BUKU AJAR
JILID 1
Oleh:
Zainal Arif, ST. MT.
Fakultas Teknik JurusanTeknik Mesin Universitas Samudra Langsa 2014
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT., Penulis Telat menyusun sebuah buku Ajar Mekanika Kekuatan Material I. Buku ini digunakan untuk buku pegangan bagi mahasiswa teknik Mesin universitas Samudra Langsa yang mengambil matakuliah Mekanika Kekuatan Material I. Dalam penyusunan buku ajar ini, penulis menyadur beberapa buku text book yang berkaitan dengan matakuliah ini dan juga beberapa buku ajar/pegangan yang terkait serta browsing internet. Untuk memperlancar perkuliahan ini, penulis menyiapkan diktat yang ditujukan untuk mata kuliah Mekanika Kekuatan Material I, dan dalam penyusunan buku ini penulis berusaha menyesuaikan materinya dengan kurikulum di jurusan Teknik Mesin Universitas Samudra. Perlu diketahui bahwa buku ini belum merupakan referensi lengkap dari pelajaran Mekanika Kekuatan Material, sehingga mahasiswa perlu untuk membaca buku-buku referensi lainnya untuk melengkapi pengetahuannya tentang materi mata kuliah ini. Dan Penulis menyadari buku ini masih jauh dari kesempurnaan, dan penulis masih memerlukan penyempurnaan materi-materi yang lebih menarik dimasa yang akan datang. Akhirul kalam, mudah-mudahan buku ini bisa menjadi manfaat dan penuntun bagi mahasiswa sebagaimana yang diharapkan. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian buku ini.
Langsa, 10 Oktober 2014 Wassalam Penulis
(ZAINAL ARIF, ST.MT.) NIDN. 0127037204
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
ii
TEGANGAN, REGANGAN, HOOK DAN POISON RATIO ……………..
1
1.1.
Tegangan ……………………………………………………………
3
1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 1.8. 1.9
Regangan …………………………………………………………… Elastis Linier, Hukum Hooke ………………………………………. Rasio Poisson ………………………………………………………. Tegangan dan Regangan Geser …………………………………….. Hukum Hook untuk Geser ………………………………………….. Tegangan Izin dan Beban Izin ……………………………………… Modulus Bulk ………………………………………………………. Hubungan Antara Modulus Bulk dengan Modulus Young …………
3 4 5 7 7 12 16 16
DEFLEKSI PADA STRUKTUR ……………………………………………
19
Deformasi Benda Karena Gaya Yang Bekerja ……………………... Defleksi Pada Batang Akibat Beban Aksial ………………………... Defleksi Pada Struktur Statis Tak Tentu ……………………………
19 21 28
BAB 3.
KESETIMBANGAN GAYA DENGAN METODE POTONG ……………. 3.1. Kesimbangan Gaya dan Momen Pada Batang …………………….. 3.2. Kesimbangan Gaya Pada Batang dengan gaya terdistribusi Merata ..
37 37 41
BAB 4.
GAYA GESER DAN MOMEN LENTUR …………………………………. 4.1. Gaya Geser dan Momen Lentur ……………………………………. 4.2. Hubungan Beban Antara Beban, Gaya Geser, dan Momen Lentur ... 4.3. Tegangan Pada Balok ……………………………………………….
45 45 48 52
4.4.
Lentur Murni dan Lentur Tak Sragam ……………………………...
53
4.5.
Kelengkungan Balok ………………………………………………..
54
4.6. 4.7. 4.8.
Regangan Longitudinal Balok …………………………………........ Tegangan Normal di Balok (elastik linier) …………………………. Hubungan Momen Kelengkungan …………………………………..
56 57 58
TORSI ………………………………………………………………………. 5.1. Definisi Torsi ………………………………………………………. 5.2. Deformasi Torsional Batang Lingkaran ……………………………. 5.3. Batang Lingkaran dari Bahan yang Elastis Linier ………………….. 5.4. Rumus Torsi ………………………………………………………...
63 63 64 66 67
BAB 1.
BAB 2.
2.1. 2.2. 2.3.
BAB 5.
TRUSS dan Frame ………………………………………………………….. 6.1. Truss ………………………………………………………………... 6.1.1. Type-type Truss ……………………………………………… 6.1.2. Prosedur Analisa Truss ……………………………………….
74 74 74 75
Frame ………………………………………………………………..
83
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………... LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………………...
85 86
BAB 6
6.2.
BAB I TEGANGAN, REGANGAN, HOOK DAN POISON RATIO
1.1. Tegangan Mekanika bahan adalah cabang ilmu dari mekanika terapan yang membahas perilaku
benda
padat
yang
mengalami
berbagai
pembebanan.
(Gere
&
Timoshenko,1996). Adapun benda padat yang akan dianalisa pada buku ini adalah batang (bar) yang mengalami beban aksial, poros (shaft) yang mengalami beban torsi, balok (beam) yang mengalami beban lentur, dan kolon (column) yang mengalami beban tekan. Tujuan utama dalam mekanika bahan adalah menentukan tegangan (stress), regangan (strain), dan perubahan panjang (displacement) pada struktur dan komponenkomponennya akibat beban yang bekerja padanya. Apabila nilai besaran-besaran ini menyebabkan kegagalan, maka kita mempunyai gambaran tentang perilaku mekanis pada struktur tersebut. Pemahaman perilaku mekanis sangat penting untuk design yang aman pada semua jenis struktur. Setiap material adalah elastis pada keadaan alaminya. Karena itu jika gaya luar bekerja pada benda, maka benda tersebut akan mengalami deformasi. Ketika benda tersebut mengalami deformasi, molekulnya akan membentuk tahanan terhadap deformasi. Tahanan ini per satuan luas dikenal dengan istilah tegangan. Secara matematik tegangan bisa didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Konsep dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Untuk memahami konsep ini dapat ditinjau pada sebuah benda berbentuk batang prismatik seperti pada gambar 1.1.
Gambar 1.1. batang prismatik (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Dengan asumsi bahwa tegangan terbagi merata pada setiap batang (gambar 1.1c) maka dapat diturunkan rumus untuk menghitung tegangan adalah:
1
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
𝜎=
𝑃 𝐴
………………………………. (1.1)
Dimana: σ = tegangan normal (N/mm2). P = Besar gaya yang bekerja (N).
A=
Luas penampang (mm2)
Contoh Soal 1. Sebuah batang selinder seperti pada gambar 1.1. diberi beban tarik P sebesar 6 N pada ujung selinder dengan diameter penampang 2 mm. Hitung besar tegangan yang bekerja pada batang tersebut? Jawab: Untuk menjawab contoh soal ini, digunakan persamaan (1.1), adalah:
𝜎=
𝑃 6𝑁 6𝑁 = = = 1,91 𝑁/𝑚𝑚2 2 𝜋𝑑 ⁄ 3,14 . 22 𝐴 4 4
Contoh soal 2. P = 54 ksi
Sebuah tabung terbuat dari aluminium, seperti pada gambar contoh soal no 2., mengalami beban tekan dengan beban 54 kips, dimanan diameter dalam adalah 3,6 in, dan diameter
L 40 in
luar adalah 5 in, Hitung tegangan yang terjadi pada tabung tersebut? Gambar contoh soal no 2
Jawab:
Dengan menggunakan persamaan (1.1) peroalan contoh 2 adalag:
𝜎=
𝑃 6𝑁 6𝑁 = 𝜋 = 𝜋 = 9,456 𝑝𝑠𝑖 2 2 2 − ( 3,6 𝑖𝑛)2 ) 𝐴 (𝑑 − 𝑑 ) (( 5 𝑖𝑛) 1 4 2 4
Dari eksperimen ditemukan bahwa regangan aksial yang terjadi pada sebuah benda selalu diikuti regangan dengan tanda yang berlawanan pada bagian lain yang tegak lurus terhadapnya. Secara umum, terdapat dua jenis regangan pada benda jika benda tersebut mengalami tegangan: 1. Regangan primer atau linier. 2. Regangan sekunder atau lateral.
2
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Regangan Primer atau Linier L P
P
d (a) L+δ
P
d-δ
P
(b) Gambar 1.2. Batang Baja akibat gaya tarik (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Misalkan sebuah batang mengalami gaya tarik, seperti ditunjukkan oleh gambar 1.2(a).
Jika: l = Panjang batang, d = Diameter batang, P = Gaya tarik yang bekerja pada batang, δ = Peningkatan panjang batang karena gaya tarik. Deformasi batang per satuan panjang pada arah gaya, yaitu δ/ l di kenal dengan regangan primer atau linier.
Regangan Sekunder atau Lateral Ketika sebuah batang mengalami pertambahan panjang sebesar δ searah gaya tarik yang bekerja padanya, pada saat yang bersamaan terjadi penurunan diameter dari d ke (d - δd), seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.1(b). Dengan cara yang sama, jika batang mendapat gaya tekan, panjang batang akan menurun sebesar δ yang diikuti oleh peningkatan diameter dari d ke (d -δd). Jadi jelas bahwa setiap tegangan langsung selalu diikuti oleh regangan pada arah tegangan dan regangan dengan tanda yang berlawanan pada arah yang tegak lurus terhadap tegangan tersebut. Regangan yang tegak lurus terhadap tegangan yang bekerja ini disebut dengan regangan sekunder atau lateral.
