Community and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass Regional Conservation Area in the Malang Rapat Village Bintan regency of Riau Islands Dwi Sri Wahyuningsih Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP UMRAH,
[email protected] Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected] Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected] Abstract The purpose of this study was to determine the community and economic value of seagrass ecosystems in conservation Rural areas Malang Rapat village Bintan regency of Riau Islands. The method used in this research is of survey and interview. Seagrass observations using the transect plot 1 m x 1 m comprising 100 subplot is done in three research stations, namely Tanjung Keling, Pulau Pucung, and Teluk Dalam. There are 66 respondent for Observations assessment of the economic valuati seagrass. The observation of seagrass community in the Malang Rapat village, obtained 7 spesies of seagrass Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; and Cymodocea serrulata with the highest species density composition at station 1 are the type of Thalassia hemprichii 223 ind /m2 and the lowest at station 2 is the type of Cymodocea serrulata and seagrass area obtained in the Malang Rapat village is 1,871 Ha. Observation of the assessment of economic value in the Malang Rapat village acquired Direct Use Value (DUV) was Rp 42.048.000.000 /year (94.79%), Indirect Use Value (IUV) was Rp 1,857,163,636 / year (4.19%) , Option Value (OV) was Rp 363 469 815 / year (0.82%), Existence Value (EV) was Rp 54,109,091 /year (0.12%) and Bequest Value (BV) was Rp 37 003 .636 /year (0.08%). Total Economic Value (TEV) in the Malang Rapat village was Rp 44,359,746,178 /year.
Keywords: Malang Rapat Village, Community, Seagrass, Economic Value, Use Value
1
Komunitas Dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Dwi Sri Wahyuningsih Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP UMRAH,
[email protected] Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected] Febrianti Lestari Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di kawasan konservasi perairan daerah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dan wawancara. Pengamatan lamun menggunakan petak contoh 1 m x 1 m terdiri 100 subplot yang dilakukan di 3 stasiun penelitian yaitu Tanjung Keling, Pulau Pucung, dan Teluk Dalam. Pengamatan terhadap nilai ekonomi padang lamun dilakukan dengan menggunakan pendekatan responden nelayan sebanyak 66 orang. Hasil pengamatan komunitas padang lamun di Desa Malang Rapat, diperoleh 7 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata dengan komposisi kerapatan jenis tertinggi pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii yaitu 223 ind/m2 dan terendah pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata serta diperoleh luasan padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu 1.871 Ha. Pengamatan terhadap penilaian ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat diperoleh Nilai Manfaat Langsung (DUV) sebesar Rp 42.048.000.000 /tahun (94,79 %), nilai Manfaat Tidak Langsung (IUV) sebesar Rp 1.857.163.636 /tahun (4,19 %) , Nilai Manfaat Pilihan (OV) sebesar Rp 363.469.815/tahun (0,82 %), Nilai Manfaat Keberadaan (EV) sebesar Rp 54.109.091 /tahun (0,12 %) dan Nilai Manfaat Warisan (BV) sebesar Rp 37.003.636 /tahun (0,08 %). Nilai Total Ekonomi (TEV) di Desa Malang Rapat diperoleh sebesar Rp 44.359.746.178 /tahun. Kata kunci : Desa Malang Rapat, Komunitas, Lamun, Valuasi Ekonomi, Nilai Manfaat
2
langsung, nilai pilihan, nilai warisan dan nilai keberadaan ekosistem padang lamun.
I. PENDAHULUAN Dilihat dari potensinya, lamun merupakan salah satu sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktivitas primer yang tinggi(Kordi, 2011). Sebagai sebuah ekosistem yang berada di pesisir maupun laut, padang lamun memiliki fungsi ekologi yang tidak bisa tergantikan. padang lamun memiliki fungsi ekologi yaitu sebagai habitat berbagai biota-biota laut, tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat pembesaran (rearing ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) dari berbagai biota laut serta memiliki fungsi ekonomi yaitu berbagai biota laut bernilai ekonomis tinggi seperti ikan, teripang, kima, siput, bulu babi dan sebagainya (Kordi, 2011). Berdasarkan SK No.36/VIII/2007 Bappeda Kabupaten Bintan 2007 tentang KKLD Kabupaten Bintan, Salah satu kawasan konservasi komunitas padang lamun terdapat di Desa Malang Rapat. Desa Malang Rapat hampir keseluruhan masyarakatnya nelayan yang memanfaatkan ekosistem padang lamun baik ekologi maupun ekonomi. Melihat dari manfaat dan fungsi lamun baik ekologi maupun ekonomi maka perlu adanya kajian lebih dalam mengenai Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di KKPD Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian ini dapat Memberikan data dan informasi baik masyarakat mengenai keadaan ekosistem lamun agar masyarakat dapat ikut memperhatikan dan menjaga ekosistem padang lamun. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Komunitas Ekosistem Padang Lamun dilihat dari Jenis Lamun, Kerapatan Jenis, Luasan Area Padang Lamun dan untuk mengetahui nilai ekonomi ekosistem lamun dilihat dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak
II. TINJAUAN PUSTAKA Lamun atau seagrass merupakan tumbuhan berbunga yang sepenuhnya menyesuaikan diri dengan hidup terbenam dalam laut (Azkab, 2006). Ekosistem padang lamun merupakan sebagai suatu kesatuan sistem ekologi komunitas padang lamun yang mencakup komponen biotik dan abiotik yang saling bergantung dan mempengaruhi dan Ekosistem lamun merupakan habitat (tempat hidup) berbagai biota yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan, teripang, kima, siput, bulu babi dan sebagainya (Kordi,2011). Diseluruh dunia telah di identifikasi terdapat 60 jenis lamun, 13 diantaranya di temukan di Indonesia. Dari 13 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia, 10 jenis di temukan di kawasan Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kiswara, 2004 dalam Nainggolan, 2011). Menurut IUCN (1988) dalam Supriharyono (2009) Pengertian konservasi sumberdaya hayati laut merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya laut dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Biasanya kawasan konservasi sumberdaya hayati laut dilindungi oleh hukum sehingga sering disebut kawasan lindung Valuasi ekonomi adalah nilai ekonomi untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat (Bakosurtanal, 2005 dalam Agustina, 2014). Penilaian atas manfaat sumberdaya alam pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yakni metode atas dasar nilai pasar dan non pasar(Baderan, 2013 dalam Agustina, 2014). III. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Sampai Februari 2015. Adapun lokasi penelitian di KKPD Desa
3
Malang Rapat, Kabupaten Bintan , Kepulauan Riau. Tabel 1. Bahan dan Alat yang digunakan N o . 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6 . 7 . 8 . 9 . 1 0 .
Alat dan bahan Kuadran 1x1m Meteran Buku dan pena Kertas label Kantong plastik sampel Kamera digital Papan lapangan Buku identifikas i lamun GPS Lembar kuisioner
Kegunaan
Pengambilan data lamun Untuk mengukur panjang transek yang akan diteliti Untuk mencatat hasil pengamatan dilapangan Untuk memberi tanda pada tempat sampel Untuk tempat substrat dan lamun
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian Penentuan responden dilakukan dengan pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan pertimbangan bahwa semua responden (nelayan) adalah pihak- pihak yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan ekosistem lamun. Penentuan Jumlah sampel responden, dan jumlah plot lamun menggunakan rumus Slovin dengan Taraf keyakinan 90% (taraf signifikan 10%) (Matondang, 2012 dalam Agustina, 2014) yakni: N n= 1+Ne2 Dimana : n = Sampel N = Jumlah populasi e = Perkiraan tingkat kesalahan (0,1) Pengamatan lamun ini menggunakan metode petak contoh(Transect Plot). Petak Contoh adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (KEPMEN LH No. 200 Tahun 2004). Peletakan plot dengan cara pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih berada pada vegetasi (Setyobudiandi dkk, 2009). Penentuan luas area padang lamun menggunakan metode digitasi yaitu
Untuk mendokumentasikan hasil penelitian Untuk menulis data dilapangan mengetahui jenis lamun
penentuan area pengambilan sampling mengetahui dan pemanfaatan lamun yang dilakukan masyarakat sekitar
Sumber : Data Primer (2015) Penentuan stasiun penelitian dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling. pertimbangan pemilihan lokasi berdasarkan masyarakat yang hampir keseluruhan memanfaatkan area padang lamun sebagai tempat penangkapan (fishingground). Adapun penentuan stasiun lokasi yaitu: Stasiun 1 berada di Tanjung Keling pada titik koordinat N 010 4’ 40,71’’ dan E 1040 38’ 50,23’’ sebagai daerah fishingground I ; Stasiun 2 berada di Pulau Pucung pada titik koordinat N 010 6’ 48,14’’ dan E 1040 38’ 13,57’’ sebagai daerah fishingground II; Stasiun 3 berada di Teluk Dalam pada titik koordinat N 010 8’ 11,96’’ dan E 1040 35’ 42,82’’ sebagai daerah fishingground III.
4
pemetaan menggunakan software Arcview 3.3 dan Citra SPOT Pulau Bintan 2007 dan cross check dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) di lapangan agar bias atau error yang diperoleh menjadi kecil.
n DUV = ∑ i i=1 Dimana : DUV = manfaat langsung (direct use value) DUVi = manfaat langsung ke- i n = jumlah jenis pemanfaatan I = jenis pemanfaatan ke- i Nilai manfaat langsung diperoleh dari rumus sebagai berikut (Widiastuti, 2011): Nilai Ekonomi Perikanan
IV. ANALISIS DATA 1. Komunitas Lamun Analisis data komunitas lamun terdiri dari : a. Identifikasi Jenis Lamun Pengamatan lamun dilakukan di setiap transek kuadran yang telah dipasang. Untuk mengidentifikasi jenis lamun menggunakan panduan identifikasi lamun di Indonesia yang mengacu pada KEPMEN LH No.200 Tahun 2004.
= rente ekonomi (ikan, kerang, kepiting, sotong, udang, teripang) x jumlah RTP = (Penerimaan - (Laba layak - Laba kotor) x jumlah RTP b. Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Values) Menggunakan teknik pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yaitu teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan menerima atau WTA (Willingness To Accept), jika terjadi kerusakan atau penurunan atas sumberdaya (padang lamun). Penilaian ini diperoleh langsung dari responden yang diungkapkan secara lisan maupun tertulis. (Fauzi, 2004).
b. Kerapatan Jenis Lamun Kerapatan jenis lamun dapat dihitung berdasarkan persamaan: n Ki =∑ i=1 Dimana:
Ki = kerapatan jenis ke-i (tegakan/m2) ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i A = Luas area total pengambilan sampel (m2)
c. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) Menurut Ruitenbeek (1991) dalam Agustina (2014) besarnya nilai cadangan keanekaragaman hayati adalah sebesar US$ 15/ha/tahun. Nilai manfaat pilihan (Opion Value) ini diperoleh dengan persamaan (Widiastuti, 2011): Nilai keanekaragaman hayati =luas padang lamun (ha) x nilai keanekaragaman
2. Valuasi Ekonomi Nilai ekonomi suatu sumberdaya padang lamun dibagi menjadi nilai penggunaan dan nilai non penggunaan. Nilai penggunaan dibagi menjadi dua, yaitu nilai manfaat langsung dan nilai manfaat tidak langsung. Nilai non penggunaan dibagi menjadi tiga, yang meliputi nilai manfaat pilihan, nilai manfaat keberadaan dan nilai manfaat warisan. a. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Values) Nilai manfaat langsung padang lamun dihitung dengan persamaan (Susana et al., 2011 dalam Agustina, 2014) yaitu:
d. Nilai Manfaat Keberadaan (Existence Value) Nilai manfaat keberadaan dihitung menggunakan teknik pengukuran langsung dengan menanyakan kepada masyarakat mengenai kesediaan mereka membayar (willingness to pay) barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam (Fauzi, 5
2004). Metode yang digunakan adalah Contigent Valuation Method (CVM). (Adrianto, dkk, 2007).
pertumbuhan lamun jenis Cymodocea serrulata(gambar 3).
e. Nilai Manfaat Warisan (Bequest Value) Nilai manfaat warisan dihitung menggunakan teknik pengukuran langsung dengan menanyakan kepada masyarakat mengenai kesediaan mereka membayar (willingness to pay) barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam (Fauzi, 2004). Metode yang digunakan adalah Contigent Valuation Method (CVM) yakni metode mengestimasi nilai yang diberikan oleh individu terhadap suatu barang atau jasa (Adrianto, dkk, 2007).
128
Stasiun 1
84 19 12
Stasiun 2
2430 57 12 2
Stasiun 3 223
23 19 8 31
143 86 78 46 31
Gambar 3. Kerapatan Jenis (ind/m2) Sumber : data primer (2015) c. Luasan Area Padang Lamun Luasan area padang lamun diperoleh menggunakan software Arcview 3.3 dan Citra SPOT Pulau Bintan tahun 2007 yaitu berjumlah 1.871 Ha. Hal ini menggambarkan bahwa luasnya keseluruhan padang lamun di Desa Malang Rapat dapat menjamin pertumbuhan, pemijahan dan tembattempat biota yang berasosiasi di padang lamun.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komunitas Padang Lamun a. Jenis lamun yang ditemukan Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dijumpai jenis-jenis lamun seluruh stasiun di Desa Malang Rapat mulai dari Tanjung Keling, Pulau Pucung dan Teluk Dalam ditemukan sebanyak 7 jenis lamun dari 10 jenis yang ditemukan di kawasan Pulau Bintan yaitu Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang ditemukan paling banyak yaitu ditemukan jenis Thalassia hemprichii dengan jumlah individu 11.679 dan terakhir paling terendah ditemukan pada jenis Cymodocea serrulata dengan jumlah individu 140.
2. Valuasi Ekonomi (Total Economi Value) a. Manfaat Langsung (Direct Use Values) Dari hasil penelitian di lapangan didapat total nilai manfaat langsung yaitu Rp 5.817.600.000 /bulan dan Rp 42.048.000.000 /tahun. Berbeda dengan penelitian Widiastuti (2010), penelitian ini menghitung nilai manfaat langsung dengan berbagai macam biota-biota yang dijumpai berasossiasi di padang lamun. Hal ini menunjukkan bahwa biota-biota yang berassosiasi di ekosistem lamun di Desa Malang Rapat sangat banyak dan berlimpah. Dengan demikian, nilai manfaat langsung di Desa Malang Rapat sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dan mendukung perekonomian secara berkelanjutan (sustainable).
b. Kerapatan Jenis Lamun Pengamatan dilapangan kerapatan jenis tertinggi ditemukan pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii dengan nilai 223 ind/m2. Stasiun 1 merupakan daerah hamparan lamun yang landai dan perairan yang dangkal serta substrat berpasir dan kerapatan jenis terendah ditemukan pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata dengan nilai 1 ind/m2, ,stasiun 2 merupakan daerah bebatuan yang kurang diminati oleh 6
ditingkatkan, peduli dan sadar akan pentingnya padang lamun demi masa yang mendatang. Disamping itu, nelayan padang lamun di Desa Malang Rapat mengunakan alat tangkap yang ramah lingkungan seperti bubu, pancing dan jaring.
