CUTANEOUS LESIONS FROM COASTAL AND MARINE ORGANISMS Prof. dr. Pieter L. Suling, MSc., SpKK(K)
1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan hanya sekitar 6000 pulau yang berpenghuni. Wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan, yaitu mencapai 5,8 juta km2. Laut Indonesia banyak menyimpan kekayaan alam, selain itu posisi Indonesia termasuk dalam wilayah triangle coral reef. Sebesar 14% dari terumbu karang dunia ada di Indonesia, bahkan berdasarkan The World Atlas of Coral Reefs yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC) Indonesia merupakan Negara dengan terumbu karang yang terbesar di dunia dengan persentase 17,95% dari seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup didalamnya. Selain merupakan kekayaan alam Indonesia, terumbu karang dan binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi manusia yaitu melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di air adalah gigitan atau sengatan yang beracun, disebabkan oleh segala bentuk kehidupan yang berasal dari air. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut. Beberapa tipe gigitan atau sengatan dapat menyebabkan kematian. Penyebab dari gigitan atau sengatan ini berasal dari berbagai tipe kehidupan yang ada di laut seperti ubur – ubur, Portuguese Man-of-War, anemon laut, karang, cacing laut, kerang, dan beberapa jenis ikan seperti ikan pari, ikan lele, scorpionfish, stonefish dan weeverfish, ikan hiu, Barracuda, dan belut Morray. Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar, bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat gigitan atau sengatan. Gejala lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram,
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
191
diare, sesak napas, nyeri pada daerah inguinal atau aksila, demam, nausea atau vomitus, paralisis, berkeringat, lemas, pusing, dan pingsan. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien yang terkena gigitan atau sengatan ialah menyingkirkan penyebab gigitan atau sengatan tersebut dengan handuk, sebaiknya penolong menggunakan sarung tangan, cuci area yang digigit atau disengat dengan air asin, rendam luka di air panas selama 30 – 90 menit. 2. DERMATITIS KONTAK YANG DISEBABKAN OLEH UBUR-UBUR (JELLY FISH), PORTUGUESE MAN-OF-WAR (PHYSALIA), KARANG (CORALS), MOLUSKA (MOLLUSKS), ARTHROPODA (ARTHROPODS), WORM, DAN IKAN (FISH)
A. Ubur-Ubur (Jelly Fish), Portuguese Man-Of-War (Physalia), Karang (Corals) Ubur – ubur, Portuguese Man-of-War, anemon laut dan karang termasuk dalam filum Cnidaria, sebelumnya dikenal sebagai Coelenterata. Cnidaria memiliki tentakel yang dapat menyebabkan sengatan listrik (nematosit), digunakan untuk pertahanan diri. Sengatan yang disebabkan oleh ubur-ubur, Portuguese Man-of-War, anemon laut dan karang adalah sengatan paling beracun yang sering dialami manusia yang hidup di lingkungan laut. Sekitar 100 dari 9000 spesies Cnidaria yang telah teridentifikasi dapat menyebabkan cedera pada manusia. Binatang ini dapat mengapung di air seperti ubur-ubur atau melekat seperti karang. Hampir semua Cnidarian memiliki nematosit, atau tentakel yang dapat digunakan untuk menyengat. Setiap nematosit mengandung toksin atau kelompok toksin dan bagian yang dapat melilit serta berfungsi seperti suntikan. Ketika nematosit bersentuhan dengan mangsanya, ujung sengatan dikeluarkan dan toksinnya dimasukkan ke dalam kulit. Sengatan Cnidarian dibagi menjad ringan, iritasi yang dapat sembuh sendiri sampai cedera yang serius dan sangat nyeri, tergantung pada toksin dari spesies yang terlibat dan jumlah racun. Sengatan spesies tertentu seperti cubomedusae atau box jellyfish dapat berakibat fatal.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
192
Pada kebanyakan kasus, sengatan ubur-ubur mengeluarkan reaksi toksik yang
dapat
lokalisata
atau
sistemik.
Meskipun
jarang
terjadi
reaksi
hipersensitivitas tipe cepat seperti urtikaria, angioedema, dan anafilaksis, tetapi tetap membutuhkan penanganan medis yang tepat, karena syok dan kematian dapat terjadi pada individu yang lebih sensitif. Dermatitis kontak alergi, reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menetap, granuloma anulare, dan eritema nodosum adalah reaksi-reaksi kulit yang dapat terjadi pada sengatan ubur-ubur.
