Bab6 Tingkat Kesehatan BankdanManajemen PosisiKas
1. PENGANTAR Sejarah perbankan, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa darnpaknegatif dari gejalapanikperbankan terhadaptingkatkesempata:nketja dan~ndapatan nasional padaumumnya adalahdemikian beratnya sehinggadipandang perlu untuk senantiasa mengusahakan terhindarnya perekonomian dari timbulnya gejalapanik perbankarz.Apabila sebuah bank tidak marnpu memenuhi kewajiban membayar tepat pada waktunya, maka kecenderungan untuk timbulnya kepanikan di antara para nasabah adalah s~ngatbesar. Para peniegang rekening giro dan tabungan cenderung untuk berlomba-Iomba menarik dananya dari bank. Juga karena rasa takut kafaubank tidak mampu melunasi kewajibannya, para pemegang deposito berjangkaP.lmcenderung untuk tidak mau mempetpanjang penanarnan dananya pada bank tersebut. Bank yang pada mulanya sudah menjumpai kesulitan dalarn memenuhi kewajibannya, akan lebih dipersulit lagi oleh timbulnya kepanikan di antara para nasabahnya tersebut. Lebih lanjut kepanikan tersebot dapat merembet ke bank lain, melalui tidak berhasil diuangkannya cek dan bilyet giro yang di keluarkan oleh bank pertarna yang menjump-ai masalah likuiditas tersebut. Kepanikan bisa terjadi pada b~nkkedua, karena cek, bilyet giro, wesel bank dan instrumen-instnimen kredit lainnya yang dikeluarkan oleh bank pertarna menjadi beku, dalarnartian tidak bisa diuangkim.Dengan demikian tingkat likuiditas di bank kedua dengan cepatnya menurun, hingga pada gilirannya bank kedua tidak lagi marnpu memenuhi permintaan nasabah penyimpan dana di bank tersebut tepat pada waktunya. Dengan demikian, melalui proses yang sarnakepanikan pada bankkedua terj~di.Jugadengan proses yang sarna, kepanikan yang dialami oleh bank kedua bisa disusul oleh bank ke tiga. Panik .di bank ketiga'dapat merembet ke bank keempat. Bank ke empat selanjutnya dapat menimbulkan kepanikan barn pada bank kelima. Demikian seterusnya. Mudahlah kiranya dimengerti bahwa gejala panik perbankan yang melanda sebuah perekonomian dapat pula mengakibatkan timbulnya resesi, atau bahkan depresi negara lain. Pengalaman pahit tersebut telah memaksa para pakar bidang moneter dan 'perbankan untuk menemukan cara-cara yang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya panik 72
perbankan. Cara penanggulangan masalah tersebut yang selanjutnya dianut oleh bankbank sentral di kebanyakan negara-negara di dunia, yang paling mendasar ialah tindakan pengawasan oleh bank sentral atas tingkat kesehatan bank. Melalui pengawasan ketat atas tingkat kesehatan semua bank yang ada dalam perekonomian, bank sentral dapat mengambil langkah-Iangkah pengamanan sebelum sebuah bank keadaan kesehatannya mencapai keadaan yang membahayakan. Apabila dalam perekonomian tidak dijumpai adanya bank yang tidak mampu melaksanakan pembayaran atas bilyet giro, cek, tabungan, deposito dan instrumen-instrumen kredit macam lainnya yang dikeluarkan oleh bank telah jatuh tempo, maka tidak perlu dikhawatirkan timbulnya gejala panik perbankan yang dampaknya dapat cukup berat tersebut.