1.2. Regangan Sebuah batang sperti pada gambar 1.1 akan mengalami perubahan panjang akibat dari beban aksial tarik/tekan yang diberikan. Perubahan panjang dari batnag adalah hasil kumulatif dari semua elemen bahan diseluruh volume batang. Dengan asumsi bahwa
3
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
batang mengalami perubahan konstan diseluruh permukaan maka untuk menghitung perpanjangan persatuan panjang atau regangan adalah:
𝜀=
𝛿 𝐿
……………...……………………(1.2)
Dimana: ε = regangan normal (mm/mm). δ = perubahan panjang (mm). L = panjang awal (mm)
Contoh: Lihat gambar 1.1. jika batang mempunyai panjang 2 m, dan mengalami perpanjangan sebesar 1,4 mm akibat beban tarik. Hitung berapa besar regangan yang terjadi pada batang tersebut?
Jawab: Untuk menjawab contoh soal ini, digunakan persamaan (1.2), adalah:
𝜀=
𝛿 𝐿
=
1,4 𝑚𝑚 2,0 𝑚
= 0,0007 = 700 𝑥 10−6 𝑚𝑚/𝑚𝑚
1.3. Elastis Linier, Hukum Hooke
Hukum Hook adalah “Jika benda dibebani dalam batas elastisnya, maka tegangan berbanding lurus dengan regangannya”. Secara matematis ditulis: 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝐸 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
……………....………………(1.3)
Banyak bahan struktural, termasuk juga sebagian besar metal, kayu, pelastik, dan keramik, berprilaku elastis dan linier ketika dibebani pertama kali. Akibatnya, kurva tegangan-regangan dimulai dengan garis lurus yang melewati titik asalnya. Hubungan linier antara tegangan dan regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sederhana dinyatakan dengan persamaan:
𝜎 = 𝐸. 𝜀
………………………………...(1.4)
Dengan σ adalah tegangan aksial, ε adalah regangan aksial, dan E adalah konstanta proporsionalitas yang dikenal dengan modulus elastisitas bahan tersebut. Persamaan σ = E . ε dikenal sebagai
Hukum Hooke,
untuk mengenang ilmuan Inggris terkenal
Robert Hooke (1635-1703). Hooke adalah orang pertama yang menyelidiki secara ilmiah
4
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
besaran elastis beberapa bahan, dan ia menguji bahan-bahan seperti metal, kayu, batu, dan tulang. Ia mengukur perpanjangan kawat yang memikul gaya berat dan mengamati bahwa perpanjangannya “selalu mempunyai proporsi yang sama dengan berat material yang membentuk kawat tersebut”. Jadi,Hooke membangun hubungan linier antara beban dan perpanjangan yang ditimbulkannya. Modulus elastisitas sering disebut Modulus Young, mengambil nama ilmuan Inggris lain, Thomas Young (1773-1829). Dalam kaitannnya dengan penyelidikan tarik dan tekan pada batang prismatik, Young memperkenalkan ide ”modulus elastisitas”. Tetapi modulus yang ia maksud tidak sama dengan yang kita gunakan dewasa ini karena besaran itu merupakan besaran yang berasal dari batang dan bahan. Modulus Elastisitas (Modulus Young) dapat didefinisikan adalah Tegangan berbanding lurus dengan regangan,
dalam daerah elastisnya. Persamaan Modulus
Elastisitas secara matematis dapat diperoleh dari persamaan 1.4, adalah:
𝐸=
𝜎 𝜀
………………………………...(1.5)
Dimana: σ = tegangan ( satuan : N), ε = regangan (satuan mm/mm), dan E = konstanta proporsionalitas atau disebut juga modulus elastisitas atau modulus Young. Tabel 1.1: Harga E (modulus elastisitas) dari berbagai material.
(sumber: Gere & Temoshenco, 2000) 1.4. Rasio Poisson Apabila suatu barang prismatik dibebani tarik, perpanjangan aksialnya disertai dengan Kontraksi Lateral (yaitu kontraksi tegak lurus arah beban). Regangan Lateral disetiap titik pada sutaua batang sebanding dengan regangan aksial dititik tersebut jika
5
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
bahannnya elastis Linier. Agar regangan lateral sama diseluruh panjang batang, maka kondisi tambahan harus ada. Pertama, gaya aksial harus konstan diseluruh panjang batang sedemikian hingga regangan aksial konstan. Kedua, bahannya harus Homogen, artinya bahan tersebut harus mempunyai komposisi yang sama (sehingga besaran elastisitasnya sama) disetiap titik. Bahan yang mempunyai besaran yang sama dalam semua arah (aksial, lateral dan diantaranya) disebut isotropic. Jika besarannya berbeda pada berabagai arah, maka bahan tersebut disebut anisotropic (atau aelotropik). Kasus khusus dari anisotropik terjadi jika besaran pada arah tertentu sama diseluruh bahan dan besaran disemua arah yang tegak lurus diarah tersebut sama (tetapi berbeda dengan besaran pertama tadi) maka bahan tersebut disebut ortotropik. Plastik yang diperkuat dengan serat dan beton bertulang dengan batang tulangan baja adalah contoh bahan komposit yang memperlihatkan perilaku ortotropik. Rasio regangan lateral ε’ terhadap tegangan aksial ε terhadap tegangan aksial ε dikenal dengan rasio Poisson dan diberi notsasi huruf Yunani ν (nu); jadi,
𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 ν = 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛
ε’ ε
…………………………(1.6)
yang dapat ditulis
ε’ = - ν ε
…………………….……(1.7)
Dari eksperimen ditemukan bahwa jika sebuah benda mengalami tegangan pada daerah elastisnya, regangan lateral mempunyai rasio konstan terhadap regangan linier. Secara matematik: 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑛𝑖𝑒𝑟
…………………….……(1.8)
Konstanta ini dikenal dengan Rasio Poisson, dan dilambangkan dengan 1/m atau μ. Secara matematik: 1 .𝜀 𝑚
…………………….……(1.9)
𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝜇. 𝜀
…………………….……(1.10)
𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
6
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Tabel 2.1: Harga rasio Poisson dari berbagai material
(sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
1.5. Tegangan dan Regangan Geser Pada sub bab dahulu, kita membahas pengaruh tegangan normal yang diakibatkan beban aksial yang bekerja pada batang lurus. Tegangan ini disebut “tegangan normal” karena bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan. Sekarang kita akan meninjau jenis lain dari tegangan yang disebut tegangan geser yang bekerja dalam arah tangensial terhadap permukaan bahan. Berdasarkan atas asumsi terbagi rata, kita dapat menghitung tegangan tumpu ratarata σ 𝑏 dengan membagi gaya tumpu total 𝑭𝑏 dengan luas tumpu 𝑨b :
σ𝑏 =
………………………………(1.11)
𝑭𝑏 𝑨b
Luas tumpu didefinisikan sebagai luas proyeksi dari permukaan tumpu yang melengkung. Tegangan geser rata-rata pada penampang baut diperoleh dengan membagi gaya geser total 𝑉 dengan luas 𝐴 dari penampang melintang di mana gaya tersebut bekerja, sebagai berikut :
𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑉
………………………………(1.12)
𝐴
1.6. Hukum Hook untuk Geser Besaran bahan untuk geser dapat ditentukan secara eksperimental dan uji geser langsung atau dari uji torsi. Uji torsi dilakukan dengan memuntir tabung lingkaran berlubang, sehingga menghasilkan keadaan geser murni. Dari hasil pengujian ini kita dapat memplot kurva tegangsan-tegangan untuk geser (yaitu diagram tegangan geser
7
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
𝜏
versus regangan geser
𝛾). Diagaram ini mempunyai bentuk sama dengan diagram uji
Tarik ( versus ε) untuk bahan yang sama ,meskipun besarnya berbeda. Untuk banyak bahan ,bagian awal dari kurva tegangan-regangan adalah garis lurus yang melalui titik asal, sebagaimana terjadi pada kasus tarik. Untuk daerah elastis linier ini, tegangan geser dan regangan gesernya sebanding sehingga kita mempunyai persamaan berikut untuk hukum Hooke pada kondisi geser:
𝜏 = G𝛾
…………………………(1.13)
Yang mana G adalah modulus elastisitas geser (disebut juga modulus rigiditas). Modulus geser G mempunyai satuan yang sama dengan modulus Tarik, E dalam satuan psi atau ksi dalam satuan USCS dan pascal dalam satuan SI. Untuk baja lunak ,harga tipikal G adalah 11.000 ksi atau 75 Gpa; untuk paduan aluminium ,harga tipikalnya adalah 4000 ksi atau 28 Gpa. Modulus elastisitas untuk kasus Tarik dan kasus geser dihubungkan dengan persamaan berikut: 𝐸
G = 2(1 + ν)
…..…………………………(1.14)
Dimana ν adalah rasio passion
Contoh Sebuah batang dari baja yang merupakan pengekang dari sebuah kapal menyalurkan gaya tekan P = 54 kN ke dek dari sebuah tiang (lihat gambar 1-3a). Batang tekan ini mempunyai penampang bujur sangkar berlubang dengan tebal dinding t =12mm (Gambar 1-3b), dan sudut 𝜃 antara batang dan horizontal adalah 40 . Sebuah sendi yang menembus batang tersebut menyalurkan gaya dari batang tekan kedua plat buhul G yang dilas ke plat landasan B. Empat baut angkur menghubungkan plat landasan ke dek. Diameter sendi adalah 𝑑𝑝𝑖𝑛 = 18mm, tebal plat buhul 𝑡 𝐺 = 15mm, tebal plat landasan adalah 𝑡 𝐵 = 8 mm, dan diameter baut angkur adalah 𝑑 bolt = 12mm. Tentukan tegangan-tegangan berikut: (a) tegangan tumpu Antara batang tekan dengan sendi, (b) tegangan geser disendi, (c) tegangan tumpu antar sendi dan plat buhul,
8
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
(d) tegangan tumpu antara baut angkur dan plat landasan, dan (e) tegangan geser dibaut angkur. (Abaikan gesekan Antara plat landasan dan dek.)
