Ja.:
trari Pebruari
2001
. Nomer" $f ISSAI " #??5 - ,81,;:'.s
Majalah llmiah Keagamaan & Kemasyarakatan
Diterbitkan Oleh : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
PLURALISME AGAMA DAN DIALOG TEOLOGI Oteh: llardani*
Sebentar lagt manusia akan memasuki millenium ketiga. Masyarakat modern akan mengalami perubahan-perubahan sosial yang semakin cepat. Tidak hanya dalam bentuk produk-produk baru dan rrendy,. tapi apa yang disebut sebagai globalisasi informasr setiap saat akan menverbu manusia dan pelbagai belahan
dunia yang semakrn "menyempit" sehingga menjadikannya sebagai desa buana lglobal villcge) atau kota buana (glohut crrr ). Sebagai konsekuensi logisnya,
pelbagai pertredaan pandangan, sikap, dan tradisr apalagi agama yang dianut segera terkuak secara "ielas. Pluralisme (kemajemukan) tersebut sesungguhnya bukanlah merupakan fenomena baru bagi lslarn karena ia tumbuh di sebuah masyarakat Arab yang pluralistik (Yahuid, Knsten" dan tradisi lain). Bahkan,
pluralisme merupakan bagian dan sunnatullch yang perennial dan imutable.l Namun, di samping karena persentuhannya dengan arus modernisasi yang menyebabkannya menjadi problema yang semakin kompleks.: J,rga karena agama menyangkut kesadaran teologrs yang p€rsonal yang bercinkan religittus truth
claim (klaim kebenaran agama) sehinga pluralisme yang muncul pun sering tidah disikapi dengan inklusirntas keagamaan, sikap arif, terbrik4 lapang dada, tapi telah dipresentasi oleh suatu pemikiran keagamaan yang bercinkan eksklusivitas, absolusitas, terh$up, dan rigrd.
Di
Indonesia sendiri, perkernbangan terakhir hubungan antaragama telah menunjukkan fenomena yang kurang-untuk tidak mengatakan sama sekali '"tidak"-s€hat. Tragedi Ambon yang terfadi semenyak awal tahun lggg dan tragedi
Kryang misalnya, yang
menelan koqban
jiw4
material, maupun psikologrs telah mengajukan stratu problerna yang tidak hanya harus ditaati secara insfitusional, namun meniscayakan ssrnua rmat beragama, termasuk lslam, unfuk menyeruak
dari kedalaman kesadaran keyakirun
secara individual 1,ang berbasiskan teologis
untuk merdefinisikan sikapnya yang tepst terhadap agama lain.
')Penulis adalah mahasiswa progrann pascasarjana IAIN sui-a] Kalijaga YogSrakarta dalam Program studi Agama dan Filsafal 46
Wardani, Pluralisme Agamg dun$gloSJ39!9gE
Menyadari akan kompleksitas permasalahan yang dibahas, tulisan
47
rnt
berupaya mengeksplor dua tema sentral, yaitu pluralisme agama dan kemungkinan dialog. Pembahasan di samping didasarkan pandangan teologis, juga didasarkan
"b"& af thaught" (bangunan pemikrranl
frlsafbt perennial yang memungkinkan
munculnya "keanfan" di tengah-tengah pluralisme agama.
Plurelisme Agama dan Sikap Agamawan terhadapnya
Menurut Longman l)rcltonurt -J pluralrsme adalah the prtnciple o/ diferent rd.es, religion, und polttical helte.l.s cun ltve together peuclrcfully in the same socie4,'(suatu pnnsip bahwa ras. agama. dan pandangan politik yang berbeda dapat hidup
sffira
damai dalam masvarakat vang sama). Dalam Encvclopedia o/
Religion arul Etics, pltralisme didefinisikan dengan "a methapvstcal docftine taht
all
existence rs ultimetely reducible to u multtpltcttt'o.f tlisrtnct and independent"s
(suatu doklrin metafisis yang men!'atakan bahw'a semua wujud pada akhirnya dapat dilebur ke dalam suatu keanekaragaman perbedaan dan wujud atau elemen tersebut dapat berdin sendiri).
Dalam pengertian tersebut, pluralrsme agama menunjukkan
adanya
koeksistensi agama-agama yang memungkinliann)'a hidup secara damai (peuceJull
coexistence) sehingga teryadi interaksi kendati dengan kadar tertentu. dengan demikian, apa yang terkandung di sini bukan "kerukunan" antarumat beragama ansich, tapi lebih dan rtu "ke4a sama" antarumat beragama dalam persoalanpersoalan kemanusiaan yang dihadapt.
