BUDAYA PENGGUNAAN TELEPON SELULER OLEH REMAJA DI KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU (Kasus pada Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko)
GUSHEVINALTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis "Budaya Penggunaan Telepon Seluler oleh Remaja di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu (Kasus Pada Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko)" adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2006 Gushevinalti NRP. P054040011
ABSTRAK GUSHEVINALTI. Budaya Penggunaan Telepon Seluler oleh Remaja di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu (Kasus pada Siswa SMU Negeri I Mukomuko). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan SYAHRUN HAMDANI NASUTION Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko sebagai budaya massa. Tujuan khusus: (1) Mengkaji pola sikap dan pola tindak remaja di Kabupaten Mukomuko yang menggunakan telepon seluler; (2) Mengetahui pengaruh faktor individu dan keluarga terhadap pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler oleh remaja di kabupaten Mukomuko; (3) Mengetahui sumber informasi yang mempengaruhi remaja di Kabupaten Mukomuko dalam menggunakan telepon seluler dalam kaitannya dengan budaya massa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus, yaitu kasus penggunaan telepon seluler di SMUN 1 Mukomuko. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah mengadakan observasi lapangan, menyebarkan keusioner pada pengguna telepon seluler yang berjumlah 109 orang, melakukan wawancara mendalam dengan delapan orang individu sebagai informan dan melakukan diskusi dengan empat kelompok pengguna telepon seluler serta studi dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko adalah budaya massa. Hal ini terbukti dari: (1) Pola sikap penggunaan telepon seluler dikalangan remaja di Kabupaten Mukomuko cenderung digunakan sebagai gaya hidup (lifestyle), bukan diutamakan sebagai sarana komunikasi
dan pola tindak penggunaan telepon seluler dikalangan
remaja di Kabupaten Mukomuko cenderung digunakan untuk aktivitas yang kurang bermanfaat dan bersifat tidak penting; (2) Faktor individu dan keluarga sangat mempengaruhi pola sikap dan pola tindak remaja menggunakan telepon seluler; (3) Sumber informasi yang paling mempengaruhi remaja menggunakan telepon seluler adalah media massa. Kata kunci: budaya popular, kebudayaan, remaja, komunikasi
ABSTRACT GUSHEVINALTI. Culture of using Cellular Phones among Teens at Mukomuko County, Bengkulu Province (The Case Students of SMU Negeri I Mukomuko). Under the guidance of DJUARA P. LUBIS and SYAHRUN HAMDANI NASUTION The main objective of this study was to investigate the trend of owning cellular phones among teens as a mass culture. While tehe specific ones were (1) to investigate the attitude and behavioral patterns of those teens possessing cellular phones at Mukomuko; (2) to identity individual and family
influences on the
attitudes and behavior patterns in using cellular phones among teens at Mukomuko; (3) to determine the influencing sources of information accessed by teens at Mukomuko in deciding to use cellular phones and their relation to mass culture. The qualitative approach was used in the analysis of the case study. The data were collected through observations, questionaires responded by 109 students, in-depth interviews with eight students as resource persons, focusgroup discussion with four groups of phone users, and documentation study. The data were analyzed descriptively. The result of this study shows that the use of cellular phones has been a mass culture: (1) Teens at Mukomuko use cellular phones as a lifestyle, rather than as a communication tool; (2) Individual and family factors greatly influence those teens in using cellular phones; (3) mass media is considered to be the most influencing source of information in the use of cellular phones among teens at Mukomuko. Key words: popular culture, culture, teens, communication
© Hak cipta milik Gushevinalti, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BUDAYA PENGGUNAAN TELEPON SELULER OLEH REMAJA DI KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU (Kasus pada Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko)
GUSHEVINALTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
: Budaya Penggunaan Telepon Seluler Oleh Remaja Di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu (Kasus pada Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko)
Nama
: GUSHEVINALTI
NRP
: P054040011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua
Dr.drh. Syahrun Hamdani Nasution Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Sumardjo, MS
Tanggal Ujian : 10 Agustus 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro. MS
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan pendidikan magister di Institut Pertanian Bogor beserta penelitian yang menghasilkan sebuah tesis yang berjudul “Budaya Penggunaan Telepon Seluler Oleh Remaja Di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu (Kasus pada Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko)”. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Dr. Djuara P. Lubis (Ketua Komisi Pembimbing) dan Dr. drh. Syahrun Hamdani Nasution (Anggota Komisi Pembimbing) yang telah memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada suami dan anakku tercinta (Indra Cahyadinata dan Farrah Athiyyah Cahyadinata), keluarga besar ku atas doa, dukungan dan pengorbanannya selama ini. Tak lupa pula, terima kasih kepada semua pihak di lokasi penelitian yang telah banyak membantu dalam penelitian ini (khusus pada pihak SMUN 1 Mukomuko). Terimakasih kepada staf pengajar yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama kuliah. Akhirnya, kepada teman-teman KMP (tahun 2004) atas canda, tawa, bantuan, diskusi dan kebersamaannya selama perkuliahan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu komunikasi.
Bogor, Agustus 2006 Gushevinalti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mukomuko – Bengkulu pada tanggal 16 Agustus 1978 dari pasangan A. Razak RH (Alm) dan Nurazima (Alm). Penulis, yang merupakan anak terakhir dari sembilan bersaudara, menikah dengan Indra Cahyadinata pada tanggal 7 Juli 2003, dan pada tanggal 4 Oktober 2004 telah dikarunia satu orang anak dengan nama Farrah Athiyyah Cahyadinata. Pendidikan taman kanak-kanak hingga SMA ditempuh di Kabupaten Mukomuko, lulus tahun 1996. Tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara
melalui Penelusuran Minat dan Keterampilan (PMDK) pada
program studi Ilmu Komunikasi (S-1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, lulus pada tahun 2000. Tahun 2004, penulis diterima pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan untuk strata 2 (S-2) Sekolah Pasca Sarjana IPB dengan biaya kuliah dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS Dikti) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu sejak bulan Desember 2001. Penulis juga pernah bekerja sebagai Staf Humas pada Job Placement Centre Universitas Sumatera Utara dari tahun 2000-2001.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang……………………………………………………………..
1
Rumusan Masalah………………………………………………………...
4
Tujuan Penelitian………………………………………………………….
6
Manfaat Penelitian………………………………………………………..
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
Wujud Kebudayaan……………………………………………………….
7
Pola Sikap…………………………………………………………………
9
Pola Tindak………………………………………………………………..
10
Budaya Massa…………………………………………………………….
11
Ragam Definisi Budaya Massa……………………………………
11
Massa dalam Budaya Massa......................................................
15
Proses Budaya Massa …………………………………………….
16
Budaya Massa sebagai Setting Industri.....................................
18
Telepon seluler...................................................................................
20
Sejarah dan Fungsi Telepon Seluler (Ponsel)............................
20
Karakteristik Telepon seluler sebagai Media..............................
21
Dampak Sosial Penggunaan Telepon Seluler............................
22
Telepon Seluler sebagai Gaya Hidup.........................................
23
Remaja...............................................................................................
25
Definisi........................................................................................
25
Karakteristik Remaja...................................................................
25
Konformitas Kelompok Remaja..................................................
27
Perilaku Konsumtif Remaja........................................................
29
Gaya Hidup Remaja...................................................................
30
Kerangka Kerja..................................................................................
31
Hipotesa Pengarah............................................................................
33
METODOLOGI PENELITIAN
34
Desain Penelitian................................................................................
34
Teknik Keabsahan Data......................................................................
35
Informan Penelitian……………………………………………………….
35
Waktu dan Lokasi Penelitian..............................................................
35
Teknik Pengumpulan Data..................................................................
36
Analisa Data.......................................................................................
38
GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUKOMUKO dan SMU NEGERI 1 MUKOMUKO Gambaran Umum Kabupaten Mukomuko...........................................
37
Letak Geografis.............................................................................
37
Luas Wilayah.................................................................................
37
Kebudayaan..................................................................................
41
Kependudukan...............................................................................
42
Pendidikan.....................................................................................
44
Telekomunikasi dan Informasi......................................................
46
37
Gambaran Umum SMU Negeri 1 Mukomuko......................................
47
Profil Sekolah.................................................................................
47
Visi Sekolah dan Misi Sekolah.......................................................
47
Peraturan Sekolah tentang Telepon Seluler..................................
48
Profil Siswa SMUN 1 Mukomuko...................................................
48
Profil Orang Tua Siswa dan Prestasi Sekolah...............................
50
KARAKTERISTIK REMAJA PENGGUNA TELEPON SELULER
51
POLA SIKAP SELULER
64
DAN
POLA
TINDAK
PENGGUNAAN
TELEPON
Pola Sikap...........................................................................................
66
Pola Tindak.........................................................................................
85
Frekwensi Menggunakan Telepon Seluler....................................
85
Siapa Dihubungi/Menghubungi.....................................................
89
Apa yang Dibicarakan dan Lamanya............................................
89
Tempat Telepon Seluler Sering Digunakan..................................
91
Fasilitas Yang Sering Digunakan pada Telepon Seluler...............
92
Cara Menyimpan/Membawa Telepon Seluler................................
93
Ikhtisar ................................................................................................
109
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA SIKAP DAN POLA TINDAK DALAM MENGGUNAKAN TELEPON SELULER
113
Faktor Individu dan Keluarga........................................................
113
iii
Sumber Informasi..........................................................................
115
Ikhtisar.................................................................................................
116
SIMPULAN..........................................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
119
LAMPIRAN.................................................................................................
122
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1
Klasifikasi Wawancara Kelompok………………………………….
38
2
Luas Wilayah dan Persentase Per Kecamatan di Kabupaten Mukomuko……………………………………………………………
40
3
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Mukomuko tahun
40
2004 -2005.................................................................................. 4
Jumlah Kepala Keluarga dan Penduduk Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004...............................................
43
5
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Kabupaten MukoMuko, Tahun 2004...........................................
43
6
Jumlah Sekolah, Murid dan Guru TK dan Sekolah Dasar di Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004..........
45
7
Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SLTP dan SLTA di Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004..........
46
8
Lokasi dan Jumlah Tower Telkomsel, Indosat, dan pro XL di Kabupaten Mukomuko………………………………………………
46
9
Jumlah Kelas dan Sebaran Siswa Menurut Jenis Kelamin di SMUN 1 Mukomuko Tahun Ajaran 2005/2006............................
49
10
Jumlah dan Persentase Umur Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006..............................................
52
11
Jumlah dan Persentase Jenis Kelamin Pengguna Telepon Seluler dan Total Siswa di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006...
52
12
Jumlah dan Persentase Domisili Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006.............................................
53
13
Jumlah dan Persentase Pekerjaan Orang Tua Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006................
53
14
Jumlah dan Persentase Penghasilan Orang Tua Pengguna Telepon Seluler Per Bulan di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
54
15
Jumlah dan Persentase Uang Saku Per Bulan Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006.................
54
16
Jumlah dan Persentase Rata-Rata Biaya Pulsa Pengguna Telepon Seluler Per Bulan di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
55
17
Jumlah dan Persentase Sumber Biaya Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006...............................
56
18
Jumlah dan Persentase Acara Yang Paling Sering Ditonton Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
56
19
Jumlah dan Persentase Isi Acara Televisi yang Paling Sering Ditonton oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko,Tahun 2006..............................................................
57
20
Jumlah dan Persentase Frekwensi Menonton Televisi Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
58
21
Jumlah dan Persentase Akses Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Terhadap Surat Kabar, Tahun 2006..........
58
22
Jumlah dan Persentase Akses Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Terhadap Majalah, Tahun 2006.................
59
23
Jumlah dan Persentase Berita Surat Kabar/Majalah yang Paling Sering Dibaca Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006..............................................................
59
24
Jumlah dan Persentase Informasi Surat Kabar/Majalah yang Disukai Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006.................................................................................
60
25
Jumlah dan Persentase Frekwensi Membaca Surat Kabar/Majalah oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006.............................................................
61
26
Sumber Informasi dan Proses Difusi Telepon Seluler oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
61
27
Jumlah dan Persentase Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Berdasarkan Lama Memiliki Telepon Seluler, Tahun 2006................................................................................
63
28
Kriteria dan Nomor Informan Pada Wawancara Individu……….
65
29
Sebaran Informan pada Wawancara Individu Berdasarkan kriteria Uang Saku, Pendapatan Orang tua, Kepemilikan Telepon Seluler dan domisili. .....................................................
65
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Gambar
Halaman
1
Proses Terjadinya Budaya Massa…………………………………
17
2
Teori Triple M..............................................................................
17
3
Bagan Alur Kerangka Kerja………………………………………..
32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Data Responden Penelitian dari Kuesioner
121
Lampiran 2 Kuesioner
127
Lampiran 3 Panduan Wawancara Terstruktur dan Mendalam Dengan
129
Individu Lampiran 4 Panduan untuk Wawancara Kelompok
132
Lampiran 5 Panduan Pengambilan Data
133
Lampiran 6 Struktur Organisasi SMU Negeri 1 Mukomuko
134
Lampiran 7 Daftar Guru Tetap, Guru Bantu dan Guru Tidak tetap di SMU Negeri 1 Mukomuko Lampiran 8 Sarana dan Prasarana SMU Negeri 1 Mukomuko
135
Lampiran 9 Kondisi Orang Tua Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko
136
Lampiran 10 Keterangan tentang Sebaran Informan Wawancara Individu
137
Lampiran 11 Foto-foto Penelitian
138
Lampiran 12 Surat Izin Penelitian
140
136
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 2003 terdapat satu milyar pengguna telepon seluler di dunia (Krisna, 2001). Menurut riset PT Telkom, pengguna telepon seluler di Indonesia tahun 2000 sudah 3.198.649 pelanggan atau meningkat 76,62 persen dibanding tahun 1999 yang tercatat 1.821.358 pelanggan. Jumlah pengguna telepon seluler tahun 2004, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional, diprediksi bisa mencapai 11 juta orang, melampaui pengguna telepon tetap (fixed line) yang kini baru mencapai 6,3 pelanggan (Lysthano, 2005) Akan arti pentingnya telepon seluler, perlu disimak hasil penelitian yang dilakukan oleh Siemens Mobile Phone Indonesia. Dalam sebuah survei yang berjudul Survey Siemens Mobile Lifestyle itu didapatkan informasi menarik bagaimana telepon seluler telah menjadi bagian hidup dan napas manusia sehari-hari. Sekitar 79 persen penduduk Indonesia merasa sangat kehilangan ketika telepon seluler mereka tidak ada di sekitarnya, sementara 62 persen merasa selalu dengan tidak sengaja memeriksa telepon seluler mereka ketika mendengar nada bunyi pengiriman SMS (Nurudin, 2004). Pada masa awal kemunculannya, telepon seluler (ponsel) masih dipandang oleh sebagian besar orang sebagai simbol status sosial dari masyarakat kelas atas. Suatu kelas sosial yang secara stereotip biasa memperbaharui hidupnya melalui “artefak” produksi industri. Di sini terlihat bagaimana sebuah teknologi baru yang didesain sedemikian rupa dapat menjadi simbol status sosial bagi penggunanya. Sejauh ini produk-produk yang menggunakan teknologi canggih (seperti telepon seluler) seringkali memiliki korelasi yang kuat dengan derajat kemampuan ekonomi penggunanya yang terbilang cukup mapan. Selama ini yang umum diketahui menjamurnya telepon seluler merupakan warna gejala fenomena masyarakat perkotaan baik remaja maupun orang dewasa, namun sekarang penggunaan telepon seluler sudah merambah ke wilayah kabupaten maupun kecamatan. Kabupaten Mukomuko merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Bengkulu yang terbentuk pada tahun 2003, yang dimekarkan dari kabupaten induknya, Bengkulu Utara. Sebagai salah satu kabupaten baru, tentu banyak perubahan yang terjadi secara cepat dalam jangka waktu yang relatif pendek. Perubahan yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perubahan fisik
2
dan non-fisik. Beberapa perubahan fisik yang dapat diamati terdiri dari pembangunan jalan, jembatan, gedung perkantoran dan perumahan rakyat. Perubahan non-fisik meliputi perubahan jumlah penduduk yang semakin meningkat, dan pergeseran nilai masyarakat lokal sebagai akibat semakin berbaurnya budaya dari pendatang. Perubahan non-fisik ini sangat dipacu oleh kemajemukan masyarakat yang berasal dari berbagai ras dan membaurkan nilainilai. Pada sisi lain, pembentukan Kabupaten Mukomuko pada sebagian orang atau kelompok masyarakat dipandang sebagai peluang bisnis baru yang potensial. Potensi ini sangat dipahami dengan baik oleh operator selular yang ada di Indonesia. Pada tahun 2004 telah berdiri tower TELKOMSEL dan INDOSAT. Apalagi pada tahun 2006 telah berdiri pula tower Pro XL. Dengan fasilitas ini, banyak remaja yang memiliki telepon seluler, sebagai alat baru untuk berkomunikasi. Padahal, Kabupaten Mukomuko masih relatif kecil, dengan kata lain, kehadiran telepon seluler disana belum menjadi suatu kebutuhan yang mendasar untuk berkomunikasi apalagi bagi remaja yang notabene belum memiliki penghasilan untuk membeli alat itu sendiri maupun mengisi pulsanya. Kenyataannya, kelompok inilah yang banyak memakai telepon seluler di Kabupaten Mukomuko. Dari kondisi ini, dapat dikatakan bahwa menggunakan telepon seluler di Kabupaten Mukomuko menjadi trend baru bagi remaja. Sekarang ini, telepon seluler seolah-olah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat bahkan remaja ataupun pelajar. Fungsinya saat ini bukan hanya sebagai alat berkomunikasi yang efektif, akan tetapi juga sebagai alat meningkatkan prestise atau nilai diri di komunitasnya, dengan tujuan agar tidak dianggap ketinggalan zaman. Telepon seluler yang sekarang telah mengalami pertambahan perannya dari alat komunikasi berkembang menjadi sarana pelengkap pergaulan dan simbol status sosial. Berbagai fasilitas dan kemudahan penggunaannya yang familiar
dengan
remaja,
mendorong
remaja,
dan
kelompok
remaja,
menggunakannya sebagai sarana untuk menunjukkan identitas diri, siapa dirinya dengan menggunakan telepon seluler merek tertentu yang dianggap bisa mewakili kepribadiannya. Pengaruh dari kelompok remaja sebagai kelompok referensi bagi remaja akan sangat mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih dan menggunakan suatu produk, khususnya dalam usaha remaja agar diterima kelompoknya. Bagaimana tidak, dahulu ponsel digunakan oleh kalangan
3
tertentu seperti orang kaya atau para pengusaha, namun sekarang sudah menjadi barang biasa sehingga penggunaannya tidak lagi kalangan menengah ke atas. Sebastian (2004) menyatakan ada dua golongan pemilih telepon seluler. Golongan pertama, adalah orang-orang yang memilih telepon seluler karena telepon seluler tersebut sungguh-sungguh diciptakan memang memenuhi selera “gaya.” Biasanya bentuk telepon seluler yang memegang peranan, umumnya ukurannya kecil, tipis, dan bentuknya sering disebut orang, manis. Golongan kedua, adalah orang-orang yang memilih telepon seluler memang karena kualitas dan kekayaan fiturnya, bentuk tidak lagi terlalu memegang peranan. Dari kelompok masyarakat yang menggunakan telepon seluler, kelompok remaja tentu menjadi kelompok pengguna yang menarik perhatian. Meskipun belum ada angka pasti, tetapi diduga dari kelompok inilah pengguna telepon seluler terbanyak. Menurut Hurlock (1973) umumnya remaja jauh lebih tertarik pada pola status hidup kelas atas daripada kelas bawah dan mereka juga terkesan oleh segala sesuatu yang berkualitas lebih baik. Salah satu ciri khas remaja dalam perkembangan sosial, remaja akan mengalami dua macam pergerakan yaitu pergerakan pemisahan diri dari orang tua dan ketergantungan emosi yang menyertainya, serta pergerakan menuju ke arah teman sebaya. Kelompok remaja merupakan kelompok masyarakat yang sangat mudah dipengaruhi atau terpengaruh oleh perkembangan zaman, yang mencakup perkembangan teknologi informasi. Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri (realitas emosional), sehingga realitas area ekspresi diri anak muda atau remaja merupakan lapangan gembala yang hijau segar bagi pengusaha komersial. Ciri lain yaitu remaja merasa belum punya pegangan dan mereka cenderung lebih loyal kepada kelompoknya. Remaja berusaha mencari simbolsimbol budaya populer yang dimiliki oleh kelompoknya. Kelompok remaja menggunakan telepon seluler menjadi menarik karena mereka umumnya masih dalam usia sekolah, sehingga belum memiliki penghasilan untuk membeli telepon seluler maupun membeli pulsa. Gaya hidup baru ini akhirnya membentuk pola-pola perilaku remaja yang seragam (homogen), yang biasa mereka lakukan dalam pergaulan sehari-hari sehingga membentuk budaya tersendiri. Budaya tersebut terlihat dari sikap, tindakan dan sarana yang digunakan.
4
Dengan kata lain semua pendapat, pikiran, perasaan maupun aksi-aksi yang diarahkan hanya kepada yang disukai dan yang banyak orang sukai. Gejala inilah yang disebut masyarakat yang memiliki budaya massa (menurut Fishwick dan Wilson seperti dikutip Liliweri, 1991). Budaya massa dapat muncul dalam bentuk mengikuti selera masyarakat secara beramai-ramai memakai atau memilih jenis produk tertentu akibat dari pengaruh media massa yang terkadang kurang dibutuhkan namun dilakukan. Berangkat dari fenomena itu, kiranya sangat menarik dilakukan suatu kajian secara ilmiah tentang bagaimana pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu. Rumusan Masalah Kehadiran telepon seluler sebagai alat komunikasi yang membanjiri kotakota dan daerah-daerah di Indonesia telah membentuk aktivitas komunikasi sendiri. Dengan kata a l in, revolusi dalam berkomunikasi di Indonesia sudah memasuki tahap baru dengan kehadiran telepon seluler sebagai trend baru. Trend yang baru ini tentu saja secara tidak langsung berakibat menurunnya intensitas komunikasi antar pribadi yang selama ini dilakukan. Dari segi waktu, kehadiran telepon seluler sangat membantu dalam melakukan komunikasi melalui media misalnya dengan SMS (Short Message Service), tetapi karena Kabupaten Mukomuko merupakan daerah kecil, maka penggunaan telepon seluler masih dipandang belum efektif untuk digunakan seperti halnya yang terjadi di kota besar, dimana media komunikasi dapat menembus ruang, jarak dan waktu untuk berkomunikasi. Sehingga pengunaan telepon seluler menjadi gaya hidup baru bagi penggunanya. Di Kabupaten Mukomuko banyak sekali remaja yang memiliki telepon seluler. Komunitas remaja pengguna telepon seluler ini umumnya masih sekolah atau pelajar SMU dan SMP, berusia rata-rata 13 sampai19 tahun, ada yang berasal dari keluarga yang mapan, namun ada juga dari keluarga yang tingkat ekonomi menengah ke bawah. Khususnya di SMU Negeri I Mukomuko, banyak siswa yang memiliki telepon seluler dan menggunakan perangkat ini dalam pergaulan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-harinya baik di rumah, di tempat perbelanjaan, di tempat hiburan, bahkan di sekolah, umumnya remaja tampil dengan berbagai jenis telepon seluler nya. Penggunaan telepon seluler oleh remaja di Mukomuko
5
seakan-akan lebih digunakan untuk gaya hidup selain untuk kebutuhan berkomunikasi. Banyak para remaja yang membawa telepon seluler dengan dipegang atau dikalungkan di leher. Sebenarnya, bisa saja disimpan di kantong baju atau celana dan tas saja. Mungkin dengan cara seperti ini remaja tampil lebih percaya diri di lingkungannya. Gaya hidup baru remaja ini tentu saja didasari berbagai motif penggunaan telepon seluler itu sendiri yang mungkin saja berbeda dari tiap individu. Ikut-ikutan teman, gaya, kebutuhan media komunikasi, prestise atau gengsi, serta merek merupakan alasan-alasan yang paling mungkin dan masuk akal kenapa para remaja di Kabupaten Mukomuko menggunakan telepon seluler. Kebiasaan demikian pada akhirnya membentuk pola-pola perilaku remaja yang seragam, yang biasa mereka lakukan dalam pergaulan sehari-hari sehingga membentuk budaya tersendiri. Budaya tersebut terlihat dari sikap, tindakan dan sarana yang digunakan. Dengan kata lain, remaja ingin tampil berbeda untuk menunjukkan identitas diri, simbol status sosial, sehingga remaja memiliki gaya hidup tersendiri misalnya dengan menggunakan telepon seluler sebagai benda yang dapat menaikkan status di dalam komunitasnya. Kehadiran telepon seluler telah menjadi fenomena baru dalam sistem komunikasi remaja di Mukomuko. Kepemilikian telepon seluler tersebut seolah-olah sebagai simbol identitas mereka. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini yaitu : ”Apakah penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko merupakan budaya massa?” Secara rinci masalah dirumuskan menjadi: 1. Bagaimana pola sikap dan pola tindak remaja di Kabupaten Mukomuko dalam menggunakan telepon seluler? 2. Bagaimana pengaruh faktor individu dan keluarga terhadap pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko? 3. Sumber informasi darimana saja yang mempengaruhi remaja di Kabupaten Mukomuko dalam menggunakan telepon seluler?
6
Tujuan Penelitian Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan telepon seluler oleh remaja di kabupaten sebagai budaya massa. Dengan demikian, dapat dijabarkan tujuan khusus berikut ini: 1. Mengkaji pola sikap dan pola tindak remaja di Kabupaten Mukomuko yang menggunakan telepon seluler. 2. Mengetahui pengaruh faktor individu dan keluarga terhadap pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler oleh remaja di kabupaten Mukomuko 3. Mengetahui sumber informasi yang mempengaruhi remaja di Kabupaten Mukomuko dalam menggunakan telepon seluler. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Pengembangan dan pengkayaan kajian dalam Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 2. Referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan budaya massa, telepon seluler maupun tentang perilaku remaja. Mengingat penelitian tentang topik ini masih jarang dilakukan penelitian secara ilmiah/akademis.
TINJAUAN PUSTAKA Wujud Kebudayaan Ketika berbicara tentang budaya, banyak aspek yang akan diikutsertakan di dalamnya. Pada intinya budaya merupakan karakter kehidupan, cerminan progresifitas manusia dalam menjalani dan menyiasati hidupnya. Agama, seni, fashion, musik, teknologi, sastra dan semua material yang dihasilkan manusia dalam memahami kehidupannya dengan manusia lain adalah hasil dari budaya. (Johan, 2005) Agar pemahaman mengenai wujud kebudayaan lebih mudah dan terarah maka perlu diketahui apa yang dimaksud dengan kebudayaan. Koentjaraningrat (1994) menyatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karya itu. Alfian (1982) mengatakan bahwa kebudayaan sebagai salah satu sumber utama sistem atau nilai masyarakat. Sistem nilai itulah yang membentuk sikap mental atau pola pikir manusia dan masyarakat sebagaimana terpantul dalam pola sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam berbagai segi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Soekanto (1988) menyatakan kebudayaan adalah kompleks yang menyangkut pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Untuk memahami kebudayaan secara ringkas menurutnya, kebudayaan mencakup semuanya yang didapat atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat, mulai dari cara berpikir, merasakan sesuatu, dan bertindak sesuai dengan apa yang diperolehnya baik dari generasi sebelumnya maupun lingkungannya. Kebudayaan yang dikembangkan oleh setiap kelompok masyarakat senantiasa akan mencari dan membentuk nilai-nilai dan norma-norma yang fungsional untuk dirinya sehingga menghasilkan wujud yang sangat beraneka ragam antar kelompok masyarakat. Pola-pola perilaku kebudayaan
yang
melatarbelakangi
masing-masing
warga
masyarakat
memberikan nilai yang berbeda tentang kebiasaan orang atau kelompok masyarakat. Pola-pola perilaku adalah cara-cara bertindak yang sama dari orang-orang yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat yang harus diikuti oleh semua warga kelompok masyarakat tersebut.
8
Kebudayaan
memasuki
berbagai
segi
kehidupan
manusia
dan
masyarakat. Kebudayaan sesungguhnya merupakan unsur utama dalam proses pembangunan diri manusia dan masyarakat. Sebagai unsur utama, kebudayaan bisa sebagai pendorong, atau sebaliknya, sebagai penghambat proses pembangunan. Kebudayaan hanya mungkin sebagai pendorong sejauh dia berhasil mempertahankan relevansinya dengan perkembangan masyarakat. Itu berarti
bahwa
kebudayaan
dituntut
pula
untuk
memperbaharui
dan
mengembangkan diri seseorang, antara lain dengan measukkan nilai-nilai baru yang relevan dengan kehendak zaman sebagai bagian integral dari dirinya. Menurut
Soetarto
dan
Agusta
(2003),
ada
dua
aspek
untuk
mengidentifikasikan kebudayaan. Aspek pertama kebudayaan dimaksud sebagai hadirnya seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya. Perangkat normatif ini ditanamkan pada individu (baru) pendukungnya melalui proses sosialisasi. Dengan cara demikian pada gilirannya mereka mampu menjalin dan mengembangkan interaksi sosial dengan orang-orang lain dalam suatu pola makna tertentu yang konstan. Aspek kedua yaitu kebudayaan merupakan suatu aspek material, dalam hal ini benda-benda fisik buatan manusia. Benda-benda tersebut dibuat orang dengan tujuan dan makna tertentu. Termasuk kedalam ini adalah telepon seluler sebagai artefak budaya. Kebudayaan yang berkembang sangat beraneka ragam. Namun dalam perbedaan tersebut pada tiap-tiap kebudayaan dijumpai unsur-unsur serupa, dan oleh Kluckhohn (1953) sebagaimana dikutip oleh Soetarto dan Agusta (2003) disebut
sebagai
unsur
kebudayaan
universal.
Koentjaraningrat
(1994)
mengatakan, setiap unsur universal kebudayaan itu memiliki tiga wujud, yaitu: 1. Wujud idiil (pola bersikap), yaitu kompleks gagasan, dan nilai-nilai; 2. Wujud aktivitas (pola kelakuan), yaitu suatu kompleks tindakan berpola (terorganisasi, terstruktur) dari manusia dalam masyarakat; dan 3. Wujud fisik (pola sarana/kebendaan) yaitu benda-benda hasil karya manusia. Tiga wujud kebudayaan tersebut sejalan dengan pendapat Talcott Parsons dan A.L. Kroeber (dikutip oleh Koentjaraningrat, 1986) yang pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Dengan demikian,
9
maka setiap masyarakat dalam melakukan aktivitasnya akan selalu berdasarkan sistem nilai budaya yang dimilikinya guna mencapai tujuan hidupnya. Selanjutnya Koentjaraningrat (1986) menjelaskan bahwa ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataan kehidupan masyarakat tertentu tak terpisahkan satu sama lain yaitu ide-ide
yang mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya
manusia yang akan menghasilkan benda-benda kebudayaan fisik, sebaliknya benda-benda fisik tersebut akan mempengaruhi pola pikir dan tindakan manusia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa kebudayaan memiliki tiga
wujud
yaitu
ide-ide
atau
gagasan/pandangan;
kelakuan
atau
tindakan/aktivitas; dan sarana atau fisik/ benda. Ketiga wujud kebudayaan tersebut akan dikaji dalam penelitian ini melalui: pertama, telepon seluler sebagai artefak budaya (wujud fisik kebudayaan); kedua, dari pola sikap atau wujud idiil merupakan motivasi remaja menggunakan; ketiga, pola tindak yang merupakan wujud aktifitas kebudayaan, yaitu kegiatan/kebiasaan yang dilakukan remaja dalam menggunakan telepon seluler. Pola Sikap Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu objek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan obyek sikap (Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Sejalan dengan pernyataan Meyrs seperti dikutip Sarwono (2002), sikap adalah suatu rekasi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang yang ditunjukkan dalam kepercayaan, perasaan atau tindakan seseorang. Beberapa pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Sherif dan Sherif, Allport dan Bem yang dirangkum dalam Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: (1) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai; (2) sikap mempunyai daya dorong dan motivasi; (3) sikap relatif lebih menetap; (4) sikap mengandung evaluatif; (5) sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah. Gerungan (1996) menyebutkan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan atau sikap
perasaan
tertentu,
tetapi
sikap
tersebut
dibentuk
sepanjang
10
perkembangannya. Adanya sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara khas terhadap obyek-obyeknya. Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 2003) Sikap akan berarti jika diwujudkan dalam bentuk tindakan, baik lisan maupun tulisan. Hal ini sejalan dengan Sajogyo (1982) yang mengatakan bahwa sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu terhadap suatu obyek akibat pendirian dan perasaan terhadap obyek tersebut. Pola Tindak Arif (1995) menjelaskan bahwa tindakan atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari polapola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa tindakan itu terjadi karena adanya penyebab (stimulus), motivasi dan tujuan dari tindakan itu. Tindakan dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono, 2002). Menurut Brigham dalam Azwar, 2003), tindakan (B) adalah fungsi (f) karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: B = f(P,E). Pola tindakan seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan dan ditujukan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig, 1995). Hasil penelitian para ahli menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan tindakannya (Azwar, 2003). Sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan tindakan (behavior) seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang
11
terhadap maslah kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap sesuatu obyek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut, dan timbulnya sikap positif didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau pengetahuannya. Budaya Massa Ragam Definisi Budaya Massa Ibrahim (2004) mengutip pendapat Siregar, menyebutkan istilah budaya massa (mass culture) sering dipertukarkan dengan budaya populer (popular culture), begitu pula dengan hiburan massa (mass entertainment). Walaupun budaya massa tidak hanya bersifat hiburan, tetapi mencakup pula seluruh produk terpakai atau barang konsumsi (consumer goods) sebagai produk massa yang formatnya terstandarisasi dan penyebaran dan penggunaannya bersifat luas. Secara sederhana, budaya populer-lebih sering disebut dengan budaya pop adalah apapun yang terjadi di sekeliling kita setiap harinya. Apakah itu pakaian, film, musik, makanan, semuanya termasuk dalam bagian dari kebudayaan populer. Definisi dari popular atau populer adalah diterima oleh banyak orang, disukai atau disetujui oleh masyarakat banyak. Menurut Damono (2004) sebenarnya, budaya massa merupakan penyusupan atau pengaruh budaya asing. Kebudayaan massa adalah istilah untuk mass culture, istilah Inggris yang konon berasal dari bahasa Jerman masse dan Kultur. Kebudayaan massa sebenarnya merupakan istilah yang mengandung nada mengejek atau merendahkan; istilah ini merupakan pasangan dari high culture, kebudayaan elite atau kebudayaan tinggi. Ibrahim (2004) mengutip Michael Schudson, lewat tulisannya “The New Validitation of Popular Culture: Sense and Sentimentality in Academia” mencoba memetakan studi tentang kebudayaan pop atau mass culture sebagai berikut. Pertama, studi tentang produksi objek-objek budaya; Kedua, studi tentang kandungan objek-objek itu sendiri, dan; Ketiga, studi tentang objek-objek dan makna-makna yang dikaitkan dengan objek tersebut lewat subpopulasi atau populasi secara umum. Dengan demikian budaya pop pun bisa dimengerti
12
secara lluas sebagai kepercayaan-kepercayaan, praktik-praktik, dan objek-objek melalui mana ia diorganisasikan, dan yang tersebar luas diantara populasi. Kebudayaan pop lalu dianggap sebagai sarana dominasi baru. Ia menjadi pusat pergulatan budaya global yang dikritik sebagai ajang “imprealisme kultural” karena negara maju dianggap menciptakan “imprealisme media” untuk mengakutkan “imprealisme kesadaran” dengan cara mengincar otak dan gaya hidup yang berpusat jauh di luar wilayah kesadaran kultural masyarakat Dunia Ketiga. Strinati (2004) mendefinisikan budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapat keuntungan kepada khalayak konsumen massa. Budaya massa adalah budaya populer, yang diproduksi untuk pasar massal. Strinati (2004) mengutip MacDonald (1957) menyebut budaya massa sebagai sebuah kekuatan revolusioner dinamis, yang menghancurkan batasan kuno kelas, tradisi, selera, dan mengaburkan segala macam perbedaan. Budaya massa membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu, menghasilkan apa yang disebut sebagai budaya homogen. Dengan demikian, budaya massa menghancurkan segala nilai, karena penilaian mengimplikasikan adanya diskriminasi/pembedaan. Sedangkan Fishwick dan Wilson seperti dikutip Liliweri (1991) mengakui bahwa budaya pupoler sebenarnya dapat diartikan sebagai bentuk budaya yang dimiliki setiap orang dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya ini merupakan pengaruh rangsangan dari luar (termasuk media massa) yang tidak kita sadari namun membuat kita melakukannya. Semua pikiran, perasaan, dan perbuatan kita diarahkan kepada yang disukai dan banyak yang disukai orang. Gejala seperti inilah yang disebut masyarakat sudah memiliki budaya massa. Kita dapat menganalogikan orang yang berbudaya pop itu seolah-olah orang yang sedang demam mode. Budaya massa dapat muncul dalam bentuk mengikuti selera masyarakat beramai-ramai memilih jenis produk tertentu contohnya penggunaan telepon seluler. Hannah Arent seperti dikutip Kayam (2004) menyebutkan sifat-sifat budaya massa adalah sebagai berikut: komersial, menghibur, populer, modern, merupakan paket, mempunyai audiens yang luas, dan dapat diperoleh secara ’demokratis’. Meskipun budaya massa seperti budaya pop dipandang sebagai budaya yang "dangkal" di dalam wacana kebudayaan, tetapi wacana budaya pop
13
dipengaruhi bukan hanya oleh kepentingan ekonomi dan kapitalisme. Pada umumnya kebudayaan pop dipahami sebagai ekspresi kebudayaan yang memiliki ciri-ciri ringan, sesaat, gampang diterima oleh masyarakat kebanyakan dan kebanyakan masyarakat, massal, dan menghibur. Di kalangan masyarakat tertentu, kebudayaan pop seringkali juga di persepsi sebagai atribut modernitas. Dibandingkan dengan “kebudayaan tinggi” yang telah mapan, kebudayaan pop lebih menekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan produkproduk dan segala aktivitasnya dibandingkan penilaian dan penghargaan kualitas. Ia lebih menyukai penghargaan pasar ketimbang penghargaan dari para kritisi seni. Lebih menyukai memilih estetika persepsi daripada estetika kreasi. Kata lainnya, ia lahir atas pesanan pasar. Oleh karena yang disebut “pasar” berisi orang-orang yang berasal dari segala lapisan sosial, maka demikian pulalah yang disebut publik kebudayaan pop. Publik kebudayaan pop ada di segala lapisan masyarakat. Dilihat sebagai fenomena masyarakat industri, kebudayaan pop cenderung menjadi kebudayaan massa. Ia lahir untuk memenuhi kebutuhan massa yang ingin menikmati “waktu senggang” alias hiburan. Maka wajar bila kebudayaan pop selalu mengikutsertakan jaringan komunikasi massa dalam menyebarluaskan produk dan aktivitasnya. Ia memassalkan diri lewat media massa, membentuk citra modernitas lewat “tampang Indo”, membujuk konsumen dan penggemarnya lewat kiat iklan serta memberi kemasan dengan wahana teknologi canggih. Demikian memassalnya kebudayaan pop, sehingga ia mampu membuat “kebudayaan tinggi” hanya mapan di kalangan kritikus, meletakkan dan membuat “kebudayaan daerah” sebagai “kebudayaan pinggiran”, dan menjadikan “kebudayaan nasional” tinggal sebagai “konsep” (Mursito, 2005) Kuntowijoyo seperti yang dikutip Ibrahim (2004) mengatakan bahwa budaya massa akibat dari massifikasi. Ini disebabkan karena sektor budaya terjadi
industrialisasi
dan
komersialisasi,
sekalipun
industrialisasi
dan
komersialisasi tidak selalu berarti negatif bagi budaya. Demikianlah beberapa definisi budaya massa yang diungkapkan para ahli, namun dalam penelitian ini batasan budaya massa lebih terfokus pada pengaruh media massa. Artinya komunikasi massa sebagai proses dimana komunikator
secara
menyebarluaskan
profesional
pesan
yang
khalayaknya dalam jumlah banyak.
menggunakan melampaui
jarak
media untuk
massa
dalam
mempengaruhi
14
Media
massa
memiliki
kekuatan
ampuh
dalam
mempengaruhi
khalayaknya baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Pengaruh yang sering dipersoalkan adalah pengaruh jangka panjang yang mempunyai kekuatan tertentu dalam mempengaruhi kebudayaan kahalayak penerima pesan. Pengaruh komunikasi massa terhadap kalayak massa yang merubah menjadi ciri massa inilah yang menciptakan budaya massa. Menurut Mc. Quail (1972) seperti yang dikutip Liliweri (1991) mengatakan untuk memahami massa paling tidak diketahui beberapa karakteristiknya, massa mempunyai tingkat instruksi yang rendah, tujuan atau objek perhatian yang dikelola, kontrol/organisasi eksternal yang dimanipulatif, dan kadar kesadaran yang rendah. Dari kriteria inilah dapat dibatasi pengertian budaya massa dalam penelitian ini yaitu segala yang dimiliki setiap orang dalam suatu masyarakat. Sebagai yang dimiliki itu tidak harus material tetapi juga immaterial, mungkin sekali dalam bentuk cara berpendapat dan berpikir, cara merasakan sesuatu, sampai pada tindakan yang menggunakan produk tertentu. Pemilikan unsur budaya itu sebagai akibat dari pesan-pesan media massa yang dimanipulasi oleh sang komunikatornya. Pesan-pesan itu dikelola secara profesional, disebarkan dengan tingkat frekwensi dan jumlah tertentu dengan teknologi media secara besar besaran kepada sejumlah orang. Hasilnya, mereka yang menerima terdorong oleh sikap yang berkadar kesadaran rendah, kurang mengontrol diri sendiri kemudian menerimanya sebagai suatu perilaku tertentu secara bersamasama. Akibatnya, terciptalah orang sebagai manusia yang cenderung 'hanyut' di dalam apa-apa yang ditawarkan padanya (tontonan, produk, kesenangan, gaya, gaya hidup), tanpa mampu lagi mengembangkan daya kritis dalam dirinya. Dengan kata lain semua pikiran, perasaan dan perbuatan kita diarahkan hanya kepada yang disukai dan yang banyak orang sukai. Sehingga dapat dianalogikan orang yang berbudaya pop itu seolah-olah orang yang sedang demam mode. Meskipun mode yang ditawarkan rendah namun orang mengikutinya karena beramai-ramai. Karena itu maka Ghanney (1972) dan Mc Quail (1989) seperti yang dikutip Liliweri (1991) mengungkapkan bahwa peranan media massa (dalam kaitannya dengan budaya massa) berperan untuk mengendalikan dan mengarahkan perilaku khalayak.
