Bintang Pembuka Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang.
Kepada orang-orang yang belum pernah merasakan nikmatnya menatap bintang dari hamparan lembah.
Kepada persahabatan.
orang-orang
yang
Kupersembahkan cerita menjawabnya melalui daya imaji.
belum
fiksi
mengerti
sederhana
ini.
arti
Yang
kesetiaan
dan
mungkin
akan
Terima kasih untuk rasi bintang biduk, bintang kejora, dan berjuta-juta rasi bintang lainnya yang tak bisa kusebutkan satu persatu. Tanpa kalian, rasi bintang layang-layang akan kesepian di angkasa.
Bab 1 Andy Wilson Perkenalkan, nama ku Andy Wilson. Kedua orang teman ku di Ambryleen biasa memanggilku Andy, atau mengolok-olok ku dengan sebutan A&W (Andy Wilson), sebuah restoran cepat saji di Amerika. Aku tinggal di sebuah kota terpencil di pinggiran Amerika. Meski hanya kota kecil, tapi namanya cukup keren, kota Ambryleen. Terletak di sebelah barat dari kota Tryleen, kota tempat ku tinggal hanya berselimutkan padang rumput bercampur pasir di sekelilingnya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah jalan aspal panjang bagai tak berujung. Kau dapat melihat hamparan padang yang luas, dengan bukit-bukit yang terlihat samar dipangkalnya. Populasi di Kota Ambryleen terbilang kecil, aku hampir bisa mengenali setiap orang yang tinggal di sini. Jarak antara tiap-tiap rumah hingga berkilo-kilometer jauhnya. Beruntung, rumah ku dengan Jack dan Anna tidaklah begitu jauh, hanya terpaut sekitar 2 kilometer. Ya, Jack dan Anna adalah teman ku. Kami pelajar tingkat akhir di SMU Ambryleen. Aku kenal mereka sejak kecil, hingga kini aku berusia 17 tahun. Layaknya anak-anak lain, masa kecil kami dilalui dengan bermain bersama. Kami biasa bermain kejar-kejaran di bukit, atau tidur terlentang di atap rumah ku, sekedar menatap bintang malam dan bermimpi. “Tuhan memang adil. Tempat tinggal kita memang terpencil, tetapi bintang selalu datang tiap malam di langit Ambryleen. Ya, bintang yang sama seperti yang terlihat di seluruh dunia,” Jack kecil pernah berkata seperti itu, sekedar menyemangati dirinya dan kedua orang temannya (aku dan Anna), mengingat tempat tinggal kami yang bagai terisolasi. Asal kalian tahu, aku, Jack dan Anna sangat mengagumi bintang. Bagi kami bintang akan selalu indah untuk dipandangi. Karena layaknya matahari, bintang memiliki cahayanya sendiri. Jadi, tidak ada alasan bagi bintang untuk berhenti bersinar dan memberikan keindahan bagi alam semesta.
Siang itu, matahari mulai menyembul keluar dari balik bukit yang masih saja terlihat samar di kejauhan. Aku terbangun oleh suara bising blender ibu.
Suara blender selalu menjadi pertanda aku harus bangun dan membantu ibu ku Nyonya Grace Wilson, untuk membuka mini market kecil milik kami. Sebelum berangkat ke sekolah, ritual membantu ibu di mini market menjadi tugas ku hari-hari. Maklum, aku anak yatim. Sepeninggal mendiang ayah ku George Wilson lima tahun lalu, segala kebutuhan harian kami di topang sendiri oleh ibu, melalui mini market. Maka, sudah menjadi kewajiban aku sebagai anak tunggal untuk membantu ibu. Meski kecil, tapi mini market ibu sering menjadi tempat singgah para pelancong yang ingin berpergian ke Kota Tryleen. Kebanyakan, orang-orang yang ingin menuju ke Tryleen memang melewati Ambryleen. Dan setahu ku hanya ada 3 mini market di Ambryleen, dan mini market ibu salah satunya. Orang-orang yang datang ke mini market ibu kerap berkata, “Wow, saya sudah sering pergi ke mini market, tapi mini market anda sungguh berbeda, saya bagai menemukan sungai di padang pasir. Anda tahu, tanpa mini market anda, saya pasti sudah menderita kehabisan bahan makanan sebelum sampai di Tryleen.” Jika sudah begitu ibu pasti tersenyum dan berkata, “Ya, anda sebaiknya berhati-hati dengan stok bahan makanan jika hendak pergi ke Tryleen lewat sini, di Ambryleen ini hanya terdapat 3 mini market kecil. Sebaiknya anda menyiapkan perbekalan yang cukup, kota Tryleen masih 85 kilometer lagi dari sini.” Letak mini market ibu sendiri tepat berada di pinggir jalan aspal menuju Tryleen. Menyatu di belakang mini market, adalah tempat kami tinggal. Ibu tidak pernah peduli dengan keuntungan yang diperolehnya dari mini market. Baginya, jika kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi, maka itu sudah lebih dari cukup. Tapi walaupun begitu, kami tetap berusaha meningkatkan pendapatan dari mini market. Pada akhir bulan, kami biasa pergi ke Tryleen sebulan sekali menggunakan truk peninggalan ayah, untuk membeli bahan-bahan keperluan mini market. Truk pick up Chevrolet tua warna merah.
