Biomedical Product Design; Desain Produk Stimulator Functional Electrical Stimulation untuk Rehabilitasi Kemampuan Kontraksi Otot Lower Limb Hendi Wicaksono Jurusan Teknik Elektro, Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya 60293, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Di beberapa rumah sakit biasanya menyediakan ruangan khusus untuk fisioterapi. Fisioterapi merupakan terapi bagi pasien stroke untuk pemulihan kemampuan organ motorik, seperti memegang, hingga pada tahap berjalan. Namun, apabila otot yang berperan penting pada kemampuan memegang atau berjalan mengalami penurunan kemampuan kontraksi atau bahkan telah mengalami degenerasi otot (otot rusak) maka fisioterapi tidak dapat memulihkan kemampuan organ motorik tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian agar tercipta sebuah alat yang dapat menjaga, memulihkan kemampuan kontraksi otot sebelum terjadi degenerasi otot. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dan sudah tertuang pada buku tesis saya saat menyelesaikan program Magister di ITS, Surabaya, telah berhasil mendesain alat yang dapat merestorasi kemampuan berjalan menggunakan stimulator FES berbasis metode Cycle-to-cycle menggunakan Fuzzy Controller Type 2. Dalam tesis tersebut mempunyai tujuan utama untuk meneliti apakah Fuzzy Controller Type 2 bisa menjadi solusi yang baik untuk restorasi kemampuan berjalan saja dan belum sampai pada tahap desain produk secara massal untuk digunakan di rumah sakit. Pada paper ini akan mengulas semua hal yang diperlukan dalam Biomedical Product Design khususnya stimulator FES untuk rehabilitasi kemampuan kontraksi otot lower limb agar dapat diproduksi massal dan mempunyai nilai jual di rumah sakit. Kata kunci: Biomedical Product Design, Stimulator FES, Rehabilitasi Kontraksi Otot Lower Limb. Abstract In several hospitals usually have a special room for physiotherapy. Physiotherapy as a therapy for stroke patient for recover their motoric organs ability, like a hold, and a walk. However, if their muscle for hold and walk ability having a contractions ability reduction or even having muscle degeneration, so physiotherapy does not work for restoration motoric organs. For that reason, we research to create a tool for keep, restoration muscle contractions before the muscle degeneration happened. In the basic research which it wrote down on my thesis when I finished my Master on ITS, Surabaya, have been done to create tool for restoration swing gait phase based on Cycle-to-cycle method use Fuzzy Controller Type 2. The main purpose of that thesis is only for examined that Fuzzy Controller Type 2 can be a best solution for restoration swing gait phase and not finished until mass production for used on hospitals. In this paper will be explain everything a needed to Biomedical Product Design expescially FES Stimulator for lower limb muscle contactions for mass production and have a high value for hospitals. Keywords: Biomedical Product Design, FES Stimulator, Lower Limb Muscle Contractions Rehabilitation.
