BRIKET ARANG SERBUK KAYU SENGON BERPEREKAT LIMBAH PENGOLAHAN RESIN PINUS
SINTIA PRAMUDITA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Berperekat Limbah Pengolahan Resin Pinus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Sintia Pramudita NIM E24100006
ABSTRAK SINTIA PRAMUDITA. Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Berperekat Limbah Pengolahan Resin Pinus. Dibimbing oleh NYOMAN J. WISTARA Serbuk gergaji kayu sengon adalah sumber potensial untuk energi terbarukan. Nilai kalornya dapat ditingkatkan dengan mengonversikannya menjadi briket arang. Gondorukem Tanpa Mutu (GTM) dari limbah pengolahan getah pinus digunakan sebagai perekat briket karena mengandung resin, tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi, dan sangat lengket. Perekat ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan nilai kalor briket. Persiapan bahan baku penelitian dilakukan dengan mencampurkan arang dan GTM dengan komposisi yang bervariasi (G20, G25, dan G30%). Pembuatan briket menggunakan metode pengempaan panas dengan variasi suhu ( (120, 140, dan 160 oC) dan waktu pengempaan (15 dan 20 mnt). Pengujian kadar air, kerapatan, kadar zat menguap, kadar abu, kadar karbon terikat dan nilai kalor mengikuti ASTM D 5142-02. Pengujian ketahanan briket mengikuti standar ASABE dan sifat termal dianalisis dengan Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG-DTA). Data hasil penelititan dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil menunjukkan bahwa kerapatan, kadar air, ketahanan, kadar zat menguap, kadar abu, karbon terikat, dan nilai kalor briket yang dihasilkan masing-masing sebesar 0.69-0.86 g / cm3, 4.63-7.35%, 36.64-83.73%, 32.26-41.59%, 4.11-6.02%, 46.6354.53%, dan 6014-6312 kcal / kg. Analisis termal menunjukkan bahwa selama pembakaran briket terjadi kehilangan air pada suhu 39-100 oC, dekomposisi bahan pada 100-480 oC dengan kehilangan massa 15.8-65.40%, dan tidak terjadi kehilangan massa yang signifikan di atas suhu 428 oC. Briket arang berkualitas baik dihasilkan dengan penambahan 30% GTM pada suhu 160oC selama 15 menit. Kata kunci: briket arang, sengon, resin, sifat termal, ketahanan
ABSTRACT SINTIA PRAMUDITA. Charcoal Briquette of the Sengon Wood Sawdust Reinforced with Processing Waste of Pine Resin. Supervised by NYOMAN J. WISTARA Sengon wood sawdust is a potential resource of renewable energy. Its calorific value can be increased through charcoal briquetting. Unclassified Pine Rosin from the waste of pine resin processing was used as the briquette binder. The binder was expected to increase briquette durability and calorific value. In this study, the briquettes were prepared by mixing sawdust charcoal sengon and waste processing pine resin with various composition (G20, G25, and G30%). Briquetting performed by hot compression method with variation of temperature (120, 140, and 160oC) and time (15 and 20 min). Moisture content, density, volatile matter, ash content, fixed carbon and calorific value of briquettes determined according to ASTM D 5142-02. The durability of briquettes determined according to ASABE standard procedures and its combustion behaviour was examined by Thermogravimetry and Differential Thermal Analysis (TG-DTA). Data were analyzed using completely randomized design. The results showed that the density, moisture content, durability, volatile matter, ash content, fixed carbon, and calorific value of the resulting briquette was of 0.690.86 g/cm3, 4.63-7.35%, 36.64-83.73%, 32.26-41.59 %, 4.11-6.02%, 46.6354.53%, 6014-6312 kcal/kg, respectively. Thermal analysis showed that during briquette combustion, the water loss occurred at 39-100oC, materials decomposition at 100-480oC with the weight loss of 15.8-65.4%, and no further weight loss occurred above the temperature of 428 oC. An acceptable charcoal briquette quality can be resulted with the addition of 30% rosin briquetting at 160oC C for 15 minutes. Keyword: charcoal briquette, sengon, resin, thermal behaviour, durability
BRIKET ARANG SERBUK KAYU SENGON BERPEREKAT LIMBAH PENGOLAHAN RESIN PINUS
SINTIA PRAMUDITA
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi Nama NIM
: Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Berperekat Limbah Pengolahan Resin Pinus : Sintia Pramudita : E24100006
Disetujui oleh
Nyoman J. Wistara, Ph.D. Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah bioenergi, dengan judul Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Berperekat Limbah Pengolahan Resin Pinus. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Nyoman J. Wistara, Ph.D selaku dosen pembimbing dan seluruh dosen, laboran, dan karyawan Departemen Hasil Hutan yang telah membantu dan memberikan arahan selama menjalani studi di IPB. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada DIKTI yang telah memberikan Beasiswa Bidik Misi dan Beasiswa Tanabe dari Departemen Hasil Hutan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Wahyu Dwiyanto, M.Agr dan teknisi di Laboratorium Biokomposit Puslit Biomaterial LIPI, serta teman-teman terutama Syaiful Bahri, Dwi Hatmojo Kresnoadi, Dwi Rizki Endriadilla, Agnes Samuel Lumbanraja, Nova Lestari, dan Muhammad Arif Rohmatullah yang telah membantu selama kegiatan penelitian dan penyusunan tugas akhir. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015 Sintia Pramudita
DAFTAR ISI ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Persiapan Bahan Baku
2
Pengujian kualitas briket arang
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Analisis Proksimat Bahan Baku
5
Analisis termal
6
Kualitas Briket Arang
7
Kerapatan
7
Kadar air
8
Ketahanan
9
Kadar zat menguap
10
Kadar abu
11
Kadar karbon terikat
12
Nilai kalor
12
Perbandingan kualitas briket arang SIMPULAN DAN SARAN
13 14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL Tabel 1 Analisis Proksimat Bahan Baku
5
Tabel 2 Analisis Termal
6
Tabel 3 Rataan dan standar deviasi kerapatan, kadar air, dan ketahanan
8
Tabel 4 Analisis Keragaman Kualitas Briket Arang
9
Tabel 5 Uji lanjut Duncan
10
Tabel 6 Rataan dan standar deviasi kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat
11
Tabel 7 Nilai kalor briket arang
12
Tabel 8 Perbandingan kualitas briket arang
13
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Diagram alir penelitian
3
Gambar 2 Analisis termal
7
PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbatasan sumber energi berbasis fosil berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap sumber energi terbarukan. Saat ini sekitar 1.5% kebutuhan bahan bakar transportasi global dipasok oleh biofuels (Eisentraut 2010) dan diperkirakan 16% kebutuhan energi primer pada tahun 2020 akan dipasok oleh energi terbarukan (WEC 2013). Biomassa adalah sumber potensial untuk energi terbarukan. Biomassa memiliki karakteristik nilai kalor dan kadar abu yang lebih baik dibandingkan dengan batubara (Maninder et al. 2012) dan dapat diperoleh sebagai limbah industri pengolahan kayu. Produksi kayu gergajian di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012 produksi kayu gergajian sebesar 1.053 juta m3 meningkat menjadi 1.218 juta m3 pada tahun 2013 (Departemen Kehutanan 2014). Peningkatan jumlah produksi kayu gergajian menyebabkan peningkatan produksi limbah pada industri perkayuan. Serbuk gergaji dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi biomassa. Serbuk gergaji kayu sengon memiliki nilai kalor sebesar ±4248 kal/gram (Saputro et al. 2012). Nilai kalor limbah ini dapat ditingkatkan dengan mengonversikannya menjadi briket arang. Penelitian Pallavi et al. (2013) menunjukkan pembriketan pada campuran ampas tebu dan kulit kopi mampu meningkatkan kadar karbon terikat hingga 53.8 % dan nilai kalor hingga 685 KJ/kg serta menurunkan kadar air hingga 4.8%. Selain itu pembriketan memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi. Perekat dan mekanisme perekatan sangat penting dalam proses pembriketan. Jenis perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kadar zat menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, dan nilai kalor briket yang dihasilkan (Emerhi 2011). Gondorukem Tanpa Mutu (GTM) merupakan limbah padat pada pabrik pengolahan getah pinus yang mengandung resin dan dapat digunakan sebagai perekat pada pembuatan briket arang. GTM merupakan gondorukem dengan kadar kotoran yang tinggi (±45%). Gondorukem merupakan produk olahan getah pinus dengan metode destilasi. Gondorukem tersusun atas 90 % asam resin dan 10% komponen netral (Nilsson et al. 2009). Komponen asam resin didominasi oleh asam dehidroabietik yaitu sebanyak 27-28% sedangkan komponen netral didominasi oleh α-pinene yaitu sebanyak 73.1% (Wiyono et al. 2006). Gondorukem termasuk kelompok perekat yang mudah terbakar (Pallavi et al. 2013) dengan titik lunak diatas suhu 74ºC (BSN 2010). Limbah GTM bewarna kehitaman, mengkilap, rapuh, meleleh pada suhu tinggi dan mengeras kembali pada suhu ruangan (termoplastik). Menurut Negrutiu et al. (2005), resin termoplastik cenderung stabil, hampir tidak ada porositas, dan fleksibel. Sifat ini mengindikasikan bahwa GTM dapat dimanfaatkan sebagai perekat pada pembuatan briket arang dengan bantuan suhu tinggi. Selain itu gondorukem tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi, dan sangat lengket (Nilsson et al. 2009) sehingga aman diaplikasikan pada bahan bakar. Kurniawan dan Marsono (2008) menyatakan bahwa briket arang dengan perekat getah pinus memiliki ketahanan yang baik terhadap benturan, mengkilap dan mudah terbakar. Selain memiliki nilai ekonomi yang rendah, limbah ini mengandung resin yang berpengaruh positif terhadap nilai kalor. Sifat fisis, kimia dan termal dari energi biomassa dapat dilihat dari kerapatan, analisis proksimat (kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat), nilai kalor, indeks nilai bahan bakar, suhu fusi dan deformasi abu (Saravanan et al. 2013), serta ketahanan (Kaliyan dan Morrey 2009). Karakteristik briket arang yang
2 dihasilkan sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel penting pada proses densifikasi yang meliputi suhu pengempaan, tekanan pengempaan, kadar air bahan baku (Kers et al. 2010), ukuran partikel arang (Usman 2007), holding time, komposisi biomassa dan jenis perekat yang digunakan (Tumuluru et al. 2010). Peningkatan tekanan dapat meningkatkan kerapatan dan ketahanan briket (Kaliyan dan Morey 2009). Pembriketan dengan tekanan rendah menghasilkan briket yang mudah pecah sedangkan tekanan yang lebih tinggi menghasilkan briket yang konsisten dan padat (Krizan et al. 2009). Suhu pengempaan juga memberikan pengaruh penting terhadap briket yang dihasilkan. Menurut Kers et al. (2010), pengempaan dibawah suhu optimum menghasilkan briket yang tidak stabil, berkekuatan rendah, waktu pembakaran singkat, dan bernilai kalor rendah sedangkan pengempaan diatas suhu optimum menyebabkan keluarnya zat menguap dari bahan pada awal pembakaran. Kondisi optimum pembuatan briket arang adalah dengan penambahan perekat alami sebesar 20%, tekanan 100-150 MPa (Kaliyan dan Morrey 2009), dan suhu sekitar 150ºC (Kers et al. 2010).. Perumusan Masalah Perekat briket arang yang digunakan selama ini memerlukan air sebagai pelarut sehingga dapat meningkatkan kadar air dan menurunkan nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Limbah PGT berupa GTM mengandung resin dan bersifat perekat sehingga berpotensi memperbaiki nilai kalor briket arang dan menggantikan fungsi perekat berpelarut air pada proses pembriketan. Pembuatan briket arang dengan penambahan GTM diharapkan dapat menghasilkan briket arang dengan kualitas yang baik.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi penambahan GTM dan kondisi pembriketan terbaik untuk meningkatkan kualitas briket arang dengan bahan baku serbuk gergaji kayu sengon.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan briket arang dengan kualitas baik. Disamping itu pemanfaatan GTM sebagai perekat briket arang diharapkan berkelanjutan sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah di PGT.
METODE Persiapan Bahan Baku Bahan yang digunakan adalah serbuk arang kayu sengon yang sudah lolos saringan 45 mesh dan serbuk GTM yang sudah lolos saringan 20 mesh. Urutan proses pembuatan briket dapat dilihat pada Gambar 1. Kemudian dilakukan analisis proksimat ( kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, dan nilai kalor) pada kedua bahan. Serbuk arang dan GTM yang sudah diketahui karakteristik
3 pembakarannya, kemudian dicampur sampai homogen dengan kadar GTM 20%, 25%, dan 30%. Penelitian ini tidak menggunakan perlakuan kontrol karena pembuatan briket arang membutuhkan perekat untuk mengikat antar partikel bahan baku. Rasio arang dan GTM dihitung berdasarkan berat keringnya. Bahan baku dicampurkan hingga homogen kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang berdiameter 7 cm dan tinggi 3 cm. Alat cetak berbahan metal dan dilengkapi dengan 2 lempengan pengatur tebal. Pengempaan briket arang dilakukan menggunakan kempa panas dengan tekanan kempa 40 kg/cm2 (3.92 MPa) hingga GTM meleleh dan menyebar merata ke seluruh permukaan arang kemudian dipindahkan ke alat kempa dingin dengan tekanan 2000 psi (13.79 MPa) agar GTM kembali mengeras dan membentuk briket arang.
