Bionomi Penyakit Karat (Puccinia polysora) pada Jagung dan Pengendaliannya dengan Varietas Tahan dan Fungisida Syahrir Pakki Balai Penelitian Tanaman Serealia E-mail:
[email protected] Abstrak Penyakit karat yang menginfeksi pertanaman jaqung adalah salah satu patogen penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi Di Indonesia penyakit karat telah dilaporkan menyebar luas di wilayah-wilayah sentra pertanaman jagung, terutama pada lokasi dengan kelembaban yang tinggi. di Sulawesi Tengah, Bali, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang merupakan sentra produksi jagung. Penyakit karat pada tanaman jagung yang disebabkan oleh sepesies Puccinia polysora dominan menginfeksi pertanaman jagung di areal dataran rendah dengan temperatur optimum untuk perkecambahan urediospora sekitar 25 °C - 32 °C. Urediospora dari karat Puccinia polysora pada pertanaman jagung di lapangan, terlepas dan menyebar optimum pada siang hari dalam kisaran suhu suhu 27-28 °C. Kehilangan hasil yang disebabkan penyakit karat dari spesies Puccinia polysora dapat mencapi 45- 65 %. Pengendalian penyakit karat yang disebabkan oleh spesies P.polysora yaitu dengan kombinasi penggunaan varietas tahan dengan fungisida bahan aktif Pyraclostrobin Azoxystrobin Propiconazole Tebuconazole, maupun berupa produk seperti Manzate, Dithane, Mancozeb dan Pencozeb. Kata kunci : Jagung, Karat, Puccinia polysora
Pendahuluan Latar belakang Penyakit karat yang menginfeksi pertanaman jaqung adalah salah satu patogen penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi ( Hernandes et al. 2002). Pada wilayah sentra pertanaman jagung dan tergolong daerah endemik penyakit karat, dengan intensitas serangan yang tinggi, kehilangan hasil dapat mencapai 45 % (Jackson 2002). Di Indonesia penyakit karat telah dilaporkan menyebar luas di wilayah-wilayah sentra pertanaman jagung, terutama pada lokasi dengan kelembaban yang tinggi. di Sulawesi Tengah, Bali, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang merupakan sentra produksi jagung. Dalam penyebaran penyakit karat, suhu dan kelembaban memegang peranan penting. Hasil penelitian oleh (Babadost 1991) menyatakan bahwa keberadaan tanaman inang yang tergolong rentan dan kelembaban yang ideal, sekitar 90 %, dan suhu 24 °C -32 °C merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya intensitas serangan di lapangan (Cammack 2009; Dillard and Thomas 1987) Pengendalian penyakit karat harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai aspek seperti wiilayah penyebaran karat, perubahan kondisi lingkungan dan sosial ekonomi petani (Helena and Thomas 1987). Berbagai usaha pengendalian karat telah dilakukan, diantaranya dengan penanaman varietas tahan, pergiliran varietas, manipulasi faktor lingkungan dan penggunaan fungisida bila diperlukan. Pengendalian terpadu yang mengintegrasikan berbagai komponen pengendalian secara sistematik dan harmonis dalam satu paket teknologi pengendalian karat diharapkan dapat diterapkan pada segala kondisi lingkungan dan sosial ekonomi petani.