1. Pendahuluan Dalam mendesain sebuah produk, atau awal dari penentuan topik penelitian harus mengacu pada tahapan desain produk. Beberapa tahapan memerlukan kerjasama baik antar konsumen
pengguna produk, dan juga kerjasama dengan industri untuk menghasilkan produksi massal dari produk yang kita hasilkan. Kebutuhan akan produk biomedik sangat besar, dan penelitian ke arah sana terus dikembangkan. Mulai banyak produk-produk biomedik seperti pengukur denyut jantung, pengukur kadar gula, dan masih banyak lainnya di pasaran. Pada paper ini, penulis melihat kebutuhan akan alat untuk fisioterapi sehingga dilakukan penelitian produk stimulator yang dapat menghasilkan stimulasi listrik untuk rehabilitasi otot. 2. Kajian Teori Desain dan pengembangkan suatu produk Biologi, Kimia, Makanan, dan Obat-obatan harus melakukan beberapa tahapan. Terdapat 4 tahapan yaitu: 1. Tahap Awal. 2. Tahapan Desain. 3. Tahapan Pengembangan Produk. 4. Tahapan Pengembangan dalam Jumlah Banyak. Tahapan pertama adalah tahapan awal yang terdiri dari perlunya melihat di sekeliling (Look Around), membentuk tim (Team Up), memilih metode yang tepat dalam mendesain produk (Get a Method), dan menganalisa situasi dan melakukan dokumentasi (Analize the Situation). Sedangkan tahapan berikutnya adalah tahapan desain. Tahapan ini terdiri dari mencari tahu kebutuhan (Find Needs), melakukan spesifikasi produk (Specify the Product), membangun konsep (Create Concepts), memilih konsep yang tepat (Select a Concept), menjaga kerahasiaan konsep (Protect the Concept). Tahapan berikutnya adalah tahapan mengembangkan menjadi sebuah produk. Tahapan ini terdiri dari formulasi produk (Formulate the Product), membuat bagan alir dari proses yang ada (Flowsheet the Process), memperkirakan biaya pembuatan (Estimate the Cost), melengkapi kebutuhan yang diperlukan oleh proses yang ada (Equip the Process), uji dan kemudian mencoba kemungkinan memperbanyak melalui kerjasama industri (Scale Up). Tahapan terakhir adalah tahapan memperbanyak sesuai kebutuhan pasar. Tahapan ini terdiri dari mengorganisasi pasar (Organize the Market), memprediksi pergerakan uang (Forecast Money Flows), mempelajari dan mencoba untuk menjual produk (Learn to Sell), merencanakan perkembangan produk selanjutnya (Plan Future Products). (J.A. Wesselingh, et all., 2007) Ketidakmampuan menggerakkan organ motorik ini biasa dikenal dengan nama paralisis. Penyebab paralisis adalah terputusnya jaringan syaraf fiber myelin yang menghubungkan jaringan syaraf otak dan jaringan syaraf motorik. Adapun paralisis terbagi beberapa jenis, seperti yang diungkapkan Achmad Arifin yaitu: 1. Monoplegia : paralisis hanya pada satu anggota gerak saja, disebabkan oleh kerusakan sistem syaraf otak. 2. Diplegia : paralisis pada bagian tubuh yang sama pada salah satu sisi tubuh, misalnya kedua tangan atau kedua sisi wajah. 3. Hemiplegia : paralisis pada salah satu sisi tubuh. Paralisis ini disebabkan oleh kerusakan pada otak, yaitu cerebral palsy. 4. Paraplegia : paralisis pada kedua anggota gerak, dan penopangnya, disebabkan oleh kerusakan saraf tulang belakang. 5. Quadriplegia : paralisis pada keempat anggota gerak tubuh, dan penopangnya yang
disebabkan oleh kerusakan saraf tulang belakang. (Achmad Arifin, 2005) Dengan adanya kelumpuhan ini menandakan jaringan syaraf otak tidak terhubung pada jaringan syaraf motorik sehingga jaringan syaraf otak ini tidak dapat mengaktifkan atau menstimulasi jaringan syaraf motorik. Untuk menghindari adanya kehilangan daya otot untuk berkontraksi atau menghindari terjadinya degenerasi otot maka mulai diteliti dan dikembangkan yang namanya stimulator eksternal. Secara definisi umum, terlihat nampak mudah dimengerti, namun sebenarnya detail yang diperlukan untuk menjadi suatu sistem sangatlah kompleks. (Hendi Wicaksono, 2009) Pada paper ini, stimulator eksternal terpasang pada otot-otot lower limb dan terbatas pada sistem pergerakan knee joint. Pada Gambar 1 dapat dilihat posisi setiap otot lower limb. Berikut pada Tabel 1 dapat dilihat fungsi otot-otot lower limb.
