BAB V PENJELAJAHAN IDE DAN LITERATUR DALAM PERANCANGAN
5.1. Analogi Musik ke dalam Bentuk Visual Dalam hubungannya yang saling mendukung satu sama lain, suara (musik) dan bentuk (arsitektur) dapat dilihat dalam beberapa sudut pandang sebagai berikut:
a. Bentuk yang menghasilkan suara Suatu bentuk sengaja dibuat untuk menghasilkan suara tertentu. Contohnya: alat musik. Skala pembagian fretboard pada gitar dibentuk untuk menghasilkan tangga nada kromatik. Badannya sendiri yang terbuat dari kayu berongga untuk memperkuat nada yang dihasilkan oleh senarnya. Dalam Vitruvius Program yang diadakan oleh Kathleen dan Eugene Kupper, 7 para mahasiswa diajak untuk mendalami cerita tentang pembuat biola yang berasal dari Italia, “hanya hati yang selaras dengan suara kayu yang dapat menghasilkan suara dari alat musik ini”. Dengan membuat model dan menggambar alat musik biola, para mahasiswa diharapkan dapat merasakan pengalaman yang dirasakan sang pembuat biola ketika membuat, mengukir dan memahat biola sehingga menghasilkan suara. Dari sini mereka mendapatkan interpretasi puitik dari ideologi sang pembuat biola ketika menggubah bentuk. Contoh ide yang berangkat dari sini adalah karya-karya skulptural Douglas Hollis dan Bill & Mary Buchen, seperti yang dijelaskan pada Bab II.
7
Berdasarkan Vitruvius Program, hal. 10, tulisan oleh Elizabeth Martin (1994), Architecture as Translation of Music
51
Gambar 5.1. Ilustrasi tentang bagaimana karya gubahan bentuk menghasilkan suara.
b. Suara (musik) yang mengilhami bentuk Musik dan arsitektur berbagi tujuan yang sama dalam hal estetika, namun memiliki perbedaan wujud. Y-condition yang diusulkan oleh Elizabeth Martin, Stretto House oleh Steven Holl, Fantasia 2000 oleh Walt Disney merupakan wujud visual yang diilhami dari musik. Tesis ini berfokus pada sudut pandang ini. Gubahan bentuk yang dirancang akan berfokus pada selubung luar bangunan. Sedangkan bagian dalam bangunan akan mengikuti standar gedung konser pada umumnya.
Gambar 5.2. Ilustrasi tentang bagaimana karya suara / musik menginspirasi gubahan bentuk.
5.2. Penggunaan Metafora sebagai Pembentuk Desain Metafora merupakan gambaran implisit yang dapat dijadikan penghubung antara ide dan desain, yang keduanya saling berhubungan timbal-balik, saling mengisi satu sama lain. Inspirasi ide ini dapat diperoleh dari manapun, seperti: sejarah, alam, ilmu pengetahuan alam (sains), perkembangan politik, musik, dan lain-lain. Oleh karena itu, seperti yang pernah dikatakan oleh Vitruvius, alangkah baiknya jika seorang arsitek dapat memiliki pengetahuan sejarah yang luas.
52
Vitruvius juga percaya bahwa: “Music... the architect ought to understand so that he may have knowledge of the canonical and mathematical theory”. Alasan dipakainya pendekatan metafora adalah karena interpretasi romantik musik-musik Beethoven analog dengan metafora dalam arsitektur puitik. Studi banding gedung konser pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa perlu adanya “cerita lain” dibalik bentuk arsitekturalnya, sehingga seakan-akan gedung itu sendiri yang bercerita, berpuisi. “Cerita” ini dapat berasal dari mana saja, baik berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan tempat atau sejarah, tergantung dengan ekspresi yang ingin ditonjolkan (dan yang sesuai secara nilai tentunya). Contoh-contoh adanya metafora dalam perkembangan arsitektur antara lain: -
Arsitektur Klasik, berangkat dari pemikiran bahwa elemen-elemen arsitektural haruslah tersusun dan terbentuk secara logis: “yang kokoh menopang yang lebih ringan”, terlihat dari orde-orde kolomnya.