A. 1. Ubur-Ubur (Jelly Fish) Ubur-Ubur Jelatang Laut Di antara organisme yang paling sering menyebabkan sengatan ubur-ubur adalah jelatang laut, yang terdiri dari 2 spesies yang berbeda, keduanya hidup di Atlantik dan juga perairan Indo-Pasifik. Cyanea capillata dan keluarganya adalah yang paling besar dari 2 spesies ini dan Chrysaora quinquecirrha adalah yang lebih kecil. Meskipun sengatan jelatang laut jarang mematikan, tetapi bisa sangat nyeri. Pertama korbannya akan merasakan nyeri seperti terbakar pada daerah yang kontak dengan tentakel. Beberapa menit kemudian di daerah yang tersengat timbul pola seperti bekas cambuk dengan tanda merah yang zigzag sebesar 2 – 3 mm. Durasi nyeri bervariasi, tetapi seringkali mulai berkurang setelah 30 menit. Urtika umumnya berkurang dalam 1 jam tetapi petekie ungu kecoklatan dan pigmentasi pasca-inflamasi dapat menetap selama beberapa hari. Cubomedusae (Class Cubozoa): Box Jellyfish Semua spesies ubur – ubur dapat menyebabkan sengatan yang sangat nyeri dan merupakan ancaman bagi penyelam. Spesies yang paling berbahaya adalah cubozoans. Chironex fleckeri atau box jellyfish menyebabkan setidaknya satu kematian setiap tahun di Australia. Paling fatal jika terjadi pada anak, kemungkinan karena perbandingan ukuran korban dan total area sengatan. Sampai saat ini, kebanyakkan kasus sengatan C. fleckeri yang dipublikasikan berakibat fatal atau hampir fatal, tetapi sengatan yang kurang serius terjadi di daerah endemik. C. fleckeri (yang dikenal dengan sea wasp) adalah spesies ubur-ubur dengan tingkatan yang lebih tinggi dan dapat tumbuh hingga volume 9 L dengan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
193
berat lebih dari 6 kg. Jika manusia tersentuh dengan box jellyfish beberapa tentakel akan putus dan melekat pada kulit. Penolong korban sengatan C. fleckeri harus berhati-hati, karena juga berisiko keracunan sehingga tentakel harus segera dinetralisir dan dipindahkan. Awalnya sengatan terlihat bengkak linear dengan gambaran seperti bekas cambuk. Sengatan C. fleckeri yang masih baru mudah dikenali karena memiliki gambaran seperti tangga atau menyilang dan tampak membeku. Diagnosis mikroskopik mungkin dapat dilakukan dari kerokan kulit atau dengan menempelkan selotip pada tempat sengatan. Nyeri yang hebat dapat menetap selama beberapa jam. Area yang paling berat tersengat memberikan gambaran sianotik yang samar dan dapat terbentuk bula dan nekrosis. Proses penyembuhan berjalan lambat dan dapat disertai komplikasi superinfeksi bakteri dan skar. Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit disebabkan karena agen – agen kardiotoksik dan neurotoksik dalam racun yang dapat menyebabkan aritmia ventrikular dan gagal jantung, serta gagal pernapasan. Hemolisis intravaskular yang disebabkan oleh toksin dapat mempresipitasi gagal ginjal akut. Pertolongan pertama
yang
paling
sering
dilakukan
pada
korban
adalah
resusitasi
kardiopulmonal. Verapamil intravena telah digunakan untuk pengobatan dan profilaksis aritmia ventrikular. Telah tersedia antiracun untuk sengatan C. fleckeri, dan jika digunakan dari awal pada keracunan berat dapat menyelamatkan nyawa serta mengurangi nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan. Sindrom Irukandji adalah respons yang berat dan terlambat (umumnya 30 menit tapi di antara 5 dan 40 menit) terhadap sengatan dari small box jellyfish, yang dinamakan Irukandji jellyfish, yang mengakibatkan kematian pada 2 turis di Cairns-Port Douglas, Australia. Sindrom klasik terdiri dari tanda lokal inflamasi bersamaan dengan nyeri punggung berat, kram otot, piloereksi, berkeringat, nausea, vomitus, sakit kepala, dan palpitasi. Pada kasus yang paling berat dapat progresi menjadi hipertensi yang ekstrim dan gagal jantung. Hanya satu spesies, Carukia Barnesi, yang berhubungan dengan sindrom ini, tapi setidaknya ada 6 spesies berbeda dari small jellyfish yang mungkin menjadi penyebab. Hampir semua sengatan terjadi di perairan yang dalam. Penanganan termasuk pemberian cuka untuk melepaskan nematosit dan membawa korban untuk mendapatkan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
194