(a)
(b) Gambar 1.3 Gambar Dek (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
SOLUSI (a) Tegangan tumpu Antara batang tekan dan sendi. Harga rata-rata tegangan tumpu antara batang tekan dan sendi dapat dihitung dengan membagi gaya dibatang tekan dengan luas tumpu antara batang tekan dan sendi. Luas tersebut sama dengan dua kali tebal batang tekan. (karena tumpu terjadi di dua lokasi) dikalikan diameter sendi (lihat gambar 1-3b). Jadi, unutk mencari tegangan tumpu, menggunakan persamaan 1.11, adalah: 𝐹
𝑃
54 𝑘𝑁
σ 𝑏1 = 𝐴𝑏 = 2𝑡𝑑 𝑏
𝑝𝑖𝑛
= 2(12 𝑚𝑚)(18 𝑚𝑚) = 125 MPa
Tegangan ini tidak berlebihan untuk sebuah batang tekan yang terbuat dari baja karena tegangan luluhnya mungkin lebih besar daripada 200 MPa. (b). Tegangan geser di sendi dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.12, adalah: 𝑣
𝑃
54 𝑘𝑁
𝜏 𝑝𝑖𝑛 = 𝐴 = 2𝜋𝑑2
𝑝𝑖𝑛 /4
= 2𝜋(18 𝑚𝑚)2 /4 = 106 MPa
(c). Tegangan tumpu antara sendi dan plat buhul, meggunakan persamaan 1.11, adalah:
σ 𝑏2 =
𝐹𝑏 𝐴𝑏
= 2𝑡
𝑃
𝐺 𝑑𝑝𝑖𝑛
=
54 𝑘𝑁 2(15 𝑚𝑚)(18 𝑚𝑚)
= 100 MPa
(d). Tegangan tumpul antara baut angkar dan plat landasan, diperoleh dengan persamaan 1.11, adalah: 9
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
σ 𝑏3 =
𝐹𝑏 𝐴𝑏
𝑃 cos 40°
= 4𝑡
𝐵 𝑑𝑏𝑜𝑙𝑡
54( 𝑘𝑁 )(cos 40°)
= 4(18 𝑚𝑚)(12 𝑚𝑚) = 108 MPa
(e). Tegangan geser di baut angkar, dicari dengan persamaan 1.12, adalah: 𝑣
𝑃 cos 40°
𝜏 𝑏𝑜𝑙𝑡 = 𝐴 = 4𝜋𝑑2
𝑏𝑜𝑙𝑡 /4
54( 𝑘𝑁 )(cos 40°
=
4𝜋(12 𝑚𝑚)2 4
= 119MPa
Contoh lain Sebuah pelubang (pembuat lubang) pada plat baja terlihat dalam Gambar 1-4a. Aumsikan bahwa pelubanga yang diameternya 0,75 in, itu digunakan untuk melubangi plat yang tebalnya ¼ in, seperti terlihat dalam Gambar 1-4b. Jika gaya P =28.000 lb dibutuhkan untuk itu, berapakah tegangan geser rata-rata di plat tersebut dan tegangan tekan rata-rata dpelubang?
(a)
(b) Gambar 1.4. Punching plat (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
Solusi Tegangan geser rata-rata di plat dihitung dengan membagi gaya p dengan luas geser plat. Luas geser 𝐴𝑠 sama dengan keliling lubang dikalikan tebal plat, atau
𝐴𝑠 = 𝜋𝑑𝑡 = 𝜋(0,75 in. )( 0,25 in. ) = 0,8590 𝑖𝑛.2 Dimana 𝑑 adalah diameter pelubang, dan 𝑡 adalah tebal plat. Dengan demikian, tegangan geser rata-rata diplat, dengan persamaan 1.12, adalah
𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑃 𝐴𝑠
=
28.000 1b 0,5890 𝑖𝑛.2
= 47.500 𝑝𝑠𝑖
Tegangan tekan rata-rata di pelubang, dengan persamaan 1.11 adalah 𝐹
σ𝑐 = 𝐴𝑏 = 𝐴 𝑏
𝑃
𝑃
𝑝𝑢𝑛𝑐ℎ
28.000 1b
= 𝜋𝑑2 /4 = 𝜋(0,75 𝑖𝑛.2 /2 = 63.400 psi
10
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Catatan. Analisis ini sangat diidealisasi karena kita mengabaikan efek kejut yang terjadi apabila suatu pelubang menembus plat. (peninjauan efek ini membutuhkan metode analisis lanjut diluar ruang lingkup mekanika bahan). Contoh Sebuah bantalan yang biasa digunakan untuk memikul mesin dan gelagar jembatan terdiri atas bahan yang bersifat elastis linier (biasanya elastomer, seperti karet) yang dilapisi oleh plat baja (Gambar 1-5a). Asumsikan bahwa tebal elastomer adalah h,dimensi plat adalah 𝑎 𝑥 𝑏, dan bantalan ini mengalami gaya geser horizontal 𝑉. Turunkanlah rumus tegangan geser rata-rata 𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 di elastomer dan peralihan horizontal 𝑑 di plat (Gambar 1-5b).
(a)
(b)
Gambar 1.5. Gambar bantalan (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) SOLUSI Asumsikan bahwa tegangan geser di elastomer terbagi rata diseluruh volume. Dengan demikian, tegangan geser disetiap bidang horizontal tang melalui elastomer sama dengan gaya geser 𝑉 dibagi dengan luas bidang (Gambar 1-5a), dengan menggunakan persamaan 1.12, diperoleh tegangan geser rata-rata adalah: 𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑉 𝑎𝑏
Tegangan gesernya (dari hukum Hooke untuk geser ), dengan mengunakan persamaan 1.13, diperoleh adalah:
𝛾 =
𝜏 𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑉 = = 𝐺 𝐺𝑒 𝑎𝑏𝐺𝑒
Di mana 𝐺𝑒 adalah momen bahan elastomerik. Akhirnya, peralihan horizontal 𝑑 sama dengan
tan (dari Gambar 1-5b):
𝑑 = ℎ tan 𝛾 = 11
𝑉
tan (𝑎𝑏𝐺 ) 𝑒
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Di dalam praktek, umumnya regangan geser ( adalah sudut yang kecil sehingga tan 𝛾 dapat diganti dengan 𝛾, ℎ𝑉
𝑑 = ℎ𝛾 = 𝑎𝑏𝐺
𝑒
Persamaan
𝛾 dan persamaan d,
memberikan hasil pendekatan untuk peralihan horizontal
plat karena keduanya berdasarkan asumsi bahwa tegangan dan regangan geser konstan diseluruh volume bahan elastomerik.Pada kenyataannya, tegangan geser adalah nol tepitepi bahan (karena tidak ada tegangan geser dimuka vertikal yang bebas), sehingga deformasi bahan akan lebih rumit daripada yang terlihat pada Gambar 1-3b. Sekalipun demikian, jika panjang 𝑎 dari plat cukup besar dibandingkan dengan tebal
dari
elastomer, maka hasil diatas sudah memadai untuk tujuan desain.
1.7. Tegangan Izin dan Beban Izin Struktur; jadi, suatu strruktur adalah setiap obyek yang harus memikul atau menyarlukan beban. Jika kegagalan struktural harus dihindari, maka beban yang dapat dipikul suatu struktur harus lebih besar daripada beban yang akakn dialaminya pada masa pakai. Kemampuan suatu sruktur untuk menahan beban disebut kekuatan, jadi kriteria terdahulu dapat ditulis ulang sebagai berikut.kekuatan aktual suatu struktur harus melebihi kekuatan yang dibutuhkan. Rasio kekuatan aktual terhadap kekuatan yang dibutuhkan disebut faktor keamanan 𝑛: Kekuatan aktual
Faktor keamanan =Kekuatan yang dibutuhkan Tentu saja, faktor keamanan harus lebih besar daripada 1,0
……………..(1.15) jika kegagalan ingin
dihindari. Bergantung pada situasinya, digunakan faktor keamanan dangan harga sedikit diatas 1,0 hingga 10. Faktor keamanan didefinisikan dan diterapkan dengan berbagai cara. Untuk sebagian besar struktur, bahannya harus berada dalam daerah elastis linier untuk mencegah terjadinya deformasi permanen apabila beban dihilangkan. Pada kondisi ini, faktor keamanan ditetapkan berdasarkan luluhnya struktur. Luluh mulai terjadi apabila tegangan luluh tercapai disuatu titik sembarang didalam srutktur. Maka, dengan menerapkan faktor keamanan terhadap tegangan luluh ( atau kekuatan luluh ), kita mendapatkan tegangan izin (atau tegangan kerja) yang tidak boleh dilampaui dimanapun didalam struktur. Jadi :
12
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Tegangan luluh
Tegangan izin = Faktor keamanan
……………..(1.16)
Atau, untuk tarik dan geser, masing-masing adalah:
σizin =
σ𝛾 𝑛1
𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 =
dan
𝜏𝛾 𝑛2
……………..(1.17) ……………..(1.18)
Dimana σ𝛾 dan 𝜏𝛾 adalah tegangan luluh dan 𝑛1 dan 𝑛2 adalah faktor keamanan. Dalam desain gedung, faktor keamanan tipikal untuk luluh karena tarik adalah 1,67; jadi baja lunak yang mempunyai tegangan luluh 36 ksi mempunyai tegangan izin 21,6 ksi. Kadang-kadang faktor keamanan diterapkan pada tegangan ultimate, bukannya pada tegangan luluh. Metode ini cocok untuk bahan yang getas, seperti beton dan beberapa jenis plastik, dan untuk tegangan bahan yang tegangan luluhnya tidak terdefinisi dengan jelas, seperti kayu dan baja yang berkekuatan tinggi. Dalam hal ini, tegangan izin tarik dan geser adalah:
σizin =
σ𝑢 dan 𝑛3
𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 =
𝜏𝑢 𝑛4
……………..(1.19)
……………..(1.20)
Yang mana σ𝑢 dan 𝜏𝑢 adalah tegangan ultimate (atau kekuatan ultimate). Faktor keamanan terhadap kekuatan ultimate dari suatu bahan biasanya lebih besar daripada yang didasarkan pada kekuatan luluh. Untuk baja lunak, faktor keamanan sebesar 1,67 terhadap luluh sebanding dengan faktor keamanan sebesar kira-kira 2,8 terhadap kekuatan ultimate. Dalam desain pesawat terbang, biasanya digunakan sebutan margin keamanan, bukannya faktor keamanan. Margin keamanan didefinisikan sebagai faktor keamanan dikurangi satu:
Margin keamanan = 𝑛 − 1 Margin keamanan sering dinyatakan dalam persen, dimana harga diatas dikalikan dengan 100. Jadi, suatu struktur yang mempunyai kekuatan ultimate 1,75 kali yang dibutuhkan mempunyai faktor keamanan sebesar 1,75 dan margin keamanan sebesar 0,75 (atau 75%). Apabila margin keamanan berkurang menjadi nol atau lebih kecil, maka sruktur itu akan (dapat dianggap ) gagal.
