IATMI 2005-53 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005.
BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM) Rudi Rubiandini; Teknik Perminyakan ITB Widrajat A, danYakob W; Pertamina Galih C., Deni Efrial, dan Yosep Dimas; Teknik Perminyakan ITB ABSTRAK
PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya kedalaman sumur yang ingin dicapai dalam melakukan pemboran sumur minyak dan gas, maka masalah yang dihadapi adalah makin tingginya temperatur karena gradient geothermal. Ditambah lagi apabila lapisan yang ditembus bermasalah dengan clay swelling. Untuk itu diperlukan lumpur pemboran yang bisa digunakan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Salah satunya adalah lumpur berbahan dasar minyak atau Oil Based Mud (OBM). Seperti yang kita ketahui bahwa lumpur OBM memiliki kelebihan dibanding lumpur berbahan dasar air atau Water Based Mud (WBM) terutama dalam permasalahan yang dihadapi diatas. Tetapi penggunaan lumpur OBM memiliki dampak terhadap ekologi, karena bahan dasar (base oil) yang biasa digunakan adalah diesel oil atau solar. Karena tingginya kadar aromatic dalam diesel oil atau solar menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk itu diperlukan alternatif lain dalam penggunaan diesel oil untuk base oil OBM, maka digunakanlah mineral oil. Mineral oil merupakan produk dari hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut sehingga kadar aromatik dapat dikurangi agar sifat toksiknya berkurang. Selama ini Indonesia dalam penggunaan lumpur OBM menggunakan mineral oil dari luar negeri. Maka dari itu Indonesia sedang mencoba produk mineral oil dalam negeri untuk digunakan sebagai base oil lumpur OBM. Dari hasil uji sifat fisik dan kimia, base oil tersebut memiliki nilai flash point dan viskositas kinematis yang tinggi, serta tidak bersifat toksik. Base oil tersebut juga diuji drilling fluid performance-nya dan hasilnya ternyata dapat diaplikasikan di lapangan. Penggunaan mineral oil dalam negeri tersebut diharapkan menjadi langkah awal dalam pengembangan produk dalam negeri.
Lumpur yang biasa digunakan untuk operasi pemboran sumur minyak dan gas serta panas bumi ada dua jenis, yaitu lumpur berbahan dasar air tawar (water base mud/WBM) dan lumpur berbahan dasar minyak (oil base mud/OBM). Perbedaan utama pada kedua jenis lumpur tersebut adalah fasa kontinunya, untuk WBM fasa kontinunya air dan filtrat yang dihasilkan juga air, sedangkan OBM fasa kontinunya minyak. Penggunaan lumpur berbahan dasar minyak memberi keuntungan dibanding lumpur berbahan dasar air dalam hal berikut : - Stabil pada temperatur tinggi. - Sesuai untuk zona yang memiliki swelling potential yang tinggi. - Memiliki sifat pelumasan yang baik, cocok untuk directional drilling. - Tidak menyebabkan korosi pada peralatan pemboran. - Dapat digunakan sebagai packer fluid maupun completion fluid. - Stabil terhadap kontaminasi salt, H2S dan CO2. - Dapat digunakan kembali (reusable). Sedangkan kekurangannya adalah bahwa penggunaan dari OBM memiliki pengaruh buruk pada lingkungan, karena biasanya digunakan diesel oil sebagai fasa kontinu dari OBM. Karena tingginya kadar aromatik dalam diesel oil atau solar menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk itu diperlukan alternatif lain dalam penggunaan diesel oil untuk base oil OBM, maka digunakanlah mineral oil. Mineral oil merupakan produk dari hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut sehingga kadar aromatik dapat dikurangi agar sifat toksiknya berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan mineral oil buatan
1
dalam negeri tersebut sebagai base oil lumpur berbahan dasar minyak. Metodologinya adalah pengujian sifat fisik dan kimia dari base oil tersebut yang meliputi flash point, aniline point, boiling point, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan saraline. Apabila base oil tersebut memenuhi, maka pengujian selanjutnya adalah uji sifat rheology lumpur OBM dengan base oil yang telah diuji sifat fisik dan kimianya. Hasil akhir penelitian ini adalah mineral oil buatan dalam negeri tersebut dapat digunakan sebagai base oil untuk lumpur OBM yang tidak bersifat toksik.
