PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI: PENDEKATAN FEMINISME Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Catharina Novia Christanti NIM 124114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA JULI 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI: PENDEKATAN FEMINISME Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh Catharina Novia Christanti NIM 124114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA JULI 2016 i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing dan memberi berkat kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi”. Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, bantuan, waktu dan dukungan kepada penulis, selama proses penyelesaian skripsi ini. 2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku pembimbing II yang selalu memberikan waktunya untuk membimbing, serta masukan bagi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik. 4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum, selaku kaprodi, Drs. Hery Antono, M.Hum, selaku wakil prodi, Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Drs. F.X. Santosa, Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum dan Sony Christian Sudarsono, M.A yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti studi di Sanata Dharma Yogyakarta.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma. 6. Kedua orangtua penulis, Bapak J. Paino Rahardjo, S.H dan Ibu Christina Tri Handayani, yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materil, serta selalu mendoakan penulis setiap saat. Mereka yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Kedua kakak penulis, Theresia Sri Wahyuni, S.Pd, M.M dan Elisabet Dwi Mayasari, S.T, M.T, serta kakak ipar penulis Aking Wijang Pambudi, A.Md yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis. 8. Kedua keponakan penulis, Yohana Gendhis Ayu dan Yosia Laras Rekinayu yang selalu memberikan penghiburan bagi penulis. 9. Seluruh staff dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang telah membantu dan menyediakan buku-buku referensi yang diperlukan oleh penulis. 10. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Santi, Bella, Venta, Lina, Retha, Silvy, Gabby, Roby, Carlos, Ovi, Kasi, Mei, Willy, Patrick dan Peng. 11. Keluaraga besar Sastra Indonesia, terima kasih untuk semangat, dukungan dan motivasi yang diberikan selama ini. 12. Teman-teman Stero Clement, Dheta, Lusi, dan Lisna terima kasih untuk dukungannya. Serta pihak yang andil dalam proses penyelesaian. Semoga jasa baik mereka mendapatkan balasan dari Tuhan. Akan tetapi semua kekurangan dan
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai kado ulang tahun pernikahan kedua orangtuaku, Bapak Paino dan Ibu Tri.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu Tapi satu-satunya hal yang benar-benar bisa menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri -R.A. Kartini-
Ketika kau memiliki sebuah impian yang tinggi, jangan pernah lupakan impian itu hanya karena mendengar omogan orang lain -Finding Dory-
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Christanti, Catharina Novia. 2016. Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi : Pendekatan Feminisme. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Univesitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengangkat tema mengenai budaya patriarki yang dialami tokoh Ires, Diar dan Karina dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar dan mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Pendekatan srukural dibatasi pada aspek alur, tokoh, penokohan, serta latar untuk menganalisis budaya patriarki. Pendekatan feminisme digunakan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel ini. Metode pengumpulan data yang dipakai studi pustaka. Metode analisis data yang dipakai metode hermeneutika. Metode penyajian hasil analisis data yang dipakai metode formal dan deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu struktur dan budaya patriarki. Struktur dibagi menjadi empat, yaitu alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Alur yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, serta tahap akhir. Tokoh utama dalam novel ini adalah Ires dan Herlambang, sedangkan tokoh tambahan adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi. Latar yang digunakan adalah latar tempat, waktu, dan latar sosial. Budaya patriarki dibagi menjadi dua, yaitu stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender yang tergambar dalam novel terlihat dalam pembagian kerja dan pendidikan. Pembagian kerja akan dibagi menjadi dua, yaitu di luar rumah dan di dalam rumah. Sementara itu, kekerasan gender yang tergambar daalam novel, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka gunakan.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Christanti, Catharina Novia. 2016. Patriarchal System Displayed Towards Women Characters on Rembang Jingga Novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi: Feminism Approach. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program. Faculty of Literature. Sanata Dharma University. This research discusses patriarchy system that was experienced by Ires, Diar and Karina on Rembang Jingga, a novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi. The purposes of this study are (1) to describe the plot, character and characterization, and settings, and (2) to describe patriarchal system that includes gender stereotype and gender abuse in the novel. The structural approach is used to analyze plot, character and characterization, and settings. The data collecion method in this analysis is library research. The methods used for the analysis is hermeneutic method. The analysis presented used in this research are formal method, and qualitative descriptive method. The results of this research are divided into two parts, the structural analysis and the patriarchal system analysis in Rembang Jingga novel. The structural analysis consists of plot, character and characterization, and settings. The plot is separated into three parts: the beginning, middle, and ending. The main characters of this novel are Ires and Herlambang, while the additional characters are Karina, Diar, Amanda, Sugeng, and Dodi. The settings analyzed are the setting of place, setting of time, and social background. The patriarchy system analysis is divided into two parts, the gender stereotype and the gender abuse. The gender stereotype illustrated in the novel can be seen on the right to get education and the attribution of duties. Duties are divided into ones done in the house and outside the house. Meanwhile, the gender abuses described in the novel are physical abuse, verbal abuse, mental abuse, and power abuse. The patriarchal system was experienced by some women characters in Rembang Jingga novel, such as Ires, Diar, and Karina. However, the patriarchal system can be seen dominantly displayed on Ires. Ires, as the main character, was the victim of patriarchal system shaped by society. Aided by her friends, Ires almost got her freedom from gender abuse by her husband. Yet, she failed and died because of his husband’s ill treatments. The same thing happened to Diar and Karina. Even so, they succeeded to free themselves from the patriarchal system by changing their mindset they had been confined to.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .... v KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix MOTTO ............................................................................................................. x ABSTRAK ........................................................................................................ xi ABSTRACT ..................................................................................................... xii DAFTAR ISI ...................................................................................................xiii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................ 5 1.5 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 6 1.6 Landasan Teori ........................................................................................... 7 1.6.1 Kajian Struktural................................................................................. 8 1.6.2 Kajian Feminisme ............................................................................. 12 1.7 Metode dan Teknik Penelitian ................................................................. 17 xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 17 1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data..................................................... 18 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ............................................. 18 1.8 Sistematika Penyajian ............................................................................. 19
BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ................... 20 2.1 Pengantar .................................................................................................. 20 2.2 Analisis Alur ........................................................................................... 20 2.2.1 Tahap Awal....................................................................................... 20 2.2.2 Tahap Tengah ................................................................................... 21 2.2.3 Tahap Akhir ...................................................................................... 23 2.3 Analisis Tokoh dan Penokohan ................................................................ 24 2.3.1 Tokoh Utama Protagonis ............................................................... 24 2.3.2 Tokoh Utama Antagonis ................................................................. 26 2.3.3 Tokoh Tambahan ............................................................................ 29 2.4 Analisis Latar ........................................................................................... 37 2.4.1 Latar Tempat..................................................................................... 37 2.4.2 Latar Waktu ...................................................................................... 42 2.4.3 Latar Sosial ....................................................................................... 46 2.5 Rangkuman .............................................................................................. 47
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ................. 52 3.1 Pengantar .................................................................................................. 52 3.2 Stereotipe Gender ..................................................................................... 52 3.2.1 Stereotipe Gender dalam Pembagian Kerja ...................................... 53 3.2.2 Stereotipe Gender dalam Pendidikan ............................................... 57 3.3 Kekerasan Gender .................................................................................... 59 3.3.1 Kekerasan Fisik ................................................................................ 60 3.3.2 Kekerasan Verbal ............................................................................. 63 3.3.3 Kekerasan Psikis ............................................................................... 64 3.3.4 Kekerasan Kekuasaan ....................................................................... 66 3.4 Rangkuman .............................................................................................. 69
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 72 4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 72 4.2 Saran ......................................................................................................... 79 LAMPIRAN ..................................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 81 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 83
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang, yang menghasilkan sebuah gagasan, konsep dan ide yang mengambil tema dari masyarakat. Proses kreatif ini menjadikan masyarakat (pembaca) merasa bahwa karya sastra yang dibuat oleh pengarang, menggambarkan kehidupan dirinya sendiri, walaupun gambaran kehidupan ini berdasarkan imajinasi yang dibuat pengarang. Karya sastra menyampaikan “pemahaman” tentang kehidupan dengan caranya sendiri (Budianta, 2003: 7). Dalam kenyataannya, kehidupan ini meyebabkan munculnya budaya patriarki. Budaya partiarki ini merupakan bentuk dari diskriminasi yang diterima oleh kaum laki-laki dan kaum perempuan berdasarkan adat istiadat dan agama (Fakih, 2003:15). Budaya ini mengatakan bahwa kaum perempuan harus dikontrol oleh kaum laki-laki. Sehingga untuk melakukan sesuatu hal, kaum perempuan harus meminta izin terlebih dahulu pada kaum laki-laki, agar mereka boleh menjalankan kegiatan atau pekerjaan mereka. A system of male authority which oppresses women through its social, political and economic institutions (sistem otoritas laki-laki yang menindas kaum perempuan melalui jalan sosial, politik dan lembaga ekonomi) (Humm, 1990:159).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi ini membahas mengenai kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan yang diakibatkan budaya patriarki. Kaum perempuan dalam novel ini tidak hanya mengalami diskriminasi oleh adat istiadat, namun juga mengalami ketidakadilan gender yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai gender laki-laki dan perempuan oleh masyarakat. Ketidakadilan gender ini dapat menyebabkan terjadinya kekerasan seperti pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga, dan
juga
menyebabkan
terbentuknya
pikiran-pikiran
masyarakat
yang
beranggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah ibu rumah tangga yang setiap harinya di rumah melayani suami mereka, dan bukan bekerja. Akibatnya, jika kaum perempuan hendak aktif untuk mengikuti sebuah kegiatan yang banyak digeluti oleh kaum laki-laki, seperti bidang politik, bisnis dan sebagainya akan dianggap aneh atau bertentangan dengan kodrat perempuan. Budaya patriarki tidak hanya menyebabkan ketidakadilan gender dan kekerasan gender, namun juga stereotipe gender. Sterotipe ini, membedakan kodrat dan peran antara kaum laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan dikategorikan sebagai yang lemah, sedangkan kaum laki-laki adalah berani (Gambel, 2010:422). Hal ini berhubungan dengan gender yang digambarkan oleh pengarang melalui karya sastra yang ia ciptakan. Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan semenjak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan, sesuatu yang kita tampilkan (Sugihastuti dkk, 2010:4). Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2003: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
Konstruksi ini secara terus menerus berubah dari waktu ke waktu. Konstruksi sosial ini membedakan gender berdasarkan jenis kelamin (seks) dan sifat, serta ciri-ciri khas dari laki-laki dan perempuan. Konstruksi ini menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan dan penilaian terhadap kaum laki-laki dan perempuan yang hingga saat ini sulit untuk diubah. Berdasarkan penjelasanan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel Rembang Jingga dipilih sebagai data penelitian, karena dalam novel ini membicarakan mengenai budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat dan hal ini dapat menyebabkan adanya stereotipe gender dan kekerasan gender terhadap kaum perempuan. Masyarakat
yang masih
menganut budaya
patriarki
menganggap bahwa perempuan bertugas untuk mengurus rumah tangga dan kaum laki-laki bertugas mencari nafkah. Sehingga kaum perempuan harus menuruti segala perintah yang diberikan oleh kaum laki-laki. Dalam hal ini, kaum perempuan tidak diperkenankan untuk membantah perintah yang diberikan kaum laki-laki. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kritik sastra feminis untuk meneliti novel ini. Pemilihan teori ini didasarkan karena salah satu masalah yang ada dalam novel Rembang Jingga yang berkaitan dengan teori feminis. Selain itu, diharapkan dengan menggunakan teori ini penulis dapat terbantu untuk menemukan konsepsi gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Untuk menganalisis budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang terlihat dalam stereotipe gender dan kekerasan gender, terlebih dahulu diteliti gambaran alur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga sebagai dasar analisis. Novel Rembang Jingga ini merupakan karangan dari TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi dan merupakan hasil dari kompetisi menulis yang diadakan oleh Kompas Gramedia. TJ Oetoro merupakan seorang wartawan yang lahir dan besar dan bersekolah di Jakarta. Ia pernah bekerja di beberapa media, yang bertema wanita, gaya hidup dan properti. Setelah bertahun-tahun bergelut dalam bidang penulisan feature, ia tergerak untuk mempelajari penulisan fiksi. Melalui kursus menulis yang diselenggarakan oleh PlotPoint, dan di mentori oleh Clara Ng. Novel Rembang Jingga ini merupakan novel kolabarasi kedua TJ, dengan Dwiyana Premadi. Dwiyana Premadi adalah penulis yang lahir di Surabaya, namun banyak melalui masa sekolahnya di Jakarta. Dwiyana mengawali kariernya dengan bekerja di berbagai perusahaan konsultan teknik dan periwisata. Dwiyana menggeluti dunia sastra sejak usia muda dan menguasai beberapa bahasa sehingga mempermudah dirinya untuk melakukan perjalan ke banyak tempat dan mengenal sosial budaya tempat – tempat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Masalah yang mendasari penelitian ini diwujudkan melalui pertanyaanpertanyaan sebagai berikut. 1.2.1
Bagaimana alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
1.2.2
Bagaimana deskripsi budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut 1.3.1
Mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga.
1.3.2
Mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap kaum perempuan yang meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1
Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini merupakan contoh penerapan teori struktur sastra dan kritik sastra feminis. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan bagian studi gender.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
1.4.2
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari mengenai macam-
macam jenis kekerasan seperti kekerasan fisik, verbal, psikis dan kekerasan sosial-politik. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk mempelajari ketidakadilan yang masih sering dialami oleh kaum perempuan.
1.5 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan mengenai penelitian karya sastra dan kekerasan gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, pernah dibahas oleh Hesti Septiana (2015) dalam makalahnya yang berjudul Kekerasan Seksual pada Tokoh Diar menggunakan pendekatan psikoanalisis. Namun, untuk pendekatan feminisme, sejauh pengetahuan penulis belum pernah diteliti. Walaupun karya ini belum pernah diteliti menggunakan pendekatan feminisme namun, tema mengenai budaya patriarki, stereotipe gender, dan kekerasan gender yang ada di dalam novel ini sering diangkat menjadi tema dalam artikel atau tulisan-tulisan ilmiah. Risma Sinaga (2010) dalam tesisnya yang berjudul Dalam Bayang-Bayang Budaya Patriarki membahas mengenai sistem budaya patriarki Batak Toba yang membedakan hak antara perempuan dan laki-laki, yang mengakibatkan adanya relasi kekuasaan yang timpang, dimana laki-laki diposisikan lebih penting daripada perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan menjadi terpinggirkan dan rentan mengalami kekerasan dan berbagai macam bentuk ketidakadilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Andika Wijaya (2010) dalam artikel yang berjudul Stereotipe Gender dalam Film“It’s a Boy Girl Thing” & “She’s the Man” membahas mengenai stereotipe gender yang dikonstruksi oleh masyarakat. Pembentukan stereotipe ini selain karena pengalaman empiris berkaitan dengan sejumlah anggota kelompok, dapat juga diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Dalam artikel ini juga menjelaskan bahwa perempuan adalah makhluk lemah lembut yang tidak boleh berkata-kata kasar dan tidak boleh melakukan kegiatan laki-laki, seperti bermain sepakbola, basket dll. Sedangkan laki-laki boleh melakukan hal yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan. Ariefa Efianingrum (2008) dalam jurnal yang berjudul Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan (kekerasan gender) yang muncul akibat ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan. Kekerasan ini tidak hanya serangan fisik saja, tetapi juga yang bersifat non fisik.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian tentang budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga, belum pernah dibahas.
