BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL
A. Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility PT. Bank Rakyat Indonesia Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan merupakan bagian dari Program Corporate Social Responsibility (CSR). Pelaksanaan program tersebut telah diamanatkan di dalam Peraturan Menteri No.PER05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan, serta Undang – Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. BRI sendiri telah melaksanakan program CSR ini melalui beberapa produk seperti yang dipaparkan oleh Bapak Darmanto selaku Pimpinan sementara PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Somba Opu. Beliau mengatakan bahwa : “CSR BRI dibagi menjadi dua kelompok besar,kalau di BUMN itu dikenal dengan PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan). Program kemitraan , kita berusaha memberdayakan masyarakat supaya mampu menolong dirinya sendiri. Misalnya memberikan bantuan modal usaha dan pinjaman kemitraan ini syaratnya sangat lunak,misalnya pengembaliannya bisa sampai 5 tahun dengan bunga hanya 6 %. Kelompok yang kedua ini namanya bina lingkungan. Bina lingkungan ini adalah kategori amal dimana lingkungan BRI berada.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan : “Kebijakan CSR BRI dalam program bina lingkungan, sudah ditentukan apa-apa yang bisa dibantu yaitu di bidang pendidikan, kemudian dibidang layanan kesehatan, sarana ibadah, lingkungan hidup, dan bencana alam. Dibidang pendidikan itu biasanya memberikan beasiswa dan memperbaiki sarana-sarana pendidikan, misalnya mengisi kebutuhan alat tulis menulis,alat peraga pendidikan,
44
komputer, buku-buku perpustakaan. Sarana ibadah, biasanya untuk membangun mesjid , gereja, dll. Lingkungan hidup itu berupa gerakan menanam pohon dan dilakukan di seluruh dimana BRI berada. Layanan kesehatan itu fokusnya pada orang-orang yang tidak mampu secara financial dan mencari yang mereka membutuhkan tapi harus bayar, misalnya khitanan massal. Sedangkan untuk bencana alam, misalnya ada korban banjir, bisa kita bantu.”
Program Kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan yang ditetapkan dalam RUPS. Program Kemitraan mempersiapkan pengusaha kecil yang feasible tetapi belum bankable untuk selanjutnya diharapkan dapat mengakses fasilitas pinjaman komersial BRI. Kriteria penerima Program Kemitraan antara lain usaha kecil produk unggulan daerah sebagai penyerap tenaga lokal, dan anggota kelompok usaha pemberdayaan masyarakat yang memiliki potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan. Pengusaha kecil ini juga merupakan inkubator bisnis BRI, dimana setelah melewati masa pembinaan selama 5 tahun, diharapkan sudah dapat mengakses pembiayaan BRI secara komersial. (Laporan PKBL BRI 2010) Program Kemitraan diimplementasikan dalam bentuk penyaluran Pinjaman Kemitraan dan bantuan Hibah Pembinaan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas Mitra Binaan usaha kecil. Hal ini diakui oleh Bapak “M” sebagai salah satu penerima bantuan kredit kemitraan di bidang penjualan gipsum (plafon), berikut pemaparan beliau : “Dengan adanya bantuan pinjaman, manfaatnya sangat besar buat saya. Program ini sangat membantu sekali dalam bantuan modal untuk pengadaan barang-barang di toko saya.”
45
Lebih lanjut Bapak “M”menjelaskan : “Kredit yang saya peroleh dari BRI itu saya dapat 25 juta. Kredit ini yang saya gunakan untuk membeli barang-barang di toko dan bahanbahan mentahnya. Ya kalau di rata-ratakan pemasukan yang saya dapat sebelum mendapatkan bantuan itu sekitar 4 - 5 jutaan/minggu, tetapi setelah mendapat bantuan Alhamdulillah pemasukan saya sudah bisa mencapai 15 juta /minggu, kalau lagi sepi-sepi ya pemasukan hanya sampai 10 juta/minggunya. Tetapi itu juga belum di potong dengan gaji karyawan dan pembelian bahan-bahan lagi.”
Dari hasil wawancara dari penerima bantuan kemitraan ini dapat kita lihat bahwa dengan adanya program kemitraan ini sangatlah membantu para pelaku usaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Seperti yang dialami oleh Bapak “M” , berdasarkan wawancara di atas, beliau memperoleh bantuan kredit kemitraan dari BRI sebesar 25 juta. Uang ini menurut beliau digunakan untuk mengisi barang-barang yang sudah jadi untuk dipajang di tokonya. Selain itu untuk membeli bahan-bahan mentah pembuatan plafon. Karena selama ini menurut pengakuannya sebelum mendapatkan bantuan kredit kemitraan ini dia belum berani untuk mengambil orderan yang cukup besar hal ini diakibatkan karena kurangnya dana untuk membeli bahanbahan dalam skala besar. Akan tetapi setelah mendapat bantuan kredit kemitraan ini, beliau sudah mulai berani memasok bahan-bahan dalam jumlah besar untuk orderan yang lebih besar lagi. Hal ini terbukti dengan peningkatan pendapatan yang sangat signifikan yang diperoleh beliau yaitu dari 4-5 juta per minggunya setelah mendapatkan
bantuan
kredit
kemitraan
beliau
mampu
memperoleh
pendapatan sebesar 10 - 15 juta per minggunya.
