BASOEKI WIRJOWIDJOJO
Diceritakan kembali oleh Ferry Wijanarko, dr, Sp BS
“Dokter adalah nurani bukan materi, jabatan, ataupun pamrih”
• Lahir 20 Juni 1922, di kota Lumajang, 122,5km ke arah selatan Surabaya. Ayahnya bernama Soepardi, seorang guru HIS (Hollandsch Inlandsche School) Lumajang. Ibunya bernama Soekesi. • Basoeki adalah anak ke-‐2 dari enam bersaudara. Hobi semasa kecil sepakbola, memancing, bermain layang-‐layang, dan berpetualang.
• Basoeki menempuh pendidikan dasar (HIS) di Lumajang. Waktu itu, pendidikan dasar berlangsung selama sembilan tahun (SD dan SMP digabung). • Tahun 1935, saat berusia 13 tahun, Basoeki pindah Surabaya. Basoeki masuk HIS 3 di Jl. Seruni (waktu itu di Surabaya ada 3 HIS).
• Selepas HIS, Basoeki masuk MULO ( Meer Uitgebreid Lager Onderwys) di Praban selama 3 tahun • Di MULO, Basoeki bertemu banyak teman, diantaranya Halim Perdanakusuma (kelak menjadi Komodor AU Indonesia), Sudisman (tokoh pusat PKI), Basoeki Rakhmad (Jenderal TNI), Prof. Sumardi (dokter gigi).
• Tahun 1939, Basoeki diterima di dua sekolah terbaik yang menjadi pilihannya: NIAS (Netherlandsch Indische Artsen School) dan Landbouw School yang kini menjadi InsVtut Pertanian Bogor (IPB). • Perjalanan Vdak berlangsung mulus saat situasi poliVk dunia Vdak stabil dan perang dimulai. 1941, Pearl Harbour diserang. Maret 1942, Jepang datang di Jawa.
• 1942, NIAS dan GHS (Geneeskundig Hoge School) di Jakarta ditutup oleh Jepang. Basoeki menganggur, sekolah Vdak bisa, kerjapun Vdak. • 29 April 1943, pemerintah Jepang membuka Sekolah Tinggi Kedokteran di Jl. Salemba 6, Jakarta dengan nama “Ika Daigaku”. Para mahasiswa berasal dari mahasiswa bekas GHS, NIAS, dan lulusan sekolah menengah dari berbagai kota.
• Karena situasi poliVk, Basoeki pindah ke Malang. Terdapat Fakultas Kedokteran Darurat 1946 di Malang. Meneruskan pendidikan sebagai dokter muda di RS Sumber Porong, Lawang.
• 1947, Perguruan Tinggi Kedokteran di Malang ditutup oleh Belanda. Basoeki kembali ke Jakarta untuk melihat kemungkinan apakah bisa melanjutkan studi kembali. • Basoeki dengan beberapa mahasiswa Vnggal di Jl. Matraman 107, rumah milik dr. Andreas Sastrohusodo. Kemungkinan rumah ini sudah lama diintai karena menjadi tempat kumpul mahasiswa eks Prapatan 10.
Tahun 1950, Basoeki resmi kuliah di Fakultet Kedokteran di Salemba.
• Tahun terakhir di kedokteran (1951-‐1952), Basoeki akVf membantu di Prinses Margriet Hospital Kliniek voor Neurochirurgie Jl. Raden Saleh 49.
Dari situlah Vmbul ketertarikan dengan ilmu bedah saraf dan kedekatannya dengan Dr. de Grood (ahli bedah saraf dari Belanda).
• Oktober 1954, Basoeki memutuskan untuk meneruskan studi ke Belanda. de Grood bersedia mengangkatnya menjadi asisten di RS Swasta Katolik, St. Alisabeth Zeikenhuis, Tilburg Belanda.
• Selama di Belanda, Basoeki adalah asisten satu-‐ satunya sehingga lebih banyak menangani pasien dalam rumah sakit. • Tahun 1956, sang istri, dr. Soediani, menyusul ke Belanda. • 27 April 1957, lahir anak pertama, diberi nama Wibisono. • 1958, masa studi selesai. Meskipun ditawari bekerja di RS St. Alisabeth Zeikenhuis, jiwa nasionalisme tetap memutuskan kembali ke Indonesia.