810
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Perubahan iklim berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyebaran karat. Siklus konidia spora sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, maka semakin singkat siklus hidup konidia dari penyakit karat ini. Faktor lingkungan lainnya adalah tumbuhan liar seperti gulma. Gulma dapat menjadi tanaman inang alternatif, dan sekaligus dapat menjadi sumber inokulum awal berkembangnya penyakit karat di area pertanaman jagung (Helena and Thomas 1987; Cammack 2009; Dolozel et al. 2007). Makalah ini, membahas status penyakit karat pada jagung, demikian pula hasil-hasil penelitian dan pengendaliannya. Ke depan diharapkan dapat dijadikan acuan dalam menyusun strategi pengendalian terpadu penyakit karat, guna menekan kehilangan hasil yang diakibatkannya. Spesies dan Bionomi Penyakit Karat (Puccinia polysora ). Dikenal dua spesies penyebab penyakit karat pada jagung yaitu Puccinia sorghi dan P. polysora. Spesies dominan yang dilaporkan menyerang pertanaman jagung di di Indonesia adalah P. polysora (Burhanuddin 2009). P. polysora umumnya ditemukan di dataran rendah pada wilayah tropika sehingga sering disebut sebagai Tropical rust diseases.. Sedangkan P sorghi lebih banyak terdapat di wilayah sentra pengembangan jagung di pegunungan dengan iklim sedang. (Raid et al. 1987; Pinho et al . 1999) Sepesies Puccinia polysora tergolong dalam devisi Basidiomycota, klas Pucciniomycetes, family Pucciniaceae dengan genus Puccinia. Karakter infeksi P. polysora adalah bersifat saprofit, tidak dapat hidup pada sisa media mati limbah tanaman, hanya dapat bertahan hidup pada inang yang tumbuh. Tipe infeksi di lapangan adalah mulai menginfeksi pada daun tengah ke bagian daun yang terletak pada bagian atas, infeksi ditandai dengan adanya pustul kecil berwarna merah kecoklatan yang menyebar dibagian sebelah bawah daun dan atas. Pustul memperbanyak diri dan dapat menginfeksi keseluruh bagian tanaman. Pada serangan yang berat pustul karat menginfeksi batang. (Gambar 1). Urediospora dari karat terlepas optimum pada siang hari dengan suhu 27-28 °C. Temperatur optimum untuk perkecambahan urediospora sekitar 25 °C sampai dengan 30 °C (Dillard and Thomas 1987; Unarttngan et al. 2011; Cymmit 2006). Germinasi uredium masih dapat terjadi dalam 10 °C dan tertinggi terjadi pada 25°C. Setelah terjadi infeksi, 8-10 hari kemudian, pustul dapat memproduksi kembali urediospora. Ukuran pustul tergantung dari kepekaan inang, semakin peka inang semakin tinggi intensitas pustul yang menginfeksi, terutama pada bagian sebelah bawah daun. Penularan karat dapat terjadi apabila uredeospora atas bantuan angin berpindah ke tanaman lainnya. Setelah melalui periode masa inkubasi yang mencapai 9-10 hari. Lebih rentan tanaman inang, lebih tinggi intensitas infeksi. Hasil penelitian Raid et al. (1987), melaporkan bahwa dalam 1 tanaman jagung, terdapat sekitar 200.000 pustul dan menjadi penyebab cepatnya menyebar penyakit tersebut dalam area pertanaman yang luas.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
811
Selain inang utama jagung, P. polysora bertahan hidup pada gulma liar yang tumbuh disekitar areal pertanaman jagung. Di Indonesia penelitian-penelitian sebagai sumber inang alternativ belum banyak dilaporkan. Gulma menyebabkan sumber inoculum yang infektif dan tersedia terus di lapangan. Pada saat tidak ada pertanaman jagung, karat di duga melanjutkan hidup pada gulma liar. Kelompok tanaman serealia lainnya yang menjadi inang alternative P. polysora adalah plume grasses, gama grasess dan teosisthe. (Pataky 1999). Kompleksitas gejala karat dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas, umur tanaman saat terjadi infeksi dan spesies yang menginfeksi. Tanaman jagung yang terinfeksi karat menunjukkan gejala yang komplek, yaitu mengeringnya sebagain daun yang