46
Untuk saat ini di wilayah Kota Makassar sendiri, BRI melalui program kemitraannya pada kantor-kantor cabangnya dari tahun 2009 sampai tahun 2011 kemarin baru memiliki sekitar 60 usaha yang menjadi mitra binaan. Berikut adalah jumlah pinjaman yang diterima oleh lima orang penerima bantuan kredit kemitraan dari hasil wawancara: No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Mitra Binaan Bapak “M” Ibu “Y” Ibu “C” Bapak “K” Ibu “N”
Bidang Usaha Perdagangan Perdagangan Perdagangan Perdagangan Perdagangan
Jumlah Pinjaman Rp. 25.000.000 Rp. 25.000.000 Rp. 25.000.000 Rp. 20.000.000 Rp. 10.000.000
Sedangkan untuk Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di sekitar kantor BRI melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan. Menurut penjelasan Bapak Darmanto, beliau mengatakan bahwa : “Kriteria bantuan untuk Program Bina Lingkungan ,adalah supaya dana/bantuan yang disalurkan pasti akan ada manfaatnya untuk komunitas rakyat banyak. Jadi bukan ke individu.”
Untuk bina lingkungan sendiri, BRI pada wilayah kota Makassar telah melaksanakan program CSR ini di beberapa bidang, seperti bidang pendidikan ; memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang berprestasi tetapi tergolong keluarga yang tidak mampu. Pemberian beasiswa ini dilakukan dengan bekerja sama dengan beberapa kampus antara lain UNHAS dan UIN. Dibidang layanan kesehatan, BRI telah memberikan bantuan kepada beberapa rumah sakit dalam bentuk pemberian ambulance seperti RS. Wahidin Sudirohusodo, RS. Sayang Rakyat, dan RS Tajjudin
47
Halid. Selain itu BRI juga sempat mengadakan Pasar Rakyat bertempat di pelataran pusat niaga daya. Dalam mengungkapkan
teori bahwa
legitimasi legitimasi
,
Gray
(1996)
merupakan
dalam sistem
Nor
Hadi
pengelolaan
perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untukitu sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada masyarakat, operasi
perusahaan
harus
kongruen
dengan
harapan
Keberpihakan kepada masyarakat jelas dibuktikan oleh
masyarakat. BRI
dalam
pelaksanaan program CSR nya. Dengan adanya bantuan kemitraan, maka terjawab harapan para pengusaha-pengusaha kecil untuk memperoleh bantuan modal dengan guna peningkatan kualitas usahanya. Selain itu BRI dalam usaha peningkatan pelayanan masyarakat, BRI telah membantu beberapa rumah sakit dalam pengadaan mobil ambulance. Dalam pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan nya ini, PT.Bank Rakyat Indonesia telah memiliki langkah-langkah praktis dalam penyaluran dana kemitraan dan bina lingkungan. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Darmanto yang menerangkan bahwa: “BRI ditargetkan untuk mencari mitra-mitra atau kelompok-kelompok masyarakat yang bisa kita bina dan kembangkan dan dukung modalnya sehingga menjadi kuat usahanya. Mekanismenya kelompok-kelompok ini bisa langsung menghubungi kantor cabang BRI. Sedangkan untuk bina lingkungan kita sudah punya program. Biasanya program bina lingkungan ini selalu kita koordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Tentang apa yang bisa kita bantu untuk daerah setempat. Bisa juga kelompok masyarakat mencari informasi secara aktif melalui kantor BRI cabang.”
Penjelasan ini dibenarkan oleh Bapak Wahju Widiono sebagai Pimpinan BRI Cabang Panakukang. Beliau menjelaskan :
48
“Untuk Kredit kemitraan, kita mencari pengusaha-pengusaha kecil yang dia tidak mungkin didukung dengan produk kredit bri yang lain. Jadi usaha yang sangat-sangat kecil.” Sedangkan untuk bina lingkungan sendiri mekanisme untuk memperoleh bantuan, dijelaskan oleh Bapak Reynaldi Arqam sebagai salah satu AO Program BRI Cab. Tamalanrea bahwa : “Kita punya tim untuk survey apa yang akan kita lakukan untuk program bina lingkungan ini akan tetapi Kita juga terima proposal, kalau memang sesuai dan bisa kita laksanakan dan tujuan betul-betul untuk lingkungan kita terima.” Berdasarkan pembahasan dan hasil wawancara di atas dapat dilihat secara garis besar tentang pelaksanaan program corporate social responsibility pada PT. Bank Rakyat Indonesia. Bahwa dalam pelaksanaan program CSR nya BRI selalu berusaha untuk mencari mitra usaha yang belum kuat dalam hal permodalan untuk dibina dan diberdayakan sehingga diharapkan mampu bersaing dan bertumbuh usahanya. Sedangkan untuk bina lingkungan BRI mempunyai beberapa mekanisme dalam penyalurannya mulai dari bekerja sama dengan pemda setempat, mempunyai tim survey, hingga menerima pengajuan bantuan berupa proposal.
