Bagian 1
Pendahuluan
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
a Pendahuluan
Dalam buku berjudul “To Tell You the Truth, the Ethical Journalism Initiative”
yang diterbitkan oleh International Federation of Journalist (IFJ), dengan jelas disebut bahwa Dewan Pers Indonesia adalah contoh dewan pers yang baik di dunia bersama Dewan Pers Afrika Selatan. Menurut buku itu, Dewan Pers Indonesia berhasil melaksanakan tiga mandat yang diberikan kepadanya, yaitu advokasi untuk kemerdekaan pers, pengaduan, dan pendidikan (terhadap masyarakat) mengenai posisi kemerdekaan pers. Keberhasilan tersebut karena kedudukan Dewan Pers yang independen yang dibentuk berdasar undang-undang. Begitu juga susunan keanggotaan Dewan Pers—yang terdiri atas tiga unsur, masing-masing dari unsur wartawan, pimpinan perusahan pers, dan tokoh masyarakat—menurut buku itu menjadi kekuatan Dewan Pers Indonesia. Pernyataan dari IFJ yang bermarkas di Brussel, Belgia, ini mengambarkan hasil kerja keras Dewan Pers periode 2007-2010. Dewan Pers selama tiga tahun tersebut berhasil mengembangkan diri menjadi sebuah lembaga yang independen, terpercaya, memiliki kewibawaan, integritas, dan peranan besar dalam ikut menjaga dan menegakkan kemerdekaan pers. Berbagai hambatan yang selama ini ada dalam menjaga dan menegakkan kemerdekaan pers dapat diatasi oleh Dewan Pers 20072010. Misalnya, perdebatan bagaimana sebaiknya pemuatan Hak Jawab dilakukan, yang sudah terjadi hampir selama 30 tahun, dapat diselesaikan melalui Peraturan Dewan Pers tentang Hak Jawab. Dalam peraturan hasil Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers, tokoh pers, perusahaan pers, dan para pihak yang terkait ini, Hak Jawab diatur secara jelas, sistematis, dan proporsional. Dengan begitu perdebatan mengenai Hak Jawab relatif sudah selesai. Begitu pula persoalan rendahnya kualitas sumber daya wartawan yang sejak lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sering dituding banyak pihak menjadi penyebab tidak mampunya kalangan pers menjalankan kemerdekaan pers dengan baik. Banyak wartawan tidak memiliki kompetensi. Tudingan itu sudah dapat dibantah dengan lahirnya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan. Dengan lahirnya Standar Kompetensi Wartawan, masyarakat kelak dapat mengetahui mana wartawan yang profesional dan yang tidak. Tentu terlalu riskan
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
bagi masyarakat melayani wartawan yang tidak profesional. Sehingga, nantinya tanpa paksaan masyarakat dapat memahami bahwa melayani wartawan tidak profesional akan merugikan diri sendiri. Walhasil, hanya wartawan yang sudah memiliki standar kompetensi yang akan dilayani oleh masyarakat. Hal ini akan meredam penyimpangan yang dilakukan oleh para “penumpang gelap” kemerdekaan pers. Dewan Pers juga sudah dipercaya sebagai lembaga yang kredibel dalam menangani pengaduan. Dari seluruh pengaduan yang masuk ke Dewan Pers 20072010, sebagian besar (98%) bukan hanya dapat diselesaikan oleh Dewan Pers tetapi juga diselesaikan dengan memuaskan para pihak yang terlibat. Fakta ini membuat Dewan Pers semakin dipercaya oleh masyarakat untuk menyelesaikan sengketa atas pemberitaan pers. Tidak mengherankan jumlah pengaduan terus meningkat. Partisipasi Dewan Pers dalam mengembangkan kemerdekaan pers dan mendorong demokrasi termasuk yang menonjol. Dewan Pers termasuk lembaga yang pertama mengunjungi Prita Mulyasari saat masih menjadi pesakitan di rumah tahanan. Sejarah mencatat Prita kemudian dibebaskan oleh pengadilan dan pemakaian Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE)—yang menjadi momok bagi pendukung kemerdekaan pers dan para pejuang demokrasi— tidak dapat diterapkan dengan semaunya. Demikian pula Dewan Pers termasuk yang berada di barisan terdepan dalam menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara yang substansinya banyak berlawanan dengan prinsip kemerdekaan pers. Akhirnya, pembahasan RUU Rahasia di DPR dibatalkan. Kalaupun dibahas lagi, substansinya dijanjikan akan dibongkar agar sesuai dengan suasana demokrasi dan kemerdekaan pers. Anggota Dewan Pers periode 2007-2010 ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 7/M Tahun 2007, 9 Februari 2007. Sejak ditetapkan hingga akhir masa kerjanya, telah banyak kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh anggota Dewan Pers periode 2007-2010 dengan mengacu pada tujuh fungsi Dewan Pers yang termuat di dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Aktivitas atau kegiatan tersebut juga berangkat dari visi dan misi Dewan Pers yang ditetapkan dalam Rapat Pleno di Bali, 22-23 Juni 2007. Visi Dewan Pers adalah “Melindungi dan meningkatkan kemerdekaan pers nasional berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia.” Sedangkan misi Dewan Pers yaitu (1) penguatan lembaga Dewan Pers; (2)
Pendahuluan
meningkatkan kualitas sumberdaya pers; (3) memberdayakan organisasi pers; (4) meningkatkan efektivitas penggunaan UU Pers; (5) melakukan pengkajian UU Pers No.40/1999; (6) memberdayakan jaringan ombudsman; (7) menumbuhkan masyarakat pers yang taat kode etik; (8) memperjuangkan kemerdekaan pers dalam constitutional rights; (9) meningkatkan kesadaran paham media (media literacy) masyarakat; dan (10) mewujudkan jurnalisme keberagaman (multicultural journalism). Beberapa kegiatan yang digelar selama 2007-2010 merupakan kelanjutan dari tradisi yang telah rutin dilakukan sebelumnya, seperti sosialisasi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik serta menerima pengaduan terkait pers. Sedangkan kegiatan baru yang penting untuk dicatat misalnya penyusunan regulasi-regulasi di bidang pers. Regulasi tersebut yaitu Standar Perusahaan Pers, Standar Organisasi Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Profesi Wartawan, Pedoman Hak Jawab, Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa, Peraturan tentang Keterangan Ahli dari Dewan Pers, dan Standar Kompetensi Wartawan—melangkapi Standar Organisasi Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik yang telah dibuat sebelumnya. Regulasi-regulasi ini disusun oleh organisasi pers dan masyarakat pers, dengan difasilitasi oleh Dewan Pers, sebagai bentuk pelaksanaan swa-regulasi dan upaya meningkatkan kehidupan pers nasional yang sehat bisnis dan profesional. Sejumlah regulasi tersebut menjadi petunjuk untuk penerapan UU Pers dan kemerdekaan pers. Sebagai upaya agar beberapa standar yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers dapat dilaksanakan dengan optimal, maka Dewan Pers dan kalangan pers menyetujui dirintisnya program Ratifikasi Perusahaan Pers yang dimulai awal 2010. Perusahaan pers yang ikut dalam ratifikasi ini diharuskan untuk memasukkan Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Profesi Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan, dan Kode Etik Jurnalistik dalam aturan perusahaan mereka. Sehingga, pelaksanaannya menjadi tanggung jawab semua komponen dari perusahaan bersangkutan. Ratifikasi sudah mulai ditandatangani beberapa perusahaan pers terkemuka pada tanggal 9 Februari 2009 Selama 2007-2010 Dewan Pers menerima lebih dari 1.185 pengaduan, baik yang datang dari masyarakat untuk mempersoalkan pelanggaran etika pers maupun dari kalangan pers yang meminta dukungan advokasi. Persoalan yang masih menonjol terkait dengan penegakan etika pers adalah masih maraknya penyalahgunaan profesi wartawan dan keluhan masyarakat terhadap media yang dianggap pornografis.
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Khusus untuk menanggapi praktik penyalahgunaan profesi wartawan, Dewan Pers pada 5 Maret 2008 mengeluarkan Pernyataan Dewan Pers Nomor 1/P- DP/ III/2008 tentang Praktek Jurnalistik yang Tidak Etis. Pernyataan tersebut antara lain memuat kewajiban wartawan menegakkan prinsip-prinsip etika pers dan tidak menggunakan cara pemaksaan atau klaim sepihak terhadap informasi yang ingin dikonfirmasi. Selain itu, wartawan tidak boleh menerima suap (amplop) dari narasumber dalam mencari informasi. Masyarakat/narasumber juga tidak perlu menyuap wartawan. Kode Etik Jurnalistik dengan jelas menyatakan wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari sumber berita. Dewan Pers mendapatkan pengalaman baru, terkait pengaduan terhadap media on-line (internet) yang mulai dipersoalkan masyarakat. Misalnya pengaduan terhadap detik.com dan hukumonline.com. Pengaduan ini dapat diselesaikan melalui mediasi. Sejumlah persoalan kebebasan pers masih terus menjadi isu selama 2007 sampai 2010, seperti tarik ulur pendapat mengenai revisi UU Pers, tuntutan hukum terhadap pers, serta kriminalisasi atau pemenjaraan terhadap wartawan. Isu-isu tersebut terus menjadi wacana yang ramai diperdebatkan, dan Dewan Pers merespon isu tersebut dengan berbagai pernyataan, kebijakan, dan kegiatan, yang pada intinya untuk melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh UU Pers. Perundang-undangan Sepanjang 2007-2010 muncul sejumlah undang-undang baru atau rancangan undang-undang yang dapat dianggap membahayakan keberlangsungan kebebasan pers di Indonesia, seperti UU Pemilu, UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Antipornografi, RUU Rahasia Negara, dan RUU KUHP. Beberapa RUU tersebut kemudian sekarang sudah menjadi UU. Selain itu, ada sejumlah isu menarik terkait kebebasan ekspresi yang melibatkan peran Dewan Pers di dalamnya. Misalnya, kolumnis Bersihar Lubis dihukum penjara satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan oleh hakim di Pengadilan Negeri Depok. Ia dianggap bersalah melanggar Pasal 207 KUHP karena menghina institusi kejaksaan melalui opini berjudul “Kisah Interogator yang Dungu” yang dimuat Koran Tempo, 17 Maret 2007.
Pendahuluan
Putusan ini dilawan oleh Bersihar Lubis. Ia bersama mantan wartawan harian Radar Jogja, Risang Bima Wijaya, didampingi Lembaga Bantuan Hukum Pers, mengajukan judicial review Pasal 207 KUHP ke Mahkamah Konstitusi. Dewan Pers terlibat sebagai narasumber dan pihak terkait dalam judicial review ini. Namun, MK tidak mengabulkan permohonan dari Bersihar. Kasus lainnya menyangkut Prita Mulyasari. Kasus Prita pantas dicatat dalam sejarah perjuangan kebebasan ekspresi di Indonesia. Kasus yang dialaminya mempertegas masih ada setumpuk aturan di negeri ini yang dapat dengan mudah digunakan untuk menyeret orang ke penjara karena pendapat, keluhan, atau kritiknya. Surat elektronik berisi keluhan terhadap pelayanan Rumah Sakit Omni International, menyebabkan Prita dituntut atas tuduhan melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 27 ayat(3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia ditahan selama 20 hari sebelum dibebaskan atas desakan publik. Saat ditahan, pada 3 Juni 2009 anggota Dewan Pers disaksikan puluhan wartawan media cetak dan elektronik menemui Prita di tahanan. Liputan massif dari media membuahkan hasil. Prita dibebaskan dari tahapan. Statusnya berubah menjadi tahanan kota. Sebelum kasus Prita muncul, Dewan Pers pada 18 April 2008 mengirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Inti dari surat tersebut berisi tiga hal: (1) Presiden diminta tidak menandatangani UU ITE sebagai wujud keberpihakan Presiden kepada penegakan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat; (2) di dalam Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan UU ITE dicantumkan secara eksplisit penjelasan bahwa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak mencakup pers; dan (3) di dalam Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan UU ITE perlu pula dicantumkan secara eksplisit bahwa berlakunya Undang-Undang ini tidak membatasi hak masyarakat menyatakan pendapat dan berekspresi seperti dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945. Di tengah kemunculan berbagai peraturan yang dapat mengancam kebebasan pers, Mahkamah Agung membawa kabar gembira dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.13/2008. SEMA ini memberi peluang
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
UU Pers dapat lebih efektif dilaksanakan dengan menganjurkan hakim yang menyidangkan kasus pers untuk meminta keterangan ahli dari Dewan Pers. Melalui SEMA tersebut, MA telah melahirkan terobosan positif bagi perlindungan wartawan dan menunjukkan bahwa hukum tidak kaku. Pada tahun 2009 bangsa Indonesia disibukkan dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden. Sebagaimana pemilu lima tahun sebelumnya, Pemilu 2009 menjadi saat penting bagi pers. Di dalamnya ada pergulatan tentang masa depan kemerdekaan pers dan profesionalisme wartawan. Bagi Dewan Pers, Pemilu 2009 juga menjadi saat yang tepat untuk menguji visi-misi para calon Presiden mengenai kemerdekaan pers. Karena itu, Dewan Pers bersama TVRI menggelar dialog “Capres Bicara Kemerdekaan Pers”. Dua calon presiden, Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono, memenuhi undangan untuk menyampaikan visi misinya mengenai kemerdekaan pers. Jusuf Kalla hadir pada dialog Senin, 22 Juni, sedangkan SBY pada Rabu, 24 Juni. Dialog tersebut juga disiarkan RRI dan ditayangkan sejumlah televisi di daerah. Pemberdayaan Masyarakat Dimulai sejak 2007, Dewan Pers mencoba memberi perhatian yang lebih besar pada upaya mendorong masyarakat yang cerdas memahami media (literasi media). Perhatian tersebut didasari fakta bahwa pertumbuhan pers saat ini nasibnya bergantung pada pilihan masyarakat. Karena itu, masyarakat harus diberi pemahaman yang baik mengenai media agar pilihan mereka dalam mengonsumsi media dapat sejalan dengan upaya menghadirkan pers-pers bermutu dan secara alami mengubur pers-pers yang tak bermutu. Secara umum, penilaian masyarakat terhadap kebebasan pers cukup baik. Riset yang dilakukan Dewan Pers melalui telepon terhadap 305 orang di enam provinsi menemukan, sebanyak 62% responden menilai kebebasan pers itu penting. Sementara sebanyak 80% setuju jika negara melindungi dengan tegas kebebasan pers. Dari survei ini tergambar tantangan bagi Dewan Pers dan masyarakat pers akan banyak muncul terkait gugatan terhadap wartawan. Sebab, sebanyak 45% responden memilih melapor ke polisi apabila merasa diberitakan tidak benar. Yang memilih untuk menggunakan hak jawab (hanya) berjumlah 35%.
Pendahuluan
Persoalan kualitas wartawan dalam tiga tahun keanggotaan Dewan Pers periode 2007-2010 juga masih menjadi kendala dan tantangan berat. Kualitas itu juga terkait dengan kesejahteraan wartawan yang belum layak. Riset yang dilakukan Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, dengan melibatkan 584 wartawan dari sejumlah media di daerah pada April-November 2008 menghasilkan data: sebanyak 33% wartawan membawa pulang gaji di bawah 1 juta perbulan. Sejalan dengan itu, 48% wartawan menilai gaji wartawan di Indonesia masih sangat kurang. Hal penting yang juga perlu dicatat dalam periode Dewan Pers 2007-2010 ialah munculnya gagasan diadakannya ratifikan oleh perusahaan pers nasional terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Awalnya gagasan tentang ratifikasi ini dilakukan dengan cara perusahaan pers mengajukan ratifikasi ke Dewan Pers dan secara berkala Dewan Pers mengumumkan media yang sudah meratifikasi. Naskah ratifikasi antara lain berisi: 1. Perusahaan pers memiliki sistem pendidikan. 2. Perusahaan pers memiliki sistem rekrutmen yang jelas. 3. Perusahaan pers memiliki sistem pendidikan peningkatan keterampilan jurnalistik. 4. Perusahaan pers memiliki sistem penghasilan/penggajian wartawan. 5. Perusahaan pers memiliki sistem lefel wartawan. 6. Perusahaan pers memiliki sistem jenjang karir wartawan. 7. Perusahaan pers memasukkan KEJ dalam peraturan perusahaan. 8. Perusahaan pers memiliki sistem evaluasi kompetensi. 9. Perusahaan pers mentaati apapun keputusan Dewan Pers dalam penyelesaian konflik pemberitaan. 10. Perusahaan pers mentaati untuk mencantumkan logo ratifikasi. Setelah melalui diskusi panjang, masyarakat pers akhirnya menetapkan ratifikasi adalah penandatanganan suatu dokumen oleh perusahaan pers yang berisi pernyataan bahwa para penandatangan ratifikasi akan memasukkan peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik Jurnalistik, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Profesi Wartawan dan Standar Kompetensi Wartawan menjadi bagian dari peraturan di perusahaan para penandatangan. Ini merupakan suatu loncatan dalam memecahkan masalah pers yang sering berpusat di perusahaan pers. Dengan adanya ratifikasi ini muncul banyak keuntungan.
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Pertama, Peraturan Dewan Pers akan berlaku dengan efektif. Kedua, masyarakat lebih mudah membedakan mana perusahaan pers yang memenuhi standar dan profesional dan mana yang tidak. Ketiga, mengurangi tudingan pers tidak dapat menangani dan mengendalikan kemerdekaan pers. Keempat, mengurangi peluang pihak-pihak yang ingin mengambil kemerdekaan pers. Isi Laporan Laporan ini merupakan informasi program dan kegiatan Dewan Pers yang dilaksanakan pada 2007-2010. Memaparkan apa yang telah dilakukan, serta menguraikan secara ringkas sejumlah wacana dan persoalan yang terkait dengan penjabaran tujuh fungsi Dewan Pers yaitu: 1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; 2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; 3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; 4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; 5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; 6. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; 7. Mendata perusahaan pers. Untuk melaksanakan tujuh fungsi tersebut, Dewan Pers telah membentuk lima komisi yang menjalankan program dan kegiatan sesuai bidangnya yaitu: Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers; Komisi Hukum dan Perundang-undangan; Komisi Penelitian, Pengembangan, dan Pendataan Pers; Komisi Pengembangan Profesi Kewartawanan; Komisi Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga. Laporan kegiatan 2007-2010 ini merujuk pada pelaksanaan dan pencapaian masing-masing komisi sepanjang tiga tahun masa bakti Dewan Pers.
10
Bagian II
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
11
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
12
a Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers menerima total
1.185 pengaduan yang sebagian terbesar menyangkut pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Umumnya yang dilanggar adalah Pasal 1, 2, 3, dan 4 menyangkut: Pemberitaan tidak berimbang, tidak profesional, dan menghakimi, serta beberapa yang menyiarkan berita cabul. Sebagian lagi melanggar Pasal 9, 10 dan 11, mencakup tidak menghormati hak pribadi (privasi) nara sumber, tidak segera meralat beritanya yang salah dan tidak melayani Hak Jawab masyarakat secara proporsional. Tapi yang terakhir ini banyak juga disebabkan oleh tuntutan pengadu atau kuasa hukum mereka yang mengajukan Hak Jawab secara berlebihan atau tidak proporsional. Hampir semua pengaduan yang tidak bisa diselesaikan pada tingkat Komisi maka diteruskan ke Rapat Pleno Dewan Pers. Namun, Komisi Pengaduan juga menemukan bahwa ada beberapa kasus yang sama sekali tidak melanggar KEJ. Media bersangkutan terbukti melakukan fungsi mereka: Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, melakukan pengawasan, koreksi, dan kritik seperti yang diperintahkan oleh UU Pers. Mereka jelas melakukan kegiatan jurnalistik seperti yang ditegaskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) UU Pers: “...mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi...” (lazim disebut 6M). Dewan Pers selalu menilai secara cermat setiap berita yang diadukan dengan memperhatikan isi berita yang dimaksud. Komisi Pengaduan selalu memeriksa kliping atau VCD yang disampaikan karena itulah landasan untuk menilai setiap pengaduan berdasarkan KEJ dan UU Pers. Sekalipun namanya Dewan Pers, Dewan Pers ini bukanlah dewan yang semata-mata selalu memenangkan pers dalam kasus apapun. Dewan Pers adalah sebuah dewan masyarakat pers untuk menjamin bahwa hak-hak masyarakat tidak diinjak-injak oleh pers dengan berlindung di balik konsep kemerdekaan pers. Dan pada saat yang sama, Dewan Pers harus melindungi kemerdekaan pers dari setiap campurtangan pihak lain yang ingin atau berusaha mengekang kemerdekaan 13
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
pers. Maka jangan heran kalau melihat kenyataan bahwa dalam sebagian terbesar keputusannya, Dewan Pers menyalahkan media dan dalam banyak kasus mewajibkan media bersangkutan memuat Hak Jawab pengadu disertai permintaan maaf kepada yang bersangkutan dan atau masyarakat. Pengalaman Komisi Pengaduan selama tiga tahun terakhir ini menunjukkan bahwa mudah sekali menyelesaikan suatu sengketa antara masyarakat dan pers bila yang diadukan itu media profesional. Sebab, mereka segera menyadari kesalahannya dan menerima keputusan Dewan Pers. Paling repot kalau berurusan dengan media tidak profesional atau sering disebut “abal-abal”. Wartawannya, meskipun tidak paham kode etik jurnalistik, namun “ngeyel” dan tidak cepat menyadari kesalahannya. Data menunjukkan, jumlah pengaduan ke Dewan Pers meningkat dari 319 di tahun 2007 menjadi 424 pada tahun 2008 dan 442 di tahun 2009. Dengan kata lain, tahun 2007 Komisi Pengaduan menerima rata-rata 26 pengaduan perbulan, 34 lebih perbulan di tahun 2008, dan 36 perbulan tahun 2009. Tampaknya, meningkatnya jumlah pengaduan itu disebabkan antara lain oleh: 1. Masyarakat makin cerdas. Mereka semakin tahu tentang hak-haknya serta tahu bahwa untuk urusan sengketa dengan pers tidak perlu melapor ke polisi. Sehingga polisi pun bisa memusatkan perhatiannya pada hal-hal lain menyangkut kepentingan masyarakat dibanding berbagai urusan pencemaran nama baik yang hanya menyangkut kepantingan pribadi seseorang. 2. Ada peningkatan dalam jumlah “media abal-abal” yang dikelola oleh “wartawan ecek-ecek.” 3. Kampanye Dewan Pers tentang perlunya masyarakat memakai hak jawab dan menghindari penggunaan kekerasan apabila dinilai ada kekeliruan pemberitaan. Dewan Pers berpendapat wartawan dan media yang melakukan pemerasan, biarlah mereka menjadi urusan polisi karena memeras itu perbuatan pidana, bukan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik. Pengaduan ke Dewan Pers memang jauh lebih cepat dan lebih murah daripada mengadu ke polisi. Sebab, Dewan Pers menyelesaikan sengketa tanpa memungut
14
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
biaya dan selalu mengusahakan perdamaian lewat mediasi yang bertujuan “win-winsolution”, kedua pihak merasa menang. Dengan begitu tidak ada yang merasa disakiti dan tidak ada dendam antarkedua belah pihak. Pertimbangannya selalu berdasar KEJ dan UU Pers, bukan hukum pidana atau perdata. Bila tidak tercapai titik temu antarkedua belah pihak, Dewan Pers kemudian mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang disampaikan kepada kedua pihak yang bersengketa. PPR itu juga dimuat di buletin ETIKA dan website Dewan Pers (www.dewanpers.or.id dan www.dewanpers.org) yang dapat diunduh oleh siapa pun. Dewan Pers selalu menekankan supaya masyarakat menggunakan Hak Jawab mereka. Dengan demikian akan ada referensi tertulis atau terekam bahwa berita yang keliru itu pernah dibantah dan diluruskan. Kalau tidak ada referensi tertulis atau terekam, maka masyarakat bahkan anak-cucu orang atau lembaga bersangkutan akan beranggapan bahwa berita itu benar adanya, karena tidak pernah dibantah. Karena itu, setiap kali ada berita yang merugikan, Dewan Pers menganjurkan segera digunakan Hak Jawab secara proporsional. Bantah setiap paragraf atau bagian yang tidak benar dengan fakta-fakta yang relevan, dan mengirim tembusannya ke Dewan Pers. Perkembangan Pengaduan Selama tahun 2007 jumlah pengaduan ke Dewan Pers sebanyak 319 dengan rincian pengaduan sebagai berikut: Berdasarkan Jenis pengaduan: 1. Pengaduan langsung sebanyak 56. 2. Pengaduan tidak langsung (tembusan) sebanyak 268. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat: 1. Pemerintah mengadukan media sebanyak 141 pengaduan. 2. Media mengadukan pemerintah sebanyak 24 pengaduan. 3. Masyarakat mengadukan media sebanyak 117 pengaduan. 4. Media mengadukan pemerintah sebanyak 14 pengaduan. 5. Wartawan mengadukan media sebanyak 11 pengaduan. 6. Pengaduan lain-lain (di luar kasus pers) sebanyak 12 pengaduan.