Gambar 1 Diagram alir penelitian Pengujian kualitas briket arang Kerapatan diukur berdasarkan perbandingan berat terhadap volume briket. Prosedur pengujian kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat mengikuti ASTM D 5142-02. Pengujian ketahanan briket mengikuti standar ASAE (2003). Nilai kalor dianalisis menggunakan alat bom kalorimeter Parr 6400 yang diproduksi oleh Parr Instrument Company Amerika Serikat.
4 Sifat termal bahan baku dan produk briket arang dianalisis dengan Thermal Gravimetry/Differential Thermal Analyser (TG/DTA) SII EXTAR 7300 buatan Hitachi High-Tech Science Corporation Tokyo. Analisis termal dilakukan dengan air flow rate 50 cm3/menit pada laju pemanasan 10ºC/menit hingga suhu 1200ºC. Analisis Data Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga faktor. Faktor A adalah kadar GTM (3 taraf yaitu G20, G25, dan G30), faktor B adalah suhu pengempaan (3 taraf yaitu T120, T140, dan T160), dan faktor C adalah waktu pengempaan (2 taraf yaitu t15 dan t20) dengan ulangan sebanyak 3 kali. Model umum rancangan yang digunakan untuk menganalisis kualitas briket arang seperti kerapatan, kadar air, ketahanan, kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat adalah sebagai berikut: Y ijk = μ + A i + B j + C k + (AB) ij + (AC) ik + (BC) jk + (ABC) ijk + ε ijk Keterangan Yijk : nilai respon pada taraf ke-i faktor kadar GTM, taraf ke-j faktor suhu, dan taraf ke-k faktor waktu pengempaan yang digunakan : nilai rata-rata pengamatan μ : pengaruh taraf ke-i dari faktor kadar GTM Ai : pengaruh taraf ke-j dari faktor suhu pengempaan panas Bj Ck : pengaruh taraf ke-k dari faktor waktu pengempaan panas (AB) ij : pengaruh interaksi faktor kadar GTM pada taraf ke-i dan faktor suhu pengempaan panas taraf ke-j pengaruh interaksi faktor kadar GTM pada taraf ke-i dan faktor waktu (AC) ik : pengempaan panas yang digunakan taraf ke-k pengaruh interaksi faktor kadar GTM pada taraf ke-j dan (BC) jk : faktor waktu pengempaan panas pada taraf ke-k kesalahan (galat) percobaan pada faktor kadar GTM pada Εijk : taraf ke-i, faktor suhu pengempaan panas pada taraf ke-j, dan faktor waktu pengempaan panas pada taraf ke-k Karakteristik termal dianalisis secara deskriptif kuantitatif, sedangkan nilai kalor dianalisis menggunakan Rancangan Acak Faktorial dengan satu faktor yaitu faktor rasio GTM (G20, G25, dan G30). Model umum yang digunakan adalah sebagai berikut: Yi = μ + Ai + εi Keterangan Yi : nilai respon pada taraf ke-i faktor kadar GTM εi : kesalahan percobaan pada faktor kadar GTM pada taraf ke-i
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat Bahan Baku Analisis bahan baku dalam pembuatan briket arang perlu dilakukan untuk melihat kualitas briket yang dihasilkan pada penambahan GTM. Tabel 1 menunjukkan hasil analisis proksimat arang sengon dan GTM. Kadar air arang sengon dan GTM yang digunakan dalam penelitian masing-masing sebesar 10.37 dan 10.12%. Berdasarkan kadar airnya kedua bahan ini baik untuk dijadikan bahan baku briket arang. Menururt Kers et al. (2010), kadar air optimal untuk bahan baku pembuatan briket arang yaitu 1018%, kadar air yang rendah ataupun tinggi akan mengakibatkan bahan baku tidak konsisten sehingga briket yang dihasilkan akan mudah pecah dan tidak sesuai untuk proses pembakaran selanjutnya. Tabel 1 Analisis Proksimat Bahan Baku No
Keterangan*
Satuan
Arang
GTM
1 2 3 4 5
Kadar air Kadar zat mudah menguap Kadar abu Kadar karbon terikat Nilai kalor
% % % % Kal/gram
10.37 23.08 4.94 61.61 5574
10.12 89.18 1.83 1.12 6927
(*) tiga kali ulangan kecuali nilai kalor
Proporsi kadar menguap GTM jauh lebih tinggi dibandingkan arang sengon. Hal ini mengindikasikan penambahan GTM pada briket arang sengon akan menghasilkan briket dengan kadar menguap tinggi dan mudah terbakar. Arang sengon memiliki kadar zat menguap sebesar 23.08%. Hal ini menunjukkan arang sengon baik untuk dijadikan bahan baku briket arang, sesuai dengan pernyataan Pallavi et al. (2013) bahwa arang dengan kualitas baik memiliki kandungan zat menguap sebanyak 20-25%. Menurut Saputro et al. (2012), kandungan volatil (CO, H 2, CO 2 , dan C x H y ) yang tinggi mempermudah penyalaan dan pembakaran briket tetapi menurunkan kadar karbon terikat dan nilai kalor. Kandungan abu (SiO 2 , Fe 2 O 3 , TiO 2, P 2 O 5 , Al 2 O 3 , CaO, MgO, SO 3 , Na 2 O, K 2 O) bervariasi bergantung pada jenis biomassa (Saputro et al. 2012). Nilai kadar abu berbanding terbalik dengan kandungan karbon terikat dan nilai kalor. Nilai kadar abu arang sengon memenuhi nilai yang disyaratkan yaitu dibawah 8% (DIN 2005). Selain itu arang sengon memiliki karakteristik kadar abu dan nilai kalor yang lebih baik dibandingkan batubara yang memiliki kadar abu 18.27% dan nilai kalor 4773 kal/gram (Onuegbu et al. 2010), Kadar karbon terikat berkorelasi positif dengan nilai kalor briket arang (Saputro et al. 2012). Namun hasil penelitian menunjukkan nilai karbon terikat arang lebih tinggi dibandingkan GTM namun nilai kalornya lebih rendah. Kadar karbon terikat pada GTM sangat rendah karena telah menguap pada awal pembakaran. Sampel GTM mengalami kehilangan massa hingga hingga 66.8 % pada rentang suhu 100-328°C (Tabel 2). Hal ini dibuktikan dengan tingginya proporsi kadar zat menguap pada GTM yaitu 89.18% (Tabel 1). GTM merupakan ekstraktif dari pohon pinus. Menurut Telmo dan Lousada (2011), keberadaan resin atau ekstraktif pada kayu daun jarum akan