B. Prinsip-Prinsip Penerapan Corporate Social Responsibility Secara konseptual
pelaksanaan program Corporate Social
Responsibility tidak lepas dari bagaimana sebuah perusahaan khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerapkan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility. Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan program Corporate Social Responsibility yang digunakan oleh penulis yaitu (1) Sustainability, (2) Accountability, dan (3) Transparency (Crowther David, 2008).
49
1. Prinsip Sustainability Secara umum sustainability merupakan suatu prinsip pelaksanaan program corporate social responsibility tentang bagaimana program ini dengan kemampuan sumber daya yang ada tetap terus mengalami peningkatan dan tetap berpihak kepada masyarakat sebagai sasaran program.
CSR yang berkelanjutan tidak hanya menguntungkan pada
pihak masyarakat saja akan tetapi pihak perusahaanpun memiliki keuantungannya sendiri apabila melaksanakan program CSR ini dengan proses yang konsisten dan berjangka panjang maka diharapkan akan menghasilkan
terobosan-terobosan
bisnis
yang
inovatif,
dimana
terobosan-terobosan yang dilakukan inilah bakal menghasilkan bisnisbisnis yang berorientasi jangka panjang. Sehingga eksistensi bisnis tetap terjaga
dengan
baik
yang
sekaligus
berperan
aktif
di
dalam
pembangunan yang berkelanjutan yang berdaya guna bagi komunitas lokal, Negara maupun dunia. Dalam pembahasan prinsip sustainability ini dan berdasarkan pengertian dari sustainability maka penulis mengambil beberapa indikator acuan untuk menilai penerapan prinsip sustainability oleh PT. Bank Rakyat Indonesia pada wilayah Makassar dalam melaksanakan program corporate social responsibility. Adapun indikator tersebut yaitu: (a) Ketersediaan Sumber Daya ; (b) Komitmen dan Dukungan ; (c) Keterlibatan Masyarakat. a. Ketersediaan Sumber Daya Ketersediaan sumber daya dalam pelaksanaan program corporate social responsibility oleh PT. Bank Rakyat Indonesia pada
50
wilayah Makassar
mencakup ketersediaan sumber daya manusia
berupa unit kerja yang menangani secara langsung pelaksanaan program CSR ini dan sumber daya modalnya berupa jumlah dana yang harus disalurkan oleh perusahaan dalam program CSRnya. Ketersediaan segala sumber daya dapat menjadi salah satu peniliaan tentang bagaimana kesiapan BRI dalam melaksanakan program CSR nya. Dalam ketersediaan sumber daya manusia guna melaksanakan program corporate social responsibility ini tiap-tiap kantor cabang PT. Bank Rakyat Indonesia pada wilayah Makassar telah memberikan tanggungjawab pada satu unit kerja. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Darmanto : “Yang menangani csr di level kantor wilayah, itu namanya bagian bisnis program dan kemitraan. Kemudian di kantor cabang pelaksanaan penyaluran csr maupun informasi tentang csr bisa dilayani oleh Account Officer (AO) khusus, namanya itu AO Program.” Selanjutnya dalam hal pemanfaatan sumber daya modal, beliau menjelaskan bahwa : “Dana CSR mulai tahun 2012 , itu sudah di breakdown / ditargetkan di cabang-cabang. Jadi semua cabang sudah punya target untuk menyalurkan CSR. Ada yang misalnya cabangnya besar punya target bisa sampai 3 miliar dan cabang yang kecilkecil bisa 500 juta itu tergantung besar kecil daerahnya. Kalau tidak salah satu kantor wilayah , CSR di kantor wilayah Makassar sekitar 48 miliar yang harus disalurkan.” Hal senada disampaikan oleh Bapak “M” tentang modal yang diberikan oleh BRI, berikut pemaparan beliau : “Sebetulnya klo bagi saya, 25 juta untuk para pengusaha kecil itu sudah sangat lumayan membantu dalam mengembangkan usaha tetapi memang kalau bisa bantuannya sampai 50 jutaan untuk bisa mencapai usaha yang stabil. Tapi mungkin bisa disiasati
51
misalnya melalui 2 kali pemberian bantuan kalau memang sudah dipercaya.” Dengan adanya jumlah bantuan CSR yang cukup besar untuk wilayah Makassar sendiri dan unit kerja dalam tiap cabang yang melayani pelaksanaan dan penyaluran
dana CSR, maka
diharapkan pelaksanaan program ini dapat optimal.