Di Surabaya, Basoeki ditempatkan di RS Simpang dan diterima sebagai staf Bagian Bedah di Fakultas, serta Vnggal di lantai bawah flat bekas kantor dagang Belanda, Jl. WR Soepratman 94.
• Saat itu di Surabaya terdapat 2 RS. RS Simpang, boleh dibilang sebagai UGD, dan RS Karangmenjangan sebagai tempat elekVf. • Tahun 1961, Basoeki ditunjuk sebagai Wakil Kepala Bagian Bedah Umum.
• Tahun 1970, Dr. R. Soetojo selaku Kepala Bagian Bedah Umum sakit. Para senior bedah sepakat mengangkat Basoeki sebagai Kepala Bagian Bedah Umum RS Dr Soetomo Surabaya. • Beliau menolak karena beliau seorang ahli bedah saraf. Namun kerasnya dukungan dari senior bedah dan Dekan FK, Prof. Moh. Zaman, membuat Basoeki menerima jabatan tersebut dengan lapang dada. • Beban menjadi lebih berat, mengawasi Bedah Saraf dan Bagian Bedah Umum (selama 17 tahun).
• Mulai 1971, pimpinan universitas di Nijmegen, Prof. H.A.D. Walder mengijinkan para PPDS Indonesia memperdalam ilmu bedah saraf di Katholieke Universiteit, Sint Radboud Ziekenhuis, Nijmegen, Belanda. • dr. M. Sajid Darmadipura menjadi residen pertama yang dikirim. Setelah itu dr. Umar Kasan dan dr. Abdul Hafid. • 13 Juli 1974, Prof Basoeki dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Bedah Saraf FK Unair Surabaya.
Pelopor Bedah Saraf Surabaya
Dari kiri : dr Abdul Hafid, dr Sajid Darmadipura, (Alm) Prof Basoeki, (Alm) dr Umar Kasan
• Akhir tahun 1984, Basoeki menjadi koordinator Surabaya GrosVmedi (Groningse SBchBng tot SBmulering Medisch Onderwijs in Indonesia), lembaga yang mendorong perkembangan dunia kedokteran di Indonesia. • Tahun 1986, atas prakarsa Prof. Beks dan Pangeran Claus (suami Ratu Beatrix), didirikan Dutch FoundaBon for post-‐graduate Medical Courses.
• Basoeki juga pernah menjadi Ketua Cabang Yayasan Sekar melaV (1975-‐1985), yayasan yang membantu pengobatan dan operasi anak-‐anak yang cacat lahir.
• Prof. dr. Basoeki Wirjowidjojo Sp.BS meninggal pada tanggal 10 Oktober 2011 pukul 05.15 di rumah Jl. Srikana 61 Surabaya setelah 1,5 tahun menderita TIA dan Parkinson. • Beliau meninggalkan seorang istri, Vga anak, dan empat cucu. • Selamat jalan Prof..
