SAINS ARSITEKTUR II
BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA
Diajukan oleh :
LUTHFI HARDIANSYAH 0951010022
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2012
Balai Kota Surabaya yang dulunya terkenal sebagai Staadhuis te Soerabaia dirancang dan dibangun oleh G.C. Citroen dalam rentang waktu sepuluh tahun, dari tahun 1915 sampai dengan tahun 1925.
Gambar 1: Balai Kota Surabaya tempo doeloe Gambar 1: Balai Kota Surabaya tempo doeloe Bangunan berlantai dua dengan yang membentang sepanjang 102 meter ini adalah salah satu karya besar arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Kecerdasan G.C. Citroen sebagai arsitek balaikota Surabaya dan kepekaannya terhadap iklim tropis menjadikan bangunan balakota Surabaya ini sebagai bangunan megah yang ramah lingkungan. Gambar 2: Balai Kota Surabaya saat ini Selaras dengan Iklim Tropis Kendati berkebangsaan Belanda, G.C. Citroen tidak melupakan karakter iklim tropis lembab dalam merancang sebuah bangunan, terlebih bangunan Balai Kota Surabaya. Penyesuaian terhadap iklim tropis menghasilkan bentuk-bentuk yang khas dan tetap fungsional. Bentuk-bentuk khas inilah yang menjadikan bangunan kolonial Belanda menjadi berbeda dengan bangunan di Negara Belanda. Karakter bangunan yang selaras dengan iklim tropis muncul menjadi bentuk-bentuk sbagai berikut: • Gallery atau selasar Bangunan Balai Kota Surabaya dikelilingi oleh gallery atau selasar disekelilingnya. Curah hujan yang tinggi akan menimbulkan tampias pada atap yang akan mengenai dinding bangunan. Ruang bernama gallery/ selasar menjadi solusi untuk
menghindarkan muka bangunan dari cipratan air hujan dan melindungi sisi daalam bangunan dari sinar matahari secara langsung.
Gambar 3: Selasar/Gallery Balai Kota Surabaya • Bentuk denah tipis Bentuk denah Balai Kota Surabaya tipis memanjang membentang dari barat ke timur Denah yang tipis memungkinkan terjadi cross ventilation atau ventilasi silang. Udara yang masuk dari sisi depan (sisi selatan) bangunan diharapkan dapat keluar di sisi belakang (sisi utara). Dengan begitu kesegaran udara di dalam bangunan tetap terjaga. Seiring dengan terjadinya peningkatan suhu akibat global warming dan rapatnya bangunan, maka kesegaran udara tak bisa lagi mengandalkan alam dan ventilasi silang sehingga harus ditunjang dengan penghawaan elektrik.
Gambar 4 : Denah yang tipis memungkinkan terjadinya sirkulasi udara • Orientasi bangunan menghadap selatan atau utara Bangunan Balai Kota dirancang menghadap selatan untuk menghindari sengatan matahari secara langsung. Dengan demikian akan tercipta keteduhan di dalam bangunan.
Gambar 5: Orientasi bangunan menghadap selatan • Atap bertumpuk Bentuk atap pelana bertumpuk dari bahan genteng dengan ventilasi di celah antar kedua atap dipilih agar udara dapat mengalir ke dalam bubungan. Aliran udara inilah yang diharapkan dapat menciptakan suasana sejuk di dalam sepanjang hari. Total Design Integritas G.C.Citroen dalam merancang gedung Balai Kota dapat kita buktikan. Citroen tidak hanya memikirkan solusi untuk mengatasi iklim yang tropis lembab, tetapi ia menggali talentanya sehingga mampu merancang secara menyeluruh (total design). • G.C. Citroen merancang gedung Balai Kota Surabaya tidak terpaku pada satu aliran tertentu. Gaya Neo-klasik yang mencitrakan tampak dan denah yang simetris tetap dipakai untuk membangun kesan formal dan wibawa. • Gaya arsitektur vernacular Belanda juga diadopsi oleh G.C. Citroen dengan menghadirkan menara/tower di kedua sisi pintu masuk. Menara/tower adalah salah satu ciri khas gaya arsitektur vernacular Belanda.
Gambar 6: Tower simetris tampak depan bangunan Balai Kota Surabaya • Gedung Balai Kota Surabayaa ini jika dipandang dari taman tidak terkesan kerdil meski wujudnya memanjang karena kuatnya kesan vertikal pada
elemen-elemen bangunan misalnya jendela, tiang/kolom, dan ventilasi.
Gambar 7: Kesan vertikal yang kuat muncul pada elemen ventilasi
Gambar 8: Komposisi jendela, ventilasi dan tiang/kolom mencerminkan pengaruh aliran De Stijl Komposisi balok dan kubus yang saling menumpuk pada puncak tiang/kolom menciptakan sebuah bentuk yang khas. Dalam merancang tampak bangunan dan detail penyelesaian elemen ini G.C. Citroen terpengaruh gaya Amsterdam School dan De Stijl yang pada saat itu terkenal dan diminati di Negara Belanda.
Gambar 9: Bentuk balok dan kubus yang saaling bertumpuk dan interlocking pada puncak tiang/kolom mencerminkan pengaruh aliran Amsterdam School • Tak hanya elemen-elemen bangunan saja yang disentuh tangan dingin G.C. Citroen, tetapi perabot, desain pintu, desain jendela, detail tangga dan lampu taman juga dirancang sehingga menciptakan sebuah desain yang selaras.
Gambar 10: Lampu taman yang menghiasi tangga di sisi belakang bangunan Balai Kota Surabaya
Gambar 11: detail tangga menuju Balai Kota Surabaya
Gambar 12: Detail pintu dengan paku kayu berukuran besar
Gambar 13: Detail railing tangga Kesimpulan : Berdasarkan konsep perancangan Balai Kota surabaya, dapat disimpulkan mengenai arsitektur tropis dan arsitektur tradisional. Arsitektur tropis merupakan prinsip desain, sedangkan arsitektur tradisional merupakan kebudayaan arsitektur yang turun-menurun melalui kebudayaan. Arsitektur tropis tidak harus tradisional, tetapi dalam arsitektur tradisional masyarakat memang sudah sangat memperhatikan prinsip-prinsip arsitektur tropis, sudah terlihat melalui bangunannya. Arsitektur tropis gaya baru bisa memakai material apa saja dan tidak harus terpaku pada tradisi, tentu dengan memperhatikan bagaimana menangani iklim tanpa menggunakan penanganan ‘modern’ terhadap iklim. Karena arsitektur tropis memperhatikan iklim, maka penanganan arsitektur yang berkaitan dengan iklim yaitu seperti mempertahankan suhu nyaman, kelembapan, dan sebagainya juga menggunakan potensi dari iklim tropis tersebut.