Gambar 1: Sistem Musculo-Skeletal Lower Limb. (Achmad Arifin, 2005)
Tabel 1: Fungsi Otot Lower Limb. Fungsi Otot-otot pada Lower Limb Nama Otot
Fungsi
Iliopsoas
Hip Flexor
BFSH
Knee Flexor
BFLH Vastus Rectus Femoris Gastroc Medialis
Knee Flexor Hip Extensor Knee Extensor Knee Extensor Hip Flexor Ankle Dorsiflexor Knee Flexor
Tibialis Anterior
Ankle Dorsiflexor
Soleus
Ankle Plantarflexion
Sebuah stimulator eksternal yang berfungsi sebagai Functional Electrical Stimulation yang di aplikasikan langsung pada subyek manusia harus memenuhi kriteria standar keamanan biomedikal stimulator. Spesifikasi dan batasan-batasan parameter listrik dari sebuah FES adalah sebagai berikut: 1. Berupa impuls dengan lebar impuls sebesar 200 us. 2. Frekuensi impuls sebesar 20 Hz. 3. Arus kurang dari 50 mA. 4. Polaritas dari FES stimulator hanya 1 polaritas saja (monophasic). 5. Tegangan DC dimulai dari 0 V sampai 100 V. (Hendi Wicaksono, 2009) Stimulator FES ini harus didukung oleh 8 buah elektroda yang berfungsi untuk menjembatani penyamaan impedansi rangkaian dengan impedansi kulit manusia agar stimulasi listrik dapat tersalurkan dengan baik tanpa adanya artifak. Pada Gambar 2 dapat dilihat titik-titik posisi pemasangan elektroda, setiap 1 titik posisi pemasangan elektroda yang nampak pada Gambar 2 terdiri dari 2 elektroda. Sedangkan ilustrasi pemasangan stimulator FES dan penempatan pasien dengan komputer untuk monitor proses yang berlangsung dapat dilihat Gambar 3. 3. Implementasi dan Hasil Dalam tahapan awal, seperti yang telah dikemukakan di atas, diperlukan survei untuk melihat produk-produk yang sudah ada di sekeliling, dan ini harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan dibuat. Oleh karena ingin membuat produk biomedik untuk rehabilitasi kemampuan kontraksi otot, maka dilakukan survey di rumah sakit, dan tempat-tempat pengobatan altenatif untuk pasien stroke. Produk yang sudah ada adalah hanya jenis konveyor kembar untuk melakukan latihan berjalan, sisanya mengandalkan teknik memijat. Fisioterapi mengandalkan jenis konveyor kembar menuntut pasien sudah dapat menggerakkan organ motorik kaki, dan apabila pasien mengalami kelumpuhan yang cukup lama sehingga menyebabkan degenerasi otot maka fisioterapi sudah tidak bisa dilakukan.
Gambar 2: Posisi Peletakkan Elektroda pada Otot Lower Limb.
Gambar 3: Ilustrasi Pemasangan FES. (M. Ferrarin, 2001)
Gambar 4: Fase Mendesain Stimulator FES.
Pembentukan tim merupakan tahap awal selanjutnya. Pembentukan tim terdiri dari kepala projek, bagian pembelian, bagian desain, dan bagian pengujian alat. Pada desain produk stimulator ini semua masih dikerjakan sendiri. Pada tahapan penentuan metode desain, pada penelitian ini memakai metode yang dapat dilihat Gambar 4. Pada tahapan desain; mencari kebutuhan, melakukan spesifikasi produk, membuat konsep produk, memilih konsep, sudah dijelaskan di ulasan sebelumnya. Konsep desain stimulator FES ini dengan mudah dapat dilihat melalui diagram blok seperti pada Gambar 5. Tahapan berikutnya adalah tahap realisasi desain produk. Dimulai dari membuat rangkaian boost converter, kemudian membuat rangkaian pulse generator, dan dihubungkan dengan rangkaian pengatur durasi stimulus. Beberapa rangkaian ini dibentuk dalam 1 PCB sistem stimulato. Gambar PCB tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Pengujian diujicobakan pada subyek manusia normal dan pengujian menunjukkan hasil yang telah sesuai dengan spesifikasi yang diminta (Hendi Wicaksono, 2009).