15
Massa dalam Budaya Massa Massa yang menjadi konsumen kebudayaan dilukiskan sebagai badanbadan rakyat yang terikat dan tersatukan dalam masyarakat baru yang dikembangkan melalui beraneka ragam proses orientasi “menerima dan memberi” nilai-nilai lama dan baru melihat organisasi ekonomi, pembagian kerja, organisasi tempat pemukiman, serta dalam melihat pemanfaatan beraneka macam sumber. Proses itu digambarkan menghasilkan suatu solidaritas baru yang membuat ‘masyarakat massa’ menjadi suatu kesatuan sosial yang unik dan baru. Pendapat Edward Shils yang dikutip Kayam (2004) menyebutkan masyarakat massa sebagai suatu masyarakat industri, yang juga merupakan ‘masyarakat orde baru’ yang kendati segala konflik-konflik interennya, mengungkapkan bahwa pada individu terdapat kesadaran yang lebih besar akan ikatan pada masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan akan adanya suatu ketertarikan dengan sesama. Mass atau masse mengacu ke mayoritas masyarakat Eropa yang tak terpelajar dan nonaristokratik, terutama sekali masyarakat yang sekarang ini biasa disebut sebagai kelas menengah ke bawah, kelas pekerja, dan kaum miskin. Jadi, jika kebudayaan elit dikaitkan dengan mereka yang “berbudaya” maka kebudayaan massa dianggap milik mayoritas masyarakat “tak berbudaya”, dan ini jelas mengandung ejekan dan sikap yang merendahkan. Massa mengandung pengertian kelompok manusia yang tidak bisa dipilah-pilahkan, bahkan semacam kerumunan, di dalamnya tidak ada lagi individu. Kebudayaan massa diciptakan semata-mata untuk konsumsi kelompok masyarakat serupa itu (Damono, 2004) Senada dengan pendapat di atas, Strinati (2004) mengungkapkan bahwa massa adalah konsumen yang pasif, cenderung pada bujukan manipulatif media massa, terbuka terhadap daya tarik untuk membeli komoditas produk massa yang dihasilkan oleh budaya massa, yang terbentang di hadapan kenikmatan konsumsi massal yang menyesatkan, serta terbuka pada eksploitasi yang mendorong budaya massa. Gambarannya adalah sebuah massa yang nyaris tanpa berpikir, tanpa merenung, menangguhkan segala harapan kritis, bersekongkol dengan budaya massa dan konsumsi massa. Sementara itu, Ibrahim (2004) mengatakan massa adalah masyarakat yang terbentuk dari hasil polesan industri. Inilah yang kemudian dikenal dengan
16
masyarakat massa (mass society). Masyarakat massa adalah suatu kategori masyarakat industrial. Liliweri (1991) mengutip Mc Quail (1972) mengemukakan bahwa massa kurang memiliki kesadaran diri dan identitas diri, serta tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah pula. Ia tidak bertindak untuk dirinya sendiri tetapi disetir untuk melakukan suatu tindakan. Para anggotanya heterogen dan banyak sekali jumlahnya, serta berasal dari semua lapisan sosial dan demografis. Meskipun demikian, dalam menentukan suatu objek perhatian tertentu massa selalu bersikap sama dan berbuat sesuai persepsi orang yang akan memanipulasi mereka. Pemahaman tentang realitas media dapat dikaji ketika kita membicarakan budaya massa sebagai lahan dari eksploitasi pemodal. Massa diartikan sebagai sekelompok orang yang tidak terdidik. Artinya kandungan budaya pada tingkat ini mengandung anarkisme dan ketidakteraturan. Hasil dari budaya ini merupakan kelanjutan dari sebuah proses artikulasi dari produsen untuk kemudian menciptakan sebuah realitas yang baru. Proses Budaya Massa Allan O’Connor, salah seorang pengkaji budaya yang dikutip Ibrahim (2004), menyoroti topik “popular cultural,” menjelaskan bahwa tema ini mengacu pada “proses budaya yang berlangsung di antara masyarakat umumnya (general public).” Kalau budaya massa tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sebelum ia menjadi bagian di dalam masyarakat, pasti ada kelompok atau bagian masyarakat (produser budaya) yang merancang atau memproduksinya. Bagaimana produk budaya itu sampai ke masyarakat, dan produk yang bagaimana pula yang “dibutuhkan” oleh sejumlah massa yang besar. Semua ini tidak mungkin ada tanpa melibatkan teknologi. Pertumbuhan teknologi adalah hasil peradaban manusia yang penting tidak hanya dalam menghasilkan produk budaya yang dibuat dalam jumlah besar (mass production), tapi berkat teknologi pula produk budaya bisa disebarkan (dissemination). Proses terjadinya budaya massa ini dapat dilihat pada Gambar 1:
17
Produser Budaya
Produk Budaya
Budaya Massa/ Pop Culture
Teknologi/ Media massa
Massa
Gambar 1. Proses terjadinya budaya massa Ada tiga tahap perkembangan media massa bila dikaitkan dengan budaya massa, menurut Lowenstein dan Merril yang dikutip Winarni
(2003)
yaitu : 1. tahap elit, media massa dikonsumsi oleh golongan elit. 2. tahap popular, media massa tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan elit saja melainkan sudah merambah pada masyarakat berpendidikan dan masyarakat umumya. 3. tahap spesialisasi, media massa mulai diarahkan pada target audiensnya. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan penggunaan media, maka akan berdampak pada perkembangan budaya masyarakat yang menerima pesan-pesannya. Untuk itulah banyak ilmuwan komunikasi yang mulai menaruh perhatian pada kajian hubungan antara media massa dengan kebudayaan masyarakat. Salah satu teori yang membahas hubungan antara media massa dengan masyarakat massa sampai terbentuknya budaya massa adalah teori Triple M. Ada tiga unsur penting dalam teori ini, yaitu masyarakat massa, media massa, dan budaya massa. Menurut Mowlana dalam Liliweri (1991)
ketiga unsur
tersebut terkait satu dengan lain dan membentuk satu segitiga seperti pada Gambar 2: Masyarakat massa (Mass Society)
Media massa (Mass Media)
Budaya massa (Mass Culture)
Gambar 2. Teori Triple M
18
Masyarakat massa merujuk pada suatu sistem hubungan atau interaksi antar individu dengan individu, individu dengan kelompoknya, kelompok dengan kelompok. Masyarakat massa pada awalnya merupakan masyarakat industri yang pembagian kerjanya telah membuat anggotanya terspesialisasi namun tetap bergantung satu sama lain. Dalam masyarakat seperti ini norma dan moral selalu berada dalam perubahan yang terus menerus secara konstan. Sedangkan hubungan individu lebih bersifat titik singgung dan terbagi-bagi daripada teratur secara periodik. Media massa dalam teori ini mengacu pada media yang berfungsi sebagai pembagi pesan. Pesan-pesan yang disampaikan media massa mengandung nilai-nilai dan norma, ide maupun simbol yang mewakili pola pikir, perasaan, pendapat, tindakan masyarakat tertentu. Pesan yang disebarluaskan oleh media akhirnya akan dipertukarkan oleh masyarakat kepada pihak lainnya. Disinilah sebenarnya media massa menciptakan suatu budaya massa karena dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya massa, individu mulai kehilangan kebebasan dan kemerdekaan termasuk kehilangan kaitannya dengan sesama. Individu mulai cemas dan mudah terpengaruh oleh pesan-pesan media yang dapat menjadi pegangannya. Karena media massa seringkali lebih mementingkan aspek komersil maka ide-ide dasar yang ada di masyarakat kerapkali diubah. Secara ringkas, teori Triple M menunjukkan bahwa hubungan antara aspek masyarakat massa, media massa, dan budaya massa sangat terkait. Masyarakat massa melahirkan media massa, media massa melahirkan budaya massa. Budaya Massa sebagai Setting Industri Bersamaan dengan proses industrialisasi, televisi dipandang sebagai pencipta kebudayaan massa. Di satu sisi, budaya massa merupakan konsekuensi dari lahir dan adanya masyarakat industri, di sisi lain dengan kemampuannya
sebagai
“the
extension
of
man”,
dan
potensialnya
melipatgandakan pesan, televisi membawakan dan menyebarluaskan simbolsimbol budaya masyarakat industri yang kemudian menjadi me-massa. Tetapi juga harus diingat, televisi juga dilahirkan dari perut masyarakat industri. Dengan kata lain, kebudayaan massa lebih diartikan sebagai hasil lingkungan masyarakat industri yang telah berkembang. Karena industri biasanya berkembang di kotakota, maka budaya massa juga terutama ada dan berkembang di kota-kota.
19
Ini berarti, kebudayaan kota merupakan hasil sentuhan lembaga-lembaga industri, perusahaan-perusahaan komersial, dan lembaga-lembaga lain, yang kemunculannya menyusul dan berkaitan dengan berlangsungnya industrialisasi. Anggapan yang timbul bahwa masyarakat kota identik dengan masyarakat industri, dalam arti budayanya, menandakan adanya semacam pengakuan betapa besar pengaruh industrialisme terhadap kebudayaan kota. Karena industrialisasi berproses secara simbiosis dengan tatanan, semangat, dan mentalitas budaya masyarakat kota, maka kota bisa jadi juga berfungsi sebagai wahana dan media berlangsungnya modernisasi. Di sini diyakini, bahwa industrialisme telah menciptakan semacam solidaritas
baru,
tercipta
suatu
komunitas
budaya
tunggal
perkotaan,
menggantikan solidaritas budaya lama yang primordial dan tradisional. Namun, sesungguhnya masyarakat perkotaan merupakan masyarakat hasil migrasi dan meningkatnya mobilitas penduduk akibat industrialisasi, berasal dari berbagai latar belakang (sub) budaya. Budaya kota sebagai hasil industrialisme ini biasanya disebut juga sebagai budaya massa, dengan pendukung massa perkotaan yang karakternya bisa digambarkan sebagai berikut; Pertama, massa yang berkelompok ke dalam pusat-pusat urban adalah gelombang migrasi yang meliputi beberapa generasi. Kedua, massa termasuk kaum tua tidak dipisahkan atau disisihkan sama sekali dari hubungan keluarga lama masing-masing di desa atau semi pedesaan. Ketiga, massa-massa itu lama kelamaan menerima semacam identitas urban, pada waktu yang bersamaan mereka masih merasa terikat pada asal-usul etnis masing-masing. Keempat, massa urban bukan hanya merupakan massa industri, akan tetapi massa yang lebih cair dan terbaur. Pusatpusat urban di Indonesia tidak hanya terbentuk oleh dinamika-dinamika industri, tetapi juga oleh dinamika birokrasi pemerintahan dan unsur-unsur non-industri (Peter, 2005) Dengan
setting
kehidupan
masyarakat
industri
perkotaan
yang
melahirkan budaya kota dan budaya massa demikian ini, televisi hadir. Televisi hadir untuk mengisi “materi” dan jiwa budaya massa dengan simbol-simbol. Menyajikan gaya hidup, citra, dan juga impian-impian, yang nampaknya menjadi kebutuhan masyarakat massa industri perkotaan. Televisi menyajikan acaraacaranya dikemas dan diformat sebagai hiburan.
20
Telepon Seluler Sejarah dan Fungsi Telepon Seluler (Ponsel) Telepon seluler ditemukan oleh Martin Cooper pada 3 April 1973. Teknologi telepon seluler pertama memilki berat 800 gram ukuran sekitar 30x10x5 cm. Dia mencoba telepon seluler ‘raksasanya’ sambil berjalan-jalan di berbagai lokasi di New York. Itulah saat pertama telepon seluler ditampilkan dan digunakan di depan publik. Dalam pertunjukan itu, Cooper menggunakan telepon seluler seberat 30 ounce sekitar (800 gram ) atau sepuluh kali lipat dibandingkan rata-rata telepon seluler yang beredar saat ini. Mengikuti demonstrasi kemampuan telepon seluler di depan publik pada 1973 itu, ternyata Cooper membutuhkan waktu 10 tahun untuk membuat peralatan yang ditunjukkannya itu masuk ke pasar. Teknologi berkembang terus. Ada banyak versi dan varian teknologi yang dikembangkan para vendor telekomunikasi. Sejak telepon seluler generasi pertama yang diwakili oleh NMT (nordic mobile telecommunication), AMPS (advanced mobile phone system ) serta CDMA (code division multiple acces); kemudian generasi kedua yang diwakili oleh GSM (global system for mobile communication), serta CDMA One; kemudian semakin maju lagi dengan GPRS (general packet radio service ), EDGE, serta UMTS dan CDMA 2000 1X yang mulai masuk ke generasi ketiga (Marten, 2005) Menjelang akhir tahun 1990-an di Indonesia, telepon seluler melejit menjadi sebuah benda yang paling diminati dan diincar untuk dimiliki oleh semua kalangan. Berkomunikasi dengan telepon seluler di Indonesia kini bukan barang baru lagi. Indonesia dengan jumlah penduduknya mendekati 300 juta jiwa merupakan pangsa potensial bagi Industri telepon seluler. Tetapi kalau dilihat dari segi fungsinya, telepon seluler ternyata selain untuk kebutuhan media komunikasi, juga sebagai alat untuk menaikkan gengsi dan status, selebihnya telepon seluler hanya sebagai pajangan biar orang lain melihatnya. Dengan demikian telepon seluler sudah bergesar fungsi awalnya sebagai media komunikasi (Hamzah, 2005). Telepon seluler sendiri berkembang cukup pesat. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga International yang bernama International Telecommunication Union tahun 2001, menemukan sejumlah data yang mengungkapkan bahwa penggunaan telepon seluler di 100 negara-negara
21
miskin melampaui telepon tetap dan komputer, mengingat harga telepon seluler sangat terjangkau (Johan, 2005). Sebuah penelitian yang dilakukan Lemelson MIT Intervention Index di AS mengungkapkan, sebenarnya telepon seluler memberikan manfaat untuk meningkatkan produktivitas kerja, berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta memberikan keuntungan dan peluang terciptanya inovasi baru. Namun di sisi lain, Index juga mengungkapkan bahwa sebuah penemuan baru kadang datang dengan ongkos sosial yang mahal (Johan, 2005). Karakteristik Tele pon Seluler sebagai Media Menurut ensiklopedia Wikipedia, telepon seluler yang disingkat sebagai ponsel, adalah sebuah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line yang konvensional namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Indonesia mempunyai dua jaringan telepon nirkabel saat ini yaitu GSM (Global System For Mobile Telecommunications) dan CDMA (Code Division Multiple Access). Telepon seluler, selain berfungsi untuk melakukan dan menerima panggilan
telepon,
umumnya
juga
mempunyai
fungsi
pengiriman
dan
penerimaan pesan singkat (short message service; SMS). Telepon-telepon yang lebih mahal juga sering menambahkan fitur kamera dan layanan internet (WAP, GPRS, 3G). Ada pula penyedia jasa telepon genggam di beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G) yang menambahkan jasa videophone maupun televisi online di telepon seluler mereka. Sebagai media, telepon seluler merupakan media yang bersifat potabel yang bisa dibawa kemana-mana. Artinya, media ini juga memberi kemudahan bagi pengguna karena dapat dihubungi dan menghubungi walaupun pengguna berada di tempat yang jauh, asalkan terdapat sinyal ponsel. Telepon seluler praktis dan ringan karena beratnya di bawah 90 gram dan mudah dibawa. Pelayanan telepon seluler begitu populer, ini disebabkan tingkat kebebasan, mobilitas dan peningkatan produktivitasnya yang mampu dilayani oleh teknologi telepon seluler ini. Selain kelebihan tersebut, biaya pulsa telepon seluler lebih mahal dibanding telepon biasa, timbulnya harga beli yang mahal serta biaya pemakaian yang cukup tinggi. Operasional media ini sangat tergantung pada
22
persediaan baterai disamping persediaan pulsa. Sehingga walaupun mobilitas telepon seluler begitu terbatas. Dampak Sosial Penggunaan Telepon Seluler Sejak ditemukannya, telepon seluler sudah menjadi barang yang sangat dibutuhkan
dalam
melakukan
komunikasi.
Namun
dibalik
itu
semua,
ditemukannya telepon seluler memiliki imbas negatif dan membawa dampak sosial yang ternyata tidak disadari oleh masyarakat. Jaman sekarang, telepon seluler sudah dianggap kebutuhan pokok. Bukan suatu barang yang dianggap istimewa atau mahal. Penggunanya sudah merambah pada kalangan bawah bahkan anak kecil. Penggunaan telepon seluler pun bukan lagi sebagai alat komunikasi semata, melainkan juga mendorong terbentuknya interaksi sosial yang sama sekali berbeda dengan komunikasi tatap muka. Telepon selular sendiri berkembang cukup pesat. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga International yang bernama International Telecommunication Union tahun 2001, menemukan sejumlah data yang mengungkapkan bahwa penggunaan telepon selular di 100 negara-negara miskin melampaui telepon tetap dan komputer, mengingat harga telepon selular sangat terjangkau. Namun penemuan tersebut bertolak belakang dengan riset yang dilakukan di negara adidaya Amerika Serikat. Hampir satu dari tiga warga negara Amerika atau sekitar 30 persen menyatakan membenci penemuan telepon seluler atau telepon selular. Demikian yang diungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan Lemelson MIT Intervention Index. Namun kehadiran telepon selular sedikit banyak mengalahkan penggunaan jam alarm (25%) dan televisi (23%). Hal ini berdasarkan survei tehadap sikap orang AS terhadap penemuan hal-hal baru (Johan, 2005). Di satu sisi lembaga Lemelson MIT Intervention Index mengemukakan, sebenarnya
telepon
seluler
memberikan
manfaat
untuk
meningkatkan
produktivitas kerja, berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta memberikan keuntungan dan peluang terciptanya inovasi baru. Namun di sisi lain, Index juga mengungkapkan bahwa sebuah penemuan baru kadang datang dengan ongkos sosial yang mahal. Penemuan telepon selular secara tidak langsung sudah mendorong terbentuknya interaksi sosial berbeda saat telepon selular belum ditemukan. Orang yang tidak suka tampil di tempat umum cenderung melakukan komunikasi
23
di ruangannya sendiri. Tidak hanya itu saja, akhirnya juga akan merambat dan terjadi di lingkungan keluarga, dimana sesama anggota keluarga harus berkompetisi dengan orang lain dalam berkomunikasi. Akibatnya hilangnya sebuah kontrol keluarga terhadap perilaku anggotanya. Tidak semua orang membenci penemuan telepon seluler. Namun tidak sedikit yang merasa dirugikan. Kenyataan di lapangan menyebutkan masih banyak yang merasa terganggu oleh penggunaan telepon selular. Survei yang dilakukan Sprint Wireless menyebutkan sebanyak 80 persen warga AS makin tidak sopan dalam menggunakan telepon selular. Sebanyak 54 persen merasa marah
atau
diabaikan
oleh
teman
sendiri
yang
tiba-tiba
dihentikan
percakapannya untuk menerima telepon. Ada lagi yang merasa tidak nyaman bila mendengar percakapan bisnis atau masalah pribadi orang lain dibicarakan lewat telepon selular. Sebanyak 62 persen responden menjawab ketidaknyaman tersebut. Sebaliknya, sebanyak 98 persen responden menjauh dari kumpulan orang yang berbincang melalui telepon selular di keramaian. Entah itu beranjak ke ruangan lain atau ke tempat lain. Dan hampir semua responden atau sekitar 93 persen sepakat menerima telepon saat rapat berlangsung merupakan suatu hal yang tidak sopan (Johan, 2005). Penemuan telepon selular semakin hari semakin booming dan terus berevolusi. Bagi para pengguna ternyata masih belum siap atas ‘tanggung jawab’ sosial terhadap penggunaan alat komunikasi canggih tersebut. Banyak orang yang membenci, namun di lain pihak banyak orang yang menyambut gembira penemuan telepon selular. Telepon Seluler sebagai Gaya Hidup Sekarang ini, teknologi dari alat komunikasi ini semakin hari semakin maju, sehingga banyak jenis telepon seluler yang bermunculan. Telepon seluler yang diproduksi semakin variatif baik dari merek, bentuk, ukuran maupun menu dan fitur yang ada di dalam telepon seluler tersebut. Dengan adanya hal tersebut, masyarakat cenderung untuk berlomba-lomba memiliki telepon seluler yang menurut mereka paling maju dan paling baru. Di pusat pertokoan, mall dan tempat hiburan, bisa dipastikan kebanyakan dari pengunjung menggunakan alat canggih itu. Pemandangan orang sibuk memijit nomor telepon seluler untuk menghubungi rekannya atau mengirimkan pesan melalui Short Messaging Service (SMS), ataupun memanfaatkan fasilitas
24
lain dari telepon seluler, kini sudah menjadi trend. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan lembaga riset Asia Market Intelligence (AMI) terungkap, 84 persen pengguna telepon seluler menganggap SMS sebagai media komunikasi yang tidak mengganggu, di mana 66 persen responden bahkan menggunakannya sebagai media untuk tukar menukar lelucon. Di kalangan pebisnis, SMS malah digunakan untuk memperlancar hubungan dengan customer maupun kolega. Di kalangan menengah ke bawah, telepon selular juga sudah menjadi seperti barang elektronik pada umumnya (Lysthano, 2005). Selain sebagai kebutuhan, kepemilikan telepon seluler juga menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle), baik masyarakat kota maupun desa. Dengan harga yang terjangkau, seseorang bisa menggunakan telepon seluler dengan leluasa. Kini sudah tidak heran lagi anak berusia lima tahun hingga usia belasan atau kelompok remaja dipercaya orang tuanya untuk menggunakan telepon seluler. Dengan demikian orang tua bisa memantau keberadaan dan aktivitas anaknya. Anak sendiri bisa “bergaya” dan tak kesulitan lagi berkomunikasi dengan teman-temannya. Konsumsi masyarakat atas perangkat teknologi, terutama telepon seluler menunjukkan beberapa kegiatan: pemakai berkomunikasi dengan telepon seluler mereka, memasukkan dunia pribadi mereka lewat telepon seluler, dan membangun dunia sendiri antara telepon seluler yang mereka miliki dengan kehidupan nyata sehari-hari. Sehingga menuju perubahan yang terjadi dalam konsep modernitas dan mobilitas, kebutuhan akan manajemen pribadi, serta masuknya teknologi dalam kehidupan pribadi. Penemuan telepon seluler semakin hari semakin meningkat dan terus berevolusi. Bagi para pengguna ternyata masih belum siap atas ‘tanggung jawab’ sosial terhadap penggunaan alat komunikasi canggih tersebut. Banyak orang yang membenci, namun di lain pihak banyak orang yang menyambut gembira penemuan telepon selular. Telepon seluler merupakan cermin dari teknologi yang saat ini berkembang semakin pesat, dan ini termasuk teknologi dalam berkomunikasi yang saat ini marak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Pada awalnya mungkin telepon seluler ini hanya digunakan oleh kalangan tertentu, misalnya pengusaha. Namun sekarang, telepon seluler ini seolah-olah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat bahkan remaja ataupun pelajar sendiri. Telepon seluler sekarang ini bukanlah benda yang asing. Bagaimana tidak, dahulu telepon seluler digunakan oleh kalangan tertentu seperti orang kaya
25
atau para pengusaha bonafid, namun sekarang sudah menjadi barang biasa sehingga penggunaannya tidak lagi kalangan menengah ke atas akan tetapi mulai anak SD bahkan tukang becak dan para penganggur pun pakai telepon seluler (Hamzah, 2005) Remaja Definisi Seringkali dengan mudah orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaan dan sebagainya. Tetapi mendefinisikan remaja ternyata tidak semudah itu. Walaupun demikian, Sarwono (1997) memberikan pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumynya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik) 2. Di banyak mansyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial) 3. Pada
usia
tersebut
mulai
ada
tanda-tanda
penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologik). 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua dan sebagainya. Dengan lain perkataan, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Karakteristik Remaja Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari milieu orang tua dengan maksud untuk menemukan jatidirinya. Menurut Erikson, sebagaimana dikutip oleh Monks, dkk (1999) menamakan proses tersebut
26
sebagai proses mencari identitas ego. Sudah barang tentu pembentukan identitas, yaitu perkembangan ke arah individualis yang mantap, merupakan aspek yang penting dalam perkembangan berdiri sendiri. Perkembangan identitas itu terjadi selain dari mencari secara aktif (eksplorasi) juga tergantung daripada adanya “commitments”. Dalam proses perkembangan identitas maka seseorang dapat berada dalam satus yang berbeda-beda. Marcia seperti dituliskan Monks, dkk (1999) membedakan antara: menemukan identitas sesudah mengadakan eksplorasi yang disebut “achievement”; kemudian status “moratorium” yang menggambarkan remaja masih sedang sibuk-sibuknya mencari identitas; status “foreclosure” yaitu menemukan identitas tanpa mengalami krisis atau eksplorasi lebih dahulu, dan keadaan tanpa bisa menemukan identitas sesungguhnya (identity diffusion atau role-confusion). Monks, dkk (1999) mengutip pendapat Debesse (1936) menyebutkan bahwa remaja sebetulnya menonjolkan apa yang membedakan dirinya dari orang dewasa, yaitu originalitasnya dan bukan identitasnya. Pengertian originalitas disini tidak boleh diartikan secara individual. Dalam pernyataan-pernyataan mereka, mereka tidak individualistik maupun tidak kreatif; originalitas merupakan sifat khas pengelompokan anak-anak muda (sebagai keseluruhan). Mereka cenderung menujukkan untuk memberikan kesan lain daripada yang lain, untuk menciptakan suatu gaya tersendiri, sub kultur sendiri. Sub kultur ini kadangkadang disebut kultur remaja yang dalam hal-hal tertentu dapat bersifat anti kultur. Permulaan masa remaja ditandai oleh kohesi kelompok yang dapat begitu kuatnya hingga tingkah laku remaja betul-betul ditentukan oleh norma kelompoknya. Cohen dan kawan-kawan sebagaimana dikutip oleh Mischel dan Mischel, (1973) mengatakan bahwa individu dikatakan memiliki harga diri tinggi akan menyukai dirinya, menilai dirinya secara positif dan memandang dirinya kompeten, dalam hubungannya dengan dunia yang dipersepsikannya. Pada masa remaja individu memiliki beberapa kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi, kebutuhan tersebut adalah kebutuhan harga diri, kasih sayang dan rasa aman. Dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan yang sangat tinggi bagi remaja yang merupakan masa pertumbuhan dan pencarian identitas diri, karenanya harga diri mencapai puncaknya pada masa remaja (Goebel dan Brown, 1981). Harga diri memegang peranan yang sangat penting dalam tingkah laku remaja dalam usahanya memenuhi kebutuhan
27
psikologisnya. Dengan terpenuhinya harga diri akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi akan terdorong untuk melakukan tingkah laku yang baik. Harga diri remaja berkembang dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan penerimaan dan respon sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus, sehingga ada asumsi yang mengatakan bahwa apabila seorang remaja mempunyai harga diri rendah, kemungkinan minat untuk membelinya terhadap telepon seluler akan tinggi, karena individu tersebut mudah untuk tidak percaya diri dan merasa tidak berharga jika tidak membeli apa yang dikonsumsi orang lain. Kebutuhan harga diri pada remaja sudah seharusnya dipenuhi, karena dengan demikian mereka dapat mengembangkan konsep dan perilaku yang baik. Sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perilaku negatif. Harga diri akan terbentuk dengan baik sejauh mana mereka merasa diterima, diakui dan dihargai, perasaan diterima dapat menimbulkan penilaian positif dan perasaan berharga pada remaja. Stuart Hall dalam Johan (2005) menyatakan bahwa “Budaya remaja adalah suatu campuran kontradiktif antara budaya otentik dengan buatan, suatu area ekspresi diri anak muda dan lapangan gembala yang hijau segar bagi pengusaha komersial”. Hall mencoba menggambarkan bahwa realitas anak muda tidak semata-mata eksploitasi komoditas, namun merupakan pertemuan antara identitas dirinya (realitas emosional) dan inkorporasi produsen. Konformitas Kelompok Remaja Menurut Kiesler dan Kiesler (1921) seperti yang dikutip oleh Rakhmat (2001), konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok, yang real atau yang dibayangkan. Jika sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Pengaruh norma kelompok pada konformitas anggota-anggotanya bergantung pada ukuran mayoritas anggota kelompok yang menyatakan penilaian. Sampai tingkat tertentu, makin besar ukurannya, makin tinggi tingkat konformitas. Ada ukuran tertentu yang memadai untuk mempengaruhi konformitas. Lebih dari itu, orang tidak terpengaruh lagi. Meskipun usaha ke arah originalitas pada remaja pada satu pihak dapat dipandang sebagai suatu pernyataan emansipasi sosial, yaitu pada waktu remaja
28
membentuk suatu kelompok dan melepaskan dirinya dari pengaruh orang dewasa, pada pihak lain hal ini tidak lepas dari adanya bahaya terutama bila mereka lalu bersatu membentuk kelompok. Menurut Homanas (1966) seperti dikutip Monks, dkk (1999), dalam tiap kelompok kecenderungan kohesi bertambah dengan bertambahnya frekuensi interaksi. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat berkembanglah suatu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu. Ewert (1983) sebagaimana dikutip oleh Monks, dkk (1999) menyebutnya sebagai pemberian norma tingkah laku oleh kelompok teman (peers). Norma-norma tadi sangat ditentukan oleh pemimpin dalam kelompok itu. Meskipun norma-norma tersebut tidak merupakan norma-norma yang buruk, namun terdapat bahaya bagi pembentukan identitas remaja. Dia akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola normanya sendiri. Moral kelompok tadi dapat berbeda sekali dengan moral yang dibawa remaja dari keluarga yang sudah lebih dihayati karena sejak kecil diajarkan oleh orang tua. Bila moral kelompok lebih baik daripada moral keluarga, maka hal ini tidak akan memberikan masalah apapun, asalkan remaja betul-betul meyakini moral kelompok yang dianutnya. Tetapi justru ada paksaan dari norma kelompok tadi, menyukarkan bahkan tidak memungkinkan, dicapainya keyakinan diri ini. Sifat “kolektif” nya akan menguasai tingkah laku individu. Bila kelompok sudah menuntut hak bertindak kolektif yang begitu membatasi kebebasan individu, maka hilangkah kesempatan untuk emansipasi. Sementara orang menilai konformitas kelompok ini positif sebagai bantuan menemukan identitas diri. Jika diperhatikan secara seksama, pengaruh teman sebaya terhadap remaja sangat kuat. Hal ini dapat terlihat dari adanya penurunan jumlah waktu untuk berinteraksi antara remaja tersebut dengan orang tua dan menunjukkan adanya peningkatan waktu berinteraksi dengan teman sebayanya (Monks, dkk, 1999) kondisi di atas dapat terjadi mengingat manusia, remaja juga berkedudukan sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan berteman yang diyakini secara umum mendorong untuk mencapai kontak sosial. Selain itu, keterlibatan remaja pada teman sebaya akan memungkinkan untuk mendapatkan lebih banyak informasi serta melakukan evaluasi dan perbandingan diri dengan kelompok. Bagi remaja, pengaruh rekan kelompok akan sangat mempengaruhi penilaiannya atas suatu merek dan mendorong
29
remaja untuk lebih loyal pada suatu merek tertentu yang mendapatkan penghargaan tinggi (Johan, 2005). Perilaku Konsumtif Remaja Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya (Tambunan, 2005) Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak dari pada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya. Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-
30
orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika. Sanmustari (1991) mengemukakan bahwa seseorang terdorong menjadi konsumtif karena adanya inferiority complex . Kecenderungan
remaja untuk
menjadi konsumtif bisa merupakan indikasi bahwa ia kurang percaya diri dan rendah diri. Konsumen yang tidak yakin pada dirinya sendiri, insecure dan mempunyai harga diri rendah akan membeli produk yang mempunyai arti simbolik yang dianggap bisa menaikkan harga dirinya. Dengan menggunakan jenis produk tertentu remaja ingin memperlihatkan sesuatu yang memberikan nilai lebih dibanding remaja lain. Remaja yang pada dasarnya mempunyai kondisi yang masih labil, mudah terpengaruh dan sehari-harinya mudah merasa rendah diri ini memiliki minat terhadap simbol status yang diharapkan bisa menaikkan harga dirinya. Gaya Hidup Remaja Sebuah gaya mungkin saja dapat digunakan sebagai penjejak dengan cara mudah untuk mengenali perbedaan kehidupan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Seolah lewat gaya hidupnya, suatu kelompok sosial dapat diidentifikasi kehadirannya. Padahal tidak sesederhana itu kejadiannya. Sebuah gaya hidup dapat mewujud dengan menembus berbagai kelompok sosial, sehingga menjadikan gaya hidup sebagai perangkat buat mengenali satu kelompok, bisa menjerumuskan. Demikianlah, manakala membicarakan gaya hidup remaja, dengan mengandaikan adanya kekhasan dalam kehidupan mereka, yang dapat dilihat perbedaannya dari gaya hidup kelompok lainnya. Karena nya bukan hanya faktor usia ini yang paling pokok sebagai atribut kelompok sosial, tetapi latar belakang sosial budaya di mana remaja itu berada kiranya akan lebih berperan untuk melihat sosok kelompok remaja dengan gaya hidupnya. Menurut Siregar (2004), manakala membicarakan gaya hidup remaja, dengan mengandaikan kekhasannya dalam kehidupan mereka, yang dapat dilihat perbedaanya dari gaya hidup kelompok lainnya. Gaya hidup sebagai
31
pembeda kelompok akan muncul dalam masyarakat yang terbentuk atas dasar stratifikasi sosial. Dapat dikatakan bahwa gaya hidup inilah yang menjadi simbol prestise dalam sistem stratifikasi sosial. Karena ia dapat bersifat modis, yang penyebarannya melalui komunikasi massa menembus batas-batas stratifikasi sosial pada saat itulah gaya hidup ini ditempatkan sebagai suatu kebudayaan massa.
Kondisi masyarakatlah yang akan membentuk produk kebudayaan
popular, ini berarti sosok remaja merupakan “komoditas” yang gampang dijual, sementara jumlah kalangan remaja: besar dan potensial sebagai pembeli. Disamping pada masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Setiap kelompok dalam stratum sosial tertentu akan memiliki gaya hidup yang khas. Dapat dikatakan bahwa gaya hidup inilah yang menjadi simbol prestise dalam sistem stratifikasi sosial. Dengan kata lain, gaya hidup dapat dipandang sebagai identitas bagi keanggotaan suatu stratum sosial. Untuk menangkap gaya hidup ini dapat kita lihat dari barang-barang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya bersifat modis, cara berperilaku (etiket), sampai bahasa yang digunakan tidak untuk tujuan berkomunikasi semata-mata, tetapi untuk simbol identitas. Selanjutnya Siregar mengatakan bahwa, gaya hidup remaja hanya dapat dibicarakan jika mau melihat kehadiran kelompok remaja ini dalam “kelas”nya masing-masing. Suatu gaya hidup yang meluber lewat komunikasi massa ini melahirkan pola kehidupan yang demokratis, dalam arti, suatu gaya hidup tidak lagi menjadi pedoman suatu kelompok dalam stratifikasi sosial. Dalam konteks kebudayaan massa, atau biasa juga disebut kebudayaan populer, masyarakat menjadi homogen. Siapa saja dapat mengambilalihnya, dari strata manapun ia berasal, pada saat ia bermaksud mengidentifikasikan dirinya ke dalam kelompok sosial yang dicitrakan oleh kebudayaan massa tersebut. Kerangka Kerja Sebagai upaya untuk memudahkan alur penelitian maka diperlukan kerangka kerja yang diharapkan dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan. Budaya massa ditandai dengan proses yang dimulai dari informasi media massa yang menginformasikan suatu produk massa kemudian ditujukan untuk masyarakat massa. Akibatnya pola sikap dan pola tindak penggunaan ponsel hanya sebagai gaya hidup (lifesyle). Maka alur kerangka kerja dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3:
32
Karakeristik Individu : • • • • •
Umur Jenis kelamin Domisili Uang saku per bulan Lama memiliki telepon seluler
Sumber informasi telepon seluler dari media massa
Karakteristik Keluarga: • Pekerjaan orang tua • Penghasilan orang tua per bulan
Sumber informasi telepon seluler dari komunikasi antar pribadi
Budaya Penggunaan Telepon seluler • • • •
Pola Sikap: Ikut-ikutan Gaya/trend Gengsi Merek, bentuk dan harga telepon seluler
Pola Tindak: • Frekuensi menggunakan telepon seluler • Siapa dihubungi • Apa yang dibicarakan dan lamanya • Tempat telepon seluler sering digunakan • Fasilitas yang sering digunakan • Cara meyimpan /membawa telepon seluler
Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Kerja Penelitian ini akan dimulai dengan melihat karakteristik individu dan keluarga remaja yang menggunakan telepon seluler. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, domisili, uang saku per bulan dan lama memiliki telepon seluler. sedangkan karakteristik keluarga mengenai pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua per bulan. Informasi tentang karakteristik individu berguna untuk melihat latar belakang responden secara demografis. Disamping itu, sebagai informasi yang menunjang kebutuhan penelitian mulai dari keadaan ekonomi keluarga sampai pada terpaan media massa dan lamanya remaja memiliki telepon seluler. Sehingga akan berkaitan dengan pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler. Selanjutnya akan dilihat sumber informasi yang diperoleh oleh individu tentang telepon seluler yaitu sumber dari media massa dan sumber informasi dari komunikasi antar pribadi. Dari kedua sumber informasi tentang telepon seluler tersebut akan dilihat sumber mana yang lebih mempengaruhi remaja dalam menggunakan telepon seluler. Sehingga akan diketahui pola penggunaan telepon seluler oleh remaja ini merupakan budaya massa atau bukan. Untuk memahami sebuah budaya massa, maka kajian tentang motif seserang menggunakan telepon seluler perlu dipahami. Motif yang mendorong
33
seseorang mengunakan telepon seluler disebut pola sikap yang merupakan wujud idiil dari sebuah kebudayaan. Dalam pola sikap ini akan dikaji beberapa aspek berkaitan dengan penggunaan penggunaan telepon seluler sebagai artefak budaya yaitu ikut-ikutan; gaya/trend; gengsi; merek, bentuk dan harga telepon seluler. Selain pola sikap yang mempengaruhi seseorang menggunakan telepon seluler, pola tindak merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang dengan menggunakan telepon seluler tersebut. Banyak hal yang dapat dikaji dalam pola tindak ini, yaitu frekuensi menggunakan telepon seluler; siapa yang dihubungi; apa yang dibicarakan dan berapa lamanya; dimana telepon seluler sering digunakan; fasilitas yang sering digunakan; cara menyimpan/membawa telepon seluler. Dalam pola tindak akan diketahui kebiasaan remaja dalam menggunakan telepon seluler. Hipotesa Pengarah Dalam penelitian ini terdapat hipotesa pengarah yang akan diajukan, yaitu: “Media massa merupakan sumber yang paling mempengaruhi remaja di Kabupaten Mukomuko dalam menggunakan telepon seluler sehingga ponsel dapat dikatakan sebagai budaya massa. Dengan demikian, pola sikap dan pola tindak penggunaan ponsel cenderung digunakan untuk gaya hidup (lifestyle)”
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus, yaitu kasus penggunaan telepon seluler di SMUN 1 Mukomuko. Mulyana (2001) menyatakan bahwa studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu komunitas, suatu program atau suatu situasi sosial. Peneliti menelaah data mengenai objek yang diteliti melalui pengamatan di lapangan, kuesioner, wawancara terstruktur dan mendalam dengan individu, wawancara kelompok dan penelaahan dokumentasi. Hal ini sejalan dengan pandangan Lincoln dan Guba (dikutip oleh Mulyana, 2001) yang mengatakan bahwa keistimewaan studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden dan studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan dalam konteks tersebut. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Melakukan observasi lapangan pada remaja yang menggunakan telepon seluler di lokasi penelitian atau sensus kepada seluruh pengguna telepon seluler di SMUN 1 Mukomuko dengan cara menanyakan langsung kepada siswa pengguna telepon seluler pada 15 kelas mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Kriteria responden dalam penelitian ini adalah: siswa yang memiliki telepon seluler untuk digunakan sendiri, karena banyak juga siswa yang membawa telepon seluler tetapi bukan miliknya melainkan milik orang tua, kakak atau saudara lainnya. Kriteria lain adalah siswa yang sudah pernah melihat atau membaca media massa dengan pertimbangan untuk melihat budaya massa penggunaan telepon seluler. 2. Menyebarkan kuesioner penelitian kepada seluruh pengguna telepon seluler di SMUN 1 Mukomuko. 3. Melakukan wawancara terstruktur dan mendalam dengan individu. 4. Melakukan wawancara dan diskusi kelompok. 5. Studi dokumentasi, yaitu mempelajari dokumen-dokumen serta literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti maupun lokasi penelitian.