1.6 Landasan Teori Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian feminisme, budaya patriarki, stereotipe gender dan kekerasan gender, yang meliputi kekerasan fisik, verbal dan kekerasan kekuasaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
1.6.1
Kajian Struktural Untuk mengkaji “Gambaran Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan
yang meliputi Stereotipe Gender dan Kekerasan Gender dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi,” diperlukan kajian struktural dengan kepentingan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel ini. Penulis membatasi kajian struktural pada aspek alur, tokoh, penokohan dan latar. Ketiga aspek struktural tersebut merupakan unsur penting untuk menganalisis kajian Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam novel Rembang Jingga.
1.6.1.1 Alur Alur merupakan penataan peristiwa dalam prosa naratif atau drama. Alur mengandung konflik yang menjadi dasar lakuan dan membuat tokoh terus bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa lain hingga mencapai klimaks (Budianta, 2003:174). Menurut Stanton, plot atau alur merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau mengemukakan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro, 2009:113). Alur dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap awal, tengah dan akhir. Tahap awal disebut juga sebagai tahap perkenalan, yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahaptahap berikutnya. Tahap awal berfungsi untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Selain itu, pada tahapan awal, konflik (masalah-masalah) yang dihadapi tokoh perlahan-lahan dimunculkan (Nurgiyantoro, 2009:142-145). Tahap tengah menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan merupakan konflik yang terjadi pada diri seorang tokoh, konflik internal, konflik eksternal, pertentangan antar tokoh (Nurgiyantoro, 2009:145). Tahap akhir atau klimaks, merupakan bagian penyelesaian yang ada dalam sebuah cerita. Dalam bagian ini, diceritakan mengenai akhir dari sebuah novel. Penyelesaian sebuah cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyelesaian terbuka dan penyelesaian tertutup. Penyelesaian tertutup menunjuk pada keadaaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai, sudah habis sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sesuai dengan logika cerita itu, para tokoh cerita telah menerima “nasib” sebagaimana peran yang disandangnya. Sedangkan penyelesaian terbuka menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang sebenarnya masih belum berakhir. Berdasarkan tuntutan dan logika cerita, cerita masih potensial untuk dilanjutkan, konflik belum sepenuhnya diselesaikan. Tokoh-tokoh cerita belum (semuanya) ditentukan “nasib”-nya sesuai dengan peran yang diembannya (Nurgiyantoro, 2009: 145-148).
1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, selain itu tokoh utama menjadi tokoh yang mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang paling sedikit muncul dalam cerita, dan tidak dipentingkan keberadaannya. Kehadirannya hanya ada pada saat tokoh utama diceritakan (terkait dengan tokoh utama), baik secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2009 : 176). Tokoh utama akan dibedakan menjadi dua, yaitu protagonis dan anatagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang
sesuai
dengan
pandangan
kita,
harapan-harapan
kita,
pembaca
(Nurgiyantoro, 2009 : 178). Selain itu, tokoh protagonis merupakan tokoh yang pertama-tama akan menghadapi masalah dan juga sebagai penggerak alur. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2009 : 179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis. Perwatakan orang dalam karya naratif dan drama, yang mencakupi pemberian sifat-sifat tertentu, baik secara langsung melalui deskripsi maupun secara tidak langsung melalui kata-kata dalam penampilan tokoh (Budianta, 2003 : 186).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
1.6.1.3 Latar Latar merupakan tempat dan hubungan waktu tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009 : 216). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas (Nurgiyantoro, 2009 : 227). Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2009 : 230). Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2009:233).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
1.6.2
Kajian Feminisme Feminisme menurut Goefe (Sugihastuti dkk, 2010 : 93) ialah teori tentang
persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme dapat dibagi menjadi tiga aliran, yaitu liberal, radikal dan marxis. Feminis liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik (Fakih, 2012 : 81). Feminis radikal berpendapat bahwa penindasan perempuan terjadi akibat seksualitas dan sistem gender yang dikembangkan oleh sistem patriarki. Feminis radikal memperjuangkan mengenai kekerasan terhadap perempuan (Arivia, 2003:103). Feminisme marxis mempermasalahkan pada kelas yang menyebabkan perbedaan fungsi dan status perempuan. Feminis marxis berpendapat bahwa eksistensi sosial menentukan kesadaran diri. Perempuan tidak dapat membentuk dirinya sendiri bila secara sosial dan ekonomi ia masih bergantung pada laki-laki (Arivia, 2003: 112).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
1.6.2.1 Budaya Patriarki Patriarki menurut Bhasin (Sugiastuti, 2010:93) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, terhadap perempuan. Dalam partiarki melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, bahwa perempuan harus dikontrol oleh laki-laki, bahwa perempuan adalah bagian dari milik laki-laki. Dengan demikian, terciptalah konstruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan hal tersebut. Patriarchy is the power of the father: a familial-social, ideological, political system in which men (patriarki adalah kekuasaan dari ayah : sebuah hubungan sosial keluarga, perjuangan ideologi, sistem politik pada kaum lakilaki) (Eisenstein, 1984:5). Menurut Jung, seorang neo-Freundian, laki-laki dan wanita pada dasarnya tidak mempunyai perbedaan psikologis yang amat nyata. Perbedaan hanya muncul karena pengaruh budaya dan kepercayaan masyarakat. Jung melihat bahwa kebudayaan, terutama kebudayaan Eropa yang patriarkal, menekankan perlunya perbedaan laki-laki dan wanita (Handayani, 2008 : 164).
1.6.2.2 Stereotipe Gender Sebelum dipaparkan mengenai pengertian stereotipe gender, akan diberikan penjelasan mengenai stereotipe dan gender. Stereotipe secara umum adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2003: 16). Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikostruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang (Fakih, 2003:72). Gender was the culturally and socially shaped cluster of expectations, attributes, and behaviors assigned to that category of human being by the society into which the child was born (gender dulunya dikenal sebagai pembagi atau penyekat antara budaya dan sosial pada ekspektasi, atribut, dan tanda-tanda tingkah laku yang dikategorikan sebagai manusia oleh kelompok sosial dimana seorang anak telah lahir) (Eisenstein, 1984:7). Menurut Maggie Humm, gender adalah konstruksi sosial yang lebih menindas perempuan daripada laki-laki dan gender merupakan konstruksi yang dibentuk oleh kaum patriarki (Jackson dkk, 2009:331). Stereotipe gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan keyakinan apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita. Pengertian lain dari stereotipe gender adalah bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok tentang karakteristik atribut-atribut peran sosial yang seharusnya dilakukan oleh suatu kelompok jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sementara itu, Stereotipe gender yang terjadi dalam masyarakat, merupakan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Diskriminasi ini yaitu keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah dan pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan” dan oleh karenanya boleh saja dibayar lebih rendah (Fakih, 2012 : 74). Di rumah, perempuan memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
sedangkan laki-laki berkebun, merawat mobil, dan memperbaiki rumah (Sugihastuti, 2010 : 57). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa stereotipe gender adalah keyakinan yang dimiliki oleh sekelompok orang mengenai peran sosial, kesan dan keyakinan mengenai pembagian jenis kelamin.
1.6.2.3 Kekerasan Gender Sebelum dipaparkan mengenai pengertian kekerasan gender, akan diberikan penjelasan mengenai kekerasan, dan pengertian kekerasan secara fisik atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosial-politik. Menurut Saraswati (La Pona dkk, 2002 : 6) kekerasan merupakan suatu bentuk tindakan yang yang dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perseorangan atau lebih, yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Kekerasan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, kekerasan fisik atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosialpolitik. Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:179). Contoh kekerasan fisik menurut Baryadi (2012: 35) adalah pemukulan, penganiayaan, pemerkosaan, penusukan, pembunuhan, pembakaran, pengeboman, penembakan, dan sebagainya. Menurut Baryadi (2012:35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
dan kotor yang dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2010 : 183). Kekerasan psikis dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah kemampuan memobilisasi sumber daya (uang, orang) untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan. Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral (Barbara Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168). Kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan / atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172). Hal ini berkembang antara lain karena status subordinasi perempuan dalam masyarakat yang patriarkhis. Dalam masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) seringkali tidak memiliki kekuatan untuk melawan (Sugihastuti dkk, 2010:85).
1.7 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masingmasing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data Objek penelitian ini adalah konsepsi gender dan kekerasan. Data yang
akan dikumpulkan diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Rembang Jingga yang terbit tahun 2015. Novel Rembang Jingga merupakan novel karangan TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, yang bergenre novel dewasa.
Sumber yang digunakan adalah : Judul
: Rembang Jingga
Pengarang
: TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit
: 2015
Halaman
: 232 halaman
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang mengandung stereotipe gender dan kekerasan gender. Pengumpulan data menggunakan metode studi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
pustaka. Studi kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
1.7.2
Metode dan Tahap Analisis Data Langkah berikutnya adalah analisis data. Setelah data terklasifikasi,
kemudian data dianalisis menggunakan metode hermeneutika. Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna yang terdapat pada karya sastra. Metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal (Ratna, 2013:44-46). Data dianalisis menggunakan hermeneutika, yaitu dengan membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffatere, dimulai dengan langkah heuristik yaitu pembacaan dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya (Faruk, 2014:144).
1.7.3
Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah metode analisis data, tahap berikutnya adalah penyajian hasil
analisis data. Analisis data disajikan menggunakan metode formal dan deskripsi kualitatif. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek bentuk (unsur karya sastra) (Ratna, 2013:49). Sedangkan analisis secara deskripsi kualitatif yaitu dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
menganalisis isi dari data tersebut dengan menggunakan penafsiran (Ratna, 2013:48).
1.8 Sistematika Penyajian Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Latar belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan pustaka mengemukakan penelitian karya sastra yang pernah mengambil tema kekerasan gender. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Metode penelitian merincikan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Sistematika penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam proposal ini. Bab II berisi tentang hasil analisis struktur novel Rembang Jingga yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga. Bab III berisi tentang gambaran budaya patriarki yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Bab IV berisi tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisis data dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II ALUR, TOKOH, PENOKOHAN, DAN LATAR DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
2.1 Pengantar Pada bab ini, peneliti akan membahas struktur novel Rembang Jingga yang akan dibatasi pada alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Bagian alur digunakan oleh penulis untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang tersusun dalam novel tersebut. Tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk mengungkapkan tokoh-tokoh serta watak dari tokoh-tokoh dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Latar digunakan penulis untuk mengungkapkan konteks tempat kejadian dan suatu masa yang dialami oleh tokoh dalam novel.
2.2
Alur Alur dalam novel Rembang Jingga akan dibagi menjadi tiga tahap, untuk
menjelaskan konflik yang terjadi dalam novel ini. Ada pun tiga tahapan itu adalah tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. 2.2.1
Tahap Awal Ires berkenalan dengan Herlambang suaminya pada saat ia mengantar
ayahnya ke sebuah klinik untuk berobat. Herlambang, yang sedang menemani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
ibunya, duduk di hadapan Ires. Ternyata ayah Ires dan ibu Herlambang adalah teman satu kantor di Departemen Kesehatan, tempat ayah Ires dulu bekerja. Sejak itu, Herlambang dan Ires sering bertemu. Ires merasa sangat bahagia karena dapat berkenalan dengan Herlambang yang sangat sopan dan dapat dibanggakan di depan teman-temannya.
2.2.2 Tahap Tengah Perkenalan Ires dan Herlambang berlanjut hingga ke pernikahan, karena ayah Ires tidak mampu untuk membiayai sekolahnya akibat kecelakaan sepeda motor yang menyebabkan ayah Ires harus pensiun dini. Setelah menikah, ternyata Herlambang tidak memberikan kasih sayang seperti pada saat mereka berpacaran. Herlambang bahkan memukuli Ires, dan tidak megizinkan Ires untuk pergi ke mana pun tanpa sepengetahuan Herlambang. Ires pun tidak diizinkan melanjutkan kuliah. Diar, sahabat Ires yang mengenalnya di warung makan tempat Ires membeli pecel lele, yang mengetahui kondisi Ires yang setiap hari dipukuli oleh Herlambang, mengajak Ires untuk kabur dari rumahnya. Diar merasa kasihan dengan nasib Ires yang semakin hari semakin memprihatinkan. Saat Ires menginap di kos Diar, Diar mendapat kabar buruk. Ayahnya meninggal dunia, dan tidak ada yang mengurus pemakaman. Karena takut hal buruk menimpa Ires, Diar lalu mengajak Ires untuk pergi ke Rembang menemaninya. Sebenarnya Diar merasa ragu apakah keputusannya untuk pulang dan mengurus pemakaman ayahnya sudah benar atau sebaliknya. Karena selama ini, ayahnya selalu membuat hidup Diar menjadi susah. Sugeng, ayah Diar pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
mejual Diar demi keinginanya untuk membeli peralatan tambal ban bekas milik tetangga warung mereka. Tidak hanya sekali, Sugeng pun pernah menjajakan anaknya untuk pelanggan warung mereka yang adalah supir-supir truk yang berhenti untuk mengisi perut. Namun, karena Mbahnya yang meminta Diar untuk pulang, akhirnya Diar bersedia untuk pulang ke Rembang. Di Rembang, Ires bertemu dengan teman-teman baru. Mereka adalah Karina dan Amanda. Amanda sudah tidak asing lagi bagi Diar karena Mbah Karto, nenek Diar pernah bekerja di rumah Amanda cukup lama dan Diar juga pernah tinggal di rumah Amanda untuk membantu Mbah Karto bekerja di sana. Karina adalah sahabat dekat Amanda sejak mereka kecil. Bahkan sebelum Karina mengenal Dodi, pacarnya yang meninggalkan Karina yang tengah mengandung anak mereka. Mereka berempat bertemu ketika mereka sama-sama berada di rumah Mbah Karto, nenek Diar di Rembang. Pertemuan mereka di Rembang tercium oleh Herlambang. Tanpa aba-aba, Herlambang pun langsung memulai rencana yang telah disusunnya untuk membalaskan dendam pada Ires. Malam hari saat mereka sedang beristirahat, Herlambang mengitari rumah Mbah Karto, untuk menyiramkan bensin. Setelah seluruh bensin habis, ia pun mulai menyalakan api dan membakar rumah Mbah Karto. Setelah kebakaran yang menimpa mereka, Diar akhirnya memiliki inisiatif untuk membujuk Ires agar ia mau bercerita pada teman-teman yang lain. Diar mengetahui bahwa Karina adalah wanita karier yang sangat sukses, dan pasti memiliki koneksi dengan pengacara-pengacara handal. Ia meminta Ires untuk bercerita pada Karina dan Amanda mengenai masalah keluarganya, agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
permasalahan rumah tangga Ires dan Herlambang dapat segera selesai. Dengan bantuan teman-temannya, proses perceraian Ires dan Herlambang sedikit demi sedikit mulai selesai. Ia akhirnya bisa bebas dari Herlambang. Sambil menanti proses perceraian ia, Amanda, Karina, dan Diar mendirikan sebuah yayasan yang terispirasi oleh kisah Ires yang menjadi korban KDRT.