2. BANK INDONESIA DAN KEBIJAKAN KESEHATAN BANK Dari uraian di atas jelaslah bahwa bank sentral dalam perekonomian manapun dengan menggunakankewajiban,tanggungjawabdan kewenangannya,hams mampumengendalikan lembaga-Iembaga keuangan yang ada dalam perekonomian, baik yang berbentuk bank maupun juga yang berbentuk lembaga-Iembaga keuanganselain bank, sedemikian rupa sehingga panik perbankan tidak teIjadi. Untuk tercapainya tujuan tersebut bank sentral hams mengusahakan agar supaya keadaan kesehatan setiap bank yang ada dalam perekonomian senantiasa dalam keadaan cukup baik. Bank Indonesia selaku Bank Sentral untuk perekonomian Indonesiajuga tidak lepas dari kewajiban dan tanggungjawab tersebut. Kiranya mudah dipahami betapa relevannya bagi setiap bank untuk senantiasa memelihara keadaan kesehatannya pada tingkatan yang cukup baik. Sewajarnyalah bagi bank-bank yang laporan-Iaporannya secara berkala dikirimkan ke Bank Indonesia menunjukkan tingkat kesehatan bank yang baik, diberikan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan sayapnya daripada bank-bank yang kurang mampu memelihara kesehatannya. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya persyaratan ,untuk bisa disebut sebagai bank yang "sehat" tidak hanya mengakibatkan menyempitnya keleluasan-keleluasaan yang dimiliki oleh bank. Lebih dari itu, pencabutan ijin usaha bank, atau yang lebih ringan berupa pengambilalihan untuk sementara kepengurusan bank umum oleh Bank Indonesia, baik menurut peraturan maupun menurut kenyataan, dapat dilakukan. '
Tujuan diadakannya penilaian atas tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia seperti diuraikan di atas, bisa dilihat antara lain dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pemberian ijin pembukaan kantor-kantorcabang bam, dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pembubaran dan penutupan sebuah bank. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 10621 KMK.OO/1988 Tentang Pembukaan Kantor Bank Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional dan Bank Koperasi, Pasal 2 Ayat 3-nya misalnya, menyebutkan bahwa ijin pembukaan kantor wilayah, kantor koordinator, kantor cabang khusus, kantor cabang 'utama, kantor cabang di kantor-kantor lainnya yang langsung bertanggung' jawab kepada kantor pusat, dapat diberikan apabila : '
73
a. b.
Bank yang bersangkutan selama 24 bulan terakhir minimal dalam waktu 20 bulan tergolong sehat dan selebihnya sekurang~kurangnyacukup sehat. Jumlah modal bank menurut perhitungan kebutuhan modal yang cukup ('capital adequacy') selama 24 bulan terakhir minimal dala m waktu 20 bulan tergolong sehat dan selebihnya sekurang-kurangnya cukup sehat.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pembubaran dan penutupan kantor bank dan LKBB (lembaga keuangan bukan bank) antara lain menyebutkan bahwa ijin usaha bank dapat dicabut oleh Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia apabila tingkat kesehatannya menurun menjadi kurang sehat atau tidak sehat dan dalam waktu sembilan bulan tidak dapat ditingkatkan kembali menjadi cukup sehat selama sekurang-kurangnya tiga bulan terakhir berturut-turut.
3. CARA MENENTUKAN TINGKAT KESEHATAN BANK
1
Dalam melakukan penilaian untuk menentukan tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan digunakannya tiga kelompok faktor, yaitu : A. Keadaan keuangan yang terdiri atas: 1. Likuiditas 2. Rentabilitas 3. Solvabilitas B. Kualitas aktiva yang produktif, yaitu semua aktiva baik dalam rupiah ~aupun valuta. asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya, antara lain ialah : 1. Pinjaman yang diberikan 2. WeseI dan promes yang ctibelidan didiskonto 3. Efek-efek atau surat-surat berharga lain yang diperjual belikan di bursa 4. Deposito dan sertifikat deposito bank-bank lain 5. Penyertaan pada perusahaan lain. C. Tata kerja dan kepatuhan terhadap peraturan perbankan. Ini terdiri dari: 1. Tata cara perkreditan 2. Aktivitas di bidang devisa 3. Penyampaian laporan berkala 4. Internal control 5. Fasilitas 'cross-clearing' 6. Girolsaldo wajib di Bank Indonesia 7. Jaminan Bank
3Sebagai acuan pokok sisa bab ini, yaitu uraian mengenai tingkat kesehatan bank ialah IKPI [1989, khususnya Bab XVII dan Bab XIX].
