BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA Dalam tubuh manusia, semua sistem bekerja secara serentak dan terkoordinasi serta sepenuhnya serasi untuk suatu tujuan yang pasti, yakni agar tubuh tetap hidup. Gerakan terkecil yang kita lakukan setiap hari sekalipun, seperti bernapas dan tersenyum, merupakan hasil koordinasi yang sempurna dalam tubuh manusia. Di dalam tubuh kita terdapat suatu jaringan terkoordinasi yang sangat rumit dan lengkap, yang bekerja tanpa henti. Tujuannya untuk kesinambungan kehidupan. Koordinasi ini terutama terlihat dalam sistem gerak tubuh, karena untuk gerakan terkecil pun, sistem kerangka tubuh, otot, dan sistem saraf harus bekerja sama dengan sempurna. Prasyarat koordinasi tubuh adalah adanya sistem penyampaian informasi yang benar. Hanya dengan penyampaian informasi yang benarlah, dapat dibuat penilaian yang baru. Untuk melakukan penilaian ini, suatu jaringan kecerdasan yang sangat canggih bekerja dalam tubuh manusia. Untuk melakukan suatu tindakan yang terkoordinasi, pertama harus diketahui lebih dahulu organ-organ tubuh yang terlibat serta hubungan di antaranya. Informasi ini berasal dari mata, mekanisme keseimbangan di telinga dalam, otot, sendi, dan kulit. Setiap detik, miliaran informasi diproses dan dievaluasi, lalu keputusan baru diambil sesuai dengan informasi tersebut. Manusia bahkan tidak menyadari proses yang terjadi sangat cepat di dalam tubuhnya ini. Manusia hanya bergerak, tertawa, menangis, berlari, makan, dan berpikir. Manusia tak perlu bersusah-payah untuk melakukan berbagai tindakan ini. Untuk sebuah senyum ringan pun, ada tujuh belas otot yang harus bekerja sama secara serentak. Kalau ada satu saja di antara otot-otot tersebut tidak berfungsi atau gagal fungsi, ekspresi wajah pun berubah. Untuk berjalan, otot pada kaki, tungkai, paha, dan punggung harus bekerja sama. Ada miliaran reseptor mikroskopis dalam otot dan sendi yang memberikan informasi tentang kondisi tubuh. Pesan dari reseptor sampai ke sistem saraf pusat
118
dan perintah baru dikirimkan ke otot sesuai dengan penilaian yang dibuat. Kesempurnaan koordinasi tubuh ini dapat lebih dipahami melalui contoh berikut. Untuk mengangkat tangan saja, pundak harus dibengkokkan, otot lengan belakang dan depan-disebut "trisep" dan "bisep"-harus dikerutkan dan diregangkan, dan otot-otot di antara siku dan pergelangan tangan harus memelintir pergelangan tangan. Dalam setiap bagian gerakan, jutaan reseptor di dalam otot segera menyampaikan informasi ke sistem saraf pusat mengenai posisi otot tersebut. Sebagai tanggapannya, sistem saraf pusat memberi tahu otot-otot tersebut tentang apa yang perlu dilakukan berikutnya. Tentu saja manusia tidak menyadari satu pun proses ini. Manusia hanya berkeinginan mengangkat tangannya, dan segera melakukannya. Sebagai contoh, untuk menjaga agar badan tegap, banyak paket informasi yang diperoleh dari miliaran reseptor di dalam otot lengan, kaki, tulang punggung, perut, dada, dan leher dievaluasi dan perintah yang sama banyaknya diberikan kepada otot setiap detik. Manusia juga tidak perlu bersusah-payah untuk berbicara. Manusia tidak pernah merencanakan sejauh apa pita-pita suara terpisah, seberapa sering pita-pita ini harus bergetar, bagaimana urutannya, berapa sering dan ratusan otot yang mana di dalam mulut, lidah, dan kerongkongan yang harus dikerutkan dan diregangkan. Manusia juga tidak menghitung berapa liter udara yang harus dihirup ke dalam paru-paru, seberapa cepat dan dalam frekuensi berapa udara ini harus diembuskan. Kita tidak akan mampu melakukannya andaipun kita mau. Satu kata yang diucapkan dari mulut pun merupakan hasil kerja sama beberapa sistem, mulai dari sistem pernapasan hingga sistem saraf, dari otot hingga tulang. Apa yang terjadi jika koordinasi ini terganggu? Ekspresi lain mungkin akan muncul pada wajah ketika ingin tersenyum, atau kita mungkin tidak mampu berbicara atau berjalan sesuai keinginan. Namun, kenyataannya bisa tersenyum, berbicara, berjalan semaunya tanpa ada gangguan, karena segala sesuatu yang disebutkan di sini tercapai sebagai hasil Penciptaan Allah Ta’ala, yang secara logika mengharuskan adanya "kekuatan dan tenaga yang tak terhingga". Oleh karena itulah, manusia seharusnya selalu ingat bahwa eksistensi dan