Pluralisme (keberagaman) agama tersebut tentunya mendapat respon dan kaum agamawan yang hdak selalu bersikap inklusri' Menurut Peter L. Berger, ada tiga kemungkinan strategi yang dimainkan. Pertama. usaha penaklukan kembali {recoquest) suatu masyarakat atas nama persatuan yang teiah hilang. Strategi ini berupaya mengembalikan otoritas satu agama dengan menafikan yang lain, yang telah mendorong perang agama di Eropa dr abad XVl dan XVll. Perang yang bersemboyankan "Por C.risto Ray" (untuk sang Raja Kristus) pada masa Rezim
di Spanyol
yang didirikan tahun 1930-an adalah contoh lain penerapan strategi rni. "Reconguesta- di dengungkan kembali dalam kenangan Spanyol untuk Franco
4t
KHAZ,+\i,4H, Janaari * Pebraari Z{X)I *'onwr i5 fS'S;\. 0215 -
837
x
melawan kerajaan Musllm vang rnemuncak pada ketatuhan Granada dan persatuan Spanyol di bari'ah rala-raja Katolik.''
Strategr kedua adalah pengasrngan dtrt i tt'!/-.st'purttlutrtl Pluralisme agama dalam strategi inr dtsikapr dengan pengasrnsan nrasrarai'at secara teritonal vang memberlakukan tbrmula terkenal Westphalia bahrva "Siapa vang berkuasa akan menentukan agama" \cutus regtt) L't()lt.\ r!,'t,ttt) t sehrrrgga penguasa yang menganut agama tcnentu akan memaksa konlersi agama latn atau migrasi secara damai.T
Strategi ketiga adalah keterbLrkaan unlrrk dralog r,ang oleh Berger diistrlahkan .iengan tawar-menawar pli;'tran {cr)!tiittLt 'rt'{Ltttltlrg; Dialog dalam pluralisme agarna mengharuskan seseorang untuk bernegosiasi dengan pandangan yang berbeda dengan menetapkan hal-hal \EIl! "t \r /7\i.r/ dari kelakinan dan vang relatif sehingga tak membahayakan intr keimanan I Dialctg antaragarna memans ,rulrt drlakukan dan penuh resiko karena menggedor drnciing-dinding benteng teologr:; rang telah terpatri rapi, dan "prngS4rrun-' atau yang secara historis diang-uap
sejarah pun telah rnengekstnmitan pandanuan teologis tersebut dalarn suatu inasyarakat yang non*piurahstik namun lebih mcndewasakan keL:eragamaan. Oleh karenanva, dialog mrr*pakan stategi rang paling tepatkendatrJalam beberapa kesempatan telah mengalarni harnbatan dan kegagalan
Dialog Antarag*ma: Vis Fintu Etika atau Feologi?
Karena menvaclan bahrva
t"(!i.,.:
i,tr: trulh '-'lutm
merupakan cin
keberagamaan (baca: teologis) yang memang sudah melekat apa adanya, sebagian
ahlil0 memrmgkinkan dialog antaragama tersebul hanva dibangun di atasdasar "titik temu" (kalimatun sawa)r' di lua. pintu teologi. tetapi lewatpintuetika.
Lewat pintu etika, dernikian dasar argumennya. mannusia secara universal menghadapi tantangan-tantangan kemanusiaan serta memlliki tingkat keprihatinan
yang Sama. Etika dapat menggeser keberagamaan dan pola"having or reliS4ion" menjadi "religiosity'", dan dimensi sprntualrtas keberagamaan lebih terasa
menjanjikan dan menantang ianpa terfokus han-v-a pada lormalitas lahiriah kelembagaan agama.
ma don Dialog
T,
Dalam kartannya dengan pendapat tersebut, perlu disadari bahwa di samprng berdasarkan etika rasronal Qthilosaphical ethic\,beberapkonsepetika yang dibangun agama didaasarkan pula pada pandangan teologis sebagai trtik tolaknva.r: Sedangkan, teologr bertolak dan krtab suci sehingga etika Islarn, misalnya, oleh George F. Hourani diklasifikasikan pada kategori "thesttc suhlectwrsm" dalam pengertian bahrva baik dan buruk ditentukan olehTuhan lewat pemahaman avat-avat Al-Qulan s€cara komprehensif 13 Kaum agam&wan, menurut hemat penulis, tampaknya lebih memberlakukan kitab suci sebagai'kitab tuntunan teologi" dibanding sebagai "kitab pedoman etika" sehingga teologi yang
dianut senng kurang bernuansa moral, Berpuaii dan keterikatan etrka dengan teologi-bahkan vang terakhir ini merupakan titik tolaknya-dan kenyataan adanya ketenkatan etrka dengan kitab suci. padahal vang terakhrr rni lebih dilihat sebagai kitab '"teologi" oleh agamawan, maka dialog anatzlragama mesti tidak hanya dibangun dengan landasan etrk4 tapi lebih dari itu harus pula melalui pintu teologi -vang lebih lekat dalam kesadaran pemeluknva.
