BERITA SEBAGAI REPRESENTASI IDEOLOGI MEDIA (Sebuah Telaah Kritis) Acan Mahdi
ABSTRAK Tulisan ini hanya telaah singkat mengenai praktik pewacanaan dalam media massa. Berita dan artikel media massa merupakan bagian kecil dari praktik pewacanaan. Bagaimana berita atau sebuah artikel disuguhkan kepada publik, sangat ditentukan oleh ideologi yang dianut oleh media tersebut. Singkatnya, dalam praktik pewacaanan yang terpenting bukan “apa” yang diangkat, namun lebih pada bagaimana berita ditulis oleh media masa. Karena bagimana sebuah fakta sosial digambarkan oleh media masa merupakan representasi dari ideologi yang bersemayam di belakangnya. Dalam konteks, peranan bahasa sangat menentukan dalam pertarungan wacana.
Kata Kunci: berita, ideologi, media A. Media Massa dan Kritikal Teori
masyarakat tidaklah bebas nilai dan tanpa
Dalam paradigma kritis, asumsi yang berlaku terhadap media
adalah
wacana
Segala
bentuk
harus
dicurigai
wacana
kecurigaan. dalam
media
pemaknaanya dalam konteks fenomena yang terjadi di masyarakat. Di sini terdapat anggapan bahwa tidak yang netral di bumi ini. Segala sesuatu yang terjadi di bumi ini tidak terlepas dari kepentingan, nilai-nilai dan ideologi yang diyakini dan berlaku di masyarakat. Demikian juga pemaknaan tradisi kritis terhadap media dan pers. Media dan segala yang ada di dalamnya termasuk berita yang disampaikan kepada
kepentingan. Berita yang setiap hari kita baca
melaui
koran,
majalah,
bulletin,
media visual maupun audiovisual lainnya merupakan dialektika antara fenomena yang terjadi dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,
termasuk
kaedah-kaedah
yang
nilai-nilai berlaku
dan
dimedia
masa dan pers itu sendiri. Menurut Piliang (2004: 133), ada dua kepentingan besar yang
bekerja
dibalik
media,
yaitu
kepentingan ekonomi (ekonomic interest) dan
kepentingan
kekuasaan
(power
interest). Relasi antara kedua hal itulah, jelas Piliang, yang kemudian membentuk isi media (media content).
﴾ 206 ﴿
Tradisi kritis menelisik jauh lebih
yang dapat menjangkau pemirsa di rumah
dalam, mengamati keseluruhan proses
dalam space yang lebih luas dengan
yang terjadi di newsroom, teks, kontekstual
simultan, menjadikan dirinya “hulu ledak”
serta nilai-nilai dan ideologi yang bermain
dengan daya gempur yang lebih dahsyat.
dibelakang
Persis, fakta ini menjadikan media sebagai
media. Teori kritis (Bungin,
2008: 259) selalu mengkaji kondisi-kondisi
entitas yang sangat
sosial dalam usahanya untuk mengungkap
tertentu dalam rangka tranformasi nilai-nilai
struktur-struktur yang sering tersembunyi.
dan ideologi kepada khayak, pembaca,
Bungin, selanjutnya menjelaskan bahwa
pendengar dan penonton di rumah. Pihak-
pengetahuan
pihak
adalah
kekuatan
untuk
yang
strategis bagi kelas
berkepentingan
berebut
memahami bagaimana seseorang ditindas
pengaruh, dalam melancarkan ideologinya
sehingga orang dapat mengambil tindakan
melalui media.
untuk
mengubah
penindas.
Jauh sebelumnya, Gramsci (dalam
dikatakan
Patria, 2003: 127) menjelaskan bahwa
Bungin di atas, Guba dan Lincoln (2009:
dalam membentuk konsensus seperti apa
138) mengatakan bahwa ”suara” yang
yang diinginkan, kelas tertentu biasanya
kembangkan teori kritis adalah ”suara”
menggunakan mekanisme kelembagaan
intelektual transformatif sebagai pembela
sebagai transmisi. Media adalah salah satu
dan aktivis.
mekanisme
Sejalan
dengan
kekuatan apa
yang
Dalam banyak kajian sosial budaya,
kelembagaan
itu,
yang
menurut Gramsci sebagai “tangan-tangan”
ekonomi dan politik, kehadiran media tidak
kelompok
dapat dinafikan begitu saja. Media selalu
menentukan ideologi yang mendominir.
ditepatkan sebagai variabel determinan
Bahasa,
dalam mempangaruhi persepsi dan opini
menjadi sarana penting untuk melayani
bublik. Sebagaimana dikatakan Deutch
fungsi hegemonis itu. Konflik sosial yang
(dalam
media
ada dibatasi baik intensitas maupun ruang
merupakan ”the Nerves of government”.
lingkupnya, karena ideology yang ada
Deutch mensinyalir bahwa hanya mereka
membentuk keinginan-keinginan, nilai-nilai
yang memiliki pemahaman atau akses
dan harapan menurut system yang telah
informasi,
ditentukan.
