/Satker: 999.02.01.51.431xxx.960186 Kode Akun Pendapatan yang khusus digunakan dalam Memo Pencatatan Hibah Langsung-Barang/Jasa/Surat Berharga (MPHL—BJS): 1. Untuk Pendapatan dalam bentuk Barang: Kode Akun
Uraian
431121
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Barang
431221
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Barang
2. Untuk Pendapatan dalarn bentuk Jasa: Kode Akun
Uraian
431122
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Jasa
431222
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Jasa
3. Untuk Pendapatan dalam bentuk Surat Berharga
(16)
Kode Akun
Uraian
431123
Pendapatan Hibah Dalam Negeri – Langsung Bentuk Surat Berharga
431223
Pendapatan Hibah Luar Negeri – Langsung Bentuk Surat Berharga
Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pendapatan hibah
(17)
Diisi total rupiah jumlah pendapatan hibah
(18)
Diisi uraian keperluan pencatatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga
415
(19)
Diisi tanggal diterbitkan MPHL-BJS (sama seperti pada poin 2)
(20)
Diisi tanda tangan Kuasa Pengguna Anggaran
(21)
Diisi nama dan NIP/NRPKuasa Pengguna Anggaran
(22)
Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
416
LAMPIRAN VI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
FORMAT PERSETUJUAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA (PERSETUJUAN MPHL-BJS)
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Nomor MPHL-BS
: .................................(1)
Tanggal
: .................................(2)
Satker
: .................................(3)
PERSETUJUAN MEMO PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA KPPN
: .........................................(4)
Tanggal
: .........................................(5)
Nomor
: ............/............../.............(6)
Tahun Anggaran
: ...........................(7)
Telah disetujui pencatatan pendapatan Hibah dan belanja pencatatan Hibah sejumlah : Pendapatan
Rp.
Belanja
Rp.
Yaitu : ............................................................................................................................... ...........................................................................................................................(8) Kuasa Bendahara Umum Negara ..........,.......................................(9) Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Vertifikasi dan Akuntansi
.........................................(10)
.........................................(12)
NIP....................................(11)
NIP....................................(13)
417
PETUNJUK PFNGISIAN SURAT PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi nomor MPHL-BJS
(2)
Diisi tanggal MPHL-BJS
(3)
Diisi uraian satker sesuai yang ada pada MPHL-BJS
(4)
Diisi kode dan uraian KPPN
(5)
Diisi tanggal diterhitkan MPHL-BJS
(6)
Diisi Nomor dengan susunan: nomor penerbitan KPPN/kode
MPHL-BJS/kode
bank. (7)
Diisi Tahun Anggaran
(8)
Diisi uraian MPHL-BJS sesuai dengan yang tercantum pada MPHLBJS
(9)
Diisi kota tempat KPPN dan tanggal penerbitan Persetujuan MPHL-BJS
(10)
Diisi Nama Kepala Seksi Pencairan Dana
(11)
Diisi NIP Kepala Seksi Pencairan Dana
(12)
Diisi Nama Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi
(13)
Diisi NIP Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
418
LAMPIRAN VII PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
SURAT PERNYATAAN TELAH MENERIMA HIBAH LANGSUNG TANPA MELALUI KPPN (SPTMHL) NOMOR ……(1) TANGGAL ………. (2) Menyatakan bahwa saya atas nama Kementerian Negara/Lembaga
: (xxx)…….………(3)
Eselon I
: (xx)……….……..(4)
Satker
: (xxxxxx).…..……(5)
Nomor dan Tanggal DIPA
: ..…….…………..(6)
Nomor dan Tanggal SP Pengesahan
: …………………..(7)
bertanggung jawab penuh atas segala penerimaan hibah berupa ……………(8) yang diterima langsung dari: Pemberi Hibah
:
……(9)
Tanggal & Nomor Perjanjian Hibah
:
……(10)
Nomor Register
:
……(11)
Nilai Hibah/Komitmen Hibah :
……(12)
tanpa melalui KPPN dengan rincian sebagai berikut:
Bukti-bukti terkait hal tersebut di atas disimpan sesuai ketentuan yang berlaku pada Satuan Kerja …….(25) untuk kelengkapan admistrasi dan keperluan pemeriksaan aparat pengawas fungsional. Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya. …..(26), tanggal, bulan, tahun Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran Nama…(27) NIP……(28)
419
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERNYATAAN TELAH MENERIMA HIBAH DAN BELANJA LANGSUNG TANPA MELALUI KPPN (SPTMHL) NOMOR
URAIAN
(1)
Diisi nomor SPTMHL
(2)
Diisi tanggal SPTMHL
(3)
Diisi kode dan uraian Kementerian/Lembaga
(4)
Diisi kode dan uraian Eselon I
(5)
Diisi kode dan uraian Satuan Kerja
(6)
Untuk hibah bentuk uang, diisi nomor dan tanggal DIPA. Untuk hibah bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga, diisi tidak ada DIPA.