35
Agar proses pengumpulan data dan informasi tersebut lebih terarar dan terkontrol, maka dibuat catatan harian dan catatan lapangan yang memuat waktu dan tempat kejadian, subjek yang diteliti dan hasil yang dicapai. Teknik Keabsahan Data Proses triangulasi dalam penelitian ini dilakukan guna menguji tingkat kebenaran atau validitasi data yang telah dikumpulkan. Menurut Patton dikutip oleh Moleong (2004), bahwa proses triangulasi itu penting untuk membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam penelitian ini, proses triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triagulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan apa yang dilakukan informan dengan telepon selulernya kemudian membandingkan dengan yang diucapkan pada waktu wawancara. Sementara triangulasi metode dengan cara melakukan pengumpulan data yang berbeda yaitu wawancara mendalam dan diskusi kelompok. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini ditetapkan secara purposive berdasarkan kriteria yang telah ditentukan pada wawancara mendalam dengan individu dan wawancara/diskusi kelompok. Informan penelitian ini sebanyak delapan orang untuk wawancara mendalam dengan individu dan wawancara/diskusi kelompok pada empat kelompok siswa yang terdiri dari lima orang masing-masing kelompok
yang
menggunakan
telepon
seluler.
Namun
informan
yang
diwawancarai berbeda antara wawancara individu dengan wawancara kelompok. Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman (1992) yang mengatakan bahwa sampel-sampel dalam kajian kualitatif dapat berubah. Dalam penelitian ini unit analisisnya adalah individu dan kelompok siswa SMU yang menggunakan telepon seluler. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sampai dengan bulan Mei 2006, di SMU Negeri I Mukomuko, Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu. Lokasi tersebut ditetapkan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa:
36
1. Siswa atau pelajar SMU termasuk golongan remaja umumnya berusia 1519 tahun. 2. Sinyal telepon seluler terkuat di Kabupaten Mukomuko hanya terdapat di Kota Mukomuko sementara SMU Negeri I Mukomuko berada di kota Mukomuko sehingga siswa SMU banyak yang menggunakan telepon seluler terlepas mereka ada yang berdomisili dari luar Kota Mukomuko.
Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Metode observasi dalam penelitian ini menggunakan metode observasi tak terstruktur yang ditujukan untuk mendapat data yang diperlukan dalam penelitian dengan cara mengamati langsung semua fenomena yang dianggap penting dan berhubungan dengan masalah yang ingin dipecahkan tentang penggunaan telepon seluler oleh siswa SMU di kota Mukomuko. Dalam observasi ini peneliti membuat catatan lapangan yang meliputi unsur-unsur: siapa, apa, untuk apa, dan bagaimana (Rakhmat, 2002). Observasi dalam penelitian ini juga akan dilakukan dengan pemotretan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan penelitian yang berupa foto-foto. Ada dua observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengamati langsung remaja dalam menggunakan ponselnya baik di sekolah maupun di luar sekolah (dalam kehidupan sehari-hari) diberbagai tempat dan pengamatan yang langsung ke kelas untuk mengetahui remaja yang memiliki ponsel. 2. Kuesioner Kuesioner berisi tentang karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, domisili,uang saku per bulan dan lama memiliki telepon seluler. sedangkan karakteristik keluarga mengenai pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua per bulan. Kuesioner diberikan kepada seluruh populasi yaitu siswa yang memiliki telepon seluler. Hal ini dilakukan untuk menjaring informasi yang selanjutnya berguna untuk mengadakan wawancara dengan indivudu dan wawancara kelompok. 3. Wawancara terstruktur dan mendalam dengan Individu Wawancara berstruktur yaitu semua pertanyaan telah dirumuskan dengan cermat. Selain itu, apabila dirasakan kurang mendapatkan keterangan lebih dalam maka akan dilakukan probing yaitu untuk mengorek keterangan yang lebih
37
mendalam atau lebih jelas sehingga tercipta suatu wawancara yang mendalam (in depth interview) dengan individu. Subjek yang diwawancarai adalah individuindividu yang dianggap mewakili populasi. Stratifikasi yang ditetapkan adalah: domisili luar dan dalam kota; penghasilan orang tua yang tinggi dan rendah, uang saku per bulan yang tinggi dan rendah, informan yang baru dan lama memiliki telepon seluler. Wawancara
dilakukan
untuk
mendapatkan
informasi
mengenai
pendalaman tentang karakteristik individu dan keluarga, pola sikap dan pola tindak penggunaan telepon seluler oleh remaja untuk menjawab hipotesa dalam penelitian ini. Peneliti bertanya kepada responden kemudian dicatat dalam catatan penelitian. Proses wawancara tidak hanya di rumah tetapi berlangsung ditempattempat santai remaja. Perpindahan tempat wawancara tersebut dipandang cocok dan layak dilakukan sebagai suatu variasi dengan maksud untuk meningkatkan mutu wawancara sehingga data yang diperoleh benar-benar lengkap dan valid. 4. Wawancara dan Diskusi Kelompok Wawancara kelompok yaitu wawancara dan diskusi yang dilakukan secara bersama-sama dengan responden yang telah dikelompok berdasarkan stratifikasi tertentu. Wawancara kelompok ini dilakukan untuk mendapatkan informasi atau tanggapan remaja atas nama kelompok atau dengan kata lain, wawancara kelompok ini merupakan usaha untuk lebih memperdalam informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan individu sehingga tidak menutup kemungkinan pertanyaan yang telah diajukan dalam wawancara individu, kembali ditanyakan pada wawancara kelompok. Stratifikasi responden didasarkan atas jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), penghasilan orang tua per bulan (tinggi dan rendah) sehingga dalam wawancara kelompok ini terdapat empat kelompok remaja. Alasan penetapan stratifikasi tersebut karena ingin melihat variasi pendapat yang terjadi antara siswa yang berasal dari keluarga mapan dan siswa dari keluarga menengah kebawah. Hal ini sejalan dengan stereotipe pada awal munculnya telepon seluler pada awal kemunculannya adalah milik kalangan atas saja. Namun dalam penelitian ini digali juga informasi dari pengguna telepon seluler yang bukan dari kalangan atas. Sehingga ada diduga akan terdapat variasi pendapat yang menarik untuk diketahui. Klasifikasi wawancara kelompok dapat dilihat pada Tabel 1:
38
Tabel 1. Klasifikasi Wawancara Kelompok Kelompok I:
Kelompok II:
Siswa Laki-laki dengan
Siswa Laki-laki dengan
penghasilan orang tua tinggi
penghasilan orang tua rendah
Kelompok III:
Kelompok IV:
Siswa perempuan dengan
Siswa perempuan dengan
penghasilan orang tua tinggi
penghasilan orang tua rendah
Wawancara masing-masing kelompok dilakukan pada waktu yang berbeda karena informasi yang mungkin menjadi pertentangan dari kelompok lain didiskusikan pada kelompok berikutnya. Setiap kelompok mendapat pertanyaan yang sama. Wawancara kelompok diatur seperti sebuah diskusi, peneliti hanya berperan sebagai fasilitator, pengarah yang tidak memihak pendapat anggota diskusi serta memberikan topik yang akan didiskusi. Peneliti melakukan pencatatan hasil diskusi yang dicatat dalam catatan penelitian. 3. Studi Kepustakaan Usaha untuk mendapatkan data dari buku-buku yang dijadikan referensi, foto-foto, serta sumber bacaan yang menunjang dalam penelitian ini. Analisa Data Proses analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah, yaitu: 1. Pengolahan data, yaitu membuat tabulasi data yang didapat dari kuesioner untuk penyaringan informasi pada tahap penelitian selanjutnya yaitu wawancara individu dan kelompok. Hasil dari tabulasi data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel persentase kemudian di analisis secara desriptif kualitatif. 2. Penyajian data, yaitu penyajian data dengan cara menginterpretasikan secara deskriptif kutipan-kutipan hasil wawancara dengan individu dan diskusi dengan kelompok supaya memudahkan dalam melihat apa yang sedang terjadi atau terkait dengan tema-tema utama dalam penelitian ini. Selain itu, dengan menggunakan tabel-tabel tentang karakteristik remaja pengguna telepon seluler dan pada gambaran umum lokasi penelitian.
3. Penarikan kesimpulan dengan cara melakukan verifikasi penyajian data penelitian guna memperoleh kebenaran data atau informasi yang valid, kemudian ditarik suatu kesimpulan.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUKOMUKO dan SMU NEGERI 1 MUKOMUKO
Gambaran Umum Kabupaten Mukomuko Letak Geografis Kabupaten Mukomuko termasuk dalam wilayah Propinsi Bengkulu yang dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor
3 Tahun 2003, tentang
pembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur. Secara geografis Kabupaten Mukomuko terletak pada 101001’15,1” –101051’29,6” Bujur Timur dan pada 02016’32,0” – 03007’46,0” Lintang Selatan. Kabupaten Mukomuko terletak di pantai barat Sumatera dan membujur sejajar Bukit Barisan. Batas-batas wilayah Kabupaten Mukomuko adalah: a. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Pesisir selatan, Propinsi Sumatera barat
b. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin Propinsi jambi.
c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara. d. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Samudera Hindia
Luas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Mukomuko adalah 403.670 hektar, dan luas wilayah laut 72.760 hektar atau 727,60 kilometer persegi (dihitung sejauh empat mil dari garis pantai). Kabupaten Mukomuko terdiri lima kecamatan, yaitu Kecamatan Lubuk Pinang, Kecamatan Mukomuko Utara, Kecamatan Teras Terunjam, Kecamatan Pondok Suguh dan Kecamatan Mukomuko Selatan. Ke depan kecamatan ini akan dimekarkan menjadi 15 kecamatan yakni: Kecamatan Air Dikit, Kecamatan Air manjuto, Kecamatan Air Rami, Kecamatan Lubuk Pinang, Kecamatan malin Deman,
Kecamatan
Mukomuko
Selatan,
Kecamatan
Mukomuko
Utara,
Kecamatan Penarik, Kecamatan Pondok Suguh, Kecamatan Selagan Raya, Kecamatan Sungai Rumbai, Kecamatan Teramang Jaya, Kecamatan Teras Terunjam, Kecamatan V Koto dan Kecamatan XIV Koto.
40
Tabel 2 Luas Wilayah dan Persentase Per Kecamatan di Kabupaten Mukomuko No 1 2 3 4 5
Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Lubuk Pinang 38.900 Mukomuko Utara 39.500 Teras Terunjam 78.000 Pondok Suguh 101.700 Mukomuko Selatan 145.570 Jumlah 403.670 Sumber Data : BAPPEDA Kabupaten Mukomuko tahun 2004
Persentase (%) 9,64 9.79 19,32 25,19 36,06 100
Gambaran perekonomian Kabupaten Mukomuko dapat juga dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD). Pada tahun 2004 APBD Kabupaten Mukomuko sebesar : Pendapatan sebesar Rp 81.757.661.803, yang terdiri dari PAD sebesar 9.679.229.796,- dana perimbangan Rp 69.938.432.007,- dan lainlain pendapatan yang syah sebesar 2.140.000.000,-,- pada tahun 2005 APBD Kabupaten Mokomuko dianggarkan setelah perubahan, Pendapatan sebesar Rp 125.303.487.432,- yang terdiri dari, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan bulan November 2005 sebesar 8.986.533.832,-, Dana Perimbangan 107.721.631.000,-
dan
Lain-lain
pendapatan
yang
syah
sebesar
Rp
8.595.322.600,- . Jika kita bandingkan PAD tahun 2004 dengan PAD tahun 2005, terjadi penurunan yang cukup signifikan yakni sebesar Rp 692.695.946,-. Penurunan ini disebabkan data PAD yang dihitung baru sampai bulan November 2005, selain itu juga, bisa disebabkan dua faktor utama, pertama penetapan target terlalu tinggi, kedua sumber daya yang dimiliki untuk menghimpunnya masih sangat lemah. Secara jelas gambaran pendapatan Kabupaten Mukomuko selama tahun 2004 dan tahun 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Mukomuko Tahun 2004-2005 Penerimaan
Tahun 2004 (Rp) 9.679.229.796
P A D Dana Perimbangan Lain-lain 69.938.432.007 Pendapatan yang syah 2.140.000.000
Tahun 2005 (Rp) 8.986.533.832
- 7,16
107.721.631.000
54,22
8.595.322.600
301,65
Jumlah 81.757.661.803 125.303.487.432 Sumber Data: BAPPEDA Kabupaten Mukomuko 2004
% Perubahan
53,26
41
Pada Tabel 3 diatas dapat dilihat besarnya peningkatan penerimaan Dana Perimbangan yakni sebesar 54,22 persen, hal ini tentunya memberikan gambaran bahwa jumlah uang yang beredar di Kabupaten Mukomuko pada tahun 2005 terjadi peningkatan yang cukup besar. Hal tersebut akan bermuara pada proses peningkatan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) Kabupaten Mukomuko pada tahun tersebut juga akan terjadi peningkatan. Kemudian jika dilihat dari pendapatan lain-lain yang syah, peningkatannya terjadi sangat pantastis yakni sebesar 301,65 persen, hal ini tentunya mengindikasikan bahwa kinerja pemerintah daerah Kabupaten Mukomuko terus membaik dan tentunya untuk lebih baik lagi harus melakukan banyak terobosan untuk meningkatkan penerimaan tersebut. Sampai saat ini tingkat produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Mukomuko masih relatif rendah, hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan infrastruktur yang dimiliki masih sangat minim, dua keadaan tersebut tentunya berakibat rendahnya produktifitas yang dilakukan, dan pada akhirnya rendah pula output yang dihasilkan. Hal tersebut tentunya harus segera mendapat perhatian secara khusus oleh semua elemen masyarakat, yang dimotori oleh pemerintah daerah sebagai lokomotifnya. Kebudayaan Masyarakat Kabupaten Mukomuko secara historis merupakan komunitas beragam suku yang berasal dari berbagai pelosok nusantara.
Adanya
homogenitas tradisional Pagaruyung telah mengakibatkan bahasa dan budaya masyarakat Mukomuko didominasi oleh Minangkabau.
Melalui suatu proses
akulturasi dan asimilasi, bahasa dan budaya masyarakat Kabupaten Mukomuko pada akhirnya melahirkan keunikan tersendiri yang mungkin menarik minat pemerhati budaya dan bahasa. Bahasa Mukomuko merupakan variasi bahasa Minangkabau yang termasuk bahasa Melayu Kuno dengan campuran bahasa Inggris dan Arab. Variasi bahasa ini semakin ke Selatan yakni dari Kecamatan Pondok Suguh sampai ke Kecamatan Mukomuko Selatan serta Kecamatan Ketahun memiliki sedikit perbedaan logat, karena dipengaruhi oleh bahasa Rejang dan rumpun ini dikenal dengan bahasa Pekal.
42
Dalam pola pewarisan, masyarakat Mukomuko mengikuti adat Minangkabau yaitu dikenal dengan garis matrilinial walaupun pada prakteknya mengalami sedikit perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Dari sudut kesenian dan kebudayaan, wilayah Mukomuko memiliki kreasi seni tari-tarian yang unik seperti: Tari Gandai, Tari Gamat, Debus, Serapal Anam, Serdam, Pencak Silat, dan lain sebagainya. Selain itu jika ingin menelusuri jejak filosofi komunitasi ini, Mukomuko menyimpan banyak Tembo dan Legenda, baik yang tertulis maupun lisan seperti Tembo Manjuta, Legenda Pangeran Berdarah Putih, Sang Puti Laut Tawar, Legenda Malin Deman dan lain sebagainya. Kependudukan Penduduk Kabupaten Mukomuko berdasarkan hasil pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4) tahun 2004 sebanyak 133.527 jiwa. Luas Apabila luas Kabupaten Mukomuko 4.036,7 kilometer persegi maka kepadatan penduduk Kabupaten Mukomuko adalah 33 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Mukomuko Utara yaitu 69 jiwa per kilometer persegi, kemudian diikuti oleh Kecamatan Lubuk Pinang, Kecamatan Teras Terunjam 39 jiwa per kilometer persegi dan Kecamatan Pondok Suguh 22 jiwa per kilometer persegi dan Mukomuko Selatan 19,56 jiwa per kilometer persegi. Sedangkan jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Teras Terunjam, diikuti Kecamatan Mukomuko Selatan, Kecamatan Mukomuko Utara, Kecamatan Lubuk Pinang dan terakhir Kecamatan Pondok Suguh. Ini berarti penyebaran penduduk di Kabupaten Mukomuko masih belum merata. Dari data Tabel 4 dapat dianalisis bahwa perbandingan antara jumlah penduduk pria dengan jumlah penduduk wanita (sex ratio) sebesar 109,28. Sex rasio di Kecamatan Teras Terunjam paling tinggi yaitu 111,22 dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini berati bahwa perbandingan jumlah penduduk pria di kecamatan tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk wanita.
`
43
Tabel 4 Jumlah Kepala Keluarga dan Penduduk Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004
No Kecamatan KK L 1 Lubuk Pinang 5.395 12.801 2 Mukomuko Utara 5.968 14.332 3 Teras Terunjam 7.295 16.066 4 Pondok Suguh 5.021 11.664 5 Mukomuko Selatan 6.319 14.997 Kabupaten 29.998 69.860 Sumber Data : Mukomuko Dalam Angka 2004
Penduduk P 11.756 13.210 14.361 10.857 13.483 63.667
Jumlah 24.557 27.542 30.427 22.521 28.480 133.527
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Mukomuko tahun 1999-2000 sebesar 21,78 persen, tahun 2000-2001 sebesar 0,16 persen, tahun 2001-2002 sebesar 0,34 persen, tahun 2002-2003 sebesar (–)6,10 persen tahun 2003-2004 sebesar 2,5 persen. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,35 persen. Namun demikian rata-rata laju pertumbuhan penduduk tersebut harus diamati dan di interpretasi secara hati-hati, khususnya perubahan laju pertumbuhan penduduk antara tahun 1999 dengan tahun 2000 sebesar 21,78 persen dan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2002 dengan tahun 2003 sebesar (-) 6,10. Tabel 5
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Kabupaten MukoMuko, Tahun 2004
Kelompok Umur
Laki-laki
1 2 0–4 6.092 5–9 8.514 10 – 14 8.067 15 – 19 7.442 20 – 24 6.856 25 – 29 6.427 30 – 34 5.418 35 – 39 5.236 40 – 44 4.427 45 – 49 3.247 50 – 54 2.816 55 – 59 1.575 60 – 64 1.554 65 + 2.189 Jumlah Total 69.860 Sumber : Mukomuko Dalam Angka 2004
Perempuan
Jumlah
3 5.789 7.808 7.594 6.832 6.724 6.352 5.103 4.710 3.908 2.666 2.123 1.215 1.169 1.674 63.667
4 11.881 16.322 15.661 14.274 13.580 12.779 10.521 9.946 8.335 5.913 4.939 2.790 2.723 3.863 133.527
Pada Tabel 5, distribusi penduduk menurut umur yang berusia muda (014 tahun) berjumlah 43.864 jiwa atau 32,85 persen, usia produktif (15-64 tahun)
44
berjumlah 85.800 jiwa atau 64,26 persen, yang berusia diatas 65 tahun berjumlah 3.863 jiwa atau 2,89 persen. Tantangan yang sangat besar disamping laju pertumbuhan penduduk adalah banyaknya pengangguran baik bagi penduduk miskin yang tingkat pendidikannya tidak tamat SD, maupun bagi penduduk yang pendidikannya SMP ke atas. Oleh karena itu upaya penciptaan lapangan kerja juga dikaitkan dengan pendidikan dan SDA yang ada dan pengelolaan bantuan kepada penduduk miskin dan pengangguran, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun dukungan dana seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), PKPS BBM, dan Kompensasi Daerah Tertinggal (KDT) yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pendidikan Pendidikan merupakan wahana dan sekaligus cara untuk membangun manusia, baik sebagai insan maupun sebagai sumberdaya pembangunan. Melalui pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia Indonesia yang berkualitas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang diperlukan untuk mendukung pembangunan ekonomi, sosial budaya dan berbagai bidang lainnya. Kualitas SDM yang tinggi akan menjadi faktor pendukung bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sebaliknya, rendahnya kualitas SDM dapat menjadi salah satu penyebab ketidakberhasilan pembangunan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada peningkatan keberhasilan pelaksanaan pembangunan SDM di Kabupaten Mukomuko antara lain ditandai dengan meningkatnya akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sejalan dengan
pertumbuhan penduduk, jumlah lembaga pendidikan baik formal maupun non formal juga semakin bertambah. Sarana dan fasilitas pelayanan pendidikan juga meningkat.
Berdasarkan Data BPS Kabupaten Mukomuko pada tahun 2004
dapat digambarkan bahwa jumlah murid SD sebanyak 11.989 murid, SLTP 5.336 murid, SLTA 1.607 murid. Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang tersedia pada sekolahsekolah dasar di Kabupaten Mukomuko sejauh ini belum memadai. Kenyataan ini juga menjadi penyebab mutu proses dan hasil pendidikan yang rendah. Pada kebanyakan SD di desa-desa terpencil dan terisolasi, serta pada daerah-daerah dengan
tipologi
permukiman
yang
terpencar-pencar,
daya
dukung
sumberdayanya minim. Selain sarana dan prasarana yang kurang memadai,
45
juga faktor jarak dan aksesibilitas ke SD yang sangat rendah menyebabkan proses pembelajaran cenderung tidak efektif, sehingga berdampak pada rendahnya mutu hasil pembelajaran. Di daerah-daerah terpencil dan terisolasi jumlah guru kurang, frekwensi kehadiran guru juga sangat rendah.
Sebab
utamanya adalah faktor jarak dan kondisi infrastruktur jalan yang buruk. Sedangkan untuk menetap sementara waktu tidak dimungkinkan karena ketiadaan fasilitas akomodasi yang memadai di lokasi tempat mereka bekerja. Disamping itu bila dilihat secara ekonomis para guru apabila harus menetap sementara ditempat mereka bertugas memiliki konsekuensi harus meninggalkan keluarga mereka. Hal ini akan berdampak pada pengeluaran biaya hidup yang lebih tinggi. Tidak sedikit guru bantu dan/atau guru kontrak yang ditempatkan di sekolah dasar di daerah terpencil dan teriolasi meninggalkan tugas mereka karena kendala-kendala diatas. Ini berarti aksesibilitas sumberdaya guru bagi pelaksanaan proses belajar mengajar pada sekolah dasar di daerah terpencil dan terisolasi sangat rendah. Penyebaran guru yang belum merata sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Banyak sekolah dasar di perkotaan mempunyai kelebihan guru, sementara itu di pedesaan mengalami kekurangan guru Tantangan penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Mukomuko menyangkut: (1) pemerataan kesempatan mendapatkan layanan pendidikan, (2) rendahnya
kualitas
proses
dan
hasil
pembelajaran,
(3)
manajemen
penyelenggaraan, (4) kurangnya guru, rendahnya potensi guru dan (6) rendahnya kompetisi pribadi, sosial dan profesionalnya.
Hal ini merupakan
permasalahan yang harus dihadapi dan dicarikan pemecahannya. Tabel 6 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru TK dan Sekolah Dasar di Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004 Nama Kecamatan Lubuk Pinang Mukomuko Utara Teras Terunjam Pondok Suguh Mukomuko Selatan Kabupaten Mukomuko
TK Sekolah Murid 10 11 11 5 6 43
318 460 208 83 231 1300
Guru
Sekolah
SD Murid
Guru
28 26 22 9 16 101
22 21 28 20 25 116
3.829 4.149 5.210 2.961 3.840 19.989
178 191 172 110 205 856
46
Tabel
7 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SLTP dan SLTA di Kabupaten Mukomuko Menurut Kecamatan, Tahun 2004
Nama Kecamatan
SLTP Sekolah Murid
Lubuk Pinang Mukomuko Utara Teras Terunjam Pondok Suguh Mukomuko Selatan Kabupaten Mukomuko
3 5 6 4 3 21
1.050 1.499 1.206 736 845 5.336
Guru
Sekolah
SLTA Murid
Guru
62 77 79 49 39 306
2 2 1 1 6
445 719 54 389 1.607
35 29 14 21 97
Telekomunikasi dan Informasi Pada tahun 2004 jumlah kantor Pos yang terdapat di Kabupaten Mukomuko sebanyak 6 buah, sedangkan kapasitas pesawat telepon terpasang 904 buah, tower telepon seluler di Kabupaten Mukomuko 9 buah, sedangkan jumlah pelanggan telepon seluler tidak terdata.
Keberadaan tower telepon
seluler di Kabupaten Mukomuko dapat dilihat pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Lokasi dan Jumlah Tower Telkomsel, Indosat, dan pro XL di Kabupaten Mukomuko Lokasi Tower (Kecamatan) Lubuk Pinang Mukomuko Utara Mukomuko Selatan Jumlah
Telkomsel 1 2 1 4
Jumlah Tower Indosat 1 2 1 4
Pro XL 1 1
Tower telepon seluler di Kabupaten Mukomuko hanya tersebar pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Lubuk Pinang, Kecamatan Mukomuko Utara dan Kecamatan Mukomuko Selatan. Jika dibandingkan dengan kecamatan lain, sinyal telepon seluler terkuat terdapat di Kecamatan Mukomuko Utara karena berdiri 5 tower yaitu 2 tower Telkomsel, 2 tower Indosat dan 1 tower Pro XL yang baru berdiri pada tahun 2006. Sementara itu, di Kecamatan Lubuk Pinang dan Kecamatan Mukomuko selatan hanya terdapat masing-masing 2 tower milik Telkomsel dan Indosat saja.
47
Gambaran Umum SMU Negeri 1 Mukomuko Profil sekolah Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Mukomuko berdiri berdasarkan Surat Keputusan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan nasional dengan nomor 0473/C/1983. Pada tahun yang sama, SMU Negeri 1 Mukomuko menerima siswa angkatan pertama.
SMU Negeri 1 Mukomuko berdiri di atas tanah
berukuran 37,500 meter persegi
tersebut beralamat di Jalan Koto Jaya
Kabupaten Mukomuko. Visi sekolah Menyiapkan siswa yang memiliki keunggulan dalam penguasaan IPTEK, beriman dan bertaqwa serta berbudi pekerti luhur. Mampu menggunakan kompetensinya dalam menghadapi persaingan di tingkat nasional, regional dan global. Misi sekolah 1. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dalam mewujudkan visi sekolah. 2. Melaksanakan proses belajar mengajar dengan efektif 3. Penyediaan tenaga pengajar (guru) yang cakap dan memiliki kualifikasi dengan mata pelajaran yang diajarkan 4. melaksanakan sistem evaluasi yang reliabilitas dan memiliki validitas yang tinggi sehingga mendapatkan hasil baik, guna pelaksanaan program pengayaan. 5. Menyediakan sarana dan prasarana belajar yang memadai dan mendukung kompetisi yang dituntut kurikulum. 6. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berprestasi sehingga tercipta kompetensi yang sehat di kalangan warga sekolah. 7. Menyediakan media belajar yang bersumber dari teknologi informasi, komputer, internet untuk mendukung kreatifitas siswa. 8. Menyediakan sarana untuk kegiatan ekstrakurikuler, keagamaan dan olah raga prestasi 9. Menggerakkan semua organisasi siswa dan alumni agar berkembang dalam mendukung visi sekolah
48
10. Menjaga hubungan komunikasi sekolah dengan masyarakat (komite, orang tua siswa), dunia usaha sebagai wujud akuntabilitas sekolah terhadap program yang telah dilaksanakan. Peraturan Sekolah tentang Telepon Seluler Di SMU Negeri 1 Mukomuko, ada peraturan bahwa siswa dilarang membawa telepon seluler (ponsel) di sekolah atau tidak boleh mengaktifkan telepon seluler pada saat proses belajar mengajar. Alasannya antara lain seringnya terjadi kehilangan telepon seluler siswa di sekolah, sangat menganggu proses belajar karena telepon seluler yang diaktifkan, dan timbulnya cemburu sosial. Namun begitu, masih banyak juga siswa yang membawa telepon seluler ke sekolah. Hal itu nampak pada saat waktu istirahat, di mana banyak siswa yang mengelompok disuatu tempat di sekolah dengan telepon seluler ditangan masing-masing. Mereka seolah-olah tidak mau tahu dengan peraturan sekolah tersebut ataupun beralasan bahwa pada waktu istirahat peraturan sekolah tidak melarang menggunakan telepon seluler. Adapun sanksi yang ditetapkan sekolah atas pelanggaran peraturan tersebut adalah jika telepon seluler siswa ditangkap maka harus orang tua yang mengambil telepon seluler tersebut ke sekolah. Namun ada juga yang lebih unik, beberapa kelas sepakat menetapkan denda kalau ponsel berbunyi dikelas. Jika ponsel murid yang berbunyi harus membayar Rp. 2.000,- sedangkan kalau ponsel guru yang berbunyi pada waktu belajar mengajar dikelas maka dendanya Rp. 5.000,-. Uang dari denda tersebut dimasukkan ke kas kelas. Profil Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko Siswa SMU Negeri 1 Mukomuko tahun ajaran 2005/2006 berjumlah 581 orang yang tersebar dalam 15 kelompok belajar dari kelas 1 sampai kelas 3. Penamaan kelas 1 dan 2 sekarang ini berubah menjadi kelas X (sepuluh) dan kelas XI (sebelas) tersebut karena perubahan kurikulum baru sebagai kelanjtan dari program pendidikan sembilan tahun yang berakhir di Sekolah Menengah Pertama. Namun untuk kelas 3 masih dengan kurikulum lama. Dari tabel 9 dapat dilihat ada penurunan jumlah siswa. Hal ini terbukti bahwa kelas 3 jumlah siswa seluruhnya 212 orang yang terdiri dari 6 kelas. Kelas XI tidak berbeda jauh yaitu 202 orang siswa yang terbagi kedalam 5 kelas. Sementara itu untuk kelas X lebih drastis penurunannya yaitu 167 orang siswa.
49
Salah satu penyebabnya di duga sebagai akibat ditetapkannya nilai standar ujian nasional sehingga sekolah telah menetapkan nilai standar untuk bisa diterima di SMUN 1 Mukomuko. Siswa perempuan lebih banyak jumlahnya daripada siswa laki-laki di SMUN 1 Mukomuko. Hal tersebut nampak pada Tabel 9, total jumlah siswa perempuan adalah 307 orang, sedangkan siswa laki-laki berjumlah 274 orang. Pada kelas X siswa laki-laki berjumlah 91 orang, jumlah lebih besar dari jumlah siswa perempuan yaitu sebanyak 76 orang. Pada kelas XI, justru siswa perempuan banyak jumlahnya dibanding siswa laki-laki yaitu 116 orang siswa perempuan dan 86 orang siswa laki-laki. Berbeda tipis jumlah siswa perempuan pada kelas XI, jumlah siswa perempuan sebanyak 115 orang sedangkan siswa perempuan berjumlah 97 orang. Siswa yang berminat pada jurusan IPS sangat tinggi dibandingkan siswa peminat jurusan IPA di SMUN 1 Mukomuko. Terdapat 4 kelas IPS dan 2 kelas IPA pada kelas III. Sementara itu, dari 5 kelas pada kelas XI hanya 1 kelas jurusan IPA, 4 kelas lainnya jurusan IPS. Kelas X memang tidak ada pembagian jurusan IPA dan IPS karena pilihan jurusan dibagi pada saat naik ke kelas XI. Tabel 9 Jumlah Kelas dan Sebaran Siswa Menurut Jenis Kelamin di SMU Negeri 1 Mukomuko Tahun Ajaran 2005/2006 No
Kelas
Kelas X 1. Kelas X.1 2. Kelas X.2 3. Kelas X.3 4. Kelas X.4 Jumlah 2 Kelas XI 1. Kelas XI.1 2. Kelas XI.2 3. Kelas XI.3 4. Kelas XI.4 5. Kelas XI.IPA 1 Jumlah 3 Kelas III 1. Kelas III. IPS 1 2. Kelas III. IPS 2 3. Kelas III. IPS 3 4. Kelas III. IPS 4 5. Kelas III. IPA 1 6. Kelas III. IPA 2 Jumlah Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah (orang)
1
21 24 23 23 91
21 18 19 18 76
42 42 42 41 167
20 19 18 15 14 86
22 21 23 25 25 116
42 40 41 40 39 202
24 19 16 17 11 10 97 274
18 21 22 21 16 17 115 307
42 40 38 38 27 27 212 581
50
Profil Orang Tua Siswa dan Prestasi Sekolah Sebagai kabupaten baru, Mukomuko banyak mengalami perubahan. Diantaranya adalah bertambahnya jumlah penduduk. Sebelum menjadi kabupaten pekerjaan penduduk secara umum banyak petani karena wilayah Mukomuko adalah daerah pertanian dan daerah pesisir, walaupun profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa dikatakan cukup banyak. Sesudah menjadi kabupaten baru, banyak PNS dari daerah lain dalam Propinsi Bengkulu ditugaskan ke Mukomuko sebagai pejabat atau pegawai biasa. Dengan demikian tentunya banyak anak-anak pejabat tersebut yang ikut pindah ke Mukomuko dan sekolah di SMUN 1 Mukomuko. Karena di wilayah Kota Mukomuko (Kecamatan Mukomuko) hanya SMUN 1 Mukomuko satu-satunya sekolah menegah umum selain MAN (Madrasah Aliyah Negeri) setingkat SMU. SMU lainnya terdapat di kecamatan lain yang berada di luar Kota Mukomuko. Selain itu, di Kota Mukomuko sendiri terdapat perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu PT. Agro Muko. Perusahaan ini cukup besar dan menyediakan banyak fasilitas seperti tempat tinggal, tempat ibadah, tempat hiburan, pelayanan kesehatan, dan sekolah TK. Namun untuk sekolah SDN dan SMP Negeri banyak terdapat disekitar perusahaan. Hanya saja SMU tidak ada di sekitar perusahaan. sehingga banyak anak-anak karyawan maupun anak-anak pejabat perusahaan sekolah di SMUN 1 Mukomuko. Jarak perkebunan ke sekolah tidak terlalu jauh kira-kira 15 menit. Untuk siswa dari perusahaan ada bus antar jemput. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa SMUN 1 Mukomuko merupakan sekolah elit yang ada di Kota Mukomuko. Selain itu, prestasi yang diraih sekolah sangat banyak baik ditingkat kabupaten maupun propinsi. Seperti drum band, kelompok pencinta alam, kelompok tari dan prestasi dibidang musik yaitu group band yang sering menjadi juara di berbagai perlombaan. Baru-baru ini pada bulan Mei 2006, kelompok tari SMUN 1 Mukomuko tampil di pekan budaya nasional yang diadakan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta sebagai wakil dari Propinsi Bengkulu. Prestasi akademik juga sering diperoleh oleh SMUN 1 Mukomuko. Terbukti tiap tahun, siswa yang diterima di perguruan tinggi baik di propinsi Bengkulu maupun PT di Pulau Jawa cukup banyak, melalui jalur UMPTN maupun PMDK. Selain itu, ada juga siswa yang berprestasi dalam olimpiade matematika ditingkat propinsi dan nasional.
KARAKTERISTIK REMAJA PENGGUNA TELEPON SELULER Informan dalam penelitian adalah remaja pengguna telepon seluler berjumlah 109 orang siswa SMU Negeri 1 Mukomuko yang tersebar dari kelas satu sampai kelas tiga yang seluruhnya berjumlah 15 kelas. Keseluruhan pengguna telepon seluler adalah siswa yang memiliki telepon seluler yang digunakan sendiri dan yang mengakses salah satu jenis media massa (televisi, surat kabar, majalah). Untuk mendapatkan informasi awal semua pengguna telepon seluler tersebut mengisi angket penelitian. Data angket ini akan berguna untuk menentukan pengguna telepon seluler yang akan ditentukan untuk tahap penelitian berikutnya yaitu wawancara mendalam dengan individu dan wawancara kelompok. Dengan demikian, pengisian angket merupakan tahap pertama memperoleh informasi mengenai pola penggunaan telepon seluler di kalangan remaja khususnya siswa SMU Negeri 1 Mukomuko. Pada bahasan berikut ini, karakteristik remaja pengguna telepon seluler merupakan kondisi pengguna telepon seluler penelitian dan diharapkan dapat menjelaskan kondisi remaja pengguna telepon seluler secara umum. Adapun aspek yang menjelaskan kondisi tersebut ialah umur, jenis kelamin, domisili, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, uang saku perbulan, terpaan media massa (televisi, surat kabar, majalah), dan lama memiliki telepon seluler. Secara umum, 38,5 persen pengguna telepon seluler berumur 17 tahun, sebanyak 30,3 persen berumur 16 tahun, terdapat 22,9 persen pengguna telepon seluler berusia 18 tahun dan ada tiga orang atau 2,8 persen pengguna telepon seluler yang berumur 15 tahun saat ini yang menggunakan telepon seluler. Sedangkan pengguna telepon seluler yang paling dewasa (19 tahun) sebanyak 5,5 persen paling sedikit yang memiliki telepon seluler atau sebanyak tiga orang saja. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini:
52
Tabel 10 Jumlah dan Persentase Umur Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No
Umur
1 2 3 4 5
15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun Jumlah
Jumlah (orang) 6 33 42 25 3 109
Persentase (%) 5,5 30,3 38,5 22,9 2,8 100
Hal ini di duga, pada umur 17 tahun biasanya remaja menganggap dirinya sudah harus mendapatkan kepercayaan orang tua dan dimasa itu juga remaja mencari identitas diri. Sehingga stereotype yang selama ini berkembang bahwa umur 17 tahun merupakan puncaknya masa remaja mungkin benar adanya dengan menunjukkan kemampuan diri secara fisik maupun psikis yang didukung oleh penampilan yang serba modern. Tabel 11 Jumlah dan Persentase Jenis Kelamin Pengguna Telepon Seluler dan Total Siswa di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No
1 2
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
Total Siswa (orang)
Persentase (%)
274 307 581
47,2 52,8 100
Jumlah Pengguna Telepon Seluler (orang) 34 75 109
Persentase (%)
31,2 68,8 100
Pada Tabel 11 terlihat bahwa jumlah remaja pengguna telepon seluler adalah perempuan yaitu sebanyak 68,8 persen. Sedangkan hampir sebagian dari jumlah perempuan tersebut, terdapat jumlah pengguna laki-laki sebanyak 31,2 persen. Hal ini diduga bahwa pengguna telepon seluler perempuan lebih tanggap terhadap perkembangan mode dan juga teknologi yang sedang berkembang. Selain itu, biasanya perempuan lebih cenderung menganggap telepon seluler sebagai pelengkap penampilan. Selanjutnya dapat diketahui bahwa dari total siswa laki-laki yaitu sebanyak 274 orang di SMUN 1 Mukomuko, hanya 34 orang atau 12,4 persen dari keseluruhan siswa laki-laki yang menggunakan telepon seluler. Kemudian, total siswa perempuan di SMUN 1 Mukomuko adalah 307 orang. Ternyata dari
53
jumlah tersebut, hanya 24,4 persen atau 75 orang yang menggunakan telepon seluler. Ini artinya, berdasarkan jumlah total siswa dan jumlah pengguna telepon seluler di SMUN 1 Mukomuko, perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Tabel 12 Jumlah dan Persentase Domisili Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2
Domisili
Jumlah (orang) 69 40 109
Dalam kota Mukomuko Luar kota Mukomuko Jumlah
Persentase (%) 63,3 36,7 100
Walaupun sebanyak 36,7 persen pengguna telepon seluler berdomisili diluar Kota Mukomuko namun, ditempat tinggal mereka terdapat sinyal telepon seluler walaupun sinyalnya terkadang kurang kuat. Artinya, mereka yang tinggal di luar kota tidak ketinggalan gaya dengan memakai telepon seluler dibandingkan 63,3 persen pengguna telepon seluler yang tinggal di Kota Mukomuko. Disamping itu, mereka tidak hanya menggunakan telepon seluler pada saat di sekolah saja yang berada di Kota Mukomuko. Tabel 13 Jumlah dan Persentase Pekerjaan Orang Tua Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7
Pekerjaan Orang Tua Swasta PNS Petani Nelayan Pensiunan ABRI Buruh Jumlah
Jumlah (orang) 39 40 22 3 2 1 3 109
Persentase (%) 35,8 36,7 20,2 2,8 1,8 0,9 2,8 100
Pekerjaan orang tua pengguna telepon seluler terlihat cukup bervariasi. Hal ini nampak dari Tabel 14, dimana banyaknya jenis pekerjaan orang tua, ternyata PNS adalah pekerjaan orang tua pengguna telepon seluler yang paling banyak yaitu 36,7 persen, menyusul swasta 35,8 persen dan pekerjaan terbanyak ketiga adalah petani. Hal ini memang sesuai dengan kondisi pekerjaan masyarakat di Kabupaten Mukomuko umumnya, yaitu PNS yang lebih banyak. Disamping itu, pekerjaan nelayan dan buruh sama-sama sebanyak 2,8 persen.