2.2.3 Tahap Akhir Pada saat persiapan pembukaan yayasan mereka, tiba-tiba Herlambang menelepon Ires untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Herlambang mengajak Ires untuk bertemu di Rembang, untuk menyelesaikan semua masalah mereka. Ketika mereka bertemu, Herlambang tampak sangat berbeda. Ia terlihat sangat baik dan sopan, seperti pada saat mereka pertama kali bertemu. Tidak ada kata-kata kasar, dan juga pukulan yang biasanya diterima oleh Ires. Ires mengira Herlambang telah berubah. Tetapi sikap baik Herlambang pada Ires memiliki arti lain. Saat di akhir cerita Ires ditemukan tewas oleh warga yang sedang mengambil peralatan pancing di gubuk tambak di Rembang. Warga menemukan mayat Ires tiga hari kemudian setelah pertemuannya dengan Herlambang. Wajah Ires tidak dapat dikenali lagi, akibat pukulan yang diterimanya. Hal ini menjadi bukti bahwa Herlambang yang telah membunuh Ires pada saat mereka bertemu di dekat tambak di Rembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
2.3 Tokoh dan Penokohan Berdasarkan analisis alur, tokoh dan penokohan akan dibagi menjadi tiga yaitu tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis dan tokoh tambahan. Tokoh utama protagonis dalam novel RJ ini adalah Ires, sementara tokoh utama antagonis adalah Herlambang. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.
2.3.1 Tokoh Utama Protagonis Berdasarkan analisis, tokoh Ires merupakan tokoh utama protagonis dalam Novel Rembang Jingga. Sebagai tokoh utama protagonis, tokoh Ires merupakan tokoh yang diutamakan ceritanya dan merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, serta selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Ia juga merupakan tokoh yang sering menghadapi banyak permasalahan.
2.3.1.1 Penokohan Tokoh Ires Berdasarkan analisis, Ires merupakan tokoh utama dalam cerita ini yang menjadi korban kekerasan gender oleh suaminya. Sebelum memutuskan untuk menikah dengan Herlambang, Ires pernah mengenyam pendidikan di Akademi Administrasi. Namun di tahun kedua Ires harus rela berhenti sekolah akibat ayahnya mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan ayahnya harus berhenti bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. Di tahun kedua Ires bersekolah di Akademi Administrasi, ayah Ires mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan dia harus berhenti bekerja dan mengambil pensiun dini. Uang pensiun dan hasil penjualan di warung depan rumah hanya cukup untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
kehidupan sehari-hari. Dengan berat hati suami-istri Soenaryo menyampaikan hal tersebut pada Ires (Oetoro, 2015: 70).
Herlambang yang mendengar cerita dari Ires bahwa ayahnya tidak dapat membiayai Ires sekolah lagi, langsung mengajak Ires untuk menikah. Awalnya Ires merasa ragu, karena semakin dekat hubungan mereka, semakin terlihat sifat Herlambang yang yang kasar dan sering memarahi Ires, terutama ketika Ires sedang berkumpul dengan teman-temannya. Namun, Ires menepis semua keraguannya atas Herlambang. Ires memberitahu orangtuanya mengenai lamaran Herlambang. Orangtua Ires
langsung
menyetujui
pinangan
Herlambang,
mengingat
pekerjaan
Herlambang yang stabil sebagai jaksa muda. Mereka langsung membayangkan kehidupan putri mereka yang serba enak dan tidak kesusahan. Namun kenyataannya, Ires justru hidup sengsara. Ia diperlakukan seperti budak oleh Herlambang. Bila Herlambang tidak menyukai pekerjaan yang dilakukan Ires, Herlambang akan memukul dan memarahi Ires. Semakin hari Herlambang semakin mengekang Ires. Semua kegiatan dimonitor dan dicuriagi. Dia bisa menelepon Ires di rumah beberapa kali dalam sehari hanya untuk mengecek istrinya ada di rumah atau tidak. Namun, ketika Herlambang diangkat menjadi asisten jaksa, Herlambang tidak bisa secara langsung datang ke rumah atau pun menelepon Ires. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. Pada awalnya, Herlambang sering pulang untuk makan siang, namun sejak dia diangkat sebagai asisten jaksa, sulit baginya untuk mengecek Ires secara langsung (Oetoro, 2015: 71).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Tokoh Ires dapat disimpulkan sebagai tokoh perempuan yang lemah lembut dan memiliki sikap nrimo atau menerima semua keadaan yang menimpa dirinya. Hal ini dibuktikan ketika ayahnya harus pensiun dini karena kecelakaan kerja yang menimpa ayahnya. Ires dengan sabar menerima kenyataan yang harus menimpanya. Dengan sikapnya yang seperti ini, Ires dianggap lemah tidak mampu untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya kepadanya. Ires tahu jika ia melawan pukulan-pukulan yang diberikan Herlambang pada dirinya, maka Herlambang akan lebih menjadi-jadi dan semakin nekat untuk memukuli Ires. Tidak hanya pukulan-pukulan saja, Ires juga sering menerima makian dari suaminya.
2.3.2 Tokoh Utama Antagonis Berdasarkan analisis, Herlambang merupakan tokoh antagonis dalam novel Rembang Jingga. Tokoh Herlambang menjadi tokoh antagonis, karena beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2009 : 179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis.
2.3.2.1 Penokohan Tokoh Herlambang Herlambang adalah suami dari Ires. Pada awal pertemuan, Herlambang yang memiliki paras yang menawan, bersikap baik dan sopan pada Ires dan keluarganya. Wajah tampan Herlambang membuat Ires merasa bangga jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
berjalan berdampingan dengan Herlambang di depan teman-temannya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. Ada rasa bangga pada diri Ires jika membanyangkan dia terlihat berjalan bersama Herlambang di mata teman-teman sekolahnya. Wajah Herlambang yang tampan, gagah dengan kemeja dan dasi, ditambah tindak tanduknya yang sopan serta terlihat selalu melindungi Ires (Oetoro, 2015: 70).
Selain wajah Herlambang yang sangat menawan, kedudukannya sebagai jaksa muda membuat ayah dan ibu Ires menyetujui pernikahan Ires dan Herlambang. Dengan kedudukannya sebagai jaksa muda mereka merasa kehidupan anak mereka akan menjadi lebih baik dan calon menantu mereka akan memperbolehkan Ires untuk melanjutkan sekolah yang terputus. Namun perjalanan waktu, sikap Herlambang berubah. Rasa hormat Ires padanya berubah menjadi rasa takut. Herlambang sering memukul dan mencaci Ires. Apalagi saat Ires melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Saat Ires kabur, ia mencari Ires sampai menyusun rencana untuk membalas dendam pada Ires karena sudah berani untuk kabur dari rumahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. Memang benar, Herlambang tidak menemukan siapa-siapa di rumah saat dia pulang kantor. Dalam hati dia sudah merencanakan untuk memberi Ires hukuman karena pergi tanpa pamit kepadanya. Beberapa bulan berlalu sejak Ires kabur. Herlambang tidak pernah berhenti mencari dan pencarian itu menjadi obsesi barunya (Oetoro, 2015: 90). Herlambang yang meminta tolong tukang ojek yang sering “mangkal” di dekat warung tempat Diar berjualan, untuk mencari keberadaan Ires. Tukang ojek itu menyetujui tugas baru yang harus diembannya asalkan ia menerima imbalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
yang setimpal. Herlambang pun menyetujuinya. Tukang ojek itu pun mencari tahu keberadaan Ires dan akhirnya ia menemukan keberadaan Ires di Rembang. Tukang ojek itu memberikan kabar baik bagi Herlambang. Tak lama setelah itu, Herlambang sudah berada di Rembang untuk membalaskan dendamnya pada Ires. Pada malam yang sudah ditentukan, Herlambang melancarkan rencananya. Ia menanti waktu malam hari agar tidak dicurigai oleh warga sekitar rumah tempat Ires dan teman-teman barunya berkumpul. Setelah Herlambang menyiram bensin kesekeliling rumah Mbah Karto, ia mulai menyalakan api. Tak lama kemudian rumah yang terbuat dari kayu itu mulai terbakar. Pemandangan itu membuat Herlambang menjadi puas. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Matahari terbenam merupakan saat yang tepat untuk mengendapendap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan ada yang melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api yang berkobar. Dilihatnya Ires pontang-panting berusaha memadamkan karyanya. Sengaja ia menampakkan diri agar Ires bisa melihatnya, agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa menyesali perbuatannya telah meninggalkannya dirinya, agar Ires bisa merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar. Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala, berlomba mewarnai malam Rembang (Oetoro, 2015: 104).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Herlambang memiliki paras yang sangat tampan dan sangat menawan. Ia pun memiliki sikap yang sangat baik dan sopan terhadap Ires dan keluarganya. Namun, semakin hari sikapnya semakin berubah. Herlambang mulai menunjukkan sikapnya yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Setiap Herlambang merasa kesal. Ia pasti melampiaskan kekesalannya pada Ires dengan memarahi dan memukulinya. Tetapi, dalam novel Rembang Jingga ini tidak digambarkan alasan mengapa Herlambang memiliki sikap yang kasar terhadap istrinya, Ires. Hal ini cukup mengecewakan, karena pembaca tidak bisa mengetahui alasan yang menyebabkan sikap Herlambang yang tadinya sangat baik, menjadi kasar dan temperamental.
2.3.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Rembang Jingga Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul dalam cerita dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh tambahan biasanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009 : 176-177). Berdasarkan analisis, tokoh tambahan dalam novel RJ ini adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.
2.3.2.1 Tokoh dan Penokohan Karina Karina adalah teman baru Ires, yang membantunya mencari pengacara untuk perceraian Ires. Karina yang memiliki banyak kenalan pengacara langsung menanyakan pada salah satu temannya. Dan temannya itu pun bersedia untuk membantu menyelesaikan masalah Ires. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Menurut pengacara yang saya ceritakan tadi, pada dasarnya proses perceraian bisa dilaksanakan walau Herlambang sedang terlibat dalam proses hukum lain. Lalu dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga, permintaan Ires untuk bercerai biasanya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
dikabulkan oleh hakim. Jadi, sekarang ini kita bereskan apa yang harus dikerjakan di tempat ini, terutama yang berhubungan dengan polisi. Setelah itu, sambil menunggu pra persidangan dilaksanakan, kita semua bisa ke Jakarta. Ires bisa bertemu dengan Darma (Oetoro, 2015: 143).
Karina merupakan wanita karier yang cukup sukses. Namun ternyata ia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Ia memiliki anak dari hubungan dengan mantan kekasinya. Walaupun ia telah menikah dengan orang lain, namun keluarganya, terlebih ayah dan ibunya, hingga saat ini belum bisa menerima Kukuh (anak Karina) dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Karina masih kelihatan tegar, namun Amanda tahu bagaimana terpuruk hatinya menghadapi orangtuanya yang belum juga mau menerima Kukuh sepenuh hati sebagai cucu mereka. Kehamilan Karina yang di luar dugaan mengubah semuanya. Mereka seperti menutup semua pintu pergaulan, malu dengan kondisi anaknya dan takut dihujat (Oetoro, 2015: 108-109).
Orang tua Karina mengetahui kehamilan Karina sebelum putri mereka kembali ke Amerika. Karina menceritakan dengan jujur apa yang terjadi dan mengutarakan keinginannya untuk merawat anak yang ada dikandungannya. Dengan berita kehamilan tersebut, kebanggan atas prestasi putri tunggal mereka kandas begitu saja dan Karina dianggap mempermalukan mereka. Walau dengan seribu juta permintaan maaf, mohon pengampunan, Karina dibiarkan sendiri menghadapi masalahnya. Nasib Karina masih beruntung karena adanya Roger, bosnya di Amerika yang mau menikahinya dan menganggap bayi yang dikandungannya itu anaknya sendiri. Walaupun mereka akhirnya menikah, namun Roger akhirnya meninggalkan mereka selama-lamanya karena sakit yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
dideritanya. Setelah kematian Roger, Karina pun mulai berubah. Ia mulai menjadi lebih tegar dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya bahkan masalahnya dengan kedua orangtuannya yang hingga saat ia menikah dengan Roger belum terselesaikan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Karina adalah tokoh yang sangat tegar dalam menghadapi permasalahan di kehidupannya. Pada awalnya Karina merasa sangat sedih karena orang tuanya tidak menerima keadaannya yang mengandung anak hasil dari hubungan gelap dengan Dodi pacarnya. Namun, dengan adanya Roger, Karina mulai berubah menjadi lebih tegar. Dukungan dari Amanda, sahabatnya juga menjadi obat mujarab yang membuat Karina menjadi kuat dan lebih semangat menjalani hari-harinya.
2.3.2.2 Tokoh dan Penokohan Diar Diar adalah seorang gadis asal Rembang yang dijual oleh ayahnya demi memperbaiki ekonomi keluarga mereka. Namun, uang hasil penjualan dirinya tidak pernah sampai ditangan Diar. Pada awalnya Diar menolak permintaan ayahnya. Namun, ketika Diar menolak permintaan ayahnya, ia selalu memukuli Diar tanpa ampun. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Tak peduli lagi Sugeng dengan keberatan Diar yang sepulangnya dari hotel kusam itu langsung mandi lama sekali di dalam MCK. Meskipun waktu itu sudah menjelang tengah malam. Diar merasa jijik, kotor dan hina. Disabuninya tubuhnya berkali-kali. Juga rambutnya, semuanya. Mandi lagi dan mandi lagi terus menerus (Oetoro, 2015: 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Tak tahan dengan perlakuan ayahnya, Diar memutuskan untuk melarikan diri. Namun, ia tak berani untuk keluar dari rumahnya. Karena setiap ia berpikir untuk keluar dari rumah, pada malam hari ia selalu bermimpi buruk. Tertangkap oleh ayahnya pada saat kabur dari rumah. Suatu ketika, dewi fortuna sedang berpihak padanya. Pada saat Diar dan ayahnya akan pergi ke pasar, mendadak ada orang yang meminta tolong untuk menambal ban. Kemudian ayah Diar meminta Agus, tetangga mereka untuk mengantar Diar ke pasar. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Pasar di hari pasar tentu saja ramai. Diar sibuk kesana kemari membeli bahan makanan sesuai daftar belanjaan yang tertulis dikertas. Sulitnya, Agus mengikuti terus ke mana Diar pergi. Nanti pasti ada kesempatan. Setelah selesai belanja, Agus mengambil motor di parkiran dan menyalakan mesin. Saat itulah Diar kabur setelah berkata pada Agus bahwa ada bahan makanan yang tertinggal (Oetoro, 2015: 67-68).
Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya dan sampai di kota Tegal. Di sana ia bertemu dengan pak Kasan pemilik warung makan tegal, yang akhirnya membawanya ke Jakarta untuk menjadi karyawan di cabang warung makan tegal miliknya. Kaburnya Diar, mempertemukannya dengan Ires. Pada awal pertemuan Ires dan Diar hanya berbincang-bincang biasa antar penjual makanan dan pembeli. Lama kelamaan Ires menceritakan semua permasalahannya. Hingga Diar mengajak Ires untuk kabur dan tinggal sementara di kontrakkannya. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa tokoh Diar adalah tokoh yang digambarkan berani untuk mengambil resiko. Walau pun awalnya ia tidak berani untuk keluar dari rumah yang sudah membuatnya menjadi menderita, akhirnya ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
memberanikan diri untuk kabur dan memulai hidup baru. Diar juga digambarkan sebagai tokoh yang kuat dan sabar menghadapi cobaan yang sedang diterimanya.
2.3.2.3 Tokoh dan Penokohan Amanda Amanda memiliki seorang saudara perempuan yang bernama Linda. Linda adalah kebanggan keluarga mereka, dengan prestasi dan kemampuan yang ia miliki. Namun, sejak kabar kematian Linda akibat over dosis narkoba, orang tua Amanda menjadi kecewa pada Linda. Hingga saat pemakamannya tidak ada satu pun dari orangtua mereka yang hadir kecuali Amanda. Amanda dengan tegar terus menerus meminta agar orang tuanya bisa memaafkan Linda. Namun, kedua orang tuanya, terutama ayahnya belum bisa memaafkan Linda hingga ia dimakamkan. Sampai pada saat Karina diminta datang untuk mengemasi barang-barang Linda, ia menemukan diary Linda, yang membuka sebuah cerita yang sudah lama dipendam oleh Linda. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Tapi ada satu buku yang bertulisan rapih dan diisi penuh. Karina mengurungkan niatnya menutup diary itu. Dengan duduk di lantai bersandar di kaki tempat tidur, Karina tak bisa menahan diri untuk terus membaca isinya. Tulisan kak Linda sangat menarik. Di situ tercurah perasaan hati Linda tentang kehidupannya, tentang keluarganya, dan banyak perasaanya kepada adiknya Amanda (Oetoro, 2015: 33).
Mendengar bahwa Karina menemukan buku diary Linda, Amanda dan Karina memutuskan kembali ke Rembang, tempat masa kecil mereka untuk mencari jawaban dari permasalahan Linda. Mereka menuju rumah Mbah Karto pengasuh Amanda dan Linda pada saat mereka masih kecil. Mereka menemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
jawaban bahwa Linda merasa cemburu dengan Amanda yang tidak pernah dipaksa oleh orang tua mereka untuk selalu berusaha mendapatkan nilai yang terbaik. Mbah Karto juga menjelaskan jika dulu Amanda adalah anak sangat penurut dan patuh terhadap kedua orang tuanya, sebaliknya Linda menjadi anak yang pembangkang. Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah tokoh Amanda digambarkan sebagai anak yang tegar dan memiliki keinginan yang tinggi untuk membuat kedua orang tuanya memaafkan kesalahan kakaknya, Linda. Ia pun sampai pergi ke Rembang untuk mencari akar dari permasalahan yang menimpa kakaknya dan akhirnya membuat Linda terjerumus narkoba. Ia juga digambarkan sebagai anak yang patuh terhadap nasehat yang diberikan orang tuanya.
2.3.2.4. Tokoh dan Penokohan Sugeng Sugeng ayah Diar dan mereka tidak pernah dekat, seperti hubungan ayah dan anak pada umumnya. Ini disebabkan karena sejak kecil Diar sudah dirawat oleh Mbah Karto, nenek Diar. Diar mulai tinggal dengan kedua orang tuanya saat Sugeng memerlukan batuan Diar untuk membantu pekerjaan mereka di warung. Pada awalnya Diar mengira ia akan membatu pekerjaan ibunya di dapur. Namun kenyataannya, Diar malah dijadikan pekerja seks oleh ayahnya sendiri. Semenjak saat itu, Diar mulai membenci Sugeng. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Mulanya Diar mengira akan dibutuhkan di warung itu untuk membantu si Mbok bekerja, tidak tahunya dia juga dipekerjakan sebagai PSK (Oetoro, 2015: 63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Pada saat Diar mengeluhkan hal yang menimpanya, Sugeng lalu menampar pipi Diar dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa. Diar tidak bisa melakukan apa-apa, selain menangis. Dari hasil menjual anak semata wayangnya itu, Sugeng dapat membeli peralatan tambal ban, yang dibeli dari tetangga mereka yang sudah meninggal dunia. Namun, uang hasil menjual Diar tidak pernah sampai ke tangan Diar. Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah Sugeng merupakan tokoh yang tega menjual anaknya sendiri demi mencapai apa yang diinginkannya. Ia digambarkan sebagai ayah yang keras dan teguh pada pendiriannya. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan yang telah diambil oleh Sugeng, bahkan istrinya sendiri. Dengan sikapnya yang seperti ini, ia cukup ditakuti oleh anak dan istrinya. Mereka tidak ingin mendapatkan masalah jika berurusan dengan Sugeng.
2.3.2.5. Tokoh dan Penokohan Dodi Dodi adalah mantan pacar Karina sekaligus ayah kandung dari Kukuh. Dodi pada awalnya digambarkan sebagai laki-laki yang tidak bertanggungjawab, atas kehamilan yang terjadi pada Karina. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015: 111).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Setelah bertahun-tahun, Karina dan Dodi akhirnya bertemu. Pertemuan mereka terjadi akibat kecelakaan yang menimpa Kukuh. Dodi datang untuk memberikan bantuan darah bagi Kukuh. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, ada perasaan menyesal terhadap sikapnya belasan tahun lalu yang meninggalkan Karina serta bayi yang dikandungnya. Ia merasa malu atas sikap pengecutnya terhadap Karina dan dirinya sendiri. Dia bersyukur dengan kehidupan Karina yang mapan, tetapi hatinya pun ikut merasakan hancurnya perasaan Karina yang juga ditinggalkan suami, ayah angkat dari anaknya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Dodi bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang sama karena pada tahun-tahun tersebut dia juga sedang terpuruk sebab bangkrut saat Amelia, putrinya, menderita leukimia. Pengobatannya mahal, menguras seluruh tabungan dan harta benda kaluarganya. Lalu Amelia meninggal, disusul rumah tangganya yang hancur berantakan. Anak meninggal dunia karena sakita, kondisi keuangan yang morat-marit dan kemudian Rahmi, istrinya, menggugat cerai (Oetoro, 2015: 116).
Dodi digambarkan sebagai tokoh yang memiliki hidup yang bebas dan tidak punya beban dalam hidup, sehingga Dodi dapat memilih jalan hidupnya sendiri dan tidak didikte oleh kedua orang tuanya. Hal ini yang membuat Karina menjadi iri dan kagum terhadap Dodi. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang pengecut dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia adalah ayah dari anak yang dikandung Karina. Pada akhirnya Dodi menerima kenyataan bahwa ia memiliki anak dari Karina dan ia pun memperbaiki hubungannya dengan Karina dan Kukuh anaknya. Mereka akhirnya hidup bahagia walaupun tidak menjadi keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
2.4 Latar Latar dalam novel ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Masing-masing (kecuali latar sosial) akan dibatasi dengan latar luas dan latar sempit. 2.4.1
Latar Tempat
2.4.1.1 Latar Luas 1. Rembang Rembang merupakan tempat bertemunya Ires dengan teman-teman barunya. Mereka adalah Karina dan Amanda. Ires sangat senang, karena saat ia mendapat masalah pada rumah tangganya, Ires mendapatkan dukungan dari Diar dan kedua teman barunya. Mereka juga yang membantu Ires menyelesaikan masalah perceraiannya dengan Herlambang. Sejak Herlambang ditahan di Rembang, atas dugaan pembakaran rumah, hubungan Ires dan Herlambang semakin membaik. Herlambang sering berkomunikasi dengan Ires mengenai penjualan rumah mereka. Suatu ketika, Ires menelepon Herlambang untuk memberitahunya bahwa rumah mereka akan segera terjual. Ires merasa senang, karena ia dapat terbebas dari tumah yang membuat ia harus bermimpi buruk setiap hari. Ia juga berjanji pada Herlambang untuk segera mengirimkan surat perjanjian jual beli rumah pada Herlambang. Akan tetapi, Herlambang yang memiliki rencana buruk terhadap Ires, meminta Ires untuk datang ke Rembang dan mengantar sendiri surat perjanjian rumah pada Herlambang di Rembang. Ires menyetujui pertemuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
mereka. Namun, Ires tidak menyadari bahaya yang sudah menunggunya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Besok saya poskan surat perjanjian jual beli ini, jadi Mas Herlambang bisa segera tanda tangan.” “Res, gimana kalau Ires datang ke Rembang dan mengantar surat itu? Aku ingin sekali bertemu Ires untuk terakhir kalinya dan akan kubuat pertemuan terakhir nanti menjadi kenangan yang baik yang tidak terlupakan.” (Oetoro, 2015: 206).
2. Jakarta Jakarta merupakan tempat yang sudah lama diimpikan Diar untuk melarikan diri. Tetapi, ia tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri, karena takut dengan ayahnya. Suatu ketika, Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya. Ia bertekat untuk pergi dan memulai hidup yang baru. Ia berencana untuk pergi ke Jakarta, ke tempat keluarga Anwar, majikan Mbah Karto dulu. Namun sayang, uang Diar tidak cukup untuk naik bus ke Jakarta. Uang yang dimilikinya hanya dapat membawanya ke kota Tegal. Saat sampai di Tegal, Diar merasa sangat lapar, dan memutuskan untuk memasuki sebuah warung milik pak Kasan. Diar yang tidak memiliki uang lalu menyodorkan ponselnya untuk membayar makanan yang akan dia makan. Tetapi, pemilik warung menolaknya dan meminta Diar untuk menyimpan ponselnya itu. Pak Kasan sudah melihat gerak-gerik Diar, dan berfikir bahwa Diar bisa menjadi karyawan di warungnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Saat ini, Kasan sedang membutuhkan tenaga kerja di warung. Biasanya ia mempekerjakan perempuan-perempuan muda yang selama ini dinilainya terampil memasak dan melayani tamu warung. Selama ini perempuan yang bekerja di warungnya tidak semua berhati mulia. Tak jarang yang ternyata bekerja tidak becus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
atau tidak tulus. Bagaimana dengan perempuan ini ya? (Oetoro, 2015:78).
Setelah satu bulan masa percobaan, akhirnya Diar diterima bekerja di warung pak Kasan. Karena memiliki sifat welas asih membuat Diar diterima dengan gembira di keluarga pengelola warung tegal itu. Warung tegal yang dikelola oleh keluarga pak Kasan jumlahnya sangat banyak dan ada di beberapa kota terutama Jakarta. Saat perputaran karyawan, Diar memilih untuk pindah ke Jakarta. Kota yang diincarnya sejak pertama kali kabur. Di kota itu, Diar pernah tinggal bersama si Mbah di rumah keluarga Anwar sebagai pembantu rumah tangga. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Walaupun satu-satunya destinasi Jakarta yang dia ketahui adalah rumah keluarga Anwar, Diar enggan bertandang ke rumah itu. Dia harus selalu berhati-hati dengan statusnya sebagai anak yang sedang kabur dari rumah (Oetoro, 2015: 85).
3. Amerika Amerika adalah tempat dimana Karina meraih kesuksesannya menjadi wanita karier. Bantuan dari kerabatnya, 19 tahun yang lalu Karina mendapatkan kesempatan magang di negeri Paman Sam setelah lulus kuliah. Karena ia sangat rajin dalam bekerja, akhirnya Karina diangkat sebagai pegawai tetap. Di sana lah Karina berkenalan dengan Dodi yang juga bekerja di perusahaan yang sama. Dodi yang bebas menentukan arah hidupnya, membuat Karina kagum pada Dodi. Karina ingin hidup seperti Dodi yang bebas menentukan hidup. Selama ini hidup Karina selalu ditentukan oleh kedua orang tuanya. Sehingga pada saat Dodi mengutarakan maksudnya untuk menjadikan Karina sebagai gadisnya, Karina
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
selalu berusaha untuk menuruti apa yang diinginkan Dodi. Namun, ketika Dodi mengetahui Karina mengandung anak mereka, Dodi tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Masih ada di ingatan Karina, pertemuannya kembali dengan Dodi saat liburan setelah setahun berpisah. Mereka bertemu hampir setiap hari. Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015: 110-111).
Setelah Dodi pergi meninggalkan Karina, Roger atasan Karina muncul untuk menyelamatkan harga diri Karina. Ia menawarkan diri untuk menikahi Karina dan menganggap anak yang dikandung Karina sebagai anaknya. Karina akhirnya menyetujuinnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Nasib Karina masih beruntung dengan adanya Roger yang jelasjelas mencintainya sejak pertama kali berkenalan. Dengan statusnya sebagai pegawai dan warga Negara lain, Karina harus jujur mengutarakan keadaannya. Tanpa pikir panjang, Roger menawarkan diri untuk menikahi dirinya dan menganggap bayi yang dikandungnya itu anaknya sendiri. Mereka menikah dengan segera agar aib tidak terlalu terlihat (Oetoro, 2015: 113).
2.4.2
Latar Sempit
1. Warung Mbah Karto Warung Mbah Karto di Rembang adalah tempat yang dituju oleh Amanda dan Karina setelah pemakaman Linda. Mereka datang ke Rembang, setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
menbaca buku harian Linda, kakak Amanda. Amanda dan Karina menutuskan untuk kembali ke Rembang untuk mencari penyebab utama Linda kecanduan narkoba dan akhirnya meninggal sia-sia, akibat overdosis. Saat mereka berkunjung ke warung Mbah Karto, mereka melihat bahwa warung itu tidak mengalami perubahan sama sekali. Hanya lantainya saja yang berubah. Dulu lantainnya yang terbuat dari tanah liat, kini telah disemen. Pernakpernik di warung itu pun juga tidak ada yang berubah. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Warung Mbah Karto tak banyak berubah sejak belasan tahun yang lalu. Warung sederhana yang menjual makanan khas Pantura Jawa Tengah. Lantai tanah liat telah dilapis dengan semen, dinding warung juga telah dikapur kembali (Oetoro, 2015: 35).