119
hidupnya ini ada berkat Penciptanya, Allah. Tidak ada alasan bagi manusia untuk bersikap angkuh atau sombong. Kesehatan, kecantikan, atau kekuatannya bukanlah hasil kerjanya sendiri, dan ini semua tidak diberikan selamanya. Ia tentu saja akan menjadi tua, kehilangan kesehatan dan kecantikannya. Di dalam AlQur’an, hal ini dinyatakan sebagai berikut:
Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka, apakah kamu tidak memahaminya? (QS: Al-Qashas: 60) Jika ingin mendapatkan kedudukan seperti tersebut dalam ayat di atas, kekal di alam akhirat, manusia harus bersyukur kepada Allah atas semua kenikmatan yang telah dilimpahkan kepadanya dan menempuh kehidupan sesuai dengan perintah-Nya. Sebagaimana terlihat dalam contoh-contoh tadi, semua organ dan sistem dalam tubuh manusia mengandung sifat-sifat yang menakjubkan. Manakala sifatsifat ini diteliti, manusia akan melihat keseimbangan-keseimbangan rumit yang mendasari keberadaan dirinya, keajaiban dalam penciptaan dirinya, dan akan memahami kembali keagungan seni Allah, sebagaimana dicontohkan dalam diri manusia. Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka
120
terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang dinamis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
A. Sistem Syaraf Otonom Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung jawab terhadap homeostasis. Kecuali pada otot rangka, yang mendapat persarafan dari sistem saraf somatomotorik , semua organ yang lain dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Ujung-ujung saraf berlokasi di otot polos (contohnya : pembuluh darah, dinding usus, kandung kemih), otot jantung, dan kelenjar (contohnya : kelenjar keringat, kelenjar ludah). Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Seperti telah dijelaskan diatas, beberapa target organ dipersarafi oleh kedua divisi dan organ yang lain dipersarafi hanya oleh satu divisi. Syaraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan hanya satu di antara substansi
neurotransmiter,
asetilkoline
atau
norepinefrine.
Serat
yang
mensekresikan asetilkoline disebut kolinergik dan serat yang mensekresikan norepinefrine dikenal sebagai adrenergik. Semua preganglion adalah kolinergik baik pada sistem syaraf simpatis maupun parasimpatis. Sedangkan pada postganglion syraf simpatik adalah adrenergik dan postganglion pada parasimpatis adalah kolinergik. Asetilkoline memiliki dua tipe reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan nikotinik. Reseptor muskarinik ditemukan pada semua sel efektor yang distimulasi oleh postganglion kolinergik dari sistem parasimpatis sedangkan reseptor nikotinik ditemukan pada ganglia autonom pada sinaps di antara preganglion dan postganglion dari sistem parasimpatik. Norepinefrine atau adrenaline memiliki dua reseptor yaitu reseptor alpha dan reseptor beta. Reseptor
121
beta dibagi menjadi reseptor beta1 dan beta2 dan reseptor alpha dibagi menjadi reseptor alpha1 dan alpha2
B. Kerja Sistem Syaraf terhadap Jantung dan Pembuluh Darah Bagian sistem syaraf yang berperan pada sistem kardiovaskular didominasi oleh sistem syaraf otonom. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa sistem syaraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu syaraf simpatis dan syaraf parasimpatis. Berikut ini adalah gambar yang menguraikan mengenai persyarafan simpatis dan parasimpatis pada pembuluh darah. Serat saraf simpatis meninggalkan spinal cord melalui seluruh syaraf spinal thorakal dan melalui satu atau dua serat syaraf lumbal yang kemudian memasuki rantai simpatis yang setiap sisinya terdapat pada kolumna vertebralis. Terdapat 2 rute untuk memasuki sirkulasi, pertama adalah melalui jalur syaraf simpatis yang langsung menginervasi vaskularisasi pada organ-organ viseral dan jantung dan yang kedua adalah melalui bagian peripheral dari syaraf spinal yang memvaskularisasi daerah-daerah perifer. Pada gambar berikutnya, ditunjukkan bahwa distribusi syaraf simpatis pada pembuluh darah mencakup arteri, arteriola, vena dan venula. Inervasi pada arteri kecil dan arteriola menyebabkan syaraf simpatis mampu menstimulasi pembuluh darah arteri untuk meningkatkan resistensi pad aliran darah dan selanjutnya menurunkan aliran darah menuju ke jaringan.Inervasi pada pembuluh darah vena, memungkinkan stimulasi syaraf simpatis untuk mengurangi
volume pada pembuluh darah ini. Hal ini akan
menyebabkan darah terdorong ke dalam jantung dan selanjutnya berperan dalam proses pengaturan pompa jantung, yang akan dibahas selanjutnya. Syaraf simpatis pada jantung berperan dalam meningkatkan aktivitas jantung, baik dalam hal meningkatkan detak jantung, meningkatkan kekuatan dan volume untuk memompa. Meskipun sistem syaraf parasimpatis berperan sangat penting dalam pengaturan banyak fungsi autonom dalam tubuh, sebagai contoh untuk mengontrol sistem gastrointestinal, parasimpatis juga memiliki peran pada regulasi sirkulasi, meskipun tidak sedominan sistem syaraf simpatis. Salah satu
122
efek terpentingnya pada sirkulasi adalah mengontrol detak jantung melalui nervus vagus, yang berjalan dari batang otak langsung menuju ke jantung. Sistem parasimpatik akan menyebabkan penurunan pada detak jantung dan sedikit penurunan pada kontraktilitas otot jantung.
Gambar 7.1. Sistem syaraf Pusat yang berperan dalam pengaturan impuls simpatis dan parasimpatis pada pembuluh darah terletak di dalam otak yang dikenal sebagai pusat vasomotor (Vasomotor center). Pusat vasomotor terletak pada substansi retikular pada medulla dan bagian terendah ketiga pada pons. Pusat ini mengirimkan impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung dan mengirimkan impuls simpatis melaui spinal cord dan syaraf simpatis perifer yang selanjutnya akan menuju ke pembuluh darah arteri, arteriola, dan vena.
123
Gambar 7.2. Sistem kerja syaraf Dalam kondisi normal, area vasokonstriktor pada pusat vasomotor mengirimkan sinyal pada seluruh serat syaraf simpatis ke seluruh tubuh, menyebabkan seluruh sinyal tersebar secara kontinu pada syaraf simpatis dengan kecepatan 1,5-2 impuls per detik. Impuls inilah yang mengatur status kontraksi pada pembuluh darah, yang dikenal sebagai tonus vasomotor (vasomotor tone). Pada saat yang sama, dimana pusat vasomotor mengontrol konstriksi pembuluh darah, pusat vasomotor juga mengontrol aktivitas jantung. Bagian lateral dari pusat vasomotor mengirimkan impuls eksitatori melalui serat syaraf simpatis ke jantung saat tubuh membutuhkan peningkatan detak jantung dan kontraktilitas. Sebaliknya, pada saat tubuh membutuhkan penurunan detak jantung, bagian medial dari pusat vasomotor mengirimkan sinyal ke nervus vagus yang kemudian akan mentransmisikan impuls parasimpatik ke jantung sehingga terjadi penuruna detak jantung dan kontraktilitas. Oleh karenanya, pusat vasomotor dapat meningkatkan dan menurunkan aktivitas jantung. Detak jantung
124
dan kekuatan kontraksi meningkat saat vasokonstriksi terjadi dan penurunan terjadi saat vasokonstriksi dihambat. Impuls yang dikirim syaraf simpatis ke jantung akan menyebabkan peningkatan detak jantung (efek kronotropik), kecepatan transmisi pada jaringan konduktive jantung (efek dromotropik) dan kekuatan kontraksi (efek inotropik). Impuls yg dikirim melalui syaraf simpatis juga dapat menghambat efek dari parasimpatis melalui nervus vagus. Kemungkinan melalui pelepasan neuropeptida Y, yang berperan sebagai kotransmiter pada ujung syaraf simpatis.
C. Pengaturan Sistem Syaraf Otonom Pada Jantung Jantung merupakan organ muskular yang berongga, berukuran sebesar kepalan tinju dan berlokasi di rongga dada, pada garis tengah tubuh dengan sternum pada bagian depan dan vertebra thoracalis pada bagian belakang. Walaupun secara anatomi jantung manusia hanya ada satu, namun sisi kanan dan sisi kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi menjadi dua bagian, kanan dan kiri dengan empat ruang di dalamnya. Dua ruangan di atas disebut dengan atrium dan dua ruangan di bawah disebut dengan ventrikel. Pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung disebut dengan vena dan yang membawa darah dari jantung ke jaringan disebut dengan arteri. Jantung diinervasi oleh dua divisi dari sistem saraf otonom, yang dapat mengubah kecepatan (dan juga kekuatan) kontraksi, walaupun rangsangan saraf tidak dibutuhkan untuk memulai kontraksi. Saraf parasimpatis jantung, nervus vagus, mempersarafi atrium terutama SA node dan AV node. Persarafan parasimpatis untuk ventrikel hanya sedikit. Saraf simpatis jantung juga mempersarafi atrium termasuk SA node dan AV node dan juga secara dominan mempersarafi ventrikel.
D. Sistem Hantaran Jantung Dengan sistem hantaran jantung, maka irama denyut jantung dapat dikendalikan agar tetap dalam batas-batas normal. Sistem hantaran jantung
125
diawali pada simpul sinoatrial atau simpul sinus yang terdapat di bagian atrium kanan, di dekat muara vena cava superior. Simpul sinus normal merupakan “primary cardiac pacemaker” tetapi dalam kondisi tertentu maka pacu jantung (“cardiac pacemaker”) yang terdapat di dalam simpul atrioventrikular atau di sepanjang sistem hantaran jantung dapat tetap berdenyut. Sistem hantaran jantung tersebut terdiri dari simpul sinus, preferential internodal pathways, simpul atrioventrikular, berkas His dan sistem Purkinje yang dapat dipelajari pada gambar berikut ini.
Gambar 7.3. Sistem hantaran jantung 1. Simpul Sinus dan Pacu Jantung Urutan normal bagian fungsional jantung yang berdenyut merupakan kontraksi atrium yang disusul dengan kontraksi ventrikel dan akhirnya relaksasi jantung. Periode kontraksi dan relaksasi ini terjadi dalam satu siklus jantung. Terjadinya denyut jantung akibat suatu sistem hantaran impuls, sangat khusus yang dimulai dari pusat pacu jantung (“cardiac pacemaker”) yang tertinggi di dalam atrium dan disebut sebagai simpul sinoatrial atau simpul sinus. Sistem hantaran (impuls) jantung atau “Specialized Conducting System” (SCS) mampu menghasilkan impuls dan menghantarkan ke seluruh bagian sel otot jantung sehingga dimulai depolarisasi bagian-bagian jantung dan disusul kontraksi jantung. Pada dasarnya sistem hantaran khusus terdiri dari sel khusus seperti sel pacu jantung(sel P), sel Purkinje, sel transisional (sel T) dan myocardium sel. Sel-
126
sel tersebut berhubungan satu sama lain melalui membran plasma dan “intercalated disc”. Dan telah bayak diketahui bahwa simpul sinus memiliki tingkat otomatisitas yang tertinggi dibandingkan dengan bagian-bagian SCS lainnya, dan selalu memproduksi impuls yang baru, sehingga menyebabkan jantung selalu berdenyut dengan irama yang ritmik. Di dalam Sistem Hantaran Khusus, sel-sel khusus yang menghasilkan “rapid inherent rhythm” disebut sebagai sel pacu jantung dan pada keadaan normal dominan di bagian simpul sinus. Tetapi pada keadaan tertentu, dengan simpul sinus tidak lagi memproduksi impuls, maka bagian lain SCS seperti simpul atrio-vetrikular, akan menggantikannya. Dengan ditemukannya simpul sinus oleh Keith dan Flack dan diperjelas fungsinya oleh penemuan Wybow dan Lewis, maka simpul sinus telah dipertahankan sebagai pacu jantung dengan “the first highest inherent rhythm” dan ini berarti bahwa simpul sinus mendominasi pengaturan irama jantung. Dengan demikian maka irama kontraksi otot-otot jantung dikendalikan oleh adanya alur-alur impuls yang diproduksi oleh simpuls sinus secara ritmik dan kemudian impuls dihantarkan ke otot-otot jantung melalui SCS. Sel myocardium, karena mengandung sel-sel khusus tersebut, mungkin memiliki sifat-sifat yang paling khas yaitu otomatisitas, “rhythmicity”, konduktivitas dan kontraktilitas. Otomatisitas jantung merupakan kemampuan sel myocardium untuk menghasilkan impuls mandiri secara ritmik dan mampu mempengaruhi konduktivitas
perubahan-perubahan
denyut
jantung
(aksi
kronotropik);
jantung menempuh kemampuan sel myocardium untuk cepat
menghantarkan impuls cepat, sedangkan kontraktilitas jantung menempuh kemampuan myocardium untuk berkontraksi sesuai dengan hukum kekuatan kontraksi otot dan bersifat generatif. Simpul sinoatrial yang terletak di atrium kanan dan di bawah epicardium dari sulcus terminalis memiliki morfologi berbentuk “cresentic structure” dan terbagi dalam bagian kepala, batang tubuh dan ekor. Panjangnya lima belas milimeter dan lebarnya lima milimeter (dari vena cava superior ke bagian tepi atrium) dan tebalnya dua milimeter yang diukur dari epicardium ke permukaan
127
endocardium. Simpul sinus mendapatkan aliran darah dari arteri sinoatrial, yang merupakan cabang arteri circumflexa sinister sebanyak empat puluh lima persen dan arteri coronaria dexter sebanyak lima puluh lima persen. Impuls yang diproduksi di bagian simpul sinus akan disebarkan ke seluruh bagian jantung melalui SCS, yang diantara simpul sinus dengan simpul atrioventrikular terdapat “preferential internodal pathways” yang terdiri dari (1) cabang anterior (berkas cabang descendens Bachmann), (2) cabang berkas Wenkebach atau “midle internodal pathways”, dan (3) jaras Rhorl atau cabang posterior, sedangkan dari sinus terdapat cabang “by-pass” yang merupakan saluran yang berhubungan langsung dengan bagian distal simpul atrioventrikular.
2. Simpul Atrioventrikular Letaknya di dekat annulus katup mitral dan di bagian belakang dekat dengan ostium sinus coronarius dan batas bagian distal berhubungan dengan berkas His. Seperti simpul sinus, maka simpul atrioventrikular mendapat darah dari arteri nodus atrioventrikular yang berasal dari cabang arteri coronaria dexter sebayak sembilan puluh persen dan arteria circumflexa sinister sebanyak sepuluh persen. Di dalam simpul atrioventrikular terdapat jaringan kolagen dan sel-sel pacu jantung, tempat serabut-serabut selnya di bagian distal meneruskan diri sebagai berkas atrioventrikular dan di bagian proksimal berhubungan dengan lintasan internodal. Penjalaran impuls di dalam simpul atrioventrikular termasuk yang paling lambat yaitu sekitar dua per sepuluh sampai lima per sepuluh meter per detik dan kelambatan ini disebabkan oleh : (1) serabut-serabutnya amat kecil dibandingkan dengan bagian lainnya, (2) kurang permeabel terhadap ion-ion natrium atau kalium, (3) asal embrionik serabut-serabutnya berbeda dengan bagian SCS lainnya dan (4) tidak semua impuls yang datang ke simpul atrioventrikular tepat pada saat periode refrakter relatif dan kebanyakan jatuh pada saat periode refrakter absolut. Walaupun demikian terdapat keuntungan, karena adanya kelambatan penjalaran impuls ini memberikan kesempatan pada atrium untuk
128
berkontraksi mendorong darah ke dalam ventrikel, sebelum ventrikel ikut berkontraksi.
3. Berkas His Berkas His terbagi menjadi dua cabang yaitu cabang berkas His kiri (“left bundle branch”) dan cabang berkas His kanan (“right bundle branch”). Pada cabang berkas kanan, serabut-serabutnya melalui septum interventrikular menuju ke bagian epicardium sedangkan pada cabang berkas kiri bercabang lagi menjadi ranting anterosuperior yang melayani sebagian besar permukaan anterosuperior ventrikel kiri dan ranting posteroinferior yang melayani bagian posteroinferior ventrikel kiri. Berkas His ini merupakan lanjutan simpul atrioventrikular dan setelah bercabang lagi, maka serabut-serabutnya kemudian membentuk anyaman Purkinje dan tersebar luas di antara serabut kontraktil myocardium. Serabut-serabut Purkinje inilah yang menghantarkan impuls secara cepat dengan kecepatan satu setengah sampai empat meter per detik. Waktu untuk menghantarkan impuls dari simpul sinus ke simpul atrioventrikular kurang lebih empat per seratus sampai enam per seratus dan ini sesuai dengan gelombang P pada elektrokardiogram dan setelah sepersepuluh detik kemudian impuls sampai pada berkas His. Dan waktu yang diperlukan untuk mencapai otot-otot ventrikel berkisar seluruhnya sebesar delapan belas per seratus detik sampai dua persepuluh detik. Dan waktu ini sesuai dengan interval PR pencatatan listrik jantung dengan alat elektrokardiograf.
E. Susunan Saraf Otonom Dan Irama Jantung Sistem hantaran khusus mendapat pelayanan saraf otonom simpatis dan parasimpatis. Simpul sinoatrial dipersarafi oleh saraf parasimpatis melalui saraf vagus kanan, sedangkan saraf vagus kiri melayani simpul atrioventrikular. Kedua saraf parasimpatis tersebut tidak memelihara otot-otot ventrikel, kecuali hanya sedikit saja dan ini mungkin dapat diabaikan. Sedangkan saraf simpatis memelihara semuanya, baik atrium, ventrikel, simpul sinus dan simpul atrioventrikular. Kedua saraf otonom tersebut mengatur denyut jantung miogenik
129
sehingga
mempengaruhi
“cardiac
performance”
seperti
otomatisitas,
konduktivitas, kontraktilitas, dan “rhythmicity” jantung. Simpul sinoatrial merupakan pusat tertinggi pacu jantung, dan dari sinilah munculnya “inherent rhythm” yang tidak pernah berhenti berdenyut, yang berjalan secara spontan dan impulsnya dihantarkan melalui SCS ke seluruh bagian jantung lainnya dan selanjutnya timbul irama jantung yang senada dengan irama simpul sinoatrial. Rangsangan
saraf
parasimpatis
pada
simpul
sinus,
cenderung
memperlambat kecepatan pembentukan impuls pada pusat pacu jantung, hal ini terjadi karena ujung-ujung saraf parasimpatis mengeluarkan asetilkolin, yang pengaruhnya dapat menurunkan jumlah produksi impuls di simpul sinus dan menurunkan kepekaan “atrio-ventricular junction” terhadap impuls atau rangsang yang datang dari simpul sinus, sehingga terjadi kelambatan hantaran impuls ke otot ventrikel. Berkurangnya produksi impuls pada simpul sinus disebabkan oleh adanya penekanan pada “slope diastolic depolarization” dan cenderung meningkatkan stabilitas potensial membran istirahat, sehingga menjauhi “firinglevelnya”. Rangsangan yang sangat kuat oleh parasimpatis akan menghentikan perubahan ritmik aktivitas potensial aksi pada pacu jantung dan terjadilah “blok” hantaran impuls ke “atrio-ventricular junction”. Bila keadaan ini terjadi, maka ventrikel tidak akan berkontraksi. Tetapi dengan adanya pacu jantung pada SCS di dalam ventrikel dan otot-otot jantung itu sendiri, maka terjadilah rangsangan pada ventrikel yag menyebabkan ventrikel dapat berkontraksi di luar kontrol simpul sinus.
Dan
ini
merupakan
salah
satu
mekanisme
kompensasi
untuk
mempertahankan denyut jantung. Denyut ventrikel demikian disebut sebagai : ekstrasistole ventrikel dan pada rekaman elektrokardiogram tampak gelombang QRS tanpa didahului oleh gelombang P. Rangsangan simpatis pada simpul sinus akan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan rangsangan parasimpatis, hal ini karena simpatis meningkatkan “slope diastolic depolarization” potensial aksi pusat pacu jantung di dalam simpul sinus, sehingga “slope diastolic depolarization” sangat mudah mencapai potensial ambang dan kemudian disusul oleh “overshoot”, demikian seterusnya akan terjadi berulang-ulang, sehingga
130
tampak peningkatan produksi impuls. Di lain pihak karena rangsangan simpatis, juga akan terjadi peningkatan permeabilitas membran semua jaringan Sistem Hantaran Khusus dan termasuk otot-otot jantung terhadap kalium dan natrium, sehingga hantaran impuls dipercepat dan kekuatan kontraksi otot jantung juga meningkat.3
F. Kontrol Kardiovaskular Sistem kardiovaskular berada di bawah pengaruh saraf yang berasal dari beberapa bagian otak, yang pada gilirannya menerima umpan balik dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah. Peningkatan output saraf dari batang otak ke saraf simpatis menyebabkan penurunan diameter pembuluh darah (penyempitan arteriol) dan meningkatkan stroke volume dan denyut jantung yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas baroreceptor, yang memberi sinyal batang otak untuk mengurangi output saraf ke saraf simpatis.2 Baroreseptor
Batang Otak
Tekanan Darah
Denyut Jantung
Stroke Volume
Diameter Pembuluh Darah
Konstriksi vena dan penurunan pasokan darah dalam reservoir vena pada umumnya
bersamaan
dengan
peningkatan konstriksi
arteriol, walaupun
perubahan-perubahan dalam besarnya muatan pembuluh darah tidak selalu paralel dengan perubahan-perubahan resistensi pembuluh darah. Peningkatan aktivitas
131
saraf simpatis terhadap jantung dan pembuluh darah, secara umum berhubungan dengan penurunan aktivitas serabut-serabut vagal jantung. Sebaliknya, penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Penurunan tekanan darah dan meningkatnya simpanan darah dalam reservoir vena. Umumnya akan diikuti dengan penurunan denyut jantung, akan tetapi hal ini biasanya berhubungan dengan rangsangan nervus vagus dari jantung.2
1. Efek Rangsangan Parasimpatis Terhadap Jantung Sistem saraf parasimpatis berpengaruh terhadap simpul SA untuk menurunkan denyut jantung. Acethylcholine dilepaskan pada peningkatan aktivitas parasimpatis yang meningkatkan permeabilitas simpul SA terhadap K + dengan memperlambat penutupan saluran K+. Hasilnya, tingkat di mana potensial aksi spontan dimulai berkurang melalui efek dua kali lipat : 1. Peningkatan permeabilitas K+ menjadikan membran simpul SA hiperpolar karena lebih banyak ion kalium positif yang keluar dibandingkan keadaan normal, membuat keadaan di dalam menjadi lebih negatif. Karena potensial istirahat dimulai bahkan jauh dari ambang batas, diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai ambang batas. 2. Peningkatan permeabilitas K+ diinduksi oleh rangsang vagus dan menentang reduksi otomatis dalam permeabilitas K+ yang bertanggung jawab untuk memulai depolarisasi membran secara bertahap ke ambang batas. Efek yang berlawanan ini menurunkan tingkat depolarisasi spontan, memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk melintas ambang batas. Oleh karena itu, simpul SA mencapai ambang batas dan rangsangan terus berkurang, menurunkan denyut jantung.
Pengaruh parasimpatis simpul AV menurunkan eksitabilitas simpul, memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel bahkan lebih panjang dibandingkan perlambatan simpul AV yang biasa. Efek ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas K+, yang membuat membran menjadi hiperpolar, sehingga menghambat permulaan eksitasi simpul AV.
132
Stimulasi parasimpatis pada sel-sel kontraktil atrium mempersingkat potensial aksi, efek ini diyakini disebabkan oleh lambatnya arus masuk yang dibawa oleh Ca2+ yang menyebabkan fase plateu berkurang sebagai hasilnya kontraksi atrium diperlemah. Sistem parasympatis mempunyai sedikit efek pada kontraksi vetrikel, karena sedikitnya inervasi pada ventrikel. Jadi jantung lebih "santai" di bawah pengaruh parasimpatis – denyut jantung berkurang dengan cepat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium diperlemah. Tindakan ini tepat mengingat bahwa sistem parasimpatis mengontrol kerja jantung dengan tenang, situasi rileks saat tubuh tidak menuntut peningkatan output jantung.
2. Efek Rangsangan Simpatis Pada Jantung. Sebaliknya, sistem saraf simpatik, yang mengontrol kerja jantung dalam situasi darurat atau saat olahraga, ketika ada kebutuhan untuk aliran darah yang lebih besar, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pacu jantung. Efek utama dari rangsangan simpatis pada simpul SA adalah untuk meningkatkan laju depolarisasi, sehingga ambang dapat dicapai lebih cepat. Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf simpatis menurunkan permeabilitas K+ dengan mengakselerasi inaktivasi saluran K+. Dengan lebih sedikit ion potasium positif yang keluar, bagian dalam sel menjadi kurang negatif, menciptakan efek depolarisasi. Hal ini melayang lebih cepat dengan ambang di bawah pengaruh simpatis memungkinkan frekuensi potensial aksi yang lebih besar dan denyut jantung yang lebih cepat. Stimulasi simpatis dari simpul AV mengurangi keterlambatan simpul AV dengan meningkatkan kecepatan konduksi, mungkin dengan meningkatkan aliran masuk Ca2+ yang lambat. Demikian pula, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi sepanjang jalur konduksi khusus. Dalam sel kontraktil atrium dan ventrikel, yang keduanya memiliki banyak ujung saraf simpatis, stimulasi simpatis meningkatkan kekuatan kontraktil
133
sehingga denyut jantung lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah. Efek ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas Ca2+ yang mempercepat perlambatan Ca2+ yang masuk dan mengintensifkan partisipasi Ca2+ dalam proses sambungan eksitasi-kontraksi. Efek keseluruhan dari rangsangan simpatis pada jantung, karena itu, adalah untuk meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan meningkatkan denyut jantung, mengurangi perlambatan antara kontraksi atrium dan ventrikel, mengurangi waktu konduksi melintasi jantung, dan meningkatkan kekuatan kontraksi.
3. Pengendalian denyut jantung Jadi, seperti yang khas dari sistem saraf otonom, efek parasimpatisdan simpatis pada denyut jantung antagonistik (berlawanan satu sama lain). Pada saat tertentu denyut jantung sebagian besar ditentukan oleh keseimbangan yang ada antara efek penghambatan saraf vagus dan efek stimulasi dari saraf simpatis jantung. Dalam kondisi istirahat, pengaruh parasimpatis adalah dominan. Bahkan, jika semua saraf otonom ke jantung diblokir, denyut jantung istirahat akan meningkat dari nilai rata-rata 70 denyut per menit untuk sekitar 100 denyut per menit, yang merupakan tingkat rata-rata keluaran spontan simpul SA ketika tidak mengalami pengaruh saraf. (Kami menggunakan 70 denyut per menit sebagai tingkat normal keluaran simpul SA karena ini adalah rata-rata dalam kondisi normal dalam tubuh.) Perubahan dalam denyut jantung melampaui tingkat istirahat ini di kedua arah dapat dicapai dengan menggeser keseimbangan stimulasi
saraf
otonom. Denyut
jantung
meningkat
secara
bersamaan
meningkatkan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis, penurunan denyut jantung disebabkan oleh kenaikan bersamaan aktivitas parasimpatis dan penurunan aktivitas simpatik. Tingkat relatif aktivitas dua cabang otonom ke jantung pada gilirannya terutama dikoordinasikan oleh pusat kendali jantung yang terletak di batang otak. Meskipun persarafan otonom adalah yang utama yang mengatur denyut jantung, faktor lain juga mempunyai peran yang sama. Yang paling penting dari ini adalah epinephrine, hormon yang disekresikan ke dalam
134
darah dari medulla adrenal pada rangsangan simpatis dan bertindak pada tingkat jantung dengan cara yang sama dengan norepinephrin untuk meningkatkan denyut jantung. Epinephrin oleh karena itu memperkuat efek langsung yang dimiliki sistem saraf simpatis terhadap jantung.
135