1
te
CATATAN BEDAH
AKUT ABDOMEN Organ intra dan retro pada abdomen 1.Gaster (intraperitoneal)
2 2.Duodenum dan pancreas (retroperitoneal) 3.Jejunum dan Ileum (intraperitoneal) 4.Caecum dan apendiks *intraperitoenal) 5. Colon ascendens (retro) 6.Colon transversum (intra) 7. Colon descendens (retro) 8.Sigmoid (intra) Definisi akut abdomen: Akut abdomen adalah Kelainan bedah di abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan segera. Penyebab umum dari akut abdomen ini dibagi ke dalam 5 kategori besar: a. Inflamasi yang dibagi menjadi 2: (1) peradangan bacterial (app akut, diverticulitis); (2) Peradangan kimia (perforasi gasterkeluarnya asam lambung). b. Mekanikal: kondisi yang menimbulkan obstruksi seperti hernia inkarserata, post op adesi, intususepsi, malrotasi-volvulus, ca colon dengan penyulit obstruksi. c. Congenital: semua defek yang harus ditangani cepat seperti atresia duodenum, omfalokel, hernia diafragmatika d. Vaskuler: akibat dari thrombosis atau emboli arteri mesentrikaiskemia e. Traumaperdarahan,perforasi hollow organ
Peritonitis Anatomi Peritoneum Peritoneum parietal (ant dan post) Peritoneum visceral Cavum peritoneum dibentuk oleh : a. Greater sac –general peritoneal cavity)( batas cranial :diafragma, caudal : aditus pelvis, ventral (ddg ventrolateral abdomen, dorsal :ddg dorsal abd) b. Lesser sac ada di belakang gaster (ventral: gaster,omentum minus, lob caudatus hepatis; dorsal: pancreas,omentum mayor, ren, gld suprarenal; kiri:lien, kanan: for epiploicum winslowi c. Greater dan lesser dihubungkan oleh for winslowi Persarafan: P.parietalsangat sensititf P.visceraltidak sensitive Jenis nyeri perut 1. Nyeri visceral Nyeri pd peritoneum visceral yg dipersarafi oleh saraf otonom shg tidak peka pada perabaan atau pemotongan, dengan demikian sayatan ataupun penjahitan dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ akan terjadi kontraksi berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia, missal pd kolik (nyeri abdomen akut) atau radang pd apendisitis akan timbul nyeri. Namun pada pasien nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya. Nyeri visceral lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas (usus depan) dirasakan di ulu hati.
3 Nyeri dari duodenum sampai pertengahan kolon transversum (usus tengah) dirasakan di perut tengah, sekitar pusat Kelainan pada saluran cerna dari tengah kolon transversum sampai dengan sigmoid (usus belakang) menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Kolik empedu mulanya dirasakan di epigastrium atau di hipokondrium kanan, umumnya terdapat nyeri alih ke daeah ujung belikat di punggung (titik BOAS) Nyeri dari piala ginjal dan kolik ureter dirasakan di alat kelamin luar dan area inguinal Kelainan organ dan struktur retroperitoneal seperti pancreas dan ginjal lazim menyebabkan nyeri di pinggang Kelainan uterus dan rectum dirasakan di region sacrum. 2. Nyeri somatic Nyeri karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misal regangan pada peritoneum parietalis dan luka pada dinding perut. Nyeri seperti ditusuk atau disayat dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa karena rabaan, tekanan, rangsang kimia, ataupun karena proses radang. Pada apendisitis akut terjadi gesekan antara viscera yang meradang yang kemudian menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut. MIsalnya nyeri alih diafragma dirasakan di bahu. Hal ini disebabkan karena inervasi yang sama pada diafragma dan bahu oleh saraf servikal: akar saraf C3, C4, C5 serta n.frenikus. Jadi bila terjadi iritasi pd n.frenikus dapat dirasakan di bahu. Selain dari diafragma (1), paru dan pleura visceral (2), diafragma dengan pleura parietalis di sebelah cranial dan peritoneum parietalis di sebelah kaudal (3), hati dengan peritoneum visceral (4), serta rongga perut(5) dapat dirasakan nyeri di bahu. Penyebab dari nyeri perut (Differential Diagnosis): (OHCM) 1. RUQ pain: kolesistitis akut, ulkus duodenum, hepatitis, hepatomegali kongestif, pielonefritis 2. RLQ pain: Appendicitis, salphingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter, diverticulitis meckel, crohn’s disease 3. LUQ pain: rupture limpa, ulkus gaster, aneurisma aorta, pyelonefritis 4. LLQ pain: diverticulitis, salpingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter, crohn’s, colitis ulserativa. 5. Epigastrium: pancreatitis, IMA, ulkus peptikum, kolesistitis akut 6. Umbilikus: obstruksi intestinal, pancreatitis akut, appendicitis awal, diverticulitis. DD dari papdi UI: 1. Hipokondrium kanan: kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pancreatitis, abses subfrenikus, pneumonia 2. Hipokondrium kiri: nyeri limpa karena limpoma, infeksi virus. Abses subfrenikus, pneumonia, ulkus gaster, aneurisma aorta 3. Epigastrium: pancreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster, kolesistitis, ca pancreas, hepatitis, obstruksi intestinal (ileus), apendisitis (gejala awal), abses subfrenikus, IMA
4 4. Periumbilikalis: pancreatitis, ca pancreas, intestinal (ileus), apendisitis (gejala awal), aneurisma aorta. 5. Lumbal: batu ginjal/ureter, pielonefritis, abses perinefrik 6. Inguinal dan suprapubik: Appendicitis, diverticulitis meckel, crohn’s disease, colitis ulserativa, salphingitis, TOA, KET, kista ovarium, sistitis Definisi Peritonitis: Peritonitis adalah proses inflamasi pada lapisan peritoneum, baik terlokalisasi maupun secara general Respon tubuh thd peritonitis ada 2: 1. Respon primer: a. Membran inflamasi: Two way street, dimana belum terjadi perforasi namun bakteri dapat ditemukan dalam cavum peritoneum karena permeabilitas yang terganggu. b. Respon usus: Hipermotilitas lama2 kecapean jadi adinamikdistensi usus (ileus paralitik) muntahdehidrasi. c. Hipovolemi: output banyak keluar (dilatasi vascularcairan plasma keluar dr vascular ke intersitiel) input sedikit (usus atonik menahan cairan sehingga sairan tidak diserap di colon). Syok hipovolemik karena sekuestrasi cairan dan elektrolit ke rongga ketiga. 2. Respon sekunder: a. Endokrin respon: Sebagai respon terhyadap hipovolemiapeningkatan epinefrin dan norepinefrin dari medulla adrenal, kemudian hr ke-2dan 3 korteks adrenal mengeluarkan ADH dan aldosteron. b. Cardiac respon: akibat dari hipovolemi ialahturunnya VR,Co dan lemahnya otot jantung shg kompensasi ialah dengan meningkatkan kronotropik dengan mempercepat denyutan (meningkatkan heart rate) c. Respiratory respon: melemahnya otot pernapasan dan berkurangnya volume ventilasikompensasi RR ditingkatkan, namun tetap tjd hipoksia shg metab anaerob dan peningkatan asam. d. Renal respon: Renal Blood flow menurun karena hipovolemia dan penurunan CO menyebabkan filtrasi glomerulus menurunproduksi urin menurun. e. Metabolik respon: meningkatnya kebutuhan akan oksigen sementara kapasitas jantung dan paru ssedikit dlm mensuply oksigenmetabolisme anaerob. Klasifikasi Jenis peritonitis menurut lokasi: 1. Local peritonitis 2. Difuse peritonitis Jenis peritonitis menurut causanya: 1. Peritonitis primer Terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum serta bisanya terjadi pada anak-anak dengan riwayat sindrom nefrotik dan sirosis hepatic. Kuman masuk kerongga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui alat genital. 2. Peritonitis sekunder Terjadi bila bakteri masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak dan bisanya dari lumen saluran cerna.
5 2.1. Chemical (perforasi gaster,dll) 2.2. Bacterial 3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum: a. Kateter ventrikuloperitoneal yang digunakan untuk mengurangi cairan serebrospinalis pada klien dengan hidrochepalus, sehingga apabila cairan serebrospinalis mengandung bakteri maka dapat menyebabkan peritonitis. b. Kateter peritoneo-jugular dipasang untuk mengurangi asites. Daerah yang terpasang kateter ini sering mengalami infeksi yang disebabkan oleh stapillococcus aureus c. Continuous ambulatory peritonial dialysis Infeksi disebabkan karena kontaminasi cairan dialysis atau kateter, infeksi ini biasanya disebabkan oleh stapillococcus aureus dan kadang-kadang juga disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri anaerob atau jamur. Manifestasi Klinis: 1. Penderita kelihatan kesakitan (hipocratic face) berbaring dengan tungkai fleksi. Secara umum penderita mengalami anorexia,nausea. 2. Pernapasan thoracal dengan aktivitas otot interkostal, yang cepat dan dangkal 3. Abdomen: distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas, defans muscular, Bising usus melemah sampai hilang 4. Suhu meningkat—> sepsis (SIRS + sumber infeksi yg dibuktikan) sepsis berat (bila mengenai organ)syok sepsis (volume vaskular namun tek darah rendah sekali krn vasodilatasi) 5. Saat rectal examination : tonus spinchter melemah, nyeri si seluruh arah jam. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin 2. Radiologis foto thoraks dan BNO 3 posisi, Berikut Gambaran radiologis dari suatu perforasi: Adanya cairan dalam cavum peritoneum: a. Tampak pelebaran ruang antar usus dengan cairan yang disebut gambaran MOULAGE b. Bila jumlah cairan sedikit dalam cavum abdomen, misalnya 100 mL cairan terlihat di kavum douglass, di atas os sacrum-vesika urinaria gambarab DOG EARS c. Gambaran abdomen mengabur (GROUND GLASS APP) karena adanya cairan/ascites intraabdomen ekstralumen. d. Exoperitoneum fat line suram atau hilang sama sekali. Adanya dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster hingga rektum, penebalan dinding usus (herring bone) dan transudasi cairan yakni air fluid level yang pendek maupun panjang. Adanya udara dalam cavum peritoneum: a. Udara bebas subdiafragma (pneumoperitoneum) Komplikasi: Syok hipovolemik, sepsis, multiple organ failure dan meninggal. Penatalaksanaan pre operasi: 1. Puasa 2. Resusitasi cairan dan monitoringkateter 3. Dekompresi dengan nasogastrictubetujuan: mencegah aspirasi dan mengambil cairan
6 4. Beri antibiotic sistemik metronidazol) Penatalaksanaan Operasi: 1. Laparatomi eksplorasi 2. Evakuasi pus
(broad
spectrum
sefalosporin
gen
3
+
Hambatan/obstruksi Saluran Cerna Hambatan mekanik pada saluran cerna dapat terjadi mulai dari osephagus,gaster, small dan large intestine, dan anus. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas mengenai ileus yakni gangguan pasase yang terjadi di usus baik usus halus maupun usus besar. Ileus dibagi menjadi 2 bagian yakni: a. Ileus obstruksi: karena adanya obstruksi yang sifatnya mekanis b. ileus neurogenik: Penyebabnya karena gangguan persarafan pada usus yaitu saraf otonom parasimpatis dari serabut post ganglioner sacral II-IV. Ileus neurogenik dibagi 2: 1. ileus paralitik (adinamik) (disebabkan oleh lesi saraf karena radang, terjepit atau karena kelelahan akibat kontraksi yang terus menerus sehingga usus tidak berkontraksi ) dan 2. ileus spastic (dinamik) (disebabkan karena rangsangan saraf parasimpatis akibat keracunan, hysteria, atau neurasteni sehingga usus akan berkontraksi terus menerus ) Klasifikasi ileus Obstruksi 1. Berdasarkan mekanisme obstruksi: a. Intralumen: akibat massa dalam lumen seperti mekonium, fecalith, gallstone, tumor polipoid, intususepsi/invaginasi b. Intramural: kelainan pada dinding usus dengan beberapa penyebab sbb: - Congenital: atresia, duplikasi, stenosis, imperforate - Trauma n striktur karena radiasi - Inflamasi: entertitis, crohns.divertikulitis, Colitis - Dll c. Ekstralumen: adhesi, hernia, massa di luar abdomen spt anular pancreas, carcinoma menekan lumen, malrotasi-volvulus. 2. Berdasarkan klinis / gradasi a. Obstruksi Sederhana/Simple. - tidak disertai terjepitnya p.darah, akumulasi cairan & gas dlm jumlah besar pd lumen usus. - Obstruksi : mula-mula absorbsi ↓, sekresi N → 24-48 jam → sekresi↑, absorbsi (-), edema,eksudasi cairan ke cav peritoneum,→ kehilangan cairan & elektrolit. CO2 dpt cepat berdifusi keluar dr lumen usus, sedang N2 tetap tinggal → kontributor utama distensi usus. b. Obstruksi strangulate - mencakup volvulus,hernia,invaginasi & adhesi. - gangguan peredaran darah → iskemia, nekrosis, ganggren - eksudasi plasma dr lap serosa → cav.peritoneum - Iskemi→kerusakan sawar ddg usus→bakteri usus → cav peritoneum. c. Closed-loop obstruction - Obstruksi terjadi pd 2 tempat, Penyebab : adhesi,volvulus. 3. Berdasarkan letak hambatan: a. Ileus obstruksi letak tinggi, menurut letaknya dibedakan menjadi:
7 -
Obstruksi di atas pylorus, gejala utama adalah muntah, distensi abdomen kurang. - Obstruksi di bawah pylorus sampai iliocaecal junction: muntah feses (warna kuning seperti tinja), distensi abdomen nyata b. Ileus obstruksi letak rendah: dari sekum hingga anorektal
Diagnosis Gejala Cardinal feature: Nyeri, muntah, konstipasi, distensi -Nyeri abdomen kolik -Muntah empedu (letak obstruksi di atas lig Treitz), muntah fecal (letak obstruksi usus halus dan colon. -Flatus dan defekasi (-) -distensi nyata bila obstruksi letak rendah
Tanda Abdomen : ♥ Inspeksi : Distensi, darm kontur dan peristaltik usus terutama pada penderita kurus ♥ Palpasi : Perut distensi, tegang, kadang-kadang nyeri ♥ Perkusi : Nyeri dan terdengar suara timpani. ♥ Auskultasi : Bising usus meninggi (metalic sound), Bila obstruksi berlangsung lama dan strangulasi → bising usus menghilang. RTmassa tumor atau intususepsi, ampula kolaps → obs proksimal, darah makroskopik → lesi intrinsik
Penyebab ? Riwayat sebelumnya ( Pernah operasi abdomen → adhesi, Hernia, Berak darah atau lendir → gangguan pada BAB → Ca atau radang. Dehydrasi ? (Tahicardia, Hypotensi, Kulit kering, Mulut kering, Turgor kulit jelek, Ketiak sudah tidak berkeringat, Urine sedikit,pekat). Strangulasi → ada : shock, demam, defans musculer, nyeri seluruh abdm. Laboratorium -↑ nitrogen urea darah (BUN), Hct, BJ urin. -↓ kadar Na, K, Cl dlm serum. -Alkalosis → Bikarbonat serum & pH arteri -Leukosit ♥ Normal, Obstruksi mekanik sederhana →15.000-20.000/mm3 ♥ Obstruksi strangulata → 30.000-
Radiologis Pem.sinar X posisi tegak → gelung usus terdistensi dgn bts udara-cairan dgn pola anak tangga ( Step Ladder ) Obstruksi mekanik sederhana → # gas yg terlihat pd colon. Obstruksi colon dgn valva ileocalis kompeten→distensi gas dlm colon merupakan gbrn penting. Bila valva ileocalis inkompeten→ada
8 50.000/mm3
distensi usus halus maupun colon. Obstruksi strangulata→distensi gas pd usus jauh lbh sdkt dibanding pd obstruksi sederhana & bisa terbatas pd gelung tunggal→tanda “biji kopi” (coffee bean) atau pseudotumor. Pemeriksaan Barium enema → u/ mengetahui tipe & lokasi obstruksi. Enteroskopi
Penatalaksanaan Preoperatif Terapi cairan dan elektrolit (IVFD RL/NaCl) Pasang NGTpuasakan pasien (dekompresi) Pemberian Antibiotik Pasang Kateter → Pantau Produksi urine, tanda-tanda dehidrasi. Observasi tanda vital Operatif: Laparatomi untuk tujuan mencari dan melepaskan penyebab hambatan ~ Lisis pita lekat atau reposisi hernia ~ Pintas usus ~ Reseksi dgn anastomosis→ end to end, end to side, side to side. ~ Diversi stoma dgn/ tanpa reseksi. Kolostomi adalah pengalihan feses → tidak melalui anus. Macam-macam Kolostomi Menurut letak - Cecostomy - Colostomy transversum - Colostomi sigmoid Menurut bentuk - Double Barel - Double Lup - Simple Colostomy Menurut lama - Temporer Colostomy - Permanen Colostomy Komplikasi Gangguan elektrolit,sepsis,multiple oragn failure. Apirasi,iskemik,enterokolitis.
Trauma abdomen Macam: 1. Trauma tumpul 2. Trauma tajam (tembus dan tidak tembus) 3. Luka tembak Disebut luka tembus bila sudah melewati fascia atau melewati peritoneum. Pada trauma abdomen ini sering terjadi masalah diagnostic karena trauma abdomen tidak selalu menunjukkan gejala klinis. Trauma abd yang mencederai pembuluh darah iskemikgangrenoustanpa adanya gejalakemudian setelah 3 hari terjadi peritonitis baru timbul keluhan. Trauma abdomen biasanya disertai dengan multitrauma sehingga perlu primary survey.
9 Lakukan observasi aktif; 1. Lakukan pemeriksaan klinis berulang, local dan sistemik. 2. Pemeriksaan plain foto AP posisi tegak, tujuannya: melihat trauma abdomen dan trauma thorax juga, selain itu bila terjadi rupture hollow organ aka nada gambaran udara di bawah diafragma.
Mekanisme: 1. Trauma tajam Yang penting kedalaman dan arah trauma. Selalu pertimbangkan luka tembus sampai terbukti tidak. 2. Trauma tumpul: 2.1. Direct blunt compression: tergantung dari energy yang ditransferkan ked dg abdomen menimbulkan kerusakan organ yang tidak teratur. 2.2. Deselerasi: tubuh tiba2 berhenti dr angg abdomen shg organ intraabdomen mobile masih mengikuti kiecepatan shg menumbuk bgn belakang ddg abd shg terjadi robekan atau transeksi organ, serta terjadi transeksi pedikel. 3. Luka tembak: Kerusakan karena energy mekanik dan termal. Kerusakan tergantung pada: jenis senjata dan arah peluru. Respon tubuh terhadap trauma: 1. Respon Lokal: Nyeri akibat iritasi peritoneum 2. Respon sistemik: 2.1. Refleks neuro-endokrin: 2.2. Refleks metabolic: 2.3. Respon hormonal 2.4. Perubahan cairan dan elektrolit Gambaran Klinis: 1. Reaksi local: nyeri pada daerah luka akibat iritasi peritoneum. 2. Perubahan volume sirkulasi (kehilangan darah) ada 4 klas: 1.Kelas 1: samapai 15% BB HR dan RR meningkat,syok. 2.Kelas 2: sampai 30% BBpulse pressure yang menyempit. 3.Kelas 3: sampai 40% BB tekanan darah turun shg perlu Transfusi tp mungkin perlu SR (surgical resusitasi) 4.Kelas 4: lebih dari 40% BB sangat perlu transfuse dan SR. Penangan kehilangan darah: ialah stop bleeding lalu kembalikan volume intravaskuler dengan RL atau bila perlu beri transfuse darah, sambil monitoring respon baek-sementara (on going )-buruk. Diagnosis: 1. Anamnesa 2. Inspeksi: luka jejas 3. Palpasi: defans muscular 4. Perkusi:hipersonor 5. Auskultasi:bising usus. 6. Colok dubur: bila ada floating prostat, takut ada rupture uretra jangan pasang kateter. 7. USG abdomen: untuk melihat adanya cairan di cavum abdomen 8. DPL: Diagnostic peritoneal lavage (berapa positif??) DL: diagnostic laparoskopi (lebih akurat)
10 Penanganan : primary dan secondary survey Cedera organ yang sering terjadi: Cedera Liver Cedera Spleen Cedera Intestine Cedera Omentum Cedera Diaphragma Cedera Pembuluh darah besar abdomen Cederta Pancreas dan Duodenum
Appendicitis Anatomi: Appendiks letak intraperitonealkedudukan ini memungkinkan appendiks untuk bergerak, ujungnya bisa terletak dimana saja; kedudukan ini menentukan letak keluhan dan tanda local pada apendisitis akut. Appendiks letak retroperitoneal appendiks berada di belakang caecum (retrocaecal), appendiks pada letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat. Persarafan: Parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yg mengikuti a.mesentrika superior dan a.appendikularis, sementara simpatis berasal dari n. torakalis X (dermatom sekitar umbilicus) shg nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Vaskularisasi: A. Apendikularis Fisiologi: Appendiks normalnya menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang dicurahkan ke dalam lumen dan kemudian dialirkan ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patogenesa appendicitis. Apendisitis akut Etiologi: -sumbatan pada lumen appendiks yang disebabkan karena hyperplasia jar limfe, fekalith, tumor appendiks, cacing askaris. -erosi mukosa apendiks oleh e.histolytica . -Konstipasi menyebabkan katup iliosekal yang kompeten shg menyebabkan tekanan intrasekal akan meningkat. Tekanan yang meningkat akan berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Sehingga mempermudah terjadinya app. Akut. -Peenghambatan evakuasi isi appendiks oleh karena; (a) stenosis, (b) gangguan motilitas oleh pita / adhesi , (c) mesoapendiks yang pendek. Patofisiologi: Sumbatan lumen apendiks merupakan penyebab utama terjadinya apendisitis akut. Sumbatan menyebabkan terjadinya distensi lumen apendiks oleh karena akumulasi lendir intraluminal. Akumulasi lendir ini akan menekan aliran limfe sehingga terjadi pembuntuan alirah limfe. Pembuntuan aliran ini akan memudahkan untuk terinfeksinya aliran limfe yang kemudian akan terjadi invasi bakteri ke dinding apendiks. Patologi: Apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. (stage:
11 edematousphlegmongangrene). Usaha pertahanan tubuh untuk membatasi proses radang (terutama bila proses peradangan sudah sampai ke serosa) dengan menutup apendiks dengann omentum, usus halus, atau adneksa sehingga membentuk massa periapendikular. Apabila dalam massa tersebut terjadiu nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi maka disebut sebagai abses appendiks. Namun, jika tidak teradi abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat dan disebut infiltrate apendiks. (perlu diingat bahwa apendiks yg pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, jaringan parut yg terbentuk akan menyebabkan terjadinya perlengketan yg dpt menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Dan pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut). Gambaran Klinis: Periumbillical pain Nyeri samar2 dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai dengan mual dan kadang muntah. RLQ painDalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney (nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muscular setempat di titik ini). Tanda rangsang peritoneal pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Namun perlu diingat bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal karena letaknya terlindung oleh sekum, RLQ pain tidak begitu jelas dan tidak ada rangsang peritoneal. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rectum akan lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. Diare dan konstipasi (handout) Pemeriksaan: Demam ringan dengan suhu sekitar 37.5-38.5 C. Bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Inspeksi: tidak spesifik, kembung terlihat pada penderita perforasi. Peninjolan perut kanan dilihat bila adqa massa atau abses periapendikuler. Palpasi: nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Bisa disertai pula dengan nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri apendisitis sewaktu hamil trimeseter 2 dan 3 akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Peristalsis usus sering normal; sementara peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisataa akibat apendisitis perforate. Pemeriksaan colok duburmenyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, missal pada apendisitis pelvika (kunci diagnosis). Uji psoas (hipereekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan) untuk melihat apakah apendiks yg meradang menempel di m.psoas mayor. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus. Diagnosis:
12 Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di RS dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. USG bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Laboratorium: Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. Diferential diagnosis: Gastroenteritis: mual,muntah dan diare mendahului rasa sakit. Namun bedanya panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut. Demam dengue: dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Namun bedanya disini didapatkan hasil tes positif untuk rumple leede, trombositopenia dan hematokrit yg meningkat. Limfadenitis mesentrika: ditandau dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan rasa mual dan muntah, namun bedanya nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan ovulasi: Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Namun bedanya pada anamnesis nyeri yg sama pernah timbul lebih dahulu. Selain itu tidak ditemukan tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam atau bahkan dlm 2 hari. Infeksi panggul: salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Namun bedanya ditemukan suhu yang lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul wanita biasanya disertai dengan keputihan dan infeksi urin. Selain itu pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Kehamilan di luar kandungan: Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dgn keluhan tidak menentu. Bila terjadi rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkann nyeri dan penonjolan rongga douglas dan pada kuidosentesis didapatkan darah. Kista ovarium terpuntir: timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, RT atau VT. Selain itu tidak ditemukan demam. Endometriosis eksterna: endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometrium berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak adanya jalan keluar. Urolitiasis pielum / ureter kanan (batu ureter atau batu ginjal kanan): gambaran khas berupa adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan.Selain itu ditemukan eritrosituria. Kunci diagnosis dengan pemeriksaan foto polos abdomen maupun urografi intravena. Sementara bila terjadi pielonefritis disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria. Penyakit saluran cerna lainnya: seperti diverkulitis meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, diverkulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks. Tatalaksana: Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan yang paling tepat dan merupakan satu2nya pilihan yang baik adalahg apendiktomi. Pada apendisitis tanpa
13 komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotic, kecuali bila terjadi apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka (insisi daerah titik mc burney, maupun melalui laparoskopi diagnostic. Komplikasi: Perforasi Massa periapendikuler terbentuk dari apenditis genrenosa atau mikroperforasi yang ditutup atau dibungkus oleh omentum, dan atau lekuk usus halus. Untuk massa periapendikuler yang masih dalam keadaan bebas harus segera dioperasi untuk mencegah terjadinya penyulit (penyulit ini disebabkan karena massa periapendikuler ini akan mengalami pendinginan, namun bila pendinginan tidak sempurna dapat menyebabkan penyebaran pusperforasiperitonitis purulenta generalisata). Bila massa periapendikular ini sudah mengalami pendinginan yang sempurna (infiltrate apendiks), dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotic sambil diawasi bila sudah tidak ada demam, masssa periapendikuar hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Namun apabila dalam massa tersebut terjadi nekrosis dan memudahkan terjadinya perforasi maka akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa , serta bertambahnya angka leukosit. Pada keadaan ini dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan 6-8 minggu kemudian.
Benjolan di Tiroid Untuk dapat mendiagnosa suatu kelainan benjolan di tiroid maka langkah sebagai berikut: 1. Apakah struma/benjolan tersebut smooth (difuse) atau nodule 2. Apakah sifat struma toksik atau non toksik Struma difusa toksik: Graves disease Struma difusa non toksik: endemic goiter (iodine deficiency) Struma nodusa toksik: plummer’s disease Struma multinodosa non toksik 3. Cari tanda keganasan: Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila: - Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun - Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak - Disfagia, sesak nafas perubahan suara - Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras - Ada pembesaran kelenjar getah bening leher - Ada tanda-tanda metastasis jauh. Carcinoma tiroid Keganasan paling sering sistem endokrin Klasifikasi: Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik. Diagnosis: a. Anamnesa: - Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.