Gambar 5.3. Tiga orde Arsitektur Klasik (Sumber: Encarta Reference Library)
53
-
Arsitektur Modern, lahir dengan adanya Revolusi Industri. Pendukung gerakan modern memiliki pemikiran bahwa bentuk arsitektural harusnya lahir karena fungsi, seperti pada mesin-mesin, mobil, pabrik, yang sedang berkembang pesat pada Revolusi Industri. Oleh karena itu, bentuk yang paling efektif dan efisien pemakaiannya adalah bentuk “kotak”. Walaupun para pendukung arsitektur modern konon menolak adanya pemakaian metafora, bagaimanapun, bentuk “kotak-kotak kaku” inipun sebenarnya membawa pesan metafora “modern dan fungsional”.
Gambar 5.4. Seagram Building, salah satu karya Ludwig Mies van der Rohe, merupakan contoh International Syle, salah satu bentuk gerakan arsitektur modern. (Sumber: Encarta Reference Library)
-
Art Nouveau, gerakan seni yang mengambil metafora alam. Walaupun lahir pada era Revolusi Industri dan gerakan modern serta menggunakan material modern, Art Nouveau mengembalikan ide “modern” pada bentuk-bentuk alami seperti bentuk lengkung, “flowery”, bahkan cenderung memiliki elemen fantasi. Seniman Art Nouveau lebih tertarik dengan arsitektur sebagai bentuk yang stylish dan ekspresif daripada sebagai bentuk struktural sistematik seperti yang dihusung oleh modernis.
54
Gambar 5.5. Balzarini House, yang terdapat di Milan, Italy. Railing pada balkonnya merupakan contoh motif Art Nouveau (Sumber: Encarta Reference Library)
Sebagai contoh yang lebih spesifik, beberapa bangunan berikut dapat dijadikan rujukan bagaimana sebuah karya bernilai tinggi dapat berangkat dari metafor tertentu. Tiga karya pertama merupakan tempat (restoran, kafe) anggur yang terletak di Rioja Valley, Spanyol, dan bentuk arsitekturalnya terinspirasikan oleh anggur itu sendiri. Hal ini menujukkan bahwa dengan ide yang sama, desain yang dihasilkan dapat berbeda-beda.
5.2.1. Bodegas Ysios Arsitek: Santiago Calatrava Total site area: 72,000 square meters Building area: 8,000 square meters
Dengan
lahan
yang
setengahnya adalah perkebunan anggur
dan
berlatar
pemandangan pegunungan Sierra de
Cantabria,
Calatrava
menginterpretasikan tempat ini seperti
tempat
orang
pergi
Gambar 5.6. Bentuk eksterior Ysios (Sumber: Arcspace.com)
berziarah (perjalanan religius). Oleh karena itu, bentuk ruangnya memiliki kemiripan dengan bangunan katedral. Gubahan
bentuk
eksteriornya
merupakan
cerminan
pemandangan
pegunungan yang mendominasi lahan dan dikombinasikan dengan bentuk tong anggur yang melingkar. Ini terlihat dari komposisi atapnya terbuat dari balok-
55
balok kayu yang disusun secara bergelombang. (Melingkar = Melengkung = Bergelombang) Bentuk denah keseluruhannya berupa persegi sederhana, sepanjang sumbu Timur-Barat, untuk mengakomodasi proses pembuatan anggur.
Gambar 5.7. Bentuk atap Ysios (Sumber: Arcspace.com)
Gambar 5.8. Bentuk ruang interior Ysios (Sumber: Arcspace.com)
56
Di bagian tengah bangunan terdapat balkoni tempat para pengunjung melihat pemandangan kebun anggur.