13
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Beban izin Sesudah tegangan izin ditetapkan untuk struktur dan bahan tertentu, beban izin pada strukur dapat ditetapkan. Hubungan antara beban izin dan tegangan izin bergantung pada jenis struktur. Dalam bab ini kita hanya memperhatikan jenis-jenis stuktur yang mendasar saja, yaitu batang yang mengalami tarik atau tekan, dan sendi (atau baut) yang mengalami geser langsung dan tumpu. Pada sturktur-struktur tersebut tegangan mempunyai distribusi yang terbagi rata (atau paling tidak dapat diasumsikan terbagi rata) pada suatu area. Sebagai contoh, dalam hal suatu batang yang mengalami tarik, tegangannya mempunyai distribusi terbagi rata di potongan melintang asalkan gaya aksial resultannya bekerja melalui pusat berat penampang. Hal yang sama juga berlaku untuk tekan asalkan batangnya tidak mengalami tekuk. Dalam hal sendi yang mengalami geser, kita hanya meninjau tegangan geser rata-rata dipotongan melintang, yang ekivalen dengan mengasumsikan bahwa tegangan geser mempunyai distribusi terbagi rata. Dengan cara yang sama, kita hanya meninjau harga rata-rata untuk tegangan tumpu yang bekerja diluas proyeksi dari sendi. Dengan demikian, dalam keempat kasus diatas, beban izin (juga beban yang diperbolehkan atau beban aman ) sama dengan tegangan izin dikalikan dengan luas dimana beban tersebut bekerja:
Beban izin = (Tegangan izin ) (Luas)
…………………… (1.21)
Untuk batang yang mengalami beban dan tarik langsung (tidak ada tekuk ), persamaan di atas menjadi
𝑃𝑖𝑧𝑖𝑛 = σizin 𝐴
…………………… (1.22)
Dimana σizin adalh tegangan normal izin dan 𝐴 adalah luas penampang batang. Jika batang tersebut mempunyai lubang, maka 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑛𝑒𝑡𝑜 biasanya digunakan apabila batang tersebut mengalami tarik. Luas neto adalah luas penampang bruto dikurangi luas yang hilang karena adanya lubang. Untuk tekan, luas bruto dapat digunakan jika lubang tersebut terisi oleh baut atau sendi yang dapat menyalurkan tegangan tekan. Untuk sendi yang mengalami geser langsung, Persamaan menjadi:
𝑃𝑖𝑧𝑖𝑛 = 𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 𝐴
…………………… (1.23)
Dimana 𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 adalah tegangan geser izin dan 𝐴 adalah luas dimana tegangan geser bekerja. Jika sendi tersebut mengalami geser tunggal, maka luasnya adalah luas potongan melintang sendi, dan untuk geser ganda,maka luasnya adalah dua kali luas potongan melintang sendi.
14
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Akhirnya, beban izin untuk tumpu adalah:
𝑃𝑖𝑧𝑖𝑛 = σ𝑏 . 𝐴𝑏
…………………… (1.24)
Dimana σ𝑏 adalah tegangan tumpu izin dan 𝐴𝑏 adalah luas proyeksi dari se ndi atau permukaan lain dimana tegangan tumpu tersebut bekerja. Contoh berikut ini mengilustrasikan bagaimana beban izin ditentukan jika tegangan izin untuk bahan dikretahui.
Contoh Sebuah batang baja yang berfungsi sebagai penggantung dan memikul mesin berat disuatu gedung pabrik terpasang pada suatu tumpuan dengan sambungan yang menggunakan baut seperti yang terlihat pada Gambar 1.6. Bagian utama dari penggantung ini mempunyai penampang persegi panjang dengan lebar 𝑏1 = 1,5 in. Dan tebal t = 0,5 in. Disambungannya, penggantung ini diperbesar hingga lebarnya menjadi 𝑏2 = 30 in. Baut,yang meyalurkan beban dari penggntung kedua plat buhul, mempunyai diameter 𝑑 = 1,0 in. Tentukan harga yang diizinkan untuk beban tarik P di penggantung yang didasarkan atas tinjauan berikut: penggantung adalah 16.000 psi.
(a). Tegangan izin di bagian utama dari
(b). Tegangan izin di penggantung di potongan
melintang yang melalui baut adalah 11.000 psi. (Tegangan izin dipotongan tersebut lebih kecil karena adanay konsentrasi tegangan disekitar baut).
(c) Tegangan tumpu izin
diantara penggantung dan baut adalah 26.000 psi. (d) Tegangan geser izin dibaut adalah 6.500 psi. (catatan: Faktor keamanan untuk tarik,tumpu,dan geser telah diperhitungkan dalam menentukan tegangan izin.)
Solusi
(a ). Mencari tegangan izin P1, digunakan persmaan 2.22, yaitu: 𝑃1 = σizin 𝐴 = σizin 𝑏 1 𝑡 = (16.000 psi)(1,5 in. x 0,5 in. ) = 12.000 1b (b). Mencari tegangan izin P2, digunakan persmaan 2.22, yaitu: 𝑃2 = σizin 𝐴 = σizin (𝑏 2 − 𝑑). 𝑡 = (11.000 psi)(3,0 in. – 1,0 in.)(0,5 in.) = 11.000 1b (c). Mencari tegangan izin P3, digunakan persmaan 2.22, yaitu: 𝑃3 = σ𝑏 𝐴 = σ𝑏 𝑑𝑡 = (26.000psi)(1,0 in. )(0,5 in. ) = 13.000 1b
15
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Gambar 1.6. Penggantung vertikal (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
(d). Mencari tegangan izin P4, digunakan persmaan 2.22, yaitu: 𝑃4 = 𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 𝐴 = 𝜏 𝑖𝑧𝑖𝑛 (2)(𝜋𝑑 2 /4) = (6.500 psi)(2)( 𝜋)
(1,0 in.)2 4
𝑃4 = 10.200 1b Dengan membandingkan keempat hasil diatas,kita lihat bahwa harga beban terkecil adalah
𝑃𝑖𝑧𝑖𝑛 = 10.200 1b Beban ini, yang didasarkan atas geser dibaut, merupakan beban tarik izin di penggantung.
1.8. Modulus Bulk Jika sebuah benda mendapat tiga tegangan yang saling tegak lurus, dengan besaran yang sama, rasio tegangan langsung terhadap regangan volumetrik disebut sebagai modulus bulk, dilambangkan dengan K. Secara matematik: …………………… (1.25) 1.9. Hubungan Antara Modulus Bulk dengan Modulus Young Misalkan sebuah kubus ABCD A1B1C1D1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.7. Katakan kubus mendapat tiga tegangan tarik yang saling tegak lurus dengan besaran yang sama. jika σ = Tegangan pada permukaan, l = Panjang kubus, dan E = Modulus Young untuk material kubus.
16
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Gambar 1.7. Kubus ABCD A1B1C1D1
Misalkan deformasi pada satu sisi kubus (katakan AB) karena tiga tegangan tarik. sisi ini mengalami regangan-regangan berikut: 1. Tegangan tarik sebesar σ/E karena tegangan pada permukaan BB1 CC1 dan AA1 DD1. 2. Regangan lateral tekan sebesar (1/m) x ( σ/E) karena tegangan pada permukaan AA1 BB1 dan DD1 CC1. 3. Regangan lateral tekan sebesar (1/m) x ( σ/E) karena tegangan pada permukaan ABCD dan A1B1C1D1.