Effendy,
yang
2000:
325),
menguasai
percaturan
kekuasaan. Pernyataan Deutch di atas
yang
dalam
Sangatlah
berkuasa
pandangan
beralasan
bukanlah tanpa alasan – dan memang
dijelaskan
Gramsci,
begitu nyatanya.
merupakan
”tangan-tangan”
Media
dengan
kelebihan
untuk
Gramsci
apa
bahwa
yang media
kelompok
yang
tertentu untuk menentukan ideologi yang
dimilikinya, lebih-lebih media audiovisual
mendominir, yang akhirnya bermuara pada
﴾ 207 ﴿
hegemoni
terhadap
golongan
lainnya.
maka kita akan dapatkan bahwa bangsa
dalam
kerjanya
Palestina dengan unsur-unsur yang terkait
membentuk opini dan persepsi dan bahkan
dengannya adalah atau seolah biang dari
hegemoni terhadap masyarakat melalui
segala
consensus – bukan
Palestina ddwacanakan sebagai bangsa
Mengingat,
media
suatu pemakasaan
dengan penindasan dan kekerasan. Dalam
konteks
ini,
kemelut
yang
terjadi.
Bangsa
yang anti perdamaian, identik dengan bom,
tidaklah
selalu
menebar
teror
terhadap
kerja
menghegemoni
akhirnnya menciptakan reaksi dari bangsa
masyarakat adalah proses kerja alam
Yahudi, dengan membalas atau membela
bawah sadar. Sesuatu yang tidak kita
diri dari serangan bom atau kekerasan
sadari
yang
dalam
dengan
indra
“telanjang”.
Hall
dilakukan
oleh
pada
pihak
Palestina.
Bangsa
Palestina
Dalam
bahwa hegemoni media bukan merupakan
digambarkan sebagai pihak yang aktif
alur
teralu
dalam menyulut koflik, semantara bangsa
pengaruh-
Yahudi dideskripsikan sebagai anak manis
pengaruhnya tidak total. Penyiaran dan
yang hanya membela diri dari kekerasan
media
dan serangan bangsa Palestina.
yang
menekan,
kursif,
cetak,
beragam
sadar,
jelas
dan
Hall,
menyajikan kemudian
Sebaliknya, akan terjadi kontradiktif
mendukung
jika kita membaca Surat Kabar Republika
mengistimewakan
mengenai kemelut yang terjadi antara
tentang realita yang telah diterimanya.
Palestina dan Israel itu. Surat Kabar
Hasilnya, peran media masa ternyata
Republika, sebaliknya, melihat kemelut
menjadi produksi persetujuan, bukannya
yang terjadi sebagai akibat inperialisme
pencerminan dari konsensus yang sudah
yang
ada. Produksi persetujuan menurut Chris
terhadap Palestina. Kererasan, teror, dan
Barker (2000: 11) berarti khalayak ramai-
bom
ramai mengidentifikasi diri dengan makna-
dengan berbagai macam elemen yang
makna kultural yang dibentuk lewat praktik-
berafiliasi
praktik signifikasi teks hegemonik.
sebagai
mereka status
gagasan-gagasan
tidak
ini,
yang
(dalam Em Grifin, 2003: 369) menjelaskan
cerita
konteks
Yahudi,
ketakutan
berlebihan jika kita katakan bahwa proses media
bangsa
dan
cenderung quo
dengan
untuk
dilakukan
yang
membela B. Ideologi dan Kepentingan Politik Media
oleh
bangsa
dilakukan
pihak
dengannya, aksi
inperialisme
air
bangsa
Palestina
diwacanakan
menentang
tanah
Yahudi
dari
atau
aksi
keangkuhan
Yahudi.
