COST, PRICING, DAN PROFIT PENGRAJIN RUMAH TONGKONAN TORAJA Dorothea Ristya Limbu Payung *) Gustin Tanggulungan Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga *) email :
[email protected] ABSTRACT The Toraja traditional house - Tongkonan - building used to be constructed by the family members of Tongkonan themselves in mutual cooperation system. But this time the activities become a business to several craftsmen groups in Toraja. This study aims to identify the elements of cost, the cost calculation system, and pricing strategies by craftsmen. Then, profit according to artisans compared to profit when cost is determining based on the job order costing. The study was conducted in two craftsmen groups which located in two different customs of the region due to the different characteristics of Tongkonan. Data were obtained by interview and observation then it was analyzed quantitatively.The results showed that cost elements of Tongkonan were raw materials (70,1%), labor (29,2%), and BOP (0,6%) and marketing (0,1%). Craftsmen set a price based on the customer’s willing to pay and the costs estimated by the craftsmen. Cost estimation by craftsmen was based on the estimated costs incurred without any supporting accounting record. By using craftsmen’s calculation, the profit ratio to cost is only 12% compare to 19% profit ratio by using job order costing. Keywords : Cost, pricing strategy, job order costing, handicraft, Toraja
PENDAHULUAN Kemampuan bersaing usaha kecil tidak dapat dipisahkan dari kemampuan manajerial pemilik atau pengelola usaha. Sehubungan dengan itu,
akuntansi
manajemen menjadi alat manajemen penting untuk diterapkan. Meskipun demikian penelitian Ahmad (2012) pada 840 usaha kecil dan menengah di Malaysia menunjukkan penggunaan akuntansi manajemen pada usaha kecil masih terbatas pada akuntansi manajemen tradisional (costing, budgeting, performance evaluation) dan hanya pada sejumlah usaha menengah yang telah menerapkan akuntansi manajemen yang lebih maju (decision support system and strategic management accounting). Demikian pula peneliatian Arianto (2010) pada usaha kerajinan bambu Karti Aji - Sleman menunjukkan penghitungan biaya akan lebih akurat apabila digunakan ABC costing. Akurasi penghitungan cost dan efisiensi cost produk akan dapat dicapai dengan penerapan akuntansi manajemen. Selanjutnya informasi cost tersebut berguna untuk menentukan harga jual atau memprediksi laba berdasarkan harga berlaku di pasar. Kesalahan memperhitungkan cost berpotensi mengurangi daya
1
saing produk yang kemahalan atau pencapaian laba yang rendah akibat tidak teridentifikasinya cost dengan tepat. Penelitian Widiyastuti (2007) pada usaha kerajinan tas wanita berbahan kulit di Bogor menunjukkan bahwa metode penentuan cost per unit oleh pengrajin belum memperhitungkan semua cost yang terjadi. Hal tersebut menyebabkan margin laba per unit terhitung lebih tinggi dibandingkan apabila cost dihitung secara akurat dengan teknik activity based costing (ABC). Demikian juga penelitian Siregar (2000) pada usaha kecil kerajinan tangan rumput Walingi Kecamatan Dramaga,Bogor menunjukkan adanya kerugian yang ditanggung perusahaan dari metode penentuan harga yang tidak akurat mengidentifikasi semua cost yang terjadi. Usaha pembuatan rumah tongkonan adalah salah satu usaha kerajinan yang baru di Toraja. Rumah tongkonan yang bisa knockdown potensial untuk dipasarkan keluar wilayah Toraja dalam rangka meningkatkan industri lokal. Untuk itu perlu manajemen usaha yang baik tetapi belum ada penelitian terkait hal tersebut. Penelitian ini adalah penelitian eksploratif untuk mengidentifikasi proses produksi, penentuan biaya, dan metode penetapan harga produk kerajinan rumah Tongkonan. Untuk itu dirumuskan persoalan penelitian berikut : (1) Bagaimana proses produksi usaha kerajinan rumah adat Toraja? (2) Bagaimana penentuan cost oleh pengrajin dan metode costing apakah yang sesuai (3) Bagaimana cara penentuan harga oleh pengrajin? (4) Berapa laba usaha yang diperoleh pengrajin?