Sehingga, regangan tarik netto yang dialami oleh sisi AB karena tegangan-tegangan ini: …………………… (1.26)
…………………… (1.27) Substitusikan harga δ/l dari persamaan 1.25: …………………… (1.28) Atau …………………… (1.29) Sehingga: …………………… (1.30) atau …………………… (1.31)
17
Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio
Contoh soal Jika harga modulus elastisitas dan rasio poisson sebuah paduan masing-masing adalah 150 GPa dan 0,25, carilah harga modulus bulk paduan tersebut. Jawab
Diketahui: E = 150 GPa = 150×103 N/mm2, rasio Poisson, 1/m = 0,25 atau m = 4. Modulus bulk paduan, dengan menggunakan persamaan 1.31, diperoleh:
Latihan: 1. Jika harga modulus elastisitas dan rasio poisson sebuah paduan masing-masing adalah 200 GPa dan 0,3, carilah harga modulus bulk paduan tersebut? 2. Jika harga modulus elastisitas modulus bulk sebuah paduan masing-masing adalah 200 GPa dan 300 GPa, carilah harga modulus bulk paduan tersebut? 3. Jika harga modulus bulk dan rasio poisson sebuah paduan masing-masing adalah 280 GPa dan 0,15, carilah harga modulus bulk paduan tersebut? 4. Diketahui: K = 250 GPa = 150×103 N/mm2, rasio Poisson, 1/m = 0,25 atau m = 4. Carilah modulus elastisitasnya? 5. Diketahui: modulus bulk= 350 GPa = 150×103 N/mm2, modulus elastisitas 200 Gpa rasio Poisson, 1/m = 0,20 atau. Carilah massa paduan tersebut?
18
BAB II DEFLEKSI PADA STRUKTUR 2.1. Deformasi Benda Karena Gaya Yang Bekerja Jika P = Beban atau gaya yang bekerja pada benda, Luas penampang benda,
l = Panjang benda, A =
σ = Tegangan yang timbul pada benda,
E = Modulus
Elastisitas material benda, ε = Regangan, δ = Deformasi benda. Dari persamaan (1.1) dan (1.3) adalah: Tegangan adalah
𝜎=
𝑃 𝐴
, dan regangan adalah:
𝜀=
Sehingga persamaan regangan menjadi: Rumus deformasi adalah:
𝛿
=
𝜀=
𝑃 𝐴 .𝐸
𝜎 𝐸 ………..……….. (2.1) ……………….. (2.2)
𝜀. 𝑙
Dengan mensubstitusi persamaan (1.3) ke persamaan (2.2), maka persamaan deformasi menjadi: 𝜎. 𝑙 ……………….. (2.3) Deformasi adalah 𝛿 = 𝐸
Kemudian subsitusi persamaan (2.2) ke persamaan (2.3), rumus deformasi/defleksi menjadi:
𝛿 =
𝑃. 𝑙 𝐴. 𝐸
……………….. (2.4)
Catatan: 1. Rumus di atas baik juga digunakan untuk tekan 2. Untuk sebagian besar material, modulus elastisitas untuk kompresi sama dengan tarikan. 3. Kadang-kadang dalam perhitungan, tegangan dan regangan tarik diberi tanda positif, dan tegangan dan regangan tekan/kompresi diberitanda negatif.
Contoh Sebuah batang dari baja dengan panjang 1 m dan penampang 20mm × 20 mm mendapat gaya tarik sebesar 40 kN. Carilah perpanjangan batang, jika modulus elastisitas material batang adalah 200 GPa.
19
Bab II. Defleksi pada struktur
Jawab. Diketahui: panjang (l) = 1 m = 1 ×103 mm Luas penampang (A) = 20 × 20 = 400 mm2 Gaya tarik (P) = 40 kN = 40 ×103 N Modulus elastisitas (E) = 200 GPa = 200 ×103N/mm2 Dengan menggunakan persamaan (2.4), maka diperoleh perpanjangan batang:
𝛿 =
𝛿=
𝑃. 𝑙 𝐴. 𝐸
40 . 103 𝑁 . 103 𝑚𝑚2 400 𝑚𝑚 . 200 . 103
𝑁/𝑚𝑚2
= 0,5 𝑚𝑚
Contoh: Silinder berlobang dengan panjang 2 m mempunyai diameter luar 50 mm dan diameter dalam 30 mm. Jika silinder memikul beban sebesar 25 kN, carilah tegangan pada silinder. Cari juga deformasi yang terjadi pada silinder jika harga modulus elastisitas material silinder adalah 100 GPa.
Jawab: Diketahui: panjang (l) = 2 m = 2 ×103 mm Diameter luar (D) = 50 mm Diameter dalam (d) = 30 mm beban (P) = 25 kN = 25 ×103 N/mm2 modulus elastisitas (E) = 100 GPa = 100 ×103 N/mm2 Dengan menggunakan persamaan (2.4), maka diperoleh perpanjangan batang: Untuk mencari Luas Penampang silinder diperoleh: 𝜋 3,14 (502 − 302 ) = 1257 𝑚𝑚2 𝐴 = (𝐷 2 − 𝑑2 ) = 4 4 Untuk mencari tegangan pada selinder, kita menggunakan persamaan (1.1), yaitu: 𝑃 25 𝑥 103 𝑁 𝑁 𝜎= = = 19,9 = 19,9 𝑀𝑃𝑎 𝐴 1257 𝑚𝑚2 𝑚𝑚2 Deformasi pada silindera diperoleh dengan menggunakan persamaa (2.4), dalah:
20
Bab II. Defleksi pada struktur
𝛿 𝛿 =
=
𝑃. 𝑙 = 𝐴. 𝐸
25 𝑥 103 𝑁 𝑥(2 𝑥 103 ) 1257 𝑚𝑚2 𝑥 100 𝑥 103
= 0,4 𝑚𝑚
SOAL-SOAL LATIHAN: 1.
Sebuah batang baja dengan panjang 2 m dan penampang 150 mm2 mendapat tarikan aksial sebesar 15 kN. Carilah perpanjangan/elongasibatang. Jika harga E = 200 GPa. (jawab: 1,0 mm).
2.
Sebuah batang lurus mempunyai panjang 500 mm dan penampang 500 mm2. Carilah besar beban kompresi dimana panjangnya berkurang 0,2 mm. jika E material 200 GPa. (jawab: 40 kN).
3.
Sebuah batang logam paduan dengan panjang 1 mm dan penampang 200 mm2 mendapat gaya tekan sebesar 20 kN. Jika modulus elastisitas paduan 100 GPa, Carilah penurunan panjang batang. (jawab: 0,5 mm).
2.2. Defleksi Pada Batang Akibat Beban Aksial Dalam menentukan perubahan panjang elemen struktur yang dibebani secara aksial, akan lebih mudah kalau dimulai dengan pegas koil (Gambar 2-1). Perpanjangan suatu pegas ditunjukkan dalam Gambar 2-2, dimana bagian atas dari gambar menunjukkan pegas pada saat panjangnya merupakan panjang alami 𝐿 (juga disebut panjang tak bertegangan,panjang rileks,atau panjang bebas), dan bagian bawah dari gambar menunjukkan efek penerapan beban tarik. Akibat aksi gaya 𝑃, pegas tersebut memanjang sebesar 𝛿 dan panjang akhirnya menjadi 𝐿 + 𝛿. Jika bahan dari pegas tersebut elastis linier, maka beban dan perpanjangan akan sebanding:
𝑃 = 𝑘. 𝛿
……………………………….( 2.5)
𝛿 = 𝑓. 𝑃
……………………………….( 2.6)
Dimana 𝑘 dan 𝑓 adalah konstanta proporsionalitas. Konstanta 𝑘 disebut kekakuan pegas dan didefinisikan sebagai gaya yang menghasilkan perpanjangan satuan, artinya 𝑘 = 𝑃/𝛿. Dengan cara sama, konstanta
𝑓 disebut fleksibilitas dan didefinisikan sebagai
perpanjangan yang dihasilkan oleh beban sebesar satu,artinya 𝑓 = 𝛿/𝑃.Meskipun dalam
21
Bab II. Defleksi pada struktur
pembahasan ini kita menggunakan pegas tersebut untuk tarik, jelaslah bahwa persamaan (2-5) dan (2-6) juga berlaku pada pegas yang mengalami tekan. Dari pembahasan diatas, jelas bahwa kekakuan dan fleksibilitas pegas merupakan kebalikan satu sama lainnya:
𝑘=
1 𝑓
𝑓=
1 𝑘
……………………………….( 2.7)
Fleksibilitas pegas dapat dengan mudah ditentukan dengan mengukur perpanjangan yang dihasilkan dengan beban yang diketahui, dan kekakuan dapat dihitung dari persamaan (27). Sebutan lain untuk kekakuan dan fleksibilitas suatu pegas masing-masing adalah konstanta pegas dan kesesuaian pegas.
