arsitektur.net
2011 vol. 5 no. 2
Bermain Jari Austronaldo F.S.
Mercedes-Benz Museum merupakan salah satu museum terbesar di dunia yang dibuka pada bulan Mei 2006 yang menyimpan koleksi lebih dari 160 mobil dengan merek Mercedes-Benz dari tahun 1886. Interior bangunan ini dibangun berdasarkan prinsip double helix ruang dengan menyediakan ruang pameran seluas 16.500m2 (e-architect, 2006). Berbeda dengan museum pada umumnya memiliki alas terpisah untuk meletakkan obyek yang ingin dipertunjukkan, pada museum ini alas/pedestal diintegrasi dengan ruang. Ramp dengan bentuk semi-circular ini merupakan alas bagi mobil yang ingin display sehingga ketika pengunjung berjalan melalui ramp ini, mereka dapat melihat obyek dalam perspektif yang berbeda-beda. Integrasi ini menciptakan kontinuitas sehingga apabila pengunjung berada di ramp bagian atas, mereka dapat melihat mobil dengan perspektif yang berbeda dengan saat berada sejajar dengan mobil tersebut sebab dipengaruhi oleh adanya void di tengah ruangan (Gambar 4). Museum ini terbentuk oleh satu surface/permukaan berupa ramp yang kontinu yang apabila diandaikan sebagai tali dan kemudian tali tersebut digunting, maka akan menjadi satu tali yang panjang. Ide museum ini berawal dari suatu tali yang menyerupai trefoil knot. Trefoil knot merupakan contoh yang paling sederhana dari nontrivial knot (tidak dapat diuraikan dalam tiga dimensi tanpa memotongnya) yang berbentuk seperti daun clover. Kontinuitas dari trefoil knot ini diaplikasikan dengan mengganti tali dengan suatu permukaan datar dua dimensional (surface) dan kemudian diaplikasikan secara keruangan (tiga dimensional). Permukaan datar ini terdiri dari tiga lingkaran yang tumpang tindih dengan bagian tengah dikosongkan yang membentuk atrium. Lalu tiap lantai identikal ini ditumpuk dengan tiap lantainya dirotasi 120 derajat (Gambar 5).
Gambar 1. Perotasian 120 derajat tiap lantai Museum Mercedes-Benz, Stuttgart
Mobilitas dari pengunjung museum bertambah dengan permukaan yang miring (oblique surfaces) yang memberi suatu arahan (sense of direction) untuk bergerak searah dengan kemiringan tersebut. Kronologis mobil dapat diceritakan secara spasial dengan kualitas ruang yang mengekspresikan mobilitas pada mobil sehingga dalam museum ini satu mobil tidak hanya sekedar diletakkan di samping mobil yang lain. Dalam museum ini knot yang tercipta adalah suatu rangkaian dari arah/direction sehingga menghasilkan suatu ruang yang kontinu dalam bentuk ramp. Dalam proses menciptakan kontinuitas ini, permukaan ramp telah mengalami tahapantahapan deformasi dengan cara men-twist permukaan tersebut. Dengan demikian obyek pameran tidak hanya menjadi statis karena dapat dilihat melalui banyak perspektif ketika menelusuri ramp. Hal ini serupa dengan satu tali yang di-twist sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan trefoil knot. 30
arsitektur.net
2011 vol. 5 no. 2
Eksperimen Permainan Jari Pada Museum Mercedes-Benz, terdapat tiga kata kunci mengenai metode yang digunakan yaitu continuity, twisting surface dan direction. Continuity tercipta melalui integrasi mobil yang dipamerkan dengan ramp sehingga menciptakan perspektif yang berbeda mengenai objek tersebut saat bergerak. Ruang juga terbentuk dari hasil twisting suatu surface menyerupai trefoil knot. Ruang yang kontinu tercipta akibat tahapan direction yang pada kasus ini diciptakan dengan knot arsitektur dalam karya museum ini. Metode knot arsitektur seperti pada contoh tersebut kemudian dieksplorasi lebih lanjut pada suatu permainan dengan jari. Apakah memang benar suatu simpul dapat dihasilkan oleh material apapun? Apakah knot dapat tercipta