15
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Kasus yang menonjol selama tahun 2007, antara lain, pengaduan Irawan Santoso dan kawan-kawannya terhadap Priyono B Sumbogo, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab majalah dwimingguan Forum Keadilan—sering disebut Forum—yang secara sepihak memecat mereka sebagai wartawan Forum. Soal pemecatan ini dianggap oleh Dewan Pers sebagai sengketa ketenagakerjaan yang berada di luar kewenangan Dewan Pers untuk menyelesaikannya. Namun, selain pemecatan ternyata ada tulisan di Forum berjudul “Wartawan Ilegal Forum Keadilan”. Pengadu merasa dilecehkan atas tulisan tersebut. Dewan Pers menilai Forum telah memublikasikan tulisan bernada menghakimi. Sudah sepantasnya Forum melayani Hak Jawab dari Irawan Santoso dan kawankawannya. Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi, 25 Mei 2007, yang merekomendasikan Forum harus melayani Hak Jawab pada kesempatan pertama penerbitannya. Tidak melayani Hak Jawab bisa berakibat dipidana denda paling banyak Rp 500 juta. Dalam perkembangannya, Forum tidak bersedia melayani Hak Jawab sehingga kasus ini masuk ke pengadilan. Pengadilan akhirnya memvonis Forum untuk membayar denda. Di tahun 2008 ada 424 pengaduan dengan rincian sebagai berikut: Berdasarkan Jenis pengaduan: 1. Pengaduan langsung sebanyak 99. 2. Pengaduan tidak langsung (tembusan) sebanyak 325. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat: 1. Pemerintah mengadukan media sebanyak 144 pengaduan. 2. Media mengadukan pemerintah sebanyak 20 pengaduan. 3. Masyarakat mengadukan media sebanyak 145 pengaduan. 4. Media mengadukan pemerintah sebanyak 17 pengaduan. 5. Wartawan mengadukan media sebanyak 7 pengaduan. 6. Pengaduan lain-lain (di luar kasus pers) sebanyak 91 pengaduan. Sebagian besar pengaduan pada tahun 2008 dapat diselesaikan melalui Hak Jawab atau mediasi. Dewan Pers hanya mengeluarkan tujuh Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR), ketika upaya mediasi tidak mencapai mufakat dan Hak Jawab tidak dilayani dengan semestinya. Salah satu PPR yang dikeluarkan Dewan Pers bahkan menyatakan tidak terjadi pelanggaran etika, sehingga tidak memberikan rekomendasi apa pun. Misalnya PPR menyangkut pengaduan Keluarga Sadipun
16
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
terhadap harian Pos Kupang untuk berita berjudul “Sadipun Jadi Tahanan Kota” yang dimuat pada edisi 11 Juli 2008. Dewan Pers menilai tidak terdapat pelanggaran etika dalam berita tersebut. Harian Pos Kupang memenuhi standar jurnalistik dan tidak beritikad buruk. Dewan Pers mengeluarkan PPR karena pihak pengadu menuntut uang kompensasi dan mengancam menggugat secara hukum jika tidak dipenuhi. Dalam menilai pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers memilah berdasarkan bobot pelanggaran, apakah pelanggaran itu kesengajaan atau kelalaian. Jika hanya kelalaian, maka media pers diminta untuk melayani Hak Jawab. Namun, jika terdapat unsur kesengajaan, media pers tersebut harus meminta maaf. Misalnya, berita tabloid Bidik Kasus berjudul “Staf Kantor Catatan Sipil Tg Balai Peras Warga Tak Mampu” (edisi 11 Februari 2008), dinilai Dewan Pers sengaja untuk mencemarkan nama baik pengadu. Rekomendasi serupa dikeluarkan Dewan Pers terhadap tabloid Toentas atas berita berjudul “Kirno Ber-KKN Ria. Penyerapan Anggaran Genset Walkot Jaksel Misterius”, edisi 19 November-2 Desember 2008. Berita tersebut bersifat menghakimi. Dewan Pers adakalanya menegur langsung melalui surat, jika media pers jelasjelas melanggar etika, meskipun tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dewan Pers menegur keras harian Radar Banjarmasin karena memuat foto sadis di edisi 1 November 2008. Foto sebagai ilustrasi berita itu memperlihatkan seseorang yang gantung diri (dalam posisi masih menggantung) dengan berita berjudul “Bujangan Tewas Gantung Diri”. Foto lainnya memperlihatkan pemuda yang tewas dengan tubuh penuh darah yang muncul di edisi 3 November 2008. Dewan Pers menilai pemuatan foto-foto itu mengeksploitasi sadisme dan tidak layak dipublikasikan. Mediasi Selama tahun 2008 Dewan Pers berhasil menyelesaikan secara mufakat 13 pengaduan melalui mediasi. Misalnya pengaduan Mahkamah Agung terhadap tabloid Mahkamah; pengaduan Bram Tuapattinaya dan Midin B Lamany terhadap tabloid Senator; pengaduan Edison M Tambunan terhadap harian Pos Kota, Warta Kota, Lampu Hijau dan tabloid Nova. Mahkamah Agung mengadu ke Dewan Pers mempersoalkan laporan tabloid Mahkamah berjudul “Mahkamah Agung Dijajah Australia” serta beberapa berita lainnya pada edisi III, November 2008. Dalam berita itu Mahkamah menggunakan kata-kata yang dinilai merendahkan instansi MA seperti “obok-obok” dan “dijajah”. Berita
17
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
tersebut juga ditulis secara tidak berimbang, memanipulasi data dengan menulis bahwa pembangunan Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA dibiayai bantuan Australia. Setelah melalui mediasi Dewan Pers, 1 Desember 2008, Mahkamah bersedia mencabut berita tersebut disertai permintaan maaf. Mahkamah juga bersedia memuat koreksi di halaman sampul dan memuat Hak Jawab dari MA. Tabloid Senator dalam edisi Agustus-September 2008 menulis “Banyak Calon Anggota DPD Tak Dikenal Rakyat Maluku.” Berita tersebut ditulis secara tidak berimbang, tidak ada konfirmasi, dan cenderung menghakimi. Setelah proses mediasi, pada 5 November 2008 Dewan Pers merekomendasikan agar pihak pengadu, anggota DPD dari daerah Maluku, Bram Tuapattinaya dan Midin B Lamany, menyampaikan Hak Jawab. Senator harus memuat Hak Jawab itu pada kesempatan pertama disertai permintaan maaf. Edison M Tambunan mengadu ke Dewan Pers atas liputan empat penerbitan, yaitu Pos Kota atas tulisan berjudul “Wanita Diborgol Mantan Suami” (edisi 21 Desember 2008); Warta Kota berjudul “Tangan Diborgol, Wanita Dikeroyok, Pelaku Eks. Suami” (edisi 21 Desember 2008); Lampu Hijau berjudul “Limery Tobing (57 tahun) Babak Belur Dihajar Mantan Suami” (edisi 21 Desember 2008), dan tabloid Nova berjudul “Dari Amerika Menjemput Petaka. Natal Kali Ini Penuh Kepedihan” (edisi 29 Desember 2008 - 4 Januari 2009). Menurut Edison, keempat penerbitan itu menulis berita secara tidak berimbang dan bersifat menghakimi. Sumber berita hanya berdasarkan keterangan mantan isterinya, Lameria, tanpa melakukan verifikasi dan klarifikasi kepadanya. Dewan Pers memediasi Edison dan keempat media tersebut, dan dicapai kesepakatan keempat suratkabar tersebut bersedia memuat Hak Jawab dari Edison disertai permintaan maaf, sementara Nova memberikan kesempatan wawancara satu halaman penuh kepada Edison. Dalam melakukan mediasi, Dewan Pers berusaha menumbuhkan saling pengertian dan memulihkan kesalahpahaman pihak-pihak yang bersengketa. Misalnya, dalam kasus pengaduan PT. Kemang Pratama terhadap harian Kompas, untuk berita berjudul “Bekasi Kena kiriman Banjir” (edisi 17 April 2008), terjadi silang pendapat antara Kemang Pratama dengan Kompas menyangkut penyebab banjir, waktu banjir, ketinggian banjir dan nara sumber dari berita itu. Dalam pertemuan mediasi, pada 10 September 2008, Dewan Pers menyampaikan bahwa sengketa Kemang Pratama dengan Kompas merupakan kesalahpahaman menyangkut rincian 18
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
fakta yang secara keseluruhan tidak melanggar kode etik. Kedua belah pihak sepakat untuk membangun komunikasi dan meningkatkan kerjasama di masa depan. Dewan Pers seringkali memberikan pengertian kepada pengadu agar lebih memahami pesan-pesan media pers. Seperti dalam kasus pengaduan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Kristen (AMPK) terhadap sampul majalah Tempo edisi 4-10 Februari 2008, yang memuat karikatur lukisan Perjamuan Terakhir, yang “diplesetkan” menjadi gambar keluarga Presiden Soeharto. AMPK meminta Dewan Pers memberikan teguran keras terhadap Tempo, serta menuntut Tempo untuk meminta maaf kepada umat Kristiani secara terbuka melalui beberapa media cetak dan elektronik. AMPK juga menuntut Tempo untuk menarik majalah itu dari peredaran. Namun, Tempo telah meminta maaf sebanyak tiga kali yaitu di Koran Tempo edisi 6 dan 7 Februari 2008 dan majalah Tempo edisi 11-17 Februari 2008. Dewan Pers menganggap Tempo telah melakukan kewajibannya sebagaimana diatur KEJ. Sementara itu upaya mediasi yang cukup alot menyangkut pengaduan Majelis Ulama Indonesi (MUI) terhadap laporan Tempo berjudul “Luka Ahmadiyah” (edisi 5-11 Mei 2008). Proses mediasi tersendat akibat kesalahpahaman. Setelah dua kali pertemuan mediasi, persoalan bisa diselesaikan. Tempo memuat Koreksi dan Hak Jawab dari MUI dan diterbitkan di edisi 28 Juli 2008. Pengaduan terhadap Media On-line Pada 2008 Dewan Pers mendapatkan pengalaman baru, terkait pengaduan terhadap media on-line (internet). Dua kasus pengaduan terhadap media internet berhasil didamaikan Dewan Pers melalui mediasi, yaitu sengketa antara Reno Iskandarsyah vs Hukumonline dan Djoko Edhi vs Detik.com. Reno Iskandarsyah SH., MH dari Kantor Advocates & Legal Consultan Iskandarsyah & Partners, mengadu ke Dewan Pers pada 28 Juli 2008, sehubungan dengan berita Hukumonline berjudul “Takut Klien Jadi Tersangka, Advokat Rela Menyuap” yang dimuat 24 Juli 2008. Dewan Pers, pada 11 Agustus 2008, mempertemukan Reno Iskandarsyah dengan Pemred Hukumonline Muhammad Yasin untuk mediasi, setelah Dewan Pers memperoleh kepastian bahwa kedua pihak bersedia bermusyawarah dan Hukumonline mengakui kesalahan bahwa berita yang disebarkan bersifat menghakimi, tidak melakukan verifikasi, dan tidak melakukan chek dan recheck kepada Reno Iskandarsyah. Dalam pertemuan mediasi tersebut disepakati: (1) Hukumonline bersedia mencabut berita tersebut. (2) Hukumonline bersedia meminta maaf kepada Iskandarsyah di medianya tanggal 11, 12 dan 13 Agustus 2008.
19
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Sedangkan dalam kasus Djoko Edhi vs Detik.Com, Djoko Edhi S. Abdurrahman SH mengadukan laporan Detik.Com berjudul: Bahrudin: makelar jual beli nomor caleg PPP Djoko Edhi. Berita tersebut menurut Djoko Edhi telah merugikan dirinya baik secara moril maupun materiil (sebesar Rp 20 miliar). Djoko Edhi selain mengadu ke Dewan Pers juga menyusun gugatan untuk diajukan ke pengadilan. Dewan Pers memastikan kedua belah pihak bersedia bermusyawarah, dan berdamai dalam pertemuan mediasi 23 September 2008. Kasus Media Penyiaran Dewan Pers juga menangani dugaan pelanggaran Kode Etik atas tayangan infotainmen Kabar Tokoh di TvOne. Dewan Pers mempersoalkan tanggung jawab TvOne sebagai stasiun yang menyiarkan acara infotainmen itu. Hal ini terkait dengan pengaduan “pemimpin redaksi” Kabar Tokoh, yang meminta dukungan advokasi Dewan Pers, karena salah satu reporternya dijadikan saksi sehubungan dengan sengketa di pengadilan antara Andira Sisca dengan mantan suaminya. Dewan Pers menilai, informasi yang dipaparkan Kabar Tokoh tidak melanggar etika jurnalistik, dan telah berupaya melakukan check and rechek kepada berbagai pihak yang terkait dengan pemberitaan itu. Namun, ketika tayangan itu berbuntut gugatan hukum, siapa yang bertanggung jawab terhadap tayangan itu? Pemimpin Redaksi rumah produksi yang memproduksi Kabar Tokoh, atau Penanggung Jawab berita TvOne yang menyiarkan berita itu? Pemimpin Redaksi TvOne, yang diwakili Nurjaman Mochtar, dalam penjelasannya kepada Dewan Pers, pada 8 Juli 2008, mengatakan dalam struktur organisasi yang berlaku di TvOne (dan stasiun televisi lain) produk rumah produksi, seperti Kabar Tokoh, merupakan tanggung jawab Departemen Program, bukan Departemen Pemberitaan. Artinya, infotainmen berada di wilayah hiburan, bukan jurnalisme. Produk rumah produksi dibeli oleh bidang akuisisi dan dikontrol oleh bidang quality control pada departemen itu. Jika lolos baru ditayangkan. Departemen Program dan Departemen Pemberitaan, meskipun bekerjasama, tetapi tidak bisa saling mengintervensi. Karena itu, menurut Nurjaman, jika tayangan Kabar Tokoh bermasalah, bukan menjadi tanggung jawab Departemen Pemberitaan. Advokasi dan Saksi Ahli Dewan Pers melakukan advokasi terhadap pengadu dari kalangan media. Dalam hal ini, pengaduan atas tindakan semena-mena yang dilakukan baik di dalam internal perusahaan (hubungan kerja) ataupun ancaman kekerasan dari pihak lain seperti
20
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
kelompok masyarakat dan aparat yang berwenang terhadap wartawan. Misalnya, pada 16 Juni 2008, Dewan Pers menerima pengaduan Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar (KJTKPM) terkait dengan sikap Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Sisno Adiwinoto, yang menurut KJTKPM, dalam berbagai kesempatan pidato menyatakan akan memidanakan wartawan jika terbukti bersalah. Selain itu, Sisno juga menyatakan masyarakat tidak mesti menggunakan Hak Jawab jika merasa dizalimi pers. Mereka bisa langsung melapor ke polisi. Dewan Pers telah berupaya melakukan mediasi untuk membangun salingpengertian antara Sisno Adiwinoto dan KJTKPM ini, dengan menggelar diskusi di Makassar. Namun, upaya dialog tersebut tidak berhasil. Sengketa ini bahkan berlanjut ke pengadilan dengan menjadikan seorang aktivis KJTKPM, Upi Asmaradhana, menjadi tersangka. Dewan Pers mengirim surat ke Kapolri agar mengambil-alih atau menengahi persoalan pidana ini karena prosesnya diragukan berjalan adil. Sebab, pihak yang memeriksa Upi adalah kepolisian Makassar dimana Sisno menjadi Kapoldanya. Dalam kaitan dengan advokasi untuk melindungi kemerdekaan pers, Dewan Pers acapkali memenuhi permintaan untuk menjadi saksi ahli (keterangan ahli) dalam perkara di pengadilan yang terkait dengan pers. Sedikitnya selama tahun 2008 Anggota Dewan Pers menjadi saksi ahli dalam 18 perkara, baik di tingkat penyidikan maupun persidangan. Dewan Pers memberikan kesaksian menyangkut ada tidaknya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik terhadap liputan yang dipersengketakan. Selain diminta oleh kalangan pers, Dewan Pers juga diminta oleh lembaga pengadilan maupun aparat penegak hukum lainnya untuk menjadi saksi ahli. Terkait peran sebagai saksi ahli, keterlibatan Dewan Pers dalam kasus pengadilan terkait dengan karya jurnalistik semakin dikukuhkan dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli. Sema ini mendorong hakim untuk mengundang saksi ahli dari Dewan Pers setiap kali menangani kasus yang terkait dengan delik pers. Kriminalisasi Surat Pembaca Dewan Pers pada tahun 2008 memberikan perhatian pada gejala baru adanya kriminalisasi terhadap surat pembaca. Sebagai rubrik yang disediakan media pers bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapat dan keluhan. Persoalan muncul ketika pihak yang merasa dirugikan oleh surat pembaca menggugat ke pengadilan,
21
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
siapa yang bertanggungjawab? Pemuatan surat pembaca ada di tangan redaksi media pers. Karena itu, Dewan Pers menyatakan aparat penegak hukum tidak perlu memproses pengaduan soal Surat Pembaca jika persoalannya tidak terlalu berat; penulis surat pembaca agar lebih berhati-hati menggunakan bahasa dan penilaian saat menulis surat pembaca; serta agar pengelola media bertanggung jawab atas materi Surat Pembaca yang mereka muat. Kho Seng Seng dan Winny Kwee, dan sejumlah pemilik kios di ITC Mangga Dua, Jakarta, meminta bantuan Dewan Pers terkait penetapan mereka sebagai tersangka pencemaran nama baik karena Surat Pembaca. Mereka menjadi tersangka akibat Surat Pembaca yang mereka tulis di harian Suara Pembaruan, edisi 3 Oktober 2006. Winny menulis surat pembaca berjudul “Hati-hati Membeli Properti PT Duta Pertiwi”, karena merasa ditipu PT Duta Pertiwi dalam pembelian kios di ITC Mangga Dua. Ternyata tanah yang digunakan untuk membangun bukan milik PT. Duta Pertiwi. Sebulan sebelumnya, Dewan Pers juga menerima pengaduan dari Kho Seng Seng dalam kasus yang sama. Dalam sidang di pengadilan, Kho Seng Seng divonis denda Rp 1 miliar. Uniknya, Esther yang menulis hal yang sama, divonis bebas. Kasus kriminalisasi surat pembaca terus berlanjut dan kini memasuki sidang banding. Kho Seng Seng, setelah divonis denda Rp 1 miliar, kini harus menghadapi gugatan pidana. Dewan Pers telah mengirim surat kepada Kapolri, meminta kepolisian tidak menindaklanjuti penetapan Kho Seng Seng dan Winny sebagai tersangka. Dewan Pers berpendapat rubrik Surat Pembaca di setiap suratkabar merupakan bagian dari kebebasan ekspresi dan menyampaikan pendapat yang dimiliki masyarakat yang dijamin undang-undang. Surat Pembaca juga bagian dari pers. Sehingga penyelesaian persoalan menyangkut tulisan di rubrik Surat Pembaca hendaknya diselesaikan menurut ketentuan yang berlaku di UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers juga menulis surat kepada Mahkamah Agung sehubungan dengan keputusan hakim yang berbeda terhadap penulis Surat Pembaca. Padahal perkaranya sama. Dewan Pers mengingatkan, tanggung jawab isi Surat Pembaca ada pada penanggung jawab media bersangkutan dan bukan penulisnya. Surat Dewan Pers itu disambut positif dan kemudian dijadikan landasan Mahkamah Agung untu mengingatkan Pengadilan Tinggi agar merujuk surat tersebut.