54
Padahal, Kabupaten Mukomuko merupakan wilayah pesisir. Namun hal yang menarik kalau saat ini, kalangan bawah seperti mereka pun sudah memiliki telepon seluler. Sedangkan pekerjaan orang tua pensiunan sebanyak 1,8 persen dan ABRI sebanyak 0,9 persen. Tabel 14 No 1 2 3
Jumlah dan Persentase Penghasilan Orang Tua Pengguna Telepon Seluler Per Bulan di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
Penghasilan Orang Tua Per Bulan (rupiah) <1 juta 1-2 juta >2 juta Jumlah
Jumlah (orang) 40 51 18 109
Persentase (%) 36,7 46,8 16,5 100
Masih berkaitan dengan Tabel 13 diatas tadi, penghasilan orang tua per bulan dibagi kedalam tiga kategori. Kategori terbanyak adalah penghasilan orang tua berkisar antara Rp. 1-2 juta sebanyak 46,8 persen. Di duga pekerjaan yang memperoleh penghasilan seperti ini adalah PNS dan Swasta tingkat kecil. Sedangkan 36,7 persen penghasilan orang tua perbulan lebih kecil dari Rp. 1 juta. Hal ini juga memperkuat dugaan bahwa telepon seluler sudah menjadi konsumsi masyarakat kelas bawah juga. Sebanyak 16,5 persen penghasilan orang tua Rp. 2 juta perbulan. Hal ini sudah lumrah terjadi karena dengan penghasilan orang tua yang cukup tinggi, kebutuhan akan sarana komunikasi serta pembiayaannya bukan hal yang sulit. Dimana telepon seluler selain praktis, biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Tabel 15
No 1 2 3
Jumah dan Persentase Uang Saku Per Bulan Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
Uang Saku Per bulan (rupiah) <100 ribu 100-200 ribu >200 ribu Jumlah
Jumlah (orang) 42 53 14 109
Persentase (%) 38,5 48,6 12,8 100
Dari Tabel 16 terlihat bahwa uang saku per bulan pengguna telepon seluler terbanyak berkisar antara Rp. 100-200 ribu sejumlah 48,6 persen. Selanjutnya 38,5 persen adalah pengguna telepon seluler dengan uang saku perbulan kurang dari Rp.100 ribu. Hal ini juga memperkuat dugaan, bahwa pengguna telepon seluler yang mempunyai uang saku rendah tersebut berhubungan dengan pendapatan orang tua yang rendah dan pekerjaan orang
55
tua. Pengguna telepon seluler yang memiliki uang saku perbulan lebih besar dari Rp. 200 ternyata hanya 12,8 persen. Secara keseluruhan, berarti uang saku perbulan tersebut bisa digunakan sebagai biaya untuk telepon seluler dan biayabiaya lain seperti uang belanja di sekolah. Tabel 16 Jumlah dan Persentase Rata-Rata Biaya Pulsa Pengguna Telepon Seluler Per Bulan di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2 3 4
Rata-Rata Biaya Pulsa per bulan (rupiah) <50 50 - 100 ribu 100 - 200 ribu >200 ribu Jumlah
Jumlah (orang) 41 52 14 2 109
Persentase (%) 37,6 47,7 12,8 1,8 100
Sekarang ini, fenomena banyak kalangan bawah sudah memiliki telepon seluler salah satu penyebabnya adalah harga telepon seluler itu sendiri murah, artinya bervariasi dari yang termurah sampai yang termahal. Tentunya hal tersebut hanya dilakukan pada waktu awal membeli telepon seluler. Untuk keberlangsungan komunikasi dengan telepon seluler tentunya butuh pulsa. Jadi voucher yang berisi pulsa minimal tiap minggu harus di isi atau sesuai kebutuhan dan kemampuan. Ada sebanyak 47,7 persen pengguna telepon seluler menjawab bahwa rata–rata biaya untuk membeli voucher tiap bulannya kurang dari Rp.100 ribu. Artinya, pemakaian pulsa untuk komunikasi umumnya sedangsedang saja sesuai status sebagai siswa. Bahkan 37,6 persen pengguna telepon seluler menjawab rata-rata menghabiskan pulsa per bulan kurang dari Rp. 50 ribu. Dari data tersebut diduga bahwa mereka yang sedikit membutuhkan biaya untuk pembelian pulsa berasal dari keluarga menengah kebawah, dimana telepon seluler belum merupakan suatu kebutuhan yang mendasar. Namun ada sebanyak 12,8 persen pengguna telepon seluler yang menghabiskan pulsa kurang dari Rp.200 ribu dan terdapat 1,8 persen pengguna telepon seluler yang rata-rata menghabiskan biaya lebih besar dari Rp. 200 ribu tiap bulannya. Artinya, kategori dua diakhir ini bisa dikatakan membutuhkan biaya yang besar untuk pembelian telepon seluler di kalangan remaja yang notabene belum punya penghasilan sendiri.
56
Tabel 17 Jumlah dan Persentase Sumber Biaya Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2 3 4
Sumber Biaya Orang tua Uang saku Orang lain (pacar) Orang tua & uang saku Jumlah
Jumlah (orang) 59 19 1 30 109
Persentase (%) 54,1 17,4 0,9 27,5 100
Secara umum, 54,1 persen pengguna telepon seluler menjawab bahwa sumber biaya yang dihabiskan untuk telepon seluler berasal dari orang tua. Artinya biaya yang dihabiskan untuk telepon seluler tidak tergantung dari uang saku perbulannya. Sementara sebanyak 27,5 persen pengguna telepon seluler menjawab sumber biaya telepon seluler berasal dari orang tua dan uang saku. Artinya, kadang-kadang biaya yang dihabiskan masih diminta kepada orang tua karena uang saku tidak mencukupi, namun sesekali biaya yang diambil dari uang saku sendiri. Selain itu, ada 17,4 persen pengguna telepon seluler mengaku sumber biaya untuk telepon seluler berasal dari uang saku sendiri. Hal ini mungkin sudah menjadi komitmen bahwa orang tua yang membeli telepon seluler adalah orang tua dan biaya operasionalnya berasal dari uang saku tiap bulannya. Tabel 18 Jumlah dan Persentase Acara Yang Paling Sering Ditonton Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2 3 4 5
Acara yang paling sering ditonton Sinetron /Film Berita Musik Olahraga Infotainment Jumlah
Jumlah (orang) 66 10 12 9 12 109
Persentase (%) 60,5 9,2 11 8,3 11 100
Televisi sebagai media audiovisual merupakan media yang secara umum diakses oleh semua pengguna telepon seluler dalam penelitian ini. Acara yang disajikan televisi cukup beragam. Ada sebanyak 60,5 persen pengguna telepon seluler menjawab sinetron/film merupakan acara yang paling sering ditonton. Jumlah ini diyakini sudah mewakili pendapat pengguna telepon seluler secara keseluruhan. Selain itu, musik dan infotainment menempati tempat kedua sebagai acara yang sering ditonton yaitu sama-sama 11 persen pengguna telepon seluler yang berpendapat demikian. Umumnya, musik dan infotainment
57
di televisi merupakan acara yang banyak segmentasinya remaja. Berita, diakui reponden sebanyak 9,2 persen sebagai acara yang paling sering ditonton. Acara olah raga ternyata menjadi acara yang paling sering juga di kalangan remaja yaitu sebanyak 8,3 persen. Tabel 20 menyajikan isi acara yang sering ditonton. Isi acara sangat beragam, walaupun begitu terdapat presentase yang sama seperti kriminal, politik, kekeluargaan sebanyak 0,9 persen. Misteri, persahabatan, kerjasama tim, gosip selebritis memperoleh presentase yang sama juga yaitu 7,3 persen. Isi acara yang bervariasi adalah kisah percintaan/cinta remaja mendominasi presentasenya yaitu 38,5 persen. Hal ini sejalan dengan banyaknya sinetron di televisi bahkan hampir disetiap stasiun televisi umumnya berisi tentang kisah percintaan remaja. Kemudian diikuti oleh ilmu pengetahuan sebanyak 14,7 persen. Sekarang ini, hampir setiap stasiun televisi mempunyai acara unggulan yang berhubungan dengan pengetahuan agama, terutama sinetron sehingga ada 6,5 persen pengguna ponsel mengakui pengetahuan agama isi acara yang paling sering ditontonnya. Akhirnya, lagu-lagu terbaru merupakan isi acara musik di televisi yang diminati pengguna telepon seluler sebanyak 8,3 persen. Tabel 19 Jumlah dan Persentase Isi Acara Televisi yang Paling Sering Ditonton oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko,Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Isi Acara yang paling sering ditonton Percintaan/cinta remaja Ilmu pengetahuan Lagu terbaru Gosip Selebritis Kerjasama tim Persahabatan Misteri Pengetahuan agama Kriminal Politik Kekeluargaan Jumlah
Jumlah (orang) 42 16 9 8 8 8 8 7 1 1 1 109
Persentase (%) 38,6 14,7 8,3 7,3 7,3 7,3 7,3 6,5 0,9 0,9 0,9 100
58
Tabel 20
No 1 2
Jumlah dan Persentase Frekwensi Menonton Televisi Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006
Frekwensi Menonton Televisi Kadang-kadang Setiap hari Jumlah
Jumlah (orang) 60 49 109
Persentase (%) 55,0 45,0 100
Walaupun semua pengguna telepon seluler menjawab menonton televisi, namun hal tersebut tidak menjamin bahwa mereka setiap hari menonton televisi tentunya menyaksikan acara yang disukainya. Karena jumlah pengguna telepon seluler yang menjawab kadang-kadang lebih besar yaitu hampir sebagian pengguna telepon seluler sekitar 55,0 persen atau sebanyak 60 orang. Selebihnya pengguna telepon seluler sebanyak 49 orang atau 45 persen yang selalu menyaksikan acara ditelevisi setiap hari. Tabel 21 Jumlah dan Persentase Akses Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Terhadap Surat Kabar, Tahun 2006 No 1 2
Akses terhadap Surat Kabar Membaca Tidak Membaca Jumlah
Jumlah (orang) 88 21 109
Persentase (%) 80,7 19,3 100
Ternyata tidak semua pengguna telepon seluler yang akses terhadap tiga media massa yang ditentukan dalam penelitian ini. Secara umum, untuk media televisi semua pengguna telepon seluler menjawab pernah mengaksesnya. Ada beberapa pengguna telepon seluler (21 orang) atau 19,3 persen orang yang menjawab bahwa mereka tidak membaca surat kabar. Tetapi lebih besar pengguna telepon seluler yang menjawab membaca suratkabar terbitan ibukota yaitu Kompas dan harian lokal seperti Rakyat Bengkulu.Hal ini ditunjukkan dari 109 orang pengguna telepon seluler ada 88 orang atau 80,7 yang membaca surat kabar nasional maupun lokal, bahkan termasuk tabloid tentang telepon seluler.
59
Tabel 22 Jumlah dan Persentase Akses Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Terhadap Majalah, Tahun 2006 No 1 2
Akses Terhadap Majalah Membaca Tidak Membaca Jumlah
Jumlah (orang) 97 12 109
Persentase (%) 89,0 11,0 100
Berbeda dengan akses terhadap media televisi, ternyata tidak semua pengguna telepon seluler mengaku membaca majalah. Hal ini terbukti 11,0 persen menuliskan tidak pernah membaca majalah. Namun angka yang cukup tinggi yaitu ada 89,0 persen pengguna telepon seluler menjawab membaca majalah. Majalah yang dibaca umumnya majalah remaja Aneka Yess. Tabel 23 membuktikan bahwa, dominasi berita yang paling sering dibaca di surat kabar/majalah adalah berita kriminal sebanyak 28,6 persen. Ini khususnya menyangkut berita pada harian lokal yaitu Rakyat Bengkulu. Di Rubrik Borgol harian tersebut setiap hari menampilkan berita-berita tentang kriminal yang terjadi di Propinsi Bengkulu. Dari data angket menunjukkan bahwa pada umumnya pengguna telepon seluler lebih banyak membaca harian lokal dibandingkan harian nasional.
Berita lain yang paling disukai remaja adalah
hiburan sebanyak 16,2 persen. Tabel 23 Jumlah dan Persentase Berita Surat Kabar/Majalah yang Paling Sering Dibaca Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Berita yang paling sering dibaca Kriminal Hiburan Zodiak Selebritis Olahraga Berita daerah/nasional SMS gaul Cerpen Modifikasi motor/teknologi Info telepon seluler Ekonomi Musik Agama Jumlah
Jumlah (orang) 30 17 12 10 10 8 7 4 2 2 1 1 1 105
Persentase (%) 28,6 16,2 11,4 9,5 9,5 7,6 6,7 3,8 1,9 1,9 1 1 1 100
60
Pada majalah remaja, umumnya yang paling diminati remaja adalah ramalan zodiak yaitu sebanyak 11,4 persen. Hal ini sebabkan karena remaja lebih mempercayai kepada hal-hal yang berbau fantasi yang diterbitkan pada ramalan zodiak tersebut. Selain itu, selebritis dan olah raga
sama-sama
memperoleh persentase 9,5 persen. Berita daerah lebih diminati dari pada SMS gaul karena untuk berita daerah sebanyak 7,6 persen dibandingkan SMS gaul hanya 6,7 persen.
Hal ini disebabkan, pada harian lokal berita menyangkut
Kabupaten Mukomuko selalu menggunakan satu rubrik penuh. Sementara itu, cerpen juga menjadi salah satu rubrik yang diminati pengguna telepon seluler walaupun hanya 3,8 persen. Namun teknologi dan informasi tentang telepon seluler berada dibawah pengguna telepon seluler dengan presentase 1,9 persen. Akhirnya, berita tentang ekonomi, musik, dan agama berada diposisi yang paling rendah yaitu berita yang hanya 1 persen dibaca oleh remaja. Jumlah pengguna telepon seluler 105 orang tersebut diatas karena ada 4 orang pengguna telepon seluler yang tidak mengisi pertanyaan karena termasuk didalam kelompok pengguna telepon seluler yang tidak membaca salah satu media surat kabar atau majalah. Tabel 24
No 1 2 3 4 5
Jumlah dan Persentase Informasi Surat Kabar/Majalah yang Disukai Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 Informasi yang Disukai
Sosial Budaya Ekonomi Hukum Politik Jumlah
Jumlah (orang) 54 15 14 13 9 105
Persentase (%) 51,4 14,3 13,3 12,4 8,6 100
Secara umum, informasi yang paling disukai oleh pengguna telepon seluler adalah berita tentang sosial sebanyak 51,4 persen. Aspek sosial disini antara lain termasuk hiburan, hubungan kekeluargaan, bantuan bencana dan kehidupan di masyarakat secara umum. Sedangkan informasi lain yang banyak disukai dari surat kabar atau majalah adalah budaya dengan persentase 14,3 persen dan ekonomi 13,3 persen. Selanjutnya, informasi tentang hukum cukup banyak yang disukai oleh remaja, ini terbukti dari 12,4 persen menyukai berita tentang hukum. Untuk informasi tentang politik, ternyata sedikit disukai oleh remaja yaitu 8,6 persen.
61
Jumlah pengguna telepon seluler 105 orang tersebut diatas karena ada 4 orang pengguna telepon seluler yang tidak mengisi pertanyaan karena termasuk didalam kelompok pengguna telepon seluler yang tidak membaca salah satu media surat kabar atau majalah. Tabel 25 Jumlah dan Persentase Frekwensi Membaca Surat Kabar/Majalah oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1 2
Frekwensi Membaca Surat Kabar/Majalah Kadang-kadang Setiap hari Jumlah
Jumlah (orang) 84 25 109
Persentase (%) 77,0 23,0 100
Frekwensi membaca surat kabar/majalah lebih cenderung tidak setiap hari dilakukan oleh pengguna telepon seluler atau kadang-kadang sebanyak 77,0 persen. Hal ini mungkin berkaitan dengan waktu luang yang diperlukan untuk membaca media cetak tersebut. Namun ada juga yang khusus meluangkan waktu untuk membaca surat kabar/majalah atau setiap hari yaitu sebanyak 23,0 persen. Tabel 26 Sumber Informasi dan Proses Difusi Telepon Seluler oleh Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko, Tahun 2006 No 1
2
Sumber Informasi Media Massa (Televisi, S. Kabar, Majalah) Komunikasi Antar Pribadi (Teman, Counter, Keluarga) Jumlah
Pengetahuan 104
Proses Difusi Telepon Seluler % Ketertarikan % Keputusan 95,4 88 80,7 19
% 17,4
5
4,6
21
19,3
90
82,6
109
100
109
100
109
100
Terlepas dari hubungan kausal dan keadaan-keadaan kausal dan keadaan-keadaan yang menganggu antara sebaran ide-ide baru, maka jumlah sumber-sumber yang digunakan atau hubungan-hubungan dengan sumbersumber informasi adalah berhubungan positif dengan tingkat difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan tahap pengambilan keputusan inovasi meliputi: pengetahuan (Knowledge), ketertarikan (Persuasive) dan keputusan (Decision).
62
Dari tabel 27 dapat dilihat bahwa media massa yaitu televisi, surat kabar dan majalah menjadi sumber informasi telepon seluler yang dapat menambah pengetahuan pengguna telepon seluler. Ini terbukti 104 orang atau 95,4 persen menjawab mereka mengenal ponsel pertama kalinya dari media massa. Misalnya berupa rubrik tentang ponsel, iklan dan sinetron. Sedangkan lima orang mengatakan komunikasi antar pribadi merupakan sumber informasi pengetahuan tentang ponsel. Hal ini sejalan dengan temuan para peneliti difusi yang menyatakan bahwa saluran media massa lebih berdaya guna untuk menciptakan pengenalan terhadap suatu ide baru, sedangnkan saluran komunikasi interpersonal lebih penting dalam pembentukan sikap terhadap perilaku. Media massa memang menyajikan berbagai informasi tentang apa saja yang dibutuhkan setiap orang termasuk tentang telepon seluler. Karena tidak dipungkiri lagi, hampir setiap media menampilkan telepon seluler sebagai media komunikasi atau hanya penambah gaya saja. Tampilan telepon seluler di media bisa dikatakan sebagai objek atau subjek yang ditawarkan. Artinya ada acara/berita yang khusus membahas tentang telepon seluler (sebagai subjek) seperti iklan tentang harga, model/tipe terbaru, ringtone, fitur serta aksesoris ; dan ada juga yang melihatnya sebagai objek, dimana telepon seluler hanya dipakai sebagai pelengkap penampilan (sebagai objek). Secara umum, 80,7 persen pengguna telepon seluler menjawab tertarik secara khusus mengenai telepon seluler baik sebagai subjek ataupun objek. Sedangkan sebanyak 19,3 persen, pengguna ponsel lebih tertarik melihat ponsel teman, keluarga bahkan sering melihat-lihat ponsel di counternya . Namun, Informasi dari media massa mengenai telepon seluler hanya sedikit mempengaruhi pengguna telepon seluler sebagai sumber informasi utama yang menjadi penyebab keputusan menggunakan telepon seluler. Hal ini mungkin dikarenakan, jarang sekali pengguna telepon seluler yang tidak tertarik dengan informasi yang hanya bersifat sekilas seperti melalui iklan. Terbukti sebanyak 90 orang atau 82,6 persen pengguna telepon seluler menjawab media massa tidak mempengaruhi mereka untuk memiliki telepon seluler. Namun, ada 19 orang atau 17,4 persen pengguna telepon seluler menjawab bahwa sumber informasi tentang telepon seluler yang mereka peroleh adalah dari media massa. Hal ini terjadi karena bagi pengguna telepon seluler ternyata media massa bukanlah satu-satunya sumber informasi tentang telepon seluler yang dapat mempengaruhi kepemilikan telepon seluler. Hal ini terbukti bahwa sumber
63
secara langsung melalui orang lain lebih banyak disukai pengguna telepon seluler untuk informasi rujukan tentang telepon seluler karena bisa memperoleh informasi lebih detail dibanding media massa. Dalam penelitian ini, komunikasi antar pribadi tentang ponsel diperoleh dari teman, keluarga dan counter ponsel. Teman dapat menjadi sumber utama diduga karena remaja umumnya lebih mempercayai teman atau konformitas terhadap kelompoknya sebagai kelompok rujukan. Sehingga apa yang dianggap baik oleh temannya maka baik juga untuk dirinya. Selain itu, keluarga menjadi sumber informasi juga bagi pengguna telepon seluler karena saudara, orang tua yang sudah lebih dahulu punya ponsel dapat memberi informasi yang lengkap tentang ponsel. Counter telepon seluler dapat menjadi sumber informasi yang mempengaruhi pengguna telepon seluler untuk memiliki telepon seluler. Di counter telepon seluler biasanya lebih leluasa bertanya tentang segala sesuatu tentang telepon seluler karena di sana biasanya terdapat jenis-jenis telepon seluler, kapasitas telepon seluler, informasi lengkap dan harganya pun bisa diketahui. Tabel 27 Jumlah dan Persentase Pengguna Telepon Seluler di SMUN 1 Mukomuko Berdasarkan Lama Memiliki Telepon Seluler, Tahun 2006 No 1 2 3
Lama Memiliki Telepon seluler 1-6 bulan 7-12 bulan >1,5 tahun Jumlah
Jumlah (orang) 21 41 47 109
Persentase (%) 19,3 37,6 43,1 100
Jika dilihat dari lamanya waktu kepemilikan telepon seluler, maka secara umum nampak bahwa pengguna telepon seluler yang paling lama menggunakan telepon seluler sebanyak 43,1 persen atau sebanyak 47 orang yang telah memiliki telepon seluler diatas 1,5 tahun. Ini berarti sejak berdirinya tower Telkomsel, Indosat pada tahun 2004 dan Pro XL pada Tahun 2006 di Kabupaten Mukomuko remaja pengguna telepon seluler di Kabupaten Mukomuko sampai sekarang ini cukup banyak atau dengan kata lain mereka sebagai pelopor di kelompoknya dalam menggunakan telepon seluler. Selain itu terdapat 41 orang atau 37,6 persen adalah pengguna telepon seluler selama 7-12 bulan (1 tahun) sampai sekarang. Yang menarik adalah ada sebanyak 21 orang pengguna telepon seluler baru yaitu pengguna telepon seluler yang beru memiliki telepon seluler selama 1-6 bulan belakangan atau sebanyak 19,3 persen pengguna telepon seluler baru.
POLA SIKAP DAN POLA TINDAK PENGGUNAAN TELEPON SELULER Sebagai informasi awal, ternyata di sekolah atau di SMU Negeri 1 Mukomuko, ada peraturan bahwa siswa dilarang membawa telepon seluler (ponsel) di sekolah atau tidak boleh mengaktifkan telepon seluler pada saat proses belajar mengajar. seperti yang dikatakan kepala sekolah berikut: ”Sejak siswa banyak membawa ponsel di sekolah, banyak guru yang mengeluh bahwa di kelas kehadiran ponsel sangat menganggu proses belajar mengajar, karena siswa mengaktifkan ponsel sehingga sesama siswa terkadang ada yang saling miscall dikelas. Disamping itu, dikhwatirkan akan menimbulkan cemburu sosial bagi siswa yang belum punya ponsel. Belum lagi laporan dari siswa yang mengatakan ponsel mereka hilang di sekolah. Nah, hal-hal seperti ini lah yang mendorong kami membuat aturan siswa tidak boleh membawa ponsel di sekolah. Tentunya ada sanksi yang kami berikan jika peraturan tersebut dilanggar”. Namun begitu, masih banyak juga siswa yang membawa telepon seluler ke sekolah. Hal itu nampak pada saat waktu istirahat, di mana banyak siswa yang mengelompok disuatu tempat di sekolah dengan telepon seluler di tangan masing-masing. Mereka seolah-olah tidak mau tahu dengan peraturan sekolah tersebut ataupun beralasan bahwa pada waktu istirahat peraturan sekolah tidak melarang menggunakan telepon seluler. Masih berhubungan dengan peraturan sekolah tadi, pada saat pengisian kuesioner pun, sebagian siswa ada yang menganggap bahwa penelitian ini adalah salah satu bentuk razia telepon seluler. Akibatnya, banyak siswa pada awalnya mengaku tidak punya telepon seluler. Namun, dengan pendekatan dan penjelasan yang peneliti berikan bahwa penelitian ini tidak ada hubungannya dengan peraturan sekolah, akhirnya para siswa mau mengisi kuesioner penelitian. Sehingga didapat 109 orang yang memiliki telepon seluler di SMU Negeri 1 Mukomuko yang tersebar dalam 15 kelas, mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Data atau informasi yang didapat dari 109 orang siswa yang memiliki telepon seluler melalui kuesioner tersebut kemudian dipilih lagi untuk tahap wawancara terstruktur dan mendalam dengan individu. Pada tahap ini, dipilih 8 (delapan) orang informan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria ditetapkan dengan tujuan untuk mempermudah penyaringan informasi kepada informan–informan yang mewakili seluruh responden yang telah mengisi kuesioner dalam tahap pertama penelitian ini. Data mengenai informan yang
65
dipilih diambil berdasarkan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Adapun kriteria-kriteria dan identitas informan yang terpilih dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 28 Kriteria dan Nomor Informan Pada Wawancara mendalam dengan Individu No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kriteria Uang saku tinggi Uang saku rendah Pendapatan orang tua rendah Pendapatan orang tua tinggi Lama punya telepon seluler Baru punya telepon seluler Domisili dalam Kota Mukomuko Domisili luar Kota Mukomuko
Nomor Informan 003 074 024 100 059 034 092 071
Namun begitu, setiap informan pada dasarnya memiliki lebih dari salah satu kriteria yang telah ditetapkan dalam kriteria di atas. Hal ini disebabkan karena setiap informan mendapat pertanyaan yang sama dalam pengisian kuesioner sehingga pada sebuah kriteria tertentu terdapat beberapa informan yang memiliki kriteria yang sama. Jadi untuk mempermudah penyaringan informasi penelitian, maka diambil salah satu informan dari kriteria yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 29: Tabel 29
No Informan
Sebaran Informan pada Wawancara Individu Berdasarkan kriteria Uang Saku, Pendapatan Orang tua, Kepemilikan Telepon Seluler dan domisili. Uang Saku
Tinggi
003 074 024 100 059 034 092 071 Jumlah
Rendah
X X X X X
Pendapatan Orang tua Tinggi
X X X X X
X X X 5
Rendah
3
Kepemilikan Telepon seluler Lama Baru
X X X X X
X X X 6
2
Domisili
Dalam Kota
X X X X X X
X X 7
Luar Kota
X X
1
6
X 2
Setiap informan pada saat berlangsungnya wawancara tidak mengetahui kriteria yang telah ditetapkan pada mereka. Hal ini sengaja dilakukan karena apabila informan tahu bahwa kriteria yang melekat padanya adalah baik,
66
barangkali akan mempengaruhi informasi yang diberikan kepada peneliti, misalnya informasi yang terlalu dilebih-lebihkan, begitu juga sebaliknya. Kemudian, ada informasi yang menarik peneliti dapat dari beberapa siswa bahwa bagi siswa di sekolah tersebut ternyata istilah wawancara agak menjadi momok atau ada rasa enggan setelah mendengar istilah tersebut. Hal ini disebabkan hampir disetiap mata pelajaran di sekolah kecuali mata pelajaran eksak, selalu mengadakan ujian dengan sistem wawancara atau ujian lisan. Menurut informasi dari beberapa siswa, ujian wawancara tersebut kurang disenangi siswa, karena di samping harus menjawab lisan, siswa juga dituntut untuk selalu berbahasa Indonesia. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang harus digunakan di kelas menurut beberapa siswa menimbulkan suasana kaku dan formal. Sehingga dalam wawancara dengan individu dalam penelitian ini menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah setempat. Informasi dari beberapa siswa itulah kemudian mendorong peneliti mencari istilah yang tepat agar mereka bersedia menjadi informan. Sehingga jalan keluarnya, sebelum mengisi kuesioner pada tahap pertama dalam penelitian ini disetiap kelas, peneliti menjelaskan bahwa tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah bincang-bincang santai (bukan istilah wawancara) bagi siswa yang terpilih dan mohon kesediaan mereka. Maka dari itu, ketika menghubungi siswa untuk wawancara, peneliti menggunakan istilah bincangbincang santai dengan menentukan jadwal dan tempat yang disepakati. Sehingga untuk proses wawancara individu dalam penelitian ini dilakukan ditempat-tempat yang santai supaya suasana wawancara tidak terkesan kaku dan informasi yang diberikan lebih mendalam. Pola Sikap Pola sikap informan menggunakan telepon seluler di Kabupaten Mukomuko sangat menarik untuk diperhatikan. Ada dua sumber informasi yang didapat informan tentang telepon seluler yaitu dari media massa dan komunikasi antar pribadi. Ikut-ikutan, gaya/trend, gengsi dan merek, bentuk dan harga telepon seluler merupakan hal-hal yang paling masuk akal yang dapat mendorong informan menggunakan telepon seluler. Seperti yang dikatakan Informan 003: “Saya siswa pindahan dari Kota Bengkulu. Sejak kelas 2 SMP saya sudah punya ponsel. Sebenarnya dulu itu saya merasa minder kalau melihat teman-teman di kelas saya hampir semua punya ponsel. Sepupu
67
saya pun, masih kelas 6 SD sudah punya ponsel. Jadi saya merasa malu kalau tidak punya telepon seluler, takut dikatakan ketinggalan zaman oleh teman-teman. Padahal waktu itu saya tinggal di Kota Bengkulu. Di samping itu, Lidia, tetangga saya sudah punya ponsel sejak kelas 1 SMP. Waktu bertemu ia selalu menggunakan ponselnya yang membuat saya iri. Menurut saya, kalau seseorang punya ponsel artinya seseorang itu bisa mengikuti perkembangan zaman dan ponsel sekarang ini bisa sebagai simbol pergaulan”. Informan 024 juga merasa minder dihadapan teman-temannya ketika belum punya telepon seluler. Seperti yang diceritakannya dibawah ini : “Di sekolah, saya punya teman akrab 4 orang. Semua teman saya sejak adanya tower Telkomsel dan Indosat di sini sudah punya ponsel. Terus terang, kalau berkumpul dengan mereka di sekolah atau di luar sekolah, saya merasa orang kuno atau gagap teknologi. Kalau bikin janji, temanteman bisa lewat SMS, sedangkan saya kadang-kadang saja dihubungi, itu pun secara langsung. Dua minggu setelah itu, saya memberanikan diri meminta ponsel kepada orang tua saya. Walaupun saya tahu persis penghasilan orang tua. Akhirnya dibelikan namun dengan syarat uang saku tidak akan ditambah untuk membeli pulsa”. Sementara itu, informan 092 mengaku bahwa ia memiliki telepon seluler sebulan setelah tower didirikan. Jadi sebelumnya, ia hanya bisa menyaksikan teman-teman di sekolah yang lebih awal punya telepon seluler. Sehingga akhirnya keinginan untuk sama dengan teman yang lain tercapai dengan memilki telepon seluler. Ia merasa jauh tertinggal dari teman-teman di sekolah, sehingga ia dengan mudah menjawab: “Kalau tidak punya ponsel berarti tidak gaul. Sekarang ini dunia sudah maju. Teman-teman bisa punya telepon seluler kenapa saya tidak? Toh saya sangat yakin orang tua mampu membelikannya buat saya”. Tidak berbeda jauh dari informan 092, informan 034 bercerita bahwa ia memiliki telepon seluler karena banyak remaja disekitar tempat tinggalnya yang punya telepon seluler. Namun ia menyadari sepenuhnya bahwa kepemilikan telepon selulernya seperti sekarang ini bukanlah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ia sadar betul bahwa telepon seluler bukanlah barang murah bagi keadaan ekonomi keluarganya yang tergolong rendah karena orang tuanya hanya petani biasa, di samping itu perawatan telepon seluler membutuhkan biaya yang banyak. Namun karena minder dengan teman-teman yang telah lebih dulu punya telepon seluler maka ia merasa harus punya telepon seluler juga. Seperti yang diungkapkannya sebagai berikut: “Di Tanah rekah, kampung saya, banyak teman-teman yang sudah memiliki ponsel. Padahal mereka itu umumnya tidak sekolah lagi dan tidak punya pekerjaan tetapi punya ponsel. Sedangkan saya, yang sudah
68
di anggap maju dari mereka belum punya ponsel. Hal ini membuat saya merasa jauh ketinggalan dari teman-teman di kampung. Apalagi di sekolah, teman-temannya yang punya ponsel jauh lebih banyak jumlahnya. Saya suka merasa minder punya teman yang punya ponsel. Ketika kami sedang berkumpul waktu jam istirahat, atau kalau kebetulan guru tidak ada, mereka berbicara seputar ponsel. Saya kadang meninggalkan mereka begitu saja karena saya minder. Padahal saya tahu betul pendapatan orang tua saya kecil karena hanya sebagai petani. Namun, untuk bisa sejajar dengan teman-teman di sekolah ataupun yang ada dilingkungan rumah, saya meminta ponsel pada orang tua. Alasan saya waktu itu, agar mudah menghubungi saudara-saudara yang jauh dan tidak perlu lagi mengirim surat untuk mereka. Sudah dua bulan ini saya punya ponsel, rasanya lebih percaya diri”. Informan 071 juga mengaku bahwa pengaruh besar datang dari temanteman di sekolah. Walaupun informan berdomisili di luar Kota Mukomuko, di mana pada awal berdirinya tower, sinyal belum ada di daerahnya. Namun sekarang sudah terdapat sinyal telepon seluler. Kondisi ini juga yang mendorongnya ingin sekali mempunyai telepon seluler pada waktu itu. Sehingga walaupun tidak dari awal atau sekitar 2 minggu belum punya telepon seluler sejak berdirinya tower di Kota Mukomuko, ia merupakan orang pertama dan 2 orang lainnya di kelompoknya yang punya telepon seluler. Walaupun saat pertama punya telepon seluler menurutnya dengan tipe agak kuno dibanding mode sekarang, namun ia bangga menjadi pelopor pengguna telepon seluler di sekolah maupun di kelompoknya. Seperti yang diungkapkannya sebagai berikut: ”Awalnya dulu di tempat tinggal saya belum ada sinyal ponsel. Dan masyarakat disekitar tempat tinggal saya belum ada yang mempunyai ponsel seperti sekarang ini. Namun, ketika di sekolah, saya merasa ketinggalan sekali dari teman-teman yang memiliki telepon seluler. Akhirnya walaupun ditempat tinggal saya pada waktu itu belum terdapat sinyal, ponsel yang dibelikan oleh orang tua saya lebih sering saya gunakan ketika ke sekolah atau pada kegiatan apa saja dikota Mukomuko”. Informan 100 lebih unik lagi, justru ia punya telepon seluler karena melihat orang tua dan kakaknya sudah punya telepon seluler. Di samping itu teman-teman di sekolah sudah banyak yang punya telepon seluler. Berikut kutipannya: ”Hampir setiap hari saya selalu meminjam ponsel kakak atau orang tua saya ketika saya ada janji berkumpul dengan teman-teman. Pernah juga saya bawa ponsel tersebut kesekolah. Kalau tidak punya ponsel rasanya kurang gaul dari teman-teman. Walaupun minjam yang penting percaya diri. Karena orang tua dan kakaknya sering merasa terganggu, saya meminta kepada orang tua untuk dibelikan ponsel. Akhirnya sekarang
69
saya punya ponsel sendiri. Saya merasa lebih nyaman karna tidak meminjam lagi statusnya. Namun begitu, sama dengan informan 071, ia adalah orang pertama dalam kelompoknya yang memiliki telepon seluler dibandingkan teman-teman yang lain. Di samping itu, ada juga dari informan yang mengatakan bahwa kepemilikan telepon seluler mereka bukan disebabkan karena melihat orangorang disekelilingnya sudah banyak menggunakan telepon seluler. Seperti halnya informan 094 mengatakan: ” Saya suka sekali melihat sinetron atau acara-acara remaja di televisi. Sepertinya kok hidupnya enak sekali dengan gaya yang tendy. Saya memperhatikan gaya hidup remaja seperti tipe telepon seluler yang banyak dipakai remaja tersebut. Dulu saya suka sekali dengan tipe ponsel yang dipakai Cinta dalam sinetron Ada Apa Dengan Cinta di RCTI. Sehingga saya meminta ponsel kepada orang tua dengan tipe tersebut. Di kalangan teman-teman tipe Nokia 6600 pada waktu itu belum ada yang punya”. Sejalan dengan pendapat tersebut, informan 059 mengaku semenjak sudah berdirinya tower di Mukomuko, ia langsung memiliki telepon seluler. Jadi bukan karena teman-teman dan masyarakat umum yang sudah memilikinya. Dengan kata lain, ia merasa sebagai pelopor pengguna telepon seluler di kalangan teman-teman dirumah maupun di sekolah juga dikelompoknya. ”Justru saya yang menjadi panutan teman-teman dalam hal pemakaian ponsel di sekolah maupun di sekitar tempat tinggal saya”, begitu diungkapkan informan 059. Sekarang ini nampaknya fungsi telepon seluler sudah mulai bergeser dari mulanya sebagai sarana komunikasi sampai kepada sarana untuk menambah gaya dalam pergaulan remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamzah (2005) yang mengatakan bahwa selain sebagai kebutuhan, kepemilikan telepon seluler juga menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle), baik masyarakat kota maupun desa. Dengan harga yang terjangkau, seseorang bisa menggunakan telepon seluler dengan leluasa. Seperti yang diutarakan oleh informan 071 bahwa fungsi telepon seluler yang paling utama adalah untuk gaya, baru yang kedua untuk sarana komunikasi. Informan 071 berpendapat: “Siapa pun yang punya ponsel, walaupun ada atau tidak punya pulsa yang penting kalau sudah membawa ponsel saja itu sudah cukup dan bisa untuk gaya. Sedangkan kalau saat butuh menghubungi seseorang agar cepat dan mudah barulah fungsi ponsel sebagai sarana komunikasi.
70
Fungsi lainnya adalah sebagai sahabat, tempat mencurahkan isi hati dan canggih, bisa menemani kemana-mana”. Informan 024 mengatakan telepon seluler fungsinya untuk gaya-gayaan saja agar dilihat oleh teman-teman. Seperti yang diungkapkan informan 024 berikut: “Sekarang ini casing telepon seluler banyak yang murah dan beraneka warna, mudah sekali menyesuaikan dengan warna baju. Telepon seluler ini menjadi kebanggan saya ketika bergaul dengan teman-teman”. Namun menurut informan 074, informan 003 fungsi telepon seluler yang utama justru sebagai alat komunikasi, untuk gaya barangkali tidak diutamakan dan diperlukan pada saat tertentu saja jika sedang berkumpul dengan sesama teman yang punya telepon seluler. Seperti yang diungkapkannya berikut: “Bagi saya telepon seluler penting untuk alat komunikasi baik dengan teman, saudara dan orang tua. Karena fasilitas yang ada dalam ponsel itu sendiri memang untuk komunikasi seperti untuk menelepon, kirim SMS. Tapi kalau sedang berkumpul dengan teman-teman yang kebetulan punya telepon seluler, rasanya ponsel lebih pas untuk gaya-gayaan saja. Misalnya, saya lebih bangga punya ponsel yang pakai kamera, karena masih jarang teman-teman yang punya seperti itu. Begitu juga informan 034 dan informan 059 menilai fungsi utama telepon seluler sebagai sarana komunikasi. Kalaupun ada remaja menggunakan untuk gaya, hal itu wajar-wajar saja karena menurutnya remaja biasa ingin selalu tampil gaya apalagi dengan hal yang masih baru dilingkungannya. Informan 092 mengatakan bahwa: “Ponsel itukan bisa dibawa kemana-mana, jadi fungsi ponsel yang utama adalah sebagai alat komunikasi karena bisa menghubungi dan dihubungi orang di manapun seseorang itu berada. Selain itu ponsel bisa meningkatkan rasa percaya diri dalam pergaulan dan sebagai alat canggih yang bisa dijadikan teman untuk mencurahkan isi hati ”. Barangkali sudah menjadi sifat manusia pada umumnya, karena semua informan tidak mau dikatakan ketinggalan jaman oleh pergaulannya terkait dengan kepemilikan telepon seluler. Seperti yang pendapat informan 003, ia menilai bahwa orang yang ketinggalan jaman adalah orang yang tidak mengerti teknologi baru bahkan tidak pernah mencobanya. Jadi dia mengaku bukan termasuk golongan itu. Karena informan 003 adalah siswa pindahan dari Kota Bengkulu jadi sejak SMP dia sudah menggunakan telepon seluler sehingga dia merasa sudah lebih maju disbanding teman-teman lainnya. Hal senada diungkapkan informan 024, dia bukan orang yang gagap teknologi jadi tidak mau
71
ketinggalan
jaman
dan
ia
merasa
selama
ini
sudah
bisa
mengikuti
perkembangan gaya remaja. Seperti yang diungkapkan informan 024: “Siapa pun pasti tidak mau dikatakan ketinggalan termasuk saya. Menurut saya, agar tidak dikatakan ketinggalan zaman perlu memakai ponsel dalam pergaulan. Pastilah teman-teman menganggap saya hebat karena bisa bergaya seperti remaja gaul pada umumnya”. Informan 074 dan 059 mempunyai pendapat yang hampir sama bahwa walaupun mereka tinggal di Kota Mukomuko bukan kota besar, namun mereka tahu perkembangan zaman. Buktinya sekarang ia lebih dahulu punya telepon seluler semenjak 2 tahun (dari tahun 2004) lalu di kelas ataupun dikelompoknya. Menurut mereka, orang yang punya telepon seluler adalah orang yang paham mode dan orang yang modern. Jadi tidak boleh dikatakan ketinggalan jaman. Sementara itu menurut informan 092, dia tidak mau dikatakan ketinggalan jaman karena merasa sudah mengikuti trend remaja yang sudah berkembang saat ini. Selain itu ia merasa orang lain punya telepon seluler kenapa dia tidak. Namun, menurutnya, ketinggalan jaman itu bukan hanya dilihat dari punya telepon seluler atau tidak. Barangkali mode atau tipe telepon seluler seseorang dapat dikatakan ketinggalan zaman karena masih menggunakan tipe telepon seluler yang lama. Informan 034 juga tidak mau dikatakan ketinggalan jaman, karena dia sekarang sudah punya telepon seluler walaupun masih terbilang baru yaitu baru dua bulan ini. Informan 071 dan informan 100 malah yakin betul, tidak ada yang mengatakan dirinya ketinggalan jaman karena dirinya selalu mengakses media massa, tahu perkembangan mode, dan orang tuanya mampu membeli telepon seluler untuknya sehingga predikat ketinggalan jaman mustahil ada padanya. Begitu juga seandainya kalau tidak punya telepon seluler. Informan 024 merasa teman-teman dikelompoknya akan menjauhinya, karena teman-teman sudah banyak yang memakai telepon seluler. Kalau belum punya berarti tidak keren dan tidak gaul atau rendah diri. Berbeda dengan pendapat di atas, informan 003 berpendapat bahwa teman-teman dikelompoknya bukanlah tipe orang yang memandang seseorang dari kepemilikan telepon seluler. Jadi tidak mungkin dijauhi oleh teman, seandainya belum punya telepon seluler. Informan 100 mengatakan hal yang sama, bahwa teman-temannya bukanlah tipe seperti itu. Artinya telepon seluler bukanlah ukuran sebuah persahabatan. Karena seperti sekarang ini, ada teman yang belum punya telepon seluler namun persahabatan mereka biasa-biasa saja, tidak terpengaruh oleh telepon seluler,
72
namun kalau tidak memiliki telepon seluler pasti merasa rendah diri. Kalau informan 071 cenderung menganggap dirinya lebih maju dari teman-temannya jadi tidak pernah berpikir akan dijauhi oleh kelompoknya dan merasa rendah diri. Harga diri remaja berkembang dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan penerimaan dan respon sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus, sehingga ada asumsi yang mengatakan bahwa apabila seorang remaja mempunyai harga diri rendah, kemungkinan minat untuk membelinya terhadap telepon seluler akan tinggi, karena individu tersebut mudah untuk tidak percaya diri dan merasa tidak berharga jika tidak membeli apa yang dikonsumsi orang lain. Sebenarnya menurut informan 034, tidak pernah berpikir apabila tidak punya telepon seluler akan dijauhi oleh teman-temannya karena sebelum punya telepon seluler dulu teman-teman yang punya telepon seluler biasa-biasa saja dalam berteman. Hanya saja, informan sendiri yang merasa minder atau merasa rendah diri dari teman yang telah punya telepon seluler. Seperti yang diceritakan informan 034 berikut: ”Sebenarnya teman-teman biasa saja dalam bergaul walaupun saya belum punya ponsel, hanya saja mungkin perasaan saya saja yang terlalu berlebihan. Rasa minder dan rendah diri lah pokoknya, kalau lagi ngumpul dengan teman-teman yang punya ponsel”. Informan
092
dan
informan
059
berpendapat,
bahwa
teman
dikelompoknya adalah tetap teman sejati. Kalau dalam berteman hanya memandang sebatas punya telepon seluler atau tidak dikhawatirkan pertemanan tidak akan berlangsung lama hanya sebatas hura-hura saja. Seperti sekarang ini, ada teman yang belum punya telepon seluler tetap diperlakukan biasa-biasa saja. Hal
yang
berbeda
dirasakan
oleh
informan
074,
sering
dia
membayangkan ada teman dikelompoknya yang terlihat minder ketika sedang berkumpul karena belum punya telepon seluler. Jadi dia berpikir apabila ia juga tidak punya telepon seluler pasti sangat minder dan tidak akan merasa cocok lagi dengan teman-teman lain. Seperti yang diutarakan berikut: ”Kadang maksud kami yang udah punya ponsel bukan untuk membuat teman yang belum punya ponsel harus merasa minder kalau lagi bincang-bincang tentang ponsel. mestinya wajar ajalah, nggak usah terlalu ditunjukkan seperti langsung pergi dari tempat duduk karena merasa minder”. Ternyata bagi beberapa informan, telepon seluler bisa meningkatkan rasa percaya diri. Seperti dikatakan informan 024, dengan adanya telepon seluler dia merasa bisa bergabung dengan siapa saja dan tidak ketinggalan mode, ada
73
perasaan yang berbeda ketika membawa telepon seluler dihadapan temanteman atau dengan kata lain rasa percaya diri meningkat dengan membawa telepon seluler. Begitu juga dengan informan 003, merasa percaya dirinya lebih meningkat apalagi berkaitan dengan bentuk/ model dan harga telepon seluler. Karena telepon seluler yang dimilikinya sekarang termasuk yang jarang dimiliki teman-temannya atau tergolong telepon seluler mahal di kalangan temantemannya. Seperti yang diungkapkan informan 003 berikut: ”Dalam kelas saya, cuma saya yang punya ponsel Nokia tipe 6600. Pakai kamera, games-nya keren dan banyak, lengkap dengan MP3 juga. Apalagi hasil fotonya bagus. Teman-teman di kelas sering minjam ponsel saya kalau mau foto-foto. Yang saya tahu, di sekolah masih jarang siswa yang pakai tipe ini”. Informan 100 dan informan 074 lebih mengakui bahwa telepon seluler tidak lebih sebagai pelengkap penampilan. Namun, kalau memakai pakaian yang biasa-biasa saja namun menbawa telepon seluler, mereka merasa percaya diri. Senada dengan informan 100 dan informan 074, informan 071 mengatakan bahwa telepon seluler hanya sebagai pelengkap pakaian saja. Malah terkadang ada teman yang punya telepon seluler terbaru, ia malah malu dan merasa rendah diri serta tidak lagi percaya diri. Seperti yang diungkapkan informan 071 sebagai berikut: ”Ponsel sangat mendukung penampilan saya sehari-hari. Misalnya saya pakai pakaian yang biasa-biasa saja tapi memakai ponsel rasanya lebih percaya diri. Apalagi pakai pakaian yang bagus dan bermerek, ponsel mendukung gaya saya. Namun apabila saya sudah merasa percaya diri dengan ponsel saya, kemudian ada diantara teman saya yang punya ponsel mode terbaru, saya kok malah nggak pe-de lagi ya”. Namun begitu, pendapat informan 059 dan informan 034 berbeda dengan di atas. Mereka mengatakan karena telepon seluler bukanlah satu-satunya alat yang bisa menimbulkan percaya diri. Karena teman-teman juga sudah banyak yang punya telepon seluler. Lain misalnya dulu kalau masih jarang yang menggunakan
telepon
seluler,
mungkin
rasa
percaya
diri
bertambah.