KAJIAN PUSTAKA Metode Penentuan Biaya Produksi Biaya adalah pengorbanan yang diukur dengan satuan uang, yang dilakukan atau harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Committee on Cost Concepts and Standards of the American Accounting Association dalam Kartadinata , 2000). Biaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Carter,2009): 1. Biaya dalam Hubungannya dengan Produk, dibedakan atas biaya manufaktur dan beban komersial. 2. Biaya dalan Hubunganya dengan Volume Produksi a) Biaya Variabel yaitu biaya yang totalnya berubah secara proporsional
2
terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. b) Biaya Tetap yaitu biaya yang bersifat tetap atau konstan secara total dalam tingkat tertentu. c) Biaya Semi Variabel yaitu biaya yang totalnya selalu berubah tetapi sifat perubahanya tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan perusahaan. 3. Biaya dalam Hubunganya dengan Suatu Keputusan, Tindakan, atau Evaluasi, dapat dibedakan atas biaya relevan dan biaya irrelevan. Terkait metode penentuan cost per unit dapat dibedakan atas metode harga pokok pesanan (job order costing) dan metode harga pokok produksi. Karakteristik perusahaan yang pembebanan costnya sesuai menerapkan harga pokok pesanan adalah : a)sifat proses produksi yang dilakukan terputus-putus, dan tergantung pada pesanan yang diterima b) spesifikasi dan bentuk produk tergantung pada pemesan c) pencatatan biaya produki masing-masing pesanan dilakukan secara terpisah pada setiap pesanan d) harga pokok produksi dan laba kotor dihitung berdasarkan masing-masing pesanan d) total biaya produksi untuk setiap elemen biaya dikalkulasi setelah pesanan selesai e) biaya per unit dihitung dengan membagi total biaya produksi dengan total unit yang dipesan f)sistem biaya biasanya menggunakan metode biaya normal. Pendekatan penetapan cost dengan harga pokok pesanan dibedakan atas full costing dan variabel costing. Metode full costing membebankan seluruh biaya produksi baik yang bersifat tetap maupun variabel sebagai bagian dari harga pokok produksi. Disamping itu biaya non produksi juga dialokasikan kepada tiap unit produksi. Penerapan metode full costing tepat diterapkan apabila perusahaan dalam kondisi normal artinya tidak dihadapkan pada permasalahan khusus, seperti adanya tekanan permintaan atau adanya persaingan yang cukup ketat. Metode harga pokok pesanan dengan pendekatan variabel costing hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel ke dalam harga pokok produk (HPP) sedangkan biaya tetap menjadi biaya periodik. HPP terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead variabel. Terkait biaya overhead (BOP) salah satu faktor yang menentukan pemilihan tarif overhead adalah tingkat
3
aktifitas, sehingga dikenal kapasitas teoritis, kapasitas praktis, kapasitas aktual yang diperkirakan dan kasitas normal (Carter, 2009 : 447).
2.3 Penetapan Harga (Pricing) Penentuan harga yang tepat akan berdampak positif pada kinerja usaha. Perusahaan perlu menentukan harga dengan mempertimbangkan faktor pelanggan, pesaing, dan cost produksi (Hongren 2005). Harga yang tinggi dapat mengalihkan pelanggan ke produk lain. Produk alternatif (pesaing) dapat mempengaruhi permintaan sebaliknya tanpa pesaing maka produsen dapat menetapkan harga lebih tinggi. Biaya produksi yang rendah dan sesuai dengan harga yang sedia dibayar oleh pelanggan akan menentukan tingkat kompetisi suatu produk. Strategi penetapan harga produk/jasa perlu senantiasa dievaluasi. Produsen harus memikirkan harga yang tepat untuk dapat memaksimalkan laba perusahaan dengan melihat dasar penetapan harga (pelanggan, persaingan, biaya). Strategi penetapan harga produk menurut Kotler (2000:365) dapat dibedakan atas strategi penetapan harga untuk meraup pasar dan strategi penetapan harga untuk penetrasi pasar. Terkait hubungan harga dan biaya, Hansen dan Mowen ( 2005 : 356) membedakan metode penetapan harga sebagai berikut : 1. Penetapan harga berdasarkan biaya, yaitu harga produk berdasarkan laba yang diinginkan diatas biaya produksi (markup/Cost-Plus) 2. Penentuan biaya berdasarkan harga, yaitu biaya produk/jasa berdasarkan harga yang bersedia dibayarkan oleh pelanggan (harga target). 3. Penetapan harga predator, yaitu harga diatur lebih rendah dari biaya dengan tujuan merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan. 4. Diskriminasi harga, yaitu pengenaan harga yang berbeda kepada beberapa pelanggan atas produk-produk yang sama.
METODE PENELITIAN Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Data penelitian berupa data primer yang diperoleh dari dua pelaku usaha
4
kerajinan rumah Tongkonan di Toraja. Satu usaha berlokasi di Kabupaten Tana Toraja dan satu usaha di Kabupaten Toraja Utara. Pemilihan
kedua usaha
tersebut berdasarkan pertimbangan lokasi usaha yang berada di wilayah adat yang memiliki perbedaan karakteristik rumah adat. Data diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha dan karyawan serta observasi aktivitas usaha kerajinan rumah tongkonan tersebut.