14 -
Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37% - Kecepatan tumbuh tumor: nodul jinak membesar tidak terlalu cepat, nodul ganas membesar dengan cepat, nodul anaplastik membesar sangat cepat, kista dapat membesar dengan cepat - Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor. - Bila ada riwayat serupa pada keluarga, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare. b. Pemeriksaan Fisik: - Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya. - Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional. - Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up. Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler. 2. Pemeriksaan radiologis Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi. Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus. Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan ultrasonografi Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus. 4. Pemeriksaan sidik tiroid Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan 5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
15 Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 6. Pemeriksaan Histopatologi Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi IV. Penatalaksanaan Nodul Tiroid Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 1. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total. 1. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 1. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 1. Karsinoma anaplastik. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu : 1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. 1. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional. Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel. Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi
16 eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 5060mg/m2 luas permukaan tubuh ( LPT ) Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND” Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2. Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi supresi / subtitusi. Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif . Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas. V. Follow up A. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh. Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤ 0,1 Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi. Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu sebelum pemeriksaan. Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi. Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali. Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor. B. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin. Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi, Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus
17
Ada 3 1. 2.
3.
Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati. rangkaian yang diteruskan : Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya
paliatif
Carsinoma Colorectal Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab pasti belum jelas, namun beberapa faktor dianggap berperan yakni: Polip cancer sequence (polip kolon yang dapat berdegenerasi maligna) IBD seperti colitis ulseratif dan crohn’s diseaseca colorectal Faktor genetic: a. FAP (familial adenomatous polyposis)terjadi transmisi genetic b. HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma)berhubungan dengan Lynch syndrome I dan II Lynch syndrome I (site-specific nonpolyposis colorectal carcinoma) : • Autosomal dominant inheritance • Predominance of proximal colon cancer • Increased synchronous colon cancer • Early age of onset (average age is 44 years) • Increased risk of metachronous cancer Lynch syndrome II (cancer family syndrome) → adalah Lynch syndrome I ditambah dengan gejala-gejala : • Incresed incidence of other carcinomas, including endometrium, ovary, breast, stomach, and lymphoma • Incresed incidence of mucinous or poorly differentiated carcinomas • Increased incidence of skin cancer c. Mutasi pada tumor supresor gene Faktor diettinggi lemak, rendah serat, alcohol. Histopatologi Secara makroskopis terdapat 3 tipe makroskopis ca colorectal: Tipe Polopoid / Vegetative / Fungating → Tumbuh menonjol ke lumen usus dan berbentuk bunga kol. Sering ditemukan disekum dan kolon asendens Tipe Skirus → mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi gejala stenosis dan obstruksi. Ditemukan terutama di kolon desendens, sigmoid dan rectum Tipe Ulseratif → terjadi nekrosis sentralis. Ditemukan terutama pada Rektum. Secara Mikroskopis: Adenokarsinoma - Adenokarsinoma tanpa komponen musinosum, - Adenokarsinoma dengan komponen musinosus < 50% - Adenokarsinoma musinosum ( komponen musinosum > 50%) Signet ring sel adenocarcinoma Squamous cell carcinoma
18
Adeno-squamous carcinoma Karsinosarkoma Undifferentiated carcinoma
Metastase Adapun metastase dari ca colorectal melalui beberapa mekanisme sbb: Perkontinuitatum: menembus dinding usus dan ke jaringan sekitar misal ureter, buli, uterus, vagina, prostat. Limfogen: ke kelenjar parailliaka, mesentrika, dan paraaorta Hematogen: terutama ke hepar, bila tumor pada 1/3 distal rectum dapat menyebar ke paru-paru. Rongga peritoneal: peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites Implantasi selama pembedahan (intraoperative spreading)
Gejala klinis: Gejala klinis tumor tergantung pada letak, lokasi, dan luas tumor Ca colon kanan Ca colon kiri Ca rectum Mulai dari Mulai dari 1/3 sekum-1/3 kolon tengah kolon transversumtransversum sigmoid Embriologis Mid gut Hind gut Hind gut Anatomi Lumen relative Lumen relative lebih besar lebih kecil Fungsi Absorbsi Penyimpanan Defekasi Tipe tumor Lunak, rapuh, Skirous Polipoid ulseratif, polipoid Gx klinis Keluhan biasanya Keluhan lebih jelas. Nyeri pada stadium tidak khas. Nyeri Gejala lanjut (nyeri di perut samar-samar obstruksi/obstipasi panggul dalam (nyeri bermula di (jarang BAB butuh atau di anus), feses epigastrium), pencahar) dengan kecil2 sprt tahi benjolan di perut nyeri perut yang kambing dengan kanan, feses semi nyata (gas pain darah segar pada cair (>cair dan cramps-nyeri kotoran, gx khas diare warna bermula di bawah ialah defekasi coklat/hitam), umbilikus), feses dengan tenesmus anemis makin ke distal (rasa tidak puas (perdarahan makin padat seperti BAB dengan tegang mikroskopis). tahi kambing ]ank ram pada disertai darah segar perut), pada kotoran. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Daerah rectum
19 a. Colok dubur: Mendeteksi tumor sejauh kurang lebih 10 cm dari anal verge. Deskripsi tumor konsistensi keras, permukaan rata, terfiksir atau tidak, mudah berdarah atau tidak. (dengan pemeriksaan ini 40% dapat mendiagnosis ca colorectal) b. Proktosigmoidoskopi rigidmenentukan dengan tepat lokasi tumor c. Endorectal Ultrasound (EUS) menentukan dalamnya invasi tumor ke dinding usus. Pemeriksaan kolon a. Kolonoskopi disertai biopsy b. Colon in loop: foto kolon dengan kontras barium: gambaran radiologis ca colon seperti arrest (stopping contrast), stenosis, filling defect (napkin ring, apple core). Pemeriksaan laboratorium: a. Darah rutin b. Tumor marker: CEA (Carcino Embrionic Antigen) yang diambil dari urine/feses. Bila Kadar < 10 ng/ml → Stadium Dini.Kadar > 10 ng/ml → Stadium Lanjut. Follow up setelah operasi → 4 minggu, 3-6 bulan. CEA dapat kembali < 3 (-), tapi dapat residif → telah metastase. Pemeriksaan USG/CT scan abdomen Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari dan mengevaluasi apa ada metastase di hepar maupun rongga abdomen. Staging Tumor Klasifikasi stadium dari tumor yang dikenal ada 2 yakni Dukes dan Astler-Coler modification
Derajat keganasan tumor: dapat ditentukan berdasarkan diferensiasi tumor dalam membentuk struktur kelenjar. a. Grade I: Sel tumor berstruktur kelenjar >95% dari massa tumor b. Grade II: Sel tumor berstruktur kelenjar 50-95% dari massa tumor c. Grade III: Sel tumor berstruktur kelenjar 5-50%%, adenoca mucinosum dan signet ring cell ca d. Grade IV: Sel tumor berstruktur kelenjar <5% Penatalaksanaan:
20
Bedah baik kuratif maupun non kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan penyebaran local maupun jauh. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Prosedur lebih radikal, tumor diangkat secara en block bersama pedikel vascular dan struktur limfatik, batas reseksi usus harus adekuat, 10 cm di proksimal tumor , 5 cm di distal tumor Tindakan bedah sbb: a. Tumor sekum atau kolon ascendens atau tumor di fleksura hepatikahemikolektomi kanan b. Tumor kolon transversumreseksi kolon transversum c. Tumor kolon descendenshemikolektomi kiri d. Tumor sigmoidreseksi sigmoid e. Tumor rectumrule of third 1/3 proksimal-jarak >12 cm dari anal verge (reseksi anterior); 1/3 tengah-6-12 cm dari anal verge (reseksi anterior rendah dengan mempertahankan sfingter anus); 1/3 distal-<6 cm dari anal verge (amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Queno Miles (rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rectum melalui abdomen). Tindakan bedah non kuratif (paliatif), bertujuan mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jila tumor inoperable maka : kolostomi pada proksimal tumor dan pintasan ilio-kolostomi. Tindakan non bedah (paliatif): radiasi pada ca rectum dan kemoterapi.
Penyulit Obstruksi. - Obstruksi kolon kiri → sering tanda pertama karsinoma kolon - Kolon bisa sangat dilatasi terutama sekum dan kolon asendens → tipe “Close Loop Obstruction / Dileptic Obstruction” Perforasi. - Perforasi terjadi disekitar tumor karena sentral nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang menyebabkan tekanan dalam rongga kolon makin meninggi tipe “Perforasi Dileptik” - Mengakibatkan peritonitis → bila tidak cepat ditolong akan fatal Prognosis Dinilai berdasarkan 5-year survival rate. Prognosis ditentukan berdasarkan : ♥ Staging ♥ Derajat histopatologi ♥ Derajat diferensiasi ♥ Ada tidaknya invasi vaskuler atau perineural ♥ Ada tidaknya obstruksi atau perforasi ♥ Aneuploidi sel-sel tumor ♥ Mucin-producing dan signet cell tumors (intercytoplasmic mucin) ♥ Peningkatan kadar CEA
Hemoroid Pelebaran vena di dalam pleksus vena hemoroidalis: a. Hemoroid interna: pelebaran pleksus v hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa
21 b. Hemoroid eksterna: pelebaran pleksus v hemoroidalis inferior di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus. DEFINISI ♦ Hemorrhoid → adanya prolapsus bantalan anus (Anal Cushion) → Dilatasi satu/ lebih segmen vena dalam pleksus hemoroidalis ♦ Nama lain : wasir, ambein, pila, piles ♦ Pria > wanita (2:1) → Terutama usia >50 tahun ♦ Posisi primer: jam 3, 7 dan 11. Penyebab: 1. BAB yang tidak teratur dank erassering mengedan waktu defekasi. 2. Hamil 3. Penyakit liver 4. Makan rendah serat Gejala klinis: 1. Nyeri yang hebat jarang berhubungan dengan hemoroid interna, dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis 2. Perdarahan saat BAB merupakan tanda utama hemoroid internakarena trauma oleh feses yg kerasperdarahan yg merah segar yang ridak bercampur dengan fesesperdarahan berulang menyebabkan anemia. 3. Prolaps awalnya hanya pada waktu defekasi dan dapat masuk lagi, namun akhirnya prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi. 4. Iritasi kulit perianal karena rangsangan mucuspruritus ani. Pemeriksaan: 1. Colok dubur: HI tidak dapat teraba sebab tek vena dalamnya tidak cukup tinggi, colok dubur hanya untuk menyingkirkan kemungkinan Ca rektum’ 2. Anoskopi: untuk HI yang tidak menonjol keluar, anoskop dimasukkan dan dapat dilihat bila ada penonjolan 3. Proktosigmoidoskopi: mencari kemungkinan kelainan di tempat yg lebih tinggi. Dd: perdarahan rectum yang merupakan maifestasi utama HI juga terjadi pada: Ca colorectal,m divertikel,polip, colitis ulserativa. Untuk membedakannya lakukan pemeriksaaan proktosigmoidoskopi, atau dapat dilakukan foto barium kolon dan kolonoskopi. Klasifikasi Hemoroid interna derajat 1: Perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, belum ada prolaps derajat 2;Prolaps menonjol melalui kanal anal saat mengedan ringan namun dapat masuk kembali secara spontan derajat 3: Hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali sesudah defekasi derajat 4: hemoroid yang menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk lagi (strangulasi /thrombosis. Penatalaksanaan: A. Penanganan Non Invasive. Pencegahan (Prevention) → Hindari konstipasi kronik, Hindari makanan pedas, Diet “Bulk Laxatives” , Hindari mengedan saat defeksi, Jangan memakai pencahar. Medikamentosa Menghentikan perdarahan, gatal, nyeri. Memperbaiki defekasi : suplemen fiber dan pelunak feces (stool softener). B. Penanganan Invasive. I. Minimal Invasive (Instrumentasi)
22 Skleroterapi Rubber band ligation Cryosurgery Infra Red Coagulation Stapled hemorroidopexy II. Operative → Penanganan Irreducible Prolapsed Hemoroid Prolaps Anal Cushion → Fungsi sudah tidak efektif untuk mempertahankan kontinensia → kerusakan fungsi motoris. Therapi Pembedahan ( Hemmoroidectomy ) : 1. Open Hemmoroidectomy ( Milligan Morgan ) 2. Submukosa Hemmoroidectomy ( Parks ) 3. Close Hemmoroidectomy ( Ferguson ) 4. Whitehead 5. Langenback Ferguson (Close Hemoroidectomy) C. Penanganan nyeri pasca operasi ♦ Pasca operasi hemoroidektomi sangat nyeri. ♦ Metode penanganan nyeri pasca operasi: Berikan anastesi yang baik, Analgesi yang adekwat, Bulk laxative dan “sitz bath”, Gunakan diatermi D. Penanganan perdarahan pasca operasi ♦ Ditemukan sekitar 3,3% – 6,7% ♦ Jarang ditemukan kurang dari 24 jam pasca operasi ♦ Perdarahan sekunder pada hari ke 7 – 14 pasca operasi → terjadi sepsis pedikel hemoroid atau terjadi robekan luka operasi saat defekasi ♦ Penanganan : Adrenalin anal pack,Baloon catheter tamponade, Injeksi adrenalin 1 : 10.000 submukosa Hemoroid Interna (dari De Jong) 1. HI derajat 1 dan 2: beri nasihat untuk diet makanan yg tinggi seratmudah defekasi, selain itu kombinasikan dengan skleroterapimenyuntikan larutan kimia yg menyebabkan peradangan steril jar fibrotic dan parut. 2. Ligasi dengan karet/baron: dengan anoskop, mukosa diatas hemoroid yg menonjol dijepit,ditarik,dihisap dengan tabung ligatorgelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tsbnekrosisfibrosis dan parut pada pangkal hemoroid. 3. Bedah beku 4. Hemoroidektomi: untuk HI derajat 3 dan 4. Eksisi sehemat mungkin hanya pada jaringan yang benar2 berlebihan pada anoderm dan kulit normal dengan tidak mengganggu sfingter ani. 5. Dilatasi anus cara Lord’ 6. Metode operasi baru hemoroidektomi dengan menggunakan stapler. Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis: Pada keadaan ini bukanlah hemoroid dalam arti yg sebenarnya, tetapi merupakan thrombosis v hemoroid eksterna yang terletak subkutan di daerah kanalis analis. Trombosis terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya saat mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengedan, atau partus. Vena lebar mengalami penjepitan sehingga tertjadi thrombosis. Intinya: tekanan tinggi (mengejan)pelebaran venaterjepit kanal analtrombosishemoroid eksterna Gejala Klinis: benjolan di bawah kulit kanalis anal yang nyeri sekali, tegang,berwarna kebiruan,ukuran mm-1-2 cm. benjolan bisa rupture dan perdarahan. Terapi:
23 1. Keluhan nyeri dikurangi dengan rendam duduk dalam air hangat, salep analgesic 2. Pasien datang <48 jam dapat ditolong dengan mengeluarkan thrombus atau melakukan eksisi lengkap secara hemoroidektomi dengan anestesi local. 3. Bila thrombus sudah terorganisir dan tidak dapat dikeluarkan, terapi konservatif merupakan pilihan. 4. Jangan melakukan reposisi hemorid eksterna yang mengalami thrombus sebab kelainan ini terjadi pada struktur luar anus.
Varises Anatomi Pembuluh Vena Pada tungkai terdapat 3 macam sistem vena yang mempunyai arti klinis: 1. Sistem vena superficialis (dangkal): vena saphena magna dan vena saphena parva 2. Sistem vena dalam: vena femoralis dan vena poplitea 3. Sistem vena komunikans/perforans: yang menghubungkan dangkal dengan dalam. Sistem vena superficial dihubungkan ke sistem vena dalam melalui 3 lokasi berikut: 1. Vena perforans/komunikans:
2. Saphenofemoral Junction (SFJ): terletak di lipat paha yaitu pertemuan/muara dari V saphena magna ke Vena femoralis 3. Saphenopopliteal Junction (SPJ): terletak dibelakang lutut, yaitu pertemuan/muara dari V safena parva ke dalam vena popliteal
24 Aliran Sistem vena:
Patofisiologi: Yang mempengaruhi terjadinya kelainan dan gangguan aliran vena ialah keutuhan katup di ketiga sistem vena: 1. Kebocoran katup di sistem vena dangkaltek hidrostatik meningkatpelebaran vena dangkalmenambah kebocoran katup 2. Kebocoran katup di sistem komunikansdarah diperas dari sistem vena dalam ke dangkaltek hidrostatik vena dangkal meningkatpelebaran vena dangkalmakin banyak katup yg bocor 3. Kebocoran sistem vena dalam dan komunikansaliran balik dari proksimal ke distalvena dangkal makin melebar. Etiologi: 1. Primer karena inkompeten katup vena di SFJPeningkatan tekanan darah pada vena (venous hypertension) pelebaran vena dangkal 2. Sekunder: a. DVT:terjadi obstruksi kronik vena dalam b. Kehamilan : uterus yang mengkompresi vena cava inferioraliran balik susah 3. Kongenital: malformasi vena Kalo di slide, etiologi dari kebocoran katup yang menyebabkan varises ialah: DVT,lifestyle:missal berdiri terlalu lama,genetic, obese,kehamilan. Bila telah terjadi pelebaranudem,stasis,hipoksemiamenjadi dasar terbentuk penyulit berupa trombossis,gangguan penyembuhan luka dan tukak. Gambaran Klinis: Gejala yang terjadi biasanya karena peningkatan tekanan darah (venous hypertension) seperti rada nyeri,terbakar,bengkak, ulkus yang tidak sembuh. Stadium Varises: Stadium Gambaran Klinis 1 Keluhan samar tidak khas 2 Pelebaran vena 3 Varises tampak jelas
25 4
Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindroma insufisiensi vena menahun Sindroma insufisiensi vena kronik: Derajat Tanda 1 Pelebaran vena 2 Hiperpigmentasi dan atrofi kulit 3 Ulkus varikosum Insufisiensi kronuk vena menyebabkan adanya udema, stasis,hipoksemia yang menyebabkan penghambatan pada penyembuhan suatu luka. Dengan berbagai uji, misalnya uji tradelenburg dan uji perthes, dinilai derajat dan ketinggian insufisiensi katup vena. Treatment: 1. Konservatif dengan pemasangan pembalut/stocking: setelah kaki diangkat untuk mengosongkan vena dan meniadakan udem, dipasang pembalut berupa kaus kaki khusus yang dibuat menurut ukuran lingkaran tungkai penderita dan anjurkan untuk berjalan. 2. Terapi suntikan sklerosis hanya efektif untuk varises kecil yg terbatas tidak untuk yang lebih luas spt pada insufisiensi katup SFJ atau SPJ. 3. Untuk kasus insufisiensi katup SFJ dan SPJ: lakukan ligasi tinggibiasanya selain ligasi tinggi vena saphena magna dan parva dikeluarkan seluruhnya dengan bantuan alat kawat yang dimasukkan di vena saphena magna di setinggi maleolus medialis di pergelangan kaki sampai keluar di setinggi lipat paha sehingga dapat dicabut langsung dari atas ke bawah.
Ikterus Ikterus (Bila kadar bilirubin dalam darah > 2 mg%) Metabolisme Bilirubin Normal: Bilirubin mrp suatu pigmen yg tdd senyawa tetrapirol yg berasal dari pemecahan eritrosit yang tuahemebil unconjugated (+ albumin)hepar(oleh asam glukoronat dgn bantuan enzim glukoronil transferase menjadi bil conjugated)usus (sebagian oleh usus besar diubah mjd bil unconjugatedsterkobilin feses dan ada pula yg diserap usus masuk sirkulasi porta kembali ke hepar dan ada pula yang ke ginjal menjadi urobilinogen). Penyakit gangguan metabolisme bilirubin 1. Ikterus dengan unconjugated bilirubin yang meningkat: a. pre hepatik: hemolisis (ikterus hemolitik) Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin indirek, bila faal hati normal maka semua bil indirek diubah menjadi bil direk dan dikeluarkan dalam usus sehingga sterkobilin meningkat, urobilin meningkat. Tidak terjadi peningkatan bilirubin direk sehingga bilirubinuria (-). Ikterus tidak terlalu nampak karena pada keadaan hemolisis berat kadar bilirubin jarang melebihi 3-5 mg%. b. hepatik: gangguan uptake oleh hati (penyakit Gilbert) dan Gangguan aktivitas glukoronil transferase (Crigel Najar) 2. Ikterus dengan Conjugated Bilirubin yang meningkat a. hepatik: gangguan sekresi bilirubin (Sindroma Rotor), kolestasis intra hepatik(hepatitis akut, penyakit hati karena alkohol, keracunan obat, hepatitis autoimun, sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan)
26 Pada kolestasis intra hepatik (disebut juga ikterus parenkimatosa) terjadi kerusakan pada sel hepar sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek, sterkobilin dan urobilin (+) dan birirubinuria (+). Gejala yg timbul mirip kolestasis ekstrahepatik. b. post hepatik: kolestasis post hepatik / kolestasis obstruktif Penyebabnya batu duktus koledukus (batu empedu), kanker pankreas, striktur pada duktus koledukus, ca duktus koledukus,pankreatitis, kolangitis sklerosing. Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek normal, sterkobilin dan urobilin (-), bilirubinuria (+). Gejala Klinis dari kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik sama yakni: efek back up dari konstituen empedu (bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan gagal dieksresi ke usus halus. Hiperbilirubinemia bil konjugated perubahan warna kulit (ikterik), urin gelap, tinja pucat. Peningkatangaram empedu di sirkulasi gatal (pruritus), garam empedu bergungsi untuk penyerapan lemak dan vit K sehingga bila kolestasis dapat terjadi steatorrhea dan hipoprotrombinemia dan bila berlangsung lama misal pada sirosis hati bilier primer dapat terjadi gangguan penyerapan calsium, vit D yang menyebabkan osteoporosis dan osteomalacia. Retensi kolesterol menyebabkan hiperlipidemia. Gejala dari kolestasis kronik: pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus, perdarahan diatesis, sakit tulang, dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma).
Kolelitiasis (batu kandung empedu) Definisi: merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih batu empedu dan umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu (koledokolitiasis) dan disebut juga sebagai batu saluran empedu sekunder. Patogenesis dan Tipe Batu Menurut gambaran mikroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor, yaitu: 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70% Normalnya, kolesterol yang tidak larut air akan dibuat menjadi larut air dengan mengkombinasikan dengan garam empedu dan lesitin untuk membentuk misele. Supersaturasi empedu dengan kolesterol shg membntuk batu empedu biasanya terjadi karena sekresi kolesterol yang berlebihan (pada penderita obesitas atau diabetes melitus), atau karena kurangnya sekresi garam empedu (pada penyakit fibrosis kistik karena malabsorbsi dari garam empedu), atau dalam hal sekresi lesitin (pada penyakit genetik yang jarang dan menyebabkan kolestasis intrahepatik familial). 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung cabilirubinate sbg komponen utama 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi. Karakteristik: small, hard gallstones composed of Ca bilirubinate and inorganic Ca salts (eg, Ca carbonate, Ca phosphate). Factors that accelerate their development include alcoholic liver disease, chronic hemolysis, and older age.
27
Patofisiologi batu kolesterol: Supersaturasi kolesterol empedu. Normalnya konformasi kolesterol dalam empedu ialah misel, namun bila terjadi supersaturasi koleseterol akan berbentuk vesikel yang mudah menjadi Kristal. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya supersaturasi kolesterol: - Hipersekresi kolesterol oleh karena peningkatan uptake kolesterol hepatic, peningkatan aktivitas HMG-CoA yang menyebabkan biosintesis kolesterol meningkat. - Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relative cadangan asam empedu, dimana asam empedu ada 3 macam primer, sekunder, tersier. Terjadi peningkatan asam empedu sekunder yang mengandung asam deoksikolik yang justru meningkatkan sintesis dan sekresi kolesterol. - Defek sekresi dan hiposintesis fosfolipid (lesitin) untuk membantu solubilisasi kolesterol. Hipomotilitas kantung empedu. Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuasi empedu ke dalam usus proses absorpsi air dari empedu oleh dinding mukosa lebih cepat dari evakuasi empedu peningkatan konsentrasi empedu pengendapan lumpur empedu (sludge) proses litogenesis empedu. Stasis kandung empedu terjadi pada kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan mendadak. Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol. Hipersekresi mukus di kantung empedu Patofisiologi batu berpigmen hitam Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase-β endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas “buffering” asam sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam. Patofisiologi batu berpigmen coklat Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu. Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen. Gejala Kolelitiasis: Gejala dari kolelitiasis ini didasarkan pada perjalanan penyakitnya sendiri yakni dimuali dari tahap asimptomatiknyeri kolik bilierkomplikasi.kolelitiasis (terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga
28 menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi progresif) Asimptomatik: Studi perjalanan penyakit selama 20 tahun memperlihatkan dari 1307 pasien batu empedu selama 20 tahun :50% tetap asimptomatik, 30% kolik bilier, 20% komplikasi Nyeri Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat diperkirakan. Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah, muncul biasanya setelah makan 30-90 menit ( Kolik pasca Prandial) Komplikasi: a. Timbul kolesistitis: Murphy sign positif (nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam), demam b. Obstructive jaundice: deep ikterik, pruritus c. Cholangitis/peradangan CBD: Trias Charcot yakni nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus, dan demam. d. Hidrops vesica felea (Corvousier law)terabanya vesica felea tanpa nyeri. Laboratorium: Darah rutin, urin, tinja - Kolesistitis akutleukositosis Tes faal hati: bilirubin total dan direk, SGOT/SGPT, ALP, GGT, kolesterol, PT - Sindroma Mirizzi kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. - Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. - Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. Radiologis Foto polos: - 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak - Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika USG Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. Kolesistografi oral Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
29
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu CT scan
Penatalaksanaan: Prinsip adalah: Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak Dilakukan tindakan definitive bila: batu multiple, ukuran batu >…. Cm, nyeri berulang >…., timbul komplikasi misal ikterik Penatalaksanaan Medikamentosa: 1. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2. Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). Penatalaksanaan Bedah: 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10 2. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 8090% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 10 Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
30 Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10 3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10 4. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10 5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.18 Dd: Peptic Ulcer Disease, gastroesophagal reflux, irritable bowel syndrome, dan hepatitis. Komplikasi: kolesistitis, kolangitis, pankratitis
Kolesistitis Definisi: radang kandung empedu (gallbladder) yang bisa berupa akut maupun kronik. Kolesistitis Akut Merupakan radang kandung empedu yang terjadi secara akut yang berkembang selama beberapa jam. Etiologi dan patogenesa: Faktor yang menmpengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Adapun penyebab utama: 1. Batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu. Bagaimana stasis di duktus sistikus dpt menyebabkan kolesistitis akut?? Jawabnya: diperkirakan bbrp faktor yg berpengaruh spt kepekatan cairan empedu, kolesterol lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 2. Sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Beberapa faktor risiko: pasien yang dirawat lama dan mendapat nutrisi secara parenteral atau berpuasa terlalu lama (keduanya disebabkan karena stasis empedu), sumbatan karena keganasan kandung empdeu, sumbatan di saluran empedu, atau merupakan komplikasi dari penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus. Gejala dan Tanda
31 1. Serangan kolik biler (RUQ atau nyeri epigastrik) muncul tiba2, bersifat menetap dan dan makin memburuk hal ini membedakan dengan kolelitiasis yang dimana nyeri kolelitiasis muncul hilang timbul, nyeri timbul perlahan mencapai puncak dan kemudian menghilang. 2. Nyeri alih (refferd pain) menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda (nyeri alih ini berhubungan iritasi diafragma yg berhubungan dengan C3 dan C4 spinal nerve yang juga menerima sinyal dari bahu (shoulder)). 3. Muntah sering terjadi, peningkatan suhu tubuh namun hanya low grade. 4. Setelah beberapa jam dapat ditemukan tanda murphy saat palpasi. Caranya: letakkan dua jari di atas RUQ dan kemudian minta pasien untuk bernapas dalam. Hal ini akajn menimbulkan rasa sakit/nyeri yg disebabkan karena saat inspirasi, kandung empedu yang meradang akan bersentuhan dengan jari. Hasil test positif apabila saat tes di LUQ hasilnya tidak nyeri. 5. Palpable RUQ mass pada 20 % kasus 6. Dapat terjadi ikterus derajat ringan pada 20% kasus (bil <4mg/dL), namun apabila batu berpindah dari duktus sistikus ke saluran empedu, maka akan terjadi ikterus obstruktif yang ditandai dengan konsentrasi bilirubin yang tinggi serta terjadinya kolangitis. 7. Untuk kolestitis akalkulus akut, gejala mirip degan kolestitis akut, namun pasien biasanya dalam keadaan yang sangat kesakitan dan tidak dapat berkomunikasi secara jelas. Tingkat mortalitas mendekati 65% bila tidak segera ditangani. Pemeriksaan Lab: leukositosis, kemungkinan peningkatan serum transaminase dan alkali fosfatase. Diagnosis: 1. Transabdominal USG: sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%. 2. Cholescintigraphy (skintigrafi saluran empedu) mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah daripada USG. Terlihatnya gambaran duktus koledukus (saluramn empedu) tanpa adanya gambaran kandung empedu sangat menyokong diagnosa kolesistisis akut. 3. CT scan abdomen kurang sensitif tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yg masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Dd: pankreatitis akut, apendisitis (retrosekal), pyelonefritis, penyakit ulkus, hepatitis, abses hepar. Komplikasi: Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Curiga bila gejala memberat disertai leukositosis berat, keluhan nyeri bertambah hebat, demam tinggi dan menggigil. Treatment: 1. Pengobatan suportif: istirahat tota di RS, Pasang infus, beri obat analgetik (NSAID, spt ketorolac atau gol opiat), beri antibiotik untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septicemia (cefuroksim 1,5 g/8h IV) 2. Kolesistektomi: dapat dilakukan secepatnya (dalam 3 hari/72 jam), bila: diagnosis sudah jelas, pasien resiko rendah bila dipoerasi, pasien tua atau penderita diabetes yg cepat dapat mengalami komplikasi infeksi, atau pasien yg sudah mengalami empiema,gangrene,perforasi atau alkalkulus
32 kolesistitis. Sementara itu dapat juga dilakukan lebih lambat setelah 6-12 minggu bila kondisi pasien belum stabil atau yang menderita penyakit kronik yg beresiko tinggi bila dibedah. Biasanya dipakai kolesistektomi laparoskopik.
