TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal. DEFINISI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan: 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum. 2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas. 3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang. 4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota. FUNGSI TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: 1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan lain, tempat fasilitasfasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi. 2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali kendaraan umum. 3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan. JENIS TERMINAL Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis angkutan, menjadi: 1. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. 2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. KETENTUAN MENGENAI TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:
1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. 2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. 3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan. Persyaratan Lokasi terminal Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:
rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. rencana umum tata ruang kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda. kondisi topografi, lokasi terminal. kelestarian lingkungan.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A
Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA. Jarak antara dua terminal penumpang Tipe A sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan yang tersedia sekurangkurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya. Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurangkurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B
Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan kota dalam propinsi. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB. Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan terminal tipe A sekurangkurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau lainnya. Tersedia luas lahan sekuarng-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya. Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurangkurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C
Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek angkutan pedesaan..
Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA. Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan. Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.
Kriteria Pembangunan Terminal Pembangunan terminal dilengkapi dengan:
Rancang bangun terminal Analisis dampak lalu lintas Analisis mengenai dampak lingkungan
Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:
Fasilitas penumpang yang disyaratkan. Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan sebagainya. Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal. Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.
Kriteria Perencanaan Terminal 1. Sirkulasi lalu lintas Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus terpisah dengan keluar masuk kendaraan. Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan:
Jumlah arah perjalanan Frekuensi perjalanan Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota. Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:
jalur pemberangkatan kendaraan umum jalur kedatangan kendaraan umum tempat tunggu kendaraan umum tempat istirahat sementara kendaraan umum
bangunan kantor terminal tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif, dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan taksi. kamar kecil/toilet musholla kios/kantin ruang pengobatan ruang infromasi dan pengaduan telepon umum tempat penitipan barang Taman. Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan pengelola terminal. Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan penumpang dan fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal antara lain: 1. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang. 2. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak berdasarkan kegiatan adalah: 3. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan yang nyaman dan akrab. Luas pelataran parkir terminal tersebut di atas ditentukan berdasarkan kebutuhan pada jam puncak berdasarkan:
Frekuensi keluar masuk kendaraan Kecepatan waktu naik/turun penumpang Kecepatan waktu bongkar/muat barang Banyaknya jurusan yang perlu di tampung dalam sistem jalur
Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis sistem tipe dasar pengaturan platform, teluk dan parkir adalah:
Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung yang satu dan berangkat pada ujung yang lain. Ada tiga jenis yang dapat digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur, dan shallow saw tooth. Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk sudut dengan platform.
Alternatif standar terminal
Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Terminal tipe A 50 -100 kendaraan/jam Terminal tipe B 25 – 50 kendaraan /jam Terminal tipe C 25 kendaraan/jam
Persyaratan teknis, luas, akses dan pejabat penentu lokasi pembangunan terminal Luas terminal penumpang Untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas berbeda, tergantung wilayah dan tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal:
Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di pulau lainnya seluas 3 Ha. Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3 Ha, dan dipulau lainnya seluas 2 Ha. Untuk terminal tipe C tergantung kebutuhan.
Akses Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:
Untuk terminal tipe A di pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya 50 m, Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa 50 m dan di pulau lainnya 30 m, Untuk terminal penumpang tipe C sesuai dengan kebutuhan.
Penentuan Lokasi Penentuan lokasi dan letak terminal penumpang dilaksanakan oleh:
Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk Terminal penumpang Tipe A, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B, Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya daerah Tingkat II setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal penumpang tipe C.
Daerah kewenangan/pengelolaan terminal Daerah kewenangan/pengelolaan terminal terdiri dari:
Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal,
Daerah pengawasan terminal, adalah daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal yang diawasi oleh petugas terminal untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas di sekitar terminal.
Perencanaan Kegiatan perencanaan terminal meliputi:
penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan, penataan fasilitas penumpang, penataan fasilitas penunjang terminal, penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal, penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan, penyusunan jadwal perjalanan berdasarkn kartu pengawasan, pengaturan jadwal petugas di terminal, evaluasi sistem pengoperasian terminal.
Pelaksanaan Pengoperasian Terminal Kegiatan pelaksanaan pengoperasian terminal penumpang meliputi:
pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal, pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang telah ditetapkan, pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang, pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang, pengaturan arus lalu lintas did aerah pengawasan terminal.
Pengawasan Pengoperasian Terminal Kegiatan pengawasan pengoperasian, terminal penumpang meliputi:
pemantauan pelaksanaan tarif, pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan, pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi kelaikan jalan, pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan, pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan, pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi, pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukkannya, pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat.
Pemeliharaan Terminal
Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk menjamin agar terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi sebagaimana mestinya. Pemeliharaan terminal meliputi:
menjaga kebersihan bangunan beserta perbaikannya, menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan perkerasan pelataran, merawat saluran-saluran air yang ada, merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan, menjaga dan merawat alat komunikasi, menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran lainnya yang siap pakai.