Teknik dan Langkah Analisis Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan pada proses identifikasi cost dan strategi pricing oleh pelaku usaha. Adapun analisis kuantitatif dilakukan dalam penghitungan biaya dan laba usaha per unit produk. Langkah analisis data sebagai berikut : 1) Identifikasi proses produksi, komponen biaya dan strategi penetapan harga (pricing) oleh pengrajin. 2) Identifikasi cara penghitungan cost per unit produk menurut pengrajin 3) Penghitungan cost per unit produk berdasarkan metode harga pokok pesanan dengan pendekatan full costing 4) Penghitungan cost serta laba per unit menurut penghitungan pengrajin dan metode harga pokok pesanan 5) Perbandingan cost per unit dan harga per unit menurut penghitungan pengrajin dengan menurut metode harga pokok pesanan 6) Penghitungan laba per unit produk berdasarkan penghitungan pengrajin serta metode harga pokok pesanan
DATA DAN ANALISIS Gambaran Objek Penelitian Lokasi penelitian yang pertama adalah usaha Pak “AN” (disamarkan) yang berada
di Kecamatan Sanggalla’ Utara, Kabupaten Tana Toraja. Usaha ini
didirikan pada tahun 2000 oleh Bapak “AN”dengan berbekal ketrampilan sebagai tukang. Usaha Pak “AN” adalah satu-satunya usaha pembuatan rumah tongkonan dan lumbung padi (alang) di desa tersebut dan dikenal hingga keluar desa.
5
Pembuatan rumah tongkonan dilakukan di lokasi pendirian sedangkan lumbung padi dapat dikerjakan di tempat usaha jika barang memungkinkan untuk dikirim dengan truk sewaan. Usaha Pak “AN”dibantu 6 orang tenaga kerja tetap, 1 orang adalah tukang ukir dan 5 orang lainnya sebagai tukang bangunan. Lokasi penelitian yang kedua adalah usaha Pak “ID” (disamarkan) yang berada di Sandengan, Kecamatan Kesu’ Kabupaten Toraja Utara. Usaha ini dimulai pada tahun 1998 oleh Pak “ID” yang berpengalaman sebagai tukang. Seperti halnya Pak Roni, usaha Pak “ID” khusus usaha pembuatan rumah tongkonan dan lumbung padi. Pak “ID” membuat Tongkonan dan lumbung padi di lokasi pendirian. Usaha Pak “ID” dibantu oleh 8 orang tenaga kerja, 1 orang sebagai tukang ukir dan 7 orang lainnya sebagai tukang bangunan. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan rumah tongkonan.
Proses Produksi, Komponen Biaya dan Cara Penetapan Harga Rumah Tongkonan Secara umum proses produksi pada Usaha Pak “AN”dan Pak “ID” sama hanya berbeda pada tahap perolehan bahan baku, fasilitas untuk pekerja, dan penggunaan bahan untuk proses pewarnaan. Bahan baku kayu diperoleh melalui pembelian langsung di hutan rakyat. Pada proses pembelian, Pak “AN”dengan dibantu tenaga kerjanya langsung mendatangi hutan rakyat. Apabila tercapai kesepakatan harga dalam proses tawar menawar, selanjutnya dilakukan penebangan pohon, pemotongan kayu ditempat menurut kebutuhan bangunan dengan menggunakan mesin potong milik Pak “AN”sendiri, kemudian pengangutan dengan truk ke tempat tujuan. Sedangkan Pak “ID” dalam perolehan bahan baku kayu menyewa mesin potong dan jasa tenaga khusus untuk menebang dan memotong kayu sesuai kebutuhan bangunan. Biaya angkut ke lokasi pendirian ditanggung oleh Pak “ID”. Selanjutnya adalah proses pembuatan bangunan yang terdiri atas lima tahap. Pertama pendirian tiang (pada bangunan rumah disebut a’riri), kedua pemasangan bagian dinding/badan bangunan, ketiga pemasangan batu landasan sebagai tempat mendudukkan semua tiang, keempat pengukiran, dan kelima
6
pemasangan atap. Pada proses pengukiran termasuk didalamnya adalah pewarnaan. Tahapan pertama pewarnaan adalah pengecatan dengan warna dasar hitam untuk semua bagian yang akan diukir. Kedua, pengukiran berdasarkan motif-motif ukiran yang sepantasnya bagi pemilik bangunan tersebut. Motif ukiran memiliki makna dan tingkat kesulitan tertentu sehingga ahlinya relatif terbatas. Tahap ketiga adalah pewarnaan sesuai pakem dengan tiga macam warna yaitu putih, kuning, dan merah. Warna merah dan kuning menggunakan pewarna dari tanah dan warna putih dengan kapur. Namun Pak “AN”sudah menggunakan cat untuk warna kuning dengan pertimbangan harga lebih murah dan mudah diperoleh. Sedangkan Pak “ID” masih menggunakan tanah dengan pertimbangan keawetan warna. Pemasangan