BIMBINGAN MENTAL PADA PASIEN CACAT FISIK KORBAN KECELAKAAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Sosial Islam
OLEH: ISTIQOMAH NIM: 05220002
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009
ABSTRAKSI
Judul penelitian ini adalah Bimbingan Mental Pada Pasien Cacat Fisik Korban Kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan bersifat deskriptif analitik, yaitu menggambarkan realitas yang ada di lapangan untuk kemudian di analisis. Subyek dalam penelitian ini adalah rohaniawan, perawat dan pasien cacat fisik korban kecelakaan, sedangkan obyek penelitiannya dalah pelaksanaan bimbingan mental yang dilakukan oleh rohaniawan pada pasien cacat fisik korban kecelakaan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan untuk mengetahui peran bimbingan mental sebagai upaya perawatan pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggambarkan serta memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan dan dari makna tersebut ditarik kesimpulan. Pasien cacat fisik korban kecelakaan adalah pasien yang dirawat di rumah sakit yang disebabkan kecelakaan. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah rumah sakit yang menangani pasien melalui dua cara, yaitu menangani pasien dari segi fisik dan menangani pasien dari segi psikis (mental). Untuk dapat memberikan bimbingan mental, petugas Bina Rohani Islam menggunakan dua metode, yaitu metode langsung (face to face) dan metode tak langsung (melalui siaran radio, TV dan buku /selebaran). Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua pasien yang dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta diperlakukan sama, baik dari segi perawatannya maupun dari segi bimbingannya, tidak ada penanganan yang khusus. Hanya saja bagi pasien cacat fisik korban kecelakaan diberi motivasi yang lebih supaya pasien tersebut bisa bersikap sabar dan tawakkal dalam menghadapi cobaan, sehingga pasien tersebut nantinya dapat menjalani kehidupannya tanpa ada beban mental.
Kata kunci: Bimbingan Mental dan Pasien Cacat Fisik Korban Kecelakaan
v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Istiqomah
NIM
: 05220002
Jurusan
: Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Fakultas
: Dakwah
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini (tidak terdapat karya yang di ajukan untuk memeperoleh gelar sarjana perguruan tinggi dan skripsi saya ini) adalah asli hasil karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari hasil karya orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang di rujuk.
ii
iii
iv
MOTTO
ÉÏô±o„ uθßγsù àMôÊÌtΒ #sŒÎ)uρ
“Dan bila aku sakit Dialah (Allah) yang menyembuhkan”. (Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 80).
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Almamater UIN UIN Sunan Kalijaga Kalijaga Yogyakarta Orangtua tercinta yang selalu mendo’akanku KakakKakak-kakakku tersayang yang selalu memberikan dukungan Teman Teman-temanku yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi ini Terima kasih semua…………..
vii
KATA PENGANTAR
ﻼﹶ ﹸﺓ ﺍﻟﺼ ﻭ،ِﻳﻦﺍﻟﺪﺎ ﻭﻴﻧﺭِ ﺍﻟﺪﻮﻠﹶﻰ ﺃﹸﻣ ﻋﻦﻌِﻴﺘﺴﺑِﻪِ ﻧ ﻭ،ﻦﺎﻟﹶﻤِﻴ ﺍﻟﹾﻌﺏ ِﷲِ ﺭﺪﻤﺍﹶﻟﹾﺤ .ﺪﻌﺎ ﺑ ﺃﹶﻣ.ﻦﻌِﻴﻤﺒِﻪِ ﺃﹶﺟﺤﻭﺻ ِﻠﹶﻰ ﺍٰﻟِﻪ ﻋ ﻭﻦﻠِﻴﺳﺮﺍﻟﹾﻤﺎﺀِ ﻭﺒِﻴﻑِ ﺍﹾﻷَﻧﺮﻠﹶﻰ ﺃﹶﺷ ﻋﻼﹶﻡﺍﻟﺴﻭ Alhamdulillah segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir dapat terselesaikan. Shalawat serta Salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, pembawa perubahan dan cahaya tumpuan harapan pemberi syafa’at di Yaumul Akhir nanti. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terimakasih atas segala bantuan dan dukungan tersebut. Hanya Allahlah yang dapat membalas segala kebaikan tersebut dengan balasan yang berlipat ganda. Ucapan terima kasih yang sebasar-besarnya disampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H.M. Bahri Ghazali, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah 2. Bapak Nailul Falah, S.Ag., M.Si., selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam sekaligus pembimbing skripsi. 3. Bapak Slamet, S.Ag., M.Si., selaku Pembimbing Akademik.
viii
4. Segenap dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah mengikhlaskan ilmunya untuk penulis selama mengikuti perkuliahan. 5. Segenap karyawan di Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. dr.
H.M.
Iqbal,
Sp.P.D.,
M.Kes.,
selaku
Pemimpin
RS
PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. 7. Bapak Nursikin, S.Ag., M Si. dan Ibu Hj. Djohariyah, selaku petugas Bina Rohani Islam di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 8. Kedua orang tuaku tercinta yang senantiasa mendo’akan penuh keikhlasan dan kasih sayang dan berharap agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses di dunia dan akhirat. 9. Kakak-kakakku tersayang yang selalu memberikan dukungan baik yang berupa spiritual maupun material. 10. Teman-teman BPI angkatan “2005” dan teman-teman di Asrama 91 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis berdo’a semoga Allah SWT memberikan rahmat, inayah dan hidayah-Nya kepada semuanya dan semoga amal dan ibadahnya diterima dan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga pembahasan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Yogyakarta, 27 Juli 2009 Penulis,
Istiqomah 05220002
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN……………………….......................
.iii
ABSTRAKSI................................................................................................
iv
MOTTO .......................................................................................................
v
PERSEMBAHAN.........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Penegasan Judul ..........................................................................
1
B. Latar Belakang Masalah ..............................................................
3
C. Rumusan Masalah .......................................................................
7
D. Tujuan Penelitian.........................................................................
7
E. Kegunaan Penelitian ....................................................................
7
F. Telaah Pustaka ............................................................................
8
G. Kerangka Teori............................................................................
10
1. Bimbingan Mental .................................................................
10
2. Unsur-unsur Bimbingan Mental .............................................
13
3. Metode dan Teknik Bimbingan Mental ..................................
17
4. Hasil-Hasil Penelitian
Tentang “Pengaruh
Bimbingan
Mental Terhadap Kesembuhan Pasien” ..................................
x
18
BAB
5. Perawatan Pasien ...................................................................
20
6. Bimbingan Pada Pasien..........................................................
23
7. Peran Bimbingan Mental Dalam Perawatan Pasien ................
24
8. Dampak Kecelakaan Terhadap Trauma Psikis........................
27
H. Metode Penelitian........................................................................
27
1. Metode Penentuan Subyek dan Obyek ...................................
28
2. Metode Pengumpulan Data ....................................................
29
3. Metode Analisis Data.............................................................
31
II
GAMBARAN
UMUM
RS
PKU
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTYA............................................................................
33
A. Letak Geografis ...........................................................................
33
B. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya.........................................
33
C. Perkembangan Rumusan Falsafah, Motto, Visi, Misi dan Tujuan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta .........................................
35
D. Struktur Organisasi......................................................................
38
E. Cara Kerja dan Tugas Bina Rohani Islam ....................................
41
BAB III BIMBINGAN MENTAL DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ..............................................................................
47
A. Proses Bimbingan Mental Pada Pasien Cacat Fisik Korban Kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ..................