oleh material kaku seperti jari dan seberapa jauhkah jari dapat di-twist untuk menghasilkan suatu knot? Proses seperti apakah yang terjadi untuk menghasilkan knot tersebut? Dalam permainan ini, selembar kertas yang berfungsi sebagai papan permainan diisi dengan lingkaran dengan berbagai warna yaitu biru, merah, hijau, kuning, oranye dan ungu. Papan permainan pertama adalah sebuah pola teratur berisi warna yang sama pada satu baris, misalnya lingkaran dengan warna biru pada baris pertama dan lingkaran dengan warna kuning pada baris keempat. Papan permainan kedua berisi lingkaran yang disusun dengan pola tak beraturan. Lalu penulis akan membuat suatu kubus yang memiliki enam warna di tiap sisi dan berfungsi sebagai dadu. Dari hasil lemparan kubus tersebut akan ditentukan warna dimana salah satu jari harus diletakkan di atasnya. Peraturan permainannya adalah sebagai berikut. Setelah melempar kubus, apabila warna pertama yang keluar adalah merah, maka peserta harus meletakkan salah satu jari di atas warna merah pada papan permainan. Lalu, kubus dilempar untuk kedua kalinya dan kemudian keluar warna oranye. Maka tanpa mengangkat jari yang sama, peserta harus meletakkan jari yang lain di atas warna oranye. Apabila satu tangan yang digunakan maka hanya ada maksimal 5 kesempatan dan apabila dua tangan maka ada maksimal 10 kesempatan dalam melempar kubus. Apabila sequence warna yang keluar adalah- HIJAUMERAH-BIRU-BIRU-HIJAU maka knot yang dihasilkan adalah seperti gambar 6.
Gambar 2. Permainan jari sebagai eksplorasi knot
Apakah hasil yang tercipta dapat dikategorikan sebagai suatu knot atau hanya berakhir pada suatu objek yang secara visual terlihat seperti knot? Pada Museum Mercedes-Benz, knot dihasilkan dari ‘direction’ sebagai suatu proses dan hasilnya merupakan suatu continuous surface. Maka elemen yang terpenting dalam permainan ini terletak pada aturan “tanpa mengangkat jari” karena menunjukkan kesinambungan antara jari yang pertama dan yang terakhir. Apabila jari dapat diangkat maka akan terjadi suatu diskontinuitas sehingga hasilnya akan terputus. Mungkin pula hasil yang didapat bukan merupakan suatu knot karena knot tersebut merupakan hasil dari proses “direction” dan “kontinuitas” yang mana, terlihat usaha yang tidak disadari oleh peserta untuk memilih jari yang tepat untuk diletakkan agar dapat menjadi suatu struktur yang utuh/kontinu serta tidak collapse. 31
arsitektur.net
2011 vol. 5 no. 2
Percobaan pertama dapat dilihat pada gambar 6. Dengan pemilihan jari dengan urutan 4, 3, 2 maka jari tidak cukup lentur/panjang untuk meraih warna hijau pada tahap 4 sehingga berhenti pada tahapan 4 saja. Hal ini, menurut penulis, disebabkan karena peserta tidak mengetahui warna mana yang akan keluar pada tahap-tahap berikutnya. Pada percobaan kedua (Gambar 7), penulis ingin mengetahui langkah yang tepat agar percobaan pertama dapat berhasil. Setelah mencoba, penulis mendapatkan langkah-langkah sebagai berikut: 2-5-13-4. Dari analisis ini, penulis mendapat bahwa ternyata agar percobaan tersebut dapat berhasil peserta harus mengambil suatu “resiko” yaitu dengan meletakkan jempol ke arah bawah jari manis.
Gambar 3. Hasil permainan jari
Permainan dapat dilakukan beberapa kali sehingga hasil form yang didapat dapat beragam. Hal ini juga dapat dilakukan melalui 10 tahapan (dengan menggunakan 10 jari). Serupa dengan knot, kita dapat melihat bahwa dalam permainan ini yang dilakukan adalah melakukan twisting pada jari yang ditentukan oleh rangkaian arahan dari kubus yang dilempar. Sehelai tali, satu bidang maupun satu ruang di-twist dengan rangkaian arahan sedemikian sehingga menjadi suatu knot.