atap terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah pembuatan kerangka, kedua pemasangan bambu kecil (anak tallang), ketiga pemasangan atap bambu ( papa tallang), dan keempat pemasangan ijuk (bulu-bulu). Bangunan tradisional Toraja tidak menggunakan paku namun diikat dengan rotan pada bagian atap sedangkan bangunan disambung dengan mengaitkan bagian bangunan yang sudah dipotong menurut pakem. Komponen biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan rumah tongkonan adalah bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead produksi (BOP). Bahan baku rumah tongkonan adalah kayu untuk tiang dan dinding, bambu untuk atap, dan batu gunung atau bahan bangunan (batu, pasir, semen) untuk landasan bangunan. Biaya tenaga kerja mencakup upah dan konsumsi tukang, termasuk biaya rokok. BOP mencakup tanah/cat sebagai bahan pewarna, rotan untuk pengikat, perlengkapan kerja, penyusutan peralatan kerja. Penetapan harga ditentukan melalui proses negosiasi pengrajin dengan konsumen. Pertimbangan pengrajin dalam negosiasi harga adalah taksiran biaya yang dikeluarkan (cost produksi) dan harga yang bersedia dibayar oleh konsumen (target harga). Dikenal dua cara penetapan harga yaitu harga dengan sistem borongan
(terima kunci/jadi)
dan pembayaran ongkos kerja. Pada sistem
borongan, semua komponen biaya ditanggung pengrajin sehingga konsumen menerima barang dalam bentuk rumah yang telah selesai didirikan di lokasi yang
7
ditentukan. Pada sistem ongkos kerja, semua biaya termasuk konsumsi tukang ditanggung oleh pembeli sehingga pengrajin hanya dibayar untuk tenaga dan keahliannya. Penelitian ini berfokus pada sistem borongan karena semua biaya dikendalikan oleh pengrajin. Dengan sistem tersebut Pak “AN”menetapkan kisaran harga Rp 350.000.000 sedangkan Pak “ID” pada kisaran harga
Rp
330.000.000. Pak “AN”memberlakukan sistem pembayaran dua kali, yakni pembayaran uang muka saat memulai pekerjaan dan pelunasan setelah pekerjaan selesai. Sedangkan Pak “ID” memberlakukan tiga kali pembayaran, tahap pertama saat akan mulai pekerjaan, kedua pada tingkat penyelesaian 50%, dan ketiga pada saat penyelesaian pekerjaan.
Penghitungan Cost Menurut Pengrajin Biaya-biaya yang timbul tidak tercatat sehingga penghitungan cost oleh pengrajin hanya didasarkan pada taksiran hari kerja normal dan rata-rata harga perolehan menurut kedua pengrajin.
Biaya Bahan Baku Pengorbanan biaya untuk mendapatkan bahan baku dapat meliputi harga kayu, biaya pencarian kayu, biaya potong, dan ongkos angkut ke lokasi pendirian bangunan. Pak “AN” memperkirakan harga kayu yang digunakan senilai Rp 132.000.000 dan Pak “ID” memperkirakan sebesar Rp 119.000.000 (lampiran 1). Usaha Pak “AN”menggunakan bahan baku kayu lebih banyak dibandingkan dengan Usaha Pak “ID”. Hal ini disebabkan adanya pengurangan komponen rumah tongkonan di wilayah adat Toraja Utara (lokasi mayoritas konsumen Pak “ID”). Sebuah balok di tengah sebagai pengikat tulang utama (sodo’ ) dan dua buah balok pengikat tulang utama yang melintang dari timur ke barat (pessa’ para) sudah jarang digunakan di wilayah Toraja Utara. Perkiraan biaya pencarian, penebangan, pemotongan, dan pengangkutan oleh Pak “AN”adalah sebesar Rp 20.000.000 dan Pak “ID” Rp 18.000.000.
8
Bahan baku atap umumnya diperoleh dalam bentuk siap pakai. Taksiran biaya bahan baku atap pada usaha Pak “AN”adalah Rp 46.805.000 dan usaha Pak “ID” Rp 53.905.000 ( lampiran 2). Tempat mengikat/ menggantungkan atap rumah (tokeran) sejumlah 500 buah, pada Usaha Pak “ID” harus dibeli seharga Rp 600.000 sedangkan Pak “AN”memanfaatkan potongan-potongan kayu dari proses pemotongan yang dilakukannya sendiri. Untuk landasan bangunan ada dua alternatif jenis bahan yaitu batu gunung atau bahan bangunan. Usaha Pak “AN”menggunakan batu gunung karena lebih kuat dan mudah didapatkan di daerah tersebut meskipun lebih mahal. Pak “ID” lebih banyak menggunakan bahan bangunan karena sulit didapatkan di wilayahnya. Pak “AN”menaksir biaya landasan dari batu gunung sebesar Rp 8.400.000 (lampiran 3) sedangkan Pak “ID” menaksir penggunaan bahan bangunan sebesar Rp 2.950.000 (lampiran 4).