Kolesistitis Kronik: Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis. Etiologi: Hampir sering disebabkan oleh batu empedu, dan biasanya diawali oleh kolesititis akut yang terjadi berulang-ulang .Kerusakan bervariasi mulai dari infiltrasi dari sel inflamasi kronik, sampai fibrosis dan kalsifikasi yang luas dan disebut porcelain gallbladder. Gejala dan tanda: Diagnosis sering sulit ditegakkan karena gejala sangat minumal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan anusea khususnya setelah makan makanan berlemak. Adanya riw batu empedu dikeluarganya.ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda murphy positif. Pencitraan: kolesistografi oral, USG, kolangiografi memperlihatkan adanya kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrogade Choledochopancreaticography (ERCP): menunjukkan adanya batu di kandung maupun sal empedu. Treatment: lakukan kolesistektomi bila symtpmatic.
Kolangitis Definisi: peradangan pada saluran empedu (CBD/ common bile duct) Etiologi: Disebabkan karena obstruksi lumen saluran empdeu secara menyeluruh. Obstruksi ini umunya disebabkan karena batu saluran empedu (koledokolitiasis) namun juga dapat disebabkan karena penyebab obstruksi lain seperti tumor. Obstruksi lumen akan menyebabkan masuknya bakteri secara ascending dari duodenum. Umumnya mrp organisme gram negatif seperti E.coli, Klebsiela sp., Enterobacter sp., jarang berupa gram positif spt Enterococcus, dan mixed anaerobes seperti Bacteroides sp., dan Clostridia sp. Gambaran Klinis: Gambaran Klinis Kolangitis akut yang klasik adalah trias Charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus, dan demam yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias Charcot yang disertai hipotensi, oligouria, dan gangguan kesadaran. Diagnosis kolangitis: berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan lab untuk leukositosis dan kultur darah untuk terapi antibiotik. Dd: kolesistitis akut, abses hepar,PUD, pankreatitis, batu ginjal kanan, pyelonefritis, hepatitis. Terapi: Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa, dimana dibutuhkan drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: (a) memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, (b) terapi antibiotik parenteral, (c) drainase empedu yg tersumbat dengan menggunakan drainase endoskopik (ERCP). Alurnya: pasien kolangitis diterapi dulu konservatif denga rwsusitasi dan antibiotika, kemudian evaluasi: a. Membaik: ERCP elektif lalu lanjt kolsistektomi laparoskopik
33 b. Memburuk: segera ERCP darurat untuk drainase dan bersihan batu lalu lanjut kolesistektomi laparoskopik.
Limpa Anatomi: Limpa terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen, menempel pada permukaan bawah diafragma dan terlindung oleh lengkung iga. Vaskularisasi: darah arteri dipasok melalui arteri lienalis. Darah balik disalir melalui v.lienalis yang bergabung dengan v.mesentrika superior membentuk vena porta. Faal: Pada janin usia3-8 bln, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. PAda orang dewasa limpa berfungsi untuk filtrasi darah, artinya sel yang tidak normal, artinya sel yang tidak normal diantaranya eritrosit,leukosit, dan trombosit tua ditahan disana dan kemudian dihancurkan oleh RES disana. Patofaal: Hipersplenisme bila fungsi filtrasi oleh limpa yang berlebihan terhadap sel dalam darah. Pemeriksaan: Normalnya limpa tidak teraba pada pemeriksaan abdomen, tetapi kadang teraba. Pada pemeriksaan perkusi jarang ditemukan pekak limpa bila besar limpa ialah normal. Bila organ ini membesar, pemeriksaan perabaan dan perkusi menjadi positif. Secara klinis pembesaran limpa dikelompokkan menurut Schuffner yaitu S I – S VII (dapat diliat di de joong, hal 608, gambar 34-1.
Ruptur limpa Etiologi: kecelakaan maupun kekerasan yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Bisa juga iatrogenic maupun spontan karena penyakit limpa. Patologi: Kerusakan limpa dikelompokkan atas jenis rupture kapsul, kerusakan parenkim, laserasi luas sampai ke hilus, dan avulse (terobek lepas) limpa. Diagnosis: 1. Rudapaksa dalam anamnesis 2. Tanda kekerasan di pinggang kiri atau perut kiri atas 3. Patah tulang iga kiri bawah 4. Tanda umum perdarahan (hipotensi,takikardi,anemia) 5. Tanda masa di perut kiri ats 6. Tanda iritasi peritoneum local yaitu tandas kehr yakni nyeri alih (reffered pain) melalui nervus frenikus ke puncak bahu kiri jika ada rangsangan pada permukaan bawah peritoneum diafragma. Tanda ini sangat penting pada cedera perut atau toraks bagian bawah sebelah kiri. Nyeri ini dapat timbui pada posisi tradelenburg. Penatalaksanaan: Splenorafi (pinggir spleen yang dijahit) adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Splenektomi Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan. Splenektomi dilakuakn hanya atas indikasi tertentu: Dilihat di dejoong hal 613 gambar 34-6.
34 Splenektomi total harus selalu diikuti dengan reimplantasi limpa yang merupakan suatu autotransplantasi. Dengan membungkus pecahan parenkim limpa dan menanmnya dengan harapan akan tumbuh kembali. 2. Hipersplenisme Gambaran klinisnya terdiri atas anemia, leucopenia, trombositopenia, atau pansitopenia yang disertai kompensasi berupa hyperplasia sumsum merah. Hipersplenisme dapat disertai splenomegali, dapat juga tidak, sedangkan splenomegali sendiri bisa primer dan bisa sakunder. Slenomegali primer adl pembesaran limpa yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan slenomegali sekunder merupakan pembesaran limpa akibat suatu patologi spr malaria, sirosis hati, atau infeksi, misalnya demam tifoid.
Pankreas Anatomi pancreas Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang gaster dalam ruang peritoneal. Sistema saluran pancreas Saluran pancreas utama wirsung dari di hulu pancreas bergabung dengan saluran empedu (duktus koledokus di ampula hepatiko-pankreatika untuk selanjutnya bermuara di papilla vater. Saluran pancreas asesorius santorini bermuara di papilla minor kira2 2 cm proksimal dari papilla mayor. Fisiologi: Fungsi eksokrin: beberapa enzim pencernaan seperti enterokinase (mengubah tripsinogen menjadi tripsin), tripsin (mengubah kimotripsinogen menjadi kimotripsin), lipase (memecah lemak menjadu asam lemak dan gliserol), amylase (mengubah zat tepung menjadi disakarida dan dekstrin). Bila sekresi cairan pancreas tehentikeadaan steatore Fungsi endokrin: sel alfa menghasilkan glucagon, sel beta menghasilkan insulin, sel delta menghasilkan polipeptida pancreas , gastrin, somatostatin.
Kelainan Bawaan pancreas 1.Pankreas anulare Tonjolan ventral dan dorsal pancreas yang melingkari duodenum membentuk anular (cincin kecil) shg menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum. Gejala dan tanda obstruksi duodenum: nyeri perut, mual,muntah berwarna hijau. 2. Pankreas heterotopik dimana jaringan pancreas dapat ditemukan hampir sepanjang saluran cerna, tp paling sering di lambung dan divertikulum Meckel. 3.Pankreas divisum: Sistem saluran santorini dan wirsung tidak berhubungan shg bpankreas bgn dorsal dan ventral bermuara di duodenum scr terpisah. 4.Pankreas fibrokistik: kisat pancreas.
Trauma Trauma tumpul pancreas terjadi akibat pancreas yang letaknya terfiksasi (inget retroperitoneal) sehingga mudah terjepit di antara tulang vertebra di belakang sebagai landasannya. Trauma tajam oleh pisau biasanya menimbulkan kerusakan yang tidak terlalu hebat disbanding dengan trauma tumpul. Trauma akibat peluru dapat menimbulkan kerusakan yang bergantung pada pelurunya. Gambaran klinis
35 Keluhan nyeri yang kontinu disertai dengan rangsangan peritoneum, demam, serta ileus paralitik Diagnosis: Laparatomi eksplorasi atas indikasi (perdarahan intraabdomen) dilakukan untuk meemastikan adanya kerusakan pancreas. USG dan CT scan sangat membantu menentukan diagnose kelainan pancreas. Pemeriksaan lavase peritoneal diagnostic dapat membantu menegakkan diagnosis bila ditemukan cairan atau sel darah merah berjumlah 100.000 sel/mm3 dengan kadar amylase yang tinggi.
Pankreatitis Pankreatitis akut Patologi: Radang pancreas yang disebabkan kebanyakan bukan karena infeksi bakteri atau virus, namun akibat autodigesti oleh enzim pancreas yang keluar dari saluran pancreas. Faktor sumbatan saluran pancreas yang menyebabkan refluks diduga kuat sebagai penyebabnya. Pankretitis dapat berupa: 1. Pankreatitis akut Adalah inlamasi akut pada pancreas yang disertai oleh gangguan pada berbagai organ jauh lainnya seperti paru,ginjal dan jantung. Terdapat dua bentuk patologis dari Pankreatitis akut yakni: pankreatitits ringan atau intersitiel atau udematus: yang ditandai oleh adanya edema intersitiel dan infiltrasi sel PMN pankreatitis berat: yang ditandai oleh nekrosis fokal atau difus Pankreatitis ringan dapat sembuh sendiri tanpa adanya komplikasi organ lain, sebaliknya pancreatitis berat sering disertai dengan infeksi dan gangguan sistemik (kegagalan faal paru,ginjal, jantung) 2. Pankreatitis kronik Pankreatitis yang sifatnya progresif,menetap dan berulang. Pada pancreatitis kronik, terjadi kerusakan parenkim dan system duktus pancreas yang tak berpulih dan disertai fibrosis. Patogenesisnya tidak jelas meskipun ketagihan alcohol sering berperan kausal. Etiologi 1. Salah satu yang menyebabkan tersumbatnya saluran empedu ialah batu empedu (kolelitiasis) yang menyebabkan trauma sewaktu pasase batu. 2. Garam empedu yang yang mengalami konjugasi dan lisolesitin juga mrp factor kausal pancreatitis akibat refluks caian empedu ke dalam saluran pancreaskerusakan ddg pancreasautodigesti. 3. Penggunaan alcohol berlebihan. Alkohol menambah konsentrasi protein dalam cairan pancreas dan mengakibatkan endapan yang merupakan inti untuk terjadinya kalsifikasi yang selanjutnya menyebabkan tekanan intraduktal lebih tinggi. Selain itu defisiensi protein pada peminum alcohol menyebabkan degenerasi, atrofi, dan fibrosis pancreas yang sering berakhir dengan pancreatitis kronik. 4. Pankreatitis pascabedah dapat disebabkan oleh lengan lintang pipa penyalir T yang terlalu panjang melewati sfingter oddi, operasi gastrektomi, dan cedera saluran pancreas atau pembuluh darah sewaktu operasi. 5. Kadang ditemukan hubungan antara penyakit hiperparaitroidi dengan pancreatitis. Dalam keadaan ini, gejala pancreatitis dapat merupakan tanda pertama dari hiperparatiroidi.
36 6. Spasme dan sumbatan pembuluh darah arteri, 7. Bermacam-macam racun spt metilakohol,seng oksida,kobal klorida,dan klortiazid dapat menyebabkan kerusakan pada pancreas. 8. Virus coxsackie dapat menyebabkan pancreatitis. Gambaran klinis Serangan pancreatitis biasanya timbul setelah makan kenyang atau setelah minum alcohol. Serangan berupa nyeri di pertengahanh epigastrium dan menembus ke belakang . Keluhan lian seperti muntah tanpa didahului mual saat lambung kosong. Pemeriksaan fisik: 1. Perut tegang (defans muscular) dan nyeri-nyeri tekan. 2. Demam,takikardia,dan leukositosis. 3. Syok terjadi bila banyak darah dan cairan yg hilang apalagi bilas disertai muntah. 4. Rangsangan cairan pancreas menyebar ke perut bawah atau ke rongga dada kiriefusi pleura kiri. 5. Tanda ileus paralitik 6. Gangguan fungsi ginjal akut dapat pula ditemukan. 7. Ikterus akibat pembengakakan hulu pancreas atau hemolisis sel darah merah. 8. Tetani timbul bila terjadi hipokalsemia 9. Tanda yang menunjukkan luasnya perdarahan retroperitoneal: 9.1. Tanda culenbercak darah daerah pusar 9.2. Tanda gray-turnerperubahan warna di daerah perut samping berupa bercak darah. Pemeriksaan laboratorium 1.Kadar amilase Kadar amylase darah yang tinggi dan juga amylase urin dalam dua jam yang meninggi menyokong diagnosis pancreatitis akut. (kadar amylase cairan peritoneum meninggi pd hr ke-3; kadar amylase dlm serum plg tinggi pd hr ke-2 dan ke-4; kadar amylase urin meninggi bersama dgn kadar amylase serum namun penurunan kadarnya lebih lambat) Namun karena kolestitis akut,perforasi ulkus peptikum, obstruksi strangulasi usus halus, kehamilan ektopik,parotitis epidemika dan demam dengue juga memiliki kadar amylase serum yang meningkat, maka yang lebih meningkatkan rasio diagnosis rasio amylase dan bersihan kreatinin, yaitu dapat dipastikan tidak ada pancreatitis bila lebih dari 5. 2.Kadar kalsium turun lebih kecil dari 7,5 mg/dl prognosis pancreatitis akut berat. 3. Kadar lipase serum lebih spesifik daripada amylase karena hanya dihasilkan oleh pancreas . 4. Peningkatan serum alanin transferase >150Ul/l memiliki spesifitas 96% untuk mendiagnosis pancreatitis karena batu empedu. 5. Kadar gula darah dapat meninggi atau normal. Pemeriksaan Pencitraan 1. Ultrasonik ekografi 2. CT scan: pemeriksaan terbaik karena dapat dilihat adanya nekrosis,abses,maupun pancreatitis tanpa nekrosis.
37 Prognosis: Prognosis dapat diramalkan berdasarkan tanda pada waktu pemeriksaan pertama dan 48 jam kemudian menurut criteria Ranson. Kriteria Ranson: Dapt dilihat di de joong hal 601 tabel 33-3. Penatalaksanaan: 1. Pemberian cairan dan elektrolit 2. Transfusi darah pd pancreatitis hemoragik 3. Pemberian insulin dosis rendah bila ada hiperglikemia 4. Pemberian kalsium glukonat bila kalsium serum menurun. 5. Antibiotik diberikan krn ada kemungkinan terjadi abses pancreas 6. Analgesik 7. Pengambilan batu empedu dgn koledokotomi bila penyebabnya ialah batu empedu. 8. Tindak bedah: debridement pada bagian nekrotik,mencuci dan membilas sebersih mungkin rongga peritoneum dari bairan pancreas,disertai pemasangan beberapa penyalir. Secara singkat alur penangannya sbb; Pasien dipuasakan utk mengistirahatkan pancreaspasang infuseNGTAntibiotikPantau cairan dan elektrolit,hipokalsemia,ventilkasiLaparotomi(debridement dan penyaliran) Komplikasi: 1. Yang paling sering ialah: syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan perubahan kardiovaskular serta perubahan sirkulasi ginjal. 2. Kegagalan fungsi paru kadang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya toksin yg merusak jaringan paru menyebabkan ARDS, selain itu juga terjadi efusi pleura umumnya di sebelah kiri. 3. Nekrosisabsesinfeksi sekunder menjadi syok septic. 4. Komplikasi perdarahan. 5. Pseudokista pancreas daoat timbui setelah lebih dua minggu perjalanan pancreatitis akut. Kista semu ini terjadi karena pengumpulan cairan pancreas yang dikelilingi oleh membrane jaringan ikat. 6. Kalsifikasi pancreas,DM sekunder dan steratore pd pancreatitis alcohol.
Carcinoma pancreas 1.Adenokarsinoma pancreas: Gejala dan tanda: a. Tipe obstruksi: trjd ikterus obstruksi karena sumbatan pada duktus koledukus, nyeri dan masa di epigastrium, nyeri punggung, kehilangan BB. b.Tipe non obstruksi. Penatalaksanaan adenoma pancreas Terapi bedah kuratifialah pankreatiko-duodenektomi (operasi whipple). Operasi Whipple dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi, yaitu karsinoma sekitar ampula vater,duodenum,dan duktus koledokus distal. 2. Kista 2.1. Kista sejati: misalnya kista congenital yang dibatasi oleh epitel . 2.2. Kista semu (pseudokista): Epidemiologi: Lebih dari 755 kista pancreas ialah kista semu. Etiologi: ¾ terbentuk setelah pancreatitis dan ¼ nya setelah trauma pancreas .
38 Patogenesa: Dinidng kista terdiri dari njaringan ikat. Di dalam kista terkandung cairan pancreas yang kadang bercampur darah maupun jaringan nekrotik. Lokasi kista bisa di dalam jar pancreas, sekitar pancreas di belakang mesocolon, dan ligamentum gastrokolikum. Gambaran Klinis: Gejala spt nyeri menetap, demam, ileus,mual dan muntah biasanya timbul 2/3 minggu setelah pancreatitis atau trauma dan disertai kadar amylase yang meningkat dan menetap. Dapat terjadi perdarahan esophagus bila kista membendung vena porta, selain itu teraba masa kistik di epigastrium. Diagnosis: dari pemeriksaan klinis dan pencitraan USG dan CT scan. Penatalaksanaan: Terapi konservatif dilakukan pada pasien Selama satu bulan, dikarenakan kemungkinan resorbsi pada minggu2 pertama. Namun bila setelah 6 minggu tidak mengalami resorbsi maka dilakukan tindakan bedah. Pembedahan melalui penyaliran ekstern dan intern. Penyaliran ekstern (marsupilaisasi) hanya dilakukan pada penderita yang sakit berat saja. Penyaliran intern berupa sistogastrostomi atau sistoyeyunustomi secara langsung atau secara Roux-en-Y 3.Kista neoplastik 3.1. Kista adenoma 3.2. Kista nadenoma musin. Carcinoma Pankreas Terjadi pada pasien laki2 >60 tahun (paling sering) Faktor resiko: merokok, alcohol, diabetes, pancreatitis kronik Patologi: tipe paling banyak ialah adenocarcinoma (metastase early, presentation late) Lokasi: 60% di Caput pancreas, 25% di corpus panjreas, dan 15% di cauda. Dan beberapa munculnya di ampula vateri (ampullary tumor) atau pancreatic islet cells (insulinoma, gastrinoma, glucagonoma) Etiologi: 95% pasien mempunyai mutasi genetic pada KRAS2 gen Gejala dan tanda: a. Tipe obstruksi: biasanya bila tumor letaknya di caput pancreas. Kehilangan BB. Pada 75% bisa tanpa gejala nyeri, kandung empedu dapat teraba tanpa nyeri , timbul ikterus yang disebut hokum Courvoisier. Sementara pada 25% lagi timbul nyeri epigastrium, massa epigastrium. b. Tipe non obstruksi:: untuk tumor di corpus dan cauda jarang menimbulkan ikterus. Gejala umumnya kehilangan BB, nyeri epigastrium menjalar hingga belakang dan diperingan dengan sitting forward disertai massa epigastrium. c. Metastase: Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, asites Pemeriksaan lab: Kadar bilirubin, ALP, dan SGOT/SGPT, tumor marker CA 19-9, tindakan biopsy melalui aspirasi jarum merupakan tindak diagnostic yang aman dengan akurasi 60-70%. Pemeriksaan radiologi: a. Ro thoraks: melihat metastase ke paru b. USG dan CT scan: menunjukkan adanya massa pancreas, dilatasi cabang biliar, metastase ke hepar. c. ERCP dan PTC: melihat letak obstruksi Terapi Bedah
39
a. Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum diperbaiki dengan mengoreksi nutrisi, anemia, dan dehidrasi b. Bila terjadi ikterus obstruksi total maka dilakukan penyaliran empedu transhepatik (Percutaneous Transhepatic Billiary Drainage=PTBD) satu minggu prabedah untuk memperbaiki fungsi hati c. Tindakan bedah kuratif diindikasikan pada carcinoma caput pancreas dan periampuler, ukuran tumor< 3cm dan tanpa metastase. Tindakan ini disebut operasi Whipple (pankreatiko-duodenektomi). Dimana lokasi tumor yang terbatas pada ampula vater, duodenum dan duktus koledokus distaltumor dikeluarkan secara radikal en bloc yaitu tdd kaput pancreas, corpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung, bagian distal koledokus, kelenjar limf regional. Disamping itu dilakukan kolesistektomirekonstruksi terdiri atas pankreatikoyeyunostomi, koledoko-yeyunostomi, dan gastroyeyunostomi. d. Tindakan bedah paliatif dilakukan bila tumor tidak bisa direseksi lagi karena sudah invasi dan metastase. Maka dilakukan anastomosis biliodigestif dengan tujuan paliatif untuk penyaliran (semacam bypass) berupa koledoko-yeyunostomi Roux-en-Y dan yeyun-yeyunostomi Roux en Y. e. Kemoterapi dan radioterapi biasanya tidak menghasilkan reaksi positif Prognosis: pada penbderita yang menjalani whipple, angka harapan hidup 1,2 dan 5 tahun berturut adalah 50%, 30% dank tang dari 10%. Sementara bila tumor tidak direseksi, penderita hidup dalam 6 bulan meninggal dan angka harapan hidup 1 tahun kurang dari 10%.
Kelenjar Ludah Kelenjar ludah dibagi menjadi 2: 1. Kelenjar ludah mayor: Kelenjar parotis, kelenjar submandibula, kelenjar sublingual 2. Kelenjar ludah minor Kelenjar parotis terletak di depan/di bawah lubang telinga luar dan ujung tulang dagu. Yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, bagian permukaan (superficial) dan bagian dalam (profundus) , yang membatasi keduanya ialah N 7. Tumor parotis Insiden: di UK 3-4/100.000. tumor kelenjar ludah ialah 5 % dr seluruh tumor kepala dan leher. Tmor dari kel ludah mayor 5 kali lebih banyak, dan 70-80% ialah tumor parotis (80% junak dan 20% ganas). Gejala dan tanda: (nyeri,bengkak,perubahan kulit,facial weakness, poor hearing/erache,ditemukan tiba2). No Tumor jinak Tumor ganas 1 Pertumbuhan lambat Pertumbuhan cepat 2 Mobile Immobile 3 Usia muda Usia > 50 tahun 4 Konsistensi kadang keras Teraba keras bisa seperti batu 5 Paralisa N 7 (-) Paralisa N 7 (+):mulut mencong,mata sukar nutup 6 Tidak menyebar jauh Menyebar biasanya pada kelenjar limfe 7 Biasanya tidak nyeri Biasanya nyeri (tpi juga bisa g nyeri) Trismus: kalo invasi ke otot mastilator Disfagia:invasi ke lobus kelenjar dalam Earache; kalo invasi ke kanalis auditorius
40
Klasifikasi Tumor parotis: Tumor jinak: 1. Adenoma pleomorfik 2. Adenoma monomorfik 3. Adenolymphoma (warthin Tumor) 4. Benign mucoepidermoid carcinoma Tumor ganas: 1. Acinic cell Ca 2. Adenoid cystic Ca 3. Adeno Ca 4. Epidermoid Ca 5. Undifferentiated Ca 6. Malignant Ca in adenoma pleomorfik Diagnosis: 1. FNAB : 96% akurat untuk membedakan tumor parotis jinak atau ganas. 2. Potong beku (Vries coupe/frozen section): dilakukan bila hasil FNAB tidak dapat memastikan tumor jinak atau ganas. Treatment: 1. Parotidektomi superficial: dilakukan bila tumor jinak dan terletak pada lobus superficial. 2. Parotidektomi total: dilakukan pada tumor ganas yang sudah mengenai lobus profundus namun dengan tetap mempertahankan N 7. 3. Lakukan Radioterapi postop untuk mencegah rekurensi. Bila dari awal tumor sudah dicurigai ganas , dengan ukuran yang besar dan keras, naumn hasil FNAB tidak dapat memastikan, maka saat dilakukan operasi di potong beku tumornya dan langsung di PAkan, bila hasil tumot positif ganas, maka saat itu juga langsung dilakukan parotidektomi total dengan preservasi N 7. Komplikasi: 1. Kerusakan pada N 7 (temporer maupun permanen) : cedera cabang m.orbikularis okuli kelopak mata sukar menutup, cedera cabang ke mulut: mulut mencong 2. Injury pada greater auricular nerve: baal2 atau kurang berkurangnya rasa pada telinga 3. Penyulit seperti fistula liur 4. Sindroma Frey: karena regenerasi aberan dari serat saraf auriculotemporal terhadap kelenjar keringat kulitberkeringat pada sisi wajah yang terkena saat mengunyah. Kanker Lidah Tipe yang paling umum: squamous Cell Ca Lokasi: Tumor ini biasanya terletak pada tepi lateral dari oral tongue (2/3 depan lidah). Karakteristik: ulserasi, berwarna kemerahan, mudah berdarah. Insiden: pada usai tua, namun juga bisa ditemukan pada usia 21 tahun Gejala: 1. Patch berwarna merah atau putih yang gak hilang 2. Nyeri tenggorokan gak hilang 3. Luka pada lidah yang gak sembuh2 4. Penebalan/benjolan pada mulut,tenggorokan maupun lidahsusah mengunyah dan menelanbisa nyeri saat menelan 5. Perdarahan yang gamapang sekali terjadi( saat tergigit atau saat tersentuh saja)
41 6. Rasa kebal di mulut Faktor resiko: 1. Merokok, minuman alcohol 2. Pemakan sirih Manajemen: 1. Pembedahan 2. Radioterapi 3. Kemoterapi Bila tumor ukuran kecil: cukup dibedah saja tumornya Bila tumor ukuran besar dan ada penyebaran ke kel limfe: pembedahan + radioterapi. Pembedahan dengan mengangkat tumor dan kel limfe (modified radical neck dissection) . setelah operasi dilakukan radioterapi. Bila tumor meliputi seluruh ludah bisa dilakukan pengangkakatn lidah (glossectomy), namun biasanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi untuk mengecilkan sel tumor sehingga tidak diperlukan glossectomy. Komplikasi; 1. Pembedahan: problem bicara, makan dan minum, 2. Radioterapi: dry,sore mouth, taste changes.