Selanjutnya papan permainan diganti dari pola yang teratur menjadi pola yang tidak teratur. Dari kedua papan permainan ini, penulis ingin mencoba melakukan permainan tidak hanya menggunakan satu tangan namun dengan menggunakan dua tangan dan juga empat tangan. Gambar 8 menunjukkan salah satu contoh hasil yang diperoleh apabila menggunakan satu tangan pada pola teratur, satu tangan pada pola tak teratur, dua tangan pada pola teratur, dua tangan pada pola tak teratur, empat tangan pada pola teratur dan empat tangan pada pola tak teratur. Pada masingmasing kategori ini ratusan hasil lainnya dapat dihasilkan, dari tahapannya. Sebagai contoh, tahapan pada kategori “dua tangan pada pola teratur” bisa saja lebih pendek dari kategori “satu tangan pada pola teratur”. Hasil akhir dari gambar 8 merupakan hasil dari rangkaian tahapan seperti pada gambar 9.
Gambar 4. Hasil permainan jari pada pola teratur dan tak teratur
Tahapan pada suatu kategori tidak selalu memiliki jumlah yang sama sesuai dengan jumlah jari yang digunakan pada kategori tersebut. Contohnya pada kategori “dua tangan pada pola tak teratur” jumlah tahapan yang seharusnya sepuluh (karena menggunakan sepuluh jari) berkurang menjadi hanya tujuh tahapan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kelenturan dan juga ukuran dari masing-masing jari (misalnya kelingking lebih pendek dibandingkan telunjuk) sehingga ada kemungkinan untuk tidak bisa menggapai warna tertentu yang mengakibatkan permainan berhenti (Gambar 9).
Berdasarkan analisis terhadap permainan ini, terdapat kejelasan pada pola teratur yang dipakai sebagai papan permainan yang mengakibatkan kejelasan pada pemilihan strategi (lebih mudah untuk menentukan jari mana yang harus diletakkan). Pola tak teratur memiliki pola yang kurang jelas sehingga lebih sulit untuk memilih jari mana yang harus diletakkan.
32
arsitektur.net
2011 vol. 5 no. 2
Gambar 5. Hasil akhir percobaan permainan jari menggunakan dua tangan dan empat tangan dalam pola teratur dan tak teratur
Hasil akhir yang diperoleh terlihat pada gambar 10 dimana satu jari terlihat berada di atas, satu jari berada di bawah, satu jari menyilang dengan jari yang meletakkan kelima jari di atas kertas. Meskipun hasil yang tercipta tidak seperti knot yang kita temukan dalam keseharian (bowline knot) namun metode yang digunakan merupakan hasil eksplorasi metode knot arsitektur pada Museum Mercedes-Benz. Dapat disimpulkan dari permainan ini bahwa permainan dengan jari dapat menerjemahkan metode ‘knot arsitektur’ yang digunakan pada Museum Mercedes-Benz. Continuity, twisting surface dan direction merupakan kata kunci yang menjelaskan bagaimana terbentuknya suatu knot. Knot yang tercipta melalui permainan jari menerapkan ketiga prinsip tersebut. Kelenturan dari suatu objek memberi kemungkinan objek tersebut untuk memberi hasil akhir yang berbeda-beda ketika ingin menciptakan suatu knot. Jari merupakan benda yang memiliki batas kelenturan tertentu sehingga dalam permainan ini manusia ditantang untuk menentukan strategi yang dipilih agar dapat menciptakan suatu knot melalui batas kelenturan jari mereka.
33
arsitektur.net
2011 vol. 5 no. 2
Referensi [1] Dictionary 3.0. (2010).Topology (Online), (http://www.dictionary30.com/ meaning/Topology, diakses 20 Mei 2011) [2] E-architect. (2006).Mercedes-Benz Museum Stuttgart:Information+Photos (Online), (http://www.e-architect.co.uk/stuttgart/mercedes_museum_stuttgart. htm, diakses 26 Mei 2011) [3] Trefoil Knot (Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Trefoil_knot, diakses 29 Mei 2011) [4] Wallisser, Tobias. (2009). Other Geometries in Architecture: Bubbles, Knots and Minimal Surface. Milano. [5] Wikipedia. Knot Theory (Online), (http://http://en.wikipedia.org/wiki/Knot_ theory, diakses 29 Mei 2011)
34