74
8. 9. 10. 11.
Ceiling ekspansi aktiva netto/penerimaan dana luar negeri Penutupan rekening nasabah yang menarik check, bilyet giro kosong Denda 'over draft' Pelanggaran atau penyimpangan lain-lain
Selanjutnya, untuk menentukan tinggi-rendahnya tingkat likuiditas sebuah bank, Bank Indonesia telah mengembangkan konsep likuiditas wajib minimum, yang dalam literatur ekonomi moneter sering disebut 'legal reserve ratio'. Yang dimaksud dengan likuiditas minimum tersebut adalah perbandingan antara jumlah alat likuid pada satu masa laporan dengan jumlah dana pihak ke tiga dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya. Menurut ketentuanlperaturan yang berlaku sekarang tingginya likuiditas wajib minimum dalam rupiah ditetapkan sekurang-kurangnya 2% (dua per seratus). Sebagai contoh dapat diketengahkan bahwa alat likuid yang wajib dipelihara dalam masa laporan ketiga (tanggal 16 sampai dengan 23) adalah minimal sebesar 2% dari dana pihak ke tiga masa laporan pertama (tang gal I sampai dengan 7). Rumus perhitungannya adalah sebagai beriJ<.ut: AL WM= X 100%=2 % 03
LWM AL D3
= Likuiditas Wajib Minimum
= jumlah Alat Likuid dalam satu mas a laporan = jumlah Dana Pihak Ketiga dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya
Adapun komponen alat likuid yang dimat<:suddalam peraturan tersebut terdiri dari: (a). uang tunai, (b). saldo giro pada Bank Indonesia. Sedangkan komponen-komponendana pihak ke tiga terdiri atas kewajiban bank kepada pihak ketiga bukan bank dan bukan LKBB berupa: (a). giro, (b) deposito berjangka, (c) sertiftkat deposito, (d) tabungan, (e) kewajiban jangka pendek lainnya. Untuk pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan mengenai pemeliharaan likuiditas w~jib minimum tersebut, disediakan sanksi-sanks i sebagai berikut: (1). Bank dan LKBB yang melanggar ketentuan mengenai kewajiban likuiditas minimum,
75 - ---
dikenakanbunga sebesar3%sebulan,yangdihitungatasdasarkekuranganjumlahalat likuid yang seharusnya dipelihara dalam satu masa laporan'. (2). Kelambatanpenyampaian laporan likuiditas berkala (kepada Bank Indonesia yang wajib bagi semua bank dan LKBB dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,-. (3). Terhadap bank dan LKBB yang melaporkan angka-angka yang tidak benar dikenakan sangsi kewajiban membayar sebesar 3% sebulan dari jumlah alat likuid yang wajib dipelihara dalam periode laporan. ~elanjutnya, menurut ketentuan yang berlaku, tingkatan-tingkatan kesehatan likuiditas bank dibeda-bedakan lagi sebagai tersebut di bawah ini: A. Ditinjau dari segi intensitas p~langgaran ketentuan pemeliharaan likuiditas minimum ('cash ratio') bank dinilai: a. Sehat, apabila: dal
c.
d.
dalarn bulan penilaian tidak mengalami saldo negatif dalarn kliring 2 sarnpai dengan 3 kali. Kurang sehat, apabila : dalarn 12 bulan terakhir mengalami saldo negatif dalarn kliring 25 sarnpai dengan 36 kali danJatau dalarn bulan penilaian tidak mengalami saldo negatif dalarn kliring 4 sarnpai dengan 5 kali. Tidak sehat, apabila : dalarn 12bulan terakhir mengalami saldo negatif dalam kliring lebih daripada 36 kali danJatau- dalam bulan penilaian tidak mengalarni saldo negatif dalarn kliring 6 kali dalam seminggu.