Biaya Tenaga Kerja Perkiraan waktu normal untuk menyelesaikan satu rumah adat oleh kedua usaha ini adalah 4 bulan kerja. Usaha Pak “AN”dibantu 6 orang tenaga kerja, 1 orang sebagai tukang ukir dan 5 orang lainnya sebagai tukang bangunan. Adapun Usaha Pak “ID” dibantu 8 orang tenaga kerja, 1 orang sebagai tukang ukir dan 7 orang lainnya sebagai tukang bangunan. Tukang memperoleh upah, makan, minum, dan rokok. Selain itu, juga mendapatkan tunjangan beras dari pembeli dengan total sebanyak 500 kg (5 karung beras) pada usaha Pak “AN”dan 14 karung pada usaha Pak “ID”. Upah tukang bangunan pada Usaha Pak “AN”adalah Rp 80.000/hari untuk kepala tukang dan Rp 75.000/hari untuk tukang bangunan lainnya. Pada Usaha Pak “ID” semua tukang mendapat jumlah yang sama yaitu Rp 80.000 /hari. Adapun tukang ukir dibayar secara paket untuk satu unit rumah. Upah untuk tukang ukir ditentukan dengan proses tawar menawar dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan pengerjaannya. Taksiran total biaya tenaga kerja untuk usaha Pak “AN”adalah sebesar Rp 95.720.000 mencakup upah
Rp 64.520.000 dan biaya konsumsi sebesar Rp
9
31.200.000 (lampiran 5). Untuk usaha Pak “ID” perkiraan total biaya tenaga kerja adalah Rp105.364.000 terdiri dari upah sebesar Rp 76.240.000 dan biaya konsumsi sebesar Rp 29.120.000 ( lampiran 6).
Biaya Overhead Bahan baku tidak langsung mencakup pewarna, perlengkapan kerja, dan penyusutan mesin sensor (khusus usaha Pak Roni). Meskipun demikian biaya yang diidentifikasi oleh pengrajin sebagai biaya hanyalah bahan pewarna. Taksiran biaya bahan baku tidak langsung pada Usaha Pak “AN”sebesar Rp 1.350.000 dan pada Usaha Pak “ID” sebesar Rp 1.292.000 ( lampiran 7). Berdasarkan data-data di atas, maka total biaya untuk menghasilkan 1 unit rumah tongkonan menurut perkiraan Pak “AN”adalah Rp 304.275.000 dan perkiraan Pak “ID” Rp 300.507.000 dengan rincian komponen dan prosentase biaya seperti Tabel 1.
Penghitungan Cost dengan Metode Full Costing Sifat produksi rumah tongkonan adalah terputus-putus tergantung pada pesanan yang diterima, spesifikasi komponen produk ditentukan oleh pemesan, dan produk yang sudah selesai langsung diserahkan pada pemesan sehingga perspektif harga pokok pesanan (job order costing) seperti yang dilakukan pengrajin telah sesuai untuk diterapkan. Namun terdapat distorsi data dalam penghitungan cost oleh pengrajin karena ketiadaan catatan. Tabel 1. Total Biaya Produksi Menurut Pengrajin Usaha Pak "AN" No.
Usaha Pak "ID"
Jenis Biaya Produksi Jumlah
% Rp
%
1
Biaya Bahan Baku :
Rp
207.205.000
2
Biaya Tenaga Kerja :
Rp
95.720.000
31,5% Rp
105.360.000
35,1%
3
Biaya Overhead :
Rp
1.350.000
0,4% Rp
1.292.000
0,4%
Rp
304.275.000
100% Rp
300.507.000
100%
Total Biaya
68,1%
Jumlah
193.855.000 64,5%
Distorsi pada taksiran biaya tenaga kerja disebabkan karena perkiraan biaya hanya didasarkan pada perkiraan rata-rata produk yang dihasilkan dalam setahun
10
(kapasitas normal).
Menurut pemilik usaha, dengan jumlah tukang yang ada
maka satu rumah tongkonan seharusnya dapat selesai dalam 90 hari kerja pada usaha Pak “AN”dan 75 hari kerja pada usaha Pak “ID”. Penaksiran waktu kerja selama 4 bulan didasarkan pada kapasitas rata-rata produksi yang hanya mencapai 3 unit rumah dalam setahun. Produksi yang rendah tersebut terkait dengan budaya setempat yakni kegiatan melayat yang seringkali menyita waktu pengrajin sehari penuh bahkan bisa berhari-hari. Tukang bangunan pada kenyataannya dibayar berdasarkan waktu kerja sesungguhnya sehingga taksiran biaya tukang terlalu tinggi. Dengan meniadakan distorsi biaya tersebut maka taksiran biaya tenaga kerja berdasarkan kapasitas praktis adalah sebesar Rp 86.200.000 pada usaha Pak “AN”(lampiran 5) dan Rp 81.000.000 pada usaha Pak “ID” (lampiran 6). Distorsi penghitungan BOP disebabkan biaya peralatan kerja dan penyusutan mesin (khusus usaha Pak Roni) belum dihitung. Biaya peralatan kerja dapat dikategorikan bahan habis pakai karena rata-rata umur ekonomis hanya satu tahun. Bahan habis pakai tersebut ditaksir senilai Rp 475.000 mencakup taksiran harga parang Rp 125.000, getam Rp 250.000, dan gergaji Rp 100.000. Dengan menghitung semua biaya tersebut maka BOP pada usaha Pak “AN”sebesar Rp 1.742.000 dan pada usaha Pak “ID” sebesar Rp 1.450.000. Dalam penghitungan total biaya, pengrajin juga belum menghitung semua unsur biaya (metode full costing) dengan tidak memasukkan biaya umum dan biaya pemasaran. Biaya tersebut berupa biaya penagihan dan biaya pulsa untuk komunikasi yang masing-masing ditaksir senilai Rp 100.000. Dengan menghitung semua biaya yang terjadi maka total cost yang dikorbankan pengrajin adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Penghitungan Total Biaya dengan Full Costing Usaha Pak Roni No.