Dalam
konteks ini, bangsa Yahudi digambarkan
Jika kita membaca Surat Kabar
sebagai pihak yang aktif dalam menyulut
Kompas terkait kemelut Palestina – Israel,
”api” konflik, sementara teror, bom, dan
﴾ 208 ﴿
kekerasan yang dilakukan oleh rakyat
yang seolah-oleh menjelma jadi sesuatu
Palestina diwacanakan bentuk ijtihat dalam
yang alamiah. Kepercayaan yang tertanam
rangka membebaskan diri dan bangsa dari
tanpa disadari itulah yang dinamakan
inperialisme Yahudi.
ideologi.
Berita
sebagai
hasil
konstruksi
Raymond William (dalam Fiske,
media bukanlah hadir dengan sendirinya.
1990:
Media dan berita tidak hadir diruang
penggunaan ideologi tersebut dalam tiga
vakum, tapi hidup di tengah-tengah realitas
ranah.
sosial yang sarat konflik, nilai-nilai dan
kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok
ideolgi.
atau
Berita
dengan
demikian
164),
mengklasifikasikan
Pertama,
satu
kelas
sebuah
tertentu.
sistem
Definisi
ini
merupakan refleksi dialektika fenomena
jelasnya, terutama dipakai oleh kalangan
sosial dengan nilai-nilai dan ideologi yang
psikologis yang melihat ideologi sebagai
berlaku di sebuah entitas, dengan media
seperangkat sikap yang dibentuk dan
sebagai
diorganisasikan
agen
konstruksinya.
Berita,
dalam
koheren.
dan keyakinan entitas yang mendominasi
kepercayaan yang dibuat – ide palsu atau
di sebuah entitas.
kesadaran palsu – yang bisa dilawankan dengan
sebuah
yang
dengan sendirinya mencerminkan ideologi
Para teoritisasi berbeda pandangan
Kedua,
bentuk
pengetahuan
sistem
ilmiah.
Ideologi
dalam memaknai kata ideologi, sesuai
dalam pengertian ini adalah seperangkat
dengan sudut pandang masing-masing.
kategori yang dibuat dan kesadaran palsu
Gramsci (dalam Syaiful Arief, 2001: 68)
dimana kelompok yang berkuasa atau
misalnya. Bagi Gramsci, ideologi dimaknai
dominan
historis
ideologi).
mendominasi kelompok lain yang tidak
Menurutnya, ideologi harus menjadi suatu
dominan. Karena kelompok yang dominan
kesadaran
mengontrol
(historically
kolektif
mengakomodasikan
organics
yang
mampu
menggunakannya
kelompok
lain
untuk
dengan
kepentingan
menggunakan perangkat ideologi yang
kelompok lain dan menarik kelompok lain
disebarkan ke dalam masyarakat, akan
itu ke kelompok ”penghegemoni”.
membuat
Ideologi
bagi
Althusser
(1989)
kelompok
yang
didominasi
melihat hubungan tampak natural, dan
bukan ”kesadaran palsu” seperti yang
diterima
sebagai
dikatakan Karl Marx, melainkan profoundly
ideologi
desebarkan
unconcius, sebagai hal-hal yang secara
instrumen dari pendidikan, politik, sampai
mendalam tidak disadari, yang tertanam
media massa. Ideologi di sini bekerja
dalam diri individu sepanjang hidupnya.
dengan
History turn into nuture, produk sejarah
sosial tampak nyata, wajar dan alamiah,
﴾ 209 ﴿
membuat
kebenaran. lewat
Di
sini,
berbagai
hubungan-hubungan
dan tanpa sadar kita menerima sebagai
peluasan
kebenaran.
(secara sukarela) dari kelompok-kelompok
Terkait
peranan
media
pelestarian
”kepatuhan
aktif”
dalam
yang didominasi oleh kelas penguasa
mengukuhkan ideologi tertentu, Eriyanto
lewat prektek penggunaan kepemimpinan
(2001: 103), menjelaskan bahwa Gramsci
intelektual, moral dan politik.
membangun suatu teori yang menekankan
Menurut Santoso & Sunarto (2003:
bagaimana penerimaan kelompok yang
89), konsep hegemoni Gramsci, diambil
didominasi terhadap kehadiran kelompok
secara dialektis melalui dikotomi tradisional
dominan berlangsung dalam suatu proses
yang berkarakteristik pemikiran Italia, yakni
yang damai, tanpa tindakan kekerasan.