47
1. Bentuk Bimbingan Mental .....................................................
47
2. Materi Bimbingan Mental ......................................................
51
3. Metode Bimbingan Mental ....................................................
60
xi
4. Sarana/Media Bimbingan Mental...........................................
66
B. Peran Bimbingan Mental Sebagai Upaya Perawatan Pasien Cacat Fisik Korban Kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ..................................................................................
67
1. Bimbingan Mental Sebagai Upaya Penguatan Mental dan Motivasi Penyembuhan Pasien...............................................
67
2. Bimbingan Mental Sebagai Pelayanan Kebutuhan Spiritual ...
69
3. Bimbingan Mental Sebagai Tempat Konsultasi Agama..........
70
BAB IV PENUTUP .....................................................................................
73
A. Kesimpulan .................................................................................
74
B. Saran-saran..................................................................................
75
C. Penutup .......................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami skripsi yang berjudul “BIMBINGAN MENTAL PADA PASIEN CACAT FISIK KORBAN
KECELAKAAN
DI
RS
PKU
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA”, maka penulis memandang perlu memberi penegasan terhadap istilah-istilah yang ada dalam judul skripsi di atas, yaitu: 1. Bimbingan Mental Bimbingan adalah pemberian bantuan kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, realisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam mencapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri yang lebih baik dengan lingkungan.1 Mental adalah rohani atau kerohanian.2 Sedangkan menurut Zakiah Darajat ialah: “Semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya”. 3
1
M. Sastra Pradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1978), hlm. 65. 2 Ibid., hlm. 316. 3 Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 35.
1
2
Dengan demikian, bimbingan mental adalah “pemberian bantuan kepada pasien yang mengalami kesulitan baik lahiriah, maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan masa datang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental, agar pasien (orang) yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dan kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhan”. 2. Pasien Cacat Fisik Korban Kecelakaan Pasien adalah manusia dengan segenap aspeknya (fisik, psikis, sosial). Dia mempunyai kebutuhan yang amat mendalam yakni ingin sembuh dengan biaya yang terjangkau. Pelayanan yang baik terhadap kesehatannya merupakan kebutuhan kejiwaan yang mendalam dan bukan semata kebutuhan fisik.4 Sedangkan pasien cacat fisik korban kecelakaan adalah: “pasien yang mengalami kecacatan pada fisiknya karena kecelakaan, baik itu kecelakaan lalu lintas ataupun kecelakaan lain yang menyebabkan anggota tubuh menjadi cacat, sehingga pasien perlu untuk dirawat dan memerlukan perawatan dari tim medis. Cacat fisik yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu cacat fisik berupa patah tulang”. 3. RS PKU Muhammadiyah RS PKU Muhammadiyah merupakan singkatan dari Rumah Sakit Pembinaan Kesejahteraan Umat Muhammadiyah, merupakan suatu 4
Sofyan S. Wilis, Konseling Individual Teori dan Praktik, (Bandung: CV. Alfabeta, 2004), hlm. 3.
3
lembaga yang dikelola oleh organisasi atau yayasan Muhammadiyah yang bergerak di bidang kesehatan atau pelayanan kesehatan, yang berlokasi di Jl. K. H. Ahmad Dahlan No. 20 Yogyakarta. Pelayanan kesehatan, yang diberikan tidak hanya pada satu penyakit tertentu saja, akan tetapi juga memberikan pertolongan pada segala penyakit dan juga memberikan pertolongan pada korban kecelakaan. Dari ungkapan-ungkapan operasional di atas dapat ditegaskan bahwa maksud judul skripsi ini adalah suatu proses pemberian bantuan mental dan bantuan spiritual, merupakan penunjang upaya perawatan medis terhadap pasien yang mengalami kecacatan fisik karena kecelakaan sehingga perlu menginap dan dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pemberian bantuan kejiwaan ini dilakukan dengan tujuan agar pasien senantiasa mengikuti petunjuk agama yang disyari’atkan oleh Allah SWT.
B. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya selalu menginginkan dirinya sehat, baik itu sehat jasmani maupun sehat rohani. Maka dari itu Allah SWT telah menurunkan al-Qur'an yang di dalamnya terdapat petunjuk-petunjuk tentang pengobatan terhadap penyakit khususnya penyakit psikis atau penyakit mental. Adapun rujukan-rujukan dari ayat-ayat al-Qur'an, di antaranya konsep-konsep terapi gangguan mental tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 153:
4
tÎÉ9≈¢Á9$# yìtΒ ©!$# ¨βÎ) 4 Íο4θn=¢Á9$#uρ Îö9¢Á9$$Î/ (#θãΨ‹ÏètGó™$# (#θãΖtΒ#u zƒÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ ”Wahai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.5 Oleh sebab itu, orang-orang muslim harus senantiasa untuk berpegang teguh pada kitab-Nya dalam segala urusannya, termasuk apabila dia menderita sakit dan mendapat ujian, karena Allah telah memberikan segala petunjukNya, yaitu sesuai dengan ayat di atas yang mengandung makna bahwa hanya kepada Allah SWT kita minta pertolongan karena semua ujian dan cobaan itu datang dari-Nya, maka sudah sepantasnya kita serahkan semuanya kepada Allah SWT. Orang yang mengalami kecelakaan terkadang dihadapkan pada perasaan
ketidakpastian
mengenai
keadaannya.
Apalagi
setelah
dia
mengetahui keadaan fisiknya yang tidak sesuai dengan harapannya, keadaan seperti ini bisa menyebabkan depresi sebab dia sendiri belum siap secara mental menerima keadaannya. Karena pada dasarnya cacat fisik karena kecelakaan merupakan sumber stres yang menimbulkan depresi.6 Pasien yang mempunyai kondisi demikian sangat memerlukan bantuan, tidak hanya bantuan fisik akan tetapi juga bantuan non fisik, yang berupa bimbingan mental yang dapat menimbulkan rasa optimis. Dalam menghadapi cobaan dari Allah SWT, proses pemberian bimbingan mental memerlukan kesabaran dan rasa keikhlasan yang tulus sebagai upaya 5
Al-Qur'an dan Teremahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2005, hlm. 18. Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur'an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT. Dana Bhakti Primayara, 1996), hlm. 47. 6
5
mempercepat kesembuhan karena pasien mempunyai harapan yang tinggi berkat dorongan dari pembimbing.7 Dalam memberikan bimbingan terhadap pasien yang mengalami cacat fisik karena kecelakaan tidak hanya dipandang dari segi fisik saja, melainkan perlu juga diperhatikan kebutuhan pasien tersebut. Dari sisi spiritual (keagaman)nya. Memberikan bimbingan dari sudut keagamaan dapat dianjurkan mengingat bahwa sebagian besar pasien-pasien (penduduk) Indonesia beragama. Dalam agama Islam misalnya dapat ditemukan ayat-ayat suci al-Qur'an, hadis Nabi, dan pemikiran-pemikiran Islam yang mengandung tuntunan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia bebas dari rasa cemas, tegang, depresi dan lain sebagainya. Demikian pula dapat ditemukan dalam do’a-do’a yang intinya memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan, dan keselamatan di dunia maupun di akhirat.8 Dari segi psikologi kedokteran, seorang pasien korban kecelakaan akan mengalami kegelisahan, bersedih, murung, depresi apabila dia tidak bisa menerima dirinya. Di samping itu, pengaruh dari obat-obatan juga sangat mungkin memperkuat masalah depresi ini, sebab pengguna obat dalam dosis tinggi dan dalam jangka panjang akan menyebabkan depresi. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tiada gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa, dan sebagainya.9
7
Sofyan S. Wilis, Op. Cit., hlm. 3. Dadang Hawari, Psikiater, Op. Cit., hlm. 68. 9 Ibid., hlm. 54. 8
6
Lebih lagi dampak dari depresi ini adalah timbul sikap keagamaan yang menyimpang. Di mana pasien di dalam menghadapi musibah tidak dilandasi rasa ikhlas melainkan kemudian berbalik berburuk sangka kepada Allah SWT, bahkan bisa membawa ke arah kemusyrikan. Melihat pengaruh yang erat antara psikis dan fisik, maka kemudian menjadi penting bagi seorang pasien tidak hanya mendapat terapi fisik saja, tetapi juga diperlukan terapi psikis, khususnya bagi pasien cacat fisik, karena pasien tersebut membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya. Namun di beberapa rumah sakit tertentu pasien tidak mendapatkan perhatian pihak pengelola ataupun dokter yang bertugas. Mereka lebih mengandalkan peralatan teknologi modern dan mengabaikan sisi psikologi pasien. Walaupun mereka menyadari faktor kestabilan mental berpengaruh pada kondisi pasien dan juga proses penyembuhan. Dalam sebuah rumah sakit yang dikelola oleh yayasan Islam tentunya menjadi suatu keharusan bagi lembaga ini untuk memperhatikan faktor psikologi pasien cacat fisik. Karena hal inipun telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memberi bimbingan terhadap orang sakit agar senantiasa dekat dengan Allah SWT. Dengan demikian bimbingan mental keagamaan dari sebuah rumah sakit yang membawa bendera Islam, seperti RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dibutuhkan membantu pasien yang beragama Islam untuk mendapatkan bantuan pelayanan baik secara fisik-medis maupun bimbingan rohani/psikis, sehingga pasien selama perawatan di rumah sakit maupun
7
setelah sembuh tetap beriman kepada Allah SWT, bertambah sabar dan kuat mentalnya dalam menghadapi cobaan Allah SWT.
C. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis kemukakan rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana proses bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 2. Bagaimana peran bimbingan mental sebagai upaya perawatan pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, penulis dapat menetapkan tujuan penelitian, yaitu: 1. Mendeskripsikan proses bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2. Mendeskripsikan peran bimbingan mental sebagai upaya perawatan pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
E. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Diharapkan
dapat
memberikan
masukan
tentang
keilmuan
bimbingan dan penyuluhan terhadap Fakultas Dakwah, khususnya di bidang bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan.
8
2. Secara Praktis Sebagai acuan praktis terhadap para konselor atau pembimbing dalam hal bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan.
F. Telaah Pustaka Dalam penelitian ini penulis juga melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis teliti, diantaranya penelitian: 1. Skripsi Siti Munawarah yang berjudul “Peran Bimbingan Rohani Islam Sebagai Upaya Perawatan Pasien di RSU PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen” tahun 2002.10 Dalam skripsi tersebut dikupas tentang peran bimbingan rohani Islam yang dilakukan di RSU PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen dalam merawat pasiennya. Dalam tulisan ini mengulas tentang proses bimbingan rohani Islam, sebagai upaya perawatan pasien. Metode-metode bimbingan rohani Islam serta pengaruh bimbingan rohani terhadap kesembuhan pasien. 2. Skripsi Mundir, yang berjudul “Bimbingan Mental Siswa Delinkuen oleh Guru BK di Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II” tahun 2005.11 Dalam karya ini dituliskan tentang jenis perilaku Delinkuen yang terjadi pada siswanya, faktor penyebab terjadi perilaku Delinkuen, dalam 10
Siti Munawaroh, Peran Bimbingan Rohani Islam Sebagai Upaya Perawatan Pasien di RSU PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen, Skripsi UIN Sunan Kali Jaga Fakultas Dakwah, tahun 2002. 11 Mundir, Bimbingan Mental Siswa Delinkuen oleh Guru BK di Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II, Skripsi UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta fakultas Dakwah, tahun 2005.
9
skripsi ini juga dikupas tentang metode yang digunakan oleh Guru BK dalam pelaksanaan bimbingan mental. 3. Skripsi Jumiati yang berjudul ” Studi Komperatif Pelaksanaan Bimbingan Rohani Terhadap Pasien di RS PKU Muhammadiyah dan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta”. Tahun 2002. Dalam skripsi tersebut mengulas tentang pelaksanaan bimbingan rohani di RS PKU muhammadiyah dan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta serta tentang bagaimana tingkat keberhasilan pelaksanaan bimbingan rohaninya.12 Melihat gambaran dari skripsi di atas dapat diketahui bahwa subjek penelitiannya adalah pasien rawat inap dan para siswa delinkuen. Adapun skripsi yang penulis susun adalah meneliti dan menganalisis proses bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan dan peran bimbingan mental sebagai upaya perawatan pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun perbedaan antara skripsi-skripsi di atas dengan skripsi yang penulis susun yaitu, dalam skripsi Siti Munawarah mengupas tentang proses bimbingan rohani Islam pada pasien rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen. Sedangkan dalam skripsi ini penulis mengupas tentang proses bimbingan mental pada pasien cacat fisik korban kecelakaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan dalam skripsi Mundir meneliti tentang bimbingan mental terhadap siswa 12
Jumiati, Studi Komparatif Pelaksanaan Bimbingan Rohani di RS PKU Muhammadiyah dan di Rumah Sakit panti Rapih Yogyakarta, Skripsi UIN Sunan Kali Jaga Yogykarta Fakulyas Dakwah, tahun 2002.
10
delinkuen. Pada skripsi Jumiati meneliti tentang tingkat keberhasilan bimbingan rohani di RS PKU Muhammadiyah dan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
G. Kerangka Teori 1. Bimbingan Mental Bimbingan adalah pemberian bantuan kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, realisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam mencapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri yang lebih baik dengan lingkungan.13 Mental adalah rohani, kerohanian.14 Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pribadi, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.15 Jadi dapat diketahui bahwa mental adalah suatu hal yang abstrak yang tidak bisa dilihat secara langsung, namun mental dapat dilihat dari gejala-gejala yang tampak dari tingkah laku seseorang dan cara pandangnya dalam kehidupan sehari-hari.