b. Komitmen dan Dukungan Komitmen menurut Soekidjan adalah kemampuan dan kemauan
untuk
menyelaraskan
perilaku
pribadi
denagn
kebutuhan,prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009 dalam www.repository.usu.ac.id). Dukungan, dalam hal ini berupa dukungan sosial dari perusahaan kepada masyarakat melalui program CSR . Menurut Sarafino
dukungan
penghargaan,
maupun
sosial
adalah
bantuan
kenyamanan,
dalam
bentuk
perhatian,
lainnya
yang
diterimanya individu dari orang lain ataupun dari kelompok (Sarafino, 2002 dalam www.repository.usu.ac.id). Komitmen dan dukungan merupakan salah satu poin penting untuk keberlanjutan suatu program atau kegiatan dalam suatu instansi. Tidak terkecuali oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, dalam menjaga keberlanjutan dari program CSR ini haruslah mendapat dukungan dari setiap lapisan manajemen baik dari tingkat pusat,
52
wilayah, maupun cabang. Akan tetapi tidak hanya sampai disitu saja, komitmen khususnya dari para pejabat pembuat kebijakan sangatlah diperlukan untuk tetap menjaga keberlangsungan program ini. Sejauhmana
komitmen
dan
dukungan
BRI
dalam
melaksanakan program CSR ini, berikut penjelasan dari Bapak Darmanto : “CSR BRI ini sebenarnya amanah undang-undang yaitu UU Perseroran Terbatas, bahwasannya UU Perseroan Terbatas itu mewajibkan bahwa korporasi /perusahaan harus memiliki kontribusi bagi lingkungan dimana dia berada . Pasti program CSR ini adalah memperoleh dukungan yg kuat dari manajemen perusahaan secara pusatnya maupun dikanwil dan di cabang itu memang sekarang ditargetkan untuk disalurkan. Jadi komitmen dari seluruh jajaran sangat komit dalam menyalurkan CSR ini.”
Hal tersebut didukung oleh pengakuan Ibu “Y” sebagai salah seorang penerima bantuan kemitraan dalam menilai komitmen dan dukungan dari pihak BRI. Berikut pemaparan beliau: “Menurut saya sih, bagus karena selama saya mengurus bantuan kredit ini sangat mudah dan tidak dipersulit. Intinya sangat di dukung dan sudah sesuai dengan prosedur saja.”
Terlihat dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan program CSR BRI wilayah Makassar, dukungan dan komitmen setiap lapisan manajemen sangatlah komit dalam melaksanakan program ini. Komitmen dari BRI terlihat pada pelaksanaan
program
kredit
kemitraan
ini.
Dimana
dalam
melaksanakannya para AO Program yang bertanggungjawab dalam pelaksanaannya tidak mempersulit dan melakukannya sesuai dengan prosedur yang ada. Sehingga bagi para penerima bantuan kredit tersebut tidak mengalami kesulitan.
53
Dukungan dari BRI itu sendiri terlihat dari sokongan dana yang disiapkan oleh BRI untuk masing-masing kantor cabang sebagai tempat pelaksana penyaluran program dana kemitraan berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham. Oleh karena itu komitmen dan dukungan dari setiap lapisan manajemen perusahaan sangat penting untuk mendorong peningkatan program CSR yang lebih baik lagi. c. Keterlibatan Masyarakat Wujud keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan CSR khususnya pada hasil dari program CSR itu sendiri juga merupakan faktor pendorong terwujudnya program CSR yang berkelanjutan (sustainable). Wujud keterlibatan masyarakat, penulis membagi ke dalam dua tipe yaitu masyarakat sebagai salah satu pelaksana program CSR dan masyarakat sebagai pengelola hasil program CSR. Keterlibatan masyarakat sebagai pelaksana program CSR PT. Bank Rakyat Indonesia terlihat pada bentuk kerja sama BRI dengan pihak ketiga. Sedangkan keterlibatan masyarakat sebagai pengelola hasil program CSR PT. Bank Rakyat Indonesia terlihat pada upaya pengembangan sarana dan prasarana yang diberikan pihak BRI kepada masyarakat yang selanjutnya masyarakat kelola untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Hal ini berdasarkan kutipan wawancara dengan Bapak Darmanto yang menjelaskan bahwa : “…………………………Kalau misalnya BRI tidak mampu untuk melakukannya sendiri, pasti BRI meminta kerja sama dengan pihak ke-3.”