diikuti oleh infeksi pada bagian batang dan menyebabkan matinya sebagian tanaman. Kehilangan Hasil Kehilangan hasil oleh penyakit karat, bila tanaman terinfeksi saat awal fase vegetatif dapat menyebabkan gagal panen. Karat merupakan salah satu faktor penyebab instabilitas produksi di beberapa Negara produsen jagung. Beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa penyakit karat pada jagung dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 4565 % (Tabel 1). Secara fisiologis, tanaman jagung yang terinfeksi karat mengalami penurunan klorofil dan hormon, penurunan laju fotosintesis dan peningkatan laju respirasi yang diikuti oleh meningkatnya enzim oksidase, sedangkan secara morfologi sebagian tanaman menjadi kerdil, daun mengering. Infeksi karat juga menyebabkan penurunan jumlah hasil biji. Tabel 1.Kehilangan hasil iagung yang disebakan oleh penyakit karat Puccinia polysora pada jagung di beberapa Negara penghasil jagung di dunia. No 1 2 3
812
Spesies patogen penyebab P. polysora P. polysora P. polysora
Kehilangan Hasil(%) 45 % - 50 % 45 % 45 % 45 %
Sumber Melching 1975 James et al. 2010 Anonim 2002
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
No 4 5 6 7
Spesies patogen penyebab P. polysora P. polysora P. polysora P. polysora
Kehilangan Hasil(%) 18 %-56 % 65 % 24 %-45 % 45 %
Sumber Casela 2002 Anonim 2002 Chaves et al . 2007 Jackson 2002
Kajian literatur sejak tahun 1975 - 2010 (Tabel 1), menunjukkan bahwa P. polysora teridentifikasi sebagai patogen yang mempunyai arti penting dan berpotensi menjaqdi kendala dalam pengelolaan tanaman jagung. P. polysora bersifat stabil dan dapat bertahan pada berbagai tanaman serealia lainnya. Apabila di kaitkan dengan upaya peningkatan produksi jagung dalam negeri, data tersebut mengindikasikan bahwa penyakit karat perlu diwaspadai sebagai salah satu patogen yang berpotensi menjadi faktor pembatas produksi. Pengelolaan Penyakit Karat (P. polysora) Pengelolaan penyakit karat, sifatnya adalah pencegahan dengan komponen utama, yaitu penggunaan varietas tahan dan waktu tanam tepat, Namun teknologi ini sering mengalami hambatan di daerah dengan pola tanam tidak serempak, sehingga strategi pengendalian karat yang dianjurkan yaitu perpaduan varietas tahan, dan fungisida sistemik. Teknologi ini akan mencegah penularan penyakit bulai dan diharapkan dapat diterapkan di daerah sentra produsen jagung di Indonesia. Penggunaan Varietas Tahan Penggunaan varietas tahan terhadap penyakit karat merupakan salah satu strategi yang paling efektif dalam pengendaliannya di lapangan {Chaves et al. 2007). Varietas tahan terhadap penyakit karat di area pertanaman dapat menekan produksi uredeospora, sehingga mengurangi sumber inokulum awal dan keadaan ini memperlambat penularannya di lapangan. Menurut Singh (1980) varietas tahan dianjurkan tidak ditanam terus menerus karena dapat meningkatkan tekanan seleksi strain karat dan memungkinkan berkembangnya strain baru. Apabila strain baru yang lebih virulen suatu patogen sudah dominan. keadaan tersebut dapat mempercepat patahnya ketahanan suatu varietas (Abadi 2003). Belum ada laporan unsur biokimia yang menghambat perkembangan patogen karat pada jagung, namun diketahui bahwa beberapa protein tanaman ternyata dapat bertindak sebagai penghambat proteinase patogen atau penghambat enzim hidrolitik dalam proses invasi awal,, degradasi dinding sel inang. Dalam temuan penelitian lainnya Glukanase dan kitihinase yang merupakan enzim hidrolitik yang terdapat pada sel-sel permukaan tanaman ternyata dapat menyebabkan kerusakan komponen dinding sel cendawan patogen sehingga membantu tanaman lebih tahan terhadap infeksi patogen.