dari Machiavelli (kekuatan, farce) sampai
Media dapat menjadi sarana di mana suatu
Pareto (persetujuan, consent), dan dengan
kelompok mengukuhkan posisinya dan
Lenin (strategi). Teori Gamsci tentang
merendahkan kelompok lain. Ini bukanlah
hegemoni, jelasnya merupakan langkah
berarti media adalah kekuatan jahat yang
maju
secara sengaja merendahkan masyarakat
Marxisme itu sendiri dari defenisi yang
bawah.
pasif tentang revolusi. Teori hegemoni
Proses
mengenai
bagaimana
bagaimana
wacana gambaran
dalam
tambahnya,
rangka
menyelamatkan
sesungguhnya
merupakan
masyarakat kelas bawah bisa buruk di
kritik inplisit terhadap reduksionisme dan
media, berlangsung dalam proses yang
esensialisme
komplek. Proses marjinalisasi wacana itu
penganut Marxisme dan juga non-Marxian.
berlangsung secara wajar, apa adanya,
Reduksionisme dan esensialisme menurut
dan dihayati bersama. Khalayak tidak
Faqih (pengantar, dalam Simon, 1999: xiv)
merasa dibodohi atau dimanipulasi oleh
adalah
media. Konsep hegemoni menolong kita
menganggap
menjelaskan
entitas tertentu yang bertindak sebagai
bagaimana
proses
ini
berlangsung.
paham
kebenaran
Menurut Gramsci, kekuatan dan
yang
melanda
yang
esensi
mutlak
banyak
mereduksi sebagai
dan
doktrin
dan
sebuah
yang
sesungguhnya benar.
dominasi kapitalis tidak hanya melalui
Hegemoni (Patria & Arif, 1999: 121)
dimensi material dari sarana ekonomi dan
merujuk pada pengertian tentang situasi
relasi
sosial
produksi,
akan
tetapi
kekuatan
politik
yang
dalam
terminologi
(force) dan hegemoni. Jika yang pertama
Gramsci disebut ’momen’, di mana filsafat
menggunakan daya paksa untuk orang
dan praktik sosial masyarakat menyatu
banyak mengikuti dan mematuhi syarat-
dalam
syarat suatu cara produksi atau nilai-nilai
merupakan konsep dari realitas yang
tertentu,
menyebar
maka
yang
terakhir
meliputi
﴾ 210 ﴿
keadaan
seimbang.
melalui
Dominansi
masyarakat
dalam
sebuah
lembaga
manifestasi
yang dijalankan untuk dipertahankan, dan
perorangan. Pengaruh spirit ini berbentuk
mengembangkan diri melalui kepatuhan
moralitas, adat, religi, prinsip politik dan
para korbannya, supaya upaya itu berhasil
semua
dari
mempengaruhi
intelektual. Hegemoni selalu berhubungan
pikiran mereka.
relasi
dengan
dan
sosial,
penyusunan
terutama
membentuk
alam
negara
Raymond William (Berger, 1991:
sebagai kelas diktator. Konsep hegemoni
49) menjelaskan bahwa, hegemoni bekerja
ini menurut Patria dan Arif (1999: 121)
melalui dua saluran: ideologi dan budaya
dapat dilacak melalui penjelasan Gramsci
melalui mana nilai-nilai itu bekerja. Melalui
tentang
hegemoni, ideologi kelompok
Supremasi
supremasi dalam
kelas.
Menurutnya
sebuah kelompok
dua
cara:
kepeminpinan menunjuk
mewujud
dominasi
intelektual.
pada
kepemimpinan maupun
kekuatan
dan
Hegemoni
kuatnya
dalam
intelektual,
dan
pengaruh
bentuk
dapat disebarkan, nilai dan kepercayaan dapat dipertukarkan. Akan tetapi, berbeda dengan
manipulasi
hegemoni
justru
menerima
atau
terlihat
sebagai
indoktrinasi, wajar,
orang
kewajaran
dan
membentuk
sukarela. Ideologi hegemonik itu menyatu
sikap kelas yang dipimpin. Ini terjadi dalam
dan tersebar dalam praktik kehidupan,
citra konsensual. Konsensus yang terjadi
persepsi, dan pandangan dunia sebagai
antara dua kelas ini diciptakan melalui
sesuatu
pemaksaan maupun pengaruh terselubung
secara sukarela.
melalui
pengetahuan
yang
moral
dominan
yang
disebarkan
yang
Terkait
dilakukan
peranan
dan
dihayati
media
dalam
perangkat-perangkat kekuasaan. Dengan
mengukuhkan ideologi tertentu, Eriyanto
kata lain, hegemni adalah sebuah rantai
(2001: 103), menjelaskan bahwa Gramsci
kemenangan
melalui
membangun suatu teori yang menekankan
mekanisme konsensus daripada melalui
bagaimana penerimaan kelompok yang
penindasan terhadap kelas sosial lainnya.