(7)
Untuk hibah berbentuk uang, diisi nomor dan tanggal SP Pengesahan. Untuk hibah bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga, diisi tidak ada SP Pengesahan.
(8)
Diisi bentuk hibah langsung yaitu: Hibah bentuk Uang/Barang/Jasa/Surat Berharga
(9)
Diisi nama pemberi hibah
(10)
Diisi tanggal dan nomor Perjanjian Hibah/Grant Agreement/dokumen yang dipersamakan/Nomor BAST
(11)
Diisi nomor register
(12)
Diisi nilai hibah atau nilai yang disepakati sesuai PH/Grant Agreement
(13)
Diisi akun pendapatan hibah sesuai Bagan Akun Standar
(14)
Dikosongkan
(15)
Diisi realisasi pendapatan hibah s.d. bulan lalu
(16)
Diisi realisasi pendapatan hibah bulan ini
(17)
Diisi realisasi pendapatan hibah s.d. bulan ini
(18)
Dikosongkan
(19)
Diisi akun belanja sesuai Bagan Akun Standar
(20)
Untuk hibah bentuk uang diisi pagu anggaran belanja yang bersumber dari hibah langsung. Untuk hibah bentuk barang/jasa/surat berharga dikosongkan
(21)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung s.d. bulan lalu
(22)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung bulan ini
420
(23)
Diisi realisasi belanja terkait hibah langsung s.d. bulan ini
(24)
Untuk hibah bentuk uang diisi sisa pagu belanja. Untuk hibah bentuk barang/jasa/surat berharga dikosongkan.
(25)
Diisi uraian satker
(26)
Diisi kota tempat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan tanggal penerbitan SPTMHL
(27)
Diisi Nama PA/Kuasa PA
(28)
Diisi NIP PA/Kuasa PA
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
421
LAMPIRAN VIII PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-81 /PB/2011 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG DAN PENCATATAN HIBAH LANGSUNG BENTUK BARANG/JASA/SURAT BERHARGA
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK Nomor: ……. 1.
Kode Satuan Kerja
:
2.
Uraian Satuan Kerja
:
3.
Kegiatan/Output
:
4.
No. Grant/Register
:
Kuasa Pengguna Anggaran menyatakan bertanggungjawab terhadap: *) 1.
Penerimaan…….(1) Rp……………..(3)
dengan
nomor
register
……………(2)
sebesar
2.
Belanja terkait hibah sebagaimana butir 1, sebesar Rp……………………..(4) atas beban DIPA Nomor …………….(5) dengan akun …………..(6)
3.
Pengembalian sisa hibah bentuk uang kepada Dono sebesar Rp …………… (7)
Hingga ditandatangani SPTJM ini seluruh penerimaan hibah telah diajukan pengesahannya dan seluruh kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan telah kami penuhi. Apabila dikemudian hari terdapat kerugian negara atas belanja sebagaimana angka 2, kami bersedia untuk menyetor kerugian negara tersebut ke Rekening Kas Negara. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak ini disimpan oleh Kuasa Pengguna Anggaran untuk kelengkapan administrasi dan keperluan pemeriksaan aparat pengawasan fungsional. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya. …..,……………..(8) Penggung Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran ……………………………(9) NIP. ………………………(10) Keterangan *) SPTJM untuk penerbitan SP2HL dan MPHL menggunakan uraian pada nomor (1) dan (2) saja. SPTJM untuk penerbitan SP4HL menggunakan uraian pada nomor (3) saja.
422
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK (SPTJM) NOMOR
URAIAN PENGISIAN
(1)
Diisi bentuk hibah yaitu: Hibah Langsung Bentuk Uang/Barang/Jasa/Saham
(2)
Diisi Nomor Register
(3)
Diisi jumlah rupiah hibah langsung yang diterima. Untuk hibah langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga diisi sebesar nilai tertera dalam dokumen atau nilai wajarnya.
(4)
Diisi jumlah belanja terkait hibah langsung. Untuk hibah langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga diisi sebesar nilai tertera dalam dokumen atau nilai wajarnya.
(5)
Diisi Nomor DIPA atas belanja yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang. Untuk hibah langsung dalam bentuk barang/jasa/surat berharga uraian tentang Nomor DIPA tidak ditulis.
(6)
Di isi kode akun belanja sesuai Bagan Akun Standar
(7)
Di isi jumlah rupiah yang dikembalikan kepada Donor
(8)
Di isi tempat dan tanggal pembuatan SPTJM
(9)
Diisi nama PA/Kuasa PA penandatangan SPTJM
(10)
Diisi NIP PA/Kuasa PA penandatangan SPTJM
DIREKTUR JENDERAL,
AGUS SUPRIJANTO NIP. 19530814 197507 1 001
423