6 meningkatkan nilai kalornya. Tingginya nilai kalor GTM mengindikasikan bahwa penambahan GTM pada arang sengon akan meningkatkan nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Analisis termal Analisis termal dilakukan pada kedua bahan baku (arang dan GTM) dan satu sampel produk briket arang. Hasil analisis termal disajikan pada Gambar 2. Menurut Putra et al. (2013), pembakaran biomassa dibagi menjadi 3 tahap yaitu pengeringan, devolatilisasi, dan pembakaran sisa. Tabel 2 menunjukkan reaksi kehilangan air (penguapan) pada ketiga sampel terjadi pada rentang suhu 37-100ºC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gil et al. (2010) bahwa reaksi kehilangan air biomassa terjadi pada rentang suhu 25-105 ºC. Tabel 2 Analisis Termal Keterangan Suhu kehilangan air (oC) Kehilangan massa (%) Tahap 1 Tahap 2 Suhu kehilangan massa (oC) Tahap 1 Tahap 2 Puncak suhu (oC) Tahap 1 Tahap 2 Suhu konstan kehilangan massa (oC)
Arang 37-100
Sampel GTM 40-100
Briket arang 39-100
77.8 -
66.8 11.7
15.8 65.4
100 - 463 -
100 - 328 462 - 511
100 - 267 289 - 428
409 >463
307 490 >511
256 388 >428
Reaksi kehilangan massa pada arang sengon terjadi satu tahap. Hal ini serupa dengan reaksi kehilangan massa pada batubara yang didominasi oleh oksidasi karbon (Gil et al. 2010). Pada GTM dan produk briket arang, kehilangan massa terjadi 2 tahap. Tahap pertama merupakan penguapan dari senyawa-senyawa volatil yang dihasilkan selama dekomposisi hemiselulosa dan selulosa sedangkan tahap kedua merupakan pembakaran dari karbon sisa (Jeguirim et al. 2010). Rentang suhu kehilangan massa pada sampel arang, GTM, dan briket arang berturut-turut adalah 100-463, 100-511, dan 100-428 oC. Perbedaaan suhu kehilangan massa disebabkan oleh perbedaan komponen kimia bahan. Jeguirim et al. (2010), menyatakan bahwa komponen bahan berlignoselulosa yang berbeda memiliki sifat termal yang berbeda pula. Penentuan suhu kehilangan massa (dekomposisi) tahap awal pada kedua bahan baku ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan suhu pembuatan, sedangkan persentase kehilangan massa dapat dijadikan acuan dalam menentukan jumlah bahan baku yang dipakai dalam pembuatan briket arang Sampel GTM mengalami kehilangan massa yang lebih banyak pada suhu yang lebih rendah dibandingkan arang. Kehilangan massa terbanyak terjadi pada suhu 307°C. Hal ini menunjukkan pembuatan briket arang sebaiknya dilakukan dibawah suhu 307°C agar meminimalisir jumlah GTM yang hilang selama pembriketan.
7
GTM
Arang
Briket arang Gambar 2. Analisis termal Kualitas Briket Arang Briket yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki diameter 7 cm dengan tinggi 1 cm. Parameter kualitas yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, kadar zat menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, dan nilai kalor. Kerapatan Karakteristik kerapatan briket arang dengan penambahan GTM dapat dilihat pada Tabel 3. Kerapatan briket arang hasil penelitian berkisar antara 0.69-0.86 g/cm3. Kerapatan bahan baku kayu sengon berkisar antara 0.24-0.49 g/cm3 (Martawijaya et al. 1989). Hal ini menunjukkan konversi arang menjadi briket mampu meningkatkan nilai kerapatan. Kerapatan yang lebih tinggi memiliki waktu pembakaran yang lebih lama (Kers et al. 2010), serta dapat meminimalisir biaya transportasi dan penyimpanan. Analisis keragaman briket arang sengon dengan penambahan GTM dapat dilihat pada Tabel 4. Perlakuan kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan serta interaksi antara kadar GTM dan suhu pengempaan berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan briket arang pada tingkat kepercayaan 95%. Namun, interaksi kadar GTM dengan waktu pengempaan, interaksi suhu dan waktu pengempaan, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kerapatan briket arang.
8 Tabel 3 Rataan dan standar deviasi kerapatan, kadar air, dan ketahanan Perlakuan Kadar GTM (%) G20
G25
G30
Suhu (ºC)
Waktu (mnt)
120 120 140 140 160 160 120 120 140 140 160 160 120 120 140 140 160 160
15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20
Kerapatan (g/cm3)*
Kadar air (%)*
Ketahanan (%)*
0.69±0.01 0.69±0.04 0.71±0.03 0.77±0.03 0.72±0.05 0.72±0.02 0.76±0.07 0.77±0.02 0.78±0.03 0.79±0.04 0.78±0.02 0.84±0.01 0.74±0.06 0.76±0.02 0.82±0.02 0.84±0.03 0.86±0.02 0.84±0.01
7.02±0.20 6.61±0.55 6.51±0.20 6.24±0.85 5.82±0.59 5.73±0.60 6.36±0.73 5.66±0.42 5.62±0.28 4.85±0.38 5.21±0.24 4.63±0.62 7.35±1.09 6.87±1.11 6.17±0.62 6.00±0.35 5.47±0.46 4.97±0.41
45.64±2.09 66.02±2.34 57.90±4.15 58.70±7.51 46.97±1.91 75.21±2.45 48.46±5.03 64.88±0.08 57.23±0.73 73.95±1.99 36.64±1.38 71.03±3.08 63.73±3.61 52.53±1.29 58.97±8.18 64.47±5.12 83.73±1.04 64.67±2.84
(*) Tiga kali ulangan
Hasil uji lanjut Duncan untuk kerapatan dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan penambahan GTM, suhu, dan waktu pengempaan berkorelasi positif dengan nilai kerapatan. Nilai R2 untuk kerapatan adalah sebesar 0.78. Hal ini menunjukkan masih ada 22% faktor lain yang mempengaruhi nilai kerapatan selain kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan. Faktor tersebut meliputi tekanan kempa, ukuran partikel bahan baku (Krizan et al. 2009), homogenitas campuran perekat dan arang (Usman 2007), kadar air, dan preheating temperature (Kaliyan dan Morrey 2009). Menurut EN 14691-3, syarat nilai kerapatan briket yaitu lebih besar atau sama dengan 0.9 g/cm3 (DIN 2010). Berdasarkan nilai kerapatan, semua briket hasil penelitian belum memenuhi syarat dari EN 14691-3. Hal ini disebabkan pemberian tekanan yang rendah yaitu sebesar 3.92 dan 13.79 MPa sedangkan menurut Kaliyan dan Morrey (2009), besarnya tekanan kempa optimum adalah 100-150 MPa. Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Ismayana dan Ariyanto (2011) dan Krizan et al. (2011) bahwa penambahan perekat yang lebih banyak dapat memperbaiki nilai kerapatan.