“Dokter adalah nurani bukan materi, jabatan, ataupun pamrih”
Terimakasih Prof.. Perjuanganmu akan kami lanjutkan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP • Data Pribadi: – Nama : Prof. dr. Basoeki Wirjowidjojo Sp.BS – TTL : Lumajang, 20 Juni 1922 – Agama : Islam – Status : Menikah (dr. Ann Soediani) – Anak : Wibisono SH, Ade WidyawaV, dr. Widodo Sp.PD (KGH) – Jabatan: Guru Besar Emeritus Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya
• Riwayat Pendidikan: – 1935 : Lulus SD Negeri Lumajang – 1938 : Lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama MULO di Surabaya – 1939-‐1942 : NIAS di Surabaya – 1952 : Lulus dokter di Universitas Indonesia – 1958 : Lulus Spesialis Bedah Saraf di Tilburg, Belanda
• Riwayat Pekerjaan:
– 1952 : Asisten Ahli di Bag. Bedah FKUI – 1959 : Lektor Muda di Bag. Bedah FK UNAIR Surabaya – 1962 : Lektor di Bag. Bedah FK UNAIR Surabaya – 1964 : Lektor Kepaladi Bag. Bedah FK UNAIR Surabaya – 1974 : Guru Besar di Bag. Bedah FK UNAIR Surabaya – 1976-‐1985 : Kepala Bagian bedah di FK UNAIR Surabaya – 1985-‐2011 : Guru Besar Emeritus di Bag. Bedah Saraf FK UNAIR Surabaya
• Keanggotaan Profesi: 1. Ketua Umum PERSPEBSI (mantan fungsionaris) 2. Ketua Majelis Kehormatan EVk Kedokteran, IDI Wilayah Jawa Timur (mantan fungsionaris) 3. Ketua PERHUKI (mantan fungsionaris)
• Penghargaan Chevalier de L-‐ordre NaBonal Du Merit dari pemerintah Perancis tahun 1986
• Dari kecil cita-‐citanya hanya 2; dokter atau petani. Keinginan menjadi petani karena dipicu kecintaan dengan sawah dan lingkungan sekitarnya (ayahnya mempunyai sawah yang luas di pinggiran kota Lumajang dan hampir seVap minggu mereka jalan-‐jalan menengok persawahan).
• Sejak di MULO, Basoeki Vdak lagi Vnggal dengan pamannya, namun kos di Jl. Genteng Besar. “Kehidupan adalah guru terbaik”, katanya. • Untuk menyalurkan hobinya (sepakbola), Basoeki bergabung dengan klub Houd Braaf Stand, arVnya pertahankan dengan gigih. Posisinya adalah gelandang dengan namanya hampir selalu mengisi line-‐up utama.
• PerisVwa yang terjadi: ü Penggundulan massal yang memicu bentrokan antara pihak Jepang dan mahasiswa ü Pemogokan kuliah oleh para mahasiswa selama 2 hari, berakhir setelah Bung Karno mengadakan rapat dengan pimpinan mahasiswa di Cikini 71. ü Penangkapan pertama mahasiswa oleh Jepang di Kempeitai untuk mengetahui biang keladi pemogokan.
• PerisVwa yang terjadi: ü Penangkapan kedua di Box-‐laan (sekarang Jl. Prambanan). Mereka disekap dalam kamar 3x4m, dijatah sedikit nasi dan teri asin, disiksa, dipukuli, disulut rokok, digantung dengan kaki terikat. 20 hari kemudian dibebaskan. ü PelaVhan militer PETA di Jl. Jaga Monyet (belakang Jl. Gajah Mada) selama 3 minggu oleh Daidan Kasman Singodimedjo.
• Basoeki ikut menyaksikan pengerekan bendera saat proklamasi kemerdekaan RI bersama 10 mahasiswa Prapatan 10. • 1945-‐1946, tentara NICA (Netherlands Indies Civil AdministraVon) datang ke Indonesia. Hampir Vap hari terjadi bentrokan, hingga akhirnya Prapatan 10 diduduki oleh Belanda.
• 5 hari kemudian dipindah ke penjara Glodok, dimana kondisi lebih menderita. • Setelah hampir 2,5 bulan, mereka dibebaskan.
• Sebulan kemudian, Basoeki ditawari pekerjaan sebagai sopir oplet. Rute JaVnegara-‐Glodok PP. Mobilnya Morris 1935. Namun hanya bertahan seminggu karena capek, panas, konsentrasi yang terpecah antara melihat calon penumpang dan lalu lintas.
• Dengan kreaVvitas dan kemampuan menggambarnya, Basoeki mencoba mencari uang dengan membuat sketsa wajah keliling selama setengah tahun. • Tak lama berselang, bertemu dengan Eri Sudewo, bekas mahasiswa kedokteran yang juga TNI dengan pangkat Mayor di Cikampek. Basoeki ditawari menjadi TNI di Kerawang.