b. Manfaat Tidak Langsung (Insirect Use Value) Dari hasil penelitian di Desa Malang Rapat dari 66 responden didapatlah nilai manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) dari setiap nelayan yaitu Rp 806.061 /bulan atau Rp 9.672.727 /tahun, maka diperoleh nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp 1.857.163.636 /tahun. Jumlah nelayan di Desa Malang Rapat berjumlah 192 jiwa. Jumlah nelayan ini mencakup nelayan kelong, nelayan laut lepas dan nelayan tepi pantai, dkarenakan pada umumnya sebagian biota-biota yang hidup di laut hanya memijah, bertelur dan dijadikantempat mencari makan di kawasan padang lamun, namun setelah besar sebagian ikan tersebut berpindah ke laut lepas. Selain itu, bahwa dengan nilai manfaat tidak langsung di Desa Malang Rapat tersebut memiliki penilaian tersendiri bagi ekologi lamun sehingga potensi padang lamun (seagrass bads) sangat memungkinkan untuk keberlangsungan biota-biota yang berasosiasi disekitarnya. Nilai manfaat tidak langsung tersebut adalah nilai yang akan diberikan kepada masyarakat nelayan sebagai penganti dari nilai kerusakan ekoisistem padang lamun.
d. Manfaat Keberadaan (Existence Value) Hasil penelitian didapat nilai ratarata nilai keberadaan yaitu sebesar Rp. 23.485 /org/bulan atau Rp. 281.818 /orang/tahun kemudian dikali dengan jumlah RTP sebanyak 192 orang masyarakat nelayan di Desa Malang Rapat, sehingga di dapat jumlah nilai manfaat keberadaan ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp 54.109.091 /tahun. Nilai ini menunjukkan kesanggupan nelayan membayar dan kesadaran mereka karena telah memanfaatkan sumberdaya yang ada. Nelayan di Desa Malang Rapat memberikan nilai manfaat keberadaan dengan membayarnya kepada kelompok nelayan Desa Malang Rapat. Setiap bulannya membayar uang kas yang dipergunakan dan dikelola untuk keberlanjutan perekonomian nelayan dan keberlanjutan pengelolaan hasil tangkap nelayan.
c. Manfaat Pilihan (Opion Value) Dilihat dari hasil penelitian, dimana luas padang lamun di Desa Malang Rapat itu sendiri berjumlah 1.871 hektar Diperoleh nilai manfaat pilihan pada padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp 363.469.815 /tahun (nilai tukar rupiah tanggal 30 April 2015 yaitu Rp. 12.951). nilai tukar, waktu dan tempat sangat mempengaruhi nilai manfaat pilihan. Semakin tinggi nilai tukar dan besarnya luasan padang lamun di Desa Malang Rapat maka diperoleh nilai manfaat pilihan semakin besar. Kesadaran masyarakat nelayan akan pentingnya ekosistem padang lamun untuk masa mendatang tanpa merusak dan menjaga ekologi demi pengelolaan yang berkelanjutan (susnaible) harus tetap
e. Manfaat Warisan (Bequest Value) Dari hasil penelitian di Desa Malang Rapat, diperoleh dari rata-rata nilai manfaat warisan dari responden sebanyak 66 orang yaitu sebesar Rp 16.061/orang/bulan atau Rp. 192.727 /orang/tahun, kemudian dikalikan dengan jumlah RTP di Desa Malang Rapat berjumlah 192. Diperoleh nilai manfaat warisan dari keseluruhan nelayan di Desa Malang Rapat yaitu sebesar Rp 37.003.636 ./tahun. Nilai ini menunjukkan kepedulian mereka terhadap anak cucu mereka di masa akan mendatang dan disertai dengan kepedulian mereka menjaga ekosistem padang lamun secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. 7
Semakin tinggi nilai warisan maka semakin tinggi pula peluang anak cucu dapat merasakan dan memanfaatkan berbagai macam sumberdaya laut di ekosistem padang lamun.