didominasi terhadap kehadiran kelompok
Pada hakikatnya, hegemoni merupakan
dominan berlangsung dalam suatu proses
upaya
untuk
menggiring
agar
yang damai, tanpa tindakan kekerasan.
menilai
dan
memandang
problematika
Menurut Eriyanto, media dapat menjadi
yang
didapat
orang
sosial dalam kerangka yang ditentukan.
sarana
di
mana
suatu
kelompok
Tidak jauh berbeda, Yudi Latif
mengukuhkan posisinya dan merendahkan
(dalam Subandy Ibrahim & Djamaludin
kelompok lain. Ini bukanlah berarti media
Malik, 1997: 294), mengatakan bahwa
adalah
hegemoni
sengaja merendahkan masyarakat bawah.
ekspresi,
menekankan cara
pada
penerapan,
bentuk
mekanisme
Proses
﴾ 211 ﴿
kekuatan
bagaimana
jahat
yang
wacana
secara
mengenai
bagaimana gambaran masyarakat kelas
kemudian
bawah bisa buruk di media, berlangsung
sebagai simbol-simbol yang mencerminkan
dalam
dominasi
proses
marjinalisasi
yang
komplek.
wacana
itu
Proses
menghasilkan
ide
dan
teks
berita
kepentingan
dari
berangsung
kelompok yang memenangkannya. News
secara wajar, apa adanya, dan dihayati
room sebagaimana arena sosial lainya
bersama. Khalayak tidak merasa dibodohi
terdiri dari seperangkat struktur dan agensi
atau dimanipulasi oleh media.
serta hubungan-hubungan di antaranya.
Sebagai agen konstruksi, media
Struktur dalam news room dapat berupa
merupakan wadah yang strategis dalam
peraturan
rangka mengkonstruksi realitas sosial. Hal
tertulis,
ini, merujuk kepada berbagai macam
daya
kepentingan di dalamnya, baik politik,
news
ekonomi, sosial budaya dan agama. Dalam
hubungan antara human agent
konteks politik dan kekuasaan, media,
berinteraksi di dalamnya. Human agent
sebagaimana
merujuk pada setiap orang yang memiliki
menjadi
penjelasan
alat
yang
sebelumnya,
hegemoni
yang
tertulis
maupun
kebiasaan-kebiasaan, dibutuhkan room
untuk
tersebut,
tidak
sumber
beroperasinya serta
tatanan yang
untuk
wewenang dan tanggung jawa masing-
mempertahankan dominasi dan kekuasaan
masing dalam news room, yaitu wartawan,
kelas yang mendominasi.
editor, redaktur, kameramen, presenter,
Dalam prakteknya, suatu media melakukan
seleksi
terhadap
wacana
penanggung jawab, bidang usaha, wakil penguasa
atau
negara
Sedangkan
adalah keseluruhan aktivitas yang komplek
tindakan sosial dari para
dan rumit. Tidak sekedar itu, proses
tersebut.
selektif juga dikakukan dalam penempatan
menjelaskan pilihan terhadap dualitas dan
terhadap
dualisme
pilihan kata,
Dedy
adalah
lain-lain.
(berita) yang akan siarkan. Proses ini
berita tertentu,
agensi
dan
Hidayat
sruktur-agensi
tindakan-
human agents (2000:
harus
432),
harus
struktur bahasa, dan gaya bercerita yang
dilakukan sesuai dengan kondisi empirik
telah ditetapkan.
dan
Dalam kajian kritis,
spesifik.
Masing-masing
memiliki
proses ini biasanya disebut framing, yaitu
tugas dan wewenang tersendiri. Dalam
bagaimana media membingkai sebuah
suatu setting sosial tertentu, konsepsi
peristiwa
dualisme mungkin lebih tepat, namun
sosial
dalam
realitas
konstruksinya (berita).
dalam setting yang lain konsep dualisme
Kajian kritis memandang bahwa
justru lebih memadai.