• Basoeki ditempatkan di wilayah Bandung Utara, dengan jangkauan Purwakarta, Cikalong Wetan, Cibarusa, Kerawang, dan Cikampek. Perjalanan ini berlangsung hingga 1949. Basoeki lebih akVf di kesehatan walaupun belum lulus sebagai dokter. • 1949, saat penyerahan kedaulatan, di Surabaya kosong Vdak ada TNI. Basoeki dan Moestaman adalah TNI pertama yang diberi tugas ke Surabaya.
• Mereka berdua ditempatkan di hotel Oranje (kini Hotel Mojopahit). 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. TNI Brawijaya masuk ke Surabaya, Basoeki dan Moestaman ditarik kembali ke Jakarta. • Basoeki kembali ke cita-‐cita awal sebagai dokter. Walaupun awalnya surat pengunduran diri ditolak, namun Basoeki tetap kukuh untuk melanjutkan studinya.
• Di akhir karir sebagai TNI, Basoeki memegang pangkat Kapten Angkatan Darat dan membantu mengambil alih Dinas Kesehatan Divisi A (Belanda) dan membentuk DKT (Dewan Kesehatan Tentara) KMK (Komando Militer Kota) Surabaya. Selama 4 tahun di TNI, Basoeki Vdak dapat penghargaan. “Sebetulnya bisa mengurus, tapi rumit dan buat apa, jadi saya biarkan saja.” katanya.
• Malam hari menjelang subuh, di bulan puasa, rumah itu digrebek oleh tentara Belanda (KNIL). 5 mahasiswa ditangkap: Sajiman (kemudian menjadi ahli bedah), Sudihardjo, Sukaman (ahli jantung), Basoeki (ahli bedah saraf), Amir Sidi. • Mereka dimasukkan ke penjara di Bukit Duri dan dianggap sebagai militer/TNI. Bertemu dengan MT Hariyono, Wibowo, dll. Dalam beberapa hari, mereka berusaha meyakinkan bahwa mereka mahasiswa, warga sipil.
• Tahun 1979, Basoeki diundang Prof. Beks, ahli bedah saraf dari Belanda, untuk mengikuV perkembangan bedah saraf selama 6 bulan di Groningen. • Di sana, beliau belajar lagi perkembangan ilmu bedah saraf dari negara-‐negara maju. Selain itu beliau banyak berkenalan dengan guru-‐ guru besar lainnya. Prof. Huffstadt (Bedah PlasVk) dan Prof. Boer (Urologi).
• Sepulang dari Groningen, Basoeki menawarkan kesempatan itu pada Seksi Bedah Urologi dan Bedah PlasVk. • dr. Widjoseno Gardjito dikirim untuk pendidikan urologi di Groningen dibawah asuhan Prof. Boer • dr. Thalib Bobsaid dikirim untuk pendidikan urologi di Leiden dibawah asuhan Prof. Donker
• dr. Sunaryo Hardjowijoto dikirim untuk pendidikan urologi di Groningen dibawah asuhan Prof. Boer dan di Het Sophia Ziekenhuis di Roierdam di bawah asuhan Prof. RJ Scholtmeijer tahun 1979-‐1981 • dr. Doddy M. Soebadi dikirim untuk pendidikan urologi di Groningen • dr. Adi Santosa dikirim untuk pendidikan urologi di Vrije Universiteit di Amsterdam dibawah asuhan Prof. De Voogt
• dr. Djohansjah Marzoeki dikirim untuk pendidikan bedah plasVk di Groningen dibawah asuhan Prof. Huffstadt tahun 1975-‐1977 • Tahun 1976, Basoeki berkenalan dengan Prof. Alain Patel, seorang orthopaedi asal Perancis. Dari sini, beliau merekomendasikan dr. Achmad Sjarwani dan dr. Bambang Priambodo untuk belajar ke Perancis.
• Dari bedah digesVf, yang dikirim ke Perancis adalah dr. Paul Soetamto, dr. Abdus Sjukur, dr. Harun Al Rasyid, dr. Sutrisno Alibasah • Dari penyakit paru, dr. Abdul MukV. Serta dari anestesi, dr. Tommy Sunartomo. • Serta beberapa spesialis lainnya yang Vdak bisa disebutkan satupersatu.
! !
SEKIAN! ! ! Selamat jalan Prof..! Doa kami menyertaimu..!