Gambar 5.9. Ruang interior tengah Ysios (Sumber: Arcspace.com)
5.2.2. Marques De Riscal “City of Wine” Arsitek: Frank Gehry
Menurut Frank Gehry, sebuah ‘kuil’ anggur seharusnya merefleksikan makna dari kesenangan (pleasure) minum anggur. Bentuk lengkung-lengkung titanium khas Gehry mengakomodasi gagasan ini dengan tepat. Fasilitas selain restoran, adalah 43-suite hotel dan vinotherapy spa.
Gambar 5.10. Eksterior ” Marques De Riscal” (Sumber: www.marquesderiscal.com)
57
Delapan teras menyediakan pemandangan perkebunan anggur di sekitarnya. Selain itu juga terdapat ruang makan dengan pemandangan perumahan di sekitarnya.
Gambar 5.11. Eksterior ” Marques De Riscal” dan perkebunan anggurnya. (Sumber: www.marquesderiscal.com)
Gambar 5.12. Tempat makan dengan latar belakang pemandangan (Sumber: www.marquesderiscal.com)
Gambar 5.13. Bentuk lengkung titanium khas Gehry dengan warna pink, perak dan emas (Sumber: www.marquesderiscal.com)
58
5.2.3. R. Lopez De Heredia Arsitek: Zaha Hadid
Bangunan ini berfungsi sebagai paviliun wine-tasting, bagian dari López de Heredia Winery. Zaha Hadid mengkomposisikan garis “lekuk-lekuk” khasnya sehingga membentuk sebuah botol (flask) (=botol anggur) dengan ruang di dalamnya. Kantilever berbentuk L di atasnya menaungi dan merefleksikan bentuk “botol” tersebut. Hadid menginterpretasikan wine-tasting – mencicipi anggur – juga berarti memiliki sensitifitas terhadap keindahan. Bentuk bangunannya pun harus memiliki citra keindahan tersebut.
Gambar 5.14. Eksterior wine-tasting pavilion R. Lopez De Heredia (Sumber: Architectural Record, Februari 2007)
Gambar 5.15. Interior pavilion R. Lopez De Heredia (Sumber: Arch Rec., Februari 2007)
59
5.2.4. Notre-Dame-du-Haut, Ronchamp Arsitek: Le Corbusier
Gambar 5.16. Notre-Dame-du-Haut (Sumber: Arcspace.com)
Walaupun Corbusier tidak pernah menyebutkan ide yang spesifik tentang gubahan bentuk eksterior kapel ini, tetapi kita dapat menduga-duga metafora apa yang melatar-belakanginya. Ada yang menyebutnya seperti tangan orang berdoa, topi, bebek, atau capit kepiting. Sesuatu yang pasti bahwa bentuk-bentuk lengkung pada Ronchamp Chapel melukiskan gubahan puitik, sama seperti nyanyian-nyanyian gereja. Bentuk tersebut seakan mengajak kita untuk tidak melupakan lansekap tempat kita berpijak untuk menggapai langit (prinsip yang sama terdapat pada bentuk gerejagereja Eropa yang bentuknya berorientasi ke atas / langit).
5.2.5. Sydney Opera House Arsitek: Jørn Utzon
Gambar 5.17. Sydney Opera House
(Sumber: Encarta Reference Library)
60
Bentuk atap Sydney Opera House dapat diartikan sebagai metafora dari bentuk layar kapal, ataupun bentuk ombak, sesuai dengan tempatnya yang berada di tepi air, walaupun sedikit berbeda dengan desain awalnya karena tuntutan struktur bangunan. Gambar 5.12. menunjukkan desain akhir yang dibangun sekarang.
Gambar 5.18. Desain asli Sydney Opera House yang dibayangkan Utzon (Sumber: Urbanplanet.org)
Gambar 5.19. Model yang menunjukkan bagaimana bentuk proporsi layar terbentuk. (Sumber: Urbanplanet.org)
Bagaimanapun, impresi orang terhadap bentuk arsitektural tentu berbedabeda. Sydney Opera House dapat dipandang sebagai cangkang kerang, kelopak bunga, tempurung kura-kura.
61
5.3. Makna Fifth Symphony dan Ide tentang Analogi-Analoginya Terdapat sejumlah pengaruh luar yang sangat berarti ketika Beethoven mengkomposisi simphoni ini, yaitu antara lain: 1. Penurunan fungsi pendengaran Beethoven secara berangsur-angsur 2. Hubungan cinta yang bermasalah dengan kekasihnya, Josephine DeymBrunsvik 3. Revolusi Prancis dan sejumlah peperangan yang dipimpin Napoleon Bonaparte 4. Pengangkatan tahta Napoleon Bonaparte
Gambar 5.20. Suasana pengangkatan tahta Napoleon Bonaparte menjadi kaisar Perancis. (Sumber: Encarta Reference Library)
Pengaruh pertama dan kedua adalah yang berasal dari dalam dirinya, sedangkan pengaruh ketiga dan keempat adalah yang berasal dari luar atau yang melatar-belakangi masa tersebut. Kesamaan yang terlihat dari keempatnya yaitu adalah adanya suatu perjuangan. Dalam dirinya ia berjuang melawan ketuliannya yang semakin buruk, ditambah dengan rasa frustrasi terhadap kekasihnya dan kecewa terhadap tokoh panutannya, Napoleon, yang mengangkat dirinya sebagai emperor. Sedangkan pada perkembangan politik yang ada adalah perjuangan Napoleon dalam menaklukkan sebagian besar negara di Eropa Barat sebagai kelanjutan dari Revolusi Perancis.
62
Walaupun tidak setuju dengan pengangkatan Napoleon, bagaimanapun Beethoven telah menunjukkan kekaguman terhadapnya dengan menciptakan symphony bersuasana semangat kepahlawanan, terutama pada Third Symphony yang dilanjutkan hingga Fifth Symphony. Oleh karena itulah, makna kepahlawanan / heroisme merupakan makna yang paling cocok untuk Fifth Symphony. Deskripsi dari Ernst Theodor Wilhelm Hoffmann telah mengingatkan kita pada unsur yang paling erat hubungannya dalam perancangan arsitektur yaitu cahaya. Oleh karena itu, cahaya adalah tema yang dapat dieksplorasi lebih dalam lagi.
Cahaya, Bayangan dan Bentuk Cahaya memberikan sebuah keberadaan pada
benda-benda
menghubungkan
ruang
di
alam dan
dan
bentuk.
juga Dalam
arsitektur, cahaya tersebut ditangkap sedemikian rupa sehingga bersatu dengan permukaan bendabenda dan bayangan muncul di belakangnya. Le Corbusier, arsitek yang karya-karya awalnya banyak terinspirasi oleh gerakan mondern, setelah Perang Dunia II karya-karyanya banyak mengedepankan faktor puitis, yaitu permainan cahaya, sehingga ia sampai pada kesimpulannya: “Architecture
is
the
masterly,
correct
and
magnificent play of the forms of light” : Arsitektur merupakan permainan bentuk cahaya yang dibuat secara indah. Sehingga faktor rasional dan faktor manusia di dalamnya seakan-akan merupakan pendukung saja. The Modulor yang diciptakan oleh
Gambar 5.21. Ronchamp Chapel karya Le Corbusier (Sumber: archspace.com)
Le Corbusier sendiri patut dipertanyakan apakah
63
benar berdasarkan komposisi atau hanya untuk ‘kenyamanan’ matematis saja. Gagasan ini yang pada akhirnya melahirkan pemikiran bahwa perlunya penyatuan seni ke dalam arsitektur. Arata Isozaki pernah berpendapat bahwa pengaruh Mediterranean pada Le Corbusier dapat terlihat seperti: “a love affair with the sea world, the rocks, the caves, and the light of the sun through the water as seen through interiors.” 8 Eksplorasi
unsur
cahaya
pernah
dilakukan oleh seniman James Turrell dalam karyanya. Ia merepresentasikan pengalaman ruang oleh pengamat, berfokus bukan pada kesan yang didapatkan dari suasana tetapi pada kesan
itu
sendiri,
bukan
menampilkan
impression tetapi impression itu sendiri yang merupakan subjek utama karyanya. Ia mengajak pengamat untuk mengandalkan persepsinya masing-masing untuk menikmati karyanya, berbeda dengan karya seni pada umumnya yang tercipta dari persepsi sang seniman.
Gambar 5.22. Afrum-Proto (corner projection) karya James Turrell (Sumber: www.pbs.org)
Gambar 5.23. Pintu Masuk Kalder Skyspace (Sumber: Landscraper)
8
Pendapat Arata Isozaki ini disebutkan dalam karya Anthony C. Antoniades (1990), Poetics of Architecture, Bab 2, hal. 37
64
Phanteon, sebuah kuil di Roma yang dibangun pada sekitar tahun 120, juga merupakan bangunan yang menggunakan cahaya sebagai “pembentuk ruang”. Bentuk atap kubahnya yang membentuk
lubang
cahaya
di
atasnya
melambangkan harmonisasi dengan alam. Pantheon menjadi inspirasi Steven Holl ketika membuat konsep untuk Rome’s Center for Contemporary Art competition (1999). Di dalamnya terdapat galeri yang terdiri dari tiga bagian, mendapatkan cahaya yang diteruskan dari atas.
Gambar 5.24. Interior Pantheon oleh Giovanni Paolo Panini (Sumber: Wikipedia)
Diffused light galleries, dark galleries (slices of “Roman light”), blue light (blue shed)
Gambar 5.25. Sketsa konseptual Rome’s Center for Contemporary Art competition (Sumber: Paralax)
65
Warna Warna analog dengan nada-nada. Jika musik bermain dengan tinggi-rendah suara, maka cahaya
bermain
dengan
panjang-pendek
panjang gelombang / tinggi-rendah frekuensi cahaya. Steven Holl dalam bukunya Paralax (2000) menulis bahwa warna merupakan isi dari cahaya: “Color is a property of light.” “In chromatic space, light is phenomena, mystery, and wavelength”. Ruang kromatik, dapat diwujudkan dalam permainan cahaya
Gambar 5.26. Lukisan Steven Holl untuk konsep Kapel St. Ignatius
dan warna dinding. Eksperimen warna ini diterapkan pada Kapel St. Ignatius di Seattle University. Dalam perancangan
lukisan kapel
ini,
konsep Steven
untuk Holl
mengutarakan idenya tentang cahaya yang berwarna-warni masuk melalui “botol-botol” ke dalam ruangan. Konsep awalnya adalah “a gathering
of
different
lights”,
yaitu
“pertemuan cahaya yang berbeda-beda”, yang merujuk pada latar belakang kebudayaan mahasiswa yang berbeda-beda yang belajar di Seattle University (ada 60 negara). Jumlah botol yang berjumlah tujuh merepresentasikan tujuh sakramen yang ada dalam ajaran Katolik. Tujuh “botol” cahaya yang ada di dalam kotak beton inilah yang membawa ruang kromatik ke dalam interior kapel.
Gambar 5.27. Eksterior Kapel St. Ignatius (Sumber: Paralax)
66
Untuk menciptakan kesan kromatik tersebut, Steven Holl bereksperimen dengan berbagai kombinasi warna. Warna utama (field) dihasilkan dari panelpanel dinding yang dicat dan warna yang lebih kecil dihasilkan dari cahaya alami yang masuk melalui lensa berwarna. Ruang Kapel Warna cat Lensa Ruang Prosesi Putih Bening Merah Hijau Narthex Koor Hijau Merah Nave East / West Kuning Biru Biru Kuning Oranye Ungu Ruang sakramen permandian Ruang sakramen pengampunan Ungu Oranye Cahaya alami air Menara lonceng / kolam
Tabel 5.1. Pemakaian warna pada interior Kapel St. Ignatius
Gambar 5.28. Interior Kapel St. Ignatius (Sumber: Paralax)
67
Ruang kromatik dalam arsitektur analog dengan tangga nada kromatik dalam musik. Meskipun tidak menggunakan musik tertentu dalam konsep Kapel St. Ignatius, Steven Holl telah memasukkan unsur suasana kontemplasi yang sangat kuat di dalamnya melalui ruang kromatik ini, ditambah dengan simbolisasi-simbolisasi yang memperkuat jiwa gubahan bentuk luar serta ruang yang terbentuk di dalamnya.
Material, densitas, tekstur Material dalam arsitektur, seperti halnya warna, tidak memiliki nilai intrinsik, tetapi diberi ‘nilai’ oleh bentuk, warna dan kontras. Ini disadari Le Corbusier ketika merancang, terlihat pada karyanya seperti: kapel di Ronchamp. Dengan penggunaan material yang minimal namun bentuk yang eksploratif, mengintegrasikan permainan cahaya ke dalam interiornya. Ia juga sering menggunakan material berdampingan secara kontras seperti: batu dan beton, batu dan kayu, batu dan kaca dalam komposisi bangunannya. Penggunaan material dalam menyesuaikan dengan komposisi musik dapat dilakukan dengan pengenalan sifat-sifat material yang dipilih, seperti: baja yang berkesan modern, lembaran baja yang berkesan lentur / melengkung / bergerak, beton yang bersifat diam/ kaku, batu-batuan yang bersifat alam / natural. Dalam proyek Sarphatistraat Office, Steven Holl diinspirasi oleh
musik
Morton
Feldman
“Patterns in a Chromatic Field”. Berkebalikan dengan konsep Le Corbusier pada Kapel Ronchamp, Sarphatistraat
Office
memiliki
bentuk selubung bangunan yang persegi, penggunaan
namun
dengan
tekstur
pencahayaan yang eksploratif.
dan
Gambar 5.29. Eksterior Sarphatistraat Office pada siang hari (Sumber: www.stevenholl.com)
68
Tekstur luar yang berlubang-lubang (perforated copper) bertujuan untuk menampilkan fenomena gossamer optic, analog dengan konsep “Menger Sponge”. Efek pencahayaan ini terlihat terutama pada malam hari ketika warnawarna bangunan ter-refleksi pada Kanal De Single.
Gambar 5.30. Suasana eksterior Sarphatistraat Office pada malam hari (Sumber: www.stevenholl.com)
Gambar 5.31. Interior Sarphatistraat Office (Sumber: www.stevenholl.com)
Densitas merupakan suatu bagian dari material yang memberikan kesan ‘rapat’ atau ‘renggang’ terhadap pengamatnya, sama halnya dengan musik yang memberikan irama cepat atau lambat, sustain atau stakato.
69
Gerakan dan Durasi Suatu hal yang mutlak ada dalam musik adalah “sense” akan pergerakan. Hal ini terutama disebabkan oleh terdapatnya irama dalam musik, dan emosi yang diciptakan di dalamnya dapat mempengaruhi manusia secara psikologis. Gerakan pada arsitektur sangat erat hubungannya dengan pola pengalaman ruang. Konsep ini kita temui seperti pada lansekap taman-taman Jepang dan Eropa. Bentuknya sendiri merekonstruksi unsur-unsur alam ke dalamnya, antara lain dengan menganalogikannya dengan unsur lain.
