138
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan WLLC tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai ungkapan perasaan dan sarana untuk menghibur pendengar, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana kritik sosial. Kritik sosial dalam WLLC diwujudkan dalam berbagai strategi mengkritik. Brown dan Levinson mengemukaan lima strategi mengkritik, yaitu: langsung, tidak langsung (off record), kesopanan positif, kesopaan negatif, dan tidak melakukan apapun. Hanya ada satu dari lima strategi mengkritik tersebut yang tidak ditemukan dalam WLLC, yakni mengkritik dengan strategi tidak melakukan apapun. Selain strategi tersebut masih terdapat strategi lain yang ditemukan dalam WLLC, yaitu strategi mengkritik dengan penekanan, menarik atau estetis, dan kasar. Strategi mengkritik dalam WLLC dilakukan dengan memanfaatkan aspek stilistika pragmatik berupa tindak tutur, kesopanan positif, kesopanan negatif, dan gaya bahasa.Keempat aspek tersebut cenderung memiliki karakteristik yang berbeda. Tindak tutur dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan kritik secara langsung dan tidak langsung. Kesopanan positif dan negatif dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan kritik yang sopan dengan memperhatikan muka atau citra positif dan negatif lawan tutur. Sedangkan pemakaian gaya bahasa dapat
138
139
dimanfaatkan untuk mengkritik secara tidak langsung yang estetis dan memberikan penekanan terhadap esensi kritik. Pemanfaatan tindak tutur sebagai strategi mengkritik dalam WLLC dapat menghasilkan dua strategi mengkritik, yaitu mengkritik secara langsung dan mengkritik secara tidak langsung (off record). Strategi mengkritik secara langsung dapat dilakukan dengan memanfaatkan tindak tutur direktif dan ekspresif. Dalam WLLC ditemukan 10 data mengenai strategi mengkritik secara langsung. Jumlah ini lebih sedikit daripada jumlah strategi mengkritik secara tidak langsung (off record), yaitu 13 data. Strategi mengkritik secara tidak langsung (off record) dapat dilakuakan dengan memanfaatkan tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan rogatif. Tindak tutur direktif dan ekspresif dapat dimanfaatkan sebagai strategi mengkritik ganda, yaitu secara langsung maupun tidak langsung (off record), tergantung dari strategi dan fungsi yang digunakan. Tindak tutur direktif yang menggunakan strategi tindak tutur langsung dapat menghasilkan kritikan yang bersifat langsung, sedangkan tindak tutur direktif yang menggunakan strategi tindak tutur tidak langsung dapat menghasilkan kritikan yang tidak langsung (off record). Tindak tutur ekspresif yang dapat digunakan sebagai strategi mengkritik secara tidak langsung (off record) dalam WLLC adalah tindak tutur ekspresif fungsi ‘menyindir’. Menyindir merupakan cara mengkritik secara tidak langsung. Selain fungsi menyindir, peneliti tidak menemukan strategi mengkritik secara tidak langsung (off record) yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan tindak tutur ekspresif. 139
140
Kritik sosial yang disampaikan dengan memanfatkan tindak tutur direktif dapat menghasilkan strategi mengkritik secara langsung maupun tidak langsung, tergantung strategi tindak tutur yang digunakan. Selain itu, kritik yang disampaikan dengan memanfaatkan tindak tutur direktif memiliki kekhasan, yakni tidak sekedar berisi kritikan, tetapi juga berisi perintah yang harus dilakukan oleh sasaran kritik. Perintah yang terkandung dalam kritikan dapat berupa nasihat dan saran. Kritik yang disampaikan dengan tindak tutur direktif terkesan lebih baik karena berisi perintah, nasihat, dan saran yang harus dilakukan oleh sasaran kritik, sehingga perbaikan perilaku terlaksana. Pemanfaatan tindak tutur ekspresif sebagai strategi mengkritik dalam WLLC berfungsi untuk menciptakan strategi mengkritik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengungkapkan perasan pengarang atau penutur terhadap kondisi yang kurang pantas atau tidak sebagaimana mestinya. Kritik yang disampiakan dengan tindak tutur ekspresif cenderung sebatas mengkritik saja tanpa ada tendensi atau maksud lain di dalamnya. Dengan memanfaatkan tindak tutur ekspresif, mengkritik dapat diungkapkan dengan berbagai cara seperti memprotes, menyindir, dan menyalahkan. Masing-masing cara memiliki bobot kritik yang berbeda. Tindak tutur asertif dapat dimanfaatkan sebagai strategi menciptakan kritik sosial yang bersifat tidak langsung, sehingga dapat menjadi bahan renungan bagi sasaran kritik. Kritik yang disampaikan dengan tindak tutur asertif berupa pernyataan kebenaran dan bersifat deskriptif. Dengan demikian, sasaran kritik
140
141