Usaha Pak Toyang
Jenis Biaya Produksi Jumlah
%
Biaya Bahan Baku :
Rp
207.205.000
2
Biaya Tenaga Kerja :
Rp
86.200.000
29,2% Rp
81.000.000
29,3%
3
Biaya Overhead :
Rp
1.741.667
0,6% Rp
1.450.333
0,5%
4
Biaya Umum & Pemasaran
Rp
200.000
0,1% Rp
200.000
0,1%
Rp
295.346.667
100% Rp
276.505.333
100%
11
Rp
%
1
Total Biaya
70,2%
Jumlah
193.855.000 70,1%
Perhitungan Biaya dan Margin Laba Usaha Perhitungan biaya menurut pengrajin dan menurut metode full costing menghasilkan penghitungan margin laba per unit produk yang berbeda sebagaimana disajikan pada tabel 3. Penghitungan biaya yang tidak akurat oleh pengrajin dapat mendistorsi keputusan harga dalam negosiasi harga. Kedua pengusaha memperoleh margin laba yang lebih tinggi daripada yang diperkirakannya. Jika profit margin menjadi pertimbangan utama dalam penetapan harga maka pengusaha dapat meninjau kembali harga yang ditetapkan saat ini. Tabel 3. Penghitungan Biaya dan Margin Laba per Unit Produk Usaha Pak Roni No.
Usaha Pak Toyang
Keterangan
Harga Jual
Menurut Pengrajin
Metode Full Costing
Menurut Pengrajin
Metode Full Costing
Rp
350.000.000
Rp
350.000.000
Rp
330.000.000
Rp
330.000.000
207.205.000
193.855.000
Biaya 1
Biaya Bahan Baku :
Rp
Rp
207.205.000 Rp
Rp
193.855.000
2
Biaya Tenaga Kerja :
Rp
95.720.000 Rp
86.200.000 Rp
105.360.000 Rp
81.000.000
3
Biaya Overhead :
Rp
1.350.000 Rp
1.741.667 Rp
1.292.000 Rp
1.450.333
4
Biaya Umum & Pemasaran
Rp
- Rp
200.000 Rp
- Rp
200.000
Rp
304.275.000 Rp
295.346.667 Rp
300.507.000 Rp
276.505.333
Total Biaya Laba per unit Margin laba
Rp
45.725.000 Rp 15,03%
54.653.333 Rp 18,50%
29.493.000 Rp 9,81%
53.494.667 19,35%
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa dengan penghitungan harga pokok pesana secara full costing Pak “ID” memperoleh margin laba (19,35%) yang lebih besar daripada usaha Pak “AN”(11,73%) meskipun dalam jumlah absolut laba Pak “AN”lebih Tinggi daripada Pak “ID”. Hal ini terkait dengan perubahan komponen bangunan rumah tongkonan di wilayah Toraja Utara yang telah mengalami pengurangan komponen bangunan dan penghematan landasan bangunan dengan penggunaan bahan bangunan sebagai pengganti batu. Pak “ID” lebih rendah dalam biaya tenaga kerja karena memberikan fasilitas makan hanya sekali dalam sehari sedangkan Pak “AN”memberikan fasilitas dua kali makan dalam sehari. BOP Pak “AN”lebih besar karena adanya kepemilikan mesin sensor.
12
Kesimpulan dan Temuan Kesimpulan penelitian ini adalah : 1. Proses produksi usaha kerajinan rumah tongkonan didasarkan pada pesanan dengan aktivitas produksi mencakup perolehan bahan baku, pembuatan bangunan, pengukiran, dan pemasangan atap. 2. Penghitungan biaya yang sesuai adalah penentuan cost berdasarkan Harga Pokok Pesanan yang telah dilakukan oleh pengrajin tetapi penghitungan biaya kurang akurat karena belum mencakup seluruh biaya yang dikorbankan oleh pengrajin. 3. Negosiasi harga oleh pengrajin berdasarkan pertimbangan taksiran biaya produksi dan target harga yang bersedia dibayar oleh konsumen. 4. Perhitungan biaya yang tidak akurat oleh pengrajin mempengaruhi ketidakakuratan perkiraan margin laba yang diperoleh sehingga pengrajin perlu mengubah harga jual apabila menginginkan perolehan margin sebesar yang diharapkan. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa perubahan komponen rumah tongkonan memberikan keuntungan lebih besar bagi pengrajin.