Dari hasil pengujian sifat fisik dan kimia dari base oil dengan menggunakan mineral oil tersebut dapat digunakan sebagai base oil, karena dari hasil pengujian diperoleh bahwa memiliki nilai flash point maupun aniline point yang tinggi dengan base oil pembandingnya adalah saraline. 2. Air Air ini digunakan untuk menghidrasi clay atau sebagai viscosifier guna pengaturan rheology. 3. CaCl2 CaCl2 dilarutkan dalam air sebagai brine untuk salinitas. 4. Primary emulsifier Primary Emulsifier untuk membentuk emulsi yang stabil. Emulsifier memungkinkan terjadinya dispersi dari dua fluida yang tidak saling campur, membentuk fasa internal dan eksternal. 5. Viscosifier Viscosifier digunakan untuk membuat suspensi dan menjaga kapasitas dari suspensi di dalam lumpur minyak. 6. Fluid loss control Digunakan untuk menjaga integritas lubang, melindungi shale yang sensitif terhadap air. 7. Lime Lime [Ca(OH)2] untuk mengontrol alkalinitas dan mengaktifkan emulsifier pada fasa internal (air) dalam emulsi. 8. Material pemberat Material pemberat (Barite) untuk menaikan densitas lumpur guna mengontrol tekanan formasi. 9. Secondary emulsifier dan wetting agent Secondary Emulsifier dan Wetting Agent digunakan agar solid dalam sistem menjadi oil-wet.
KOMPONEN OIL MUD Lumpur berbahan dasar minyak (OBM) biasa digunakan untuk operasi pemboran yang sulit. Perbedaan utama lumpur berbahan dasar air dan lumpur berbahan dasar minyak adalah pada fasa kontinunya. Lumpur OBM menggunakan oil sebagai fasa kontinu. Komponen utama lumpur OBM adalah minyak atau base oil, air, CaCl2, primary emulsifier, viscosofier, fluid loss control, lime, material pemberat, secondary emulsifier dan wetting agent. 1. Base oil Oil merupakan komponen utama dan sebagai fasa kontinu dalam lumpur OBM. Sifat fisik dan kimia dari oil antara lain : • Flash Point menunjukan temperatur ketika oil tersebut mulai terbakar. Flash point yang rendah akan lebih mudah terbakar. Jadi, base oil tersebut harus memiliki flash point yang tinggi. • Aniline Point menunjukan kemampuan dari base oil untuk bereaksi dengan karet yang dapat menyebabkan rubber swelling. Lebih tinggi aniline point akan bersifat kurang melarutkan karet. Karena peralatan pemboran seperti, BOP seal, piston pompa, packer dll kebanyakan terbuat dari bahan karet, sehingga aniline point dari base oil harus tinggi. • Boiling Point menunjukan temperatur tertinggi dari base oil mulai mendidih. Boiling point ini berhubungan dengan ketahanan dari base oil terhadap temperatur. Makin tinggi boiling point dari base oil, maka ketahanan dari base oil tersebut terhadap temperatur makin kuat. Hasil pengujian sifat fisik dan kimia ditunjukan pada Tabel 1.
UJI LABORATORIUM Pengujian lumpur yang dilakukan di laboratorium yaitu melakukan pengukuran terhadap sifat fisik dan rheology lumpur OBM dengan menggunakan base oil yang telah diuji sifat fisik dan kimianya. Komposisi lumpur diperlihatkan di Tabel 2 dimana untuk keduanya (saraline dan mineral oil) memiliki komposisi dengan takaran yang sama. Maksud dari pengujian pada tahap kedua ini adalah untuk mengetahui kecocokan dari base oil tersebut terhadap aditif-aditif yang digunakan untuk OBM, dimana hasil pengujian tersebut dibandingkan terhadap saraline yang sudah terbukti cocok terhadap aditif untuk OBM. 2
9. HPHT Filtration Loss 10.HPHT Fann Viscometer Model 70 (Gambar 3)
1. Parameter-Parameter Yang Diukur Sebelum dilakukan pengujian, sampel lumpur OBM telah dikondisikan di rolling oven selama 16 jam pada temperatur 350oF. Berikut ini adalah parameter yang diujikan : 1. Rheology : Plastic viscosity, yield point dan gel strength. Diuji pada temperatur 175oF 2. Densitas lumpur 3. HPHT filtration loss @T=250 oF & ΔP=500 psi 4. Oil Water Ratio (OWR) 5. Emulsion Stability (ES) 6. Water Phase Salinity (WPS) Viskositas plastis (PV) merupakan ukuran ketahanan dari fluida lumpur pemboran untuk mengalir. Viskositas plastis diperoleh dari pengurangan dial reading pada 600 rpm terhadap dial reading pada 300 rpm. Pengujian rheology dilakukan dengan menggunakan alat Fann viscometer model 35 (Gambar 1). Satuan dari PV adalah centipoise (cP). Yield point adalah kemampuan dari fluida lumpur untuk mengangkat cutting. Harga yield point (YP) didapat dari pengurangan harga PV terhadap dial reading pada 300 rpm. Satuan dari YP adalah lb/100ft2. Gel strength adalah kemampuan dari lumpur pemboran untuk menahan cutting pada kondisi statis. Penentuan salinitas dari lumpur pemboran penting, karena berhubungan dengan gaya hidrasi osmotic dari formasi. Salinitas lumpur tersebut dinyatakan dalam water phase salinity. Salinitas dari lumpur harus cukup tinggi untuk mencegah terjadinya hidrasi shale. Pengujian kestabilan emulsi (Emulsion Stability) bertujuan untuk mengetahui kestabilan dan tipe dari emulsi, apakah water-in-oil atau oil-in-water. Pengujian kestabilan emulsi dilakukan dengan menggunakan alat Emulsion Stability Tester (Gambar 2). Harga ES yang tinggi mengindikasikan bahwa emulsi makin stabil. Harga ES minimum yang disyaratkan adalah 400 volt.