penanganan medis termasuk antinyeri dan blokade α, karena racun diketahui berperan sebagai agonis presinaptik neuron sodium dan menstimulasi pelepasan norepinefrin. A. 2. Portuguese Man-of-War (Physalia) Physalia physalis adalah nama spesies ini, merupakan anggota kelas Hydrozoa dan bukan ubur-ubur sejati. P. Physalis dapat ditemukan di perairan Atlantik dan Mediterania, dan mudah dikenali karena bentuknya seperti kantong yang mengapung, translusen biru, merah muda atau keunguan dengan banyak tentakel. P. Physalis berbeda dengan P. utriculus yang berasal dari laut pasifik, yang sering dikenal sebagai blue bottle. P. utriculus hanya memiliki satu tentakel yang panjangnya tidak sampai 5 meter. Tentakel – tentakel ini terdapat di sepanjang tubuh dengan ratusan ribu nematosit. Nematosit tetap dapat aktif meskipun beberapa tentakel telah putus karena badai atau terdampar di pinggiran laut oleh karena angin kencang atau gelombang. Portuguese Man-of-War yang terdampar di pinggiran pantai dapat menyebabkan sengatan hebat apabila diinjak ataupun disentuh. Anak – anak yang tersengat setelah memegang binatang ini dan kemudian menangis serta menggosok matanya dapat timbul konjungtivitis akut. Sengatan P. Physalis lebih nyeri dan berat dibandingkan yang disebabkan oleh jelatang laut serta lebih luas dan serius dibandingkan yang diakibatkan oleh P. utriculus. Pada saat kontak dengan tentakel dari P. Physalis, korban akan merasakan rasa terbakar yang tajam dan mengejutkan. Dapat terjadi nyeri parestesi atau mati rasa pada daerah yang disengat. Awalnya daerah yang disengat tampak sebagai satu atau multipel batas ireguler yang terdiri dari papul – papul merah atau bengkak merah. Urtika akan resolusi setelah beberapa jam tetapi dapat progresi
menjadi
vesikel,
hemoragik,
nekrotik,
atau
ulseratif
sebelum
penyembuhan. Striae pasca-inflamasi dapat menetap selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan. Komplikasi lokal yang berat dari sengatan P. Physalis dapat menyebabkan spasme arterial di tempat sengatan yang dapat mengakibatkan gangren pada jari distal. Ketika korban tersengat Physalia, dalam 10 – 15 menit dapat timbul gejala dari reaksi keracunan yang ditandai dengan nausea, kram di daerah perut, nyeri
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
195
otot, sakit punggung, iritabilitas, dispnoe, dan sesak. Hemolisis intravaskular dan gagal ginjal akut telah dilaporkan terjadi pada anak perempuan umur 4 tahun setelah disengat oleh P. Physalis. Kebanyakkan laporan kematian yang disebabkan P. Physalis tidak didokumentasikan dengan baik, tetapi terdapat beberapa laporan kasus yang fatal pada manusia. Pencegahan dan Penanganan dari Sengatan Ubur – Ubur Reaksi sistemik dapat terjadi dan penanganan untuk ini termasuk menunjang fungsi vital dengan resusitasi kardiopulmonal, oksigen, dan cairan intravena. Aplikasi bebat yang menimbulkan kontriksi pada vena-limfatik proksimal dari area luka dapat dipertimbangkan pada kasus dengan sengatan yang berat ketika terjadi atau akan terjadi reaksi sistemik, jika deaktivasi tentakel secara topikal tidak memberikan hasil, dan ketika transportasi untuk mendapatkan antiracun spesifik untuk sengatan C. fleckeri telah tersedia. Antiracun diambil dari serum domba dan kemungkinan dapat menyebabkan risiko terjadinya reaksi alergi pada individu yang sensitif. Cara yang dipilih adalah intravena, tetapi antiracun juga dapat diberikan intramuskular. Pada sengatan yang berat telah dibuktikan dapat menyelamatan nyawa. Penanganan ini juga dapat mengurangi intensitas nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan dan menurunkan kemungkinan terjadinya skar. Verapamil intravena dapat diberikan sebagai pengobatan dan profilaksis aritmia. Untuk nyeri pada sengatan yang berat, analgesik narkotik parenteral dan kompres es, begitu juga dengan antiracun harus dipertimbangkan. Reaksi lokal dapat diobati dengan anestesi topikal salep, krim, losion, atau spray untuk mengurangi gatal atau nyeri terbakar. Untuk reaksi hipersensitivitas tipe lambat, glukokortikoid topikal, antihistamin, dan glukokortikoid sistemik dapat digunakan jika perlu. Infeksi sekunder harus diterapi dengan antibiotik parenteral yang sesuai, dan terapi antitetanus harus dipertimbangkan. Pemberian es atau kompres dingin dapat mengurangi nyeri sengatan yang ringan sampai sedang, dan aspirin atau asetaminofen, sendiri atau kombinasi dengan kodein, dapat digunakan untuk nyeri yang menetap.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
196