2. Warung Bu Endang Warung Bu Endang merupakan warung milik Sugeng dan Endang, yang menyediakan makanan khas daerah pantura. Beberapa bulan sebelumnya warung Bu Endang memiliki satu karyawan yang membatu mereka. Namun, karyawan itu pindah ke warung lain, karena di sana terdapat televisi. Akhirnya, Sugeng meminta Diar untuk datang ke Pantura untuk membantu mereka. Diar yang sedari kecil tinggal bersama dengan Mbah Karto sempat menolak. Namun, Mbah Karto memberikan perintah pada Diar untuk pergi ke Pantura dan membantu kedua orang tuannya. Diar mengira kedatangannya ke sana adalah untuk membantu urusan dapur. Tetapi ayahnya malah menjualnya pada laki-laki hidung belang di sebuah hotel yang tidak terlalu mahal. Saat Diar bertanya pada ayahnya mengapa ia dijual,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
ayahnya malah menamparnya. Akhirnya pada saat ia pulang ke warung milik ayahnya yang bernama warung Bu Endang, ia pun segera menuju ke MCK untuk mebersihkan tubuhnya yang telah kotor hingga berkali-kali. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. MCK untuk digunakan para pemilik dan pekerja warung-warung terdapat sekitar 20 meter jaraknya dari warung Bu Endang. Itu nama warung milik Sugeng… (Oetoro, 2015: 55)
2.4.3
Latar Waktu
2.4.3.1
Latar Waktu Luas
Latar waktu luas dalam novel ini terjadi pada tahun 2012 hingga 2013. Pada tahun 2012, Ires dan Herlambang telah menikah. Pada tahun itu juga Ires menerima perlakuan buruk dari Herlambang. Perlakuan buruk yang diterima Ires pada awalnya hanya sindiran mengenai makanan yang kurang sedap, dan Ires yang terlalu lama membeli rokok di warung. Bahkan, Herlambang juga menyindir Ires ketika ada salah satu tetangga mengajak Ires untuk mengikuti kegiatan disekitar rumahnya. Sindiran itu lama-lama berkembang menjadi pukulan dan tendangan, yang setiap hari harus diterima oleh Ires. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah besar,” bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan Ires dengan kasar. Pembicaraan seperti ini jadi makanan Ires sehari-hari. Hari ini dia beruntung, tidak ada pukulan atau tendangan Herlambang yang mendarat di tubuhnya. Suaminya itu memang ringan tangan, suka memukul. (Oetoro, 2015 : 69)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Ires tidak berani melawan perintah dari Herlambang, karena ia tahu jika ia melawan perintah dari Herlambang, ia akan mendapatkan masalah besar. Selain pukulan dan tendangan, ia juga akan mendapat masalah hukum, jika berani untuk melawan perintah Herlambang. Hal itu diakibatkan pekerjaan Herlambang sebagai jaksa yang memiliki koneksi dengan penegak hukum lainnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Jalan keluar apa yang bisa dicapai jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada (Oetoro, 2015 : 72).
Pada bulan Mei tahun 2012, Ires bertemu dengan Diar di warung tegal. Di sana Ires membeli pecel lele untuk Herlambang, karena pada hari itu, masakan yang dibuat oleh Ires tidak disukai oleh Herlambang. Awalnya Ires merasa bingung untuk membuka percakapan dengan Diar, sambil menunggu pesanan pecel lelenya disiapkan. Diar yang sangat ramah, membuka percakapan mereka dengan mengatakan bahwa ia sering melihat Ires membeli rokok di warung sebelah. Setelah percakapan yang sedikit canggung itu, mereka menjadi semakin akrab. Ires sering datang ke warung Diar untuk mengobrol. Pertemuan ini tidak diketahui oleh Herlambang. Bahkan kunjungan Diar ke rumah Ires juga tidak diketahui oleh Herlambang. Sampai pada saat Ires sedang belajar di rumah, Herlambang tiba-tiba pulang ke rumah dan melihat Ires sedang belajar. Herlambang menjadi marah dan memberi Ires pukulan bertubi-tubi, hingga Ires hanya dapat meringis kesakitan akibat pukulan yang tak henti-hentinya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu menjadi hari yang naas bagi Ires… Setengah jam kemudian Ires meringkuk di pojok ruang makan, yang dilakukannya cukup lama, karena ia tidak bisa bergerak. Bergeming karena rasa sakit yang amat sangat. Tangannya memegang dada dan perut, mencoba menahan rasa sakit itu (Oetoro, 2015 : 88).
Diar merasa khawatir, karena beberapa bulan tidak ada kabar dari Ires. Dia akhirnya memutuskan untuk berkunjung ke rumah Ires untuk melihat keadaan Ires. Dan benar, kondisi Ires cukup parah, hingga Diar tidak mengenali Ires. Diar yang merasa kasihan pada Ires, mengajak Ires untuk tinggal di kamar kos Diar. Awalnya Ires merasa ragu. Tetapi Diar meyakinkan Ires untuk meninggalkan rumah yang membuat Ires menjadi sengsara. Akhirnya Ires menyetujuinya. Bulan Mei 2013, saat Ires menginap di kamar kos Diar, Diar mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal. Diar enggan untuk datang ke Rembang. Tetapi neneknya memberi perintah agar Diar pulang ke Rembang. Akhirnya ia dan Ires berangkat menuju Rembang. Di Rembang Ires bertemu dengan teman-teman barunya, yaitu Karina dan Amanda yang sedang mencari penyebab kakak Amanda menjadi kecanduan narkoba. Ires menyangka bahwa kepergiannya ke Rembang tidak akan diketahui oleh Herlambang. Namun, dengan jabatannya sebagai jaksa muda, ia dapat menyuruh orang lain untuk menemukan tempat persembunyian Ires. Sesampainya Herlambang ke Rembang, ia langsung mencari ide untuk membalaskan dendamnya pada Ires. Setelah Herlambang menemukan cara untuk membalaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
dendamnya pada Ires, ia langsung mencari tempat persembunyian menunggu malam hari untuk membalaskan dendam pada Ires.
2.4.4
Latar Waktu Sempit 1. Malam Setelah Herlambang menemukan keberadaan Ires di Rembang, Herlambang
pun mencari cara untuk membalaskan dendamnya pada Ires. Ia juga memperhatikan gerak-gerik Ires dan teman-teman barunya. Bagi Herlambang tawa dan kebahagiaan Ires pada saat itu bukan membuat Herlambang menjadi bahagia, namun malah menbuat Herlambang semakin dibakar amarah. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Malam hari saat semua orang berada di rumah Mbah Karto, Herlambang memulai aksinya. Ia mulai menuangkan bensin kesekeliling rumah Mbah Karto, dan akhirnya membakarnya. Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala berlomba mewarnai malam Rembang… (Oetoro, 2015: 104).
2. Subuh Selepas keluarga Anwar mengunjungi rumah sakit untuk memastikan jenazah yang ada di rumah sakit itu adalah jenazah Linda, semua orang di keluarga Anwar tidak ada yang bisa tidur. Semua merasa kecewadan sedih melihat kematian Linda yang tragis. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Tak lama lagi azan subuh berkumandang dan tidak ada seorang pun yang bisa tidur di rumah ini… (Oetoro, 2015: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
2.4.5
Latar Sosial Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2009:233). Latar sosial yang Nampak pada novel ini adalah mengenai budaya patriarki terhadap kaum perempuan. Perempuan dalam novel Rembang Jingga ini diceritakan harus tunduk dan patuh terhadap perintah dari kaum laki-laki. Budaya patriarki yang ada dalam novel ini terjadi pada tokoh Ires, ketika Ires menikah dengan Herlambang. Pada awal mereka berpacaran, Herlambang memperlakukan Ires dengan baik. Namun, saat mereka menikah, Herlambang mulai menunjukkan sifat aslinya. Ia mulai melarang Ires untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah, seperti mengikuti kelompok mengaji dan organisasi lainnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Lama amat sih? Padahal, cuma diminta beli rokok di warung depan, gimana kalau disuruh ke Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak dihadapan Ires. “Ndak, mas. Tadi ketemu ibu Tin, tetangga nomer 5, dia Tanya kapan saya bisa ikut kelompok mengaji. Saya bilang harus minta izin mas dulu,” jawab Ires lirih, tak berani menatap mata Herlambang. “Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah besar,” bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan Ires dengan kasar (Oetoro, 2015 : 69).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Jabatan Herlambang sebagai jaksa muda, membuat ia semakin mengekang dan membuat Ires tunduk terhadap perintahnya. Ires yang hanya ibu rumah tangga biasa tidak mampu untuk melawan perintah dari Herlambang. Karena ia tahu jika ia melawan perintah Herlambang, maka Herlambang akan semakin mengekang Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak berdoa (Oetoro, 2015 : 72).
2.5
Rangkuman Analisis bab II ini menjelaskan kajian struktural yang dibatasi dengan alur,
tokoh dan penokohan, serta latar tempat dan waktu dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, serta keterkaitan antar stuktur. Alur dalam novel ini dibagi menjadi tiga yaitu tahap awal, tengah dan tahap akhir. Tahap awal menceritakan perkenalan Ires dan Herlambang sebelum mereka menikah. Pada awalnya, Herlambang memiliki sikap yang sangat baik terhadap Ires dan keluarganya. Tidak hanya baik, Herlambang juga memiliki wajah rupawan, yang membuat Ires bangga apabila berjalan di sebelah Herlambang. Tahap tengah menceritakan Ires dan Herlambang yang sudah menikah, karena ayah Ires tidak mampu untuk membiayai sekolah Ires akibat kecelakaan sepeda motor, yang mengharuskan ayah Ires untuk pensiun dini. Setelah menikah Herlambang tidak memberikan kasih sayang seperti saat mereka berpacaran, Herlambang bahkan memukuli Ires dan tidak mengijinkan Ires untuk pergi ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
mana pun. Ketika Herlambang akan makan siang, Herlambang melihat ayam yang digoreng Ires lebih coklat, hal ini membuat Herlambang menjadi marah dan akhirnya menyuruh Ires untuk membeli makanan di warung pecel lele. Tahap akhir menceritakan mengenai Ires, Diar, Karina dan Amanda yang membangun sebuah yayasan khusus untuk perempuan yang mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga. Yayasan ini terbentuk dari kisah hidup Ires yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Pada saat mereka tengah mempersiapkan pembukaan yayasan, tiba-tiba Herlambang menelepon Ires dan meminta Ires bertemu dengannya di Rembang untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Di Rembang, Herlambang sudah mempersiapkan sebuah rencana yang tak terduga untuk Ires. Pada saat Ires dan Herlambang tengah menikmati matahari terbenam, Herlambang mulai melaksanakan rencananya,
yaitu
membunuh Ires. Keesokan harinya, mayat Ires ditemukan oleh warga sekitar, dengan wajah yang sudah tidak dikenali lagi. Dalam tokoh dan penokohan, tokoh Ires mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang diakibatkan oleh dominasi laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki menganggap perempuan harus patuh terhadap mereka. Hal inilah yang menyebabkan Herlambang menjadi semena-mena terhadap tokoh Ires. Selain itu, dalam novel ini diceritakan pula tokoh-tokoh lain, seperti tokoh Diar yang pernah dijual oleh Sugeng ayahnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Tokoh Amanda yang kakaknya terjerumus dalam lingkar narkoba dan akhirnya tewas akibat over dosis. Sementara itu, tokoh Karina yang pernah mengalami kekecewaan akibat Dodi, kekasih Karina yang meninggalkan Karina, saat ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
mengandung anak dari hubungan mereka. Para tokoh dalam novel Rembang Jingga ini pernah mengalami masa lalu yang cukup kelam. Namun, mereka berusaha untuk menyelesaikan masalah mereka di kota Rembang. Setelah masalah mereka perlahan-lahan selesai, mereka pun bersama-sama membangun sebuah yayasan agar orang lain, khususnya kaum perempuan yang memiliki masalah dalam keluarga dapat dibantu agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. Pada latar tempat, dalam novel ini diceritakan beberapa tempat yang menjadi latar yang menjadi tempat kejadian berlangsung. Beberapa latar yang ada di dalam novel ini adalah Rembang, Jakarta dan Amerika. Rembang merupakan tempat bertemunya Ires dan Herlambang, sekaligus menjadi tempat Ires ditemukan tewas. Jakarta merupakan tempat yang ingin Diar tuju sebagai tempat pelariannya dan sebagai tempat untuk memulai hidup baru bagi Diar. Amerika merupakan tempat bertemunya Karina dan Dodi. Amerika juga merupakan saksi bisu keberhasilan Karina. Rembang merupakan tempat berkumpulnya Karina, Diar, Ires dan Amanda. Latar waktu tergambar melalui pertemuan antara Ires dan Herlambang, serta pertemuan tokoh Ires dan tokoh-tokoh lainnya, yang terjadi pada tahun 2012 hingga 2013. Pada tahun 2012, Ires dan Herlambang melangsungkan pernikahannya. Pada tahun itu juga, Ires mulai menerima perilaku buruk dari suaminya. Seperti sindiran jika pekerjaannya tidak dilakukan dengan benar, hingga pukulan membabi-buta ketika emosi Herlambang tengah meninggi. Pada tahun 2012, juga merupakan tahun bertemunya Ires dengan seorang penjaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
warung pecel yang bernama Diar. Ires sangat beruntung bertemu dengan Diar. Karena Diar mau menjadi teman Ires dan mau mendengarkan seluruh cerita Ires. Diar pun mengajak Ires untuk mengikuti kelompok belajar yang dibentuk oleh perkumpulan pengacara muda, yang peduli terhadap pendidikan kaum lemah dan miskin. Ires pun menyetujui tawaran Diar dengan konsekuensi ia harus mengetahui kapan Herlambang pergi ke kantor dan pulang ke rumah. Pada tahun 2013, Ires diceritakan kabur dari rumahnya setelah dipukuli oleh Herlambang atas bantuan dari Diar. Ires pun menginap di kamar kos Diar untuk menghindari kejaran Herlambang. Saat ia menginap di kamar kos Diar, Diar mendapatkan kabar bahwa ayahnya meninggal dunia. Diar awalnya enggan untuk kembali ke Rembang, namun neneknya memberi perintah untuk kembali ke Rembang. Akhirnya Diar bersama dengan Ires berangkat menuju Rembang. Latar sosial menceritakan mengenai tokoh perempuan yang harus tunduk terhadap kaum laki-laki. Hal ini diakibatkan adanya budaya patriarki yang ada didalam masyarakat. Akibatnya, tokoh harus Ires menjadi korban. Ia harus tunduk terhadap semua peraturan dan perintah yang dibuat oleh Herlambang. Jika ia menolak dan melawan perintah dari Herlambang, ia akan mendapat pukulan dan sindiran bertubi-tubi dari Herlambang. Dari analisis struktur novel Rembang Jingga, terdapat adanya budaya patriarki yang meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender. Sementara analisis mengenai deskripsi budaya patriarki yang meliputi kekerasan gender, dan stereotipe gender akan dikaji pada bab III. Bab III akan dideskripsikan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
budaya patriarki yang ada dalam novel Rembang Jingga yang masih sering menimpa dan mendiskriminasi kaum perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
3.1 Pengantar Dalam bab III, akan dibahas mengenai gambaran budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Rembang Jingga. Gambaran budaya patriarki ini meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender akan dibagi menjadi pembagian kerja dan pendidikan. Kekerasan gender akan dibagi menjadi empat, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis, dan kekerasan kekuasaan.