( Singh 1980 : Dickson 1958) Berbeda halnya dengan varietas yang peka, kompabilitas spora dan inangnya tinggi, sehingga memungkinkan uredeospora berkembang baik dalam jaringan sel tanaman. Keadaan ini menyebabkan terjadinya produksi uredeospora yang optimal dan penyebaran karat yang luas sehingga berakibat mengeringnya daun, kerdil ataupun penurunan produktivitas. Melihat potensi berkembangnya penyakit karat dan terdapatnya peluang patahnya sifat ketahanan suatu varietas akibat adanya kejadian resistensi patogen. Oleh karena itu perakitan varietas berdasarkan sumber gen tahan terhadap karat, harus terus menerus dilakukan sehingga varietas jagung tahan penyakit karat dapat selalu tersedia saat dibutuhkan oleh petani. Dari hasil persilangan galur-galur unggul plasma nutfah jagung telah dihasilkan beberapa varietas tahan dan toleran terhadap penyakit karat (Tabel 2).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
813
Tabel 2.Varietas-varietas jagung komposit dan hibrida yang mempunyai sifat tahan dan toleran penyakit karat(P.polysora) Varietas Komposit Metro Kania Harapan Harapan 1 Arjuna Bromo Surya Lamuru Srikandi Palakka Srikandi Kuning Srikandi putih
Reaksi Ketahanan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan
Varietas Bisi 1 Bisi 2 Bisi 5 Bisi 6 Bisi 7 Bisi 8 Bisi 9 Bisi 10 Bisi 11 Bisi 12 Bisi 13 Bisi 15
Reaksi Ketahanan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan
Varietas Hibrida Bima 1 Bima 2 Bima 5 Bima 7 Bima 8 Bima 9 Bima 10 Bima 11 Bima 16 Bima 17 Bima 19 Bima 20
Reaksi Ketahanan Toleran Toleran Tahan Tahan Tahan Toleran Toleran Toleran Tahan Tahan Tahan Tahan
Sumber: (Syuryawati et al. 2005 ; Aqil et al. 2012; Aqil dan Rahmi 2014 ).
Dari tabel 2, tampak bahwa varietas jagung bersari bebas (komposit) yang mempunyai ketahanan terhadap karat adalah varietas Metro, Kania, Harapan, Harapan Baru, Arjuna, Bromo, Bisma, Surya , Lamuru, Srikandi, Palakka, Srikandi Putih, Srikandi Kuning, Untuk jenis jagung hibrida bebrapa varietas tergolong tahan dan toleraan terhadap penyakit karat daun adalah varietas Bisi -1, Bisi -2, Bisi -5, Bisi -6, Bisi -7, Bisi -8, Bisi -9, Bisi-10, bisi 11, Bisi -12, Bisi -13, dan Bisi -15, bisi 16 ( Syuryawati et al. 2007). Varietas lainnya yang diketahui agak tahan dan tahan terhadap karat yaitu dari jenis jagung hibrida anatar lain Bima -1, Bima 4, Bima -5, Bima 7, Bima -8, Bima -9, Bima -10, Bima 11 dan Bima -16, Bima 17, Bima 18, Bima 19 dan Bima 20 (Aqil et al. 2012). Di Indonesia identifikasi sifat gen yang mengatur ketahanan terhadap karat belum banyak dilakukan. Berbeda halnya Penelitian-penelitian di luar negeri telah banyak dilakukan. Oleh (Casela 2002; James et al. 2010; Jines et al. 2007; Brewbaker et al. 2007) melaporkan bahwa perbedaan reaksi ketahanan suatu varietas adalah disebabkan oleh adanya perbedaan sifat gen yang dikandung oleh setiap jenis varietas. Faktor biotik lainnya yaitu bahwa ketahanan suatu varietas adalah ketahanan terhadap cendawan patogen karat vyang dikendalikan oleh beberapa gen dan dipengaruhi oleh tingkat virulensi dari setiap ras patogen karat (Chaves et al. 2007; Anne and Szabo 2008). Beredarnya varietas pada petani yang tidak mempunyai gen ketahanan, berpotensi menjadi penyebab meledaknya karat. Modifikasi genetik jagung untuk pembentukan suatu varietas yang tahan terhadap karat dapat dilakukan melalui bantuan marka molekuler, maupun secara konvensional. Keberhasilan untuk memperoleh varietas unggul yang memiliki ketahanan stabil terhadap karat dapat mencegah terjadinya serangan karat secara meluas. Beberapa sumber gen yang dikoleksi memperlihatkan tingkat ketahanannya terhadap karat yang berbeda ((Jesus et al. 2007). Kedepan, perlu diupayakan penemuan varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua yang lebih baik dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan proporsi penggunaan varietas tahan dalam suatu hamparan jagung diduga akan berpengaruh nyata terhadap menurunnya intensitas karat. Oleh karena itu pencarian varietas tahan terhadap karat perlu dilakukan secara berkelanjutan.