Trauma Thoraks Definisi dan Anatomi Thorax yang artinya baju perisai Anatomi thorax: a. Soft tissue: cutis, subcutis, fascia, otot b. Hard tissue: sternum, 12 pasang costae, vertebrae thoracalis Klasifikasi trauma Bisa dibaca di catatan Manifestasi: Emfisema mediastinum Flail chest Pneumotoraks Hematotoraks Hemopneumotoraks
Pneumothoraks Definisi Keadaan terdapatnya udara dalam kavum pleura Anatomi dan faal pleura Pleura ada 2 lapisan terdiri dari dua lapisan pleura parietal dan viseral, kedua lapisan membentuk ruang disebut kavum pleura. Dalam cavum pleurae terdapat suatu cairan pleura + 10 ml, yang diproduksi oleh membran pleura. Cairan tersebut berfungsi untuk melicinkan permukaan pleurae dan mengurangi friksi antara pleura parietalis dan visceralis selama pernapasan. Tekanan dalam cavum pleura senantiasa dalam keadaan negatif dan berfungsi untuk mempertahankan alveolus tetap mengembang melalui mekanisme suctioning diantara dua membran pleura. Fisiologi mekanika bernapas Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi:
42
Prinsip bernapas: Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah Selama inspirasi dinding thoraks akan mengembang, tekanan intrapleura akan turun, yang memungkinkan udara dari luar masuk ke dalam paru. Selama ekspirasi, tekanan pleura akan meningkat sehingga udara dapat keluar dari paru. Tekanan intrapleura: a. Sebelum inspirasi: -5 cmH20 b. Inspirasi: -8 cmH20 (-11 s/d -12 cmH20) c. Ekspirasi: -4 cmH20 (-4 s/d -9 cmH20) d. Klasifikasi Pneumotoraks: 1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi Pneumothoraks Artifisial: Pneumotoraks yang disebabkan oleh tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu. Misalnya untuk alasan diagnosis maupun untuk alasan terapi. Diagnosis: membedakan tumor perifer yang terletak intrapulmoner dengan tumor perifer yang terletak di pleura parietalis. Terapi: terapi kolaps untuk menghentikan perdarahan pada Tb, melindungi paru terhadap bahaya sinar rontgen saat radiasi Ca mammae Pneumothoraks Traumatika. Dibagi 2 yakni: a. Pneumotoraks iatrogenik: Akibat dari prosedur invasive. Penyebab umum: aspirasi jarum transtorasik (25%), torakosentesis (2,5%) 10, biopsi pleura (8%)11, dan biopsi paru transbronkial (6%)12. b. Pneumotoraks non-iatrogenik: Terjadi akibat trauma tembus maupun tumpul pada toraks
Pneumothoraks Spontan: Pneumotoraks yang terjadi secara tiba2 atau adanya penyakit paru yang mendasarinya. Jenis ini dibagi 2: a. Pneumotoraks spontan primer (PSP) Pneumotoraks ini terjadi pada individu sehat. Insidensi: 7,4 per 100.000 kasus pertahun untuk pria dan 1,2 per 100.000 kasus pertahun untuk wanita. Etiologi: ruptur blep emfisematosa subpleura. Blep: Terbentuk oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan fibrous tipis dari pleura viseralis yang berkumpul dalam bentuk kista dan biasanya di apex Patogenesis terjadinya blep: - Abnormalitas kongenitalàdapat diwariskanàabnormalitas kromosom pada sindroma birt-hogg-dube. - Akuisita: (a) inflamasi bronkiolus, (b) perokok: terjadinya blep subpleura, (c) orang yang tinggi dan kurusà penambahan panjang ukuran dadaà tekanan pleura turun sekitar 0,2 cmH20 untuk tiap penambahan 1 cm panjang dadaàdi apeks tekanan pleura lebih
43 negatif sedangkan tekanan alveoli lebih tinggiàterbentuk blep subpleura. b. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) Pneumotoraks ini spontan yang terjadi karena adanya penyakit paru yang mendasarinya . Insidensi: 15.000 kasus baru setiap tahunnya di AS. Konsep dasar terjadinya pneumotoraks: Penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmoner, menebal atau menipisnya dinding kista, rusaknya parenkim paru. Contoh: PPOK, asma, kistik fibrosis, fokus TB kaseosa, pneumonia, dll. Contoh lain: Pneumotoraks Katamenial Pneumotoraks spontan berupa akumulasi udara di rongga pleura selama menstruasi (48-72 jam setelah mens). Insidensi: 2,8-5,6% dari semua kejadian PS pd wanita. Patogenesis: (4) Peningkatan prostaglandin Bulla supleura pecah spontan Gumpalan mukus dari serviks menghilang Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks 2. Berdasarkan fistulanya Pneumothoraks terbuka a. Trauma tembusàhubungan terbuka (two way)à P intrapleura = P atmosfer b. Paru kolaps tiba-tiba c. I : paru sakit akan menguncup d. E : paru sakit akan sedikit mengembang (pernapasan pendulum) Hal ini akibat karena waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian akan masuk ke dalam paru yang kuncup dan udara yang kotor akan terhisap kedalam paru yang sehat waktu inspirasi berikutnya
Pneumothoraks tertutup Biasanya akibat patah tulang igaà tulang menusuk paru-paru Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar secara mendadak. Keadaan ini cenderung sembuh sendiri dengan adanya kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup. Robekan esofagus atau Tracheobronchial Tension pneumothoraks Kelanjutan dari close pnt atau pnt dengan fistel yang sifatnya one way Tekanan intrapleura makin positif P ekspirasi: +2 à +7 à+10 P inspirasi: -3 à +3 à +6 Pergeseran Mediastinum
3. Berdasarkan derajat kolaps Pneumotoraks total Pneumothoraks partial Diagnosis: Anamnesis:
44
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan Penunjang: Foto dada analisis gas darah, EKG, CT scan, dan endoskopi Cara menentukan persentase pneumotoraks: dengan menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10. < 15% pneumothoraks ringan 15 – 60 % pneumothoraks sedang / menengah 60 % pneumothoraks berat Diagnosa Banding: Emfisema paru Asma bronkial Emboli paru Pneumonia Infark miokard, dll Penatalaksanaan: Pneumotoraks tertutup (luas kolaps <15%): a. Observasi Bila fistula dari alveoli ke pleura telah menutupàudara diresorbsi Laju resorbsi 1,25% perhari Observasi pasien boleh rawat Inap maupun berobat jalan b. Pemberian tambahan oksigen Meningkatkan kecepatan absorbsi udara pleura Penelitian terhadap kelinciàlaju absorbsi meningkat 6 x lipat
45 Pemberian oksigen tambahanàmenurunkan tekanan parsial pembuluh kapiler menjadi 200, sehingga gradien bersih untuk resorbsi udara menjadi 550 mmHg, 10 kali lebih besar dibadingkan saat pasien bernapas normal di ruangan 54 mmHg. Bila rawat inapàobservasi selama beberapa hari (minggu), dibuat foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari. Dan pemberian oksigen tambahan Bila rawat jalanàpneumotoraks kecil unilateral dan stabil, pulangkan dan dalam 2-3 hari pasien kontrol lagi. Pneumotoraks tertutup (luas kolaps >15%): 1. Aspirasi sederhana/needle thoracosintesis Dengan prosedur ini, sebuah jarum kecil (uk sekitar 16 gauge) dengan kateter polietilen internal diinsersikan ke dalam sela iga kedua pada linea midklavikularis dengan anestesi lokal. Lokasi alternatif yang lain dipilih bila pneumotoraks terlokulasi atau terjadinya adesi. Setelah jarum diinsersikan, jarum diambil, sehingga tersisa kateter pada kavum pleura. Dengan menggunakan stopcock 3 jalur dan spuit 60 cc dilakukan aspirasi udara secara manual hingga tidak ada lagi udara yang dapat diaspirasi. Kateter ini dicabut setelah beberapa jam kemudian. Jika dengan radiografi dada menunjukkan bahwa sudah tidak terjadi rekurensi, kateter dicabutr dan pasien dapat dipulangkan. Alternatif lain, pasien dapat tetap dirawat inap satu malam untuk observasinya. Jika saat apirasi, total volume udara aspirasi sudah melebihi 4 L dan tidak ada tahanan yang dirasakan, maka diperkirakan bahwa ekspansi paru belum terjadi, dan prosedur alternatif lain harus dilakukan. 2. Thorax drain/WSD/Tube torakostomi Bila aspirasi sederhana gagal dan tidak ada fasilitas torakoskopi. Tujuan: reekspansi paruàterlalu cepat resiko edema pulmoneràWSD. WSD merupakan suatu sistemàmengalirkan udara dari toraksàmempertahankan tek negatif kavum pleuraàpengembangan paru WSD: pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media, Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea midklavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus diberikan cairan desinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan xilokain atau prokain 2%dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urine) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut diarahkan ke atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan penghisapan udara secara aktif (continuos suction) dengan memberikan tekanan -10 sampai 20 cmH2O agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di dalam rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Di RS
46 Persahabatan, setelah WSD diklem selama 1-2 hari dibuat foto dada. Bila paru sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan waktu pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pada wanita muda dengan alasan kosmetika maka insisi kulit dapat dilakukan pada ruang antar iga keempat atau lima line midklavikula. Pemasangan WSD tersebut bisa dengan sistem 2 botol atau 3 botol. Jika paru tetap tidak mengembang setelah 72 jam pemasangan tube torakostomi maka tindakan selanjutnya harus dipertimbangkan termasuk torakoskopi atau torakotomi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa injeksi intrapleura dengan agen pleurodesis dapat menyebabkan penutupan fustula bronkopleura. Selain pneumotoraks, WSD dipasang untuk: Substansi yg masuk ke dalam cavum pleuraàpeningkatan tek intrapleuraàkolaps paru: pneumotoraks,hematotoraks,efusi pleura,empiema. Prinsip WSD: Underwater sealàdigunakan untuk mencegah masuknya udara ke dalam cavum pleuraàujung bawah pipa dimasukkan sedalam 2 cm di bwah air, sehingga menimbulkan tek hidrostatik +2cmH2O. Pressure gradientàpada pneumotoraks, tek dalam kavum menjadi positif, bila tekanan kavum lebih positif dibandingkan +2cmH2O, maka udara akan berpindah dari tekanan tinggi ke rendah. Di dalam tabung drain, terdapat saluran untuk mengeluarkan udara dari tabung. GravitasiCairan akan mengalir dari kavum pleura dengan bantuan gravitasi dan tidak akan balik selama tabung terletak di bawah pasien. Jenis WSD: a. Sistem satu tabung Jenis WSD paling simple Mengalirkan udara maupun cairan Cocok untuk simple pneumothorax Kerugian: cairan menambah level fluidàtek hidrostatik meningkatàberkurang pressure gradientàsulit udara keluar b. Sistem dua tabung Cocok mengalirkan udara dan cairan Tabung 1àmenampung cairan Tabung 2àmenampung udara c. Sistem tiga tabung Jika diperlukan pressure gradient yang lebih besar (kasus volume udara atau cairan yg cukup banyak). Penambahan suction pada tabung ketiga Ada 4 aspek yang harus diperhatikan saat pemeriksaan sistem WSD: 1. Swing: terjadinya perubahan tekanan intrapleura selama inspirasi dan ekspirasi akan ditransmisikan ke WSD. Selama inspirasi, akibat tekanan negatif , cairan dalam tabung WSD akan bergerak ke atas, sedang saat ekspirasi akan bergeser ke bawah. Pergerakan cairan selama inspirasi tenang ini disebut swing.Swing tidak ditemukan jika: pipa terjepit atau ada sumbatan, paru2 mengembang kembali dan menutup ujung tube.
47 2. Bubbling: adanya gelembung udara mengindikasikan ada kebocoran udara pada cavum pleura. Gelembung (-)àtidak ada kebocoran, gelembung (+) saat batukàkebocoran ringan, gelembung (+) saat ekspirasiàkebocoran moderat, gelembung (+) saat inspirasi dan ekspirasiàkebocoran berat. 3. Drainage dan suction untuk cairan.
Hemotoraks Yaitu terdapatnya darah dalam rongga pleura. Dasar terapi berdasarkan pembagian : Ringan (mild) : sampai 300 cc Sedang (moderate): 300 – 800 cc Berat (severe) : lebih dari 800 cc. Menentukannya dari foto thorax • < 1/3 bag lap paru : ringan • ½-2/3 : sedang • > 2/3 : berat
Empiema Pleura parietal (menempel pada dinding dalam thorax) dengan pleura visceralis sebenarnya tidak terpisah karena keduanya menyatu di hilus dan hanya dipisahkan oleh cairan surfaktan. Rongga interpleura bukan rongga yang nyata (secara anatomis tidak tampak)jadi kalo tampat rongga yang nyata artinya ada yang mengisinya mungkin udara (pneumothorax), darah, pus. Akibat bila terbentuknya ronggamengganggu pengembangan paru dan mengganggu pernapasan. Empiema adalah: penumpukan pus pada rongga pleura sebagai akibat sekunder dari infeksi paru. Gejala Klinis: penderita datang tampak sakit berat, demam dan sesak napas. Pemeriksaan Fisik: TV (RR meningkat), palpasi (fremitus vocal melemah), perkusi (pekak member gambaran garis melengkung/sonor memendek sampai beda),auskultasi: suara nafas hilang/ronki yg menghilang di batas cairan) Pemeriksaan penunjang: Lab (leukositosis), Ro(perselubungan yg lebih tinggi di lateral,sinus costophericus yang tumpul sampai hilang), thoracosentesis (aspirasi:pus) (perselubungan pd hidropneumothoraxair fluid level berupa garis mendatar. Kalau pada pneumothorax bila krg dari 20% dan klinis tidak sesak tidak dipasang drain krn udara dapat diserap) Penanganan: Prinsip penanggulangan empiema: 1. Drainase/mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya. 2. Obliterasi rongga empiema (bertemu kembali pleura parietal dan visceral) dan mengembangkan paru 3. Eradikasi penyebab: antibiotic Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema: 1.Fase akut (< 7 hari): eksudat serous (bila dikeluarkan tidak ada sisanya)lakukan drainase tertutup (WSD- membuat tekanan di pleura = dlm tabung pd anak 10cmH20 pd dewasa 15-20 cmH2O)diharapkan dengan pengeluaran cairan dapat dicapai pengembangan paru yg sempurna. 2.Fase transisional: (7-21 hari): fibrinopurulent (seperti kaleng susu kental yg bila dikeluarkan ada sisa yg menempel)lakukan drainase terbuka (membuat tekanan di pleura = di luar namun paru tidak kolaps karena pada fase ini sudah
48 terbentuk septa2)bila tidak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi iga/window . 3.Fase kronik (>21 hari): konsolidasi (seperti mentega)lakukan intervensi bedah berupa dekortikasi (dikerok) atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema kemudian dinding dada merapat ke paru sehingga rongga akan hilang, dapat juga rongga empiema disumpel dengan dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostal (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle atau omental plombage). (inget VATS (Video Assisted Thoracic Surgery) sangat bermanfaat untuk membantu dilakukannya empiemektomi dan atau dekortikasi)
Pembedahan Pada TB paru Pemeriksaan Lab ( BTA, deteksi bakteri, kultur, deteksi antigen, deteksi antibody, deteksi asam nukleat) Indikasi pembedahan: 1. Sputum BTA positif persisten (lakukan pembuangan bagian paru yg menjadi sumber infeksi) 2. Penyulit seperti fungus ball (aspergilloma) 3. Fistula bronchopleural dengan empiema 4. Sputum BTA negative tapi dengan gejala klinis buruk (pulmonary hemorrhage) 5. Sputum BTA negative tapi dengan radiologis kerusakan paru yg luas (mencegah infeksi sekunder dan keganasan) 6. Bronkiektasis Tujuan pembedahan: 1. Perbaikan klinis 2. Membuang bagian paru yang rusak 3. Mencegah infeksi sekunder dan keganasan. Jenis Pembedahan: 1. Pembedahan pada empiema 2. Reseksi parenkim paru yang rusak segmenektomi/lobektomi/pneumektomi Khusus untuk pembedahan empiema TB 1. Pengobatan OAT harus teratur dan jangka lamabila diabaikan bisa terjadi empiema TB. Yang umumnya terjadi pada masyarakat low economic/low educated. 2. Pada kasus ini, tindakan intervensi bedah yang dilakukan ialah dari yang sederhana hingga yang rumit sesuai dengan tingkat keparahan. 3. Empiema TB termasuk kasus emergency (karena bisa menyebabkan gangguan pernapasan dan sepsis) oleh karena itu segera: drainase pus,obliterasi rongga empiema,antibiotic adekuat) 4. Teknik: a. Drainase tertutup: bila pus masih encer b. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka c. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi iga untuk evakuasi pus d. Bila gak berhasil karena sudah ada konsolidasidiperlukan tindakan dekortikasi dengan mengerok e. Setelah dilakukan tindakan diatas stop bila rongga pleura sudah tertutup. Namun bila rongga pleura masih adalakukan obliterasi rongga empiema dengan torakoplasti,air plombage,muscle plombage atau omental plombage.
49
Luka Pengertian luka Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Jenis luka berdasarkan proses terjadinya: I. Akibat Trauma tumpul mekanik: a. Luka memar (contusion): Kerusakan jaringan tanpa Diskontinuitas kulit dan PD Kapiler dibawahnya b. Luka Abrasi/luka lecet (vulnus ekskoriatum) - Superfisial (tidak dalam), tidak mencapai jaringan subkutis - Mengenai sebagian/seluruh kulit yang terlepas - Sangat nyeri karena banyak ujung saraf terluka - Disebabkan karena pergesekan dengan benda tumpul - Ciri luka: bentuk tak teratur, batas tak tegas, tepi tak rata, terdapat reaksi radang, kadang ada perdarahan, tertutup serum c. Luka Robek (vulnus laseratum) - LUKA YG JAR. KULIT & JAR. IKAT DIBAWAHNYA TERPISAH - Ciri: garis batas luka tidak teratur, tepi luka tak teratur, bila dirapatkan rak membentuk garis lurus, masih terdapat jembatan jaringan, sekitar luka terdapat peradangan dan memar. II. Akibat benda tajam: a. Luka Iris (vulnus scissum) - Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit. - Mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak mencapai tulang. - Ciri: batas luka tegas, tepi rata, sudut luka tajam, bila ditautkan membentuk garis lurus, rambut ikut terpotong, tidak ditemukan jembatan jaringan b. Luka tusuk (vulnus ictum/vulnus punctum): - Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. - Ciri: tepi luka rata, dalam luka lebih besar dari panjang luka, sudut luka tajam, sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam. c. Luka bacok/potong (vulnus caesum): - Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar - Ciri: Luka biasanya besar, Pinggir luka rata, Sudut luka tajam, Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan III. Akibat yang lain: a. Luka Tembak (vulnus sclopetorum): - Penyebab peluru - Ciri: ada luka tembak masuk dan/atau luka tembak keluar, luka steril karena peluru panas, b. Luka gigitan (vulnus morsum): - Gigitan binatang berbisa maupun tidak c. Luka avulse: Luka dimana kulit dan jaringan di bawah kulit terlepas, namun sebagian masih ada hubungan dengan tubuh d. Luka hancur (vulnus amputatum) - Jaringan hancur, sering amputasi
50 Jenis luka berdasarkan hubungan dengan dunia luar: a. Luka terbuka (vulnus apertum) Luka yang melampaui tebal kulit, ex: luka robek b. Luka tertutup (vulnus oclussum) Luka tak melampaui tebal kulit, ex: luka lecet, kontusio Jenis luka berdasarkan macam dan kualitas penyembuhan luka (klasifikasi penyembuhan luka): a. Penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem): - Luka bersih dan tidak terinfeksi (luka operasi) - Luka segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan - Parut lebih halus dan kecil (hair line scar) b. Penyembuhan luka sekunder (sanatio per secundam intentionem): - Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, terjadi secara alami - Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutupi epitel - Memakan waktu lebih lama dan menyebabkan parut yang kurang baik c. Penyembuhan luka primer tertunda/delayed (sanatio per tertiam intentionem): - Pada keadaaan luka yang tidak dapat dijahit secara langsung misal luka yang terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Keadaan ini diperkirakan akam menyebabkan infeksi bila langsung dijahit - Luka demikian dibersihkan dan eksisi (debrodement) dahulu dan kemudian dibiarkan 4-7 hari, baru selanjutnya dijahit dan akan sembuh secara primer. Jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasi: a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. d. Dirty or Infected Wounds(Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. e. Jenis luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka: a. Derajat I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. b. Derajat II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. DerajatIII : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai
51 otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d. Derajat IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. Jenis luka berdasarkan waktu penyembuhan luka: a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Ex: ulkus dekubitus Bagaimana melakukan penilaian/deskripsi luka:
Perawatan Luka: a. Luka - Cukup
tertutup: bersihkan luka (savlon/iodium) salep/tule
- Beri b. Luka terbuka: - Luka bersih dan bersih terkontaminasi) 1. Luka dianggap tidak ada kontaminasi kuman, termasuk luka bersih terkontaminasi 2. Terjadi pada luka operasi/pembedahan 3. Bersihkan luka lalu jahit 4. Antibiotic secara teoritis tak diperlukan - Luka terkontaminasi: 1. Terjadi pada luka pembedahan dengan kontaminasi nyata atau luka akibat kecelakaan namun masih dalam rentang waktu<6-8 jam. 2. Penanganan: wound toilet terdiri dari: (a) mekanis/debridementdevitalisasi jaringan, mengangkat kotoran dan benda asing, perbaikan struktur luka; (2) kemis irigasi dengan iodine dan perhidrol, antibiotic profilaksis - Luka kotor infeksi: 1. Bila luka lebih dari 8 jam c. Luka avulse: - Penilaian vitalitas kulit yang terlepas - Test vitalitas kulitinsisi kulit kea rah pangkal dengan jarang krg lbh 1 cm sampai terjadi perdarahan - Potong kulit sebatas perdarahan - Jahit kulit yang vital, setelah dilakukan toilet luka - Sisa kulit yang dipotongdigunakan untuk menutup luka yang masih terbuka dengan teknik STSG
52 Penyembuhan luka Untuk materi ttg prinsip penyembuhan luka, klasifikasi penyembuhan luka, faktor apa saja yang mempengaruhi dan komplikasi penyembuhan lukasemuanya bisa dibaca di pdf Merawat Luka Tehnik penjahitan luka (suture) Jenis-jenis benang untuk menjahit luka: Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture ): a. Alami ( Natural): 1). Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut , namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari. b. Buatan ( Synthetic ): Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin ( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari. Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture ) a. Alamiah ( Natural) : Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera. b. Buatan ( Synthetic ) : Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ).
Seide (silk/sutera) Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus dibuka kembali. Warna : hitam dan putih Ukuran : 5,0-3 Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar) dan sebagai teugel (kendali) Plain catgut Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari Warna : putih dan kekuningan Ukuran : 5,0-3 Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil. Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang. Chromic catgut Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan menjadi lebih keras dan diserap lebih lama 20-40 hari. Warna : coklat dan kebiruan
53
Ukuran : 3,0-3 Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan. Ethilon Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lain Warna : biru dan hitam Ukuran : 10,0-1,0 Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, nomor yang kecil digunakan pada bedah mata. Ethibond Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap. Warna : hiaju dan putih Ukuran : 7,0-2 Penggunaan : kardiovaskular dan urologi Vitalene Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan atraumatis Warna : biru Ukuran : 10,0-1 Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, plastic, menjahit kulit Vicryl Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulan Warna : ungu Ukuran : 10,0-1 Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic Supramid Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap Warna : hitam dan putih Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis Linen Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum Warna : putih Ukuran : 4,0-0 Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah Steel wire Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat tidak korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul Warna : putih metalik
54
Kemasan atraumatuk Ukuran : 6,0-2 Kegunaan : menjahit tendo UKURAN BENANG Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan metric. Ukuran terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran 7. Ukuran benang merupakan salah satu factor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh karena itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan pertimbangan factor kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0)
MACAM JAHITAN LUKA 1. Jahitan Simpul Tunggal Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi. Teknik : a. Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau searah garis luka. b. Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara 1cm. c. Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan d. Benang dipotong kurang lebih 1 cm. 2. Jahitan matras Horizontal Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat. 3. Jahitan Matras Vertikal Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
55
4.
5.
6.
7. 8.
9.
penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. Jahitan Matras Modifikasi Sinonim : Half Burried Mattress Suture Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya. Jahitan Jelujur sederhana Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar. Jahitan Jelujur Feston Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa. Jahitan Jelujur horizontal Sinonim : Running Horizontal suture Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal. Jahitan Simpul Intrakutan Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture, Interrupted dermal stitch. Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul sederhana. Jahitan Jelujur Intrakutan Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik yang baik
56
Tetanus Definisi: Gangguan neurologis ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, disebabkan oleh tetanospasmin oleh clostridium tetani Etiologi: Bakteri gram positif, obligat anaerob, menghasilkan spora. Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan– bulan bahkan sampai tahunan. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetative dalam anaerob dan kemudian berkembang biak. Patogenesa Spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif
57
yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara local merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilimngi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan untuk multiplikasi bakteri Tetanospasmin sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara: a. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung–ujung saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer. b. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya susunan saraf pusat. Toksin dari lukaTetanospasmin terikat pada ganglioside GD1b dan GT1b pada membrane ujung saraf local menyebar intraaksonal saraf tepike kornu anterior stbmenyebar ke saraf spinal dan batang otak (ssp). Transpor pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan saraf otonom. M a n i f e s t a s i k l i n i s t e r u t a m a disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruhtersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnyaneurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerusd a n s p a s m e . Ke k a k u a n d i m u l a i p a d a t e m p a t m a s u k k u m a n a t a u p a d a o t o t m a s s e t e r (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang.Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejangu m u m y a n g s p o n t a n . Te t a n o s p a s m i n p a d a s i s t e m s a r a f o t o n o m j u g a b e r p e n g a r u h , sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal,saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguanirama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejalatimbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejangdapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.
