Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012 Journal Of Economic Management & Business Volume 13, Nomor 1, Januari 2012 ISSN: 2301-4717 Hal. 61-71
Strategi Dan Manajemen Stres kerja bagi karyawan
Nur faliza
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Job stress is an undesirable situation occurs on the employees, because most of the job stress experienced by employees bring bad impact on performance. Where employees are experiencing job stress are not able to complete its work in accordance with company SOP or organization. In fact there are employees who are under pressure but was able to complete the job stress with good employment as expected by the company, even the employee’s performance is increasing. With management strategic and job stress, employees are able to work effectively manage stress so that work stress experienced by employees does not interfere with employees in the work but instead can increase employee productivity or performance. Keywords: employee, job stress, management strategic, job stress
61
62
nur faliza
Latar Belakang Karyawan merupakan investasi bagi perusahaan atau organisasi, oleh karena itu karyawan memiliki peranan penting di dalam tumbuh kembangnya suatu organisasi. Untuk itu organisasi perlu menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan karyawan terutama kayawan yang berprestasi. Setiap organisasi tidak terlepas dari masalah-masalah sumber daya manusia, karena berbicara mengenai sumber daya manusia atau karyawan pasti tidak terlepas dengan perilaku karyawan,salah satu diantaranya adalah mengenai stres kerja karyawan. Dalam organisasi karyawan sangat rentan mengalami stres kerja dan hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor baik dari lingkungan, organisasi maupun dari pribadi/ individu karyawan itu sendiri. Stres yang dialami oleh karyawan dapat berkembang kearah positif yaitu stres dapat menjadi kekuatan positif bagi karyawan. Adanya dorongan yang tinggi untuk berprestasi membuat makin tinggi tingkat stresnya dan semakin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya (Sunyoto, 2001). Tetapi stres dapat berkembang kearah negatif. Berdasarkan Randall Schuller, stres yang dihadapi karyawan berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian juga jika banyak diantara karyawan di dalam organisasi yang mengalami stres kerja, maka kinerja dan kesehatan organisasi akan terganggu (Jacinta, 2002). Stres pada karyawan merupakan masalah yang semakin banyak kita jumpai dalam organisasi. Adanya tekanan-tekanan akibat dari beban kerja yang terlalu banyak, tanggungjawab yang besar, banyaknya tugas yang harus diselesaikan, konflik peran, perubahan pekerjaan dan juga masalah personal, dapat mengganggu kefektifan dan efisiensi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannnya karena karyawan dapat mengalami stres kerja dalam situasi kerja
seperti itu. Pada kenyataannya setiap karyawan pasti akan mengalami yang namanya stres kerja namun tingkat stres yang dimiliki oleh masing-masing karyawan pasti berbeda ada yang rendah, sedang dan ada yang stresnya tergolong ke dalam stres tinggi. Untuk itu karyawan perlu memahami lebih baik lagi mengenai stres dan cara pengelolaannya agar stres tersebut tidak membawa dampak yang negatif bagi kinerja karyawan. pengertian Stres Kerja Stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi dilingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan elemen-elemen pekerjaannya. Didalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu memahami definisi stres secara umum. Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa, “stress is a dynamic condition in which an individual is confronted with an opportunity, demand, or resources related to what individual desires and for which the outcome is perceived to be both uncertainty and important. (Stres adalah suatu kondisi dinamik, seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, tuntutan (demands) atau sumber-sumber yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilrnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting). Robbins dan Judge juga menyatakan bahwa stres tidak selalu dipersepsikan negatif atau buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, namun stres juga mempunyai nilai positif. Djanaid dalam Ardana dkk (2009) mengemukakan bahwa stres kerja adalah respon seseorang baik yang berupa emosi fisik, kognitif (konseptual) terhadap situasi yang meminta tuntutan tertentu pada individu. Ivancevich dan matteson dalam Luthans (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai respon adaptif yang dihubungkan
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012
oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang. Rivai (2004) menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan karyawan untuk menghadapi lingkungan. Berdasarkan keempat pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul dari adanya tuntutan yang berlebihan dari lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan keinginan atau kemampuan karyawan, dan tanggapan setiap individu yang menghadapinya bisa berbeda. Stres kerja merupakan reaksi atas ketidakseimbangan karakteristik karyawan dengan karakteristik elemen-elemen pekerjaan dan hal ini dapat terjadi pada kondisi tertentu terhadap situasi pekerjaan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi fisik karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Karyawan yang mengalami stres biasanya menjadi nervous dan merasakan kekhatiwaran yang kronis, Karyawan sering mudah marah dan tidak dapat tenang atau menunjukkan sikap yang tidak bisa bekerjasama terutama dalam bekerja. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja Sumber-sumber stres atau biasa dikenal dengan faktor-faktor stres kerja merupakan kondisi-kondisi yang menyebabkan stres dan dapat disebabkan oleh satu faktor saja. Namun pada karyawan, stres dapat disebabkan oleh berbagai macam stressor. Menurut Robbins dan Judge (2008) ada tiga kategori sumber-sumber stres potensial yaitu : 1. Faktor-faktor lingkungan. Atau sering disebut faktor dari luar organisasi, yaitu ketidakpastian lingkungan dapat mempengaruhi desain dari struktur organisasi, Ketidakpastian itu juga dapat
63
mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam organisasi. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa ketidakpastian dalam ekonomi, ketidakpastian politis dan ketidakpastian teknologis. 2. Faktor-faktor organisasi. Banyak faktor didalam organisasi yang dapat menimbulkan stres diantaranya: (1) Tuntutan tugas merupakan faktor yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi dan tata letak kerja fisik. Kemudian semakin banyaknya kesalingketergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang lain, makin potensial stres. Tetapi otonomi cenderung mengurangi stres. (2) Tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu dalam organisasi. Konflik peran menciptakan harapan-harapan hampir tidak bias dirujuk atau diharapkan untuk melakukan lebih dari pada yang dimungkinkan oleh waktu. Kedwi-artian peran diciptakan bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti dengan apa yang dikerjakan. (3) Tuntutan antar pribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekanrekan dan hubungan antar pribadi yang buruk stres yang cukup besar, terlebih lagi bagi karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi. 3. Faktor-faktor individual/ pribadi merupakan faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, terutama faktor keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakterisktik kepribadian yang inheren. Rivai (2004) menyatakan bahwa off the job dapat menimbulkan stres seperti Kekuatiran finansial; 1. Masalah-masalah yang bersangkutan
64
dengan anak; 2. Masalah-masalah perkawinan (misalnya perceraian); 3. Perubahan-perubahan yang terjadi ditempat tinggal; 4. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. Davis dan Newstrom dalam Margiati (1999) menyatakan bahwa penyebabpenyebab stres kerja adalah sebagai berikut: 1. Beban kerja yang terlalu banyak (overload). Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres namun akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang tesedia bagi karyawan. 2. Supervisor yang kurang pandai. Karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya dibawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkannya kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. 3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan. 4. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memdai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
nur faliza
5. Ambiguitas peran. Karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, pengharapan dalam bekerja serta scope dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka, agar menghasilkan performan yang baik. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran. 6. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi. 7. Frustasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustasi biasanya disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian/ evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima. 8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau mutasi pada perusahaan lian, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada dibawah perusahaan pertama. 9. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intersender, konflik peran ini sering terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative. Griffin
(2002)
menyatakan
bahwa
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012
penyebab-penyebab stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori yaitu : 1. Tuntutan tugas, terkait dengan tugas itu sendiri. Sejumlah pekerjaan secara alami lebih cenderung menimbulkan stres dibanding pekerjaan-pekerjaan lain. Keharusan membuat keputusan cepat, keharusan membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap, dan keharusan membuat keputusan dengan konsekuensi yang serius adalah sejumlah situasi yang bisa menimbulkan stres. 2. Tuntutan fisik adalah penyebabpenyebab stres yang terkait dengan lingkungan kerja. Bekerja diluar kantor dengan suhu yang sangat dingin atau panas, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber- AC, bisa menimbulkan stres. Desain kantor yang buruk yang membuat karyawan kurang memiliki privasi atau menghambat interaksi sosial juga bisa menimbulkan stres, begitu juga cahaya yang buruk dan ruang kerja yang sempit. 3. Tuntutan peran, juga dapat menimbulkan stres. Peran adalah sekelompok perilaku yang diharapkan dari suatu jabatan dalam kelompok organisasi. Stres dapat ditimbulkan baik oleh ambiguitas peran atau konflik peran yang dialami individu dalam kelompok. Ambiguitas peran adalah ketidakpastian tentang perilaku apa yang diharapkan dari seseorang pada peran tertentu, dan konflik peran adalah tuntutan yang tidak sesuai dengan peran yang berbeda. 4. Tuntutan interpersonal, merupakan penyebab stres yang terkait dengan hubungan antara pribadi dalam organisasi. Sebagai contoh tekanan kelompok menyangkut restriksi out-put dan kepatuhan terhadap norma bisa menimbulkan stres. Gaya kepemimpinan juga bisa menyebabkan stres. Seseorang yang merasa sangat ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres jika atasannya menolak
65
untuk menyediakan ruang partisipasi. Dan individu-individu yang memiliki konflik kepribadian bisa mengalami stres jika diminta bekerjasama. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa stressor dapat disebabkan oleh faktor pekerjaan atau organisasi dan juga bisa dari luar organisasi. Reaksi Karyawan Dalam Menghadapi Stres Ada individu yang tumbuh dan sukses dibawah situasi yang penuh dengan stres. Namun ada juga individu yang terpuruk oleh situasi tersebut. Jadi reaksi individu berbeda-beda dalam menanggapi situasi stres. Berdasarkan reaksi terhadap stres, Handoko (2001) membagi karyawan menjadi dua tipe yaitu karyawan tipe A dan tipe B. Karyawan tipe A adalah orang-orang yang agresif dan kompetitif, menetapkan standar yang tinggi-tinggi dan meletakkan diri mereka dibawah tekanan waktu yang ajeg (konstan). Mereka bahkan masih giat dalam kegiatan olah raga yang bersifat rekreatif dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Karyawan menyadari bahwa banyak tekanan yang mereka rasakan salah lebih disebabkan oleh perbuatannya sendiri daripada lingkungan mereka. Karena merasakan tingkat stres yang ajeg, mereka lebih cenderung mengalami gangguan fisik akibat stres, seperti sakit jantung, penyakit lever dan lain-lain. Karyawan tipe B lebih relaks dan tidak suka menghadapi masalah. Karyawan menerima situasi-situasi yang ada dan bekerja didalamnya serta tidak suka bersaing. Karyawan merasa relaks, walaupun bekerja dibawah tekanan waktu sehingga lebih kecil kemungkinan untuk terkena stres. Menurut Hager dalam Jacinta (2002), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental
66
individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Individu merasa terganggu atau tidak, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialami. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye dalam Jacinta, 2002). Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor yang membuat penilaian kognitif itu bisa mengubah cara pandang terhadap stres. Stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful, sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu. Quick dan Quick (1990) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: 1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat produktivitas yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).
nur faliza
Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Selanjutnya Robbins dan Judge (2008) membagi reaksi karyawan dalam menghadapi stres ke dalam lima variabel atau yang biasa disebut dengan persepsi individu, yaitu : 1. Persepsi, yaitu suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Yang mana karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi akan memperlunak hubungan antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu. 2. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja juga dapat menjadi aspek pengurangan stress yang sangat baik. Pengalaman pada pekerjaan cenderung berkaitan secara negatif dengan stres kerja. Karyawan yang lebih lama bekerja dalam organisasi adalah mereka dengan ciri-ciri yang leih tahan stress atau yang lebih tahan terhadap karakteristik stres dari organisasi mereka. 3. Dukungan sosial, yaitu hubungan kolegial dengan rekan sekerja atau penyelia dapat mengurangi dampak stres. Dimana dukungan sosial sebagai pereda, yang mengurangi efek negatif dari pekerjaanpekerjaan yang tingkat stresnya tinggi. Selain dukungan sosial dapat ditemukan diluar pekerjaan seperti keluarga, teman dan komunitas yang dapat memberikan dukungan terlebih lagi bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi yang tidak terdapat ditempat kerja dan hal ini dapat membuat stressor pekerjaan lebih dapat ditolerir. 4. Keyakinan akan tempat kedudukan
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012
kendali. Sumber kendali atau “locus of control” merupakan sampai sejauhmana orang yakin bahwa mereka menguasai nasib mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Sedangkan mereka yang tempat kedudukan kendali eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan luar. Hal ini menunjukkan bahwa kaum internal mempersepsikan pekerjaan mereka sebagai kurang mengandung stres dan mereka dapat aktif serta berpengaruh besar pada hasil pekerjaan mereka walaupun mereka menghadapi situasi penuh stres dalam pekerjaan mereka. Sedangkan kaum eksternal lebih besar kemungkinan untuk terkena stres. 5. Keyakinan diri, yaitu keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri untuk mampu menurunkan stres. Variabel-variabel yang tersebut diatas dapat menekan ataupun mengurangi tingkat stres yang dialami oleh karyawan sehingga mampu bekerja dengan baik.. Strategi dan Manajemen Stres Kerja Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa ada dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui hal yang tidak boleh dilakukan dan hal yang harus dicoba. Sebagian para karyawan yang stres ditempat kerja dikarenakan persaingan, dan sering melampiaskannya dengan bekerja lebih keras dan berlebihan. Ini bukanlah cara efektif dan bahkan tidak menghasilkan dalam memecahkan penyebab dari stres, sebaliknya akan menambah masalah lebih jauh lagi. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik dalam mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan
67
dan penanggulangan. Karyawan harus mampu memahami prisip dasar yang menjadi bagian terpenting dalam merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab stress dilingkungan kerja. Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja seprti ketidakmampuan karyawan bekerja dengan baik, kesalahpahaman antara atasan atau bawahan, atau tidak adanya keterampilan (khususnya keterampilan manajemen) sehingga karyawan tidak menyukai orang lain atau patner kerjanya. Suprihanto dkk (2003) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemem mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak karyawan untuk melakukan tugas lebih baik. Pada tingkat stres tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya produktivitas kerja atau kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional. 1. Pendekatan Individual Karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual cukup efektif untuk dapat mengurangi stres yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan
68
kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stress yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah berkumpul dengan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya. 2. Pendekatan Organisasional Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Strategi-strategi yang dapat digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawan adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan dan redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif serta komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan kondisi fisik dan mental. Margiati (1999) menyatakan bahwa secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial : 1. Strategi Penanganan Individual Strategi ini dapat dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (a) Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya istirahat terlebih dahulu. Cara istirahat ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ruangan istirahat (jika menyediakan), pergi
nur faliza
sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air dingin atau berwudhuk bagi orang Islam, dan sebagainya. (b) Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan dirumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks kedalam perusahaan dimana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, (c) Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayursayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya. 2. Strategi Penangangan Organisasional. Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol tekanan pada tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stress kerja untuk pekerja individual. Manajemen stress melalui organisasi dapat dilakukan dengan: a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi yang besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal, hal ini dapat membawa karyawan pada stres kerja. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi keatas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi karyawan, memberikan
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012
karyawan lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan karyawan, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka. b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaan (seperti tanggung jawab, pengakuan dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik (feed back) mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab dan pengetahuan akan hasil-hasil kerja. c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekanan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambiguitas dari apa yang karyawan kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang karyawan dari masing-masing pengirim pesan untuk membuat catatan mengenai pekerjaan atau peran yang dilakukannya. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektasi vokal karyawan lainnya atau para menejer, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan menegosiasikannya untuk memecahkan konflik. d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling. Secara tradisional, organisasi melakukan perencanaan karir dan pengembangan karyawan untuk dapat meningkatkan
69
kinerjanya. Karyawan diberikan kesempatan untuk memutuskan gerakan dan strategi karirnya. 3. Strategi Dukungan Sosial. Mengurangi stres kerja dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa dalam mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis : 1. Pola sehat Pola sehat adalah kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Karyawan yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak. 2. Pola harmonis Pola harmonis adalah kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, karyawan mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Karyawan tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada karyawan lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisn dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan. 3. Pola patologis Pola patologis adalah pola mengadapi stres dengan berdampak pada berbagai
70
gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, karyawan akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalahmasalah yang buruk. Menghadapi stres kerja dengan cara sehat atau harmonis, dapat dilakukan dengan tiga strategi yaitu: (1) Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres kerja, dengan melakukan penilaian terhadap situasi sumber-sumber stres kerja, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling cepat, mengambil tindakan yang lebih positif. (2) Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres kerja, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. (3) Dan meningkatkan daya tahan pribadi. Karyawan dapat membentuk mekanisme pertahanan diri dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar, dan mendapatkan dukungan sosial dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan keterampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah,
nur faliza
pola-pola kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik. Kesimpulan Setiap karyawan pasti akan mengalami yang namanya stres kerja, namun setiap pribadi pasti berbeda dalam menanggapi stres kerja ini, sehingga dampak yang ditimbulkan ada yang pengaruhnya negatif terhadap kinerja karyawan, ada juga yng dampaknya positif bagi pekerjaan karyawan. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh karyawan dalam mengelola stres kerja yang dialaminya diantaranya adalah dengan melakukan olah raga atau penerapan pola hidup sehat ( termasuk kegiatan kerohanian), kemudian mengikuti program konseling yang disediakan oleh organisasi dan bisa juga dengan meminta adanya redesain pekerjaan serta development of career path yang lebih baik lagi serta terjalinnya komunikasi yang baik dalam organisasi. Meningkatkan motivasional dalam bekerja dan mampu menekan atau menghindari terjadinya konflik dalam organisasi. Pada intinya stres kerja berdampak positif ataupun negatif bagi kehidupan kerja karyawan adalah tergantung pada cara karyawan mempersepsikan stres kerja dan cara mengelola stres kerja itu sendiri.
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 1, Januari 2012
71
REFERENSI Ardana, Komang, Ni Wyan Mujiati, dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2009. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jacinta F, Rini. 2002. Stres Kerja. www.e_psikologi.com/masalah/stres Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Ksepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mangkunegara, anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja : Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3: 71-80. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.. Newstrom dan Davis. 1996. Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga. ______________________1996. Perilaku dalam Organisasi, Jilid 2. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Quict, J.C., & Quict, J.D. (1990). Organizational Stress dan Preventive Management. USA: McGrowHill.Inc. Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen SDM Untuk Perusahaan (Dari Teori ke Praktik). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Robbins dan Judge 2008. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. ____________2008. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. Robbins dan Judge. 2007. Organizational Behavior Twelfth Edition. New Jersey: Pearson Education. Suprihanto, John, Harsiwi, Th. Agung M. Hadi, Prakosa. 2003. Perilaku Organisasional. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta
72
nur faliza