814
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Pengunaan Fungisida dan Biologi Kontrol Pengendalian karat dengan fungisida berbahan aktif Mancozeb telah menunjukkan efektif menekan dinamika penyakit karat di lapangan, telah teridentifikasi dapat menaikkan produksi secara nyata dibanding dengan tanpa perlakuan (Helena and Thomas 1987). Anjuran pemakiannya adalah mengacu pada ambang kendali yaitu terdapatnya 6 pustul karat dalam satu daun. Adapun jenis bahan aktif fungisida lainnya dapat dilihat pada tabel 3. Di Indonesia pengendalian secara biologi belum banyak dilpaorkan, namun di Philipina, oleh Paningbatan (2000) dalam penelitian in-vitro telah menemukan jenis isolate Sphaerellopsis sp, dapat menekan dinamika uredeospora karat sekitar 75 %. Dalam penelitian lanjutan yang dilakukan dilapangan ditemukan Sphaerellopsis sp efektif menekan uredeospora karat sekitar 46 %- 25 % dan berperan ganda yaitu dapat meningkatkan hasil jagung dari 4,6 t/ha menjadi 7,2 t/ha. Tabel 3. Jenis bahan aktif fungisida yang efektiv mengendalikan penyakit karat pada tanaman jagung (Jackson 2002; Anonim 2002; Cymmit 2006) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bahan aktif /produk dagang*) Pyraclostrobin Azoxystrobin Propiconazole Tebuconazole Azoxystrobin + Propiconazole Triploxystrobin+ Propiconazole Chloratholonil(Echo R 720) Chloratholonil (Echo R 90 DF) Mancozeb Dithane M45 Dithane DF Rainshield Manzate Pencozeb
Sifat aksi pada inang Pencegahan Pencegahan Pengendalian pengendalian Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan
Interval perlakuan (Hari) 7 7 30 36 30 30 14 14 40 40 40 40 40
Kesimpulan Penyakit karat pada tanaman jagung yang disebabkan oleh sepesies Puccinia polysora dominan menginfeksi pertanaman jagung pada areal dataran rendah dengan temperatur optimum untuk perkecambahan urediospora sekitar 25 °C - 32 °C. Urediospora dari karat Puccinia polysora pada pertanaman jagung di lapangan, terlepas dan menyebar optimum pada siang hari dalam kisaran suhu suhu 27-28 °C. Kehilangan hasil yang disebabkan penyakit karat dari spesies Puccinia polysora dapat mencapi 45- 65 %. Pengendalian penyakit karat yang disebabkan oleh spesies P.polysora yaitu kombinasi penggunaan varietas tahan dari kelompok jenis jagung komposit maupun jagung hibrida. dengan fungisida bahan aktif Pyraclostrobin Azoxystrobin Propiconazole Tebuconazole, maupun berupa produk seperti Manzate, Dithane, Mancozeb dan Pencozeb. Daftar Pustaka. Anonymous 2002. Puccinia polysora. File:///C:/Users/User/Downloads/Ferrugem%20polisora%20_%.Ferrugem (Diakses 13 Juni 2016) Anonymous 2002. Polysora rust (extendet information). http://maizedoctor.org/polysora-rust-extended-information (Diakses 12 Juni 2016)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
815
Abadi L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bayumedia Publising bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Malang p 145. Aqil, M dan Constance R. Zubactirodin. 2012. Deskripsi varietas unggul jagung. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian Aqil M., Rahmi Y.A. 2014. Deskripsi varietas unggul jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Puslitbangtan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Maros Anne J., and L.J. Szabo.2008. Real time PCR detection and discrimination of the sourthern ancommom corn rust pathogens Puccinia. polysora and Puccinian Sorghi Plant disease 95 : 624-632. Brewbaker.JW., Kim SK., So, YS., M. Legroho. HG. Moon., Ming R., Lu, XW., Jouse AD. 2007. General resistance in maize to sourthen rust Puccinia.polysora. American Society of Agronomi. Burhanuddin. 2009. Penyakit karat pada tanaman jagung dan pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Perhimpuna PFI dan PEI Komda Sulawesi Selatan Babadost, M. 1991 Common and sourthem rust on sweet corn RPD No.965. University of Illionis 2016) Cimmyt,
Extension. https:// ipm.Illinois.edu/diseases/rpds/965. (Diakses 22 Juni
2006. Downy mildew at Maize Doctor. Cimmyt http://maizedoctor.Cimmyt.org/index.php.php?id( Diakses 8 Mei 2013).
Meksiko.