3. Hasil Uji Lumpur OBM Berikut ini adalah perbandingan hasil uji lumpur dengan base oil mineral oil dan saraline sebagai pembandingnya. Seperti ditunjukan pada Tabel 3. a. Harga plastic viscosity (PV) lumpur dengan mineral oil lebih besar dibanding dengan lumpur saraline. Hal ini disebabkan karena viskositas kinematis dari mineral oil yang digunakan lebih besar dari saraline. b. Harga emulsion stability (ES) dari lumpur saraline lebih besar dari mineral oil. Kedua lumpur OBM tersebut memiliki harga ES lebih besar dari 400 volt dari harga yang disyaratkan. c. Volume HPHT filtrat dari lumpur mineral oil lebih kecil dari saraline. Makin sedikit filtrat yang dihasilkan akan lebih bagus, karena filtrat yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada formasi. d. Water phase salinity lumpur keduanya memiliki harga diatas 250 kppm dari syarat minimum. 4. Pengujian Rheology Lumpur dengan HPHT Fann Viscometer Model 70 Penentuan rheology lumpur pada kondisi HPHT bertujuan mengetahui kelakuan dari lumpur terhadap perubahan temperatur. Alat yang digunakan adalah Fann viscometer model 70 (Gambar 3). Alat ini bisa bekerja pada tekanan sampai 20000 psi dan temperatur 500oF. Hasil pengujian sifat rheology lumpur OBM dengan menggunakan mineral oil ditunjukan pada Tabel 1. Dengan kenaikan temperatur nilai plastic viscosity, yield point dan viskositas apparent cenderung menurun, tetapi masih memiliki harga hingga temperatur 350oF (Grafik 1). Dari hasil pengujian tersebut menunjukan bahwa lumpur berbahan dasar minyak tahan hingga temperatur tinggi.
2. Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan antara lain : 1. Timbangan digital 2. Multi mixer 3. Aging Cell 4. Rolling Oven 5. Fann Viscometer Model 35 (Gambar 1) 6. Emulsion Tester (Gambar 2) 7. Retort Kit 8. Mud Balance Pressurized
5. Pengujian Toxicity Mineral oil merupakan produk hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut untuk mengurangi kadar aromatik sehingga sifat toksiknya berkurang. Sifat toksik yang rendah menjadi salah satu alasan digunakannya mineral oil sebagai base fluid untuk lumpur dalam operasi pemboran sebagai pengganti diesel oil yang memiliki kadar aromatik yang tinggi 3
lumpur OBM dan cocok dengan aditif yang ada di pasar. 2. Emulsion stability, sifat rheology dan filtration loss dapat dengan mudah diatur dengan mineral oil dalam komposisi lumpur OBM. 3. Mineral oil buatan dalam negeri tersebut tidak bersifat toksik sehingga aman terhadap ekologi.
sehingga bersifat sangat toksik. Pengujian toxicity dilakukan dengan metode lethal concentration (LC50) dengan hewan uji yang digunakan adalah udang windu (Gambar 4). Sebelum pengujian, masing-masing base oil dicampur dengan air laut dengan perbandingan 1:9 (oil:air laut). Campuran diaduk selama 5 menit dan didiamkan selama 1 jam. Larutan uji yang telah disiapkan berupa SPP ( Suspended Particulate Phase) kemudian didekantasi dan digunakan sebagai media uji. Dengan SPP ini dibuat beberapa pengenceranpengenceran dengan air laut/tawar untuk pengujian penentuan LC50. Masukan hewan uji sebanyak 10 ekor kedalam setiap wadah uji. Pemasukan hewan uji dilakukan secara acak. Hasil pengujian ditabelkan pada Tabel 5. Dari hasil pengujian terlihat bahwa sampai konsentrasi diatas 1.000.000 mg/L, hewan uji yang mati tidak mencapai 50 % sehingga untuk konsentrasi >100.000 mg/L termasuk dalam kategori non-toxic (Tabel 4).