54
Lebih lanjut beliau menjelaskan : “Wujud keterlibatan masyarakat, Misalnya di beberapa pasar, pengolahan sampah pasar menjadi kompos. Nanti pabrik komposnya, area pengelolaan sampahnya menjadi kompos kita serahkan kepada masyarakat sekitar,jadi mayarakat sekitar itulah yang mengelola pabrik kompos itu untuk menjadi pupuk dan dimanfaatkan oleh mereka sendiri . Jadi keterlibatan masyarakat itu sangat aktif dalam mengelola CSR yang disampaikan oleh BRI.” Berdasarkan penjelasan dan hasil wawancara dengan beliau maka dapat kita lihat bahwa dalam pelaksanaan CSRnya BRI sangat terbuka dengan masyarakat terbukti dengan melibatkan pihak ke-3 dalam melaksanakan program CSR nya misalnya saja seperti dalam melakukan reboisasi di daerah-daerah yang gundul. Disitu pihak BRI akan melakukan kerja sama pada pihak ke-3 dalam pengadaan bibit dan mengajak mengajak sekitar untuk ikut serta dalam penanaman bibit. Selain itu dalam program bina lingkungannya seperti wawancara di atas keterlibatan lebih lanjut dari masyarakat dalam pengelolaan sampah pasar menjadi kompos masyarakat diberikan kepercayaan untuk mengelola sarana yang diberikan BRI untuk kepentingan masyarakat sendiri. Terlihat dari hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip sustainability pada program pelaksanaan CSR BRI pada wilayah kota Makassar sudah terlaksana dengan baik hal ini terlihat dari besarnya sumber dana yang disiapkan oleh BRI yang cukup besar tiap-tiap cabangnya dan tidak menutup kemungkinan mengajukan usulan penambahan dana apabila suatu cabang masih membutuhkan dana
55
tambahan, komitmen dan dukungan dari setiap lapisan manajemen mulai dari tingkat pusat, wilayah, maupun cabang dan turut sertanya masyarakat dalam mengelola hasil program CSR itu sendiri. Sehingga tujuan dari CSR ini sebagaimana yang diharapkan guna pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Akan tetapi meskipun prinsip ini telah terlaksana dengan baik masih ada hal lain juga yang belum optimal. Ketidakoptimalannya berdasarkan hasil analisa penulis terletak pada tidak adanya unit kerja yang menangani secara khusus tentang pelaksanaan program CSR ini. Pelaksanaan program CSR di tingkat cabang dilaksanakan oleh Account Officer (AO) Program dimana AO Program ini juga mempunyai tugas sebagai motor penggerak bisnis di kantor cabang. Sebagai motor penggerak bisnis di tingkat cabang para Account Officer ini mempunyai target yang harus dicapai sedangkan untuk pelaksanaan program CSR ini meskipun dana telah di breakdown ke tiap cabang tetapi program CSR ini tidak memiliki target keberhasilan sehingga mengakibatkan tugas sebagai pelaksana program CSR di tingkat cabang menjadi kurang optimal.
2. Prinsip Accountability Accountability atau akuntabilitas dalam pelaksanaan program CSR menurut Crowther David adalah upaya perusahaan untuk tetap terbuka dan bertanggung jawab atas segala aktivitas yang telah dilakukan. Dalam menilai akuntabilitas BRI dalam pelaksanaan program CSR ini penulis mengacu pada beberapa indikator yaitu ; (a) Sarana Penilaian Masyarakat ; (b) Informasi Penyelenggaraan; (c) Audit Sosial.
56
a. Sarana Penilaian Masyarakat Pada hakekatnya dalam suatu pelaksanaan program yang mempunyai sasaran program adalah masyarakat maka sangatlah penting untuk mempunyai sebuah sarana yang digunakan oleh masyarakat
untuk
menilai
ataukah
mengevaluasi
sejauhmana
keberhasilan dari program itu. Program CSR BRI yang menjadi tujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat sekitar di lingkungan kerja BRI alangkah bagusnya apabila memiliki sarana penilaian bagi masyarakat tentang keberadaan program CSR ini di tengah masyarakat. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Darmanto tentang hal ini : “Penilaian secara khusus dari masyarakat tidak ada, karena ini bukan merupakan evaluasi bisnis. Jadi, misalnya banyak yg tidak sesuai di lapangan kita tidak terlalu strike keras dalam evaluasinya. Yang penting secara global masyarakat menjadi mampu memberdayakan dirinya.” Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak “M” sebagai salah satu penerima bantuan kemitraan. Beliau menjelaskan bahwa: “Sejauh ini belum ada. Belum ada kesempatan untuk memberitahukan hal-hal yang sering kami hadapi setelah menerima modal bantuan ini. Ya, mungkin saja karena jarang pihak kantor mengunjungi dilokasi usaha sehingga sulit untuk berkomunikasi. ”
Berdasarkan wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa BRI tidak mempunyai sarana bagi masyarakat dalam menilai keberhasilan program ini lewat pandangannya sebagai penerima bantuan padahal sebagai objek sasaran dari program ini, tentunya
57
masyarakat mempunyai kemampuan untuk menilai perkembangan dan tingkat keberhasilan dari program ini. Penilaian ini pun diharapkan mampu menjadi masukan yang baik guna peningkatan kualitas program CSR BRI pada Wilayah Makassar yang lebih baik dan berkelanjutan.