Kadar air Karakteristik kadar air briket arang sengon dengan penambahan GTM dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar air briket arang hasil penelitian berkisar antara 4.6-7.35%. Menurut EN 1860-2, syarat nilai kadar air briket arang yaitu lebih kecil atau sama dengan 8% (DIN 2005). Berdasarkan nilai kadar air, semua briket arang hasil penelitian
9 sudah memenuhi syarat dari EN 1860-2. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ivanova et al. (2014) bahwa konversi biomassa menjadi briket mampu menurunkan nilai kadar airnya. Kadar air yang rendah menghasilkan briket dengan nilai kalor tinggi dan mudah dalam penyalaan atau pembakaran awalnya (Ismayana dan Afriyanto 2011), sedangkan kadar air yang tinggi menyebabkan briket arang yang dihasilkan mudah rusak, (Pallavi et al. 2013), proses pembakaran lambat, banyak asap, dan temperatur api rendah saat pembakaran (Hendra 2012) Tabel 4 Analisis Keragaman Kualitas Briket Arang Keterangan
Variabel terikat (Model) R2 RMSE Uji Pengaruh (P-Value) Kadar GTM Suhu Waktu Kadar GTM*Suhu Kadar GTM *Waktu Suhu*Waktu Kadar GTM *Suhu*Waktu
Kadar karbon Ketahanan terikat
Kadar air
Kadar zat menguap
Kadar abu
0.78 0.03
0.70 0.53
0.72 2.04
0.86 0.30
0.77 1.85
0.93 3.73
<.0001 <.0001 0.0419 0.0470 0.7225 0.6564
<.0001 <.0001 0.0104 0.4033 0.5422 0.9357
<.0001 0.6056 0.4737 0.9016 0.2507 0.3375
<.0001 0.6423 0.2654 0.0221 0.0807 0.7137
<.0001 0.4918 0.8711 0.9239 0.3575 0.2906
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 0.0183
0.2909
0.9780
0.5091
0.1761
0.2542
<.0001
Kerapatan
P-Value ≤ 0.05 maka perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% dan sebaliknya.
Analisis keragaman dapat dilihat pada Tabel 4. Perlakuan kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air tetapi interaksi antara semua faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air briket arang. Uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan penambahan GTM 25% berbeda dengan 20% dan 30% tetapi penambahan GTM 20% dan 30% tidak berbeda. Perlakuan suhu berbeda nyata pada ketiga perlakukan yang diberikan. Kadar air menurun dengan meningkatnya suhu pengempaan, sesuai dengan Hendra (2012) yang menyatakan bahwa pemberian suhu yang tinggi pada saat pengempaan akan menurunkan kadar airnya. Perlakuan waktu pengempaan 15 menit berbeda nyata dengan 20 menit. Semakin lama waktu pengempaan maka nilai kadar air semakin rendah. Nilai R2 menunjukkan terdapat 30% faktor lain yang mempengaruhi nilai kadar air selain kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan briket arang. Menurut Onuegbu (2010) dan Pallavi et al.(2013), kadar air briket sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan. Ketahanan Ketahanan merupakan suatu parameter yang sangat penting dalam pembuatan briket arang. Menurut Kaliyan dan Morrey (2009), ketahanan briket merupakan ukuran kemampuan briket untuk menahan gaya dekstruktif seperti tekanan, tumbukan, dan geseran selama penanganan dan transportasi. Ketahanan briket arang hasil penelitian berkisar antara 36.64-83.73%. Menurut EN 14691-3, syarat nilai ketahanan briket yaitu lebih besar atau sama dengan 96.5% (DIN 2010). Berdasarkan nilai ketahanan, semua briket hasil penelitian belum memenuhi syarat dari EN 14691-3. Hal ini dapat
10 disebabkan oleh rendahnya tekanan yang diberikan pada saat pengempaan dan kesalahan pada saat persiapan sampel untuk pengujian. Menurut Kaliyan dan Morey (2009), tekanan optimum untuk densifikasi adalah 100-150 MPa atau lebih. Analisis keragaman menunjukkan semua faktor dan interaksi dari semua faktor yang diamati berpengaruh nyata terhadap ketahanan briket arang. Uji lanjut Duncan menunjukkan nilai ketahanan pada penambahan GTM 30% berbeda nyata dengan 20 dan 25% tetapi ketahanan pada GTM 20 dan 25% tidak berbeda. Nilai ketahanan pada perlakuan suhu 1200C berbeda nyata suhu 140 dan 160ºC tetapi perlakuan pada suhu 140 dan 160ºC tidak berbeda. Perlakuan waktu 15 dan 20 menit berbeda nyata terhadap nilai ketahanan briket arang. Tabel 5 menunjukkan nilai ketahanan berkorelasi positif dengan jumlah GTM yang ditambahkan, suhu, dan waktu yang digunakan pada saat pengempaan. Hasil penelitian sesuai dengan Oyelaran et al. (2014) bahwa semakin tinggi proporsi bahan perekat menghasilkan briket dengan ketahanan yang semakin baik. Nilai R2 menunjukkan masih ada 8% faktor lain yang mempengaruhi ketahanan briket arang selain faktor kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan. Faktor lain yang mempengaruhi ketahanan briket diantaranya jenis dan komposisi bahan baku (Ivanova et al. 2014), kadar air, kerapatan, dan kelembaban Husain et al. (2002). Tabel 5 Uji lanjut Duncan Perlakuan Kadar GTM Suhu Waktu
Kadar Kode Kerapatan air G20 G25 G30 T120 T140 T160 t15 t20
0.72B 0.79A 0.81A 0.73B 0.78A 0.79A 0.76B 0.78A
5.94A 5.11B 5.78A 6.23A 5.57B 5.04C 5.81A 5.41B
Kadar zat menguap 34.83C 38.11B 40.97A 37.58A 38.21A 38.12A 37.77A 38.17A
Kadar abu 5.56A 5,47B 5.75A 5.21A 5.31A 5.25A 5.31A 5.21A
Kadar karbon terikat 53.66A 52.31B 47.51C 50.98A 50.91A 51.59A 51.12A 51.20A
Ketahanan 58.41B 58.70B 64.69A 56.88B 61.87A 63.04A 55.76B 65.72A
huruf sama ‘tidak berbeda nyata’ huruf beda ‘berbeda nyata’