22
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Pornografi dan Media Khusus Dewasa Dewan Pers menengarai semakin menjamur media-media yang dengan sengaja mengekploitasi seks untuk kepentingan komersial. Media-media semacam ini juga diadukan ke Dewan Pers oleh sejumlah warga masyarakat dan LSM peduli pornografi. Terhadap majalah porno tersebut, Dewan Pers telah membuat surat kepada Kapolri untuk menindak tegas sesuai dengan amanat undang-undang. Dewan Pers menegaskan, pornografi bukan bagian dari pers. Secara etika, isi majalah atau koran-koran tersebut jelas melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers pada 8 Juli 2008 memanggil Pemimpin Redaksi Lampu Merah sehubungan tulisan berjudul “Noni si Nona Nikmat Menghilangkan Penat di Otakku” di edisi 5 Juni 2008. Dewan Pers menilai materi tulisan fiksi yang bersumber dari website porno itu telah masuk ke wilayah pornografi. Tulisan itu bukan merupakan kecerobohan melainkan sudah dalam kategori kesengajaan dari Lampu Merah dan bisa dikenai pasal-pasal KUHP tentang pelanggaran kesusilaan. Lampu Merah bersedia mematuhi teguran Dewan Pers yang menegaskan bahwa (1) tulisan itu mengandung pornografi dan tidak layak dimuat di media massa. (2) Meminta maaf kepada masyarakat atas pemuataan tulisan tersebut. Permintaan maaf dimuat di Lampu Merah edisi 9 Juli 2008. Lampu Merah kini berubah nama menjadi Lampu Hijau. Bersamaan dengan itu, Dewan Pers mencatat tumbuhnya media untuk kalangan dewasa yang oleh sebagian masyarakat sering disalahpahami sebagai majalah porno. Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada 25 September 2008, mengadukan sembilan majalah dewasa, yang menurut MUI, merupakan majalah porno. Beberapa bulan sebelumnya Dewan Pers telah menyusun peraturan tentang penyebaran media cetak khusus dewasa. Penyusunannya dilakukan bersama pengelola media khusus dewasa. Peraturan itu antara lain mengatur tentang pemberian sampul penutup untuk cover majalah, serta pelarangan menjual majalah dewasa di tempat-tempat tertentu. Perilaku Wartawan Preman Dewan Pers menerima banyak pengaduan masyarakat dan aparat pemerintah terkait perilaku wartawan pemeras atau seringnya disebut wartawan bodrex. Sejumlah pengaduan bahkan tergolong kasus kriminal, “wartawan” yang terlibat narkoba dan kekerasan, seperti pengaduan atas wartawan Inti Jaya di Cianjur dan wartawan Seputar Jabar di Sukabumi. Terhadap pengaduan tersebut, Dewan Pers menyarankan pihak pengadu untuk melapor ke polisi, dan Dewan Pers mengirim surat ke Kapolri agar tidak ragu-ragu menindak praktek wartawan bodrex. 23
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Penanganan kasus wartawan “bodrex” atau media preman bukan menjadi wilayah Dewan Pers, mengingat praktek mereka bukan terkait dengan jurnalisme, melainkan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara-cara tidak terpuji. “Liputan” media bodrex hanyalah sarana untuk praktek pemerasan, ancaman dan intimidasi. Pada sejumlah pengaduan yang ditangani Dewan Pers, terjadi pertikaian antara media bodrex. Perkara itu sebenarnya lebih merupakan sengketa bisnis di antara “wartawan” yang merangkap sebagai “pelaku bisnis”. Masing-masing pihak menggunakan media penerbitannya untuk berkampanye, menyerang dan menghakimi pihak lain. Sepanjang tahun 2009 Dewan Pers menerima 442 pengaduan dengan rincian: Berdasarkan Jenis pengaduan: 1. Pengaduan langsung sebanyak 89. 2. Pengaduan tidak langsung (tembusan) sebanyak 353. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat: 1. Pemerintah mengadukan media sebanyak 222 pengaduan. 2. Media mengadukan pemerintah sebanyak 21 pengaduan. 3. Masyarakat mengadukan media sebanyak 147 pengaduan. 4. Media mengadukan pemerintah sebanyak 11 pengaduan. 5. Wartawan mengadukan media sebanyak 17 pengaduan. 6. Pengaduan lain-lain (di luar kasus pers) sebanyak 24 pengaduan. Di tahun 2009 Dewan Pers tidak mengeluarkan PPR terkait penyelesaian pengaduan. Sedangkan Risalah Kesepakatan yang ditandatangani dalam proses mediasi di Dewan Pers ada sembilan. Beberapa kasusnya sebagai berikut: Dewan Pers berhasil menyelesaikan pengaduan Agus Supriadi, Bupati Garut periode 2003-2008, terkait tayangan Kumpulan Perkara Korupsi (KPK) yang disiarkan Trans TV 1 Desember 2008, melalui mediasi. Mediasi dilakukan pada 3 Maret 2009. Dewan Pers mempertemukan pimpinan Trans TV dan LBH Projustisia sebagai kuasa hukum Agus Supriadi. Salah satu butir kesepakatan itu adalah bahwa Trans TV memahami timbulnya miskumunikasi dari Agus Supriadi dan keluarganya sehingga merasa keberatan terhadap tayangan Trans TV. Karena itu, Trans TV bersedia membuat liputan human interest mengenai Agus Supriadi dan keluarganya sebagai kompensasi dan ditayangankan pada program pemberitaan Trans TV lainnya.
24
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Pada 29 Agustus 2009 Dewan Pers menerima pengaduan dari PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa Medan terkait serangkaian berita harian Sumut Pos dan harian Pos Metro Medan, yang dinilai tendensius dan tidak benar. Pengadu berharap Dewan Pers dapat memanggil kedua media, meminta mereka menghentikan pemberitaan yang tendensius dan tidak benar dan mengenakan sanksi sebagaimana UU Pers No. 40 tahun 1999. Menindaklanjuti pengaduan tersebut, pada 12 November 2009, telah dilaksanakan pertemuan mediasi di Medan. Dalam pertemuan itu para pihak sepakat untuk menempuh jalan damai dengan memberikan kesempatan kepada PTPN II untuk mengklarifikasi pemberitaan yang selama ini dianggap tidak benar. Ada sejumlah kasus yang cukup menarik untuk dikaji dan menjadi catatan Dewan Pers. Kasus Plagiasi Kasus ini pertama kali masuk meja pengaduan Dewan Pers. Pada 5 Januari 2009 Dewan Pers menerima email dari Imam Kurnia, IT Infojambi.com terkait adanya plagiat yang dilakukan oleh Zainul Abidin (kontributor www.okezone. com). Melalui suratnya, Infojambi.com meminta Dewan Pers untuk menyelesaikan masalah ini. Menurut Dewan Pers plagiat merupakan pelanggaran Pasal 2 KEJ yang nilainya sangat berat bagi wartawan. Okezone mengakui kesalahannya dan akhirnya memberikan sanksi kepada wartawannya. Pemuatan Foto Sadis Masyarakat semakin kritis dalam menyimak apa yang dimuat media. Foto pun menjadi perhatiannya. Pada 31 Januari 2009 Dewan Pers menerima pengaduan dari Ahmad Karim terkait berita disertai gambar (foto) kecelakaan yang mengerikan yang dimuat oleh Gorantalo Pos. Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Dewan Pers langsung mengirim surat kepada Gorontalo Pos, meminta harian itu untuk meminta maaf. Permintaan Dewan Pers dilaksanakan oleh Gorontalo Pos. Kasus Kematian Wartawan Tanggal 13 Mei 2009 Dewan Pers menerima surat dari Kepala Bidang Sekretariat Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO terkait permintaan informasi dari Dirjen UNESCO atas perkembangan penanganan kasus kematian pewarta lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo, Herliyanto, di Probolinggo, 29 April 2006. Menindaklanjuti
25
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
permintaan ini, Dewan Pers memutuskan untuk mengutus anggotanya, Abdullah Alamudi, guna mencari informasi dengan langsung datang ke Probolinggo. Hasil pencarian informasi yang dilakukan di Sidoarjo kemudian disampaikan kepada UNESCO yang intinya berisi: “Saat ini kasus pembunuhan Herliyanto masih terus diselidiki oleh Polres Probolinggo. Sebuah tim yang bertugas melakukan pengejaran terhadap pelaku pembunuhan telah dibentuk oleh Polres Probolinggo. Tiga dari tujuh orang yang diduga sebagai pelaku sudah berhasil ditangkap. Sementara empat lainnya masih terus dicari. Tersangka dan sekaligus saksi utama, Salim Slamet, yang semula dinyatakan mengindap penyakit jiwa ketika ditahan di Lembaga Pemasyarakatan setempat akan diselidiki kembali. Sebab penilaian bahwa Salim Slamet mengalami sakit jiwa masih diragukan.” Pemuatan Foto “Teroris” Pada 21 Agustus 2009 Dewan Pers menerima pengaduan Teuku Umar terhadap harian Radar Bogor dan JPNN terkait kesalahan pemuatan fotonya yang disangkutpautkan dengan jaringan teroris. Foto tersebut ikut disiarkan oleh TvOne. Foto Teuku Umar diberi keterangan sebagai pelaku jaringan teroris pengebom Hotel JW Marriot Jakarta. Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Dewan Pers melakukan mediasi. Media-media tersebut ternyata telah meralat foto itu namun Teuku Umar tetap mau membawa kasusnya ke pengadilan. Dewan Pers menilai kasus ini secara etika telah selesai dengan dimuatnya ralat atas foto yang salah. Di sisi lain, tercatat sejumlah kasus yang berlarut-larut penanganannya dan tidak atau belum berhasil diselesaikan. Contohnya pengaduan Aburizal Bakrie terhadap Majalah Tempo. Pada 28 November 2008 Aburizal Bakrie disertai pengacaranya mengadukan Majalah Tempo sehubungan dengan Laporan Utama “Kisruh Saham Keluarga Bakrie” dengan judul berita “Panas Digoyang Gempa Bumi” (edisi 17-23 November 2008). Untuk menangani pengaduan ini, Dewan Pers menggelar beberapa kali pertemuan, melobi, bahkan membentuk tim khusus yang dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Ichlasul Amal. Dalam pertemuan 9 Juli 2009 yang dihadiri Dewan Pers, wakil Tempo dan wakil Aburizal Bakrie telah menyetujui sebuah naskah kesepakatan. Naskah tersebut rencananya akan ditandatangani oleh Tempo dan Aburizal Bakrie. Namun, penandatangan tidak kunjung terlaksana.
26
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Kasus lain menyangkut pengaduan Raymond Teddy terhadap tujuh media yaitu RCTI, Republika, Suara Pembaruan, Koran Sindo, Warta Kota, Detik.com, dan Kompas terkait berita perjudian di Hotel Sultan yang melibatkan nama Raymond Teddy. Dewan Pers telah mencoba melakukan mediasi tetapi gagal menghasilkan kesepakatan. Raymond Teddy kemudian membawa kasus ini ke pengadilan dimana Dewan Pers menjadi salah satu turut tergugatnya.
Rincian Pengaduan Dewan Pers Tahun 2007 Jumlah pengaduan selama tahun 2007 sebanyak 319. Grafik pengaduan berdasarkan jenis pengaduan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1.1. Berdasarkan Pihak yang terlibat No.
Pihak yang Terlibat
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
PEMERINTAH mengadukan MEDIA
141
44%
2.
MEDIA mengadukan PEMERINTAH
24
8%
3.
MASYARAKAT mengadukan MEDIA
117
37%
4.
MEDIA mengadukan MASYARAKAT
14
4%
5.
WARTAWAN mengadukan MEDIA
11
3%
6.
Lain-Lain
11
4%
319
100%
Total Pengaduan
Berdasarkan Pihak yang Terlibat
27
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Tabel 1.2. Berdasarkan Jenis Pengaduan No.
Jenis Pengaduan
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
Langsung
56
18%
2.
Tembusan
263
82%
319
100%
Total Pengaduan
Grafik 1.2. Berdasarkan Jenis Pengaduan
Rincian Pengaduan Dewan Pers Tahun 2008 Jumlah pengaduan selama tahun 2008 sebanyak 424. Grafik pengaduan berdasarkan jenis pengaduan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 1.1. Berdasarkan Pihak yang Terlibat No.
Pihak yang Terlibat
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
PEMERINTAH mengadukan MEDIA
144
34%
2.
MEDIA mengadukan PEMERINTAH
20
5%
3.
MASYARAKAT mengadukan MEDIA
145
34%
4.
MEDIA mengadukan MASYARAKAT
17
4%
5.
WARTAWAN mengadukan MEDIA
7
2%
6.
Lain-Lain
91
21%
424
100%
Total Pengaduan
28
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Grafik 1.1. Berdasarkan Pihak yang Terlibat
Tabel 1.2. Berdasarkan Jenis Pengaduan No.
Jenis Pengaduan
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
Langsung
99
23%
2.
Tembusan
325
77%
424
100%
Total Pengaduan
Grafik 1.2. Berdasarkan Jenis Pengaduan (Dari sejumlah 424 pengaduan)
29
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Rincian Pengaduan Dewan Pers Tahun 2009 Jumlah pengaduan selama tahun 2009 sebanyak 442. Grafik pengaduan berdasarkan jenis pengaduan dapat dilihat dalam tabal di bawah ini:
Tabel 1.1. Berdasarkan Pihak yang Terlibat No.
Pihak yang Terlibat
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
PEMERINTAH mengadukan MEDIA
222
50%
2.
MEDIA mengadukan PEMERINTAH
21
5%
3.
MASYARAKAT mengadukan MEDIA
147
33%
4.
MEDIA mengadukan MASYARAKAT
11
2%
5.
WARTAWAN mengadukan MEDIA
17
4%
6.
Lain-Lain
24
5%
442
100%
Total Pengaduan
Pengaduan Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Aduan (Dari jumlah keseluruhan pengaduan sebanyak 442 buah pengaduan)
Keterangan: Pengaduan lain-lain yang dimaksud adalah jenis pengaduan di luar kasus pers yang secara langsung dan tidak langsung ditujukan ke Dewan Pers.
30
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Tabel 1.2. Berdasarkan Jenis Pengaduan No.
Jenis Pengaduan
Jumlah Pengaduan
Prosentase %
1.
Langsung
89
20%
2.
Tembusan
353
80%
442
100%
Total Pengaduan
Pengaduan Berdasarkan Jenis Aduan (Dari jumlah keseluruhan pengaduan sebanyak 442 buah pengaduan)
Catatan: Dewan Pers menanggapi pengaduan langsung dan tembusan, jika pengaduan tersebut memang berhubungan dengan kasus-kasus pers. Perkembangan Pengaduan Tahun 2007 Hingga 2009 Perkembangan jumlah pengaduan selama periode 2007 hingga 2009 sebagai berikut: Jumlah Pengaduan
31
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Berdasarkan jenis pengaduan, perkembangan jumlah pengaduan pertahun mulai 2007 hingga 2009 sebagai berikut:
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, perkembangan jumlah pengaduan pertahun mulai 2007 hingga 2009 sebagai berikut: Pengaduan Pemerintah terhadap Media selama tahun 2007-2009 Pemerintah mengadukan Media
32
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Pengaduan Media terhadap Pemerintah selama tahun 2007-2009 Media mengadukan Pemerintah
Pengaduan Masyarakat terhadap Media selama tahun 2007-2009
Masyarakat mengadukan Media
33
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Pengaduan Media terhadap Masyarakat selama tahun 2007-2009
Media mengadukan Masyarakat
Pengaduan Wartawan terhadap Media selama tahun 2007-2009
Wartawan mengadukan Media
34
Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Pengaduan yang tidak berhubungan dengan kegiatan jurnalistik/pers selama tahun 2007-2009
Lain-Lain
35
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
36
Bagian III
Komisi Hukum dan Perundang-Undangan
37
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
38
a Komisi Hukum dan Perundang-Undangan
Sepanjang tiga tahun periode 2007-2010, Dewan Pers melihat antara
kemerdekaan pers dan hukum memiliki kaitan yang sangat erat. Dalam praktek kemerdekaan pers tidak mungkin terlepas dari persoalan dan benturan hukum. Dewan Pers secara aktif mengikuti gerak dinamika hukum dan terus memperjuangkan agar dinamika hukum itu tidak sampai bertentangan dengan kemerdekaan pers. Setiap ada RUU yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, Dewan Pers akan langsung turun melawannya baik lewat gagasan, pemikiran, lobi atau kalau perlu dengan demo. Dewan Pers aktif pula memfasilitasi organisasi pers dan masyarakat pers dalam pembuatan berbagai peraturan di bidang pers. Dewan Pers berhasil menjalankan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 15 ayat (2) huruf f: “Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.” Pasal ini diterapkan tanpa ragu oleh Dewan Pers periode 2007-2010 sebagai perwujudan prinsip swaregulasi yang dianut oleh UU Pers. UU Pers, walaupun tidak lagi bernama undang-undang pokok, namun sebenarnya hanya berisi prinsip-prinsip pokok saja. Padahal undang-undang ini juga tidak memberi kewenangan kepada pemerintah untuk dapat mengatur yang belum jelas melalui Peraturan Pemerintah (PP). Dalam kontek inilah penggunaan Pasal 15 ayat (2) huruf f yang memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk memfasilitasi pembuatan peraturan-peraturan di bidang pers menjadi sangat relevan dan penting. Dengan menerapkan pasal ini, banyak masalah ketentuan di bidang pers yang tadinya tidak jelas dan penuh perdebatan kini menjadi jelas. Karena itu, Dewan Pers terus memanfaatkan ketentuan ini untuk menegakkan kemerdekaan pers. Untuk menindaklanjuti Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 13 tahun 2008, Dewan Pers telah menyusun Pedoman Ahli dari Dewan Pers. Sesuai pedoman ini kelak ahli yang memberikan keterangan dari Dewan Pers terhadap 39
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
masalah-masalah yang berkaitan dengan pemberitaan, tidak lagi harus semata-mata angggota Dewan Pers, tetapi juga boleh dari orang yang bukan dari Dewan Pers sepanjang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam pedoman tersebut. Syaratsyarat dimaksud, antara lain, harus berpihak kepada kemerdekaan pers, mendahului pemakaian UU tentang Pers dan harus lulus dari pelatihan yang diselenggarakan Dewan Pers. Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun beberapa standar dan pedoman yang terkait dengan kegiatan pers, antara lain: 1. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/III/2008 tanggal 3 Maret 2008; 2. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers Nomor 04/ Peraturan-DP/III/2008 tanggal 3 Maret 2008; 3. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan Nomor 05/Peraturan-DP/IV/2008 tanggal 28 April 2008; 4. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa Nomor 8/Peraturan-DP/X/2008 tanggal 29 Oktober 2008; 5. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Hak Jawab Nomor 9/PeraturanDP/X/2008 tanggal 29 Oktober 2008. 6. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan. Mekanisme penyusunan semua peraturan tersebut sama. Pertama-tama masyarakat pers merasa membutuhkan aturan di bidang pers terhadap masalah tertentu. Dari hasil rembukan masyarakat pers kemudian diadakan beberapa kali diskusi. Hasil diskusi itu dibawa lagi ke dalam beberapa kali kegiatan semacam focus group discussion (FGD). Masukan dari FGD dibawa ke dalam tim kecil. Rapat tim kecil merumuskan draf peraturan yang ada. Draf ini dibawa lagi ke sidang pleno. Masukan dari sidang pleno diolah kembali oleh tim perumus. Hasil rumusan inilah yang dibawa lagi ke sidang pleno. Setelah dikoreksi, rumusan akhir ditandatangani sebagai persetujuan. Barulah sesudah itu ditetapkan dalam Peraturan Dewan Pers. Selain itu, karena pada masa bakti Dewan Pers 2007-2010 diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) maka Dewan Pers tentu saja ikut mengkaji dan mendiskusikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu terkait dengan pengaturan kampanye melalui media massa cetak dan elektronik: • Memanfaatkan jejaring dan lobi kepada DPR RI, KPU.
40
Komisi Hukum dan Perundang-Undangan
•
Upaya judicial review oleh kalangan media massa cetak atas UU tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.
Langkah lain yang secara intensif dilakukan dalam bidang perundangundangan adalah mengkaji dan mendiskusikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dewan Pers antara lain mengirim surat kepada Menkominfo agar dalam pembahasan rancangan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan lebih lanjut agar mengundang Dewan Pers. Demikian pula Dewan Pers mengirim surat kepada Presiden berisi permintaan agar tidak menandatangani UU tersebut. Dewan Pers juga mengkaji dan mendiskusikan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sesuai dengan fungsi untuk melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, Dewan Pers diminta oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjadi Pihak Terkait yang didengarkan keterangannya pada saat persidangan Judicial Review atas Pasal 207, 310, 311, 316 KUHP terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis yang didampingi oleh kuasa hukum LBH Pers. Termasuk dalam hal ini Dewan Pers memperjuangkan kemerdekaan pers dalam Constitutional Right. Dewan Pers mendiskusikan draft amandemen ke-5 UUD 1945 versi Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perlu juga dicatat pada periode tiga tahun inilah untuk pertama kalinya Dewan Pers dilaporkan ke polisi oleh Sakatabarus karena dinilai kepenguruhan Dewan Pers tidak sah. Polisi sempat menetapkan Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, sebagai tersangka. Namun, karena laporan tersebut sama sekali tidak berdasar, polisi kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3). Pada periode ini pula untuk pertama kali Dewan Pers dijadikan sebagai turut tergugat dua, karena dinilai ikut bertanggung jawab terhadap penanganan kasus pengaduan Raymond Teddy terhadap tujuh media. Pengalaman Dewan Pers selama tiga tahun, 2007-2010, di bidang hukum juga mengadakan penyempurnaan dalam mekanisme internal Dewan Pers. Di antaranya penyempurnaan itu adalah: Revisi Statuta Dewan Pers Pada tanggal 26 Desember 2007 di Bandung dalam Rapat Pleno Anggota Dewan Pers ������������������������ periode tahun 2006 –�� 2009 ��������������������������������������������� disepakati perlunya dilakukan perubahan
41
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
pada Statuta Dewan Pers yang dikeluarkan oleh Anggota Dewan Pers periode tahun 2003-2006 yang disahkan pada tanggal 21 Juni 2005. Dalam Statuta Dewan Pers, ada 3 (tiga) materi penting yang mengalami perubahan: Struktur organisasi Dewan Pers dalam hal ini pelaksana harian; t Keanggotaan Dewan Pers; t Mekanisme pemilihan anggota Dewan Pers; t Pendanaan Dewan Pers; dan t Penyelesaian permasalahan sengketa pers Bahwa terkait hal tersebut di atas di dalam Statuta Dewan Pers yang baru (versi 2007) mengalami perubahan sebagai berikut: Dalam hal pelaksana harian Dewan Pers ditiadakan dikarenakan keberadaan Anggota Dewan Pers yang cukup aktif dan mayoritas tinggal di Jakarta; Dalam hal keanggotaan Dewan Pers, ditambahkan ketentuan lebih rinci mengenai pemberhentian dan penon-aktifan serta penggantian Anggota Dewan Pers; dalam hal mekanisme pemilihan anggota Dewan Pers, ditambahkan ketentuan waktu pembentukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa keanggotaan Dewan Pers periode tersebut berakhir, dalam hal pendanaan, jika pada Statuta Dewan Pers yang lama titik berat pada pendanaan dari luar bantuan negara, maka sejak diberikannya bantuan negara kepada Dewan Pers, maka pertanggungjawaban pendanaan mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam hal penyelesaian permasalahan sengketa pers, ketentuan untuk membuat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) dikeluarkan dari Statuta Dewan Pers untuk kemudian diatur dalam peraturan tersendiri. Selain perubahan tersebut di atas, Statuta Dewan Pers juga mengalami perubahan dalam hal payung hukumnya dari berbentuk Surat Keputusan Ketua Dewan Pers Nomor 06/SK/DP/2005 tentang Statuta Dewan Pers yang ditetapkan pada tanggal 21 Juni 2005 di Jakarta berubah menjadi Peraturan Dewan Pers dengan nomor 2/ Peraturan-DP/II/2008 tentang Statuta Dewan Pers yang ditetapkan pada tanggal 6 Februari 2008 di Jakarta.