A. 3. Karang Api (Fire Coral) dan Sayatan Karang (Coral Cut) Karang adalah organisme berkoloni dari filum Cnidaria. Luka akibat karang mungkin disebabkan oleh sengatan nematosit atau laserasi. Keduanya dapat terjadi pada waktu yang sama dan dapat dipersulit oleh reaksi karena benda asing, infeksi bakteri, dan reaksi eksematosa lokal. Untuk beberapa karang sejati, racun nematosit relatif tidak berbahaya, menyebabkan eritema, pruritik ringan yang butuh sedikit penanganan. Calamin losion atau losion antipruritik dapat membantu meringankan gejala. Berbeda dengan sengatan karang sejati, sengatan karang api, Millepora alcicornis, sangat menyakitkan, dibuktikan oleh beberapa penyelam dari Florida Keys sampai Caribbean. Selaput lendir atau lendir yang mengelilingi organisme mengandung banyak nematosit yang siap dilepaskan bila terjadi kontak dengan kulit, menyebabkan rasa terbakar dan rasa sakit yang menyengat. Dalam satu sampai beberapa jam timbul erupsi papul eritem pruritik, yang pada kasus berat dapat menjadi pustular dan pada kasus yang jarang dapat berkembang menjadi nekrosis dan skar. Lesi sembuh dalam 1 – 2 minggu dan sering disertai hiperpigmentasi pasca-inflamasi. Dermatitis kontak alergi lambat dan persisten juga dilaporkan terjadi akibat sengatan karang api di Laut Merah. Sengatan karang api harus dibilas dengan air laut untuk mengeluarkan nematosit yang melekat. Area sengatan dikompres dengan asam asetat 5% (cuka) atau isopropil alkohol 40% - 70% selama 15 – 30 menit atau hingga rasa sakit berkurang. Kompres air laut, dipanaskan sampai batas toleransi, juga dilaporkan dapat menonaktifkan racun. Steroid topikal krim atau salep dapat mengurangi gatal dan mempercepat penyembuhan. Luka akibat potongan karang dan laserasi disebabkan oleh eksoskeleton dari karang yang tajam, penyembuhannya lambat dan cenderung terjadi infeksi sekunder. Penanganan karena luka akibat potongan karang dimulai dengan pembersihan luka menggunakan sabun dan air dengan menggunakan sikat lembut atau handuk kasar, diikuti dengan irigasi menggunakan garam untuk menghilangkan benda asing. Jika luka sangat luas, anestesi lokal mungkin diperlukan agar dapat dilakukan pembersihan, eksplorasi, dan debridemen yang
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
197
adekuat dan untuk mendapatkan hemostasis yang baik. Disarankan mencuci luka dengan hidrogen peroksida sebelum dibalut. Keputusan untuk menutup luka atau membiarkannya terbuka tergantung pada lokasi luka, derajat trauma jaringan pada pinggiran luka, dan infeksi. Perban lebih baik untuk menutup luka pada kaki, karena luka di kaki yang dijahit berpotensi tinggi untuk menjadi abses.
B. Molluska (Mollusks) Kerang Kerucut Kerang kerucut adalah gastropoda univalvular yang digunakan sebagai ornamen berbentuk kerucut dan bernilai tinggi bagi kolektor kerang dan penyelam. Beberapa spesies memiliki bagian yang sangat beracun dengan sengatan yang mematikan. Spesies kerang kerucut yang paling berbahaya ditemukan di perairan dangkal Indo-Pasifik. Kerang kerucut bersifat karnivora, hidup di dasar lautan dan memburu cacing, kerang – kerang lainnya, atau ikan, tergantung dari spesiesnya. Racun kerang kerucut terdiri dari beberapa macam neurotoksin yang berbeda dan kematian diakibatkan oleh paralisis sistem pernapasan. Hingga kini belum ada antiracun untuk toksin kerang kerucut, dan angka kematian setelah terkena racun spesies yang berbahaya (Conus geographicus dan C. magus) sebesar 15 – 20 %. Cedera akibat kerang kerucut memberikan luka tusuk yang bervariasi. Tingkat nyeri bervariasi, berkisar dari sensasi tersengat yang ringan, yang menyerupai gigitan serangga, sampai nyeri hebat. Gejala awal berupa edema, iskemia, mati rasa, dan parestesia di sekitar luka. Parestesia dapat menjalar sampai ke daerah bibir dan mulut. Paralisis muskular lokalisata dapat berkembang menjadi kelemahan atau paralisis generalisata dan berakhir dengan gagal napas dan kardiopulmonar. Gejala neurotoksik mengindikasikan adanya keracunan yang berat berupa diplopia, pandangan kabur, afonia, disfagia, dan koma. Kasus jarang berupa koagulasi intravaskular diseminata akibat racun kerang kerucut pernah dilaporkan.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
198