Kadar zat menguap Karakteristik kadar zat menguap briket arang dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar zat mudah menguap briket arang hasil penelitian berkisar antara 33.26-41.59%. Kandungan zat menguap yang tinggi mempermudah penyalaan dan pembakaran briket Saputro et al. (2012), tetapi menghasilkan banyak asap saat digunakan (Putra et al. 2013). Analisis keragaman menunjukkan hanya perlakuan rasio penambahan GTM yang berpengaruh nyata terhadap kadar zat menguap briket arang. Uji lanjut Duncan menunjukkan penambahan GTM 20%, 25%, dan 30% masing-masing berbeda nyata. Semakin besar GTM yang ditambahkan maka kadar zat menguap akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan kandungan zat mudah menguap pada bahan baku GTM sangat tinggi sehingga berpengaruh pada sifat briket yang dihasilkan. Hasil penelitian sesuai dengan Ismayana dan Ariyanto (2011) bahwa kadar zat menguap semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar perekat yang digunakan. Nilai R2 menunjukkan masih ada 28% faktor lain yang mempengaruhi nilai kadar zat menguap selain kadar
11 GTM, suhu, dan waktu pengempaan briket arang. Salah satunya adalah komposisi bahan baku yang digunakan (Emerhi et al. 2011) Kadar abu Abu merupakan zat yang tersisa setelah pembakaran. Menurut Ismayana dan Ariyanto (2011), unsur utama abu adalah silika yang berpegaruh negatif terhadap kualitas briket arang. Karakteristik kadar abu briket arang dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar abu hasil penelitian berkisar antara 4.11-6.02%. Berdasarkan nilai kadar abu, semua briket arang hasil penelitian sudah memenuhi syarat dari EN 1860-2. Menurut EN 1860-2, syarat nilai kadar abu briket arang yaitu lebih kecil dari 18% (DIN 2005). Tabel 6 Rataan dan standar deviasi kadar zat menguap, kadar abu, dan kadar karbon terikat Perlakuan Kadar GTM (%) G20
G25
G30
Suhu (0C)
Waktu (menit)
Kadar zat menguap (%)*
120 120 140 140 160 160 120 120 140 140 160 160 120 120 140 140 160 160
15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20 15 20
34.83±0.65 33.26±0.21 35.44±0.54 34.40±0.98 34.34±0.80 34.46±0.95 35.90±3.71 39.01±2.34 38.59±0.40 36.54±3.84 37.91±1.99 39.02±1.59 39.12±2.10 40.82±3.54 40.70±1.13 41.59±1.37 39.82±1.66 41.58±0.70
Kadar abu (%)* 5.63±0.47 5.59±0.25 5.27±0.50 5.76±0.26 5.53±0.14 5.60±0.11 4.45±0.38 4.11±0.08 5.09±0.08 4.51±0.56 4.24±0.08 4.40±0.09 5.84±0.13 5.67±0.18 5.68±0.21 5.53±0.59 6.02±0.21 5.74±0.21
Kadar karbon terikat (%)* 52.52±0.29 54.53±2.89 52.78±0.85 53.60±0.29 54.32±0.28 54.22±0.57 53.29±3.10 51.22±2.16 50.69±0.70 54.09±4.11 52.64±1.87 51.95±0.91 47.69±1.08 46.63±3.45 47.45±0.51 46.87±0.86 48.69±1.05 47.70±0.87
Keterangan: (*) Tiga kali ulangan
Analisis keragaman menunjukkan rasio penambahan GTM dan interaksi antara kadar GTM dan suhu pengempaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu briket arang tetapi perlakuan suhu, waktu, interaksi antara suhu dan waktu, interaksi antara rasio dan waktu, serta interaksi antara ketiga faktor tersebut tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan penambahan GTM sebanyak 25% berbeda nyata dengan GTM 20% dan 30% tetapi penambahan GTM 20% dan 30% tidak berbeda. Nilai R2 menunjukkan ada 14% faktor lain yang mempengaruhi nilai kadar abu selain faktor kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan. Faktor lain yang mempengaruhi kadar abu diantaranya komposisi bahan baku yang digunakan (Onuegbu et al. 2010) dan jenis perekat yang digunakan (Emerhi et al. 2011).
12 Kadar karbon terikat Kadar karbon terikat memiliki peranan yang penting dalam menentukan kualitas bahan bakar. Pratiwi et al. (2012) menyatakan bahwa nilai karbon terikat berbanding terbalik dengan kadar air, kadar abu, dan kadar zat terbang. Kadar karbon terikat briket arang hasil penelitian berkisar antara 46.63-54.53%. Menurut EN 1860-2, syarat kadar karbon terikat yaitu lebih besar dari 60% (DIN 2005). Berdasarkan kadar karbon terikat, semua briket arang hasil penelitian belum memenuhi nilai yang disyaratkan oleh EN 1860-2. Hal ini disebabkan GTM memiliki kadar karbon terikat yang sangat rendah yaitu sebesar 1.12%. Kandungan karbon terikat yang rendah akan menurunkan nilai kalor (Saputro et al.) tetapi mempunyai sifat yang lebih keras, lebih berat, dan mudah untuk dinyalakan (Pallavi et al. 2013). Analisis keragaman menunjukkan hanya perlakuan kadar penambahan GTM yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar karbon terikat. Uji lanjut Duncan menunjukkan kadar karbon terikat pada perlakuan penambahan GTM sebanyak 20%, 25%, dan 30% masing-masing berbeda nyata. Tabel 5 menunjukkan semakin banyak GTM yang ditambahkan maka kadar karbon terikatnya semakin rendah. Nilai R2 menunjukkan ada 23% faktor lain yang berpengaruh terhadap kadar karbon terikat selain faktor kadar GTM, suhu, dan waktu pengempaan. Kadar karbon terikat juga dipengaruhi oleh waktu dan suhu yang digunakan pada saat karbonisasi (Pallavi et al. 2013) Nilai kalor Nilai kalor merupakan parameter yang penting dalam mentukan kandungan energi dalam satuan volume biomassa. Karakteristik nilai kalor briket arang dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai kalor briket arang pada penelitian berkisar antara 6014-6312 kal/gram. Berdasarkan nilai kalor, semua briket hasil penelitian sudah memenuhi syarat dari EN 14961-3. Menurut EN 14961-3, syarat nilai kalor briket yaitu lebih besar atau sama dengan 14.9 MJ/kg (3558.8 kal/gram) (DIN 2010). Nilai kalor arang sengon yang digunakan adalah 5574 kal/gram. Konversi arang sengon menjadi briket arang dengan penambahan GTM mampu meningkatkan nilai kalor hingga 738 kal/gram. Tabel 7 Nilai kalor briket arang Kadar GTM (%) G20 G25 G30 (*) (**)
Nilai kalor (Kal/gram) 6014.67±17.21 6262.00±28.58 6312.00±114.50
Uji Duncan * B A A
R-Square
P-Values **
0.84
0.0039
Huruf sama: perlakuan tidak berbeda nyata Huruf beda: perlakuan berbeda nyata P-Value ≤ 0.05 maka perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95% dan sebaliknya.