Mikrokontroler
Tegangan DC 5V
Boost Converter
Pengatur Durasi Stimulus
Pulse Generator 200 us, 20 Hz, 100 V
Pulse Generator 200 us, 20 Hz, 5 V
Gambar 5: Diagram Blok Stimulator FES.
Gambar 6: PCB Rangkaian FES Stimulator.
Gambar 7: Pemasangan Elektroda pada Subyek Normal.
Elektroda
Gambar 8: Diagram Blok Sistem.
Gambar 9: Fuzzy T2 Tes ke-1.
Proses rehabilitasi kemampuan kontraksi otot lower limb menggunakan FES stimulator dengan metode kontrol Fuzzy Type 2. Sekilas saja tentang fuzzy type 2, fuzzy type 2 merupakan metode kontrol yang mempunyai tingkat ketidakpresisian dan ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan kontrol fuzzy type 1 atau fuzzy biasa. Fuzzy type 2 merupakan solusi yang tepat untuk sistem-sistem dengan tingkat ketidaklinearan tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian sebelumnya yang menggunakan fuzzy type 2 diperoleh evaluasi performansi yang lebih baik dibandingkan penelitian yang menggunakan kontrol fuzzy biasa (Hendi Wicaksono, 2009). Diagram closed loop system dapat dilihat pada Gambar 8. Berikut pada Gambar 9 tampilan GUI dari komputer monitor menggunakan sistem kontrol fuzzy type 2. Untuk tahapan akhir, diperlukan kerjasama dengan industri untuk memperbanyak dan memasarkan biomedikal produk ke rumah sakit-rumah sakit yang mempunyai fasilitas fisioterapi. Hal ini yang belum dilakukan mengingat kurang tertariknya industri Indonesia untuk produk semacam ini.
4. Kesimpulan Semua penelitian harus memenuhi semua tahapan desain dan pengembangan produk, mulai dari tahapan awal hingga tahapan mass produk. Desain produk FES stimulator sudah dapat memnuhi tujuan utama untuk merehabilitasi kemampuan kontraksi otot lower limb. Dan dalam perkembangan ke depan diperlukan kerjasama terhadap industri untuk menjadi mass production. Hanya saja kemungkinan pada tahap akhir sulit direalisasikan dikarenakan kurang bergairahnya industri di Indonesia. 5. Referensi [1] H. Wicaksono, A. Arifin, “Fuzzy Controller Type 2 Berbasis Metode Cycle-to-Cycle untuk Restorasi Swing Gait Phase dengan Functional Electrical Stimulation”. Magister Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2009. [2] H. Wicaksono, “Fuzzy Type 2 untuk Rehabilitasi Swing Phase Gait berbasis Metode Cycle-to-Cycle”. Seminar Nasional MIPANet 2009, MIPA Universitas Indonesia, Bali, 2009. [3] J.A. Wesselingh, et. All, “Design and Development of Biological, Chemical, Food, and Pharmaceutical Products,” Wiley, 2007. [4] Arifin, Achmad, “A Computer Simulation Study on the Cycle-to-Cycle Control Method of Hemiplegic Gait Induced by Functional Electrical Stimulation,” A Doctoral Dissertation, Japan: Tohoku University, 2005. [5] Arifin, Achmad, Watanebe, Takashi, Hoshimiya, Nozomu, “Computer Simulation Test of Fuzzy Controller for the Cycle-to-Cycle Control of Knee Joint Movements of Swing Phase of FES Gait,” IEICE Trans.Information and Systems, vol E88-D, No.7, pp.1763-1766, 2005.