Gambar 5.32. Sabatini Gardens, Palacio Real, Madrid, Spain (Sumber: Encarta Reference Library)
Gambar 5.33. Japanese Dry Garden, Kyōto (Sumber: Encarta Reference Library)
70
Bernard Tschumi dalam essainya menulis bahwa gerakan dapat berupa alat / cara maupun sekuens yang mengikuti. Seperti halnya cerita naratif yang menuntun suatu progress atau cerita yang open-ended berdasarkan pilihan pembacanya. Arsitektur seharusnya dapat membangkitkan imajinasi pengamatnya sendiri,
berdasarkan
pengalaman-pengalamannya
sebelumnya,
untuk
menginterpretasikan suatu bentuk. Hal ini juga ditemui dalam musik yang memiliki interpretasi keindahan yang berbeda-beda bagi pendengarnya. Musik yang dibawa Beethoven dalam Fifth Symphony-nya mengandung gerakan yang berubah-ubah sepanjang lagunya. Kombinasi antara tempo cepat dan lambat, keras dan halus, membawa pendengarnya ke dalam pengalaman akan suasana yang membawa hasrat, passion, semangat, ekspresif sesuai dengan yang dirasakan sang komposernya ketika membuat komposisi tersebut. Dengan sendirinya, suatu gerakan melahirkan pengalaman akan adanya durasi. Henri Bergson, berpendapat dalam bukunya Matter and Memory (1911) 9 , kita tidak dapat merasakan waktu, kita hanya dapat merasakan durasi. Manusia merasakan durasi melalui pengalaman-pengalaman ruang yang didapatkannya. Durasi, merupakan “y-condition” tempo dan ritme dari musik. Steven Holl, dalam proyeknya pool house & sculpture studio di Scarsdale, New York, bereksperimen mewujudkan gagasan ini. Konsep yang diajukan adalah “walls within walls”, dinding di dalam dinding. Dinding batu eksisting yang dibangun pada abad ke-18 menjadi penanda simbol terdapatnya perubahan jaman dalam lansekap tersebut. Sedangkan waktu dan musim yang sedang berlangsung pada saat ini diwujudkan dalam perubahan sudut sinar matahari. Dinding baru di dalamnya memunculkan adanya pengalaman perspektif ruang yang berubah saat mendekati rumah.
9
Filusuf Henri Bergson dikutip Steven Holl (2000) dalam bukunya Paralax.
71
Gambar 5.34. Pool house & sculpture studio di Scarsdale, New York (Sumber: Parallax)
Air Air merupakan unsur alam yang memiliki gerakan, simbol dari keberadaan kehidupan. Memasukkannya ke dalam desain dapat menjadikan kesan ekspresif berupa pemantulan cahaya ke dalam bangunan atau ke bagian luar bangunan. Reflection pool pada Kapel St. Ignatius rancangan Steven Holl merupakan salah satu elemen cahaya di antara tujuh cahaya yang dijadikan tema. Di pinggir kolam ini para mahasiswa Seattle University dapat menikmati suasana yang hangat, saling bercengkrama satu sama lain. Cahaya matahari yang dipantulkan oleh permukaan kolam (efek kaustik) menghasilkan apa yang dinamakan Steven Holl “ruang kromatik”.
“I simply think that water is the image of time, and every New Year’s Eve, in some pagan fashion, I try to find myself near water… preferably an ocean… to watch the emerge of a new helping, a new cupful of time from it.” (Joseph Brodsky) Gambar 5.35. Refleksi air Kapel St. Ignatius (Sumber: Parallax)
72
5.4. Komposisi Symphony No. 5 oleh Beethoven pada Komposisi Bentuk Arsitektural Elemen-elemen yang telah dikaji di atas (cahaya, material, gerakan / durasi dan air) akan dieksplorasi dan diterjemahkan secara analogi ke dalam elemenelemen arsitektur. Eksperimentasi bentuk dilakukan dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada pada komposisi Fifth Symphony, baik secara literal (berdasarkan susunan nada), maupun secara esensial (makna kepahlawanan). Peranan persepsi pendengar terhadap komposisi symphony tersebut adalah sangat
penting
dalam
menentukan
gubahan
bentuk
arsitektural
yang