Keterbatasan Penelitian Penghitungan kapasitas praktis dalam penelitian ini didasarkan pada informasi pengrajin sehingga kemungkinan masih ada bias informasi.
Saran 1. Pengrajin sebaiknya memiliki catatan biaya agar penghitungan cost lebih akurat 2. Penelitian terkait kapasitas praktis usaha kerajinan rumah tongkonan dapat dilakukan untuk memperbaiki kelemahan dalam penelitian ini.
13
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, K. 2012. The Use Of Management Accounting Practices In Malaysian SMES, https://eric.exeter.ac.uk/repository/bitstream/handle/10036/3758/ Arianto, H., & Luluk, K. 2010. Penentuan Biaya Produksi Dengan Activity Based Costing
System
Pada
Industri
Kerajinan
Bambu
Karti
Aji,
http://ejournal.stienusa.ac.id/index.php/accounting/article/download/78/63 Bakhtiar, A.S., & Amalia. 2009. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan
Kreativitas
Industri
Kerajinan
Batik,
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15527-Paper-pdf. Carter, W.K. 2009. Akuntansi Biaya, Jakarta, Salemba Empat. Halim, A.B.S. 2005. Akuntansi Manajemen, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta. Hansen, D.R., dan Maryanne, M.W. 2005. Akuntansi Manajemen, Jakarta, Penerbit Erlangga. Horngren, Charles T., 2003, Akuntansi Biaya: Penekanan Manajerial, PT.Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Kartadinata, Abas, 2000, Akuntansi dan Analisis Biaya, Rineka Cipta, Jakarta. Kementrian Perindustrian, 2012, http://www.kemenperin.go.id/artikel/3821/ Industri-Nasional-Tumbuh-6,13. 5 Maret 2013. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran, Surakarta, PT. Pabelan. Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen, Yogyakarta, STIE YKPN. Pusparini, H. 2011. Strategi Pengembangan Industri Kreatif Di Sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Sub Sektor Kerajinan : Industri Bordir/SulamdanPertenunan,http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/. Siregar, Z. 2000. Analisis Sistem Produksi, Biaya Dan Penentuan Harga Jual Pada Usaha
Kerajinan
Tangan
Rumput
Walingi,
Kecamatan
Dramaga,Bogor,Jawa0Barat, http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/23629 Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi
Kasus
UKM
Lifera
Hand
Bag
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15411.
14
Collection
Bogor).
Lampiran 1 Bahan Baku Kayu pada Kedua Usaha Usaha Pak Roni No.
Jenis Kayu
Harga / unit
Kuantitas / batang
Usaha Pak Toyang Kuantitas / batang
Total
Total
1
Kayu Sendana
Rp
3.000.000
Rp
1
Rp
3.000.000
Rp
1
Rp
2
Kayu Nangka
Rp
4.000.000
Rp
2
Rp
8.000.000
Rp
2
Rp
8.000.000
3
Kayu Cemara
Rp
5.000.000
Rp
13
Rp
65.000.000
Rp
12
Rp
60.000.000
4
Kayu Sengon
Rp
4.000.000
Rp
14
Rp
56.000.000
Rp
12
Rp
132.000.000
Total Biaya
3.000.000
Rp
48.000.000
Rp
119.000.000
Lampiran 2 Bahan Baku Atap padaKedua Usaha Usaha Pak Roni No
Fungsi
Usaha Pak Toyang Kuantitas
Harga / Unit (Rp)
1
Anak Tallang (bambu kecil)
200
Ikat
100.000
Rp 20.000.000
200
100.000
Ikat
Rp
20.000.000
2
Papa tallang (atap bambu)
500
Ikat
25.000
Rp 12.500.000
500
25.000
Ikat
Rp
12.500.000
3
Bubungan
150
Lembar
46.700
Rp
7.005.000
150
46.700
Lembar
Rp
7.005.000
4
Bulu-bulu (ijuk)
2.000
Lembar
3.000
Rp
6.000.000
2.000
3.000
Lembar
Rp
6.000.000
5
Pengikat uwe (rotan)
Kg
26.000
Rp
1.300.000
300
26.000
Ikat
Rp