b. Informasi Penyelenggaraan Penyebaran informasi merupakan salah satu indikator penting dalam kesuksesan suatu program termasuk pula dalam program CSR BRI pada wilayah Makassar. Informasi ini sangat penting karena mencakup informasi kepada masyarakat tentang adanya program ini dan informasi laporan tentang pelaksanaan program CSR BRI di masyarakat. Untuk informasi kepada masyarakat tentang adanya program ini, informasi yang diberikan oleh BRI dapat dikatakan kurang gencar. Kurangnya informasi ini dirasakan oleh salah seorang penerima bantuan kemitraan dimana dia memperoleh informasi tentang adanya bantuan kemitraan untuk usaha-usaha yang berskala kecil atau usaha-usaha untuk kelas menengah kebawah hanya melalui kerabatnya saja itupun belum informasi yang dibarikan belum terlalu jelas. Berikut pengakuan dari beliau : “Iya, informasi tentang bantuan dana usaha ini saya tahu hanya dari teman. Setelah itu saya langsung ke BRI dan dari sana saya baru mendapatkan penjelasan tentang bantuan dana usaha ini untuk usaha menengah kebawah.”
58
Akan tetapi hal ini terjadi bukan karena adanya kendalakendala yang dihadapi akan tetapi karena konsep penyebaran informasi yang diberikan BRI hanya untuk masyarakat tahu bahwa BRI turut melaksanakan CSR bukan informasi yang berupa iklan atau semacamnya. Hal
ini
diungkapkan
oleh
Bapak
Darmanto
dalam
wawancaranya sebagai berikut: “Biasanya pelaksanaan csr ini kita selalu informasikan ke publik yaitu melalui pemberitaan di Koran,radio , kemudian pemberitaan yang sifatnya langsung di tempat acara tersebut. Itu pasti dikomunikasikan ke publik bahwa disitu ada CSR BRI akan tetapi target kita untuk informasi itu sebenarnya hanya sekedar masyarakat tahu, bahwasannya kita telah melaksanakan CSR ini.”
Sedangkan untuk bentuk informasi
tentang laporan
pelaksanaan program CSR BRI di wilayah Makassar ini lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa : “Kemudian di tahap akhirnya, pelaksanaan CSR harus di laporkan kepada pemegang saham BRI yaitu kementrian BUMN, hal-hal CSR yang dilakukan disini kita selalu reporting ke Kementrian BUMN.” Berdasarkan penjelasan yang diberikan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa informasi penyelenggaran kegiatan CSR BRI telah dilaksanakan sebagaimana konsep penyebaran informasi yang rencanakan oleh pihak BRI dimana konsep tersebut hanya mengupayakan bahwa masyarakat tahu BRI telah melaksanakan program CSR nya tetapi apabila ingin informasi yang lebih spesifik lagi dapat langsung menghubungi atau mendatangi kantor-kantor cabang BRI. Jadi penyampaian informasi itu khususnya untuk program bantuan kredit kemitraan itu masih bersifat samar-samar.
59
Dengan harapan apabila seorang pelaku usaha kecil ini benar-benar ingin memperoleh bantuan kredit tersebut untuk
mengembangkan
usahanya, maka para pelaku usaha inilah yang harus berupaya sendiri
untuk
memperoleh
kejelasan
informasi
dengan
cara
mendatangi kantor-kantor cabang BRI. Sedangkan untuk kegiatan bina lingkungan, diinformasikan melalui media-media sosial seperti koran, radio, bahkan melalui pembuatan spanduk-spanduk sperti yang terjadi pada pagelaran pasar rakyat pada tanggal 14 Juli 2012 yang lalu dipelataran Pusat Niaga Daya. Selanjutnya keterbukaan informasi pun tidak hanya kepada
masyarakat
berkepentingan
tetapi
misalnya
juga
kepada
kepada kementrian
pihak-pihak BUMN
yang
sebagai
pemegang saham. c. Audit Sosial Audit sosial ini merupakan bentuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak BRI setelah melaksanakan program CSR ini. Sehingga pihak BRI dapat mengukur sejauhmana tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat dari adanya program CSR ini. Adapun hasil
wawancara
dengan
Bapak Darmanto
sebagai pimpinan sementara BRI Cabang Somba Opu : “Selalu dievaluasi pelaksanaan dari kredit kemitraan yang lalu, sudah sesuai dengan jalannya atau tidak, sesuai dengan policynya atau tidak, kemudian kinerja seperti apa. Misalnya kredit kemitraan yang disalurkan di sana banyak tidak kembali walaupun itu kita punya fasilitas untuk memundurkan ,tetapi BRI
60
akan tetap evaluasi, apakah kerja kita tahun lalu sudah bagus atau belum. Pasti nanti kita akan memodifikasi untuk penyaluran csr berikutnya.”
Lebih lanjut beliau menjelaskan : “AO Program juga didedikasikan untuk mendampingi para pelaku usaha bagaimana manajemen keuangan yang bagus, manajemen usaha yang bagus, memasarkan produknya yang bagus, supaya mereka juga memperoleh pengetahuan bagaimana cara-cara mengembangkan usaha yang sehat dan bagus.”