Diagnosis Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan : - Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi - Gejala klinis; dan - Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi. Gejala Klinis: Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang
58
Secara klinis tetanus ada 2 macam : 1. Tetanus umum 2. Tetanus cephalic. Tetanus umum: Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menuunjukkan trismus. Dalam 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung. Klasifikasi tetanus Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas: 1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang. 2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang. 3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan Bentuk cephalic Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf
59
loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri– sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan. Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek
Penatalaksanaan Tetanus Menentukan Philip’s Score (ada di catatan ka padlan) Merawat dan membersihkan luka sebaiknya berupa: a. Debridement luka b. Pemberian protocol profilaksis tetanus pada perawatan luka menurut
WHO
Umum lainnya: diet (bila trismus beri makanan personde atau parenteral), taruh pasien di ruangan isolasi (untuk mengjhindari gangguan suara, cahaya), beri oksigen, pernapasan buatan, tracheostomi bila perlu. Eradikasi kuman dengan Antibiotik Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan Netralisasi toksin yang bebas di sirkulasi dan toksin luka yabg belum terikat a. Anti toksin (imunitas pasif) Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak
60
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar. b. Tetanus Toxoid (imunitas aktif) Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Jadi TT ini sebenanya diindikasikan untuk semua pasien yang sembuh dari tetanus. Karena memberikan efek protektif jangka panjang dibandingakan anti toksin yang berdurasi hanya 2-3 minggu. The toxoid stimulates the body to make its own antibodies; the body thus has an immune memory on how to do it and can mount another response when the toxin shows up again in the form of a tetanus infection. A booster injection will also kick this protection back up again. If the horse suffers an injury and you treat it immediately (and you feel that tetanus might have been introduced and the horse's immune status is low or unknown), you can give toxoid at the time of the injury and be safe Terapi simptomatik tetanus: I.Antikonvulsan (pengendalian rigiditas dan spasme) a. Diazepam: dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua tingkatan ssp, termasuk bentukan limbic dan reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotransmiter inhibitori GABA. - Dosis dewasa: spasme ringan (5-10 mg oral tiap 4-6 jam apabila perlu), spasme sedang (5-10 mg iv bila perlu), spasme berat (50100 mg dalam 500 mL D5, diinfuskan 40 mg/jam) - Dosis pediatric: spasme ringan (0,1-0,8mg/kg/hr dalam dosies terbagi 3/4x), spasme sedang sampai berat (0,1-0,3 mg/kg/hari/iv tiap 4-8 jam) b. golongan benzodiasepin (fenobarbital) c. Baklofen d. Dantrolene II.Terapi untuk disfungsi otonomik (dapat dibaca di PAPDI)
Contoh Terapi: Sedangkan pengobatan menurut Gilroy: - Kasus ringan : Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme. - Kasus berat : a. Semua penderita dirawat di ICU (satu team ) b. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru.
61 c. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam. Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman d. Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam mencegah conjuntivitis e. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari f. Urine pasang kateter, beri antibiotika. g. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA h. Rontgen foto thorax i. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan pemakaiannya. Jika Keadaan Umum membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik Pencegahan Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan). Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali. Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ). KOMPLIKASI Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otototot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure
Tumor Jinak Kulit Ikhtisar kelainan kutis dan subkutis Asal Kelainan Epidermis Jinak: papilloma, veruka, keratosis seboroika, keratoakantoma Praganas: keratosis solaris, penyakit Bowen, eritroplasia Queyrat Ganas: karsinoma planoseluler, karsionma sel basal
62 Melanosit Dermis Apendiks kulit Hipodermis Pembuluh darah
Nevus pigmentosus, Melanoma malignant Granuloma piogenik, histiositoma, keloid, karsinoma sekunder, sarcoma Kaposi Kista epidermoid, kista sebasea, kista dermoid Lipoma/liposarkoma, (Neuro)Fibroma/fibrosarkoma Hemangioma
Ada pula yang membagi menurut jenisnya: a. Kelompok kista (kista ateroma, kista epidermoid, kista dermoid, ganglion) b. Ulkus (ulkus dekubitus, ulkus diabetes, ulkus Tb, ulkus varises) c. Peradangan (selulitis, abses) d. Hiperplasia (keloid, kalus dan klavus, keratosis seboroik) e. Tumor jinak (veruka vulgaris, Nevus, hemangioma) f. Tumor pramaligna (morbus bowen, xeroderma pigmentosum) g. Tumor ganas (ca sel basal, ca sel squamous, Melanoma maligna) Nah dari OHCM disebutkan cara untuk membedakan benjolan kulit secara ringkas, a. jJka letak benjolan intradermal maka kita tidak dapat menggerakkannya dari kulit, misal kista sebasea, abses, kista dermoid intradermal, granuloma b. Jika letak benjolan subkutan maka kita dapat bebas menggerakkannya dari kulit di atasnya , misal lipoma, ganglion, neuroma, lymph node
KISTA Kista Sebasea Kista sebasea atau kista ateroma atau kista epidermal merupakan kista yang terbentuk akibat sumbatan pada muara kelenjar sebasea baik oleh infeksi, trauma (luka/benturan), atau jerawat. Banyak dijumpai di kulit yang banyak mengandung kelenjar keringat, misalnya di muka, kepala, punggung, dan tidak pernah dijumpai di tangan maupun kaki. Manifestasi: Benjolan bentuk bulat, berbatas tegas, berdinding tipis, dapat digerakkan, melekat pada kulit di atasnya. Isinya cairan kental berwarna putih abu-abu, kadang disertai bau asam. Merah dan nyeri jika terjadi peradangan. Pada daerah muara yang tersumbat merupakan tanda khas yang disebut pungta Tx: a. Penatalaksanaan kista ateroma dilakukan dengan mengambil benjolan dengan menyertakan kulit dan isinya, tujuannya untuk mengangkat seluruh bagian kista hingga ke dindingnya secara utuh. Bila dinding kista tertinggal saat eksisi, kista dapat kambuh, oleh karena itu, harus dipastikan seluruh dinding kista telah terangkat. b. Bila terjadi infeksi sekunder, dan terbentuk abses, dilakukan pembedahan dan evakuasi nanah, biasanya diberikan antibiotik selama 2 minggu. Terapi antibiotik diberikan jika ada tanda infeksi yaitu kemerahan dan inflamasi, yang tersering oleh bakteri staphylococci. Setelah luka tenang (3-6 bulan) dapat dilakukan operasi untuk kista ateromanya. Kista Dermoid (kista dermoid brankhiogenik)
63
Kista dermoid merupakan kista yang berasal dari ektodermal, dinding dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis, berisi apendiks kulit, serta biasanya terdapat pada garis fusi embrional. Etiologi kista ini merupakan kelainan bawaan yang berkembang dari sekuesterasi epitel sepanjang garis fusi embrionik. Manifestasi klinik berupa nodul intrakutan atau subkutan, soliter berukuran 1-4 cm, mudah digerakkan dari kulit diatasnya dan dari jaringan di bawahnya. Pada perabaan, permukaannya halus, konsistensi lunak dan kenyal, dan secara makroskopis isi kista berupa material keratin yang berlemak dengan rambut, juga kadang-kadang tulang, gigi atau jaringan syaraf. Lokasi tumor biasanya pada kepala dan leher, pada garis fusi embrionik kadang juga pada ovarium. Pengobatan yaitu eksisi total. Bila terdapat traktus sinus maka harus dilakukan eksplorasi dan eksisi guna mencegah rekurensi. Prognosis bila eksisi dilakukan secara komplit, maka hasilnya bersifat kuratif.
Kista Epidermoid Kista epidermoid berasal dari sel epidermis yang masuk ke jaringan subkutis akibat trauma tajam. Penyebabnya tidak diketahui, diperkirakan oleh karena adanya dilatasi folikel rambut oleh trauma Kista dengan dinding putih tebal, bebas dari dasar berisi massa seperti bubur, yaitu hasil keratinisasi, sebagian mengandung elemen rambut (pilar atau trichilemmal cyst). Kista ini biasa ditemukan pada telapak kaki atau telapak tangan, yaitu yang epidermalnya tebal dan mudah mengalami trauma. Kista jarang menjadi besar tetapi cukup menggangu karena lokasinya. Terapi terdiri dari eksisi lengkap termasuk punctum pada permukaan kulit dan meluas ke bawah sampai dinding kista. Eksisi lengkap diperlukan untuk mencegah rekurensi akibat elemen epidermis yang tertinggal. Jika terinfeksi, insisi dan drainase diindikasikan karena dinding sangat rapuh untuk dieksisi secara meyakinkan. Eksisi sekunder setelah infeksi sembuh lalu diindikasikan untuk mencegah infeksi rekuren. Ganglion Kista berisi cairan bening kental dengan dinding tipis yang berasal dari tonjolan selaput sinovia sendi atau sarung tendo. Ganglion biasanya terdapat di sekitar sendi di pergelangan tangan, kaki, atau belakang lutut (fossa poplitea) Manifestasi: benjolan padat, dapat makin membesar, permukaannya bebas dari kulit di atasnya, tetapi tidak dapat digerakkan dari dasarnya, kadang ada keluhan nyeri, mengganggu secara kosmetis. Tx: eksisi harus diusahakan agar seluruh dinding termasuk hubungannya dengan sarung tendo atau sendi terangkat. Angka kekambuhan agak tinggi bila sebagian dinding tertinggal. Skin tag Sinonim: acrochordon, fibroepitelial polips, fibroma pendularis, fibroepitelial papilloma. Tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada permukaan kulit yang bersifat lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi, melekat pada permukaan kulit dengan sebuah tangkai dan biasa juga tidak bertangkai.
64
Penyebab skin tag ini masih diperdebatkan, mungkin berhubungan kondisi inflamasi non spesifik dari kulit. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa skin tag merupakan efek yang biasa terjadi akibat penuaan kulit dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantara ketidakseimbangan hormon memudahkan pertumbuhan skin tag misalnya pada peningkatan hormon estrogen dan progesterone selama kehamilan, peningkatan hormon pertumbuhan dan akromegali
Selulitis atau flegmon difus adalah radang akut jaringan ikat, biasanya di subkutis yang disertai pernanahan luas, akibat infeksi streptokokus. Biasanya infeksi terjadi melalui luka yang kecil saja. Penderita mengalami malaise dan demam menggigil. Selain pemberian antibiotic, kadang perlu dilakukan debridement dan penyaliran abses. Abses merupakan peradangan yang terlokalisir oleh adanya dinding pseudokista. Pada pemeriksaan abses adanya undulasi.
Selulitis dan Abses
Ulkus Dekubitus
Disebut gangraena per decubitus. Decubitis berasal dari kata decumbere yang artinya membaringkan diri. Patofaal: tekanan kulit yang terus menerus dan berulangperedaran darah terhentinekrosis iskemia. Dekubitus terjadi pada tempat yang tidak ada jaringan lain di antara kulit dan tulang, misal tulang ekor, pinggul, pangkal paha, tumit, dan belakang kepala.
Keloid dan Parut Hipertrofik
Keloid adalah pembentukan jaringan parut yang berlebihan yang tidak sesuai dengan beratnya trauma Faktor yang menyokong: a. Semua rangsang fibroplasias yang kronis: infeksi kronik, benda asing dalam luka, tidak ada relaksasi setempat waktu penyembuhan, regangan berlebihan pada pertautan luka b. Usai pertumbuhan: sering pada dewasa muda jarang orang tua c. Bakat keloid d. Ras hitam e. Lokasi: sternum, bahu, pinggang, cuping telinga, dan wajah. Tx keloid: konservatif dengan penyuntikan sediaan kortikosteroid intrakeloid (2-3x/minggu) atau dapat pula dengan tindakan bedah berupa eksisi dan penutupan primer atau cangkok kulit. Keloid Parut hipertrofik Keloid tumbuh melewati batas tepi luka, Besar parut masih sesuai dengan aktif dan menunjukkan tanda radang lukanya, parut tidak melewati batas tepi seperti kemerahan, gatal, dan nyeri luka dan pada suatu saat akan ringan. Pertumbuhan keloid bersifat mengalami fase maturasi. progresif karena ada pertambahan jumlah sel fibrosit.
65
Kalus dan Klavus
Kalus adalah hyperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kurang lebih bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas penonjolan tulang dan akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi dihentikan. Klavus adalah kalus local di plantar pedis atau di jari kaki. Dasar kalus berada di permukaan kulit berupa cekungan dikelilingi daerah keratinisasi tebal yang teraba keras, sementara puncaknya menuju ke dalam kulit dapat menekan struktur di dalamnya sehingga menimbulkan nyeri akibat tertekan pada waktu berjalan atau berdiri. Tx: eksisi.
Nevus
Nevus merupakan kelainan kulit yang berbentuk kurang lebih bulat, rata atau menonjol, dapat berpigmen (berasal dari sel melanosit yakni nevus pigmentosus/tahi lalat) atau tidak berpigmen (hemangioma) 3 jenis nevus pigmentosus: a. Junctional: sel melanosit berada di lapisan sel basal atau di atasnya, bentu rata, tidak menonjol, dan umumnya bersifat stasioner tidak berkembang melebar ataupun menebal. b. Intradermal: sel melanosit di dermis, menonjol, tumbuh melebar dan menebal perlahan c. CampuranL: gambaran campuran keduanya, paling gelap dan mengkilat. Nevus dapat berdegenerasi ganas menjadi melanoma malignant. Faktor yang merangsang degenerasi adalah iritasi kronik seperti tekanan, gesekan, dan sinar UV.
Hemangioma
Hemangioma adalah tumor yang terdiri atas pembuluh darah. Ada 2 golongan besar: a. Hemangioma kapiler (simpleks): jenis hemangioma ini tdd nevus simples atau nevus buah arbei dan nevus flameus. Manifestasi tampak seperti buah arbei menonjol, berwarna merah cerah dengan cekungan kecil. Awalnya berupa titik kecil pada waktu lahir, membesar cepat, dan menetap pada usia kira2 8 bulanregresi spontan dan menjadi pucat karena fibrosis setelah usia 1 tahun, proses regresi berjalan sampai usia 6-7 tahun. b. Hemangioma kavernosum: hemangioma ini tdd jalinan pembuluh darah yang membentuk rongga. Lokasi di jaringan lebih dalam dari dermis. Manifestasi dari luar tampak tumor kebiruan warna kulit, dapat dikempeskan dengan penekanan, tapi kemudian menonjol kembali. Tidak mengalami regresi spontan bahkan cenderung progresif meluas dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Tx: ekstirpasi. Pada jenis luas dapat dibantu embolisasi dengan panduan angiografi. Embolisasi bertujuan untuk memperkecil tumor sehingga mudah dilakukan tindakan bedah.
Karsinoma sel basal atau basalioma adalah neoplasma maligna dari ”nonkeratinizing cell” yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak.
Karsinoma sel basal (Basalioma)
66
Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran ”immuno suppressor dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme pastinya belum diketahui. Basalioma bersifat ganas setempat, tak pernah bermetastase jauh, tetapi tukak maligna yang terbentuk bersifat destruktif. Lokasi umunya di daerah wajah. Diagnosis: a. Ax: Dikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh. b. PF: Gambaran klasik dikenal sebagai ”ulkus rodent” yaitu ulkus dengan tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus. c. PP: foto polos untuk melihat infiltrasi, biopsy insisi/eksisi untuk melihat tipe histopa. Tx: a. Dalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai - Eksisi lesi primer yang radikal - Rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan kosmetik terutama yang di daerah wajah. b. Terapi yang dianjurkan adalah eksisi luas dengan safety margin 0,5 – 1 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberi terapi adjuvant radioterapi. Untuk lesi di daerah canthus, nasolabial fold, peri orbital dan peri auricular, dianjurkan untuk melakukan Mohs micrographic surgery (MMS). Bila tidak ada fasilitas, dapat dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kelopak mata dan telinga dapat diberikan radioterapi. c. Rekonstruksi daerah lesi dapat dikerjakan dengan : - Penutupan primer - Penutupan dengan tandur kulit secara STSG / FTSG (Split / Full tchickness skin graft) - Pembuatan flap d. Untuk lesi rekuren dianjurkan tindakan eksisi luas. Atau bila memungkinkan dilakukan MMS.
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell (stratum spinosum) dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer. Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus). Diagnosis:
67
a. Ax: Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol. b. PF: Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll. c. PP: 1. Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi 2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi: - Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional, - lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional 3. Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaitu Gx - Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksa G1 - Diferensiasi baik G2 - Diferensiasi sedang G3 - Diferensiasi buruk G4 - Tidak berdiferensiasi (undifferentiated) Tx: Terapi untuk SCC hampir sama dengan basalioma. Jenis tindakan tergantung dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatologi dan riwayat terapi. a. Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan untuk eksisi luas dengan safety margin 1 – 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan radioterapi adjuvant. b. Untuk lesi di daerah cantus, nasolabial fold, peri orbital dan peri aurikular, dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan maka dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi. Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas, radioterapi tidak memberikan respon yang baik. Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS. Untuk kasus rekurens sebaiknya dilakukan MMS atau eksisi luas c. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu diseksi inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level II atau diseksi leher modifikasi radikal.
Melanoma Maligna
Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasaldari sel melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa. Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain : Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik
68
kulit, tinggal di daerah tropis, psoralen sunscreen, xeroderma pigmentosum. Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam. Klasifikasi Clark ( sediaan mikroskopik ) Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu) Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis dermis. Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan. Klasifikasi Breslow Golongan I : kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm Golongan II : kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm – 1,5 mm Golongan III : kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm Diagnosis: a. Ax: Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan disertai tukak. b. PF: Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai luka. Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma ) Lesi bersifat A (Asymetri) : tidak teratur B (Border) : tepi tak teratur C (Colour) : warna bervariasi D (Diameter) : umumnya > 6 mm E (Elevation) : permukaan yang tidak teratur Pemeriksaan kelenjar getah bening regional. Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati. c. PP: 1. Radiologi: • Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB para Aorta para Iliaca). • Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI. 2. Sitologi: FNA, inprint sitologi. 3. Patologi: a) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel. b) pemeriksaan specimen operasi: • tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi. • Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis. 4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya. 1. a. bila diameter lebih dari 2 cm. dilakukanb. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah) insisional biopsi 2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan. d. Tx:
69 A. Lesi Primer Tindakan : Eksisi luas No Keterangan ”Safety Margin” 1. Melanoma maligna in situ 0,5 cm 2. < 0,76 mm 1 cm 3. 0,76 – 1,5 mm 1,5 cm 4. > 1,5 mm 2 cm 5. Subungual Amputasi proksimal dari interphalangeal joint Bila telah infiltrasi sampai ke tulang, tindakan terpilih adalah amputasi B. Metastasis regional No Lokasi lesi primer Tindakan 1. Ekstremitas bawah Diseksi inguinal superfisial 2. Ekstremitas atas Diseksi aksila sampai level II 3. Leher Diseksi leher radikal Bila kelenjar getah bening teraba secara klinis dan terbukti metastasis secara PA, dilakukan tindakan limfadenektomi atau diseksi radikal, sbb : - Bila lesi primer 0,76 – 1,5 mm dianjurkan diseksi kelenjar getah bening regional - Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan diseksi kgb selektif dengan bantuan sentinel node mapping. C. Kasus rekuren re-eksisiLesi primer : - operabel radiasi- inoperabel radiasiMetastasis regional : Adjuvant terapi : pada stadium III dapat diberikan berupa radioterapi, kemoterapi atau imunoterapi Metastasis jauh : diberikan terapi paliatif D. In transit metastasis Lokasi tersering di ekstremitas bawah. - Intra arterial therapy - Local ablation - Local immunotherapy - Radiotherapy E. Metastasis jauh Terapi tergantung dari tempat metastasis. Tempat metastasis Tindakan Paru-paru Reseksi Gastro intestinal Operasi paliatif Tulang Radioterapi paliatif Otak Kortikosteroid Bila tindakan di atas tidak memungkinkan, dapat diberi terapi berupa kemoterapi dan atau imunoterapi sebagai berikut : a. – Decarbazine - Decarbazine + Tamoxifen
70 2b- Decarbazine + IFN- Cisplatin / Vinblastine / Decarbazine b. – IL-2 2b- IFN- Vaksinasi ”melanosomal proteins”
Lipoma
Lipoma adalah tumor mesenkim jinak yang berasal dari jaringan lemak. Manifestasi: benjolan padat lunak, berwarna kuning terang dan disekelilingi oleh kapsul yang tipis. Umumnya dapat digerakkan dari dasar dan tidak disertai nyeri. (nyeri timbul jika lipoma di tekan dan di pijat). Ukuran bervariasi. Ada beberapa macam lipoma seperti tipe Subkutaneus superfisial. ,Deep intramuscular, Spindle cell lipoma, Angiolipoma benign lipoblastoma, Lumbosacral lipoma, Diffuse lipomatosis, Lipoma of tendon sheath, nerves, synovium, periosteum, lumbosacral area atau tempat lain yang letaknya lebih dalam / deeper seperti pada jantung, otak dan paru-paru. Lipoma timbul tidak selalu karena faktor keturunan, meskipun bisa tampak seperti multipel lipomatosis herediter. Beberapa dokter percaya bahwa timbulnya lipoma biasanya dipicu dengan trauma kecil pada daerah ybs (minor injury). Tidak ada korelasi antara pertumbuhan lipoma dengan kelebihan BB (over weight) Tx: Biasanya tidak memerlukan pengobatan, kecuali jika menimbulkan rasa nyeri, mengganggu pergerakan dan secara kosmetik memberikan rasa tidak nyaman.Lipoma dapat diambil dengan cara pembedahan (eksisi), atau liposuction. Liposuction biasanya diperuntukkan untuk lipoma ukuran besar. Menghasilkan bekas sayatan luka operasi yang minimal / sangat kecil tapi tidak dapat mengangkat keseluruhan kapsul lipoma sehingga dapat menyebabkan kekambuhan (lipoma tumbuh kembali)
UROLOGI Pemeriksaan dasar urologi Anamnesa Keluhan utama:
Nyeri .. Ada beberapa macam nyeri: a. Nyeri ginjal mrp nyeri yang disebabkan karena teregangnya kapsul ginjal. Penyebabnya: inflamasi/infeksi ginjal yg menyebabkan odema, obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor ginjal. b. Nyeri kolik mrp nyeri yang terjadi akibat spasme otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya terhambat oleh adanya batu,bekuan darah,
71 ataupun oleh benda asing. Sifat nyeri kolik: intermiten/hilang timbul dan nyerinya menjalar (referred pain). Selain itu terdpat pula mual dan muntah. c. Nyeri vesika mrp nyeri yang dirasakan di daerah suprasimfisis. Nyeri ini terjadi akibat overdistensi buli karena retensi urin maupun karena inflamasi buli (sistitis). Inflamasi buli dirasakan sebagai perasaan kurang nyaman di suprapubis (suprapubic discomfort). Pada beberapa pasien sistitis nyeri sangat hebat seperti ditusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuriastranguria. d. Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yg mengakibatkan edema kel prostatdistensi kapsul prostat. Lokasi nyeri bisa dirasakan di: abdomen bawah,inguinal,perineal,lumbosakral,rectum. Biasanya nyeri prostat disertai keluhan miksi (frekuensi,disuria,retensio) e. Nyeri testis/epididimis : nyeri yg dirasakan dalam kantung skrotum bisa disebabkan karena primer (dari organ dalam skrotum) maupun sekunder (referred dari organ di luar kantong). Untuk yang primer dibagi dua: nyeri akut : torsio testis,torsio apendiks testis, epididimitis,orkitis akut,trauma testis. nyeri tumpul: varikokel,hidrokel,tumor testis. f. Nyeri penis: bila dirasakan nyeri saat penis tidak ereksi (flaksid) biasanya merupakan: referred pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra Parafimosis Keradangan pada prepusium dan glans penis bila nyeri saat penis ereksi mungkin disebabkan: Penyakit peyronie: plak jar fibrotic yg teraba pada tunika albuginea korpus kavernosum penis sehingga pada saat ereksi, penis melengkung dan terasa nyeri. Priapismus: ereksi penis yang terjadi terus menerus tanpa diikuti dengan ereksi glans.
Keluhan miksi: Keluhan miksi meliputi keluhan iritasi,obstruksi,inkotinensia,dan enuresis. 1.Gejala iritasi a. urgensi: rasa sangat ingin kencingsehingga harus kencing saat itu juga kalau tidak terasa sakit. Keadaan ini diakibatkan karena hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi infravesika, atau karena kelainan buli-buli neurogen. b.Frekuensi atau polakisuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal. (normalnya urin seseorang 0.5-1 cc/kgBB/jam,dan kasitas buli = 200-400 cc (maks 450-500cc) jadi missal org BB 50kg, maka urinx 1 jam = 50 cc dan untuk 4 jam = 200 c, jadi dia berkemih setiap 4 jam dan 1 hari 6 kali berkemih). Polakisuria dapat disebabkan karena: Produksi urin yang berlebihan (poliuria) yg disebabkan karena diabetes mellitus, diabetes insipidus, asupan air berlebihan. menurunnya kapasitas buli karena obstruksi infravesika, menurunnya komplians buli, buli contracted, dan buli yang mengalami inflamasi/iritasi oleh benda asing dalam lumen buli. c.Nokturia: Polakisuria yang terjadi pada malam hari. d. Disuria: nyeri pada miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli (nyeri akhir miksi) dan inflamasi uretra (nyeri awal miksi). 2. Gejala obstruksi: Bila terjadi obstruksi infravesika maka akan terjadi:
72 a.Hesitansi: awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi. b. Pancaran urin lemah c. intermitensi: di pertengahan mikso seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi, hal ini terjadi berulang. d. terminal dribbling: miksi diakhiri dengan perasaan masih ada terasa sisa urin di buli-buli dengan masih keluar tetesan urin. e. Retensio urin. 3. Inkotinensia Adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan urin yang keluar dari buli2, baik disadari maupu tidak. Beberapa macam inkotinensia: Jenis inkotinensia Urine keluar pada saat Terdapat pada Paradoksa (overflow) Buli-buli penuh Obstruksi infravesika (BPH) Stress Tekanan abdomen Kelemahan otot panggul meningkat Urge Ada keinginan untuk Sistitis, buli-buli nerogen kencingjadi mrp gejala iritatifpasien lari ke wc sebelum nyamoe udah keluar duluan miksinya Continuos atau true Urin selalu keluar Sfingter uretra eksternumnya udah doll/loss/rusak. 4.Enuresis tidak bisa menahan tapi tanpa kelainan anatomis jadi karena kelainan psikologis dan infeksi sal kencing akut.
Keluhan disfungsi seksual Keluhan infertitlitas Keluhan skrotum dan isinya Pemeriksaan fisis urologi: 1,Pemebesaran ginjal: inspeksi: tanda pembesaran pada area flank (daerah pinggang atau abdomen sebelah atas) palpasi bimanual: ada massa perkusi pd sudut kostovertebra: sudut kosta terakhir dengan vertebra dirassa sakit 2.Pemeriksaan buli Apa ada massa atau jar parut di suprasimfisis. Lalu palpasi dan perkusi untuk menentukan batas atas buli 3.Pemeriksaan genetalia eksterna 4.Pemeriksaan skrotum dan isinya Transiluminasi positif: bila berisi cairan kistus. 5.Pemeriksaan colok dubur Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: 1. Tonus sfingter ani dan refleks bulbocavernosum (BCR). Penilaian BCR dilakukan dengan cara merasakan apa ada refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan nyeri pada glans penis atau klotoris) 2. Kemungkinan massa dalam lumen rektum’ 3. Menilai keadaan prostat
73 Pemeriksaan Radiologi baca buku Batu Saluran Kemih (Urolitiasis) Etiologi: (diklasifikasikan menjadi 2) 1.Penyebab yang diketahui (MIAF) M (Metabolik): defek metabolism purin,hiperoksalouria,hiperkalsemi (krn hiperparatiroid, hipertiroid, vit D yang terlalu tinggi, imobilisasi), diare kronik dehidrasi, sistinuria. I (Infeksi): ISK dengan mikroorganisme penghasil urease A (Anatomical abnormalities) F (Functional Abnormalities) 2.Penyebab yang tidak diketahui (idiopatik) Faktor Resiko: Genetik: sistinuria (autosomal resesif),RTA tipe 1,medularry sponge kidney. (Cari kelainan genetic apa yang satu keluarga kena penyakit batu….) Geografik: Iklim dan Temperatur Diet: intake kalsium dan oksalat berlebihan,kurang minum. Pekerjaan: banyak duduk/kurang aktivitas/sedentary life Patofisiologi/teori pembentukan batu: Dapat terjadi di seluruh saluran kemih tu yang sering terjadi hambatan aliran urine seperti sistem kalises ginjal atau buli2. Hambatan bisa karena obstruksi infravesika:BPH,striktur,neurogen bladder) Kondisi metastabel (suhu,pH,konsentrasi solute,laju aliran urine) yang terganggu menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal membentuk inti batumenempel pada epitel saluran kemih (retensi Kristal)makin mengendapbatu yang dapat menyumbat. 80% ialah batu kalsium baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat dan sisanya batu asam urat (mudah terbentuk saat suasana asam), batu magnesium ammonium fosfat (saat suasanan basa), batu sistein,batu xanthin,dll. Tidak seimbangnya zat pembentuk batu dan zat penghambat batu. Inhibitor ini bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus (inhibitor Mgberikatan dengan oksalat dan inhibitor sitratberikatan dengan kalsium), menghambat pertumbuhan,agregasi dan retensi Kristal (glikosaminoglikan,THP atau uromukoid) Sedikit Penjelasan mengenai Batu Struvit (Batu infeksi) Terjadi karena adanya infeksi oleh bakteri yang mempunyai enzim urease sehingga menghidrolisis urea menjadi amoniakurine bersuasana basamemudahkan terbentunya batu MAP (magnesium ammonium posfat). Bakteri antara lain: proteus, klebsiela, seratia, enterobakter, pseudomonas, stafilokokus. Sedangkan E coli memang sering menibulkan infeksi sal kemih tapi bukan termasuk bateri penghasil urease. Ringkasan; Batu giinjal: gejalanyeri pinggang kolik,nyeri kencing kalo di distal ureter,hematuri,nyeri ketok,nteri alih,tanda hidrtonefrosis, tanda gagal ginjal,infeksi Batu buli: anak kurang gizi, gejalanyeri kencing awal kencing biasa, lalu stop dan kencing lagi stlh perubahan posisi. Anak: laki menarik penis, cewe narik vulva Batu uretra: nyeri pinggang krn batu di ginjal lalu kencing batu turun dan obstruksi di uretra shg kencing stop dan retensi urin. Nyeri tergantung letak batu bisa di glas atauu di perineum rectum. Batu Ginjal dan Batu Ureter
74
Batu
Batu
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran seperti tanduk rusa (batu staghorn) Batu yang tidak terlalu besar akan didorong oleh otot2 sistem pelvikalises sehingga turun menjadi batu ureter dan menjadi batu buli serta dapat dikeluarkan (bila ukuran batu <5 mm) Adanya batu dapat menyebabkan gejala obstruksi: hidroureter dan hidronefrosis. GK: nyeri pinggang yang sifatnya kolik ataupun non kolik. Nyeri kolik merupakan nyeri mendadak yang intermiten karena adanya obstruksi saluran kemihback flowtekanan intrapelvikaliseal meningkatkapsul teregangkeluarnya prostaglandin sebagai mediator nyeri. Bila batu terletak di distal ureterkeluhan nyeri kencing atau sering kencing. Keluhan hematuria. Pemeriksaan Fisik: Nyeri ketok pada area kosto vertebra, nyeri alih (referred pain) sesuai dengan lokasi batu ureter (bila 1/3 proksimal: di T10 umbilikus, bila 1/3 tengah: di L2-4 suprasimfisis, bila 1/3 distal: di S 2-3 penis), dapat teraba ginjal bila mengalami hidronefrosis, tanda gagal ginjal,retensi urin, infeksi: demam dan menggigil. Pemeriksaan radiologis: 1. Foto polos abdomen: batu kalsium (opak), batu magnesium (semi opak), batu uraqt/sistin (non opak) 2. IVP: untuk mengetahui anatomi dan fungsi ginjal. Serta dapat melihat batu semi/non opak yg belum terlihat dgn foto polos. Bila PIV belum jelas, dapat dilakukan retrograde pyelography. 3. USG: bila pasien tidak bisa dilakukan PIV (missal karena alergi kontras, fungsi ginjal yg sangat menurun). Melihat ada batu,hidronefrosis,pyonefrosis,pengekeritan ginjal. buli-buli Batu buli terjadi karena ada gangguan miksi yang terjadi karena obstruksi infravesika : BPH, striktur uretra,divertikel buli, buli neurogenik. Atau dari batu ginjal dan ureter yang turun ke buli. Batu buli banyak terjadi pada anak2 yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. GK: gejala iritasi (nyeri kencing/disuria hingga stranguria,rasa tidak enak saat kencing,kencing tiba2 berhenti dan kemudain lancar krn perubahan posisi) dan nyeri saat kencing sering dirasakan sebagai reffered pain ke penis,skrotum,perineum,pinggang sampai kaki. Khas pada anak: enuresis nokturna, anak laki sering menarik penisnya, dan anak wanita menggosok vulvanya. Tindakan mengeluarkan batu buli: litotripsi atau bila besar lakukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi). uretra Biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli dan kemudian ke uretra, jarang y6ang primer berasal dari uretra. GK: nyeri pinggang sebelum miksi, kemudian miksi yang pertamanya lancar yang tiba-tiba berhenti retensi urin. Batu di uretra anterior dapat teraba, nyeri dirasakan tergantung letak batu: bisa di glans penis, di perineum atau rectum bila batu di posterior. Tindakan mengeluarkan batu uretra: 1. Batu di MAE/fosa navicularis: dilebarkan meatus lalu diambil dengan forsep
75 2. Batu di uretra anterior: diberi lubrikasi (campuran jelly dan lidokain)batu keluar spontan 3. Batu di uretra posterior: didorong ke buli lalu dilitotripsi, bila tidak bisa dihancurkan dengan pemecah batu transuretra. Secara Umum manajemen Batu Saluran Kemih: (untuk semua tempat batu) 1.Evaluasi Metabolik Dasar Anamnesa: gejala klinis masing2 batu Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Radiologis: Foto polos, IVP,USG Pemeriksaan urin: UL, biakan, pH. Pemeriksaan analisis batu Pemeriksaan darah: kreatinin, urat,kalsium 2.Evaluasi Metabolik Luas (urine 24 jam) Volume, Kreatinin, kalsium, sitrat. 3.Jenis Terapi: a.Bila batu < 5 mm (terapi ekspektatif bila batu < 4 mm, gangguan (-), ISK (-) ) Medikamentosa Tujuan: mengurangi nyeri,memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretika, minum banyak utk mendorong batu keluar. b.Bila batu > 5 mm: ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) (penemu Caussy thn 1980/1984) a. Dapat digunakan untuk memecah batu ginjal, ureter proksimal, buli tanpa tindakan invasive b. Untuk batu ginjal: efektif bila ukuran batu < 20 mm dan tidak ideal untuk batu kaliks inferior >15 mm. terapi ulangan tidak boleh > 3-5 kali. Antibiotic bila ISK (+). Maximum shockwave (elektrohidraulic: 3500 shock, piezoelektik: 5000 shock) c. Untuk batu ureter: agak susah karena ureter sempit sehingga batu kurang dapat dipecah, perlu lebih banyak terapi ulangan. Efektif bila uk batu< 8 mm. Insitu atau push n bang. ESWL + DJ stent merupakan modalitas terapi batu ureter. Endourologi: URS (Ureteroskopi) a. Prosedur: anestesi dulu masukkan alat URS baru (dengan lensa) melalui uretra untuk melihat keadaan ureter atau sistem pelvikaliseal ginjal ekstraksi batu (ultrasonic,elektrohidraulik, laser,balistikpneumatik dan elektrokinetik). b. Angka bebas batu 95-100%. c. Dengan atau tanpa DJ stent, rawat inap 1-2 hr. Endourologi: PNL (percutaneous Nephro Litholapaxy) a. Prosedur: anestesi dulumasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit melalui jalur nefrostomi ekstraksi batupasang pipa nefrostomi b. Angka bebas batu: 85%-100%. Endourologi: litotripsi Memasukkan litotriptor untuk memecah batu buli dan uretra lalu pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Eklik. Endourologi: Dormia Mengambil batu ureter dengan keranjang dormia Bedah terbuka: masih digunakan pada kinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan ESWL,URS,PNL, laparoskopi.
76 Dilakukan bedah terbuka untuk mengambil batu. pielolitotomi, nefrolitotomi, vesikolitotomi,ureterolitotomi, uretrolitotomi. c.Terapi kemolisis (merupakan terapi tambahan pada ESWL,PNL,URS,bedah terbuka): Jadi sebenarnya pada terapi menghancurkan batu itu bisa dikombinasi: ESWL + PNL atau ESWL + kemolisis dll. Kemolisis untuk batu infeksi (batu MAP dan batu karbonat apatit): dengan larutan 10% hemiacridin (pH3,5-4) dan larutan suby yang dipasang melalui kateter nefrostomi. Untuk membantu memperluas permukaan kemudian dikombinasi ESWL. Kemolisis untuk batu brushite: larutan asam. Dapat dipakai untuk sisa batu. Kemolisis untuk batu sistin: dengan larutan basa pH 8,5-9: larutan THAM dan larutan asetilsistein yang diberikan dengan cara percutaneous kemolisis. Kemolisis untuk batu asam urat: larutan basa pH 8,5-9 : larutan THAM (trihidroksimetilaminometan) dengan percutaneus. Atau dengan oral kemolisis: terapi alopurinol dan minum banyak, pH dinaikkan dengan alkali. d.Perlu tindakan urgen/segera: Bakteremia/sepsis Preventif pada pekerjaan tertentu dengan tidak melihat ukuran batu: pilot,insinyur/pekerja konstruksi,dokter bedah. (serangan kolik dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain). e.hanya tindakan ekspektatif: Indikasi: ukuran batu 4 mm atau lebih kecil, keluhan(-),ISK (-),hidronefrosis (-),maksimum 4-6 minggu. Perlu diperhatikan: anamnesa yg cermat, pemeriksaan foto polos,IVP,USG, kultur urin dan pasien yang harus kooperatif Terapi meliputi pemberian: diuretika (HCT 25 mg 1dd1),analgetik bila nyeri kolik, exercise: lari,olahraga yg loncat2,minum 3-4 L air/hari,jangan diberi AB kecuali ada ISK. Tindakan/terapi pencegahan untuk timbulnya batu sal kemih Baca Tabel halaman 67
Benign Hyperplasia prostate
Prostat50-70% tdd kelenjar dan 30-50% yg tdd stroma dan muskuler. Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung oleh hormone testosterone, dmn kel prostat dengan bantuan 3alfa reduktase mengubah TDHT dan DHT inilah yang memacu pertumbuhan kel prostat. Sehingga pada orang yang dikastrasibiasanya tidak ditemukan prostat/ada tp kecil. (BPH (-) dan regresi prostat) . Kastrasimempercepat penutupan epifisial plkate shg tubuh akan membesar. Prostat yang membesar akan menekan uretra pars prostatikaobstruksi infravesika--.gangguan miksi. Pada BPH terjadi: 1. Peningkatan massa prostat (sel kelnjar yang hyperplasia) 2. Peningkatan rasio stroma:epiteltonus otot polos yang dipersarafi simpatis meningkat. Kedua hal di atas menyebabkan sumbatan pada uretra pars prostatika. Manifestasi klinis: 1.LUTS
77 dikenal sebagai LUTS yang dulu disebut sbg sindroma prostatism yang terdiri atas gejala obstruktif dan iritatif. System scoring LUTS secara subbjektif melalui IPSS (international prostatic symptom score). System scoring IPSS tdd dr 7 pertanyaan berhub dgn keluhan miksi dgn niilai 0-5 dan Timbul gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi buli-buli untuk mengeluarkan urin, namun lama-lama akan masuk ke fase dekompensasi dimana otot buli mengalami kepayahan (fatigue) dan timbul retensi urin. Timbulnya dekompensasi buli didahului oleh beberapa factor pencetus: 1. Volume buli yang secara tiba-tiba tertisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, minuman yang mengandung diuretika(alcohol,kopi) dan minum air berlebihan 2. Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut. 3. Mengkonsumsi obat : antikolinergikmenurunkan tonus detrusor dan simpatomimetik (alfa adrenergic)meningkatkan tonus oto polos prostat. Pemeriksaan fisik urologis : Periksa buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin. Pemeriksaan colok dubur (pem rutin): (1)unit persarafan (s2-s4) tonus sfingter anitidak terasa longgar pd jari/BCR (+), (2) mukosa rektum, (3) keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul,krepitasi,konsistensi prostat,simetri antra lobus dan batas prostat. Pemeriksaan lab: 1. Sedimen urin untuk mencari apa ada proses infeksi yg terjadi selanjutnya lakukan kultur urin’ 2. Faal ginjal apa ada komplikasi/penyulit di sal kemih bgn atas 3. Gula darah: DM juga dapat mengakibatkan gangguan persarafan buli (buli neurogenik) 4. PSA: penanda keganasan prostat, bila nilai >4 hrs waspada namu n tidak dijaf=dikan pem rutin. Pemeriksaan lain: 1. Residual urin: jumlah sisa urin setelah miksi 2. Pancaran urin atau flow rate yang dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghuting jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/det) atau dengan uroflow meter dengan gambaran grafik pancaran. Normal pancaran 15 cc/detilk bila < 10 cc/detada obstruksi.Pemeriksaan ini merupakan pem objektif LUTS. Pemeriksaan pencitraan: 1. Foto polos abdomen 2. IVP: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dari identasi prostat (pen=desakan buli oleh kel prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, (3) penyulit pada buli yaitu adanya trabekulasi,divertikel, atau sakulasi buli. Namun IVP skr tdk direkomendasikan untuk BPH. 3. Transrektal Ultrasononography (TRUS), dapat mengetahui: Besar dan volume kelenjar prostat Adanya pembesaran prostat maligna’ Gmn Konsistensi (hipoekoik/shadow) Petunjuk dalam melakukan biopsy aspirasi prostat Jumlah residual urine Mendeteksi hidronefrosis dan kerusakan ginjal akibat BPH lama. Patofisiologi dan penyulit
78 1. Hiperplasia prostatpenyempitan lumen uretra pasr prostattekanan infravesikel yang tinggikontraksi otot detrusor buli yang kuatperubahan berupa hipertrofi otot detrusor,trabekulasi,terbentuknya selula,sakula,dan divertikel buli. 2. Hiperplasia prostatpenyempitan lumen uretra pasr prostattekanan infravesikel yang tinggitekanan diteruskan kepada kedua muara ureterrefluks vesikoureterhidroureter,hidronefrosispielonefrosis,pielonefrotosgagal ginjal. 3. Tekanan intraabdomen tinggihernia dan hemorrhoid 4. Residual urin makin banyak timbulnya batu, infeksi sal kencing berulang, hematuria, dan bila terus berlanjut timbul retensi urin akut dan kronis inkotinensia paradoksa refluks vugagal ginjal.
Kelainan congenital urologi Embriologis: Secara embriologis, sistem nefron berasal dari blastema metanefros, sedangkan saluran ginjal dan ureter berasal dari tunas ureter. Sistem nefrik yang paling primitive: pronefros (week 3) mengalamoi rudimentasi mesonefros (week 4) mengalami rudimentasimetanefros (week 5)ginjal. Ureteric bud (tunas ureter) muncul dari distal duktus mesonefros yang akan berkembang menjadi ureter pyelum, kalises, dan duktis koligentes. Ujung duktus koligentes bertemu dengan ujung TCD. Kemudian setelah ginjal dan ureter bertemu (week 8) ginjal mengalami asensus dan rotasi pada sumbu vertical. Bagian mesonefros yang berada di antara tunas ureter dan tempat muaranya pada sinus urogenitalis disebut duktus eksretotius komunistrigonum buli. Anomali Ginjal 1.Anomali jumlah ginjal A.Renal agenesis Bisa unilateral dan bilateral Sebab: kelainan dari tunas ureter yang menginduksi perekembangan jar metanefros. Gejala unilateral: tanpa keluhan, dantahan hidup ditemukan secara kebetulan. Gejala bilateral: Pasien hanya dapat bertahan hidup beberapa jam-hari. Saat hamil terjadi oligohidramnion. Tanda khas: potter face yaitu: elfin ears (telinga lebar,letak rendah), hidung datar, mata lebar. Biasanya disertai kelainan congenital lain. B.Supernumerary Kidney: Ginjal pada satu sisi berjumlah lebih dari satu, mungkin disebabkan karena terbelahnya blastema metanefrik menjadi beberapa bagian pada saat embrio. 2.Anomali posisi Secara embriologis, ginjal mengalami asensusterletak lebih tinggi dari tempat asal yaitu setinggi V.lumbal 2, dan mengalami rotasimenghadap ventral menjadi menghadap medial. A.Anomali asensus: (renal ectopic) Simple ectopic Crossed ectopic: menyeberang garis tengah menuju sisi kontralateral Letak: pelvic ectopic kidney,abdominal ectopic ataupun thoracic ectopic. B.Anomali rotasi: Rotasi ginjal tak lengkap (incomplete) Rotasi ginjal yang terbalik (reverse)\ Rotasi ginjal terlalu banyak (excessive) 3.Anomali volume dan struktur: A.Renal hypoplasia
79 Kasus ini jarang, biasanya lebih sering unilateral ginjal kiri lebih sering. Wanita > pria. Dd: renal dysplasia dan contracted kidney. B.Kista ginjal: B.1. Kista ginjal soliter: Dapat berupa kista tunggal maupun multiple. Ruang kista tidak berhubungan dengan sistem pelvikaliseal ginjal. Kista dapat berisi cairan jernih, maupun cairan hemoragis, dan dapat mengalami infeksibila ukuran kista kecil tidak ada keluhanbila kista membesar memberikan keluhan nyeri pinggang yang hebat dan penekanan terhadap parenkim ginjal yang normal dan terhadap ureter terjadi hidronefrosis. Diagnosis: IVP, USG ginjal, CT scan, Terapi: aspirasi dengan tuntunan USG, dan diberi obat skleroterapi utk mencegah kekambuhan. Periksa sitologi bila ada keganasan segera angkat ginjal. B.2.Ginjal multikistik dysplasia Embriologi terjadi karena gagalnya pertemuan antara sistem collecting dengan nefron. Biasanya mengenai satu ginjal, adanya kista ginjal yg multiple. Diagnosis: palpasi bimanual (massa irregular, berlobi-lobi) dan USG (massa kistik multiple) Ureter biasanya atretik. Bisa menjadi keganasan. B.3.Ginjal polikistik Ada dua bentuk: polikistik ginjal anak (autosomal resesif dgn prognosa yg buruk) dan polikistik ginjal dewasa autosomal dominan) Ditandai dengan kerusakan kedua ginjal dengan adanya infiltrate kistakista dari berbagai ukuran ke dalam parenkim ginjal, shg fungsi ginjal menjadi sangat menurun. Pada bayi biasanya disertai hipoplasia parupasien mati karena gagal nafas/ginjal. Pada bentuk dewasa kelainan ini biasanya tidak menimbulkan keluhan, baru terdeteksi usia 40 thn dengan keluhan hipertensi, massa abdomen, keluhan dari komplikasi yaitu batu ginjal dan perdarahan. Komplikasi: hipertensi yg akhirnya menyebabkan gagal ginjal. Disertai polikistik pd organ lain (liver,lien,pancreas,ovarium) Pertolongan utk mengatasi hipertensi dan sindroma uremia. Operasi bila tjd obstruksi,infeksi dan perdarahan. 4.Anomali Fusi Ginjal Fusi ginjal: ginjal bersatu, dan menghambat rotasi shg biasanya disertai dengan malrotasi. Yang menyatu bisa parenkim ginjal atau jar fibrous. Macam kelainan fusi: 1. Crossed renal extopi dengan fusi disebut ginjal bentuk "S" atau "Sigmoid Kidney" atau berbentuk "L" atau “Lump Kidney.” 2. Pelvic kidney dengan fusi 3. Horseshoe kidney A.Horseshoe Kidney Mrp anomaly fusi yang plg banyak ditemui (1:400) dan >90% terjadi di kutub bawah. Pria > wanita Keluhan (+)/(-). Keluhan nyeri pinggang dan massa (+) bila ada komplikasi spt: obstruksi dan refluks vesikoureter hidronefrosis,terbentuk batu,infeksi. Pemeriksaan IVP: ditemukan ginjal menyatu bgn kaudal dengan sumbu mengarah dari kraniolateral ke kaudomedial.
80
Bila tidak ada komplikasi, kontrol teratur dengan uSG dan sintigrafi utk kemungkinan timbul penyulit. Bila ada komplikasipyeloplasti.
Anomali Ureter dan Pelvis 1.ureter ektopik Jika tunas ureter yang tumbuh dari duktus metanefros terlalu dekat sinus UGmuara ureter lebih cranial dan lateral dari normal, dan bila terlalu jauh sinus UGmuara ureter lebih kaudal dan medial dari normal. Arti ureter ektopik: Bila letak muara ureter pada tempat yg abnormal. Pada pria (leher buli,uretra pars prostatika,vesikula seminalis,vas deferens,epididimis). Pada wanita (uretra,vagina,cervix,uterus). Insiden pada w>p, pada wanita bisa diertai dengan anomaly lain yaitu duplikasi ureter. G:inkontinensia (ngompol), epididimitis. Jika ureter ektopik terjadi pada sistem pelviureter, ureter ektopik menerima drainase dari ginjal sistem cranialmuara ureter ektopik biasanya atretik dan mengalami obstruksihidronefrosis pada segmen ginjal cranial yang menyebabkan segmen kaudal terdorong ke bawahgambaran bunga lili yg jatuh (dropping lily) Pemeriksaan sistoskopi dapat menemukan muara ureter pada uretra atau ditemukan hemitrigonum 9tidak ditemukan salah satu muara ureter pada buli) Penanganan: jika ginjal sudah mengalami kerusakan: nefroureterektomi, tapi bila masih dapat dipertahankan implantasi ureter pada buli. 2.Duplikasi pelvis-ureter (double system) 2.1. Duplikasi tidak lengkap: jika 2 pelvis ureter yang keduanya saling bertemu sebelum bermuara di buli. Ada tipe Y: bila kedua ureter duplikasi bermuara di atas buli dan tipe V: jika kedua ureter duplikasi bermuara menjadi satu pada ureter intramural dlam buli.Pada tipe Y biasanya akan menimbulkan keluhan dimana aliran ureter satu akan menyebabkan refluk pada ureter yg lain (fenomena Yo-Yo) shg menimbulkan hidronefrosis. 2.2. Duplikasi lengkap: jika 2 pelvis ureter bermuara pada tempat yg berbeda. ureter ginjal kutub atas : lebih panjang, muara lebih distal dan biasanya ektopik, sering obstruksi dan bisa ureterokel. ureter kutub bawah ginjal: lebih pendek, muara lebih proksimal, sering refluks. Keluhan: hidronefrosis dan infeksi saluran kemih yang sulit diberantas karena adanya refluks uretero-ureter (fenomena yo-yo), refluks vesikoureter,obstruksi. Pemeriksaan: IVP: mengetahui jenis duplikasi lengkap atau tidak lengkap. Ginjal atas (hidronefrosis), ginjal bawah 9dropping lily) Sintigrafi dengan technisium: ketebalan parenkim ginja;l Pemeriksaan refluks study dgn radionuklear Terapi: bila terjadi hidronefrosis karena fenomena yoyo: pieloplasti membuang satu ureter Bila salah satu kutub ginjal rusak: nefrektomi Bila ginjal masih baik: neoimplantasi utreter ke dalam buli. 3.Ureterokel. Adl sakulasi atau dilatasi kistik terminal ureter. Letaknya mungkin berada dalam buli-buli (intravesikel) atay mungkin ektopik di luar muara ureteryg normal.
81
Ureterokel yg cukup besar obstruksi / penyempitan muara ureterhidroureternefrosis GK: ISK,obstruksi leher buli, inkotinensia urine. Bisa timbul batu akibat obstruksi pada ureter distal. Pemeriksaan IVP: dilatasi kistik ureter distalgambaran cobra head, USG T: insisi ureterokelneoimplantasi ureter dan rekontruksi buli. 4.Obstruksi ureteropelvic junction (subpelvin) Stenosis UPJpengeluaran urine dari pelvis ke ureter menjadi tak efisiendilatasi progresif pielum dan sistem kalises (hidronefrosis) . Mula2 otot pelvis renalis hipertrofi, penurunan GFR, dan penurunan fungsi ginjal. Anomali pada buli-buli 1.Ekstrofia buli/vesika; kelainan congenital dimana buli dan uretra tidak menutup sehingga menonjol di luar tubuh, dengan mukosa menghadap ke luar. Kelainan ini disertai separasi dari simfisis pubis. 2.Persisten urachus/Patent Urachus: hubungan yang permanen antara buli-buli dengan umbilicuskeluhan urine keluar dari umbilicus. Ada 4 tipe patent urachus: Tipe 1: Complete Patent Urachus Tipe 2: Partially Patent Urachus: Opening external, blind internal Tipe 3: Partiallt Patent Urachus: Blind external, opening internal Tipe 4: Kista urachus 3.Refluks Vesiko Ureter: Aliran balik urine dari buli-buli ke ureter karena kegagalan dari katup vesiko uretral junction. Ada 2 tipe berdasarkan etiologi: Primary reflux: karena congenital, familial atau herediter. Penyebab: ureter ektopik,ureter intravesikal yang terlalu pendek (normalnya ureter intravesikel submukosa panjangnya: 2cm bila kurang dari itu ada kelainan katupnya), absen otot detrusor. Secondary reflux: karena infeksi,obstruksi, iatrogenic, neurogenik. Diagnosis: sistografi dan sistoskopi T: konservatif dan pembedahan (anti reflux: cohen’s method dan palitano lead) Anomali Penis: 1.Fimosis Adalah prepusium penis yang tidak dapat ditarik ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis sebagian besar dialami oleh bayi baru lahir karena adanya adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Baru pada usia 3-4 tahun 90% prepusium sudah dapat ditarik karena seiring dengan pertumbuhan penis,adanya smegma dan ereksi penis yang memisahkan prepusium dari glans. Namun ada kasus yang tidak dapat diretraksi. Karena adanya jaringan parut/scar yang menyebabkan perlekatan sementara meatusnya tidak terlihat (baru dapat dilihat bila prepusium sedikit ditarikmeatus ditutupi oleh scar) Gejala: gangguan aliran urine berupa sulit kencing, paran mengecil, menggelembung ujung prepusium saat miksi, dan retensio urine. Bisa menyebabkan infeksi prepusium (postitis) dan infeksi gnas (balanitis) Tindakan: hindari memaksa untuk menarik prepusium karena bisa timbul perlukaan dan terjadi scar/fimosis sekunder. Bila timbul infeksi berikan antibiotika, lalu lakukan sirkumsisi. 2,Parafimosis Prepusium penis yang ditarik sampai di sulkus koronarius dan tidak dapat dikembalikan pada keadaaan semula sehingga menimbulkan jeratan pada
82 belahan sulkus koronarius. Menarik prepusium terjadi saat bersenggama atau masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jeratangangguan aliran balik vena sementara arteri tetap normaledema dan nyeriedema makin membesar dan gangguan aliran arterinekrosis Tindakan: manual dulu dengan memijat glans 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan prepusium dapat dikembalikan. Namun bila tidakdorsum insisi pada jeratan shg prepusium kembali ke tempatnya dan setelah edem dan inflamasi berkurangsirkumsisi. 3.Micropenis 4.Alphalia 5.Penyakit Peyroni Adalah adanya plak/indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosum penis. GK: keluhan nyeri penis dan penis bengkok (angulasi) saat ereksi, yang menghilang saat keadaan normal. Pada pemeriksaan teraba jaringan keras (fibrous) pada tunika lbuginea dan terlihat kalsifikasi pada foto polos penis. Terapi: (tanpa terapi, 50% mengalami remisi spontan setelah observasi 1 tahun) Konservatif: pemberian tamoksifen, untuk nyeri berikan vitamin E Operasi: indikasi operasi apabila ada deformitas penis yang mengganggu senggama dan disfungsi ereksi. Lakukan operasi saat penyakit telah stabil yg dicapai 12-18 bulan sejak timbulnya penyakit. Cara: eksisi plak kemudian tandur kulit atau cara Nesbitt. Anomali Uretra 1.Hipospadia Adalah: kelainan congenital dimana muara uretra terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Pada hipospadia tidak ditemukan prepusium ventral dan hanya ditemukan prepusium dorsal yang berlebihan (dorsal hood) dan disertai dengan kordee (penis angulasi ke ventral) Klasifikasi: Hipospadi anterior: tipe glanular,subkoronal, dan penil distal Hipospadi medius: midshaft dan penil proksimal. Hipospadi posterior: penoskrotal,scrotal,dan perineal. Tindakan: Operasi melalui dua tahap (bisa dikerjakan sekaligus) : kordeplasti (pembebasan kordee) dan uretroplasti (pembuatan uretra). Dilakukan sebaiknya saat usia prasekolah. Kontraindikasi hipospadia: ialah sirkumsisi 2.Epispadia: Alh muara uretra yang terletak di dorsal penis. 3.Kalo dari slide (Posterior-uretral valve,congenital uretral fistula,uretral diverticle,laegalo-uretra) 4. Striktur uretra (bukan kelainan congenital) Adalah penyempitan lumen uretra karena adanya fibrosis. Fibrosis terjadi missal karena ada traumaterjadi hambatan aliran urineurine mencari jalan ke proksimal strikturmengumpul di rongga periuretraabses peiuretrapecahfistel uretrokutan. Ada beberapa derajat penyempitan lumen (ringan <1/3 diameter, sedang 1/3-1/2 diameter, berat >1/2 diameter) Pemeriksaan: sistografi-uretrografi (melihat panjang striktur) atau uretroskopi. Operasi: Uretrotomi interna: memotong jar sikatriks dengan pisau otis (bila striktur belum total) atau pisau sachse (secara visual). Kelainan Testis: 1.Agenesis testis: skrotum yang tidak berisi testisjuga mengalami atrofi.