3.2 Stereotipe Gender Stereotipe secara umum adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2003: 16). Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikostruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang (Fakih, 2003:72). Sementara itu, stereotipe gender yang terjadi dalam masyarakat, merupakan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Diskriminasi ini yaitu keyakinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah dan pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan” dan oleh karenanya boleh saja dibayar lebih rendah (Fakih, 2012 : 74). Di rumah, perempuan memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak, sedangkan laki-laki berkebun, merawat mobil, dan memperbaiki rumah (Sugihastuti, 2010 : 57). Kesimpulan dari para ahli di atas adalah stereotipe gender merupakan pelabelan yang dibentuk oleh masyarakat terhadap kaum laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan diskriminasi terhadap kaum laki-laki dan kaum perempuan. Diskriminasi ini menyebabkan kaum perempuan menjadi kurang dihargai, dalam hal pendapatan. Mereka dianggap hanya sebagai pelengkap gaji suami, bukan sebagai pemenuh kebutuhan. Pandangan ini disebabkan karena tidak sesuai dengan pekerjaan sehari-hari kaum perempuan. Berdasarkan konsep stereotipe gender tersebut, dalam penelitian ini stereotipe gender yang tergambar dalam novel Rembang Jingga terhadap pembagian kerja dan pendidikan.
3.2.1
Stereotipe Gender dalam Pembagian Kerja Stereotipe gender dalam novel ini terlihat yaitu di luar rumah dan di dalam
rumah. Pembagian kerja di luar rumah berhubungan dengan mencari nafkah baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Pembagian kerja di dalam rumah yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan merawat anak dan bertanggung jawab dalam unsur rumah tangga. Stereotipe gender yang terjadi dalam novel ini adalah pembagian beban kerja yang diterima oleh kaum laki-laki dan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
Pembagian beban kerja yang dimaksud adalah dalam hal mencari nafkah dan pekerjaan dalam rumah tangga.
3.2.1.1 Di Luar Rumah (Publik) Kaum laki-laki sering diidentikan sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga, sehingga kaum laki-laki akan melakukan pekerjaan apa saja untuk mencari nafkah bagi keluarga. Misalnya saja bekerja sebagai pedagang, tukang bangunan, pegawai, dst. Sementara, kaum perempuan hanya dianggap sebagai penambah gaji suami, sehingga pekerjaan yang dikerjakan oleh kaum perempuan hanya berkisar pada pekerjaan tertentu yang mengacu pada kegiatan sehari-hari seperti memasak, mengajar, merawat, dst. Namun, beberapa kaum perempuan menjadi korban dari stereotipe gender, yaitu tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah, dengan alasan bahwa kaum laki-laki bertanggung jawab untuk membiayai kebutuhan mereka sehari-hari, serta kebutuhan lainnya. Sebagai seorang kepala keluarga, ayah Ires memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah bagi kebutuhan keluarganya, serta membiayai sekolah anaknya. Namun, kecelakaan sepeda motor yang dialami oleh ayah Ires, meyebabkan Ires harus berhenti bersekolah dan menikah dengan kekasihnya yang bernama Herlambang. Herlambang merupakan seorang jaksa muda dianggap memiliki penghasilan yang stabil, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan Ires. Dengan kedudukannya sebagai jaksa muda, Herlambang memiliki hak untuk melarang istrinya untuk tidak bekerja mencari nafkah. Herlambang juga memiliki pandangan bahwa kaum perempuan harus berada di rumah untuk memasak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
membereskan dan membersihkan rumah. Untuk itu, Herlambang sering menelepon ke rumah untuk memastikan apakah Ires ada di rumah atau tidak, dan memastikan apakah pekerjaan yang dikerjakan Ires berjalan dengan baik. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Namun, dengan adanya pernikahan, Herlambang semakin mengekang Ires. Semua kegiatan dimonitor dan dicurigai. Segala pengeluaan diperiksa, semua harus dengan tanda bukti. Dia bisa menelepon Ires di rumah beberapa kali sehari hanya untuk mengecek istrinya ada di rumah atau tidak (Oetoro, 2015 : 71).
3.2.1.2 Di Dalam Rumah (Domestik) Pekerjaan domestik selalu diidentikan dengan kaum perempuan, sehingga terbentuk sebuah anggapan, bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangganya (Fakih, 2012 : 21). Sementara kaum laki-laki diperbolehkan untuk tidak membantu kaum perempuan, untuk mengerjakan pekerjaan domestik atau pekerjaan rumah tangga. Selain bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga, kaum perempuan juga memiliki tugas untuk merawat, membesarkan dan mendidik anak. Sesuai dengan peran gender yang dibentuk oleh masyarakat, kaum perempuan dituntut untuk dapat mengasuh dan mendidik anak, dari kecil hingga dewasa. Sementara itu, kaum laki-laki kurang begitu mengambil peran ini, dengan alasan kaum laki-laki lebih sering berada di luar rumah untuk mencari nafkah, dibandingkan dengan kaum perempuan. Maka dari itu, kaum perempuan dianggap memiliki peran penting terhadap tumbuh kembang anak, yang menyebabkan apabila seorang anak memiliki perilaku yang kurang baik, maka ibunya yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
disalahkan terlebih dahulu dibandingkan dengan ayahnya. Perempuan sebagai subjek yang mengandung anak, tidak hanya bertugas melahirkan, namun juga membesarkan. Untuk urusan pemeliharaan, pekerjaan perempuan tidak hanya dilakukan untuk anak-anak melainkan juga seluruh keluarga. Selain itu, perempuan dibebani tugas merawat rumah tempat tinggal mereka. Bila pembagian kerja hanya mengacu pada jenis kelamin maka perempuan bertugas mengandung dan mengasuh anak sedangkan si laki-laki tidak (Sugihastuti, 2010 : 54-55). Tokoh Ires mengalami stereotipe gender dalam hal tanggung jawab terhadap rumah tangga. Sehingga ia bekerja keras untuk selalu membesihkan dan merapihkan rumahnya, serta menjaga agar rumahnya selalu bersih. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Mata Ires memerah menahan tangis melihat keadaan rumahnya. Rumah yang selama ini selalu dia jaga kebersihannya. Tumpukan piring gelas kotor dibiarkan begitu saja di tempat cuci piring. Bajubaju yang telah dipakai berserakan di lantai kamar. Puntung-puntung rokok menggunung di meja dengan abu dimana-mana. Di atas meja makan terdapat berkas-berkas dan beberapa catatan yang dibuat Herlambang. Semua tampak berantakan dan seperti ditinggalkan dalam keadaan terburu-buru (Oetoro, 2015 : 144).
Selain tokoh Ires yang mengalami stereotipe gender dalam hal tanggung jawab terhadap rumah tangga, tokoh Karina memiliki masalah yang sama, yaitu dalam hal mendidik dan membesarkan anak. Karina sebagai ibu harus mendidik dan mengasuh anaknya hingga dewasa tanpa bantuan dari ayah kandung anaknya dan tanpa dukungan dari keluarganya. Karina sadar bahwa sulit untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari orangtuanya untuk membesarkan anak dari hasil hubungan terlarang dengan pacarnya yang bernama Dodi. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Karina tetap mempertahankan anaknya itu dan merawatnya hingga dewasa. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dulu Karina selalu bertanya-tanya dalam hatinya mengapa Dodi sampai hati meninggalkannya saat dia begitu membutuhkan pacarnya itu. Kini tak ada lagi rasa keingintahuan tersebut. Aral melintang di saat kehamilan, kemarahan dan pengucilan oleh orangtuanya yang sampai sekarang masih bersikap dingin kepada dirinya, semua dilalui dengan sabar (Oetoro, 2015 : 112).
3.2.2
Stereotipe Gender dalam Pendidikan Pendidikan merupakan hal wajib yang harus dilaksanakan oleh semua
orang. Namun, ada beberapa orang juga menganggap bahwa pendidikan tidak terlalu penting. Apalagi bagi kaum perempuan, sehingga kaum perempuan tidak diizinkan untuk melanjutkan pendidikannya, dengan alasan kaum perempuan pada akhirnya akan mengurus anak dan rumah tangga. Banyak orang menganggap ilmu yang kaum perempuan dapatkan, pada saat menempuh pendidikan tidak akan digunakan saat mereka mengurus rumah tangga. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa „menganggap penting‟ kaum perempuan. Misalnya, ada anggapan perempuan nantinya akan kembali bekerja di dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi? (Fakih, 2003:73). Kondisi pendidikan perempuan memang mengalami banyak peningkatan mulai tahunn 1550-1700, namun perempuan tetap dilarang untuk mendapat pendidikan pada tingkat universitas (Gamble, 2010 : 4). Dalam novel ini, tokoh Ires juga mengalami hal yang sama. Ia tidak diperbolehkan melajutkan pendidikannya yang tertunda akibat kecelakaan kerja yang menimpa ayahnya. Pada saat ayah Ires mendengar bahwa anaknya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
menikah dengan seorang jaksa muda, ayah Ires berpikir bahwa menantunya nanti akan
memperbolehkan
Ires
untuk
melanjutkan
pendidikannya.
Karena
Herlambang yang memiliki ekonomi yang cukup, dianggap mampu oleh orang tua Ires untuk membiayai pendidikan Ires. Namun, pada kenyataanya, Herlambang melarang Ires untuk melanjutkan pendidikannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Darahnya mendidih kembali melihat Ires sedang sibuk melakukan aktivitas yang tidak ia ketahui sebelumnya. Begitu melihat tumpukan kertas di meja makan, Herlambang langsung tahu, istrinya punya kegiatan rahasia, kegiatan yang tak pernah disetujuinya. Ikut kelompok belajar. Sekolah! Tanpa izin darinya! (Oetoro, 2015 : 88).
Tokoh Diar juga harus mengalami nasib yang sama dengan tokoh Ires. Pada saat Diar tengah menempuh pendidikannya yang akan memasuki kelas 2 SMP di Jakarta, Sugeng, meminta Diar untuk datang ke Rembang membantu di warung milik Sugeng. Awalnya Diar sempat menolak karena ia masih ingin bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, karena perintah dari neneknya, akhirnya Diar pergi juga ke Rembang untuk membantu kedua orang tuanya dan meninggalkan pendidikannya di Jakarta. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Diar diajak si Mbah ke Jakarta, menjadi asisten rumah tangga keluarga Anwar. Di Jakarta enak, bisa sekolah, bermain menjadi anak-anak yang sesungguhnya, walau kadang-kadang membantu si Mbah melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Baru saja akan memasuki kelas 2 SMP, Diar dijemput Sugeng untuk tinggal di warung bersamanya dan si Mbok (Oetoro, 2015 : 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
3.3 Kekerasan Gender Jika membicarakan mengenai kekerasan gender tidak akan lepas dari stereotipe gender yang ada di dalam masyarakat. Karena dengan adanya strereotipe, akan selalu muncul ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Stereotipe ini adalah bentuk dari pemikiran yang ada di dalam masyarakat, yang dibentuk oleh budaya patriarki, sehingga terjadi kekerasan baik secara fisik maupun verbal, yang akan dikaitkan dengan stereotipe dan juga ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan. Pengertian dari kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan / atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172). Dalam masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) seringkali tidak memiliki kekuatan untuk melawan (Sugihastuti dkk, 2010:85). Dalam novel Rembang Jingga kekerasan gender yang terjadi pada tokoh meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan sosial-politik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
3.3.1 Kekerasan Fisik Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:179). Kekerasan fisik menggunakan anggota tubuh seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan barang atau senjata (Meiyanti dalam Sugihastuti dkk, 2010 : 179). Kekerasan fisik dalam novel ini terjadi karena kecemburuan Herlambang terhadap Ires istrinya. Ires digambarkan sangat mencintai dan hormat pada suaminya. Namun, rasa cinta dan hormat Ires dibalas dengan pukulan dan tendangan yang dilakukan oleh Herlambang. Hal ini membuat Ires tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan untuk membela dirinya sendiri. Walaupun pernah satu kali kabur dari rumah karena tidak tahan dengan sikap suaminya, namun pada akhirnya iapun memaafkan sikap suaminya yang sebenarnya tidak bisa dimaafkan lagi. Semenjak Ires kembali ke rumah Herlambang, ia tidak diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Ires tidak berani untuk membantah, karena ia tahu apa yang akan terjadi jika ia berani untuk membantah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Rasa cinta dan hormat di hati Ires perlahan berubah menjadi rasa takut. Ires pernah kabur, pulang ke rumah orangtuanya. Itu terjadi ketika malam sebelumnya dia menerima pukulan dahsyat dari Herlambang, karena malam itu Herlambang melihat Ires membuka akun Facebook. Berarti Herlambang mendapatkan istrinya berhubungan lagi dengan teman-teman lamanya. Detik itu juga Herlambang langsung menghujam Ires dengan segala tuduhan dan ketika Ires membantah, Herlambang kalap. Dipukulnya Ires berkalikali dan dibentur-benturkan kepala istrinya ke dinding. Begitu siuman besok paginya, dan didapatinya suaminya tidak berada dirumah, Ires kabur (Oetoro, 2015 : 72).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Tak hanya tidak diizinkan untuk berkomunikasi dengan teman-teman lamanya, Ires juga tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan dunia luar bahkan untuk mengikuti kegiatan di sekitar rumah. Alhasil dunia Ires yang tadinya bebas, menjadi terkekang. Ia tak dapat melakukan apa-apa. Karena ia tahu jika ia membantah, suaminya akan menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti dirinya. Suatu ketika, saat Herlambang menyuruhnya untuk membeli nasi pecel, Ires berjumpa dengan seorang penjaga warung makan yang bernama Diar. Diar mengajak Ires untuk ikut kelompok belajar yang didirikan oleh beberapa pengacara muda, memberi kesempatan kepada perempuan yang kurang mampu untuk menambah ilmunya. Ires setuju untuk ikut. Namun, ia harus tahu kapan suaminya berangkat ke kantor dan kapan suaminya pulang ke rumah. Awalnya kegiatan ini berjalan dengan mulus. Namun, tanpa disadari oleh Ires, Herlambang tiba—tiba pulang ke rumah lebih awal dan melihat Ires sedang menulis di meja makan. Herlambangpun tahu jika Ires mengikuti kelompok belajar tanpa sepengetahuan dirinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu menjadi hari yang sangat naas bagi Ires. Setengah jam kemudian Ires meringkuk di pojok ruang makan, yang dilakukannya cukup lama, karena dia tidak bisa bergerak. Bergeming karena rasa sakit yang amat sangat. Tangannya memegang dada dan perut, mencoba menahan sakit itu. Warna ungu mulai terlihat di sekitar mata, lengan dan kaki. Tulang rusuknya seakan hancur. Ires berusaha berdiri, tapi terjatuh setiap kali. Herlambang duduk di kursi kebanggaannya menghisap rokok dalam-dalam sambil memandang Ires. Puas rasanya bisa mengeluarkan emosi yang terpendam sejak tadi (Oetoro, 2015 : 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Serupa dengan tokoh Ires, tokoh Diar juga mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh ayahnya. Kekerasan fisik ini terjadi setelah Sugeng, menjual Diar pada seorang laki-laki di sebuah hotel. Diar yang tidak terima dirinya dijual oleh ayahnya sendiri, hanya dapat menangis dan megatakan ketidaksetujuannya pada segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Sugeng. Sugeng yang mendengar hal itu, langsung menampar Diar. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Wes, ora popo. Ojo nangis, Ayok mulih,” kata Sugeng dengan mimik biasa-biasa saja, seolah tak ada apa-apa dan segera mengajak pulang. “Bapak keterlaluan! Bapak sengaja ya? Aku diperkosa sama dia…” Tiba-tiba sesuatu terdengar keras. Rasa panas luar biasa di pipi kirinya, berubah dratis dari dingin yang dirasakan Diar sebelumnya karena sedang berada di area terbuka malam hari. Panas yang membakar, menjalar-jalar hingga ke mata, hidung dan seluruh wajah. Itulah tamparan keras dari Sugeng yang mendarat di pipi Diar, saat kalimat belum lagi selesai diucapkan. Saat kesedihan belum selesai dikeluhkan (Oetoro, 2015 : 61).