42
Komisi Hukum dan Perundang-Undangan
Revisi Prosedur Pengaduan Dewan Pers Pada tanggal 26 – 27 Desember 2007 di Bogor di dalam Rapat Pleno Anggota Dewan Pers periode tahun 2006 – 2009 menyepakati untuk melakukan perubahan pada Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers. Materi Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers yang dirubah adalah materi dalam Surat Keputusan Dewan Pers nomor 06/ SK-DP/IV/2006 tertanggal 21 April 2006. Di dalam materi Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers yang baru materi tentang Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) menjadi lebih dipadatkan agar Rapat Pleno Dewan Pers dapat lebih melakukan berbagai variasi rekomendasi. Payung hukum atas Prosedur Pengaduan ke Dewan pers juga mengalami perubahan dari Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 06/SK-DP/IV/2006 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers yang ditetapkan pada tanggal 21 April 2006 di Jakarta berubah menjadi Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/I/2008 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers yang ditetapkan tanggal 7 Januari 2008 di Jakarta. Menegakkan dan memelihara kemerdekaan pers tidak dapat dilepaskan dari faktor hukum dan perundang-undangan. Oleh sebab itu, Dewan Pers aktif terlibat dalam pergumulan hukum nasional. agar kemerdekaan pers tidak tercabut kembali.
43
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Data Pelayanan Saksi Ahli Dalam Kasus Pers Tahun 2007 No.
Permintaan
1.
Tony Babu & Rekan Law Office No.08/TJJ/AX/ III/2007 tanggal 4 Maret 2007
2.
Uraian Kasus Perkara Hendri Franklin (Anggota DPD RI) VS Tabloid Investigasi
Tempat/Tanggal
Saksi Ahli
PN. Tanjung Pinang (KEPRI) tgl. 14 Maret 2007
Sabam Leo Batubara
Tindak Pidana Curang Polres Metro di RRI Cab.Jakarta (Sarwono) Jakarta Pusat No.Pol. : B/5793/ terhadap Pelapor Frederick Ndolu VII/2007/ Restro Jakarta Pusat Tanggal 7 Juli 2007
Polres Metro Jakarta Pusat tgl. 13 Juli 2007
Sabam Leo Batubara
3.
Reskrimum Polda Metro Jaya No.Pol. B/11752/ IX/2007/ Reskrimum tanggal 5 September 2007
Tindak Pidana Kejahatan terhadap Kesusilaan tgl.16 Agustus 2007 di Depan Kantor No.5/ID Kebon Jeruk ,Jak-Bar
Unit IV Sat. IV Dit. Reskrim Polda Metro Jaya tgl. 13 Sept. 2007
Abdullah Alamudi
4.
Media Ibu & Anak No.143/PemredMIA/X/2007 tanggal 8 Oktober 2007
Pemberitaan di Majalah Ibu & Anak VS 7(tujuh) Produsen Jajanan Anakanak
PN. Jakarta Selatan tgl. 30 Oktober 2007
Abdullah Alamudi
5.
Doemoli Siahaan,SH & Associates Law Firm and Legal Consultan No.0112/DSA/ EXT/XI/2007 tgl. 1 November 2007
Perkara Reg. No.1349/PID/2007/ PN. Jak-Sel An. Terdakwa Eddy Sumarsono
PN. Jakarta Selatan tgl. 7 November 2007
Wina Armada
6.
Tim Advokasi Masyarakat Pers Sumut , Desember 2007
Sidang PK wartawan Dahri Uhum Nasution yang Dipenjara (divonis bersalah) di Medan.
PN. Medan tgl. 14 Desember 2007
Bambang Harymurti
44
Data Pelayanan Saksi Ahli Dalam Kasus Pers Bulan Januari s/d Desember Tahun 2008 Tempat/ Tanggal
No.
Permintaan
1.
Tim Advokasi Masyarakat Pers SUMUT No.06/TAMPSU/ A/I/2008 Tgl. 7 Januari 2007
Peninjauan Kembali(PK) atas Putusan MA yang memfonis Dahri Uhum Nasution(wartawan).
Pengadilan Wina Armada Selesai Negeri Medan Selasa, 8 Januari 2008
2.
LBH. Pers No. 003/SKLitigasi/LBH Pers/I/2008 tanggal 8 Januari 2008
Kriminalisasi Pers atas Risang Bima Wijaya (Radar Yogya) VS Harian Kedaulatan Rakyat Sidang Peninjauan Kembali
Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta, pada hari Senin, 14 Januari 2008
Sabam Leo Batubara
3.
Law Office Amir Syamsuddin & Partners No. 48/AS/08, tgl. 18 Januari 2008 sebagai Kuasa Hukum PT.Kompas Media Nusantara Tbk.
Perkara gugatan Penghinaan yang diajukan Abdul Wahid Kadungga (Penggugat) VS PT. Kompas Media Nusantara Tbk.(tergugat)
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Senin, tgl. 21 Januari 2008
Wina Armada Selesai
4.
LBH. Pers No. 005/SKLitigasi/LBH Pers/I/2007 tanggal 18 Januari 2008
Gugatan terhadap surat pembaca An. Kwee Meng Luan / Winny melawan PT. Duta Pertiwi ( Pengembang ITC Mangga Dua )
Pengadilan Bambang Negeri Jakarta Harymurti Utara. Selasa, 22 Januari 2008
5.
Law Office TARIGANFARID & Partners No.tgl. 22 Januari 2008
Gugatan perdt. Menyangkut tulisan pada Rubrik Pembaca (tergugat) melawan PT. Duta Pertiwi Tbk. (penggugat) No.182/Pdt.G/2007/ PN.Jkt.UT
Pengadilan Wina Armada Selesai Negeri Jakarta Utara. senin, 28 Januari 2008
6.
Masyarakat Film Indonesia No.022/AP/MFI/ I/08
Uji materi UU NO.8 Tahun 1992 Tentang Perfilman terhadap UUD 1945. Perkara No.029/PUU-V/2007
Mahkamah Sabam Leo Konstitusi RI Batubara Rabu, 6 Pebruari 2008
7.
Law Office Tarigan-farid & Partners No.tgl. 22 Januari 2008
Gugatan perdt. Menyangkut tulisan pada Rubrik Pembaca (tergugat) melawan PT. Duta Pertiwi Tbk. (penggugat) No.197/Pdt.G/2007/ PN.Jkt.UT
Pengadilan Wina Armada Selesai Negeri Jakarta Utara. Selasa, 12 Pebruari 2008
Uraian Kasus
Saksi Ahli
Keterangan
Selesai
Selesai
Selesai
45
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
8.
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Cabang Jakarta Pusat. No.004/K/DPC/JP/02/08 tanggal 4 Februari 2008
Gugatan Perdata Irawan Santoso,SH terhadap Majalah Forum Keadilan atas tidak dimuatnya Hak Jawab terkait pemberitaan Edisi No.34 Desember 2006 dengan register perkara No.341/Pdt.G/2007/PN. Jak-Pus.
Pengadilan Wina Armada Selesai Negeri Jakarta Pusat. Rabu, 20 Februari 2008
9.
LBH Pers No.010/SKLigitasi/LBH Pers/II/2008 tanggal, 26 Februari 2008
Gugatan terhadap surat pembaca Khoe Seng Seng (tergugat) melawan PT. Duta Pertiwi sebagai Pengembang ITC Mangga Dua (penggugat) register perkara No.178/PDT.G/2007/PN.Jak-kut
Pengadilan Bambang Negeri Jakarta Harymurti Utara.Selasa, 4 Maret 2008
Selesai
10. Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya No.Pol.: B/3815/ III/2008 tanggal 28 Maret 2008
Perkara Dugaan Tind. Pidana Kejahatan Terhadap. Kesusil. di depan Kantor Redaksi Pos Metro Jl Raya Kebayoran lama No.5 ID Jak-Bar. Sbgmn dimaksud psl 282 KUHP Rujukan Laporan No.Pol : LP/3699/K/IX/2007/SPK Unit III tanggal 3 September 2007
Polda Metro Jaya Dit. Reskrimum Kamis, 10 April 2008
Selesai
11. Zoelva & Januardi Counsellor & Attorney at Law No.165/ZJ VI/2008 tanggal 2 Juni 2008
Gugatan Dr. Giana Hanum terhadap Sofi Agil dalamperkara Perdt. Penghinaan yang menggunakan media baik cetak maupun elektronik. Registrasi Perdata No.14/Pdt/G/2008 PN Bogor
Pengadilan Bambang Negeri Bogor Harymurti Rabu, 25 Juni 2008
12. LBH Pers No.061/SKLigitasi/LBH Pers/VI/2008 tanggal, 30 Juni 2008
Perkara Perdt. PT. Asianagro Abadi Pengadilan Tidak Hadir melawan Tempo Inti Media perkara Negeri Jakarta No. 10/pdt.G/2008/PN. Jakpus Pusat Senin, 31 Juli 2008
13. Surat Panggilan Sidang Pleno dari MK No.265.14/ MK/VI/2008 Tgl. 12-06-08
Perkara Uji Materi Pasal 310(1,2), 311(1), 316 dan 207 KUHP terhadap UUD 1945 Perkara No. 14/PUU-VI/2008
Mahkamah Bambang Konstituasi RI Harymurti Selasa, 24 Juni 2008
Selesai
14. Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya No.Pol.:B/10181/ VIII/2008 Tanggal 7 Agustus 2008
Dugaan Penghinaan terhadap Pejabat Negara dan pencemaran nama baik dalam perkara No. Pol : 222/K/I/2007/SPK Unit I Tanggal 17 Januari 2007
Polda Metro Sabam Leo Batubara Jaya Dit. Reskrimum Senin, 11 Agustus 2008
Selesai
46
Abdullah Alamudi
Selesai
sesuai Surat Ketua Dewan Pers No. 237 Tahun. 2008 Tgl 24-608 bahwa Dewan Pers tidak dapat memenuhi Permintaan menjadi Saksi
15. Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya B/7673/IX/2008/ DatroTanggal 09 September 2008
Dugaan Tindak Pidana Pencemaran Polda Metro Nama Baik, Fitnah Di bidang Jaya Dir. Informasi dan Transaksi Elektronik Reskrimsus melalui internet seagaimana dimaksud pasal 310,311 KUHP dan pasal 27(3) jo pasal 45 (1) UU No.11 th.2008 (ITE) dengan pelapor Alvin Lie (anggota DPR)dari PAN)
16. Advokat Hinca IP Pandjaitan SH MH ACCS No. 59/LQQ/W/EA/ X/2008 Tgl. 15 April 2008
Dugaan Tindak Pidana Pencemaran sebagaimana tertulis pada harian Ibu dalam perkara No. 1160/Pid. B/2008/PN Terdakwa Ir. Ery Ashok Lisman
Pengadilan Sabam Leo Negeri Bekasi Bartubara Senin, 20 Oktober 2008
Selesai
17. Metro TV No.05/Lgl-Corp/ MTI/X/08 Tgl. 24 Oktober 2008
Sidang Peninjauan Kembali Ny. Rasmi (penggugat) terhadap Metro TV (tergugat) dalam perkara penayangan Metro Realitas dengan Topik “ Nyawa Tibo Cs di Ujung Tanduk”
Pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah
Abdullah Alamudi
Belum dipenuhi (Menunggu Sidang selanjutnya)
18. POLRES Kota Cirebon No.Pol. B/2160/ XI/2008/Reskrim Tgl. 18 Nopember 2008
Dugaan tindak pidana menghalangi tugas pers oleh karyawan Bank Bukopin Cab. Cirebon
Polres Kota Cirebon
Abdullah. Alamudi/ Bekti Nugroho
Belum dipenuhi (?)
19. Polres Tanjung Pinang Prov. Kepri
Dugaan tindak pidana Menghalang- Dewan Pers halangi tugas pers
Abdullah. Alamudi
Selesai
Abdullah Alamudi
Belum dipenuhi
Catatan : 1. Kasus Ny. Rasmi melawan Metro TV di PN. Palu, menunggu pemberitahuan sidang dari Pengacara Metro TV. 2. Kasus dugaan tindak pidana menghalangi tugas wartawan/pers sebagai mana di atur psl 18 UU 40/Th.1999 di Bank Bukopin Cabang Cirebon, diperlukan kejelasan; apakah akan dipenuhi atau dibuat surat jawaban tertulis dari Dewan Pers.
47
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Data Pelayanan Saksi Ahli dalam Kasus Pers Bulan Januari s/d Juni Tahun 2009 Tempat/ Tanggal
No.
Permintaan
1.
Perhimpunan Mangga Dua Court (Perhimmi MDC) No. 010/PPMDC/ Lit/II/09 Tgl.12 Februari 2009
Kasus Pidana Pencemaran nama baik terdakwa FIFi Tanang(Penulis Surat Pembaca) No.1857/Pid/ B/2008/PN Jkt Selatan
Pengadilan Sabam Leo Negeri Jak-Sel Batubara Kamis,19 Pebruari 2009
2.
Kepolisian Resor Kota Solok (SumBar) No.Pol. : R/136/II/2009/ Reskrim Tgl.14 Februari 2009
Tindak Pidana Pencemaran nama baik, penghinaan dan perbuatang tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud pasal 310(2), 311 dan 207 KUHP yang dilakukan Ir. Romeyzar terhadap Drs. H. Syamsu Rahim di mass media Mingguan Serambi Pos dan Mingguan Bakin News
Polres Kota Solok Sabtu, 14 Maret 2009
3.
Polda Metro Jaya No.Pol : B/2479/ III/2009/ Dit. Reskrimun Tanggal 23 Maret 2009
Dugaan tindak pidana fitnah sebagaimana dimaksud pasal 310 dan 311 KUHP yang terjadi tanggal 13 Januari 2009 di Jl.MPR I Dalam No.58 Jakarta Selatan yang diduga dilakukan oleh Sdr. Achmad Muqowam terhadap RN Paulina Hutauruk yang dimuat dalam Website Inilah.Com
Reskrimun Polda Metro Jaya Senin, 30 Maret 2009
4.
Reskrimum Polda Metro Jaya No. Pol. : B/2389/ III/2009/Dit. Reskrimum tertanggal 19 Maret 2009
Dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau fitnah sebagaimana dimaksud pasal 310 dan 311 KUHP dalam tulisan kontak pembaca terhadap DR.Hendry Suryadi Chandra MSE di mass media Harian Umum Sore Sinar Harapan tanggal 16 Desember 2008 dengan judul diintimidasi calon anggota DPR
Polda Metro Jaya Jumat, 27 Maret 2009
Wina Armada Telah dilaksanakan
5.
Kejaksaan Negeri Bogor No. B-561/0.2.12/ Ep.1/03/2009 tertanggal Maret 2009
Perkara Tindak Pidana penganiayaan oleh Cifri Antonius Cs terhadap Iman Abdurrahman (wartawan Megaswara TV) Bogor
Pengadilan Negeri Bogor Senin, 30 Maret 2009
Wikrama Telah Iryans Abidin dilaksanakan
6.
Poltabes Kota Padang Pol: R/350/ III/2009/ Reskrim tetanggal 23 Maret 2009
Perkara pencemaran nama baik dan atau perbuatan tidak menyenangkan terhadap Ir. Muhammad Dien sebagaimana berita di SKM Zaman edisi 459 Tahun X tanggal 9-14 Desember 2008 tentang Permainan Proyek Ala Diknas Sumbar
Poltabes Kota Wikrama Telah Iryans Abidin dilaksanakan Padang Rabu, 25 Maret 2009
48
Uraian Kasus
Saksi Ahli
Keterangan Telah dilaksanakan
Wina Armada Telah dilaksanakan
?
Dijadwal Ulang
7.
Kejaksaan Negeri Jakarta Timur No. B-872/0.1.13/ Ep.2/03/2009 tanggal 27 Maret 2009
Perkara dugaan tindak pidana penghinaan yang dilakukan oleh Kho Seng-seng dan Kho Meng Luan als Winny melalui kontak pembaca terhadap PT Duta Pertiwi (Pengembang pertokoan ITC Mangga Dua)
8.
Kejaksaan Negeri Palu No.B-566/ R.2.10/Ep.1/04/09 Tanggal 7 April 2009
Perkara dugaan tindak pidana PN Palu Abdullah penghinaan, pencemaran nama baik Senin, 11 Mei Alamudi yang dilakukan Andono Wibisono 2009 (Pemred Skh Mercusuar Palu)
LBH Pers N0.018/ Perkara perdata PT Tempo Inti Media (Skh Tempo) sbg tergugat Srt-Litigasi/LBH melawan Munarman (penggugat) Pers/IV/2009 tanggal 24 April 2009 Perkara dugaan tindak pidana fitnah, 10. Kho Seng Seng pencemaran nama baik melalui tulisan kontak pembaca (Kho SengSeng melawan PT Duta Pertiwi
Telah dilaksanakan
PN Jakarta Selatan Kamis, 30 April 2009
Abdullah Alamudi
Telah dilaksanakan
PN Jakarta Timur Rabu, 13 Mei 2009
Sabam Leo Batubara
Telah dilaksanakan
Perkara dugaan tindak pidana fitnah, PN Jakarta pencemaran nama baik melalui tulisan Timur Rabu, kontak pembaca (Kwee Meng Luan/ 13 Mei 2009 Winny) melawan PT Duta Pertiwi
Sabam Leo Batubara
Telah dilaksanakan
9.
11. Kwee Meng Luan
Pengadilan Wikrama Telah Negeri Jak-Sel Iryans Abidin dilaksanakan Kamis,19 Pebruari 2009
12. Dit. Reskrimun Polda Metro Jaya No.Pol. : B/3229/ V/2009/Dit Reskrimum Tanggal 01 Mei 2009
Tindak pidana pencemaran nama baik dengan pelapor Sdr. Josrius (Tulisan Dalam Berita Kota Jumat 5-7-07 hal.15 kolom 1 s/d 5 “ 3 pemeras dibekuk ngaku penyidik KPK & wartawan”) yang dilakukan sdr. Johan Budi
Dit. Wina Armada Dalam Proses Reskrimum Polda Metro Senin, 11 Mei 2009
13. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) No. 072/AJIJAK/ V/09 Tanggal 12 Mei 2009
Uji materi terhadap psl 47 ayat (5), pasal 56 ayat (2),(3) dan ayat (4) serta pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) UU No.42/2008 tentang Pemilu Presiden/Wakil Presiden
Mahkamah Konstitusi
Abdullah Alamudi
Dlm Proses Penjadwalan MK
14. Ahli Pers Makassar. Hadir dalam persidangan Upi Asmaradhana Upi Asmaradhana 16 Juni 2009
PN Makassar
Abdullah Alamudi
Telah dilaksanakan
15. Ahli Pers PN Jaksel Kasus Gugatan Munarman terhadap pemberitaan Majalah Relaas Panggilan Sidang No: 980 PDT. Tempo G 2008/PN. Jak.Sel. Tanggal 4 Juni 2009
PN Jakarta Selatan
Sabam Leo Batubara
Telah dilaksanakan
Resort Purwakarta
Abdullah Alamudi
Telah dilaksanakan
16. Ahli Pers penyidikan di Polres Purwakarta No. B/32VI/2009/ Reskrim tertanggal 1 Juni 2009
Kasus gugatan atas tindakan menghalangi kerja pers Pelapor Sdr Budi Sumarto bin Usman (wartawan Siliwangi Pos)
49
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
50
Bagian IV
Komisi Penelitian, Pengembangan, dan Pendataan Pers
51
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
52
a Komisi Penelitian, Pengembangan, dan Pendataan Pers
Selama tahun 2007 sampai 2010, Dewan Pers telah melaksanakan sejumlah
kegiatan, seperti diskusi, seminar, riset, pelatihan literasi media, pemberian penghargaan, pertemuan lembaga pemantau media (media watch), dan pendataan penerbitan pers. Kegiatan-kegiatan ini digelar sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi Dewan Pers untuk pengembangan kehidupan pers nasional. Dari sekian banyak diskusi yang digelar Dewan Pers, salah satu yang mengundang perhatian adalah diskusi yang bertema “Konsentrasi Kepemilikan Lembaga Penyiaran dan Dampaknya Terhadap Kemerdekaan Pers.” Mantan anggota Dewan Pers, Amir Effendi Siregar, melihat tren perkembangan konsentrasi kepemilikan televisi saat ini sudah mengkhawatirkan. Menurutnya telah terjadi monopoli atas publik domain berupa frekuensi televisi oleh privat sektor dengan cara melanggar aturan yang membahayakan keberagaman informasi dan bisnis. Dalam diskusi yang digelar Dewan Pers di Jakarta, pada 27 Maret 2008, tersebut dikeluarkan rekomendasi agar penggunaan frekuensi sebagai publik domain perlu diatur dengan ketat berdasar prinsip untuk kemakmuran rakyat. Mereka yang meminta izin menggunakan frekuensi harus diuji dan diberi batas waktu. Langkah ini guna menghindari penggunaan stasiun televisi untuk kepentingan pribadi pemiliknya. Diskusi ini digelar Dewan Pers untuk merespon kontroversi wacana semakin menguatnya monopoli kepemilikan televisi dan radio oleh sekelompok konglomerat. Kelompok MPPI telah mensomasi ke kelompok Media Nusantara Citra (MNC) dan Komisi Penyiaran Indonesia, atas tuduhan adanya monopoli yang dilakukan MNC dengan menguasai mayoritas kepemilikan tiga stasiun televisi nasional, masingmasing sekitar 99% di RCTI, 99% di Global TV, dan 75% di TPI. Penggabungan kepemilikan beberapa stasiun televisi nasional tidak bisa dihindari karena market share iklan yang ada tidak cukup mampu menghidupi 10 televisi nasional sendiri-sendiri. Anggota Dewan Pers, Satria Naradha, melihat ada upaya televisi nasional menguasai televisi lokal untuk memuluskan kewajiban 53
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
berjaringan. Kondisi ini memperparah konsentrasi kepemilikan stasiun televisi yang ada dan dapat mengancam kemerdekaan pers. Riset Gaji Wartawan Dewan Pers pada tahun 2008 melakukan riset tentang gaji wartawan. Riset ini dilakukan melalui kuesioner dengan pertanyaan dan jawaban tertutup dengan sistem probability sampling dan simple random. Para responden yang telah dipilih, disodorkan pertanyaan tertulis dengan jawaban yang sudah disediakan untuk dipilih. Penelitian dilakukan dari bulan April sampai November 2008 di 21 kota (provinsi). Jumlah responden sebanyak 600 wartawan media cetak, televisi, radio, kantor berita, dan media online, baik pers nasional maupun lokal. Tetapi, setelah diseleksi, jawaban responden yang memenuhi syarat hanya mencapai 584. Hasil riset menunjukkan, 72,76% wartawan Indonesia (responden) masih mendapatkan gaji di bawah Rp 2 juta per bulan. Dan tidak ada satu pun wartawan yang bergaji di atas Rp 5 juta. Dengan tingkat rata-rata penghasilan tersebut, sebagian besar responden (47,94%) menyatakan gaji yang mereka terima sangat kurang. Hampir semua responden, atau 94,94 %, menyatakan gaji mereka masih kurang atau sangat kurang. Hanya 11,99% wartawan yang menyatakan gaji mereka cukup dan sudah baik. Ditanya mengenai rata-rata gaji wartawan yang layak, sebanyak 20% responden menilai sekitar Rp 1,5 juta. Sedangkan yang memilih di atas Rp 3 juta hanya 15,40%. Survei Persepsi Publik terhadap Kebebasan Pers Dewan Pers pada 2008 juga melakukan survei tentang persepsi publik terhadap kebebasan pers, untuk mengetahui sejauhmana pendapat masyarakat terhadap kinerja pers Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden (63%) tidak setuju dengan pernyataan yang menyebut pers Indonesia sudah “kebablasan”. Sebanyak 26% setuju dengan pernyataan bahwa media saat ini sudah terlalu bebas. Namun, hasil survei juga menunjukkan masih ada pendapat yang menginginkan agar pemerintah punya kewenangan dalam menutup media. Di kalangan responden yang menilai media saat ini sudah baik, mayoritas (64.6%) tidak setuju dengan pembredelan. Sebaliknya di kalangan responden yang menilai media saat ini terlalu bebas (kebablasan), sebanyak 47.9% setuju apabila pemerintah punya kewenangan dalam menutup media yang dinilai tidak baik.