4. PEN/LA/AN KESEHATAN RENTAB/LITAS Penilaian kesehatan rentabilitas didasarkan pada posisi laba/rugi menu rut pembukuan, perkembangan laba/ rugi tiga ta hun terakhir dan laba/rugi yang diperkirakan. Untuk masing-
masingfaktortersebutditetapkanukuransebagaiberikut:
.
1. Ditinjau dari posisi laba/rugi menurut pembukuan, rentabilitas bank dinilai: a. Sehat, apabila laba atau break even. b. Cukup sehat, apabila rugi yang besarnya tidak melebihi5% daripadajumlah modal disetor. c. Kurang sehat apabila rugi melebihi 5% daripada modal disetor tetapi tidak' melebihi dari 25%. . d. Tidak sehat apabila, rugi yang besainya melebihi 25% dari modal yang disetor. 2.
Ditinjau dari rata-rata perkembangannya selama tiga tahun terakhir,rentabilitas bank dinilai : a.
Sehat;apabila selalu laba atau rata-rata laba dengan trend membaik, dengan catatan bahwa pada tahun kedua danJatau ketiga laba . Cukup sehat, apabila rata-rata laba memburuk, dengan catatan bahwa tahun buku kedua danJatau ketiga rugi. kurang sehat, apabila rata-rata rugi dengan trend membaik, dengan catatan setiap tahun rugi berkurang atau dalam tahun buku kedua danlatau ketiga menunjukkan laba. Tidak sehat, apabila menunjukkan angka rata-rata rugi dengan trend konstan atau memburuk. _
b. c.
d. 3.
Ditinjau dari laba/rugi, rentabilitas bank dinilai: a. b.
Sehat, apabila laba/rugi yang tetjadi pada bulan penilaian menunjukkan laba. Cukup sehat, apabilalaba/rugiyangdiperkirakanpadabulanpenilaianmenunjukkan 'break even' atau rugi dalarnjumlah sarnaatau lebih kecil daripada laba yang telah diperoleh dari bulan sebelumnya dalam tahun buku yang bersangkutan sehingga dalarn tahun buku yang bersangkutan diperkirakan tidak akan rugi. 77
c.
d.
Kurang sehat, apabila laba/rugi yang diperkirakan pada bulan penilaian menunjukkan rugi yang lebih besar daripada rata-rata laba yang diperoleh dari bulan-bulan sebelumnya dalam tahun buku yang bersangkutan, sehingga dalam tabun buku tersebut menderita rugi tetapi diperkirakan tidak akan menghapuskan laba yang diperoleh tabun-thun yang lalu yang belum dibagikan . Tidak sehat, apabilalabaJrugiyang diperkirakanpada bulan penilaianmenuIijukkan rugi .yang lebih besar daripada rata -rata laba yang telah diperoleh pada bulan sebelumnya pada tahun buku yang bersangkutan, sehingga dalam tabun buku tersebut diperkirakan rugi yang dapat menghapuskan laba tahun lalu yang belum dibagikan. Penetapan tingkat kesehatan rentabilitas bank dilaJcukan dengan mengambil nilai rata-rata dari masing-masing faktor tersebut di atas.