83 2.Ektopik testis: testis yang keluar dari jalur normalnya setelah keluar dari annulus inguinal eksternus. Posisi: inguinal superficial,perineal,femoral,penile. 3.Kriptorkismus: Tumor Traktus Urogenital Yang terbanyak: tumor prostat, tumor buli, tumor ginjal.
Tumor Ginjal Ringkasan Beda tumor wilm dengan grawitz Wilm (nefroblastoma) Grawitz (adeno ca/clear cell ca) Insiden: anak < 10 thn Insiden: P>W, usia decade 5-6 Patologi: asal dr blastema metanefrik Asal dari tub proksimal, bisa juda dr distal dan koligentes Gx: Trias (flank pain,flank Trias,hipertensi + anemia,varikokel mass,hematuri), hioertensi. akut,sindroma paraneoplastik (gejala hepar,hipertensi,hgiperkalsemi,polisiitem ia vera) Penunjang: BNO (tampak suram krn IVP: distorsi, USG: massa padat/kistik, masa) ,IVP (distorsi sitem ctscan: apa ada penyebaran ke v renalis, pelvikaliseal) ,USG (massa padat dl mri: plg bagus tp susah seteksi uk<3 cm. ginjal) Dd: hidronefrosis, neuroblastoma,teratoma,hamartoma Terapi: nefrektomi radikal bila kontra Terapi: nefrektomi radikal, progestagen, lateral normal, lalu di radio dan kemo imunoterapi, radio dan kemo (radiosensitive) (radioresisten) Stage: 1 (terbatas ginjal), 2 (ke lemak perirenal), 3 (v.renalis), 4 (metastase jauh). 1.Wilm’s Tumor (Nefroblastoma) Insiden: merupakan tumor yang paling banyak menyerang anak-anak. Usia <10 tahun, paling sering usia 3,5 tahun (umur median 2 thn 11 bulan). 5% terjadi bilateral ka=ki, dan 15 % disertai kelainan bawaan berupa: anridia,hemihipertrofi dan anomaly organ UG. Patologi: Tumor wilm berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas campuran blastema, stroma, dan epitel. Secara HistoPA tumor dibagi menjadi 2: favorable (89%) dan unfavorable (11%-->prognosa kurang baik) Klinis: Trias (flank mass/benjolan di perut sebelah atas, flank pain, dan hematuria), hipertensi, anorexia,nausea,vomiting. Pemeriksaan Lab: hematuria,anuria Pemeriksaan Penunjang (Radiologis) BNO: tampak suram pada salah satu sisi perut dan usus yang terdesak oleh massa IVP: sistem kalises yang terdesak massa dan distorsi sistem pelvikaliseal USG: massa padat dlm ginjal Staging Stage 1: Tumor terbatas pada ginjal, dapat dieksisi sempurna Stage 2: Tumor meluas keluar dari ginjal dan dapat dieksisi sempurna (sudah penetrasi lemak perineal,limfononodi paraaorta, vasa renalis) Stage 3: sisa tumor dalam abdomen mungkin berasal dari: biopsi atau rupture yang terjadi sebelum dan sesudah operasi)
84 Stage 4: Metastase hematogen Stage 5: tumor bilateral Dd: Hidronefrosis/kista ginjal (massa kistik) Neuroblastoma (keadaan anak lebih buruk, lab: kadar VMA meningkat) Teratoma Hamartoma Terapi: Bila stadium masih dini dan ginjal kontralateral normalnefrektomi radikal. Sebelumnya dan seduahnya dapat dilakukan kemoterapi dan radioterapi Kemoterapi: Kombinasi Actinomisin D + Vinkristin Radioterapi: krn sifat tumor ini radiosensitive. Kadang diselingi dengan kemoterapi (terapi sandwich). 2.Grawitz Tumor (adenokarsinoma ginjal, karsinoma sel ginjal, hipernefroma, clear cell ca) Insiden: Lebih banyak pada pria (P:W=2:1), decade 5-6. Faktor resiko: merokok, kopi,analgesic,estrogen. Patologi: tumor ini umunya berasal dari tubulus proksimal ginjal, meskipun juga bisa dari tubulus distal dan koligentes. Gejala Klinis: Trias (flank mass, flank pain, gross hematuria) Hipertensi (oklusi vaskuler krn massa tumor, A-V shunting pd massa tumor) Febris Anemia (perdarahan intratumor) Varikokel akut Sindroma paraneoplastik (stanfer syndrome: penurunan fungsi liver dan nekrosis yg tidak ada hub dengan metastase ke hepar,hiperkalsemia,polisitemia:karena eritropoitin berlebihan, hipertensi:karena meningkat rennin.) Pemeriksaan Lab: Hematuria,anemia, LED meningkat. Pemeriksaan Penunjang: IVP: biasanya bila ada indikasi hematuria, hanya melihat distorsi USG: hanya melihat ada massa yg padat atau kistik CT scan: pencitraan yg dipilih karena akurasi cukup tinggi dan dapat menhetahui penyebaran sel tumor pada vasa renalis, vena cava, ekstensi perirenal, metastase kel limfe MRI: bagus namun kurang sensitive bila uk tumor<3 cm Sebelum dipake CTs dan MRI, arteriografi Staging: Stage 1: tumor terbatas pada ginjal, fascia gerota msh utuh Stage 2: invasi ke jar lemak perirenal, fascia gerota msh utuh Stage 3: invasi ke v renalis/v cava atau limfonodi regional Stage 4: metastase jauh (missal ke usus) Terapi: Definitif dengan nefrektomi radikal Adjuvant: hormonal progestagen, imunoterapi, kemoterapi,radioteapi ( kemo dan radio tidak begitu bermanfaat krn sifat tumor ini radioresisten)
Tumor Buli-buli Insiden: banyak pada pria (P:W = 2,7:1)
85 Etiologi dan Faktor resiko: Pekerjaan (pabrik cat,tekstil,karet,tukang salon,dll) Perokok (bahan karsinogen amin aromatic dan nitrosamine) Trauma (instrumentasi kateter,batu) Infeksi sal kemih (E coli dan Proteus menghasilkan nitrosamine) Kopi,pemanis buatan (sakarin),obat2an (siklofosfamid,opium,obat anti TBC seperti INH) Jenis Histopa: Transisional cell ca : 90% Squamous/epidermoid cell ca: 5-10% Adeno ca: 2 % (prognosa paling buruk) Gejala Klinis: Hematuria yang bersifat: painless,kambuhan (intermiten),total(terjadi pada seluruh miksi) Gejala iritasi (urgensi/rasa sangat ingin kencing hingga nyeri, frekuensi/polakisuria, disuria/nyeri saat miksi tu akhir miksi bila kelainan pada buli) Nyeri tulang, nyeri pinggang Massa suprasimfisis Hematuriabekuan darah yang menyumbat shg tidak bisa miksi/obstruksi Pemeriksaan fisik: palpasi bimanual (tangan kanan VT/RT sementara tangan kiri palpasi buli di suprasimfisis) untuk memperkirakan luas infiltrasi tumor (T). Pemeriksaan Lab: Hematuria dan sitologi urin (melihat sel-sel urotelium yang terlepas) Pemeriksaan radiologis: IVPtampak filling defect pada buli Perjalanan Penyakit dan staging tumor: (ada 3 sistem klasifikasi: TNM,Marshall,Jewett) TNM Marshall Uraian T is 0 Karsinoma in situ T0 0 Papiler non invasive T1 A Invasi ke submukosa T2 B1 Invasi ke otot superficial T3A B2 Invasi ke otot profunda T3B C Invasi ke lemak perivesika T4 D1 Invasi ke organ sekitar N1-3 D1 Metastasis limfogen M1 D2 Metastasis hematogen Klasifikasi Jewett: Stage A: invasi mukosa dan tunika propria Stage B1: invasi otot <1/2 tebal Stage B2: Invasi otot>1/2 tebal Stage C: Invasi komplet seluruh dinding vesika Prognosis: Baik (stage A dan B1), Buruk (Stage B2 dan C) Terapi: disesuaikan dengan stadiumnya Stadium Tindakan Superficial (0-A) TUR buli dan kemudian instilasi/kemoterapi intravesika Invasif (B-C-D1) TUR buli dan kemudian sistektomi (bisa radikal,parsial,atau total) atau dengan radiasi
86 Metastase (D2)
Adjuvan kemoterapi dan radiasi paliatif
Sistekromi radikal: pengangkatan buli bersama dengan jar sekitar (missal sistoprostatektomi) dan kemudain aliran urine dari ureter dialrkan melalui beberapa cara diversi urine.
Tumor Prostat Definisi: keganasan yang berasal dari sel asinus prostat Insiden: Merupakan keganasan terbanyak pertama (ada pula yang bilang terbanyak kedua setelah tumor buli) Menyerang usia > 50 tahun 30% menyerang usia 70-80 thn dan 75% menyerang usia >80 thn Etiologi (beberapa factor yang diduga sbg penyebab timbulnya adeno ca prostat): Genetic : bila saudara laki kenaresiko 2x lebih tinggi, bila ayah + saudara laki kenarisiko 5x lebih tinggi. (namun jarang ditemukan keganasan prostat yg tinggi dlm satu keluarga) Diet: lemak,susu hewan,daging merah,hati meningkatkan resiko. Vit A,betakaroten,isoflavon (kedelai),likofen (antioksidan karotenoid pd tomat),selenium (ikan laut,biji2an),vit E mengurangi resiko. Pengaruh hormonal: hormone androgen Lingkungan Infeksi Pengaruh cadmium,merokok,dan paparan radiasi. Patologi: Jenis histoPA tumor prostat sebagian besar adalah adeno ca. Berdasarkan penelitian, lokasi: 75% : zona perifer 15-20%: zona sentral 10-15%: zona transisional Stadium Tumor (menurut TNM dan Jewett-Whitmore 1. Organ confined (tumor terbatas pada prostat) T1 atau A: Non palpable tumor yang ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan histoPA setelah TURP pada BPH T2 atau B: saat RT teraba nodul keras yang masih terbatas intrakapsuler (prostat) 2. Invasi local T3 atau C: tumor mengadakan invasi ke vesikula seminalis T4 atau C: tumor mengadakan invasi selain ke vesikula seminalis (leher buli, sfingter eksterna dan rectum) 3. Diseminasi: Tumor mengadakan infiltrasi limfogen ( N atau D1) dan infiltrasi hematogen (M atau D4) Derajat diferensiasi sel; Gleason Diagnosis: Gejala Klinis: pada stadium dini, tumor tidak memberikan keluhan, namun saat stadium lanjut terdapat keluhan seperti sulit miksi, nyeri kencing dan hematuria yang menandakan bahwa tumor menekan uretra. Bila tumor menekan rectum: sulit BAB. Bila mengenai tulang: nyeri tulang, fraktur. Pemeriksaan fisik: status urologi (inspeksi dan palpasi adanya tanda pembesaran kelenjar,invasi local, maupun metastasis), colok dubur:
87
stadium dini teraba nodul konsistensi berdungkul keras,mobilitas,invasi perkontinutatum ke vesika seminalis maupun rectum. Pemeriksaan Lab: DL, faal hemostasis,faal hati,elektrolit,urinalisis,kultur urine, alkali fosfatase bila ada metastase ke tulang. Serta penanda tumor prostat yg spesifik: a. PAP ( Prostate Acid Phosphatase): dihasilkan oleh sel asini prostat b. PSA (Prostate Specific Antigen): glikoprotein ytang dihasilkan sel sitoplasma prostatdeteksi dini kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi. Interpretasi nilai PSA Nilai PSA 0,4-5 ng/mL 4-10 ng/mL >10 ng/mL Peningkatan .20% pertahun
Interpretasi Normal 20% kanker 505 kanker Segera rujuk untuk biopsy
Pencitraan: a. TRUS (Trans Rectal Ultrasonography): mendeteksi kanker prostat 2 kali lebih baik dari colok dubur. Fungsi TRUS: Ditemukan area hipoekoiktanda kanker, sekaligus mengetahui adanya ekstensi tumor ekstrakapsuler, dan penuntun dalam melakukan BAJAH. b. CT scan (bila perlu): membuktikan apakah ada metastasis limfonodi. c. MRI (bila perlu): lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor ekstrakapsuler. d. Melihat penyebaran tumor: Bone scan (metastase tulang), foto thoraks PA/lateral (metastase paru), USG abdomen (metastase hepar). (jadi kesimpulan diagnosis: lakukan colok dubur dulu (bila nodul dan keras)periksa PSA (bila >4)periksa TRUS (bila lesi hipoekoik)lakukan BAJAH pasti Ca prostatterapi Terapi: Stadium Alternative terapi T1-T2 (A-B) Prostatektomi radikal Observasi (pasien tua) T3-T4 (C) Radiasi Prostatektomi N atau M (D1-D2) Radiasi Hormonal 1.Prostatektomi radikal: dilakukan untuk tumor2 yang masih terbatas pada kapsul prostat (T1 dan T2). Maksudnya radikal ialah pengangkatan prostat + vesika seminalis. Komplikasi tindakan: perdarahan, disfungsi ereksi, dan inkotinensia. Namun dengan teknik nerve sparring komplikasi dapat diperkecil. 2.Radiasi: biasanya dilakukan bila (1) setelah prostatektomi radikal masih ada spillage; (2) tumor yang sudah invasive local (T3-T4); (3) paliatif untuk tumor yang sudah mengalami metastasis (N atau M). Radiasi dilakukan melalui: (1) radiasi eksterna: biasanya sebelumnya dilakukan limfadenektomi dahulu; (2) radiasi implantasi: memasukkan I 125 ke prostat melalui insisi suprapubik atau transperineal dengan bimbingan TRUS. 3.Terapi hormonal: (untuk stadium lanjut N-M) Prinsip: sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan.
88
Sumber androgen: dari testis dan 10% dari kelenjar suprarenal. Macam terapi hormonal: No Tindakan/obat Mekanisme 1 Orkidektomi Menghilangkan sumber androgen testis 2 Estrogen Antiandrogen steroid 3 Antiandrogen non steroid Menghambat sintesa dan aktivitas androgen 4 LHRH agonis Kompetisi dengan LHRH 5 Orkidektomi + antiandrogen Blokade androgen total (sumber dari atau testis dank el suprarenal) LHRH agonis + antiandrogen
Alur Diagnosis Karsinoma Prostat
Kecurigaan pada colok dubur atau peningkatan PSA Cek / recek PSA Rujuk ke urologist Histologi adenoca TRUS / biopsi Histologi negatif, Bone scan periksa ulang PSA Negatif 6-12 minggu Positif : CT / MRI untuk pikirkan mengeliminasi Negatif : deep x-ray atau hormonalPositif : x-ray treatment metastasis limfradikal prostatektomi terapi bila PSA >10 ng mL
Tumor Testis Merupakan keganasan sel testis yang bisa berada di dalam testis maupun di luar testis. Insiden: banyak pada usia 15-35 tahun Etiologi (penyebab pasti belum diketahui namun factor resiko antara lain): Maldesensus testis( kriptorkismus) Trauma testis
89 Atrofi/infeksi testis Pengaruh hormone Klasifikasi: 1..Tumor testis primer a. Sel germinal : 1. Seminoma (spermatosistik,anaplastik,kistik) 2. Non seminoma (karsinoma sel embrional,koriokarsinoma,teratoma,tumor yolk sac) b. Non germinal ( tumor sel leydig,tumor sel sertoli,gonadoblastoma) 2.Tumor testis sekunder (limfoma,leukemia infiltrative) Stadium tumor: 1. Menurut sistem klasifikasi TNM 2. Menurut Boden dan Gibb: a. Stadium A atau I: tumor yang terbatas pada testis b. Stadium B atau Ii: Tumor menyebar ke limfonodi para aorta IIA bila belum teraba, IIB bila limfonodi teraba (>10cm) c. Stadium C atau III: bila tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum dan metastasis supradiafragma. Penyebaran tumor: tumor testis biasanya menyebar secara limfogen : dari kelenjar limfe paraaortakel limfe mediastinal dan supraklavikular, namun untuk koriokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru,hepar dan otak. Diagnosis: 1. Gejala Klinis: tumor testis bisa disertai nyeri ataupun tidak, massa di perut krn pembesaran kel limfe paraaorta, benjolan di leher, dan ginekomastia (krn kadar B HCG yg tinggi pada koriokarsinoma) 2. Penanda Tumor: alfa feto protein (AFP) dan HCG. 3. Pencitraan: -USG; lesi intra atau ekstra testicular dan massa kistik atau padat -MRI: melihat tunika albuginea -CT scan: melihat metastasis retroperitoneum Penatalaksanaan: Lihat tabel halaman 186.
90
BEDAH SARAF Cedera Kepala Patofisiologi cedera kepala kematian a. Efek awal dari cedera kepala disebut cedera kepala primer, suatu kelainan patologis yang ireversibel terjadi langsung karena trauma. Berupa: laserasi scalp, fraktur, laserasi dura-parenik-vaskuler-nervus, diffuse axonal injury. b. Setelah beberapa menit hingga jam akan terjadi cedera kepala sekunder, seperti iskemia otak, perdarahan intracranial, edema otak. Hal ini disebabkan adanya on going proses yakni: - Hipovolemiahipoksiaiskemia - Toksin metabolic: rilis neurotransmiter eksitotoksik (glutamate pathway), radikal bebas oksugen, calcium dearangement. - Hiperkarbiavasodilatasiedema serebri - Penurunan O2 dan penurunan suplai glukosametab anaerobedema serebri c. Terjadi peningkatam TIK d. Terjadi Herniasi e. Terjadi kematian Klasifikasi cedera kepala berdasar patofisiologi: a. Cedera kepala primer: 1. Fraktur tulang baik itu fraktur kalvaria maupun fraktur basis kranii 2. Cedera Fokal: kontusio kup dan kontrakup, hematom (epidural, subdural,intraserebral) 3. Cedera difus: konkusio dan DAI Konkusio: Cedera kepala dengan disfungsi neurologis sementara, namun tidak terlihat kerusakan structural yang nyata pada neuorimaging. Definisi lain: Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Gx: Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Diffuse Axonal Injury: Keadaan koma (persisten vegetative state) setelah cedera kepala akibat kerusakan aksonal tract yang menyeluruh. Keadaan ini juga tidak dapat terdeteksi secara macros dengan imaging. Patofis kedua keadaan di atas: akibat adanya akselerasi-deselerasi (guncangan) yang menyebabkan shearing forces pada akson-akson sehingga terjadi kerusakan aksonal dan neurotransmisi. b. Cedera kepala sekunder
91
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan mekanisme: a. Trauma Tembus - High Speed - Low Speed b. Trauma tumpul: - Akselerasi-deselerasi: Saat otak dalam keadaan bergerak bebas dalam batas tertentu dalam rongga terngkorakterjadi guncangan pada kepala terjadi perbedaan relative antara otak dengan tengkorak dimana saat mulainya akselerasi ptak teringgal di belakang gerakan tengkorak . Kedua fenomena ialah sama, namun berbeda arahnya saja, kalau akselerasicoup injury (direct) sementara deselerasisaat tengkorak diam, otak di dalam masih bergerakcounter coup. Contoh lesi dengan mekanisme ini ialah SDH dan contusion. - Direct impact: disebut juga cedera kontak benturprimary: jejas benturan local (coup) maupun secondary jejas benturan di tempat lain melalui mekanisme distorsi otak dan gelombang renjatan (counter coup). Contoh: fraktur, EDH, SDH, contusio. - Shearing dan Rotational Force: Diffuse aksonal injury. Kalo di slide DAI dimasukkan dalam mekanisme sendiri tapi kalo di satya Negara dimasukkan ke dalam cedera akselerasi. Akselerasi-Deselerasi Direct Impact Jejas Permukaan: Cedera local: a. SDH a. Fraktur (linier, depresi, basis) b. Kontusio kontra koup b. EDH c. Kontusio intermediet c. Kontusio koup Jejas Dalam: Cedera di tempat lain: a. Concusion syndrome a. Kontusioa kontra koup b. DAI c. Laserasio d. Perdarahan intraserebral Tekanan Intra Kranial Hukum Monroe Kellie dalam keadaan normal ruang intracranial yang terdiri dari volume darah, parenkim otak, dan cairan cerebrospinal akan selalu dalam keadaan tetap. Pada keadaan dimana terjadi perubahan atau pertambahan volume salah satu komponen tersebut, maka akan dikompensasi dengan mengurangi salah satu volume lain sebelum gagal dan terjadi peningkatan TIK. Parameter yang dapat digunakan untuk evaluasi fungsi otak adalah CBF yang normalnya ialah 50 mL/100 g otak/menit. CBF dipertahankan pada MAP 50-160 mmHg. Namun CBF sulit diukur secara kuantitas. CBF dipengaruhi oleh CPP dan CPP berhubungan dengan ICP. Dimana rumusnya CPP = MAP-ICP. - Normal CPP: 70 – 90mmHg - Normal ICP: 10 mmHg, >20 mmHg abnormal, >40 mmHg is severe - Hypoperfusion when < 60mmHg - TBI àhigher metabolic rate à so requirement is high CPP - Maintain CPP at 70mmHg following TBI - When ICP increases, maintain MAP > 90mmHg - Note: autoregulation is defective in TBI
92 Gejala dari peningkatan TIK: 1. Gejala utama: nyeri kepala, muntah proyektil dan papil edema. 2. confusion, agitation, drowsiness 3. changes in pupillary response 4. weakness on one side of the body 5. seizures 6. Blurred Vision 7. Papilloedema 8. In Paediatrics – Persistent Crying & Refusal to eat 9. Cushing responses : Hipertensi, Bradikardi, Change of respiratory pattern
Herniasi Ada beberapa macam herniasi yakni: a. Uncal/ lateral b. Central c. Cingulate / sub falcine d. Central “upward” e. Tonsilar f. Trans alar g. Trephine
Herniasi uncal:
93
Herniasi central:
Klasifikasi Cedera Kepala a. Berdasarkan Patofisiologi: - Cedera Kepala Primer - Cedera Kepala Sekunder b. Berdasarkan Mekanisme: - Trauma tembus - Trauma tumpul c. Berdasarkan Klinis: - CKR ( GCS 14-15) - CKS (GCS 9-13) - CKB (3-8) Penatalaksanaan Cedera Kepala a. Ingat ATLS selalu ABCDE (primary survey) - A: bebaskan jalan nafas lakukan jaw thrust, pertahankan jalan nafas dengan OPA/NPA - B: Beri O2 dengan NRM 10-12 L/m - C: pasanga iv line infuse kristaloid, cari sumber perdarahan, atasi syok - D: nilai AVPU dan GCS - E: Head to toe examination b. Secondary survey: disini dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pneunjang. - Anamnesis: ada riwayat benturan pada kepala, riwayat penurunan kesadaran/pingsan, amnesia, muntah, nyeri kepalacedera kepala - PF: head to toe, kepala (cari tanda fraktur pada basis kranii, maksilofasial), leher dan tulang belakang. Selain itu lakukan pemeriksaan neurologis.
94
-
PP: Laboratorium dan Radiologis. Pemeriksaan radiologis: skull AP/lat/tangensial dan Head CT scan. Indikasi foto skull: Jejas pada kulit kepala Deformitas kranium Trauma tembus / curiga
Indikasi Head CT scan: Cedera kepala dengan riwayat pingsan, amnesia retrograde. Nyeri kepala dan muntah menetap GCS ≤ 14 Perubahan status mental Deteorisasi neurologis, penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, dan kejang Deficit neurologis fokal, dijumpai lateralisasi Perlukaan kranioserebral, fraktur/curiga fraktur, adanya trauma tembus Multi trauma Indikasi social
Prinsip Penatalaksanaan: a. Beri oksigen b. Psg iv lineinfus kristaloid untuk mencapai kondisi euvolemia c. Beri profilaksis anti kejang bila ada indikasi d. Kenali, cegah, dan atasi peningkatan TIK: - Tujuan untuk menjaga TIk tetap di bawah 20 dan CPP > 80, sehingga mencegah terjadinya hipoksia iskemia serebral - Posisi kepala Head up 30-45 dan menjaga kepala tetap pada posisi mid line tujuan meningkatkan venous return dan menggeser volume CSF dari kompartemen kepala ke kompartemen spinal shg mengurangi volume intracranial - Jika perlu beri sedasi ringam kodein atau lorazepam - Terapi osmotic dengan manitol 0,25-1 gram/kg bolus (>20 menit) dilanjutkan dengan mempertahankan 0,25 gram/kg setiap 6 jam jika TIK>20 mmHg. Sebagai pengganti manitol, dapat diberikan furosemid 10-20 mg iv setiap 4 jam (dewasa) atau 1 mg/kg IVmaksimal 6 mg (anak) jika perlu. Ingat Kortikosteroid untuk vasogenic edema (misal karena tumor otak) dan bukan untuk cedera kepala.