13
M. Sastra Pradja, Op. Cit., hlm. 65. Ibid., hlm. 316. 15 Zakiah Darajat, Op. Cit., hlm. 35. 14
11
Sedangkan bimbingan mental adalah bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dan kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhannya. Oleh karena itu, sasaran bimbingan mental adalah membangkitkan daya rohaniah pasien melalui iman dan taqwanya kepada Allah SWT untuk mengatasi segala kesulitan hidup yang dialaminya. Jadi iman dan taqwanya dibangkitkan sedemikian rupa sehingga dapat menjadi tenaga pendorong terhadap kemampuan dirinya untuk mengatasi segala kesulitan hidup yang dihadapi sehingga tegaklah kesabarannya sebagai pribadi yang harus mengarungi kehidupan nyata atau masyarakat dan sekitarnya. Dapat kita lihat beberapa orang yang cenderung berputus asa dalam menghadapi kesulitan hidup yang dialaminya atau yang mengalami penderitaan hidup membawa lembah kenistaan dan kealpaan sehingga merugikan dirinya sendiri dan bahkan sering merugikan orang lain dalam masyarakat. Peranan iman dan takwa manusia kepada Allah, dalam kegelapan hidup manusia pada hakikatnya adalah sebagai “sinar terang” yang dapat membangkitkan semangat optimisme manusia dalam segala cuaca kehidupan. Bilamana nilai-nilainya dapat diaktualisasikan (dibangkitkan)
12
secara tepat dan terarah kepada penyadaran harkat pribadinya, oleh karena iman dan taqwa dalam pribadi manusia mengandung “tenaga rohaniah” yang bercirikan sebagai berikut: a. Iman merupakan potensi rohaniah (mental) manusia yang menjalin hubungan erat dengan Tuhan yang dijadikan sumber tenaga penggerak manusia itu sendiri. b. Iman merupakan pola keyakinan pribadi manusia yang melandasi gerak tingkah lakunya dalam segala iklim kehidupan dengan sikap optimisme bahwa Tuhan pasti akan membantu makhluk-Nya yang sungguh-sungguh dalam usahanya (ikhtiarnya). c. Iman merupakan sumber tenaga batin manusia yang dapat menjadi daya yang bernilai ”penghibur” bagi yang sedang dirundung duka nestapa, tapi sekaligus menjadi ”penyuluh” (obor) dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapinya. d. Bila dipadu dengan taqwa, maka iman menjadi daya kekuatan yang bersifat proteksi (melindungi) dari segala malapetaka yang mengancam hidupnya. Oleh karena iman dan taqwa itu sebenarnya merupakan perisai batin yang dapat menjauhkan manusia dari segala tingkah laku yang merugikan diri dan orang lain dalam masyarakat. e. Perpaduan iman dan taqwa dalam diri manusia adalah menjadi “kompas” yang dapat membawa manusia kepada usaha menyadari dan mendalami hidupnya yang hakiki sebagai anggota masyarakat.
13
Dengan iman dan taqwanya manusia terlepas dari penyakit mental dalam segala bentuknya, seperti putus asa, perasaan gagal (frustasi), perasaan menderita atau rasa terhukum, rasa terasing dari masyarakat serta perasaan negatif lainnya. Sehingga semua persoalan yang dihadapi di pandang sebagai cobaan yang mengandung hikmah baginya. Hidupnya selalu penuh dengan kesadaran dan harapan karena hubungan dengan Tuhannya selalu mendekatkan diri dengan-Nya dan timbul keyakinan bahwa pertolongan-Nya senantiasa siap untuk dianugerahkan kepada siapa saja yang dekat kepada-Nya.16 Manfaat pendekatan keagamaan atau psikoreligius di bidang pelayanan kesehatan jiwa oleh para pakar antara lain B. Larson dkk., dalam berbagai penelitiannya, menyimpulkan antara lain bahwa di dalam memadu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterlibatannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan jangan diabaikan begitu saja. 17 2. Unsur-Unsur Bimbingan Mental Dalam bimbingan mental terdapat unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur bimbingan mental tersebut antara lain: a. Subyek (pasien cacat fisik korban kecelakaan) adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan mental.
16
Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1982), hlm. 2-3. 17 Dadang Hawari, Psikiater, Op. Cit., hlm. 24.
14
Dalam pelaksanaan bimbingan seorang klien harus dipandang dari segi-segi: 1) Setiap individu adalah makhluk yang memiliki kemampuan dasar keagamaan yang mempunyai fitrah beragama dari Tuhan. 2) Setiap individu adalah pribadi yang berkembang secara dinamis dan memiliki corak watak dan kepribadian yang tak sama. 3) Setiap individu adalah pribadi yang masih berada dalam proses perkembangan yang peka terhadap segala perubahan. 18 b. Pembimbing (rohaniawan) adalah orang yang mempunyai kewenangan (kompetensi) untuk melaksanakan bimbingan mental. Adapun yang menjadi syarat mental psikologis bagi pembimbing dalam memberikan bimbingan mental menurut H.M. Arifin, yaitu: 1) Meyakini
akan
kebenaran
agamanya,
menghayati
dan
mengamalkan karena ia menjadi pembawa norma agama 2) Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik terhadap klien khususnya dan kepada orang yang berada di sekitarnya 3) Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti tinggi serta loyalitas terhadap tugas pekerjaan yang konsisten 4) Memiliki
kematangan
jiwa
dalam
bertindak,
menghdapi
permasalahan yang memerlukan pemecahan 5) Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap klien dan lingkungan sekitarnya
18
HM. Arifin, Op. Cit., hlm. 8.
15
6) Mempunyai keyakinan dan perasaan terikat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang harus ditegakkan terutama pada klien 7) Mempunyai keyakinan bahwa tiap klien memiliki kemampuan dasar yang baik dan dapat dibimbing menuju ke arah perlembagaan yang optimal 8) Memiliki rasa cinta yang mendalam dan meluas pada klien 9) Memiliki
ketangguhan,
kesabaran,
serta
keuletan
dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya 10) Memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap kebutuhan klien 11) Memiliki watak dan kepribadian yang familiar sehingga orang yang berada di sekitar suka bergaul dengannya 12) Memiliki jiwa yang progresif (suka maju) dalam kariernya dengan meningkatkan kemampuan melalui belajar tentang pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugasnya 13) Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh tidak berjiwa terpecahpecah pandangan yang teguh dan konsisten 14) Memiliki pengetahuan teknis termasuk metode tentang bimbingan mental serta mampu menerapkan dalam tugas. 19 c. Isi (materi) adalah berkaitan dengan kebutuhan individu yang sedang menghadapi masalah (subyek bimbingan) yang berupa kebutuhan jasmani dan rohani untuk memberikan bimbingan kepada pasien agar mempunyai ketabahan, kesabaran dan tawakal kepada Tuhan, sehingga
19
Ibid., hlm 26-27.
16
tidak ada rasa putus asa dalam menerima penyakit maupun cobaan. Sumber materi yang digunakan adalah dari ajaran agama Islam yang antara lain: 1) Aqidah Ajaran aqidah Islam berarti tentang pokok-pokok keimanan yang tercantum dalam institusi keimanan, yang mutlak dan mengikat sehingga harus diyakini, dinyatakan dan diwujudkan dalam perbuatan. Aqidah merupakan ajaran Islam yang digariskan pokokpokok ajarannya yang harus diimani dan dikenal dengan istilah rukun Islam. Manifestasi dari pada iman adalah perwujudan sikap, yaitu pasien dilatih bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi penderitaan dan menyerahkan semua persoalan yang dihadapinya kepada Allah (tawakal ‘alallah). Dengan demikian aqidah (keimanan) pasien tersebut akan bertambah kuat dan kokoh dalam menghadapi segala cobaan dan ujian yang diberikan Allah kepadanya. 2) Syari’ah Syari’ah adalah hukum-hukum yang telah dinyatakan dan ditetapkan oleh Allah SWT sebagai peraturan hidup manusia untuk diimani, diikuti dan dilaksanakan oleh manusia di dalam kehidupannya.
17
Adapun materi di bidang syari’ah dalam bimbingan mental adalah ibadah (shalat), berdzikir dan berdoa memohon kesabaran serta
kesembuhan
dan
juga
bacaan-bacaan
yang
berjiwa
keagamaan seperti membaca “basmalah” saat minum obat. 3) Akhlak Akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. Materi bimbingan mental yang berbentuk akhlak disini tentang
al-Qur'an,
al-Hadits
dan
kalam-kalam
hikmah.