5. PEN/LA/AN KESEHATAN SOL VA'B/LITAS Penilaian kesehatan solvabilitas didasarkan pacta perbandingan antara modal sendiri dengan kebutuhan modalberdasarkanperhitungan 'capital adequacy' danJatau perbandingan antara kerugian (setelah dikompensasikan dengan cadangan) modal disetor. Yang dimaksud dengan kebutuhan modal berdasarkan 'capital adequacy' adalahjumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul daripenanaman aktivaaktiva yang mengandung risiko serta membiayai seluruh benda tetap dan inventaris bank; Ditinjau dari solvabilitas, bank dinilai: l. Sehat, apabila modal sendiri berjumlah sekurang-kurang-kurangnya 8.0%dari jumlab kebutuhan modal berdasarkan perhitungan 'capital adequacy' dan/atau perbandingan kerugian (setelah dikompensasikan dengan cadangan) dengan modal disetor. 2. Cukup sehat, <J.pabilamodal sendiri berjumlah kurang dari 80% kebutuhan modal berdasarkan perhitungan 'capital adequacy' tetapi tidak kurang dari 65% dahl atau perbandingan kerugian (setelab dikompensasikan dengan cadangan) dengan modal disetor, lebih dari 0% sampai gengan 5%. 3.. Kurang sehat, apabila modal sendiri berjumlab kurang dari 65% kebutuhan modal berdasarkan perhitungan 'capital adequacy' tetapi tidak kurang dari 50% dan/atau perbandingan kerugian (setelah dikompensasikan dengan cadangan) dengan modal disetor, lebih dari 5% sampai dengan 25%. 4. Tidak sehat, apabila modal sendiri berjumlah kurang dari 50% kebutuhan modal berdasarkan perhitungan 'capital adequacy' dan/atau perbandingan kerugian (setelab dikompensasikandengancadangan)cienganmodaldisetor,lebihdari 25%. 6. SKALA PR/OR/TAS DAN KESE/MBANGAN Dari uraian di atas, jelaslah kiranya bahwa menutut ketentuaI1-ketentuanyang berlaku, dalam mengukur tingkat kesehatan sebuab bank, digunakan tiga unsur tolok ukur: tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas dan tingkat rentabilitas. Keadaan yang ideal bagisetiap bank ialah kalau bank bisa mengusabakan dan berhasil mempertabankan tingkat yang tinggi untuk ketiga unsur tolok ukur tersebut.
78
Akan
tetapi sayang, bahwa di antara ketiga tolok ukur tersebut bisa terjadi saling
berlawanan satu dengan lainnya. Untuk tercapainya tingkat rentabilitas misalnya, dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank harns dimanfaatkan dalam bentuk kredit kepada. nasabah sebanyak-banyaknya. Usaha ini mempunyai kecenderungan mengakibatkan rendahnya tingkat likuiditas bank. Sekalipun tingkat rentabilitas yang tinggi, 'ceteris paribus' berarti tingkat kesehatan bank dalam keadaan baik, akan tetapi sebaliknya, rendahnya tingkat likuiditas berarti rendahnya tingkat kesehatan bank juga. Hubungan antara batu-uji tingkat rentabilitas dengan batu-uji tingkat solvabilitas di lain pihak bisa dikatakan paralel dalam arti bahwa sebagai akibat berhasilnya bank dalam mencapai dan mempertahankan tingkat rentabilitas yang tinggi, asalkan bank tidak berkelebihan dalam menentukan besarnya dividen, maka tingkat solvabilitas bank akan ikut tinggi juga. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan, bahwa semakin besar jumlah kredit yang berhasil dikeluarkan, semakin tinggi pula tingkat rentabilitas yang bisa dicapai oleh bank. Tetapi untuk memperbesar om set pemberian kredit, dibutuhkan tersedianya dana yang juga besar. Pada dasarnya penambahan besarnya dana tersebut bisa dipenuhi melalui peningkatan jumlah nilai pos-pos pasiva bank beriku t: deposito, pos tabungan, pos giro, pos modal saham dan atau pos laba yang tidak dibagikan. Mengingat bahwa untuk meningkatkan nilai pos-pos pasiva tersebut mengandung un sur biaya, yang bagi bank merupakan beban juga, maka keserasian terutama di antara pos-pos pasiva dana pihak ketiga, pemberian kredit kepada nasabah dan juga terhadap cadangan (terutama cadangan primemya) harns dijaga agar senantiasa selaras, serasi dan seimbang.