Gambar 2.1. (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
Gambar 2.2. (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
22
Bab II. Defleksi pada struktur
Batang prismatis
L
L
δ
P P
(a)
(b) Gambar 2.3. BatangPrismatik (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
Batang prismatis adalah elemen struktur yang mempunyai sumbu longitudinal lurus dan penampang konstan diseluruh panjangnya. Meskipun kita sering menggunakan batang berpenampang lingkaran didalam ilustrasi, kita harus ingat bahwa elemen struktur mungkin mempunyai penampamng yang bukan lingkaran seperti terlihat dalam Gambar 2.3a. Perpanjangan 𝛿 pada suatu batang prismatis yang mengalami beban tarik 𝑃 terlihat dalam Gambar 2.3b. Jika beban bekerja melaluipusat berat penampang ujung,maka tegangan normal terbagi rata dipenampang yang jauh dari ujung dapat dinyatakan dengan rumus 𝜎 = 𝑃/𝐴, dimana 𝐴 adalah luas penampang. Selain itu, jika batang tersebut terbuat dari bahan yang homogen, maka regangan aksialnya adalah 𝜀 = 𝛿/𝐿 , dimana 𝛿 adalah perpanjangan dan 𝐿 adalah panjang batang. Asumsikan bahwa bahannya elastis linier yang berarti bahwa hukum Hooke berlaku. Selanjutnya, tegangan dan regangan longitudinal dapat dihubungkan dengan persamaan 𝜎 = 𝐸. 𝜀, dimana 𝐸 adalah modulus elastisitas. Dengan menggabungkan hubungan-hubungan dasar ini, maka kita dapat menghitung perpanjangan batang dengan menggunakan persamaan (2.4). Persamaan ini menunjukkan bahwa perpanjangan berbanding langsung dengan beban 𝑃 dan panjang 𝐿 dan berbanding terbalik dengan modulus elastisitas 𝐸 serta luas penampang 𝐴. Hasil kali 𝐸𝐴 dikenal sebagai rigiditas aksial suatu batang. Meskipun persamaan (2.4) diturunkan untuk elemen struktur yang mengalami tarik, namun persamaan tersebut berlaku juga untuk elemen struktur yang mengalami tekan,dimana 𝛿 menunujukkan perpendekan batang. Biasanya
kita dapat mengetahui
dengan cepat apakah suatu elemen struktur menjadi lebih panjang atau lebih pendek; namun ada kalanya dibutuhkan perjanjian tanda (misalnya, untuk menganalisis batang
23
Bab II. Defleksi pada struktur
statis tak tentu). Dalam hal sepeti itu, perpanjangan biasanya bertanda positif dan perpendekan bertanda nergatif. Kekakuan dan fleksibilitas suatu batang prismatis didefinisikan dengan cara yang sama seperti pada pegas. Kekakuan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan perpanjangan satuan, atau 𝑃𝛿, dan fleksibilitas adalah perpanjangan akibat beban satuan, atau 𝛿/𝑃. Jadi dari persamaan (2-4), kita lihat bahwa kekakuan dan flesiksibilitas suatu batang prismatis masing-masing adalah : 𝑘=
𝐸𝐴 𝐿
𝑓=
𝐿 𝐸𝐴
………………………….( 2.8.a,b)
Kekakuan dan fleksibilitas suatu elemen struktural, termasuk yang diberikan dengan persamaan (2-8b),mempunyai peran khusus dalam analisis struktur besar dengan menggunakan metode yang berorientasi komputer.
Kabel Kabel terbuat dari sejumlah besar kawat yang dijalin secar teratur. Luas penampang kabel sama dengan luas penampang total masing-masing kawat, yang disebut luas efektif atau luas metalik. Luas ini lebih kecil daripada luas lingkaran yang mempunyai diameter yang sama dengan kabel karena ada ruang masing-masing kawat. Sebagai contoh, luas penampang aktual (luas efektif) suatu kabel yang berdiameter 1,0 in hanyalah 0,471 in2 , sedangkan luas lingkaran yang berdiameter 1,0 in. adalah 0,785 in2 .
Contoh Sebuah rangka kaku 𝐴𝐵𝐶yang berbentuk 𝐿 terdiri atas batang horizontal 𝐴𝐵 (panjang 𝑏 = 11,0 in) dan batang vertikal 𝐵𝐶 (panjang 𝑐 = 9,5 in) ditahan dititik 𝐵, seperti terlihat dalam Gambar 2.4a.Titik 𝐵 tersebut terhubung pada rangka luar 𝐵𝐶𝐷 yang terletak diatas bangku labolatorium. Posisi penunjuk di 𝐶 dikontrol pada sebuah pegas (kekakuan 𝑘 = 4,2 1b/in.) yang terpasang pada batnag berulir dapat disesuaikan dengan cara memutar mur.𝑃𝑖𝑡𝑐ℎ pada uliran (yaitu jarak dari suatu ulir ke ulir berikutnya ) adalah 𝑝 = 1/16 in, yang berarti bahwa satu putaran penuh dari mur akan menggerakkan batang sama besarnya. Pada awalnya, mur diputar hingga penunjuk diujung batang 𝐵𝐶 tepat berada diatas tanda referensi rangka luar. Jika suatu benda yang beratnya 𝑊 = 2 1b diletakkan pada penggantung di 𝐴,beraspa putaran mur yang dibutuhkan untuk membawa penunjuk kembali ke
24
Bab II. Defleksi pada struktur
posisi.tanda? (Deformasi bagian-bagian metal dapat diabaikan karena biasanya kecil dibandingkan perubahan panjang pegas.)
Gambar 2.4. Rangka Stuktur ABC (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Solusi Pemeriksaan alat ini menunjukkan bahwa bobot 𝑊 yang bekerja kebawah akan menyebabkan penunjuk 𝐶 bergerak kekanan. Apabila penunjuk bergerak kekanan, maka pegas akan memanjang sejauh tertentu yang dapat dihitung dari gaya 𝐹 yang bekerja dipegas. Gaya 𝐹 dapat dihitung dari diagram benda bebas rangka dalam Gambar 2.4b. Perhatikan bahwa reaksi dititik 𝐵 ditunjukkan dengan garis panah yang dicoret. Dengan mengambil momen terhadap titik 𝐵, 𝐹=
𝑊𝑏 𝑐
Perpanjangan 𝛿 yang berkaitan dengan gaya tersebut (dari Persamaan 2-5) adalah: 𝛿=
𝐹 𝑊𝑏 = 𝑘 𝑐𝑘
Untuk mengembalikan penunjuk keposisi tanda, kita harus memutarkan mur agar batang berulir gapat bergerak ke kiri sedemikian hingga besarnya gerakan sama dengan perpanjangan pegas. Karena setiap satu putaran mur menggerakkan batang sejauh b sama dengan 𝑝𝑖𝑡𝑐ℎ 𝑝, maka gerakan total batang akan sama dengan 𝑛𝑝, dimana 𝑛 adalah banyak putaran. Jadi 𝑛𝑝 = 𝛿 =
𝑊𝑏 𝑐𝑘
Sehingga kita mendapatkan rumus untuk banyaknya putaran mur:
25
Bab II. Defleksi pada struktur
𝑛=
𝑊𝑏 𝑐𝑘𝑝
Untuk mendapatkan hasil numerik, kita memasukkan data yang ada kedalam persamaan, sebagai berikut: 𝑛=
(2 1b)(11,0in. ) 𝑊𝑏 = = 8,8 putaran 𝑐𝑘𝑝 (9,5 in. )(4,2 1b/in. )(1/16in. )
Hasil ini menunjukkan bahwa kita memutar mur sampai 8,8 putaran, maka batang berulir akan bergerak ke kiri sejauh sama dengan perpanjangan pegas yang diakibatkan oleh beban 2.2, sehingga mengembalikan penunjuk ke tanda referensi.
Contoh Suatu struktur yang terlihat dalam Gambar 2.5a terdiri atas balok horizontal 𝐴𝐵𝐶 yang ditumpu oleh dua batang vertikal 𝐵𝐷 dan 𝐶𝐸. Batang 𝐶𝐸 mempunyai sendi di kedua ujungnya tetapi batang 𝐵𝐷 adalah jepit di pondasi di ujung bawahnya.Jarak dari 𝐴 ke 𝐵 adalah 450 mm dan dari 𝐵 ke 𝐶 adalah 225 mm. Batang 𝐵𝐷 dan 𝐶𝐸 mempuyai panjang masing-masing 480 mm dan 600 mm. Batang-batang ini terbuat dari baja yang mempnyai modulus elastisitas 𝐸 = 205 Gpa. Dengan mengasumsikan bahwa balok 𝐴𝐵𝐶 adalah kaku,carilah beban izin maksimum 𝑃maks jika peralihan di titik 𝐴 dibatasi 1,0 mm.