Dialog
teologi-tidak hanya pada dataran etikaberartr memaksa kita untuk menjawab suatu p€rtanyaan yang sangat mendasar pda agama. -vaitu apakah kebenaran dan keselamatan {salvation} hanya dimonopoli oleh suatu agama atau dirniliki oleh semua agama. Pertanyaan ini menjadi sangat vrtal untuk dr.yawab mengingat bahwa alasan pokok dalam studi antaragama pada dataran
ilmu perbandingan agama yang hingga saat ini ditekuni di prguruan-perguruan tinggr ag:rma negeri dan swasta termasul IAIN, adalah dialog kerja sama antaragama,'* bukan dengan sikap eksklusif dan apologetis hanya menun3ukkan
superioritas suatu agama terhadap agama lain, sebagatmana yang teqadi di belahan bumi bagran Barat dr mana istilah "perbandingan agama" disalahtafsirkan
dengan konotasi hegemoni kultural era impenahsme sehingga agama Kristen dianggap lebih unggul danpada agama-agarna lain.'t Hal yang serupa_juga mungkrn atau bahkan telah teladi di trelahan bumi bagran Tirnur.16
Untuk menjawab pertanvaan teologrs di atas, prtama-tama kita harus beranlak dan beberapa fakta tekstual keagamaan secara normatifvang berasal dari kitab sucr karena dan sini pandangan-pandangan teologis berasal. jawaban cukup berani, mrsalnva, dibenkan oleh Fazlur Rahman dari lsiam. Dengan merujuk QS al-Baqarah/2: 62t'- dan QS al-maidah/5: 69.i8 Rahman berkesimpuian bahwa
50 \ryAzAtuAry Jcnuuri I Febrweri 28*! !9ryq{_{f$Wry.€{f :_!174
orang yang benman kepada Allat\ han akhir, den beramal saleh, meskipun bukan muslim (Yah&di, Kristen, dan Sabi'in), akan mrendapt keselamatan. Dengan tegas
ia membantah dua
kerntrngkrnan lntcrpretasl traln ayat tersebut oleh mayontas
mufassir bahwa yang dirnaksud dengan Yehudi, Knsten, dan Sabi'in tersebut adalah yang telah rnasuk Islam, ata:i lrailg .berada pada masa pra-kenabian Muhammad. Katanya"
"ln both these verses, the vast ma3CInty slf lvtalslirjl cocrimenbtors exscise themselves fruitlessly to avoid havrng t* aiirni? the obvrous rneaning: that those-from any secnon of humankind*whsr believe in God and the Last Day and do good deeds are savrng. They eith*r sav that by -1ews, Christians, and *Muslirns"-which Sabaeans here are meart those whc have aeiuailv becorne interpretanon rs clearly belied by the fact that "lr"4us1irT1s" constitute only the first of the four groups of "those rvho bei;*'"'e"--{'tr that the_v were those good Jews, Chnstians, and Sabeans who hved bet'."r,:'c ti're advent of the Prophet Muhamrnad*whish is an even worse tow Je l't,rr,r'' 'o
itq
dan doktrin Knrtan telah berkembang suatu formula terkenal. extra eccl.;siam mulla salus (di luar ge.reta tical: ;da keselarnatan)to y*g mendasarkan din pada teks Matius 12 3{.1 "t'arilr rr:iinvamkan "Siapa yang trdak bersama Akr.l dia melawan Aku dan siepa *id*k berknrn=*i bersama-Ku berceraiterai":r lni sesrngguhnva adalah sisi ekskh.:s;vitas yang memeng harus disadan, dimiliki oleh setiap agalna di samping sisr inkl*s:i,iiasriva" Fada islam. ketika AlQu/an menegaskan bahwa agama yang ben,m'dr sisi l.llah adalah islam (QS. 3: 19 Sementara
dan 85), srsi ekskluslrntasnva rnu::sl-rl l'i*snu.;t. si:r rnkluslvitasnva terwulud
di sanrping
tarnpali
dalam bcsrtuk p*ngakuannva t*tli,.:*r,l[ueksisteftsi agama lain
yang hidup bersama-sama (Q5; 140: 6). "juga d-tl*m h*ntu.k perx?yataan Al-Qur'an bahwa pilihan antara iman dan kufr adaiaj": keL'sb*.*an
rn:anusra
(QS l8: 29: QS.