54
Komisi Penelitian, Pengembangan dan Pendataan Pers
UU Pers menegaskan agar penyelesaian sengketa diselesaikan secara damai. Jika ada warga yang tidak puas dengan pemberitaan media, bisa mengajukan hak jawab. Dan jika tidak puas dengan hak jawab, bisa meminta bantuan Dewan Pers untuk memediasi sengketa dengan media. Sebagian besar responden dalam survei ini (45%) menyatakan memilih penyelesaian sengketa media lewat polisi. Sebanyak 35% mengatakan penyelesaian terbaik dengan memberikan hak jawab pada media. Data ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman masyarakat akan penyelesaian sengketa terbaik. Dari berbagai fungsi media, fungsi media dalam mendidik masyarakat yang paling dikeluhkan oleh responden. Sebanyak 47% responden menilai media telah menjalankan fungsi memberikan informasi dengan baik. Untuk fungsi hiburan, sebanyak 56% menilai media telah baik dalam menjalankan fungsi ini. Sebanyak 60% responden menilai media telah menjalankan tugas dengan baik dalam hal mengontrol kebijakan pemerintah. Dari berbagai fungsi media, tampaknya fungsi mendidik yang dinilai paling rendah. Hanya 37% yang menilai media telah menjalankan tugas dengan baik dalam mendidik masyarakat. Survei ini menunjukkan masih adanya masalah dalam hal pemahaman publik mengenai kebebasan pers. Publik di satu sisi memang menganggap kebebasan pers itu penting dan menilai kebebasan pers dibutuhkan. Publik memang mayoritas menilai media perlu adanya jaminan kebebasan. Akan tetapi survei ini menunjukkan dalam jumlah cukup besar, masih banyak publik yang setuju apabila pemerintah bisa melakukan sensor dan pembredelan. Survei ini juga menunjukkan masih banyaknya publik yang akan memilih penyelesaian lewat polisi/pengadilan jikalau ada sengketa dengan media Pendataan Penerbitan Pers Dewan Pers sejak 2006 rutin melakukan pendataan penerbitan pers nasional dalam upaya melaksanakan fungsi yang diamanatkan oleh UU Pers. Proses pendataan setiap tahun rata-rata memakan waktu selama enam bulan, diawali mengirim formulir ke berbagai penerbitan pers di seluruh Indonesia hingga verifikasi kelayakan penerbitan. Berdasarkan proses verifikasi tiga tahap, akhirnya data penerbitan pers dapat terkumpul. Setiap tahun terus dilakukan evaluasi dan perbaikan metode pendataan. Hal ini perlu dilakukan karena mendata penerbitan pers di Indonesia saat ini bukanlah pekerjaan mudah. Perubahan jumlah penerbitan pers terjadi sangat cepat.
55
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Data Penerbitan Pers Nasional Tahun 2007-2009 Tahun
Jumlah Penerbitan
Jumlah
Harian
Mingguan
Bulanan
2009
291
337
196
824
2008
273
313
230
816
2007
-
-
-
516
Untuk pendataan tahun 2009, Dewan Pers masih mendapatkan beberapa temuan “ketidaklaziman” penerbitan pers yang cukup menonjol sebagai berikut: 1. Nama media yang mirip dengan instansi negara seperti: KPK, Buser, BIN, Bakin. Penerbitan semacam ini tidak dicantumkan dalam pendataan, karena “penerbitan pers” tersebut menimbulkan kesalahpahaman identifikasi, serta diragukan itikad baik dari tujuan penerbitannya. 2. Mayoritas penerbitan pers belum mencantumkan nama penanggung jawab perusahaan, sehingga dapat dinilai belum melaksanakan ketentuan UU Pers. 3. Mayoritas penerbitan pers tidak mencantumkan badan hukum lembaga penerbitan, serta tidak mencantumkan nomor registrasi badan hukum tersebut (akta notaris, dsb.). 4. Tim pendata mendapatkan temuan keberadaan penerbitan yang menyebut diri sebagai harian tetapi terbitnya mingguan. Diputuskan suratkabar semacam ini dimasukkan dalam kategori mingguan. 5. Pendataan tahun 2009 tetap tidak mencantumkan oplah atau sirkulasi suratkabar. Sebab dari penelitian sebelumnya, banyak media memasukkan jumlah sirkulasi dengan data yang diragukan validitasnya dan sulit diverifikasi kebenarannya. 6. Masih banyak media yang tidak mempunyai website. Padahal di era sekarang ini, website penting sebagai salah satu cara untuk berpromosi dan menunjukkan keberadaan media bersangkutan. 7. Media yang masuk dalam pendataan tahun 2009 adalah media yang terbit pada kurun 2009. sejumlah penerbitan boleh jadi tidak terbit lagi pada tahun 2010 saat buku ini disebarluaskan ke masyarakat luas. 56
Komisi Penelitian, Pengembangan dan Pendataan Pers
8. Data telepon atau alamat media mingguan dan bulanan banyak berubah di banding tahun sebelumnya. Tim pendataan mengalami kesulitan saat melakukan verifikasi. Karena itu, perusahaan pers yang masuk pada pendataan tahun 2008 namun tidak berhasil diverifikasi kembali oleh tim pendata (melalui surat, telepon, atau pencarian di situs) dicoret dari data tahun 2009. Bisa jadi media yang bersangkutan masih terbit namun pindah alamat. Literasi Media Progam literasi media yang dilaksanakan Dewan Pers bertujuan mengajak masyarakat untuk cerdas memahami pesan-pesan dan berita pers. Masyarakat harus cerdas dalam memilih pers agar hanya pers berkualitas yang bisa hidup dan yang tidak berkualitas segera mati. Karena itu, Dewan Pers merasa perlu terus mendorong masyarakat untuk dapat memahami pers dengan lebih baik. Melalui masyarakat yang cerdas atau melek media perbaikan kualitas dan kinerja pers Indonesia dapat terdorong. Diskusi Media Literacy: Mendorong Masyarakat Cerdas Memahami Media, yang diselenggarakan Dewan Pers atas dukungan Yayasan TIFA, digelar di Banten dan Jambi. Kegiatan serupa digelar Dewan Pers di sejumlah daerah seperti Batam, Banten, Bogor, Depok, Bekasi, Semarang, Makassar, Kendari, dan Pekanbaru. Dalam kaitan dengan Literasi Media, Dewan Pers juga bekerja sama dengan Masyarakat Tolak Pornografi menggelar Pelatihan Kader Literasi Media dan Penyadaran Bahaya Pornografi Tingkat Dasar di Bandung. Selain itu juga dilakukan Pelatihan Literasi Media untuk Mahasiswa di Jakarta bekerjasama dengan Mercu Buana Media Watch dan Media Watch the Habibie Center. Pada akhir tahun 2009, Dewan Pers mendapat dukungan dari Yayasan TIFA untuk menggelar Pelatihan untuk Pelatih Literasi Media (Training of Trainer for Media Literacy) di tiga kota, yaitu Semarang, Pontianak, dan Bogor. Pelatihan ini bertujuan melahirkan pelatih-pelatih di bidang literasi media yang berasal dari masyarakat sehingga kampanye mengenai literasi media semakin intensif dan massif. Media Baru dan Jurnalisme Warga Dalam diskusi Jurnalisme Warga yang digelar Dewan Pers di Yogyakarta, 18 Februari 2009, Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA., berharap
57
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
perkembangan jurnalisme warga dapat mendorong tumbuhnya masyarakat cerdas. Hal itu bisa dicapai apabila jurnalisme warga mampu memberi informasi mendidik pada masyarakat, bukan menyajikan banyak informasi namun berujung bumerang atau membingungkan masyarakat. Dewan Pers sebagai lembaga yang berfungsi menjaga kemerdekaan pers, menurut Ichlasul Amal, merasa ikut terlibat memantau berkembangnya informasi di masyarakat. Bermunculannya saluran media baru sejenis facebook, twitter, blog, atau youtube memberi tantangan baru bagi masyarakat dalam pengembangan informasi di luar media pers. Melalui saluran media baru tersebut diharapkan informasi yang berkembang di masyarakat tidak berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri. Sekarang ini keberadaan jurnalisme warga seperti tidak terbatas dan terkontrol. Berbeda dengan perusahaan pers. Perusahaan pers, menurut UU No.40/1999 tentang Pers, harus berbadan hukum sehingga dapat diketahui keberadaan dan penanggungjawabnya. Untuk membangun jurnalisme warga yang baik, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers diharapkan dapat dijadikan panduan. Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, dalam diskusi Etika Jurnalisme Warga yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Agustus 2008, menilai kehadiran jurnalisme warga mempertegas perubahan ke arah demokratisasi informasi. Kekuatan rakyat secara kolektif semakin menentukan kebenaran informasi yang disebarluaskan. Informasi tidak lagi didominasi kalangan elite. Jurnalisme warga memunculkan keberagaman informasi dan menentukan seperti apa informasi yang dibutuhkan warga. Jurnalisme warga menjalankan peran layaknya jurnalis. Karena itu, menurut Bambang, perkembangan jurnalisme warga mencuatkan lagi persoalan tentang “jurnalis sebagai profesi terbuka”. Semakin sulit membedakan pelaku jurnalisme warga dengan jurnalis yang bekerja di media konvensional. Menghadapai hal itu, pengelola media konvensional mulai berencana memberlakukan “pernyataan sumpah” bagi jurnalisnya. Seperti yang selama ini berlaku di bidang penerjemah. Selain itu, jurnalis media konvensional dituntut lebih peka dan cepat dalam menghadirkan berita berkualitas.
58
Komisi Penelitian, Pengembangan dan Pendataan Pers
Dari berbagai diskusi dapat disimpulkan agar jurnalisme warga dapat dipercaya setidaknya harus memperhatikan etika, antara lain: 1. Jujur • Tidak melakukan plagiat. • Menampilkan sumber informasinya. • Tidak menyesatkan (manipulasi). • Tidak menyebarluaskan informasi yang diyakini atau diketahui tidak benar. • Membedakan advokasi, pendapat/komentar dan informasi/fakta. 2. Adil • Sediakan ruang untuk semua pihak. • Jangan menghakimi. 3. Meminimalkan kerugian pihak lain • Pikirkan dampak perbuatan anda pada pihak lain. • Minimalkan kerugian pada pihak lain dengan hanya menampilkan yang penting bagi publik. 4. Bertanggung jawab • Akui bila melakukan kesalahan dan segera lakukan koreksi. • Minta maaf secara proporsional. • Jelaskan tujuan menampilkan informasi. • Jelaskan bila ada benturan kepentingan, afiliasi dan agenda pribadi. • Hindarkan perlakuan khusus pada pengiklan atau kelompok kepentingan. Jika dilakukan, beritahu publik. • Waspada terhadap sumber yang minta imbalan, jika dilakukan, beritahu publik. • Eskpos perilaku tidak etis jurnalisme warga lain. • Perlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan oleh orang lain. Diskusi mengenai Jurnalisme Warga mulai intensif digelar Dewan Pers tahun 2008 dan 2009 di antaranya di Yogyakarta, Balikpapan, Jakarta, Makassar, dan Bandung. Penghargaan Dewan Pers Salah satu program Dewan Pers untuk mendorong profesionalisme wartawan
59
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
berbentuk pemberiaan penghargaan kepada wartawan. Pada tahun 2009, bekerjasama dengan UNESCO Jakarta, Dewan Pers memberikan “Penghargaan Karya Jurnalistik 2009” kepada dua wartawan karena tulisan mereka yang mengupas persoalan kemerdekaan pers. Penerima penghargaan tersebut, pertama, wartawan Ninok Leksono atas tulisannya berjudul “Media, Teknologi, dan Kekuasaan” yang dimuat harian Kompas, 18 Juni 2008. Tulisan ini menerima penghargaan untuk kategori Pengembangan Kemerdekaan Pers. Kedua, wartawan Abdul Manan karena tulisannya berjudul “Time Saja Tak Cukup” yang dimuat harian Koran Tempo, 20 April 2009. Karya jurnalistik ini diganjar dengan penghargaan untuk kategori Perlindungan Kemerdekaan Pers. Karya penerima “Penghargaan Karya Jurnalistik 2009” ini dianggap dapat turut berkontribusi untuk pengembangan dan perlindungan kemerdekaan pers. Masingmasing penerima penghargaan mendapat hadiah Rp5 juta. Lembaga Pemantau Media (Media Watch) Jumlah Lembaga Pemantau Media (LPM) atau media watch semakin berkurang. Padahal saat ini perannya semakin dibutuhkan mengingat perkembangan media massa yang pesat. Ketergantungan terhadap dana bantuan sering dianggap sebagai penyebab menurunnya kinerja dan jumlah media watch. Media dituntut menyajikan berita berkualitas dan menaati kode etik. Namun tidak semua media mampu memenuhi tuntutan itu. Peran masyarakat dan organisasi profesi wartawan diperlukan untuk ikut memantau pers. Sikap kritis terhadap pers akan mendorong peningkatan kualitas sajian pers. Di samping itu, akan ada bargaining position dari masyarakat terhadap pers. Masyarakat dapat memantau atau mengontrol pers dengan beragam cara, misalnya dengan mengadukan pelanggaran yang dilakukan pers, menggunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi, tidak membaca atau menonton media bersangkutan, hingga melakukan gerakan sosial sampai pemboikotan. Dalam kaitan ini, Pasal 17 ayat (1) UU Pers No. 40/1999 menegaskan: “Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan
60
Komisi Penelitian, Pengembangan dan Pendataan Pers
pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan”. Ayat berikutnya menjelaskan bagaimana masyarakat ikut berperan, yaitu dengan cara: a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers; b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. Selama ini masyarakat, melalui lembaga media watch, telah menjalankan peran yang diamanatkan UU Pers ini. Beberapa lembaga terhitung aktif, beberapa yang lain hanya mampu bertahan sesuai dana bantuan yang mereka terima. Lembaga media watch adalah mitra Dewan Pers dalam mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (Pasal 15 Ayat (2) c, UU Pers No.40/1999). Hasil dari penelitian atau pemantauan media watch menjadi masukan berharga bagi Dewan Pers dalam memutuskan langkahlangkah untuk meningkatkan kualitas dan kinerja pers Indonesia. Karena itu, untuk mendukung kerja dan menjalin komunikasi dengan media watch, Dewan Pers mengadakan berbagai kegiatan terkait Media Watch. Pada 24-25 November 2007 digelar pertemuan media watch di Bogor. Setahun kemudian, 2425 Oktober 2008, digelar acara yang sama di Puncak, Bogor. Dalam pertemuan tersebut, media watch yang diundang diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil pemantauan terhadap media yang telah mereka lakukan. Media Watch juga diberi peluang untuk mengajukan proposal kegiatan dan riset ke Dewan Pers. Tahun 2009 kegiatan pertemuan media watch ditiadakan. Dananya dialihkan untuk memfasilitasi kegiatan media watch. Misalnya, Dewan Pers bekerjasama dengan KIPPAS Medan menggelar workshop Monitoring Media bagi Kelompok Masyarakat sebanyak dua kali. Bersama Masyarakat Tolak Pornografi menyelenggarakan Pelatihan Kader Penyuluh Literasi Media Tingkat Dasar di Bandung. Kegiatan lain dilakukan bersama Lembaga Konsumen Media (LKM) Surabaya dalam bentuk Pelatihan Jurnalistik untuk Liputan Terorisme. Dewan Pers juga bekerjasama dengan Mercua Buana Media Watch dan Habibie Center menyelenggarakan workshop literasi media bagi mahasiswa di Jakarta.
