BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul “PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung)”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung adalah sebagai berikut: a. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Konsep keilmuan yang menyertai perubahan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dilandasi oleh konsep “Integrasi-Interkoneksi” yang direpresentasikan dengan metafora “Paradigma Keilmuan Jaring Laba-laba (spider web)” yang dikembangkan oleh M. Amin Abdullah. Adalah sebuah pendekatan dalam
pembidangan
matakuliah
yang
mencakup
tiga
dimensi
pengembangan ilmu, yakni: hadārah an-nas, hadārah al-falsafah, dan hadarah al-‘ilm yang berupaya mempertemukan kembali antara ilmuilmu keislaman (Islamic sciences) dan ilmu-ilmu umum (modern sciences).
250
251
Pandangan keilmuan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berpusat pada al Qur’an dan as Sunnah Nabi. Al Qur’an dan as Sunnah Nabi sebagai sentral ini melalui berbagai pendekatan dan metodologi menjiwai dan memberi inspirasi bagi ilmu-ilmu yang ada pada lapisan berikutnya, yaitu lapisan ilmu-ilmu keislaman klasik, ilmu alam, social, dan humaniora serta ilmu-ilmu kontemporer. Konsep IntegrasiInterkoneksi sebagai pandangan keilmuan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dapat diimplementasikan pada empat level, yaitu: (1) level filosofis, (2) level materi, (3) level metodologi, dan (4) level strategi b. UIN Sunan Gunung Djati Bandung Konsep keilmuan UIN Sunan Gunung Djati Bandung adalah Konsep Wahyu Memandu Ilmu dengan Pandangan dasar atau premis dasar keilmuan Wahyu Memandu Ilmu adalah integratif-holistik yang menjadikan tauhid sebagai landasannya, sumber ilmu adalah ayat-ayat Tanziliyah-Qur’aniyyah-
dan
Kauniyyah,
menolak
pandangan
dikhotomik terhadap ilmu antara ilmu-ilmu agama di satu sisi dengan ilmu-ilmu umum di sisi yang lain, menolak ide netralisme ilmu (value free/al-munfasilah ‘an al-qimah), penolakan terhadap ideologi saintisme, ilmu
merupakan
sarana
ibadah,
serta
ilmu
berorientasi
pada
kemaslahatan. Padangan WMI UIN Sunan Gunung Djati Bandung secara metamorfosis digambarkan sebagai sebuah “Roda Ilmu”, yang didalamnya dapat diklasifikasi bagian-bagiannya yang terdiri dari poros
252
(as), velg (jari-jari), dan ban luar. Di dalam roda itu, terdapat berbagai titik persentuhan yang memungkinkan dibangun suatu kerangka keilmuan yang integratif-holistik. Integrasi yang tergambar merupakan satu-kesatuan terpadu yang apabila salah satu komponen hilang, maka tidaklah disebut roda. Demikianlah, maka pandangan keilmuan yang integratif memiliki makna bahwa keseluruhan ilmu yang bersumber dari Allah sebagai sumber dari segala sumber bersifat terpadu. Sementara, sifat holistik, pada roda berarti bahwa ia merupakan keseluruhan sistemik yang membangun struktur roda sebagai suatu sistem yang dinamis. 2. Persamaan dan Perbedaan konsep keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung adalah sebagai berikut: Persamaan metafora roda ilmu dengan lingkaran ala segitiga memiliki kemiripan yaitu lingkaran pada roda ilmu ala UIN Bandung berasal dari metafora velg roda, sedangkan lingkaran pada spider web ala UIN Yogyakarta berasal dari metode hermenutical circle. UIN Bandung berasal dari common sense artinya dari metafora tanpa memiliki basis epistemologi ilmu yang kuat dan mendalam sedangkan UIN Yogyakarta dari yang epistemologi kemudian mencari metafora. Kelemahan UIN Bandung adalah jika metaforanya dihilangkan keilmuannya akan cepat runtuh karena sangat tergantung sekali dengan modelnya, padahal yang terpenting adalah “matter-nya” bukan “form-nya”. Konsep Wahyu
253
Memandu Ilmu menurut penulis masih menyisakan problem “tidak keseimbangan” akademik, karena masih menempatkan “wahyu” sebagai pemandunya, sedangkan “ilmu” yang dipandu. Padahal, keduanya bisa saling memandu. Memang wahyu bisa memandu ilmu, tetapi ilmulah yang juga memandu interpretasi wahyu. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat dipahami dalam bentuk tabel sebagai berikut: PERSAMAAN Model Keilmuan Spider Web (Jaring Laba-Laba Keilmuan) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dan Model Keilmuan Roda Ilmu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
-
Metofara nya digambarkan dalam bentuk lingkaran.