Hal serupa dikemukakan oleh salah seorang penerima bantuan kemitraan. Beliau menjelaskan bahwa : ”Sebetulnya dikatakan dilepas tidak juga, BRI punya tanggung jawab, Dia monitoring cuma artinya tidak terlalu kayak orang di dikte. Dia memberikan bagaimana saudara kembangkan, sangat baik caranya tetapi tetap dia control hanya saja pengontrolannya di lapangan yang masih kurang intensif. Sekaligus dia evaluasi saat pembayaran cicilan terlambat atau tidak.”
Berdasarkan penjelasan dari wawancara di atas maka dapat dilihat bahwa BRI dalam melaksanakan program CSR sangatlah membantu dalam memberdayakan masyarakat terlihat dari sikap BRI dalam mengawal dan mengevaluasi guna pengembangan mitra-mitra binaannya. Tetapi dalam melakukan monitoring terkadang tidak sesuai dengan harapan para pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan BRI. Monitoring yang dilakukan jarang melakukan monitoring yang bersifat turun langsung ke tempat-tempat usaha tersebut.
Monitoring
dilakukan
hanya
pada
saat
melakukan
pembayaran cicilan saja. Oleh karena itu, dengan harapan dari
61
seorang penerima bantuan kemitraan bahwa pengontrolan di lokasilokasi usaha mitra binaan lebih ditingkatkan lagi. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat penulis menyimpulkan bahwa prinsip accountability atau akuntabilitas dalam pelaksanaan program CSR BRI di wilayah Kota Makassar telah terlaksana dengan baik. Menurut Crowther David (2008) inti dari prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan program CSR adalah bagaimana sikap tanggungjawab perusahaan setelah melaksanakan program CSR ini dan hal ini terlihat dalam pengawalan pihak BRI terhadap mitra-mitra binaannya yang mendapat bantuan kemitraan dalam program CSR. Tetapi dilain pihak dari hasil wawancara tersebut dapat juga terlihat bahwa masih tidak adanya kesempatan bagi masyarakat untuk berperan dalam perencanaan program CSR. Hal ini juga didukung dengan konsep penyebaran informasi yang dilakukan oleh BRI hanya bersifat samar-samar dan hanya sebatas masyarakat tahu bahwa BRI juga telah melaksanakan CSR nya.
3. Prinsip Transparency Transparency atau transparansi merupakan prinsip penting dalam menjalankan suatu program. Dimana prinsip transparansi ini sangat bersinggungan
pada
informasi
keuangan
dan
laporan
pertanggungjawabannya kepada semua pihak baik itu internal maupun eksternal. Untuk menjawab penerapan prinsip ini dalam pelaksanaan program CSR BRI di wilayah Makassar maka penulis mengambil indikator yaitu : (a) Bentuk Pelaporan dan (b) Audit Financial.
62
a. Bentuk Pelaporan Laporan kegiatan pelaksanaan suatu program kepada semua pihak yang berwenang merupakan suatu bentuk upaya instansi atau perusahaan untuk tetap menjunjung tinggi sikap transparansi.
Untuk
menginisiasi
opini
pelaporan stakeholder
CSR agar
begitu
strategis
meningkatkan
dalam reputasi
perusahaan secara nyata. Alur pelaporan CSR berwal dari suatu perusahaan sadar akan dampak dari operasional yang mereka lakukan kemudian berinisiatif melakukan sesuatu, dalam hal ini berupa perencanaan program CSR dan alokasi dana yang berguna mengoptimalkan nilai lebih serta meminimalisir dampak buruk. Dengan kata lain pelaporan CSR berperan besar bagi perusahaan untuk mempublikasikan kegiatan CSR nya kepada para stakeholder. Berikut bentuk laporan yang dilakukan BRI dalam program CSR nya melalui penjelasan oleh Bapak Darmanto sebagai berikut: “Pelaporannya kita secara reguler, disini ada koordinasi antar BUMN dan kita setiap tahun biasanya ada rapat dengar pendapat baik dengan DPRD Provinsi maupun kunjungan-kunjungan dari DPR RI Pusat. Biasanya mereka selalu menyakan bagaimana peranan CSR nya BUMN-BUMN yang ada di Sulawesi Selatan. Kita melaporkan pada institusi tersebut disamping juga melaporkan pada pemerintahan daerah setempat.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat terlihat bahwa BRI rutin dalam melaporkan segala bentuk kegiatan program CSR nya. Selain pelaporan, BRI juga sering melakukan koordinasi antar BUMN dalam pelaksanaan CSR guna meningkatkan kualitas dan peranan CSR tiap BUMN dalam wilayah Sulawesi Selatan secara umum dan Kota Makassar secara khususnya.