61
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
62
Bagian V
Pengembangan Profesi Kewartawanan
63
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
64
a Pengembangan Profesi Kewartawanan
Salah satu fungsi Dewan Pers menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers yaitu meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. Dalam kaitan itu Dewan Pers telah melakukan serangkaian program pelatihan, pendidikan, sosialisasi, sampai sekolah jurnalistik. Setiap tahun Dewan Pers, baik langsung maupun bekerja sama dengan lembaga lain, telah melatih dan mendidik tidak kurang 300 wartawan di seluruh Indonesia. Berarti, selama tahun 2007-2010 telah ditingkatkan kemampuan sekitar 900 wartawan di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk lembaga pendidikan, Dewan Pers juga membuat program sekolah jurnalistik. Program Sekolah Jurnalistik yang dirancang Dewan Pers resmi diluncurkan dalam sebuah acara di Gedung Dewan Pers, 5 Mei 2008. Peluncuran program ditandai pemukulan gong oleh Menteri Luar Negeri, Hasan Wirayuda. Acara ini dihadiri duta besar dari beberapa negara sahabat, pimpinan media massa, tokoh masyarakat, politisi, pengamat media, dan perwakilan sejumlah lembaga Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, mengungkapkan, program Sekolah Jurnalistik yang digagas Dewan Pers bertujuan untuk meningkatkan kualitas wartawan. Hal ini sejalan dengan amanat UU Pers agar Dewan Pers menjalankan fungsi untuk mengembangkan kebebasan pers. Pasal 6 UU Pers menyebut pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: 1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. 2) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan. 3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat, dan benar. 4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. 5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 65
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Sedangkan dilihat dari fungsinya, pers mempunyai fungsi antara lain: Informasi (to inform), sebagai Edukasi (to educate), sebagai Koreksi (to influence), sebagai Rekreasi (to entertain), sebagai Mediasi (to mediate) dan juga sebagai Solusi (to solve the problem). Dengan tetap mengingat peran dan fungsi pers itulah di era reformasi ini, masyarakat Indonesia sudah seharusnya tidak perlu gamang. UU Pers dan KEJ jelas menyebut pers yang benar dituntut tetap profesional, kendati kini marak di mana-mana terjadi disorientasi sistem nilai. Pengungkapan kasus-kasus: jaksa Urip Tri Gunawan, rekening tidak wajar Pati Polri, gratifikasi Irwandy Yunus, anggota Komisi Yudisial dan tertangkapnya beberapa anggota DPR RI: Al Amin Nur Nasution, Athony Zedra Abidin, Bulyan Royan hingga mantan Dirjen AHU, Romli Atmasasmita, menunjukkan bahwa kemerdekan pers di Indonesia telah berada di jalur yang benar. Karena hanya dengan kebebasan pers, keleluasaan wartawan dalam menggali berita dan akses informasi yang terbuka, serta dijaminnya saksi pelapor korupsi, kasus-kasus korupsi akan terkikis habis. Tugas utama pers di era refomasi adalah bagaimana pers senantiasa ikut serta memberantas KKN, membuka forum komunikasi yang sehat, agar terjadi proses dialektika antara masyarakat dan pemerintah. Proses dialektika inilah yang akan menyebabkan terjadinya interaksi sehat bagi para Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, Presiden dan Anggota DPR dalam setiap pengambilan keputusan. Sehingga setiap kebijakan atau keputusan yang diambil dijamin akan efektif karena telah melalui proses mekanisme demokrasi yang benar. Bukankah inilah esensi demokrasi? Kendati kondisi ini juga sulit tercapai bila kondisi pers di Indonesia tidak semakin berkualitas. Padahal pers berkualitas hanya tercipta bila insan-insan pers juga cerdas dengan tetap menjaga integritas dan martabatnya sehingga tetap terhormat, di tengah situasi profesi-profesi lain yang mulai kehilangan martabat dan tidak lagi terhormat. Dari dulu sejak zaman kemerdekaan hingga zaman digital ini, tugas dan peran pers tidak pernah berubah. Para insan pers hendaknya selalu sadar mereka harus memperdayakan mereka yang tidak berdaya, memperkuat yang lemah, mengontrol penguasa dan menyuarakan kaum yang tidak mampu bersuara, menyampaikan aspirasi masyarakat secara benar dan akurat, agar penguasa mengerti setiap kejadian dan fakta sosial, sebagai bahan masukan atau feedback. Semua tugas mulia pers
66
Pengembangan Profesi Kewartawanan
ini tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menciptakan kondisi masyarakat yang adil, aman sejahtera, rukun dan damai, sebagaimana cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Adagium ini tentu saja bukan hanya berlaku untuk tataran nasional atau regional tapi juga di tingkat lokal sekalipun. Untuk itulah Dewan Pers senantiasa mengingatkan wartawan agar terus menjadi insan pers yang amanah dan profesional, karena bangsa ini membutuhkan insan-insan pers yang bukan saja cerdas dan visioner tapi juga senantiasa tetap tegar menjaga integritas dan kredibilitasnya. Banyak kegiatan yang telah dilakukan Dewan Pers dalam upaya meningkatkan profesionalisme wartawan, antara lain: Lokakarya Peningkatan Jurnalistik (LPJ) Kegiatan ini diselenggarakan Dewan Pers bekerjasama dengan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS). Selama 2008 dilaksanakan di 10 kota yaitu: Padang (9 - 11 April), Palangkaraya (15 – 17 April), Pekanbaru (14 – 16 Mei), Malang (4 - 6 Juni), Gorontalo (25 – 27 Juni), Makassar (16 – 18 Juli), Balikpapan (13 – 15 Agustus), Lampung (27 – 29 Agustus), Yogyakarta (15 – 17 Oktober), dan Ternate (19– 21 November). Peserta kegiatan LPJ adalah redaktur, calon redaktur, dan wartawan cetak maupun elektronik. Sedikitnya 298 wartawan telah dilatih melalui LPJ di 10 kota tersebut. Materi yang disampaikan dalam LPJ meliputi: Panduan untuk Redaktur, Teknik Menyunting, Permasalahan Berbahasa, Cyber Journalism, Jurnalistik Elektronik, Paparan Kasus Pers, Kode Etik dan Hukum Pers. Lokakarya Peningkatan Manajemen Pers (LPMP) LPMP diselenggarakan Dewan Pers bekerjasama dengan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran para investor penerbitan pers mengenai manajemen pers modern serta meningkatkan profesionalisme perusahaan pers di bidang pemasaran, keuangan, dan SDM. Pada tahun 2008 LPMP dilaksanakan di tujuh kota yaitu Banjarmasin (23 – 25 April 2008), Manado (9 – 11 Juli 2008), Batam (28-29 Agustus), Pontianak (16-17 Oktober), Padang (22-23 Oktober), Jakarta (29-30 Oktober), dan Surabaya (5 – 7 November 2008). Lokakarya ini diikuti pemimpin perusahaan, manajer pemasaran, manajer iklan, pemimpin umum, dan manajer keuangan. Materi yang dibahas selama lokakarya,
67
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
antara lain: Manajemen Redaksional, Peta Industri Pers, Agenda Setting Media, Menghitung Investasi BEP Penerbitan Pers, Menggarap Pembaca Muda, New Editorial Consept, Mengembangkan Iklan Lokal, Kebijakan Harga Iklan, Strategi Pengembangan Sirkulasi Media Cetak, Kebijakan Harga Langganan, Riset Pasar, Segmentasi Produk dan Positioning Media, Manajemen Koran Masuk Sekolah, mengurangi Persoalan Riil Pers Lokal, dan Pasar Trend Newsroom 2007. Pelatihan Peliputan Pilkada Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung terus berlangsung di seluruh Indonesia. Untuk mengoptimalkan peran pers demi terselenggaranya Pilkada dengan baik, Dewan Pers melaksanakan pelatihan peliputan Pemilu Kepala Daerah. Melalui pelatihan tersebut diharapkan pers mampu bekerja lebih profesional, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi menyangkut proses pilkada. Selain untuk meningkatkan kemampuan jurnalistik dalam meliput proses Pilkada sehingga mampu menghasilkan berita yang mendorong terselenggaranya Pilkada berkualitas. Sepanjang tahun 2008 Pelatihan Peliputan Pilkada diselenggarakan Dewan Pers di empat kota: Mataram (8 Mei), Yogyakarta (3 Juni), Palembang (12 Juni), dan Pekanbaru (3 Juli). Pesertanya meliputi pemimpin redaksi, redaktur bidang politik, serta wartawan media cetak dan elektronik dari masing-masing daerah. Pembicara yang dihadirkan, selain anggota Dewan Pers, yaitu daru pemimpin redaksi media cetak lokal dan anggota KPU Daerah. Sementara materi pelajaran yang disampaikan, antara lain, soal Kode Etik Jurnalistik dalam Pilkada, potensi pelanggaran dalam Pilkada, dan pengolahan berita terkait Pilkada. Kegiatan lainnya yang masih terkait Pilkada diselenggarakan Dewan Pers bersama MAPILU-PWI Pusat dalam bentuk “Workshop Sehari Pendidikan Pemilih Berbasis Jurnalistik”. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi pendidikan bagi masyarakat, yang memiliki hak pilih dalam Pilkada maupun Pilpres, melalui pemberitaan pers. Di samping itu juga merupakan sarana bagi wartawan untuk belajar bagaimana menyajikan liputan yang sejalan dengan upaya menumbuhkan “pemilih yang cerdas.” Kerjasama Dewan Pers – Mapilu dimulai sejak 2007. Untuk tahun 2008, workshop ini digelar di Palangkaraya dengan mengundang pimpinan media massa, wartawan, dan tokoh masyarakat.
68
Pengembangan Profesi Kewartawanan
Lokakarya Kompetensi Wartawan Kegiatan lain dalam kaitan dengan pengembangan profesi kewartawanan dilakukan dalam bentuk Lokakarya Kompetensi Wartawan. Lokakarya ini juga menjadi bagian dari sosialisasi buku “Kompetensi Wartawan: Pedoman Peningkatan Profesionalisme Wartawan dan Kinerja Pers” yang telah diterbitkan Dewan Pers sejak 2004. Buku ini berisi pedoman bagaimana sebaiknya wartawan atau perusahaan pers meningkatkan kualitas wartawan. Dewan Pers terus berupaya menyempurnakan buku tersebut dengan menerima masukan dan kritik dari masyarakat dan komunitas pers. Di tahun 2008 Lokakarya Kompetensi Wartawan dilaksanakan di Bali (3 April) dan Jakarta (15 Oktober). Untuk di Bali menghadirkan pembicara dari Dewan Pers, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), harian Bali Post, dan pengurus Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat. Peserta yang hadir berasal dari unsur pimpinan media massa, wartawan media cetak dan elektronik, pengurus organisasi pers, serta akademisi. Sementara untuk Lokakarya di Jakarta menghadirkan pembicara dari SPS dan harian Kompas. Dalam Lokakarya ini, banyak peserta berpendapat, dibutuhkan merumuskan implementasinya. Kerjasama Pelatihan Selain menyelenggarakan kegiatan sendiri, Dewan Pers juga bekerjasama dengan organisasi pers untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan bagi wartawan di tahun 2008 Dewan Pers bekerjasama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menggelar Pelatihan Jurnalistik Pilkada di Mataram (24 Mei). Kerjasama lainnya dalam bentuk Pelatihan Pengembangan Kapasitas Peliputan Bagi Jurnalis diselenggarakan di empat kota: Kupang (9 Oktober), Surabaya (14 Oktober), Yogyakarta (11 November), dan Nanggroe Aceh Darussalam (25 November). Tahun 2008 Dewan Pers juga bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Multimedia (Perwami) untuk menggelar Workshop Jurnalis Multi Media di tujuh kota: Denpasar (4 April), Jakarta (21 April), Mataram (7 Mei), Palembang (11 Juni), Nanggroe Aceh Darussalam (30 Juli), Bandung (30 Agustus), dan Surabaya (8 November). Workshop ini bertujuan, antara lain, meningkatkan pemahaman wartawan mengenai Kode Etik Jurnalistik, teknik liputan investigasi, jurnalistik radio dan televisi terkait konvergensi media, dan delik pers.
69
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Sedangkan untuk mengembangkan pers lokal, Dewan Pers menggelar “Lokakarya Pengembangan Sumber Daya Media Lokal Berbahasa Sunda”, di Bandung (12 April 2008). Kegiatan hasil kerjasama dengan majalah Mangle dan Universitas Padjajaran Bandung ini bertujuan menjaga kelestarian bahasa Sunda lewat pers lokal. Selain itu juga untuk meningkatkan pengetahuan wartawan yang berasal dari pers berbahasa Sunda tentang Kode Etik Jurnalistik dan hukum pers. Selama 2008, Dewan Pers mendukung kegiatan beberapa lembaga yang menggelar pelatihan untuk wartawan. Dukungan diberikan Dewan Pers dengan mengirim narasumber dengan biaya ssepenuhnya ditanggung Dewan Pers. Kerjasama seperti ini dilakukan Dewan Pers dengan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) dalam “Workshop Perbankan Bagi Jurnalis” di Pekanbaru, Makassar, Padang, Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Kegiatan dalam bentuk “ Workshop BUMN Bagi Jurnalis” di Bandung, Makassar, Padang, Jakarta, Surabaya, dan Palembang. Kerjasama serupa juga dilakukan dengan dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar dan harian Pikiran Rakyat, Bandung. Kegiatan lain seperti Forum Komunikasi Masyarakat Pers Daerah di Makassar, Semarang, Medan, Yogyakara, Balikpapan, Kupang, Banjarmasin, dan Surabaya. Kegiatan ini melibatkan berbagai komponen masyarakat pers lokal yang diikuti rata-rata 50 orang. Kemudian Sosialisasi KEJ dan Peraturan Dewan Pers di Jambi, Gorontalo, Padang, Bandarlampung, Ambon, Bandung, Pekanbaru, Palangkaraya, Malang, Makassar, Ternate, dan Mataram. Setiap kegiatan ini diikuti 40 sampai 60 wartawan. Hanya dengan praktek jurnalistik yang profesional maka wartawan akan tetap mendapat kepercayaan publik. Bisnis pers adalah bisnis kepercayaan, maka bila ada pers yang tidak lagi mendapat kepercayaan maka sejatinya pers itu telah mati dan kehilangan roh kehidupan sosial. Untuk itu kepercayaan publik harus terus dijaga. Caranya dengan terus mengerti, memahami dan mengamalkan UU Pers No. 40 1999 dan KEJ dalam praktek kerja jurnalis.
70
Bagian VI
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
71
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
72
a Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
Sepanjang Dewan Pers periode 2007 – 2010 telah banyak dilakukan kerjasama
dengan lembaga negara, pemerintah, maupun swasta. Dewan Pers antara lain menjalin kerjasama pelatihan untuk menjadi pelatih atau instruktur dengan TNI Angkatan Darat, Mahkamah Agung, organisasi-organisasi pers seperti PWI, SPS, IJTI dan sebagainya. Dengan Angkatan Darat dan Mahkamah Agung, Dewan Pers menyediakan pelatih yang menyampaikan materi mengenai kemerdekaan pers untuk perwira Angkatan Darat atau untuk calon hakim dan hakim. Tidak hanya dengan lembaga dalam negeri, Dewan Pers juga mengadakan kerjasama dengan lembaga internasional seperti International Federation of Journalists (IFJ) dan Institute of Peace and Democracy. Kerjasama dilakukan dalam bentuk workshop bertema etika media untuk demokrasi yang digelar di Denpasar, Bali, 8-9 Desember 2009, sebagai bagian dari Bali Democracy Forum yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Workshop menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk pemerintah di negara-negara Asia. Rekomendasi yang dirumuskan bersama perwakilan dari kalangan wartawan, dewan pers dan lembaga-lembaga penunjang media dari 17 negara tersebut, antara lain menyebutkan, pemerintah harus berkontribusi memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang peran kebebasan pers dalam demokrasi. Terciptanya suasana yang menjamin kebebasan pers dan kegiatan jurnalistik yang independen harus menjadi prioritas semua pemerintah yang berkomitmen pada demokrasi. Selain itu, pemerintah harus menghindari pembuatan peraturan-peraturan yang dapat mengekang kebebasan pers. Pemerintah juga harus melindungi hak pers, hak warga dan wartawan atas informasi publik, termasuk kebebasan berekspresi dan kebebasan berserikat.
Peserta workshop menekankan bahwa independensi media, kebebasan wartawan dalam menjalankan kerja tanpa tekanan atau intimidasi, merupakan instrumen penting untuk menghapus kelaparan, korupsi, ketidakadilan dan untuk perlindungan 73
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
serta penghormatan atas hak asasi semua orang. Penciptaan kondisi yang menjamin kebebasan pers dan suasana aman bagi pelaksanaan kegiatan jurnalistik yang independen harus menjadi prioritas bagi semua pemerintah yang berkomitmen pada demokrasi. Seruan juga diarahkan kepada Pemerintah agar mendukung kerjasama antara civil society dan profesional media untuk mendukung transparansi, profesional dan independen sebagai bentuk pertanggungjawaban media untuk: 1. Melakukan advokasi dan kampanye kemerdekaan pers dan good governance dalam media; 2. Turut serta mendidik dalam masyarakat tentang peran serta media dalam demokrasi; 3. Melakukan mediasi untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul antara media dengan pembacanya; 4. Mempromosikan akses informasi publik dan akses pada teknologi informasi yang meyakinkan partisipasi penuh dari warganegara dalam masyarakat demokrasi. Rekomendasi peserta workshop yang berasal dari kalangan wartawan, Dewan Pers, dan organisasi media dari 17 negara ini disampaikan kepada peserta Bali Democracy Forum II (10-11/12/2009) yang diikuti menteri luar negeri dari 36 negara di Asia. Hadir juga Sultan Brunei Darussalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama, dan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao. Pertemuan dengan Presiden Anggota Dewan Pers periode 2007-2010 beberapa kali bertemu dengan Presiden. Pada pertemuan di tahun 2007, dihasilkan beberapa hal: • Berkenaan dengan tema Program Dewan Pers tahun 2008 “Seratus Tahun Kebangkitan Nasional. Kemerdekaan Pers dalam Mewujudkan Nasionalisme dan Supremasi Hukum,” maka akan dilakukan sinergi dengan penyelenggaraan “World Cultural Forum.” • Dalam pendidikan kewarganegaraan dan pers multikultural, Presiden meminta pers dapat menjadi mata rantai perekat keanekaragaman dengan pendekatan kultural di setiap daerah yang berbed-beda. • Menanggapi gagasan School of Journalism (sekolah jurnalistik), Presiden menyambut baik upaya peningkatan profesionalisme wartawan. Presiden
74
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
• • •
menjanjikan beasiswa bagi wartawan di dalam dan di luar negeri. Presiden bersedia menjadi keynote speaker pada acara “President Talks to the Public on National Issues” yang diprakarsai Dewan Pers. Presiden juga setuju dan mendukung rencana pelaksanaan kongres pers sedunia di Indonesia tahun 2008. Dalam kunjungan ke luar negeri, Presiden akan mengikutsertakan anggota Dewan Pers.
Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR Selama tahun 2007 sampai 2010, anggota Dewan Pers menghadiri beberapa kali Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI. Dalam rapat yang diadakan akhir tahun 2009, muncul beberapa kesimpulan sebagai berikut: • Sejalan dengan semangat reformasi yang mengamanatkan kebebasan publik dalam memperoleh informasi, dimana hal tersebut direfleksikan melalui kebebasan pers yang dijamin dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UUD 1945, Komisi I DPR RI mendukung komitmen kebebasan pers yang independen, berpihak kepada kepentingan publik, profesional, proporsional, dan bertanggung jawab mengingat salah satu fungsi pers adalah sebagai kontrol sosial untuk tegaknya demokrasi dan terjaminnya hak publik dalam mendapatkan informasi. • Dalam rangka terciptanya keseimbangan yang proporsional antara kebutuhan akan kebebasan pers untuk mendukung kebebasan informasi publik dengan iklim jurnalistik yang kondusif yang dihadapkan dengan kebutuhan dalam menjaga kepentingan strategis yang bersifat nasional, Komisi I DPR RI mendukung perlunya kajian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Sehubungan dengan peningkatan profesionalisme pers sebagai salah satu fungsi kontrol sosial, Komisi I DPR RI mendukung peningkatan profesionalisme pers dan juga pembinaan bagi insan pers yang mengacu pada peraturan dan kode etik yang berlaku, serta perlunya peningkatan perhatian terhadap kesejahteraan insan pers. Dalam hubungan ini, Komisi I DPR RI mendukung perlunya diciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya kegiatan usaha di bidang pers, serta lahirnya karya-karya jurnalistik yang mencerminkan pers yang independen, profesional, dan kredibel. • Terkait dengan misi pembentukan karakter dan kepribadian bangsa, Komisi I DPR RI minta perhatian yang serius dari komunitas pers agar karya-
75
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
•
•
karya jurnalistik yang dihasilkan senantiasa tetap mengacu pada berbagai norma dan aturan kesusilaan yang berlaku di masyarakat terutama kode etik jurnalistik. Dalam hubungan ini, diharapkan pers akan lebih berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pendidikan karakter dan kepribadian bangsa. Komisi I DPR RI mendesak Dewan Pers dan aparat penegak hukum serta lembaga-lembaga pers lainnya untuk mewaspadai kegiatan yang mengatasnamakan jurnalistik tetapi yang bukan dilakukan oleh jurnalis profesional. Komisi I DPR RI mengkaji usulan komunitas pers untuk pembentukan sekolah pendidikan jurnalistik di seluruh wilayah Indonesia.
MOU Dewan Pers-KPU-KPI Untuk mewujudkan Pemilu Legislatif dan Presiden yang jujur, adil dan damai, dibutuhkan akses informasi serta komunikasi yang terbuka dan demokratis bagi publik. Agar pers dapat berperan dengan optimal dan menegakkan etika maka diperlukan satu pengawasan yang bersifat edukatif dan kuratif. Untuk maksud tersebut, dalam kaitan mewujudkan Pemilu yang jurdil dan damai, Dewan Pers melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). MOU tentang “Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum” ini untuk mengantisipasi kelemahan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, yang beberapa pasalnya dianggap dapat mengganggu kemerdekaan pers. Penandatanganan MOU dilakukan pada 1 Juli 2009, dengan didahului diskusi mengenai pers dan pemilu. Pernyataan Bersama Dewan Pers-KPI Pelanggaran etika yang kerap dilakukan oleh media penyiaran, khususnya stasiun televisi, sering disuarakan masyarakat. Namun, seringkali stasiun televisi mengabaikan keluhan masyarakat. Terkait hal tersebut, Dewan Pers sepakat menjalin pertemuan rutin dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menanggapi bersama jika menemukan adanya pelanggaran etika di media penyiaran. Pernyataan bersama yang telah dikeluarkan, antara lain pada 9 Agustus 2008, terkait temuan kotak hitam (black box) yang berisi rekaman suara percakapan antara pilot dan copilot pada saat terakhir kecelakaan pesawat Adam Air No. KI 572
76
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
tujuan Jakarta – Surabaya – Manado. Pernyataan bersama lainnya yang dikeluarkan tanggal 22 Agustus 2008 untuk merespon tayangan Empat Mata dan Redaksi Malam di Trans 7, yang menampilkan narasumber yang tidak patut untuk diwawancarai (Sumanto). Terkait dengan siaran langsung sidang di pengadilan yang ramai diperdebatkan pada akhir tahun 2009—dipicu persidangan kasus Antasari Azhar—Dewan Pers dan KPI membuat pernyataan bersama pada 17 November 2009 yang berisi: • KPI dan Dewan Pers menegaskan tidak pernah dan tidak akan mengeluarkan peraturan tentang larangan siaran langsung acara persidangan di pengadilan, termasuk sidang di Mahkamah Konstitusi ataupun persidangan di DPR. Keputusan apakah suatu persidangan terbuka untuk umum atau tertutup, sehingga dapat atau tidak dapat diliput oleh media secara langsung, sepenuhnya berada pada kewenangan hakim pengadilan atau pihak instansi yang menyelenggarakan persidangan tersebut. • KPI dan Dewan Pers mengingatkan bahwa penyelenggaraan program siaran menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran. Untuk itu, kepada semua lembaga penyiaran diminta untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya pelanggaran atas P3-SPS yang ditetapkan KPI dan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan ofeh Dewan Pers. Lembaga penyiaran juga harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran P3-SPS dan Kode Etik Jurnalistik dalam penayangan semua program siarannya termasuk siaran langsung sidang pengadilan. • KPI sesuai UU Penyiaran Pasal 8 ayat 2 butir d mempunyai kewenangan untuk memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan P3-SPS. Oleh karena itu KPI akan memberikan sanksi terhadap semua program isi siaran termasuk siaran langsung persidangan yang melanggar P3-SPS. DewanPers juga akan memberi sanksi terhadap pemberitaan pers yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers khususnya Pasal 5 ayat 1. • KPI selalu bekerjasama dengan Dewan Pers untuk menegakkan P3-SPS dan Kode Etik Jurnalistik di lembaga Penyiaran: Verifikasi Organisasi Pers Untuk mengembangkan kehidupan pers yang sehat bisnis dan profesional, pada tahun 2008, untuk pertama kali Dewan Pers melakukan verifikasi terhadap organisasi perusahaan pers. Verifikasi ini merupakan tindak lanjut dari telah disepakati dan dikeluarkannya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers. 77
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Verifikasi dilakukan terhadap empat Organisasi Perusahaan Pers yaitu Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI). Verifikasi dilaksanakan di 16 kota/wilayah yaitu: Medan, Pekanbaru, Lampung, Palembang, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Kupang, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda/Balikpapan, Palangkaraya, Makassar, Jakarta dan Denpasar. Berdasarkan hasil pemantauan secara langsung ke 16 daerah tersebut, ada tiga organisasi yang dapat diverifikasi yakni SPS, PRSSNI dan ATVLI. Sedangkan ATVSI hanya berada di Jakarta. Salah satu tujuan verifikasi adalah agar organisasi perusahaan pers sesuai dengan Standar Organisasi Perusahaan Pers dan Standar Organisasi Wartawan, sebagai konstituen Dewan Pers, sehingga dapat terlibat dalam proses pemilihan anggota Dewan Pers. Program Dewan Pers di TVRI Program dialog Dewan Pers di TVRI yang rutin dilakukan sejak 2005 dilanjutkan oleh Dewan Pers periode 2007-2010. Dialog ini membahas tema-tema aktual mengenai pers. Selama tiga tahun, format acara mengalami tiga kali perubahan. Pada tahun 2007 program Dewan Pers disiarkan selama satu jam dalam format dialog biasa dengan hanya menghadirkan tiga narasumber dengan seorang host. Kemudian pada tahun 2008 dilakukan perubahan. Siaran dilangsungkan dari ruang lobi TVRI dengan menghadirkan pembicara, seorang host, audiens, artis, dua orang presenter, dan grup musik. Acara ini disiarkan selama satu setengah jam. Di tahun 2009 format berubah kembali. Dialog disiarkan dari auditorium TVRI dengan menghadirkan narasumber, seorang host, audiens, penyanyi dan grup musik—tanpa presenter. Acara berlangsung dalam dua sesi, yaitu sesi dialog antara narasumber dengan host (pewawancara) dan sesi dialog interaktif antara narasumber dengan para undangan yang ada di studio maupun para pemirsa (masyarakat). Komentar dari masyarakat mengenai tema dialog dapat dikirim melalui SMS (short message service). Dalam setiap episode rata-rata ada 100 SMS yang masuk ke notebook penerima SMS. Dari sekian SMS tersebut kemudian host memilih beberapa SMS untuk dibaca. Sedangkan dialog melalui saluran telepon, karena keterbatasan waktu, hanya bisa ditanggapi sekitar lima penelepon setiap episodenya. Adapun disain produksi acara Dewan Pers di TVRI tahun 2008 adalah sebagai berikut: 78
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
• •
Program Character: Title, Format, Duration, Type of Program, Date/Time, Station Segmentasi Program: Editorial, Info Dewan Pers, Pemirsa Bicara, Pemirsa Bertanya, Kuiz, Press Corner. Program Dewan Pers Menjawab (Dewan Pers Di Kafe Senayan) TVRI - Tahun 2008 Waktu Siar: Pukul 21.45 – 23.15 WIB (LIVE) Moderator (host): Wina Armada Sukardi (Anggota Dewan Pers)
No.
