BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan
pembiayaan
kendaraan
bermotor
berdasarkan
akad
murabahah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun demikian, terdapat hal-hal yang belum sesuai (menyimpang) dari ketentuan yang ada, yaitu : a. Perkembangan transaksi pembiayaan murabahah, yang merupakan pembiayaan konsumtif, di BPRS BDW yang semakin besar dari tahun ke tahun yang berbanding terbalik dengan perkembangan transaksi pembiayaan produktif seperti mudhorobah dan musyarakah, kurang sesuai dengan asas kemanfaatan yang merupakan salah satu nilai yang menjadi dasar pertimbangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dan kurang sejalan dengan nilai-nilai syariat
Islam
yang
mendasarkan
kemanfaatan/kemaslahatan.
90
segala
sesuatu
berdasarkan
91
b. Pelaksanaan pembuatan surat kuasa wakalah dalam pembiayaan kendaraan bermotor di BPRS BDW menyimpang dari Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah dan ketentuan Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Standarisasi Akad, karena dibuat bersamaan dengan pembuatan dan penandatanganan Surat Perjanjian Pembiayaan Jual Beli Akad Murabahah. c. Pemberian diskon pembelian kendaraan bermotor oleh dealer kepada bank setelah penandatanganan akad, kurang memenuhi asas kepastian hukum, karena tidak dicantumkan di dalam Surat Perjanjian Pembiayaan Jual Beli Akad Murabahah BPRS BDW dan kurang sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah. d. Margin keuntungan pembiayaan kendaraan bermotor di BPRS BDW ditentukan berdasarkan range yang ditetapkan berdasarkan kebijakan perusahaan karena tidak ada ketentuan baku yang mengatur besaran margin pembiayaan murabahah. 2. Penyelesaian terhadap nasabah wanprestasi pada BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta dalam pembiayaan kendaraan bermotor berdasarkan akad murabahah belum sepenuhnya mengakomodir amanat fatwa DSN MUI yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan melalui BASYARNAS setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Sedangkan praktek penyelesaian sengketa di BPRS BDW dilakukan secara
92
kekeluargaan dengan jalan musyawarah dan jika tidak didapat kata sepakat maka permasalahan akan diselesaikan melalui jalur litigasi ke Pengadilan Agama Kabupaten Bantul. Adapun mekanisme yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa wanprestasi pembiayaan kendaraan bermotor dengan akad murabahah di BPRS BDW diwujudkan dalam beberapa tahap, yaitu : a. Tahap pembinaan Cara penyelesaian terhadap nasabah dengan pembayaran kurang lancar dengan pendekatan kekeluargaan dengan jalan musyawarah. Cara ini jika berhasil nasabah melakukan kewajibannya seperti biasa / mengajukan rescheduling (penjadwalan ulang), jika gagal maka masuk ke tahap kedua. b. Tahap peringatan Cara penyelesaian dengan memberikan Surat Peringatan (SP) I sampai dengan III terhadap nasabah dengan kategori kurang lancar, menunggak, dan diragukan. Cara ini jika berhasil nasabah melakukan kewajibannya seperti biasa, dan/atau ditambah pembayaran denda berdasar prinsip ta’zir atau mengajukan rescheduling (penjadwalan ulang), jika gagal maka masuk ke tahap ketiga. c. Tahap eksekusi jaminan Cara penyelesaian ini dilakukan tetap dengan cara kekeluargaan, dalam bentuk memberi kesempatan kepada nasabah wanprestasi untuk melakukan 1 (satu) dari 3 (tiga) pilihan, yaitu pertama, menjual sendiri
93
barang-barang agunannya, kedua, dijual secara bersama-sama dengan pihak bank, dan ketiga, menyerahkan kepada pihak bank untuk menjualkannya d. Tahap litigasi ke pengadilan agama Menyerahkan penyelesaian permasalahan ke Pengadilan Agama Kabupaten Bantul merupakan cara terakhir yang dilakukan jika 3 (tiga) tahap
awal
penyelesaian
tidak/belum
dapat
menyelesaikan
permasalahan sengketa wanprestasi antara BPRS Bangun Drajat Warga dengan nasabah wanprestasi.
B. Saran Berdasarkan uraian kesimpulan di atas dapat diajukan saran-saran sebagai berikut : 1. BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta hendaknya melakukan sosialisasi tentang produk-produk perbankan syariah, tidak hanya yang berdasarkan akad murabahah, yang bersifat konsumtif, tetapi juga produk-produk lainnya yang berdasarkan akad selain akad murabahah, yang bersifat produktif kepada masyarakat dan melakukan perbaikan-perbaikan dalam beberapa hal, yaitu : a. Dalam hal surat kuasa wakalah, BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta hendaknya melakukan pembuatan surat kuasa wakalah terlebih dahulu, kemudian setelah menerima kwitansi pembelian kendaraan bermotor, baru dilanjutkan dengan pembuatan dan
94
penandatanganan Surat Perjanjian Pembiayaan Jual Beli Akad Murabahah. b. BPRS BDW hendaknya menambahkan ketentuan mengenai diskon pembelian ke dalam perjanjian pembiayaan jual beli untuk mengakomodir Fatwa DSN MUI No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah. c. Regulator perbankan syariah dan lembaga fatwa DSN MUI hendaknya membuat ketentuan tentang besaran margin keuntungan yang diterima perbankan syariah untuk memberikan kepastian hukum kepada nasabah. 2. BPRS BDW hendaknya memberikan alternatif penyelesaian sengketa setelah tidak ditemukan kesepakatan dengan musyawarah, yaitu dengan membawa kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional, sesuai amanat fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.