BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan serta dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Imigran yang datang ke wilayah Indonesia dengan tujuan untuk mencari suaka ke Australia mengalami peningkatan jumlah yang signifikan dan harus mendapatkan perhatian pemerintah dengan lebih optimal.
Penanganan yang
sungguh-sungguh sangat diperlukan untuk mencegah semakin meningkatnya jumlah para imigran gelap yang berangkat dari wilayah Indonesia untuk menuju ke Australia dikarenakan para imigran tersebut seringkali mengabaikan faktor keselamatan untuk mencapai tujuannya.
Seringkali
mereka menjadi korban dikarenakan kapal yang mereka tumpangi dan alat keselamatannya tidak memadai. Apalagi permasalahan imigran ini berkaitan pula dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terus menjadi sorotan oleh dunia internasional. Dalam melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap penanganan kecelakaan yang menimpa imigran gelap di wilayah perairan Indonesia, Basarnas belum dapat melakukannya secara optimal dikarenakan 122
123
sarana utama sebagai unsur yang dimiliki oleh Basarnas belum memadai untuk menjangkau wilayah perairan yang jauh dari pantai. Keterbatasan unsur yang dimiliki oleh Basarnas seyogyanya dapat ditutupi dengan pengerahan unsur milik instansi/organisasi baik swasta maupun pemerintah. Akan tetapi, koordinasi dengan instansi/organisasi potensi SAR juga belum dapat dilaksanakan secara optimal dikarenakan masih adanya perbedaan persepsi terhadap penanganan imigran ini.
Perbedaan persepsi tersebut
adalah : a. Mengenai wilayah tanggung jawab SAR Indonesia, selama ini para potensi SAR (termasuk TNI dan Polri) mempunyai persepsi bahwa wilayah tanggung jawab SAR Indonesia hanya meliputi wilayah teritorial saja. Padahal wilayah SAR Indonesia sebagaimana dikenal dengan istilah Search and Rescue Region (SAR Region) meliputi wilayah teritorial dan wilayah Flight Information Region sebagaimana yang telah disepakati oleh para anggota Internasional Maritime Organization (IMO) dan International Civil Aviation Organization (ICAO). b. Bahwa kecelakaan yang menimpa kapal para imigran gelap tersebut termasuk dalam kecelakaan kapal dalam musibah pelayaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan ketentuan Konvensi SAR Maritim 1979 yang mengharuskan memberikan bantuan terhadap setiap orang yang terancam jiwanya di laut, walaupun mereka berangkat secara ilegal.
124
2. Koordinasi dengan Australia memang merupakan mandat dari ketentuan Hukum Internasional dalam hal ini terutama yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut 1982 serta Konvensi SAR Maritim 1979. Koordinasi tersebut telah dituangkan secara tertulis dalam suatu arrangement yang telah disepakati dan ditandatangani pada tahun 2004. Secara umum, arrangement ini bertujuan baik, yaitu bagaimana kedua belah pihak dapat saling membantu dalam melaksanakan kegiatan SAR demi menghindari terjadinya korban jiwa apabila terjadi kecelakaan kapal, dalam hal ini yang sering terjadi adalah kapal yang ditumpangi oleh imigran gelap tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa ketentuan dalam Arrangement tersebut yang
menimbulkan
beberapa kendala, yaitu : a. Terkait dengan clearence bagi unsur negara lain, di dalam Arrangement tersebut dinyatakan bahwa apabila terjadi kecelakaan kapal di wilayah perbatasan, kedua negara dapat masuk ke wilayah teritorial tanpa melalui prosedur clearence yang lazim digunakan.
Padahal dalam ketentuan
Konvensi SAR Maritim 1979, prosedur clearence, baik Security Clearence maupun Diplomatic Clearence tetaplah diperlukan, akan tetapi dengan prosedur yang sesedarhana dan secepat mungkin. b. Cakupan SAR Region Indonesia yang tertuang juga di dalam Arrangement tersebut sangatlah luas bahkan hingga ke kepulauan Christmas yang termasuk dalam wilayah teritorial Australia.
Hal tersebut menjadi
125
kendala mengingat keterbatasan unsur yang dimiliki oleh Basarnas untuk menjangkau ke wilayah tersebut. c. Lokasi
disembarkasi
belum
dituangkan
secara
detail
sehingga
menimbulkan permasalahan untuk proses disembarkasi ini. Seyogyanya lokasi disembarkasi menurut ketentuan dari Konvensi Safety of Life At Sea (SOLAS) 1974 adalah lokasi yang paling memungkinkan untuk sesegera mungkin para korban tersebut dapat diberikan pertolongan yang memadai. B. Saran Dari penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan pencarian dan pertolongan terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia, Basarnas dapat lebih mengoptimalkan perannya melalui upaya-upaya sebagai berikut : a. Meningkatkan kemampuan sarana Basarnas melalui perencanaan yang terarah sehingga sarana tersebut dapat menjangkau wilayah perairan yang menjadi tanggung jawab Basarnas sesuai dengan SAR Region yang telah diamanatkan. b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Basarnas melalui pendidikan, pelatihan dan latihan yang sesuai dengan komptensi yang dibutuhkan dalam penanganan imigran gelap ini.
126
c. Melakukan sosialisasi peraturan mengenai SAR baik nasional maupun internasional secara terus menerus dalam upaya meningkat koordinasi dengan instansi/organisasi berpotensi SAR di Indonesia. Dengan semakin diketahui secara luas, maka penanganan imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik dengan menggunakan sumber daya yang ada di Indonesia. Sosialisasi ini juga dapat diwadahi dalam Rapat Kooordinasi SAR secara nasional agar dapat menyamakan persepsi diantara instansi/organisasi potensi SAR. d. Perangkat hukum mengenai SAR yang selama ini diwadahi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2006 tentang Pencarian dan Pertolongan, perlu ditingkatkan menjadi Undang-undang agar dapat menjadi payung hukum yang lebih kuat. e. Menerapkan ketentuan dalam Pasal 332 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang menentukan bahwa “Setiap orang yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara yang tidak membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Hal tersebut dapat dijadikan landasan yang kuat agar setiap potensi SAR dapat segera memberikan bantuan terkait dengan terancamnya jiwa manusia yang membutuhkan pertolongan di laut.
127
2. Koordinasi dengan Australia yang telah tertuang dalam Arrangement, perlu ditindak lanjuti dengan penyusunan prosedur teknis bersama agar dapat dilaksanakan dengan baik pelaksanaan bersama terhadap kecelakaan kapal yang ada di wilayah perbatasan, maupun yang terjadi di wilayah masingmasing.
Beberapa ketentuan dalam arrangement, khususnya mengenai
clearence dan wilayah tanggung jawab SAR agar dapat ditinjau kembali dalam rangka perbaikan koordinasi kedua negara.
Selain itu, tempat
disembarkasi para korban perlu disepakati bersama agar dapat menjadi pedoman dalam penanganan lebih lanjut para korban yang berhasil diselamatkan.