Tgl.
Tema
1. 11-03-2008 ”Fungsi Dewan Pers sebagai Mediator”
Narasumber 1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Mas Achmad Santoso (Indonesian Institute for Conflict Transformation) 3. Arya Gunawan (UNESCO – Jakarta)
2. 25-03-2008 ”Mampukah Pers Ikut Memberantas Korupsi?” 1. Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) 2. Antasari Azhar (Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi) 3. Budiman Tanuredjo (Redaktur Pelaksana Kompas) 3.
8-04-2008
”Pornografi bukan produk pers” (menyikapi ������������������������������������������ pemblokiran situs porno).
1. Garin Nugroho (Anggota Dewan Pers) 2. Edmon Makarim (Staf Ahli Menteri Kominfo) 3. Remi Silado (wartawan senior dan budayawan)
4. 22-04-2008 ”Pers dan Pesta Demokrasi”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Sutiyoso (Mantan Gubernur DKI Jakarta) 3. Hendra J Kede (Ketua Nasional MAPILU PWI)
5. 13-05-2008 ”Perlukah Wartawan Dilindungi”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Asro Kamal Rokan (Wartawan Senior Antara) 3. Imam Wahyudi (Ketua Umum IJTI)
6. 27-05-2008 ”Masa Depan Pers Setelah Seabad Kebangkitan 1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) Nasional” 2. Parni Hadi (Direktur RRI) 3. Nugroho (pengelola portal kompas.com)
79
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
7. 10-06-2008 ”Kampanye Pemilu di Media Massa”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Sasa Djuarsa Sendjaja (Ketua Komisi Penyiaran Indonesia) 3. Endang Sulastri (Anggota Komisi Pemilihan Umum)
8. 24-06-2008 ”Pers Ibu Kota”
1. Bekti Nugroho (Anggota Dewan Pers) 2. Arie Budhiman (Kadis Pariwisata DKI Jakarta) 3. Kamsul Hasan (Ketua Umum PWI Jaya)
9.
8-07-2008 ”Infotainmen: Jurnalisme atau Bukan?”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Rezanades Muhammad (Praktisi Production House) 3. Cut Memey (Artis)
10. 22-07-2008 ”Pers dan Pemilu”
1. Prof. Ichlasul Amal (Ketua Dewan Pers) 2. Andi A Mallarangeng (Juru Bicara Presiden) 3. Noviantika nasutioan (Pengurus Partai Demokrasi Pembaruan)
11. 12-08-2008 ”Peran Organisasi Wartawan”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Asro Kamal Rokan (Pengurus PWI) 3. Heru Hendratmoko (Ketua Umum AJI)
12. 25-08-2008 ”Perempuan dalam Pemberitaan Pers”
1. Bekti Nugroho (Anggota Dewan Pers) 2. Astrid Adinegoro (Wartawan Senior) 3. Debra H Yatim (Aktivis Perempuan)
13. 09-09-2008 ”Anak-Anak dalam Liputan Pers”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Uni Lubis (Ketua Harian ATVSI) 3. Masnah Sari (Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
14. 23-09-2008 ”9 Tahun UU Pers”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Budiman Tanuredjo (Redaktur Kompas)
15. 14-10-2008 ”Artis dan Pers”
1. Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) 2. Anwar Fuadi (Artis) 3. Veven SP Wardhana (Pengamat Pers)
16. 28-10-2008 ”Kepentingan Publik dalam Pers”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Amir Syamsuddin (Praktisi Hukum) 3. Ade Armando (Praktisi Pers, Dosen UI)
17. 11-11-2008 ”Wartawan Jadi Caleg”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Ramadhan Pohan (Pemimpin Redaksi Jurnal Nasional) 3. Ignatius Haryanto (Pengamat Pers)
80
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
18. 25-11-2008 ”Kriminalitas dalam Pemberitaan Pers”
1. Wikrama Iryans Abidin (Anggota 2. Airlangga (Dosen Kriminologi UI) 3. Pasaoran, S (Wakil Pemred Trans 7)
19. 09-12-2008 ”Peran Organisasi Pers dalam Meningkatkan Kinerja Pers”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Kamsul Hasan (Ketua Umum PWI Jaya) 3. Nezar Patria (Ketua Umum AJI)
Pada tahun 2009 dialog Dewan Pers di televisi dilanjutkan kembali dengan mengubah lagi namanya menjadi “Dewan Pers Kita.” Waktu siaran dipilih pada periode prime time untuk penyiaran televisi yakni pukul 20.00 - 21.00 WIB. Siaran tetap dilakukan secara langsung. Tema yang dipilih sengaja dibuat yang benar-benar sedang aktual di masyarakat. Presenter (Host) tetap dipegang oleh Wina Armada Sukardi (Anggota Dewan Pers) Beberapa Episode Program Dewan Pers Menjawab (Dewan Pers Di Kafe Senayan) TVRI - Tahun 2009 Waktu Siar: Pukul 20.00 – 21.00 WIB (LIVE) No.
Tgl.
Tema
Narasumber
1. 29-06-2009 ”Jurnalistik Persisi dan Pilpres”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Bestian Nainggolan (Redaktur Harian Kompas) 3. Ibrahim Rustam (Mantan Direktur LP3ES)
2. 06-07-2009 ”Ketika Pers Indonesia Memilih”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Ramadhan Pohan (Pemimpin Redaksi Harian Jurnal Nasional) 3. Ricky Rachmadi (Pemimpin Redaksi Harian Suara Karya) 4. Peter Rohi (Pemimpin Redaksi Tabloid Pembaruan)
3. 13-07-2009 ”Arah dan Tantangan Pers Pasca Pilpres”
1. Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) 2. Irawan Saptono (Direktur Eksekutif ISAI) 3. Budiman Tanuredjo (Redaktur Pelaksana Kompas)
4. 20-07-2009 ”Mencari Sumber Daya Wartawan Profesional” 1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Prof. Zulhasril Nasril (Dosen FISIP UI) 3. Hendry CH Bangun (Sekretaris PWI Pusat)
81
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
5. 27-07-2009 ”Pemberitaan Pers tentang Terorisme”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Teguh S. Usis (Trans7)
6. 03-08-2009 ”Kontroversi RUU Rahasia Negara dan Kemerdekaan Pers”
1. Bambang Harymurti (Anggota Dewan Pers) 2. Mayjen TNI HM Bibit Santoso (Ahli Bidang Politik Lemhanas) 3. Budiarto Shambazy (Wartawan Senior harian Kompas)
7. 10-08-2009 ”Pemberitaan Wabah Flu dan Masalah Kesehatan”
1. Bekti Nugroho (Anggota Dewan Pers) 2. Lily S Sulistyowati (Kepala Pusat Komunikasi Publik Depkes) 3. Ninok Leksono (Wartawan Senior harian Kompas)
8. 31-08-2009 ”Reality Show: Fakta atau Rekayasa”
1. Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) 2. Arswendo Atmowiloto (Pengamat pers) 3. Robby T Winarka (Indigo Production)
9. 07-09-2009 ”Kemerdekaan Pers dan UU Perfilman Baru”
1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) 2. Slamet Rahardjo (Sutradara Film) 3. Putu Wijaya (Budayawan) 4. Anwar Arifin (Ketua Panja RUU Perfilman)
10. 14-09-2009 ”Benarkah RUU Rahasia Negara Membungkam 1. Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers) Kemerdekaan Pers” 2. Theo L Sambuaga (Ketua Komisi I DPR RI) 3. Margiono (Ketua Umum PWI Pusat) 4. Agus Brotosusilo (Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi Politik) 11. 28-09-2009 ”Peran Pers dan Manajemen Bencana Alam”
1. Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) 2. Budiman Tanoeredjo (Redaktur Pelaksana Harian Kompas) 3. Toto Utomo (Dirjen Banjamsos Depsos)
Dialog Interaktif Dewan Pers di Radio 68H Selain di TVRI, Dewan Pers juga memiliki program bincang-bicang selama satu jam melalui Kantor Berita Radio 68H Jakarta yang direlai oleh seluruh jaringannya di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendorong peningkatan profesionalisme pers, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai persoalan pers, dan menyosialisasikan peran dan berbagai kegiatan Dewan Pers.
82
Pemberdayaan Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga
Program bincang-bicang di Radio 68H dimulai sejak 2007 dan berlanjut hingga 2009. Tema yang diperbincangkan sangat beragam, dengan menghadirkan satu narasumber dan satu host dari Dewan Pers. Penelitian oleh Mahasiswa dan Instansi Tujuan para peneliti ke Dewan Pers sebagian besar untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah yaitu skripsi, tesis, atau disertasi khusus di bidang pers. Bentuk dari penelitian mereka ke Dewan Pers yaitu wawancara dan mencari data tentang pers. Mahasiswa yang mengajukan penelitian/wawancara ke Dewan Pers sepanjang 2008 berjumlah 36 orang, terdiri atas 33 untuk skripsi, 1 tesis, dan 2 disertasi. Memfasilitasi Organisasi Wartawan Selain program dan kegiatan yang dilaksanakan Dewan Pers dan telah direncanakan sebelumnya, selama tahun 2008 Dewan Pers juga membantu memfasilitasi kegiatan beberapa organisasi wartawan, seperti: SPS (Serikat Penerbit Suratkabar), PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), PERWAMI (Persatuan Wartawan Multimedia Indonesia), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia), dan PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia). Kunjungan Universitas dan Instansi Dewan Pers menerima kunjungan beberapa universitas. Kegiatan ini merupakan wujud dukungan Dewan Pers terhadap dunia pendidikan, khususnya yang bergerak di bidang jurnalistik dan komunikasi, dan lembaga lain yang terkait pers. Maksud kunjungan universitas atau instansi tersebut adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan jurnalistik, mengetahui tugas dan fungsi Dewan Pers, serta perkembangan pers saat ini. Berikut ini data perguruan tinggi/universitas dan instansi yang berkunjung ke Dewan Pers sepanjang tahun 2008: Universitas Pancasila, Fakultas Komunikasi (26 Maret), Universitas Muhammadyah Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (22 April), Universitas Islam Bandung, Fakultas Komunikasi (19 Juni), Universitas Sahid Jakarta (26 Juni). Selain kunjungan mahasiswa, Dewan Pers juga menerima kunjungan Instansi/Lembaga ke Dewan Pers yang ingin lebih mengenal dan mengetahui Tugas dan peran Dewan Pers. Instansi/Lembaga yang berkunjung ke Dewan Pers tercatat: Humas Pemda Kabupaten Tanjung Bumbu dan Wartawan (26 Mei), Humas Pemda Provinsi Jambi dan wartawan (28 Mei), Media Massa Melaka (10 Desember).
83
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Penerbitan dan Publikasi Guna menyebarluaskan produk dan program Dewan Pers, secara rutin diterbitkan buletin ETIKA. Buletin ini terbit sebulan sekali dengan tebal 12 halaman, dicetak sekitar 1.500 eksemplar. Selain itu, Dewan Pers juga mengelola website dengan alamat www.dewanpers.org/www.dewanpers.or.id. Website ini memuat berbagai hal menyangkut kelembagaan dan pelaksanaan program Dewan Pers. Selama tahun 2007-2010 Dewan Pers juga menerbitkan sejumlah buku dengan judul: 1. Rapor Wartawan Indonesia: Himpunan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi Dewan Pers 2001-2007 2. Mengelola Kebebasan Pers (didukung Yayasan TIFA) 3. Keterbukaan Informasi dan Kebebasan Pers (didukung UNESCO Jakarta) 4. Menggarap Pasar Media Lokal 5. Menegakkan Kemerdekaan Pers. Kumpulan Makalah 1999-2007 6. Pelanggaran Etika Pers (didukung Friedrich Ebert Stiftung) 7. Profil Dewan Pers 2007-2010 8. Data Penerbitan Pers 2007 9. Data Penerbitan Pers 2008 10. Data Penerbitan Pers 2009 11. Menggarap Pasar Media Lokal 12. Jejak Hukum di Pers 13. Problematika Kemerdekaan Pers di Indonesia (didukung UNESCO Jakarta) 14. 150 Tanya Jawab: Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik 15. Keutamaan di Balik Kontraversi UU Pers 16. Close Up Seperempat Abad Pelaksnaan Kode Etik Jurnalisti 17. Indonesia Bergelut Dalam Paradoks 18. Merancang dan Menyunting di Jantung Media Pers 19. Menakar Kesejahteraan Wartawan 20. UU Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers 21. Indonesian Press Law and Regulations of the Press Council Selain itu juga diterbitkan Jurnal Dewan Pers edisi perdana dengan judul Menolak Kriminalisasi Pers.
84
Bagian VII
Kesimpulan dan Rekomendasi
85
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
86
a Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan
Dalam periode tahun 2007 – 2010, Dewan Pers telah melaksanakan banyak
kegiatan, baik jenis, bentuk maupun jumlahnya. Apabila sebelumnya Dewan Pers sering dijuluki “mirip LSM” (lembaga swadaya masyarakat) karena dituding cuma dapat membuat pernyataan-pernyataan saja, kini hal itu sudah terbantahkan. Begitu pula, apabila sebelumnya Dewan Pers masih sering dilecehkan sebagai “macan ompong,” hal tersebut pun sekarang sudah terbukti tidak benar. Begitu banyaknya kegiatan, partisipasi dan peranan Dewan Pers dalam membangun dan mempertahankan kemerdekaan pers, menyebabkan Dewan Pers kini telah tumbuh menjadi lembaga yang berwibawa, independen, berpengaruh dan tumpuan harapan tidak hanya bagi kalangan pers, tetapi juga masyarakat luas yang berkaitan dengan kemerdekaan pers. Swaregulasi atau self regulation yang diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Dewan Pers. Berbagai pembuatan peraturan yang difasilitasi oleh Dewan Pers telah membuat UU Pers menjadi efektif dan operasional. Kekhawatiran bahwa masyarakat pers hanya akan membuat peraturan yang menguntungkan kalangan pers dalam arti sempit dan merugikan masyarakat ternyata tidak terbukti. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh masyarakat pers dan difasilitasi Dewan Pers pada kenyataannya mampu menampung juga kepentingan masyarakat luas. Ini membuktikan bahwa sebenarnya pers dari segi ini sudah “dewasa” sehingga tidak egois hanya ingin membela kepentingan sempitnya saja. Ketidakpahaman masyarakat luas terhadap fungsi dan peranan pers membuat kegiatan Dewan Pers yang melibatkan masyarakat, seperti diskusi, seminar, dan lokakarya selalu mendapat respons yang positif, baik dari peserta kalangan masyarakat (unsur-unsur non pers), bahkan juga dari peserta kalangan atau unsur pers sendiri. Masyarakat mengharapkan agar UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan Dewan Pers dapat lebih pro-aktif 87
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
untuk menangani kasus-kasus pers, khususnya yang terkait dengan penyalahgunaan pers yang dilakukan oleh para penumpang gelap kemerdekaan pers. Dalam setiap seminar dan diskusi yang dilakukan, keinginan itu selalu mencuat. Program sosialisasi Dewan Pers tentang UU Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers lainnya, yang telah dilakukan dalam tiga tahun terakhir, masih perlu terus dilaksanakan. Sosialisasi itu dapat dilakukan kepada tiga sasaran sekaligus. Pertama, untuk masyarakat umum, baik di perkotaan maupun di daerah-daerah, khususnya untuk ibukota kabupaten, yang belum pernah mendapatkan kesempatan. Hal ini mengingat banyak kalangan masyarakat yang belum mengetahui peranan pers dan keberadaan serta fungsi kelembagaan pers. Akibatnya mereka dapat ditakut-takuti oleh pers yang tidak memenuhi standar. Maklumlah di mata mereka pers selain dipersepsikan tukang kritik dan tukang mencari masalah, juga sering identik dengan “peminta-minta” atau “pemeras”. Dari pemantauan selama ini terbukti, dengan dilaksanakannya sosialisasi ini masyarakat menjadi lebih paham soal seluk beluk pers dan itu membuat mereka menempatkan pers pada posisi yang sebenarnya. Kedua, sosialisasi perlu pula diarahkan kepada para pejabat negara dan para pimpinan perusahaan. Karena ketidaktahuannya para pimpinan sering mengambil keputusan yang tidak tepat soal pers. Misalnya, mereka banyak yang cenderung memerintahkan anak buahnya mengatasi pemberitaan dengan sogokan. Mereka juga kurang paham mengenai hak jawab dan prosedur pengaduan bagi masyarakat apabila menghadapi kasus pemberitaan pers. Sosialisasi ini sekaligus dapat membuat antara unsur pelaksana dan pimpinan dapat seiring sejalan dalam menangani soal sengketa pemberitaan pers. Selama ini masih sering terjadi bawahan atau unsur pelaksana sudah paham soal mekanisme pers, tetapi karena justru atasan atau unsur pimpinan tidak paham, penanganannya menjadi kacau. Ketiga terhadap persnya sendiri. Rupanya masih banyak pers yang tidak mengerti ketentuan yang mengatur soal pers. Mereka masih ada yang tidak paham bahwa pers harus memiliki penanggung jawab dan perusahaan pers harus berbentuk badan hukum. Mereka juga banyak yang tak paham ikhwal apa itu hak tolak. Jadi, terhadap persnya sendiri pun harus ditetap terus dibekali tambahan pengetahuan soal peraturan dan etika pers. Berdasarkan kasus-kasus pengaduan yang ditangani Dewan Pers pada tahun 2007 - 2010, ada kecenderungan praktek penyalahgunaan profesi wartawan
88
Kesimpulan dan Rekomendasi
meningkat. Kemerdekaan pers bukan hanya terancam secara eksternal, melainkan juga secara internal dengan maraknya praktek penyalahgunaan profesi wartawan yang cenderung semakin “kreatif ” dan berani. Sebelumnya, berulangkali Dewan Pers telah mengeluarkan pernyataan tentang “Praktek Jurnalistik yang Tidak Etis”, namun munculnya tabloid yang menamakan diri KPK, Bakin, ICW dan sejenisnya, mengindikasikan praktek penyalahgunaan profesi wartawan semakin meningkat. Sejalan dengan semakin banyaknya pengaduan, keluhan dan kasus antara pers dengan masyarakat dan pemerintah, Dewan Pers lambat laun menjadi referensi bagi masyarakat untuk menyelesaikan sengketa dengan pers. Kegiatan melalui media secara interaktif, seperti talkshow di TVRI dan berbagai dialog di radio merupakan sarana efektif untuk: mendorong peningkatan profesionalisme pers Indonesia, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai persoalan yang terjadi pada pers Indonesia, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai fungsi dan peran Dewan Pers, dan menyosialisasikan berbagai kegiatan Dewan Pers. Kegiatan interaktif semacam ini perlu diperluas mengingat secara real dan aktual bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dewan Pers juga melihat kencenderungan mengurangi kemerdekaan pers tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui berbagai peraturan baru, di bidang lain dan kemudian diselipkan ketentuan yang mengekang kemerdekaan pers. Akibatnya walaupun UU Pers sudah memberikan kemerdekaan pers, tetapi seringkali dalam pelaksanaannya masih timbul kendala karena adanya peraturan perundang-undangan yang mengekang seperti ini. Belum lagi peraturan perundang-undangan lama yang juga masih banyak yang memasung kemerdekaan pers. Bidang pendataan dan riset memang telah mulai dilakukan oleh Dewan Pers, tetapi mengingat masih banyak keterbatasan hampir semua aspek, pendataan dan riset ini masih dilakukan pada taraf awal dan memerlukan grand disain dan dana yang lebih matang dan besar lagi. Soalnya pada masa depan pers Indonesia lebih membutuhkan hasil pendataan dan riset semacam ini. Walaupun demikian, terlepas dari kekurangan dan kelemahan yang ada pada pers nasional, serta berbagai kelemahan lingkungan demokrasi di Indonesia, pers telah sanggup tumbuh menjadi pilar keempat. Memang, masih banyak kelemahan pers kita. Memang, masih banyak pers kita yang belum sepenuhnya berimbang.
89
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Memang, masih banyak pula pers yang harus disempurnakan. Tetapi ketika pers Indonesia dibutuhkan, pers mampu tampil pada waktu dan keadaan yang tepat. Saat itulah pers Indonesia sudah membuktikan dirinya mampu tampil sebagai pers yang membela kepentingan publik, kepentingan bangsa dan negara. Pers muncul sebagai pembela keadilan dan kebenaran dan musuh koruptor. Pers hadir sebagai penyeimbang dan membela mereka yang dizholimi. Tak diragukan lagi, pers telah dapat menjalankan perannya sebagai pilar keempat. Selama ini pers telah membuktikan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi dan pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Oleh sebab itu menjaga dan mempertahankan kemerdekaan pers merupakan fungsi dan tugas Dewan Pers yang paling esensial. Di sinilah independensi Dewan Pers mutlak dipertahankan.