proses produksi berita di madia massa
Terkait posisi struktur dan human
merupakan pertarungan ideologis atau
agent,
kepentingan tertentu. Pertarungan itu yang
pendekatan. Pertama, adalah menurut
﴾ 212 ﴿
dapat
dilihat
dengan
dua
pandangan aliran instrumentalism, human
bahwa, human agent
agent
selalu dapat menjadikan media
struktur - struktur yang mungkin saja
(termasuk strukturnya) sebagai instrumen
menghambat atau memfasilitasi, memaksa
mereka. Chomsky dan Herman (1988: xi)
batas - batas tertentu atau menawarkan
adalah
peluang-peluang.
orang
yang
pernah
menggambarkan dimana pemilik modal mampu
menetapkan
Dengan
beroperasi dalam
demikian,
keseluruhan
premis-premis
dinamika yang terjadi pada ruang berita
wacana publik, menentukan informasi apa
dapat dilihat sebagai serangkaian kecil
yang boleh dikonsumsi publik dan terus
interaksi antara sruktur dan agensi pada
menerus
publik
beberapa konteks historis spesifik, secara
lain
khusus sebagai kontestasi antara pemilik
pendekatan ini juga mengakui kemanpuan
dan jurnalis dikaitkan dengan peluang dan
jurnalis
berita
kemampuan mereka menguasai elemen-
sebagaimana yang mereka inginkan, dan
elemen pada struktur, dimana kontestasi
karena itu jurnalis juga dapat menjadikan
ini dilatarbelangi oleh ideologi masing-
media sebagai instrumen mereka.
masing (sejalan dengan perkembangan
mengelola
melalui
pendapat
propaganda.
untuk
Kedua,
Di
sisi
memproduksi
dengan
pendekatan
kapitalisme tertentu).
strukturalisme. Pendekatan strukturalism berpendapat bahwa isi media semata-mata
C. Bahasa dalam Wacana Media
merupakan representasi dari struktur yang ada, mengabaikan interaksi sosial antara agen
pelakunya.
Schudson
Bahkan
(Hidayat,
menurut
2000:
437)
mengatakan hasil dari produksi berita berkaitan ekonomi
langsung media
Sedangkan
dengan
atau
hal-hal
lain
struktur
industri di
media.
antaranya
merupakan sebuah ”black box” yang tidak bermanfaat
untuk
diperiksa.
Dalam
konteks ini, Golding dan Murdoch (J. Curran, dalam J. Curran & M. Gurevitch, 1996:
19)
memberikan
alternatif
agensi.
antara struktur dan
K.
Langer
(dalam
Mulyana, 2000: 46) mengatakan bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi atau penggunaan
lambang-lambang.
Sobur,
mengutif pendapat Wieman dan Walter (dalam
Johannesen,
1996:
46),
mengatakan bahwa salah satu sifat dasar manusia,
adalah
kemampuan
menggunakan simbol. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996: 64).
lain
dengan menyatakan bahwa sesungguhnya terdapat interplay
Susanne
Menarik apa yang dikatakan para pakar
di
atas.
Littlejohn
misalnya,
mengatakan bahwa tanda adalah basis
Dijelaskan Golding dan Murdoch ﴾ 213 ﴿
dari seluruh komunikasi. Apa yang akan
adalah sinyalemen bahwa, realitas media
terjadi, jika kita tidak mengenal tanda, atau
tidak merefleksikan
seandainya tanda-tanda itu tidak ada
sesungguhnya, melainkan realitas second
dibenak kita. Kita mungkin tidak akan
hand. Dengan bahasa lain,
pernah bisa berkomunikasi satu sama
sesungguhnya
lainnya.
media
Manusia
dengan
perantaraan
realitas sosial yang
adalah
(teks
fakta yang
bahwa,
berita)
realitas
merefleksikan
tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi
subjektivitas media dan wartawan, karena
dengan sesamanya. Tanda-tanda (signs)
memang, realitas media diproduksi oleh
menunjuk
media yang secara notabene tidak lepas
bentuk
pesan
secara
keseluruhan yaitu pesan verbal dan non
dari
subjektivitas
verbal, dan bahasa yang kita gunakan
organisasi, kepemilikan dan kepentingan
sehari-hari merupakan wujud dari pesan
lain diluar media itu sendiri.
itu.