76.3|. Deklarasi tsfitang agaffia-agan'uE *c.r:l*Kri:it*n r:t*ir'lr.rj Kclnslti Vatikan UU yang dilaksanakan pada 1l Oklai:*r 1q*? - S l)*s*ffiiiler lg65 kemudian men;adikan eksklusivitas doktrin Krisl** iq:rscbllt "'ifi,*n*atr" dan gereja pun mulai
membuka pintu keselarnatan tecl*gis-e+kateri*p-r b;l1:i k*langan truar geteJa:2 Kalangan Kflsten kontemporer" untuk sebagrac terb**e,r. m*nnlak doktrin "extre ecciesram nutla solus" dalam irentukn_va y*ng p*ling snn:pit. Dengan didasarkan
atas
satu perlanSian kosnnis keilahian" merreka nt*:r:r:nma *':ianva keselamatan
universal.:3 John Hick dari Kristen Frcatcsten rie!::rn b*k*nva God Has Maw
Wardani, Pluralisnv Agama dnn Dialog Teologis 51
Nanes
.yuga menyatakan bahwa
@
agarrra
hary.alah merupakan perUeaaan respon msrusia terhadap
@a
ralitas
hakikatnya
rnutlak yang
sama dengan mEnafikan agama lain.2a
"
Sisi lain inklusivrtas ajaran Kristsr yang tampak adalah bahwa di
sampiag rnengakui adanya keselamatan di luar KristEn" keselanatan juga dimiliki oleh omttg yang walauprn hdak secara eksplisit menyatakan berirnanpada Yesus Kristrs, Iman sebagai syarat mutlak dan efektif bagi keselamatan, kata Karl Rabnetr, dapt teqadi tanF adzrrya hubungan yang eksplisit dan yang disadari dengan Yesus Kristus, yang di kalangan teolog Katolik Jerman disebut sebagai "iman anonrm- ( anorymous faith)
-25
Dengan demikiarl memang ada konsep ajaran masing-masing agama"
dalam uraian
di
atas dalam perspektif Islam-Kristen, tentang "universalisme
keselamatan"; suatu pengakuan secara inklusif bahwa kebenaran dan keselamatan terdapat pula
pda
agarna-agema lain di luar agama sendiri
Kesgtuan T ransendental Aga ma-a
ga
ma, Perspel*if Filsafat Perenniel
Pltralisme agama sebapi suatu kenyataan sekaligus sebagar masalah mungkin pula diselesaikan dEngen tawaran filsafat perennial, yaitu aliran filsafat yang meyakini adanya kebenaran alau kearifan universal yang abadi, selalu ada tanpa tenkat dengan ruang dan wakt& K%rifan atau kebenaran universal tersebut berada
di pxat
tradisi, yang dalam lslam disebut dengan al-hibnah sl-khalidah
ataual-hibnah ril-ladunryah,
atau
knatana Dharma dalam
agama Hindu.26
Frithjof Schuon dalwn bukrmya Trancendental Unity of Religians dengan bingkai teoritis filsafat perennial menyatakan adanya *kesatuan trarsendental" agama-sgruna pada tataran esoteris. Melalui distrngsi antara eksoteris (zawahir, bentuk, dimensi luar) dan esoteris (bawatin, substansi, dimensi dalam), ia merrydakan bahwa Fda tabran Frtarfla diternukan perbedaan-perbedaan agam4 tapi pada tataran kedua secara metafisis pe**aan tersebut mengecil dan berhimpun pada satu titik temu agama-agama. Menwut Schuon, ada tingkatanhngkatan hirarkis dalam wujud. Dari segr metafisika" Tuhan brada pada tingkat tertmggl, sedangkan pada tingkat bawahnya terdapat agama-agama yang berbeda.
s2 I{HAZANAH, Jannari - Pebraari
200/, Nottwr
55ISSN. 0215 -
837
x
Secara metafisis pe6€daan agama tersebut mengecil dan bertemu di ungkat tertinggi.r?