DAFTAR PUSTAKA 1. N.N. (1965), NL Baroid Mud Technology Baroid/NL Industries Handbook, NL Inc.,Houston, Texas. 2. N.N. (1984), “Standard Procedure for Field Testing drilling Fluids”, API Specification 13°, Dallas. 3. Rubiandini, Rudi. (2001), “Diktat Kuliah & Praktikum Teknik Pemboran”, Penerbit ITB, Bandung. 4. McNaughton, Peter, “Oil Mud In South East Asia”, Paper SPE 10435. 5. Smith, Martin., “Advances in API/ISO Oil Mud Chemical Analysis Field Procedures”, Paper SPE 87129.
KESIMPULAN 1. Mineral oil buatan dalam negeri tersebut dapat digunakan sebagai base oil untuk
Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Base Oil Parameter Mineral Oil Saraline Specific Gravity 0.828 0.78 Flash Point, oF 184.4 201.8 Pour Point, oF 66.2 24.8 Aniline Point, oF 208.4 213.4 Viskositas Kinematis,cSt 6.5 3.3 Initial Boiling Point, oF 518 491 Final Boiling Point, oF 707 671 Kadar Aromatic, % 1.99 0.16 Kadar Sulfur, % 0.0034 0.0028 Color L0.5 0 Tabel 2. Komposisi Lumpur Material Mineral Oil Saraline Base Oil 195.0cc 195.0cc Primary Emulsifier 10.0gr 10.0gr Lime 6.0gr 6.0gr Fluid Loss Control 3.0gr 3.0gr Secondary Emulsifier 8.0gr 8.0gr Water 47.0cc 47.0cc CaCl2 33.0gr 33.0gr 4
Viscosifier Wetting Agent Rheology Control Temperature Stabilizer Weighting Agent
12.0gr 1.5gr 3.0gr 2.0gr
12.0gr 1.5gr 3.0gr 2.0gr
295.0gr
295.0gr
Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Lumpur OBM Parameter Satuan Saraline Mineral Oil Specific Gravity 1.6 1.62 Plastic Viscosity@175oF cP 42 63 Yield Point@175oF lb/100ft2 64 29 2 Gel strength 10”/10’ lb/100ft 53/84 25/57 HPHT Filtrate cc 3.4 0.1 Water Phase Salinity kppm, Cl430 256 OWR % 75/25 83/17 Electrical Stability volt 1346 1117 Tabel 4. Kategori Sifat Fisik Kategori Konsentrasi, mg/L Very Toxic <100 Toxic 100-1000 Moderate Toxic 1000-10.000 Low Toxic 10.000-100.000 Non Toxic >100.000
Tabel 5. Hasil Pengujian Toxicity (LC50)
5
Number of Survivor Test Saraline Mineral Oil Cont Letter 24 hours 48 hours 72 hours 96 hours 24 hours 48 hours 72 hours 96 hours A 10 10 10 10 10 10 10 10 0 B 10 10 10 10 10 10 10 10 A 10 10 10 10 10 10 10 10 10 B 10 10 10 10 10 10 10 10 A 10 10 10 10 10 9 9 9 100 B 10 10 10 10 10 10 10 10 A 10 9 9 9 10 10 9 9 1000 B 10 9 9 8 10 9 9 9 A 10 10 9 9 10 10 10 9 10000 B 10 10 10 9 10 10 10 10 A 10 9 8 8 10 9 8 8 100000 B 10 9 8 8 10 9 9 8 A 10 9 9 8 10 10 9 9 1000000 B 10 8 8 8 10 9 8 8 Conc (ppm)
Tabel 6. Rheology Pada Kondisi HPHT dengan Fann 70 Temperature ( 0F)
RPM 600
100
150
200
250
300
350
320
316
195
168
124
98
300
317
205
132
108
87
72
200
293
157
82
85
72
61
100
205
94
72
64
57
45
3
111
63
60
37
26
YP(lb / 100 ft )
205
94
69
48
50
46
μa (cP)
160
158
97.5
84
62
49
PV (cP) 2
6
PV (cP)
PV @HPHT Fann 70 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
111
63
60 37 26
3 100
150
200 250 Tem perature ( oF)
300
350
48
50
46
250
300
350
YP @HPHT Fann 70 350
314
300 YP (lb/100ftoF)
250 200 150 94 100
69
50 0 100
150
200
Tem perature ( oF)
μ a @HPHT Fann 70 175
160
158
150
(cP)
100
μa
125
75
97.5 84 62 49
50 25 0 100
150
200 250 Tem perature ( oF)
300
350
Grafik 1. Pengukuran Plastic Viscosity, Yield Point dan Aparent Viscosity 7
Gambar 1. Fann Viscometer Model 35
Gambar 2. Emulsion Stability Tester
8
Gambar 3. HPHT Fann Viscometer 70
Gambar 4. Pengujian Toksisitas
9