7. MANAJEMENPOSISI KAS Dari uraian-uraian sebelumnya beberapa kesimpulan pokok bisa diturunkan: A. Bank Indonesia menghendakibahwa semua bank senantiasa memilikitingkat kesehatan yang memadai. Diantara berbagai macam kriteria, ukuran kuantitatif dalam bentuk tingkat likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas mendapatkan perhatian khusus. B. Sekalipunjangka panjangnya, rentabilitas yang rendah merupakan ancaman terhadap likuiditas dan solvabilitas untuk masadepannya, namun untukjangka pendekpemberian prioritas tertinggi pada likuiditas, khususnya dalam bentuk terpenuhinya likuiditas wajib minimum (LWM), tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan ungkapan yang lebih kompak: LWM AL
= =
D3 ACPK ACS AK
=
AUD3 >_ 0,2 = MCR = minimum cash ratio AP - (ACPK + ACS + AK + AI) di mana AL = alat atau aktiva likuid D3 = danalsimpanan fihak ketiga DG + DD + DT AP = aktiva putar
= aktiva cadangan primer kerja =
011
= ACP
+ ACS + AK + AI
aktiva cadangan sekunder aktiva kredit/pinjaman nasabah
79
AI
=
DG
= =
DD
DT
=
aktiva investasi pasiva d~a giro pasiva dana deposito
pasivadana tabungan
.
harus selalu dipenuhi oleh masing-masing bank. C. Untuk dapat memelihara imbangan yang optimal antara struktur aktiva putar (AP) dengan s~ktur dana pihak ketiga (D3), yaitu yang kita sebut sebagai posisi kas optimal, kita perlu mengetahui karekteristik masing-masiQgpos pembentuk AP dan D3 tersebut. K3fakteristik-karakteristik terseb~t diikhtisarkan sebagai berikut di bawah ini: Ur¥tan peringkat berbagai jenis aktiva putar segi tingkat likuiditas: segi rentabilitas: (1) ACP (tertinggi) (1) AK (tertinggi) I
(2) ACS (3)' AI (4) AK (terendah)
(2) AI (3) ACS (4) ACP (terendah)
Urutan peringkat berbagai macam dana pihak ketiga:' segi biaya: segi ke1eluasaan pemakaian: (1) DG (terendah) (1) DD (terendah) (2) D1:' (2) DT (3) DD (tertinggi) (3) DG (tertinggi)
Dari tabel yang letaknya di atas nampak bahwa antara tingkat likuidit!}sdengan tingkat rentabilitas terdapat hubungan yang berlawanan dalam arti bahwa semakin tit;lggiletak peringkat likuiditasnya, semakin rendah letak peringkat rentabilitasnya. Sebaliknya semakin tinggi peringkat rentabilitasnya semakin renqah peringkat likuiditasnya. Dari tabel yang bawah, kolom pertama menunjukkan segi biaya, sedangkan kolom kedua segi derajat keleluasaan penggunannya oleh bank. Dana deposito bisa dimanfaatkan oleh bank dengan harga murah. Ada yang untuk Rp.500.000,- pertama, ada yang untuk Rp.I.OOO.O00,- pertama, bank tidak membayar Jasa giro, bahkan mungkin memperoleh penerimaa.n imbalan biaya adminstrasi. Selebihnya darj jumlah tersebut baru bank harus membayarjasa giro. Jasa giro ini lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga untuk dana tabungan, apalagi dibandingkan dengan suku bunga deposito. Akan tetapi sekalipun biaya modal penggunaan DG lebih murah, pem¥aiannya lebih terbatas. Karena bisasaja terjadi misalnya, jam 9.00 nasabah A mengadakan setoran untuk rekening gironya, padahal satujam sebelumnya ia baru saja mengeluarkan bilyet giro dengan jumlah yang kurang-Iebihnya sama dengan besarnya nilai setoran tersebut. Kalau untuk deposito 2 bulan, di 1ain.pihak, hampir bisa dipastikan bahwa"baru setelah 2 bulan dana tersebut akan diambil oleh pemiliknya. Dengan demikian pehrang bank untuk menanarnkan dana dalam bentuk kredit akan lebih besar kalau dana y&ngditerimanya berupa dana deposito dan bukan dana giro. Selain perbedaan karakteristik dalam bentuk tinggi- rendahnya biaya, 80