Sependapat dengan di atas, informan 092 berpendapat, telepon seluler tidak sepenuhnya sebagai sumber percaya diri. Menurutnya, penampilan yang keren lebih menambah percaya diri. Namun, barangkali rasa percaya diri akan muncul ketika lagi berkumpul dan membicarakan tentang telepon seluler dengan temanteman sehingga tidak diam saja. Semua informan merasa ada yang berbeda ketika sebelum dan sesudah memiliki telepon seluler. Informan 074 menguraikan bahwa dulu sebelum punya
74
telepon seluler, ia merasa pergaulannya hanya sebatas teman-teman di dalam Kota Mukomuko saja. Tapi setelah punya telepon seluler pergaulan lebih luas apalagi di media massa lokal (Rakyat Bengkulu) yang sering dibacanya ada kolom khusus untuk remaja-remaja yang ingin mencari teman. Sehingga sekarang dia mempunyai banyak teman di luar daerah dan uniknya, mereka sudah sempat bertemu beberapa kali. Informan 003 hampir sama juga, kalau dulu sebelum punya telepon seluler merasa minder melihat orang-orang pakai telepon seluler ditambah lagi keuangan keluarga tidak memadai. Namun setelah punya telepon seluler, ia merasa senang walaupun pada awalnya tipe dan modelnya belum canggih. Informan 024 dan informan 034 bercerita sebelum punya telepon seluler merasa sangat kuno sekali karena tidak tahu perkembangan teknologi. Setiap kali teman-teman berkumpul dan berbicara tentang telepon seluler, mereka selalu menjadi pendengar dan selanjutnya pergi dari kumpulan teman-temannya tersebut. Mereka berpikir, arah pembicaraan teman-teman seakan-akan sengaja membuat ia minder gara-gara tidak punya telepon seluler. Namun setelah punya telepon seluler, ia merasa bangga dan berpikir mustahil remaja-remaja sekarang tidak punya telepon seluler karena harga telepon seluler sekarang banyak yang murah. Sekarang pergaulannya semakin luas. ”Sebelum punya ponsel, saya sering diam-diam memperhatikan teman sebangku saya, Sri, ketika menggunakan ponselnya. Misalnya, kalau ada SMS masuk, saya memperhatikan tombol mana yang ditekannya untuk membaca pesan. Begitu juga kalau ada yang menelepon dia. Kadang saya sering minjam ponselnya hanya sekadar ingin tahu bentuk dan melihat secara langsung”. Informan 059 justru merasa sebelum punya telepon seluler perasaannya biasa-biasa saja. Hanya pada saat awal punya telepon seluler menambah rasa percaya diri pada waktu itu karena hanya orang-orang tertentu saja yang punya telepon seluler. Lama-kelamaan seperti sekarang ini, orang sudah banyak yang menggunakan telepon seluler jadi perasaannya jadi biasa-biasa saja. Bukan sesuatu yang istimewa. Informan 092 merasa jelas sekali perbedaan sebelum dengan sesudah punya telepon seluler. Sebelum punya telepon seluler sendiri, ia sering kali meminjam dan membawa telepon seluler orang tuanya kalau bergabung dengan teman-teman yang punya telepon seluler agar tidak minder. Sekarang sudah punya telepon seluler sendiri ada rasa bangga dan senang sekali, merasa diberi kepercayaan oleh orang tua. Selain itu, pergaulan menjadi lebih luas.
75
Sebelum punya telepon seluler, informan 071 merasa pergaulannya hanya terbatas pada teman-teman di daerah Mukomuko saja. Kemudian lebih sering membeli tabloid tentang telepon seluler sebagai hiburan sekaligus bahan referensi. Setelah punya telepon seluler teman makin banyak dari luar daerah. Uniknya, ia juga mengaku semenjak punya telepon seluler, ia memiliki dua orang kekasih, di Mukomuko dan daerah lain. Kalau informan 100 lebih aneh lagi, sebelum punya telepon seluler ada perasaan iri pada kakaknya yang lebih dahulu dibelikan telepon seluler oleh orang tua. Kalau saat meminjam telepon seluler kakak/orang tua tidak nyaman karena malu dihadapan teman-teman, kebetulan ada telepon masuk yang menayakan kakak/orang tua. Tapi setelah punya telepon seluler rasanya senang sekali bisa bebas menggunakannya. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Dulu waktu masih sering minjam ponsel orang tua atau kakak, sering kali saya malu di depan teman-teman. Habisnya, seringkali orang-orang nelpon mau bicara sama orang tua atau kakak saya. Setelah itu pasti teman-teman menertawakan saya”. Informan 003 berpendapat bahwa untuk memasuki sebuah kelompok pergaulan, maka dibutuhkan penyesuaian dengan anggota kelompok tersebut. Menurutnya
sangat
perlu
ditunjang
dengan
gaya,
misalnya
dengan
menggunakan telepon seluler. Sehingga teman-teman akan menganggapnya lebih modern dan mengerti mode dan ia pasti akan diterima dalam pergaulan tersebut. Setidaknya gaya yang ditampilkan adalah seperti gaya-gaya remaja di media massa. Dengan penampilan trendy masa kini, unik, modis dan ceria. Apalagi ditambah dengan adanya telepon seluler. Namun begitu, informan mengatakan, walaupun sudah mengikuti gaya remaja dengan menggunakan telepon seluler, ia tidak merasa telepon seluler bukanlah satu-satunya simbol mode remaja modern karena bisa juga dari pakaian, tas, dan sepatu. Telepon seluler merupakan alat komunikasi yang sangat dibutuhkan oleh informan kapan dan di manapun berada. Sehingga suatu saat tidak membawa telepon seluler, mungkin karena baterai sedang kosong, informan merasa ada sesuatu yang kurang. Terkadang merasa tidak percaya diri. Hal ini menunjukkan bahwa telepon seluler sudah menjadi kebutuhan yang sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Informan 024 juga merasa bahwa dikelompoknya dituntut penampilan gaya baik itu di sekolah atau aktifitas lain di luar sekolah. Apalagi penampilan tersebut dilengkapi dengan telepon seluler, sehingga ia merasa dalam bergaya
76
lebih sempurna dan menjadi orang yang tahu mode yang sedang berkembang sehingga ia selalu tampil gaya. Dengan menggunakan telepon seluler, sudah merasa seperti remaja-remaja dikota besar karena ia selalu mengikuti dunia sinetron dengan berbagai mode telepon seluler yang digunakan remaja didalamnya. Tujuan ia memenonton tersebut sedikit banyaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk menggunakan telepon seluler. Menurut informan 024: ”Ponsel bisa menunjukkan identitas seseorang. Orang yang punya ponsel adalah orang yang maju dan keren. Saya tidak peduli walaupun tinggal didaerah atau kabupaten tapi saya merasa tidak pernah ketinggalan mode dari remaja kota besar. Hanya saja remaja kota besar sebagai pelopor mode baru. Dalam hidup ini kan yang terpenting adalah uang dan keinginan. Karena dengan dua hal tersebut, di manapun seseorang berada, berasal dari keluarga manapun akan bisa mengikuti mode termasuk dalam menggunakan ponsel. Kota dan desa hanya sebatas istilah saja yang membedakannya, bukan pembeda pergaulan kehidupan remaja. Saya selalu membawa ponsel dalam setiap aktifitas. Ponsel sudah menjadi teman yang paling setia. Bahkan lebih asyik bermain dengan telepon seluler dibandingkan dengan teman-teman di sekolah”. Tidak jauh berbeda dari pendapat di atas, informan 074 mengatakan dalam pergaulan kelompoknya, dituntut untuk selalu tampil gaya. Menurutnya, tidak mungkin sudah remaja gaya masih kurang trendy. Gaya tersebut dapat ditunjang dengan menggunakan telepon seluler dengan mode yang tidak ketinggalan zaman atau memakai aksesoris telepon seluler yang lucu-lucu. Informan merasa bahwa semenjak punya telepon seluler, kehidupannya mulai berubah. Ia merasakan lebih cenderung meniru gaya remaja dikota
besar
seperti yang terdapat dimedia massa. Ia merasa bisa mengikuti perkembangan zaman walaupun ia tinggal di daerah bukan dikota besar. Namun, tempat tinggal di desa/ daerah tidak menjamin ketinggalan jaman asal bisa mengakses media massa. Mode yang baru bukan hanya untuk orang kota saja. Selanjutnya, informan menceritakan bahwa ia jarang sekali tidak membawa telepon seluler dalam aktifitas apapun. Kalaupun tinggal dirumah itu karena buru-buru pergi. Pada saat itulah ia merasa penampilannya tidak lengkap. Walupun di sekolah melarang membawa telepon seluler, ia menyetel nada getar supaya tidak didengar guru. Lain lagi menurut informan 059, menurutnya tidak perlu tampil gaya dalam pergaulan. Karena gaya tidak selalu menjadi ukuran diterima pergaulan teman-teman dikelompoknya. Selain itu kadang teman-teman di sekolah atau kelompok pergaulan tidak menerima kalau gaya terlalu berlebihan dengan
77
telepon seluler. Jadi dengan adanya telepon seluler tidak menambah gaya yang berlebihan tapi lebih cocok dikatakan sebagai pelengkap penampilan. Dengan demikian, ia tidak merasa seperti remaja dikota besar dalam menggunakan telepon seluler. Karena menurutnya, bagaimanapun Mukomuko adalah daerah kecil dan telepon seluler bukanlah alat untuk merasakan sama dengan remaja kota besar. Paling tidak dengan menggunakan telepon seluler ada kesamaan secara fisik alat yang dipakai tapi kalau merasa seperti remaja kota besar kurang tepat. Apalagi sekarang telepon seluler bukan milik orang kota saja. Namun begitu, informan setuju jika dikatakan bisa mengikuti mode remaja sekarang karena dimedia massa dan di kota besar umumnya remaja tampil dengan telepon seluler. Sekarang ia juga memiliki telepon seluler seperti kebanyakan orang jadi ia bisa mengikuti mode. Ketika suatu saat dalam aktifitas tertentu tidak membawa telepon seluler, informan merasa biasa-biasa saja karena pada dasarnya ia jarang sekali membawa telepon selulernya. Alasannya, telepon seluler diperlukan apabila ada keperluan yang mendadak atau sifatnya penting saja. Jadi ada saat-saat tertentu saja ia membawa telepon seluler misalnya kalau orang tua sedang berada di luar kota, biasanya informan selalu membawa telepon seluler agar orang tua bisa memantahu keberadaannya. Sementara itu, informan 092 juga tidak setuju jika ingin diterima oleh kelompoknya maka harus gaya. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Pergaulan saya biasa-biasa saja dengan teman-teman semenjak punya ponsel, tidak perlu menambah gaya yang berlebihan. Karena saya cukup nyaman dengan gayanya selama ini. Barangkali hanya ada perubahan yaitu penampilan semakin lengkap dengan adanya ponsel”. Namun begitu, ia tidak setuju kalau dikatakan seperti remaja dikota besar. Karena wajar saja kalau sekarang dia sudah punya telepon seluler. Siapapun sekarang wajar saja jika punya telepon seluler. Namun mungkin memang pada awal munculnya telepon seluler dikota besar tapi sekarang tidak lagi. Jadi walaupun ia tinggal di daerah tetap merasa orang daerah tapi lebih maju sedikit dibanding dulu. Malah menurutnya, kehidupan remaja di media massa seperti di sinetron dengan kemewahannya tersebut hanya sandiwara saja bukan kehidupan nyata. ”Kehidupan remaja yang mewah disinetron itu kan hanya rekayasa sutradara saja. Jadi mungkin saja disinetron dia harus berperan sebagai orang kaya lalu punya ponsel bagus dari punyanya sendiri. Memang, semenjak punya ponsel saya merasa sudah bisa mengikuti mode remaja kota besar karna sekarang ponsel bukan saja kebanyakan milik remaja dikota besar, didaerah banyak juga yang sudah punya ponsel, bahkan
78
ponsel remajanya canggih-canggih juga seperti teman-teman disini. Karena itu kecanggihan ponsel tersebut, sulit untuk melepaskan ponsel dari aktifitas saya. Jadi kalau suatu saat lupa bawa ponsel, ada sesuatu yang kurang rasanya”. Informan 034 juga mengatakan bahwa tidak perlu gaya yang berlebihan jika ingin masuk ke dalam pergaulan kelompok karena teman-teman didalam kelompoknya tidak memandang gaya dari seseorang, bahkan teman-teman sudah tahu bagaimana ia selama ini, jadi tidak harus gaya. Hanya saja, cara ia mengimbangi gaya teman-teman yang lain yang harus diperhatikan. Menurutnya, ada setelah punya telepon seluler ada perasaan seperti remaja-remaja dikota besar seperti yang nampak dalam media massa. Hal ini disebabkan karena ia merasa orang yang tahu mode walaupun ia sendiri tinggal diperkampungan yang jauh dari kota. Orang yang modern adalah orang yang mengikuti perkembangan zaman. Informan sempat terdiam ketika disinggung bahwa telepon seluler membutuhkan biaya yang mahal, lalu dia menjawab: ”Saya tahu persis keadaan keluarga saya dan yakin juga kalau punya ponsel ini didukung orang tua, jadi tidak perlu ragu kalau misalnya tidak ada uang untuk mengisi pulsa, minta saja sama orang tua. Tapi saya nggak pernah maksa minta duit, kalau orang tua nggak lagi nggak punya duit. Selama dua bulan punya ponsel baru sekali minta ke orang tua beli voucher, selain itu dari uang saku. Lagian saya selama punya ponsel, saya hemat menggunakan pulsa karena jarang sekali menelpon. Selanjutnya menurut informan 034, telepon seluler hanya dibutuhkan saat-saat tertentu saja. Maksudnya adalah tidak selamanya telepon seluler dibawa kemana ia pergi. Seperti kalau sekolah pagi ia jarang sekali membawa telepon seluler kecuali les sore mengingat jarak sekolah dengan rumahnya jauh jadi lebih aman membawa telepon seluler. Pendapat informan 071 juga sama dengan informan 034, bahwa tidak perlu juga tampil terlalu gaya untuk menarik simpati kelompok. Karena temantemannya bukanlah tipe seperti itu bahkan banyak juga teman-teman yang belum punya telepon seluler dikelompoknya tetap ditemani bukan dijauhi. Menurutnya, semenjak dia punya telepon seluler, ia merasa seperti remaja kota besar. Apalagi telepon seluler yang dipakainya sekarang banyak digunakan remaja disinetron-sinetron. Jadi bangga di depan-teman-teman. Artinya walaupun tinggal didaerah tapi gaya remaja kota besar bisa diikutinya. Bahkan semenjak punya telepon seluler ia merasa sudah bisa mengikuti perkembangan mode remaja sekarang. Tidak penting di mana seseorang tinggal yang penting adalah tidak ketinggalan zaman/gaya dari remaja dikota. Kenyataannya, banyak
79
juga remaja didaerah yang lebih canggih telepon selulernya dari pada remaja dikota. ”Buktinya tipe ponsel saya ini banyak juga dipakai remaja di televisi. Walaupun sebenarnya saya kan tinggal jauh dari kota Mukomuko”. Pentingnya telepon seluler tersebut bagi inforrman sehingga ketika ia tidak membawa telepon seluler dalam aktifitas apapun maka ia merasa ada sesuatu yang kurang pada saat itu. Kadang walaupun membawa telepon seluler di kelas tapi nadanya disunyikan, ia tetap merasa ada yang kurang. Harusnya ada nada jadi mengingatnya pada telepon seluler. Menurut informan 100, dalam pergaulan laki-laki kurang memperhatikan gaya teman yang lain. Teman-temannya tidak peduli dengan gaya seseorang. Karena gaya yang biasa-biasa saja justru akan lebih nyaman. Malah kalau terlalu gaya pasti dikatakan norak oleh teman-temannya. Berbeda dengan pendapat informan lainnya, ia tidak merasa seperti remaja dikota besar seperti dalam media massa. Justru ia merasa jadi diri sendiri walaupun tinggal di daerah kecil. Menurutnya telepon seluler sekarang bukanlah barang yang mewah karena sudah banyak golongan menengah kebawah yang punya telepon seluler. Selain itu, ia menilai bahwa kehidupan remaja di televisi adalah kehidupan rekayasa bukan yang sebenarnya. Namun, ia setuju jika hanya dikatakan sudah bisa mengikuti mode remaja sekarang karena saat ini begitu mudah menyaksikan remaja dikota-kota besar di televisi yang punya telepon seluler dengan gaya tersendiri. Intinya, mode remaja tersebut diterapkan termasuk punya telepon seluler tapi bukan berarti merasa hidup dikota besar. Menurut informan 059, kepemilikan telepon seluler tidak menunjukkan siapa diri pemiliknya. Alasannya diuraikan sebagai berikut: ”Mukomuko ini kan daerah kecil sehingga sebelum punya ponsel pun orang-orang sudah tahu siapa saya. Ponsel hanya sebagai sarana komunikasi saja, barangkali selebihnya bisa untuk gaya-gayaan namun bukan untuk menunjukkan kemewahan/hura-hura. Orang yang punya telepon seluler, bukanlah orang yang memiliki status sosial yang tinggi atau orang kalangan atas saja. Karena banyak teman-teman saya yang punya ponsel namun berasal dari keluarga kurang mampu karena terlalu dipaksakan oleh lingkungan. Lain kalau dulu waktu awal-awal di Mukomuko ada tower. Saat itu jarang yang menggunakan ponsel sehingga menunjukkan status sosial penggunanya, sekarang tidak lagi”. Telepon seluler membuatnya merasa bangga bergaul dengan teman bergaul dengan teman-teman yang punya telepon seluler saja. Kalau bergaul dan bergaya dengan telepon seluler di depan masyarakat umum yang awam
80
dengan telepon seluler percuma saja. Rasa bangga yang berlebihan dirasakan diawal punya telepon seluler. Sekarang biasa saja karena sudah banyak teman yang pakai telepon seluler yang lebih canggih dan bagus-bagus. Semenjak punya telepon seluler, pergaulannya sedikit ada peningkatan karena bertambah pada orang-orang yang punya telepon seluler saja. Contohnya, seringkali SMS yang masuk ke telepon selulernya untuk minta berkenalan, akhirnya berlanjut pada pertemanan. Informan 034 menganggap bahwa punya telepon seluler belum tentu menunjukkan siapa diri pemakainya. Contohnya ia sendiri berasal dari keluarga kurang mampu tapi punya telepon seluler. Jadi kalau orang sudah tahu bagaimana keadaannya, ia tetap memandang biasa saja. Namun ia mengatakan bahwa siapa diri seseorang bukan dilihat dari punya atau tidak telepon seluler tapi hanya faktor kesempatan saja sehingga sekarang dia bisa punya telepon seluler. Sejalan dengan hal tersebut, ia tidak setuju kalau telepon seluler dimiliki oleh kalangan atas saja yang memiliki status sosial tinggi. Informan mencontohkan ditempat tinggalnya banyak sekali remaja yang punya telepon seluler bukan orang mampu bahkan umumnya remaja yang tidak sekolah memiliki telepon seluler. Namun informan merasa bangga bergaul dengan teman-teman setelah punya telepon seluler karena merasa tidak ketinggalan zaman lagi. Setelah memiliki telepon seluler juga kenalan/pergaulannya semakin luas pada teman-teman didalam/di luar daerah. Hal ini karena ia sering mengikuti perkembangan SMS gaul di rubrik salah satu surat kabar lokal khusus untuk remaja yang ingin berkenalan. Hampir sama dengan pendapat tadi, informan 100 merasa sebelum punya telepon seluler teman-teman juga sudah tahu keadaan keluarga. Tapi ia setuju jika telepon seluler dikatakan menambah gaya yang menggunakannya. Menurutnya, status sosial tidak dipengaruhi oleh telepon seluler karena sekarang banyak orang dari ekonomi kurang mampu punya telepon seluler. ”Padahal kalau dipikir-pikir, untuk apa mereka punya ponsel. Maksudnya, banyak kebutuhan yang lebih penting daripada ponsel. Biayanya kan mahal. Lagian Mukomuko ini masih daerah kecil”, begitu tanggapan informan 100 tentang teman-teman yang berasal dari ekonomi bawah sudah banyak yang punya telepon selular. Pada awal punya telepon seluler dulu, ia merasa sangat bangga karma saat itu boleh dikatakan jarang teman-teman yang punya telepon seluler. Apalagi tipe telepon selulernya bagus. Sekarang rasa bangga itu masih ada juga tapi
81
sedikit. Paling kalau berkumpul dengan teman-teman, telepon selulernya berbunyi lalu dijawab atau dibaca, rasanya bangga sekali. Sejak punya telepon seluler pergaulannya meluas karena sekarang informan memiliki kenalan yang berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan seringnya informan mengikuti rubrik SMS Gaul di Rakyat Bengkulu. Lain lagi menurut informan 071. Kepemilikan telepon seluler menurutnya lebih menguatkan status sosial pemiliknya yang telah ada menjadi naik. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Sekarang saya menjadi tempat bertanya teman-teman tentang ponsel secara umum seperti kelebihan atau kekurangan tipe ponsel tertentu. Teman-teman banyak yang menganggap saya banyak mengerti tentang telepon seluler. Hal ini mungkin disebabkan saya termasuk orang pertama yang punya ponsel di kalangan teman-teman di sekolah. Status sosial pemakai telepon seluler saat ini dirasakan tidak berbeda karena sekarang semua golongan sudah punya telepon seluler. Rasa bangga punya telepon seluler saya rasakan hanya saat bergabung dengan teman-teman yang punya telepon seluler. Apalagi telepon seluler saya lebih canggih dibanding teman-teman yang lain. Tapi jika dengan temanteman yang tidak punya ponsel justru rasanya biasa-biasa saja. Pergaulan saya meluas sejak punya ponsel. Teman-teman baru berasal dari dalam maupun luar Mukomuko. Karna saya sering iseng ngirim SMS pada seseorang, lalu dibalas”. Kalau informan 024 berpendapat bahwa orang yang memiliki telepon seluler adalah orang yang mengerti mode. Tapi ia tidak setuju telepon seluler dikaitkan dengan hura-hura dan kemewahan tetapi lebih cocok kepada gaya saja khusus untuk kalangan remaja serta dijadikan pelengkap penampilan. Alasannya adalah sekarang ini telepon seluler bukanlah barang mewah lagi seperti dlu. Hura-hura tentu saja tidak sesuai dikaitkan dengan telepon seluler karena telepon seluler bukan barang yang bisa dihambur-hamburkan begitu saja. Pada awal punya telepon seluler, informan berpikir bahwa yang punya telepon seluler adalah orang kaya saja. Namun seiring berjalannya waktu, banyak juga temanteman yang kurang mampu punnya telepon seluler. Artinya telepon seluler bukanlah barang mahal lagi. Informan merasa dihargai kehadiran oleh temantemannya sejak punya telepon seluler. Hal ini berarti ia merasa bangga bisa masuk dalam sebuah pergaulan karena memiliki telepon seluler. Sama yang dirasakan informan di atas, sejak punya telepon seluler pergaulannya semakin luas. Hal ini trebukti banyak teman-teman barunya yang berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan seringnya informan berkenalan lewat SMS melalui SMS gaul
82
di Rakyat Bengkulu. Kesempatan inilah yang digunakan untuk berkenalan dengan orang-orang yang mencari teman tersebut. Informan 003 menilai bahwa telepon seluler menunjukkan diri pemiliknya. Hal tersebut diceritakan informan 003 berikut: ”Ponsel yang lebih bagus dan mahal dibandingkan teman-teman saja sudah membedakan pemiliknya. Sehingga menimbulkan citra tersendiri dengan kepemilikan ponsel. Karena sekarang ini kan ponsel sudah menjadi milik semua kalangan karena banyak juga orang-orang dari keluarga kurang mampu memiliki telepon seluler”. Justru karena itulah, informan 003 merasa tidak bangga lagi memiliki telepon seluler karena orang-orang sudah banyak memilikinya. Menurut informan, pergaulannya biasa-biasa saja setelah punya telepon seluler. Hal ini disebabkan karena ia jarang sekali berkenalan lewat media massa seperi yang dilakukan oleh informan lain, karena akan berakibat pemakaian pulsa akan sia-sia kepada hal yang tidak pasti. Hal ini didukung oleh pendapat informan 074, telepon seluler tidak identik dengan
kemewahan
dan
hura-hura
karena
kemewahan
menurutnya
berhubungan dengan harga yang mahal dan ekslusif sedangkan teman-teman punya tipe yang umum dimilki orang. Artinya, telepon seluler menunjukkan siapa pemiliknya. Seperti yang diutarakan berikut ini: ”Orang yang kaya pasti punya telepon seluler yang mahal dan bagus, begitu juga sebaliknya. Namun saya melihat bahwa sekarang ini semua orang yang ingin punya telepon seluler dengan mudah dapat memilikinya salah satunya karena harga yang murah. Sehingga orang yang bukan berasal dari kalangan atas pun bisa memilikinya. Bahkan sekarang ini siswa SMA, SMP dan SD serta pengangguran juga banyak yang punya ponsel. Kalau dulu jelas hanya orang-orang kaya saja yang mampu membeli ponsel”. Informan 092 juga setuju kalau kepemilikan telepon seluler akan menunjukkan siapa diri pemakainya. Alasannya adalah orang-orang yang punya telepon seluler adalah orang yang mengerti teknologi dibandingkan orang yang gagap teknologi. Tapi informan tidak setuju kalau seseorang yang punya telepon seluler digunakan untuk kemewahan dan hura-hura. Kalau untuk gaya wajarwajar saja, apalagi di kalangan remaja. Sekarang ini, perbedaan status sosial tidak ditunjukkan lagi dengan telepon seluler. Bahkan ada temannya yang tergolong kurang mampu punya telepon seluler model terbaru alasannya karena kalau beli yang biasa-biasa saja malah sering mengganti telepon seluler. Informan bangga bergaul dengan teman-teman karena punya telepon seluler.
83
Alasannya karena ketika bergaul dengan teman-teman yang punya telepon seluler dan berbicara mengenai telepon seluler, ia merasa orang yang banyak tahu tentang masalah tersebut. Sama seperti informan pada umumnya, informan 092 merasa sejak punya telepon seluler pergaulannya luas sekali. Seperti yang dikatakannya berikut: ”Sekarang pergaulan saya luas tapi lebih menyempit pada teman-teman yang punya ponsel saja. Karena saya sering kenalan melalui SMS setelah membaca rubrik SMS gaul di RB. Sisanakan banyak juga temanteman dari berbagai daerah di Bengkulu yang mencari kenalan baru. Kadang saya sering mengirim SMS kenomor yang ditebak sendiri. Kebanyakan nomor-nomor tersebut ada pemiliknya dan membalas SMS yang saya dikirim. Dari situ, saya punya kenalan baru lagi”. Hampir semua informan mengakui bahwa ada hubungan rasa percaya diri dengan merek, bentuk dan harga telepon seluler. Hal tersebut terungkap dari cerita informan 071 berikut: ”Biasanya merek yang paling sering dipakai oleh teman-teman adalah lebih bagus kualitasnya. Jadi saya memakai merek ponsel yang umum dipakai banyak orang. Tentu saja harus punya ponsel yang mahal karena pasti canggih kan”? Menurutnya, harga telepon seluler sangat menentukan juga. Karena kalau memiliki telepon seluler murah/biasa kadang terkesan minder dari temanteman yang punya telepon seluler lebih canggih. Teman-teman yang punya telepon seluler barangkali mengerti harga telepon seluler dipasaran. Jadi lebih percaya diri kalau memakai telepon seluler yang mahal seperti miliknya sekarang yaitu Nokia 3660 dengan harga sekarang Rp. 2.100.000,-. Namun, menurut informan 071, faktor bentuk telepon seluler tidak berpengaruh rasa percaya diri. Karena sekarang ini malah telepon seluler yang ukuran dan modelnya agak besar, mahal harganya dan sebaliknya. Jadi bagaimanapun bentuk telepon seluler yang penting bisa sebagai alat komunikasi. Informan 100 berpendapat bahwa ia merasa percaya diri dengan merek telepon selulernya sekarang karena merek telepon selulernya banyak dimiliki orang, hanya saja fiturnya lebih lengkap daripada teman-teman yang lain walaupun dengan merek yang sama. Begitu juga dengan bentuk atau model telepon seluler. Seperti yang dikatakan informan 100 tentang telepon seluler berkaitan dengan rasa percaya dirinya: ”Saya lebih percaya diri kalau memiliki ponsel yang modenya unik seperti N-gage yang saya punya sekarang ini. Kalau yang biasa-biasa saja,
84
orang sudah banyak memilikinya. Tapi harga tidak ada pengaruhnya dengan rasa percaya diri saya karena harga ponsel dipasaran sering kali mengalami naik turun. Sekarang harga ponsel ini sekitar Rp. 2.200.000,Barangkali besok akan turun atau bahkan naik. Yang paling utama dari harga adalah bentuk fisik dan kapasitasnya”. Sementara itu, informan 034 mengatakan bahwa ia sangat percaya diri memakai telepon seluler yang mereknya jarang dipakai orang pada umumnya. Karena jarang dipakai orang berarti unik. Dengan demikian ia merasa hanya merek telepon selulernya yang jarang di pasaran dan orang-orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Faktor bentuk dan model tentu saja berpengaruh pada rasa percaya diri karena telepon seluler yang ukuran besar akan susah dibawa apalagi mau dimasukkan ke kantong. Ia juga sering melihat temannya yang tidak nyaman dengan tepeon seluler ukuran besar. Ia lebih nyaman kalau pakai telepon seluler yang mungil dan dapat disimpan di mana saja. Namun, harga menurutnya tidak berpengaruh dengan rasa percaya diri. Karena menurutnya yang penting punya telepon seluler tidak peduli harga. Mahal dan tidaknya sebuah telepon seluler hanya tergantung pada kapasitasnya saja. Yang penting bisa digunakan untuk komunikasi. Informan 092 punya pendapat lain, ia mengatakan bahwa merek telepon seluler tidak ada pengaruhnya pada rasa percaya dirinya. Alasannya adalah, apapun merek sebuah telepon seluler, yang penting bisa untuk sarana komunikasi dan gaya. Dengan bentuk telepon seluler yang mungil lebih praktis dibawa kemana-mana, jadi lebih nyaman dan percaya diri. Faktor harga ternyata bagi informan tidak ada hubungannya dengan percaya diri. Justru ia menganggap bahwa teman-temannya kurang paham dengan harga telepon seluler. Menurut informan 059, merek tidak terlalu penting dan semua telepon seluler walaupun berlainan merek tapi kualitas ditentukan dengan kapasitas bukan merek. Seperti yang diungkapkan berikut: ”Merek hanya identitas luar saja. Menurut saya, semua merek sama saja, yang membedakan adalah tipe ponselnya. Kalau bentuk dan model ponsel sangat berpengaruh pada rasa percaya diri saya. Karena ponsel Nokia 2100 ini berukuran kecil jadi praktis kalau dibawa kemana-mana. Kalau punya ponsel yang berukuran besar tapi mahal tetap saja saya merasa tidak percaya diri. Sehingga bagi saya, harga juga tidak berpengaruh pada rasa percaya diri karena harga ponsel cendrung berubah terus. Ketika dibeli dulu mahal namun sekarang tipe yang sama sangat murah. Sekarang ia memakai N 2100 harganya dulu Rp.900.000,-
85
Dengan memiliki tipe telepon seluler yang sama dengan informan 059, informan 024 mengatakan merek dapat menambah rasa percaya diri karena merek yang umum dipakai orang adalah merek yang sudah diakui kelebihannya. Namun, informan merasa bahwa bentuk atau model telepon selulernya umum juga dimiliki oleh teman-temannya, mungil dan ringan. Sehingga ia merasa biasa-biasa saja punya bentuk yang seperti itu. Lebih lanjut informan mengatakan bahwa harga telepon seluler juga tidak berpengaruh baginya. Ia menganggap teman-teman tahu pasti telepon selulernya tergolong yang murah di kalangan kelompoknya, yaitu Rp. 950.000. Informan 003 merasa percaya diri karena merek telepon selulernya banyak dipakai teman-teman di kelompoknya. Namun terkadang seringkali ia merasa risih dengan bentuk telepon seluler yang agak besar dan berat sehingga sulit dibawa kemana-mana. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Saya sering tidak nyaman dengan ukuran ponsel saya ini. Agak besar dan susah untuk dibawa. Kadang masuk dikantong juga nggak muat. Namun, saya bangga punya ponsel Nokia 6600 ini karena jarang temanteman yang memilikinya. Selain itu harganya termasuk mahal lho, kalau nggak salah sekarang harga barunya Rp. 2.100.000,-” Sementara itu, informan 074 mengatakan bahwa merek telepon seluler yang dimilikinya sekarang menurutnya berkualitas tinggi dan punya keunggulan sehingga banyak dimiliki oleh teman-teman atau masyarakat umum. Rasa percaya diri membawa telepon seluler yang mungil dan praktis dibawa-bawa seperti sekarang ini sangat dinikmatinya. Namun ia berpendapat bahwa harga tidak berpengaruh pada rasa percaya diri karena ia yakin teman-teman tidak terlalu memperhatikan harga. Yang paling utama adalah fisik telepon selulernya terlepas ada pulsa atau tidak yang penting gaya. Pola tindak Frekwensi Menggunakan Telepon seluler Hampir semua informan mengatakan dalam sehari selalu menggunakan telepon seluler. Hal ini diungkapkan oleh informan 071: “Kalau dalam sehari saja tidak ada telepon atau SMS yang masuk, saya suka menyetel bunyi nada panggil seolah-olah ada yang menghubungi. Sering juga nada SMS masuk dihidupkan setelah itu saya pura-pura baca SMS dihadapan teman-teman. Biar kelihatan gaul karna banyak yang menghubungi”.
86
Hal ini dilakukan karena ingin dianggap hebat oleh teman-temannya. Dalam sehari biasanya menelepon 4 kali sedangkan menerima sekitar 5 sampai 6 kali. Sedangkan mengirim SMS dalam sehari sekitar 7 sampai 8 kali sehari tergantung keperluan. SMS yang masuk dalam sehari sekitar 11 buah. Sama pacar biasanya lebih banyak mengirim/menerima SMS serius, sedangkan untuk teman biasanya SMS lucu, begitu juga sebaliknya. Games hampir setiap hari dimainkan, biasanya sebelum tidur malam. Kadang melanjutkan permainan sebelumnya. Menurut informan 071, games merupakan hiburan dan tidak memakai pulsa hanya saja baterai telepon seluler cepat kosong. Selain games, kamera pada telepon seluler juga setiap hari digunakan. Hal ini dilakukan selain hobbi dibidang fotografi. Informan 003 juga mengaku setiap hari menggunakan telepon selulernya. Walaupun hanya membaca SMS yang belum sempat dihapus, menyetel MP3 dan menggunakan kamera. Menelepon termasuk jarang yaitu satu kali dalam seminggu itupun kalau ada urusan yang sangat penting seperti menelepon orang tua karena pulang agak telat. Sedangkan menerima telepon termasuk sering yaitu sekitar tiga kali sehari. SMS yang dikirim dalam sehari sebanyak sepuluh kali sehari. Menerima SMS sehari bisa limabelas kali, itupun kadang dibalas kadang tidak tergantung isi SMS. Kalau dibandingkan pesan lelucon dengan serius. Banyak SMS lucu yang dikirim atau yang diterima. Sedangkan MMS tidak pernah digunakan. Fasilitas yang sering digunakan adalah MP3. Untuk fasilitas ini ia menggunakan telepon seluler/mendengarkan musik dalam satu hari sekitar 30 menit tergantung persediaan baterai. Fasilitas lainnya yang ia sukai adalah kamera. Kamera digunakan pada saat moment tertentu saja. Setiap hari informan 024 selalu menggunakan telepon selulernya. Baik itu untuk menelepon, mengirim dan menerima sms serta fasilitas lainnya. Seperti yang diungkapkannya berikut ini: ”Pokoknya tiada hari tanpa telepon seluler. Walaupun nelpon jarang paling hanya dua kali seminggu. Itupun kalau ada urusan yang sangat penting dan mendesak, misalnya minta jemput kalau pulang telat. Kalau menerima telepon paling banyak empat kali seminggu. Menerima/mengirim SMS merupakan kegiatan termasuk sering. Karena selain harga murah (sesama operator) juga bisa menghemat pulsa dan pesan bisa dibaca/diterima dengan singkat, padat dan jelas”. Dalam sehari, informan 024 mengirim SMS rata-rata delapan kali. Sedangkan menerima SMS sekitar sepuluh kali dalam sehari. Kadang bisa lebih tergantung kepentingan. Ya ng paling banyak dikirim adalah SMS serius.