Untuk menangani kerang kerucut harus dengan pelatihan yang baik. Sarung tangan pelindung yang tebal sebaiknya digunakan, dan menghindari bagian bawah yg lunak dari kerang kerucut. Kerang kerucut sebaiknya tidak diletakkan dalam kantong pakaian atau baju renang, karena sengatannya dapat menembus pakaian. Penanganan pada racun kerang kerucut bersifat suportif. Korban sebaiknya beristirahat dan area sengatan disandarkan dan tidak boleh digerakkan. Kompres luka dapat diaplikasikan untuk mendapatkan efek oklusi pada aliran vena-limfatik, tapi tidak pada arteri. Hisapan lokal dapat membantu jika hal tersebut segera dilakukan pada lokasi luka dengan menggunakan alat pengisap, seperti pompa vakum ekstraktor. Gigitan Gurita Gurita adalah kelompok kerang – kerangan yang lebih tinggi, termasuk dalam kelas Cephalopoda. Kebanyakan gigitan gurita tidak mengancam nyawa manusia. Area gigitan dapat menjadi nyeri sekali, dan ini ditandai dengan adanya dua luka tusuk kecil, yang banyak mengeluarkan darah. Gejala dari gigitan gurita biasanya ringan dan tampak merah, bengkak, dan gatal yang bersifat sementara. Spesies gurita yang paling berbahaya, Hapalochlaena maculosa, telah ditemukan di perairan pantai Australia. Angka kematian setelah digigit H. maculosa sebesar 25%. H. maculosa memproduksi toksin di dalam kelenjar salivanya yang dimasukkan ke tempat gigitan dan mengandung partikel yang identik dengan tetrodotoksin; toksin ini memblok aliran saraf perifer dan menyebabkan paralisis kemudian gagal napas. Gigitan dari gurita ini bisa nyeri sekali ataupun tidak nyeri, karena itu korbannya tidak menyadari bahwa mereka telah digigit sampai timbul gejala neurotoksik. Belum ada antiracun untuk gigitan H. maculosa. Terapinya adalah suportif dan sama seperti yang dianjurkan pada keracunan berat akibat kerang kerucut. C. Artropoda (Arthropod) Krustasea (lobster, kepiting (crab), udang (shrimp), teritip (barnacles)) termasuk kelas Arthropoda. Krustasea biasanya tidak memproduksi bisa dan trauma yang
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
199
ditimbulkan oleh krustasea umumnya traumatik, tidak seperti krustasea di daratan (kalajengking, laba-laba, & serangga). Gigitan kepiting dan lobster diterapi seperti luka umumnya. Teritip dapat menyebabkan luka sayatan karena cangkang luarnya yang keras. Infeksi sekunder merupakan perhatian utama. Pemberian antibiotik profilaksis tergantung beratnya trauma dan keadaan umum penderita. Dermatitis kontak juga dapat terjadi setelah kontak dengan krustasea.
D. Cacing Laut (Marine Worm) Bristleworm Bristleworm adalah cacing laut multisegmen dari filum Annelida, kelas Polychaeta (yang berarti “banyak bulu”). Pada setiap segmen cacing terdapat deretan bulu halus, berongga, setae berisi racun yang dengan mudah dapat menembus kulit dan patahannya dapat tertinggal pada kulit korban seperti duri kaktus. Kontak dengan bristleworm mengakibatkan erupsi papul eritema atau urtikaria, disertai gejala parestesia, gatal hebat, atau rasa terbakar. Pada kebanyakkan kasus bulu terlalu kecil dan rapuh untuk dapat dlepaskan dengan penjepit; tetapi plester yang direkatkan dengan selotip dapat efektif. Setelah setae dikeluarkan, aplikasi kompres amonia atau alkohol atau air dapat memberikan perbaikan. Gigitan Lintah Lintah termasuk kelas dari cacing segmental yang mungkin ditemukan di air tawar atau air asin maupun di darat. Walaupun gigitan lintah air tawar tidak menyebabkan rasa sakit pada manusia namun gigitan lintah air asin menghasilkan nyeri yang mirip dengan sengatan lebah. Lintah mengeluarkan antikoagulan kuat, hirudin pada luka, serta substansi antigen lainnya yang dapat memicu rekasi alergi (termasuk reaksi anafilaksis) pada individu yang sensitif. Gejala lokal akibat gigitan lintah berupa perdarahan dari bekas tusukan, nyeri, bengkak, merah, dan gatal hebat; reaksi urtikaria, bula, atau nekrotik dapat terjadi pada orang yang sensitif. Ulserasi berat dapat terjadi jika lintah dilepaskan secara paksa dan bagian mulutnya tertinggal pada tempat gigitan. Lintah harus dilepaskan secara perlahan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
200