Bahasa Bahasa
merupakan
merupakan
wartawan,
perangkat
satu
utama media dalam rangka merekonstruksi
sistem tanda (signs) itu. Dengan bahasa
fakta-fakta sosial itu. Hal ini menunjuk
manusia yang satu atau satu entitas dapat
adanya
manipulasi
berkomunikasi
dengan
bahasa
dengan
salah
individual
manusia
atau
terhadap
realitas,
sebagai
alat
entitas lainnya. Dengan bahasa kita dapat
manipulasinya. Pemilihan kosakata, dan
mengungkapkan apa yang ada dipikiran
kalimat tertentu untuk menggambarkan
kita kepada lawan bicara, demikian juga
sebuah peristiwa yang terjadi, dengan
sebaliknya.
harapan mengarahkan persepsi khalayak
Dengan
bahasa,
kita
mengetahui sejarah masa lalu. Dengan
untuk
bahasa, kita dapat membaca lingkungan
diinginkan
sosial di sekitar kita. Dengan bahasa, kita
membentuk opini publik, merupakan rantai
dapat memahami orang atau kelompok
kemenangan yang harus dilakukan oleh
lain, demikian juga sebaliknya. Dalam
media.
konteks penelitian ini, komunikasi yang
berpikir
sesuai
media
dengan
atau
dalam
yang rangka
Bahasa dalam konteks ini (Sobur,
dimaksud adalah komunikasi antara media
2001:
massa sebagai komunikator dan khalayak
merepresentasikan realitas, namun juga
sebagai komunikan.
menentukan relief seperti apa yang akan
Realitas media (teks berita) adalah
88)
bukan
saja
sebagai
alat
diciptakan oleh bahasa tentang realitas
hasil konstruksi media. Dengan demikian,
tersebut.
realitas media bukanlah produk yang
mempunyai peluang yang besar untuk
orisinil, tapi produk second hand dengan
mempengaruhi makna dan gambaran yang
media sebagai agen konstruksinya. Ini
dihasilkan
﴾ 214 ﴿
Akibatnya,
dari
media
realitas
massa
yang
dikonstruksikannya. bahwa
Dijelaskan
kegiatan
jurnalistik
Sobur,
seperti itu, bukan yang lain. Singkatnya,
memang
Piliang (2004: 134) mengatakan bahwa
menggunakan bahasa sebagai bahan baku
membincang
guna memproduksi berita. Akan tetapi,
ideologi yang membentuknya, yang pada
bagi media, bahasa bukan sekedar alat
akhirnya mempengaruhi bahasa (gaya,
komunikasi untuk menyampaikan fakta,
ungkapan,
informasi, atau opini. Bahasa juga bukan
digunakan dan pengetahuan (keadilan,
sekedar
kebenaran, realitas) yang dihasilkannya.
alat
komunikasi
menggambarkan
realitas,
untuk
namun
juga
media
tidak
kosakata,
lepas
tanda)
dari
yang
Media massa adalah sarana yang
menentukan gambaran atau citra tertentu
strategis,
yang hendak ditanamkan kepada publik.
ideologi dan nilai-nilai tertentu. Hal ini
Terkait hal ini, Becker (Littlejohn 1996:
karena media menurut Althusser (1984),
236) mengatakan bahwa setiap bahasa –
memiliki kesanggupan sebagai
setiap simbol hadir bersamaan dengan
legitimasi.
ideologi, maka pilihan atas seperangkat
lembaga-lembaga
simbol, disadari atau tidak, merupakan
seni, dan kebudayaan merupakan alat dari
pilihan atas ideologi.
yang
Ideologi
dalam
kajian
kritis,
dipandang sebagai faktor eksternal media massa,
yang
ikut
dalam
Media
bekerja
rangka
menanamkan
massa
sebagaimana
pendidikan,
secara
sarana
agama,
ideologis
untuk
membangun kepatuhan khalayak ”ideologi aparatus”.
mempengaruhi
Berbeda
dengan
apa
yang
konstruksi realitas (teks media). Dengan
disampaikan Althusser di atas, Gramsci
nilai-nilai yang dipercaya dan diyakininya,
(1991),
media massa, dengan bahasa sebagai
dimana berbagai ideologi dipresentasikan.
perangkatnya, memberikan cara pandang
Hal ini mengindikasikan bahwa media bisa
tertentu kepada khalayak atau pembaca
menjadi
dalam
memandang
sosial.
legitimasi ideologi kelas dominan atas
Media
massa
mengarahkan
wacana publik. Akan tetapi, disisi yang lain
khalayak
fenomena
mencoba
atau
pembaca
dalam
mendefinisikan sesuatu, sesuai dengan
menilai
media
sarana
juga
media
sebagai
diseminasi
menjadi
alat
ruang
dan
alat
resistensi
terhadap kelas dominan itu.
yang diinginkan media massa itu sendiri
Menurut Gramsci (ibid, hlm: 57-58),
sebagai pihak yang memproduksi makna.
dominasi
Terkait
disamping lewat kekuatan senjata, juga
dengan
hal
ini,
Fowler
dkk
kekuasaan
dipejuangkan,
(Eriyanto, 2001: 137) mengatakan bahwa
melalui
bahasa pada dasarnya bersifat membatasi
yaitu diterimanya ide dan gagasan tertentu
kita – kita diajak berfikir untuk memahami ﴾ 215 ﴿
persetujuan/penerimaan
publik,
oleh masyarakat luas, yang diekspresikan
berada
melalui mekanisme opini publik.