7.800.000
6
Tokeran
500
1.200
buah
Rp
600.000
Rp
53.905.000
Kuantitas
Harga / Unit (Rp)
Satuan
50 -
Harga
-
-
Total Biaya
Satuan
Rp 46.805.000
Harga
Lampiran 3 Bahan Baku Landasan Usaha Pak “AN”dengan Batu Gunung Usaha Pak "AN" No
Fungsi
Harga / Unit
1
Batu Patongkon / ariri
Rp
100.000
Kuantitas (buah) Rp 26
2
Batu Bantuli
Rp
200.000
Rp
8
Rp
1.600.000
3
Batu Tulak somba
Rp
2.000.000
Rp
2
Rp
4.000.000
4
Batu ariri posi'
Rp
200.000
Rp
1
Rp
200.000
Rp
8.400.000
Total Biaya
Total Rp
2.600.000
Lampiran 4 Bahan Baku Landasan Usaha Pak “ID”dengan Bahan Bangunan No
Usaha Pak "ID"
Jenis Bahan Kuantitas
Satuan
Harga / Unit
Total
1
Semen
10
Sak
Rp
55.000
Rp
550.000
2
Batu Kerikil
1
Truk
Rp
700.000
Rp
700.000
3
Batu Gunung
3
Truk
Rp
300.000
Rp
900.000
4
Pasir
2
Truk
Rp
400.000
Rp
800.000
Rp
2.950.000
Total Biaya
Lampiran 5 Biaya Tenaga Kerja pada Usaha Pak Roni Upah Tengan Kerja Jumlah tenaga kerja
No Biaya
Upah per satuan (Rp)
Penghitungan Pengrajin Satuan
Kuantitas Satuan
Jumlah (Rp)
Kapasitas Praktis Kuantitas Satuan
Jumlah (Rp)
1
Upah tukang ukir
1
25.000.000
Paket
1
25.000.000
1
2
Upah kepala tukang
1
80.000
Hari
104
8.320.000
90
7.200.000
3
Upah tukang lainnya
4
75.000
Hari
104
31.200.000
90
27.000.000
Jumlah Biaya Upah
64.520.000
25.000.000
59.200.000
Biaya Konsumsi
No Keterangan
Jumlah Tenaga Kerja
Tarif (Rp)
Frekuensi/ Hari
Penghitungan Pengrajin Hari kerja
Jumlah (Rp)
Kapasitas Praktis Hari kerja
Jumlah (Rp)
1
Makan
6
Rp
15.000
2
104
18.720.000
90
16.200.000
2
Minum
6
Rp
10.000
1
104
6.240.000
90
5.400.000
3
Rokok
6
Rp
10.000
1
104
6.240.000
90
Jumlah Biaya Konsumsi
31.200.000
Total Biaya
95.720.000
15
5.400.000 27.000.000 86.200.000
Lampiran 6 Biaya Tenaga Kerja pada Usaha Pak “ID” Upah Tengan Kerja Jumlah tenaga kerja
No Biaya
Upah per satuan (Rp)
Penghitungan Pengrajin Satuan
1
Upah tukang ukir
1
18.000.000
Paket
Kuantitas Satuan 1
3
Upah tukang bangunan
7
80.000
Hari
104
Kapasitas Praktis
Kuantitas Satuan 18.000.000 1
Jumlah (Rp)
58.240.000
Jumlah Biaya Upah
75
76.240.000
Jumlah (Rp) 18.000.000 42.000.000 60.000.000
Biaya Makan, Minum, dan Rokok Jumlah Tenaga Kerja
No Keterangan
Tarif (Rp)
Penghitungan Pengrajin
Frekuensi/ Hari
Hari kerja
Jumlah (Rp)
Kapasitas Praktis Hari kerja
Jumlah (Rp)
1
Makan
8
15.000
1
104
12.480.000
75
9.000.000
2
Minum
8
10.000
1
104
8.320.000
75
6.000.000
3
Rokok
8
10.000
1
104
8.320.000
75
6.000.000
Jumlah Biaya Konsumsi
29.120.000
21.000.000
Total Biaya
105.360.000
81.000.000
Lampiran 7 BOP yang Diidentifikasi & Belum Diidentifikasi Pengrajin Usaha Pak Roni No
Bahan Kuantitas
Usaha Pak Toyang
Harga / Satuan satuan (Rp)
Total
Kuantitas
Satuan
Harga / satuan (Rp)
Total
1
Cat Hitam
20
liter
40.000
Rp
800.000
15
liter
42.000
Rp
630.000
2
Cat Putih
1
liter
40.000
Rp
40.000
1
liter
42.000
Rp
42.000
3
Okar warna kuning/Tanah Kuning
1
liter
40.000
Rp
40.000
1
liter
150.000
Rp
150.000
4
Kuas
4
buah
5.000
Rp
20.000
4
buah
5.000
Rp
20.000
3
Kg
150.000
Rp
450.000
3
Kg
150.000
Rp
450.000
Rp
1.350.000
Rp
1.292.000
5
Tanah Merah
Total Biaya yang diidentifikasi pengrajin No
Biaya
6
Perlengkapan
7
Penyusutan mesin
Cost
Taksiran Unit Ekonomis
Alokasi per unit
475.000
3
7.000.000
30
158.333
Total Biaya yang belum diidentifikasi pengrajin Total Biaya
Alokasi per unit
Rp
158.333
233.333
-
391.667
158.333
1.741.667
Rp
16
1.450.333