Chaves J.A., Medina., Norma E., Leyva, L., , NE., Pataky JK. 2007 Resistance to Puccinia polysora in maize accessions. Plant Disease 9(11)1489-1495. Casela CR. 2002. Variability in isolates of Fuccinia polysora in Brazil. Pitopatol. Brasilia.27(4);414-416 Cammack. RH. 2009. Studi on Puccinia polysora undrew : III. Description and life cycle of P. polysora in West Africa http://www.sciencedirect.com/science/artcle/pii/S000715365980067X(Diakseses (Diakses 20 Juni 2016). Dickson, J.G. 1958. Diseases of field crops. Publised by Tata Mc Graw-hill Publishing Co LTD> Thomson Press (India) Haryana. P 517. Dolezal, B., Sayer A and Butsen. 2007 Common and Soauthern rust in Corn Pionerb resource. https://www.pioneer.com/growingpoint/agronomy.(Diakses (Diakses 22 Juni 2016) Dillard HR and Thomas AZ. 1987. Common rust of sweet corn. Departmen of plant patology New York State Agricultural Experiment station, Geneva and Cornell University.Ithaca. Hernandez. JR., Romero MY., CG, Diaz and Ronaldo J.C. 2002. First report of Puccinia. polysora. The American phytopathology Society 86(2) 187.2-187.2. Helena . RD and Thomaz AZ. 1987. Common rust in sweet Corn. Departemen of Plant Pathology Itacha. NY. Cornell. Edu/factsheets/Com_Rust. Htm (Diakses 19 Juni 2016) Jackson, TA. 2002. Rust disease of corn in Nebraska. Univ of Nebraska-Lincoln Extension. Journal Intitute of Agriculture and Natural Resources. www.ianrpubs.unl.edu/.../publicationD.js (Diakses 20 Juni 2016). Jines, MP., Balint-Kurti., Robertson LA., T. Molner. Holland JB.,and Goodman. 2007. Mapping resistance to southern rust in a tropical X temprate maize re combinan inbreed topcross population . Teor.Appl Genet 114:659-667. James LB. Kim Sk., So, YS., Moon HG., Ming R., Lu, XW and Yosue. 2010. General resistance in maize to southern rust (Puccinia polysora). Crop Science society of America Jesus AC., Norma LL., Jerald KP. 2007. Resistance to Puccinia polysora in maize Accesions. Plant Diseases 91(11):1489-1495.
816
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Melching JS. 1975. Corn Rust : Types, races and destructive potential. Prceeding of the 30 annual corn and sorghum research comperence. Paningbatan, R.A. 2000. Biological control of Puccinia polysora Undrew (Corn rust) with Sphaerellopsis sp. Univ. of Philippines at Los banos (http://ring.ciard.net/node/11227))(Diakses (Diakses 20 Juni 2016) Pataky, JK. 1999. Rust in Donald G White (ed) Compendium of corn Diseases. The American Phitopatology Society P. 358 Pinho RGV., Ramallo HP.Silva Resende, IC., and Pozar G. 1999. Damage caused by southern and tropical rust corn. Fitopatologia Brazileira 24:400-409. Raid RN, Pennypacker and Stevenson and Stevenson 1987. Characterization of Puccinia polysora Epidemics in Pennsyivania and Maryland. The American Phytopatological Society. 78(5)579-585. Syuryawati., Constance. R dan Zubactiroddin. 2007. Deskripsi varietas unggul jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Singh, R.S. 1980. Introduction to Principles of Plant Pathology. Third edition . New Oxford & IBH Publishing Co, New Delhi India.
Delhi:
Unarttngan,J., P. Jamruang and C.Toanna 2011. Genetict Diversity of Puccinia. polysora in Thailand based on inter simple sequence repear (ISSR) marker analysis. Juornal of Agricultural Tekhnology. 7(4) 1125-1137
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
817