Tidak hanya ditampar oleh Sugeng, Diar juga ditarik dan dipaksa untuk naik ke motor yang mereka pakai untuk menuju ke hotel. Dengan kekuatan Sugeng sebagai laki-laki yang tinggal di desa, Diar tidak dapat mengelak dan hanya pasrah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa, dengan kekuatan seorang ayah yang diktator, ditariknya tangan Diar, diseretnya tubuh itu, dipaksanya naik ke boncengan motornya. Tanpa kata-kata lagi mereka bersepedamotor kembali ke kabupaten. Hanya suara mesin motor dan isak Diar yang terdengar (Oetoro, 2015 : 61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Malam itu menjadi malam yang sangat kelam bagi Diar, karena pada malam itu ia dijual oleh ayahnya untuk menjadi perempuan pekerja seks. Pekerjaan yang bukan menjadi keinginan Diar. Diar merasa terpaksa melakukan hal tersebut karena ekonomi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan dan menurut Sugeng, menjual anaknya yang masih muda pada laki-laki hidung belang adalah solusi yang tepat untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka. Hal ini terbukti bahwa beberapa hari kemudian, Sugeng memiliki modal untuk membeli peralatan tambal ban milik tetangga mereka yang sudah meninggal.
3.3.2 Kekerasan Verbal Menurut Baryadi (2012:35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar dan kotor. Kekerasan verbal yang terjadi dalam novel ini dapat dilihat dari perkataan Herlambang terhadap Ires, istrinya. Herlambang yang dulunya sangat baik pada Ires dan keluarganya, berubah menjadi pemarah dan ringan tengan setelah menikah dengan Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Lama amat sih? Padahal, Cuma diminta beli rokok di warung depan, gimana kalau disuruh k Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak di hadapan Ires (Oetoro, 2015 : 69)
Tak hanya saat diminta membeli rokok, perkataan sinis Herlambang juga terlontar saat Ires menyajikan ayam goreng yang terlihat lebih coklat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
biasanya. Herlambang langsung menolak memakan makanan itu, dan menyuruh Ires membeli pecel lele di warung. Ires sempat merasa heran, tidak biasanya Herlambang menyuruh Ires membeli makanan di luar. Karena setiap Ires melakukan kesalahan saat menyajikan makanan, Herlambang langsung pergi membeli makanan sendiri. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Goreng ayam saja nggak becus. Nggak berguna sekali hidupmu, Res. Beli pecel lele sana untukku. Ayam ini kamu yang makan, biar tahu rasanya makan sampah.” Diambilnya uang dari dompetnya dan dilempar begitu saja di atas meja untuk Ires memungut sambil terus menundukkan kepala. (Oetoro, 2015 : 73).
3.3.3 Kekerasan Psikis Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2010 : 183). Kekerasan psikis dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis memiliki kaitan dengan kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Karena kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Kekerasan psikis yang dialami oleh tokoh Ires, merupakan akibat dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang. Ires sangat menghormati Herlambang sebagai suami dan kepala keluarga. Namun, rasa hormat yang diberikan oleh Ires, dibalas dengan pukulan dan makian oleh Herlambang. Awalnya Ires merasa Herlambang akan segera berubah dengan berlalunya waktu. Tetapi, semakin lama sindiran dan pukulan dari Herambang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
semakin intensif dan membuat Ires tidak dapat melakukan apa-apa. Bahkan orang tuanya hanya menyarankan Ires untuk bersabar dan memperbanyak doa. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak berdoa (Oetoro, 2015 : 72).
Kekerasan yang dilakukan oleh Herlambang, menyebabkan Ires merasa takut dan tidak berdaya untuk membantah semua yang dilakukan oleh Herlambang. Akibatnya, Herlambang semakin semena-mena terhadap Ires. Apalagi ketika Herlambang melihat Ires sedang belajar tanpa ijinnya. Emosinya seketika itu langsung meningkat. Tanpa peringatan terlebih dahulu, Herlambang langsung memukuli Ires tanpa ampun. Diar, sahabat Ires yang khawatir dengan keadaan Ires datang menemui Ires. Apa yang dikhawatirkan oleh Diar memang benar terjadi. Ia melihat wajah Ires yang penuh dengan memar dan badannya pun semakin kurus. Diar mengajak Ires untuk kabur dari rumah. Namun, Ires menolak dengan alasan ia takut jika Herlambang mengetahui keberadaannya, Herlambang akan semakin menyiksa dan mengekangnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Mendengar cerita Ires, Diar langsung mengajaknya pergi dari rumah itu. Pertama-tama Ires menolak, takut Herlambang akan mengetahui keberadaannya. Selain itu, dia tidak berani karena tidak memiliki apaapa untuk hidup sendiri. Ires pun masih ingat apa yang terjadi setelah ia kabur ke rumah orangtuanya. Dia ingat ancaman-ancaman Herlambang. Bulu kuduknya berdiri membayangkan kemungkinankemungkinan yang akan terjadi (Oetoro, 2015 : 89).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
3.3.4 Kekerasan Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah kemampuan memobilisasi sumber daya (uang, orang) untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan. Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral (Barbara Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168). Ketika Ires menemani Diar pergi ke terminal untuk pulang ke Rembang, diam-diam Herlambang menyewa seorang tukang ojek untuk mencari informasi tentang keberadaan Ires yang menghilang setelah dipukuli habis-habisan oleh Herlambang. Dengan diketahuinya keberadaan Ires, Herlambang langsung berangkat menuju Rembang untuk mencari Ires untuk membalas dendam. Dengan menggunakan jabatannya sebagai jaksa, sangat mudah bagi Herlambang untuk mencari tempat tinggal Diar di Rembang. Akhirnya Herlambang menemukan tempat tinggal Diar. Ia pun mencari cara untuk membalas dendam pada Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dengan menggunakan jabatannya, Herlambang tidak memerlukan waktu lama untuk mendapatkan keterangan mengenai Diar dan di mana kemungkinan dia tinggal. Dua hari dia menunggu dengan siasia saat Ires keluar rumah sendiri. Tempat dia menunggu semakin tak nyaman. Dia tak bisa berlama-lama berada di warung tetangga Mbah Karto karena mengundang tanda tanya pemilik (Oetoro, 2015 : 103).
Agar tetangga Mbah Karto tidak mencurigainya, Herlambang akhirnya bersembunyi di balik ilalang di dekat tambak. Amarahnya semakin meningkat setelah serangga-serangga yang ada di tambak mulai mengigitnya. Matahari mulai terbenam. Ini adalah saat yang tepat bagi Herlambang untuk memulai rencananya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
yaitu membakar rumah Mbah Karto beserta penghuninya. Termasuk Ires dan teman-temanya yang sedang ada di dalam rumah Mbah Karto. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Matahari terbenam merupakan saat yang paling tepat untuk mengendap-endap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan ada yang melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api yang berkobar. Dilihatnya Ires pontang-panting berusaha memadamkan karyanya. Sengaja dia menampakkan diri agar Ires bisa melihatnya, agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa menyesali perbuatannya telah meninggalkan dirinya, agar Ires bisa merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar (Oetoro, 2015 : 104).
Pada saat Ires dan teman-temannya tengah saling membantu untuk memadamkan api yang semakin membesar, Herlambang memunculkan dirinya, agar Ires dapat melihat dirinya dan dapat mengingat kesalahan-kesalahan yang telah dibuat oleh Ires pada Herlambang. Ires yang melihat keberadaan Herlambang, langsung merasa bersalah karena sudah membawa teman-teman barunya ke dalam masalahnya dengan Herlambang. Setelah melihat hasil karyanya, Herlambang merasa puas karena sudah membalaskan dendamnya pada Ires. Tak lama setelah musibah yang mereka alami, Ires mulai berani untuk menceritakan segala sesuatu yang ia lihat pada saat kebakaran terjadi. Karina yang memiliki teman seorang pengacara langsung menghubunginya untuk membantu menyelesaikan permasalahan Ires dan Herlambang. Tak lama setelahnya, Herlambang dimasukkan ke dalam penjara dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga dan percobaan pembunuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Tak terima dengan perlakuan teman-teman Ires. Herlambang kembali menyusun rencana untuk membalas dendam pada Ires. Walaupun ia dipenjara, Herlambang tetap berusaha agar seluruh rencananya dapat terlaksana dengan baik. Ia juga rela berbuat baik pada Ires, agar Ires percaya bahwa Herlambang telah berubah menjadi lebih baik. Untuk melancarkan rencananya itu, Herlambang meminta Ires untuk datang ke Rembang, untuk mengantarkan surat perjanjian jual beli rumah mereka. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Herlambang meminta Ires untuk menemuinya di rumah tahanan di Rembang, untuk membicarakan masalah rumah yang mereka tempati selama ini. Namun, Herlambang memberi kejutan pada Ires dengan menemuinya di hotel tempat Ires menginap. Ires sangat terkejut karena Herlambang berdiri didepannya. Herlambang bercerita bahwa ia berkelakuan baik saat di rutan. Sehingga ia boleh pergi hingga jam enam sore. Ires sama sekali tidak tahu bahwa Herlambang telah membayar puluhan juta pada seorang sipir agar ia boleh keluar selama sehari.” (Oetoro, 2015 : 213).
Setelah pertemuan hari itu, Ires tidak pernah terlihat lagi. Bahkan ia tidak sempat untuk mengucapkan sepatah kata pun pada teman-temannya. Dendam Herlambang telah terbalaskan. Hanya dengan uang dan kekuasaan, Herlambang dapat membalaskan seluruh dendamnya pada Ires. Tak berapa lama, kematian Ires terungkap. Teman-temannya pun membangun sebuah yayasan yang diberi nama SRI, untuk membantu perempuan-perempuan yang teraniaya. Agar kekerasan yang dialami oleh Ires tidak terjadi lagi, dan mereka dapat membantu mencari solusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
3.4 Rangkuman Pada bab III telah dianalisis mengenai budaya patriarki dalam novel Rembang Jingga. Budaya patriarki yang dianalisis pada bab ini meliputi, stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender akan dibagi menjadi dua yaitu pembagian kerja dan pendidikan. Pembagian kerja yang dimaksud adalah pembagian kerja berdasarkan di luar rumah (publik) dan di dalam rumah (domestik). Pembagian kerja di luar rumah sering kali merugikan kaum perempuan yang bekerja, karena kaum perempuan yang bekerja hanya dianggap sebagai penambah gaji suami dan bukan sebagai pencari nafkah utama, sehingga kaum perempuan hanya bekerja yang sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari, seperti menjadi pengajar, menjadi perawat, dst. Namun, ada beberapa kaum perempuan yang mengalami nasib yang kurang baik. Mereka menjadi korban dari stereotipe gender, yaitu tidak diperbolehkan untuk bekerja. Pada pembagian kerja di dalam rumah, kaum laki-laki tidak mendapatkan tanggung jawab yang sama dengan kaum perempuan. Kaum laki-laki dibebastugaskan dari seluruh pekerjaan rumah, seperti memasak, menyapu, dst. Berbeda dengan kaum laki-laki, kaum perempuan lebih mendapat tanggung jawab yang besar terhadap kebersihan rumah. Mereka harus selalu menjaga kebersihan dan kerapihan rumah mereka. Jika ada kaum perempuan yang membiarkan rumah mereka dalam keadaan yang tidak rapih, maka mereka akan dianggap sebagai perempuan yang malas dan tidak mau bekerja, serta dianggap tidak sesuai dengan kodrat dari kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga. Tidak hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah, kaum perempuan juga bertugas untuk mendidik, merawat dan membesarkan anak, tanpa bantuan dari suami mereka dengan alasan bahwa kaum laki-laki bekerja mencari nafkah bagi keluarganya. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Tidak hanya bagi kaum laki-laki saja, namun kaum perempuan juga memerlukan pendidikan yang tinggi. Tetapi banyak orang menganggap ilmu yang akan didapatkan oleh kaum perempuan tidak akan digunakan saat mereka mengurus rumah tangga. Faktor ekonomi juga berpengaruh pada kelangsungan pendidikan dari kaum perempuan. Kekerasan gender akan dibagi menjadi empat yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Kekerasan fisik sering menimpa kaum perempuan karena dianggap lemah dan tidak dapat melawan kekuatan kaum laki-laki yang lebih kuat dari kaum perempuan. Kekerasan fisik dapat terjadi akibat kecemburuan dan kesalahpahaman yang terjadi pada salah satu pihak dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan verbal merupakan kekerasan yang dapat “menampar” korbannya secara tidak langsung. Kekerasan ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang bernada sinis maupun kotor. Sering kali penutur sengaja menggunakan kekerasan verbal untuk meyakiti lawan bicaranya. Kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Akibat dari kekerasan fisik, korban akan merasa takut untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku kekerasan psikis. Mereka merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
takut untuk melawan karena korban dari kekerasan psikis sudah membayangkan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh pelaku kekerasan ini. Kekerasan kekuasaan bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan jabatannya untuk mendapatkan sebuah informasi penting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Pada bab II telah dibahas mengenai alur dari novel Rembang Jingga yang dibagi menjadi tiga yaitu tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. Tahap awal menceritakan mengenai pertemuan Ires dan Herlambang pertama kali di klinik saat menemani orang tuanya berobat. Tahap kedua menceritakan hubungan Herlambang dan Ires pada saat mereka telah menikah. Ires mengalami banyak kekerasan baik fisik maupun verbal. Pada bagian ini Ires mulai menemukan teman-teman baru yang dapat mengeluarkannya dari permasalahan rumah tangganya. Pada bagian akhir, Ires akhirnya ditemukan tewas setelah bertemu dengan Herlambang untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Pertemuan antara Herlambang dan Ires sama sekali tidak diketahui oleh teman-temannya. Ires merasa bahwa Herlambang sudah berubah dan menjadi lebih baik, maka ia berani untuk menemui Herlambang, tanpa ditemani oleh teman-temannya. Tokoh dalam novel ini dibagi menjadi tiga, yaitu tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis dan tokoh tambahan. Tokoh utama protagonis dalam novel ini adalah Ires. Tokoh utama antagonis adalah Herlambang. Keduanya menjadi tokoh utama karena sering muncul dan menjadi penggerak alur. Tokoh Ires menjadi tokoh protagonis karena tokoh ires tokoh yang diutamakan ceritanya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, ia juga merupakan tokoh yang sering menghadapi banyak permasalahan. Tokoh Herlambang menjadi tokoh antagonis karena beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, baik fisik maupun batin. Tokoh Ires digambarkan sebagai tokoh perempuan yang lemah lembut dan memiliki sikap nrimo atau menerima semua keadaan yang menimpa dirinya. Hal ini dibuktikan ketika ayahnya harus pensiun dini karena kecelakaan kerja yang menimpa ayahnya. Ires dengan sabar menerima kenyataan yang harus menimpanya. Tokoh Herlambang digambarkan sebagai tokoh yang memiliki paras yang sangat tampan dan sangat menawan. Ia pun memiliki sikap yang sangat baik dan sopan terhadap Ires dan keluarganya. Tokoh tambahan dalam novel merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul dalam cerita dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh tambahan dalam novel ini diantaranya Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi. Tokoh Karina digambarkan sebagai tokoh yang sangat tegar dalam menghadapi permasalahan di kehidupannya. Terutama pada saat keluarganya mulai menjauhinya karena ia mengandung anak di luar pernikahan. Tokoh Diar digambarkan tokoh yang berani untuk mengambil resiko untuk keluar dari rumahnya yang selalu membuat ia menjadi menderita. Tokoh Amanda digambarkan sebagai anak yang tegar dan memiliki keinginan yang tinggi untuk membuat kedua orang tuanya memaafkan kesalahan kakaknya, Linda. Sugeng digambarkan sebagai tokoh yang tega menjual anaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