laba yang dihasilkan, likuiditas serta luas-sempitnya macam penggunaan dana, dalam mengelola posisi kas, pimpinan bank harns waspada akan adanya unsur dinamika perubahan nilai dan komposisi aktiva putar dan pasiva dana simpanan pihak ketiga. Pola perubahan tersebut bisa cukup teratur bisa juga tidak, sangat tergantung pada pola kegiatan bisnis sebagian besar nasabah bank. Pola perubahan-perubahan tersebut bisa dibedakan ke dalam lima macam pola fluktuasi, yaitu fluktuasi mingguan,musiman, siklis,trend dan acak. Semua macam bentuk fluktuasi tersebut dalam melaksanakan pengelolaan posisi kas sangat relevan untuk dipertimbangkan. Masalah sekarang ialah bagaimana cara memperoleh data dan cara mengolah data tersebut. Mengingat bahwa misi yang diemban oleh buku ini terbatas pada penyajian pengetahuan dasar bidang manajemen lembaga perbankan, maka kiranya mudah dipahami bahwa uraian mengenai berbagai teknik dan strategi manajemen posisi bank yang lebih memadai tidak disajikan dalam buku ini.
8. RANGKUMAN Lembaga perantara keuangan bank, manfaatnya bagi kemakmuran bangsa tidak diragukan lagi. Namun kita tidak boleh melupakan kenyataan bahwa manfaat tersebut dapat terwujud selama sistem perbankan berfungsi dengan baik. Sistem perbankan akan bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan, kalau semua bank yang membentuk sistem perbankan dalam perekonomian berada dalam keadaan sehat. Akan tetap i kalau terjadi sebaliknya, misalnya saja sebuah atau beberapa bank yang memiliki pangsa yang cukup besar mengalami likuiditas, maim dapat terjadi perekonomian dilanda oleh panik perbankan: Panik perbankan tersebut pada gilirannya dapat mengakibatkan lumpuhnya perekonomian. Untuk menghindarkan terjadinya panik perbankan, maka sewajarnyalah, seperti halnya dengan bank-bank sentral di negara lain manapunjuga di dunia, Bank Indonesia merasa wajib untuk mengupayakan agar supaya semua bank dalam perekonomian tingkat kesehatan-nya selalu terjaga. Untuk maksud dan tujuan tersebut; maka bank sentral di samping mengadakan pembinaan-pembinaan bagi bankbank primer pada umumnya, juga melaksanakan pengawasan secara ketat. Dalam melakukan penilaian untuk menentukan tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan digunakannya tiga kelompok faktor, yaitu: (1) keadaan keuangan, terdiri dari likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas, (2) kualitas aktiva produktif, dan (3) tata kerja dan kepatuhan terhadap peraturan perbankan. Keadaan yang diinginkan oleh setiap bank ialah bisa dipertahankannya ketiga ukuran keadaan keuangan, yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas setinggi mungkin. Akan tetapi hal tersebut tidak mungkin terwujud, sebab dari ketiga tolok ukur tersebut satu dengan lainnya berada dalam keadaan konflik. Untuk meningkatkan rentabilitas misalnya, likuiditas dan solvabilitas harns direlakan untuk menurun. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa apa yang dapat dilakukan oleh bank hanyaIah berupa usaha untuk bekerja denganketiga tolok ukur berada dalam imbangan yang optimal. Untuk I11emecahkan masalah tersebut manajer bank hams mahir menggunakan teknik manajemen posisi leas.