tidak akan merasa bahwa dirinya sedang dikritik. Sasaran kritik akan menganggap bahwa tuturan itu sebatas pernyataan dan deskripsi tentang suatu hal. Pemanfaatan tindak tutur komisif sebagai strategi mengkritik dalam WLLC jarang ditemukan dan hanya terdapat 1 fungsi, yaitu menyatakan tindakan berniat atau menyatakan keinginan. Fungsi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai strategi mengkritik secara tidak langsung (off record) karena menyampaikan kritik dalam bentuk keinginan melakukan tindakan di masa mendatang, sehingga terkesan seperti sedang menyindir. Selain lima jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle, masih terdapat satu jenis tindak tutur yang dapat dimanfaatkan sebagai strategi mengkritik dlam WLLC, yaitu tindak tutur rogatif. Strategi mengkritik yang dihasilkan dengan memanfaatkan tindak tutur rogatif adalah strategi mengkritik tidak langsung (off record) karena memanfaatkan bentuk kalimat tanya untuk mengkritik. Berbagai jenis tindak tutur dan fungsinya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan strategi mengkritik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menciptkaan jenis strategi mengkritik lain, misalnya mengkritik secara sopan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kesopanan positif maupun negatif sebagai strategi mengkritik. Dengan demikian, strategi mengkritik tidak hanya dapat diciptakan dengan memanfaatkan aspek tindak tutur saja, melainkan dapat memanfaatkan aspek pragmatik lain seperti kesopanan positif maupun negatif
141
142
untuk menghindari tindakan yang dapat menancam muka positif dan negatif sasaran kritik. Perbandingan antara pemanfaatan kesopanan positif dengan kesopanan negatif sebagai strategi mengkritik dalam WLLC relatif sama atau seimbang. Berdasarkan 18 data yang digunakan sebagai strategi mengkritik dalam WLLC, 9 data memanfaatkan kesopanan positif dan 9 data memanfaatkan kesopanan negatif. Meskipun secara jumlah sama, tetapi secara variasi, pemanfaatan kesopanan positif memiliki strategi yang lebih banyak, yaitu 4 strategi (memberikan pujian, menggunakan penanda yang menunjukkan kesamaan jati diri, menghindari ketidakcocokan, dan menunjukkan sikap optimistik). Adapun pemanfaatan kesopanan negatif sebagai strategi mengkritik dalam WLLC hanya memiliki 2 strategi (menggunakan pagar atau kalimat tanya dan bersikap pesimistis). Dalam WLLC strategi kesopanan yang paling banyak digunakan adalah bersikap pesimistis. Hal tersebut berkaitan dengan salah satu fungsi lagu, yaitu untuk mengungkapkan perasaan. Ungkapan perasaan pesimistis pengarang atau penutur dapat berfungsi untuk menimbulkan empati lawan tutur atau sasaran kritik. Selain aspek pragmatik berupa tindak tutur, kesopanan positif, dan kesopanan negatif yang dapat dimanfaatkan sebagai strategi mengkritik dalam WLLC, mengkritik juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan aspek stilistika berupa gaya bahasa. Fungsi utama gaya bahasa sebagai strategi mengkritik adalah membuat kritik menjadi tidak langsung dan memberikan penekanan secara estetis.
142
143
Gaya bahasa seperti ironi, hiperbola, dan litotes cenderung membuat tuturan menjadi tidak langsung karena disampaikan secara berlebihan atau tidak sesuai kenyataan sehingga dapat menimbulkan pertentangan makna tuturan. Melalui gaya bahasa ironi sikap-sikap agresif dapat tersalurkan dalam bentukbentuk verbal yang tidak seberbahaya serangan-serangan kritik secara langsung. Dengan demikian, pemanfaatan gaya bahasa sebagai strategi mengkritik dapat menidaklangsungkan tuturan supaya terkesan lebih sopan dalam mengkritik.
5.2 Saran Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, peneliti dapat mengemukakan beberapa saran terkait dengan penelitian yang telah dilakukan. Bagi pengarang lagu campursari, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menciptakan lagu yang bernuansa kritik sosial dengan memanfaatkan aspek stilistika pragmatik berupa tindak tutur,kesopanan berbahasa, dan gaya bahasa sehingga kritik sosial yang disampaikan lebih menarik, estetis, dan tidak terlalu menyakiti perasaan sasaran kritik. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk memperkaya wawasan di bidang stilistika pragmatik. Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui strategi pengarang dalam menyampaikan tuturan yang berisi kriritk sosial pada lagu-lagu Campursari. Dengan demikian, pembaca dapat mempraktikan sendiri dalam menciptakan lagu bernuansa kritik sosial dengan memanfaatkan tindak tutur dan gaya bahasa.
143
144
Bagi kritikus, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam mengkritik. Hendaknya kritikus atau orang-orang yang terbiasa mengkritik dapat menjaga perasaan sasaran kritik. Kritik yang disampaikan hendaknya tidak melukai perasaan sasaran kritik. Hal itu dapat diwujudkan dengan memanfaatkan aspek stilistika pragmatik sebagai strategi mengkritik. Peneliti memahami bahwa penelitian ini belum sempurna, sehingga memungkinkan para peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan objek yang sama, baik di bidang linguistik maupun bidang ilmu lain. Di bidang linguistik, data dalam penelitian ini masih dapat dikaji dengan analisis wacana kritis, sosiolinguistik, dan sebagainya.Data dalam penelitian ini juga bisa diteliti dengan bidang ilmu lain, khususnya sosiologi, antropologi, dan ilmu komunikasi pada masa yang akan datang. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti dari berbagai bidang ilmu untuk mengkaji WLLC secara mendalam.
144