87
Informan mengaku kalau pesan lucu adalah pesan yang tidak bermakna dan menghabiskan pulsa saja. Walaupun SMS yang diterimanya ada juga yang lucu. Fasilitas yang sering digunakan adalah MP3, hampir setiap hari mendengarkan lagu dari telepon selulernya. Sementara itu, informan 074 juga menggunakan telepon seluler setiap hari. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Walaupun hanya sekedar main games atau mengmengganti nada dering, pasti tiap hari ponsel selalu saya gunakan”. Menelepon termasuk sering dilakukan dalam sehari yaitu sebanyak empat sampai lima kali itupun maksimal lima menit. Kalau menerima telepon bisa dikatakan jarang yaitu seminggu bisa hanya satu kali. Mengirim SMS tergantung keadaan dan keperluan informan. Tapi yang pasti dalam sehari minimal enam kali kalau keadaannya lagi biasa-biasa saja tanpa masalah atau membalas SMS yang masuk. Tapi kalau lagi ingin cerita sama temannya yang berada di luar kota dalam sehari sekitar sepuluh sampai lima belas kali. Tapi menerima SMS paling banyak sehari sekitar enam sampai tujuh kali dan itu ada SMS karena balasan, ada juga yang tidak. Kalau mengirim SMS kadang ada lelucon dan yang serius tergantung untuk membalas SMS yang masuk khususnya. Kalau ada menerima SMS lucu biasanya dibalas lebih lucu lagi. Isi SMS tersebut didapat dari temanteman (replay) dan ada juga yang diambil dari majalah. SMS yang diterima umumnya adalah yang serius. Contoh SMS lucu yang pernah dikirim ketemannya: -
Anda berminat? Dengan Gj Rp.5.000.000,-/Minggu? Lamaran dapat di Tujukan ke PT. PERTAMINA. Asl Anda sanggup meniup drum dan tengker penyok kembali seperti semula. Warning! lamaran ini tertutup bg anda yg menderita wasir. Dilarang
-
Di malam yang sunyi,di suasana yang sepi dan tak terasa rintik hujan pun turun entah kenapa hanya kau yang ingin kutemui, tuk mengatakan "GENTENG RUMAH LO BOCOR" Informan 092 berpendapat sama, yaitu selalu menggunakan telepon
seluler setiap hari. Paling sering kalau lagi mengaktifkan sering membaca SMS yang belum dihapus. Hampir setiap hari telepon seluler digunakan walaupun hanya melihat-lihat menu yang tersedia. Selain itu hampir setiap hari fasilitas seperti MP3 dan kamera juga digunakan. Kalau menelepon termasuk sering ratarata sehari lima sampai enam kali dan menerima telepon lebih dari lima kali.
88
Kalau lagi banyak pulsa hampir tidak terhitung lagi banyaknya mengirim SMS. Tapi rata-rata delapan sampai sepuluh kali sehari. Kalau menerima rata-rata tiga sampai empat kali sehari. Artinya SMS yang dikirim sifatnya bukan pertanyaan jadi tidak perlu dibalas. SMS lucu adalah yang paling sering diterima maupun yang kirim kepada pacar dan teman. Games agak jarang digunakan kalau lagi bosan dan ada waktu luang saja. Tapi kalau kamera hampir setiap saat ada kesempatan dan di manapun dalam satu hari rata-rata menggunakan kamera delapan sampai sepuluh kali. Apabila ada hasil yang bagus langsung dicetak. Informan 100 setiap hari juga menggunakan telepon seluler, seperti dikatakannya berikut: ”Setiap hari pasti saya menggunakan ponsel, walaupun hanya sekedar miscall teman atau pacar”. Biasanya menelepon dalam sehari paling banyak dua kali sehari kalau ditelepon sekitar tiga kali sehari. Untuk SMS, biasanya sehari mengirim sepuluh kali sedangkan menerima sekitar tiga belas kali sehari. Untuk pacar biasanya yang dikirim adalah SMS serius, sebaliknya dengan teman-teman. Games biasanya dua kali tiap hari. Sedangkan MP3 hampir setiap ada waktu luang mendengarkan lagu. Informan 034 mengaku, jarang membawa telepon seluler ke sekolah. Walaupun begitu, sepulang sekolah ia pasti bermain dengan telepon selulernya. Biasanya yang paling sering adalah bermain games yang tersedia. ”Udah dua bulan punya ponsel, saya tidak pernah lho mencoba nelpon lewat. Karena biaya telepon itu kan mahal. Saya menghubungi seseorang secara langsung saja kalau ada yang inging disampaikan. Begitu juga telepon yang masuk, kadang ada kadang juga tidak”. Ia mengaku dalam sehari terkadang ada yang menelepon namun ada juga yang tidak pernah. Kalau di miscall sangat sering, biasanya pada malam hari. Mengirim SMS tergantung pulsa. Kalau ada pulsa sekitar 5 kali paling banyak sehari. Begitu juga menerima SMS balasan sekitar 5 sampai 6 kali sehari. SMS yang diterima dari teman pada umumnya bersifat lucu. Sedangkan yang dikirim/diterima dari pacar bersifat serius. Faktor sibuk, banyak tugas dan lupa menjadi alasan informan 059 tidak menggunakan telepon seluler dalam sehari. Hal ini disebabkan karena informan memang jarang membawa telepon selulernya kesekolah atau dalam aktifitas lain. Kalau sedang aktif telepon selulernya, kadang dalam satu hari menelepon hanya satu kali saja. Itu pun kalau sudah sangat mendesak sekali untuk dihubungi.
89
Begitu juga menerima telepon termasuk jarang juga, biasanya satu sampai dua kali saja sehari, kadang malah tidak ada sama sekali. Namun, mengirim SMS agak sering dibandingkan menelepon karena murah dan praktis. Kalau mengirim/membalas SMS tergantung persediaan pulsa. Mengirim rata-rata empat kali sehari dan menerima SMS sebanyak lima kali sehari. Informan 059 paling sering menerima SMS lucu dari teman-teman, setelah itu SMS tadi dikirim lagi kepada teman-teman yang lain. Fitur lain seperti games, juga tidak setiap hari digunakan karena tergantung kesibukan dan persediaan baterai. Rata-rata dalam seminggu hanya satu kali saja dibuka. Siapa Dihubungi/Menghubungi Informan
100
mengatakan
bahwa
yang
paling
sering
dihubungi/menghubungi dalah pacar dan orang tua. Seperti yang diungkapkan berikut: ”Yang paling sering menghubungi atau dihubungi adalah pacar. Orang tua juga sering apalagi kalau saya pulang agak lama, hanya ingin tahu keberadaan saya saja. Kalau pacar, karena kami beda sekolah jadinya sering menelepon atau ditelepon”. Sama dengan di atas, Informan 034 mengakui yang sering dihubungi dan menghubungi adalah pacar melalui SMS. Karena pacarnya berada di luar daerah. Begitu juga informan 092, yang sering menghubungi adalah pacar, teman sekolah dan orang tua. Kalau pacar memang sudah komitmen mereka untuk selalu menghubungi/dihubungi. ”Biasanya dengan pacar cuma say hello aja udah cukup”, katanya. Sedangkan informan 059 sering menghubungi kakak sepupu karena kuliah di provinsi lain (Padang). Sementara itu, informan 071 hampir sama dengan informan lain, pacar yang sering menghubungi, begitu juga sebaliknya. Selebihnya yang sering menghubungi adalah temannya. Begitu juga informan 003, informan 024 dan informan 074, yang sering menghubungi adalah pacar, begitu juga sebaliknya. Apa Yang Dibicarakan Dan Lamanya Informan 059 mengatakan yang sering dibicarakan adalah tentang mode fashion yang sedang berkembang, tentang sekolah dan tentang pacar. Kalau menghubungi paling lama lima belas menit saja.
90
”Kalau saya dan pacar biasanya nayain kabar, kegiatan yang sedang dilakukan, pelajaran sekolah, kadang janjian ketemu. Memang seperti itu komitmen saya sama pacar”. Waktu yang digunakan informan 003 untuk berkomunikasi tersebut paling lama 30 menit (dihubungi/menghubungi). Yang paling sering dibicarakan oleh informan 024 dengan pacarnya adalah tentang hubungan mereka, janji ketemu. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Karena hubungan saya dengan pacar tidak disetujui orang tua jadi untuk bertemu langsung dan berbicara lama dengan pacarnya jarang sekali sehingga ponsel menjadi perantara hubungan kami. Waktu yang biasa kami gunakan ketika nelpon sekitar 10 menit paling lama”. Tidak jauh berbeda, informan 074 juga biasanya membicarakan hal-hal umum seperti lagu terbaru, film terbaru. Waktu yang dibutuhkan paling lama satu jam itupun dilakukan dari jam 23.00 karena tarifnya murah dan sesama operator. Tapi kalau siang hari paling lama dua puluh menit saja. Informan 092 mengakui yang paling utama menanyakan kabar dan jadwal bertemu. Kalau menghubungi/dihubungi disiang hari biasanya cuma 30 menit, kalau malam hari mulai dari jam 23.00 biasanya satu sampai dua jam karena murah dan tergantung juga persediaan pulsa dan baterai. Apalagi antara dia dan pacarnya satu operator. Berikut pengalaman yang diungkapkannya: ”Saya paling sering menelepon atau menerima telpon pada malam hari di atas pukul 23.00. Karena harganya sangat murah. Apalagi saya dan pacar sesama kartu AS. Tinggal sekarang baterai yang harus dipersiapkan kalau sudah ada janji menelpon, karena sering lama nelponnya satu sampai 2 jam”. Informan 100 mengatakan kalau pacar lebih sering urusan pribadi karena jarang bertemu /sekolah yang berbeda. Sebenarnya telepon digunakan untuk menanyakan kabar saja dan menanyakan yang umum-umum seperti sedang melakukan aktifitas apa serta mendengarkan lagu untuk pacarnya. Seperti yang diceritakan informan 100: ”Sering juga kalau lagi kangen pacar, saya menelopnnya dan mendengarkan sebuah lagu untuknya. Jadi ponsel saya dekatkan dengan tape yang sedang dihidupkan lagu kesukaan pacar saya. Sekarang dia lagi suka lagunya Samsons, kenangan terindah”. Kalau mau bicara panjang biasanya informan 100 bertemu langsung dengan pacar atau siapapun yang akan dihubungi karena jarak yang ditempuh tidak jauh. Kalaupun nelepon biasanya cuma sepuluh menit. Sama dengan di atas, informan 071 juga biasanya menanyakan hal-hal yang umum sama
91
pacarnya. Paling lama kalau malam hari menghubungi satu jam, kalau siang hari hanya lima menit. Sedangkan kalau dihubungi pacar paling lama tiga puluh menit pada malam hari. Informan 034 biasanya membicarakan tentang pekerjaan dan nanya kabar (melalui SMS) karena pacarnya bekerja di daerah lain. Tempat Telepon Seluler Sering Digunakan Hampir semua informan menyatakan bahwa telepon seluler mereka gunakan di mana saja, di sekolah maupun usai sekolah. Seperti informan 074 mengatakan: ”Kalau di sekolah ponsel digetarkan saja biar tidak ketahuan guru. Tapi kalau jam istirahat, ponsel diaktifkan nadanya (ada nada). Kalau di luar sekolah selalu dihidupkan nadanya agar terdengar ketika sedang dalam perjalanan atau sedang menjalani aktifitas tertentu. Karena khawatir kalau ada kepentingan mendadak atau ada yang mau menelepon sehingga telepon seluler selalu dibawa kemana-mana”. Begitu juga Informan 092, telepon selulernya selalu dibawa kemana pun ia pergi. Karena banyak bantuan yang bisa didapat dengan adanya telepon seluler. ”Kemana pun keluar rumah yang diingat selain dompet ya ponsel ini. Saya merasa lebih nyaman keluar rumah kalau membawa telepon seluler. Informan 071 juga memiliki jawaban yang sama, telepon seluler digunakan pada saat di sekolah dan usai sekolah. Setiap aktifitas yang dijalankan selalu membawa telepon seluler. Baginya, telepon seluler sudah seperti sahabat sendiri yang bisa menemani kemana-mana, bisa menghibur dan banyak memberikan bantuan. Namun kalau baterai kosong, biasanya telepon seluler ditinggal dirumah. Begitu juga dengan informan 100 dan informan 034, mereka merasa tidak nyaman kalau telepon seluler tidak dibawa kemana pun ia pergi. Di sekolah maupun usai sekolah selalu digunakan. Hanya saja waktu di sekolah, telepon seluler diatur dengan nada dering getar saja, karena peraturan sekolah yang melarang membawa telepon seluler. Informan 003 lain lagi, telepon seluler lebih sering digunakan usai sekolah saja. Informan 003 mengungkapkan: ”Kalau di sekolah sering menganggu konsentrasi belajar. Apalagi sekolah melarang membawa telepon seluler. Artinya, ponsel tidak selalu saya bawa kemanapun saya pergi, hanya usai sekolah yang sering digunakan. Jika ponsel digunakan usai sekolah bisa dijadikan alat penambah gaya”. Kalau informan 024 sudah mempunyai pengalaman ditangkap oleh guru telepon selulernya ketika berbunyi waktu pelajaran berlangsung. Sehingga untuk
92
mengambilnya kembali harus orang tua yang datang ke sekolah. Hal itu lah yang membuat ia tidak pernah lagi membawa telepon selulernya kesekolah. Namun, untuk kegiatan di luar sekolah telepon seluler selalu dibawa. Seperti itu juga informan 059, ia mengaku sering menggunakan telepon seluler dirumah. Di sekolah jarang sekali dibawa. Apalagi sekarang ia sudah kelas 3 banyak menuntut konsentrasi belajar di kelas dan ia merasa kurang nyaman membawa telepon seluler di sekolah karena peraturan sekolah tersebut. Kalau dulu saat kelas 1 dan kelas 2 hampir selalu membawa telepon seluler. Fasilitas Yang Sering Digunakan Secara umum, semua responden lebih sering menggunakan fasilitas telepon seluler seperti telepon, SMS dan games serta memanfaatkan NSP (Nada Sambung Pribadi). Hal ini karena fasilitas tersebut merupakan fasilitas dasar yang secara umum terdapat pada sebuah telepon seluler. Namun ada juga yang sering menggunakan kamera dan MP3, karena memang tersedia pada telepon selulernya. SMS merupakan
fasilitas yang yang ada
pada telepon seluler
sebagai sarana komunikasi yang murah. Seperti informan 071 dan informan 024, telepon, SMS dan games merupakan fasilitas yang paling sering digunakan karena mempunyai kegunaan masing-masing. Tiap minggu mengmenggantikan nada panggil dan menambah kapasitas games pada telepon selulernya. Seperti diungkapkan informan 024 berikut: ”Saya paling suka main games yang ada diponsel saya, sering sekali saya meng up-date games baru yang saya beli di counter ponsel. Sehingga dalam seminggu ada saja games yang baru. Kadang tukaran sama teman. Sifatnya menghibur dan yang pasti tidak menghabiskan pulsa saya”. Kalau informan 100, MP3 adalah fasilitas yang paling sering digunakan karena hampir setiap ada lagu terbaru dimasukkan dalam telepon selulernya. Selain itu, memang kesukaan informan juga mendengarkan lagu-lagu baru. Fitur lain yang gunakan adalah kamera. Dengan fasilitas ini, informan lebih leluasa mengkombinasikan teknik fotografi seperti menyatukan dua foto lalu dicetak. Begitu juga dengan informan 034 dan informan 059, telepon adalah fasilitas yang paling jarang digunakan, sebaliknya, SMS dan games merupakan fasilitas yang paling sering digunakan melalui telepon selulernya. SMS menurutnya lebih bisa menghemat pulsa karena murah, cepat sampai pada penerima. Sedangkan games, bisa menghibur dan tidak memakai biaya. Informan 034 pada awal punya
93
telepon seluler sempat mengaktifkan NSP. Namun sekarang tidak lagi. Seperti yang diungkapkan informan 034 berikut: ”Memang bukan pulsa saja yang membuat biaya ponsel itu mahal ya. Untuk bisa daftar nada sambung aja mahalnya minta ampun. Tadinya mau seperti teman-teman kalau ada telepon masuk, lagunya bagus atau lagu-lagu baru. Satu nada sambung Rp. 7000,- bagi saya mahal sekali. Sekarang tidak pakai NSP lagi. Pemborosan”. Bagi informan 074, fasilitas yang sering digunakan adalah SMS, kontak dan games. Karena ia senang sekali membaca SMS yang belum terhapus, terkadang mengarang puisi dan simpan dikotak keluar sehingga dapat dibaca kapan saja. Fasilitas untuk nelepon juga sering digunakan seperti sering miscall teman. Kalau games digunakan pada waktu luang. Walaupun biaya daftar untuk NSP bisa dikatakan mahal, namun, informan 074 hampir setiap minggu mengmenggantikan lagu. Terkadang sering juga mengmenggantikan gambar layar atau wallpaper dengan biaya Rp. 10.000,Informan 003 dan informan 092, mengatakan fasilitas yang sering digunakan MP3 dan kamera karena bisa menghibur dan mengabadikan peristiwa yang penting dan indah, lalu dicetak. Namun, fasilitas telepon dan SMS sering juga digunakan. Cara Membawa dan Merawat Telepon seluler Bagi informan 034, biasanya telepon seluler disimpan dalam kantong baju atau dalam tas karena kalau digenggam cara membawanya pasti akan dianggap sombong oleh orang yang melihat. Sehingga ia belum pernah mengalungkan telepon seluler di lehernya ketika sedang berjalan. Kadangkadang ia merasa bangga ketika telepon seluler berbunyi di depan orang banyak. Informan 034 sering juga berpikir mungkin teman-teman sering menggunjing dirinya, seperti yang diungkapkannya berikut: ”Kadang saya bangga dan malu punya ponsel. Bangga karna bisa mengikuti perkembangan zaman. Apalagi kalau ponsel lagi berbunyi di depan orang banyak saya juga bangga sekali. Saya malu mungkin ada diantara teman-teman yang menggunjingnya sejak punya ponsel karena tahu keadaan ekonomi keluarganya termasuk kurang mampu tapi punya ponsel”. Cara merawat telepon seluler yang dilakukan informan yaitu ketika mengisi baterai biasanya dimatikan supaya baterainya hemat. Rusak tidak pernah tapi sering salah memasukkan nomor pusat pesan jadi tidak bisa dipakai untuk SMS. Karena informan baru pertama kali punya telepon seluler, sehingga
94
belum pernah mengganti telepon seluler. Namun ia mengakui susah untuk mengmenggantikannya dengan yang baru karena yang sekarang saja susah untuk didapatkan yang penting bisa untuk SMS saja. Informan 074 mengatakan bahwa kalau di sekolah dimasukkan ke dalam tas tapi kalau mau bepergian misalnya kalau mau ke kantin sekolah, sering dimasukkan ke dalam saku baju. Jarang sekali a i membawa telepon seluler digenggaman, takut dianggap sombong oleh orang-orang di sekolah. Untuk itu ia juga tidak pernah mengalungkan telepon seluler di lehernya. Seperti yang dungkapkan informan 024 berikut: ”Sekarang saya tidak pernah lagi mengalungkan ponsel di leher, malu dengan teman-teman yang ponselnya lebih bagus. Dulu sih iya, cara membawa ponsel selalu dikalungkan”. Cara merawat telepon seluler yang dilakukan oleh informan 074 adalah membersihkan layar telepon seluler kalau sudah kelihatan kotor. Selama punya telepon seluler tidak pernah rusak walaupun bernah jatuh berkali-kali. Sudah empat kali ia mengmenggantikan telepon seluler. Informan 074 mengatakan alasannya: ”Bosan aja pakai ponsel yang lama. Sementara teman-teman juga mengganti ponsel yang baru tipenya walaupun ada juga yang second. Mengganti ponsel akan menambah percaya diri dan gengsi di depan teman-teman karena mengikuti perkembangan mode ponsel. Singkatnya agar tidak dikatakan ketinggalan zaman oleh teman-teman”. Biasanya informan 024 membawa telepon seluler dengan cara menggenggam karena seringkali telepon selulernya disetel untuk getar saja atau sunyi jadi agar terdengar apabila ada SMS atau telepon yang masuk. Pada awalawal punya telepon seluler dulu, perasaan bangga sangat dirasakan sehingga seringkali telepon seluler dikalungkan di leher. Sekarang tidak lagi demikian karena selain tidak praktis, malah akan mengundang kejahatan. Seperti informan lain ternyata cara merawat telepon seluler adalah ketika mengisi baterai, telepon seluler dimatikan agar baterai bisa tahan lama dan selalu menggantikan cashing agar telepon seluler terlihat gaul. Setelah dua tahun menggunakan telepon seluler belum pernah rusak tetapi dicuri orang sudah pernah. Sehingga sudah dua kali ia menggantikan telepon seluler yaitu karena dicuri dan bosan. Seperti yang diungkapkannya berikut: ”Kalau tidak salah, sejak kejadian ponsel saya hilang di sekolah itulah peraturan siswa dilarang membawa ponsel di sekolah. Ponsel saya hilang di kelas waktu saya tinggalkan di tas karena ada pelajaran
95
olahraga. Selain hilang karena dicuri, saya mengmenggantikan ponsel karena bosan aja”. Hampir sama dengan yang dilakukan oleh informan yang lain, informan 003 juga menyimpan telepon seluler dalam tas atau dimasukkan ke kantong baju. Ia sama sekali tidak merasa bangga jika memperlihatkan telepon seluler ditempat keramaian. Seperti yang diiungkapkan informan 003 berikut: ”Saya takut dijambret makanya tidak pernah ponsel digantung di leher. Kalau cara merawat ponsel yang sering saya mematikan telepon seluler ketika diisi baterainya. Selama punya ponsel juga tidak pernah rusak. Namun, saya sering bermengganti ponsel yaitu sebanyak empat kali. karena ingin mengikuti perkembangan mode/teknologi terbaru”. Tidak berbeda jauh dengan informan di atas, informan 059 juga selalu membawa telepon seluler dimasukkan dalam kantong baju karena bentuknya tipis dan mungil. Karenanya, ia merasa tidak nyaman seandainya membawa telepon seluler dengan mengalungkannya di leher. Namun yang berbeda dari informan 059 adalah ketika mengisi baterai, telepon selulernya tidak dimatikan barangkali ada telepon atau SMS masuk yang bersifat penting atau mendesak. Namun ia sering sekali mengganti cashing. Sejak punya telepon seluler belum pernah rusak dan ia mengaku belum pernah mengganti telepon seluler karena ia menganggap telepon selulernya sekarang ini masih bagus untuk digunakan. Agak berbeda dari informan di atas, informan 092 selalu memasukkan telepon seluler ke dalam sarungnya supaya tidak terkena goresan. Seperti yang diungkapkan informan 092 berikut: ”Sarung ponsel sebagai pengaman yang paling bagus menurut saya, bentuk dan warna sarung ponsel juga lucu-lucu. Saya punya banyak sarung ponsel lho”. Ia selalu mengalungkan telepon seluler di leher ketika pada suatu saat tidak ada tempat untuk menyimpan telepon seluler. Kadang sering juga disimpan dalam kantong baju. Ia tidak merasa bangga kalau dilihat orang lain ketika telepon selulernya berbunyi atau sedang berbicara lewat telepon seluler. Menurutnya sekarang ini orang sudah banyak yang memiliki telepon seluler. Informan 071 selalu memasukkan telepon seluler ke dalam saku celana. Ia tidak pernah mengalungkan telepon seluler di leher. Ia juga tidak merasa bangga seperti pertama dulu karena banyak teman yang sudah memiliki telepon seluler. Layar telepon seluler selalu dibersihkan setiap hari minggu dan diberikan anti gores pada layarnya merupakan cara perawatan yang dilakukan informan terhadap telepon selulernya. Selama punya telepon seluler sudah 3 kali
96
mengganti telepon seluler karena yang pertama dulu pernah rusak karena terjatuh setelah itu ia merasa bosan dengan telepon seluler yang modenya ketinggalan, sehingga ia mengmenggantikan telepon seluler yang lebih canggih. Sementara itu, informan 100 berpendapat sebagai berikut: ”Saya lebih suka mengalungkan telepon seluler di leher pada saat dikendaraan. Hal ini dikarenakan suara motor saya sangat keras, akibatnya sering tidak terdengar kalau ada telepon yang masuk. Di sekolah biasanya dimasukkan ke dalam saku celana. Perawatan yang seringg saya lakukan adalah membersihkan layar dan keypad, kalau mengisi baterai telepon seluler dimatikan. Ia pernah empat kali mengganti telepon seluler. Selain karena rusak juga ingin punya telepon seluler yang lebih canggih sesuai mode terbaru yang cocok untuk remaja”. Kenyataan remaja lebih senang mengmenggantikan telepon seluler tersebut memang sudah lumrah terjadi karena
seperti yang dijelaskan oleh
Hamzah (2005) bahwa sekarang ini, teknologi dari alat komunikasi ini semakin hari semakin maju, sehingga banyak jenis telepon seluler yang bermunculan. Telepon seluler yang diproduksi semakin variatif baik dari merek, bentuk, ukuran maupun menu dan fitur yang ada di dalam telepon seluler tersebut. Dengan adanya hal tersebut, masyarakat cenderung untuk berlomba-lomba memiliki telepon seluler yang menurut mereka paling maju dan paling baru. Selanjutnya, tahap terakhir penyaringan informasi dalam penelitian ini adalah wawancara kelompok atau diskusi kelompok tentang pola penggunaan telepon seluler oleh remaja. Dalam diskusi kelompok dilakukan pada empat kelompok yang telah ditetapkan kriterianya terlebih dahulu yaitu Kelompok I siswa laki-laki dengan penghasilan orang tua tinggi, Kelompok II siswa laki-laki dengan penghasilan orang tua rendah, Kelompok III adalah siswa perempuan dengan penghasilan orang tua tinggi dan Kelompok IV adalah siswa perempuan dengan penghasilan orang tua rendah. Anggota tiap kelompok masing-masing berjumlah lima orang mengingat mereka hanya sebagai wakil dari responden lain. Selain itu, dengan jumlah yang telah ditetapkan tersebut menjamin diskusi akan berjalan efektif dan dialogis. Diskusi kelompok ini dilakukan untuk melihat tanggapan kelompok, karena pendapat individu telah dilakukan dengan wawancara mendalam dengan individu. Sehingga dalam penelitian ini didapat informasi yang sifatnya berlapis yaitu secara individu dan kelompok. Pertanyaan yang diajukan ada juga yang sama dengan panduan wawancara individu, namun, orang-orang
yang
menjadi
responden
antara
wawancara individu dan
97
wawancara kelompok merupakan orang yang berbeda. Jadi, ada kemungkinan pendapat yang berbeda terhadap masalah tertentu, bahkan mungkin akan sama cara menanggapinya. Menurut Kelompok I, sekarang ini telepon seluler tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang berasal dari ekonomi menengah keatas. Memang pada awal berdirinya tower Telkomsel dan Indosat di Mukomuko kelihatan sekali bahwa yang punya telepon seluler adalah orang-orang kaya yang satus sosialnya tinggi dimata masyarakat. Seperti yang diungkapkan Kelompok I berikut: ”Dulu di sekolah hampir semua siswa yang memakai telepon seluler adalah orang kaya. Pada saat itu masih bisa dihitung dengan jari orangorang yang punya telepon seluler, termasuk kami ini. Tapi sekarang teman-teman yang berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah juga banyak yang punya ponsel. Padahal kami tahu betul bagaimana keadaan ekonomi keluarga teman-teman yang baru punya ponsel tersebut, bahkan uang sakunya saja bisa dibilang sangat kecil. Terlepas bagaimana mereka bisa membeli telepon seluler, kami percaya kalau orang kurang mampu punya ponsel tersebut hanya karena ikut-ikutan saja agar tidak ketinggalan zaman dari teman-teman yang punya telepon seluler bukan untuk kebutuhan komunikasi”. Fenomena semacam ini juga diungkapkan Hamzah (2005) yang mengatakan bahwa pada awalnya mungkin telepon seluler ini hanya digunakan oleh kalangan tertentu, misalnya pengusaha. Namun sekarang, telepon seluler ini seolah-olah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat bahkan remaja ataupun pelajar sendiri. Telepon seluler sekarang ini bukanlah benda yang asing. Bagaimana tidak, dahulu telepon seluler digunakan oleh kalangan tertentu seperti orang kaya atau para pengusaha bonafid, namun sekarang sudah menjadi barang biasa sehingga penggunaannya tidak lagi kalangan menengah ke atas akan tetapi mulai anak SD bahkan tukang becak dan para penganggur pun pakai telepon seluler. Selain itu, Sejak ditemukannya, telepon seluler sudah menjadi barang yang sangat dibutuhkan dalam melakukan komunikasi. Namun di balik itu semua, ditemukannya telepon seluler memiliki imbas negatif dan membawa dampak sosial yang ternyata tidak disadari oleh masyarakat. Jaman sekarang, telepon seluler sudah dianggap kebutuhan pokok. Bukan suatu barang yang dianggap istimewa atau mahal. Penggunanya sudah merambah pada kalangan bawah bahkan anak kecil. Penggunaan telepon seluler pun bukan lagi sebagai alat komunikasi semata, melainkan juga mendorong terbentuknya interaksi sosial yang sama sekali berbeda dengan komunikasi tatap muka (Anonim 2, 2005)
98
Namun demikian Kelompok I tidak setuju kalau telepon seluler bisa menaikkan status sosial seseorang di masyarakat. Alasannya pergaulan akan semakin buruk citranya sehingga akan ada pembatas dalam pergaulan dan teman-teman yang belum punya telepon seluler akan dijauhi teman-teman dikelompoknya, karena dianggap kurang pergaulan dan kuno. Menurut Kelompok I: “Menganggap status sosial tinggi sama saja dengan menyombongkan diri. Bagi kami, barangkali teman-teman yang belum punya ponsel saja yang menganggap teman-teman yang punya ponsel berstatus sosial tinggi di masyarakat. Lagian kalau ada perbedaan status sosial yang punya atau tidak punya ponsel nanti pergaulan akan terkotak-kotak”. Dengan adanya telepon seluler, kualitas hubungan (komunikasi antar pribadi) dengan teman-teman biasa-biasa saja dirasakan Kelompok I. Menurut Kelompok I komunikasi tatap muka lebih efektif daripada pakai telepon seluler. Apalagi daerah Mukomuko relatif kecil. Namun. Untuk urusan yang bisa disampaikan lewat SMS biasanya memakai telepon seluler. Selain murah, SMS bisa sampai pada saat itu juga ke penerima. Seperti yang diceritakan Kelompok I berikut: ”Kami lebih memilih berbicara langsung kalau ada hal yang ingin disampaikan panjang lebar pada seseorang di Kota Mukomuko daripada pakai ponsel. Mukomuko ini kan daerah kecil. Artinya masih efektif kalau ketemu langsung. Tapi kalau kira-kira dapat disampaikan lewat SMS aja ya pakai ponsel”. Menurut Kelompok I, telepon seluler mereka selalu berisi pulsa dalam artian walaupun sedang kosong itu karena belum sempat membeli vouchernya saja. Sejak punya telepon seluler, uang saku Kelompok I bertambah kalaupun tidak dari uang saku, orang tua selalu bersedia membeli voucher. ”Kalaupun sedang habis pulsa itu juga karena belum sempat membeli saja. Kalau sudah mendesak sekali, cukup menghubungi orang tua minta dikirim pulsa atau kode voucher, gampang kan? Karena orang tua kami selalu bersedia membelikan pulsa buat kami”. Kelompok I juga menilai bahwa kalau fisik telepon selulernya saja yang dipentingkan nanti kalau ada urusan yang sangat mendadak, telepon seluler jadi tidak berfungsi artinya telepon seluler benar-benar berfungsi untuk sarana komunikasi bisa menelepon dan menerima telepon/SMS, memberi banyak kemudahan. Selain sebagai sarana komunikasi barulah fungsi keduanya untuk gaya.
99
Rasa percaya diri menurut Kelompok I bukan hanya dari telepon seluler karena sekarang orang-orang yang punya telepon seluler sudah menjamur. Lebih dari itu, rasa percaya diri dengan menggunakan telepon seluler boleh dibilang dulu pada awal-awal punya telepon seluler dan teman-teman masih jarang yang punya telepon seluler. Maka wajar saja Kelompok I mengatakan: ”Sekarang biasa-biasa saja rasanya punya telepon seluler. Nggak seperti awal-awal punya ponsel dulu”. Kelompok I mengatakan bahwa sebelum punya telepon seluler , temanteman mereka juga sudah tahu siapa dan bagaimana kehidupan mereka. Hanya saja mungkin ada diantara teman-teman lain yang seperti itu, misalnya kalau ada yang pakai telepon seluler mode terbaru dianggap orang yang paling gaul, mengerti mode. Namun menurut kelompok I, telepon seluler tidak identik dengan hura-hura/kemewahan karena bagi mereka telepon seluler lebih diutamakan untuk sarana komunikasi, setelah itu barulah untuk gaya-gayaan. Sekitar seminggu setelah berdirinya tower Indosat dan Telkomsel, orang tua membelikan telepon seluler untuk mereka memang atas permintaan sendiri. Pada waktu itu rasa gengsi di kalangan teman-teman sempat dirasakan karena masih jarang orang yang memakai telepon seluler. Kelompok I mengatakan: ”Setelah punya ponsel, teman-teman banyak yang bertanya tentang ponsel dan mengutak-atik ponsel kami sebagai barang baru di Mukomuko. Setelah itu, teman-teman yang memakai ponsel seperti jamur di musim hujan. Setiap hari ada saja yang punya ponsel baru. Padahal waktu itu, belum ada counter ponsel yang menjual ponsel baru/bekas serta kartunya. Sehingga harus dipesan di luar kota”. Banyak sekali bantuan telepon seluler dalam aktifitas sehari-hari Kelompok I. Contohnya, telepon seluler bisa sebagai pengingat (alarm) kalau ada hal-hal yang penting. Telepon seluler juga punya fasilitas MP3 jadi bisa untuk hiburan saat menjalankan aktifitas belajar, olahraga. Kamera pada telepon seluler bisa mengabadikan peristiwa-peristiwa penting. Fasilitas kalkulator pada telepon seluler sering digunakan untuk aktifitas belajar jika dibutuhkan. Di samping bantuan positif tersebut, ternyata telepon seluler juga berguna untuk menyimpan catatan kecil seperti rumus-rumus yang sulit dihapal disaat ujian. Sambil malu-malu, Kelompok I mengungkapkan: ”Bantuan ponsel bagi kami ada yang positif namun kadang digunakan untuk kepe’an pada saat ujian. Apalagi ada rumus atau hapalan yang susah. Nggak apa-apa kan, selama tidak ketahuan guru”,
100
Manfaat yang dirasakan dari telepon seluler oleh Kelompok I diantaranya pergaulan menjadi luas dan punya banyak teman dari luar daerah. Mereka lebih merasa nyaman bisa dihubungi/menghubungi siapa saja walaupun lagi pergi jauh. Bagi teman-teman mereka yang belum punya telepon seluler dan bahkan yang punya telepon seluler kalau sedang tidak ada pulsa seringkali Kelompok I meminjamkan telepon seluler untuk teman-temannya. Telepon seluler selalu digunakan setiap saat, di sekolah atau usai sekolah. Kalau di sekolah jarang dibunyikan keras tapi tidak kalau di luar sekolah. Hal itu karena peraturan sekolah yang menangkap telepon seluler bila ketahuan bunyi. Keompok I berpendapat: ”Sebenarnya kami merasa tidak nyaman kalau membawa ponsel di sekolah karena ada rasa was-was atau lupa menyetel ponsel akibatnya sering telepon seluler dibawa kesekolah tapi diaktifkan pada waktu istirahat saja. Kalau di luar sekolah kami merasa bebas dan tak ada lagi peraturan yang mengikat. Hanya saja kalau di luar sekolah dikhawatirkan kalau tidak hati-hati, ponsel bisa dijambret”. Menurut Kelompok I, telepon seluler digunakan untuk keperluan apapun karena kecanggihannya sudah membuat jarak terasa dekat dan sangat membantu orang. Adapun keperluan yang dijelaskan Kelompok I seperti keperluan sekolah/tugas yang ditanya kejelasannya kepada teman-teman, menghubungi orang tua untuk keperluan apapun, selain itu untuk mencari teman/pergaulan yang laus. Telepon seluler juga bisa membuat penampilan lebih menarik. Sejalan dengan pendapat Kelompok I, Kelompok II berpendapat bahwa di zaman sekarang ini apapun yang tidak mungkin tadinya bisa saja dengan mudah terjadi. Berkaitan dengan kepemilikan telepon seluler oleh kalangan bawah, Kelompok II berpendapat sebagai berikut: ”Yang butuh sarana komunikasi canggih dan gaya bukan orang-orang kaya saja. Masalahnya sekarang ini, kalau dulu citra telepon seluler adalah barang yang mewah, namun sekarang ini harga telepon seluler yang tersedia dari harga yang murah sampai yang mahal. Dengan harga murah siapa saja bisa pakai ponsel”. Menurut Kelompok II, telepon seluler dengan harga yang relatif murah inilah yang banyak digunakan oleh orang-orang golongan ekonomi bawah. Yang penting sebuah telepon seluler bisa untuk komunikasi, sebagai hiburan maupun bisa sebagai penambah gaya agar tidak ketinggalan zaman dengan temanteman yang lain. Siapa pun berhak punya telepon seluler yang penting tidak merugikan orang lain. Hal ini menggambarkan perilaku konsumtif di kalangan
101
remaja karena pada dasarnya mereka menyadari keadaan ekonomi keluarga mereka lemah jadi telepon seluler sebenarnya bukan menjadi kebutuhan utama bagi Kelompok II. Bagi Kelompok II, kesan selama ini yang punya telepon seluler adalah orang-orang kaya. Orang yang kurang mampu hanya menjadi pemenonton merasa bahwa telepon seluler bisa menaikkan status sosial seseorang. Sehingga kalau orang-orang yang tidak mampu juga punya telepon seluler sekarang artinya telah mengaburkan status sosial yang selama ini ada batasnya yaitu si kaya atau si miskin. Kelompok II berpendapat: “Jadi kalau punya ponsel orang-orang yang kurang mampu merasa naik status sosialnya di masyarakat. Barangkali yang membedakan gengsinya adalah model/harganya. Yang penting kan punya ponsel dulu”. Komunikasi antar pribadi atau komunikasi tatap muka yang selama ini dilakukan oleh Kelompok II dengan teman-teman, dirasakan tidak berpengaruh akibat adanya telepon seluler. Hal ini disebabkan karena biaya untuk berbicara melalui telepon seluler mahal sekali. Sehingga menurut Kelompok II, telepon seluler hanya sebagai pelengkap penampilan saja atau untuk gaya-gayaan. Seandainya ada yang ingin disampaikan kepada seseorang, Kelompok II lebih memilih bertemu langsung dengan orangnya. Apalagi Kelompok II jarang sekali berkomunikasi dengan orang-orang di luar daerah karena ingin menghemat pulsa. Kalaupun ada, itu hanya ada hal-hal yang sangat penting harus menggunakan telepon seluler. Kelompok II mengakui memang komunikasi dengan telepon seluler lebih cepat dan praktis. Kekurangannya adalah biaya yang mahal. Selain itu, telepon seluler bisa menambah percaya diri dan menaikkan status sosial di masyarakat. Kalau dulu Kelompok II merasa minder kalau berkumpul dengan temanteman yang punya telepon seluler. Namun sekarang rasa percaya diri makin bertambah kalau membawa telepon seluler. Seperti yang dikatakan Kelompok II berikut: “Yang penting bisa menyamai teman-teman yang lebih dahulu punya ponsel”. Hal demikian menurut Johan (2005), harga diri remaja berkembang dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan penerimaan dan respon sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus, sehingga ada asumsi yang mengatakan bahwa apabila seorang remaja mempunyai harga diri rendah, kemungkinan minat untuk membelinya terhadap telepon seluler akan
102
tinggi, karena individu tersebut mudah untuk tidak percaya diri dan merasa tidak berharga jika tidak membeli apa yang dikonsumsi orang lain. Pendapat yang sama diungkapkan Goebel dan Brown (1981) bahwa pada masa remaja individu memiliki beberapa kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi, kebutuhan tersebut adalah kebutuhan harga diri, kasih sayang dan rasa aman. Dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan harga diri merupakan kebutuhan yang sangat tinggi bagi remaja yang merupakan masa pertumbuhan dan pencarian identitas diri, karenanya harga diri mencapai puncaknya pada masa remaja Selanjutnya Kelompok II menilai bahwa untuk tetap diterima dalam pergaulan zaman sekarang dengan teman-teman di sekolah, kepemilikan telepon seluler sangat membantu. Seperti diungkapkan Kelompok II: “Teman-teman tidak peduli ada atau tidak pulsa namun yang penting adalah membawa ponsel. Ponsel kami tidak selalu ada pulsanya. Kalaupun habis masa berlaku kartu akibat tidak pernah di isi lagi, biasanya kami membeli kartu perdana baru yang harganya murah. Banyak keuntungan yang didapat dari perdana baru selain harganya murah, biasanya kartu perdanan tersebut menyediakan gratis beberapa SMS”. Jadi bagi Kelompok II, pulsa bukanlah hal yang penting. Kelompok II juga mengatakan bahwa untuk membeli pulsa saja susah secara rutin dan dampaknya ke uang saku mereka. Orang tua cenderung tidak peduli dengan telepon seluler yang mereka punya. Tapi mereka mengakui telepon seluler tersebut atas permintaan sendiri pada orang tua. Bagi Kelompok II, telepon seluler tidak menujukkan siapa diri pemakainya karena menurut Kelompok II, sebelum punya telepon seluler pun orang-orang sudah tahu siapa mereka, bagaimana ekonomi keluarga. Hanya saja barangkali dengan kepemilikan telepon seluler menunjukkan bahwa yang bisa gaya itu bukan lah orang kaya saja. Apalagi sekarang telepon seluler dijual dari harga yang murah sampai yang mahal. Kelompok II lebih setuju kalau telepon seluler dikatakan untuk gaya saja. Seperti yang dijelaskan tadi, bahwa sebelum punya telepon seluler ada rasa minder dan rendah diri. Padahal mereka menyadari bahwa mereka sebenarnya belum membutuhkan telepon seluler untuk sarana komunikasi dengan melihat juga keuangan orang tua. Setelah meyakinkan orang tua akhirnya mereka memiliki telepon seluler dengan syarat tidak meminta uang tambahan untuk membeli pulsa. Makanya, untuk mensejajarkan status dengan teman-teman yang sudah banyak memakai telepon seluler itulah menjadi
103
dorongan bagi Kelompok II juga ingin memilikinya. Kelompok II setuju kalau penggunaan telepon seluler oleh mereka sekarang hanya karena ikut-ikutan teman. Menurut Monks, dkk (1999) hal ini disebabkan pengaruh teman sebaya terhadap remaja sangat kuat. Hal ini dapat terlihat dari adanya penurunan jumlah waktu untuk berinteraksi antara remaja tersebut dengan orang tua dan menunjukkan adanya peningkatan waktu berinteraksi dengan teman sebayanya kondisi di atas dapat terjadi mengingat manusia, remaja juga berkedudukan sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan berteman yang diyakini secara umum mendorong untuk mencapai kontak sosial. Aktifitas yang dibantu dengan adanya telepon seluler, bagi Kelompok II tidak terlalu banyak. Karena aktifitas seperti belajar, membantu orang tua dirumah, sekolah tidak didukung dengan telepon seluler. Telepon seluler sering digunakan untuk menanyakan informasi baru tentang bola (olahraga) dengan teman-teman yang kebetulan mereka tidak menonton. Lebih lanjut Kelompok II menjelaskan: “Ponsel lebih digunakan ketika sedang tidak beraktifitas misalnya hiburan dengan games dan nada dering. Adapun manfaat yang kami rasakan yang utama adalah menambah percaya diri di kalangan teman-teman dan menambah pergaulan menjadi luas”. Kelompok II bisa dikatakan selalu menggunakan telepon seluler kapan dan di mana saja, sekolah dan usai sekolah. Di sekolah biasanya pas istirahat yang sering digunakan untuk main games dan kalau ada pulsa SMS teman di luar daerah. Kalau ada pelajaran menghitung biasanya telepon seluler digunakan tapi tidak tahu oleh guru. Di luar sekolah hampir dibawa terus walaupun jarang berbunyi (dihubungi orang) tetapi Kelompok II merasa percaya diri kalau bawa telepon seluler kemana-mana. Akhirnya Kelompok II mengakui bahwa telepon seluler digunakan untuk keperluan gaya. Kemudian mereka mengatakan bahwa: “Untuk menjadi menjadikan ponsel sebagai sarana komunikasi hanya pada saat ada pulsa sedangkan ponsel kami kadang saja ada pulsanya dan lebih sering tidak ada pulsanya. Akibatnya, seringkali kami meminjam ponsel teman kalau mau mengirim SMS”. Sementara itu, Kelompok
III
berpendapat
hampir
sama
dalam
menanggapi fenomena sekarang bahwa yang memiliki telepon seluler berasal dari semua kalangan. Bahkan Kelompok III banyak juga melihat teman-teman yang kurang mampu mempunyai telepon seluler yang mahal dan bagus, seperti yang diungkapkan Kelompok III:
104
“Bagi kami, orang-orang kurang mampu punya ponsel barangkali disebabkan oleh rasa ingin dianggap sama seperti orang-orang yang mampu. Tepatnya, kami cenderung menganggap hal ini sebagai sebuah pemaksaan diri. Buktinya Alasannya karena seringkali ponsel kami dipinjam teman-teman yang baru punya telepon seluler tersebut untuk mengirim SMS dari ponsel kami”. Di samping itu, daerah Mukomuko masih relatif kecil sehingga telepon seluler belum menjadi suatu kebutuhan mendasar bagi golongan menengah kebawah. Kelompok III menduga bahwa telepon seluler bagi orang-orang yang berasal dari ekomoni lemah tersebut hanya sekadar untuk gaya. Sama dengan pendapat Kelompok II, hal ini mungkin disebabkan oleh harga telepon seluler yang dijual dipasaran banyak yang murah, apalagi yang second. Bagi Kelompok III, telepon seluler bisa menaikkan status sosial di dalam pergaulan. Alasannya karena teman-teman yang belum punya telepon seluler pasti orang-orang yang kaya dan mengerti perkembangan zaman. Di samping itu, Kelompok III juga memandang orang-orang yang punya telepon seluler juga seperti itu. Jadi, walaupun selama ini mereka tahu banyak teman-teman yang kurang mampu pakai telepon seluler, tetap saja dapat menikkan status sosialnya dalam masyarakat atau pada kelompok pergaulannya. Teman-teman Kelompok III yang punya telepon seluler, selama ini status sosialnya lebih tinggi apalagi punya telepon seluler yang mahal. Sama dengan kelompok yang lain, anggota Kelompok III berasal dari beberapa kelas di sekolah. Di masing-masing kelompok di kelas tidak semua teman punya telepon seluler. Jadi komunikasi tatap muka masih seperti dulu atau biasa-biasa saja. Apalagi di sekolah kalau Kelompok III ada keperluan dengan teman-teman yang beda kelas cukup mendatanginya saja. Kelompok III mengatakan bahwa lebih leluasa berbicara langsung daripada pakai telepon seluler. Kelompok III mengatakan bahwa telepon seluler mereka selalu berisi pulsa. Kalaupun uang saku sedang habis biasanya orang tua yang selalu mengisi pulsa. Karena menurut mereka, yang terpenting telepon seluler untuk sarana komunikasi sangat tergantung pada pulsa. Kalau hanya membawa telepon seluler namun tidak ada pulsa, Kelompok III sepakat mengatakan hal itu sebagai kesombongan saja padahal sekarang telepon seluler bukan barang mewah lagi. Seperti yang diungkapkan Kelompok III:
105
”Sekarang kan sudah banyak kemudahan seperti pengisian pulsa elektronik. Jadi kemanapun berada kalau pulsa habis bisa dipesan melalui SMS. Jadi tidak ada alasan telepon seluler tidak ada pulsa”. Kelompok III juga sepakat mengatakan bahwa semenjak punya telepon seluler dan menggunakannya dalam pergaulan, rasa percaya diri mereka meningkat. Hal itu disebabkan karena telepon seluler yang mereka miliki termasuk yang mahal. Di samping itu, mereka selalu memanfaatkan nada sambung pribadi dengan lagu-lagu terbaru kesukaan remaja. Alasan lainnya telepon seluler bagi mereka sudah seperti sahabat sendiri, dapat menjadi teman mencurahkan isi hati. Karenanya kalau lupa membawanya, ada sesuatu yang kurang rasanya. Karena telepon seluler selalu dibawa kemana saja. Walaupun Kelompok III mengaku bahwa telepon seluler lebih sering digunakan dimalam hari, karena banyak waktu luang dan jika ingin menelepon lebih murah. Pokoknya setiap hari kelompok III selalu mengunakan telepon seluler, tiada hari tanpa telepon seluler. Selanjutnya menurut Kelompok III: ”Ponsel juga bisa menunjukkan siapa diri pemakainya. Karena dengan telepon seluler bisa menunjukkan siapa yang berselera tinggi atau tidak dengan teknologi zaman sekarang. Telepon seluler yang mahal hanya milik orang-orang kaya dan seballiknya. Telepon seluler juga sebagai identitas diri yaitu sebagai orang yang membuka diri dari kemajuan zaman. Selain itu yang tidak bisa dipungkiri, telepon seluler sekarang ini sebagai pelengkap gaya dalam berpenampilan”. Namun Kelompok III mengakui bahwa mereka punya telepon seluler akibat ikut-ikutan teman dan melihat masyarakat umum telah banyak memilikinya. Kalau tidak punya telepon seluler pasti akan dianggap kuno. Jadi mereka berpendapat bila orang bisa memiliki, mereka juga bisa punya telepon seluler apalagi orang tua juga sangat mendukung. Di samping itu, mereka sering juga membaca informasi tentang telepon seluler pada tabloid khusus tentang telepon seluler, karena lengkap menyajikan informasi tentang telepon seluler dan modelnya. Cara lainnya adalah mendatangi counter telepon seluler untuk melihat secara langsung telepon seluler yang diminati, serta menanyakan kapasitas telepon seluler. Telepon seluler banyak memberikan bantuan seperti bisa dijadikan alat pengingat (alarm), sebagai kalkulator. Kalau saat belajar mereka lebih terhibur dengan lagu-lagu yang terdapat pada fasilitas MP3. Adapun manfaat yang dirasakan oleh Kelompok III dari telepon selulernya antara lain bisa menghubungi orang di mana saja, bisa menaikkan status sosial, menambah
106
gaya dan percaya diri, pergaulan semakin luas dan komunikasi semakin lancar baik dengan teman-teman, saudara maupun orang tua. Kelompok III berpendapat, telepon seluler cenderung digunakan untuk keperluan komunikasi bukan gaya. Namun, Kelompok III tidak menyalahkan jika telepon seluler dikatakan sebagai pelengkap penampilan. Semuanya tergantung kondisi di mana dan untuk apa telepon seluler itu bagi pemakai. Kelompok IV mengatakan hal yang sama mengenai menjamurnya orang kalangan ekonomi bawah yang memakai telepon seluler. Orang-orang yang kurang mampu banyak yang punya telepon seluler walaupun mode dan harganya murahan. Hal ini yang menjadi penyebab telepon seluler sudah menjamur di kalangan atas maupun kalangan bawah, baik pemakainya orang tua maupun anak-anak. Seperti yang diungkapkan Kelompok IV dari diskusi berikut: ”Telepon seluler sekarang bukan barang mewah lagi dan ponsel telah dijadikan simbol dalam pergaulan remaja. Bagi kami, jika tidak punya telepon seluler artinya tidak gaul atau ketinggalan zaman. Selain itu, ada perasaan minder dan malu kalau tidak punya telepon seluler. Sehingga apapun syarat yang ditawarkan orang tua untuk mendapatkan ponsel kami disetujui, misalnya uang saku dikurangi atau tidak meminta uang membeli voucher pada orang tua”. Kalau menurut kelompok IV, status sosial tergantung pada tipe bagus atau tidaknya sebuah telepon seluler. Artinya, tidak semua orang yang punya telepon seluler status sosialnya naik. Jika sebuah telepon seluler itu jarang digunakan di kalangan teman-teman berarti termasuk orang yang hebat. Tentunya menurut Kelompok III orang-orang yang elegan adalah orang-orang yang status sosialnya tinggi. Sejak punya telepon seluler, pengaruh dengan komunikasi langsung yang dilakukan selama ini biasa-biasa saja menurut Kelompok
IV.
