82
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Bahwa usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih merupakan Jasa Kena Pajak, sehingga terhadap jasa tersebut dapat dikenai PPN dan dapat dilakukan pemungutan terhadapnya. Akan tetapi, dengan ketentuan bahwa kendaraan yang digunakan oleh pengusaha usaha jasa tersebut adalah kendaraan yang tidak menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. Hal ini dikarenakan
sistem
dari
peraturan
perundang-undangan
PPN
menggunakan negative list. Usaha jasa tersebut tidak terkategori dalam usaha jasa yang dikecualikan dari PPN. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2012 tentang Jasa Angkutan Umum Di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dikenai PPN adalah usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih yang menggunakan kendaraan dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. Selain itu, pengusaha usaha jasa tersebut merupakan PKP baik PKP yang dikukuhkan maupun pengusaha kecil yang dikukuhkan menjadi PKP.
83
Berdasarkan ketentuan tersebut fiskus dapat melakukan pemungutan terhadap usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih. 2.
Mengenai kebijakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih dianggap belum sesuai dengan asas kepastian hukum karena aturan yang berkaitan dengan usaha jasa ini kurang jelas dan tidak sederhana, dimana belum ada sinkronisasi antara aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, yaitu belum ada kesepahaman mengenai tanda nomor kendaraan yang digunakan untuk usaha jasa sewa ini karena masih terdapat perbedaan pengaturan tanda nomor kendaraan. Selain itu, belum ada sinkronisasi antar aturan terkait usaha jasa ini, karena dalam tingkatan peraturan yang lebih tinggi terhadap usaha jasa ini tidak dapat dipungut PPN sedangkan pada aturan yang lebih rendah terdapat kriteria kendaraan yang digunakan sehingga dapat ditafsirkan bahwa terhadap usaha jasa tersebut dapat dipungut PPN. Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2012 tentang Jasa Angkutan Umum Di Darat Dan Jasa Angkutan Umum di Air yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor 119/PJ/2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Angkutan Umum di Jalan belum memberikan kepastian bagi pengusaha. Kondisi ini membuat kebingungan diantara
84
pengusaha karena adanya pengaturan yang kurang jelas dan tidak sederhana. 3.
Terhadap mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih, tidak dapat dilakukan pengkreditan Pajak Masukan sepanjang transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan dengan tujuan bahwa penyewa menggunakan kendaraan tersebut untuk tujuan pribadi, yang artinya kendaraan tersebut dikonsumsi terakhir oleh penyewa. Dengan demikian, apabila penyerahan jasa tersebut dilakukan dari bisnis ke konsumsi pribadi maka tidak dapat dilakukan pengkreditan Pajak Masukan karena tidak ada Pajak Keluaran. Akan tetapi, apabila dilakukan dari bisnis ke bisnis dimana penyewa bukanlah pihak terakhir dari transaksi ini, maka dapat dilakukan pengkreditan Pajak Masukan karena ada Pajak Keluaran. Disamping itu, dalam pelaksanaan pemungutan PPN atas usaha jasa ini masih terdapat kendala-kendala baik dari pihak fiskus sendiri maupun dari Wajib Pajak.
B. Saran Setelah memaparkan beberapa kesimpulan, dapat diajukan beberapa saran : 1. Mengenai
kurang
jelasnya
peraturan
yang
mengatur
mengenai
pemungutan PPN terhadap usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan
85
perundang-undangan yang lebih jelas dan tegas, sebab dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian pengusaha usaha jasa ini tidak mengetahui bahwa seharusnya membayar PPN dan ada juga pengusaha yang mengambil
kesempatan
untuk
menghindari
pajak
dengan
cara
penyelundupan hukum. Jadi dengan adanya aturan yang jelas dan tegas akan lebih memberikan pemahaman kepada pengusaha selaku Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya dalam melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN. 2. Direktorat Jenderal Pajak selaku pengelola pajak juga harus mengadakan penyuluhan secara berkala dan mampu menyentuh pengusaha usaha jasa ini secara langsung, misalnya dengan mengadakan kerjasama dengan komunitas atau asosiasi pengusaha usaha jasa ini sehingga dapat memberikan pemahaman yang jelas kepada pengusaha terkait dengan proses pemungutan, penyetoran dan pelaporan. Selain itu juga memberikan pemahaman terkait hak-hak yang dapat diperoleh pengusaha selaku Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan dari Wajib Pajak. 3. Diharapkan Direktorat Jenderal Pajak untuk terus menerus melakukan pemeriksaan pembukuan dari setiap usaha jasa ini sehingga dapat diketahui secara pasti jumlah omzet yang diperoleh oleh pengusaha tersebut agar dapat meningkatkan jumlah pengusaha yang dikukuhkan menjadi PKP.
86
4. Menerapkan sanksi secara tegas melalui proses pemeriksaan dan mengoptimalkan pengadilan pajak agar memberikan efek jera bagi pengusaha yang sengaja tidak melapor maupun Wajib Pajak yang sengaja untuk tidak membayar pajak. 5. Adanya kesepahaman dalam membuat peraturan terkait perpajakan yang harus disamakan dengan peraturan dari sektor lain, yang dalam hal ini dari Kementerian Perhubungan terkait angkutan jalan.