-
Sama-sama menggunakan Studi Islam Triadik Integralistik
-
Landasan sumber ilmu adalah al-qur’an
-
Menolak terhadap realita sains/konsep value free yang selama ini mendominasi cara pandang terhadap ilmu modern.
-
Menolak pandangan dikotomi terhadap ilmu agama dan ilmu umum.
-
Menolak terhadap ideologi saintisme
-
Menolak ide Netralitas ilmu
-
Ilmu merupakan sarana ibadah
-
Ilmu berorientasi pada kemaslahatan
254
PERBEDAAN Model Keilmuan Spider Web (Jaring Laba-Laba Keilmuan) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dan Model Keilmuan Roda Ilmu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung KETERANGAN
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Titik Sentral
Etika Tauhidik
Tauhid
Berorientasi pada pemikiran
Ian G. Borbour
Al-Faruqi, Nasr dan Osman Abu Bakar
Model keilmuan
Jaring laba-laba spider web
Roda ilmu
Integrasi-Interkoneksi
Integratif-holistik
Konsep keilmuan Proses paradigma keilmuan
Berangkat dari Berangkat dari epistemologi ke metafora metafora roda ilmu ke spider web epistemologi
3. Implikasi Paradigma keilmuan Pendidikan Tinggi Islam Integratif Untuk Menuju Islam Rahmatan lil ‘alamin adalah bahwa Semua pendidikan Islam Tinggi yaitu STAIN, IAIN dan UIN (Universitas Islam Negeri) tersebut mengemban amanah yang sama, yaitu mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama. Namun, diakui atau tidak, bentuk implementasi dan dalam menerapkan implikasi paradigma keilmuannya itu berbedabeda, dan dianggap sebagai hal yang wajar. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh M. Amin Abdullah, harus memiliki kaitan erat dengan dimensi praksis-sosial karena senantiasa memiliki dampak sosial dan dituntut untuk responsif terhadap realitas sosial sehingga ia tidak terbatas pada lingkup pemikiran teoretis-
255
konseptual seperti yang dipahami selama ini. Selain itu pendidikan semestinya digunakan untuk mengenalkan peserta didik pada tradisi, budaya, sosial dan kondisi budaya, yang dalam waktu yang sama telah direduksi oleh sains modern, teknologi dan industrialisasi. Sehingga pendidikan sekarang harus diarahkan pada kekuatan positif untuk membangun kultur budaya baru dan mengeliminasi patologi sosial. Dengan adanya paradigma integratif dalam konteks keilmuan diharapkan tercipta atmosfir akademik yang holistik dan tidak parsial dan tidak terjadi lagi cara pandang ilmu secara dikotomik, yaitu adanya ilmu umum dan ilmu agama. Melalui bentuk lembaga pendidikan Islam ini dicita-citakan agar Islam dilihat secara utuh, luas, dan komprehensif. Islam tidak hanya dilihat dari aspek ritualnya, melainkan tatkala berbicara Islam, selain tentang ritual, juga berbicara tentang ilmu pengetahuan, manusia unggul, keadilan, dan dalam setiap menjalankan kegiatan harus dilakukan secara professional. Dengan demikian, pendidikan Islam yang integratif, akan mampu menjembatani kesenjangan yang tajam antara pendidikan umum dan pendidikan agama, karena madrasah sebagai salah satu bentuk pembaruan sistem pendidikan Islam (pesantren) di kurun modern masih saja menghadapi problematika institusional keilmuan dan metodologis. Selain itu paradigma pendidikan Islam yang integratif, akan melahirkan sikap inklusif, sehingga tidak merespon perkembangan hanya dengan cara-cara reaksioner, apalagi menjadikannya dirinya sebagai the living
256
ground of radicalism. Dengan demikian diharapkan kedepan dapat menjadi pendidikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
B. Saran-saran Berdasarkan penelitian dengan judul
“PENDIDIKAN
ISLAM
INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung)”. penulis memberikan saran-saran bagi pembaca yang budiman dalam mengantisipasi perubahan menuju "masyarakat madani" pendidikan Islam didisain untuk menjawab perubahan tersebut, diantaranya: a. Upaya penyatuan ilmu dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah menyelenggarakan pendidikan yang integral antara pendidikan umum dan agama dalam satu institusi. Dalam pendidikan integral ini masing-masing fakultas tidak berdiri sendiri tetapi ilmu-ilmu keagamaan menjadi dasar dalam seluruh matakuliah yang ada. Nilai-nilai moral keagamaan menjadi landasan bagi pembelajaran seluruh keilmuan yang ada yaitu melalui pendidikan Islam yang Integratif. b. Pendidikan harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT. c. Pendidikan menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan
257
pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini. d. Pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan. e. Pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja, disiplin dan jujur. f. Pendidikan Islam yang integratif didisain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat madani.