Untuk keperluan pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud diatas, harus dialokasikan anggaran pemeliharaan terminal. SISTEM JARINGAN ANGKUTAN UMUM Untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kebutuhan angkutan dibutuhkan fasilitas jaringan angkutan yang saling menghubungkan antara wilayah kota, pemukiman, daerah komersil dan rekreasi. Sasaran umum kebijaksanaan pemerintahan di dalam lalu lintas dan angkutan umum adalah untuk menciptakan suatu sistem transportasi sehingga mobilitas orang dan barang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan dapat memenuhi kebutuhan sosial, perniagaan dan rekreasi. Jika kita tinjau sistem angkutan umum dari suatu daerah perkotaan secara keseluruhan, kita akan dapatkan bahwa dalam sistem yang kita amati akan terdapat sekumpulan rute-rute individual yang satu dengan lainnya membentuk suatu jaringan rute. Selain itu, dalam sistem yang kita amati tersebut, akan terdapat juga titik-titik perhentian, terminal dan prasarana tambahan lainnya. Jadi di sini, yang dimaksud dengan jaringan rute angkutan umum adalah sekumpulan lintasan rute individual, sekumpulan titik-titik perhentian dan beberapa terminal yang membentuk sistem prasarana angkutan umum secara keseluruhan. Ditinjau dari sistem pengoperasian angkutan umum, suatu jaringan rute adalah sekumpulan lintasan rute, titik-titik perhentian dan terminal yang memungkinkan terjadinya pergerakan penumpang secara aman, efisien dan efektif. Kondisi ideal seperti inilah biasanya yang menjadi acuan dalam menciptakan ataupun merencanakan suatu jaringan rute. Sistem jaringan rute yang ada dalam suatu perkotaan biasanya dapat dibagi menjadi (2) dua kelompok, yaitu: 1) jaringan rute yang terbentuk secara evolutif yang pembentukannya dimulai oleh pihakpihak pengelola individu secara sendiri-sendiri, 2) jaringan rute yang terbentuk simultan secara menyeluruh, yakni pembentukannya dilakukan oleh pengelola angkutan uumum yang besar (swasta ataupun milik pemerintah) ataupun oleh sekelompok pengelola individual secara simultan dan bersama-sama.
Pada kelompok yang pertama, pembentukkan jaringan rute benar-benar tidak terkoordinasi, karena sistem tumbuh secara parsial. Masing-masing lintasan rute terbentuk karena keinginan pengguna jasa (penumpang) ataupun karena keinginan pihak pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute menjadi lemah. Lintasan rute hanya terkonsentrasi pada jalan-jalan arteri yang secara geometrik mempunyai kapasitas lalu lintas yang besar dan juga mempunyai potensi demand yang tinggi. Pada daerah-daerah lain jarang dijumpai rute angkutan umum. Akibatnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum sangatlah tidak merata. Ada beberapa daerah tertentu yang dijumpai kemudahan yang tinggi untuk menggunakan angkutan umum dan di daerah-daerah lain yang mempunyai tingkat kemudahan yang rendah terhadap penggunaan angkutan umum. Secara keseluruhan sistem rute menjadi tidak efektif dan efisien. Pada kelompok yang kedua, di lain pihak, karena pembentukannya secara simultan dan dilakukan oleh pengelola skala besar ataupun sekelompok pengelola individual, maka jaringan rute yang terbentuk biasanya merupakan jaringan rute yang komprehensif dan integral. Hal ini dimungkinkan karena pembentukan yang secara simultan ini biasanya didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jaringan rute seperti ini, keterkaitan antar individual rute sangatlah kentara, sehingga penumpang dengan mudah dapat menggunakan sistem jaringan rute yang ada untuk kepentingan mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan jaringan rute secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah secara keseluruhan pula. Semua potensi pergerakan betul-betul diantisipasi sedemikian rupa sehingga tingkat aksesibilitas setiap daerah perkotaan cukup merata. Orang dengan mudah menggunakan angkutan umum dimanapun dia berada untuk tujuan kemanapun yang diinginkan. Dengan demikian, secara keseluruhan, sistem jaringan rute angkutan umum menjadi efektif dan efisien. TRAYEK ANGKUTAN UMUM DEFINISI TRAYEK Untuk mengisi kebutuhan terhadap permintaan angkutan dengan pelayanan angkutan umum maka dibentuk disusun trayek sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut, yang merupakan trayek yang sudah ada, perpanjangan, modifikasi rute serta rute-rute baru. JARINGAN TRAYEK Berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen HubDar, 1996, Jaringan trayek adalah kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang. Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut: 1. Pola tata guna lahan, pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi.
2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum, rute angkutan yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang. 3. Kepadatan penduduk, salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. 4. Daerah pelayanan, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. 5. Karakteristik jaringan jalan, kondisi jaringan jalan, kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Berdasarkan ciri pelayanannya dan kawasan yang dihubungkan trayek terbagi atas: 1. Trayek utama melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal 2. Trayek cabang melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan kawasan pemukiman 3. Trayek Ranting melayani angkutan dalam kawasan pemukiman 4. Trayek Langsung melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung