BAB VI SISTEM LANGGAN DAN PERUBAHANNYA
6.1.
Mekanisme Sistem Langgan Di Desa Muara-Binuangeun Proses kerjasama antara nelayan dengan Langgan ditandai dengan adanya
serangkaian mekanisme yang terstruktur yang dimulai dengan adanya suatu perjanjian mengenai modal yang akan dipinjam oleh nelayan pada Langgan sampai dengan kesepakatan bunga yang harus dibayar oleh nelayan sesuai dengan modal yang dipinjam oleh nelayan setelah selesai melaut atau di hari kemudian (jika utang tersebut belum dapat dilunasi pada hari itu). Dalam perjalanannya, terlihat bahwa nelayan banyak dirugikan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam sistem yang diterapkan oleh Langgan. “ Nelayan desa Muara mah, apong daek dibere harga murah ku Langgan, nu akhirna maranehna dirugiken. Terus kudu mayar bunga modal nu gede, sampe ka teu bisa di lunasan. Perjanjiana geh nguntungken Langgan dei (HDI).”(Nelayan di desa Muara mudah dirayu oleh Langgan dan hasil tangkapan nelayan dilaut dihargai murah oleh Langgan, yang pada akhirnya nelayan tersebut dirugikan. Kemudian, nelayan tadi harus membayar bunga dari modal yang dipinjamnya dengan jumlah yang sangat besar, sampai akhirnya nelayan tadi tidak dapat melunasinya. Perjanjiannya pun sangat menguntungkan Langgan). Setelah adanya kesepakatan antara Langgan dengan nelayan dalam hal peminjaman modal, nelayan kemudian melaksanakan aktivitasnya dalam mencari ikan di laut. Kegiatan mencari ikan ini dilakukan pada pagi hari (subuh). Kemudian pulang pada siang hari dengan membawa hasil tangkapan. Ada juga nelayan yang berangkat pada sore hari dan baru pulang pagi hari. Seluruh hasil tersebut kemudian disetorkan pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk di data hasilnya (umumnya di data jumlah hasil tangkapan, jenis ikan yang ditangkap,
121
dan kualitas ikan) dengan diawasi oleh Langgan yang memberi modal pada nelayan tersebut. Pendataan ini biasanya disebut dengan nota. Untuk nelayan yang menggunakan jaring rampus, penyetoran hasil tangkapan dilakukan setiap hari pada saat selesai melaut. Sedangkan untuk nelayan yang menggunakan jaring nilon, menyetorkan hasil tangkapan yang dilakukan setiap 7 sampai 10 hari sekali. Hal ini disebabkan karena nelayan yang menggunakan jaring nilon memerlukan waktu berhari-hari dalam menangkap ikan di laut. Sedangkan nelayan Kursin, Bagang dan Payang bisa menyetorkan ikan setiap hari.
Gambar A.
Gambar B.
Gambar 6.1. Gambar ikan yang di tangkap dengan jaring rampus (Gambar A), dan gambar ikan yang di tangkap dengan jaring nilon (Gambar B). Setelah proses pencatatan hasil tangkapan nelayan selesai oleh petugas TPI, maka berikutnya petugas TPI melakukan pemotongan sebesar 8%. Potongan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, 5% di bebankan pada nelayan sebagai simpanan nelayan yang akan dikembalikan pada nelayan sewaktu-waktu. Sedangkan 3% dibebankan pada pembeli di lelang sebagai pajak pembelian. Pendapatan kotor sebelum dibagi-bagi oleh pihak TPI, dalam setiap bulannya dapat mencapai satu milyar sampai dua milayar rupiah (YGI. (32 Th), seorang pekerja di TPI). Berikut ini adalah rincian dari potongan sebesar 8% tersebut oleh petugas TPI. 122
1. Sebesar 20% untuk acara-acara tertentu yang diselenggarakan oleh nelayan atau keluarga nelayan seperti acara pernikahan, dan untuk keperluan administrasi TPI. 2. Sebesar 20% akan dikembalikan pada saat musim paceklik ketika nelayan sangat membutuhkan uang. Saat musim paceklik / paila tiba, maka nelayan dapat mengambil simpanannya ini. 3. Sebesar 20% lagi merupakan simpanan untuk dana keamanan nelayan saat melaut atau sejenis asuransi untuk para nelayan. Simpanan ini digunakan untuk membantu nelayan pada saat mengalami kecelakaan ketika beraktivitas di laut. 4. Sebesar 20% akan dialokasikan untuk gaji kariyawan TPI. 5. Sebesar 20% akan dialokasikan untuk pendapatan daerah yang akan disetorkan kepada Pemda kabupaten Lebak, Banten. Selanjutnya setelah proses pemotongan selesai dilakukan oleh petugas TPI, maka hasil tangkapan nelayan tersebut dijual oleh Langgan pada BakulBakul yang ada di TPI untuk kemudian dijual pada konsumen. Hasil penjualan tersebut kemudian diserahkan pada nelayan setelah sebelumnya di potong harga oleh Langgan berdasarkan kesepakatan di awal. Pemotongan yang dilakukan oleh Langgan sebesar 5% sampai 10% bahkan lebih berdasarkan kesepakatan di awal dengan Langgan tersebut. Sebelum proses pemotongan dilakukan oleh Langgan, terlebih dahulu dihitung berapa jumlah pendapatan nelayan dari hasil penjualannya ke Bakul-Bakul. Jika hasil penjualannya mencapai Rp. 500.000,maka akan dilakukan pemotongan bunga. Tetapi apabila penghasilan nelayan tidak mencapai Rp. 500.000,- maka tidak dilakukan pemotongan, namun nelayan
123
dikatakan nendo. Nendo adalah penundaan pembayaran bunga pada Langgan dikarenakan hasil tangkapan sedikit sehingga nelayan dikatakan belum mampu untuk membayar bunga pinjaman dan harus dibayar di lain waktu pada saat hasil tangkapan lebih dari Rp. 500.000,-. Pemotongan yang dilakukan oleh Langgan tersebut, bukan sebagai pembayaran seluruh utang nelayan pada Langgan. akan tetapi sebagai pembayaran utang pokok atau gantung yang biasanya disebut sebagai bunga utang. Utang pokok atau gantung ini diantaranya adalah perahu dan jaring yang dipinjamkan atau diberikan pada nelayan sebagai modal. Sedangkan utang mati adalah bahan bakar dan makanan yang dibutuhkan pada saat melaut serta modal berupa uang yang harus dibayar kapan saja pada saat nelayan memiliki uang untuk membayar utang tersebut baik dengan cara tunai atau pun di cicil.
6.2.
Mekanisme Alur Pemasaran dalam Langgan Jenis-jenis Langgan berdasarkan pengelolaan hasil tangkapan nelayan,
ternyata menentukan mekanisme alur pemasaran dalam Langgan. Dengan merujuk pada jenis-jenis Langgan dan berdasarkan data hasil penelusuran di lapangan, ada lima jenis alur pemasaran dalam Langgan. Kelima jenis alur pemasaran tersebut di antaranya adalah :
6.2.1. Alur pemasaran dari Langgan ke Bakul dan Taweu Hasil tangkapan nelayan yang dipimpin oleh Tekong, disetorkan pada Taweu yang memiliki kapal atau juragan kapal. Taweu yang memperoleh modal / pinjaman
perlengkapan
dan
peralatan
melaut
dari
Langgan
kemudian
124
menyetorkan hasil tangkapan nelayan tadi pada Langgan. Dari tangan Langgan ini kemudian dijual pada Bakul atau Pelele untuk kemudian di pasarkan pada masyarakat. Hasil tangkapan nelayan yang dijual pada Bakul ada yang langsung dijual pada masyarakat, ada juga yang dijual pada Pelele. Sedangkan hasil tangkapan yang dijual pada Pelele langsung di pasarkan pada masyarakat. Alur pemasaran ini dapat di gambarkan sebagai berikut
Pelele
masyarakat
Bakul Tekong
Taweu
Langgan Pelele
masyarakat masyarakat
Gambar 6.2. Alur pemasaran dari Langgan ke Bakul dan Taweu
6.2.2. Alur pemasaran dari Taweu ke Langgan dan Pelele Alur pemasaran yang terjadi sebenarnya sama dengan yang pertama, hanya saja ada perbedaan penjualan dari tangan Taweu ke Langgan dan Pelele. Pada tipe alur pemasaran kedua ini, Pelele memperoleh hasil tangkapan langsung dari Taweu / pemilik kapal dan dapat pula memperolehnya dari Bakul. Pada tipe yang kedua ini Pelele dapat berposisi sebagai Langgan karena memberi modal pada nelayan atau bisa juga harga yang di tawarkan oleh Pelele lebih tinggi dari pada harga yang di tawarkan oleh Langgan sehingga nelayan langsung menjual hasil tangkapannya pada Pelele. Implikasinya timbul kecurangan dari nelayan dengan cara menjual separuh hasil tangkapannya pada Pelele. Pelele juga dapat memperoleh hasil tangkapan dari Langgan. Apabila digambarkan maka gambar alur pemasarannya adalah sebagai berikut :
125
Pelele Tekong
Tawen
masyarakat Pelele
Langgan
masyarakat Pelele masyarakat
Bakul masyarakat Gambar 6.3. Alur pemasaran dari Taweu ke Langgan dan Pelele.
6.2.3. Mekanisme alur pemasaran dari Taweu ke Bakul dan Pelele Mekanisme alur pemasaran yang ketiga ini pada dasarnya menunjukan adanya peran ganda dari Taweu yaitu selain sebagai Taweu, juga berperan sebagai Langgan. Dengan demikian Taweu memperoleh keuntungan ganda (keuntungan sebagai Taweu dan sebagai Langgan). Sementara Pelele dapat memperoleh / membeli hasil tangkapan nelayan dari Taweu dan dari Bakul. Berikut ini adalah gambar yang menunjukan alur pemasaran dari Taweu ke Bakul dan Pelele.
Pelele Tekong
Tawen
masyarakat Pelele masyarakat
Bakul masyarakat Gambar 6.4. Mekanisme alur pemasaran dari Taweu ke Bakul dan Pelele.
6.2.4. Mekanisme alur pemasaran dari Tekong ke Taweu dan Pelele Mekanisme alur pemasaran ini menunjukan posisi Taweu sebagai Taweu itu sendiri, sebagai Langgan, atau merangkap keduanya seperti tipe alur pemasaran yang ketiga. Pada tipe yang keempat ini Pelele dapat memperoleh / membeli ikan pada Taweu, Langgan atau membelinya langsung pada Tekong. Penjualan yang terjadi dari Tekong pada Pelele ini kasusnya sama pada tipe dua maupun tipe ketiga dimana Pelele menawarkan harga yang lebih baik dari pada 126
Langgan. Sehingga Tekong menjual separuh hasil tangkapannya pada Pelele secara diam-diam. Dibawah ini adalah gambar yang menunjukan mekanisme alur pemasaran dari Tekong pada Taweu dan Pelele.
Tekong Taweu
Langgan
masyarakat
Bakul
Pelele masyarakat Pelele
Bakul
Pelele Pelele masyarakat masyarakat
Pelele
masyarakat masyarakat
masyarakat Gambar 6.5. Mekanisme alur pemasaran dari Tekong ke Taweu dan Pelele.
6.2.5. Alur pemasaran monopoli oleh Langgan Mekanisme alur pemasaran yang terakhir adalah alur pemasaran yang menunjukan adanya monopoli oleh Langgan. Pada alur pemasaran yang kelima ini hasil tangkapan yang di peroleh nelayan yang dipimpin oleh Tekong langsung dijual pada Langgan. Langgan berperan sebagai Langgan itu sendiri, Taweu dan Bakul. Sementara untuk memperluas pemasaran maka hasil tangkapan dijual / ada yang dijual pada Pelele. Pelele menjual hasil tangkapan pada masyarakat diluar TPI. Alur pemasaran yang kelima ini sangat jarang. Biasanya terjadi pada Langgan yang bermodal kecil. Ini merupakan salah satu cara Langgan dalam memonopoli hasil tangkapan yang di peroleh nelayan. Berikut ini gambar alur pemasarannya. 127
Pelele Tekong
masyarakat
Langgan masyarakat Gambar 6.6. Alur pemasaran monopoli oleh Langgan.
6.3.
Praktek Langgan : Dulu dan Sekarang serta Perubahan yang Menyertainya Perbedaan pola aplikasi Langgan dahulu dengan saat ini dibedakan
berdasarkan keberadaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan mekanisme sistem pembagian hasil nelayan dalam melaut. Sedangkan peran, fungsi, karakteristik dan bentuk dari Langgan itu sendiri relatif tidak menunjukan adanya perubahan. Hal ini dikarenakan selain jaringan sistem Langgan dipelihara dengan baik sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi, Langgan juga yang merupakan hasil inisiasi masyarakat setempat menjadi kuat karena aturan yang dibuat berlandaskankan modal sosial yang ada dan berkembang pada masyarakat nelayan setempat. “ Kuatnya sistem yang di bangun oleh Langgan, di sebabkan oleh Langgan yang menggunakan modal sosial masyarakat sebagai pondasi terbentuknya sistem tersebut. Dengan modal sosial ini, maka hubungan yang terjalin antara Langgan dengan nelayan menjadi kuat, (RSP, pengamat Langgan).” Di masa lalu, sebelum adanya TPI di Desa Muara, mekanisme hubungan yang diterapkan oleh Langgan pada nelayan cenderung sangat merugikan nelayan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pengawasan dan pendataan hasil tangkapan nelayan, sehingga hasil melaut yang diperoleh nelayan dihargai dengan harga yang sangat murah oleh Langgan. Praktek ini menjadi mudah karena tidak adanya pengawasan dari pemerintah setempat tentang mekanisme yang diterapkan
128
oleh Langgan. Langgan menjadi penguasa yang dapat menentukan harga dengan mudah dan berdasarkan kemauannya sendiri. Sementara nelayan hanya dapat menerimanya tanpa bisa protes ataupun mengeluh karena mekanisme yang diterapkan oleh Langgan. Disamping itu, aplikasi Langgan dimasa lalu melalui sistem bagi hasil yang dinilai sangat merugikan nelayan ternyata membuat nelayan semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembagian hasil nelayan di masa lalu dibagi berdasarkan alat tangkap, perahu, tenaga yang mengoperasikannya (nelayan), dan Langgan itu sendiri sebagai pemilik modal. Langgan memperoleh tiga bagian (bagian untuk alat tangkap, bagian untuk perahu, dan bagian untuk Langgan itu sendiri). Sementara nelayan hanya menerima satu bagian saja. Kemudian sistem bagi hasil ini berkembang menjadi sistem persentase, dimana Langgan menuntut keuntungan dari modal yang dipinjamkan pada nelayan sebesar 5% sampai 10% dari hasil tangkapan nelayan setiap melaut serta hasil tangkapan nelayan harus dijual pada Langgan dengan harga yang lebih murah, (YGI). Mekanisme yang diterapkan oleh Langgan dahulu adalah, setelah adanya kesepakatan dalam peminjaman modal, nelayan pergi melaut. Hasil tangkapan langsung
disetorkan
pada Langgan. Langgan
kemudian
menjual hasil
tangkapannya pada Bakul-Bakul yang ada di pasaran lokal. Hasil penjualan tersebut kemudian dikembalikan pada nelayan setelah dipotong terlebih dahulu oleh Langgan. Mekanisme pemotongan sama dengan yang dijelaskan sebelumnya yaitu dibagi menjadi empat bagian (satu bagian untuk nelayan dan tiga bagian untuk Langgan) .
129
Sedangkan praktek Langgan di masa sekarang lebih terlihat baik dan tidak terlalu merugikan nelayan. Dengan adanya TPI ternyata telah sedikit membantu nelayan untuk keluar dari belenggu sistem yang diterapkan oleh Langgan. Tempat Pelelangan Ikan / TPI berperan dalam pendataan hasil tangkapan nelayan sebelum disetorkan pada Langgan, sehingga nelayan dapat mengetahui berapa jumlah tangkapan yang diperolehnya dan harga yang seharusnya diterima oleh nelayan. Dengan kata lain, TPI membantu dalam menentukan standarisasi harga dan pendataan berapa jumlah yang harus diterima oleh nelayan berdasarkan hasil tangkapan yang diperolehnya. Sebelum hasil tangkapan tersebut disetorkan pada Langgan, terlebih dahulu petugas TPI melakukan pemotongan sebesar 5% dari hasil tangkapan ikan oleh nelayan sebagai tabungan nelayan yang dapat di ambil dikemudian hari dan 3% dari pembeli yang membeli ikan di lelang. Mekanisme selanjutnya sama dengan masa lalu, hanya saja sekarang nelayan tahu berapa penghasilan yang harus diterimanya dari Langgan. Langgan pun tidak dapat melakukan kecurangan dalam penjualan hasil tangkapan. Akan tetapi kecurangan itu tetap terjadi di luar penjualan hasil tangkapan seperti kecurangan dalam menjual bahan bakar untuk melaut pada nelayan, kecurangan dalam kesepakatan bunga yang harus dibayar nelayan dan sebagainya. Apabila di gambarkan, maka mekanisme yang diterapkan oleh Langgan antara dulu dan sekarang adalah sebagai berikut.
130
Langgan
Bakul /Pelele
Langgan
Nelayan
Langgan
Perjanjian peminjaman modal Keterangan :
= Hubungan kerjasama = Hubungan koordinasi/perjalanan proses Gambar 6.7. Mekanisme sistem Langgan di masa lalu.
Langgan
Bakul /Pelele
Langgan
Nelayan
Perjanjian peminjaman modal Keterangan :
Langgan
TPI
= Hubungan kerjasama = Hubungan koordinasi/perjalanan proses Gambar 6.8. Mekanisme sistem Langgan saat ini.
131