Gambar 2.5. Balok Horizontal ABC (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Solusi. Untuk mencari peraliha titik 𝐴, kita perlu mengetahui peralihan titik 𝐵 dan 𝐶. Dengan demikian, kita harus mencari perubahan panjang batang 𝐵𝐷 dan 𝐶𝐸, dengan menggunakan persamaan umum
𝛿 = 𝑃𝐿/𝐸𝐴 (persamaan 2-4). Kita mulai dengan
26
Bab II. Defleksi pada struktur
mencari gaya-gaya dibatang dari diagram benda bebas (Gambar 2-5b). Karena batang 𝐶𝐸 mempunyai sendi di kedua ujungnya, maka ini merupakan elemen “dua-gaya” dan hanya menyalurkan gaya vertikal 𝐹𝐶𝐸 ke balok. Sedangkan batang 𝐵𝐷 dapat menyalurkan baik gaya vertikal maupun gaya horizontal. Dari keseimbangan balok
𝐴𝐵𝐶 di arah
horizontal,kita melihat bahwa gaya-gaya horizontal haruslah nol. Dua persamaan keseimbangan lainnya memungkinkan kita menyatakan gaya 𝐹𝐵𝐷 dan 𝐹𝐶𝐸 dalam beban 𝑃. Jadi,dengan mengambil momen terhadap titik 𝐵 dan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal, maka kita dapatkan 𝐹𝐶𝐸 = 2𝑃𝐹𝐵𝐷 = 3𝑃 Perhatikan bahwa gaya 𝐹𝐶𝐸 bekerja kebawah di batang 𝐴𝐵𝐶 dan gaya 𝐹𝐵𝐷 bekerja ke atas. Dengan demikan, elemen struktur 𝐶𝐸 mengalami tarik dan elemen struktur 𝐵𝐷 mengaami tekan. Perpendekan elemen 𝐵𝐷 adalah 𝛿𝐵𝐷 = 𝛿𝐵𝐷 =
( 3 𝑃 )(480mm) (205GPa)(1020 mm2 )
𝐹𝐵𝐷 𝐿𝐵𝐷 𝐸𝐴𝐵𝐷
= 6,887 𝑃 x 10−6 mm(𝑃 = newton )
Perhatikan bahwa perpendekkan 𝛿𝐵𝐷 dinyatakan dalam mm asalkan beban 𝑃 dinyatakan dalam newton. Dengan cara sama, perpanjangan elemen 𝐶𝐸 adalah: 𝛿𝐶𝐸 = 𝛿𝐶𝐸 =
( 2 𝑃 )(600mm) (205GPa)(520 mm2 )
𝐹𝐶𝐸 𝐿𝐶𝐸 𝐸𝐴𝐶𝐸
= 11,26 𝑃 x 10−6 mm(𝑃 = newton )
Peralihan disini pun dinyatakan dalam mm asalkan beban 𝑃 dinyatakan dalam newton. Dengan diketahuinya perubahan panjang kedua batang, maka kita dapat mencari peralihan di titik 𝐴. 𝐷𝑖𝑎𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛 yang menunjukkan posisi relatif titik 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 ditunjukkan dalam Gambar 2-5c. Garis 𝐴𝐵𝐶 menunjukkan posisi awal ketiga titik. Sesudah beban 𝑃 dikerjakan, elemen 𝐵𝐷 memendek sebesar 𝛿𝐵𝐷 dan titik 𝐵 bergerak ke 𝐵′ . Selain itu, elemen 𝐶𝐸 memanjang sebesar 𝛿𝐶𝐸 . dan titik 𝐶 bergerak 𝐶 ′ . Karena balok 𝐴𝐵𝐶 diasumsikan baku, maka titik 𝐴′ , 𝐵′ ,dan 𝐶 ′ terletak pada sebuah garis lurus. Agar lebih jelas, semua peraliha digambar dengan sangat dibesarkan. pada kenyataanya garis 𝐴𝐵𝐶 berotasi dengan sudut yang sangat kecil ke posisi baru 𝐴′ 𝐵′ 𝐶 ′ . 27
Bab II. Defleksi pada struktur
Dengan menggunakan segitiga yang sama, kita sekarang dapat mencari hubungan antara peralihan di titik 𝐴′ , 𝐵′ ,dan 𝐶 ′ . Dari segitiga 𝐴′ 𝐴′′ 𝐶 ′ dan 𝐵′ 𝐵′′ 𝐶 ′ kita peroleh: 𝐴′ 𝐴′′ 𝐵′ 𝐵′′ 𝛿𝐴 + 𝛿𝐶𝐸 𝛿𝐵𝐷 + 𝛿𝐶𝐸 = atau = ′ ′ ′′ ′ 𝐴 ′𝐶 𝐵 𝐶 450 + 225 225 Dimana semua suku dinyatakan dalam mm. Dengan memasukkan 𝛿𝐵𝐷 dan 𝛿𝐶𝐸 dari persamaan (f) dan (g) didapatkan: 𝛿𝐴 + 11,26 𝑃 X 10−6 6,887 𝑃 X 10−6 + 1,26 𝑃 X 10−6 = 450 + 225 225 Akhirnya, kita subtitusikan 𝛿𝐴 dengan harga batas sebesar 1,0 mm dan kita pecahkan persamaan tersebut untuk mendapatkan beban 𝑃. Hasilnya adalah: 𝑃 = 𝑃maks = 23.200 N (atau 23,2 kN) Apabila beban mencapai harga ini, maka peralihan ke bawah titik 𝐴 adalah 1,0 mm. Catatan 2 : Untuk menyelidiki kebenaran bahwa garis 𝐴𝐵𝐶 berotasi dengan sudut yang sangat kecil, kita dapat menghitung sudut rotasi 𝛼 dari diagram peralihan (Gambar 2-5c) sebagai berikut: tan 𝛼 =
𝐴′ 𝐴′′ 𝐴′ ′𝐶 ′
=
𝛿𝐴 + 𝛿𝐶𝐸 675 mm
Peralihan 𝛿𝐴 titik 𝐴 adalah 1,0 mm, dan perpanjangan 𝛿𝐶𝐸 batang 𝐶𝐸 didapat dari (g) dengan memasukkan 𝑃 = 23.200 N; hasilnya adalah 𝛿𝐶𝐸 = 0,261mm. Dengan demikian, dari persamaan (i) kita peroleh: tan 𝛼 =
1,0 mm+0,261 mm 675 mm
=
1,261 mm 675 mm
= 0,0011868
Di mana 𝛼 = 0,11°. Sudut ini sedemikian kecilnya sehinga jika kita mencoba untuk menggambar diagram peralihan dengan skala, kita tidak dapat membedakan antara garis semula 𝐴𝐵𝐶 dan garis yang telah berotasi 𝐴′ 𝐵′ 𝐶 ′ . Jadi, dalam bekerja dengan diagram peralihan, kita biasanya dapat memandang peralihan sebagai besaran yang sangat kecil sehingga dapat menyederhanakan geometri. Dalam contoh ini, kita dapat mengasumsikan bahwa titik 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 bergerak hanya dalam arah vertikal, sedangkan jika peralihan sangat besar, maka kita mungkin harus memandang titik tersebut bergerak pada alur yang lengkung.
2.3. Defleksi Pada Struktur Statis Tak Tentu Pegas, batang, dan kabel yang kita bahas sejauh ini mempunyai kondisi penting yang sama-reaksi dan gaya-gaya internalnya dapat ditentukan cukup dengan meggunakan
28
Bab II. Defleksi pada struktur
diagram benda bebas dan persamaan keseimbangan. Jenis sturktur seperti ini disebut statis tertentu. Kebanyakan struktur lebih rumit dari pada batang yang ada pada Gambar 2-6., dan reaksi serta gaya internalnya tidak dapat diperoleh dengan seketika saja. Situasi ini digambarkan dalam Gambar 2-7, yang menunjukkan sebuah batang 𝐴𝐵 yang terjepit dikedua ujung. Sekarang ada dua reaksi vertical
(𝑅𝐴 dan 𝑅𝐵 ) tetapi hanya satu
persamaan keseimbangan yang dapat digunakan, yaitu persamaan yang menjumlahakan gaya-gaya dalam arah vertikal. Karena persamaan ini mengandung dua anu, maka persamaan tersebut tidak cukup untuk mencari reaksi. Struktur seperti ini dikelompokkan ke dalam struktur statis tak tentu.
Untuk
menganalisis struktur seperti ini kita harus melengkapi persamaan keseimbangan dengan persamaan tambahan yang berkaitan dengan peralihan sturktur. Untuk melihat bagaimana struktur statis tak tentu. Dianalisis, tinjaulah contoh dalam Gambar 2-8a. Batang prismatis 𝐴𝐵 terjepit di tumpuan kaku di kedua ujungnya dan secara aksial dibebani 𝑃 di titik tengah 𝐶. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, 𝑅𝐴 dan 𝑅𝐵 tidak dapat diperoleh dari statika saja karena hanya ada satu persamaan keseimbangan: RA A P
B
RB Gambar 2.6. Batang StatisTentu (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
29
Bab II. Defleksi pada struktur
RA A P
B
RB Gambar 2.7. Batang Statis Tak Tentu (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)
RA
RA
A
A P
P
a
C
a
C L
L
b
b
B
B RB
RB
(b)
(a) Gambar 2.8. Batang Statis Tak Tentu (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Σ 𝐹vert = 0𝑅𝐴 − 𝑃 + 𝑅𝐵 = 0
(a)
Persamaan tambahan diperlukan untuk memecahkan kedua reaksi yang belum diketahui tersebut.
30
Bab II. Defleksi pada struktur
Persamaan tanmbahan dimaksud didasarkan atas pengamatan bahwa sebuah batang dengan kedua ujungnya terjepit tidak berubah panjangnya. Jika kita memisahkan batang tersebut dari tumpuannya (Gambar 2-8b), Kita dapatkan bahwa batang tersebut bebas di kedua ujungnya dan dibebani oleh tiga gaya, 𝑅𝐴 , 𝑅𝐵, dan 𝑃.