Dengan perspektif ini, semua ritus, doktrin, dan simbol-simbol kegamaan yang terbalut oleh bungkus manusiawr pemeluknva, bahkan pluralisme agama, akan bisa drpahami secara arif, tanpa harus mereduksinya sebagai gejalasosial
saJ4
sebagarmana dilakukan oleh kalangan histonsisme agama.zE Kendati dikenal
adanya kesatuan transendental agama-agama pada tataran esoteris, strngguh tradisi perennial tetap menghargai '"warna-warna" eksotensny4 karena dengAn itulah
setiap penganut agama akan menikman keberagam&Innva secara indivrdual dengan pengalarnannva yang tak terungkapkan" Dengan demikian, filsafat perennial sepenuhn-va memperhankan realitas transendental yang trans-historis pada semua agama. ada benang merah yang menghubungkan setiap agama tanpa mengenal apapun bentuknva. Realitas transendentai tersebut, yang dalam literatur sufisme tslam disebut dengan "kebenaran abadi" \ut-haq), 'yang riil di antara semua realiras" tsuvus,-u suNum\ dalam Upanrshad" atau "wujud hakiki' dalam rstrlah Plato, diakur keberadaannya oleh setiap agama meskt dalam manifestasi, wu.1ud- atau nama yang berbeda-
Allah, Yahweh. Varune. Ahura Mazda, Kali,
Krisna. Wisnu, Budha. Kwan Yin, dan sebagain.va.:" Dengan keanfan abadi 1st;pha perennrs) agamawan perlu membuka din dan bersikap rendah hati dalam menghadapi pluralisme agama, "Deep down, all religrons are the :iume - dtf/erent path leutltng to llze same goal", kata Paul
Knitter. Ung&apan vang senada rnr semakin menyebar dan mendapat dukungan di Barat.3o
Perspektif perennial melihat setiap agama dan dua sisi yang berbeda: sisi -'tlwme t)rlgtn" {asatr yang ilahr) dan sisr ketuhanan yang disebut dengan kemanusiaan.t' Dengatt menyadari bahwa Tuhan adalah asal dan tu1uan semua manusia, bahkan semga makhluk, maka setrap agafiLa pada "hakikatnya" berasal
dan Tuhan, kendatipun sebagai fenornena manurstawi
yang merupakan satu sisi
agama akan menampakkan "manifestasin-"-a'' ,vang berbeda-beda.32 dalam ungkapan Schuon, "substansi mempunyai hak-hak yang trdak terbatas"-rr, sebab ia
dan
lahir dari vang mutlak, sedangkan bentuk adalah relatif. dan karena itu hak-haknya terbatas" Jadi, di balik manifestasi ada yang Absolut itulah yang menghubungkan antzr-agama pada tataran esotens, bukan hanya pada kulit luar dan tanpa adanya
l*'ardani, PfiutfrIisrrrz Agama dan Dialog Teologis 53
prasmgka terhadap swrtu agarna filsafat perermial, tegas Seyyed Hoss€in Nasr, rnelakukan peqalanan yang mcrnungkinkan tercaparnya ekumenisme otentik. Peqalanan seqra esot€ns (batini) adalah srnfn ketsrusan, karena lranya pada "langit ilahi" kedamaian agiuna akan terwuju4 bukan pada atrnosfir manusia sebagaimana yang dilakukan banvak kelangan
ekrscnisme dewasa ini.s
Perjalanan secara esoteris yang memungkinkaa pertemrran agama-agama pada rrngkat mistrk dengan sikap msmbuka diri dan kerelaan memperkeya pengalaman agama dengan agama lain kini menjadi feffrmena yang menarik di Barat. "Pu.;smg over" atau ''crossing ovef' (perryeberangan), isalalr ymg digunakan oleh iohn S. Dunne untuk menvebut hal ini,35 yang tentunya tidak berarti convertton ro other reltgton, mempunyar paradrgma yang sama: tradrsronalis. mistrs, dan perennial, yang men;adi baglan dari kecendenmgan
umum Barat sekarang, vaitu spiritualitas. Beberapa konsep agama, hik yang berhubungan dengan pandangan teologi, etrka atau pandangan humanismenya vang terasa baru, menarik. atau vang sama sekali tak terprkirkan dalam agamakita ikut memperkava nuansa dan kesadaran agama kita. Paling tidak" humanisme setiap agama akan menjadi bagian vang menank perhatian kita.
Di
samping perspektif filsafat perennial yang memunglcrnkan adanya kesattran agama-agama pada iataran teologis, perspekhf histons agirma-agama monotheisme menurn;ukkan sccara geneologrs dan hstons agama Yahudi, Kristen, dan lslam sama-sama berakar dan agama-agama Ibrahim (Abrahamic reliqtons).36 maka 3ika berpijak pada perspektrf rnr, sebenarnva tak beralasan untuk mengkalim bahwa suatu agama di antara tiga aeama ini lebih benar dari yang lain karena dengan menyadan adanya kesamaan akan historis, karena pesan universal3T yang m
englr ubungkan agam a - agama tersebut
1u
ga sama,
Ant*re Absolusitas dan Relativitas Pluralisme agama-agama sebagar suatu problema yang merryebabkan timbulnva sikap eksklusrvitas dan pelbagai ketegangan hubungan antarumat
di aus telah diselesaikan dengan interpretasi baru teks konsrh Vahkan Il, perspektif filsafar perennial yang
beragama dalam paparan
AlQu/an, adanva
tradrsionalis-mistrs, serta Frspehif histons geneologr agama Yahudi, Knsten, dan
54 KEAZaINAH, Januai - Pebruari
2001
Nomor 55ISSN" 0215 -
&37
x
Islam yang keselrruhan waiarnrya tiba pada kesimp:lan bahwa kecuali menyadari pentingnya dialog afitrrragernzdalarn pluralismenya" adanya tawaran keselamatan teologis-eskatologis pda agama larn,luga kesatuan agama-agama. Secara tesritis
hal
tersebut tidaklah terlalu sulit untuk drperbincangkan. Namun ketika berhaapan
dengan kesadaran pmbdi-pnbadi pemeluk agama dalam keberagamannya, rnaka pada tataran pral,r*is untuk menempatkannya dalam kqyakinan hal tersebut"
tentunya bagt kalangan kebanvakan, akan sangat sulit Kekhawatiran akan penggerogotan terhadap keyakinan sendiri, runtuhnya tembok teologis' kecenderungan kepada bentuk sinkretisme, ragu-ragu, dan keyakinan agama yang setengah-s€rengah adalah bagan dan problema baru yang segpra menyembul dalam kesadaran pnbadi pemeluk agama. Padahal, keimanan yang menentramkan jio"a adalah keimanan yang menutup diri dari parspektif perbandingan. Oleh karena ltum pemahaman mungkin sala bervariasi (pluralitas pernahamanl tapi kebenaran hanya satu (unitas kebenaran).r8 Sehubungan dengan kenyataan problema di atas di satu srsi dan tuntutan untuk bersikap inklusif di pihak lain,
maka harus dikatakan. ada dimensi absolusitas dan relativitas dalam
setiap
agama.t' sehingga dimensi kedua (relativitas)akan rnernberikan bagrannya untuk menjawab tuntutan inklusivitas terhadap agmne lain. Dalarn ungkapan Hans Kung '"dan luar. diakui adanya bermacam-macam agzuna vang benar. lnilah dimensi
relatif dari suatu agama ... dan dalam: diakui adanyasuatuagamayangbenar. Inilah dimensi mutlak dari suatu agama".*"
Catatan Penutup Penulis men-vadari sepenuhnya bahwa rulisan ini telah bergumul dengan wrlayah yang sesungguhnya dianggap sangat kontroversial. Tidak hanya karena "dialog antaragama" sebagai tema tulisan -vang dianggap di beberapa negara *barang mewah", akan tetapi wilayah "teologt" sebagai sasaran dialog dan sebagai perspek*if-perspektif yang ditawarkan, termasuk penpektif filsafat perennial dan
mistis, memang disadari. terasa kurang akrab bagt kebanyakan orang dan sangat elitis intelektual-mistis. Oleh karena itu" menghindari selauh mungkin kesan "inklusifitas yang dipaksakan" dalam tulisan ini, makaperspektif danlandasan appun yang ditawarkan kesemuanya berpulang kepda kesadaran mendalam para perneluk Lgama untuk tidak hanva mengkorulisikan "kerukunan antarumat
lfardani, Pluralismc Agana dan Dialog Teologis 53
beragama", akan tetapi "ke4a sama" dan "dialog" secara aktif dan kreatrf Fnederich Heiler memang pernah berujar, "A new era will dswn upon monkirul
when the relrgtons wrll rtse Io true tolerance and co-operation in behalf of monkind. Ttt a.ssist tn preparing the waltfor this era is one of thefinest hopes
of
sctenttfic .;tudv o/ religtt,n".at Dalam konteks di atas, kesadaranlah-bukan hanya kajian ilmiah tentang agama-vang mampu mengantar pemeluk agama ke era baru tersebut.
56 KHAZANAH, Jonuari - Pebmai 2001 Nomor
55
/S${.