95 Mekanisme manitol: (1) melalui peningkatan atau ekspansi volume plasma sehingga viskositas darah akan berkurang dan akan meningkatkan CBF dan oksigen ke otak. (2) manitol memiliki efek osmotic shg akan menarik cairan dari parenkim otak. Inget pada penggunaan manitol, volume dan molaritas intrravaskuler harus dipertahankan normal nuntuk mencegah ggn fx ginjal. - Mencegah hiperventilasi - Mencegah hipotensi: dengan menormalkan volume intravaskuler - Mencegah hiperglikemia (bisa terjadi reaktif hiperglikemia) - Pemasangan alat monitoring TIK, ini yang paling ideal. Indikasi (ada di buku synopsis hal 7) - Drainase cairan serebrospinal bila telah terpasang kateter intraventrikel. - Craniotomi dekompresi e. Terapi simptomatik: - Analgetik - Antimuntah - Antivertigo f. Nutrisi: - Early feeding, dalam 24-48 jam bila KI -. - “Start low go slow” à100 – 140 % kebutuhan kalori - Enteral lebih baik dari pada parenteral g. Trauma fokal: - Luka terbuka à debridement. - Luka tertutup à konservatif, elektif h. Lesi intracranial: - Ada efek massa / menyebabkan peningkatan TIK à operasi - Tidak ada efek massa à konservatif
SCALP Injury (laserasio Kulit Kepala)
SCALP = Skin, Connective tissue (dense), Aponeurosis (Galea aponeurotika) , Loose connective tissue, Periosteum Ada 2 jenis injury: terbukalaserasi dan tertutuphematoma subgaleal Pada scalp ini banyak vaskularisasinya, terutama pada anak dan bayisyok Penanganan: Laserasi Scalp harus dibersihkan dengan teliti, dieksplorasi, debridement dan ditutup. Cara: Setelah mencukur sekitar luka dan mencucinya dengan Nacl 0,9% dan Perhidrol ila luka dalam dengan sarung tangan steril lakukan eksplorasi pastikan tidak ada fraktur atau cedera penetrasi di bawahnya. Jika ada fraktur, dibersihkan dan ditutup dengan dijahit lalu konsul ke Sp.BS.
Fraktur Kranium
Dibagi menjadi 2 yakni fraktur kalvaria dan fraktur basis kranii Fraktur Kalvaria, tipe fraktur: a. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai sekuruh ketebalan tulang kepala. Tidak ada terapi khusus untuk fraktur ini namun karena gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematoma intracranial cukup besar. Bila garis fraktur melintasi pembuluh darah, sinus venosus atau sutura EDH, thrombosis sinus venosus, diastasis sutura.
96
b. Fraktur diastasis: jenis fraktur pada sutura tulang tengkorak yang mengakibatkan pelebaran sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini sering pada bayi dan balita karena sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya EDH. c. Fraktur kominutif d. Fraktur depressed/impresi: impresi fraktur dianggap bermakna jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk di bawah tabula interna segmen tulang yang sehat (>1 diploe). Indikasi operasi pada fraktur impresi ialah bila fraktur melibatkan > 1 diploe atau terdapat lesi intracranial di bawahnya (kontusio, hematoma), atau terdapat deficit neurologis yang sesuai dengan daerah impresi. Fraktur Basis Kranii Perbedaan struktur antara tulang kalvaria dengan basis kranii: a. Tulang basis lebih tipis dibanding tulang kalvaria b. Duramater basis lebih tipis dan melekat erat dengan tulang dibanding duramater kalvariafraktur daerah basis menyebabkan kebocoran robekan duramater dan menyebabkan kebocoran CSF yang menimbuklkan resiko infeksi selaput otak (meningitis). Fraktur basis berdasrkan letak anatomi dibagi menjadi: a. Fraktur fossa anterior. Gejala: Racoon’s eye sign/brill hematoma, Rhinorrea/bloody, Anosmia. Pemeriksaan rhinorea dengan tes halomeneteskan cairan pada media yang cepat menyerap seperti tissue atau kasa. Hasil positif bila darah mengumpul di bagian tengah dan terdapat rembesan CSF mengelilingi darah tersebut (halo sign atau double ring sign). Pemeriksaan lebih spesifik dengan pemeriksaan beta 2 transferin yang mrp marker spesifik CSF. b. Fraktur Fossa media. Fossa media pada bagian posteriornya berbatasan dengan pars petrosus os temporalis, shg jika terjadi maka gejala klinis berupa: Fraktur pada os petrosus pars temporal ditandai dengan CSF otorea dan memar sepanjang os mastoid (battle sign) Hemotympanum Kelumpuhan N 7 dan 8 Carotid-cavernosa fistula, yakni ekimosis, sakit kepala, adanya bruit, eksoftalmus yang berdenyut mengikuti irama jantung. c. Fraktur Fossa posterior: brain stem Pemeriksaan Penunjang: a. Pada pemeriksaan rontgen kepala tidak adanya gambaran langsung. Secara tidak langsung adanya gambaran pneumoencephalus (udara intracranial) atau gambaran sinus sphenoid yang opak atau memiliki gambaran air fluid level (darah dalam sinus sphenoid). Namun dengan xray udah jarang dilakukan karena posisi untuk melihat FBC ialah hanging foto dimana posisi ini berbahaya tu untuk CK dengan cidera vertebra servikal. b. Head CT: lebih dipilih sekarang. Tidak hanya lesi tulang dapat dideteksi, namun juga hematoma, pneumoencephalus, edema serebri dapat dideteksi. Diagnosa Banding: a. Echimosis periorbita oleh trauma langsung seperti contusion fasial atau blow out fracture b. Rhinorea atau otorea dapat juga disebabkan karena congenital ablasi tumor atau hidrosefalus, penyakit kronis, infeksi tindak bedah. Penatalaksanaan FBC:
97 a. Umum: ABCDE b. Konservatif: - Seringkali kebocoran CSF akan pulih dengan elevasi kepala saat tidur selama bbrp hari walau kadang perlu drain lumbal atau tindakan bedah repair langsung. - Terapi antibiotic - Terapi konservatif lain misal steroid untuk membantu paralisis nervus fasialis, meticobal. c. Bedah, adapun indikasi bedah pada FBC ialah - Kebocoran CSF persisten setelah mengalami FBC - Ada lagi…. Prognosis : FBC biasanya dapat sembuh sendiri tanpa intervensi terutama FBC tanpa kebocoran CSF. Sebagian besar CSF dapat menutup sendiri tanpa pembedahan.
Traumatic Intracranial hematoma Epidural Hematoma/Extradural Hematoma Definisi : Pengumpulan darah di ruang epidural yaitu ruang antara tabula interna tulang tengkorak dengan duramater Insidensi : Extradural haematomas are more likely to occur in the younger age group as the dura is able to strip more readily off the underlying bone. In patients under 20 years of age, extradural haematomas account for about two-thirds of all traumatic intracranial haematomas, but represent less than 5% of haematomas in patients over the age of 50. Etiologi: a. 85% karena terputusnya arteri meningea media di antara tabula interna dan duramaterkarena fraktur linier yang merobek arteri atau karena regangan arteri tanpa fraktur b. Perdarahan karena pecahnya vena meningeal media atau sinus dural c. Perdarahan dari diploeica Distribusi: Predileksi EDH antara lain di temporal region kemudian diikutu area frontal. Sementara area fossa posterior jarang. Gejala klinis yang ditunjukkan tergantung dari lokasi dan luas perdarahan: a. Nyeri kepala dan muntahgejala penurunan kesadaran adanya interval lusid selama bbrp jam (2 jam) gejala deficit neurologis berupa hemiparese kontralateral dan dilatasi pupil ipsi lateral (N3) b. Perubahan tanda vitalcushing response sebagai respons terhadap peningkatan tekanan intracranialhipertensi, bradikardia, dan gangguan pernapasan cheyne stokes. c. In the posterior fossa the vital signs tend to be affected early, followed by a change in conscious state. The pupils and limbs may not be affected until the patient becomes deeply unconscious. Haematomas in the posterior fossa may cause sudden respiratory failure. Pemeriksaan penunjang Head CT: gambaran klasik hiperintensitas bikonveks (84%) pada tempat cedera, tidak menyebrang sutura kecuali terdapat fraktur diastasis sutura, tidak menyebrang falx dan tentorium dan menekan parenkim otak dan subarachnoid mater. Namun EDH juga dapat berbentuk garis atau bulan sabit. Bifrontal EDH fenomena gunung Fuji. Penatalaksanaan:
98 Observasi EDHemergencyLucid interval (2 jam) a. Medikamentosa: bila EDH subakut atau kronik, berukuran kecil (≤1 cm ketebalan) dan gejala dan tanda neurologis yang minimal. Pasien dirawat dan diobservasi dengan CT scan follow up 1 minggu kemudian jika secara klinis stabil. Namun pada 50% kasus EDH yang kecil akan berkembang lebih besar. b. Operatif: bila EDH simptomatik, EDH akut simptomatik dengan ketebalan >1 cm, EDH pada anak. Tujuan operasi: menghilangkan bekuan darah menurunkan TIK, hemostasis, dan mencegah reakumulasi darah di ruang epidural. Subdural Hematoma SDH akut SDH Sub akut SDH kronis Beberapa jam-3 hari 3 hari-3 >3 minggu minggu Ep: Dewasa muda Ep: banyak orang tua rata2 60 tahun, hematoma akan membesar karena penurunan masa otak dan penambahan ruang subdural Et: (1) direct impact Et: jarang disebabkan trauma. menyebabkan laserasi parenkim Penyebab: konsumsi alcohol, atau (2) akselerasi-deselerasi kejang, penggunaan shunt, menyebabkan robeknya pemb koagulopati, dan pasien tua darah superficial atau bridging dengan trauma ringan. vein Pato: darah clot sbg tamponadebbrp hr terjadi invasi fibroblast ke dalam clot neomembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (dura)pembentukan kapiler barufibrinolisis bekuan darahakumulasi cairan hipertonis yang dilapisi membrane semi permeable keadaan ini menarik likuor di luar membrane ke dalam membraneSDH bertambah banyak. Gx: (1) SDH krn laserasi Gx: Sakit kepala, bingung, parenkim lusid interval (-), kesulitan berbahasa, gejala deficit neurologis fokal muncul menyerupai TIA. Selain itu belakangan dan kurang terlihat adanya deficit neurologis yang dibanding EDH, (2) SDH karena bervariasi seperti kelemahgan robek bridging vein (vena motorik dan kejang. penghubung kortikal dgn sinus duramatris)lusid interval (+) disertai perburukan cepat. CT: hiperdens bulan CT: isodense CT: hipodense
99 sabit/kresentik menyelimuti permukaan otak, dapat menyebrang sutura, dan terdapat di falx dan tentorium tetapi tidak melekat dura. Tx: operatif bila SDH simptomatik yang lesi >1 cm ketebalan atau midline shift >0,5 cm
Tx: beri profilaksis kejang dengan fenitoin 100 mg iv tiap 8 jam. Operatif bila SDH kronik simptomatik dengan ketebalan > 1cm midline shift>0,5 cm.
Intra cerebral Hematoma Etiologi: gaya akselerasi-deselerasi pecah pembuluh darah yang terletak lebih dalam (mekanisme koup-kontrakoup) Lokasi: umumnya terjadi pada region frontal dan temporal Gx: penurunan kesadaran dll CT: Hiperdense, salt and pepper Tx: konservatif dan operatif bila terjadi penurunan kesadaran, midline shift, dan letak hemaoma pada lobus temporal karena dapat menimbulkan herniasi meski tidak terdapat peningkatan TIK. Hematoma Subarakhnoid CT: Mengisi sulcus sehingga gambaran sulkus dan girus nyata dan Mengisi sisterna Hematoma Intraventrikular Perdarahan dalam rongga ventrikel Tidak menyebabkan efek massa Hidrosefalus External Ventrikular Drainage
Hidrosefalus Merupakan kelebihan carian serebrospinal di dalam kepala. Fisiologi CSF Normalnya CSF dihasilkan oleh pleksus koroideus, sebanyak 20 cc/jam, dan diabsorbsi oleh vili arachnoid Distribusi dari ventrikel lateral Patofaal (ada 3 mekanisme): Produksi likuor yang berlebihan (komunikans): hamper semua karena tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), bisa juga disebabkan oleh hipervitaminosis A Gangguan aliran likuor (non komunikans): malformasi, lesi massa yang menyebabkan kompresi intrinsic maupun ekstrinsik saluran likuor (tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, hematom), inflamasi/infeksi . Peningkatan tekanan sinus venavolume vaskuler intracranial bertambahvolume cairan intraventrikel bertambah. Macam hidrosefalus: Hidrosefalus obstruksi/non komunikans Hidrosefalus komunikans Efek patologis dari hidrosefalus:
100
Penyebab hidrosefalus: Kongenital/prenatal: malformasi ( atresia akuaduktus silvii, stenosis akuaduktus silvii, malformasi chiari, malformasi dandy walker), infeksi intrauterine, tumor Acquired/post natal: tumor, meningitis (pneumococcal, TB), post t6raumatik, IVH Malformasi Dandy Walker Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel 4 dan hipoplasia vermis serebelum Malformasi Arnold Chiari, ada 4 tipe: a. Tipe 1: displacement dari tonsil cerebeli masuk ke kanalis servikalis. Tidak menyebabkan hidrosefalus, hanya memberikan gejala nyeri kepala dan leher. b. Tipe 2: Displacement dari vermis serebeli inferior, pons dan medulla ke dalam kanalis servikalis, menyebabkan progresif hidrosefalus dan myelomeningokel c. Tipe 3: PART OF CEREBELLUM AND MEDULLA LIES WITHIN CERVICO – OCCIPITAL MENINGOMYELOCELE d. Tipe 4: cerebelar hipoplasia Diagnosis Gejala Klinis: irritable, poor feed, letargik, muntah, sementara pasien yang lebih tua sakit kepala, perubahan kepribadian. Tanda: a. Makrokrania disertai fontanela anterior yang sangat tegang (wide open and bulging) b. Sutura cranium tampak atau teraba melebar c. Kulit kepala licin mengkilap, tampak vena superficial menonjol. d. Cracked pot sign: perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat e. Fenomena matahari tenggelam (sun set): tampak kedua bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini disebabkan karena tekanan yang ditransmisikan ke midbrain tektum. f. Brisk reflex tendon dan spastic g. Klonus dan babinsk Penunjang: a. X ray b. USG c. CT scan d. MRI Penatalaksanaan:
101 a. Penanganan sementara: upaya mengurangi cairan pleksus koroid dengan asetazolamid 100 mg/kgBB/hr atau furosemid, atau upaya meningkatkan resorbsinya dengan isorbid b. Penanganan bedah: 1. Koreksi penyebab/malformasi: tumor, stenosis 2. By pass: penetrasi membrane ventrikel III (endoscopic third ventriculostomy). Dilakukan bagi kasus stenosis akuaduktus atau gangguan aliran fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Cara endoskopik memasukkan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monroe masuk ke dalam ventrikel III. 3. Shunting: Ventrikel ke: peritoneum, atrium kanan, pleura atau lumboperitoneal shunt
Tumor Otak
Gejala non spesifik: a. Nyeri kepala yang kronik dan progresif b. Muntah2 proyektil akibat peningkatan TIK c. Edema papil d. Epilepsi/kejang e. Gangguan endokrin Simptom fokal: a. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis o Gangguan mental berupa perubahan tingkah laku, euforia o Afasia motorik bila mengenai area Broca o Grasp refleks o Pada stadium lanjut bisa terjadi anosmia, gangguan visual, gangguan keseimbangan, gangguan gerakan bola mata, dan edema papil. b. Simptom fokal dari tumor di daerah presentralis o Kejang fokal pada sisi kontralateral o Kelumpuhan motorik bila terjadi destruksi atau penekanan oleh tumor terhadap jalur kortikospinal c. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis o Halusinasi pembauan dan pengecapan disertai gerakan bibir dan lidah bila berada di daerah unkus o Gangguan kesadaran sesaat, gangguan emosi berupa rasa takut/panik bila mengenai lobus temporalis bagian medial o Berkurangnya pendengaran bila mengenai korteks bagian belakang o Afasia sensorik bila mengenai area Wernicke o Keadaan lanjut terjadi kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral o Dilatasi pupil sesisi yang menetap atau menghilangnya refleks kornea bila telah terjadi herniasi dan penekanan batang otak d. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis o Berbagai bentuk gangguan sensorik o Lesi iritatif menimbulkan gajala parestesi (rasa tebal, kesemutan) o Lesi destruksi menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi o Astereognosis dan gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil o Hiperestesi bila tumornya tumbuh ke arah lebih dalam o Gangguan penglihatan sebagian e. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis o Gejala awal terutama nyeri kepala o Defek lapangan penglihatan sebagian
102 o Lesi di hemisfer dominan terjadi visual objek agnosia, kadang-kadang tidak mengenal warna dan prosopagnosia f. Simptom fokal dari tumor di daerah pons dan medula oblongata o Gejala fokal permulaan berupa paresis nervus VI unilateral o Nyeri kepala dan vertigo o Hemiparesis alternans g. Simptom fokal dari tumor di serebelum o Biasanya pada anak-anak sehingga gejala awal yang menonjol adalah hidrosefalus, gangguan keseimbangan, nistagmus ke arah lesi, dan ataksia anggota badan sebelah sisi lesi Klasifikasi tumor berdasarkan sumber: a. Tumor primer: bisa berasal dari jaringan otak, meningen, hipofisis, selaput myelin. 1. Tumor ganas: Glioma (astrositoma, oligodendriglioma), germ cell tumor 2. Tumor jinak: meningioma, neurinoma (schwannoma), adenoma pituitary b. Tumor sekunder (metastase): laki2 paling sering dari paru-paru dan perempuan dari payudara. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi: a. Tumor supra tentorial 1. Hemisfer otak: Glioma (Glioblastoma multiforme,Astrositoma, Oligodenroglioma), Meningioma,Tumor metastase 2. Tumor struktur median : Adenoma hipofisis , Tumor glandula pinealis, Kraniofaringioma b. Tumor Infratentoral: Schwannoma akustikus, Tumor metastasis, Menigioma, Hemangioblastomas c. Tumor medula spinalis 1. Ekstradural : Metastasis 2. Intradural Ekstramedular : - meningioma, neurofibroma 3. Intradural Intramedular : - ependimoma, astrosito PEMERIKSAAN PENUNJANG: a. RO Toraks ( metastase ) b. Skull (Kalsifikasi, Lesi Osteolitik, Erosi Klinoideus Posterior, Tanda TIK ↑ à Bayi ( Diastasis )) c. CT Scan Sensitivitas CT untuk mendeteksi dini massa intrakranial khususnya neoplasma cukup tinggi (80-98%). CT lebih sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, merupakan pemeriksaan invasif dan dapat mendeteksi kelainan sebesar 4 mm. d. MRI Terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI, suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat resiko/komplikasi yang akan timbul. Dengan melihat gambar T1 maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis, maupun lemak dan lain-lain. e. Angiografi Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struktur pembuluh darah. Adanya tumor dapat diketahui dari : o Terjadinya displacement pembuluh darah karena pendesakan oleh tumor o Adanya neovaskularisasi serta pelebaran pembuluh darah pada tumor
103 o Densitas jaringan yang meninggi oleh banyaknya kontras yang masuk pada tumor dibanding daerah otak normal atau yang disebut tumor staining Angiografi saat ini hanya dilakukan untuk membedakan antara tumor dan kelainan vaskuler, bila CT Scan meragukan, atau untuk pemeriksaan tambahan untuk melihat hubungan tumor dengan pembuluh darah sekitarnya. Bila perlu untuk tumor otak yang sangat vaskuler dapat dilakukan embolisasi prabedah sehingga operasi pengangkatan tumornya menjadi lebih mudah. PENATALAKSANAAN Di negara maju penderita tumor otak umumnya sudah terdeteksi lebih dini, tumor relatif masih kecil dan datang dalam keadaan sadar baik. Sebaliknya di negara berkembang tidak jarang penderita datang dalam keadaan tidak sadar, sudah terjadi “impending herniation” atau bahkan herniasi sudah terjadi. Pada kasus seperti ini tindakan pertama yang dilakukan adalah melakukan dekompresi interna (terapi hiperosmolar, diuretik, dan kortikosteroid) sebelum melakukan tindakan definitf (pembedahan). Pada dasarnya terapi tumor otak adalah : 1. Operasi 2. Terapi radiasi 3. Kemoterapi OPERASI Ada 4 indikasi utama dari pembedahan tumor otak yaitu : 1. Diagnosis, 2. Dekompresi, 3. Sitoreduksi, dan 4. Kalau mungkin menyembuhkan Diagnosis bisa dilakukan dengan biopsi terbuka atau biopsi sterotaktik. Hasil biopsi jaringan untuk menentukan jenis tumor, gradasinya, dan menentukan adanya tanda keganasan. Dekompresi tumor dilakukan apabila edema dan hidrosefalus yang terjadi mengakibatkan defisit neurologis. Edema yang luas di sekitar tumor kadangkadang sulit dikontrol dengan steroid saja. Tujuan dari “surgical decompression” adalah untuk menurunkan tekanan intrakranial, simptomatis, dan mencegah memberatnya defisit neurologis. Meskipun dekompresi ini tidak merubah hasil akhir tetapi “Life Saving Decompression” juga dikerjakan sebagai tindakan emergensi terutama pada tumor yang terletak di temporal dan fossa posterior oleh karena kecenderungan terjadinya herniasi uncus dan tonsila cerebeli. Tindakan ini bisa memperpanjang hidup beberapa bulan. Sitoreduksi masih konteroversi belum ada penelitian yang jelas mengenai ekstensifitas reseksi tumor dengan lamanya hidup penderita. Beberapa peneliti berpendapat bahwa ada hubungan antara sitoreduksi dengan meningkatnya efektifitas terapi adjuvan oleh karena dengan sitoreduksi berarti berkurangnya jumlah sel tumor yang diterapi, meningkatnya kinetik sel, mengangkat sel hipoksik yang radio resisten dan mengangkat sel tumor yang sulit dicapai dengan kemoterapi. Penyembuhan atau masa bebas tumor yang lama bisa dilakukan pada reseksi total dari hemangioblastoma, neurinoma akustik, juvenile astrocitic astrocytoma, adenoma hipofise, dan meningioma.
104 Keputusan untuk melakukan pembedahan dan reseksi tumor otak berbeda pada setiap penderita dan pada setiap tumor. Harus dipertimbangkan sebaik-baiknya keuntungan yang akan didapat oleh penderita dari operasi tersebut dengan kemungkinan defisit neurologis yang akan terjadi opersai tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa untung ruginya tindakan pembedahan yang dilakukan adalah : Lokasi tumor adalah faktor utama, misalnya tumor yang letaknya pada kortek dominan, hipotalamus, batang otak, sinus karvenosus dan tumor otak intrinsik dari chiasma optikum tidak perlu dilakukan reseksi total. Tumor ganas mempunyai batas yang tidak jelas dan lebih luas dari pada apa yang terlihat dengan mata biasa. Bila reseksi total tidak dapat dilaksanakan, maka biasanya dilakukan pembuangan inkomplit untuk dekompresi. Tindakan ini seringkali dilaksanakan dengan cara “Suction” (penyedotan). Untuk tumor di fossa posterior, dilakukan “splitting” (pemisahan) korteks serebelum, biasanya vermis dan dilaksanakan suction untuk membersihkan tumor. Pembedahan pada meningoma biasanya sulit dilakukan karena sering terjadi perdarahan dan menyebabkan edema serebral. Pembedahan yang ideal pada tumor hipofisis dilakukan pengangkatan tumor beserta kapsulnya, namun pada kenyataannya kapsula tumor dibuka dan tumor dikuret atau disedot. Pembersihan atau pembuangan tumor ini sering inkomplit, tapi dekompresi chiasma dan nervus optikus dapat tercapai. Bila tumor menyebabkan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel III atau akuaduktus maka biasnya dilakukan ventrikulosisternotomy dengan cara memasang tube dari ventrikel lateral ke sisterna magna. Ukuran tumor dan jumlah tumor, analisis yang terliti dari pemeriksaan radiologi bisa memberikan gambaran apakah tumornya infiltratif atau berdiferensiasi baik sehingga sangat resektabilitas tumor. Status neurologis preoperatif penderita merupakan faktor yang sangat penting pada penderita dengan defisit neurologis yang berat oleh karena tumor yang besar perlu tindakan dekompresi segera. Defisit neurologis oleh karena pertumbuhan infiltratif dari tumor biasanya permanen dan tidak reversibel setelah operasi, kecuali kalau kejadiannya baru. Reseksi yang agresif kadangkadang menyebabkan defisit neurologis justru bertambah setelah penderita dioperasi. Kalau tumor multipel maka perlu pemeriksaan neurologis klinis yang seksama untuk menentukan tumor yamg memberikan gejala yang lebih dominan untuk diangkat terlebih dahulu kalau tidak mungkin mengangkat tumor sekaligus. Kondisi umum dan umur penderita juga sangat menentukan strategi penanganan penderita. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan bedah antara lain edema otak, perdarahan, hidrosefalus postoperatif, dan infeksi postoperatif. TERAPI RADIASI Pada kasus-kasus yang tidak lagi resektabel atau tidak layak operasi atau pun menolak operasi maka radioterapi harus berperan sebagai modalitas tunggal. Kasus ini terjadi pada tumor yang letaknya sentral, pada batang otak, ventrikel III, dan pada tumor metastatik. Sebagai terapi kombinasi maka radioterapi pada pengobatan tumor intrakranial
105 dilakukan setelah pembedahan, yakni bertujuan untuk mengeradikasi sisa-sisa sel tumor yang masih tertinggal baik secara mikroskopik dan bila mungkin juga untuk tumor yang masih tampak Tindakan adjuvan dilakukan pada astrositoma multiforme, ependimoma, oligodendroglioma, dan kraniofariongioma. Radioterapi mulai diberikan 2 minggu postoperasi. Area yang diradiasi dan arah sinarnya tergantung dari lokasi tumornya. Untuk tumor yang luas dan besar, dosis radiasi mula-mula diberikan 100 rad 2-3 kali, kemudian disusul 150 rad 2-3 kali, seterusnya dosis harian bisa 200 rad 1 minggu 5 kali atau 300 rad 1 minggu 3 kali. Pemberian radiasi ini dibarengi dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang secara bertahap diturunkan. Hal ini untuk mengurangi edema otak. Dosis total antara 4000-6300 rad tergantung dari jenis histopatologis sel maupun luas tumor. Komplikasi radiasi pada SSP terdiri dari : o Akut (komplikasi radiasi akut) terjadi pada saat pemberian radiasi. Biasanya berupa udem dari otak. o Awal post radiasi (early post irradiation syndrome) terjadi beberapa minggu sampai 3-4 bulan setelah selesai radiasi. Biasanya berupa demyelinisasi yang bersifat temporer. o Late reaction (reaksi lanjut) terjadi 4 bulan setelah selesai radiasi sampai 5 tahun setelah radiasi. Biasanya berupa nekrosis jaringan otak atau infark karena penutupan pembuluh darah. KEMOTERAPI Pada umumnya kemoterapi diberikan pada pasien tumor otak yang inoperabel dan biasanya dikombinasikan dengan radioterapi. Sitostatika yang mempunyai respons baik dan memberikan hasil yang baik bila dikombinasikan dengan radioterapi adalah dari golongan nitrosurea yaitu BCNU dan CCNU yang merupakan alkylating agents yang berfungsi meningkatkan perbaikan DNA dan menurunkan transpor ke dalam DNA. Selain obat golongan alkylating agents, dapat juga digunakan sitostatika lain yang juga dilaporkan cukup bermanfaat dalam pengobatan tumor otak, seperti : Vincristin, Cyclophosphamid, dan Methotrexate. Dapat juga dilakukan kombinasi sitostatika untuk mencegah resistensi.