sendiri demi mencapai apa yang diinginkannya. Ia digambarkan sebagai ayah yang keras dan teguh pada pendiriannya. Dodi digambarkan sebagai tokoh yang memiliki hidup yang bebas dan tidak punya beban dalam hidup, sehingga Dodi dapat memilih jalan hidupnya sendiri. Latar dalam novel ini diceritakan mengenai beberapa tempat yang menjadi pertemuan antara Ires dan teman-teman barunya di Rembang. Tempat Diar mencari persembunyian dan tempat ia bertemu dengan Ires di Jakarta. Tempat Karina bertemu dengan Dodi di Amerika. Latar waktu dalam novel Rembang Jingga ini menceritakan mengenai tahun-tahun penting dimana para tokoh utama dan tokoh tambahan bertemu dan mulai mendapatkan masalah. Latar sosial menceritakan mengenai kaum perempuan yang harus tunduk dan patuh terhadap sebuah budaya yang diciptakan oleh sebuah masyarakat, yang menyebabkan kaum perempuan mengalami tindak kekerasan gender dan stereotipe gender. Pada bab III dijelaskan mengenai jenis-jenis budaya patriaki yang terdapat pada novel Rembang Jingga. Budaya patriarki yang tampak dari novel Rembang Jingga ini meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender. Stereotipe gender yang terjadi dalam novel Rembang Jingga terjadi akibat diskriminasi yang terjadi pada kaum laki-laki dan kaum perempuan. Stereotipe gender yang terjadi dapat dibagi menjadi dua yaitu yaitu stereotipe gender dalam pembagian kerja dan stereotipe gender dalam pendidikan. Stereotipe gender dalam pembagian kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu di luar rumah (publik) dan di dalam rumah (domestik). Pembagian kerja di luar rumah sering kali merugikan kaum perempuan, karena kaum perempuan hanya dianggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
sebagai penambah gaji suami dan bukan sebagai pencari nafkah utama, sehingga kaum perempuan hanya bekerja yang sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari, seperti menjadi pengajar, menjadi perawat, dst. Namun, ada beberapa kaum perempuan yang mengalami nasib yang kurang baik. Mereka menjadi korban dari stereotipe gender, yaitu tidak diperbolehkan untuk bekerja. Tokoh Ires pun menjadi korban dari stereotipe gender ini. ia tidak diperbolehkan untuk bekerja oleh suaminya yang bernama Herlambang. Herlambang melarang Ires bekerja, karena ia merasa bahwa gajinya sebagai jaksa muda dapat mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Pembagian kerja di dalam rumah diidentikan dengan kaum perempuan. Sehingga ada pernyataan jika kaum laki-laki tidak bisa memasak adalah hal yang sangatlah wajar. Lain halnya jika kaum perempuan yang tidak dapat memasak maupun membersihkan rumah. Maka akan dianggap berlainan dengan kodrat dari kaum perempuan. Tokoh Ires mengalami hal yang serupa dengan penjelasan di atas. Ia harus bekerja keras agar rumahnya dapat terlihat selalu bersih dan rapih, tanpa bantuan dari suaminya. Sama seperti tokoh Ires, tokoh Karina juga mengalami pembagian kerja domestik. Karina harus bertanggung jawab untuk mengurus dan memberikan pendidikan untuk anak semata wayangnya. Ia harus melakukan hal itu tanpa dibantu oleh suami ataupun keluarganya. Hal itu terjadi karena Karina melakukan sebuah kesalahan dengan melakukan hubungan terlarang dengan pacarnya. Karena takut, pacarnya pun meninggalkan Karina dengan tanggung jawab yang sangat besar. Kaum perempuan memiliki tugas untuk menjaga dan mengurus anaknya. Tetapi kaum laki-laki tidak diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
beban tugas yang sama seperti kaum perempuan, dengan alasan bahwa kaum lakilaki memiliki tugas mencari nafkah untuk keluarganya. Tokoh Ires tidak hanya mengalami diskriminasi dalam pembagian kerja, ia juga tidak diizinkan untuk melanjutkan pendidikannya yang tertunda akibat ayahnya yang mengalami kecelakaan. Menurut Herlambang, kaum perempuan tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi, karena pada akhirnya perempuan akan kembali ke dapur juga. Tokoh Diar juga mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, yaitu tidak diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikannya oleh orangtuanya. Hal ini karena keluarga Diar mengalami kesulitan ekonomi, sehingga ayah Diar memutuskan agar Diar tidak melanjutkan sekolahnya dan kembali ke Rembang untuk membantu orangtuanya. Kekerasan gender akan dibagi menjadi empat yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dapat menyebabkan korbannya mengalami luka fisik. Kekerasan ini menggunakan anggota tubuh seperti memukul, manampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, dst. Tokoh Ires mengalami kekerasan fisik yang diakibatkan karena Herlambang, suaminya cemburu terhadap Ires yang membuka akun facebook dan berhubungan dengan teman-temannya. Setelah melihat hal itu, emosi Herlambang langsung terpancing. Seketika itu, ia langsung memukuli Ires hingga Ires tak sadarkan diri. Keesokan harinya, ketika Ires melihat suaminya tidak berada di rumah, ia langsung bergegas kabur menuju rumah orangtuanya. Ires tahu, jika ia melawan perintah dari Herlambang, ia akan menerima pukulan yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
menyakitkan daripada sebelumnya. Tidak hanya tokoh Ires yang menerima kekerasan fisik, tokoh Diar pun juga mengalami hal yang serupa dengan tokoh Ires. Ia menerima kekerasan fisik dari ayahnya, setelah tokoh Diar dijual sebagai pekerja seks oleh ayahnya sendiri. Tokoh Diar tidak terima jika ayahnya menjualnya sebagai pekerja seks untuk menaikkan ekonomi keluarga mereka yang berada dibawah garis kemiskinan. Pada saat tokoh Diar tengah mengatakan ketidaksetujuannya pada Sugeng ayahnya, tiba-tiba Sugeng langsung menampar wajah anak satu-satunya itu. Diar yang tidak dapat melawan ayahnya hanya dapat menangis sepanjang perjalanan pulang. Kekerasan verbal merupakan kekerasan yang dapat “menampar” korbannya secara tidak langsung. Kekerasan ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang bernada sinis maupun kotor. Sering kali penutur dengan sengaja menggunakan kakta-kata yang bernada sinis untuk meyakiti lawan bicaranya. Namun, sering kali penutur menggunakan kata-kata yang halus dan lembut agar tidak terlalu tampak bila penutur sedang menggunakan kekerasan ini kepada lawan bicaranya. Tokoh Ires sebagai tokoh utama sering mengalami kekerasan verbal yang dilakukan oleh suaminya terhadap dirinya. Kekerasan verbal itu terjadi ketika tokoh Ires melakukan kesalahan-kesalahan kecil pada saat ia sedang melaksanakan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. saat Ires melakukan kesalahan, Herlambang akan menyindir Ires dengan kata-kata yang sangat menyakitkan hati. Kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Akibat dari kekerasan fisik dan kekerasan verbal, korban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
akan merasa takut dan tidak berdaya untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku kekerasan psikis. Mereka merasa tidak mampu untuk melawan dan merasa bahwa perlawanannya akan menjadi sia-sia. Tokoh Ires mengalami kekerasan psikis yang diakibatkan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang. Kekerasan yang telah dilakukan Herlambang terhadap Ires menyebabkan Ires menjadi takut dan tidak berdaya untuk membantah seluruh perintah dari Herlambang. Walaupun sahabatnya telah membujuknya untuk melarikan diri dari rumahnya, ia tidak berani dan memilih untuk tinggal. Dampak kekerasan fisik dan verbal terhadap seseorang dapat menyebabkan psikologis orang tersebut menjadi terganggu. Hingga orang tersebut dapat merasakan takut, tidak berdaya dan hilangnya rasa percaya diri. Kekerasan kekuasaan bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan jabatannya dan sejumlah uang untuk mendapatkan sebuah informasi penting. Tokoh Herlambang pun menggunakan jabatannya untuk mengetahui dimana keberadaan Ires dan Diar temannya. Setelah ia mengetahui tempat mereka berada, ia pun langsung menyusul Ires dan Diar ke Rembang. Di sana Herlambang mulai menjalankan rencananya, membakar rumah tempat Ires tinggal di Rembang. tak lama setelah kejadian itu, Herlambang ditangkap dengan tuduhan pembunuhan berencana dan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, beberapa bulan kemudian, Herlambang dapat menghirup udara segar di luar penjara, setelah menyuap salah satu sipir agar ia dapat keluar selama satu hari untuk membalaskan dendamnya pada Ires.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Dari pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka gunakan.
4.2 Saran Penelitian dan pembahasan mengenai budaya patriarki yang meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender telah dianalisis dalam karya ilmiah ini. Dari penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan kepada peneliti selanjutnya dapat menggunakan psikoanalisis sebagai bahan kajian terhadap novel ini. Karena cerita di dalam novel ini juga mengangkat mengenai psikoanalisis. Untuk mengatasi budaya patriarki ini, maka perlu adanya kesetaraan gender (kedudukan yang setara laki-laki dan perempuan dalam segala hal).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahlaq, Mufti Makarim. 2012. Memaknai “Kekerasan” URL makaarim.wordpress.com/2012/07/18/memaknai-kekerasan/. Diunduh: 20/07/2016, 18.30.
:
Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berpespektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Baryadi, I Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan dan Kekerasan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Eisenstein, Hester. 1984. Contemporary Feminist Thought. Massachusetts: G. K. Hall & Co. Efianingrum, Ariefa. 2008. “Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender”. Jurnal Fondasia, Universitas Negeri Yogyakarta.
Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 2014. Metode Penelitian Sastra; Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gamble, Sarah. 2010. Pengatar Memahami Feminisme dan Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Handayani, Christina S. dan Ardhian Novianto. 2008. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta : PT LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta.
Humm, Maggie. 1990. The Dictionary Of Feminist Theory. USA: Ohio State University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori-Teori Feminis Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oetoto, TJ dan Dwiyana Premadi. 2015. Rembang Jingga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Septiana, Hesti. 2015. “Kekerasan Seksual pada Tokoh Diar”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, Univeristas Sebelas Maret. Sinaga, Risma. 2010. “Dalam Bayang-Bayang Budaya Patriarki”. Tesis pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma.
Strada, Eddy. 2014. Materi IPS, Sosiologi dan Antropologi. URL : https:/rangkumanmateriips.blogspot.co.id/20014/10/pengertian-danbentuk-kekerasan-sosial.html?m=1. Diunduh 23/02/2016, 20.00
Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2010. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wijaya, Andika. 2010. Stereotipe Gender dalam Film“It’s a Boy Girl Thing” & “She’s the Man” URL : https://katakecil.wordpress.com/2010/04/21/stereotipe-genderdalam-film%E2%80%9Cit%E2%80%99s-a-boy-girlthing%E2%80%9D-%E2%80%9Cshe%E2%80%99s-theman%E2%80%9D/. Diunduh 16/02/2016, 14.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
LAMPIRAN
Sinopsis Rembang Jingga Amanda Anwar menemukan kakaknya, Linda, tewas karena overdosis narkoba. Meninggalnya Linda menimbulkan kemarahan orang tuanya. Amanda berusaha membuka hati ayahnya dengan mencari tahu penyebab Linda terjerumus ke dunia narkoba melalui sebuah buku harian. Beberapa tahun setelah suaminya meninggal dunia, Karina Hakim memutuskan meninggalkan New York bersama anaknya kembali ke Jakarta untuk membangun kehidupan baru. Sahabatnya, Amanda mengajaknya pergi ke Rembang untuk membuktikan sebuah fakta dalam buku harian Linda. Melewati New York, Jakarta, Rembang, ternyata masa lalu Karina masih terus menghantuinya. Tidak tahan dipaksa jadi pelacur oleh ayahnya, Diar memutuskan minggat dari tempat prostitus di Pantura. Jaln panjang dan berliku harus ditempuh Diar, bahkan menjadi pelayan warung nadi di Tegal sampai akhirnya ke Jakarta. Hingga takdir hidup membuat Diar harus pulang lagi ke Rembang. Setelah menikah, Ires berharap mendapatkan kasih sayang dari suami yang sangat dicintainya. Namun, yang ia dapatkan hanya kekerasan fisik dan mental. Pertemuan Ires dan Diar memberi harapan baru baginya. Ires mengikuti ajakan Diar untuk kabur dari rumah. Ires yang lugu dan berhati lembut tidak mengira suaminya menyimpan dendam dan bertekat mengejarnya ke mana pun. Di Rembang keempatnya bertemu, bersahabat, dan akhirnya malapetaka yang timbul mambuat salah satu dari mereka harus membayar mahal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
BIOGRAFI PENULIS
Catharina Novia Christanti lahir di Balikpapan 28 November 1993. Ia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2000-2006, ia menempuh pendidikan tingkat SD di SD Santa Maria, Cirebon. Pada tahun 2006-2007, ia menempuh pendidikan SMP di SMP Santa Maria, Cirebon dan pada tahun 20072009, ia melanjutkan pendidikan SMP di SMP Pangudi Luhur 1, Yogyakarta. Pada tahun 2009-2012, ia menempuh pendidikan SMA di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Kemudian pada tahun 2012 ia memulai studi S1-nya di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pada tahun 2016, ia mengakhiri masa studinya dengan penelitian untuk tugas akhirnya yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi: Pendekatan Feminisme”.