Mereka
mengatakan bahwa Mukomuko merupakan daerah kecil, jadi kalau setiap ada keperluan memakai telepon seluler, tentu saja merupakan pemborosan. Kelompok IV berpendapat, telepon seluler digunakan hanya pada waktu terdesak dan benar-benar penting. Kalau ada keperluan yang bisa dibicarakan langsung, mereka lebih memilih bertemu langsung daripada pakai telepon seluler. Kelompok IV beralasan: ”Mengingat biaya berkomunikasi dengan telepon seluler sangat mahal, maka lebih baik berbicara langsung saja. Artinya, telepon seluler bagi kami cenderung digunakan untuk pelengkap penampilan saja, bukan untuk sarana komunikasi. Karena tidak selamanya ponsel kami ada pulsa”.
107
Kelompok IV mengaku bahwa telepon selulernya tidak selalu berisi pulsa. Karena selain mahal, biasanya cukup meminjam telepon seluler kepada teman kalau tidak ada pulsa. Bagi Kelompok IV, keberadaan fisik sebuah telepon seluler ialah hal yang utama karena teman-teman tidak akan tahu apakah telepon seluler yang dibawa tersebut berisi pulsa atau tidak. Hal semacam itu sudah biasa dirasakan karena keadaan ekonomi dan uang saku yang terbatas, makanya Kelompok IV merasa biasa-biasa saja jika tidak punya pulsa. Telepon seluler dapat menambah rasa percaya diri Kelompok IV. Bagaimana tidak, kalau dulu hanya diam mendengar teman-teman yang punya telepon seluler berbicara tentang telepon seluler, tapi sekarang tidak lagi. Kedudukan telah sama walaupun jenis telepon selulernya berbeda. Rasa percaya diri tersebut muncul ketika telepon seluler mereka berbunyi (SMS/telepon masuk) di depan orang banyak. Kadang-kadang mereka sengaja membunyikan sendiri nada dering telepon seluler, seolah-olah ada yang menghubungi agar dilihat orang. Kelompok IV berpendapat bahwa yang punya telepon seluler baik orang kaya atau tidak adalah sama-sama orang yang mengerti mode, mengikuti perkembangan zaman. Dari diskusi Kelompok IV dikutip: “Telepon seluler lebih identik dengan gaya saja karena pergaulan remaja sekarang sudah mengikuti kehidupan remaja kota besar. Jadi harus dinampakkan dalam pergaulan bahwa kami merupakan orang-orang yang modern”. Sanmustari (1991) mengemukakan bahwa kecenderungan remaja untuk menjadi konsumtif bisa merupakan indikasi bahwa ia kurang percaya diri dan rendah diri. Konsumen yang tidak yakin pada dirinya sendiri, insecure dan mempunyai harga diri rendah akan membeli produk yang mempunyai arti simbolik yang dianggap bisa menaikkan harga dirinya. Dengan menggunakan jenis produk tertentu remaja ingin memperlihatkan sesuatu yang memberikan nilai lebih dibanding remaja lain. Remaja yang pada dasarnya mempunyai kondisi yang masih labil, mudah terpengaruh dan sehari-harinya mudah merasa rendah diri ini memiliki minat terhadap simbol status yang diharapkan bisa “ menaikkan “ harga dirinya. Kepemilikan telepon seluler Kelompok IV akibat mengikuti temanteman/masyarakat umum. Kalau dibandingkan antara media massa dengan teman sebagai sumber informasi tentang telepon seluler, kelompok IV mengatakan:
108
“Kami lebih cenderung melihat/bertanya pada teman-teman yang sudah memiliki telepon seluler atau ke counter ponsel. karena kalau dari media hanya bisa menonton/membaca saja, sedangkan punya teman-teman bisa dilihat langsung dan detil, tahu kelebihan dan kelemahannya”. Kenyataan seperti ini juga nampak pada hasil wawancara dengan individu yang didapat yaitu, informasi tentang telepon seluler yang mereka miliki akibat dari komunikasi antarpribadi dengan orang-orang sekitarnya bukan dari media massa. Bantuan telepon seluler dalam aktifitas ada juga bagi Kelompok IV, seperti kalau kesusahan menghapal sebuah rumus, biasanya dicatat
pada
telepon seluler nanti pada waktu di kelas atau ketika ujian bisa dilihat. Telepon seluler juga dipakai sebagai pengingat karena tersedia alarm, dan juga sebagai kalkulator. Tapi hal itu jarang sekali dilakukan tergantung situasi saja. Adapun manfaat yang paling utama adalah menambah percaya diri. Selain itu punya banyak teman, bisa mengikuti kuis di televisi karena menghubungi lewat SMS lebih murah dibandingkan menelepon. Telepon seluler bisa juga mengibur lewat games yang bervariasi. Telepon seluler lebih sering digunakan di luar sekolah karena di sekolah tidak nyaman mengaktifkan telepon seluler karena peraturan sekolah yang melarang membawa telepon seluler. Kelompok IV berpendapat: “Kalau ponsel kami dirazia guru dan ditangkap, itu artinya cari perkara. Karena mendapatkan ponsel bukan mudah, jadi harus dijaga. Kalaupun tetap dibawa kesekolah, kalau di kelas tidak diaktifkan. Pada waktu istirahat baru diaktifkan, begitu seterusnya”. Telepon seluler digunakan terutama untuk menambah gaya. Selain itu bagi Kelompok IV, telepon seluler menambah pergaulan lebih luas lagi, keperluan komunikasi dengan keluarga di luar daerah sering juga melalui SMS itu pun kalau ada pulsa. Dulu sebelum punya telepon seluler komunikasi untuk luar daerah kepada keluarga atau saudara bisanya melalui surat. Dengan telepon seluler pesan bisa sampai dengan cepat, murah dan praktis (melalui SMS) daripada menelepon. Pendapat seperti ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan lembaga riset Asia Market Intelligence (AMI). Hasil penelitian mengungkapkan, 84 persen pengguna telepon seluler menganggap SMS sebagai media komunikasi yang tidak mengganggu, di mana 66 persen responden bahkan menggunakannya sebagai media untuk tukar menukar lelucon (Lysthano,2005).
109
Ikhtisar Pada umumnya, informan mengakui bahwa kepemilikan telepon seluler mereka sekarang akibat dari ikut-ikutan teman, keluarga atau masyarakat umum banyak yang telah lebih dahulu memiliki telepon seluler. Dari penjelasan para informan diketahui bahwa rasa minder atau rendah diri merupakan faktor yang mendorong mereka untuk memiliki telepon selular. Walaupun ada diantara informan yang tahu persis keadaan ekonomi keluarganya yang kurang mampu, namun tetap harus memiliki telepon seluler. Alasannya sederhana yaitu malu apabila tidak punya ponsel pasti akan dianggap ketinggalan zaman oleh teman-temannya. Padahal, semua informan mengakui telepon seluler tersebut permintaan dari orang tua dan juga pengisian pulsa sangat tergantung dari orang tua. Seolah-olah mereka tidak memikirkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ponsel sangatlah besar. Tentu saja hal ini tidak menjadi masalah bagi informan yang uang saku tinggi dan penghasilan orang tua juga tinggi. Namun bagi informan yang memiliki uang saku rendah, pulsa juga bukan hal terlalu penting karena mereka sangat terbantu dengan harga kartu perdana yang sangat murah dijual dipasaran. Sehingga tepat jika fenomena ini sesuai dengan peribahasa yang berbunyi besar pasak daripada tiang. Remaja yang belum punya penghasilan, namun sangat konsumtif. Hal ini sama yang dikatakan oleh Tambunan (2005) bahwa perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya. Para informan mengaku bahwa telepon selular bisa menambah gaya dalam penampilan atau lebih lengkapnya sebagai pelengkap penampilan. Dengan ponsel, mereka lebih percaya diri dalam bergaul, bangga dihadapan teman-temannya yang punya telepon seluler maupun yang belum punya ponsel.
110
Apalagi diantara mereka ada yang punya tipe ponsel yang canggih. Dengan demikian, umumnya informan merasa sudah bisa mengikuti perkembangan zaman atau mode yang sedang berkembang di kalangan remaja, misalnya ada yang merasa seperti remaja yang hidup di kota besar. Walaupun menurut sebagian besar informan, tempat tinggal bukanlah ukuran yang membedakan gaya remaja di kota dan di daerah dalam menggunakan ponsel. Karena walaupun Mukomuko masih relatif kecil, tetap saja ponsel digunakan baik sebagai sarana komunikasi atau hanya sekaedar gaya saja. Apalagi sekarang ini, sinyal ponsel hampir sudah dapat diperoleh pada daerah di luar Kota Mukomuko. Dengan demikian semakin menguatkan asumsi bahwa remaja yang tinggal di luar Mukomuko tidak ketinggalan zaman dari remaja yang tinggal di Mukomuko. Namun ada juga diantara informan yang tidak terpengaruh dengan gaya remaja di media massa atau televisi. Menurut mereka, kehidupan remaja khususnya di sinetron dengan tipe ponsel yang canggih dan bagus hanya rekayasa saja atau bukan kenyataan sebenarnya. Walaupun begitu, selain untuk gaya, ponsel juga menambah pergaulan para informan seperti punya banyak teman dari luar daerah ataupun di daerah Mukomuko. Hal ini menunjukkan bahwa ponsel berfungsi juga sebagai sarana komunikasi. Namun mereka cenderung lebih mengutamakan ponsel untuk gaya. Menurut Siregar (2004), manakala membicarakan gaya hidup remaja, dengan mengandaikan kekhasannya dalam kehidupan mereka, yang dapat dilihat perbedaanya dari gaya hidup kelompok lainnya. Gaya hidup sebagai pembeda kelompok akan muncul dalam masyarakat yang terbentuk atas dasar kriteria sosial. Dapat dikatakan bahwa gaya hidup inilah yang menjadi simbol prestise dalam sistem kriteria sosial. Karena ia dapat bersifat modis, yang penyebarannya melalui komunikasi massa menembus batas-batas kriteria sosial pada saat itulah gaya hidup ini ditempatkan sebagai suatu kebudayaan massa. Kondisi masyarakatlah yang akan membentuk produk kebudayaan popular, ini berarti sosok remaja merupakan “komoditas” yang gampang dijual, sementara jumlah kalangan remaja: besar dan potensial sebagai pembeli. Di samping pada masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Sebagian informan menganggap bahwa dari ponsel bisa menunjukkan siapa diri pemiliknya. Terlebih lagi menurut n i forman ponsel bisa menaikkan status sosialnya di kalangan teman-temannya ataupun masyarakat tempat tinggalnya secara umum. Ponsel mahal tentunya menambah rasa percaya diri
111
informan. Merek yang terkenal dengan kapasitas fitur yang bagus juga bisa membuat sebagian informan bangga di hadapan teman-temannya. Namun, hanya sebagian kecil informan yang merasa bahwa harga bukan hal yang diutamakan karena harga ponsel sekarang bisa saja berubah dalam waktu yang singkat. Bahkan sekarang banyak sekali ponsel yang dijual murah. Sehingga hal ini juga menurut informan salah satu penyebab bahwa bahwa kalangan bawah pun banyak yang memiliki ponsel. Sesuai dengan informasi yang di dapat dari salah seorang informan yang tergolong kurang mampu, alasan yang paling mendorong ia memiliki ponsel adalah pengaruh teman-teman di sekolah dan di tempat tinggal yang sudah lebih dulu punya ponsel. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan Johan (2005) bahwa keterlibatan remaja pada teman sebaya akan memungkinkan untuk mendapatkan lebih banyak informasi serta melakukan evaluasi dan perbandingan diri dengan kelompok. Bagi remaja, pengaruh rekan kelompok akan sangat mempengaruhi penilaiannya atas suatu merek dan mendorong remaja untuk lebih loyal pada suatu merek tertentu yang mendapatkan penghargaan tinggi. Berkaitan dengan pola tindak penggunaan ponsel, hampir semua informan mengatakan bahwa tiap hari menggunakan ponsel walaupun tidak untuk kegiatan yang memakai pulsa, misalnya hanya sekadar mendengarkan lagu, mengutak-atik menu, mengggantikan lagu untuk nada panggil dan membaca SMS yang belum dihapus dari ponsel. Frekwensi menggunakan ponsel di kalangan informan dapat dikatakan tinggi karena secara umum dalam sehari kalau ada pulsa selalu mengirim SMS atau menelepon. Sementara kalau tidak ada pulsa sering juga menerima SMS atau telepon. Namun fasilitas yang paling sering digunakan adalah SMS karena harganya yang murah, praktis, pesan bisa sampai pada saat itu juga. Selain itu, Fasilitas telepon dan games juga merupakan fasilitas yang sering digunakan selain kamera dan MP3 bagi informan yang mempunyai ponsel yang canggih. Semua informan mengatakan yang paling sering menghubungi dan dihubungi adalah pacar. Sehingga yang paling sering dibicarakan adalah kegiatan yang sedang dilakukan, menanyakan kabar kadang informan merasa yang dibicarakan bukan lah hal yang penting. Kalau ponsel dibawa ke sekolah, biasanya pada saat dikelas, diatur nada getar sedangkan ketika istirahat, nada ponsel diatur dengan nada berbunyi atau keras. Hal itu dilakukan informan terkait dengan peraturan sekolah yang
112
melarang membawa ponsel kesekolah. Bagi informan kalau tidak membawa ponsel pada aktifitas apa saja maka informan merasa ada yang kurang. Karena ponsel begitu penting bagi mereka, maka ponsel dianggap dapat menambah percaya diri dan sebagai pelengkap penampilan dalam pergaulan. Dulu pada awal punya ponsel dan orang masih jarang menggunakannya, biasanya ponsel dibawa dengan cara mengalungkan ponsel dileher agar kelihatan hebat oleh orang lain karena dapat menujukkan status sosial pemakainya. Hal ini berkaitan dengan gengsi remaja yang senang dikatakan modern apabila dalam pergaulan memakai ponsel.
Namun sekarang,
kebanyakan informan menyimpan ponsel mereka ditas atau dimasukkan dikantong selain karena bagi mereka ponsel bukan lagi barang yang mewah. Selain itu, alasan keamanan juga merupakan faktor pendorong mereka agar tampil biasa-biasa saja dengan ponselnya.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA SIKAP DAN POLA TINDAK DALAM MENGGUNAKAN TELEPON SELULER Faktor Individu dan Keluarga Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifatsifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Remaja laki-laki dan perempuan yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas lebih awal memiliki ponsel dari pada remaja yang berasal dari keluarga ekonomi bawah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa mereka menggunakan ponsel akibat dari ikut-ikutan teman atau masyarakat umum yang menggunakan ponsel. Terutama remaja laki-laki dan perempuan yang berasal dari keluarga ekonomi bawah. Mereka merasa minder dan takut dianggap orang yang ketinggalan zaman oleh lingkungannya. Padahal mereka sadar bahwa ponsel bukan kebutuhan utama mereka. Domisili diluar kota Mukomuko tidak menjadi penghalang bagi remaja dalam menggunakan ponsel karena di Kabupaten Mukomuko sinyal ponsel sudah semakin baik karena hampir menjangkau semua wilayah di kabupaten Mukomuko walaupun ada di beberapa tempat sinyal ponsel masih lemah. Hal ini berarti, remaja yang tinggal di luar Mukomuko tidak ketinggalan dalam hal gaya dari remaja yang tinggal di Kota Mukomuko, apalagi dengan menggunakan ponsel. Untuk remaja yang berada di kota Mukomuko sendiri, kehadiran ponsel tidak banyak mempengaruhi komunikasi antar pribadi. Dengan kata lain bahwa dengan adanya ponsel, aktifitas komunikasi antar pribadi yang dilakukan seperti sebelum adanya ponsel terkesan biasa-biasa saja. Remaja yang berasal dari keluarga mampu umumnya memiliki uang saku tinggi tiap bulannya dan biaya ponsel tiap bulannya masih dibantu orang tua selain dari uang saku tersebut. Sebaliknya remaja yang berasal dari keluarga tidak mampu memiliki uang saku rendah tiap bulannya dan biaya ponsel jarang dibantu oleh orang tua lagi. Umumnya pengguna ponsel dari kalangan ini adalah pengguna baru ponsel. karena ponsel sebagai barang baru bagi mereka maka ponsel dianggap dapat menaikkan status sosialnya di masyarakat. Mereka sangat bangga punya
114
ponsel walaupun tipe atau jenis ponselnya tidak sebagus ponsel remaja dari keluarga mampu. Tentunya harga ponsel mereka juga tergolong murah karena faktor ini juga yang memudahkan mereka membeli ponsel. Mereka beranggapan bahwa di zaman sekarang ini, harus tampil gaya agar bisa diterima dalam pergaulan. Maka tidak heran bila remaja dari golongan ini merasa sudah seperti gaya remaja kota besar dengan memakai ponsel walaupun mereka berada di daerah. Sehingga yang bisa bergaya bukan hanya remaja dari keluarga mampu saja. Menurut remaja yang berasal dari keluarga mampu, rasa bangga punya ponsel dirasakan ketika pada awal punya ponsel dimana saat itu masih jarang remaja pakai ponsel di sekolah maupun di sekitar tempat tinggalnya. Tidak lama setelah tower berdiri hanya orang mampu saja yang punya ponsel. Sekarang semua kalangan banyak yang memiliki ponsel sehingga membuat remaja dari keluarga mampu tidak merasa bangga lagi dengan ponselnya. Hal tersebut sangat berbeda dengan remaja yang baru menggunakan ponsel. Mereka menganggap ponsel dapat menjadi simbol pergaulan, barang mewah dan dapat menaikkan gengsi. Dari hasil penelitian, ada perbedaan pola sikap dan tindak antara pria dan wanita yang sangat menonjol dalam menggunakan ponsel. Perbedaan tersebut adalah: Pria: 1. lebih tertarik pada ponsel yang canggih dengan bentuk yang unik 2. lebih sering menghubungi orang lain dengan cara menelepon sehingga lebih boros memakai pulsa 3. jarang menggunakan ponsel didepan umum dan tidak terlalu suka dengan pernak-pernik ponsel 4. kurang suka memamerkan ponsel didepan umum sehingga lebih suka menyimpan ponsel disaku celana. Wanita: 1. mudah terpengaruh bujukan teman dan lebih suka merasa minder 2. lebih sering mengubungi orang lain dengan cara mengirim SMS sehingga hemat dalam pemakaian pulsa 3. lebih tertarik pada warna dan bentuk ponsel, bukan pada hal teknis dan kegunaannya 4. merasa bangga menggunakan ponsel di depan umum
115
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Ponsel yang diproduksi semakin variatif baik dari merek, bentuk, ukuran maupun menu dan fitur yang ada di dalam ponsel tersebut. Dengan adanya hal tersebut, remaja cenderung untuk memiliki ponsel yang menurut mereka paling maju dan paling baru. Menurut informan, soal gonta-ganti ponsel itu biasa, sekarang keperluan ponsel itu apa, teknologi atau mau keren-kerenan saja. Sumber Informasi Ada dua sumber informasi yang menjadi acuan remaja dalam memperoleh informasi tentang ponsel yaitu media massa dan komunikasi antar pribadi. Media massa yang dimaksud adalah televisi, surat kabar, dan majalah. Walaupun Mukomuko sudah menjadi kabupaten, namun di sana belum ada stasiun radio swasta ataupun milik pemerintah. Surat kabar yang ada di Kabupaten Mukomuko umumnya adalah Rakyat Bengkulu yang merupakan harian lokal di Bengkulu. Terbukti setiap remaja hampir seluruhnya mengenal Rakyat Bengkulu. Namun, harian nasional seperti Kompas dan Media Indonesia ada juga yang dibaca oleh remaja di Mukomuko. Majalah khusus remaja juga banyak menjadi bacaan rutin remaja di Kabupaten Mukomuko seperti Aneka Yess. Tabloid khusus tentang ponsel seperti Ponsel dan Tele Shop, banyak juga memberikan informasi tentang ponsel bagi remaja. Sementara itu, untuk dapat menyaksikan program acara televisi swasta, harus mempunyai parabola. Dalam penelitian ini, ternyata media massa memberikan hal yang terpenting dalam proses pengambilan keputusan memiliki ponsel karena remaja secara umum mengaku mengenal ponsel diperoleh dari media massa. Hal ini mengakibatkan remaja lebih tertarik dengan sajian pesan dari media massa yang menurut mereka sangat bagus. Selanjutnya komunikasi antar pribadi menjadi alternatif informasi kedua tentang ponsel bagi remaja di Mukomuko. Walaupun remaja pengguna ponsel mengakui bahwa informasi dari teman, counter ponsel dan keluarga sangat detil dibandingkan dari media massa. Artinya, Informasi dari komunikasi antar pribadi tentang ponsel sifatnya hanya menguatkan informasi dari media massa.
116
Ikhtisar Karakteristik individu dan keluarga memiliki pengaruh yang kuat bagi remaja dalam menggunakan ponsel. Karena, ada perbedaan sikap dan tindakan tertentu bagi remaja terhadap karakteristik individu dan keluarga yang meliputi umur, jenis kelamin, domisili, uang saku per bulan, lama memiliki ponsel, pekerjaan dan pendapatan orangtua. Masa remaja merupakan saat seseorang mencari identitas diri sehingga pada masa ini, seorang remaja tentunya membutuhkan penghargaan dari kelompoknya atau orang lain sehingga ingin selalu diakui keberadaannya. Untuk dapat diterima dalam pergaulan, maka remaja berusaha mengikuti budaya yang berkembang di dalam pergaulan tersebut, seperti memakai ponsel. Walapun ada sebagian remaja yang berasal dari keluarga yang kurang mampu juga memiliki ponsel. Sehingga diduga pemakaian ponsel bagi remaja kalangan kurang mampu bukan merupakan suatu kebutuhan sarana komunikasi melainkan untuk gaya. Menariknya, bagi remaja dari kalangan atas yang mempunyai uang saku tinggi dan pendapatan orang tua tinggi, fungsi ponsel juga sebagai gaya selain digunakan untuk kebutuhan sarana komunikasi. Selanjutnya, terdapat perbedaan pola sikap dan tindak penggunaan ponsel berdasarkan jenis kelamin remaja di Kabupaten Mukomuko. Umumnya, remaja yang berasal dari keluarga mampu merupakan pengguna lama ponsel. Sebaliknya dengan remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu merupakan pengguna baru ponsel. Hal ini sangat wajar karena pada awal ponsel banyak dipakai oleh remaja di kabupaten Mukomuko adalah yang berasal dari keluarga yang mampu. Namun demikian, tidak nampak perbedaan yang mendasar antara remaja yang tinggal di dalam dengan remaja yang tinggal di luar Kota Mukomuko dalam menggunakan ponsel, karena sekarang ini sinyal ponsel sudah menembus semua wilayah di Kabupaten Mukomuko walaupun masih ada daerah-daerah tertentu yang belum kuat sinyal ponselnya. Selain itu, media massa menimbulkan ketertarikan remaja dalam mengenal ponsel, tentunya dari media massa pula remaja pertama kali mengenal ponsel. Informasi dari komunikasi antar pribadi tentang ponsel sifatnya hanya menguatkan informasi dari media massa. Jadi dapat dikatakan media massa merupakan sumber informasi yang paling mempengaruhi remaja menggunakan ponsel.
SIMPULAN Penelitian ini menghasilkan simpulan pokok yaitu penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko merupakan budaya massa. Ciri budaya massa penggunaan telepon seluler oleh remaja di Kabupaten Mukomuko adalah disebabkan oleh media massa, sebagai hiburan, mudah diterima oleh masyarakat banyak serta bersifat permukaan artinya penggunaan telepon seluler bukan merupakan suatu kebutuhan melainkan hanya sebagai alat agar dianggap sebagai remaja gaul atau tidak ketinggalan zaman. Hal ini didukung oleh temuan berikut: 1. Pola sikap penggunaan telepon seluler di kalangan remaja di Kabupaten Mukomuko cenderung digunakan sebagai gaya hidup (lifestyle), bukan diutamakan sebagai sarana komunikasi. Artinya, bahwa telepon seluler bagi remaja di Kabupaten Mukomuko hanya sebatas pelengkap penampilan agar tidak dikatakan ketinggalan zaman dalam pergaulan. Selanjutnya ternyata penggunaan telepon seluler oleh remaja di Mukomuko akibat dari ikut-ikutan teman, keluarga dan masyarakat sekitarnya yang sudah memiliki telepon seluler. Pola tindak penggunaan telepon seluler di kalangan remaja di Kabupaten Mukomuko cenderung digunakan untuk aktifitas yang kurang bermanfaat dan bersifat tidak penting. Hal ini barangkali disebabkan karena telepon seluler lebih diutam akan untuk gaya bukan untuk sarana komunikasi. Namun begitu, terdapat juga aktifitas bermanfaat yang diperoleh dari telepon seluler. 2. Faktor individu dan keluarga mempengaruhi pola sikap dan pola tindak remaja menggunakan telepon seluler. Remaja yang berasal dari keluarga ekonomi kelas atas merupakan remaja yang telah lama punya telepon seluler yaitu lebih dari satu tahun. Mereka mempunyai uang saku tinggi tiap bulan sehingga persediaan pulsa selalu ada karena biaya pulsa berasal dari uang saku dan bantuan dari orang tua. Kelompok remaja ini termasuk sering menggganti telepon seluler dengan alasan bosan dengan telepon seluler yang lama sehingga selalu mempunyai telepon seluler canggih. Sebaliknya, remaja yang berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah merupakan remaja yang baru punya telepon seluler yaitu kurang dari satu tahun. Umumnya, mereka dalam golongan ini memiliki uang saku rendah tiap bulan sehingga biaya
118
untuk pulsa sangat terbatas. Untuk itu, bagi mereka pulsa tidak terlalu penting dibandingkan keberadaan fisik telepon seluler. Mereka menganggap telepon seluler barang mewah dapat menaikkan gengsi. Namun, domisili informan tidak mempengaruhi pola sikap dan pola tindak karena sinyal telepon seluler sudah menyebar keseluruh wilayah Mukomuko walaupun ada daerah tertentu yang kurang kuat sinyal telepon selulernya. 3. Sumber informasi yang paling banyak mempengaruhi remaja menggunakan telepon seluler adalah media massa. Media massa sumber pertama bagi remaja mengenal telepon seluler. Hal ini mengakibatkan rem aja lebih tertarik dengan sajian pesan dari media massa yang menurut mereka sangat bagus. Namun, keputusan remaja menggunakan telepon seluler adalah komunikasi antar pribadi. Artinya, Informasi dari komunikasi antar pribadi tentang telepon seluler sifatnya hanya menguatkan informasi dari media massa.
DAFTAR PUSTAKA Buku Teks Alfian. 1982. Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: LP3ES Arif M. 1995. Materi Pokok Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Universitas Terbuka. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty Bappeda Kabupaten Mukomuko. 2006. Mukomuko Dalam Angka 2005. Mukomuko Damono SD. 2004. Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil. Di dalam: Ibrahim IS, editor. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Ibrahim IS, editor. 2004,. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco Kayam U. 2004. Budaya Massa Indonesia. Di dalam: Ibrahim IS, editor. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Kast FE., dan Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jilid I, Ed. Ke-4, Cet. Ke-4. A. Hasyani Ali Penterjemah. Jakarta: Bumi Aksara Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru ---------------------. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Kuntowijoyo. 2004. Budaya Elit dan Budaya Massa. Di dalam: Ibrahim IS, editor. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Liliweri A. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Mischel HN, Mischel W. 1973. Reading in Personality. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc. Miles BM, Michael H. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Monks K, Haditono S. 1999. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Moleong LJ. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
121
Mulyana D. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka Piliang YA. 2004. Realitas-Realitas Semu Masyarakat Konsumer: Estetika Hiperealitas dan Politik Konsumerisme. Di dalam: Ibrahim IS, editor. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Rakhmat J. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya --------------. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Rogers. 1983. Diffusion of Innovation. Third Edition. London: The Free Press. Collier Macmillan Publisher Sarwono S. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada ---------------. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Sajogyo P. 1982. Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan. Penyunting Sayogyo dan Pujiwati Sayogyo. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Siregar A. 2004. Popularisasi Gaya Hidup: Sisi Remaja dalam Komunikasi Massa. Di dalam: Ibrahim IS, editor. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam “Masyarakat Komoditas” Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra SMUN 1 Mukomuko. 2006. Profil Sekolah SMU Negeri 1 Mukomuko. Mukomuko Soetarto E, Agusta I. 2003. Masyarakat dan Kebudayaan. Di Dalam: Sosiologi Umum. Bagian Ilmu-Ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekanto S.1988. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press Strinati D. 2004. Popular Culture. Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Bentang Pustaka Van DB, Hawkins HW. 1999. Penyuluh Pertanian. Yogyakarta: Kanisius Winarni. 2003. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Malang: UMM Press
Jurnal Ilmiah Goebel BL, Brown OR. 1981. Age Differences in Motivation Related to Maslow Need Hierarchy. Journal of Development Psychology. 117.
122
Sanmustari R. 1991. Konsumtivisme Masyarakat Indonesia. Psikomedia Edisi 7. Lembaga Penerbitan Mahasiswa Psikologi UGM.Yogyakarta
Internet Anonim 2. Sensualitas Dalam Televisi: Budaya Massa, Moralitas dan Ketelanjangan Kultural. http://www.pikiran-rakyat.com (6 September 2005) Hamzah. Trend Ponsel Bagi Remaja: Karena Kebutuhan Atau Prestise Diri. http:// www. waspada.co.id ( 5 September 2005) Johan.
Dampak Sosial (6 September 2005)
Penemuan
Juliastuti N. Politik Penciptaan (10 Desember 2005)
Ponsel.
Budaya
http://www.phonselplus.com.
Handphone.
http://www.jai.or.id.
Krisna AN. Makin Banyak, Makin Murah dan Makin Canggih. http://www.rnw.nl. (2 Agustus 2004) Lysthano R. Bisnis Seluler, Gaya Hidup dan Liberalisasi Telekomunikasi. http:// www.tebet.blogspot.com (10 Desember 2005) Marten N. Sejarah Handphone. http:// groups.yahoo.com (6 September 2005) Mursito.
Budaya Televisi (20 Agustus 2005)
Dan
Determinisme
Simbolik.
http://psi.ut.Ac.id.
Pambudy N. Inul di Dalam Budaya Pop. http://www.webgaul.com. (5 September 2005) Peter J. Pop! Populis! Popular!. http://www.keyword-guide.info/rank/budaya. (2 Desember 2005) Piliang
YA. Banalitas (5 September 2005)
Kebudayaan.
http://kertas-merah.blogspot.com.
Sebastian L. Ponsel Kini Menjadi Gaya Hidup. http://www.pikiran-rakyat.com ( 2 Desember 2005) Tambunan R. Remaja Dan Perilaku Konsumtif. (13 September 2005)
http://www.e-psikologi.com.
Wikipedia Indonesia. Definisi Telepon Seluler. http://id.wikipedia.org/wiki/Ponsel (12 Agustus 2006)
Lampiran 1 DATA RESPONDEN PENELITIAN DARI ANGKET No.