Kesemuanya itu diberikan kepada pasien dengan harapan agar pasien dapat bersikap sabar dan tabah dalam menjalani cobaan. 20 3. Metode dan Teknik Bimbingan Mental Metode adalah cara-cara pendekatan masalah dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh subyek bimbingan (klien) menurut ajaran Islam.
21
Adapun teknik merupakan penerapan metode tersebut dalam
praktek. Metode dan teknik bimbingan mental secara garis besar dikelompokkan berdasarkan segi komunikasinya, yaitu: a. Metode langsung (komunikasi langsung) Metode individual, pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi
20
langsung
secara
individual
dengan
pihak
yang
Muhammad H. Baidale, Aqidah Islam, cet. ke-II, (Banding: PT. Al-Ma’arif, 1983),
hlm. 9. 21
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: LPPAI UII Press, 2001), hlm. 53.
18
dibimbingnya. Metode ini dapat dilakukan dengan teknik percakapan pribadi, yaitu pembimbing mendatangi pasien satu persatu. Pada metode langsung ini bimbingan mental terhadap pasien cacat fisik korban kecelakaan hanya bisa dilakukan beberapa orang pasien dalam satu ruangan. Di samping itu pada umumnya kondisi pasien sangat lemah dan tidak mungkin untuk berjalan. b. Metode tak langsung Metode ini dilakukan melalui media komunikasi massa. Metode ini dapat dilakukan secara individual maupun massal. 1) Metode individual a) Media surat menyurat b) Melalui telepon, dan sebagainya 2) Metode kelompok/massal a) Melalui papan bimbingan b) Melalui surat kabar/majalah c) Melalui brosur d) Melalui radio (media radio) e) Melalui televisi. 22 4. Hasil-hasil Penelitian tentang “Pengaruh Bimbingan Mental terhadap Kesembuhan Pasien” Adapun
pengaruh
pemberian
bimbingan
mental
terhadap
kesembuhan pasien telah menjadi bahan penelitian para dokter di berbagai
22
Ibid., hlm. 55.
19
negara. Hal ini dikaitkan dengan upaya penanggulangan stress pada para pasien yang berimbas pada perilaku ketaatan pasien terhadap upaya medis yang dilakukan. Salah satu bentuk stress yang dapat menimbulkan gangguan kejiwaan kecuali kecemasan adalah juga yang dinamakan depresi, baik kecemasan maupun depresi kedua-duanya mempunyai gejala-gejala gangguan
fungsi
dari
organ-organ
pernapasan,
peredaran
darah,
pencernaan, sexual dan lain sebagainya. Gejala fisik maupun psikis (kecemasan dan depresi) seringkali tumpang tindih, tidak ada satu batasan yang jelas, sehingga seseorang yang mengalami stress dapat diartikan bahwa orang itu memperlihatkan keluhan-keluhan fisik, kecemasan dan juga depresi.23 Penelitian ini terutama dipusatkan pada pengaruh dukungan sosial pada stress sebagai variable penengah dalam perilaku kesehatan dan hasil kesehatan. Seperti penelitian yang dilakukan Chomstock, G. W. dkk.. Sebagaimana termuat dalam Journal of Cronic Desevses, menyatakan bahwa bagi mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai dengan doa ternyata resiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50%, sementara kematian akibat emphysema (paruparu) lebih rendah 56% kematian akibat penyakit hati lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%.
23
Dadang Hawari, Psikiater, Op. Cit., hlm. 49.
20
Dari hasil penelitian ilmiah di atas, Relph Snyderman Rektor Fakultas Kedokteran Universitas Duke, menyatakan bahwa “Terapi medis saja tanpa disertai dengan do’a dan dzikir tidaklah lengkap; sedangkan do’a dan dzikir saja tanpa disertai terapi medis tidaklah efektif. Dalam ajaran agama Islam seseorang yang sedang menderita penyakit fisik maupun psikis (kejiwaan/mental) diwajibkan untuk berusaha berobat kepada ahlinya (dokter/psikiater) dan disertai dengan berdo’a dan berdzikir”.24 Di samping itu yang tidak kalah menarik adalah pernyataan Safarino, ia menyatakan bahwa dari 212 studi telah dilakukan oleh para ahli, ternyata 75% menyatakan bahwa komitmen agama (do’a) menunjukkan pengarahan positif pada pasien.25 5. Perawatan Pasien Pasien cacat fisik korban kecelakaan adalah pasien yang mengalami kecacatan pada fisiknya karena kecelakaan, baik itu kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan lain yang menyebabkan anggota tubuh menjadi cacat, sehingga pasien perlu untuk dirawat dan memerlukan perawatan dari tim medis. Cacat fisik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cacat fisik berupa patah tulang atau amputasi. Dalam perawatan tentunya perlu pengertian pembimbing terhadap pasien.
Sebaliknya
pasien
juga
mempermudah pelaksanaan perawatan. 24 25
Ibid., hlm. 40. Ibid., hlm. 478.
memberikan
keterangan
dan
21
Kemampuan bekerjasama dengan orang lain, khususnya dengan siapa ia bekerja merupakan kemampuan berharga, yang perlu dimiliki seseorang. Setiap orang yang mengabdikan diri perlu mempunyai kemampuan berinteraksi sosial yang tinggi derajatnya. Apakah seorang pembimbing dapat berhasil atau tidak, tergantung dari bagaimana ia memperkembangkan kemampuan berinteraksi dapat dilihat dari: dapat menyenangi orang lain dan disenangi orang lain. Sifat ini dapat diperoleh dan dikembangkan dalam kehidupan bersama dengan orang lain. Pembimbing
dan
pasien
sebagai
pribadi,
masing-masing
mempunyai kepribadian maka selalu perlu diingat bahwa: a. Seorang pasien yang mempunyai kepribadian merupakan suatu kesatuan yang berinteraksi, yang beraksi dengan penyakitnya, kesehatannya, tubunya, jiwanya dan emosinya dalam suatu kesatuan. b. Seorang pasien adalah seorang pribadi yang memiliki sistem penelitian, cita-cita, angan-angan, keinginan dan kebutuhan. Dengan pengetahuan mengenai pribadi pasien maka dalam hubungan pembimbing dengan pasien sebaiknya seorang pembimbing peka terhadap setiap perubahan, kecemasan dan ketakutan si pasien. Seorang pembimbing dalam menghadapi pasien, sebaiknya segera melihat wajah pasien yang memerah, atau memucat, denyut jantung yang menaik dan lain-lain.26
26
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perawatan, (Jakarta:: PT. BPK Gunung Muliah, 2008), hlm. 12-14.
22
Adakalanya pembimbing menghadapi pasien cacat jasmani, yakni pasien yang ada kekurangannya dalam kebutuhan misalnya patah tulang atau mungkin cacat tubuh seperti halnya cacat pada kaki atau tangan (amputasi).