Analisis keragaman menunjukkan perlakuan kadar penambahan GTM memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kalor briket arang. Uji lanjut Duncan menunjukkan nilai kalor pada perlakuan GTM 20% berbeda nyata dengan GTM 25% dan 30% tetapi perlakuan GTM 25% dan 30% tidak berbeda. Tabel 7 menunjukkan
13 semakin besar penambahan GTM maka nilai kalornya juga semaking tinggi. Hal ini disebabkan nilai kalor GTM lebih tinggi dibandingkan nilai kalor arang sengon. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Oyelaran et al. (2014) bahwa nilai kalor briket semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi perekat yang digunakan. Nilai R2 menunjukkan masih ada 16% faktor lain yang mempengaruhi nilai kalor selain faktor kadar penambahan GTM. Faktor tersebut meliputi ukuran partikel, kerapatan, karakteristik bahan baku arang Usman (2007), dan komposisi bahan baku (Pallavi et al. 2013). Perbandingan kualitas briket arang Perbandingan kualitas briket arang disajikan pada Tabel 8. Semua parameter kualitas briket arang hasil penelitian sudah memenuhi Permen ESDM 2006. Nilai kerapatan sudah memenuhi standar briket arang Jepang sedangkan kadar abu sudah memenui standar briket arang Eropa, Inggris, Amerika, dan Indonesia Kadar air dan nilai kalor briket arang hasil penelitian sudah memenuhi standar Eropa, Jepang, Amerika, dan Indonesia. Kadar zat menguap dan kadar karbon terikat belum memenuhi standar Jepang, Inggris, Amerika, dan Indonesia. Menurut Permen ESDM (2006) dalam Paisal dan Karyani (2014), nilai kadar zat menguap dan karbon terikat tergantung pada bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan pada penelitian (arang dan GTM) memiliki kadar zat menguap masing-masing 23.08 dan 89.18% dan karbon terikat masing-masing 61.61 dan 1.12% (Tabel 1). Pembuatan briket arang serbuk gergaji sengon dengan penambahan GTM memiliki karakteristik yang lebih baik jika dibandingkan dengan briket arang serbuk gergaji tanpa perekat ( Akowuah et al. 2012 ) Tabel 8 Perbandingan kualitas briket arang No
1 2 3 4 5 6
Standar
Eropa Jepang
Inggris Amerika SNI Permen ESDM (2006) 7 Hasil penelitian
Kerapatan
Kadar air
Ketahanan
≥ 0.90 1.0-1.2
≤8 6-8
≥ 96.5 -
0.46 1 -
3.6 6.2 8 <15
-
0.69-0.86
4.637.35
36.6483.73
Kadar zat Kadar Kadar menguap abu karbon terikat ≤ 18 ≥ 60 15-30 3-6 60-80 16.4 12-25 15 Sesuai bahan baku 33.2641.59
5.9 8.3 8 <10
4.116.02
75.3 60 77 Sesuai Bahan baku 46.6354.53
Nilai kalor ≥ 3559 50007000 7289 6230 5000 4400
60146312
Sumber: Deutsches Institut fϋr Normung (2005); Deutsches Institut fϋr Normung (2010); Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) dalam Paisal dan Karyani (2014)
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Arang kayu sengon mempunyai kadar air, kadar zat menguap, dan kadar abu yang rendah serta memiliki karbon terikat dan nilai kalor yang tinggi, sehingga baik untuk dijadikan bahan baku briket arang. Gondorukem Tanpa Mutu (GTM) memiliki kadar air, kadar abu, dan nilai kalor yang lebih baik dibandingkan dengan arang tetapi kadar zat menguapnya terlalu tinggi sehingga nilai kadar karbon terikatnya sangat rendah. Analisis termal menunjukkan bahwa reaksi kehilangan air briket arang terjadi pada suhu 39-100ºC, reaksi dekomposisi pada suhu 100-428oC dengan kehilangan massa sebesar 15.8-65.4%, dan kehilangan massa secara signifikan berhenti pada suhu di atas 428oC. Briket arang yang dihasilkan memiliki kerapatan sekitar 0.69-0.86 g/cm3, kadar air (4.63- 7.35)%, ketahanan 36.64-83.73%, kadar zat menguap 33.26-41.59%, kadar abu 4.11-6.02%, kadar karbon terikat 46.63-54.53%, dan nilai kalor sebesar 6014-6312 kal/gram. Briket dengan kualitas baik dihasilkan dengan penambahan 30% GTM pada suhu 160ºC selama 15 menit. Penambahan GTM mampu menggantikan fungsi perekat pada proses pembuatan dan meningkatkan kualitas briket arang yang dihasilkan. Kualitas briket arang sudah memenuhi Permen ESDM (2006). Nilai kerapatan memenuhi standar briket arang Jepang, kadar abu memenuhi standar Eropa, Inggris, Amerika, dan Indonesia sedangkan kadar air dan nilai kalor memenuhi standar Eropa, Jepang, Amerika, dan Indonesia. Namun, nilai ketahanan belum memenuhi standar Eropa. Kadar zat menguap dan kadar karbon terikat belum memenuhi standar Jepang, Inggris, Amerika, dan Indonesia. Saran Perlu dilakukan pemberian tekanan yang lebih besar pada proses pembriketan untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis briket arang.