Ketiga gaya ini
menyebabkan batang tersebut berubah panjang sebesar𝛿𝐴𝐵 , yang harus sama dengan nol: 𝛿𝐴𝐵 = 0
(b)
Persamaanini, yang disebut persamaan keserasian, (kompatibilitas), menunjukkan fakta bahwa perubahan panjang batang harus serasi dengan kondisi tumpuan. Untuk memecahkan persamaan (a) dan (b), kita harus menyatakan persamaan keserasian dalam gaya yang belumdiketahui𝑅𝐴 dan 𝑅𝐵 . Hubungan Antara gaya-gaya yang bekerja di batang dan perubahan panjang dikenal dengan hubungan gaya-peralihan. Hubungan ini mempunyai berbagai bentuk bergantung pada besaran bahan. Jika bahan tersebut bersifatelastis linier, maka persamaan 𝛿 = 𝑃𝐿/𝐸𝐴 dapat digunakan memperoleh hubungan gaya-peralihan. Asumsikan bahwa batang dalam Gambar 2-8 mempunyai luas penampang𝐴 dan terbuat dari bahan dengan modulus 𝐸. Selanjutnya, perubahan panjang segmen atas dan bawah batang masing-masing adalah 𝛿𝐴𝐶 =
𝑅𝐴 𝑎 𝐸𝐴
𝛿𝐶𝐵 = −
𝑅𝐵 𝑏 𝐸𝐴
(c,d)
Dimana tanda minus menunjukkan perpendekan batang. Hubungan gaya peralihan sekarang digabungkan agar menghasilkan perubahan panjang keseluruha batang: 𝛿𝐴𝐵 = 𝛿𝐴𝐶 + 𝛿𝐶𝐵 =
𝑅𝐴 𝑎 𝑅𝐵 𝑏 − 𝐸𝐴 𝐸𝐴
Jadi, persamaan keserasian (persamaan b) menjadi: 𝑅𝐴 𝑎 𝐸𝐴
𝑅𝐵 𝑏 𝐸𝐴
−
=0
(e)
Yang mengandung kedua reaksi sebagai anu. Langkah terakhir untuk menganalisis batang statis tak tentu adalah dengan memecahkan secara simultan persamaan keseimbangan (persamaan a) dan persamaan keserasian (persamaan e). Hasilnya adalah: 𝑅𝐴 =
𝑃𝑏 𝐿
𝑅𝐵 =
𝑃𝑎 𝐿
……………….…………. (2.9a,b)
Dengan diketahuinya reaksi, maka semua gaya dan perilihan dapat ditentukan. Sebagai contoh, misalkan kita ingin mencari peralihan ke bawah 𝛿𝐶 titik 𝐶. Peralihan ini sama dengan
31
Bab II. Defleksi pada struktur
𝛿𝐶 = 𝛿𝐴𝐶 =
𝑅𝐴 𝑎 𝐸𝐴
=
𝑃𝑎𝑏 𝐿𝐸𝐴
……………….…………. (2.10)
Juga, kita dapat memperoleh di kedua segmen bantang secara langsung dari gaya aksial internal
𝛿𝐴𝐶 =
𝑅𝐴 𝑎
= 𝑃𝑏/𝐴𝐿).
Dalam literature teknik, berbagai sebutan digunakan untuk kondisi yang dinyatakan dengan keseimbangan, keserasian, dan persamaan gaya peralihan. Persamaan keseimbangan juga dikenal dengan persamaan statika atau kinetik; persamaan keserasian kadang-kadang disebut persamaan geometris, persamaan kinematis, atau persamaan deformasi konsisten; dan hubungangaya-peralihan sering disebut hubungan konstitutif (karena hubungan ini berkaitan dengan konstitusi, atau besaran titik bahan ).
Contoh soal 1 Lihat sebuah batang pada gambar 2.9, yang memiliki luas penampang konstan di titi A dan dengan panjang L. tentukan perpanjangan relatif pada ujung A dengan dengan psosisi titik B tetap. Jika beban diberikan sebesar P. tentukan perubahan panjang (defleksi) pada ujung yang bebas yang diakibatkan konsentrasi penggunaan gaya P. modulus elastisitas adalah E.
Px = P L
P
dx
C
C
x P P
P Gambar 2.9. contoh soal 1 (sumber: EP. Popov, 1981)
Jawab Pada persoalan ini berat batang diasumsikan diabaikan, dan hanya perubahan panjang yang dipengaruhi oleh gaya yang diterapkan. Misalkan Penampang C-C adalah dibuat melalui batang. Untuk mencari perubahan panjang pada kasus ini kita integralkan persamaan (2.4) menjadi persamaan (1.10)..
32
Bab II. Defleksi pada struktur
𝐵
𝐿 𝑃𝑥 𝑑𝑥 𝑃 𝑃 𝑃𝐿 𝛿=∫ = ∫ 𝑑𝑥 = | 𝑥|𝐿𝑜 = 𝐴𝐸 0 𝐴𝐸 𝐴𝐸 𝐴 𝐴𝑥 𝐸
…………. (2.10)
Contoh soal 2 Tentukan perubahan relatatif dari point A dan D dari batang baja dengan luar penamapnag bervariasi seperti pada gambar 2.10. dengan konsentrasi 4 gaya yang diberikan P1, P2, P3, dan P4. Dan E= 200 x 106 kN/m2
Gambar 2.10. Contoh soal 2 (sumber: EP. Popov, 1981) Penyelesaian. Diagram Benda Bebas batang tidak seragam
33
Bab II. Defleksi pada struktur
Langkah awal dalam menyelesaikan persoalan ini adalah pertama harus dicek terlebih dahulu seluruh batang daya dalam keadaan keseimbangan, ∑F = 0, selanjutnya variasi Px sepanjang batang harus dikaji, ini dapat diatasi dengan metode potong seperti pada gambar DBB di atas. Dari gambar potongan c1-c1 diperoleh gaya PAB= +100 kN, potongan c2-c2 diperoleh gaya PBC = -150 kN, dan potongan c3-c3 diperoleh gaya PCD = +50 kN. Langakah selanjutnya adalah menghitung besarnya defleksi yang terjadi akibat pemberian gaya pada tiap-tiap bagian, dengan menggunakan persamaan (2.10), dapa kita turunkan menjadi persamaan berikut adalah: 𝐷
𝛿=∫ 𝐴
𝐵 𝐶 𝐷 𝑃𝑥 𝑑𝑥 𝑃𝐴𝐵 𝑑𝑥 𝑃𝐵𝐶 𝑑𝑥 𝑃𝐶𝐷 𝑑𝑥 = ∫ +∫ +∫ 𝐴𝑥 𝐸 𝐴 𝐴𝐴𝐵 𝐸 𝐵 𝐴𝐵𝐶 𝐸 𝐶 𝐴𝐶𝐷 𝐸
…………. (2.11)
Ini adalah rumus intergrasi untuk menyelesaikan permasalahan pembebanan pada sturktur yang luas penampang yang berbeda-beda. Jadi besarnya nilai perubahan panjang, dengan meggunakan persamaan (2.11), adalah: 𝛿=∑
𝑃𝐿 (100)(2) (150)(1) (50)(1,5) = + − + 6 6 𝐴𝐸 (0001)(200 𝑥10 ) (0002)(200 𝑥10 ) (0001)(200 𝑥106 ) 𝛿 = +0,001 − 0,000375 + 0,000375 = +0,001 𝑚 = +1 𝑚𝑚
Contoh soal 3 Sebuah kawat baja berdiameter 6 mm digunakan untuk menopang suatu konstruksi, jika kawat sepanjang 150 mm digantung vertikal dan beban 1 kN, carilah total perpanjangan kawat yang terjadi. Diketahui berat kawat adalah 7.7 x 104 Nm-3 dan E = 200 GNm-2. Jawab Untuk mencari perpanjangan kawat yang disebabkan oleh beban dapat digunakan persamaan (2.4) sebagai berikut:
Perpanjangan yang disebabkan oleh berat kawat, adalah:
34
Bab II. Defleksi pada struktur
Latihan Soal-soal
P
500 mm
Steel bar 50 x 50
1.
Aluminium bar 100 x 100
500 mm
150 mm
2.
1,5 m
40 kN B
1,5 m A
Sebuah bar yang terdiri dari bahan batang baja dan batang aluminim dikenai beban tekan yang akan mengakibatkan total panjang kedua batang tersebut mengalami pemendekan sebesar 0,25 mm. Asumsi distribusi tegangan normal melalui luas penampang yang seragam dan batang-batang tersebut terhindar dari tekukan (buckling). Hitung besar gaya yang diberikan jika ESt= 200 GPa, dan EAl= 70 GPa. Dan plot diagram defleksi aksialnya.
Sebuah bar baja seperti yang terlihat pada gambar yang dipotong dari baja dengan ketebalan 25mm dilas diujung atas. Cari defleksi pada ujung A yang diakibatkan oleh beban B sebesar 40 kN. jika ESt= 200 GN/m2
50 mm
4.
Sebuah batangan baja mendapatkan gaya seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Carilah total pertambahan panjang yang terjadi jika modulus elastisitas 200GN/m2.
5.
Sebuah batang prismatik dengan penampang berbentuk empat persegi panjang (20 x 40 mm) dan panjang 2.8 m dikenakan suatu gaya tarik aksial 70 kN. Pemanjangan yang dialami batang adalah 1.2 mm. Hitunglah tegangan dan regangan tarik dalam batang.
35
Bab II. Defleksi pada struktur
6.
Sebuah batang prismatik dengan penampang berbentuk lingkaran dibebani gaya tarik 85 kN. Panjang batang 3.0 m dan diameternya 30 mm. Batang ini terbuat dari alumunium dengan modulus elastisitas 70 GPa. Hitunglah pemanjangan dari batang.
7. Suatu batang dengan penampang bujur sangkar (panjang sisi 70 mm) mengalami pembebanan seperti pada gambar di samping. Berat jenis bahan adalah 8 x 107. Nm3. Apabila total perpanjangan yang terjadi sebesar 0.01 mm, berapa nilai modulus elastisitas bahan batang tersebut?
8.
8. Suatu pipa yang terbuat dari besi tuang mempunyai diameter luar dan diameter dalam masing-masing sebesar 80 mm dan 60 mm. Bila pipa tersebut menahan bebean kompresi aksial sebesar 100 N, tentukan: a. Total perpendekan yang terjadi untuk setiap panjang pipa 1000 mm b. Tegangan normal yang terjadi di bawah beban tersebut (E = 100 GN/m2 dan asumsi tidak terjadi tekukan pada pipa)
36