0215
- 837x
CATATAN
'Lihat QS. Fatir/35: 43, QS Hud/l l: I l8-l19. Lihat pula M. Roern Rowi, l'luralisme Agama dalam Perspektf Al-Qur'an, dalam Akademika, (Surabaya: PPs. Sunan Ampel, 1997\, h. 44; Nurcholis Madjid, Masyaraknt Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 48.
rDalam "Gelombang selarah Islam" Hasan Hanafi, Negara-negara Islam sekarang berada pada F'a1r ul-Nahdah (fajar kebangkitan) peradaban dan modernisasi yang, menurut prediksinya, semakin menanlak di abad ke-21 dan ke22. Lihat Hasan Hanafi, Muqaddimah fi 'llm al-lstigrab, (Cairo: al-Dar alFaniyyah, l99l), h. 697498. Jika pluralisme semakin kompleks akibat modernisasi, bukan hanya Barat, tapi negara-negara lslamlah yang akan menghadapi tantangan pluralisme yang didesak oleh modernisasi tersebut. Indonesia, terutama di daerah minoritas muslim, selama inr dryernbatani secara institusional yang berlandaskan tradisi sosial, seperti hukum adat "pela" di Maluku. Lihat Hamadi B. Husain, "Kerukunan Hidup Umat Beragama di Maluku dan Pela di Maluku", dalam Sudjani (ed), Profil Kerukunon Hidup Umat Berctgama, (Jakarla: Depag RI, tantangan pluralisme agama harus dicarikan solusinya dengan pendekatan teologrs, ke dalam (rrward) bukan hanya institusional, ke luar (out'ward), dan tak
'Kenrktman antarumat beragama
di
meresap"
+Dikutip dari Mujiburrahman, Agama dalam Mawarakat Madern,makalah diskusi dosendosen Fak. Ushuluddin, Banjarmasin, 1998, h. 8. tJames Hasting (ed.), Encvclopaedta of Reltgion and Ethics, (New York: Charles Scribners Sons Ltd., t.th ), vol. x,h. 66. uPeter L. Berger, Religion and Modernity, Makalah pada Conference on Religron and Society in the Modern World di LIPI, Jakarta, 29-31Mei 1995, h. 1319.
'rbid. *
Ibtd.
olihat Ismail R. al-Faruqi, "lslam
Lain",dalam Altaf Gauhar (ed ), Tontang [slam, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin dari Ifte Challenge of Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka 1982), h. I19. dan Agama-agama
'tLihat M. Amin AMullah, Studl Agama: Normativitas atau Historositas?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h 72-73; J. Verkuyl, Samakoh Semua
ll/ardani, Plurq]tsrre ASarM dan Diobg
f
57
Aguma.), (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, l96l), h. 125. Secara teologis, Verkuyl dengan tegas berkesimpulan akhir, "Baik di Timur maupun di Barat, baik di Utara maupun di Selatan, tak ada Nama yang lain untuk menjadi keselamatan manusia, selain daripada nama Yesus".
"Lihat QS. Ali lmran/3: 64. l2Keterkaitan etika (dalam hal ini etika lslam), terutama yang bersifat filosofis, dengan teologi telah dibahas dengan baik dalam M. Zurkani Jahja, Aktualtsast t;ilsafat dalcm Teologt [slam: Sehuah Telaah Historis dan M. Amin Abdullah, Aktualisosi Metodologt I. itsafat dalam Aqitlah Islam: Telaah Masa Depan, Makalah disampaikan pada seminar sehari Filsafat dan Aktualisasinya dalam Teologi lslam Demi Tegaknya Moral, Fakultas Ushuluddrq Banjarmasin, l4 Nopember 1998.
''M. Amin AMullah, Studt ..., op. Cit., h.63 dan74. toFriedrich Heiler, "Tlze History of Religiond us Preparationfor the Cooperotton o/-Religion.s ", dalam Mircea Eliade dan Joseph M Kitagawa (eds.),The H tstrtry of lleligions: F,sstl in ,\,tethodologv, (Chicago: The University of Chicago Press, 1959;, h. 132-16O A. Mukti Ali, llmu-ilmu Perbandingan Agama di lndonesta, (Bandung: Penerbit Mizan, 1994), h. 84.
'tM. Amin AMullah, Studr..., Op. Cit., h. l7-18. 'uKarya yang paling representatif di Timur dengan kecenderungan ini barangkali adalah karya Yusuf al-Amiry (w. 381 H/992}y'r\,Al-l'lambi Mrtnaqib ol-lslam, (Cairo: Dar al-Katib al-Araby, 1967). Tuluan perbandingan agam\ menurutnya, sebagaimana disitir Ahmad al-Hamrd Gurab dalam pengantarnya (h. 4s),
eJ: 9 lJ (pen ,;!.rYl i:-F) &,,Iil J,.,-Ie.[e ...*$uyl 4-.li J .5-;*sI L51-L! 4+)e J;-*!t it;.l!l i.Ul'i ;-yt ;i t.:l+1 rn
- +*ii;-*U
eX.
.ry
LoS3,,,liSll ,1.