mempengaruhi persepsi penglihatnya. Namun dengan melihat, kita juga berharap akan adanya persepsi ruang yang tercipta, sesuai dengan faktor manusia dan faktor rasional, di dalam interiornya. Tema “Empat Nada” merupakan penegasan bahwa terdapatnya panduan untuk keseluruhan lagu. Penegasan dilakukan di awal, berbagai variasinya dilakukan seterusnya, sementara di beberapa waktu kembali “diingatkan” kembali panduan sebenarnya. Interpretasi bentuk arsitekturalnya adalah terdapatnya bentuk-bentuk stabil sebagai panduan bagi bentuk-bentuk lain yang dimodifikasi. Di sinilah Beethoven sebenarnya menegaskan makna kepahlawanan, yaitu nadanada yang tegas, kuat, berpengaruh. Namun, pada variasi-variasinya, tema empat nada yang tegas ini berubah wujud menjadi nada-nada yang halus, lembut, bahkan ada variasi nada yang sahut-menyahut
semakin
lirih,
seakan-akan
Beethoven
merefleksikan
pendengarannya yang semakin berkurang. “Temukan suara-suara indah dalam kesunyian”. Kira-kira itulah yang ingin disampaikan Beethoven. Menggebu-gebu tetapi tetap anggun, gelap dan terang, yin dan yang, inilah dua keberadaan (being) yang membentuk kekuatan alam. Dalam interpretasi tema empat nada Fifth Symphony ke dalam wujud bentuk dasar, dapat ditempuh dalam dua kerangka pemikiran:
73
5.4.1. Secara literal (harafiah) Secara literal, keempat nada dalam tema Fifth Symphony dapat langsung diterjemahkan sebagai: a). tiga bentuk yang berulang dan berdensitas tinggi, serta satu bentuk yang berbeda dan berdensitas rendah.
Densitas tinggi
Densitas rendah
b). tiga bentuk yang bersifat stabil dan sempurna, serta satu bentuk yang bersifat labil dan dinamis.
Stabil
Dinamis
Stabil
Labil
Sempurna
Dinamis
74
5.4.2. Secara esensial Keempat nada tersebut berupa ekspresi kegigihan, ketangguhan, cahaya yang menembus kegelapan. Ekspresi yang sama dapat diinterpretasikan sebagai bentuk yang masif, monumental, solid; seakan-akan terdapat suatu ruang tertutup yang di tengahnya diterangi oleh cahaya matahari sebagai satu-satunya sumber cahaya. Perjuangan Beethoven melawan ketuliannya dapat diinterpretasikan sebagai ruangan gelap berupa lorong panjang dengan bukaan di ujungnya sebagai metafora perjuangan menuju kesuksesan.
5.5. Rekapitulasi Penggubahan arsitektur berdasarkan musik ternyata memerlukan lebih daripada analogi-analogi. Kekuatan yang ada pada musik terletak pada pemikiran yang terdapat di belakangnya. Oleh karena itulah pemakaian metafora diperlukan dalam proses perancangan. Proses seperti ini juga sejalan dengan apa yang dilakukan oleh komposer pada era musik Romantik. Komposisi nada pada Fifth Symphony sarat dengan simbolisasisimbolisasi yang merepresentasikan cerita heroik baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri Beethoven. Keteraturan angka-angka seperti deret Fibonacci pada musik Bella Bartok yang diterapkan di Stretto House, atau Menger Sponge pada musik Morton Feldman yang diterapkan di Sarphatistraat Office tidak terlihat secara signifikan pada Fifth Symphony. Satu-satunya pola dasar yang terdengar adalah adanya pola “pendek-pendek-pendek-panjang” atau sering disebut sebagai “tema empat nada” (four-note theme). Pola ini muncul secara variatif pada bagian-bagian selanjutnya, bahkan sampai pada gerakan kedua dan akhir. Setelah adanya penentuan metafora yang cocok untuk Fifth Symphony, barulah dipakai elemen-elemen yang analog dengan musik, seperti cahaya, bayangan, warna, material, air (seperti studi yang telah dilakukan). Mengambil esensi suatu musik berarti juga meninggalkan atribut-atribut kebudayaan yang mempengaruhinya. Kebudayaan Eropa yang melekat pada Fifth
75
Symphony tidak diikut-sertakan dalam proses perancangan karena perbedaan konteks dan waktu.
76