B. Rekomendasi
1. Segera Laksanakan Standar Kompetensi Wartawan. Dewan Pers telah berhasil memfasilitasi masyarakat pers dalam menyusun Standar Kompetensi Wartawan (SKW). Sudah sejak lama masyarakat pers Indonesia mendambakan adanya SKW, tetapi sepanjang Indonesia merdeka hal itu belum pernah terwujud. Baru kali inilah masyarakat pers memiliki SKW. Jelas hal ini merupakan salah satu terobosan besar dalam dunia pers Indonesia. Oleh karena itu SKW harus segera dilaksanakan. Pelaksanaan SKW memerlukan sejumlah persiapan yang matang dari Dewan Pers, mulai dari konsep, teknis sampai administrasi. Kesiapan Dewan Pers melaksanakan SKW akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pelaksanaan kemerdekaan pers. Kami merekomendasikan agar Dewan Pers yang akan datang untuk segera dalam waktu secepatnya melaksanakan dan menjabarkan SKW sampai SKW dapat menjadi operasional. 2. Perkuat Komisi atau Kelompok Kerja (Pokja) Pengaduan. Berdasarkan data yang ada dan diikuti pengalaman, kepercayaan masyarakat terhadap Dewan Pers terus meningkat karena tingkat kepuasan terhadap Dewan Pers dalam menangani pengaduan. Seiring dengan itu, maka pengaduan masyarakat terhadap pemberitaan pers ke Dewan Pers diprediksi pada masa depan akan semakin
90
Kesimpulan dan Rekomendasi
banyak. Di samping itu sifat pengaduan kemungkinan juga akan semakin kompleks. Belum lagi tuntutan dari pengadu semakin tinggi. Hal ini dapat dimaklumi karena ekspektasi atau harapan masyarakat terhadap Dewan Pers sebagai lembaga yang berfungsi menyelesaikan sengketa pemberitaan pers semakin tinggi. Tanpa komisi atau Pokja bidang pengaduan Dewan Pers yang kuat, dapat diduga Dewan Pers sulit untuk menampung aspirasi dan harapan baik masyarakat umum maupun masyarakat pers sendiri. Untuk itu menghadapi fenomena ini kami merekomendasikan agar Dewan Pers yang akan datang untuk lebih memperkuat komisi atau Pokja bidang pengaduan. Dengan demikian masyarakat sebagai pengadu dan pers yang diadukan, akan sama-sama memperoleh kepuasan, keadilan dan kepatutan. 3. Tingkatkan Pendidikan dan Pelatihan Khusus tentang Kode Etik Jurnalistik untuk Wartawan. Penelitian yang dilakukan Dewan Pers tahun 2007 menunjukan pengetahuan dan pemahaman para wartawan atas Kode Etik Jurnalistik (KEJ) masih sangat rendah, padahal KEJ sangat penting bagi wartawan dalam menjalankan profesinya. Dalam kaitan ini kami memberikan rekomendasi agar pendidikan dan pelatihan khusus tentang KEJ diteruskan dengan penyempurnaan programnya. Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan oleh Dewan Pers sendiri atau bekerjasama dengan lembaga lainya seperti LPDS, PWI atau AJI. 4. Segera Laksanakan Hasil Ratifikasi Perusahaan Pers. Pada Tanggal 9 Februari 2009 didepan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, kelompok-kelompok perusahaan pers besar telah menandatangani Ratifikasi, yang mengakui empat peraturan Dewan Pers (Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik). Sebagai bagian dari peraturan di perusahaan masingmasing. Dewan Pers yang diserahi tanggung jawab menangani dan mengelola hasil Ratifikasi tersebut harus segera menyiapkan diri. Kami merekomendasikan agar Dewan Pers yang akan datang segera melaksanakanisi isi Ratifikasi masyarakat tersebut. 5. Sosialisasi Fungsi, Peran dan Peraturan tentang Pers kepada Masyarakat, Termasuk untuk Penyelenggara dan Pejabat Negara Perlu Dilanjutkan.
91
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Walaupun UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah berlaku lebih dari 10 tahun, namun masih terlalu banyak yang belum mengetahui seluk beluk dasar tentang pers. Akibatnya pandangan dan sikap masyarakat terhadap pers kurang tepat. Pada satu sisi ada yang menilai pers bagaikan “dewa,” sehingga memuja pers secara berlebihan dan mereka sangat takut kepada pers, tidak peduli pers yang memenuhi standar atau tidak. Sering kali mereka merasa satu-satunya cara untuk “menaklukkan” pers adalah dengan pemberian uang atau sogok. Pada sisi lainnya ada yang menganggap pers selalu jadi musuh, dan satu-satunya cara selain lebih baik menghindar adalah melakukan kekerasan terhadap pers. Kedua pihak melakukan hal tersebut karena sama-sama berangkat dari pemahaman yang keliru terhadap pers. Untuk itu kami merekomendasikan agar sosialisasi fungsi, peran dan peraturan tentang pers diteruskan. Hanya saja dalam pelaksanaannya perlu disempurnakan dengan menentukan materi yang diberi harus disesuaikan dengan segmen yang dituju. Bentuknya dapat berupa diskusi, seminar, lokakarya, pelatihan, talkshow di radio dan televisi dan sebagainya. 6. Media Watch Perlu Didorong Agar Lebih Bermutu dan Berperan Mengawasi Pers. Masyarakat diberikan hak oleh UU Pers untuk melakukan pengawasan terhadap pers. Media Wacth merupakan salah satu sarana yang masyarakat untuk melakukan pengawasan itu. Tetapi sampai saat ini belum muncul media watch yang benarbenar kredibel. Dalam artian, media watch tersebut independen, memiliki sumber daya manusia yang profesional dan memadai, memiliki organisasi yang solid dan pendanaan yang mampu menunjang kegiatan organisasinya. Saat ini yang baru muncul embrio media watch yang mengarah kesana, tetapi belum benar-benar sebagaimana diharapkan. Media watch yang ada masih parsial, tidak berkesinambungan dan belum secara organisasi. Walhasil media watch masih dipandang sebelah mata hampir oleh semua kalangan. Ketiadaan media watch yang kuat membuat pengawasan terhadap pers pun kurang berjalan dengan memadai dan ini membuat pers yang tidak profesional atau melakukan kekeliruan dapat tetap bebas melenggang serta luput dari pengawasan yang memadai. Untuk itu ke depan kami merekomendasikan agar media watch diperkuat di semua aspeknya. 7. Fungsi Fasilitator Dewan Pers dalam Pembuatan Peraturan di Bidang Pers Harus Dimanfaatkan Semaksimal Mungkin. Kendati tidak disebut undang-undang pokok, tetapi sesungguhnya UU No. 40
92
Kesimpulan dan Rekomendasi
Tahun 1999 tentang Pers hanya berisi pokok-pokok saja. Banyak hal tentang pers belum diatur dalam UU Pers ini. Tetapi hal itu memang disengaja oleh pembuat undang-undang. MakanyaUU Pers ini sudah memberikan pintu keluarnya, yakni jika ada masalah yang belum diatur dalam UU Pers, secara eksplisit UU Pers memberi amanat kepada Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam membuat peraturan-peraturan di bidang pers. Inilah bagian dari prinsip swaregulasi yang dianut UU Pers. Selama tiga tahun terakhir Dewan Pers telah melaksanakan amanat ini. Jika ada masalah yang belum jelas dalam UU Pers atau perlu tambahan ketegasan, Dewan Pers memakai ketentuan ini. Sudah sembilan Peraturan Dewan Pers yang lahir dari amanat ini. Ternyata keluarnya Peraturan Dewan Pers sangat efektif dalam memecahkan berbagai masalah pers yang timbul. Oleh karena itu, ke depan kami memberikan rekomendasi agar fungsi Dewan Pers sebagai fasilitator organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers dimanfaatkan semaksimal mungkin. 8. Kerjasama dengan Lembaga Terkait Perlu Lebih Ditingkatkan. Sebagai bagian dari suatu sistem berbangsa dan bernegara, Dewan Pers tidak mungkin sendirian dalam memperjuangkan kemerdekaan pers. Dewan Pers tetap memerlukan dukungan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait. Dalam hal ini kami merekomendasikan agar Dewan Pers lebih meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait lainnya. Bagi lembaga yang belum pro kemerdekaan pers, Dewan Pers harus berjuang dan mampu meyakinkan mereka bahwa berpihak kepada kemerdekaan pers sangat penting bagi nusa dan bangsa. Sedangkan bagi yang sudah mempunyai paradigma mendukung kemerdekaan pers, kerjasama dapat ditingkatkan melalui MoU, kegiatan bersama dan sejenisnya. 9. Harus Dibangun Sistem yang Siap Menghadapi Persoalan Hukum. Sebagai negara hukum, pada masa yang akan datang dalam memperjuangkan kemerdekaan pers tidak mungkin lagi dipisahkan dari persoalan hukum. Para pengadu sering didampingi penasehat hukum atau advokat yang memandang urusan pers semata-mata dari segi hukum saja. Begitu pula Dewan Pers yang sesungguhnya sebagai wasit sudah mulai dilibatkan sebagai tergugat atau bahkan terlapor. Dewan Pers sendiri juga sudah menjadi salah satu lembaga yang hampir selalu diminta pendapatnya oleh para penegak hukum dalam menilai kasus-kasus yang berkaitan dengan pemberitaan pers.
93
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Menghadapi kenyataan demikian kami memberikan rekomendasi agar Dewan Pers yang akan datang harus segera menciptakan sistem dan kondisi yang selalu siap menghadapi persoalan-persoalan hukum. Kesiapan kondisi dan sistem ini menyangkut beberapa aspek. Untuk aspek sumber daya manusia perlu segera diadakan semacam Training of Trainer (TOT) atau pelatihan untuk pelatih bagi wartawan di daerah agar kelak dapat mewakili anggota Dewan Pers sebagai saksi di daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pers tentang keterangan ahli. Dewan Pers harus lebih siap mempelajari berbagai RUU sehingga tidak “Kecolongan” lahirnya peraturan yang melanggar kemerdekaan pers. Komisi atau Pokja hukum pun harus disiapkan untuk menghadapi segala bentuk gugatan dan laporan yang menyangkut Dewan Pers. Dalam hal ini bagian dari pelaksanaan kesiapan sistem adalah penyediaan anggaran bidang hukum yang lebih memadai. 10. Peningkatan Riset dan Pendataan. Dewan Pers sesungguhnya antara lain dirancang menjadi lembaga pusat penyediaan data dan informasi tentang kegiatan pers. Dalam tiga tahun terakhir memang sudah mulai diadakan sejumlah riset dan pendataan tentang pers, tetapi hal ini masih jauh dari memadai. Maka ke depan kami merekomendasikan agar Dewan Pers meningkatkan secara spesifik kegiatan riset dan pendataan ini agar nanti Dewan Pers benar-benar menjadi pusat data dan riset pers. 11. Perlu Lebih Ditingkatkan Sumber Pendanaan Pihak Ketiga. Dalam lima tahun pertama Dewan Pers lebih banyak dibiayai oleh sumber pendanaan bantuan pihak ketiga, khususnya donor asing. Namun karena jumlahnya relatif kecil, sumber dana tersebut hanya mampu membantu Dewan Pers melakukan sedikit kegiatan. Sebaliknya, dalam lima tahun terakhir, sumber pendanaan justru lebih banyak berasal dari APBN sebagai “bantuan dari negara.” Bantuan ini dikelola sendiri secara terpisah oleh sekretariat Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) sehinga anggota Dewan Pers sama sekali tidak terlibat dalam pengelolaan dana itu. Memang dengan adanya bantuan negara ini berbagai kegiatan Dewan Pers bergerak dengan lebih cepat dan lebih teratur. Sebenarnya Dewan Pers diberikan oleh UU untuk mendapat sumber dana dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Selama ini sumber dana tersebut belum maksimal digarap oleh Dewan Pers, padahal potensi dari sini juga sangat besar. Misalnya perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban sosial sesuai undang-undang atau berbagai yayasan dalam dan luar negeri. Oleh karena kami merekomendasikan agar ke depan sumber dana ini dapat lebih dimanfaatkan secara maksimal. Begitu pula 94
Kesimpulan dan Rekomendasi
kami merekomendasikan agar Dewan Pers tetap dapat memaksimalkan permintaan pembiayaan ke perusahaan-perusahan pers besar, agar ikut berpartisipasi menopang kegiatan Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam UU tentang Pers. Struktur dana yang tidak terlampau bertumpu pada bantuan negara akan membuat tubuh Dewan Pers lebih sehat. 12. Dewan Pers Harus Dipertahankan Tetap Independen. Selama ini Dewan Pers telah tumbuh menjadi lembaga yang berwibawa, tidak saja di masyarakat pers, tetapi juga di masyarakat umum. Hal ini terutama disebabkan sikap Dewan Pers yang benar-benar independen dalam membela kemerdekaan pers. Anggota Dewan Pers dalam menjalankan tugasnya bukan lagi mewakili organisasi atau kelompoknya, tetapi sudah menjadi individu yang memperjuangkan kemerdekaan pers secara independen, baik dari sudut persnya sendiri maupun dalam kaitan hubungan antara pers dan masyarakat. Kami merekomendasikan agar posisi independen Dewan Pers harus terus dipertahankan, baik ketika proses seleksi keanggotaan maupun dalam mekanisme kerjanya. Dewan Pers harus tetap terlepas dari pengaruh kekuasaan politik praktis. Independensi Dewan Pers harus tetap dijaga, sampai kapan pun. ****
95
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
96
Profil Anggota Dewan Pers 2007-2010
Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A.: Ketua Ichlasul Amal adalah anggota Dewan Pers dari unsur tokoh masyarakat/pakar yang terpilih untuk kedua kalinya. Sebagai mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 19982002, namanya dikenal luas. Saat terjadi pergolakan reformasi 1998, Ia dikenal sebagai tokoh yang giat mendukung gerakan mahasiswa. Pendapat-pendapatnya tentang politik nasional sering dikutip pers sampai sekarang. Selain sebagai rektor, berbagai jabatan akademis pernah didudukinya, di antaranya, Dekan Fisipol UGM (1988-1994) dan Direktur Program Pascasarjana UGM (19941998). Ia pernah kuliah di Jurusan Ilmu Politik Northern Illinois University, Illinois, Amerika Serikat, dan Monash University, Melbourne, Australia. Penghargaan yang pernah diterima Amal antara lain Penghargaan Kesetiaan selama 25 tahun dari Rektor UGM (1992); Penghargaan Satya Lencana Karya Satya XXX Tahun dari Presiden RI (1998-2002); dan Distinguished Alumni Award dari Monash University Australia (1998). E-mail:
[email protected].
Sabam Leo Batubara: Wakil Ketua Leo Batubara adalah anggota Dewan Pers dari unsur pimpinan perusahaan pers yang terpilih untuk kedua kalinya. Ia menjadi salah satu perumus UU Pers No. 40/1999 ketika menjadi Anggota Interdep Menteri Penerangan, Muhammad Yunus Yosfiah. Alumnus IKIP Negeri Jakarta tahun 1970 ini pernah dua periode (1971-1985 dan 1999-2005) menjadi Pemimpin Perusahaan harian Suara Karya. Pada harian yang sama saat ini Leo menjadi Redaktur Senior dan Staf Ahli pimpinan yang mewakili Pemimpin Umum dalam rapat Dewan Redaksi. Selain itu Ia adalah Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI), sebuah perkumpulan yang memperjuangkan amandemen konstitusi dan perundang-undangan yang melindungi kemerdekaan pers, Menulis buku "Indonesia Bergulat Dalam Paradoks" (2009). E-mail:
[email protected]
97
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Abdullah Alamudi: Anggota Abdullah Alamudi adalah anggota Dewan Pers dari unsur pimpinan perusahaan pers. Ia ikut mendirikan Institut Pengembangan Media Lokal (IPML) dan diangkat menjadi Pemimpin Umum pada lembaga tersebut sejak Maret 2006. Lebih dari 40 tahun karir Alamudi dihabiskan di bidang jurnalistik sejak kembali dari studi di Faculty of Commerce, University of Tasmania, Australia tahun 1964. Ia pernah bekerja di kantor berita, suratkabar, majalah, radio dan televisi. Karirnya dimulai sebagai reporter yunior di Associated Press biro Jakarta, berlanjut sebagai staf redaksi harian Pedoman, Producer BBC, koresponden TEMPO, koordinator koresponden harian The Jakarta Post sampai wakil pemimpin redaksi Bisnis Indonesia. Alamudi telah menerjemahkan dan menyunting berbagai buku selain juga menjadi kontributor beberapa buku lainnya. E-mail:
[email protected] dan
[email protected] ABG Satria Naradha: Anggota Satria Naradha adalah anggota Dewan Pers dari unsur pimpinan perusahaan pers. Ia termasuk pelopor pendirian Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), mendirikan Bali TV serta membidani kelahiran Jogja TV, Bandung TV, Cakra TV, Sriwijaya TV, dan Aceh TV. Sejak tahun 1991 Naradha menjabat sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Bali Post, harian berpengaruh di Bali. Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya ini adalah anggota Word Association of Newspaper. Di Jakarta Ia mendirikan suratkabar harian gratis Binis Jakarta pada awal tahun 2007. E-mail:
[email protected] Bambang Harymurti: Anggota Bambang adalah anggota Dewan Pers dari unsur wartawan. Sebagai mantan Pemimpin Redaksi majalah mingguan TEMPO, majalah sangat berpengaruh di Indonesia, Bambang sangat mengenal dunia kewartawanan. Karirnya sebagai wartawan profesional dimulai pada tahun 1982 sebagai wartawan di majalah TEMPO. Ketika TEMPO dibredel tahun 1994, Bambang saat itu dipercaya memegang posisi National Desk. Sempat bekerja di harian Media Indonesia pasca pembredelan, ia bersama para mantan wartawan TEMPO kemudian menerbitkan kembali TEMPO pada tahun 1998. Setelah menjabat Pemimpin Redaksi majalah TEMPO tahun 1999 sampai 2005 dan Pemimpin Redaksi Koran Tempo dari tahun
98
Profil Anggota Dewan Pers 2007-2010
2001 sampai 2005, saat ini Bambang memegang jabatan Corporate Chief Editor PT Tempo Inti Media Harian. Mendapat gelar MPA dari Harvard University, Bambang juga pernah memperoleh beberapa pernghargaan di antaranya Vernon Award, Edward S. Masson Fellow dari Harvard University (1990) dan Excellence in Journalism dari Indonesian Observer Daily (1997). E-mail:
[email protected] Bekti Nugroho: Anggota Bekti Nugroho adalah anggota Dewan Pers dari unsur wartawan. Bekerja untuk stasiun Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sejak 1994. Sebagai wartawan senior di RCTI, yang memulai karir di bidang jurnalistik sejak 1988, ia pernah meliput berbagai peristiwa penting, seperti konflik di Sampit dan dialog antara PBB dengan Indonesia di London mengenai Timor Timur. Selain itu Bekti juga menjadi host pada acara “Jakarta Pagi Ini” di RRI Pro 2 FM. Lulusan FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, dan Diploma Matematika UKSW, Salatiga, ini juga pernah menjadi editor majalah mingguan EDITOR. Berbagai kegiatan pelatihan dan pertemuan di dalam maupun di luar negeri pernah diikutinya. Tahun 2006 lalu ia menjadi salah satu peserta Asia Media Summit yang diadakan di Malaysia. E-mail:
[email protected] Garin Nugroho Riyanto: Anggota Garin Nugroho adalah anggota Dewan Pers dari unsur tokoh masyarakat. Ia lebih dikenal sebagai kritikus film, pengajar S2 komunikasi Politik, sutradara film cerita, dokumenter, iklan televisi, serta video musik yang berhasil mendapatkan berbagai penghargaan di dalam dan di luar negeri. Beberapa buku telah ditulis Garin, di antaranya, Kekuasaan & Hiburan (Bentang, 1995), Opera Sabun SBY (NASTITI, 2004), Seni Marayu Massa (Kompas-Gramedia, 2005). Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Fakultas Film dan televisi IKJ ini, juga dikenal sebagai pendukung demokrasi dan kebebasan berekspresi, terutama melalui Yayasan Sains Estetika dan Teknologi (SET) yang dipimpinnya. E-mail:
[email protected] Wikrama Iryans Abidin: Anggota Wikrama adalah anggota Dewan Pers dari unsur tokoh masyarakat. Penulis buku Politik Hukum Pers Indonesia (Grasindo, 2005) ini pernah dituntut ke pengadilan, ketika menjabat Pemimpin Redaksi majalah Sinar, karena tidak mau membuka sumber beritanya.
99
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pers 2007-2010
Kasus serupa dialaminya ketika menjadi Pemred Suratkabar Kampus UI Salemba. Ia pernah menjadi wartawan harian Pelita (1988-1992) dan majalah Swasembada (19851986). Melalui tesis berjudul Politik Hukum Kemerdekaan Pers di Masa Orde Baru dan Reformasi Wikrama menyelesaikan pendidikan strata 2 di Fakultas Hukum UI. Sebelumnya, pada almamater yang sama, ia juga menamatkan pendidikan strata 1. E-mail:
[email protected] Wina Armada Sukardi: Anggota Wina Armada adalah anggota Dewan Pers dari unsur wartawan. Mulai kariernya di dunia kewartawanan sejak masih SMA, ia sampai saat ini punya pengalaman sekitar 30 tahun sebagai wartawan baik cetak maupun elektronik (televisi dan radio). Pengalaman Wina mulai surat kabar harian, majalah berita, hiburan maupun ilmiah. Antara lain di surat kabat harian pernah menjadi pimpinan umum/pemimpin redaksi salah satu harian tertua Merdeka dan redaktur pelaksana Prioritas. Sedangkan untuk majalah ia mendirikan majalah Forum sekaligus menjadi wakil pemimpin redaksinya. Pernah pula menjadi pemimpin redaksi majalah Matra dan Vista. Pernah bekerja juga di majalah Fokus, Dialog, Bursa Konsumen dan Hukum Pembangunan. Di bidang elektronik pernah juga wartawan radio ARH (Arif Rachman Hakim) dan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Lulusan Fakultas Hukum UI tahun 1985 dan Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen (IMNI) tahun 1992 ini telah menulis banyak buku di antaranya Menggugat Kebebasan Pers (1993) dan Wajah Hukum Pidana Pers (1989), Keutamaan Di Balik Kontraversi UU Pers (2007), 150 Tanya Jawab Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik (2008), Menakar Kesejahteraan Wartawan (2008) dll. Ribuan tulisannya pernah dimuat diberbagai media massa, harian, majalah, dan jurnal ilmiah yang mengkaji masalah hukum, pers, politik, olahraga, seni, budaya sampai ke masalah puisi dan cerpen. Pernah juga menjadi kritikus film terbaik Festival Film Indonesia tahun 1986 dan 1998. Di smping itu dia juga punya pengalaman sebagai seorang pengacara atau advokat. Pengalaman organisasinya segudang. Diantaranya Sekjen PWI, Pendiri dan wakil Sekjen Jakarta Lawyer Club (JLC), Pendiri Indonesia Transportasi Club, Bengkel Belia ARH dll. E-mail:
[email protected] dan
[email protected].
100