15
DAFTAR PUSTAKA [ASAE] American Society of Agricultural Engineering. 2003. Cubes pellets and crumbles. Definition and methods for determining density, durability, and moisture content. St. Joseph, Mich.:ASABE Akowuah JO, Kemausuor F, Mitchual SJ. 2012. Phsyco-chemical characteristics and market potential of sawdust charcoal briquette. Int. J. Energy Environ. Eng. 3(20): 1-6. doi:10.1186/2251-6832-3-20 Anual Books of ASTM Standards. 2003. Standard Test Methods for Proximate Analysis of the Analysis Sample of Coal and Coke by Instrumental Procedures. West Conshohocken (US): ASTM Internationa1 542-02: 1-5 [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Standar Nasional Indonesia, Gondorukem. Jakarta (ID), Badan Standarisasi Nasional. [DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2014. Statistik Kementerian Kehutanan Tahun 2013. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan [DIN] Deutsches Institut fϋr Normung. 2005. DIN EN 1860-2 [DIN] Deutsches Institut fϋr Normung. 2010. DIN EN 14961-3 Eisentraut A. 2010. Suistainable Production of Second-generation Biofuels: Potential and Perspectives in Mayor Economies and Developing Countries. Paris (FR): International Energy Agency. Emerhi EA. 2011. Physical and combustion properties of briquettes produced from sawdust of three hardwood species and different organic binders. Adv. Appl. Sci. Res. 2(6): 236-246 Gil MV, Oulego P, Casal MD, Pevida C, Pis JJ, Rubiera F. 2010. Mechanical durability and combustion characteristic of pellets from biomass blends. Bioresour. Technol. 101:8859-8867. doi:10.1016/j.biortech.2010.06.062 Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet kayu dan pengujian hasilnya. J. Penelitian Hasil Hutan 30(2):144-154 Husain Z, Zaine Z, Abdullah Z. 2002. Briquetting of palm fibre and shell from processing of palm nuts to palm oil. Biomass Bioenergy 22: 505-509 Ismayana A, Afriyanto MR. 2011. Pengaruh jenis dan kadar bahan perekat pada pembuatan briket blotong sebagai bahan bakar alternatif. J. Teknologi Industri Pertanian 21(3):186-193 Ivanova T, Kolarikova M, Havrland B, Passian L. 2014. Mechanical durability of briquettes made of energy corps and wood residues. Engineering for Rural Development 29: 131-136 Jeguirim M, Dorge S Trouve G. 2010. Thermogravimetric analysis and emision charactreistic of two energy corps in air athmosphere: Arundo donax and Mischantus giganthus. Bioresour. Technol 101: 788-793. doi:10.1016/j.biortech.2009.05.063
Kaliyan N, Morey RV. 2009. Densification characteristics of corn stover and switchgrass. Transaction of the ASABE 52(3):907-920 Kers J, Kulu P, Aruniit A, Laurmaa V, Krizan P, Soos L, Kask U.2010. Determination of physical, mechanical and burning characteristics of polymeric waste material briquettes. Estonian J. Eng 16(4): 307-316. doi: 10.3176/eng.2010.4.06 Krizan P, Matus M, Soos L, Kers J, Peetsalu P, Kask U, Menind A. 2011. Briquetting of municipal solid waste by different technologies in order to evaluate its quality and properties. Agron. R. Biosyst. Eng 1: 115-123
16 Krizan P, Soos L, Vukelic D. 2009. A study of impact technological parameters on the briquetting procces. Facta Univ., Ser.: Work. Living Environ. Prot. 6(1):39-47 Kurniawan O, Marsono. 2008. Superkarbon bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah dan gas. Depok (ID): Penebar Swadaya. Maninder, Kathuria RS, Grover S. 2012. Using agricultural residues as a biomass briquetting: an alternative source of energy. J. Electr. Electron. Eng. 5: 11-15 Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA, Mandang YI.1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Balai Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Indonesia. Mitchual SJ, Frimpong-Mensah K, Darkwa NA.2014. Evaluation of fuel properties of six tropical hardwood timber species for briquettes. J. Sustainable Bioenergy Syst. 4:1-9. doi:10.4236/jsbs.2014.41001 Negrutiu M, Sinescu C, Romanu M, Pop D, Lakatos S. 2005. Thermoplastic resins for flexible framework removable partial dentures. Timisoara Med. J. 55(3):295299 Nilsson U, Kalberg A, Lassen P. 2009. Development of an Analysis Method for Quantification of Colophonium Components in Cosmetic Products. Kopenhagen (DK): The Danish Enviromental Protection Agency. Onuegbu TU, Ogbu IM, Ilochi NO, Ekpunobi UE, Ogbuagu AS. 2010. Enhancing the properties of coal briquette using spear grass (Imperata Cylinrica). Leonardo J. Sci. 17: 47-58 Oyelaran OA, Bolaji BO, Waheed MA, Adekunle MF. 2014. Effects of binding ratios on some densification characteristics of groundnut shell briquettes. Iranica J. Energy Environ. 5(2): 167-172. doi:10.5829/idosi.ijee.2014.05.02.08 Paisal, Karyani MS. 2014. Analisa kualitas briket arang kulit durian dengan campuran kulit pisang pada berbagai komposisi sebagai bahan bakar alternatif. Proceeding Seminar Teknik Mesin Universitas Trisakti: 1-7 Pallavi HV, Srikantaswamy S, Kiran BM, Vyshnavi DR, Ashwin CA. 2013. Briquetting agricultural waste as an energy source. J. Sci. Technol. 2(1): 160-172 Pratiwi RA, Utama RN, Said M. 2012. Pengaruh penambahan black liquor terhadap sifat fisik briket batubara. J. Teknik Kimia 4(18): 39-48 Putra HP, Mokodompit M, Kuntari AP. 2013. Studi karakteristik briket berbahan dasar limbah bambu dengan menggunakan perekat nasi. J. Teknologi 6(2):116-123 Saputro DD, Widayat W, Rusiyanto, Saptoadi, Fauzum. 2012. Karakteristik briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. Di dalam Susanto A, Sudarsono JW, Indarto, Tandjung D, Subanar, Sukandarrumidi, Andaka G, Hamzah A, Oesman TI, Mulyaningsih, editor. Peningkatan Peran Sains dan Teknologi dalam Membentuk Karakter Bangsa yang Mandiri. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III;2012 Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID):Fakultas Sains Terapan IST AKPRIND. hlm 394-400. Saravanan V, Parthiban KT, Kumar P, Anbu PV, Pandian G. 2013. Evaluation of fuel wood properties of Melia dubia at different age gradation. R. J. Agric. For. Sci. 1(6): 8-11 Telmo C, Lousada J. 2011. The explained variation by lignin and extractive contents on higher heating value of wood. Biomass bioenergy. 35: 1663-1667. doi:10.1016/j.biombioe.2010.12.038
Tumuluru SJ, Wright CT, Kenny KL, Hess JR. 2010. A review on biomass densification technologies for energy application. Idaho (US): Department of Energy National
17 Laboratory [Internet]. [diunduh 2014 Nov 12]. Tersedia pada: http://www5vip.inl.gov/technicalpublications/Documents/ 4886679.pdf Usman MN. 2007. Mutu briket arang kulit buah kakao dengan menggunakan kanji sebagai perekat. J. Perennial 3(2):55-58 [WEC] World Energy Council. 2013. World Energy Resources 2013 Survey. Inggris. World Energy Council [Internet]. [diunduh 2014 Oct 26]. Tersedia pada: http://www.worldenergy.org/wp-content/uploads/2013/09/Complete WER_2013_Survey.pdf Wiyono B, Tachibana S, Tinambunan B. 2006. Chemical compositions of pine resin, rosin and turpentine oil from west java. J. For. Res. 3(1): 7-17
18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Batusangkar, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Irsal (Ayah) dan Murdianis (Ibu). Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sungayang pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Departemen Hasil Hutan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi kemahasiswaan antara lain anggota divisi eksternal Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) dan anggota Divisi Pengembangan Akademik (DIPA) pada Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM). Prestasi yang diperoleh penulis selama kuliah di IPB antara lain Juara III Gebyar Nusantara 2012 dan Juara III Aerobik Forester Cup 2015. Sebelum melaksanakan penelitian, penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) Jalur Papandayan-Sancang Timur, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang di PT. Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Berperekat Limbah Pengolahan Resin Pinus” di bawah bimbingan Nyoman J Wistara, PhD