di KKPD Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Dijumpai 7 jenis lamun di Desa Malang Rapat terdiri Thalassia hemprichii; Enhalus acoroides; Halodule uninervis; Syringodium iseotifolium; Halodule pinifolia; Cymodocea rotundata; dan Cymodocea serrulata. Ditemukan kerapatan jenis tertinggi pada stasiun 1 yaitu jenis Thalassia hemprichii yaitu 223 ind/m2, terendah pada stasiun 2 yaitu jenis Cymodocea serrulata yaitu 1 ind/m2. Luasan area padang lamun diperoleh menggunakan software Arcview 3.3 dan Citra SPOT Pulau Bintan tahun 2007 yaitu berjumlah 1.871 hektar. 2. Nilai ekonomi total ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat yaitu sebesar 44.359.746.178 Rp./tahun. Nilai Manfaat Langsung merupakan nilai tertinggi dengan jumlah 42.048.000.000 Rp./tahun atau 94,79 % dari nilai ekonomi total di Desa Malang Rapat.. Nilai manfaat warisan merupakan nilai terendah dengan jumlah 37.003.636 Rp./tahun atau 0,08 % dari nilai ekonomi total. Adapun saran dari penelitian ini yaitu : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tutupan padang lamun berdasarkan luas padang lamun di Desa Malang Rapat. perlu dikaji lebih dalam mengenai jenis-jenis ikan berdasarkan jenis makanan yang dimakan apakah ikan tersebut pemakan lamun secara langsung atau hanya singgah saja di padang lamun. Perlu dikaji mengenai pengelolaan KKPD berbasis perekonomian masyarakat Perlu dikaji mengenai tingkat kesesuaian pemanfaatan padang lamun dijadikan tempat zonasi pemanfaatan hasil perikanan di KKPD.
f. Total Nilai Ekonomi (Total Economic Value Hasil penelitian di Malang Rapat diperoleh nilai ekonomi total (TEV) yaitu sebesar Rp 44.359.746.178 /tahun. Dilihat dari nilai tersebut menunjukkan Desa Malang Rapat memiliki nilai padang lamun baik dilihat dari segi ekologinya maupun ekonominya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Malang Rapat sangat tinggi dan mendukung dijadikan tempat mata pencaharian ekonomi masyarakat secara berkelanjutan serta dapat dijadikan desa minaan yang mengarah pada sektor perikanan dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat di Desa Malang Rapat dengan melihat, mempertimbangkan dan membertahankan kondisi ekologinya seperti keterkaitan antara ekosistem lamun dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Widiastuti (2010), ekosistem lamun memiliki keterkaitan fungsi ekologis dengan ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Keterkaitan ketiga ekosistem ini akan memberikan dampak pada manusia. nilai m. pilihan 0.82% nilai m. tidak lgsng 4,19%
nilai m. warisan 0,08%
nilai m. keberad aan 0,12%
nilai m. langsun g 94,79%
Gambar 3. Total Nilai Ekonomi Sumber : data primer (2015) VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun 8
Skripsi: Institut Pertanian Bogor, Bogor
Diharapkan kepada pihak-pihak stakeholder yang berada di pesisir Desa Malang Rapat agar tidak merusak dan tetap menjaga ekosistem mangrove di sekitar perairan Desa Malang Rapat demi keberlanjutan ekosistem padang lamun.
Setyobudiandi dkk, 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
VII.DAFTAR PUSTAKA Adrianto, dkk. 2007. Metode Valuasi Ekosistem Sumberdaya Alam. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widiastuti, 2010. Kajian Nilai Ekonomi Produk Dan Jasa Ekosistem Sebagai Pertimbangan Dalam Pengelolaannya. Tesis:Universitas Indonesia, Jakarta
Agustina, L. 2014. Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Desa Berakit Bintan. Skripsi: UMRAH, Tanjungpinang Azkab MH. 2006. Ada apa dengan lamun. Majalah Semi Polpuler Oseana 31(3): 45-55 Bappeda Kabupaten Bintan, 2007. Keputusan Bupati Bintan Nomor : 36/VIII/2007 Tentang Kawasan Konservasi laut Daerah Kabupaten Bintan. Kabupaten Bintan Fauzi, H. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Kordi, K.M.G.H. 2011, Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi Dan Pengelolaan. Rineka Cipta : Jakarta Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor 200 tahun 2004 tentang criteria baku kerusakan dan pedomaan penentuan status padang lamun Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial Dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau Kepulauan Riau. 9