Kekurangan
yang
mereka
rasakan,
mungkin
sudah
mempengaruhi kepribadian pasien itu sedemikian rupa, sehingga terlihat akibatnya pada kepribadian pasien yang cacat. Pasien yang cacat mudah bersikap emosional terhadap cacatnya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Karena itu seorang pembimbing dalam membimbing pasien yang cacat, perlu mengingat kemungkinan adanya keadaan atau sifat khusus yang perlu diperhatikan. Seorang pasien yang cacat biasanya lekas putus asa, apabilal ia menyadari bahwa pengobatan baginya tidak cepat membawa perbaikan yang diinginkannya. Mungkin ia akan menyalahkan dan tidak mau menunjukkan sikap kooperatif lagi. Dalam hal ini pembimbing perlu memperhatikan sikap penuh perhatian. Dalam
membimbing
dan
merawat
pasien
cacat
jangan
mengharapkan terjadinya keajaiban, akan tetapi juga tidak boleh terlalu menyerah pada nasib. Dalam membimbing pasien cacat, perlu pula membantu orang tuanya, agar orang tuanya dapat menerima kekurangan anaknya, di samping menyadarkan orang tuanya bahwa anaknya sama seperti yang lain, di luar cacatnya itu. Pengertian orang tua mengenai
23
anaknya, akan berpengaruh terhadap sikap anak (pasien) dalam memperlancar hubungan pembimbing dengan anak itu sendiri.27 6. Bimbingan Pada Pasien Sasaran utama bimbingan mental di rumah sakit adalah pada pasien yang beragama Islam dan butuh perawatan dengan cara menginap (rawat inap). Sasarannya secara umum adalah semua pasien muslim beserta keluarganya termasuk pengunjung yang membesuk. Dalam buku ”Tuntunan Rohani Agama Islam dalam Perawatan Orang Sakit”, yang disusun oleh Kementerian Kesehatan RI dijelaskan, bahwa orang sakit dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkatan penyakit yang dideritanya, yaitu: orang sakit ringan, orang sakit keras, dan orang yang dalam sakaratul maut. Selanjutnya dijelaskan, bahwa kewajiban memberikan tuntunan rohani sebagai perawatan terhadap pasien cacat fisik ringan adalah: a. Menganjurkan, memperingatkan dan memberikan kesempatan kepada si sakit supaya senantiasa ingat kepada Allah dan mengajarkan segala amal ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah seperti shalat, berdzikir dan membaca Al-Qur’an dan sebagainya. b. Menyediakan mushola, bacaan ringan yang berjiwa keagamaan, hiburan-hiburan yang berjiwa keagamaan (film, radio dan lain- lain) serta mewujudkan suasana keagamaan.
27
Ibid., hlm. 59-60.
24
Adapun bantuan bimbingan mental/rohaniah yang harus kepada pasien cacat fisik yang sakit berat atau yang dalam sakaratul maut adalah: a. Menghadapkan si sakit ke arah kiblat. b. Memperingatkan dan mengauarinya kalimat “Laa ilaahaillallah”. c. Menasehatinya supaya ia bertobat dan berbaik sangka kepada Allah dengan mengharapkan ampunan dan rahmat-Nya, sekalipun ia merasa banyak berdosa namun Ia akan memberikan rahmat. d. Menjaga supaya tempat dan pakaiannya senantiasa bersih dan suci. e. Mendoakannya. f. Menjaga jangan sampai si sakit terganggu g. Membacakan
Al-Qur’an
diantaranya
surat
Yasin
bagi
yang
berpendapat sunat membacanya.28 7. Peran Bimbingan Mental dalam Perawatan Pasien Tujuan utama dari perawatan pasien adalah untuk kesembuhan pasien atau dengan kata lain pasien menjadi sehat kembali. Sehat di sini memiliki dua definisi. Pertama, definisi yang diberikan oleh Institusi Kesehatan Barat, seperti definisi yang diberikan WHO (World Health Organization/Organisasi Kesehatan Sedunia), bahwa ”Health is state of complete physical, mental and social well being, not merely the absence of disease or infirmity”. Artinya, sehat adalah suatu keadaan yang baik dari
28
Publikasi Keempat Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Sjara’ Kementrian Kesehatan RI, Tuntunan Ruhani Agama Islam dalam Perawatan Orang Sakit, (Jakarta: Djambatan, 1995). hlm. 24.
25
jasmaniah, ruhaniah dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau cacat.29 Kedua, definisi menurut Islam, yaitu sebagaimana yang tersirat dalam surat Al-Baqarah ayat 201 yang berbunyi:
†Îû …ã&s! $tΒuρ $u‹÷Ρ‘‰9$# ’Îû $oΨÏ?#u !$oΨ−/u‘ ãΑθà)tƒ tΒ Ä¨$¨Ψ9$# š∅Ïϑsù 9,≈n=yz ôÏΒ ÍοtÅzFψ$# “Dan diantara manusia ada yang berdo’a, ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan/keselamatan hidup di dunia. Dan berilah kami kebahagiaan/kesehatan di akhirat”.30
Dari ayat tersebut dijelaskan, bahwa kesehatan manusia menurut Islam meliputi kesehatan dunia dan akhirat. Maksud sehat di sini adalah sehat yang meliputi empat hal: Pertama, sehat dalam bidang ilmu, artinya manusia tersebut mempunyai ilmu dan terhindar dari kebodohan. Kedua, sehat dalam bidang ekonomi, artinya manusia tersebut mempunyai penghasilan ekonomi yang cukup sehingga terhindar dari kemiskinan. Ketiga, sehat atau bebas dari penyakit, baik penyakit jasmaniah maupun penyakit rohaniah. Penyakit jasmaniah seperti jantung, kanker, infeksi, cacat dan lain-lain. Sedangkan penyakit rohaniah seperti kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, enggan mendirikan shalat dan lain- lain. Dan keempat, sehat dalam bidang-bidang lainnya, seperti: mempunyai istri dan anak-anak yang saleh, hubungan yang harmonis dengan tetangga, teman-
29
Bart Smet, Psikologi Kesehatan, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994),
30
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit.,hlm. 24.
hlm. 17.
26
teman di tempat pekerjaan, sehingga mempunyai jiwa yang ceria, bahagia dan lain-lain.31 Pada saat seorang pasien menjalani pengobatan secara medis ia juga mendapatkan pengobatan psikis yaitu diberikan bimbingan mental keagamaan. Oleh karena itu upaya perawatan yang diberikan (di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) tidak hanya melalui tangan para dokter dan teknologi kedokteran semata, melainkan para pasien juga diberi santunan moril berupa bimbingan mental/rohani. Sehingga diharapkan ketika pasien sembuh dari penyakit jasmaniah, dia juga sembuh dari penyakit rohaniahnya sekaligus. Pemberian bimbingan mental terhadap pasien juga dalam rangka upaya mempersiapkan pasien pada prosedur medis dan intervensi medis yang akan dijalaninya. Di mana pasien diberi dukungan moril untuk menjalani perawatan medis, yaitu membangun perilaku ketaatan pasien terhadap upaya medis yang diberikan. Dukungan moril ini sangat penting bagi proses penyembuhan pasien, sebagaimana dijelaskan oleh Safarino bahwa: ”secara umum, orang-orang yang merasa mereka menerima penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis, dari pada pasien yang kurang (merasa) mendapat dukungan sosial ”.32
31
Zulkifli Yunus CCL, Kesehatan Menurut Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1994), hlm.
32
Bart Smet, op.cit, hlm. 256.
3-5.