Meski kendaraan tua, tapi truk tersebut sangat kuat dan tangguh, bahkan salju di musim dingin pun tak mampu menghalanginya menyusuri jalan.
“Hai nyonya Grace, pagi yang cerah ya. Apakah Andy telah siap?” tanya Jack kepada ibu. Seperti biasa, Jack dan Anna selalu menjemput ku untuk bersama-sama berangkat ke sekolah. Berbekal mobil sedan Mustang hitam kepunyaan ayahnya, rutinitas Jack setiap pagi di mulai dengan menjemput Anna dan aku. “Hai Jack, halo Anna, mari masuk,” jawab ibu. ”Aku harap hari ini angin tidak meniup debu terlalu kencang, karena Andy sedang ku suruh membersihkan kaca jendela di belakang.”
“Hai Andy!! Mengapa tidak kau jilati saja jendela itu sekalian, aku rasa kau terlalu bersemangat membersihkannya,” Anna mengagetkan ku dari belakang. “Oh, hai Anna, hai Jack, aku rasa boleh kan sesekali ku bersihkan jendela ku? Lagi pula, percuma saja aku punya jendela jika tidak bisa melihat keluar akibat tertutup debu yang bersarang,” kata ku pagi itu.
Biar aku ceritakan sedikit mengenai dua orang sahabat ku ini. Anna, dia berperawakan kurus. Rambutnya yang pirang dikuncir kuda membuatnya terlihat sangat cantik. Ditambah dengan kulitnya yang putih agak kekuning-kuningan, serta dua buah bola mata berwarna coklat, ya, tentu saja dia anak yang cantik. Anna tinggal bersama kedua orang tuanya, tuan Robert dan nyonya Lindsay. Kakak lelaki Anna, Richard, bekerja sebagai karyawan perusahaan telekomunikasi di Amerika Selatan. Richard hanya pulang lima bulan sekali, karena tuntutan pekerjaan. Sementara Jack, dia anak lelaki bertubuh besar yang selalu menggunakan celana kargo. Rambut Jack dipotong cepak ala tentara, tak jarang, dengan rupa seperti itu, Jack mampu menakuti adik-adik kelas di sekolah kami. Padahal sebenarnya hati Jack sangat baik, jauh dari penampilannya. Tidak seperti Anna, Jack merupakan anak tunggal. Dia tinggal bersama sang ayah, tuan Gilbert disebuah rumah tua, 10 kilometer dari rumah ku. Ayah dan ibu Jack berpisah sewaktu Jack masih kecil. Sejak perpisahan tersebut, Jack tidak pernah lagi bertemu dengan ibunya. Jack sangat menyayangi Anna, terlihat dari caranya memandang Anna pada setiap kali kesempatan. Pernah beberapa kali aku pergoki, Jack sedang memandangi Anna, lama, sambil tersenyum.
Anna sudah bagaikan adik bagi Jack, walaupun aku tahu bahwa keduanya sebenarnya saling mencintai. Entah mengapa mereka tak pernah meresmikan hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih. Pernah waktu itu Anna terperosok ke dalam lubang pasir hisap. Jack langsung menerjang masuk ke pasir hisap itu berusaha menolong Anna. Namun setelah Anna tertolong, malah Jack yang gantian terhisap pasir, lucu memang. Di mata ku keduanya sudah bagaikan sepasang soulmate, dimana ada Jack di situ ada Anna, begitu pula sebaliknya. Dan satu hal yang membuatku sangat bahagia yaitu, mereka berdua adalah sahabat ku. Lalu bagaimana dengan ku? Kalian pasti bertanya-tanya mengenai sosok ku bukan? Aku ini seperti anak-anak Amerika lainnya, rambut ku lurus berwarna coklat kehitam-hitaman. Badan ku jauh lebih kurus, bila dibandingkan dengan Jack. Rumah ku selalu menjadi tempat berkumpul antara aku, Jack dan Anna. Selain karena rumah ku yang lebih luas karena adanya mini market, atap rumahku juga agak datar sehingga bisa dijadikan tempat menatap bintang. Dan bicara soal sekolah, bulan depan kami bertiga akan lulus dari SMU. Selepas lulus, Jack dan Anna berencana meneruskan kuliah di Amerika Selatan, mereka akan menetap bersama dengan Richard, kakak Anna. Fakta itu jelas membuat ku sangat sedih. Sebenarnya aku ingin ikut kuliah di Amerika Selatan, tapi aku tak mungkin meninggalkan Ibu sendiri di Ambryleen. Walaupun ibu sebenarnya telah mengijinkan ku pergi kuliah ke Amerika Selatan, bersama Jack dan Anna. Jack dan Anna juga merujuk ku ikut kuliah disana selepas lulus dari SMU nanti. Tapi aku tak bisa meninggalkan ibu sendiri disini pikirku, hal itu juga lah yang aku janjikan kepada ayah sebelum dia meninggal dunia. Aku berjanji kepada ayah untuk selalu menjaga ibu.