81
----
SOAL LA TIHAN Lingkarilah huruf A, B, C atau D, yang menurut pendapat Anda kalimat yang mengikutinya merupakan ungkapan yang paling benar dan tepat. 1) Ketiga faktor penentu tingkat kesehatan bank ialah: A.
Keadaan bank. B. Keadaan C. Keadaan D. Keadaan terhadap
keuangan, keadaan solvabilitas dan tatakerja kepatuhan terhadap peraturan keuangan. keadaan solvabilitas dan rentabilitas keuangan, kualitas aktiva yang produktif, tingkat likuiditas keuangan, kualitas aktiva yang produktif dan tatakerja dan kepatuhan peraturan bank.
2) Tiga un sur ukuran untuk mengkaji tingkat kesehatan keadaan keuangan ialah: A. likuiditas, bonafiditas dan rentabilitas B. solvabilitas, 3C dan substitutabilitas C. rentabilitas, kredibilitas dan dan sekuritas D. likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. 3) Yang paling besar kemungkinannya mengakibatkan timbulnya panik perbankan ialah: A. ketidak mampuan bank melunasi kewajiban pembayaran tepat (pada waktunya. B. ketidak mampuan bank membagikan dividen. C. pencabutan ijin usaha bank oleh PemerintahlVabk Sentral. D. kebijakan uang ketat atau kebijakan uang longgar. 4) Bank yang memenuhi syarat: (a) dalam dua belas bulan terakhir bank tidak pernah melanggar ketentuan cash ratio, (b) dalam tiga bulan terakhir tidak terjadi pelanggaran 'cash ratio' lebih dari 3 kali berturut-turut, bisa masuk penggolongan: A. sehat dari segi likuiditas, B. cukup sehat dari segi likuiditas. C. kurang sehat dari segi likuiditas D. tidak sehat dari segi solvabilitas 5) Bank yang memenuhi syarat: (a) dalam 12 bulan terakhir mengalami saldo negatif dalam kliring lebih dari 36 kali dan/atau (b) dalam bulan penilaian tidak mengalami saldo negatif dalam kliring 6 kali dalam seminggu, menurut kriteria penilaian kesehatan likuiditas dapat dis ebut sebagai: . A. sehat B. cukup sehat C. agak sehat D. kurang sehat 6) Bank yang ditinjau dari posisi labalrugi menurut pembukuan. rentabilitas bank dijumpai rugi yang besarnya tidak melebihi 5% dari jumlah modal disetor memenuhi syarat untuk disebut: A. sehat B. cukup sehat C. 82
agak sehat
D. kurang sehat
7) Bank yang ditinjau dari segi solvabilitasditemukanbahwa modal sendiribank berjumlah kurang dari 65% dari jumlah kebutuhan modal berdasarkan perhitungan '~apital adequacy' tetapi tidak kurang dari 50%, memenuhi syarat untuk disebut: A. sehat B. cukup sehat C. agak sehat D. kurang sehat 8) Dalamrumus/formulalikuiditas waiib minimum,yang dimaksud dengan komponenalat likuid terdiri dari: A. B. C. D.
uang tunai dan piutang niaga, uang tunai dan saldo giro pada Bank Indonesia, uang tunai dan surat-surat berharga yang mudah diuangkan, uang tunai dan saldo giral nasabah.
9) Menurut ketentuan yang sekarang berlaku, tingginya likuiditas wajib minimum sarna dengan: A. 20% B. 120% C. 2% D. Jawab A, B, dan C tidak ada yang betul. 10) Data keuangan yang tidak tergabung da.am salah satu pos perhitungan rugi-Iaba: A. pembagian dividen kepada para pemilik saham bank, B. perolehan dividen oleh bank atas surat berharga-surat berharga pasar uang yang dimiliki bank, C. pembayaran jasa giro oleh bank kepada para pemilik deposito. D. biaya penyusutan aktiva-aktiva tetap milik bank.
83