27
Pendapat senada juga dilontarkan oleh Peterson dkk bahwa persiapan yang optimal untuk semua prosedur medis pasti akan mencakup tersedianya informasi, desentisasi terhadap aspek-aspek prosedur yang mengancam, serta saran-saran coping terhadap masalah, baik secara fisik maupun psikologis. Dengan demikian faktor-faktor yang berhubungan dengan psikis (mental) dalam perawatan pasien tidak dapat diabaikan karena hal itu juga menyangkut keberhasilan penanganan medis dan proses penyembuhan pasien.33 8. Dampak Kecelakaan Terhadap Trauma Psikis Secara implikatif, kecelakaan yang terjadi pada seseorang itu berdampak pada kehidupan psikologis. Tekanan psikologis, seperti perasaan takut pada hal-hal tertenru (seperti suara-suara kendaraan), sulit tidur, tidak ada nafsu makan, perut merasa mual dan sering menangis. Hal tersebut merupakan gejala-gejala trauma pada seorang pasien korban kecelakaan. Karena pada dasarnya hakekat psikis menurut Soemadi Soerjabrata adalah pernyataan pribadi kedalam, pengarahan pribadi kedalam dirinya sendiri, yaitu sebuah persoalan yang terpendam dalam hati.34
H. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang33 34
Ibid., hlm. 266. Limas Susanto (Psikiater), Media Indonesia On Line.
28
orang atau perilaku yang dapat diamati,35 penelitian ini menggunakan metode deskriptif Kualitatif. Dalam mengumpulkan data, proposal penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu: 1. Penentuan Subyek dan Obyek Metode penentuan subyek atau disebut juga sumber data diartikan sebagai usaha menentukan sumber data artinya dari mana data penelitian itu diperoleh.36 Subyek yang merupakan keseluruhan dari sumber informasi yang dapat memberikan data tentang pelaksanaan bimbingan mental di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta meliputi: a. Pembimbing rohani atau mental dan perawat yang beragama Islam sebagai sumber data primer. Dalam penelitian ini penulis telah melakukan
wawancara
dengan
pihak
pengurus
RS
PKU
Muhammadiyah Yogyakarta di antaranya adalah tiga orang petugas Bina Rohani Islam yaitu Bapak Nursikin, Bapak Djamingan dan Ibu Djohariyah. Alasan penulis melakukan wawancara kepada ketiga petugas Bina Rohani Islam tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana proses bimbingan mental yang diberikan kepada pasien cacat fisik korban kecelakaan karena merekalah yang bertugas memberikan bimbingan mental di ruang ICU dimana semua pasien cacat
fisik
mewawancarai
35
korban
kecelakaan
petugas
Bina
menjalani Rohani
perawatan.
Islam,
penulis
Selain juga
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1994),
hlm. 3. 36
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990), hlm. 102.
29
mewawancarai satu orang perawat yaitu Ibu Pujiati karena beliaulah kepala ruangan ICU. b. Untuk mengetahui secara langsung proses bimbingan mental berlangsung. Penulis melakukan wawancara dengan dua orang pasien cacat fisik korban kecelakaan yang bernama bapak Bambang dan Bapak Idi Suwanto, karena dua orang pasien ini yang kondisinya masih sadar dan masih bisa diajak bicara. Sedangkan ada satu pasien cacat fisik korban kecelakaan yang kondisinya koma sehingga penulis tidak bisa melakukan wawancara dan keluarga pasienpun tidak bersedia untuk diwawancarai. c. Obyek dalam penelitian ini, yaitu pelaksanaan bimbingan mental yang dilakukan oleh Bina Rohani Islam terhadap para pasien (cacat fisik) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Metode observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan mencatatnya dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.37 Dengan metode ini diharapkan dapat diperoleh gambaran secara obyektif tentang keadaan dan proses bimbingan mental di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Selain itu hasil observasi juga digunakan sebagai kontrol terhadap hasil interview. Di dalam
37
Sutrisno Hadi, Metodologi Research jilid II, (Yogyakarta: YPFP UGM, 1980), hlm. 136.
30
pelaksanaannya penulis mempersiapkan catatan observasi yang digunakan mencatat kejadian-kejadian dengan masalah penelitian. b. Wawancara Wawancara adalah sebuah dialog yang digunakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.38 Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, di mana penulis mengacu pada pedoman wawancara (interview guide) yang kemudian dijabarkan dan disajikan dalam bentuk pertanyaan. Di sini penulis mempunyai otoritas di dalam penyajian bentuk pertanyaan dan informan juga bebas dalam memberikan jawaban. Metode wawancara ini penulis lakukan terhadap para staf Bina Rohani Islam (pembimbing) dan pasien cacat fisik korban kecelakaan yang dirawat di rumah sakit tersebut. Dalam penelitian ini ada tiga pasien cacat fisik korban kecelakaan, yaitu dua pasien kecelakaan lalu lintas dan satu pasien kecelakaan lain (jatuh dari pohon kelapa). Namun dalam penelitian ini penulis hanya mengambil dua orang pasien saja untuk dijadikan subyek penelitian. Metode ini digunakan dalam rangka mendapatkan data yang valid mengenai pelaksanaan bimbingan mental pada pasien yang meliputi: subyek, dan obyek, materi dan metode, waktu pelaksanaan dan hasilnya. Selain itu juga tentang gambaran umum RS PKU 38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 132.
31
Muhammadiyah Yogyakarta yang meliputi: sejarah berdiri dan perkembangannya, status pemilikan, pelayanan kesehatan, sumber dana dan masalah tenaga kerja yang ada di rumah sakit tersebut. c. Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barangbarang tertulis, maksud metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya.39 Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data-data yang otentik, yang bersumber dari arsip yang ada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Seperti informasi-informasi tertulis mengenai pasien dan gambaran umum RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang meliputi letak geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, struktur organisasi, keterangan, bentuk pelayanan kesehatan yang ada serta hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Analisis Data Analisis data berarti “menguraikan” atau “menjelaskan data”, sehingga berdasarkan data itu pada gilirannya dapat ditarik pengertianpengertian serta kesimpulan-kesimpulan.40 Adapun metode yang digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian ini, adalah dengan menggunakan metode deskriptif analitik, 39
Ibid., hlm. 188. Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2003), hlm. 65. 40
32
yaitu suatu pengambilan kesimpulan terhadap suatu obyek, set kondisi, sistem pemikiran gambaran sistematis, faktual, serta hubungannya dengan fenomena yang dianalisis,41 dengan pendekatan kualitatif dan pola berpikir induktif, yaitu hasil analisis tidak dituangkan dalam bentuk angka atau bilangan statistik, akan tetapi hasil analisis berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk raian naratif dan dalam penelitian ini tidak di mulai dari deduktif teori tetapi di mulai dari lapangan.
41
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 63.
73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah penulis uraikan mengenai pembahasan bimbingan mental yang dilakukan oleh Bina Rohani Islam RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada bab-bab sebelumnya, maka kemudian dapat penulis tarik kesimpulan bahwa: 1. Pelaksanaan bimbingan mental di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta secara umum memiliki tujuan untuk memberikan bimbingan mental kepada pasien dalam rangka meningkatkan mental keagamaan, sehingga dapat
membantu
pasien
dalam
menghadapi
masalahnya.
Proses
pelaksanaan bimbingan mental adalah berupa kunjungan pada pasien secara personal, pasien demi pasien yakni ke kamar-kamar dengan melakukan bimbingan mental yang di lakukan secara face to face dan juga melalui buku dan selebaran, radio atau televisi. 2. Peran bimbingan mental terhadap perawatan pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah sebagai upaya penguatan mental dan motivasi penyembuhan pasien dan sebagai pelayanan kebutuhan spiritual serta sebagai tempat konsultasi agama. Para pasien yang telah mendapatkan bimbingan mental ini merasakan kondisinya semakin membaik khususnya kondisi mentalnya yaitu pasien merasa lebih tenang dan tidak merasa gelisah, sedih dan takut serta tumbuh kesabaran pada diri pasien dalam menghadapi cobaan dan ujian dari Allah SWT dan tetap beribadah kepada-Nya. 73
74
B. Saran-Saran Setelah penulis mengemukakan kesimpulan di atas, maka sebagai bentuk kepedulian dan komitmen penulis dalam dunia Bimbingan dan Penyuluhan Islam, perkenankanlah penulis menyampaikan beberapa saran kepada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagai masukan dan pertimbangan, adapun saran-saran yang penulis maksudkan adalah: 1. Perlu ditingkatkan kesadaran yang tinggi bahwa semua yang ada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta baik petugas Bina Rohani Islam, para dokter dan perawat serta karyawan merasa berkewajiban memberikan santunan rohani kepada pasien dengan teknik dan penyampaian yang berbeda. 2. Seharusnya ada ruangan khusus agama lain (non-Islam) agar pasien tidak terganggu dan perlu juga studio bagi mereka. 3. Kurangnya tenaga rohaniawan perlu diatasi dengan menambah tenaga yang benar-benar berkualitas dan menguasai ilmu dakwah. Penambahan rohaniawan itu hendaknya disesuaikan dengan banyaknya jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit yang memerlukan bimbingan. 4. Dari segi materi, diperlukan variasi materi-materi yang diberikan khususnya bagi pasien cacat fisik korban kecelakaan. Hal ini mungkin lebih menarik dan sesuai dengan kondisi mereka. 5. Dari segi materi, diperlukan variasi materi-materi yang diberikan khususnya bagi pasien cacat fisik korban kecelakaan. Hal ini mungkin lebih menarik dan sesuai dengan kondisi mereka.
75
6. Perlu ditambahkan alat-lat penunjang keberhasilan bimbingan mental missal buku-buku keagamaan dan perlengkapan ibadah pada setiap pasien
C. Penutup Demikian kesimpulan serta saran yang penulis dapat digarisbawahi. Akhir kata penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan karunia-Nya. Akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, shalawat serta salam mudah-mudahan tercurah atas Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya serta pengikutnya tetap mengikuti jejak langkah Beliau hingga hari kiamat. Amiin. Penulis menyadari bahwa meskipun penulis telah melakukan ikhtiar secara optimal dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan kapasitas keilmuan penulis, maka penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan dalam penyusunan skripsi. Demikian kiranya skripsi yang penulis dapat sajikan, semoga berguna bagi semua pihak yang membacanya. Dan dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa khidmat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pembimbing serta semua pihak yang telah membantu dengan ketulusan dan keikhlasan hati sampai terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah membalas amal shalehnya dengan sebaik-baik amal.
76
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2003. Anggota IKAPI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Al-’Alily, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2005. Arifin, M., Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1982. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Baidale, Muhammad, Aqidah Islam, cet. II, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1983 Bart Smet, Psikologi Kesehatan, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994. Darajat, Zakiah, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: LPPAI UII Press, 2001. Gunarsa, Singgih D., dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perawatan, Jakarta: PT. BPK Gunung Muliah, 2008. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research jilid II, Yogyakarta: YPFP UGM, 1980. Hawari, Dadang, Psikiater, Al-Qur'an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Dana Bhakti Primayara, 1996. Susanto, Limas.,(Psikiater), Media Indonesia On Line. Jumiati, Studi Komfaratif Pelaksanaan Bimbingan Rohani Terhadap Pasien Di RS PKU Muhammadiyah dan Rumah Sakit Panti Rapi, Yogyakarta: Fakultas Dakwah, 2002. Meleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya, 1994. Mundir, Bimbingan Mental Pada Siswa Deliukuen oleh Guru BK Di Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II, Fakultas Dakwah, 2005.
76
77
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998. Pradja, M. Sastra, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1978. Publikasi Keempat Majelis Pertimbangan kesehatan dan Kesejahteraan Kementrian Kesehatan RI, Tuntunan Rohani Agama Islam dan Perawatan Orang Sakit, Jakarta, 1995 Siti Munawaroh, bimbingan Rohani Islam Sebagai upaya Perawatan Pasien RSU PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen, Fakultas Dakwah,2002. Surahmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1990. Wilis, Sofyan S., Konseling Individual Teori dan Praktik, Bandung: CV. Alfabeta, 2004. Yunus CCL, Zulkifli, Kesehatan Menurut Islam, bandung: Pustaka Setia, 1994.
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
A. Diajukan
kepada
Pemimpin/pengurus
RS
PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta 1. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta a. Bagaimana sejarah dan perkembangannya? b. Apa yang menjadi dasar dan tujuan berdirinya? c. Bagaimana strukrur organisasi yang ada? d. Apa saja fasilitas yang di miliki? e. Dari mana sumber dana yang ada? f. Apa sajakah kegiatan yang di lakukan ? 2. Ketenagakerjaan a. Berapa ketenaga medis, para medis, dan karyawan? b. Berapa jumlah pegawai dan karyawan? 3. Bimbingan Mental di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta a. Meliputi bimbingan apa saja yang di berikan kepada pasien cacat fisik? b. Apakah pendapay petugas yang menangani bimbingan mental khusus?
B. Diajukan Kepada Bimbingan Mental 1. Gambaran umum bimbingan mental di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta a. Bagaimana sejarah berdirinya dan perkembangannya? b. Apa yang menjadi dasar berdirinya?
c. Bagaimana struktur organisasi yang ada? d. Apa saja fasilitas yang di miliki? e. Dari mana sumber dana yang ada? f. Apa sajakah kegiatan yang di lakukan? 2. Bimbingan mental kepada pasien cacat fisik korban kecelakaan a. Apa saja bentuk pelaksanaan bimbingan mental? b. Bagaimana kedudukan pembimbimg rohani/mental? c. Siapa saja yang menjadi pembimbing mental? d. Bagaimana pelaksanaan bimbingan mental secara oprasional? e. Apa yang menjadi tujuan bimbingan mental? f. Kapan waktunya memberikan bimbingan mental? g. Materi apasajakah yang di berikan kepada penderita? h. Bagaimana keadaan pasien sebelum dan sesudah mendapat bimbingan mental? i. Faktor-faktor
apa
yang
mendukung
pelaksanaan
bimbingan
mentaltersebut? j. Apa kendala-kendala dalam pelaksanaan bimbingan mental tersebut? k. Bagaimana upaya-upaya yang di lakukan oleh pembimbing mental dalam menghadapi kendala yang ada?
C. Diajukan Kepada Tenaga Medis dan Para Medis 1. Bagaimana Bapak/Ibu/saudara memberikan perawatan dan pengobatan yang berpedoman pada Islam?
2. Bagaimana cara bapak/Ibu/Saudara ikut serta dalam memecahkan dan meringankan masalah yang di hadapi? 3. Bagaimana Bapak/Ibu/Saudara menggunakan kesempatan tersebut dalam upaya memberikan bantuan perawatan rohani/mental?
D. Diajukan kepada Pasien 1. Apa yang menjadi motivasi Bapak/Ibu/Saudara untuk berobat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 2. Bagaimana perawatan yang di berikan oleh petugas, baik tenaga medis, para medis, Maupin para pembimbing rohanio/mental? 3. Nasehat apa saja yang biasa di berikan kepada Bapak/Ibu/Saudara selama dirawat? 4. Bagaimana bentuk pelayanan yang di berikan? 5. Bagaimana tanggapan bapak/Ibu/Saudara terhadap dokter, perawat, atau rohaniawan? 6. Apa alasan Bapak/Ibu/Saudara terhadap pelaksanaan PKU selama perawatan?