Keberadaannya
Terkait
dengan
hal
ini,
dalam
digugat,
kondisi selalu
ditantang
dipertanyakan, dilawan
pembentukan opini publik merupakan isu
berbagai
sentral dalam prinsip hegemoni, yang
pertandaan (politic of signification).
mengisyaratkan
adanya
ruang
Gramsci menilai penting adanya institusi-
Arthur Asa Berger, 1991. Media Analysis Techniques, resived edition, Beverly
hegemoni ideologi. Gramsci, kemudian dan
politik
D. Daftar Pustaka
institusi yang berperan menyebarluaskan
institusi
perjuangan
lewat
publik
sebagai mediasi. Dalam konteks inilah,
menjelaskan
bentuk
dan
stabil.
Hills : Sage Publication;
strukturnya
Bachtiar Effendy, 2000. ”Media Massa dan
sebagai alat hegemoni seperti sekolah,
Politik” dalam Sudrajat A.S (ed),
rumah ibadah, nama jalan dan media
Repolitisasi Islam: Pernahkah Islam
massa.
Berhenti
Media massa sebagai simbol ruang publik, yang di dalamnya bahasa dan
hegemoni
yang
pasif
Burhan Bungin, 2008. Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta: Kencana; Chris
semata.
Studies:
Praktik,
Nurhadi
Yogyakarta:
Kreasi
Dedy N. Hidayat, 2000. Revolusi Mei: Runtuhnya
ruang penerimaan publik atas gagasan-
rangka
dan
Cultural
Wacana;
atau perang simbol untuk memperebutkan
Dalam
2000.
(penerjemah),
media massa membentuk sebuah ruang
gagasan ideologi yang diperjuangkan.
Barker, Theory
Sebagaimana yang dikatakan sebelumnya,
tempat berlangsungnya perang bahasa
Bandung:
Mizan;
simbol-simbol diproduksi dan disebarkan, tidak dilihat Gramsci sebagai sebuah alat
Berpolitik?,
Sebuah
Hegemoni,
Jakarta: Gramedia; Em Griffin, 2003. Communication Theory,
memperebutkan
A First Look At (Fifth Edition), New
penerimaan publik ini, maka kekuatan
York:
bahasa dan kekuatan simbol menjadi sangat penting. Gramsci melihat makna
McGRAW
–
HILL
COMPANIES, INC; Eriyanto,
(meaning) dan nilai-nilai (value) dominan yang dihasilkannya (lewat berbagai media)
The
2005.
Analisis
Framing,
Jogjakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara; Idi Subandy Ibrahim & Dedy Djamaludin
sangat menentukan proses dominasi sosial itu sendiri. Meskipun demikian, dalam prinsip hegemoni, makna, bahasa dan nilai-nilai dominan tersebut tidak pernah ﴾ 216 ﴿
Malik,
1997.
Hegemoni
Yogyakarta: Bentang;
Budaya,
John
Fiske,
1990.
Introduction
Communication
Studies,
edition,
and
London
to
second
New
York:
Routledge; James Curran & M. Guravitch, 1996. Media and Society, London: Edward Arnold; Louis Althusser, 1984. Essay on Ideology, London: Verso; Listiyono Santoso, Sunarto & Dkk, 2003. Epistemologi Kiri, Jogjakara: Ar-Russ Media; Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2009. Handbook of Qualitative Research,
Edisi
Bahasa
Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Nezar Patria & Andi Arief, 2003. Antonio Gramsi;
Negara
&
Hegemoni,
Jakarta: Pustaka Pelajar; Roger Simon, 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Insist; Syaiful Arif, 2001. Pemikiran-Pemikiran Revolusioner,
Malang:
Averroes
Press & Pustaka Pelajar; Yasraf Amir Piliang, 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan Dalam Era Posmetafisika,
Yogyakarta:
Jalasutra;
﴾ 217 ﴿