(terjernah bebamya) "Tu1uan dul perbaru{ingan (perbandingon agama, penulisS sebagarmana tampak dart ludul buku ini dan sebagannana dinyatakan oteh At-'Amiry sendiri-adalah menunlukkan bahwa Islam lebih ungpptl daripada agoma-egama lain dalam memberikan solusinya bagi problema-problema besar yung dihadapi oleh tltanusta".
'tTerjemahnya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, Yahudi, Kristen, dan Sabi'in, siapa saja di antara mereka yang beriman dengan Allah, hari akhir, dan beramal saleh, akan menerima pahalanya di sisi Tuhan mereka; tidak ada kekhawatrran dan tidak pula mereka bersedih.
Jg EIIAZANAH, Janasi - Pebnrsi Z(nI
t*frlcmattnya:
Nonwr 55 ISSN. A2I5'837 x
rnukmia Yakudi, Sabi'is, dfl Kristen, yang beriman dengan AllalL han Akhir, dan beramal saleh akan rremperoleh pahalanya di sisi Tuhan merek4 tidak dakekbwatirandeti&k Sesgngguhnya orang-omng
ptrla mereka bers€dih.
reFazlu Rahman, Moior Themes of the Qvr'n\ fMirmeapolis, Bibliatlw Istamica, 1989), h. 166. Bandingkan dengan Mulrarnmad Asa{ The Message of the Qw '4n, (Giblartar: Dar al-Andalus, 1980), h. 14.
t\.ihat
J. Verkuyl Loc- Cit.
ttAl.t"i Shihab, "Paradigma Baru Misi Kristen-, dalam Andito (ed-),'{ras Notna Agama, Wacana Agoma dalam Dialog "Bebos" Konflil (Badung: Pustaka Hidayah, 1998), h. 139 22Mahmoud
Ayoub, "Akar-akar Konfiik Mrclim-Kristen'- Perspktf
Muslim Timur Tengah", dalam lbrd., h.218. Bandingkan denganlsmailRalFanuqr, krc. Cit. " lbid. (Mahmoud A-voub), h.219. roMuiiburrahman, Op. Cit., h. 10. 25St. *Dialog: Cara Baru Beragama (Sunrbangan Hans Kung bagl Sunardi. Dialag Anfar21grna", dzlarn Dialog: Kritik dan Identttas Agamo, (Yogyakarta: Pustaka Pelalar, 1993), Seri DIAN I Th. l, h. 71. tus"yy"d Hossein Nasr, "Kata Pengantar", dalam Frithjof Schuon, Islam
and Perenniol Philosophy, ter1. Rahmani Astuti, (Bandung Pen€rbit Mizan, l
g93), h" 7.26
:tHustcn Smith. "Pengantar untuk Edisi yang Disempurnakan-, dalam Frithjof Schuon, Trancendenta! |.,/nity of Religtonl terj. Safroedin Bahar, (Jaka*a: Pustaka Firdaus, 1994\, h. x-xi.
zsBudhy Munawar-Rahman, "Kesatuan Transendental dalam Teologr Perspektif Islam tentang Kesamaan Agama-agarna", dalam dialog ..., Op. Cit., h. r
33-134.
tnpriedrictr
Heiler, Op. Cit., h. 142. r0lKomaruddin Hidayat dan M. Wahyudi Nafis, Agamo Masa Depn; Perspektrf Filsofat Perennial, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 126. 3rBudhy
Munawar-Rahman, "Kesatuan ..., Op. Cit., h. 135,
tztbid.,h. r37
W'ardani,
t'Friedrich
Heiler.
Islam.
pt"r"tit^" esor* do"
Di.rlry
f*
Sg
Op. ( 'rr., h. 25.
'oBudhy Munawar-Rahman. Lrrc. ( 'rt. Kesatuan ...,
ttBudhy Munawar-Rahman. ''New Age: Gagasan-gagasan Mistik Spintual Dewasa ini", dalam Muhammad wahvuni Nafis (ed. ), Rekonstruksi dan Rentmgan Re I i g t u.t' I I am, ( J akarta' Paramadi n a, I 996 ). h. 7 3 r6Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Op. C.it., h. 127. 'ttPesan universal tersebut. "an uqtmu al-thna wct lo tatqfanaquffir " (QS. .
^s
al-Syurail2:31" rsKomaruddin
Hidavat dan M. Wahyudi Nafis, Op. (lit., h. l2g.
toM.
Quraish Shihab, '-Agama: Antara Absolutisme dan Relativisme", dalam Andito (ed 1, Op. ('rt., h. l.l5 *ust.
Sunardi, Dialog ...Op.('it.,h 73. o'Friedrich Heiler. Op. ('rt., h. 160.