dengan menggunakan bahan (seperti alkohol, cuka, air garam, dan nyala api) pada tempat lintah melekat agar terjatuh. Dermatitis Cercarial (Swimmer’s atau Clam Digger’s Itch) (lihat pada nomor 3) E. Duri Ikan Beracun Ichtyoacanthotoxicosis adalah istilah yang digunakan pada luka tusuk atau laserasi yang diakibatkan oleh duri ikan beracun. Terdapat lebih dari 200 spesies ikan beracun di dunia yang dapat menyebabkan cedera pada manusia. Paling terkenal dari spesies ini adalah ikan pari, ikan lele, lionfish, scorpionfish, stonefish, weeverfish, toadfish, dan ikan hiu. Semua ikan ini memiliki aparatus racun yang sama terdiri dari satu duri atau lebih, di lokasi berbeda, yang dilindungi oleh pembungkus yang menutupi berbagai bentuk kelenjar racun. Pada saat duri binatang menembus korbannya pembungkus dilepaskan dan kelenjar racun mengeluarkan toksin-toksinnya pada luka. Toksin dari ikan – ikan ini dapat bertahan 24 – 48 jam setelah ikan – ikan ini mati. Duri Ikan Pari Ikan pari adalah salah satu ikan beracun yang sering dijumpai sebagai penyebab sengatan pada manusia, dilaporkan terjadi serangan ikan pari sekitar 1500 – 2000 setiap tahun di Amerika Serikat. Hampir semua cedera karena ikan pari terjadi saat berenang, menyelam, atau nelayan yang tidak sengaja menginjak ikan pari yang terbaring ditutupi pasir di air yang dangkal. Laserasi berat dan luka tusuk sering disebabkan ikan pari yang membela diri dengan mangayunkan ekor ke muka dan ke belakang pada saat terinjak atau terancam. Sebagian besar luka terletak di punggung kaki atau tungkai bawah. Luka tembus di lokasi yang lain biasanya terjadi pada nelayan yang mencoba mengangkat ikan pari dari tali atau jala. Duri Ikan Lele Ikan lele air tawar dan air asin dipersenjatai dengan duri yang tajam berlokasi tepat di depan pada sirip dorsal dan pektoral. Orang yang sedang berenang dapat terkena sengatan pada tangan atau kaki jika mereka menginjak
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
201
ikan lele, tapi hampir semua sengatan ikan lele pada nelayan atau pengolah makanan laut terjadi pada tangan atau ekstremitas atas. Untuk mencegah cedera ini, disarankan agar duri dikeluarkan dengan penjepit sebelum mulai membersihkan ikan. Perenang dan orang yang mandi di sungai Amazon berisiko untuk mendapatkan cedera urologik jika bertemu dengan spesies ikan lele yang sangat kecil yang disebut candiru, yang dapat memasuki uretra manusia. Duri di kepala ikan menghalangi untuk keluar dari orifisium, dan intervensi pembedahan diperlukan untuk mengeluarkan ikan tersebut. Duri Scorpionfish Scorpionfish, famili Scorpaenidae, dibagi dalam 3 kelompok besar berdasarkan alat sengatannya. Scorpionfish, genus Scorpaena, memiliki sengatan yang tingkat keparahannya intermediat. Hidup di dasar dengan keahlian menyamar menyerupai sekitarnya. Durinya panjang dan berat dan memiliki kelenjar racun ukuran sedang. Stonefish, genus Synanceja, adalah golongan yang paling berbahaya dari famili Scorpionfish. Hidup di perairan dangkal, kadang tertimbun dengan pasir atau lumpur, atau dalam lubang batu-batuan, daerah karang. Cedera terjadi pada waktu terinjak duri beracun pada daerah dorsal pada saat stonefish membela diri. Duri stonefish pendek dan tebal serta sangat besar dengan kelenjar racun yang terbentuk dengan baik. Luka yang disebabkan stonefish dapat berakibat fatal. Antiracun stonefish telah tersedia. Duri Weeverfish Di perairan pantai Eropa, weeverfish merupakan ikan beracun yang paling sering menyebabkan cedera yang serius. Ikan ini memiliki 5 – 8 duri dorsal beracun dan dua duri operkular beracun (satu pada masing – masing sisi kepala dekat insangnya). Orang yang berenang dan berjalan di pantai berisiko untuk terinjak pada saat weeverfish yang terbaring tertimbun lumpur dan pasir pada perairan dangkal. Gejala Lokal dan Sistemik dari Duri Ikan Beracun
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
202
Toksisitas akibat sengatan ikan beracun tergantung pada beberapa faktor, termasuk spesies dari ikan tersebut, lokasi dan beratnya luka, banyaknya racun yang dilepaskan, dan pertolongan pertolongan pertama serta pertolongan medis yang diberikan. Pada umumnya, luka – luka ini menyebabkan nyeri tergantung dari beratnya cedera. Nyerinya langsung dan terus – menerus. Pada kasus sengatan scorpionfish, nyeri bisa sangat hebat yang mengakibatkan korban mengamuk dan berteriak dan akhirnya kehilangan kesadaran. Awalnya tempat sengatan akan tampak pucat dan sianotik. Daerah sekitar luka dapat menjadi anestetik atau hiperestetik, kemudian terjadi eritema dan edema, dan memberikan gambaran selulitis. Dapat terbentuk vesikel – vesikel. Pada sengatan hebat, apalagi yang disebabkan stonefish, daerah yang cedera dapat menjadi indurasi dan membentuk area nekrosis iskemik kemudian terjadi pengelupasan dan pembentukan ulkus. Efek sistemik