No. HP
1,1
1,2
1,3
Rspdn
1,4 1.4.1
1,5
1,6
1,7
1.4.2
1,8 1.7.1
(Jt)
(ribu)
1.7.2
1.8.1
(Rp)
1
2
3
4
001
081362461890 Nani S
15 P
-
Agro, ada
swasta
<1
<100
50 ortu
film
cinta remaja
ya
kdg-kdg
002
085267773934 Rita A
16 P
ya
-
swasta
<1
<100
60 ortu
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
003
085267685855 Friesgina W
15 P
ya
-
swasta
1-2
>200
100 ortu
sinetron
cinta
ya
tiap hari
004
085267896892 Yunita S
17 P
ya
-
swasta
<1
>200
53 Uang Saku
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
005
081373298438 Lesti Y
16 P
ya
-
swasta
<1
<100
50 ortu
sinetron
cinta
ya
tiap hari
006
081373616864 Lilis M
15 P
ya
-
swasta
<1
100-200
100 Uang Saku
sinetron
cinta
ya
kdg-kdg
007
085267773097 Agustina H
16 P
-
L.Gedang, ada
PNS
<1
100-200
35 Uang Saku
Sinetron
cinta
ya
tiap hari
008
085267773930 Pajri. A.Y
15 L
ya
-
swasta
<1
100-200
25 Ortu &U.Saku
Olahraga
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
009
081373214191 Afrida S
15 P
-
Penarik, ada
PNS
1-2
100-200
50 ortu
sinetron
pengathuan agama
ya
kdg-kdg
010
081363106061 Dayun S
16 L
ya
-
Petani
<1
<100
50 ortu
Olahraga
kerjasama tim
ya
tiap hari
011
085267205295 Nurmilia
16 P
ya
-
swasta
<1
100-200
150 Uang Saku
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
012
081374510574 Elvera
16 P
ya
-
swasta
>2
100-200
100 ortu
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
013
085267685872 Kika A
16 P
ya
-
PNS
1-2
<100
100 ortu
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
014
085267487898 Yulian S
15 L
ya
-
PNS
<1
<100
75 ortu
olahraga
kerjasama tim
ya
tiap hari
015
085267301545 Rudiansyah
17 L
ya
-
Nelayan
1-2
100-200
60 Uang Saku
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
016
085267899215 Rahmi T
16 P
ya
-
PNS
1-2
<100
150 Ortu &U.Saku
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
017
085267774856 Jasniati
16 P
ya
-
swasta
1-2
100-200
150 Ortu &U.Saku
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
018
085267774766 Dian Febria
17 P
-
Ds. Baru, ada
PNS
1-2
100-200
100 Ortu &U.Saku
sinetron
percintaan
ya
kdg-kdg
019
085263340255 Widya N
17 P
ya
-
swasta
<1
>200
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
020
085267645998 Dora W
17 L
-
Lb. Sanai, ada
Petani
>2
100-200
olahraga
percintaan
ya
kdg-kdg
021
081373775641 Kessuandy
17 L
-
Penarik, ada
Petani
<1
<100
olahraga
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
022
085267150052 Turi M
16 P
-
Lb. Sanai, ada
swasta
1-2
100-200
100 Ortu &U.Saku
sinetron
percintaan
ya
kdg-kdg
023
085267815614 Sinda W
16 P
ya
-
Petani
<1
100-200
100 Ortu &U.Saku
musik
lagu terbaru
tidak kdg-kdg
024
085267700558 Selvia. V
16 P
ya
-
PNS
<1
<100
50 ortu
sinetron
cinta
ya
tiap hari
025
081374204337 Adek R
16 P
-
Lb. Sanai, ada
swasta
1-2
100-200
75 Ortu &U.Saku
film
misteri
ya
kdg-kdg
026
085267668757 Elsi S
16 P
ya
-
PNS
1-2
100-200
75 ortu
sinetron
pendidikan agama
ya
kdg-kdg
027
085263200876 Chandra E
16 P
-
Ds. Baru, ada
Buruh
<1
<100
50 ortu
film
misteri
tidak kdg-kdg
028
085267383258 Lely A
17 P
ya
-
swasta
<1
<100
34 Ortu &U.Saku
sinetron
pendidikan agama
ya
kdg-kdg
029
085267487899 Yulian S
17 L
ya
-
Petani
<1
<100
50 Ortu &U.Saku
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
030
081373419274 Bayu C
16 L
-
Penarik, ada
Petani
1-2
100-200
75 Ortu &U.Saku
berita
I.Pengetahuan
ya
kdg-kdg
031
085267664843 Purwa N
16 L
-
Agro, ada
swasta
1-2
<100
25 Ortu &U.Saku
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
032
085267670715 Lidawati
17 P
-
Ds. Baru, ada
Petani
<1
100-200
75 Ortu &U.Saku
infotainment
Gosip seleb
ya
kdg-kdg
033
081373199388 Denie M
17 P
-
Penarik, ada
swasta
1-2
100-200
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
034
085267600189 Meyi Y
17 P
-
Tn. Rekah, ada
Petani
<1
<100
sinetron
peng. Agama
ya
kdg-kdg
035
085267322489 Lidia A
16 P
ya
-
PNS
1-2
>200
240 ortu
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
036
085267598774 Fransisco
16 L
ya
-
PNS
1-2
>200
100 Uang Saku
sinetron
I. Pengtahuan
ya
tiap hari
75 Uang Saku 200 Ortu &U.Saku 50 Uang Saku
100 ortu 32 Ortu &U.Saku
037
085267335110 Dedi K
18 L
-
Penarik, ada
Petani
<1
100-200
100 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
038
085267896858 Wanti S
16 P
ya
-
PNS
1-2
>200
120 ortu & U. Saku
sinetron
kisah remaja
ya
tiap hari
039
085267814875 Meri S
17 P
-
Lb. Sanai, ada
Petani
>2
100-200
100 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
040
085267691669 Herwilin
16 P
-
Lb. Sanai, ada
Petani
>2
>200
100 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
041
081363242416 Dira P
17 L
ya
-
PNS
<1
100-200
75 Uang Saku
sinetron
percintaan
ya
kdg-kdg
042
085267588506 Yesi M
17 P
ya
-
swasta
>2
100-200
50 ortu
sinetron
peng. agama
ya
tiap hari
043
085267681289 Okky Y
17 L
-
Ts. Terunjam, ada Petani
>2
100-200
100 ortu
Sinetron
drama remaja
ya
tiap hari
044
085267174295 Surtriana
17 P
-
Ts. Terunjam, ada Petani
>2
100-200
100 orto
045
081373820024 Susepti N
16 P
ya
-
PNS
1-2
<100
046
085267811499 Apruli N
17 L
ya
-
PNS
1-2
100-200
047
081373682731 Ulya W
16 L
ya
-
PNS
1-2
<100
048
08153910326
Resti S
16 P
ya
-
swasta
1-2
<100
049
085267700760 Sunita
17 P
ya
-
Petani
<1
050
085267373634 Andi F
17 L
ya
-
PNS
<1
051
085267487824 Mardaleni
18 P
ya
-
Nelayan
<1
<100
052
085263633291 Titis S
17 P
ya
-
Petani
1-2
100-200
053
081374304110 Tifanie
16 P
ya
-
swasta
1-2
<100
054
085267823734 Dewi P
17 P
ya
-
Petani
<1
055
085267424951 Nurhayati
17 P
-
Lb. Sanai, ada
swasta
1-2
056
085267813629 Azni Y
17 P
ya
-
PNS
057
081373508134 Agus A
16 L
-
Penarik, ada
058
081375911861 Hesti R
16 P
-
Penarik, ada
059
085267402156 Novriyanti
17 P
ya
060
085267831708 Nining R
17 P
061
085267668149 Defni J
18 P
062
081367212282 Lidya S
063
085267562381 Rina D
064
sinetron
drama remaja
ya
kdg-kdg
50 ortu
Infotainment
Gosip seleb
ya
tiap hari
50 Ortu &U.Saku
Olahraga
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
film
misteri
ya
kdg-kdg
58 ortu
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
<100
58 ortu
berita
I.Pengetahuan
ya
kdg-kdg
100-200
58 Ortu &U.Saku
Film Barat
percintaan
ya
tiap hari
film
persahabatan
ya
kdg-kdg
50 ortu
infotainment
I. Pengetahuan
ya
kdg-kdg
50 ortu
Infotainment
Gosip seleb
ya
tiap hari
100-200
75 Uang Saku
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
100-200
50 ortu
sinetron
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
1-2
<100
50 Ortu &U.Saku
sinetron
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
swasta
<1
>200
100 Uang Saku
olahraga
kerjasama tim
ya
tiap hari
Buruh
<1
<100
100 ortu & U. Saku
sinetron
cinta remaja
ya
kdg-kdg
-
PNS
1-2
100-200
berita
politik
ya
tiap hari
-
Lb. Pinang, ada
swasta
<1
<100
150 Ortu &U.Saku
sinetron
persahabatan
ya
kdg-kdg
-
Lb. Pinang, ada
swasta
1-2
100-200
160 ortu & U. Saku
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
18 P
ya
-
PNS
1-2
<100
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
18 P
-
Penarik, ada
swasta
<1
<100
berita
kriminal
ya
kdg-kdg
085267898750 Mieke P
18 L
ya
-
PNS
1-2
100-200
50 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
065
085267775030 Ari S
18 L
ya
-
PNS
1-2
100-200
50 Ortu &U.Saku
film
misteri
ya
kdg-kdg
066
085267485640 Ryan A
17 L
ya
-
PNS
>2
100-200
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
067
085267461607 Aini S
18 P
ya
-
pensiunan 1-2
100-200
50 ortu
sinetron
percintaan
tidak kdg-kdg
068
081373545576 Elfa Y
18 P
ya
-
PNS
<1
<100
50 ortu & U. Saku
film kartun & cina misteri
ya
tiap hari
069
085267699950 Siska S
18 P
ya
-
PNS
1-2
100-200
film
ya
kdg-kdg
100 ortu & U. Saku
132 ortu
50 Ortu &U.Saku
58 ortu 150 u. saku & saudra
100 Uang Saku
400 orang lain
I.Pengetahuan
070
085267564081 Epriadi
17 L
ya
-
pensiunan <1
<100
25 ortu
film kartun
persahabatan
tidak kdg-kdg
071
081539340440 Devy R
18 L
-
Penarik, ada
swasta
1-2
100-200
50 ortu
film kartun
misteri
ya
kdg-kdg
072
085267468502 Yesi S
18 P
-
Tn. Rekah, ada
Petani
<1
<100
25 ortu
Film Barat
IPTEK
ya
kdg-kdg
073
085267896582 Mira H
17 P
ya
-
swasta
1-2
100-200
sinetron
cinta
ya
tiap hari
074
085267335351 Maria D
17 P
ya
-
PNS
1-2
<100
70 Ortu &U.Saku
Infotainment
Gosip seleb
ya
tiap hari
075
085664923634 Titi S
17 P
-
-
Petani
<1
100-200
58 ortu
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
076
085664926451 Rully S
18 L
-
Pd. Lunang, ada
PNS
>2
>200
50 ortu & U. Saku
film india
misteri
ya
tiap hari
077
085267456135 Oktami L
18 P
-
Penarik, ada
PNS
>2
>200
100 ortu & U. Saku
sinetron
persahabatan
ya
kdg-kdg
078
085267461586 Apdika P
17 P
ya
-
PNS
1-2
100-200
100 ortu
infotaiment
pengetahuan
ya
kdg-kdg
079
085267600372 Siti N
19 P
-
Tn. Rekah, ada
Buruh
<1
>
33 ortu
film
percintaan
ya
tiap hari
080
085664923644 Angga
18 L
-
Penarik, ada
Petani
>2
100-200
75 ortu & U. Saku
musik
lagu terbaru
ya
kdg-kdg
081
081373790609 Riki H
17 L
ya
-
swasta
<1
<100
100 ortu & U. Saku
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
082
081373501026 Ricky H
18 L
ya
-
PNS
>2
100-200
100 ortu
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
083
085267635900 Novelly E
17 P
-
Lb.pinang, ada
PNS
1-2
>200
75 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
kdg-kdg
084
085263342748 Emi R
16 P
-
Tn. Rekah, ada
swasta
1-2
<100
50 ortu
sinetron
persahabatn
ya
kdg-kdg
085
085664915816 Aryusda
17 P
ya
-
PNS
<1
<100
30 ortu
sinetron
cinta remaja
ya
kdg-kdg
086
081373353926 Jevie E
17 L
ya
-
swasta
>2
<100
175 ortu & U. Saku
film
misteri
ya
kdg-kdg
087
085267181680 Ririn P
17 P
ya
-
swasta
1-2
100-200
100 ortu & U. Saku
sinetron, drama
kekeluargaan
ya
kdg-kdg
088
085267588771 Andra S
18 L
ya
-
PNS
>2
100-200
100 ortu & U. Saku
infotainment
Gosip seleb
ya
kdg-kdg
089
081373537014 Fitriyeni
17 P
ya
-
Dagang
1-2
100-200
100 Uang Saku
sinetron
cinta
tidak kdg-kdg
090
085267813744 Linda S
19 P
ya
-
Petani
<1
<100
film
cinta
ya
kdg-kdg
091
085263174922 Tuti F
18 P
-
Lb. Pinang, ada
swasta
1-2
100-200
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
092
085267205274 Zurisa R
17 P
ya
-
PNS
1-2
100-200
Infotainment
Gosip seleb
ya
kdg-kdg
093
081373834939 Wiwin
19 P
-
Penarik, ada
swasta
<1
<100
160 Ortu &U.Saku
sinetron
cinta remaja
ya
tiap hari
094
085267652307 Heppy
18 P
ya
-
swasta
>2
>200
120 ortu
Infotainment
Gosip seleb
ya
kdg-kdg
095
085267202667 Ignes O
17 P
ya
-
PNS
1-2
<100
sinetron
percintaan
ya
kdg-kdg
096
085263328597 Nurjani
18 P
-
Pd. Lunang, ada
swasta
1-2
100-200
sinetron
peng.agama
ya
kdg-kdg
097
081539385415 Nandra J
18 P
ya
-
swasta
>2
100-200
60 ortu & U. Saku
sinetron
kekeluargaan
ya
kdg-kdg
098
085263415184 Leyesti
18 P
-
Penarik, ada
Petani
<1
<100
50 Uang Saku
film
psahabatan
ya
kdg-kdg
099
081367003200 Endi S
18 L
-
Lb. Sanai, ada
PNS
1-2
100-200
60 ortu & U. Saku
Infotainment
Gosip seleb
ya
tiap hari
100
085267642130 Andri M
16 L
ya
-
PNS
>2
>200
100 Ortu &U.Saku
sinetron
persahabatan
ya
tiap hari
101
081373712146 Lenny Z
16 P
ya
-
swasta
>2
>200
120 ortu
berita
peng.umum
ya
tiap hari
102
085267740118 Afrizal
17 L
ya
-
PNS
1-2
100-200
50 Uang Saku
sepakbola
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
103
081573466845 Tiara
17 P
-
Penarik, ada
Petani
<1
<100
50 Uang Saku
infotainment
peng.umum
ya
tiap hari
104
085262678448 Hendy P
17 L
ya
-
PNS
1-2
100-200
50 Uang Saku
olahraga
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
105
08163901485
Puteri Y
18 P
ya
-
swasta
1-2
100-200
75 ortu
sinetron
persahabatn
ya
tiap hari
106
085267415205 Kasriadi
18 L
ya
-
ABRI
1-2
<100
50 ortu
olahraga
kerjasama tim
ya
kdg-kdg
107
085267124485 Wahyu
16 L
ya
-
PNS
1-2
<100
52 ortu
berita
I.Pengetahuan
ya
tiap hari
108
081373645246 Rahmasari
16 P
-
Penarik, ada
swasta
1-2
100-200
50 ortu
sinetron
peng.agama
ya
kdg-kdg
109
085267476208 Sri H
16 P
ya
-
PNS
1-2
<100
50 ortu & U. Saku
sinetron
percintaan
ya
tiap hari
100 ortu
50 Uang Saku 160 ortu 50 ortu & U. Saku
60 ortu 100 Uang Saku
lampiran 1DATA RESPONDEN PENELITIAN DARI ANGKET No.
1,9
Rspdn
1.8.2 1
2
1.8.3 3
4
1.8.4
1.8.5
bulan tahun
5
001
-
Aneka Yes
zodiak
sosial
kdg-kdg
tidak teman
-
2
002
RB, Genie
Aneka Yes
kriminal
sosial
tiap hari ya, ttg hp baru
ya, tipe & bahaya HP
tidak teman
-
2
003
RB
Aneka Yes
kriminal &selbrtis
sosial
tiap hari ya, harga,jenis Hp
tidak
-
2
004
RB
Aneka Yes
infotaiment
sosial
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
-
1
005
RB
Kartini &aura
kriminal &seleb
sosial
kdg-kdg
ya, harga
tidak saudara
-
2
006
RB
Aneka Yes
Hiburan
sosial
kdg-kdg
ya, hp baru
tidak teman
-
1
007
RB
Aneka Yes
SMS Gaul & Seleb politik
kdg-kdg
ya, isi ulang
tidak teman
7
-
008
RB
Soccer
Olahraga, hiburan
budaya
kdg-kdg
ya, harga, jenis hp
tidak teman
4
-
009
RB
Novelia
Kriminal
hukum
kdg-kdg
tidak
tidak ortu
10
-
010
RB
Soccer
olahraga
budaya
tiap hari ya, model baru
tidak kakak
-
1
011
RB
Aneka Yes
Seleb & Kriminal
sosial
Kdg-kdg ya, model baru
tidak teman
-
1,5
012
RB
Aneka Yes
Zodiak
sosial
kdg-kdg
tidak saudara
-
1,5
013
RB
Aneka Yes
gaya hidup
budaya
tiap hari tidak
tidak teman
-
2
014
RB
football
olahraga
sosial
kdg-kdg
ya, spesifikasi
tidak teman
6
-
015
RB
Aneka Yes
olahraga & kriminal politik
kdg-kdg
ya, model & fitur
ya
016
RB
Aneka Yes
zodiak
budaya
kdg-kdg
ya, ringtone & model
tidak teman
017
RB
Aneka Yes
olahraga
politik
kdg-kdg
ya, ringtone & model
018
-
Aneka Yes
infotaiment
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
019
Genie
Aneka Yes
infotaiment
sosial
kdg-kdg
020
-
Aneka Yes
kriminal
sosial
021
-
-
-
-
022
-
Aneka Yes
zodiak
023
-
Aneka Yes
024
RB
Kartini
025
RB
Aneka Yes
teknologi & kriminal sosial
026
RB
Aneka Yes
Hiburan
sosial
027
-
Aneka Yes
zodiak
028
-
Aneka Yes
029
RB
Aneka Yes
030
-
031 032
ya, model baru
saudara
-
1,5 -
2
tidak teman
-
1,5
tidak teman
10
-
ya, iklan hp
tidak teman
7
-
kdg-kdg
ya, hp baru
tidak teman
5
-
-
ya, harga &model
tidak teman
2
-
sosial
kdg-kdg
ya, harga &model
tidak teman
-
1
cerpen
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
5
-
kriminal &Hibrn
sosial
kdg-kdg
ya, tipe & harga
tidak teman
-
2
tiap hari ya, mutu hp
tidak counter
8
-
kdg-kdg
tidak
tidak teman
-
2
sosial
kdg-kdg
tidak
ya
-
-
2
zodiak
ekonomi
kdg-kdg
tidak
tidak teman
-
1,5
seleb
sosial
kdg-kdg
ya,hp baru
tidak teman
-
2
Hidayah
agama & cerita
budaya
kdg-kdg
ya, model hp
tidak teman
-
1
RB
-
berita daerah
ekonomi
kdg-kdg
ya, harga & gaya hp
tidak teman
-
2
-
Aneka Yes
cerpen
ekonomi
kdg-kdg
ya, model baru
ya
-
6
-
033
-
Aneka Yes
zodiak
sosial
kdg-kdg
ya,model baru
ya
-
-
2
034
-
Aneka Yes
zodiak
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
2 -
035
RB
Aneka Yes & Kerbek
kriminal
politik
kdg-kdg
ya, model
tidak teman
-
2
036
RB
Aneka Yes & Pulsa
Borgol & ponsel
politik
tiap hari ya, teknologi hp
tidak teman
-
1
037
RB
aneka yes
olahraga
038
RB
Aneka yes
039
RB
Aneka yes
040
RB
041 042
sosial
tiap hari ya, harga hp
tidak teman
-
2
SMS Gaul & Seleb sosial
kdg-kdg
ya, tipe hp baru
Hiburan
budaya
kdg-kdg
ya, model hp
tidak teman
-
2
tidak teman
1
aneka yes
Hiburan
ekonomi
kdg-kdg
ya, model hp
-
tidak teman
5
-
RB
Aneka yes
Kriminal
hukum
RB
Aneka yes
Hiburan
sosial
tiap hari ya, harga & jenis
ya
-
-
2
kdg-kdg
ya, model
tidak teman
-
043
-
Aneka yes
Hiburan
ekonomi
2
kdg-kdg
ya, model
tidak teman
-
1
044
RB
Aneka yes
Hiburan
ekonomi
045
RB
Aneka yes
Seleb & Model
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
tidak teman
-
1
ya, model baru
tidak teman
1
-
046
RB
Soccer
Olahraga
hukum
047
RB
Aneka Yes
infotaiment
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
tidak teman
-
2
kdg-kdg
ya, model &harga
tidak teman
-
048
RB
Gaul
Seleb
1
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
7
-
049
-
Aneka yes
050
-
-
Seleb
sosial
kdg-kdg
ya, model
tidak teman
-
1
-
-
-
tidak
tidak teman
-
1,5
051
-
-
-
-
-
tidak
tidak teman
-
1,5
052 053
RB
Aneka yes
seleb
sosial
kdg-kdg
ya, model
tidak teman
-
2
RB
Aneka yes & gaul
berita daerah
politik
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
-
2
054
RB
Aneka yes
cerpen
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
3
-
055
RB
Aneka yes
kriminal
sosial
kdg-kdg
ya, model &harga
tidak teman
-
2
056
RB & Kompas Aneka yes & gaul
informasi HP
sosial
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
9
-
057
-
otomotif
permainan
sosial
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
-
1
058
RB
Aneka yes
infotaiment
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
tidak counter
4
-
059
RB
Kartini
kriminal
budaya
tiap hari tidak
tidak teman
-
2
060
RB
aneka yes &hidayah
Hiburan
ekonomi
tiap hari ya, iklan & model
tidak counter
-
1
061
RB
Aneka yes
kriminal, zodiak
ekonomi
kdg-kdg
ya
-
-
1
062
RB
Aneka yes
berita hangat
ekonomi
tiap hari ya, model hp
tidak saudara
-
1
063
RB
Aneka yes
SMS Gaul & kriminalhukum
kdg-kdg
ya
-
-
1
064
RB
Aneka yes
Berita umum
ekonomi
tiap hari ya, harga & info umum ya
-
-
1
065
Kompas
Aneka yes
Hiburan
hukum
kdg-kdg
ya
-
-
1
066
RB
Kartini
Berita nasional
sosial
tiap hari ya, model & aplikasi
ya
-
-
2
067
RB
Annida
seleb
budaya
kdg-kdg
ya, bentuk & model br
tidak teman
11
-
068
RB
Aneka yes
SMS Gaul & kriminalsosial
kdg-kdg
ya, ringtone & model
tidak kakak
-
1
069
RB
Aneka yes
seleb
kdg-kdg
ya, model hp
tidak teman
-
1
budaya
ya, hp baru
ya, model hp
ya, model baru
070
-
-
-
-
-
tidak
ya
-
071
RB, Kompas
-
kriminal/pol
hukum
kdg-kdg
ya, harga/model
ya
-
072
RB
Annida, muslimah
kriminal
hukum
kdg-kdg
ya, efek negatif
tidak kakak
073
-
aneka yes
cerita
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
tidak counter
-
1
074
RB
aneka yes
SMS Gaul & Seleb sosial
kdg-kdg
ya, kelebihan hp
tidak teman
-
1
075
RB
aneka yes, seleb
seleb
budaya
kdg-kdg
ya, model hp
tidak counter
-
1
076
RB
Aneka yes, otomotif
modifikasi motor
ekonomi
kdg-kdg
ya, hp baru
ya
-
-
2
077
RB
Kerbek
kriminal
politik
kdg-kdg
ya, jenis & model
tidak counter
-
2
078
RB
Pulsa
Kriminal
budaya
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
6
-
079
RB
Aneka yes
gaul, sms
hukum
tiap hari ya, iklan hp
tidak teman
6
-
080
RB, Kompas
Hai, otomotif
musik
sosial
kdg-kdg
ya, model, keunggulan tidak teman
-
2
081
RB
Aneka &PC Plus
SMS gaul
sosial
kdg-kdg
ya, model baru
tidak saudara
-
2
082
RB
aneka
berita olahraga
sosial
kdg-kdg
ya, hp baru
tidak teman
5
-
083
RB
aneka yes, kartini
kriminal
sosial
tiap hari ya, model baru
tidak teman
-
2
084
RB
aneka yes, Annida
kriminal, seleb
hukum
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
11
-
085
RB, investigsi
aneka yes, Annida
kriminal, seleb
hukum
kdg-kdg
tidak
tidak saudara
10
-
086
RB
aneka yes
kriminal
sosial
tiap hari ya, iklan, harga
tidak counter
-
1
087
RB
aneka yes, gaul
kriminal, olahraga
sosial
tiap hari ya, kapasitas, harga
tidak teman
-
2
088
RB
aneka yes
kriminal
hukum
kdg-kdg
ya, model &fitur
tidak teman
7
-
089
RB
aneka yes
kriminal & sms gaul sosial
kdg-kdg
ya, hp baru
tidak teman
-
1,5
090
-
aneka yes
zodiak & cerpen
sosial
kdg-kdg
ya, iklan & harga
tidak teman
-
1,5
091
RB
aneka yes
kriminal & seleb
sosial
kdg-kdg
ya, hp baru
ya
-
-
2
092
RB
aneka yes
Hiburan
sosial
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak teman
-
2
093
RB
Aneka yes
kriminal, seleb
ekonomi
kdg-kdg
ya, iklan hp baru
ya
teman
-
1
094
RB
aneka yes
kriminal
budaya
kdg-kdg
ya, model hp
ya
-
-
1
095
-
Gaul
seleb
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
-
2
096
RB
aneka yes
kriminal
ekonomi
kdg-kdg
tidak
ya
-
-
1,5
097
RB
aneka yes
zodiak
hukum
kdg-kdg
tidak
tidak teman
5
-
098
RB
aneka yes
kriminal
budaya
kdg-kdg
ya, iklan hp baru
ya
-
3
-
099
RB
Aneka yes, goal
kriminal, sosbub
budaya
tiap hari ya, ringtone & fitur
tidak teman
-
1,5
100
RB
gaul & aneka yes
pemb. Daerah
sosial
kdg-kdg
ya, hp sinetron
tidak teman
-
1,5
101
RB
-
kriminal
hukum
kdg-kdg
ya, iklan hp br
tidak ortu
-
2
102
RB
-
ekonomi
sosial
kdg-kdg
ya, harga second &br
tidak teman
8
-
103
RB
aneka yes
zodiak
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
8
-
104
RB
-
olahraga
sosial
kdg-kdg
tidak
tidak teman
8
-
105
RB
-
berita daerah
politik
tiap hari ya, harga, model
tidak teman
-
2
106
teleshop
-
harga hp
ekonomi
kdg-kdg
ya, iklan hp
tidak kakak
6
-
107
RB
Soccer
olahraga
budaya
kdg-kdg
ya, iklan hp br
ya
8
-
108
RB
-
daerah
politik
tiap hari tidak
tidak teman
-
1
109
RB
Aneka yes
zodiak
sosial
kdg-kdg
tidak teman
6
-
tidak
-
6
-
-
2
6
-
127 Lampiran 2
KUESIONER PERKENALAN: Selamat Pagi/Siang/Sore… Saya, GUSHEVINALTI, adalah mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB Program S2, saat ini sedang melakukan penelitian tentang Pola Penggunaan Telepon seluler oleh Remaja di Kabupaten Mukomuko Propinsi Bengkulu (Studi Kasus Pada Siswa SMU Negeri I Mukomuko). Dapatkah Anda meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ? Jawaban-jawaban yang Anda berikan, nantinya akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi penelitian saya. Terima kasih atas waktu dan informasi yang Anda berikan.
Nomor Responden
:
No. HP
:
1. Karakteristik Responden: 1.1. Nama
:
1.2. Umur
:
tahun
1.3. Jenis kelamin : laki-laki/perempuan (coret yang tidak perlu) 1.4. Domisili
:
1.4.1
Dalam Kota Mukomuko
1.4.2
Luar Kota Mukomuko, dimana? Apakah ditempat ting gal anda juga terdapat sinyal telepon seluler? Jika tidak, mengapa anda memiliki telepon seluler, padahal hanya bisa anda manfaatkan ketika berada di Kota Mukomuko?
1.5. Pekerjaan orang tua: Petani; PNS/ABRI; Peg. Swasta; Pengrajin; buruh; Lainnya sebutkan…………. 1.6. Penghasilan orang tua per bulan:
Rp. 2 juta; Lainnya sebutkan.......... 1.7. Uang saku per bulan: Rp. 200 ribu; Lainnya sebutkan………… 1.7.1
Berapa rata-rata biaya yang anda habiskan tiap bul an untuk telepon seluler atau untuk membeli voucher?
128 1.7.2
Biaya yang dihabiskan untuk telepon seluler tersebut diminta dari orang tua atau dari uang saku anda tiap bulannya?
1.8. Terpaan media massa: (coret yang tidak pernah anda baca dan tonton: televisi; surat kabar; majalah ) 1.8.1.
Jika televisi: - acara apa yang paling sering ditonton? - Apa isi acaranya? - Apakah acara tersebut menambah pengetahuan anda? - Frekwensi menonton: setiap hari (setiap tayang), kadang-kadang (coret yang tidak perlu)
1.8.2.
Jika surat kabar/majalah: -
surat kabar apa?
-
Majalah apa?
-
Berita apa yang sering dilihat/dibaca?
-
Informasi tentang apasaja yang disukai?
-
Frekwensi membaca surat kabar/ majalah: setiap hari, kadang-kadang (coret yang tidak perlu)
1.8.3.
Apakah anda selalu tertarik dengan informasi dari media massa mengenai telepon seluler? Ya/tidak (coret yang tidak perlu) Jika ya, informasi tentang apa saja:
1.8.4.
Apakah dalam waktu yang singkat, setelah memperoleh informasi dari media massa, Anda lalu memiliki telepon seluler?
1.8.5.
Selain dari media massa, darimana Anda mendapat informasi tentang telepon seluler?
1.9. Lama memiliki telepon seluler: ……………bulan atau……..…tahun
130
Lampiran 3 Panduan Wawancara terstruktur dan wawancara mendalam dengan individu: Pola sikap: 2.1. Ikut-ikutan 2.1.1
Anda menggunakan telepon seluler karena teman-teman atau masyarakat umum sudah banyak yang memilikinya? Mengapa?
2.1.2
Dalam kelompok anda, apakah anda orang pertama yang memiliki telepon seluler?
2.1.3
Alasan memiliki telepon seluler, apakah permintaan sendiri atau diberi oleh orang tua? Jika permintaan sendiri kemukakan alasannya!
2.1.4
Apa arti dan fungsi telepon seluler..............
2.1.5
Latar belakang pergaulan, asal sekolah? Apakah teman-teman anda juga banyak memiliki telepon seluler?
2.1.6
Apakah Anda mau dikatakan ketinggalan jaman atau pergaulan oleh kelompok Anda? Mengapa?
2.1.7
Apakah Anda pernah berpikir, apabila Anda tidak memiliki telepon seluler, akan dijauhi oleh kelompok Anda?
2.1.8
Apakah rasa percaya diri Anda semakin meningkat dengan menggunakan telepon seluler?
2.1.9
Rasa percaya diri Anda tersebut apakah ada hubungannya dengan bentuk atau model, merek tertentu dari telepon seluler?
2.1.10 Apakah ada perasaan yang berbeda ketika sebelum dan sesudah mempunyai telepon seluler? 2.1.11 Kalau Anda tidak memiliki telepon seluler, anda merasa rendah diri dihadapan teman-teman? mengapa? 2.2. gaya/trend 2.2.1
Apakah anda merasa selalu ingin tampil gaya agar diterima dikelompok pergaulan Anda? Mengapa demikian?
2.2.2
Teknologi telepon seluler apa saja yang biasa digunakan? Telepon, sms, games, fitur-fitur lain, atau jarang digunakan sesuai fungsinya hanya untuk gengsi, gaya hidup, pergaulan?
2.2.3
Apakah Anda merasa seperti remaja-remaja dikota besar dengan kemewahannya menggunakan telepon seluler seperti di dalam media massa? mengapa demikian?
131
2.2.4
Ketika suatu saat Anda tidak membawa telepon seluler dalam aktifitas Anda, apakah Anda merasa ada sesuatu yang kurang saat itu? mengapa?
2.2.5
Dengan adanya telepon seluler, apakah Anda merasa selalu bisa mengikuti mode remaja sekarang walaupun Anda bukan berada dikota besar?
2.3. Gengsi 2.3.1. Apakah menurut Anda, memiliki telepon seluler akan menunjukkan siapa diri Anda? atau orang yang identik dengan kemewahan, hurahura, atau sekedar gaya saja? 2.3.2. Menurut anda, apakah orang yang mempunyai telepon seluler adalah orang yang berstatus sosial tinggi atau orang kalangan atas saja? 2.3.3. Apakah dengan menggunakan telepon seluler, anda merasa bangga bergaul dengan teman-teman atau masyarakat umum? 2.3.4. Setelah memiliki telepon seluler, apakah pergaulannya menjadi lebih luas atau malah lebih sempit hanya dalam kelompok yang memiliki telepon seluler saja? 2.4. Merek, bentuk dan harga telepon seluler 2.4.1
Apakah faktor merek berpengaruh pada rasa percaya diri anda menggunakan telepon seluler? Mengapa?
2.4.2
Apakah faktor bentuk atau model berpengaruh pada rasa percaya diri anda menggunakan telepon seluler? Mengapa?
2.4.3
Apakah faktor harga berpengaruh pada rasa percaya diri anda menggunakan telepon seluler? Kalau boleh tahu, berapa harga telepon seluler anda?
Pola tindak: 3.1. Frekwensi menggunakan telepon seluler 3.1.1
Dalam sehari, apakah Anda selalu menggunakan telepon seluler?
3.1.2
Menelpon/menerima telepon, berapa kali
3.1.3
SMS/menerima SMS, berapa kali
3.1.4
fasilitas lain seperti games dll, berapa kali
132
3.2. Siapa dihubungi/menghubungi 3.2.1
Siapa yang paling sering anda hubungi/menghubungi anda? Mengapa?
3.2.2 3.3.
Biasanya untuk keperluan apa saja?
Apa yang dibicarakan dan lamanya 3.3.1
Apa saja yang sering dibicarakan?
3.3.2
Bagaimana sifat pesan (SMS atau MMS)apa yang sering diterima atau dikirim? Lelucon atau bukan?
3.3.3
Berapa lama biasanya Anda dihubungi/orang menghubungi Anda?
3.4. Dimana telepon seluler sering digunakan 3.4.1
Dimana telepon seluler sering digunakan? Sekolah/usai sekolah?
3.4.2
Apakah telepon seluler selalu anda bawa kemana pun Anda pergi? Kemana saja? mengapa?
3.5. Fasilitas yang sering digunakan 3.5.1
Fasilitas apa yang sering Anda manfaatkan pada telepon seluler? Mengapa?
3.5.2
Mengikuti teknologi dan fitur-fitur yang tersedia pada telepon seluler?
3.6. Cara membawa dan merawat telepon seluler 3.6.1
Bagaimana kebiasaan anda menyimpan atau membawa telepon seluler?
3.6.2
Apakah Anda merasa bangga ketika menggunakan atau membawa (memegang atau mengalungkannya dileher) telepon seluler ditempat keramaian? mengapa?
3.6.3
Cara merawat telepon seluler seperti apa? Serta pernah rusak atau tidak?
3.6.4
Pernah ganti telepon seluler? Jika ya, seberapa sering dan alasannya?
Apakah
karena
mode/teknologi atau karena rusak?
mengikuti
perkembangan
133
Lampiran 4 Panduan untuk Wawancara Kelompok 1.
Apakah menurut pendapat kalian, telepon seluler hanya mampu dimiliki oleh orang-orang yang berasal dari ekonomi menegah ke atas saja?
2.
Apakah telepon seluler menurut kalian bisa menaikkan status sosial di dalam kelompok anda?
3.
Sejak menggunakan telepon seluler, apakah jarang anda melakukan komunikasi antar pribadi dengan teman anda (berbicara langsung)?
4.
Apakah telepon seluler kalian selalu berisi pulsa? atau bagi kalian pulsa tidaklah penting dibandingkan keberadaan fisik sebuah telepon seluler tersebut?
5.
Apakah kalian setuju, untuk menambah rasa percaya diri dalam pergaulan salah satunya dengan menggunakan telepon seluler?
6.
Apakah menurut kalian, memiliki telepon seluler akan menunjukkan siapa diri Anda? atau orang yang identik dengan kemewahan, hura-hura, atau sekedar gaya saja?
7.
Anda menggunakan telepon seluler karena teman-teman atau masyarakat umum sudah banyak yang memilikinya? mengapa?
8.
Apakah telepon seluler banyak membantu aktifitas kalian sehari-hari? Seperti apa bantuan tersebut?
9.
Merasa mendapatkan manfaat dengan memiliki telepon seluler? Jika ya, apa manfaatnya?
10.
Menggunakan telepon seluler kapan dan dimana?
11.
Telepon seluler digunakan untuk keperluan apa saja?
134
Lampiran 5 Panduan Pengambilan Data
Topik Utama
Rincian Data dan Informasi
responden
§ § § § §
Karakteristik
§ Pekerjaan orang tua § Penghasilan orang tua per bulan
1. Karakteristik
Keluarga 2. Pola sikap:
3. Pola tindak:
§ § § § § § § § § §
Umur Jenis kelamin Domisili Lama memiliki telepon seluler Uang saku per bulan
ikut-ikutan gaya/trend gengsi merek, bentuk dan harga telepon seluler Frekuensi menggunakan telepon seluler siapa dihubungi/menghubungi apa yang dibicarakan dan lama berbicara dimana telepon seluler sering digunakan fasilitas yang sering digunakan cara meyimpan /membawa telepon seluler
Metode Pelaksanaan Kuesioner
Wawancara terstruktur Wawancara mendalam Wawancara kelompok Wawancara terstruktur Wawancara mendalam Wawancara kelompok
135 Lampiran 6 Struktur Organisasi SMU Negeri 1 Mukomuko
Kepala Sekolah Fauzi Kartono Komite Sekolah Bag. Tata Usaha
Maulidin Pelaksana
Wakasek Kurikulum Jond S
Wakasek Sarana Agus M
Wakasek Kesiswaan Naspen
WK X1 Jasmili
Hasan B Pelaksana
Thamrin Pelaksana
Zuarmi & Jemmi pelaksana
Wakasek Humas Supriyadi
WK III IPA1 Amriadi WK XI IPA Nurhawati
WK X2 Yuliansah
WK III IPA2 Meva .A WK XI IPS1 Sarwenti
WK X3 Jond S
WK III IPS1 Yessi WK XI IPS2 Nasution Jasmili
WK X4 Kanal
WK III IPS2 Urwatil WK XI IPS3 Alidin WK III IPS3 Elimona WK XI IPS4 Priyurni WK III IPS4 Ariani
Keterangan: Wakasek
: Wakil kepala sekolah
WK
: Wali Kelas
136 Lampiran 7 Daftar Guru Tetap, Guru Bantu dan guru Tidak Tetap di SMU Negeri 1 Mukomuko
No
Nama Guru
NIP/NIGB
Pangkat
Golongan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Fauzi Kartono Jond Suheri, S. Pd Naspen Agus Mustopo, S.Pd Supriyadi Syamsimar, BA Kanal, S.Pd Dra. Elimona Dra. Ariani Dra. Nurhawati Nasution, S.Pd Alidin Ahamd, S.Ag Meva Ariyanti, S.Pd Maya Shinta, S.Pd Tri Novariani, S.Pd Yessi Leasmi, S.Pd Dra. Desilla Nurhayani, S.Pd Sarwenti Saragih, S.Pd Priyurni, S,Pd Zasmili I. Rosa, S.Sn Makhdalena, S.Pd Amriadi, S.Pd Arnelly, S.Pd Yuliansyah, S.Pd Urwatil Usqa, S.Pd Drs. Khairul Saleh Zonisa Yusmin, S.Pd Mamat Supriyadi, S.Pt Desmaw ati, S.Pd Ampera, SE Thirda Putra, S.Pd Titi Sumarni, S.Sos Novalinda, S.Pd Sarmilis, S.Pd Hendri Sofina, S.Pd Reni Herdianti
131872881 132162080 131468196 131872537 131113317 130796752 131561752 132059256 132130952 132162087 132183373 450009181 450009187 450009186 450009184 450009180 450011408 450011396 450011405 450011400 450011413 450011417 080300458 080300475 080300923 080300896 080300921 080300467 -
Ka. Sekolah Wkl. Kurikulum Wkl. Kesiswaan Wkl. Sarana Wkl. Humas Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru Guru
III/d III/d III/d III/d III/d IV/a IV/a III/d III/d III/d III/c III/a III/a III/a III/a III/a III/a III/a III/a III/a III/a -
Jumlah Guru Tetap Jumlah Guru Bantu Jumlah Guru Tidak Tetap
: 22 Orang : 6 Orang : 9 Orang
137 Lampiran 8 Sarana dan Prasarana SMU Negeri I Mukomuko No
Nama Ruang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ruang Kepala Sekolah Ruang Guru Ruang Tata Usaha Ruang Kelas Ruang Perpustakaan Ruang Laboratorium IPA Ruang Wakasek Ruang BP/BK Ruang Koperasi WC. Kasek WC. Guru WC. Murid Ruang Osis Ruang Komputer Ruang Musik Mesjid
Jumlah Ruang 1 1 1 15 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
Lampiran 9 Kondisi Orang Tua Siswa SMU Negeri I Mukomuko Kondisi Orang Tua Siswa Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan PNS Anggota TNI/POLRI Karyawan Wiraswasta Petani Nelayan
Jumlah (%) 11 1 3 10 72 3
Kondisi Orang Tua Siswa Berdasarkan Penghasilan Penghasilan per bulan < Rp. 200.000,Rp. 201.000 – Rp. 400.000,Rp. 401.000 – Rp 600.000, Rp. 601.000 – Rp. 1.000.000,>Rp. 1.000.000
Jumlah (%) 2 31 52 15
Kondisi Orang Tua Siswa Berdasarkan Pendidikan Pendidikan SD/Lebih rendah SLTP SLTA Perguruan Tinggi
Jumlah (%) 31 44 21 4
139 Lampiran 11 Foto-Foto Penelitian
Foto1 Observasi penggunaan ponsel oleh siswa di SMUN 1 Mukomuko
Foto 2 Pengisian kuesioner penelitian oleh pengguna ponsel
140
Foto 3 Wawancara mendalam dengan individu
Foto 4 Wawancara / diskusi kelompok