63
Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini dalam bentuk laporan tertulis dapat masyarakat peroleh melalui Laporan PKBL dan dapat diakses melalui www.bri.co.id. Akan tetapi beradasarkan hasil wawancara dengan beberapa penerima, penulis dapat menyimpulkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu masyarakat tentang pelaksanaan program CSR ini. Sehingga menjadi faktor kendala juga apabila masyarakat menjadi kurang tahu dan memahami bentuk dari program ini.
b. Audit Financial Sebagai suatu badan usaha milik Negara, audit keuangan merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan. Apapun bentuk kegiatan yang dilakukan yang menggunakan biaya haruslah untuk di periksa sumber dana dan penggunaan dananya. Atas dasar itu maka wajib pula BRI dalam pelaksanaan program CSR nya untuk dilakukan pemeriksaan dalam hal keuangannya. Berikut penjelasan dari Bapak Darmanto mengenai hal ini sebagai berikut : “Auditnya,dua-duanya jalan jadi dana bantuan csr ini merupakan obyek audit dari kantor inspeksi kita yaitu audit internal BRI kemudian juga ini laporan pelaksanaan csr harus dilaporkan kepda pemegang saham dan masyarakat umum yang harus di audit juga oleh akuntan public. Jadi ada dua auditor.” Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa BRI dalam pelaksanaan program CSR nya sangatlah transparan dalam pelaporan kegiatan dan pelaporan keuangannya. Terlihat jelas bahwa pelaporan kegiatan yang telah di audit oleh audit internal BRI dan
64
akuntan public ini dilaporkan tidak hanya untuk pihak internal BRI saja tetapi pelaporan kegiatan juga diberitahukan kepada pihak-pihak eksternal seperti pemerintah setempat, DPRD Provinsi, hingga DPR RI. Hasil audit dari akuntan public ini terdapat pada laporan PKBL dan laporan ini dapat langsung diakses oleh mayarakat melalui www.bri.co.id.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi keseluruhan
dalam
penerapan
prinsip-prinsip
penulis, secara
pelaksanaan
program
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia pada wilayah kota Makassar telah dilakukan dengan cukup baik. Alasan penulis mengatakan demikian dikarenakan masih ada beberapa indikator prinsip pelaksanaan program CSR ini yang belum dilaksanakan secara optimal yaitu dalam program bantuan kredit kemitraan, dalam hal ini masih kurangnya perhatian terhadap masyarakat khususnya bagi penerima bantuan kredit kemitraan sebagaimana tujuan yang diharapkan dari adanya program ini adalah pemberdayaan masyarakat. Di dalam teori stakeholder yang dikemukakan oleh Hummels (1998) dalam Nor Hadi (2011;94), bahwa dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya sebuah perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholdernya, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder, bukan
tidak mungkin akan
menuai
protes dan dapat
mengeliminasi legitimasi stakeholder.
65
Apabila hal ini tidak menjadi perhatian bagi BRI, maka dapat membentuk suatu pola pikir di masyarakat bahwa dalam pelaksanaan program
CSR
ini,
BRI
melaksanaan
program
ini
hanya
sekedar
melaksanakan kewajiban seperti yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas, bukan melakukan atas dasar keinginan untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu pihak penyelenggara dalam hal ini BRI harus mampu memperhatikan dan memuaskan para stakeholdernya terkhusus kepada masyarakat karena masyarakat merupakan sasaran dalam pelaksanaan program ini.
C. Kendala
–
kendala
Pelaksanaan
Program
Corporate
Social
Responsibility PT. Bank Rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan program Corporate Social Responsibility oleh PT. Bank Rakyat Indonesia ini tidak lepas dari kendala yang dihadapi. Tidak jarang dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program ini khususnya pada program bantuan kredit kemitraan seorang AO Program diperhadapkan dengan kendala. Kendala utama yang sering dihadapi dalam program bantuan kemitraan ini adalah tingkat pengembalian dana yang rendah. Selain itu tidak dapat di pungkiri bahwa terkadang terjadi kesalahan komunikasi antar pihak bank maupun dengan nasabah tetapi hal itu segera terselesaikan saat itu juga dan tidak mengakibatkan hal yang fatal terjadi. Berikut pemaparan Bapak Reynaldi Arqam sebagai AO Program BRI Cab. Tamalanrea: “Saya rasa program untuk pemberdayaan masyarakat ini relative kendala nya tidak ada. Jadi setiap tahun juga kita mencapai target penyaluran untuk dana CSR ini. Cuman untuk pinjaman kemitraan, namanya pinjaman kemitraan ini kan harusnya dananya kembali, tetapi
66
persepsi di masyarakat itu pada umumnya di bilang hibah. Apalagi tidak ada persayaratan jaminan atau agunan. Jadi kata mereka ini merupakan uang cuma-cuma sehingga pengembalian pinjaman kemitraan ini sreknya disitu. Sehingga tingkat pengembaliannya tergolong rendah.” Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan program ini, kendala yang dihadapi tidaklah terlalu menjadi beban yang berat oleh BRI. Tingkat pengembalian yang rendah karena kesalahan persepsi masyarakat tentang adanya bantuan kredit kemitraan yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan program ini merupakan suatu tantangan oleh BRI untuk selalu mensosialisasikan program ini serta mampu mencari model dan cara penyaluran yang lebih baik kedepannya.
67