dari duri ikan beracun bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung pada spesiesnya dan jumlah racun yang masuk pada luka. Berupa sakit kepala, nausea, muntah, diare, nyeri dan kram perut, demam, limfangitis lokal dan limfadenitis, nyeri sendi, kelemahan otot, diaforesis, neuropati perifer, paralisis anggota gerak, kelemahan, delirium, kejang, aritmia jantung, iskemik miokardial, perikarditis, hipotensi, dan gagal napas, dan dapat berakhir pada kematian. Pencegahan Duri Ikan Pencegahan cedera akibat duri ikan beracun dimulai dengan pengetahuan dan mengetahui spesies beracun yang dapat dijumpai pada daerah-daerah tersebut. Orang yang mandi dan berjalan di pantai dapat menggoyangkan kakinya untuk menakuti dan menghindari agar tidak terinjak ikan pari atau scorpionfish. Nelayan harus memiliki kemampuan untuk mengeluarkan ikan pari atau ikan lele dari jala ikan atau saat membersihkan duri ikan beracun. Pemancing ikan dan penyelam harus memakai pakaian pelindung dan menghindari spesies yang beracun. Penanganan Duri Ikan Luka tusuk dan laserasi akibat duri ikan beracun sebaiknya segera diirigasi dengan NaCl atau air, jika tersedia, atau dengan air laut sebagai upaya terakhir. Daerah luka harus segera direndam di air yang panas (tidak mendidih)
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
203
sekitar 43°C – 46°C selama 30 – 90 menit sampai didapatkan perbaikan rasa nyeri yang maksimal. Membasahi dengan air panas dapat diulangi jika nyeri kembali terasa. Karena luka atau ekstremitas sebagian teranestesi maka orang yang melakukan pertolongan pertama pada korban harus menguji suhu air. Infiltrasi lokal pada luka dengan lidokain 1 – 2% tanpa epinefrin dapat mengurangi nyeri yang signifikan dan memungkinkan untuk eksplorasi luka setelah radiografi dilakukan untuk menemukan bagian duri yang tertinggal. Anestesi yang masa kerjanya lebih lama seperti prokain dan bupivakain dapat dipilih untuk mengurangi nyeri dalam waktu yang lama. Luka sebaiknya dibersihkan secara keseluruhan untuk menghilangkan sisa pembungkus. Direkomendasikan untuk membersihkan dengan menggunakan sikat gigi dan heksaklorofen dalam alkohol 70%. Luka pada abdominal dan toraks dan luka yang dalam pada tangan dan kaki, atau permukaan tungkai bawah harus dieksplorasi di ruangan operasi. Debridemen jaringan nekrotik diperlukan saat eksplorasi dan dilakukan secara bertahap. Pada umumnya luka sebaiknya dibiarkan terbuka atau ditutup dengan plester atau jahitan untuk mendapatkan drainase yang adekuat dan mencegah pembentukan abses. Profilaksis tetanus sebaiknya diberikan jika ada indikasi, dan antibiotik direkomendasikan jika luka sudah lebih dari 6 jam, jika luka lebar, atau luka dalam pada tangan atau kaki. Pilihan antibiotik harus berdasarkan bakteriologi dari lingkungan laut di mana luka terjadi dan kemudian berdasarkan hasil kultur luka atau jaringan. Terapi antibiotika empirik untuk infeksi pada luka yang terjadi di air laut harus termasuk antibiotik yang memiliki efek terhadap spesies Vibrio. Sebelum hasil kultur luka diketahui, pilihan pertama adalah antibiotika parenteral termasuk siprofloksasin intravena, imipenem-cilastatin, sefotaksim, seftazidim, gentamisin, tobramisin, atau trimetoprim-sulfametoksazol. Komplikasi sengatan stonefish dengan reaksi berat dapat diobati dengan antiracun secara intravena yang dimasukkan secara perlahan. Antiracun tidak selalu dibutuhkan untuk sengatan dari lionfish dan spesies lain dari scorpionfish, hanya pada stonefish.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
204
3. ERUPSI SEA BATHER’S & SWIMMER ITCH Erupsi Sea Bather’s Sea Bather’s, dikenal juga sebagai marine dermatitis dan sering disalahartikan sebagai sea lice infestation, adalah dermatitis akut yang terjadi sesaat setelah mandi di laut. Sea Bather’s sering salah didiagnosis dengan swimmer’s itch (dermatitis cercarial). Linuche unguiculata tampaknya merupakan ubur – ubur yang bertanggung jawab menyebabkan terjadinya erupsi sea Bather’s di Florida, Teluk Meksiko, dan Karibia. Antibodi IgG spesifik terhadap antigen L.unguiculata telah didapatkan pada pasien dengan erupsi sea Bather’s dengan menggunakan pemeriksaan ELISA, selain itu juga ditemukan bentuk larva anemon laut Edwarsiella lineata yang menyebabkan erupsi di pantai Long Island, New York. Sea Bather’s dapat dibedakan dengan dermatitis cercarial oleh beberapa karakteristik: SE primer melibatkan daerah tubuh yang ditutupi oleh baju renang dengan evaporasi air yang lambat, sebaliknya tanda khas dari swimmer’s itch melibatkan area yang tidak tertutup. Sebagian besar gejala tdk disadari sampai perenang meninggalkan air (walaupun beberapa pengaruh telah dikeluhkan berupa rasa tertusuk ketika masih di dalam air). Erupsi disebabkan oleh sengatan nematosit larva coelenterate, yang terjebak di bawah pakaian renang atau dapat melekat pada daerah yang berambut. Lesi mulai muncul dalam 4 – 24 jam setelah kontak berupa makula eritematosa, papul, atau urtika yang terasa gatal atau terbakar. Lesi dapat berkembang menjadi vesikulopapul, kemudian krusta dan sembuh dalam 7 – 10 hari. Gejala sistemik yang memiliki asosiasi berupa menggigil, nausea, vomitus, diare, sakit kepala, lemas, spasme otot, dan malaise. Febris dan gejala sistemik lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Timbulnya gejala konstitusi seperti itu menyebabkan pemeriksa tidak mengenali pola erupsi atau tidak menanyakan mengenai riwayat kontak dengan air laut sehingga keliru membuat diagnosis dengan sindrom virus. Musim SE terjadi antara bulan Maret sampai Agustus dengan puncak pada bulan Mei di perairan sepanjang pantai Selatan Florida. Insidensi pada perenang selama bulan Mei dan Juni 1993 di daerah Palm Beach dilaporkan menjadi 16%. Faktor risiko terbesar untuk timbulnya SE adalah riwayat keadaan
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
205
pasien sebelumnya, yang sesuai dengan teori bahwa SE disebabkan karena respons hipersensitivitas terhadap sengatan nematosit. Faktor risiko lain adalah umur kurang dari 16 tahun dan peselancar. Mandi dengan melepas pakaian renang ternyata mencegah terjadinya SE. Penanganan
SE
bersifat
simptomatik
yaitu
penggunaan
losion
antipruritus, mandi koloidal dengan tepung atau gandum, antihistamin, dan glukokortikoid topikal. Kasus berat dan berulang dapat diterapi dengan glukokortikoid sistemik. Infeksi bakteri sekunder dapat menjadi penyulit dan harus didiagnosis dan diterapi secepatnya. Dermatitis Cercarial (Swimmer’s atau Clam Digger’s Itch) Dermatitis cercarial disebabkan oleh cercarial cacing pipih yang lebih sering dijumpai pada air tawar atau air payau dalam jumlah banyak dan dapat penetrasi ke kulit manusia. Larva ini sulit untuk menembus pakaian, oleh karena itu bercak yang dihasilkan umumnya dijumpai pada area kulit yang tidak tertutup pakaian. Cacing pipih melekat ke kulit manusia melalui hisapan dan umumnya mulai melakukan penetrasi ke kulit begitu kulit mengering setelah keluar dari air. Gejala dermatitis cercarial diawali dengan lesi mirip urtikaria dan rasa tertusuk pada kulit, yang berlangsung sekitar setengah jam setelah terpapar cercaria. Gatal hebat pada area yang terkena terjadi 10 – 12 jam kemudian. Dalam waktu 24 jam, timbul papula eritematosa dan progresi menjadi vesikel kemudian pustul. Nyeri dan bengkak disertai rasa gatal, umumnya terjadi dalam 48 – 72 jam. Sakit kepala, demam, dan superinfeksi dengan limfangitis kadang-kadang dapat timbul. Diagnosis banding dermatitis cercarial termasuk gigitan serangga dari kutu, nyamuk, dan kutu loncat; dermatitis kontak karena poison ivy; dan sengatan coelenterate laut lainnya. Di Afrika, Asia, Amerika Selatan, dan Puerto Rico, swimmer’s itch harus dibedakan dari dermatitis yang berhubungan dengan schistosomiasis pada manusia, yang menyebabkan erupsi yang hampir sama tetapi gejalanya lebih ringan dan bersifat sementara. Swimmer’s itch harus dibedakan juga dari erupsi sea bather’s (SE).
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
206
Pencegahan dermatitis cercarial merupakan masalah yang sulit. Aplikasi petrolatum dan bermacam-macam bahan kimia pada kulit telah dicoba, tetapi cara ini tidak efektif. Pakaian pelindung mungkin lebih membantu. Penanganan dermatitis cercarial sebagian besar bersifat simptomatik. Pada kasus ringan, antipruritus atau losion, mandi air tajin atau bubur gandum, dan antihistamin dapat meringankan gatal. Aspirin dapat membantu untuk mengurangi nyeri dan bengkak, dan sedatif mungkin diperlukan agar pasien dapat istirahat. Mandi dan menjaga higiene dapat mencegah superinfeksi bakteri. Pada kasus berat, diperlukan glukokortikoid topikal poten dan kadang glukokortikoid sistemik.
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
207